BAB 1-BAB 3 Diubah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur dipengaruhi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir (Indriyanto, 2008). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memilki sifat yang khas dan unik. Tumbuhan mangrove mempunyai kemampuan khusus untuk beradaptasi di lingkungan yang ekstrem, misalnya kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi, serta kondisi tanah berlumpur yang tidak stabil (Noor, Khazali, dan Suryadiputra, 1999). Hutan mangrove sebagai ekosistem alami berperan bagi potensi ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung. Hutan mangrove menyediakan bahan dasar untuk keperluan dasar rumah tangga maupun industri seperti kayu bakar, arang, kertas, juga obat-obatan (Noor, dkk., 1999). Hutan ini juga memiliki fungsi ekologis yang sangat penting, antara lain sebagai pelindung pantai dari bahaya tsunami, penahan abrasi dan perangkap sedimen tanah, pendaur unsur hara, menjaga



produksi



perikanan,



peredam



laju



intrusi



air



laut,



penjaga



keanekaragaman hayati, serta penopang ekosistem pesisir laut lainnya (Kustanti, 2011). Hutan mangrove memberikan kontribusi besar terhadap detritus organik yang sangat penting sebagai sumber makanan bagi biota yang hidup di perairan sekitarnya. Gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam proses



1



dekomposisi serasah dan mineralisasi materi organik terutama yang bersifat herbivor dan detrivor. Dengan kata lain gastropoda berkedudukan sebagai dekomposer awal yang berkerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil yaitu mikroorganisme (Arief, 2003). Menurut Dharma (1988), Gastropoda umumnya hidup dilaut tetapi ada sebagian yang hidup di darat. Gastropoda mempunyai peranan yang penting baik dari segi pendidikan, ekonomi maupun ekologi. Dari segi ilmu pengetahuan keanekaragaman biota laut merupakan laboratorium alami yang menarik untuk dipelajari dan dikaji secara mendalam. Sedangkan bila dipandang dari segi ekonomi gastropoda mempunyai nilai jual, seperti Cypraea Murex dan Trochus dimana cangkangnya digunakan untuk hiasan yang harganya mahal. Selain itu beberapa gastropoda juga dapat berperan sebagai sumber bahan makanan karena mengandung nutrien atau protein. Kawasan pesisir desa Pasimayou merupakan wilayah yang terdapat ekosistem mangrove dan mempunyai garis pantai yang sangat panjang terbentang dari selatan ke utara, sehingga dapat menstimulasi unsur hara ke dalam substrat perairan. Unsur hara yang terdapat dalam substrat perairan akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pola sebaran biota perairan diantaranya Molusca dan Gastrophoda di ekosistem Mangrove. Segala bentuk kegiatan yang di lakukan oleh masyarakat pesisir perairan desa pasimayou, akan berdampak pada keberadaan begitu pula pertumbuhan dan pola sebaran dari pada biota perairan (Molusca dan Gastrophoda) di daerah hutan mangrove, pesisir.



2



Dari latar belakang diatas memberikan permasalahan sehinga melakukan praktikum “Ekoper Gastropoda Hutan Mangrove” di desa Pasimayou, Maitara Selatan kepulauan Tidore, kabupaten Tidore, provinsi Maluku Utara. Tujuan dan Manfaat Praktikum Tujuan dalam praktikum ini meliputi : 1. Mengetahui komunitas (gastrophoda) di ekosistem hutan mangrove desa Pasimayou. 2. Mengetahui



jenis-jenis



gastrophoda



sebagai



penghuni



ekosistem



mangrove di pesisir perairan desa Pasimayou. 3. Mengetahui komposisi gastropoda hutan mangrove di desa Pasimayou. Manfaat praktikum ini memberikan informasi ilmiah kepada mahasiswa, masyarakat tentang jenis-jenis biota di perairan pesisir Pasimayou, Maitara Selatan kepulauan Tidore, kabupaten Tidore, Provinsi Maluku Utara.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gastropoda. Gastropoda merupakan hewan Mollusca yang berjalan dengan bagian kaki perut, berasal dari bahasa Yunani (gaster = perut; podas = kaki) artinya hewan yang berjalan dengan kaki perut. Gastropoda sering disebut dengan siput, meskipun gastropoda juuga memiliki anggota lain seperti limpet, abalon dan nudibrankia. Gastropoda memiliki jumlah spesies sekitar 70.000, dan sebagian besar terdapat di laut. Ciri-ciri umu gastropoda memiliki cangkang yang berfungsi untuk melindungi organ vital dan terletak di posisi dorsal tubuh, sedangkan pada bagian ventral terdapat kaki yang bisa menggulung/melipat dan tersusun oleh otot-otot ventral. Pada umumnya Gastropoda memiliki cangkang yang sudah terbentuk sejak embrio, namun ada beberapa jenis gastropoda yang tidak memiliki cangkang sehingga disebut siput telanjang. Cangkang gastropoda berasal dari materi organik dan anorganik, di dominasi oleh kalsium karbonat (CaCO3). Gastropoda pada umumnya memilki kepala yang jelas dengan mata pada ujung tentakel. Gastropoda benar-benar bergerak selambat bekicot secara harfiah dengan gerakan kaki yang bergelombang atau dengan silia, seringkali meninggalkan jejak lendir ketika lewat. Kebanyakan gastropoda menggunakan radulanya untuk memakan alga atau tumbuhan, akan tetapi beberapa kelompok merupakan pemangsa, dan radulanya termodifikasi untuk mengebor lubang pada cangkang moluska lain atau untuk mencabik-cabik mangsa. Pada siput konus, gigi radula bertindak sebagai panah racun yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa.



