Bab 1 - Dapus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Salah satu sarana untuk menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian adalah industri farmasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan baku obat(Menkes RI, 2010). Industri Farmasi dalam seluruh aspek kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat wajib menerapkan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu bertujuan menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi (Badan POM RI, 2012). Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologidalam



rangka



penetapan



diagnosis,



pencegahan,



penyembuhan,



pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat, yaitu dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan CPOB (Menkes RI, 2010). Personalia, yang merupakan salah satunya adalah apoteker dalam industri farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan apoteker diatur oleh peraturan pemerintah yang dituangkan dalam 1



pedoman CPOB, yaitu memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Indonesa yang masing-masing berperan sebagai penanggung jawab (Kepala Bagian) produksi, penanggung jawab (KepalaBagian) pengawasan mutu dan penanggung jawab (Kepala Bagian) manajemen mutu (pemastian mutu). Untuk menghasilkan sediaan obat jadi yang tetap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Badan POM RI, 2012). Calon Apoteker perlu mendapat bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai agar memenuhi standar kompetensi yang diperlukan. Salah satu cara untuk mencapainya adalah melalui kegiatan praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Universitas Riau sebagai salah satu perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga Apoteker mengadakan kerjasama dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker dengan PT. SANBE FARMA UNIT 6 (SOFT GELATINE CAPSULE PLANT) Jl. Industri Cimareme No. 8 Kabupaten Bandung Barat – Jawa Barat, dengan waktu pelaksanaan pada tanggal 2 – 29 Januari 2020. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri Farmasi ini bertujuan: a. Mengetahui dan memahami secara langsung peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi. b. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi. c. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk mempelajari prinsip CPOB dan penerapan dalam industri farmasi. d. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional.



2



1.3 Manfaat Manfaat dari Praktik Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi antara lain: a. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi. b. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di industri farmasi. c. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional 1.4 Pelaksanaan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama satu bulan dari tanggal 02 Januari – 29 Januari 2020 di PT. SANBE FARMA UNIT 6 (SOFT GELATINE CAPSULE PLANT) Jl. Industri Cimareme No. 8 Kabupaten Bandung Barat – Jawa Barat, Indonesia.



3



BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Menurut PerMenKes 1799/Menkes/Per/XII/2010, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Definisi obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Sementara bahan obat merupakan bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku



farmasi.



Pembuatan obat dapat diartikan sebagai seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. 2.2 Klasifikasi Industri Farmasi Menurut Priyambodo,2007 industri farmasi dibagi menjadi : a. Industri riset farmasi, adalah industri yang menghasilkan obat atau bahan baku obat dari hasil penelitian sendiri b. industri sintesis dan/atau fermentasi farmasi, yaitu industri farmasi yang menghasilkan bahan aktif obat atau bahan baku lainnya c. industri manufaktur farmasi, yaitu industri farmasi yang menghasilkan obat jadi dari bahan baku yang dihasilkan oleh industri riset atau industri sintesis dan/atau fermentasi d. industri jasa farmasi, yaitu lembaga atau institusi yang memberikan jasa penelitian, sintesis, formulasi, studi tentang pasar obat, dan sebagainya



4



2.3 Izin Industri Farmasi industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dan memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Persyaratan lain untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas (Kemenkes RI, 2010): a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak d. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung, dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian Izin industri farmasi memerlukan persetujuan prinsip yang diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal (Kemenkes RI, 2013). Persetujuan prinsip tersebut diberikan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Setelah mendapatkan persetujuan prinsip, pemohon dapat melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan. Industri farmasi wajib memiliki sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan, serta memiliki farmakovigilans yang diatur oleh Kepala BPOM. Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut (Priyambodo, 2007): a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan b. Fotokopi kartu tanda penduduk atau identitas direksi dan komisaris perusahaan c. Susunan direksi dan komisaris d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi 5



e. Fotokopi sertifikat tanah atau bukti kepemilikan tanah f. Fotokopi surat izin tempat usaha berdasarkan undang-undang gangguan (HO) g. Fotokopi surat tanda daftar perusahaan h. Fotokopi surat izin usaha perdagangan i. Fotokopi NPWP j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi k. Persetujuan RIP dari Kepala BPOM l. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat m. Surat pernyataan asli kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut (Priyambodo,2007): a.



Fotokopi persetujuan prinsip industri farmasi



b.



Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri



c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan d.



Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya



e. Fotokopi sertifikat upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan atau analisis mengenai dampak lingkungan f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala BPOM h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir i. Surat pernyataan asli kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab 6



pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung, dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Kepala BPOM akan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif paling lama dalam waktu 20 hari kerja sejak diterimanya tembusan



permohonan.



Kepala



BPOM



lalu



mengeluarkan



rekomendasi



pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi paling lama dalam 10 hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB. Paling lama dalam waktu 10 hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas Kesehatan



Provinsi



mengeluarkan



rekomendasi



pemenuhan



persyaratan



administratif kepada Direktur Jenderal. Paling lama dalam waktu 10 hari kerja setelah menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi (Priyambodo, 2007). Semenjak Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan



Berusaha



Terintegrasi



Secara



Elektronik



ditetapkan,



BPOM



menghapuskan pelayanan terkait permohonan persetujuan RIP dan rekomendasi izin industri farmasi. Sebagai gantinya, perizinan untuk mendirikan industri farmasi dilakukan secara online melalui sistem elektronik yang terintegrasi (Online Single Submission/OSS). Pemilik industri farmasi mendaftarkan industri tersebut dengan mengakses laman OSS dan mengisi data-data yang diperlukan. 7



Setelahnya, Lembaga OSS akan menerbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berlaku sebagai identitas hingga industri farmasi mendapatkan izin usaha. Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan jika (Priyambodo, 2007): a. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar b. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi c. Melakukan pemindahan lokasi industri farmasi tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu d. Sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu). Industri farmasi dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety), dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan 2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah suatu pedoman dalam pembuatan obat yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Produk jadi tidak hanya harus lulus dari serangkaian pengujian, melainkan mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut sejak awal pembuatan. Adapun aspek dan ruang lingkup CPOB adalah (BPOM RI, 2018): 2.4.1 Sistem Pengawasan Mutu Industri Farmasi Prinsip dalam manajemen mutu ialah setiap industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunaannya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab guna mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran departemen perusahaan, para pemasok dan distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi cara pembuatan obat yang baik termasuk pengawasan mutu 8



dan manajemen risiko mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar dari manajemen mutu yaitu (BPOM RI, 2018): a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya; b.



Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Sistem manajemen mutu di industri farmasi meliputi (BPOM RI, 2018):



a.



Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA), merupakan konsep luas yang mencakup semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa



obat



dihasilkan



dengan



mutu



yang



sesuai



dengan



tujuan



pemakaiannya. b.



Pengawasan Mutu (Quality Control/QC), berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.



c.



Pengkajian Mutu Produk, bertujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.



d.



Manajemen Risiko Mutu, adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk yang dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif



2.4.2 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap 9



personil memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal yang berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya (BPOM RI, 2018). Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas tersebut boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi memadai. Aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil kunci di industri farmasi mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian produksi dan kepala bagian manajemen mutu/kepala bagian pengawasan mutu harus independen satu terhadap yang lain Struktur organisasi industri farmasi dibuat sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial. Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan, dan efektifitas penerapannya dinilai secara berkala. Tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan hendaklah



disimpan.



Pelatihan



hendaklah



terkualifikasi. (BPOM RI, 2018).



10



diberikan



oleh



orang



yang



2.4.3 Bangunan dan Fasilitas Industri farmasi hendaknya memiliki bangunan dan fasilitas yang memadai untuk pembuatan obat dengan desain, konstruksi dan letaknya, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Pengaturan tata letak dan desain ruangan harus dibuat dengan perencanaan yang baik sehingga memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu dari obat yang dibuat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan kontaminasi dari lingkungan sekitar, seperti kontaminasi dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap kontaminasi tersebut. Bangunan-fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dipelihara sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Seluruh bangunan-fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dipelihara dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta pemeliharaan bangunan-fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak merugikan mutu obat. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan : a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan; dan b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area 11



pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area yang ditentukan: 1) Penerimaan bahan 2) Karantina barang masuk 3) Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas 4) Penimbangan dan penyerahan bahan atau produk 5) Pengolahan 6) Pencucian peralatan 7) Penyimpanan peralatan 8) Penyimpanan produk ruahan 9) Pengemasan 10) Karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir 11) Pengiriman produk; dan 12) Laboratorium pengawasan mutu. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan sambungan terbuka,



tidak



melepaskan



partikulat,



serta



memungkinkan



pelaksanaan



pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif. Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini



12



Tabel 1. Klasifikasi Ruangan Berdasarkan tingkat Kebersihan ukuran partikel Kelas > 0,5 μm 3.520 3.520 352.000 3.520.000 3.520.000



A B C D E



Nonoperasional Operasional jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan > 5 μm > 0,5 μm > 5 μm 20 3.520 20 29 352.000 2.900 2.900 3.520.000 29.000 29.000 tidak ditetapkan tidak ditetapkan 29.000 tidak ditetapkan tidak ditetapkan



Catatan: -



Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril.



-



Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.



-



Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks 1 Pembuatan Produk Steril.



13



2.4.4 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Desain dan konstruksi hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Peralatan hendaklah didesain, ditempatkan dan di rawat sesuai dengan tujuannya. b. Permukaan peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemungkinan di luar batas yang ditentukan. c. Bahan yang diperlukan untuk operasional alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katub bocor, tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat. e. Peralatan hendaknya didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran g. Peralatan yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk. Bagian alat yang bersentuhan langsung dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, adiktif atau absorbtif yang dapat mempengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.



14



h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area dimana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan benar. i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat. 2.4.5 Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telahditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB untuk menjamin produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu untuk menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis serta mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah prosedur harus dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas. 2.4.6 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari Industri Farmasi ke distributor. Jika gudang industri farmasi 15



bertindak juga sebagai pusat distribusi produk ke fasilitas distribusi, fasilitas pelayanan kefarmasian dan fasilitas pelayanan kesehatan, hendaklah industri farmasi juga menerapkan dan memenuhi pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Mutu obat dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang diperlukan terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman. Lebih lanjut, belum ditekankan keperluan akan pembuatan, pengembangan dan pemeliharaan prosedur penyimpanan dan pengiriman obat, serta pengendalian kegiatan proses distribusi. Tujuan pedoman ini adalah untuk membantu dalam menjamin mutu dan integritas obat selama proses penyimpanan dan pengiriman obat. Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam penyimpanan dan pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB. 2.4.7 Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan benar. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara lain adalah membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal dari bahan dan produk bila perlu, memastikan kebenaran label pada wadah bahan dan produk, memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas produk, ikut serta dalam



