22 0 151 KB
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka
diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya. Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang berisiko tinggi untuk penyakit thalasemia. Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan terganggunya
produksi hemoglobin
dalam
sel darah
merah. "Prevalensi
thalasemia bawaan atau carrier di Indonesia adalah sekitar 3-8 persen," kata Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, dalam sambutannya di puncak peringatan hari ulang tahun Yayasan Thalasemia Indonesia ke-25 di Gedung BPPT, Jakarta, hari ini.Wamenkes menjabarkan, jika persentase thalasemia mencapai 5 persen, dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional thalasemia adalah 0,1 persen. "Ada 8 propinsi yang menunjukkan prevalensi
thalasemia
lebih
tinggu
dari
prevalensi
nasional,"
ungkap
Wamenkes. Beberapa dari 8 propinsi itu antara lain adalah Aceh dengan prevalensi 13,4 persen, Jakarta dengan 12,3 persen, Sumatera Selatan yang prevalensinya 5,4 persen, Gorontalo dengan persentase 3,1 persen, dan Kepulauan Riau 3 persen. Menurut Ali, setiap tahun, sekitar 300.000 anak dengan thalasemia akan dilahirkan dan sekitar 60-70 ribu, di antaranya adalah penderita jenis betathalasemia mayor, yang memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya."Beban bagi penderita thalasemia mayor memang berat karena harus mendapatkan transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Penderita thalasemia menghabiskan dana sekitar 7-10 juta rupah per bulan untuk pengobatan," ungkap Wamenkes. Dua jenis thalasemia yang lain adalah thalasemia minor, yang terjadi pada orang sehat, namun dapat menurunkan gen thalasemia pada anaknya dan thalasemia intermedia, yang penderitanya mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala dan dapat bertahan hidup sampai dewasa. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1994 menunjukkan persentase orang yang
2
membawa gen thalasemia di seluruh dunia mencapai 4,5 persen atau sekitar 250 juta orang. Jumlah kasus thalasemia cenderung meningkat dan pada tahun 2001 diperkirakan jumlah pembawa gen thalasemia mencapai 7 persen dari penduduk dunia.
1.2.
Rumusan Masalah 1) Bagaimana konsep Thalasemia ? 2) Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan Thalasemia ?
1.3.
Tujuan Penulisan 1) Tujuan Umum Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola piker secara ilmiah ke dalam proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah pada penyakit Thalasemia. 2) Tujuan Khusus a. Mampu mendiskripsikan pengertian Thalasemia b. Mampu mendiskripsikan jenis-jenis Thalasemia c. Mampu mendiskripsikan penyebab Thalasemia d. Mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan Thalasemia
1.4.
Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan adalah untuk memenuhi tugas dari Keperawatan
Anak.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERTIAN THALASEMIA Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ). ( Ngastiyah, 1997 : 377 ). Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 ). 2.2. MACAM – MACAM THALASEMIA : 1.
Thalasemia beta Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin. Thalasemia beta meliputi: a.
Thalasemia beta mayor Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium,
ikterus
dengan
derajat
yang
bervariasi,
dan
hepatosplenomegali. b.
Thalasemia Intermedia dan minor Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb
4
bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat. 2.
Thalasemia alpa Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
2.3. ETIOLOGI Thalasemia
terjadi
akibat
ketidakmampuan
sumsum
tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya
sebagai
energi.
Apabila
produksi
hemoglobin
berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah. Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh : a) Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal) b) Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada Thalasemia) Penyebab Thalasemia β mayor. Thalasemia mayor terjadi apabila gen yang cacat diwarisi oleh kedua orang tua. Jika bapa atau ibu merupakan pembawa thalasemia, mereka akan
5
menurunkan thalasemia kepada anak-anak mereka. Jika kedua orang tua membawa ciri tersebut maka anak-anak mereka mungkin pembawa atau mereka akan menderita penyakit tersebut. 2.4. PATOFISIOLOGI Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya
adanya
peningkatan
compensatori
dalam
proses
pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis). 2.5. MANIFESTASI KLINIS Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan
pertumbuhan
akibat
anemia
dan
kekurangan
gizi
menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka
6
terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme. Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin
(keterlambatan dan
gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis). Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain: Letargi Pucat Kelemahan Anoreksia Sesak nafas Tebalnya tulang kranial Pembesaran limpa Menipisnya tulang kartilago 2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit
yang
immature,
penurunan
hemoglobin
dan
hematrokrit.
Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin. Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan
PCR
(Polymerase
pemeriksaan yang lebih maju.
Chain
Reaction)
merupakan
jenis
7
2.7. PENATALAKSANAAN Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone
merupakan
sediaan
dalam
bentuk
peroral.
Namun
manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa. Transplantasi sumsum tulang
biasa dilakukan pada thalasemia beta
mayor.
2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2.8.1 Pengkajian 1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. 2. Umur Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun. 3. Riwayat Kesehatan Anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. 4. Pertumbuhan dan Perkembangan
8
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih
bayi. Terutama
untuk thalasemia
mayor,
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. 5. Pola Makan Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia. 6. Pola Aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah. 7. Riwayat Kesehatan Keluarga Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor. 8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC) Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir. 9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia a. KU lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia. b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar. c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
9
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali). g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik. i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena
adanya
penumpukan
zat
besi
dalam
jaringan
kulit
(hemosiderosis). 2.8.2 Diagnosa Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk
mencerna
atau
ketidakmampuan
mencerna
makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. d. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis. e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit. f. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
10
2.8.3 Intervensi Keperawatan 1. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan. NOC : a. Tidak terjadi palpitasi b. Kulit tidak pucat c. Membran mukosa lembab d. Keluaran urine adekuat e. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen f. Tidak terjadi perubahan tekanan darah g. Orientasi klien baik. NIC : a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku. b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi). c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi. d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung. e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi. f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll. g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi. h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi. 2. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan. NOC : Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.
11
NIC : a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas. b. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas. c. Catat respin terhadap tingkat aktivitas. d. Berikan lingkungan yang tenang. e. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan. f. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. g. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. h. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas. i. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan. j. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi. k. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk. 3. Dx. 3 : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. NOC : a. Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil. b. Tidak ada malnutrisi. NIC : a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. b. Observasi dan catat masukan makanan pasien. c. Timbang BB tiap hari. d. Beri makanan sedikit tapi sering. e. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan. f. Pertahankan higiene mulut yang baik. g. Kolaborasi dengan ahli gizi. h. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
12
i. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan. 4. Dx. 4 : Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan nourologis. NOC : a. Kulit utuh. NIC : a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi. b. Ubah posisi secara periodik. c. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun. 5. Dx. 5.: resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit. NOC : a. Tidak ada demam b. Tidak ada drainage purulen atau eritema c. Ada peningkatan penyembuhan luka NIC : a. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan. b. Dorong perubahan ambulasi yang sering. c. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat. d. Pantau dan batasi pengunjung. e. Pantau tanda-tanda vital. f. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik. 6. Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
13
NOC : a. Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana pengobatan. b. Mengidentifikasi faktor penyebab. c. Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup. NIC : a. Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik. b. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia. c. Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis. d. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor. 2.8.4 Evaluasi Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diberikan pada pasien : 1. Apakah pasien terbebas dari tanda-tanda kecemasana ? 2. Apakah pasien merasa nyaman ? 3. Apakah gas dalam darah berada dalam batas normal dan apakah pasien mudah bernapas ? 4. Apakah peredaran gas telah mencukupi, apakah air seni dan penglihatan cukup baik ? 5. Apakah pasien terbebas dari tanda-tanda infeksi ? 6. Apakah pasien merasa puas dengan gaya hidupnya, hubungan seksual, dan peran dalam keluarganya ? 7. Apakah pasien dapat menyatakan sifat penyakitnya dan keadaan dari gejala yang membuat lebih parah ? Evaluasi hasil yang diharapkan : 1. Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal
14
a. Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan b. Mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energy 2. Mencapai / mempertahanakan nutrisi yang adekuat a. Makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin b. Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung c. Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal 3. Tidak mengalami komplikasi a. Menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpitasi, pusing, dan dispnu b. Mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi dispnu c. Mempunyai tanda vital normal d. Tidak mengalami tanda retensi cairan ( mis. Edema perifer, curah urin berkurang, distensi vena leher ) e. Berorientasi terhadap nama, waktu, tempat, dan situasi f. Terapi bebas dari cidera.