4



Gastropoda banyak dijumpai di berbagai lingkungan, baik di darat, laut, maupun perairan air tawar. Berjalan merangkak di sepanjang substrat. Menurut Ulmaula, dkk (2016) Habitat Gastropoda di sepanjang pantai dan umumnya banyak dan merangkak di atas permukaan tanah dan ditemukan pada perairan dangkal yang memiliki dengan mempertimbangkan tekstur substrat awal, kandungan bahan organik pada substrat dasar serta parameter oseanografi yang mendukung untuk tumbuh kembangnya gastropoda itu sendiri. 2.2 Klasifikasi Gastropoda Kelas Gastropoda merupakan hewan yang paling banyak ditemukan. Menurut Campbell (2012) mengatakan “Sekitar tiga-perempat dari semua spesies Mollusca yang masih ada merupakan gastopoda”. Gastropoda merupakan kelas Mollusca yang terbesar dan popular. Hal tersebut berdasarkan data Rusyana (2011) yang mengatakan bahwa ada sekitar 50.000 spesies gastropoda yang masih hidup dan 15.000 jenis yang telah menjadi fosil. Kelas ini memiliki ciri utama berupa satu cangkang yang melindungi bagian tubuhnya. Sebagaimana menurut Kusnadi, dkk (2008) yang mengatakan “Ada sejumlah kecil spesies yang cangkangnya mereduksi menjadi kecil atau bahkan menghilang. Ciri lainnya adalah adanya alat gerak/lokomosi pada bagian ventral tubuh yang terdiri dari sebagian besar jaringan otot”. Menurut Kusnadi, dkk (2008) berdasarkan alat pernafasannya, Gastropoda dibagi menjadi tiga subkelas yaitu: 2.2.1 Subkelas Prosobranchia Kebanyakan



subkelas



Prosobranchia



merupakan



siput



air



yang



menggunakan insang sebagai alat pernafasannya. Hal tersebut berdasarkan Kusnadi, dkk (2008) yang mengatakan bahwa alat pernafasan subkelas



5



Prosobranchia berupa insang yang umumnya terletak dibagian depan tubuh (anterior). Pada bagian kaki terdapat operculum. Anggota Prosobranchia bersifat dioecious (alat kelamin terpisah). Sebagian besar hidup dilaut kecuali famili Cycloporidae dan Pupunidae yang hidup didarat dan Thiaridae yang hidup di air tawar. Menurut Barnes (1987) dalam Sahab (2016) membagi sub kelas Prosobranchia menjadi tiga ordo, yaitu Archaeogastropoda, Mesogastropoda, dan Neogastropoda. Kebanyakan



subkelas



Prosobranchia



merupakan



siput



air



yang



menggunakan insang sebagai alat pernafasannya. Hal tersebut berdasarkan Kusnadi, dkk (2008) yang mengatakan bahwa alat pernafasan subkelas Prosobranchia berupa insang yang umumnya terletak dibagian depan tubuh (anterior). Pada bagian kaki terdapat operculum. Anggota Prosobranchia bersifat dioecious (alat kelamin terpisah). Sebagian besar hidup dilaut kecuali famili Cycloporidae dan Pupunidae yang hidup didarat dan Thiaridae yang hidup di air tawar. Menurut Barnes (1987) dalam Sahab (2016) membagi sub kelas Prosobranchia menjadi tiga ordo, yaitu Archaeogastropoda, Mesogastropoda, dan Neogastropoda. Ordo ini memiliki sepasang insang dan dua serambi jantung yang hanya terlihat satu. Hewan dari ordo ini umumnya bersifat herbivora dan penggaruk endapan (deposit scaper) tetapi ada juga yang bersifat karnivora. Mollusca ini memiliki bentuk cangkang sebelah seperti abalon dan limpet. Ada pula yang memiliki bentuk cangkang spiral seperti pada superfamili Trachea dan Neritacea. Ordo Mesogastropoda merupakan kelompok Gastropoda yang dapat ditemukan diwilayah perairan. Hal tersebut berdasarkan Cappenberg (2002) dalam Sahab (2016) yang mengatakan Ordo Mesogastropoda dapat ditemukan