16



investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dll. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis, dan dicatat di mana perlu. Penilaian produk jadi hendaklah mencakup semua faktor yang terkait, termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, evaluasi dokumen produksi (termasuk pengemasan), sesuai dengan Spesifikasi Produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir. Personel Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang sesuai. 2.4.8 Inspeksi Diri Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Hendaklah dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar ini hendaklah berisi pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang mencakup antara lain: a. Personel b. Bangunan-fasilitas termasuk fasilitas untuk personel c. Pemeliharaan bangunan dan peralatan d. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi e. Peralatan f. Produksi dan pengawasan selama-proses g. Pengawasan mutu h. Dokumentasi 17



i. Sanitasi dan higiene j. Program validasi dan revalidasi k. Kalibrasi alat atau sistem pengukuran l. Prosedur penarikan obat jadi m. Penanganan keluhan n. Pengawasan label o. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur inspeksi diri. 2.4.9 Keluhan dan Penarikan Produk Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan termasuk potensi cacat mutu dan jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Mutu hendaklah diterapkan pada investigasi,penilaian cacat mutu dan proses pengambilan keputusan terkait dengan tindakan penarikan produk, tindakan perbaikan dan pencegahan serta tindakan pengurangan-risiko lain. Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat waktu jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan produk, temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi produk atau isu mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat mengakibatkan penarikan produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan produk yang beredar tidak sesuai dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan kepada Badan POM dan/atau otoritas pengawas obat terkait sesuai dengan ketentuan berlaku. Dalam hal kegiatan alih daya, kontrak hendaklah menggambarkan peran dan tanggung jawab pabrik pembuat, pemegang izin edar dan/atau sponsor dan pihak ketiga terkait lainnya dalam kaitan dengan penilaian, 18



pengambilan keputusan, dan penyebaran informasi dan implementasi tindakan pengurangan-risiko yang berkaitan dengan produk cacat. 2.4.10 Dokumentasi Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem Mutu Industri Farmasi. Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk media berbasis kertas, elektronik atau fotografi. Tujuan utama sistem dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah untuk membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat. Sistem Mutu Industri Farmasi hendaklah mencakup penjabaran rinci yang memadai terhadap pemahaman umum mengenai persyaratan, di samping memberikan pencatatan berbagai proses dan evaluasi setiap pengamatan yang memadai, sehingga penerapan persyaratan yang berkelanjutan dapat ditunjukkan. Acuan lebih lanjut terkait penerapan Cara Dokumentasi yang Baik untuk menjamin integritas dokumen dan catatan dapat mengacu pada Pedoman WHO Guidanceon Good Data and Record Management Practices atau pedoman internasional lain terkait. Ada dua jenis dokumentasi utama yang digunakan untuk mengelola dan mencatat pemenuhan CPOB: prosedur/instruksi (petunjuk, persyaratan) dan catatan/laporan. Pelaksanaan dokumentasi yang tepat hendaklah diterapkan sesuai dengan jenis dokumen. Pengendalian yang sesuai hendaklah diterapkan untuk memastikan keakuratan, integritas, ketersediaan dan keterbacaan dokumen. Dokumen hendaklah bebas dari kesalahan dan tersedia secara tertulis. Istilah 'tertulis' berarti tercatat, atau terdokumentasi di media tempat data dapat diberikan dalam bentuk yang mudah terbaca oleh manusia. 2.4.11 Kegiatan Alih Daya Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan 19



dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu. Semua pengaturan untuk kegiatan alih daya termasuk usulan perubahan teknis atau perubahan lain hendaklah sesuai dengan peraturan regulasi dan Izin Edar untuk produk terkait. Jika pemegang Izin Edar dan Izin Industri Farmasi tidak sama, pengaturan yang tepat hendaklah dibuat dengan mempertimbangkan semua prinsip. Pembuatan obat alih daya di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang berlaku yang diterbitkan oleh Badan POM. 2.4.12 Kualifikasi dan Validasi CPOB mempersyaratkan industri farmasi mengendalikan aspek kritis kegiatan yang dilakukan melalui kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup produk dan proses. Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas, peralatan, sarana penunjang, dan proses, yang dapat memengaruhi mutu produk, hendaklah didokumentasikan secara formal dan dampak pada status validasi atau strategi pengendaliannya dinilai. Pendekatan manajemen risiko mutu hendaklah diterapkan sepanjang siklus hidup obat. Sebagai bagian dari sistem manajemen risiko mutu, keputusan mengenai cakupan dan luas kualifikasi-validasi fasilitas, peralatan, sarana penunjang, dan proses hendaklah didasarkan pada penilaian risiko yang dijustifikasi dan didokumentasikan. Validasi retrospektif tidak lagi dianggap sebagai pendekatan yang dapat diterima. Data pendukung kualifikasi dan/atau studi validasi yang diperoleh dari sumber di luar program industri dapat digunakan, dengan syarat pendekatan ini telah dijustifikasi dan ada jaminan yang memadai bahwa pengendalian telah dilakukan saat mengambil alih data tersebut.



20



BAB III TINJAUAN KHUSUS



3.1 Sejarah PT.Sanbe Farma PT. Sanbe Farma merupakan perusahaan farmasi yang didirikan pada tahun 1975 di Bandung oleh Drs. Jahja Santoso, Apt. Pabrik pertama PT. Sanbe Farma berada di Jl. Kejaksaan No.35 Bandung dan mulai melakukan produksi sebagai industri rumahan (home industry) dengan produk pertama yang diproduksi adalah Kapsul Colsancetine®. Nama Sanbe merupakan singkatan dari Santoso bersaudara. Pada mulanya Sanbe memproduksi obat- obat etikal, tahun 1985 Sanbe memproduksi juga obat-obatan untuk hewan. Tahun 1992, Sanbe mulai memasuki pasar obat bebas (OTC) dengan salah satu merk andalannya yaitu Sanaflu. Pada tahun 1980, PT. Sanbe Farma berpindah lokasi ke Jl. Industri 1 No.9 Cimahi dengan luas bangunan 8000 m2 dan luas lahan 10.000 m2. Hal ini disebakan karena adanya larangan Pemda tentang lokasi industri di pusat kota dan di tengah pemukiman penduduk. Bangunan ini dikenal dengan PT. Sanbe Farma Unit I dan mulai memproduksi produk non penisilin, non sefalosporin, hormon, dan obat hewan (veterinary) pada tahun 1982. Pada tahun 1996, bangunan PT.Sanbe Farma Unit II didirikan untuk memenuhi tuntutanproduksi yang semakin besar dansesuai dengan CPOB, dimana bangunan untuk produk penisilin dan sefalosporin harus diproduksi dibangunan yang terpisah. Unit II memproduksi khusus produk beta laktam dan sefalosporin dengan berbagai macam bentuk sediaan. Pada tahun 2003 Gedung obat jad dibangun untuk penyimpanan vaksn dan tempat khusus penyimpanan obbat psikotropika. Pada tahun 2005, bangunan unit III dan Caprifaramindo laboratories mulai difungsikan yang mengacu pada CPOB Australia dan menjadikan industri farmasi pertama yang dikendalikan oleh SCADA (Supervisory Computer Automatization Data Acquisition) dan juga terdapat WWTP (Water Waste Treatment Plant).



PT. Sanbe Farma Unit 6 dibangun pada tahun 2015 – 2018. Unit 6 berlokasi 21



di Jl. Industri Cimareme No. 8 blok V, Padalarang, Bandung Barat dengan luas lahan 2165 m2 dan luas bangunan 6909 m2. Unit ini dikhususkan untuk memproduksi sediaan kapsul lunak. PT. Sanbe Farma Unit 6 telah mendapatkan sertifikat CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik) berdasarkan inspeksi yang telah dilakukan pada bulan Juli 2019. Sertifikat CPOB untuk unit 6 khusus digunakan untuk aktivitas formulasi, pengisian, pengemasan primer dan sekunder kapsul lunak nonantibiotik sertifikat CPOB di unit 6 mulai berlaku sejak bulan September 2019 hingga bulan September 2024. PT. Sanbe Farma Grup juga memiliki unit usaha lain, yaitu Rumah Sakit Santosa, distributor resmi yaitu PT. Bina San Prima, PT. SKP (Sanbe Karya Persada), Sanbe Engineering, perhotelan, dan lainnya 3.2 Visi dan Misi PT.Sanbe Farma Visi dan Misi PT. Sanbe Farma sebagai berikut : a.



Visi



“To be the world’s recognize supplier of generic and otc formulation” b. Misi 1. Integrity Highest ethical principles in the processes of providing quality products and services 2. Highest Regard For People People are the foundation for the success of Sanbe and we shall hire, motivate and retain right people with right skills and competency. 3. Customer Satisfaction We shall thrive to meet the needs of our customers on time to the best of our ability. 4. Community We shall deliver quality products to improve the healthcare of the communities with whom we come in touch. 5. Innovation We shall always do different things and the same things differently. 22



6. Teamwork We shall work together in unision, trusting each other beyond geographical and organizational boundaries. 7. Performance We shall set highest standards of performance and achieve better day by day to meet and exceed those standards, with unquenchable passion to win. 8. Leadership We shall lead in whatever we do in our own unique way and motivate to achieve not only other members in the organization but also in the industry. 3.3 Lokasi dan Sarana Produksi PT. Sanbe Farma mempunyai beberapa tempat untuk melakukan aktivitas produksi yaitu: a. PT. Sanbe Farma unit I di Jl. Industri 1 no.9 Cimahi memproduksi produk non beta laktam , non sefalosporin , dan obat hewan (veterinary) b. PT. Sanbe Farma unit II di Jl. Leuwigajah no.162 Cimahi memproduksi produk betalaktam (lantai 2) dan sefalosporin (lantai 4) c. PT. Sanbe Farma unit III Jl. Industri Cimareme no.8 Padalarang memproduksi SVP (Small Volume Parenteral = injeksi volume kecil), LVP (Large Volume Parenteral = injeksi volume besar), tetes mata, sediaan steril semisolid, sediaan serbuk injeksi steril d. Gudang bahan baku (GBB) berada di masing-masing unit, gudang bahan pengemas berada di Jl. Leuwigajah no.174 Cimahi, dan Gudang obat jadi (GOJ) di Jl. Leuwigajah no.184 Cimahi e. PT. Sanbe Farma unit IV Jl. Industri Cimareme no.8 Padalarang memproduksi sediaan sitotoksik. Salah satu contoh : Metotrexat f. PT. Sanbe Farma unit V Jl. Industri Cimareme no.8 Padalarang memproduksi sediaan steril insulin (Biological Plant) g. PT. Sanbe Farma unitVI Jl. Industri Cimareme no.8 Padalarang memproduksi Soft Gelatin Capsul Plant (SGCP). Terdiri dari Vitamin A, Santa-E 100 IU, Santa-E 250 IU dan Santa-E 400 IU



23



h.



Caprifarmindo



Laboratories



Jl.



Industri



Cimareme



no.8



Padalarang



memproduksi Sanaflu, Sanmol 3.4 Departemen Unit Soft Gelatin Capsule Plant (SGCP) 3.4.1 Departemen Quality Assurance (QA) Quality Assurance (QA) adalah suatu sistem yang bertanggung jawab untuk memastikan suatu produk memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan (CPOB). Departemen QA dipimpin oleh seorang Manager. Manager QA bertanggung jawab kepada Head of Quality (HoQ). Tugas QA di Soft Gelatin Capsule Plant PT.Sanbe Farma sebagai berikut: 1. Training Training memiliki tugas untuk melakukan pelatihan kepada seluruh karyawan baru dan diulang setiap 6 bulan sekali atau satu tahun sekali. Training yang diberikan Quality Assurance (QA) itu berupa training good manufacturing practice (GMP), pemahaman terkait standar operational procedure (SOP), hal ini dilakukan supaya seluruh personil karyawan yang bekerja sudah memenuhi persyaratan kualitas kerja. Adapun evaluasi dari training berupa pretest dan post test, jika tidak lulus diulang maksimal tiga kali pengulangan jika belum berhasil, maka dari Quality Assurance (QA) akan mengambil tindakan untuk untuk memberhentikan ataupun dpindahkan ke departemen yang sesuai. 2. Audit Quality Assurance (QA) manager memiliki tugas utama memastikan semua departemen memenuhi kepatuhan terhadap persyaratan-persyaratan cGMP (Current Good Manufacturing Practice), GLP (Good Manufacturing Laboratory), Regulasi pemerintah. Audit yang dilakukan ada di unit 6 ada 3 level, yaitu: 



Level 1 : Self inspection







Level 2 : Internal







Level 3 : Eksternal



3. Change Management Quality Assurance bertanggung jawab dalam pengembangan sistem, mereview dan memelihara dokumen change management dan SOP. Change management 24



merupakan sistem yang memantau dan mendokumentasikan perubahan yang direncanakan, serta mengkaji dampak perubahan tersebut terhadap mutu produk. Setiap change management yang dilakukan harus tercatatat dan terdokumentasi di setiap tahapannya. Jika terjadi perubahan seperti perubahan dokumen, alat, bangunan, atau sarana penunjang lain, maka bagian yang melakukan perubahan harus mengisi form perubahan (form change control) yang berisi usulan perubahan dan alasan perubahan. Tingkatan perubahan dibedakan menjadi : 



Level 1: Jika perubahan tidak berpengaruh langsung terhadap mutu produk, persetujuan perubahan dilakukan oleh Manager.