15
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN 4.1 PENGKAJIAN 1. Identitas pasien Nama
: An X
Jenis kelamin : Laki-laki Umur
: 8 th
Tanggal MRS : 21 Februari 2019 Jam 10.00 Tanggal pengkajian : 22 Februari 2014 Jam 08.00 Alamat
: Pojok – Garum
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
2. Identitas Penanggungjawab Nama Ayah
: Tn A
Usia
: 40 th
Suku
: Jawa
Alamat
: Pojok – Garum
Hubungan
: Orang tua
3. Alasan Masuk RS Klien dating ke RS untuk dilakukan transfuse darah, yang rutin dilakukan setiap 28 hari sekali 4. Riwayat Penyakit Sekarang 5. Riwayat Kesehatan Sekarang Saat dikaji klien tampak lemas dan malu-malu, Klien tidak mengeluh apapun, sehari sebelumnya klien juga telah dilakukan transfuse darah sebanyak satu labu, hari ini dilakukan transfuse untuk labu yang kedua, klien terdiagnosa mengalami thalassemia sejak masih berusia 9 bulan dan sejak saat itu rutin dilakuka pengecekan HB dan transfuse darah pada klien
16
6. Riwayat Kesehatan Keluarga Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga yag meniliki penyakit yang sama dengan pasien dan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit kelainan darah jenis lainnya. 7. Kebutuhan Dasar Makan
: klien sulit sekali untuk makan, karena selalu merasa tidak nafsu makan dan beralasan masih kenyang. Jika diingatkan, klien biasanya tidak mau makan dan lebih senang cemilan jajanan warung, sehari-hari klien biasanya makan dengan lauk seadanya, seperti nasi dengan lauk pauk tahu dan tempe.
Eliminasi
: Klien tidak mengalami gangguan untuk BAB maupun BAK, biasanya dalam sehari BAB hanya sekali dengan BAK 6 – 7 x /hr
Tidur
: Klien tidak memiliki kebiasaan untuk tidur siang, biasanya klien hanya tidur di malam hari sekitar 7-8 jam
8. Pemeriksaan Fisik a. TTV -
HR
: 80 x/mnt
-
RR
: 18 x/mnt
-
Suhu : 37
b. Antropometri BB sekarang : 21 kg TB
: 120 cm
c. Kepala dan Leher Kepala Bentuk kepala simetris, penyebaran rambut merata, lurus dengan rambut berwarna hitam Wajah Bentuk bulat, tulang pipi menonjol kiri dan kanan, tidak terlihat adanya lesi pada wajah namun kulit wajah berwarna kuning kegelapan
17
Hidung Tulang hidung seperti tidak ada sehingga hidung terkesan sangat pesek, keluaran cairan atau perdarahan tidak ada, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada cyanosis Mulut Mukosa kemerahan, bibir kering dan 4 gigi bagian depan terlihat maju serta gigi kuning kehitaman (gigis) Telinga Bentuk simetris, tidak ada serumen Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, reflek menelan baik. d. Dada Inspeksi
: Pergerakan dada simetris, tidak terdapat lesi, tidak
terdapat jejas Palpasi
: Nyeri tekan tidak ada, nadi meningkat setelah pasien beraktifitas (120 x/mnt)
Auskultasi : Bunyi jantung normal S1 S2 tunggal, bunyi paru vesikuler tidak ada suara nafas tambahan. Perkusi
: dullness disekitar dada kiri, disekitar paru resonan.