6



pada habitat air laut, air tawar dan beberapa dapat ditemukan di darat. Kelompok ini umumnya termasuk epifauna serta bergerak bebas pada daerah terumbu karang maupun rumput laut, dan bersifat herbivora. Ordo Neogastropoda merupakan ordo ketiga yang memiliki jenis Gastropoda terbanyak. Menurut Taylor & Moris dalam Sahab (2016) mengatakan bahwa sebagian besar genus dan spesies Neogastropoda mampu beradaptasi pada berbagai habitat dan hanya beberapa yang diketahui hidup di air tawar. Sementara spesies yang hidup di laut mencakup zona litoral sampai laut dalam dan bersifat predator. 2.2.2 Subkelas Opistobranchia Subkelas Opitobranchia alat pernafasannya sama seperti Posobranchia, yaitu insang dan dapat ditemukan perairan laut. Hal tersebut berdasarkan Kusnadi, dkk (2008) yang mengatakan alat pernafasannya sama seperti Posobranchia tetapi ciri yang membedakannya adalah insang terletak pada bagian belakang tubuh (posterior). Semua individu bersifat hermaprodit. Hidupnya dilaut dengan camgkang yang relatif tipis. Bahkan beberapa spesies cangkangnya mereduksi dan hilang”. Opistobranchia merupakan sub kelas yang relatif kecil dari Gastropoda sekitar 1500 spesies yang semuanya hidup di laut. Menurut Kozloff (1990) dalam Andrianna (2016) sub kelas Opistobranchia terbagi menjadi sembilan ordo yaitu : 1) Ordo Nudibranchia 2) Ordo Chepalaspidea 3) Ordo Thecosomata 4) Ordo Gymnosomata 5) Ordo Sacoglosa atau Ascoglosa



7



6) Ordo Anaspidae 7) Ordo Acochlidiacea 8) Ordo Pyramidellaceae 9) Ordo Notaspidae 2.2.3 Subkelas Pulmonata Habitat dari subkelas Pulmonata adalah di darat dan menggunakan mantel sebagai alat pernafasannya. Menurut Kusnadi, dkk (2008) mengatakan sebagai berikut: Alat pernafasannya berupa rongga mantel yang berfungsi seperti paru – paru. Pertukaran udara pernafasan berlangsung tanpa menggunakan media air. Oleh karena itu umumnya anggota Pulmonata hidup di darat. Semua Pulmonata bersifat hermaprodit. Ada yang mempunyai cangkang ada pula yang tak bercangkang atau disebut siput telanjang. Pulmonata mengeluarkan lendir yang membantu melindungi dari kekeringan dan berfungsi membuat gerak mereka lebih mudah. Cangkang berbentuk spiral, kepala dilengkapi dengan satu atau dua pasang tentakel, sepasang diantaranya mempunyai mata, rongga mantel terletak di anterior, organ reproduksi hermaprodit. Menurut Kozloff (1990) dalam Andrianna (2016) subkelas ini terbagi menjadi empat ordo diantaranya : 1) Ordo Bassomatophora 2) Ordo Archaepulmonata 3) Ordo Stylommatophora 4) Ordo Systellommatophora



8



Family Potamidae Sistematika Klas



: Gastropoda



Subklas



: Prosobranochia



Ordo



: Mesogastropoda



Famili



: Potamididae



Genus



: Telescopium



Spesies



: T. Telescopium



Genus



: Terebralia



Spesies



: T. Suclata



Deskripsi Umum Spesies Telescopium Telescopium (LINNAEBUS, 1958) Cangkangnya mengerucut, dan meruncing dengan bagian samping lurus. Columella berputar dengan sebuah tonjolan pada pusat yang melingkar dan keras. Bagian luar terukir dengan beberapa alur yang melingkar. Warnanya biru kecoklatan. Spesies ini hidup di pasir yang berlumpur di daerah bakau. Terdapat di samudra India, dan Australia utara (Cairne, Queensland). Spesies sinonim : - T. indicator MONFORT, 1810 T. Fuscum SCHUMACHER, 1817 Terebralia sulcata (BORN, 1778)



9



Lingkaran cangkang berlekuk seperti spiral dan membelok mengelilingi punggung cangkang pada sudut kanannya. Bibir luar licin dan melebar. Berwarna coklat gelap. Hidup di pasir dan di pasir yang berlumpur di daerah bakau. Terdapat di perairan Indo-Pasifik. Spesies sinonim : - T. moluccanus GMELIN, 1798 - T. mangos RODING, 1978 - T. semistriatum MOERCH, 1852 - T. semitrisculatus TRYON, 1887



Famili Strombidae Klas



: Gastropoda



Ordo Family Genus Spesies



: Littorinimorpha : Strombidae : Lambis : Lambis millepeda



Tedong-tedong memiliki rumah cangkang berbentuk kumparan , pada bibir mulut cangkangnya terdapat tonjolan-tonjolan panjang meruncing, sebanyak 6-10 buah. Pada usia muda, tonjolan-tonjolannya belum ada. Warna cangkangnya biasanya kuning kecokelatan dengan dihiasi lurik-lurik coklat. Sekitar mulut cangkang dilapisi warna merah, jingga, cokelat muda, mengkilat seperti porselin. Panjang cangkang berukuran sekitar 150-250 mm. Jenis tedong-tedong merupakan jenis lambis terbesar dan dagingnya dapat dimakan, terutama jenis lambis chiragra yang tonjolannya enam buah



