Bab 6 Kelompok 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Agama Islam Di susun oleh : ALFIN (D101118103222) MUHAMMAD YAUMUL FADHIL MAULANA (D1011181114) DIMAS PANDU HIDAYATULLAH (D1011181012)



TEKNIK SIPIL KELAS A



1. Lakukan kajian dengan membandingkan dua corak Islam tersebut! Coba Anda identifikasi ciri masing-masing dan sebutkan implikasinya terhadap kehidupan beragama (Islam)! Dalam konteks keindonesiaan bagaimana Islam harus diartikulasikan? Komunikasikan sikap Anda kepada dosen untuk memperoleh penajaman! Jawab: Dalam studi agama dikenal istilah high tradition (tradisi besar) dan low tradition (tradisi kecil). Yang pertama, agama diformulasikan dalam bentuk teks atau naskah keagamaan. Di sana termuat teks kitab suci berikut pemikiran-pemikiran keagamaan. Jika kita andaikan agama di sini adalah Islam, maka yang dimaksud dengan high tradition ialah



teks-teks keislaman seperti al-Qur’an, al-hadits, dan buah pikir yang terlahir dari perenungan atas ke dua teks tersebut; apakah ia kitab tafsir, syarah, fiqih, filsafat, tasawuf, atau ushuluddin. Kedua adalah low tradition. Adapun yang dimaksud dengan istilah ini adalah praktik keberagamaan yang dilakukan oleh umat muslim di seluruh dunia. Bagaimana umat muslim mengaplikasikan agamanya, tentu beragam coraknya. Dari itu muncullah istilah Islam dalam berbagai kekhasan tradisinya. Ada Islam Jawa, Islam Banjar, Islam Sumatera, Islam Sulawesi, dan Islam Indonesia jika yang dimaksud Islam dalam konteks bangsa. Islam dalam makna high tradition biasanya bersifat normatif, ideal. Selalu dikaitkan dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim. Apabila Islam dalam aspek ini berbicara tetang kepemimpinan, maka yang dituntut bagi seorang calon pemimpin adalah sifat-sifat yang melekat pada nabi Muhammad, yaitu: shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tablig (transparansi), dan fathanah (cerdas dalam bidangnya). Jika berbicara tetang seorang muslim sejati, maka setidaknya muslim itu harus mengamalkan rukun Islam dengan mempersaksikan dirinya untuk taat kepada Allah dan rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa, dan berhaji. Berbeda dengan high tradition, ketika ajaran-ajaran yang normatif atau yang seharusnya itu dipraktikkan dalam laku keseharian seorang muslim (low tradition), kemungkinan adanya penambahan cukup besar. Kita contohkan saja dalam melaksanakan shalat tarawih di bulan ramadhan. Dalam tradisi orang banjar, ketika dipastikan besok hari jatuh satu ramadhan, maka masyarakat, baik pria, wanita, dan anak-anak berbondongbondong ke langgar atau masjid terdekat. Setelah shalat isya dan shalat tarawih, ada langgar yang biasa melaksanakan selamatan dengan upacara doa dan makan-makan. Doa yang dibaca biasa berisi permohonan agar diberi kekuatan dalam melaksanakan puasa dan shalat tarawih sepanjang ramadhan. Tidak perlu jauh-jauh untuk membedakan, jika memperhatikan amalan shalat tarawih yang dilakukan oleh dua organisasi keagamaan yang ada di Banjarmasin, yaitu Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, akan terlihat masing-masing memiliki tradisi yang berlainan. NU terkesan sangat meriah dengan suara yang bersahut-sahutan, sedang Muhammadiyah terkesan sunyi dari suara-suara seperti itu di dalam melaksanakan shalat tarawih. Itu adalah satu contoh dalam memaknai ajaran Islam, belum lagi jika ditambahkan bagaimana tradisi yang menyertai masyarakat Banjar dalam menterjemahkan ajaran-ajaran Islam seperti kelahiran, sunatan, perkawinan, kematian, membangun rumah, medirikan mesjid, penghormatan kepada alim ulama, ziarah kubur, dan lain-lain. Begitu banyak low tradition yang dapat digali dari aktivitas turun-temurun seperti itu. Masalah yang muncul kadang, praktik yang mentradisi seperti itu dipandang sebagai amalan bid’ah oleh sebagian ulama. Akibatnya muncullah ketegangan. Yang satu merasa nyaman dengan model keberagamaannya, yang lain merasa gerah karena meyakininya sebagai perbuatan yang menyimpang dari ajaran sebenarnya.