e. Abdomen -
Abdomen membengkak dan keras
-
Retraksi epigastrium tidak ada
-
Turgor kulit baik
-
Distensi abdomen
-
Hati teraba
-
Limpa teraba
f. Genetalia Tidak terkaji g. Ekstremitas -
Tangan Bentuk : simetris Refleks : Bicep dan trisep baik
18
-
Kaki Bentuk simetris reflek tonus otot baik, akral teraba hangat
9. Pemeriksaan penunjang a. Rongent Thorax Kesan : normal b. EKG : Sinus Ritme c. Laboratorium darah Hb : 7 gr/dl Leukosit : 3700 / mm3 Trombosit : 180.000 Feritin
: 6031 mg/ml
Albumin : 2,5 gr/dl
19
4.2 ANALISA DATA N O 1
DIAGNOSA
ETIOLOGI
MASALAH
DS : Ibu Pasien Pernikahan penderita Perfusi Perifer mengatakan badan thasemia carier tidak efektif anaknya lemas DO : Anak terlahir sebagai - Hb : 7 gr/dl thalassemia mayor - Kulit pucat - Pasien tampak Gangguan susunan lemah rantai polipeptida - Suhu : 37 Hb terbentuk tidak normal Usia eritrosit pendek Penurunan Hb
kosentrasi
Aliran O2 ke jaringan menurun Perfusi efektif 2
DS : Ibu klien mengatakan bahwa anaknya mudah lelah saat beraktivitas dan merasa lemas DO : Nadi meningkat 120 x/mnt setelah beraktifitas RR : 18 x/mnt
perifer
tidak
Thalasemia
Intoleransi aktivitas
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Tubuh kekurangan oksigen Lemah dan muda lelah
3
DS : Ibu klien mengatakan bahwa anaknya tidak nafsu makam DO : - Klien tampak kurus (BB tidak sesuai dengan usia)
Intoleransi aktifitas Thalasemia v
Suplai O2 kurang dari kebutuhan Terhambatnya produksi enzim pencernaan Ketidakmampuan
Defisit nutrisi
20
-
Hb : 7 mg/dl mencerna makanan Albumin : 2,5 gr/dl Penurunan nafsu makan Defisit nutrisi
4.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN NO DX 1
DIAGNOSA Perfusi perifer tidak efektif sehubungan dengan Penurunan konsentrasi Hb yang ditandai dengan : - Ibu Pasien mengatakan badan anaknya lemas - Hb : 7 gr/dl - Kulit pucat - Pasien tampak lemah - Suhu : 37
2
Defisit Nutrisi sehubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan yang ditandai dengan : -
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya tidak nafsu makam
-
Klien tampak kurus (BB 21kg /tidak sesuai dengan usia > 10%)
3
-
Hb : 7 mg/dl
-
Albumin : 2,5 gr/dl
Intoleransi aktifitas sehubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan : -
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya mudah lelah saat beraktivitas dan merasa lemas
-
Nadi meningkat 120 x/mnt setelah beraktifitas
-
RR : 18 x/mnt
21
4.4 INTERVENSI KEPERAWATAN NO DX 1
DIAGNOSA
PERENCANAAN NOC
Perfusi perifer tidak efektif Perfusi Jaringan : Perifer
Observasi :
sehubungan
- Periksa srkulasi perifer (Mis : nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu)
dengan Kriteria hasil :
Penurunan konsentrasi Hb,
-
Badan tidak lemas
Terapeutik
Batasan karakteristik :
-
Hb > 10 gr/dl
- Berikan Oksigen sesuai kebutuhan pasien
Warna kulit tidak pucat
- Pertahankan hidrasi yang cukup
Suhu : 36 - 37
Edukasi
- Ibu Pasien mengatakan badan anaknya lemas
2
NIC
-
- Hb : 7 gr/dl
- Ajarkan diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis : rendah lemak jenuh)
- Kulit pucat
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
- Pasien tampak lemah
Kolaborasi
- Suhu : 37
- Pemberian Transfusi
Defisit Nutrisi sehubungan Manajemen Nutrisi
Observasi
dengan
ketidakmampuan Kriteria hasil :
- Identifikasi status nutrisi
mencerna
makanan
yang -
- Identifikasi makanan yang disukai
Batasan karakteristik :
-
-
Nafsu makan meningkat