10



2.3 Morfologi Gastropoda Kelas gastropoda umumnya dikenal dengan keong atau siput. Gastropoda merupakan moluska yang paling kaya akan jenis. Cangkangnya berbentuk tabung melingkar – lingkar seperti spiral. Menurut Nontji (2007) mengatakan bahwa tabung cangkang gastropoda yang melingkar – lingkar itu memilin (coiled) ke kanan yakni searah putaran jarum jam bila dilihat dari ujungnya yang runcing. Namun adapula yang memilih ke kiri. Pertumbuhan cangkang yang memilin bagai spiral itu disebabkan karena pengendapan bahan cangkang disebelah luar berlangsung lebih cepat dari yang sebelah dalam. Struktur umum cangkang Gastropoda menurut Oemarjati dan Wardana dalam Andriana (2016) umumnya terdiri atas: Apex (puncak atau ujung cangkang), Aperture: (lubang tempat keluar masuknya kepala dan kaki), Operculum (penutup cangkang), Whorl (satu putaran cangkang, cangkang terakhir disebut body whorl), Spire (susunan whorl sebelum body whorl), Suture (garis yang terbentuk oleh perlekatan antar spire), Umbilicus (lubang yang terdapat di ujung kolumela (pusat putaran cangkang)). Tipe cangkang Gastropoda terdiri dari tujuh belas tipe yaitu: tipe conical, biconical, obconical, turreted, fusiform, patelliform, spherical, ovoid, discoidal, involute, globose, lenticular, obovatus, bulloid, turbinate, cylindrical dan trochoid. Apex (puncak atau ujung cangkang), Aperture: (lubang tempat keluar masuknya kepala dan kaki), Operculum (penutup cangkang), Whorl (satu putaran cangkang, cangkang terakhir disebut body whorl), Spire (susunan whorl sebelum body whorl), Suture (garis yang terbentuk oleh perlekatan antar spire), Umbilicus (lubang yang terdapat di ujung kolumela (pusat putaran cangkang)).



11



Tipe cangkang Gastropoda terdiri dari tujuh belas tipe yaitu: tipe conical, biconical,obconical, turreted, fusiform, patelliform, spherical, ovoid, discoidal, involute, globose, lenticular, obovatus, bulloid, turbinate, cylindrical dan trochoid. Cangkok Gastropoda terdiri ada tiga lapis yaitu yang pertama periostrakum, terbuat dari bahan tanduk yang disebut konkiolin, yang kedua lapisan prismatic yang terbuat dari klasit atau arrogonit, yang ketiga lapisan mutiara terdiri dari CaCO3 jernih dan mengkilap. Lapisan prismatik dan periostrakum dibentuk oleh tepi pallium yang menebal sedangkan mutiara dibentuk oleh seluruh permukaan pallium. 2.4 Habitat Gastropoda Gastropoda dapat ditemukan di darat, di laut maupun perairan air tawar. Hal tersebut berdasarkan Turra and Denadai (2006) dalam Triwiyanto, dkk (2015) yang mengatakan “Gastropoda merupakan salah satu moluska yang banyak ditemukan di berbagai substrat, hal ini diduga karena Gastropoda memiliki kemampuan adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain baik di substrat yang keras maupun lunak”. Sebagaimana



menurut



Syafikri



(2008)



dalam



Andrianna



(2016)



mengatakan bahwa sebagian dari Gastropoda juga hidup di daerah hutan Bakau, ada yang hidupnya di lumpur atau tanah yang tergenang air, ada juga yang menempel pada akar dan batangnya, bahkan adapula yang memiliki kemampuan memanjat. Gastropoda hewan yang dapat dijumpai diberbagai lingkungan sehingga dapat menyesuaikan diri tergantung tempat hidupnya. Hal tersebut berdasarkan Nontji (2007) yang mengatakan “Gastropoda juga dapat dijumpai



12



diberbagai jenis lingkungan dan bentuknya biasanya telah menyesuaikan diri untuk lingkungan tersebut”. Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti primate, reptilian, dan mamalia, sebagai tempat berlindung dan mencari makanan, mangrove juga merupakan tempat berkembang biak bagi burung liar. Bagi berbagai jenis ikan dan kepiting, perairan mengrove merupakan tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat mencari makanan dan tempat pembesaran anak. Kelompok hewan hutan yang dominan dalam hutan bakau adalah moluska, beberapa ikan dan kepiting. Moluska di wakili oleh sejumlah siput, atau kelompok yang umumnya hidup pada akar dan batang pohon bakau (littionicidea) dan lainnya pada lumpur di dasar akar mencakup sejumlah pemakan detritus ( Ellobidae dan Pottamidae). Sedikit yang diketahui tentang sumbagan siput – siput ini pada mangal. Kelompok kedua dari moluska termasuk bivalvia yaitu tiram, mereka melekat pada akar – akar bakau, tempat mereka membentuk biomassa yang nyata (Bengen.2002). Budiman (1985) dalam Noor.dkk (2006), mencatat sebanyak 91 Jenis moluska hanya dari satu tempat saja, di Seram Maluku jumlah tersebut termasuk 33 jenis yang biasanya terdapat pada karang, akan tetapi ada juga yang terdapat di wilayah mangrove. Beberapa diantaranya diketahui hidup didalam tanah, sementara yang lainnya ada yang hidup di permukaan ada juga yang hidup menempel pada tumbuhan.