Level 2: Jika perubahan berpengaruh langsung terhadap mutu produk, persetujuan dilakukan oleh HoQ



4. Deviation Report (DVR) Handling Salah satu kunci sistem mutu adalah penanganan deviasi atau penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi dapat berupa penyimpangan terhadap spesifikasi, prosedur maupun standar lain yang telah ditetapkan. Penyimpangan dapat ditemui selama proses produksi atau selama pengawasan mutu. Setiap penyimpangan yang terjadi selama proses pembuatan obat di PT. Sanbe Unit 6 Soft Gelatin Capsule harus dilaporkan, diinvestigasi dan dievaluasi untuk memastikan dampak terhadap mutu produk serta memutuskan tindak lanjut pada batch terkait. Penyimpangan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu kritikal, mayor, dan minor.



Jika terjadi penyimpangan, bagian atau departemen yang melakukan penyimpangan harus mengisi form penyimpangan (Quality Information) antara lain berisi penyebab penyimpangan dan personel yang melakukan penyimpangan tersebut. Kemudian form ini akan disetujui oleh QA. Selanjutnya QA akan melakukan investigasi terhadap akar permasalahan yang terjadi dan melakukan tindakan perbaikan serta pencegahan agar penyimpangan tidak terulang lagi. Berdasarkan hasil review yang dilakukan, maka dapat ditentukan apakah produk dapat diluluskan atau ditolak (reject). 5. CAPA (Corrective And Preventive Action) CAPA merupakan pendekatan sistematik meliputi tindakan yang diperlukan



untuk



memperbaiki



dan 25



mencegah



terjadinya



kesalahan,



penyimpangan, dan menghilangkan faktor potensial penyebab produk tidak memenuhi standar mutu, dan masalah mutu lainnya. CAPA dilakukan berdasarkan temuan audit, keluhan produk dari pelanggan, kajian risiko dan deviasi yang terjadi. Departemen QA harus memastikan bahwa tindakan perbaikan telah selesai dilakukan, diverifikasi, dan didokumentasikan disertai dengan bukti tertulis 6. Product Complaint Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan obat yang baik pada industri farmasi. Keluhan dari konsumen di laporkan ke bagian marketing, lalu bagian marketing akan menginformasikan kepada departemen QA produk yang terkait. Bagian departemen QA akan berkoordinasi dengan departemen produksi dan QC untuk menganalisa permasalahan yang terjadi. Produk yang tidak memenuhi syarat akan dilakukan penarikan 7. Product Recall Product Recall adalah proses penarikan obat yang telah diedarkan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu dan label. Product Recall dilihat dari sifatnya dibagi menjadi 2, yaitu Voluntery (sukarela) dan Mandatory (BPOM). Product Recall di klasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu: 



Kelas I : Obat yang apabila digunakan dapat mengakibatkan kematian, cacat permanen, cacat janin, atau efek yang serius terhadap kesehatan.







Kelas II : Obat yang apabila digunakan dapat mengakibatkan penyakit atau pengobatan keliru yang menimbulkan efek sementara bagi kesehatan dan dapat pulih kembali.







Kelas III : Obat yang tidak menimbulkan bahaya signifikan terhadap kesehatan dan tidak termasuk dalam Penarikan Obat kelas I Obat yang sudah ditarik oleh pabrik kemudian dilakukan analisa oleh QC



untuk memastikan kembali terkait keluhan yang disampaikan. Kemudian hasilnya tersebut akan menjadi acuan apakah produk itu bisa di edarkan atau dilakukan penarikan secara keseluruhan. 26



8. Quality Risk Management (QRM) Quality risk managmenet mencakup pemahaman bahwa pembuatan dan penggunaan obat termasuk komponennya, mengandung risiko pada tingkat yang berbeda. Risiko terhadap mutu hanyalah salah satu komponen dari keseluruhan risiko. Suatu pendekatan manajemen risiko mutu yang efektif dapat lebih menjamin mutu yang tinggi dari produk kepada pasien melalui usaha proaktif mengidentifikasi dan mengendalaikan masalah mutu potensial selama proses pengembangan dan pembuatan produk obat. 9. Product Quality Review Product Quality Review merupakan kajian terhadap data produk yang dihasilkan selama periode tertentu, yang dikumpulkan, dievaluasi, dan diambil kesimpulan yang berguna untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu produk. Pengkajian mutu produk dilakukan oleh secara berkala terhadap semua obat terdaftar dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. PQR dilaksanakan dan didokumentasikan setiap tahun. 10. Penyiapan Dokumen Registrasi Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatakan izin edar, proses registrasi ini dilaukan oleh industri farmasi yang akan memproduksi obat yang diajukan ke Badan POM. Dengan tembusan kepada menteri kesehatan. Badan POM akan melakukan penilaian dan evaluasi apakah obat tersebut memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan diberikan nomor registrasi, maka BPOM akan mengeluarkan izin edar. Adapun tujuan registrasi obat adalah untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan spesifikasi keamanan, mutu dan kemanfaatan serta menghindari peredaran obat palsu. 3.4.2 Departement Quality Control (QC) Quality Control (QC) bagian industri farmasi yang berperan dalam pengawasan mutu produk obat yang dibuat. Segala kegiatan yang dilakukan di QC 27



harus selalu didokumentasikan. Hal hal yang harus diperhatikan meliputi: a.



Prosedur kerja harus tertulis dan disetujui oleh pihak yang berwenang.



b.



Metode harus tervalidasi.



c.



Dokumen hasil pengujian disimpan pada tempat yang aman dan mudah ditelusur.



d.



Dokumen disimpan sesuai dengan waktu retensi dan tidak boleh dimusnahkan sebelum waktu retensinya habis. Secara umum QC di PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant



dibagi menjadi laboratorium kimia dan labortaorium mikrobiologi. 1). Tugas bagian laboratorium kimia QC PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant, antara lain: a.



Pengambilan sampel pengujian bahan baku dan bahan kemas



b.



Pengujian produk ruahan dan produk jadi



c.



Pengujian sampel stabilitas



d.



Penyimpanan sampel pembanding dan sampel tertinggal



e.



Validasi metode analisa



f.



Pemantauan standar baku primer dan sekunder



2). Tugas bagian laboratorium mikrobiologi QC PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant, antara lain: a.



Pengujian mikrobiologi bahan baku, bahan kemas, produk ruahan, dan produk jadi



b.



Pemantauan kualitas lingkungan area produksi dan area laboratorium mikrobiologi Pengujian bahan baku dan bahan kemas yang dilakukan oleh departemen



Quality Control dimulai dengan penerimaan barang, pengambilan sample yang kemudian dianalisis.. Untuk pengujian produk ruahan dan produk jadi serta pengujian stabilitas produk dilakukan oleh in process control yang kemudian dianalisis oleh QC untuk menentukan produk dapat released atau rejected. Untuk retest analysis Soft Gelatin Capsule Plant dilakukan setiap enam bulan sekali pada zat aktif dan satu tahun sekali pada zat tambahan. 28



Departemen Quality Control juga berperan penting dalam registrasi produk baru. Certificate of Analysis (CoA) produk baru dibuat dan dianalisis oleh QC yang kemudian akan disahkan oleh QA. Apabila terdapat keluhan terkait produk, QC juga berperan dalam melakukan analisis produk yang dikeluhkan. Produk keluhan tersebut kemudian akan dibandingkan dengan retain sample yang disimpan oleh bagian laboratorium kimia QC. Retain sample PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant berupa bahan baku awal disimpan maksimal selama lima tahun sesuai dengan tanggal kadaluarsanya, bahan kemas juga disimpan selama masa edar atau tanggal kadaluarsanya. Berbeda dengan bahan baku dan bahan kemas, produk jadi disimpan sampai dengan satu tahun setelah tanggal kadaluarsa. Dalam melaksanakan tugasnya Departemen QC dibantu oleh seorang personil bagian In Process Control (IPC) yang bertugas mengikuti setiap tahap proses produksi, melakukan pengawasan dan pengujian terhadap tahapan kritis proses produksi obat, mulai dari penimbangan (weighing), gelatin melting, medicine mixing, encapsulation and tumbling dryer, drying room,visual inspection, sorting hingga pengemasan (packing) untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan. IPC berkoordinasi dengan QC dalam setiap proses pengujian pada tahapan-tahapan kritis. Tugas umum dari IPC selain melakukan kontrol seluruh tahapan proses produksi dan pengemasan obat adalah memastikan bahwa seluruh personil yang terkait mengenakan pakaian kerja dengan baik dan benar sesuai kelas area kerjanya, line clearance proses produksi dan pengemasan berjalan dengan baik (tidak ada BR atau produk sebelumnya yang masih tertinggal) sehingga dapat mencegah terjadinya pencampuran (mix-up) serta mencegah terjadinya barang yang ditolak (reject) atau tidak memenuhi spesifikasi/standar yang telah ditetapkan. Daftar checklist IPC merupakan salah satu dokumen yang akan direview dalam menentukan apakah suatu produk dapat dirilis atau tidak. Alur pekerjaan in process control dimulai dari melakukan pengecekan jadwal proses produksi dan melakukan pengecekan kesiapan jalur, apabila hasilnya sudah baik maka dapat melanjutkan proses selanjutnya. Selama proses, IPC melakukan 29



pengambilan sample pada 3 titik yaitu beginning, middle dan end production untuk melihat keseragaman hasil produksi. Apabila hasil pengambilan sample sudah sesuai maka dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya. Apabila terdapat masalah pada sample produksi maka harus langsung diinformasikan ke bagian produksi untuk diidentifikasi masalahnya yang kemudian akan dilaporkan ke departemen Quality Assurance. 3.4.3 Departemen Produksi Produksi merupakan serangkaian proses yang dimulai dari serah terima bahan (bahan baku maupun bahan kemas) yang telah ditimbang oleh PPIC, pengolahan, hingga pengemasan yang mengacu) pada prosedur tertulis (Batch Record/ BR) yang sesuai dengan ketentuan CPOB sehingga dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan izin edar. Departemen produksi PT. Sanbe Farma Unit 6 (Soft Gelatin Capsule Plant) dipimpin oleh Manajer yang membawahi Supervisor produksi dan 5 orang operator produksi. Manajer Produksi bertanggung jawab melakukan peninjauan secara periodik terhadap efektifitas pelaksanaan setiap prosedur produksi, sedangkan Supervisor produksi bertanggung jawab atas pelaksanaan setiap prosedur yang dilakukan serta memastikan prosedur dilaksanakan dengan benar. Kegiatan produksi secara umum dibagi menjadi dua tahap, yaitu processing (manufacturing) dan pengemasan (packaging). Tahapan produksi diawali dengan rencana bulanan dari PPIC yang telah disetujui oleh Plant Manager kemudian di break down menjadi rencana mingguan oleh bagian PPC. Setelah itu bagian PPIC mendistribusikan BR (Batch Record) yang telah dibuat oleh bagian produksi. Batch Record diserahkan kepada supervisor GBB (Gudang Bahan Baku) sebagai



permintaan bahan baku dan



diberikan juga kepada bagian produksi masing- masing untuk kemudian dilakukan pengolahan bahan baku hingga pengemasan. 3.4.4 Departemen Validasi .Sanbe Farma sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia telah menerapkan kualifikasi dan validasi sesuai dengan CPOB. Validasi merupakan 30



suatu pembuktian bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengujian kualitas akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. Validasi yang dilakukan di PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant mencakup, kualifikasi utility, kualifikasi equipment, validasi proses, validasi komputerisasi, validasi pembersihan dan validasi metode analisa. Khusus untuk validasi metode analisa dilakukan oleh bagian R&D. Validasi yang dilakukan oleh PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant meliputi : a. Validasi Utility , Validasi Utility dilakukan untuk membuktikan bahwa sistem pendukung atau penunjang produksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kualifikasi utility terdiri dari clean room, water system, HVAC, compressed air, nitrogen gas. 1) Clean room Clean room adalah ruangan yang dikondisikan dengan keadaan tertentu. Keadaan tersebut dapat dilihat dari parameter-parameter yang telah ditetapkan yaitu, particle count, environmental monitoring, temperature,air flow, relative humidity (RH), air change, dan differential pressure. 2) Water system Operational Qualification (OQ) memastikan bahwa alat dapat bekerja sesuai spesifikasinya, misalnya pada tombol start (air dapat beroperasi atau tidak), stop (air dapat berhenti atau tidak), alarm (berfungsi dengan baik atau tidak), level control, dan flow rate.. 3) Heating Ventilating Air Conditioning (HVAC) Parameter Performance Qualification pada HVAC antara lain: suhu, kelembaban, jumlah partikel (menggunakan particle counter), microbiology test, differential pressure, air change, air flow pattern, dan particle removal test. Kualifikasinya dilakukan di user point (ruangan) dan dicocokkan sesuai dengan spesifikasi ruangan yang telah ditetapkan sebelumnya.