Klien menghabiskan 1 porsi - Monitor asupan makanan
Ibu klien mengatakan
makanan
bahwa anaknya tidak
sediakan
yang
sudah
di - Monitor Berat badan - Monitor Hasil pemeriksaan laboratorium
22
-
nafsu makan
-
BB naik
Terapeutik
Klien tampak kurus (BB
-
HB > 10 gr /dl
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, bila perlu
21kg /tidak sesuai
-
Albumin dlam batas normal - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
dengan usia > 10%)
(4,0 – 5,9 gr/dl)
- Berikan suplemen makanan bila perlu
-
Hb : 7 mg/dl
Edukasi
-
Albumin : 2,5 gr/dl
- Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
3
Intoleransi
aktifitas Manajemen Energi
sehubungan
dengan Terapi oksigen
- Monitor kecepatan aliran oksigen
antara Kriteria hasil :
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Ketidakseimbangan suplai
dan
kebutuhan -
oksigen. Batasan karakteristik : -
Observasi
Pasien tidak merasa lemas - Monitor kelelahan fisik saat beraktifitas
-
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
Frekuensi nadi dalam batas Terapeutik
Ibu klien mengatakan
normal (80-100 x/mnt) saat - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
bahwa anaknya mudah
beraktifitas
lelah saat beraktivitas -
RR tetap dalam batas normal - Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
dan merasa lemas
saat beraktifitas (10 – 20 - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan / atau aktif
23
-
Nadi
meningkat
x/mnt -
120
setelah
x/mnt)
Edukasi - Anjurkan tirah baring
beraktifitas
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
RR : 18 x/mnt
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang - Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi - Kolaborasi Penentuan dosis oksigen - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.
24
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherted) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Klasifikasi thalasemia seperti Thalasemia-α, Thalasemia-β ( Thalasemia mayor Thalasemia minor, Thalasemia-δβ, Thalasemia intermedia ). Manifestasi dari thalasemia misalnya anemia berat yang bergantung pada transfuse darah, gagal berkembang, infeksi interkuren, pucat, ikterus ringan, pembesaran hati dan limpa, ekspansi tulang, defek pertumbuhan/endokrin, anemia hemolitik mikrositik hipokrom. Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita thalasemia ini adalah asal keturunan / kewarganegaraan, umur, riwayat kesehatan anak, pertumbuhan dan perkembangan, pola makan, pola aktivitas. riwayat kesehatan keluarga, riwayat ibu saat hamil , data keadaan fisik anak thalasemia. Dan diagnose keperawatan yang mungkin muncul sepertiPerubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
O2
ke
sel,
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal, Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis, Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit, Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi. 4.2.Saran -
Sebaiknya orang tua senantiasa memperhatikan kesehatan anaknya
-
Perlu dilakukan pedigree / garis keturunan untuk mengetahui adanya sifat pembawa thalassemia pada keluarga penderita thalassemia
-
Sebaiknya calon pasutri sebelum menikah melakukan konsultasi untuk menghindari adanya penyakit keturunan, seperti pada thalassemia
-
Perlu dilakukan upaya promotif dan preventif terhadap thalassemia kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh pelayan kesehatan.