13



2.5 Faktor Lingkungan 2.5.1 Suhu Suhu air berfluktuasi sesuai siklus matahari dan pasang surut. Craig (2011) mengatakan : Air laut yang terperangkap didalam cekungan bebatuan atau pada rataan terumbu, pada siang hari suhunya dapat meningkat beberapa derajat. Kebanyakan makhluk hidup dilaut dapat mentolelir perubahan kecil suhu selama jangka waktu singkat. Namun perubahan suhu secara besar dalam jangka waktu lama dapat mengubah kepadatan dan komposisi kimia laut. Hal ini akan berdampak pada produktivitas primer laut. Hal tersebut juga mendorong batas toleransi biota laut, mereka yang dapat bergerak akan Salah satu biota laut yang dapat bergerak adalah gastropoda, menurut Hutabarat dan Evans (1985 dalam Sianu, dkk, 2014) bahwa nilai suhu yang masih dapat ditolelir oleh kehidupan Gastropoda yaitu 25 – 32oC. Islami (2013) mengatakan bahwa kisaran suhu dibawah batas toleransi dan melebihi batas toleransi dapat menyebabkan penurunan aktivitas metabolisme, respirasi, menghambat pertumbuhan, dan bahkan kematian pada organisme.memperbesar daerah jelajahnya sementara organisme yang menempel didasar laut harus mengandalkan kemampuan adaptasinya untuk bertahan hidup. 2.5.2 Derajat Keasaman (pH) Perairan laut memiliki derajat keasaman (pH) yang berbeda – beda tergantung letak wilayah, kedalaman, serta kuat arus. pH laut sangat berperan dalam kelangsungan hidup berbagai organisme didalamnya. Menurut Craig (2011) mengatakan : Secara global laut memiliki pH 8,2 (±0,3) dengan berbagai variasi lokal. Ditempat – tempat umbalan (upwelling) air dingin yang kaya nutrien



14



mencapai permukaan laut, tambahan karbon dioksida diserap kedalam air, menyebabkan pH menurun. Dilaut tropika yang hangat, pH naik karena karbon dioksida dilepaskan dari laut ke atmosfer. Laju penyerapan karbon dioksida di laut tergantung konsentrasinya di atmosfer. Hal ini terkait erat dengan suhu laut, arus, dan tingkat aktivitas biologis yang terjadi disepanjang kedalamannya. Skala pH digunakan untuk mengukur keasaman atau kebasaan air. Sebagaimana Michael (1994) dalam Andrianna (2016) mengatakan bahwa bilangan skala menyatakan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, diidentifikasikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH = log 1/H+, dimana H+ adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan, pH merupakan faktor yang penting untuk mengontrol aktifitas dan distribusi organisme yang hidup dalam suatu perairan. Menurut Odum (1993) dalam Sianu, dkk (2014) “pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya”. Kondisi perairan yang sangat asam ataupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme air, karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Menurut Barus (2004) dalam Ulmaula, dkk (2016) mengatakan “nilai pH yang ideal bagi kehidupanorganisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7- 8,5”.



2.5.3 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Oksigen merupakan unsur penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. Penghasil oksigen terbesar adalah tumbuhan. Oksigen dimanfaatkan oleh makhluk



15



hidup untuk proses respirasi terutama hewan dan manusia. Oksigen tersedia di alam termasuk di dalam perairan, dan sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup organisme didalamnya.



26 Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut



merupakan banyaknya oksigen yang terlarut didalam air. Oksigen di dalam badan perairan dapat berasal dari oksigen atmosferik dan hasil dari fotosintesis. Oksigen tidak terdistribusi secara merata didalam badan perairan. Sebagaimana Suantika (2007) dalam Andrianna (2016) mengatakan: Oksigen terlarut tertinggi biasanya terdapat pada permukaan hingga kedalaman 10 – 20m. Semakin dalam badan perairan, DO akan berkurang dan sedikit karena berkurangnya fotosintesis akibat terbatasnya penetrasi cahaya matahari, dan mencapai kadar terendah pada kedalaman 500 – 1000m. Hal yang dapat mengurangi kandungan oksigen dibadan perairan antara lain adalah proses metabolisme organisme laut dan proses penguraian. Oksigen terlarut sangat penting bagi pernapasan Gastropoda dan organisme akuatik lainnya. Menurut Effendi (2003) dalam Ulmaula (2016) kadar oksigen terlarut diperairan alami kurang dari 10 mg/L. Gastropoda memiliki kisaran toleransi lebar terhadap oksigen sehingga penyebaran dari gastropoda ini sangat luas.



2.5.4 Salinitas Ciri khas yang dimiliki air laut adalah rasa airnya yang asin. Hal ini disebabkan karena di dalam air laut banyak terlarut berbagai macam garam, salah satunya adalah garam dapur atau natrium klorida. Banyaknya garam dapur yang terlarut dalam suatu perairan disebut salinitas. “Salinitas adalah berat garam dalam



16



gram per kilogram air laut” (Romimohtarto dan Juwana, 2007). Sebagaimana menurut Craig (2011) mengatakan : Air laut mengandung 80 lebih unsur kimia yang didominasi oleh natrium (na+) dan klorida (Cl-) yaitu sebesar 85,65% dari senyawa yang terlarut didalamnya. Enam dari ion yang paling berlimpah yaitu natrium, klorida, sulfat, magnesium, kalsium, dan kalium, membentuk lebih dari 99% dari jumlah total padatan terlarut. Salinitas air laut ditentukan oleh konsentrasi natrium klorida di dalamnya, yang diukur dalam satuan bagian per seribu. Salinitas perairan terbuka berkisar antara 33 dan 37‰, dengan nilai -35 dan 36‰ dianggap sebagai nilai normal. Dalam setiap liter air laut terdapat sekitar 35 gram (2,5 sendok makan) garam. Perairan laut juga memiliki salinitas yang berbeda – beda.