4)



Compressed air 31



Compressed air dibutuhkan untuk menghasilkan OFDA (Oil Free Dry Air) yang digunakan untuk menggerakkan mesin-mesin bertenaga pneumatik (udara bertekanan). Validasi terhadap compressed air dilakukan untuk membuktikan bahwa udara kempa yang dihasilkan sesuai kualitas udara yang ditetapkan untuk setiap user point. b. Validasi Equipment Validasi equipment terdiri dari kualifikasi alat atau mesin seperti homo & vacuum mixer, medicine service tank 200 L, encapsulation, tumbling in line dryer yang digunakan dalam proses produksi dan alat yang berada di laboraturium misalnya LAF yang dilakukan kualifikasi setiap 6 bulan. c. Validasi Sistem Komputer Validasi sistem komputer terdiri SCADA, akses masuk ruangan, MRP, HMI panel mesin produksi. Kualifikasi komputer bertujuan untuk memastikan bahwa sistem komputerisasi yang digunakan untuk pengaturan masing-masing sistem atau tahapan proses berjalan sesuai spesifikasi yang dimaksudkan. Kualifikasi dilakukan terhadap BAS, HVAC. Performance Qualification (PQ) terhadap BAS, HVAC dilakukan dengan men-challenge setting suhu dan kelembapan pada sistem kontrol. Misalnya pada HVAC disetting suhu 20oC dan kelembapan (RH) 50%, kemudian dilihat di ruangan apakah suhu dan kelembapan sesuai dengan hasil setting atau tidak. d. Validasi Pembersihan Validasi pembersihan adalah suatu tindakan pembuktian dengan jaminan yang tinggi yang menunjukkan bahwa proses pembersihan dapat secara konsisten membersihkan alat. Validasi pembersihan dilakukan pada mesin-mesin produksi dengan membuat bracketing product yang bertujuan untuk memastikan produk mana yang digunakan sebagai acuan untuk validasi pembersihan. Bracketing dilakukan berdasarkan line produksi. Produk yang terpilih akan digunakan untuk proses validasi pembersihan. Proses bracketing dilihat berdasarkan karakteristik seperti bahan-bahan yang sulit dibersihkan, maximum intake harian, produk- produk yang memiliki tingkat kelarutan yang jelek, mengandung bahan yang sangat toksik, dan formula 32



yang kompleks (apabila bahan aktif lebih dari satu maka residunya banyak), kemudian dilakukan scoring, setelah didapatkan scorenya maka dilanjutkan dengan pembuatan protokol validasi pembersihan, lalu dilakukan eksekusi, kemudian dilakukan sampling, metode yang digunakan yaitu swab (usap) dan rinse (bilasan). Swab (usap) digunakan untuk area yang mudah dijangkau sedangkan untuk metode rinse (bilas) digunakan untuk area yang susah dijangkau misalnya small hose pada mesin encapsulation. Selanjutnya dilakukan analisa oleh departemen QC. Hasil analisa yang dikeluarkan dibuatkan dalam bentuk report setelah validasi pembersihan dilakukan e. Validasi Proses



Validasi proses terbagi 3, yaitu : 1). Validasi Prospektif Validasi prospektif tidak terbatas pada hal berikut: uraian singkat suatu tahap kritis proses pembuatan yang harus diinvestigasi, daftar peralatan/fasilitas yang digunakan termasuk alat ukur, pemantau dan pencatat serta status kalibrasinya spesifikasi produk jadi untuk diluluskan daftar metode analisis yang seharusnya usul pengawasan selama-proses dan kriteria penerimaan pengujian tambahan yang akan dilakukan termasuk kriteria penerimaan dan validasi metode analisisnya, bila diperlukan; pola pengambilan sampel (lokasi dan frekuensi), metode pencatatan dan evaluasi hasil fungsi dan tanggung jawab dan jadwal yang diusulkan. Dengan menggunakan prosedur (termasuk komponen spesifik) yang telah ditetapkan, bets berurutan dapat diproduksi dalam kondisi rutin. Secara teoritis, jumlah proses produksi dan pengamatan yang dilakukan sudah cukup menggambarkan variasi dan menetapkan tren sehingga dapat memberikan data yang cukup untuk keperluan evaluasi. Secara umum, 3 (tiga) bets berurutan yang memenuhi parameter yang disetujui dapat diterima telah memenuhi persyaratan validasi proses. Ukuran bets yang digunakan dalam proses validasi hendaklah sama dengan ukuran bets produksi yang direncanakan. Jika bets validasi akan dipasarkan, kondisi pembuatannya hendaklah memenuhi ketentuan CPOB, hasil validasi tersebut hendaklah memenuhi spesifikasi dan sesuai izin edar 33



2). Validasi Konkuren



Dalam kondisi khusus, dimungkinkan tidak menyelesaikan program validasi sebelum produksi rutin dilaksanakan. Keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus dijustifikasi, didokumentasikan dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Persyaratan dokumentasi untuk validasi konkuren sama seperti validasi prospektif. 3) Validasi Retrospektif 3.4.5 Departemen Production Planning & Inventory Control (PPIC) (PPIC) memiliki wewenang untuk mengelola barang di dalam gudang bahan baku (GBB) dan gudang bahan kemas (GBK), gudang obat jadi (GOJ), melakukan penerimaan, pengiriman serta pemantauan distribusi produks ke distributor utama serta menerima pengembalian produk dari distributor bila ada. PPIC akan menerima laporan dari bagian pemasaran (marketing) berupa forecast yang akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah produk untuk kebutuhan produksi. Dalam menjalankan fungsinya untuk mengatur perputaran barang dari hulu ke hilir, departemen PPIC PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant memiliki 2 fungsi perencanaan dan pengendalian, yaitu bagian production planning (PP) dan inventory control (IC). Tugas bagian PPC meliputi: a. Perencanaan produksi berdasarkan forecast, MO (Marketing Order), stok obat jadi, kapasitas produksi, yang di muat melalui master production schedule(MPS) yang merupakan jadwal produksi dalam waktu satu bulan. Dari PP juga merincikan jadwal produksi menjadi weekly production schedule (WPS) dalam satu minggu. Sehingga semua jadwal bisa terlaksana secara sistematis. b. Pemantauan proses produksi meliputi Jadwal produksi dan Memantau proses pengambilan sampel oleh QC untuk uji bahan baku maupun bahan kemas c. Memastikan produk dikirim tepat waktu



34



Berdasarkan tugas dan fungsinya PPIC dibagi sebagai berikut : A. Production Planning (PP) Tugas dari bagian ini adalah membuat perencanaan produksi berupa jadwal produksi untuk departemen produksi soft gelatin capsule plant, memastikan proses yang ada selalu berjalan dengan lancar serta memastikan bahwa produk yang dibuat dapat dirilis/dikirim tepat pada waktunya. Beberapa pertimbangan yang diambil oleh PPC untuk membuat suatu perencanaan produksi antara lain : a.



Data



analisis



pasar



yang



berupa



pertimbangan/perkiraan



jumlah



permintaan barang (produk) dalam jangka waktu tertentu yang disebut sebagai marketing forecast dibuat oleh bagian marketing yang diterima oleh PPC setiap 3 bulan sekali dan 1 tahun sekali b.



Data pemesanan sejumlah barang (produk) karena adanya permintaan dari pasar yang dikenal dengan marketing order yang diterima oleh bagian gudang obat jadi (GOJ) setiap bulannya.



c.



Produk yang tergolong backbone yaitu produk dengan data forecast dan marketing order memiliki nilai yang tinggi (dibutuhkan dalam jumlah yang banyak), sehingga menjadikan produk tersebut sebagai prioritas untuk diproduksi.



d.



Beberapa produk yang dalam kondisi/situasi tertentu menjadi prioritas untuk



didahulukan



proses



produksinya



sehingga



apabila



terjadi



permasalahan jadwal produksinya dapat diubah dan disesuaikan. e.



Data forecast marketing yang masuk tidak langsung dikerjakan oleh bagian PPIC sesuai dengan jumlah yang diminta, melainkan data ini akan dibandingkan dengan data permintaan barang sesuai dengan marketing order. PPC akan memeriksa kecukupan stok produk jadi yang terdapat di GOJ, jika stok yang ada memadai maka produk tersebut dapat dijadwalkan untuk dilakukan pengiriman oleh pihak distributor. Tetapi, jika stok yang ada belum mencukupi maka akan dibuat rencana produksi untuk 35



memenuhi marketing order. Bagian PP melakukan perencanaan dan pengendalian produksi melalui analisis data stok bahan awal dari bagian gudang bahan baku dan bahan kemas (GBB ke GBK) serta data stok obat jadi dari bagian gudang obat jadi (GOJ). Bagian PPC akan melakukan perencanaan produksi sesuai dengan forecast yang datang (3 bulan sekali dan 1 tahun sekali) dan melakukan marketing atau booking order. Sementara itu berdasarkan data marketing order jumlah produk yang harus disediakan perlu dilebihkan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti banyaknya barang yang tidak lulus perilisan. Ada bebrapa penyimpanag yang terjadi yaitu, stok atau stock saving level (SSL) sebagai stok aman dan buffer stok untuk setiap bulannya B. Inventory Control (IC) IC (Inventory Control) memiliki wewenang untuk melakukan pehitungan untuk jumlah persediaan bahan baku, memastikan jumlah persediaan bahan awal mencukupi untuk kegiatan produksi, monitoring stok bahan baku dan juga bahan kemas, memilih supplier untuk pemesanan bahan baku dan bahan kemas. IC akan melakukan pemesanan dengan waktu pengiriman yang didasarkan pada tenggang waktu barang yang ada didalam persediaan yang masih dapat mencukupi kebutuhan produksi karena stok bahan awal tidak boleh kosong atau stok out. Pada proses penerimaan bahan baku dan bahan kemas, IC berkoordinasi dengan bagian pembelian atau pengadaan serta pihak importer. Jangka waktu tersebut tergantung kebijakan masing- masing perusahaan. Pertimbangan perencanaan persediaan ini didasarkan pada kapasitas gudang dan kapasitas produksi yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya kelebihan persediaan (stock-over) atau kurangnya persediaan (stock-out) yang dapat berdampak pada masalah ketersediaan ruang penyimpanan dan risiko kerusakan barang karena stabilitasnya menurun bila terjadi stock-over atau menurunnya kapasitas produksi dan berkurangnya persediaan barang apabila terjadi stock-out. Banyak perusahaan menggunakan Analisis Pareto (konsep ABC) dalam pengendalian persediaannya. Analisis Pareto dibagi menjadi tiga kelas 36



berdasarkan volume persediaan secara keseluruhan dan nominal (rupiah) dari setiap item barang. C. Warehouse (WH) Bagian Gudang di PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant masih menjadi satu di bawah Departemen PPIC dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab kepada Manager PPIC. Adapun beberapa tugas yang dilakukan pada bagian ini ialah : a) Penerimaan Bahan baku dan bahan kemas b) Penyimpanan Bahan baku dan bahan kemas c) Kegiatan Dispensing d) Update stock e) Pengiriman Bahan baku dan bahan kemas ke bagian Produksi 3.4.6 Departemen Enginnering Departemen Engineering di PT. Sanbe Farma Unit 6 (Soft Gelatin Capsule Plant) bertugas untuk melakukan usaha maintenance pada semua mesin untuk mendukung produksi agar peralatan/mesin, utility, dan bangunan selalu siap untuk digunakan pada proses produksi sesuai dengan standar a). Pengelolaan Sistem Tata Udara Sistem Tata Udara atau AHS yang biasanya digunakan dalam industri farmasi sendiri adalah HVAC (Heating, Ventilating, and Air Conditioning) yang dapat mengontrol suhu, partikel, kelembapan maupun laju aliran udara. Pengontrolan HVAC di PT. Sanbe Farma Unit 6 menggunakan sistem SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition). parameter kritis yang digunakan adalah : 



