Bab 2 Rispk Pga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



BAB II PENDEKATAN DAN METODOLOGI 2.1



PENDEKATAN



1. PENDEKATAN ANALISIS RESIKO KEBAKARAN Resiko dalam konteks kebakaran diartikan sebagai kombinasi antara kecenderungan terjadinya kebakaran dan konsekwensi potensi yang ditimbulkannya. Kecenderungan terjadi kebakaran dan bencana lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor : • Pertumbuhan kebakaran (fire history) • Penggunaan lahan (land use) • Kepadatan penduduk • Kerapatan bangunan • Level proteksi terpasang • Level kesiapan masyarakat. Sedang konsekwensi potensial ditunjukkan antara lain dengan korban luka atau meninggal, kerugian materi dan terjadinya stagnasi bisnis atau usaha. Dalam penaksiran resiko bahaya kebakaran perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: (1) Kecenderungan terjadinya kebakaran (2) Konsekwensi potensial (yang paling berbahaya) (3) Pertimbangan bobot serangan (4) Memerinci penaksiran resiko (5) Perlakuan terhadap resiko (6) Kondisi institusi pemadam kebakaran (7) Peran masyarakat (8) Manfaat yang ingin diperoleh (outcome).



Halaman



II-1



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Oleh karena itu maka hal penting yang perlu disusun adalah pembuatan peta zonasi bahaya (hazard mapping) dalam rangka memandu IPK untuk mencapai tingkat atau bobot serangan yang paling efektif. Penaksiran resiko dapat dirinci dengan melihat atau memperhitungkan peta resiko bahaya tersebut diatas yang bisa didasarkan pada : a. Kategori resiko yang lazim digunakan oleh IPK b. Pembagian zoning yang ditetapkan oleh IPK berdasarkan RTRW c. Sistem lain seperti adanya benda-benda berbahaya. Fasilitas industri yang mengandung bahan atau benda berbahaya Dapat disimpulkan bahwa efektivitas pemadaman tidak sematamata tergantung pada response time dan kualitas serangan, tetapi harus sudah diperluas kepada hal-hal yang menyangkut kondisi apakah upaya pencegahan kebakaran telah dilakukan, sejauh mana analisis resiko bahaya kebakaran telah diterapkan dan setiap Halaman



II-2



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



pengerahan kendaraan operasional, SDM dan peralatan lain ke lokasi kebakaran atau bencana lainnya didasarkan pada peta resiko bahaya yang sudah ditetapkan sebelumnya. 2. PENDEKATAN PERANAN PEMBERDAYAAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN



MASYARAKAT



Berangkat dari kedudukan, tugas, dan fungsinya, Direktorat Jenderal Cipta Karya Dep. PU memberikan perhatian yang besar dalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas kehidupan serta penghidupan masyarakat, khususnya Bagan Resiko bahaya sebagai kombinasi dari kecenderunganterjadi dan konsekwensi potensial peningkatan kualitas lingkungan permukiman. Adanya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Pelaksanaannya dilakukan secara holistic dan terpadu pada tingkat kawasan/lingkungan permukiman melalui pengembangan kegiatan usaha ekonomi masyarakat, pemberdayaan sumber daya manusia, dengan memperhatikan tatanan sosial kemasyarakatan serta penataan prasarana lingkungan dan kualitas hunian. Melalui program ini diharapkan adanya pembangunan dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan (SEL). Salah satu strateginya adalah dengan pembentukan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) sebagai badan pelayanan masyarakat untuk mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan dan mengelola pembangunan llingkungan di wilayahnya (Community Management), melalui upaya pelatihan-pelatihan. Program ini dapat dikaitkan dengan konsep dan pendekatan upaya pencegahan kebakaran di kawasan permukiman padat. Seperti contoh pada metoda Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK), dimana diharapkan masyarakat dapat menjadi barisan terdepan yang dapat memberikan pertolongan pertama pada saat terjadi kebakaran. Karena pada banyak kasus kebakaran di permukiman padat, petugas PMK kesulitan untuk menjangkau pusat kebakaran. Halaman



II-3



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Dengan adanya barisan relawan kebakaran Balakar diharapkan masyarakat dapat membantu meringankan dan meminimalisir kerusakan akibat kebakaran sebelum petugas PMK tiba. Ada 2(dua) sistem pemberdayaan masyarakat : 1. Top Down : pemerintah berperan memberikan pelatihan kepada masyarakat, ditandai dengan pemberian sertifikat kelulusan. Masyarakat dibekali ilmu cara-cara pemadaman api, pengetahuan mengenai peralatan pemadam sederhana. 2. Bottom Up : masyarakat memiliki inisiatif sendiri untuk membentuk regu pemadam kebakaran, biasanya dikarenakan daerah tersebut sangat rawan terhadap bahaya kebakaran. 3.



PENDEKATAN FIRE SAFETY AUDIT Pendekatan ini ditujukan untuk mengetahui kondisi keandalan bangunan dan atau suatu kawasan yang kita huni, sesuai dengan peraturan/ketentuan yang di tetapkan untuk kesela matan dan keamanan jiwa dan harta benda, maka perlu kita ketahui potret kesiapan bangunan tersebut dalam kesiapannya menghadapi ancaman bahaya kebakaran yang ada. Untuk itu perlu pelaksanaan audit keselamatan bangunan gedung, dan audit ini dapat juga digunakan untuk menjamin bahwa sebuah bangunan gedung layak fungsi



Audit yang dilakukan terdiri dari



pemeriksaan dan pengujian proteksi pasif, proteksi aktif, sarana jalan keluar (evakuasi) dan manajemen keselamatan kebakaran, jenis audit kebakaran meliputi : • Audit Keandalan Bangunan Gedung • Audit Keandalan Kawasan • Audit Kesiapan Sumber Daya Manusia • Audit Risiko Kebakaran • Audit Bahan yang Disimpan atau Diolah. 4.



PENDEKATAN FIRE SAFETY PLAN Fire Safety Plan dibuat untuk memastikan para pekerja terlindungi dari bencana kebakaran dan bencana lainnya. Hal ini dibutuhkan Halaman



II-4



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



agar seluruh pekerja dan bisnis anda terhindar dari ancaman bencana kebakaran dan bencana lainnya Untuk melihat potensi bencana kebakaran dan bencana lainnya yang mungkin terjadi di tempat kerja atau wilayah kerja maka diperlukan satu fire safety plan yang didalamnya termasuk informasi semua sumber potensi kebakaran. Manfaat dari pendekatan ini agar dapat membuat satu rencana penyelamatan kebakaran (fire safety plan) yang andal, dengan mengidentifikasi semua risiko kebakaran pada suatu bangunan & bangunan sehingga meminimalkan resiko terjadinya kebakaran dan memaksimalkan keselamatan jiwa & harta benda. Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk penyusunan fire safety plan ini



adalah



peraturan



perundangan yang



terkait



misalnya : • Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung • National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait Tahapan Pelaksanaan fire safety plan meliputi : • Pengkajian Dokumen Teknis dan Administratif Bangunan atau Kawasan • Wawancara mengenai pengelolaan bangunan atau kawasan • Penyusunan pola fire safety plan sesuai karakteristik bangunan • Pembuatan laporan dan rekomendasi fire safety plan. 5.



FIRE SAFETY MANAGEMENT Fire



safety



Management



dibuat



untuk



penanganan



masalah



kebakaran secara terpadu baik SDM, SOP, Pelatihan dan Peralatan Proteksi



Kebakaran



yang



ada



pada



bangunan



agar



dapat



dilaksanakan secara terencana. Hal ini dibutuhkan agar seluruh pekerja



dan



bisnis



anda



terhindar



dari



ancaman



bencana



kebakaran dan bencana lainnya. Manfaat



pembuatan



fire



safety



management



agar



dapat



direncanakan pola penanganan ancaman bahaya kebakaran dan bencana lainya yang mungkin terjadi. Pembuatan satu fire safety Halaman



II-5



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



management yang andal, dengan cara mengidentifikasi semua risiko kebakaran pada suatu bangunan & bangunan sehingga meminimalkan resiko terjadinya kebakaran dan memaksimalkan keselamatan jiwa & harta benda. Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk penyusunan fire safety management ini adalah peraturan perundangan yang terkait misalnya : • Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung • National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait Tahapan Pelaksanaan fire safety plan meliputi : • Pengkajian Dokumen Teknis dan Administratif Bangunan atau Kawasan • Wawancara mengenai pengelolaan bangunan atau kawasan • pola fire safety management sesuai karakteristik bangunan • Pembuatan laporan dan rekomendasi fire safety plan. 6.



FIRE SAFETY TRAINING Fire



Safety



Training



merupakan



upaya



untuk



memperoleh



kesiagaan personil yang ada dalam menghadapi ancaman bahaya kebakaran, dalam bentuk keterampilan dan pengetahuan, agar petugas



dan



teknisi



gedung



mampu



melakukan



tindakan



pemadaman awal dan mengetahui apa yang harus dilakukan bila terjadi kebakaran. Manfaat fire safety training adalah : • Mampu



mengoperasikan



peralatan



prasarana



dan



sarana



keselamatan kebakaran (Fire Safety) yang terpasang pada bangunan • Mampu memadamkan api • Mampu melakukan evakuasi penghuni dan dokumen penting Jenis Fire Safety Training meliputi pelatihan : • Pelatihan Petugas Pemadam Kebakaran Gedung, Rumah Sakit & Industri (40 jam) • Pelatihan Pimpinan Pemadam Kebakaran Gedung, Rumah Sakit & Industri (20 jam) Halaman



II-6



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



• Pelatihan Supervisi Proteksi Kebakaran Gedung, Rumah Sakit & Industri (40 jam) • Pelatihan Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung, Rumah Sakit & Industri (40 jam)/number. Tujuan melaksanakan meningkatkan kemampuan para petugas dan teknisi



gedung



dapat



melakukan



pemadaman



awal



dan



mengetahui apa yang harus dilakukan bila terjadi kebakaran. Manfaat



Manfaat



agar



Petugas



dan



teknisi



gedung



dapat



menanggani ancaman bahaya kebakaran sedini mungkin, sehingga dapat meminimalkan resiko kerugiaan material dan korban jiwa pada setiap kejadian kebakaran. Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk fire safety training keselamatan kebakaran ini antara lain peraturan perundangan yang terkait misalnya : • Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung • Peraturan Menteri PU nomor 25/PRT/M/2008, tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran • National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait. 7.