Begitulah, Islam dalam aspek high tradition dan low tradition kadang sulit disejajarkan. Orang punya pikiran berbeda-beda, sehingga semakin kaya dalam memaknai ajaran yang bersifat normatif atau seharusnya. Yang terbaik menurut saya adalah mencoba untuk mengendalikan diri dan berlapang dada dalam menghadapi perbedaan, mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait, dan mendahulukan tindakan yang masuk akal. Wallahu a’lam. 2. Anda harus memulai dengan memahami secara baik dua istilah ini: āyāt-āyāt muḫkamāt. dan āyāt-āyāt mutasyābihāt. Lakukan eksplorasi mengenai kedua istilah tersebut! Tampilkan peta yang menunjukkan identifikasi perbedaan keduanya dan implikasinya amaliah keagamaan yang mungkin dapat berkembang dari keduanya! Lalu bagaimana sikapmu? Jawab: Muhkamat dan Mutasyabihat Selain dibawa kepada pemahaman makna, yang perlu diketahui yaitu dalam al-Qur’an ada ayat yang sifatnya muhkamat, yaitu pasti dan mutasyabihat, yang samar-samar. Di antara ayat-ayat mutasyabihat diantaranya berkaitan dengan sifat-sifat Allah. Apabila ayat-ayat tersebut diartikan secara literal, akan menimbulkan pengertian bahwa Allah memiliki sifat kekurangan dan menyerupai makhluk-Nya. Contoh ayat mutasyabihat seperti ayat, “Tuhan yang Maha Pemurah, ber-istiwa’ di atas ‘Arsy”. (Thaha[20]: 5). Dalam ayat lain Allah berfirman,” Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (al-Baqarah[2]: 115). Demikian pula dengan ayat, Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menuju kepada Tuhanku, dan dia akan memberi petunjuk kepadaku”. (al-Shaffat [37]: 99). Nabi Ibrahim dalam ayat tersebut mengatakan akan pergi ke Palestina. Dari ketiga ayat di atas terkesan keberadaan Allah ada di tiga tempat. Ayat pertama menyimpulkan, Allah ada di Arsy. Ayat kedua Allah ada di berbagai arah di muka bumi. Dan ayat terakhir menyimpulkan Allah ada di Palestina. Ayat-ayat tersebut menurut para ulama bersifat mutasyabihat sehingga maknanya tidak boleh diartikan secara literal. Sebab jika diartikan secara literal akan menimbulkan pengertian yang paradoks. Padahal terjadinya pertentangan dalam al-Qur’an itu tidak mungkin. Karenanya, harus meninggalkan maksud literal ayat-ayat mutasyabihat tersebut, dan mengembalikan pemahamannya kepada ayat yang muhkamat. Dalam hal ini ayat yang muhkamat yaitu firman Allah yang artinya:”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.” (al-Syura[42]: 11). Berangkat dari ayat yang muhkamat ini, maka akan dapat disimpulkan bahwa Allah itu ada tanpa tempat dan tanpa arah, karena tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Kesimpulan Apabila ditemukan nash-nash yang terkesan bertentangan, tidak boleh menyalahkan nash. Salahkan diri sendiri akibat kurangnya ilmu dan pemahaman, atau dangkalnya penelitian