Temperatur ruangan 15-25° C







Kelembaban ≤ 70%







Jumlah partikel 0,5 µm = 3.520.000







Jumlah partikel 5 µm = 29.000







Perbedaan tekanan 5 – 20 Pa







Jumlah pertukaran udara 5 – 20 kali/jam dengan efisiensi saringan udara 99,99%, filter awal 30 – 35%, medium filter 95%. 37



Setiap HVAC memiliki AHU (Air Handling Unit) yang digunakan untuk mengatur kondisi udara yang dibutuhkan. AHU memiliki beberapa bagian, seperti : Filtrasi, Blower, dan Cooling Coil. b) Sistem Pengolahan Air PT. Sanbe Farma Unit 6 menggunakan bahan baku air yang disuplai dari PT. Caprifarmindo Laboratories. Air tersebut berasal dari dua sumber artesis (deep well) dengan kedalaman masing-masing 125 m sebagai penunjang proses produksinya. Air tersebut disedot oleh pompa Submersible yang dilengkapi flowmeter. Air yang dipompa tersebut kemudian masuk ke dalam reservoir dengan kapasitas 90.000 L (90 m3). Sebelum masuk ke dalam reservoir, air mendapatkan treatment klorinasi menggunakan sistem continuous dosing dimana klorin dengan konsentrasi tertentu diinjeksikan secara terus-menerus ke dalam pipa saluran air dengan menggunakan dosing pump. Senyawa yang dimasukkan dalam proses klorinasi adalah natrium hipoklorida (NaOCl) yang berfungsi untuk mengontrol dan mengurangi jumlah mikroba di dalam air. Pemeriksaan volume larutan induk NaOCl oleh bagian QC dilakukan setiap hari untuk mencegah larutan tersebut habis. Larutan NaOCl bersifat korosif dan harus disimpan dalam wadah tertutup dan terlindung dari cahaya. Untuk pengukuran konsentrasi klorin harus dilaksanakan sesegera mungkin terhadap contoh air yang baru diambil serta tidak diperkenankan untuk menyimpan contoh untuk pengukuran konsentrasi klorin. Pada saat pengambilan klorin, selalu dihindarkan dari cahaya dan goncangan berlebih. Setelah disimpan dalam reservoir berkapasitas 90.000 L ini air akan diolah menjadi drinking water dan purified water 



Pengelolaan Drinking Water (DRW)



Air dalam reservoir dipompa menggunakan dua buah pompa CR- 8 dan satu buah pompa CR-16 menuju tangki sand filter (1000 kg pasir kuarsa) yang berfungsi untuk menyaring partikel-partikel seperti pasir dan endapan lainnya kemudian menuju tangki carbon filter yang berisi karbon aktif sebanyak 5000 kg. Karbon aktif berfungsi untuk menghilangkan klorin, kloramin, benzen, pestisida, bahan-bahan organik, warna, bau dan rasa dalam air. Setelah melalui tahapan 38



carbon filter air masuk ke dalam pressure tank dimana dapat menarik air sampai ke ruang produksi. Drinking water ini didistribusikan untuk keperluan domestik dan digunakan sebagai bahan baku untuk sistem generator dan boiler 



Pengelolaan Purifed Water (PW) Pengolahan purified water menggunakan pompa dari PT. Caprifarmindo



Laboratories sebanyak 12.000 L yang selanjutnya dilakukan loop system yang tersambung dengan area produksi dan dijaga suhunya menggunakan uap panas pada suhu 64-80OC. Looping system berfungsi untuk mensirkulasikan air secara terus-menerus dengan kecepatan aliran yang harus dijaga ≥ 1 m/s selama 24 jam agar tidak muncul biofilm yang dapat menghambat sirkulasi air. c) Sistem Pengelolaan Udara Bertekanan Udara



bertekanan



(compressed



air)



terutama



digunakan



untuk



menyemprotkan cairan, baik untuk proses purging menggunakan nitrogen pada zat aktif yang mudah teroksidasi ataupun menggerakan beberapa sensor pada mesin produksi. Oleh karena bersentuhan langsung dengan produk maka pada sistem udara tekan harus dilengkapi saringan udara yang sesuai. Sistem udara tekanan (compressed air) di PT. Sanbe Farma Unit 6 disuplai dari PT. Caprifarmindo Laboratories, ditujukan untuk mesin- mesin yang menggunakan tenaga pneumatic yakni untuk keperluan produksi non steril guna menggerakkan piston-piston, penghisap debu, contohnya mesin filling atau mesin-mesin pada water system untuk



pembuatan purified water. Selain itu juga ditujukan untuk menghasilkan udara tekan yang steril atau OFDA (oil free dry air). Adapun mekanisme dihasilkannya compressed air mesin pneumatic diawali dengan udara yang masuk ke mesin kompresi kemudian akan disaring dengan prefilter (filter mat), kemudian udara akan melewati dua screw yang menggunakan oli sebagai lubrikan. Pada screw ini udara akan ditekan lalu ditampung di tanki dengan kapasitas 2000 L untuk udara bersih, sisanya adalah udara yang bercampur dengan oli akan masuk ke separator oil, sehingga sisa olinya akan terpisah dan akan disirkulasi lagi masuk ke screw. Selanjutnya udara bersih yang ditampung akan masuk ke main line untuk menyaring uap air. Terdapat dua buah main filter, yakni untuk menyaring oli dan menyaring 39



partikel. Kemudian udara yang telah disaring masuk ke air dryer untuk meminimalisasi uap air (syarat residual water content kelas 4 kualitas ISO), lalu masuk ke after filter (Ex KAESER) khusus oli dan partikel. Setelah itu udara tekan masuk ke header distribusi untuk didistribusikan ke user point pada lantai 1 (area produksi). 3.4.7 Departemen WWTP (Waste Water Treatmen Plant) Limbah merupakan bahan sisa yang masih memerlukan perlakuan khusus atau belum oses akhir seperti recycling, reuse, reprocessing, dan lain-lain. Limbah dari industri harus diolah agar tidak menyebabkan pencemaran yang dapat menurunkan kualitas parameter lingkungan hidup. PT. Sanbe Unit 6 soft gelatin capsule plant melakukan proses pengolahan limbah terlebih dahulu terhadap semua limbah yang dihasilkan yaitu berupa limbah padat dan cair. Penanganan limbah ini dilaksanakan oleh unit pengolahan limbah yang berada di bawah bagian Quality Control. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tidak boleh menjadi cemaran bagi lingkungan sekitar pabrik dan bagi penduduk sekitarnya. Upaya penanganan limbah di PT. Sanbe Unit 6 soft gelatin capsule plant antara lain : 1) Limbah Padat Pengolahan limbah padat di PT. Sanbe Unit 6 soft gelatin capsule plant dibagi menjadi limbah bermanfaat dan limbah yang tidak bermanfaat. Limbah padat yang masih bermanfaat akan dijual, sementara limbah padat yang tidak bermanfaat akan dipisahkan terlebih dahulu antara limbah yang mengandung betalaktam, toksik, non prekusor, dan prekusor, misalnya PPA. Limbah kertas, karton, kaleng, botol dan limbah padat yang bermanfaat dapat di jual. Sedangkan debu, obat recall, bahan baku kadaluarsa dan bahan lain yang tidak bermanfaat dikumpulkan di ruang B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), namun apabila jumlahnya banyak maka tidak perlu didestruksi apabila pihak ketiga menggunakan proses pembakaran untuk pemusnahan limbah. Cara pengolahan limbah B3 yakni dimasukkan ke dalam wadah dan diberi label. Limbah B3 yang sudah ditampung di simpan di ruang B3 kemudian dicatat pada log book limbah B3 dan disimpan maksimal 90 hari. Limbah tersebut selanjutnya diserahkan pada pihak ketiga yang mempunyai izin dari BLHD (Badan Lingkungan Hidup Daerah), misalnya PPLI 40



Bogor. Limbah padat yang mengandung ppa biasanya berasal dari retur dan recall produk, serta sisa pengujian. Limbah ini disimpan di gudang khusus dan dimusnahkan dengan disaksikan oleh Balai POM. 2) Limbah Cair Water Treatment Waste Plant (WWTP) merupakan proses pengolahan limbah cair dari tiap-tiap departemen penghasil air limbah maupun pihak utility yang bergerak dibidang boiler. Adapun debit air limbah yang, ada di WWTP adalah 270 m3 per hari. Waste Water Treatment Plant yang terletak di PT. Sanbe Unit 6 soft gelatin capsule plant berfungsi mengolah air limbah hingga tidak mengandung bahan- bahan yang berbahaya dan beracun (B3) bagi lingkungan sekitar industri farmasi. Adapun proses yang digunakan untuk pengolahan air limbah antara Iain: 



Fisika,yaitu prosesmenggunakanalat untuk







Kimia,yaitu proses dengan menggunakan bahan-bahan kimia untuk



proses pemisahan.



pengurai. 



Biologi, yaitu proses yang dibantu dengan menggunakan bakteri



Pengolahan limbah cair memiliki beberapa tahapan sebagai berikut : a.