FIRE SAFETY MAINTENANCE Adalah upaya agar kondisi peralatan proteksi kebakaran yang terpasang



selalu



dalam



keadaan



siaga



dalam



menghadapi



ancaman bahaya kebakaran yang mungkin terjadi. Sesuai denga ketentuan NFPA 72 dan NFPA 20 perawatan peralatan proteksi kebakaran harus diperiksa dan di uji secara periodik meliputi: • Maintenance harian, • Maintenance 2 mingguan dan, • Maintenance bulanan. Manfaat Fire Safety Maintenance agar penghuni, harta benda, dan asset yang ada dapat terlindungi dengan baik dan andal, dengan mengidentifikasi semua risiko kebakaran pada suatu bangunan & bangunan sehingga meminimalkan resiko terjadinya kebakaran dan memaksimalkan keselamatan jiwa & harta benda. Halaman



II-7



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk penyusunan fire safety management ini adalah peraturan perundangan yang terkait misalnya : • Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung • National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait • Peraturan



Menteri



PU



nomor



26/PRT/M/2008,



tentang



Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Tahapan Pelaksanaan fire safety plan dilakukan pada bangunan gedung,



rumah



standar/code



sakit



yang



dan



beralku



industri, dengan



yang



mengacu



langkah-langkah



pada



sebagai



berikut : • Melakukan



assigment



awal



terhadap



peralatan



proteksi



kebakaran yang terpasang • Melakukan



pemeriksaan,



pengujian,



dan



penilaian



kondisi



proteksi aktif, pasif dan sarana jalan keluar • Memberikan saran hal-hal yang perlu diperbaikan dan biaya, bila tidak memenuhi persyaratan yang berlaku • Memberikan laporan bulanan, kwartalan dan tahunan. 8.



FIRE MASTER PLAN COMMUNITY (RISPK) RISPK yang dimaksud adalah kegiatan penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran untuk kota, kabupaten dan kawasan (RISPK). Bahwa



semua



pemerintahan



daerah



harus



memberikan



perlindungan yang memadai terhadap ancaman bahaya kebakaran dan bencana lainnya. (public fire protection). Untuk itu perlu disusun acuan pembuatan Rencana Program dan Tindakan yang terintegrasi dalam rangka mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi akibat kebakaran dan bencana, serta antisipasi pencegahan dan penanggulangannya agar dapat mengupayakan penekanan tingkat kerugian akibat ancaman bahaya kebakaran secara efektif dan efisien dan berkelanjutan Halaman



II-8



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Tujuan kegiatan ini agar tersusunnya RISPK di suatu wilayah atau kawasan guna memudahkan instansi terkait yang mengelola Pemadam



Kebakaran



dan



Penanggulangan



Bencana



untuk



melaksanakan program sesuai tugas pokok dan fungsi serta keterpaduan dengan instansi terkait lainnya. Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk penyusunan RISPK adalah : • Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung • Peraturan Menteri PU nomor 25/PRT/M/2008, tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran • Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait • National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait Tahapan Pelaksanaan RISPK meliputi 9 lanfkah : • Komitmen Pemda • Pelibatan Pemangku Kebijakan (stakeholder) • Menetapkan peta dasar yang dipergunakan • Penaksiran resiko kebakaran dan penempatan pos kebakaran • Kajian dan Analisis IPK • Analisis peraturan • Pembiayaan • Pengesahan RISPK • Implementasi dan Monitoring. 9.



FIRE INFORMATIOAN & COMMUNICATION TECHNOLOGY (RISPK) Dalam suatu operasi pemadaman kebakaran dan bencana agar kinerja lebih optimal maka, system informasi dan komunikasi mutlak diperlukan serta terekam dengan baik, yang meliputi manajemen



pengerahan



sumber



daya



dan



standar



operasi



prosedur (SOP) yang handal mutlak diperlukan. Teknologi informasi dan komunikasi kebakaran dan bencana pada kota/ kabupaten/kawasan berwujud Pusat Komando (Command Center),



sedangkan



pada



bangunan



dikenal



sebagai



Ruang



Halaman



II-9



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Pengendali. terhadap



Tujuan



Melaksanakan



pengembangan



Command



Laporan Akhir



perencanaan Centre



menyeluruh



meliputi



aspek



hardware, netware, software dan sumber daya manusianya serta tata kelola dan manajemen yang berbasiskan tekhnologi dan komunikasi. Manfaat agar dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai kodisi kota, kabupaten, kawasan dan bangunan untuk operasi pemadaman dan penyelamatan jiwa yang akan dilakukan. Informasi



yang



kebutuhan



didapat



anggaran



dari



dan



kegiatan



kegiatan



ini



untuk



yaitu



tersedianya



pembuatan



atau



pengembangan Command Center dan Ruang Pengendali dalam bentuk kebutuhan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan data serta sumber daya manusia Peraturan yang dipakai sebagai acuan untuk Teknologi informasi dan komunikasi kebakaran dan bencana ini adalah peraturan perundangan yang terkait misalnya : • Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan peraturan pelaksananya • Peraturan Menteri PU nomor 25/PRT/M/2008, tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran • Peraturan



Menteri



PU



nomor



26/PRT/M/2008,



tentang



Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan • Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berkaitan dengan aspek • National Fire Protection Asociation (NFPA) yang terkait Tahapan Peraturan Teknologi informasi dan komunikasi kebakaran dan bencana meliputi : • Melakukan kajian dan proses bisnis pada sistem yang ada • Melakukan kajian dan analisa menyeluruh terhadap sistem informasi



dan



komunikasi



terkait



dengan



pengembangan



Command Centre atau Ruang Pengendali



Halaman



II-10



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



• Melakukan penyelarasan terhadap aturan dan kebijakan yang menjadi kerangka pengembangan Command Centre terkait dengan sistem informasi dan komunikasi • Menyusun



framework



teknologi



informasi



dan



komunikasi



berdasarkan proses bisnis dan integrasi infrastruktur terkait dengan pengembangan Command Centre dan Ruang Kendali • Menyusun perkiraan alokasi anggaran dan kegiatan • Pembuatan laporan dan rekomendasi.



5.2 METODOLOGI 1. POLA PIKIR PERENCANAAN Pola pikir perencanaan ini pada dasarnya merupakan landasan berpikir perencana sebagai upaya untuk memahami konteks persoalan



secara



landasan



berpikir



utuh



dan



sebagai



menyeluruh



masukan



guna



pada



memberikan



rancang



bangun



pendekatan perencanaan. Ada 7 (tujuh) hal pokok pemikiran sebagai landasan pola pikir, yakni : a. Pemahaman terhadap karakteristik fisik, ruang dan sumber daya lingkungan pendukung. Setiap sistem fisik kehidupan mempunyai karakter-karakter khusus yang unik yang dapat menjadi pendukung maupun kendala



perkembangannya,



sehingga



upaya



untuk



mengembangkan fungsi-fungsi kegiatan harus memandang keberlanjutan daya dukungnya dalam kurun masa datang serta bagaimana memanfaatkannya secara optimal. b. Pemahaman terhadap karakteristik sosial, karakteristik ekonomi,



karakteristik



kemasyarakatan



dan



aspirasinya. Pengembangan suatu kota akan sangat berkaitan dengan bagaimana



rencana



tata



ruang



dapat



mendukung



perikehidupan sosial masyarakat yang beragam.



Halaman



II-11



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



c. Pemahaman terhadap keterkaitan timbal balik antara kinerja aktifitas kota dengan wujud dan perwujudan ruang fisiknya. Dalam hal ini, kinerja aktifitas yang buruk akan mewujudkan kualitas ruang fisik kehidupan yang buruk, atau sebaliknya ruang fisik yang tidak tertata dengan baik akan mewujudkan kinerja aktifitas yang buruk pula. Kondisi ini bersifat kumulatif dan saling memberikan pengaruh negatif serta akan semakin menurunkan



kualitas



kehidupan



lingkungan



fisik,



sosial,



ekonomi di masa yang akan datang. d. Pemahaman mengenai bagaimana mewujudkan ruang fisik yang kondusif untuk menunjang kehidupan kota. Upaya mewujudkan ruang bukan hanya sekedar membuat rencana tata ruang namun terkait upaya perealisasian serta pengarahannya, dan penciptaan faktor intensif (menstimulasi) dan



disinsentif



(mencegah),



agar



elemen,



fungsi



dan



infrastruktur, sistem pelayanan sosial ekonomi perkotaan dapat ada dan tumbuh sesuai dengan harapan.



e. Pemahaman



terhadap



pelaku



dan



aktor-aktor



pembangunan kota dalam mendukung wujud ruang yang diharapkan. Setiap rencana pembangunan termasuk rencana tata ruang akan melibatkan setiap pelakunya sebagai subjek dan harus menjamin adanya mekanisme partisipasi masyarakat, swasta dan



pemerintah



pembangunan.



dalam



Upaya



mendukung



untuk



program-program



mendeseminasikan



serta



mensosialisasikan rencana perlu dilakukan untuk menghindari rencana tata ruang menjadi produk yang tidak dapat/tidak mungkin



direalisasikan



karena



masyarakat



tidak



tahu,



Halaman



II-12



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



menganggap



tidak



perlu



atau



Laporan Akhir



kepentingannya



tidak



terakomodasi atau dianggap merugikan kepentingannya. f. Pemahaman



terhadap



aspek



kelembagaan,



aspek



hukum dan aspek manajemen pembangunan untuk mendukung realisasi wujud ruang yang diharapkan. Upaya untuk menata ruang kota akan tidak terlepas dari persoalan kelembagaan dan manajemen pembangunan yang terkait



dengan



upaya



mengkonsolidasikan



serta



mengintegrasikan berbagai perencanaan yang telah dibuat. Dalam hal lain, upaya mengelola sumber daya dana, tenaga dan waktu juga menjadi faktor mendukung penataan ruang kota. g. Pemahaman



terhadap



regional/konselasi



geografis



aspek



eksternal



perwilayahan



sebagai



faktor pengaruh terhadap eksistensi kota. Perkembangan lingkungan eksternal dapat mempengaruhi eksistensi baik bersifat positif maupun negatif. Pertumbuhan kota



sekitar



yang



pesat



dengan



fungsi



berbeda,



serta



pengaruh perkembangan transportasi regional harus dijadikan landasan makro untuk mengembangkan fungsi mikro/lokal kota secara saling mendukung.