dan pembahasan. Kita harus ber-husnudhdhan (berbaik sangka) pada nash, dan bersu’udhdhan(berburuk sangka) pada diri sendiri. Dalam salah satu cabang ilmu Al-Qur’an diketemukan cabang pembahasan tentang hal itu, yaitu dalam pembahasan Ta’arudl Al-Qur’an. Para ulama ketika membahas ilmu tersebut dibingkai semangat untuk menggabungkan makna ayat sehingga bisa dipahami tanpa mempertentangkan antara satu dengan yang lainnya. Hanya orang-orang yang tidak paham atau mengikuti hawa nafsunya yang menggunakan metode mempertentangkan antara satu nash dengan nash lainnya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk membawa nash yang mutasyaabih (samar) kepada nash yang muhkam (jelas).* 3. Anda harus menelusuri lebih lanjut argumen para ulama dan cendekiawan muslim terkait dengan historisitas wahyu AlQuran! Rujuklah referensi karya ulama dan cendekiawan terkemuka! Komunikasikan dengan dosen dan teman-teman Anda! Jawab: Al-Qur’an merupakan sumber dan pedoman utama bagi umat Islam yang diyakini sebagai wahyu Allah yang turun kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Al-Qur’an mempunyai hubungan erat dengan kehidupan Nabi dan masyarakat Arab pada masa awal, sehingga tidak mengherankan ketika ungkapan-ungkapan yang dinarasikan Al-Qur’an mengandung nilai sastra tinggi. Dalam pandangan Imam Jalaluddin As-Suyuti, penggunaan kalimat-kalimat yang indah dan ungkapanungkapan yang penuh dengan sastra itu adalah bentuk mu’jizat Al-Qur’an sebagai respons dari peradaban Arab pada masa Arab yang penuh dengan nilai sastra. Meskipun diturunkan di daerah Arab dan berinteraksi dengan budaya Arab, bukan berarti AlQur’an menjadi bagian dari budaya Arab. Hal tersebut disebabkan orisinalitas dan otentisitas AlQur’an dijaga langsung oleh Allah, sebagaimana firman-Nya dalam Surat al-Hijr 9, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” Imam Ibnu Jarir at-Thabari dalam tafsirnya menafsirkan bahwa ayat tersebut menjelaskan kesucian Al-Qur’an dari penambahan dan pengurangan atas ayat yang ada di dalamnya, serta ayat Al-Qur’an tidak akan mengandung kebatilan. Yang demikian menandakan bahwa turunnya Al-Qur’an selalu dijaga dan terpelihara dari sifat-sifat negatif. Berkaitan dengan otentisitas Al-Qur’an, muncul pertanyaan penting: bagaimana proses turunnya wahyu Al-Qur’an? Perihal transformasi wahyu menjadi objek kajian menarik yang banyak dilakukan oleh ulama. Secara tegas mereka menjelaskan makna wahyu dalam artian umum dan pengertian wahyu dalam konteks Al-Qur’an diturunkan pada Nabi Muhammad. Imam Zarqani dalam karyanya Manahil Irfan fi Ulum Al-Qur’an menjelaskan bahwa ada empat karakter makna wahyu yang terdapat dalam Al-Qur’an. Pertama, wahyu mempunyai makna ilham yang bersifat fitri. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Qashash ayat 7: Artinya: “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul’.” Kedua, kata wahyu dalam Al-Qur’an berkaitan dengan naluri pada binatang, seperti dalam QS an-Nahl 68-69:



Artinya: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia’.” Ketiga, kata wahyu mempunyai arti bisikan jahat, baik bersumber dari setan, jin, maupun manusia. Surat al-An’am ayat 112 menyatakan: Artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” Keempat, kata wahyu yang bermakna memberikan isyarat, tanda dan simbol yang terdapat dalam Surat al-Maryam ayat 11: Artinya “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang”. Adapun wahyu yang diturunkan pada Nabi Muhammad mempunyai beberapa model atau cara, tetapi secara umum para ulama berpendapat bahwa proses turunnya wahyu pada Nabi melalui dua cara. Pertama adalah al-inzâl, yakni proses turunnya Al-Qur’an yang diyakini berasal dari lauhul mahfudh ke langit dunia. Kedua adalah at-tanzîl, yakni proses turunnya Al-Qur’an yang dilakukan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Proses turunnya Al-Qur’an ini sekaligus menggambarkan tentang keasliannya yang tidak dapat dipalsukan, karena dikuatkan dengan hadits Nabi yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas, “Allah menurunkan Al-Quran sekaligus ke langit dunia, tempat turunnya secara berangsur-angsur. Lalu, Dia menurunkannya kepada Rasul-Nya ‫ ﷺ‬bagian demi bagian.” Konsep yang pertama (al-inzâl) merupakan proses di luar nalar karena tidak memerlukan dimensi waktu, tetapi pada konsep yang kedua Nabi harus menerima dengan beragam kondisi karena faktor manusiawi, semisal kedinginan atau terasa seperti bunyi lonceng. Tidak semua orang dapat menangkap eksistensi wahyu Al-Qur’an kecuali Nabi Muhammad. Menurut ulama ada tiga kategori proses turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad. Pertama dengan cara ilham. Cara ini adalah salah satu pengalaman Nabi ketika dalam keadaan terjaga maupun tidur seperti hadits Nabi yang diriwayatkan Aisyah, “Pertama kali Rasulullah menerima wahyu adalah dalam mimpi yang benar pada waktu tidur. Beliau tidak melihat mimpi itu, kecuali datang seperti cahaya subuh.” Adapun model kedua adalah secara langsung, dan hal ini hanya sekali ketika Nabi mi’raj, di mana Nabi menerima perintah langsung tanpa perantara malaikat Jibril. Dan, cara ketiga—yang sering Nabi terima— adalah melalui perantara malaikat Jibril. Jibril menyampaikan wahyu Allah berupa makna (“ide”), kemudian Nabi mengungkapkan sendiri sendiri lafadhnya. Dan ada pula yang makna dan redaksinya langsung datang dari malaikat Jibril. Meskipun demikian hal ini tidak mengurangi sedikitpun keaslian atau otentisitas wahyu Al-Qur’an yang diterima oleh Nabi Muhammad, karena secara tegas Al-Qur’an memberikan argumentasi bahwa Al-Qur’an telah tertanam dalam hati Nabi, sebagaimana QS as-Syu’ara ayat 192-195. Artinya: “Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.”



4. Bangunlah sebuah analisis-kritis atas substansi yang terkandung dalam teks di atas! Mengapa multitafsir pembacaan dan pemahaman manusia dapat terjadi?