17



III. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1. Waktu dan Tempat Praktikum Gastropoda Hutan Mangrove dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 5 Januari 2019 pukul 10.00 – 12.00 WIT, Bertempat di Perairan Pantai Desa Pasimayou, Maitara Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara



Gambar 1. Peta Lokasi praktikum 3.2. Alat dan Bahan Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum di Desa Pasimayou, Maitara Selatan Kepulauan Tidore, Provinsi Maluku-Utara. Tabel 1. Alat dan Bahan praktikum No



Alat



Kegunaan



1



Hand Refraktometer



Mengukur Salinitas Perairan



2



pH Meter



Mengukur pH air



3



Thermometer



Mengukur suhu air



4



Global



Positioning



System Penentuan posisi lokasi praktikum



(GPS)



18



5



Soil Tester



Mengukur pH Tanah



No



Bahan



Kegunaan



1



Tali Transek dan Kuadran



Pedoman dalam pengambilan sampel gastropoda



2



Alat tulis menulis



Mencatat hasil pengamatan sampel



3



Kantong Plastik



Wadah penampung Gastropoda



4



Kamera



Dokumentasi penelitian



5



Buku identifikasi



Pedoman dalam identifikasi gastropoda



3.3. Metode Pengambilan Data Menurut Abubakar al et, (2018) pengambilan data gastropoda hutan mangrove dilakukan pada saat air surut dengan menggunakan metode line transect kuadran. Pada areal hutan mangrove, tiga titik penarikan (Lintasan) yang ditetapkan yaitu ZIBD (Zona Intertidal Bagian Depan), ZIBT (Zona Intertidal Bagian Tengah), dan ZIBB ( Zona Intertidal Bagian Belakang). Pada setiap titik penarikan dipasang tali secara horizontal garis pantai dari mangrove terdepan. Kemudian pada setiap titik penarikan (Lintasan) ada 3 buah Kuadran, setiap kuadran berukuran 5 m x 5 m diletakkan secara horizontal, dan jarak antara kuadran 1, 2, dan 3 adalah 5 meter. Sketsa pengambilan sampel dapat di lihat pada (Gambar 2)



19



Gambar 2. Sketsa pengambilan sampel



3.4. Metode Analisa Data Untuk mengukur struktur komunitas gastropoda pada hutan mangrove di Desa Tuada digunakan beberapa analisis sebagai berikut: 3.4.1. Kepadatan jenis Kepadatan jenis dihitung menggunakan formula yang dikemukakan oleh krebs,(1989):



𝑋



D=𝐴 Keterangan :



D= Kepadatan setiap jenis (ind/m2) X= Kumlah individu per jenis (ind) A= Luas areal yang terukur dengan kuadrat (m2)



20



3.4.2. Pola sebaran Pola sebaran komunitas gastropoda pada hutan mangrove dihitung menggunakan formula yang dikemukakan oleh krebs, (1989): 𝛴𝑥𝑖 2 −𝛴𝑥𝑖



Id =n×(𝛴𝑥𝑖)2 −(𝛴𝑥𝑖) Keterangan : Id = Indeks morsita n = Jumlah kuadrat pengambilan jenis ke-i Σxi = Jumlah individu pada kuadrat jenis ke-i Σxi = Jumlah kuadran total individu jenis ke-i Dengan ketentuan : Id= 1, Pola sebaran acak Id < 1, Pola sebaran seragam Id > 1, Pola sebaran mengelompok



Uji lanjut dilakukan dengan perbandingan nilai indeks morisita yang dibekukan (Id) dengan konstanta +0,5 berdasarkan nilai-nilai pada batas kepercayaan 95%.Prosedur penelitian sebagai berikut penetapan 2 titik signifikan (tingkat nyata) yaitu: Indeks penyebaran seragam : Mu =



𝑥 2 0,975−𝑛+𝛴𝑥𝑖 (𝛴𝑥𝑖)



Indeks penyebaran mengelompok : Mc=



𝑥 2 0,025−𝑛+𝛴𝑥𝑖 (𝛴𝑥𝑖)−1



21



Keterangan : X2 = nilai chi kuadrat dari tabel pada derajat bebas (n-1) dengan α 1 = 0,975 dan α2 = 0,025. Perhitungan indeks morsita yang di standarisasikan dengan ketentuan sebagai berikut : 𝐼𝑑−𝑀𝑐



Jika Id ≥ Mc > 1,0 maka Ip = 0,5+0,5( 𝑛−𝑀𝑐 ) Jika Mc > Id ≥ 1,0 maka Ip = 0,5 Jika 1,0> Id > Mu, maka Ip = -0,5