Halaman



II-13



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Halaman



II-14



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Halaman



II-15



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Kerangka Pemikiran Penyusunan RISPK Kota Pagar Alam Bencana Bencana Kebakaran Kebakaran



dapat dapatterjadi terjadisetiap setiapsaat, saat,dimana dimanasaja, saja,kapan kapan saja saja



Dampak Dampak Bencana Bencana Kebakaran: Kebakaran: Kerugian Kerugianharta, harta,korban korbanjiwa, jiwa,imaterial, imaterial, kerusakan kerusakansarana-prasarana sarana-prasarana



Perlu tindakan untuk mengantisipasi dan meminimalisir dampak bencana Penanggulangan bencana kebakaran dapat berupa sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif



Kota Kota Pagar Pagar Alam Alam



Berpotensi/ Berpotensi/sering seringterjadi terjadibencana bencanakebakaran kebakaran



Permen PU No. 25/PRT/M/2008 Permen PU No. 20/PRT/M/2009



Penyusunan Penyusunan Rencana Rencana Induk Induk Sistem Sistem Proteksi Proteksi Kebakaran Kebakaran (RISPK) (RISPK) Kota Kota Pagar Alam Pagar Alam Penentuan Wilayah Manajemen Kota (WMK) Analisis Resiko Bencana Kebakaran Analisis Infrastruktur Perkotaan Analisis Sarana-Prasarana Pemadam Kebakaran Analisis Kelembagaan & Sumber Daya Manusia



RSCK RSCK



(Rencana (RencanaSistem SistemPencengahan Pencengahan Kebakaran) Kebakaran)



1. Analisis Kebutuhan Air Minimum 2. Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran (ARK) 3. Angka Klasifikasi Konstruksi Resiko Kebakaran (AKK)



RSPK RSPK



(Rencana (RencanaSistem SistemPenanggulangan Penanggulangan Kebakaran) Kebakaran)



Peta daerah rawan kebakaran Rencana pemenuhan kebutuhan air kebakaran



Rencana pemenuhan jumlah & lokasi pos pemadam Rencana pengembangan jaringan & jumlah hidran Rencana pengembangan sarana-prasarana pemadam Rencana pengembangan infrastruktur perkotaan Rencana pengembangan lembaga & organisasi Rencana pengembangan SDM dan masyarakat



RISPK Kota Pagar Alam



(Rencana Induk Sistem Penanggulangan Kebakaran)



DED Percontoh an Halaman



II-16



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



2. ASPEK PERENCANAAN Ada 3 (tiga) aspek yang harus pendekatan perencanaan kota, yaitu :



dipertimbangkan



dalam



1. Aspek Strategis 2. Aspek Teknis 3. Aspek Pengelolaan Ketiga aspek tersebut selanjutnya dijabarkan dalam rangka penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam adalah sebagai berikut : A. Aspek Strategis Aspek strategis ini akan menyangkut penentuan fungsi kota, pengembangan kegiatan kota dan pengembangan tata ruang kota. Aspek strategis ini telah dibahas dalam penyusunan RTRW Provinsi Sumatera Selatan dan RTRW Kota Pagar Alam. Adapun dalam Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam merupakan penjabaran dari RTRW Kota Pagar Alam ke dalam RISPK. Penyusunan Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Kota Pagar Alam merupakan upaya untuk menciptakan pembangunan yang bersifat komprehensif. B. Aspek Teknis Aspek teknis ini akan menyangkut upaya mengoptimalkan pengelolaan sistekproteksi kebakaran. Seperti yang telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan maupun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan yang nantinya dapat menjadi pedoman untuk pemberian advis planning, pengaturan bangunan setempat, penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan atau rencana, tata bangunan dan lingkungan, dan pelaksanaan program pembangunan. C. Aspek Pengelolaan



Halaman



II-17



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Aspek pengelolaan akan menyangkut administrasi, keuangan, hukum dan perundangan agar rencana kota dapat dilaksanakan melalui koordinasi, penelitian, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian rencana. Dimana RISPK sebagai pedoman untuk pemberian advis planning, pengaturan pencegahan penanggulngan kebakaran dan bencana, maka kajian-kajian yang akan dilakukan menyangkut beberapa hal, yaitu : 1. Kemampuan aparat dan personalnya, dalam arti kualitas dan kuantitas sumber daya manusianya. 2. Kemampuan pendanaan/keuangan, dalam arti mengkaji sumber-sumber dana untuk pembangunan baik peningkatan PADS maupun sumber dana lainnya. 3. Kemampuan perangkat keras dan lunak dinas/instansi, terutama yang terkait langsung dalam proses dan mekanisme pengaturan pencegahan penanggulngan kebakaran dan bencana. Hal ini penting dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja. 4. Menyusun RISPK yang optimal sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebijakan Pemerintah Daerah, sehingga dapat dijadikan pedoman pengaturan pencegahan penanggulngan kebakaran dan bencana,yang diperkuat dengan kepastian hukum dalam bentuk Perda dan pengesahan dari tingkat yang lebih tinggi. Pada poin 4) dikatakan bahwa dalam penyusunan RISPK harus melibatkan peran serta masyarakat dalam proses penyusunannya. Hal ini dimaksudkan untuk menampung aspirasi masyarakat, agar kepentingannya dapat terakomodasi dalam RISPK Kota Pagar Alam yang akan disusun. Penegasan keterlibatan peran serta masyarakat dalam proses penyusuanan RISPK Kota Pagar Alam.. Dari berbagai praktik peran serta langsung masyarakat dalam perencanaan RISPK terdapat beberapa bentuk yang mungkin dilaksanakan dengan segala keuntungan dan kerugiannya masingmasing, baik yang akan dilaksanakan secara berkelompok maupun perorangan. Berikut ini adalah kemungkinan bentuk penyelenggaraan yang berbentuk kelompok: Halaman



II-18



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



1. Diskusi kelompok kecil: jumlah peserta sedikit, cenderung terarah/terfokus, inklusif dari komunitas yang lebih luas, memerlukan waktu yang sangat panjang (time consuming). 2. Rapat umum: jumlah pemeranserta besar, sulit untuk mengarahkan pada isu-isu tertentu saja, cenderung mengesampingkan sektor-sektor tertentu dari komunitas, artikulasi perorangan dan kelompok-kelompok yang berkepentingan mungkin sangat dominan. 3. Konferensi: pemeranserta adalah kalangan terpilih, teknik pendahuluan yang baik untuk menggambarkan isu-isu yang muncul, boros waktu bagi perencana untuk memberikan respon dan interaksi. 4. Lokakarya: dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, dapat digunakan di setiap proses, menjanjikan keterlibatan dan kontribusi aktif. Bentuk lainnya yang biasa muncul misalnya adalah seminar, yang relatif mirip dengan konferensi. Satu bentuk lain yang agak radikal adalah langsung beramai-ramai terlibat praktik dalam perancangan rencananya di studio, yang tentunya memerlukan studio yang sangat besar. Beberapa bentuk peran serta yang bersifat perorangan misalnya adalah: Wawancara : dapat lebih terwakili. langsung dan personal, akan tetapi boros waktu. Pendapat tertulis atau verbal: komitmen ditunjukkan secara formal, sarana yang baik bagi para kelompok pe-lobby. Jalur khusus (hot line) telepon: lebih luwes dari segi waktu, interaksi langsung. Survey Kuesioner: memberikan data/fakta tertulis, dalam hal tertentu dapat untuk mengukur reaksi masyarakat, akan tetapi interaksi terbatas/kurang. Bentuk lainnya untuk yang perorangan ini misalnya adalah observasi, pameran/display, membuka kantor informasi di lapangan, dan penggunaan media massa. Halaman



II-19



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



So, Hand dan McDowell (1982) mengelompokkan bentuk peran serta ke dalam kelompok besar berdasarkan tujuannya yaitu yang disebut publicity (dalam rangka membangun dukungan masyarakat), public education (dalam rangka diseminasi informasi), public input (dalam rangka mengumpulkan informasi), public interaction (dalam rangka pembangunan komunikasi dua arah), public partnership (dalam rangka mengamankan saran dan consent). 3. KOMPILASI DATA A.Rona Wilayah Kota Pagar Alam Kajian terhadap rona wilayah Kota Pagar Alam adalah dalam rangka untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan pada kawasan tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan lebih lanjut. Rona wilayah Wilayah Kawasan Perkotaan yang akan dikaji mencakup : • Rona fisik dasar dan lingkungan • Rona kegiatan ekonomi • Rona sosial-kependudukan • Rona sarana dan prasarana • Struktur dan pola pemanfaatan ruang. B. Rona Fisik Dasar dan Lingkungan Kajian terhadap rona fisik/lingkungan ini ditujukan untuk mengindentifikasi keadaan fisik dasar dan lingkungan hidup yang akan menjadikan pertimbangan dalam melihat daya dukung kemampuan fisik kawasan. Penelahaan keadaan fisik dasar ini dilakukan dengan mengunakan skala peta Rencana Detail Tata Ruang Kota (1 : 5.000). Cakupan dari penalahaan kedaan fisik dasar antara lain meliputi : 1. Klimatologi 2. Topografi/Kemiringan Lahan 3. Hidrologi • Air tanah Halaman



II-20



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



• Air permukaan 4. Geologi dan Tata Lingkungan • Geomorfologi • Struktur geologi 5. Keadaan Flora dan Fauna. C. Rona Kegiatan Ekonomi Kajian terhadap kegiatan ekonomi akan memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian Kawasan Perkotaan serta bagaimana kebijakan pengembangan kegiatan perekonomian yang diterapkan di Kota Pagaralam pada khususnya. D. Rona Sosial-Kependudukan Identifikasi terhadap masalah sosial-kependudukan yang mencakup perkembangan dan pertumbuhan kependudukan beserta komposisinya. E. Pola Pemanfaatan Ruang Identifikasi pola pemanfaatan ruang adalah untuk menggambarkan distribusi kegiatan dan interaksinya yang berdimensi ruang. Adapun pola pemanfaatan ruang mencakup : •



Pola pusat-pusat permukiman.







Sistem transportasi.







Persebaran kegiatan.