Bak penampung limbah Pit Oil Trap, digunakkan untuk menampung air limbah dari proses pembuatan



salep, krim dan beberapa kandungan minyak. Pada sistem ini limbah yang ada di pit oil trap akan masuk ke gestrep yang berfungsi untuk memisahkan air limbah dengan sisa salep dan minyak yang diambil secara manual. Pit ini didesain bersekat-sekat dengan tujuan untuk pengadukan dan pemisahan antara zat-zat tersebut. Salep, krim dan minyak diambil secara manual kemudian dibakar di incinerator. pengadukan dan pemisahan antara zat-zat tersebut. Pit antibiotik β-laktam, untuk penampungan limbah yang berasal dari proses produksi yang mengandung antibiotik β-laktam. Penanganan limbah β-laktam, yaitu β-laktam dilakukan proses destruksi terlebih dahulu dengan NaOH 10 N sampai pH > 10 agar cincin β-laktamnya putus, proses ini kurang lebih 10 jam. NaOH teknis 10 N digunakan karena apabila kurang dari 10 N maka proses 41



destruksi akanberjalan lama, sementara apabila lebih dari 10 N maka air hasil pengolahan menjadi terlalu hitam. Kemudian dilakukan uji untuk mendeteksi apakah masih ada keberadaan senyawa β-laktam atau tidak. Limbah β-laktam tidak hanya berasal dari hasil sisa produksi maupun pencucian alat, akan tetapi baju, masker, topi, dan sepatu yang digunakan di ruang produksi β- laktam juga direndam dengan NaOH 10 N pH>10, dan bilasan terakhirnya diuji.Selanjutnya limbah β-laktam dinetralkan dengan larutan asam klorida (HCl) 10-15 N sampai pH netral (6,5-8,5). Alasan penentuan pH 6,5-8,5 ini yakni agar bakteri yang digunakan untuk menguraikan dapat bekerja maksimal pada saat proses aerasi. Selain itu, limbah β-laktam akan dicampurkan dengan limbah non β-laktam sehingga harus memenuhi persyaratan bahwa limbah yang akan dicampur benarbenar sudah netral dan dapat dicampur dengan limbah non β-laktam. Pit Laundry, pada pit ini terjadi proses khusus/pretreatment yaitu pengikatan klorin dan detergen yang berasal dan pencucian pakaian menggunakan karbon aktif yang disirkulasikan selama ± 2 jam. Proses ini terjadi sebeluin air limbah ınasuk ke bak equalisasi 1 (EQ l). Pit Septictank, untuk menampung air limbah yang berasal dari domestic dan ruang adıninistrasi (yaitu limbah yang tidakterkontaminasi dengan bahan produksi dan laboratorium) yang akan dimasukkan ke bak equalisasi II b.



Bak Equalisasi I Pada bak EQ I, air limbah akan diaduk menggunakan difuser udara dari unit



blower dengan tujuan menghomogenkan limbah. Pada bak ini, limbah akan mengalami flokulasi (terbentuknya gumpalan halus) akibat dari reaksi limbah yang masuk. Setelah proses ini, air lnnbah akan masuk ke bak pH adjusıment dengan tujuan menetralkan pH dimana dengan pH nomıal, proses pengolahan limbah akan dapat dilakukan dengan mudah Dari bak pH adjustment air limbah akan mengalir secara over flow ke bak anaerob c.



Bak Anaerob Pada bak anaerob ini terjadi proses penurunan Chemical Oxygen Demand



(COD) hingga 150 mg/L atau 150 ppm. Pada bak anaerob ini terdapat sekat-sekat yang berfungsi sebagai pengaduk dan masa tinggal pada proses penurunan COD 42



dan zat warna selama 48 jam atau 2 hari. Pada proses ini, penggunaan bakteri anaerob sangat dibutuhkan. Bakteri anaerob adalah bakteri non oksigen yang ınaınpu memakan sisa polutan dengan COD tinggi yang díbawa oleh bakteri pada air limbah. Selain didesain dengan bersekat-sekat, bak anaerob ini dilengkapi dengan ventilasi udara untuk membuang sisa gas (gas yang terjebak) yang dihasilkan dari bakteri-bakteri yang terdapat pada dasar bak anaerob ini. Air limbah dari bak anaerob disalurkan ke EQ N untuk menghindari kematian bakteri. Pemindahan air Iimbah tersebut nıenggunakan pompa d.



Bak Equalisasi II Di bak EQ II terjadi proses pengadukan selama 9 jam dengan penambahan



udara dari blower. Pada proses ini terjadi penambahan limbah domestik/kamar mandi dan admin sangat dıbutuhkan karena sebagai sumber nitrogen dan fosfat. Nitrogen dan fosfat ini dibutuhkan oleh bakteri. Setelah 9 jam pengadukan, limbah akan dialirkan kedalam bak aerob. e.



Bak Aerob Bak Aerob merupakan sentral keberhasilan proses. Pada bak aerob, dıgunakan



bakteri aerob yang mampu memakan sisa polutan hingga 150 ppm. Pada bak ini, pemeliharaan bakteri dilakukan dengan memberikan beberapa kebutuhan nutrisi bagi bakteri seperti urea, trisodium fosfat dan gula. Penambahan nutrisi bakteri ini dikarenakan tidak semua limbah yang diproses mengandung glukosa yang dimakan oleh bakteri. Air limbah yang kelnar dari bak aerob akan masuk ke bak sedimentasi secara over flow. f.



Bak Sedimentasi Pada bak sedimentasi tidak terdapat udara ataupun gerakan, namun dengan



bantuan bahan kimia koagulan mengakibatkan terpisahnya air supernatan dan lumpur aktif. Pemberian bahan kimia koagulan ini dilakukan dengan inject system secara otomatis dari pipa aliran over flow tersebut. Air supernatan akan mengalir ke bak klorinasi secara over flow dan inject system. 55 g.



Bak Klorinasi Pada bak ini air supernatan akan ditambahkan dengan menggunakan kaporit



5-10% dengan tujuan untuk membunuh bakteri patogen dan menjemihkan air. 43



Pada bak klorinasi, terdapal sekat-sekat untuk pengadukan antara air supernatan dengan klorin. Air supernatan akan masuk ke bak feed filter secara over flow . h.



Feed Filter Air dan kaporit akan didiamkan selama ± 1 jam agar terjadi reaksi secara



sempurna. Setelah dari feed filter, air supematan akan dipompa masuk ke media carbon filter dan sand filter. Adapun fungsi dari carbon filter adalah mengikat kandungarı atau residu sisa dari kaporit dan menurunkan kandungan Total Suspended Solid (TSS). Fungsi dari sand filter adalah ınenyaring Iumpur-lumpur halus yang lolos dari proses media carbon. Setelah proses penyaringan, air limbah akan masuk dan ditampung di Lagoon (tempat penampungan akhir). i.



Lagoon Di dalam lagoon ini terdapat indikator biologis yaitu ikan mas untuk



menentukan keberhasilan pengolahan air limbah. Dari lagoon ini, air olahan akan disalurkan ke saluran pembuangan lingkungan industri secara overflow, sedangkan lumpur yang mengendap di bak sedimentasi, diambil dengan pompa ulir/screw pump dan dibuang ke bak sludge holding yang akan mengalami proses pencampuran dengan polimer/polielektrolit untuk mencegah lumpur pecah saat di tekan dengan pompa diafragma. Lumpur kering yang telah di tekan kemudian dikeringkan dengan cara di jemur dan selanjutnya dibawa ke PPLI atau dibakar. 3.4.8 Departemen Documen Control Center (DCC) Dokumentasi



adalah



bagian



dari



sistem



informasi



manajemen



dan



dokumentasi yang baik merupakan bagian esensial dari pemastian mutu. PT. Sanbe Farma telah memberlakukan sistem dokumentasi pada semua kegiatan mulai dari perencanaan, pembangunan, pelaksanaan serta evaluasi tercatat dan terdoukmentasi sehingga tersedia informasi yang benar dan akurat. Departemen dokumen kontrol berfungsi untuk Penyimpanan segala dokumen original dari sanbe farma, Perpustakaan, menyimpan buku-buku seperti USP, FI, dll, manual book alat, SOP, batch record, dll. Berdasarkan jenisnya dokumen dibagi atas 3 level yaitu : 44



1. Level 1 adalah dokumen utama yang berisi acuan seperti visi & misi, manual, kebijakan mutu 2. Level 2 adalah dokumen berupa proses yang dilakukan seperti SOP, intruksi kerja, dan rencana mutu 3. Level 3 adalah dokumen berisi rekaman aktivitas yang dijalankan seperti logbook, cek list, form laporan, dll Dokumen dibagi dua yaitu Controlled Document dan Uncontrolled Document, penjabarannya sebagai berikut : 1. Controlled Document merupakan dokumen yang didistribusikan pada departemen atau orang yang terdapat pada distribution sheet dan bila ada perubahan atau revisi yang terbaru dan menarik yang lama. Semua dilakukan secara terkontrol. 2. Uncontrolled Document merupakan dokumen diberikan kepada orang yang tidak termasuk dalam distribution sheet. Document officer diperbolehkan tidak mengajukan kenaikan revisi atau penarikan dokumen. Setiap dokumen yang ada di PT. Sanbe Farma akan dilakukan revisi selama tiga tahun sekali. Jika masih relevan maka akan di review tiga tahun selanjutnya sampai dua kali review. Setelah tiga kali review maka dokumen akan diperbaharui. Setiap dokumen yang diambil di bagian DCC adalah kopian dari master dokumen dan di cap oleh bagian DCC dan dituliskan di logbook siapa yang meminta dokumen tersebut, berapa banyak dokumen di kopi, siapa yang meminta, dan kemana saja dokumen tersebut didistribusikan, agar nantinya tidak ada penyalahgunaan dokumen, dan ketika ada investigasi atau penarikan dokumen maka dapat ditelusuri dimana dokumen tersebut.



45



BAB IV PEMBAHASAN



Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan di industri PT.SANBE FARMA Soft Gelatin Capsule Plant (Unit 6) yang berlokasi di Jl, Industri Cimareme No.8, Padalarang, Bandung dimulai pada tanggal 2 Januari 2020 sampai 29 Januari 2020 atau selama 20 hari kerja. Waktu operasional PT.SANBE FARMA yaitu Senin sampai Jumat dengan jam kerja pukul 07.00 – 16.00 WIB. PKPA yang dilakukan di Industri bertujuan untuk melihat secara langsung implementasi CPOB khususnya di PT.SANBE FARMA Soft Gelatin Capsule Plant. PT. Sanbe Farma Unit 6 dikhususkan untuk memproduksi sediaan kapsul lunak. PT. Sanbe Farma Unit 6 telah mendapatkan sertifikat CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik) berdasarkan inspeksi yang telah dilakukan pada bulan Juli 2019. Sertifikat CPOB untuk unit 6 khusus digunakan untuk aktivitas formulasi, pengisian, pengemasan primer dan sekunder kapsul lunak nonantibiotik sertifikat CPOB di unit 6 mulai berlaku sejak bulan September 2019 hingga bulan September 2024. CPOB merupakan pedoman bagi industri farmasi di Indonesia dalam membuat obat yang bermutu, aman dan efektif dan juga merupakan pedoman bagi pemerintah untuk mengendalikan dan mengawasi industri farmasi dalam menjalankan tanggung jawab profesional dan sosialnya. CPOB



menyangkut



berbagai aspek antara lain sistem mutu, personalia, bangunan - fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri, keluhan dan penarikan penarikan produk, kegiatan alih daya, dokumentasi, kualifikasi dan validasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya sertifikat CPOB untuk produk sediaan nonsteril dari BPOM. Berdasarkan konsep CPOB, mutu suatu produk obat tidak hanya ditentukan oleh hasil akhirnya saja, tetapi dibangun dari keseluruhan tahap dalam proses produksi. Oleh karena itu perlu adanya suatu sistem mutu yang dilaksanakan oleh 46