Apa implikasi yang dapat muncul dan berkembang dari keadaan tersebut? Komunikasikan dan diskusikan dengan temanteman Anda! Jawab: Sebagai umat muslim, kita harus membaca Al-Quran karena Al-Quran sebagai pedoman hidup atau penuntun kita ke arah yang benar. Tetapi fenomena sekarang yang ada adalah, masih banyak yang mengejar khatamnya Al-Quran tanpa mengerti atau memahami isi dari Al-Quran. Menurut saya, aneh saja jika khatam berkali-kali tetapi tidak mengerti isi AlQuran, lebih baik belum khatam Al-Quran sama sekali tetapi mengerti sedikit demi sedikit maksud dari ayat-ayat Al-Quran. Seperti yang kita tahu bahwam orang Indonesia memang kurang dapat memahami bahasa atau tulisan Arab, kecuali terdapat terjemahannya. Bagaimana bisa kita selalu membaca AlQuran yang sebagai pedoman hidup kita tetapi kita tidak mengerti sedikitpun maksud atau isi dari Al-Quran tersebut? Karena kita tahu juga bahwa Al-Quran berisikan tentang kelahiran, pernikahan, perceraian, jual beli, bencana alam, surga, neraka, hingga banyak hal lainnya. Ibaratnya, Al-Quran adalah lampu penerang bagi manusia yang berjalan di kegelapan. Tanpa memahami Al-Quran, orang bagai berjalan di dalam gelap. Meraba-raba dan bisa salah arah, bahkan jatuh terjerembab. Al-Quran adalah petunjuk, jadi harus dipakai dan dipahami betul. Sejatinya dalam Al-Quran pun ada ayat yang menegaskan bahwa manusia harus memahami isi kitab suci umat muslim itu. Seperti yang kita tahu bahwa Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Lalu apakah hanya sampai di membaca saja? Tanpa perlu dipahami? Tentu perlu adanya pemahaman terhadapi isi ayat-ayat Al-Quran. Memang tidak sebentar atau tidak mudah untuk mempelajarinya namun Allah telah berjanji “bila kita disibukan oleh mempelajari Alquran, Allah akan memberikan sebelum hambanya meminta” Jadi kita memang harus mempelajari bahasa Al-Quran, yaitu bahasa Arab. Karena teks itu sendiri sudah berasal dari lauhil mahfuz. Jika kita hanya membaca terjemahannya, bisa beda pengertian atau multi tafsir. Salah penafsiran dan kekeliruan pemahaman akibat hanya bersandar pada Al-Qur’an terjemahan, kesalahan penafsiran ini bisa terjadi akibat kelemahan kosakata bahasa Indonesia atau bahasa yg lainnya. Apa salahnya kita mempelajari bahasa lain, yaitu bahasa Arab. Dengan mempelajari bahasa Arab kita dapat mengenal budaya mereka, pengetahuan mereka, dan untungnya dapat memahami isi ayatayat Al-Quran. 5. Sejak lama, ekspesi keberagamaan umat islam di Indonesia memiliki banyak corak. Kita mengenal



beberapa



istilah



misalnya



tradisional,



konservatif,



modernis,



moderatis,



fundamentalis, liberal, skriptualis, subtantif, dan sebagainya, sebagai penanda adanya pelbagai variasi corak ekspresi keberagamaan di tengah umat islam umumnya, dan umat Islam Indonesia khususnya.Coba anda telusuri tipolog-tipologi di atas, kemudian berikan deskripsi yang detil tentang karakteristik masing-masing tipologi tersebut. Komunikasikan dengan (teman, dosen, ustadz, imam masjid) agar memperoleh pengayaan!



Islam Tradisional : Kata tradisi berasal dari bahasa Inggris “tradition” yang artinya tradisi. Sedangkan kata tradisi dalam kamus bahasa Indonesia adalah segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, dan ajaran yang turun temurun dari leluhur. Dalam bahasa Arab kata tradisi merupakan salah satu makna dari kata “sunnah” selain makna norma, aturan, dan kebiasaan. Sedangkan kata “sunnah” mempunyai arti segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi diangkat menjadi rasul atau sesudahnya. Sedangkan kata “sunnah” mempunyai arti segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi diangkat menjadi rasul atau sesudahnya. Konservatif : konservatif adalah upaya mempertahankan atau melestarikan tradisi lama (kuno), sekaligus membatasi perubahan-perubahan. Perubahan yang dimaksud disini bisa berasal dari perubahan globalisasi, teknologi informasi, maupun perubahan perilaku atau gaya hidup. Sedangkan menurut pengertian Cambridge Dictionary, konservatif (adj) berarti "Against Change", yang berarti menolak atau anti terhadap perubahan. Agama Islam juga sangat konservatif (Extremely Conservative), dimana muslim diajarkan untuk selalu berpegang teguh pada Al-Qur'an, termasuk tidak boleh merubah-rubah ayatnya seiring perkembangan zaman (tidak seperti yang disuarakan kelompok Islam Liberal bahwa ayat-ayat Al-Qur'an harus disesuaikan dengan perkembangan zaman), dan seorang muslim tidak boleh terpengaruh dengan pandangan liberal, hedonis, komsumtif, serta perilaku modernis, yang dibawa oleh arus globalisme. Modernis : Kata moderins yang berada di belakang kata Islam, berasal dari bahasa Inggris “modernistic” yang berarti model baru. Selanjutnya dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai yang terbaru atau mutakhir. Dalam Islam, modernisasi berarti upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbaharui atau mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, tetapi merubah atau memperbaharui hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Hadits.