4. ANALISIS DAERAH RAWAN KEBAKARAN Penentuan daerah rawan kebakaran di Kota Pagar Alam dilakukan dengan melakukan kajian terhadap variabel/kriteria yang mempunyai keterkaitan dengan bencana kebakaran, antara lain: a) Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran (ARK)



ARK adalah suatu angka atau nilai yang diberikan kepada suatu bangunan/ kelompok bangunan beserta fungsi/ peruntukannya yang dinilai mempunyai resiko terhadap bahaya kebakaran mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. b) Angka Klasifikasi Konstruksi Resiko Kebakaran (AKK) Halaman



II-21



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Angka Klasifikasi Konstruksi adalah suatu angka atau nilai yang diberikan kepada suatu bangunan/kelompok bangunan berdasarkan kajian terhadap klasifikasi konstruksinya yang dinilai mempunyai resiko terhadap bahaya kebakaran mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. c) Historis Kebakaran



Historis menjelaskan fakta tentang kejadian-kejadian kebakaran yang telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, atau runtutan sejarah kebakaran pada suatu daerah tertentu. Hal ini d) Luas wilayah terbangun



Merupakan perbandingan luas lahan yang tertutup (bangunan dan prasarana serta lainnya seperti : jalan, perparkiran, dll) dalam tiap unit lingkungan dan atau kawasan dengan luas kawasan. e) Kepadatan Penduduk



Kepadatan penduduk menunjukkan perbandingan jumlah penduduk dibagi dengan jumlah luas area/ daerah yang ditinggali penduduk tersebut f) Pos PMK



Jarak layanan Pos PMK mempunyai keterkaitan yang erat dengan response time g) Rasio Jalan



Rasio jalan merupakan ukuran aksesibilitas kawasan berdasarkan pedoman SPM Permukiman, yang membandingkan antara luas jalan yang ada dengan luas wilayah yang dilayani.



h) Pasokan Air



Pasokan air merupakan sumber air baku yang ada di Kota Pagar Alam yang dapat digunakan sebagai bahan pasokan air untuk pemadaman kebakaran. 5. ANGKA KLASIFIKASI RESIKO BAHAYA KEBAKARAN (ARK) Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran, adalah suatu angka atau nilai yang diberikan kepada suatu bangunan/ kelompok Halaman



II-22



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



bangunan beserta fungsi/ peruntukannya yang dinilai mempunyai resiko terhadap bahaya kebakaran mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Angka Resiko Kebakaran dimulai dari nilai 3 (tertinggi) dan nilai 7 (terendah). Bila terdapat lebih dari satu jenis peruntukan dalam sebuah bangunan, maka angka klasifikasi resiko bahaya kebakaran paling banyak yang digunakan untuk mewakili seluruh bangunan, pada bangunan tersebut ditentukan oleh tingkat resiko bahaya kebakaran tertinggi. Data klasifikasi bangunan sesuai dengan data standar. a) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 3



Kawasan dengan angka resiko kebakaran 3 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran yang paling rawan, dimana jumlah dari isi bahan mudah terbakarnya sangat tinggi. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang sangat cepat dan mempunyai nilai pelepasan panas yang tinggi. Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; hangar pesawat terbang, pabrik gandum, pabrik kimia, pemintalan, penyulingan, pabrik/gudang bahan mudah terbakar, penggilingan lemak, gudang padi, penggilingan minyak pelicin, tempat penyimpanan kayu, penyulingan minyak, pabrik/gudang plastik, penggergajian kayu, pemisahan minyak pencuci logam, tempat penimpanan jerami, pabrik pernis dan cat. b) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 4



Kawasan dengan angka resiko kebakaran 4 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran tinggi, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya tinggi. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang cepat dan mempunyai nilai pelepasan panas yang tinggi. Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai Halaman



II-23



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



berikut; kandang kuda, gudang bahan bangunan, pusat perbelanjaan, ruang pamer, auditorium dan bioskop, tempat penyimpanan, terminal pengangkutan, pertokoan, pabrik kertas dan pulp, pemrosesan kertas, pelabuhan, bengkel, pabrik karet, gudang untuk mebel, umum, cat, kertas dan minuman keras, industri kayu. c) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 5



Kawasan dengan angka resiko kebakaran 5 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran sedang, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya sedang dan tinggi tumpukan bahan mudah terbakarnya tidak melebihi 3,7 m. kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang sedang dan mempunyai nilai pelepasan panas yang sedang. Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; tempat hiburan, parkir pangkalan, gudang pendingin, gudang kembang gula, gudang hasil pertanian, ruang pamer dagang, binatu, pabrik penyamakan kulit, perpustakaan (dengan gudang buku yang besar), kios sablon, toko mesin, toko besi, asrama perawat, pabrik farmasi, percetakan, rumah makan, pabrik tali, pabrik gula, pabrik perekat, pabrik tekstil, gudang tembakau, bangunan kosong. d) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 6



Kawasan dengan angka resiko kebakaran 6 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran rendah, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya sedang dan tinggi tupukan bahan mudah terbakarnya tidak melebihi 3,7 m. kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang sedang dan mempunyai nilai pelepasan panas yang sedang. Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; gudang minyak, parkir mobil, pabrik roti, tempat potong rambut, pabrik minuman, ruang boiler, pabrik bir, pabrik bata, pabrik kembang gula, pabrik semen, rumah ibadah, pabrik susu, tempat praktik Halaman



II-24



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



dokter, pabrik elektronik, tungku/dapur, pabrik pakaian bulu hewan, pompa bensin, pabrik gelas, kamar mayat, gedung pemerintah, kantor pos, rumah pemotongan hewan, kantor telepon, pabrik arloji/perhiasan, pabrik anggur. e) Kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran 7



Kawasan dengan angka resiko kebakaran 7 merupakan kawasan dengan resiko bahaya kebakaran rendah, dimana kuantitas dan kandungan bahan mudah terbakarnya rendah. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang rendah dan mempunyai nilai pelepasan panas yang relatif rendah. Kawasan ini ditentukan dengan menilai pola umum penggunaan lahan kawasan yaitu pada jenis penggunaan bangunan sebagai berikut; apartemen, universitas, asrama, perumahan, pos kebakaran, asrama, rumah sakit. 6. ANGKA KLASIFIKASI KONSTRUKSI RESIKO KEBAKARAN (AKK) Angka Klasifikasi Konstruksi adalah suatu angka atau nilai yang diberikan kepada suatu bangunan/kelompok bangunan berdasarkan kajian terhadap klasifikasi konstruksinya yang dinilai mempunyai resiko terhadap bahaya kebakaran mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Angka Klasifikasi Konstruksi dimulai dari nilai 0,5 (tertinggi) dan nilai 1 (terendah). Angka maksimum klasifikasi konstruksi bangunan rumah tinggal adalah 1. Tidak diperkenankan memberikan angka klasifikasi konstruksi terhadap suatu bangunan yang tidak diteliti/dikaji. Dalam hal terdapat beberapa macam tipe konstruksi dalam satu bangunan yang diteliti maka angka klasifikasi ditentukan dari angka klasifikasi konstruksi tertinggi. Jika terdapat bangunan lain dengan luas lebih besar dari 10 m dalam jarak tidak lebih dari 15 M, maka bangunan lain tersebut dipandang sebagai bangunan berdekatan yang mempunyai resiko ancaman kebakaran (exposure hazard) sehingga kebutuhan air untuk kebakaran pada bangunan induk ditentukan dengan perkalian 1,5. a) Resiko Kebakaran Konstruksi Tipe I (Kontruksi Tahan Api) Halaman



II-25



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Bangunan yang dibuat dengan bahan tahan api (Beton, Bata, dan lain-lain dengan bahan logam yang dilindungi) dengan struktur yang sedemikian rupa hingga tahan api, dengan angka klasifikasi 0,5 b) Resiko Kebakaran konstruksi Tipe II (tidak mudah terbakar,



konstruksi kayu berat) Bangunan yang seluruh bagian konstruksinya terdiri dari bahan yang tidak mudah terbakar yang tidak termasuk kedalam bahan tahan api, termasuk bangunan konstruksi kayu dengan dinding bata. Angka klasifikasi konstruksi 0,8. c) Resiko Kebakaran konstruksi Tipe III (Biasa)



Yaitu bangunan dengan dinding luar bata atau bahan tidak mudah terbakar lainnya, sedangkan bagian bangunan lainnya terdiri dari kayu atau bahan mudah terbakar. Memiliki angka angka klasifikasi konstruksi 1,0. d) Resiko Kebakaran konstruksi Tipe IV (kerangka kayu)



Bangunan (kecuali bangunan rumah tinggal) yang strukturnya, saebagian atau keseluruhan, terdiri dari kayu atau bahan mudah terbakar yang tidak tergolong dalam konstruksi biasa (tipe III), dengan angka klasifikasi 1,0. 7. KETERSEDIAAN PASOKAN AIR Pasokan air berperan penting dalam suatu operasi pemadam kebakaran, meskipun kebutuhan pasokan air terpenuhi untuk sebuah WMK harus dipertimbangkan lokasi dari pasokan air. Kemudahan pencapaian dan kedekatan jarak tentunya akan menguntungkan dalam efisiensi pemadaman kebakaran (catatan: api yang bisa dipadamkan dengan bahan air). Kecuali pasokan air tersedia di lokasi kebakaran atau tersambung ke sebuah sistem hidran, maka instansi pemadam kebakaran perlu mengangkut air dari lokasi pasokan ke titik keperluan. Pada praktik operasi pemadaman, seringkali dipergunakan kendaraan khusus pengangkut air (mobil tangki) jika tidak ditemukan sumber air yang bisa dihisap dalam jarak dekat. Analisis ketersediaan pasokan air mempertimbangkan dua faktor utama yaitu: a) Volume Sumber Air Halaman



II-26



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Ketersediaan pasokan air, dalam hal ini volume air yang dibutuhkan suatu kawasan dan ketersediaan air sepanjang tahun/setiap saat dibutuhkan. Berdasarkan hasil Studi Potensi Sumber Air Alternatif Kota Pagar Alam didapakan beberapa lokasi sumber air eksisting dan potensial. b) Laju Pengiriman Air



Laju pengiriman air akan sangat dipengaruhi oleh jarak dan kecepatan mobil pengangkut air dari lokasi kebakaran menuju ke lokasi sumber air dan sebaliknya. Dengan mempertimbangkan jarak antara sumber air dengan lokasi kebakaran. Hal ini sangat penting terutama untuk wilayah seperti Kota Pagar Alam yang masih belum menyediakan sarana hidran kebakaran dalam sistem jaringan air bersihnya (kecuali untuk kawasan khusus lagoi dan kawasan industri lobam). Laju pengiriman air akan mempengaruhi operasi pemadaman kebakaran yang dilakukan. Semakin besar volume bangunan yang terbakar semakin besar pula kebutuhan laju penerapan air. Berdasarkan Pedoman Teknis Manajemen Kebakaran Kementerian PU no.20/2009 menyebutkan penerapan air ditentukan dengan rumus sebagai berikut:



Q=



V A + (T1 + T2) + B



- 10%



Dimana: Q = Kemampuan dalam mengeluarkan air secara terus menerus dan maksimum (liter/menit) V = kapasitas pasokan air oleh kendaraan pemadam dalam liter A



= waktu dalam menit (untuk kendaraan pemasok air) dalam menempuh perjalanan sejarak 61m (200feet) dalam rangka mengisap air dari sumber air ke mobil tangki dan kembali 61m (200 feet) ke titik awal atau lokasi kebakaran



T1 = waktu dalam menit (untuk kendaraan pemasok air) untuk menempuh perjalanan dari lokasi kebakaran ke sumber air, dihitung dengan rumus T1 = 0.65 + x.D1 T2 = waktu dalam menit (untuk kendaraan pemasok air) untuk menempuh perjalanan dari sumber air ke lokasi kebakaran, dihitung dengan rumus T1 = 0.65 + x.D1 Halaman



II-27



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



B



Laporan Akhir



= waktu dalam menit (untuk kendaran pemasok air) mengisi kendaraan kendaraan pemasok air