departemen QA/QC yang melakukan pengawasan mutu dan pemastian mutu. Pengawasan mutu dilakukan melalui pemeriksaan di laboratorium kimia, mikrobiologi dan pemeriksaan IPC (In Process Control) di area produksi. Produk jadi yang akan diluluskan oleh bagian pengawasan mutu harus memenuhi persyaratan mutu sesuai spesifikasi, penandaan, kemasan serta kelengkapan dokumen produksi. Karyawan PT. Sanbe Farma unit 6 memiliki keterampilan, kemampuan dan pengetahuan yang memadai mengenai CPOB serta bekerja sesuai dengan keahliannya. Hal tersebut didukung dengan pelakasanaan training karyawan secara berkesinambungan sesuai dengan keperluan dan perkembangan CPOB yang diselenggarakan oleh PT. Sanbe Farma unit 6. Training yang diberikan Quality Assurance (QA) berupa training good manufacturing practice (GMP), pemahaman terkait standar operational procedure (SOP), seminar dan pelatihan dari pihak luar, dan terkait higine. hal ini dilakukan supaya seluruh personil keryawan yang bekerja sudah memenuhi persyaratan kualitas kerja. Masingmasing manager membuat training yang didiskusikan dengan Quality Assurance. GMP Training diberikan kepada karyawan baru sebelum mulai bekerja dan untuk karyawan lama harus diberikan setiap satu tahun sekali. Evaluasi dilakukan dengan memberikan tes pada awal (Pretest) dan atau akhir training (posttest). PT.SANBE FARMA memiliki suatu departemen support internal yaitu HCM (Human Capital Management) yang memiliki wewenang dalam penyedia personil. HCM bersifat Corporation yang bertanggung jawab terhadap semua unit yang ada di Cimareme, diantaranya Unit 3, Unit 4, Unit 5, Unit 6, Caprifarmindo, Werehouse dan WWTP. Berdasarkan Tugas dan fungsinya HCM dibagi terdiri dari beberapa bagian yaitu Recruitment and Selection, Perrol (penggajian), Health Administration (Asuransi Kesehatan), People Development (Pengembangan Karir) dan Data Batch Administration. Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat di PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, dimana disesuaikan dengan kondisi dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan dibuat sedemikian 47



rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, kesalahan lain, memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Gedung PT.SANBE FARMA Unit 6 memiliki 3 lantai, dimana lantai 1 terdiri dari Ruang produksi, gudang material dan gudang intersip. Lantai 2 terdiri dari ruang meeting, Technical area, HVAC (Heating Ventilation and Air Conditioning) dan Ruang dokumen. Sedangkan lantai 3 terdiri dari Ruang kerja, Musholla dan Kantin. Bangunan dan fasilitas di area penimbang udara yang keluar dari fasilitas tersebut hendaklah dilewatkan melalui saringan udara HEVA ,efisiensi 99,95% (H 13) dan LAF (Laminar Air Flow) menghembuskan udara dari atas kebawah secara searah agar partikel dari bahan baku tidak menyebar. Higiene perorangan diterapkan dengan cara melarang personel untuk merokok, makan, minum atau menyimpan makanan dan minuman di dalam ruang produksi dan laboratorium atau ruangan lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi atau menurunkan kualitas produk. Setiap personel yang akan memasuki ruang produksi diharuskan mencuci tangan dengan sabun dan mengeringkan tangan sebelum memasuki ruang produksi serta memakai pakaian khusus lengkap dengan penutup kepala, masker dan sepatu atau alas kaki khusus Peralatan yang dimiliki PT. Sanbe Farma unit 6 dirancang untuk menunjang kebutuhan



produksi.



Proses



pembersihan



dan



sanitasi



ruang



produksi



menggunakan desinfektan dan kain/tisu bebas serat. Untuk mengetahui apakah peralatan sudah memenuhi persyaratan, semua peralatan yang akan digunakan dilakukan kualifikasi terlebih dahulu. Peralatan lain, seperti alat timbang juga dilakukan kalibrasi sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan dan dicatat dalam log book. Apabila terjadi modifikasi perlatan harus sesuai dengan validasi ulang dan adanya persetujuan dari pihak yang terkait. Pada tiap peralatan dicantumkan nomor identitas yang sesuai dengan SOP. Setiap alat yang ada di area produksi harus diberi label. Alat yang telah selesai dibersihkan diberi label CLEAN dan alat yang sedang beroperasi diberi label PROSES disertai dengan mencantumkan nama produk, nomor batch dan nama alat.



48



Kegiatan produksi pada PT. Sanbe Farma dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten dan telah mengikuti pelatihan sebelumnya. Penanganan proses produksi dilakukan sesuai SOP (Standard Operating Procedure) dan dokumentasi berupa bets record produk selalu dibuat setiap kali proses produksi dilaksanakan. Semua kegiatan produksi tersebut dilengkapi dengan fasilitasfasilitas yang sesuai dengan kebutuhan produksinya seperti yang dipersyaratkan oleh CPOB. Ruang produksi di PT. Sanbe Farma dikelompokkan berdasarkan proses pengerjaan yang dilakukan, seperti ruang weighing, ruang mixing gelatin, ruang mixing medicine, ruang enkapsulasi, drying room, ruang IPC, multi counting room, visual inspection room, sorting room, staging room dan sebagainya. Ruangan produksi tersebut



berada



in-line tujuannya untuk



mempermudah proses produksi.. Proses produksi dilaksanakan sesua jadwal produksi yang dibuat oleh PPIC yang dibuat berdasarkan forecast dari marketing. Proses produksi akan dijalankan sesuai jadwal. Proses Produksi dilakukan dalam ruang dan kondisi yang telah sesuai dengan persyaratan CPOB serta menggunakan sistem yang telah tervalidasi dan peralatan yang senantiasa terkualifikasi. Validasi proses produksi dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan dan memastikan bahwa proses produksi dilaksanakan dengan konsisten sehingga



menghasilkan produk yang bermutu



sesuai dengan ketentuan mutu yang ditetapkan. Bahan baku dan bahan pengemas dipasok oleh supplier dan diterima oleh departemen PPIC kemudian dilakukan pengecekan terlebih dahulu kesesuaian antara bahan dengan label (nomor bets, nomor bahan, expired date), serta fisik bahan. Bahan baku tersebut dikarantina pada gudang untuk menunggu analisa dari QC, yang kemudian disetujui atau dirilis atau ditolak oleh QA Manager. Bahan baku yang telah dirilis atau lulus dapat didistribusikan oleh PPIC melalui material airlock untuk ditimbang oleh bagian penimbangan, Bahan yang sudah selesai ditimbang diberi label timbang untuk identitas. Bahan-bahan dalam satu bets yang sudah ditimbang dikumpulkan dalam satu dan disimpan di ruangan staging after weighing. Jika tidak memungkinkan satu palet satu bets, maka bahan baku harus diberi sekat pemisah antar bets. Bahan 49



baku yang masih tersisa kemudian dikembalikan ke PPIC melalui material airlock. Proses produksi selanjutnya disesuaikan dengan bentuk sediaan yang akan dibuat pada setiap proses produksi. PT.SANBE FARMA Soft Gelatin Capsule Plant saat ini memproduksi Vitamin A dan Vitamin E, dimana dilakukan proses pembuatan masa gelatin dan masa medicine. Formulasi masa gelatin terdiri dari : Gelatin 42%, Purified Water 41 %, Gliserin 16% dan 1% untuk zat tambahan. Sedangkan larutan medicine dibagi menjadi dua yaitu minyak dan suspensi, dimana formulasi larutan medicine minyak terdiri dari zat aktif(Vitamin A atau Vitamin E) dan Softflower (sebagai pengisi), formulasi larutan medicine Supensi terdiri dari zat aktif (Vitamin B1, B2,B6 dan B12) dan Sofflower (sebagai pengisi) dan Docosahxaenoid acid. Parameter yang harus diperhatikan pada suatu proses produksi terdiri dari CQA (Critical Quality Attribute) dan CPP (Critical Process Parameter). Tahapan proses produksi selanjutnya yaitu proses pembuatan Gelatin dilakukan dengan pembuatan zat warna terlebih dahulu dengan menggunakan mesin ultra turrax selama 10 menit dalam wadah berukuran 15 L. Tahap selanjutnya adalah pembuatan masa gelatin sampai homogen. Setelah itu, ditambahkan gelatin dan diaduk hingga suhu gelatin melting tank 600L kembali mencapai 70OC. Proses ini menggunakan alat “Machine Gelatin Malting Tank” kapasitas 600 Liter dan suhu maximal 90°C. dengan kecepatan pengadukan 25 rpm. Setelah gelatin dipastikan meleleh, dilakukan vakum tahap 1 selama 50 menit, yang bertujuan untuk menghilangkan gelembung udara dalam masa gelatin. Selanjutnya dilakukan vakum tahap 2 dengan membuka tutup venting secara cepat sambil perhatikan permukaan gelatin tidak naik melebihi bagian atas agitator. Lakukan terus menerus sampai suhu turun ke 58OC. Selanjutnya pindahkan gelatin tersebut ke dalam gelatin service tank 200 L yang suhunya tetap dijaga 55OC kemudian simpan di staging room sebelum mulai proses enkapsulasi. CQA yang harus diperhatikan saat pembuatan gelatin yaitu : Homogenitas larutan, tidak ada gelembung udara, dan tidak ada partikel yang belum larut. Sedangkan CPP yang harus diperhatikan yaitu suhu, vakum dan lama waktu vakum, mixing dan lama waktu mixing 50



Proses Selanjutnya yaitu pembuatan larutan Medicine dengan tahapan pertama mencampurkan bahan awal kedalam tank 5L dengan menggunakan mixer IKA RW 20 selama 10 menit dengan kecepatan 200-500 rpm sebagai masa satu. Kemudian kedalam medicine service tank 200L dimasukkan zat aktif dan campuran masa satu, kemudian dipurging N2 selama 15 menit dan hidupkan alat homo dan vakum mixer dengan kecepatan 1000 rpm Selama 5 menit lalu vakum pada tekanan < 0,05 Mpa sampai gelembung hilang. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah larutan sudah homogen dan jernih, tidak ada gelembung udara pada larutan. Setelah selesai, larutan di simpan di medicine staging room untuk menunggu proses enkapsulasi. CQA yang harus diperhatikan pada proses ini adalah homogenitas, tidak adanya gelelmbung, tidak ada partikel yang belum larut dan kadar. Sedangkan CPP yang harus diperhatikan adalah kecepatan mixing, lama mixing, lama purging nitrogen dan lama vakum. Setelah proses mixing dilakukan proses enkapsulasi Proses enkapsulasi dengan cara mengkoneksikan gelatin service tank dan medicine service tank ke mesin enkapsulasi SS-100T. Gelatin service tank dihubungkan menggunakan selang silikon yang suhunya dijaga agar tetap panas. Gelatin masuk melalui selang silikon dengan menggunakan udara bertekanan. Medicine service tank dihubungkan dengan selang yang dipompa peristaltic pomp langsung menuju hopper. Medicine yang berasal dari hopper akan dialirkan ke injection wedges melalui selang-selang silik on kecil yang kemudian akan meneteskan medicine dengan dosis tertentu pada saat proses enkapsulasi. Enkapsulasi diawali dengan penyiapan mesin enkapsulasi SS-100T agar suhu pada spreader box berada pada angka 60-70oC , casting drum pada angka 10-20oC kanan dan kiri. Kemudian dari sebelah kanan dan kiri gelatin akan melewati roller die, disaat bersamaan medicine diteteskan dari arah atas dan bersentuhan dengan gelatin dari sebelah kanan dan kiri lalu diberi tekanan sehingga membentuk kapsul sesuai bentuk dari die roller yang digunakan. Pada proses pencetakan, digunakan lubrikan berupa paraffin sebagai pelicin/ pelumas pada saat proses pencetakan. CQA yang harus diperhatikan pada proses ini adalah keseragaman bobot, penampilan kapsul dan kapsul tidak bocor, sedangkan CPP yang harus diperhatikan yaitu pump fill 51



setting, suhu spreader box, suhu injeksi wedgnes, suhu cool drum, kecepatan cool drum dan pita gelatin. Kapsul yang telah tercetak akan masuk ke dalam mesin Tumbling Dryer melalui conveyor secara otomatis. Drying atau pengeringan kapsul dilakukan 2 tahap. Pada tahap 1, pengeringan kapsul lunak dilakukan menggunakan mesin in line tumbling dryer (RH < 20%, kecepatan 5-7 rpm dan suhu 15-25°C) selama ±6 jam dengan agar membentuk kapsul menjadi lebih seragam dan mengurangi jumlah minyak pada lapisan cangkang kapsul. Selanjutnya, kapsul lunak tersebut ditampung dalam tray plastic yang disusun di atas trolley untuk dilakukan pengeringan tahap 2, pengeringan kapsul disimpan dalam ruang pengering (Drying Room) pada suhu 15-25OC dan RH 15-20% sampai nilai kelembapan memenuhi syarat. CQA yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah kadar air, sedangkan CPP yang harus diperhatikan yaitu lama pengeringan, kelembaban, putaran tumbbling dan suhu. Proses selanjutnya pemeriksaan visual dilakukan oleh operator yang terkualifikasi, yang dibuktikan dengan telah lulus dalam uji kualifikasi operator inspeksi kapsul. Uji yang dilakukan oleh operator ini harus memenuhi skor 100% yang mana artinya adalah bahwa dalam uji visual yang dilakukan, operator tidak boleh sama sekali melakukan kesalahan. Skor tersebut harus mendapat skor 100% secara 2x berturut-turut. Pemeriksaan visual untuk produk kapsul lunak hanya dilakukan pemeriksaan fisik berupa ada tidaknya kebocoran, ada tidaknya gelembung udara dalam kapsul, ada tidaknya kecacatan pada cangkang kapsul, dan tidak adanya kapsul kosong. CQA yang harus diperhatikan dalam proses ini yaitu tidak ada gelembung, penampilan kapsul, dan tidak bocor. Sedangkan CPP yang harus diperhatikan adalah kualifikasi operator. Setelah melakukan visual inspeksi, dilakukan sorting menggunakan mesin Auto Sorting S6-5L. Sorting dilakukan berdasarkan dimensi diameter kapsul. Kapsul akan dipisahkan menjadi 3 ukuran yaitu diameter besar, sedang, dan kecil. Hal ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran kapsul yang akan di kemas. CQA yang harus diperhatikan yaitu keseragaman kapsul dan CPP yang harus diperhatikan kecepatan putaran alat. Pada tahap sorting tidak ada kapsul yang direjeck. 52