Moderat : Moderat dalam islam adalah seorang muslim yang tidak memperlakukan agama mereka laksana monumen yang beku, namun memperlakukannya lebih ke dalam suatu kerangka iman yang aktif dan dinamis. Sehingga seorang muslim moderat akan sangat menghargai berbagai macam pencapaian yang diperoleh dari sesame muslim di masa lalu, namun mereka juga hidup di zaman sekarang. Fundamentalis : Kata “fundamentalis” berasal dari bahasa Inggris yang berarti pokok, asas, fundamental. Sedangkan kata pokok atau asas dalam bahasa Indonesia berarti dasar, alas, pondamen, atau sesuatu yang menjadi pokok dasar atas tumpuan berfikir (berpendapat) dan sebagainya serta cita-cita yang menjadi dasar. Jika pengertian kebebasan dari dua kata tersebut disatukan, yakni Islam Fundamentalis, maka pengertiannya adalah Islam yang dalam pemahaman dan praktiknya bertumpu kepada hal-hal yang asasi. Dengan demikian secara harfiah semua orang Islam yang percaya kepada Rukun Iman yang enam dan menjalankan Rukun Islam yang lima dapat disebut sebagai Islam Fundamentalis, karena apa yang disebut ajaran fundamental dalam Islam tercakup dalam Rukun Iman dan Rukun Islam itu. Liberal : Istilah Islam Liberal disusun dari dua buah kata, yaitu Islam dan liberal. Islam maksudnya adalah agama Islam, yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad saw. Dan Liberal yang artinya adalah kebebasan.



Setelah dua kata ini disusun, kata liberal berfungsi sebagai keterangan terhadap Islam, sehingga bisa secara singkat bisa dikatakan islam yang liberal atau bebas. Gerakan Islam liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya tujuannya adalah untuk untuk membebaskan (liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan. Sayangnya, gerakan ini menjadi liar dan benar-benar liberal, hingga mereka pun hendak melepaskan diri dari nashnash al-Qur’an dan sunnah. Kalaupun mereka masih mengutip Qur’an dan hadis, mereka adakan penafsiran liberal sedemikian rupa hingga memenuhi selera mereka Skriptualis :



Skripturalisme adalah penafsiran yang hendak mencerabut nash, baik ayat Quran maupun hadits, dari konteksnya. Istilah lainnya penafsiran yang literal, leterlek, harfiyah, dlsb. Skripturalisme ini bahaya, sebab jika diterapkan ke setiap nash, maka Quran bisa kacau, bahkan bertentangan satu sama lain. Quran bukan “konstitusi” yang dibuat dengan model pasal per pasal. Quran itu jumblemumble: bahasan dan temanya loncat-loncat. Sedikit bicara hukum. Kebanyakan tentang kisah. Ayat yang bicara hukum hanya sekitar duaratusan—ini boleh jadi berarti bahwa Quran hendak mengajari pembacanya untuk lebih banyak memahami, ketimbang menghakimi. 6. Tunjukkan sikap akademik Anda! Apakah anda atau tidak setuju dengan uraian teks diatas? Atau mungkin anda memiliki cara pandang sendiri dengan memberikan tawaran mengenai cara dan menunjukan kebenaran islam dalam konteks historisitas masyarakat yang plural seperti di Indonesia! Setuju dengan teks di atas karena kesesuaian dan ketepatan dalam ekspresi beragamana ditentukan oleh konteks budaya , geografis, dan historis.