-10%= jumlah pasokan air dikaitkan yang hilang karena kebooran atau kekurangan dalam proses pengsisian. Dengan menggunakan asumsi perhitungan waktu perjalanan (T) 5 menit atau radius 2,5km, kecepatan kendaraan pengangkut air/ pemadam maksimum 48.3km/jam dan volume tangki air kendaraan pemadam sebesar 5000lt, maka didapatkan: Tabel Laju penerapan air wilayah Kota Pagar Alam N o. 1 2 3 4



Jarak tempuh (km) 0 s/d 2,5 2.5 s/d 5 5 s/d 7,5 >7,5



Waktu tempuh (menit) 5 menit 10 menit 15 menit >15 menit



Laju pengiriman air (liter/menit) 246 s/d 562 193 s/d 245 135 s/d 192 5m) dengan luas wilayah keseluruhan. Dari hasil perhitungan dan analisis terhadap peta jaringan jalan Kota Pagar Alam didapatkan bahwa rata-rata rasio jalan terhadap wilayah hanya mencapai 0.41%, masih dibawah standar minimal yang ditentukan. Tabel Angka Rasio Jalan Kota Pagar Alam N o



Kecama tan



Desa/Kelur ahan



Luas Wilaya h (km2)



panjan g jalan



luas jalan km2



rasio jalan/lua s (%)



(1 )



(2)



(3)



(4)



(5)



(6)



(7=6/4*1 00) Halaman



II-28



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



N o



Kecama tan



Desa/Kelur ahan



Luas Wilaya h (km2)



Laporan Akhir



luas jalan km2



panjan g jalan



rasio jalan/lua s (%)



1 2 3 4 5



9. PENENTUAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN Penentuan



daerah



rawan



kebakaran



dilakukan



dengan



menggunakan metode pembobotan dan skoring terhadap variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Pembobotan menunjukkan besar pengaruh dari variabel tersebut terhadap resiko kebakaran. Selain mempunyai bobot (tingkat pengaruh), masing-masing variabel tersebut juga mempunyai nilai. Penilaian terhadap masing-masing variabel, dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: Tabel 4. 1 Tingkat klasifikasi masing-masing variabel dan penilaiannya VARIAB EL



BOBO T



ARK



15%



TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA Kriteria penentuan nilai ARK sesuai dengan KEPMEN PU no. 11/KPTS/2000. Resiko Kebakaran dimulai dari nilai 3 (tertinggi) dan nilai 7 (terendah). Bila terdapat lebih dari satu jenis peruntukan dalam sebuah bangunan, maka angka klasifikasi resiko bahaya kebakaran paling banyak yang digunakan untuk mewakili seluruh bangunan, pada bangunan tersebut ditentukan oleh tingkat resiko bahaya kebakaran tertinggi. Data klasifikasi bangunan sesuai dengan data standar. Tingkat Klasifikasi untuk variabel ARK adalah sebagai berikut: Nilai 5 = Diberikan untuk kawasan dengan angka resiko bahaya kebakaran yang paling rawan (seperti hangar pesawat terbang, pabrik gandum, pabrik kimia, pemintalan, Halaman



II-29



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



VARIAB EL



BOBO T



Laporan Akhir



TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA penyulingan, pabrik/gudang bahan mudah terbakar, penggilingan lemak, gudang padi, penggilingan minyak pelicin, tempat penyimpanan kayu, penyulingan minyak, pabrik/gudang plastik, penggergajian kayu, pemisahan minyak pencuci logam, tempat penimpanan jerami, pabrik pernis dan cat.). Termasuk dalam katergori ARK III Nilai 4 = Diberikan untuk kawasan dengan resiko bahaya kebakaran tinggi (jenis penggunaan lahan seperti; kandang kuda, gudang bahan bangunan, pusat perbelanjaan, ruang pamer, auditorium dan bioskop, tempat penyimpanan, terminal pengangkutan, pertokoan, pabrik kertas dan pulp, pemrosesan kertas, pelabuhan, bengkel, pabrik karet, gudang untuk mebel, umum, cat, kertas dan minuman keras, industri kayu). Termasuk dalam katergori ARK IV Nilai 3 = Diberikan untuk kawasan dengan resiko bahaya kebakaran sedang (jenis penggunaan lahan sebagai berikut; tempat hiburan, parkir pangkalan, gudang pendingin, gudang kembang gula, gudang hasil pertanian, ruang pamer dagang, binatu, pabrik penyamakan kulit, perpustakaan (dengan gudang buku yang besar), kios sablon, toko mesin, toko besi, asrama perawat, pabrik farmasi, percetakan, rumah makan, pabrik tali, pabrik gula, pabrik perekat, pabrik tekstil, gudang tembakau, bangunan kosong). Termasuk dalam katergori ARK V Nilai 2 = Diberikan untuk kawasan dengan resiko bahaya kebakaran rendah (jenis penggunaan lahan sebagai berikut; gudang minyak, parkir mobil, pabrik roti, tempat potong rambut, pabrik minuman, ruang boiler, pabrik bir, pabrik bata, pabrik kembang gula, pabrik semen, rumah ibadah, pabrik susu, tempat praktik dokter, pabrik elektronik, tungku/dapur, pabrik pakaian bulu hewan, pompa bensin, pabrik gelas, kamar mayat, gedung pemerintah, kantor pos, rumah pemotongan hewan, kantor telepon, pabrik arloji/perhiasan, pabrik anggur). Termasuk dalam katergori ARK VI Nilai 1 = Diberikan untuk kawasan dengan resiko bahaya kebakaran rendah, (jenis penggunaan lahan sebagai berikut; apartemen, universitas, asrama, perumahan, pos kebakaran, asrama paroki, rumah sakit). Termasuk dalam katergori ARK VII



Historis



15%



Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat klasifikasi dan nilai untuk variabel historis adalah dengan mencari rataHalaman



II-30



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



VARIAB EL



BOBO T



Laporan Akhir



TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA rata jumlah kebakaran terbanyak yang pernah terjadi selama 4 tahun kemudian dibagi menjadi 5 tingkat klasifikasi. Berdasarkan catatan kejadian kebakaran Kota Pagar Alam tahun 2006-2010, data kebakaran tiap lokasi diklasifikasikan sebagi berikut:



Rasio Luas kawasa n terbang un



15%







Frekuensi kebakaran sangat tinggi, kejadian kebakaran pada suatu lokasi >10 kejadian/tahun. Diberikan nilai kerawanan 5.







Frekuensi kebakaran tinggi, kejadian kebakaran pada suatu lokasi 7-10 kejadian/tahun. Diberikan nilai kerawanan 4.







Frekuensi kebakaran sedang, kejadian kebakaran pada suatu lokasi 4-6 kejadian/tahun. Diberikan nilai kerawanan 3.







Frekuensi kebakaran rendah, kejadian kebakaran pada suatu lokasi 1-3 kejadian/tahun. Diberikan nilai kerawanan 2.







Frekuensi kebakaran sangat rendah, tidak ada kejadian kebakaran pada suatu lokasi. Diberikan nilai kerawanan 1.



Besaran luas terbangun suatu kawasan akan mempengaruhi kebutuhan proteksi terhadap kebakaran. Klasifikasi rasio kawasan terbangun dengan luas wilayah merupakan “Perbandingan luas lahan yang tertutup (bangunan dan prasarana serta lainnya seperti : jalan, perparkiran, dll) dengan luas wilayah keseluruhan (land coverage)”. Tingkat klasifikasi rasio luas terbangun adalah sebagai berikut: •



Kawasan dengan kepadatan sangat tinggi (lebih besar dari 75%);







Kawasan dengan kepadatan tinggi (60% - 75%);







Kawasan dengan kepadatan menengah (45 % - 60%);







Kawasan dengan kepadatan rendah (30% - 45 %);







Kawasan dengan kepadatan sangat rendah (30%).



Berdasarkan tingkat klasifikasi tersebut, maka penilaian tingkat kepadatan bangunan di Kota Bireuen adalah sebagai berikut: Nilai 5= Sangat Padat; yaitu kawasan dengan kepadatan sangat tinggi (lebih besar dari 75%); Nilai 4= Padat; yaitu kawasan dengan kepadatan tinggi (60% 75%); Nilai 3 = Sedang; yaitu kawasan dengan kepadatan menengah (45 % - 60%); Nilai 2 = Rendah; yaitu kawasan dengan kepadatan rendah Halaman



II-31



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



VARIAB EL



BOBO T



Laporan Akhir



TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA (30% - 45 %); Nilai 1 = Sangat Rendah; yaitu kawasan dengan kepadatan sangat rendah (30%).



Kepadat an Pendud uk



5%



Persyaratan dan kriteria untuk menentukan nilai dari kepadatan penduduk adalah berdasarkan SNI 03-1733-1989 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Persyaratan dan kriteria tersebut adalah: Klasifikasi Kawasan



Tingkat Kepadatan Rendah



Sedang



Tinggi



Sangat Tinggi



∑ Penduduk



< 150 jiwa/ ha



151 – 200 jiwa/ ha



200 – 400 jiwa/ ha



> 400 jiwa/ ha



Berdasarkan tabel tersebut, maka tingkat klasifikasi dan penilaian untuk kepadatan penduduk adalah: Nilai 5 = Rendah, diberikan apabila kepadatan penduduk < 150 jiwa/ ha Nilai 4 = Sedang, diberikan apabila kepadatan penduduk 151 – 200 jiwa/ ha Nilai 3 = Tinggi, diberikan apabila kepadatan penduduk 200 – 400 jiwa/ ha Nilai 2 = Sangat Padat, diberikan apabila kepadatan penduduk > 400 jiwa/ ha Jangkau an Pos PMK (Respon Time)



20%



Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2009 menyebutkan bahwa pos pemadam kebakaran memiliki jarak layanan pos : 2,5 km, sehingga penanggulangan kebakaran di wilayah yang mempunyai pos pemadam kebakaran cenderung lebih cepat (< 15 menit) dibandingkan wilayah yang berada di luar jangkauan wilayah tersebut. Dengan membagi kawasan berdasarkan waktu perjalanan tiap 5 menit, penilaian jangkauan Pos Pemadam Kebakaran adalah sebagai berikut: Nilai 5 = Diberikan untuk wilayah yang berada diiluar radius pelayanan pos pemadam kebakaran (2.5km) hingga perjalanan lebih dari 15 menit atau diluar radius 15km dan dikategorikan sebagai unprotected area Nilai 4 = Diberikan untuk wilayah yang berada diiluar radius pelayanan pos pemadam kebakaran (2.5km) dengan waktu perjalanan antara 10 hingga 15 menit atau dalam radius 10-15km Nilai 3 = Diberikan untuk wilayah yang berada diiluar radius pelayanan pos pemadam kebakaran (2.5km) dengan waktu perjalanan antara 5 hingga 10 menit atau dalam radius 4.6-10km Nilai 2 = Diberikan untuk wilayah yang berada diiluar radius Halaman