25
DAFTAR PUSTAKA Sudayo, Aru. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( Ed.5, Jilid II ). Jakarta : Interna Publishing. Hoffbrand. 2005. Kapita Selekta Hematologi ( Ed.4 ). Jakarta : EGC. Mehta, Atul. B. 2006. At a Glance Hematologi. Jakarta : Erlangga. Long,
Barbara.
C. Perawatan
Medikal
Bedah
(suatu
pendekatan
proses
keperawatan). Bandung : YIAPKP. Smeltzer, Suzanne.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner & Suddarth. Jakarta : EGC. http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010 http://2.bp.blogspot.com/_VsJNunSRMog/
26
2.8. Pathway Hemoglobin post natal ( Hb A )
Rantai alfa
Gangguan pematangan Eritoblas Kerusakan Rantai Beta Defisiensi rantai beta
Defisiensi sintesa rantai beta
Hiperplasia
Menstimuli
Hemopoiesis
Sumsum tulang
eritropoiesis
extramedular
Perubahan
SDM rusak
Skeletal
Anemia
Hemolisis
Maturasi Sexual
Hemosiderosis
Sintesa rantai alfa
Splenomegali
Kerusakan pem
limfadenopati
bentukan Hb
Hemokromatosis
Hemolisis
Fibrosis
Anemia berat
& pertumbuhan Terganggu
Kulit kecoklatan
Pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang disuplay dari transfusi
Fe meningkat
Hemosiderosis
Jantung
Gagal jantung
Liver
Sirosis
Kandung empedu
Kolelitiasis
pancreas
limpa
Diabetes
Splenomegali
27
Lampiran NURSING PATHWAY THALASEMIA Pernikahan penderita thalasemia carier Penyakit secara autosomal resesif Gangguan sintesis rantai globin α dan β
Pembentukan rantai α dan β di retikulosit tidak seimbang • rantai β kurang dibentuk dibanding α • rantai β tidak dibentuk sama sekali • rantai g dibentuk tetapi tidak menutupi kekurangan rantai β
Rantai α kurang terbentuk daripada rantai β
Thalsemia β
Thalasemia α • gangguan pembentukan rantai α dan β •Pembentukan rantai α dan β • Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β Tidak terbentuk HbA Membentuk inclusion bodies Menempel pada dinding eritrosit Merusak dinding eritrosit
Hemolisis Eritropoesis darah yang tidak efektif dan penghancuran precursor eritrosit dan intramedula Sintesis HB eritrosit hipokrom dan mikrositer Hemolisis eritrosit yang immature
Anemia
B1
B2
B3
B4
B5
B6
28
Anemia
B1
B2
B3
B4
B5
B6
29
Anemia
B1
B2
B3
B4
B5
B6
30
Pengikatan O2 oleh RBC _ Hipoksia Kompensasi tubuh membentuk eritrosit oleh sumsum tulang Suplai O2/Na ke ke jar.
aliran darah organ vital dan jaringan Hiperplasia sumsum tulang masuk ke sirkulasi
31
Ekspansi massif sumsum tulang wajah dan kranium O2 dan nutrisi tidak di Transpor scr adekuat tubuh merespon dengan pembentukan eritropoetin
metabolisme sel
pertumbuhan sel &otak terhambat
Perubahan bentuk wajah Penonjolan tulang tengkorak perubahan _ pertumbuhan pada tulang maksila Terjadi face cooley Merangsang eritropoesis deformitas tulang Resiko Gangguan tumbuh kembang
Perfusi jar. terganggu
32
Pembentukan RBC baru yang immature dan mudah lisis
Hb_ perlu transfusi
Perasaan berbeda dengan orang lain energy yang dihasilkan
Hemosiderosis kelemahan fisik
Gambaran diri negatif terjadi Fe dlm tubuh
ANEMIA
33
Perubahan pembentukan ATP ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes _ pigmentasi kulit (coklat kehitaman) Intoleransi aktifitas Gangguan konsep diri: body image
Kerusakan Integritas kulit
Fibrosis Hemokromatesis
34