Produk yang sudah jadi akan dilakukan pengujian kadar oleh bagian IPC untuk memastikan kesesuaian kadar obat. Apabila kadar obat sudah memenuhi syarat akan dilanjutkan menuju tahap selanjutnya, yaitu pengemasan. PT. Sanbe farma unit 6 melakukan pengemasan yang di buat dalam 2 bentuk yaitu botol dan blister, bahan kemasan botol terbuat dari botol plastik jenis white opaque PET sedangkan bahan kemasan blister menggunakan alufoil. Proses pengemasan botol dimulai dari blowing botol, filling kapsul lunak dan capping (tutup botol). Proses blowing botol berfungsi untuk menghilangkan partikel atau debu yang terdapat pada botol. Filling kapsul ke dalam botol dilakukan secara otomatis menggunakan mesin, apabila ada ketidaksesuian jumlah kapsul dalam botol, mesin akan mereject botol dengan mengeluarkan botol tersebut dari jalurnya. Pada tahapan pengemasan menggunakan botol parameter kritisnya ialah kebocoran botol dan jumlah kapsul. Sedangkan apabila menggunakan blister sebagai pengemas primer parameter kritisnya ialah suhu forming serta suhu sealing. Setelah itu dilakukan pengemasan sekunder menggunakan master box yang berisi produk disusun diatas pallet dan dibawa ke area staging in transit untuk diperiksa kesesuaian nama produk, nomor bets, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, jumlah produk dengan dokumen bets record, setelah sesuai produk jadi dibawa ke central werehouse In Process Control dilakukan dengan mengambil sampel dalam jumlah tertentu tergantung dari jenis proses dan sediaannya. Pemeriksaan IPC yang dilakukan meliputi pengecekan visual, bobot, panjang dan diameter kapsul, kadar air kapsul, kekerasan dan viskositas gelatin. Selain IPC, sampel juga diuji oleh bagian Quality Control. Apabila semua hasil uji telah memenuhi syarat, maka produk tersebut dapat dirilis ke pasaran. Hasil IPC menjadi gambaran proses produksi dan jika ditemukan penurunan efektivitas dalam proses produksi maka akan segera dilakukan evaluasi. Hasil evaluasi akan ditindaklanjuti dengan tindakan korektif dan tindakan pencegahan. Setiap ruangan produksi dialokasikan untuk pembuatan satu jenis produk dan saat produksi berlangsung, terdapat penandaan khusus pada pintu bagian depan ruangan tersebut agar proses dapat diketahui dan memudahkan proses 53



supervisi oleh supervisor. Apabila produksi produk berbeda dilakukan dengan menggunakan alat yang sama, maka produksi produk berikutnya akan dilakukan setelah produk sebelumnya selesai diproduksi dan diikuti validasi pembersihan pada alat produksi. Hal ini penting untuk penjagaan mutu produk, yaitu diupayakan agar tidak terjadi kontaminasi (mix up) produk PT. Sanbe Farma melakukan inspeksi diri dengan tujuan untuk memastikan prosedur implementasi dan pemenuhan CPOB dalam segala aspek produksi dan pengawasan untuk mengusulkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri di PT. Sanbe Farma merupakan kategori audit level 1. Inspeksi diri dilakukan tiap bulan secara mandiri oleh tiap departemen di Di PT. Sanbe Farma. Hasil dari inspeksi diri akan didokumentasikan dalam form “Self inspection” dan supervisor tiap departemen melaporkan ke bagian QA departemen tiap bulan (pada awal atau akhir bulan). Form “Self Inspection” secara garis besar terdiri atas temuan (finding), tindakan corrective dan tindakan preventive (CAPA), tanggal penyelesaian dan status. Apabila CAPA telah dilaksanan pada temuan (finding) maka pada status diberi keterangan Closed sedangkan jika belum dilaksanakan maka pada status diberi keterangan “Open”. Kemudian, QA departemen bertugas untuk memeriksa, mereview, dan memastikan apakah CAPA dari temuan tersebut telah benar telah dilakukan atau tidak oleh tiap departemen yang melakukan inspeksi diri. PT. Sanbe Farma Unit 6 bertanggung jawab dalam menangani complaint. Product complaint dibagi menjadi 3 yaitu: Critical defect, Major defect, Other defect. Yang membedakan dari ketiga macam complaint tersebut yaitu tingkat resiko bahaya terhadap pasien dan waktu surat jawaban untuk pihak yang melakukan complaint Untuk Critical defect, maksimal 27 hari kerja sejak keluhan diterima oleh bagian QA departemen. Untuk Major defect dan Other defect maksimal 14 hari kerja sejak keluhan diterima oleh bagian QA department.



Penarikan kembali (recall) adalah proses penarikan 1 atau lebih bets produk atau produk tertentu dari pasaran. Klasifikasi Recall di PT Sanbe Farma Unit 6 berdasarkan pada potensi bahaya yang ditimbulkan oleh produk, dibagi menjadi:



54







Kelas 1: terjadi ketika produk gagal membahayakan hidup dan menyebabkan masalah yang serius.







Kelas 2: terjadi ketika produk gagal mengakibatkan sakit dan mistreatment namun bukan termasuk kelas 1 .







Kelas 3: tidak membahayakan untuk kesehatan namun ditarik karena alasan tertentu.



Sedangkan untuk recall dibagi menjadi 2, yaitu : a. Voluntary Recall Proses recall yang dilakukan terhadap produk atas inisiatif sendiri tanpa intruksi dari badan tertentu seperti BPOM. b. Mandatory Recall Proses recall yang dilakukan terhadap produk atas perintah dari badan yang memiliki otoritas seperti BPOM. Maksimal Waktu penarikan tidak lebih dari 2 minggu dari instruksi yang diberikan oleh badan yang memiliki otoritas seperti BPOM dan dilaporkan maksimal 2 bulan dari surat intruksi penarikan. Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi



manajemen dan



dokumentasi yang baik merupakan bagian esensial dari pemastian mutu. PT. Sanbe Farma telah memberlakukan sistem dokumentasi pada semua kegiatan mulai dari perencanaan, pembangunan, pelaksanaan serta evaluasi tercatat dan terdoukmentasi sehingga tersedia informasi yang benar dan akurat. Dokumentasi disetujui dan ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen tidak berarti ganda (judul, sidat dan tujuannya dinyatakan jelas). Dokumen harus rapi, mudah diperiksa, jelas dan dapat terbaca. Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Bila suatu dokumen direvisi, terdapat sistem untuk menghindarkan penggunaan secara tidak sengaja dokumen yang sudah tidak berlaku. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen ditandatangani dan diberi tanggal. Perubahan yanng dibuat harus memungkinkan pembacaan informasi semual. Perubahan terhadap dokumen dapat dilakukan dengan mengajukan change control kepada puhak yang terkait dan pihak yang berwenang memberikan keputusan. Apabila perubahan disetujui, maka dilakukan pencatatan dibuat atau dilengkapi pada setiap langkah yang dilakukan sedemikian rupa 55



sehingga semua aktivitas yang signifikan mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri. Catatan pembuatan disimpan selama paling sedikit 1 tahun setelah tanggal kadaluarsa produk jadi. Semua proses produksi dan hasil analisis suatu produk harus dicatat dalam log book atau form yang telah disediakan. Apabila terjadi penyimpangan terhadap prosedur atau standar yang telah ditetapkan maka dilakukan pencatatan dalam bentuk deviation report. Dokumen juga dikelola dengan menggunakan komputer untuk mempercepat pencarian dokumen dimana pengolahan, perubahan, atau modifikasi dokumen hanya dapat diakses oleh pihak yang berwenang menggunakan kata sandi. PT.Sanbe Farma sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia telah menerapkan kualifikasi dan validasi sesuai dengan CPOB. Validasi merupakan suatu pembuktian bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengujian kualitas akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan alat maupun ruangan yang digunakan memenuhi standar persyaratan atau spesifikasi. Validasi dan kualifikasi memiliki konsep yang sama. Kualifikasi meliputi kualifikasi mesin, sarana dan sistem, sedangkan validasi terdiri dari validasi proses, pembersihan, dan metode analisis. Validasi diterapkan pada seluruh proses produksi obat yang dilakukan oleh PT. Sanbe Farma. Tujuan dilaksanakannya validasi di industri farmasi meliputi untuk mengikuti aturan Pemerintah, menjamin mutu obat, meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya. Dalam melaksanakan validasi beracuan pada 3 prinsip Quality by Design yaitu mutu, keamanan dan efektivitas. Oleh karena itu, validasi sangat diperlukan untuk menjamin mutu obat yang baik. Validasi yang dilakukan di PT. Sanbe Farma Unit 6 Soft Gelatin Capsule Plant mencakup, Validasi utility, Validasi equipment, Validasi computer system, validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi metode analisa. Khusus untuk validasi metode analisa dilakukan oleh bagian R&D.



56



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Sanbe Farma Unit 6 adalah sebagai berikut : a. Apoteker memiliki tanggung jawab dan peran penting dalam menerapkan prinisip-prinsip dan aspek CPOB di Industri Farmasi, terutama dalam bidang Produksi, Pemastian Mutu (Quaity Assurance), dan Bidang Pengawasan Mutu (Quality Control) b. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri Farmasi sangat penting



dalam



menambah



ilmu



pengetahuan,



pemahaman



dan



pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. c. PT.SANBE FARMA UNIT 6 (Soft Gelatin Capsule Plant) memiliki 8 departemen utama yang memilik fungsi dan peran dalam penerapan CPOB diantaranya Departemen Produksi, Departemen Pemastian Mutu (Quaity Assurance), Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control), Departemen PPIC (Production Planning and Inventory Control), Departemen WWTP (Water Waste Treatment Plant), Departemen Engineering, Departemen Validasi, dan Departemen DCC (Documen Copy Control) 5.2 SARAN Pentingnya meningkatkan kualitas personalia untuk memahami dan menerapkan aspek CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Benar) dalam setiap kegiatan di industri.



57



DAFTAR PUSTAKA



Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM. Kementerian Kesehatan RI, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Priyambodo B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama. Yogyakarta,



58



59