II-32



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



VARIAB EL



BOBO T



Laporan Akhir



TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA pelayanan pos pemadam kebakaran (2.5km) dengan waktu perjalanan antara hingga 5 menit atau dalam radius 2.5-4.6km Nilai 1 = Diberikan untuk wilayah yang berada didalam radius pelayanan pos pemadam kebakaran terdekat antara 0-2.5km



Rasio jalan terhada p luas kawasa n



15



Penilaian tingkat kerwanan berdasarkan aspek prasarana jalan didasarkan pada kebutuhan minimal suatu wilayah terhadap pelayanan jalan. Dengan menggunakan Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan Dan Permukiman Dan Pekerjaan Umum (Kepmen PU no.534/2001), rasio luas jalan perkotaan (lebar lebih dari 5m) terhadap luas wilayah minimal adalah 5%. Penilaian aspek prasarana jalan adalah sebagai berikut: Nilai 5 = Rasio jalan sangat rendah. Yaitu luas jalan perkotaan tidak melebihi angka 1% terhadap luas wilayah yang dilayani. Nilai 4 = Rasio jalan rendah. Yaitu luas jalan perkotaan antara 1 s/d 2% terhadap luas wilayah yang dilayani. Nilai 3 = Rasio jalan rendah. Yaitu luas jalan perkotaan antara 2 s/d 3% terhadap luas wilayah yang dilayani. Nilai 2 = Rasio jalan rendah. Yaitu luas jalan perkotaan antara 3 s/d 5% terhadap luas wilayah yang dilayani. Nilai 1 = Rasio jalan rendah. Yaitu luas jalan perkotaan >5% terhadap luas wilayah yang dilayani.



Pasokan Air



15



Kriteria untuk menentukan nilai pasokan air untuk pemadaman kebakaran di Kota Pagar Alam adalah faktor lokasi (kedekatan) dan faktor kapasitas (jumlah debit). Untuk sementara ini UPT Pemadam Kebakaran Kota Pagar Alam tidak pernah menggunakan air yang berasal dari PDAM. Penilaian aspek pasokan air didasarkan pada penghitungan delivery rate mobil pengangkut air dengan kapasitas 5000lt yang dimiliki oleh pemkab Bireuen. Atau menggunakan rasio jarak tiap 2.5km yang merupakan radius pelayanan pos.Tingkat Klasifikasi dan nilai untuk pasokan air adalah sebagai berikut: Nilai 5 = diberikan kepada kawasan yang berada diluar jarak 10km dari sumber air Nilai 4 = diberikan kepada kawasan yang berada pada jarak 7.5 s/d 10km dari sumber air Nilai 3 = diberikan kepada kawasan yang berada pada jarak 5 s/d 7.5 km dari sumber air Nilai 2 = diberikan kepada kawasan yang berada pada jarak 2.5 Halaman



II-33



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



VARIAB EL



BOBO T



Laporan Akhir



TINGKAT KLASIFIKASI DAN PENILAIANNYA s/d 5 km dari sumber air Nilai 1 = diberikan kepada kawasan yang berada pada jarak 0 s/d 2.5 km dari sumber air



Sumber: Hasil analisis Untuk menentukan daerah yang memiliki potensi kebakaran paling



tinggi, digunakan metode skoring dengan menggunakan



beberapa variabel yang berpengaruh terhadap variabel-variabel kebakaran baik potensi penyebab bencana kebakaran, maupun pencegahan dan penanggulangannya. Dari hasil perkalian nilai aspek dengan bobot maka didapatkan peringkat kerawanan kawasan, dalam hal ini akan dibagi dalam lima peringkat sebagai berikut. •



Wilayah dengan nilai 1,00 s/d 1,80 dikategorikan sebagai wilayah yang aman







Wilayah dengan nilai 1,81 s/d 2,60 dikategorikan sebagai wilayah yang agak aman







Wilayah dengan nilai 2,61 s/d 3,40 dikategorikan sebagai wilayah agak rawan







Wilayah dengan nilai 3,41 s/d 4,20 dikategorikan sebagai wilayah rawan







Wilayah dengan nilai 4,21 s/d 5,00 dikategorikan sebagai wilayah sangat rawan.



Dari hasil penilaian kerwanan bahaya kebakaran diatas dapat disimpulkan bahwa nilai tertinggi untuk kerwanan wilayah Kota Pagar Alam paling tinggi mencapai 3.55 poin dengan kategori rawan yakni kijang kota dan tanjung uban selatan.. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Klasifikasi Kerawanan Kebakaran Kota Pagar Alam No



Klasifikasi



Wilayah Halaman



II-34



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



1



Kategori Aman



2



Kategori Agak Aman



3



Kategori Agak Rawan



4



Kategori Rawan



5



Kategori Sangat Rawan



Laporan Akhir



10.PENENTUAN WILAYAH MANAJEMEN KEBAKARAN (WMK) Setiap kota dapat mempunyai lebih dari satu Wilayah Manajemen Kebakaran



(WMK),



tergantung



kepada



persyaratan



waktu



tanggap, ketersediaan air dan kondisi lingkungannya. a) WMK dibentuk oleh pengelompokan hunian yang memiliki



kesamaan kebutuhan proteksi kebakaran dalam batas wilayah yang ditentukan secara alamiah maupun buatan. Selanjutnya dibuat suatu sistem pemberitahuan kebakaran kota untuk menjamin respon yang tepat terhadap berbagai masalah yang mungkin terjadi dalam setiap WMK. b) Wilayah manajemen kebakaran ditentukan pula oleh ”waktu



tanggap“ dari pos pemadam kebakaran yang terdekat. Apabila pemberitahuan kebakaran mengalami perubahan dan pos-pos pemadam kebakaran harus memberikan respon terhadap pemberitahuan aksesibilitas,



tersebut maka



dikaitkan



dengan



jarak



atau



perencanaan



wilayah



manajemen



kebakaranpun harus disesuaikan dengan perubahan tersebut. c) Daerah layanan dalam setiap WMK tidak melebihi dari radius



7,5 km. Di luar daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah yang tidak terlindungi (unprotected area). Daerah yang sudah terbangun harus mendapat perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km dari sektor. Halaman



II-35



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



d) Berdasarkan unsur-unsur di atas, selanjutnya dibuat peta



jangkauan layanan penanggulangan kebakaran secara rinci yang menunjukkan lokasi dari setiap pos pemadam di dalam wilayah



tersebut,



dengan



memperhatikan



juga



kondisi



geografis, jalan yang melingkar, sungai, bukit-bukit dan batas fisik



lainnya



mempengaruhi



jangkauan



layanan



proteksi



kebakaran. 11.KEBUTUHAN PRASARANA DAN SARANA PROTEKSI KEBAKARAN (PER WMK) Prasarana Penanggulangan Bahaya Kebakaran a. Pasokan Air Analisis



estimasi



kebutuhan



air



ditentukan



berdasarkan



Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia. No



20/2009tentang



petunjuk



teknis



Manejemen



Penanggulangan Kebakaran Kota. a) perencanaan sistem proteksi kebakaran di perkotaan di



dasarkan kepada penentuan Wilayah Manejemen Kebakaran (WMK). b) perencanaan



harus



dimulai



dengan



evaluasi



terhadap



tingkat resiko kebakaran dalam suatu WMK oleh instansi kebakaran setempat c)



unsur utama yang penting dalam dalam perencanaan ini adalah



penentuan



penyediaan



air



untuk



pemadam



kebakaran di setiap WMK. Penentuan kebutuhan air didasarkan pada pendekatan tingkat resiko kebakaran di WMK. Kebutuhan air untuk pemadam kebakaran ini terkait dengan faktor penting antara lain resiko kebakaran dan klasifikasi konstruksi. Jumlah kebutuhan air minimum tersebut akan dihitung dengan rumus : Pasokan Air



V



X AKK x FB Halaman



II-36



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Total =



Laporan Akhir



ARK



dimana: V



=



Volume total bangunan dalam (m3)



ARK



=



Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran



AKK



=



Angka Klasifikasi Konstruksi Resiko Kebakaran



FB



=



Faktor Bahaya dari bangunan yang



berdekatan b. Bahan pemadam bukan air Bahan pemadam bukan air dapat berupa ”foam“ atau bahan kimia lain. Penggunaan bahan pemadam bukan air harus disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan potensi bahaya kebakaran dan harus memenuhi ketentuan dan standar yang berlaku termasuk aman terhadap lingkungan. c. Aksesibilitas Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran harus dapat dijangkau oleh peralatan pemadam kebakaran setempat, harus menetapkan batas pembebanan maksimum yang aman dari jalan, belokan, jalan penghubung, jembatan serta menetapkan jalur masuk ke lokasi sumber air pada berbagai kondisi alam. Setiap jalur masuk harus dikonstruksi sesuai dengan ketentuan dan standar yang berlaku. d. Bangunan Pemadam Kebakaran.



12.POS PEMADAM KEBAKARAN (PPK) a) Bangunan



Pos



untuk



Pemadam



Kebakaran



minimal



membutuhkan lahan 200 m2 dan meliputi kebutuhan ruang untuk : Ruang siaga untuk 2 regu (1 regu = 6 orang), Ruang administrasi, Ruang tunggu, Halaman



II-37



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker), Gudang peralatan, yang mampu menampung garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, Tandon air 12.000 liter, Halaman untuk latihan rutin. Untuk mengantisipasi perkembangan penggunaan lahan di kota Batam perlu dikembangkan pos pemadam kebakaran pada lokasi-lokasi strategis. Untuk kebutuhan dimasa mendatang diperlukan sejumlah 24 pos pemadam di kota batam. Untuk lebih



jelasnya



mengenai



lokasi



kebutuhan



pos



pemdam



(SPK);



minimal



kebakaran dapat dilihat pada Peta 5.8. Bangunan



sektor



pemadam



kebakaran



membutuhkan lahan 400 m2 dan meliputi kebutuhan ruang untuk : Ruang siaga untuk 4 regu, Ruang administrasi, Ruang tunggu, Ruang rapat, Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker), Gudang peralatan dan bahan pemadam kebakaran yang mampu menampung garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil tangga 17 meter, 2 mobil tangga > 30 meter, 2 mobil rescue/ambulans, 1 mobil pemadam khusus, 1 mobil alat bantu pernafasan, 2 perahu karet, Tandon air 24.000 liter, Halaman tempat latihan rutin. Bangunan sektor pemdam kebakaran diperlukan sebagai pos yang membawahi beberapa wilayah pemdaman dengan sarana yang



lebih



lengkap,



dimaksudkan



untuk



memudahkan



pencapaian pada lokasi yang membutuhkan sarana khusus (mobil tangga, rescue dll). Namun karena batasan tertentu Halaman



II-38



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



dapat



juga



dirangkap



oleh



bangunan



Laporan Akhir



pos



WMK



dengan



dukungan peralatan yang memadai. Bangunan



Wilayah



Pemadam



Kebakaran



(WPK);



minimal



membutuhkan lahan 1.600 m2 dan meliputi kebutuhan ruang untuk: Ruang siaga untuk 4 regu, Ruang administrasi, Ruang tunggu, Ruang rapat, Ruang komando, Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker), Gudang



peralatan



dan



bahan



pemadam



yang



mampu



menampung garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil tangga



17



m,



3



mobil



tangga



>



30



m,



2



mobil



rescue/ambulans, 2 mobil pemadam khusus, 2 mobil alat bantu pernafasan, 2 perahu karet. Tandon air 24.000 liter, Halaman tempat latihan rutin. Bangunan perbengkelan ; bangunan perbengkelan diberlakukan bila jumlah mobil telah mencapai 20 unit mobil pemadam kebakaran. Kemampuan



bengkel



disesuaikan



dengan



kebutuhan.