(



𝐼𝑑−1



)



𝑀𝑐−1



𝐼𝑑−1



(𝑀𝑢−1) 𝐼𝑑−𝑀𝑢



Jika 1,0> Mu > Id maka Ip = - 0,5+ 0,5(



𝑀𝑢



)



Indeks morisita yang di standarisasikan memiliki kisaran dari – 1,0 sampai sdengan + 1,0 dengan batas kepercayaan 95% pada – 0,5 dan + 0,5 Jika Ip = 0 maka populasinya menyebar acak Jika Ip > 0 maka populasinya menyebar mengelompok Jika Ip < 0 maka populasinya menyebar seragam



Morisita (1962) menunjukkan bahwa untuk menguji hipotesis nol yaitu populasi menyebar acak ( Id = 1,0), dan hipotesis tandingannya yaitu populasi menyebar secara mengelompok (Id > 1,0) dan menyebar teratur (Id < 1,0) dapat digunakan uji X2 yang mengukur penyimpangannya terhadap nilai Id = 1,0 dengan db-1 yaitu : X2 = Id (Σ x -1) + n-Σ x Kaidah pengambilan keputusan : Jika X2hit>X2tab = Id tidak sama dengan 1,0 Jika X2hit 3 = Keanekaragaman jenis tinggi



3.4.4. Indeks Dominasi Untuk menghitung indeks dominasi di gunakan formula (odum,1996), sebagai berikut : 𝑛𝑖



C=Σ( 𝑁 )2 Keterangan : ni = Jumlah individu tiap jenis N = Jumlah individu seluruh jenis Dengan kriteria : Nilai c berkisar 0 – 1



23



Jika c mendekati 0 berarti tidak ad aspesies yang mendominasi dan apabila nilai c mendekati 1 berarti adanya salah satu spesies yang mendominasi. 3.4.5. Indeks Kemerataan (Wibisono,2005) 𝐻ˈ



E = 𝐻 𝑚𝑎𝑥 Keterangan : E = Indeks Kemerataan H = Keanekaragaman jenis Hˈ max = Ln S S = Jumlah taksa



Dengan kriteria : >0,81



= Penyebaran jenis sangat merata



0,61- 0,81 = Penyebaran jenis lebih merata 0,41 – 0,60



= Penyebaran jenis merata



0,21 – 0,40



= Penyebaran jenis cukup merata



< 0,21



= Penyebaran jenis tidak merata



3.4.6. Indeks Kesamaan Komunitas Indeks kesamaan komunitas dihitung menggunakan formula yang dikemukakan odum (1989).Kesamaan komunitas antara stasiun menggunakan koefisien binary dengan metode kesamaan Sorensen (Krebs, 1989) atau indeks kesamaan Dice (Ludwig & Reynolds) yaitu : 𝑆(𝐴𝐵)=



2𝑎 2𝑎+𝑏+𝑐



24



Hasil perhitungan berkisar antara angka 0-1. Angka 0 menunjukan jenis yang terdapat pada kedua komunitas berbeda, sedangkan angka 1menunjukan jenis terdapat pada kedua komunitas sama (identik).



3.4.7. Asosiasi jenis Tahapan analisis uji statistik dan kecenderungan asosiasi dua spesies yaitu:1. penyusunan pasangan spesies dengan bantuan tabel kontigensi 2 × 2 Tabel 3.Tabel kontingensi 2×2 Spesies A



Spesies B



Jumlah



Ada



Tidak ada



Ada



A



B



a+b



Tidak ada



C



D



c+d



a+c



b+d



N=



Keterangan : a = Jumlah kuadran yang terdapat kedua spesies. b = Jumlah kuadran yang terdapat spesies A, tetapi spesies B tidak c = Jumlah kuadran yang terdapat spesies B, tetapi spesies A tidak. d = Jumlah kuadran yang kedua spesies tidak terdapat. N = Jumlah total kuadran. 2. Menyusun hipotesis



25



H0 = Kedua spesies tidak berasosiasi H 1 = Kedua spesies saling berasosiasi 3. Analisis statistik : 𝑛 ⦋𝑁(|𝑎𝑑−𝑏𝑐|− )2 ]



2



2 N < 30 = X =⦋(𝑎+𝑏)(𝑐+𝑑)(𝑎+𝑐)(𝑏+𝑑)]



Dengan derajat bebas (r-1) (c-1) atau (baris – 1) (kolom – 1) = (2-1) (2-1) = 1 dan tingkat kepercayaan 5% atau 1%. Kaidah pengambilan keputusan : Jika X2hit X2tab tolak H0 4. Penentuan tipe asosiasi dengan menggunakan koefisien asosiasi (V) menurut krebs (1972) dalam rondo (2004) yaitu :



V=



(𝑎𝑑−𝑏𝑐) √(𝑎+𝑏)(𝑐+𝑑)(𝑎+𝑐)(𝑏+𝑑)