Bengkel



diperlukan agar kondisi kendaraan pemadam kebakaran sebagai alat yang vital untuk memadamkan kebakaran selalu dalam kondisi siap untuk digunakan. Bangunan Asrama ; Seperti diketahui bahwa petugas pemadam kebakaran harus selalu siaga setiap saat dan bekerja dengan pola: tugas, lepas/libur dan cadangan. Bila diperlukan petugas pemadam kebakaran harus siap untuk bekerja, walaupun dalam keadaan lepas atau libur. Untuk mobilitas secara cepat, diperlukan asrama untuk petugas di sekitar kompleks pemadam kebakaran. Kemampuan asrama disesuaikan dengan kebutuhan. Halaman



II-39



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Bangunan Pendidikan dan Latihan ; Untuk mendapatkan tenaga yang terampil di lapangan secara operasional diharuskan mengikuti pendidikan dan latihan berkesinambungan. Prasarana Diklat yang berupa bangunan, dapat dibangun untuk tingkat propinsi, atau gabungan beberapa propinsi maupun tingkat nasional. Komunikasi Pusat alarm kebakaran ; Untuk bangunan vital dan yang beresiko



tinggi



memiliki



Pusat



terhadap Alarm



ancaman



Kebakaran



kebakaran



yang



sebaiknya



terhubung



secara



langsung ke Kantor Wilayah Pemadam Kebakaran. Telepon darurat kebakaran ; Setiap kota perlu menyediakan nomor telepon khusus untuk pelayanan pemadam kebakaran dan bencana. Hingga saat ini, belum ada line atau saluran telepon khusus bagi masyarakat yang melaporkan adanya kebakaran ke dinas pemadam kebakaran. Masyarakat harus menghubungi nomor



telepon



genggam



yang



disediakan



oleh



Badan



Kesbanglinmas. Hal ini terbukti efektif untuk memperlancar arus komunikasi antara pelapor dengan pos pemadam. Namun telepon genggam juga memiliki banyak kelemahan karena tergantung



oleh



sinyal



yang



dipancarkan



oleh



penyedia



jaringan. Karena itu perlu adanya line khusus atau sambungan telepon langsung ke Dinas Pemadam Kebakaran sehingga kebakaran lebih cepat diantisipasi dan diatasi. 13.SARANA PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN Sarana



penanggulangan



operasional



lapangan,



kebakaran peralatan



terdiri teknik



atas



kendaraan



operasional



dan



kelengkapan perorangan. Kendaraan operasional lapangan antara lain:  Mobil



pompa



pengangkut



air



dan



foam



berikut



kelengkapannya, seperti selang, kopling dan nozzle,  Mobil tangki berikut kelengkapannya, Halaman



II-40



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



 Mobil tangga,  Snorkel,  Mobil BA,  Mobil komando,  Mobil rescue,  Mobil ambulans,  Perahu karet,  Mobil pendobrak (Bridge squad),  Mobil angkut pasukan pemadam kebakaran, Peralatan teknik operasional antara lain:  Peralatan pendobrak antara lain: kapak, gergaji, dongkrak, linggis, spreader;  Peralatan pemadam, antara lain: pompa jinjing (portable pump) dan kelengkapannya;  Peralatan ventilasi, antara lain: blower jinjing (portable blower) dan kelengkapannya;  Peralatan penyelamat (rescue), antara lain: sliding roll, davy escape, fire blanket, alat pernafasan buatan, usungan. Kelengkapan perorangan, antara lain:  Pakaian dan sepatu tahan panas,  Topi (helm tahan api),  Alat pernafasan buatan jinjing (self contained breathing apparatus),  Peralatan Komunikasi perorangan (HT). Peralatan-peralatan dan kelengkapan



tersebut



diatas, harus



sesuai dengan ketentuan dan standar yang berlaku.



Halaman



II-41



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



14.ANALISIS KELEMBAGAAN DAN SDM Fungsi utama manajemen Instansi Pemadam Kebakaran (IPK ) meliputi pencegahan kebakaran, komando lapangan, physical resources, personal dan pelatihan. Penetapan tujuan suatu organisasi merupakan unsur utama dalam membina efektivitas manajemen tidak terkecuali didalam Instansi sendiri. Tujuan IPK secara umum dan tradisional mencakup: a) Mencegah timbulnya kebakaran b) Mencegah



korban



jiwa



dan



kerusakan



harta-benda



saat



kebakaran terjadi c) Membatasi penyebaran kebakaran d) Memadamkan kebakaran



Beberapa fungsi berikut menjadi relevan untuk dilaksanakan, yakni: a) Kemampuan menghadapi keadaan darurat yang disebabkan



oleh adanya benda-benda berbahaya (hazardous materials) b) Layanan medis saat emergency dan rescue c) Perencanaan menghadapi bencana seperti banjir, gempa bumi,



tanah longsor, dan sebagainya KepMen PU No. 11/KPTS/2000, telah menjelaskan mengenai ketentuan teknis manajemen dan jumlah kebutuhan personil untuk penanggulangan kebakaran di perkotaan. Tersirat bahwa hirarki organisasi pemadam kebakaran kota/kabupaten, yang dimulai dari tingkat bawah yaitu pos, sektor, sampai ke wilayah. Pada analisis penentuan wilayah manajemen kebakaran ini, dirancang bahwa kota dapat dilayani berdasarkan: a) Wilayah Manajemen Kebakaran b) Sektor Pemadam Kebakaran c) Pos Pemadam Kebakaran.



Dimana untuk setiap tingkatan hirarki pelayanan ini dibutuhkan Halaman



II-42



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



tenaga



teknis



fungsional



pencegahan



Laporan Akhir



dan



tenaga



teknis



fungsional pemadaman, yang dibentuk dalam satuan regu dan setiap regu terdiri dari 6 (enam) personil. d) Pada tingkatan wilayah, diperlukan terdapat 4 (empat) regu,



terbagi 2 (dua) regu tenaga teknis fungsional pencegahan dan 2 (dua) regu tenaga teknis fungsional pemadaman. e) Pada tingkatan sektor, diperlukan terdapat 4 (empat) regu,



terbagi 1 (satu) regu tenaga teknis fungsional pencegahan dan 3 (tiga) regu tenaga teknis fungsional pemadaman. f) Pada tingkatan pos, diperlukan terdapat 2 (dua) regu tenaga



teknis fungsional pemadaman. Sehingga pencegahan



dibutuhkan



dan



tenaga



personil teknis



tenaga



fungsional



teknis



fungsional



pemadam



secara



keseluruhan dapat dihitung sebagai berikut : Tabel 2. 1 Perhitungan Jumlah Personil Tenaga Teknis Fungsional Pencegahan dan Personil Tenaga Teknis Fungsional Pemadaman Pada Tingkat Wilayah, Sektor, dan pos Teknis Fungsio nal Pencegah an Pemadam an Jumlah Personil



Tingkatan Hirarki Wilayah



Sektor



Pos



Re gu 2



Satu an 1



Perso nil 6



Juml ah 12



Re gu 1



Satu an 4



Perso nil 6



Juml ah 24



Re gu



2



1



6



12



3



4



6



72



2



24



Satu an



Perso nil



Juml ah



36 21



6



96



252



336



252



372



15.PERAN SERTA MASYARAKAT a. Peningkatan Peran Serta Masyarakat



Terdapat masyarakat



persepsi dan



negatif



dalam



kurangnya



sosialisasi



Juml ah Total



pemikiran/persepsi untuk



peningkatan



kesadaran tentang kebakaran b. Adanya perspesi bahwa bencana/ kejadian kebakaran adalah



“nasib”; Halaman



II-43



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



Sebagian masyarakat menganggap bahwa musibah kebakaran adalah



nasib/



mencegah



ketentuan



terjadinya



takdir,



kebakaran



sehingga atau



usaha



untuk



upaya-upaya



dan



tindakan untuk menghindari bencana kebakaran sangat minim. Sosialisasi tentang bahaya kebakaran dan upaya pencegahan masih kurang. Sosialisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memegang peranan penting dalam sistem penanggulangan kebakaran tentang pentingnya kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa kebakaran seringkali terjadi karena human errors, bisa berupa kebiasaan atau kegiatan masyarakat yang salah (tidak baik) bisa menyebabkan kebakaran, masih sangat kurang dan belum menjangkau seluruh masyarakat Pembinaan



masyarakat



dalam



meningkatkan



kesadaran



terhadap pentingnya upaya-upaya terhadap pencegahan dan penanggulangan kebakaran termasuk apresiasi terhadap setiap tindakan pengamanan terhadap bahaya kebakaran adalah salah satu bagian utama dari tugas dan fungsi Dinas Kebakaran. Agar upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran berhasil, maka



salah



satu



langkah



penting



adalah



melibatkan



masyarakat dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Bilamana seluruh warga kota memiliki safety minded ness yang tinggi serta berperan aktif dalam setiap usaha pencegahan dan penaggulangan kebakaran, maka ada jaminan bahwa kota tersebut relatif aman dan dengan demikian beban kerja Instansi Pemadam Kebakarandapat menjadi lebih terbantu Beberapa



Instansi



Bandung,



dan



Pemadam



Surabaya



Kebakaran



memiliki



Sub



seperti Dinas



Jakarta,



atau



seksi



tersendiri yang mengurusi masalah ini. Di dinas kebakaran DKI Jakarta disebut Sub dinas peran serta masyarakat (PERTAMAS), sedangkan di Kota Bandung ditangani oleh seksi penyuluhan. Untuk Kota Pagar Alam, menurut hasil wawancara diketahui Halaman