Jika V bernilai positif, maka kedua spesies berasosiasi positif Jika V bernilai negatif, maka kedua spesies berasosiasi negatif 3.4.8. Asosiasi Multi Spesies Analisis asosiasi multi spesies mangrove ditujukan pada asosiasi lebih dari satu pasang spesies. Jumlah pasangan spesies dapat diperoleh dari persamaan : S (S-1)/2, dimana S = jumlah spesies (Ludwig dan Reynolds, 1988 dalam Rondo, 2004).Tahapan – tahapan perhitungan asosiasi multi spesies sebagai berikut :



26



1. Meringkas data. Matriks data yang menunjukkan ada tidaknya S spesies dalam N unit sampling. 2. Menyatakan hipotesis : 



Ragam sampel total 𝜎 2 T = ∑𝑠𝑖=1 𝑝𝑖 (1 − 𝑝𝑖) Keterangan :𝑝𝑖 =



𝑛𝑖 𝑁



ni = jumlah kejadian spesies ke-I dalam semua unit sampling N = Jumlah unit sampling 



1



Ragam jumlah semua spesies : 𝑆 2 𝑇 = 𝑁 [ ∑𝑁 𝑗=1(𝑇j - t)²] Keterangan : T = Jumlah kejadian semua spesies pada unit sampling ke-j t = Jumlah rata spesies per sampel







𝑆2𝑇



Rasio ragam : VR = 𝜎2 𝑇 Rasio raga mini sebagai indeks asosiasi semua spesies. Nilai harapan independensi hipotesis nol adalah 1,0.



VR > 1,0 = Semua spesies memperlihatkan asosiasi positif Jika VR < 1,0 = Semua spesies memperlihatkan asosiasi negatif 



Uji penyimpangan dari 1,0 dengan W : W = (N)(VR) X² 0.05;N< W >X² 0.95;N =Ada asosiasi



27



Jika X² 0.05;N>W 1 kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut untuk memperoleh nilai IP, hasilnya IP>0 (Krebs, 1989).



38



4.4.3. Indeks Keanekaragaman, Dominasi dan Kemerataan Jenis



Indeks keanekaragaman, dominasi dan kemerataan jenis Series 1



1.42 0.883 0.306 H



C



E



Gambar 8.Grafik Keanekaragaman, Dominansi dan Kemerataan Keanekaragaman merupakan indeks yang digunakan untuk menduga kondisi suatu perairan berdasarkan komponen biologisnya kondisi perairan dikatakan baik bila memiliki keanekaragaman yang tinggi, jumlah organisme yang banyak dan tidak terjadi dominasi dari salah satu atau beberapa jenis organisme. Berdasarkan table di atas terlihat bahwa keanekaragaman jenis (H´) gastropoda



tergolong sedang dengan nilai 5,964, sedangkan untuk indeks



dominasi (C) berada pada nilai 0,405. Nilai ini mengindikasikan bahwa tidak ada jenis yang mendominasi. Kemudian untuk penyebaran gastropoda sangat merata dengan nilai 4,303.



39



Tinggi rendahnya keanekaragaman jenis di lokasi praktek dapat diakibatkan oleh jumlah jenis yang diperoleh, disamping itu dipengaruhi juga oleh aktifitas manusia.Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies, sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies maka keanekaragamannya rendah, (Wahyuni 2007dalam Soegiarto 1994). Menurt Ludwig dan Reynolds (1988) bahwa apabila hasil analisis indeks keanekaragaman jenis memperoleh nilai1≤Hˈ≤3 maka keanekragaman jenis tergolong sedang, jika nilai C mendekati 0 berarti tidak ada spesies yang mendominasi dan apabila nilai C mendekati 1 berarti adanya salah satu spesies yang mendominasi. Wibiosono



(2005)



menjelaskan



bahwa



hasil



analisis



indeks



keanekaragaman jenis bisa menentukan tingkat kemerataan jenis suatu komunitas organisme.Lebih lanjut dikatakan bahwa nilai kemerataan jenis didapat dari nilai indeks keanekaragaman jenis dibagi dengan nilai lon (ln) dari jumlah takson (spesies).Jika hasilnya mendapati nilai dengan kriteria > 0,883 maka penyebaran jenis tergolong sangat merata.



40



4.4.4. Kesamaan Komunitas



Kesamaan komunitas



1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1 Series1



Series2



Gambar , Grafik Kesamaan komunitas Berdasarkan Dalam menganalisis indeks kesamaan komunitas, pada data habitat gastropoda yang diambil pada dua tempat yang berbeda. Hasilnya terdapat empat spesies gastropoda yang berada pada habitat A dan habitat B yakni Terebelia, Nerita, Telescopium-telescopium, Monodonta, S Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa kesamaan komunitas antara 2 habitat tergolong sama, hal ini sesuai dengan pendapat Kendeigh (1980) tentanga turanin dekskesamaan komunitas yakni aturan 50 %, dimana dua komunitas dinyatakan sama jika memiliki nilai kesamaan atau lebih besar 50 % atau 0,93.



41



4.4.5. Asosiasi jenis Berdasarkan hasil analisis dari (lampiran 2) nomor 6 tentang asosiasi jenis maka dapat disimpulkan bahwa Spesies Gasrtopoda yang berasosiasi disebabkan karena nilai 𝜒 2 hit >𝜒 2 Tabel ( H0 ditolak) Sedangkan jenis gastropoda yang tidak berasosiasi dikarenkan 𝜒 2 hit