II-44



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



bahwa untuk sampai sekarang ini peran serta masyarakat dalam penanggulangan kebakaran sangat besar, tetapi belum ada lembaga atau badan dalam lingkungan kantor kebakaran yang menangani masalah peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Secara umum sub dinas atau seksi mempunyai fungsi sebagai berikut: a) Menyelenggarakan penyuluhan dan penerangan b) Meningkatkan ketrampilan masyarakat di bidang pencegahan



dan penanggulangan kebakaran c) Pembinaan SATLAKAR (Satuan Sukarelawan Kebakaran) dan



Masyarakat d) Menangani urusan dokumentasi penyelenggaraan pameran



dan perpustakaan e) Membina hubungan baik dengan pihak luar



Strategi yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan sebagai realisasi fungsi tersebut diatas adalah dapat dilakukan dengan a) Bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan, sekolah-



sekolah,



masyarakat



wilayah



pertemuan-pertemuan



tertentu



dan



menyelenggarakan



dengan



organisasi



masyarakat b) Memanfaatkan media elektronik seperti Sinetron, Film, Video,



Presentasi, Drama, Wawancara Radio dan Talk-Show di TV, dalam upaya mengajarkan/ menyiarkan kepada pemirsa tentang bahaya kebakaran c) Penyuluhan lewat media cetak seperti stiker, leaflet, brosur,



dan pamlet d) Menggunakan media Bill Board yang memuat antara lain:



 Telepon dinas kebakaran  Pesan singkat cara pencegahan kebakaran  Pesan singkat cara penanggulangan kebakaran  Pesan singkat cara penyelamatan jiwa pada kebakaran. Halaman



II-45



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



16.SISTEM KETAHANAN KEBAKARAN LINGKUNGAN  SKKL Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang proteksi kebakaran maka perlu dibentuk sistem ketahanan kebakaran lingkungan (SKKL) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) SKKL



Merupakan



model



tentang



pendayagunaan



seluruh



potensi masyarakat secara sukarela dan bersifat mandiri dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran; b) Model SKKL terdiri dari: satuan organisasi satlakar, forum



(dewan)



keselamatan



kebakaran,



sarana



prasarana



dan



program latihan. c) Sarana-prasarana dan program pelatihan untuk lingkungan



padat hunian difasilitasi dan dibiayai oleh pemerintah daerah, selanjutnya diharapkan dapat dibiayai sendiri oleh masyarakat.  Satlakar a) Satlakar merupakan organisasi sosial berbasis pada masyarakat



yang bersifat nirlaba yang secara sukarela berpartisipasi mewujudkan keamanan lingkungan dari bahaya kebakaran dan bencana lainnya. b) Merupakan mitra kerja Instansi Pemadam Kebakaran (IPK)



dalam upaya mengatasi kebakaran dan bencana lain di lingkungannya; c) Wadah yang dibentuk dari, oleh dan untuk warga masyarakat



yang berbasis pada lingkungan RW; d) Pembentukan organisasi Satlakar sepenuhnya atas inisiatif



masyarakat yang dalam pelaksanaannya dapat difasilitasi pemerintah daerah; e) Fasilitas yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah terdiri



dari : Halaman



II-46



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



 Prasarana : Pos Jaga dengan luas bangunan minimal 30 m2, tandon air minimal 40 m3,  Sarana : APAR, Pompa Jinjing, Slang kebakaran 1.5” minimal 200m,  Diklat Kepala Satlakar, 100 jam,  Diklat anggota Satlakar, 40 jam,  Latihan pemadaman



dan



penyelamatan



minimal



3



kali



setahun,  Membantu penyusunan SOP. f)



Khusus



Rumah



Susun



Sederhana



“Sewa”



(RUSUNAWA)



pengembang wajib menyediakan pos kebakaran, mobil pompa, mobil



tangga,



tandon



air



minimal



100



m3



dan



sistem



peringatan dini yang terpusat pada pos kebakaran; g) Satlakar terdiri dari anggota Satlakar RW, Satlakar Rumah



Susun



Sederhana



serta



Satlakar



Pasar



Tradisional



yang



dipimpin oleh salah satu Ketua Satlakar yang dipilih di antara mereka; Satlakar RW, Satlakar Rumah Susun Sederhana serta Satlakar Pasar Tradisional harus disediakan 4 sampai dengan 6 regu Satlakar yang tiap regunya minimal 5 (lima) orang dan tersedia pula sarana prasarana pemadaman kebakaran; h) Untuk kawasan estat dan atau kawasan tertentu pembentukan



Satlakar menjadi tanggung jawab pengelola. i) Dalam



melakukan tugas pokoknya Satlakar melaksanakan



fungsi-fungsi sebagai berikut:  Melaksanakan program-program yang disusun oleh Forum Komunikasi Keselamatan Kebakaran Tingkat Kecamatan;  Melakukan koordinasi dengan Lurah, Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) dan Seksi Sektor Dinas Pemadam Kebakaran;



Halaman



II-47



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



 Membantu



Instansi



melaksanakan



Pemadam



penyuluhan



Laporan Akhir



Kebakaran



pencegahan



dalam



kebakaran



dan



keselamatan bencana lain;  Membantu



Instansi



Pemadam



Kebakaran



dalam



upaya



melakukan pemadaman awal pada saat terjadi kebakaran di lingkungannya;  Membantu



Instansi



melakukan



Pemadam



pertolongan



awal



Kebakaran korban



dalam



bencana



upaya lain



di



lingkungannya;  Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam menyiapkan laporan kebakaran di lingkungannya.  Forum (Dewan) Keselamatan Kebakaran a) Pembentukan



organisasi Forum “Komunikasi” Keselamatan



Kebakaran sepenuhnya atas inisiatif masyarakat dan dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah. b) Pembentukan



organisasi Forum “Komunikasi” Keselamatan



Kebakaran sepenuhnya atas inisiatif masyarakat dan dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah. c) Pembentukan Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran



dilakukan



secara



berjejang



berdasarkan



tugasnya,



dikelompokkan menjadi : Forum



“Komunikasi”



Keselamatan



Kebakaran



Tingkat



Kecamatan; Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran Tingkat Kota /Provinsi. d) Bentuk organisasi Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran



ditentukan sendiri oleh para anggota. e) Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran sebagai mana



dimaksud



ayat



(1)



terdiri



dari



sekurang-kurangnya



diselenggarakan oleh seorang Ketua, seorang Sekretaris dan Halaman



II-48



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



sejumlah anggota. f) Berjenjang berdasarkan tugasnya, dikelompokkan menjadi :



 Forum



“Komunikasi”



Keselamatan



Kebakaran



Tingkat



Keselamatan



Kebakaran



Tingkat



Kecamatan;  Forum



“Komunikasi”



Kota/Propinsi. g) Bentuk organisasi Forum “Komunikasi” Keselamatan Kebakaran



ditentukan sendiri oleh para anggota h) Dalam



melaksanakan tugas pokoknya, Forum Komunikasi



Keselamatan Kebakaran melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:  Melakukan



koordinasi



kebijakan



dengan



DPRD



dan



Walikota/Gubernur.  Mengusulkan alternatif kebijakan kepada Gubernur dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran kota Jakarta.  Melakukan



survey-survey



dalam



hal-hal



yang



berkaitan



dengan masalah kebakaran.  Menggalang partisipasi aktif masyarakat, khususnya dari golongan mampu, dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran di kota Jakarta.  Menggalang memfasilitasi



sumber



daya



dalam



kegiatan-kegiatan



masyarakat Forum



untuk



Komunikasi



Keselamatan Kebakaran dan kegiatan-kegiatan Satlakar.  Memfasilitasi Satlakar dalam menyusun program kegiatan tahunan;  Mengevaluasi dan memonitor program kegiatan Satlakar. i) Dalam hal belum dapat dipenuhinya persyaratan-persyaratan



seperti yang disebutkan pada butir-butir diatas merujuk pada tingkat kebutuhan di kabupaten/kota maka dapat ditetapkan secara tersendiri oleh kepala daerah dengan tetap menerapkan standarisasi dan program sertifikasi.



Halaman



II-49



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



17.MASYARAKAT PROFESI DAN FORUM KOMUNIKASI Masyarakat profesi adalah orang perorangan dan atau badan yang mempunyai profesi terkait, dalam hal ini yang berhubungan dengan disiplin pencegahan dan penanggulangan kebakaran sedangkan forum komunikasi adalah forum yang terdiri dari anggota yang berasal dari asosiasi profesi dan tokoh masyarakat. Peran masyarakat profesi dan forum komunikasi: a) Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran



perlu mengikutsertakan pihak swasta, dalam hal ini masyarakat profesi dan/ atau forum komunikasi b) Konstribusi masyarakat profesi yang dalam bentuk tenaga



bantuan, sumber daya, pemikiran, dan/ pengawasan yang diberikan oleh masyarakat profesi atau forum komunikasi c) Memberikan saran teknis terutama untuk lingkungan hunian



padat, dimana hasil kajiaannya menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan saran dan prasarana lingkungan Pemerintah wajib mendorong, memberikan fasilitas keberadaan peran



serta



masyarakat



profesi



dalam



mengontrol



dan



mengendalikan hal teknis yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan



kebakaran



terutama



mengenai



persamaan



persepsi dalam strategi, taktis dan tugas-tugas pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. 18.POLA KEMITRAAN Pola



kemitraan



antara



Pemerintah,



pemerintah



daerah,



Masyarakat Profesi, Perguruan Tinggi dan institusi lain serta pihak swasta dapat dilakukan dalam kegiatan antara lain :  Perolehan Data dan Informasi Dalam rangka memperoleh data dan informasi mengenai daya tahan



bahan



bangunan



dan



konstruksi



terhadap



bahaya



kebakaran, Pemerintah (Departemen Pekerjaan Umum) dapat meminta bantuan dari masyarakat profesi, perguruan tinggi dan Halaman



II-50



Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam



Laporan Akhir



instansi daerah yang bersangkutan.  Inspeksi Inspeksi bangunan gedung yang berisiko kebakaran dilakukan oleh pihak pemilik/pengelola bangunan gedung atau oleh konsultan pengkaji teknis di bidang proteksi kebakaran. Hasil



inspeksi



menjadi



bagian



tidak



terpisahkan



dari



penerbitan Sertifikat Laik Fungsi untuk bangunan gedung dari pemerintah daerah.  Sistem Tanda Bahaya Kebakaran Kota Sistem



Tanda



Bahaya



Kebakaran



Kota



adalah



sistem



pemberitahuan bahaya kebakaran dengan menggunakan alat yang secara otomatis atau manual berhubungan langsung dengan Instansi Pemadam Kebakaran. Pemilik atau Pengelola bangunan gedung umum, vital dan berisiko kebakaran tinggi harus memasang/menggunakan peralatan yang dapat bekerja otomatis berhubungan dengan Instansi Pemadam Kebakaran atau bentuk mekanisme.



Halaman



II-51