7. Menjad seorang muslim tidak berarti harus kehilangan idenetitas sebagai orang Indonesia. Identitas keislaman dan keindonesiaan hendaknya dapat menyatu dengan karakter yang utuh dalam diri kita. Coba tanyakan kepada teman anda bagaimana karakter seorang muslim? Dan bagaimana pula karakter orang Indonesia? Tanyakan lebih lanjut, bagaimana formula perpaduan karakter muslim yang Indonesia dan Indonesia yang muslim?



a. bertakwa kepada Allah. dengan sebenar-benarnya takwa (haqqa tuqatih). Tilawah dengan sebenar-benar tilawah (haqqa tilawatih). Berjihad dengan sebenar-benar jihad (haqqa jihadih). Hal ini diperlukan karena takwa merupakan kunci kemudahan seseorang, sehingga bagi Muslim yang sejati akan terus memperkukuhnya dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, setiap jumat kita selalu mendapat wasiat dari para khotib untuk terus meningkatkan takwa. Manakala takwa telah berhasil diperkukuhnya dalam hidup ini, niscaya seorang Muslim selalu siap menghadapi kematian dalam keadaaan tunduk serta patuh kepada Allah. Keadaan inilah yang



memang diharapkan Allah Subhanahu Wata’ala ada kita sebagaimana terdapat dalam firmanNya, َّ ْ‫ ََ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا‬١٠٢ َ‫أَنتُم ُّم ۡس ِل ُمون‬ ‫ٱَّللَ َح َّق ت ُ َقاتِِۦه َو ََل ت َ ُموت ُ َّن ِإ ََّل و‬ “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS: AliImran:102). َٰٓ َٰٓ َ‫ب يَ ۡتلُونَ ۥهُ َح َّق ِت ََل َوتِ ِ َٰٓۦه أ ُ ْولَئِكَ ي ُۡؤ ِمنُون‬ َ َ ‫ ٱلَّذِينَ َءات َۡينَ ُه ُم ۡٱل ِكت‬١٢١ َ‫بِ ِۗۦه َو َمن َي ۡكفُ ۡر بِِۦه فَأ ُ ْولَئِكَ ُه ُم ۡٱل َخس ُِرون‬ “Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS: Ali Imran: 121) ‫س َّمى ُك ُم ۡٱل ُم ۡس ِل ِمينَ ِمن قَ ۡب ُل‬ َ ‫ه َُو‬ َّ ۡ ‫ٱلزكَوةَ َو‬ َّ ِ‫َص ُمواْ ب‬ ‫ٱَّللِ ه َُو‬ ِ ‫ٱعت‬



‫ِيم‬ ِ ‫َعلَ ۡي ُك ۡم ِفي ٱلد‬ َ ۚ ‫ِين ِم ۡن َح َر ۚج ِملَّةَ أَ ِبي ُك ۡم ِإ ۡب َره‬ ْ‫صلَوة َ َو َءات ُوا‬ ُ ۚ ِ َّ‫ش َهدَآَٰ َء َعلَى ٱلن‬ َّ ‫اس فَأَقِي ُمواْ ٱل‬



ۡ ‫ٱَّللِ َح َّق ِج َها ِدۦۚ ِه ه َُو‬ َّ ‫َو َج ِهد ُواْ ِفي‬ ‫ٱجت َ َبى ُك ۡم َو َما َج َع َل‬ ْ‫ش ِهيدًا َعلَ ۡي ُك ۡم َوتَ ُكونُوا‬ َ ‫سو ُل‬ ُ ‫ٱلر‬ َّ َ‫َوفِي َهذَا ِليَ ُكون‬



٧٨ ‫ير‬ ُ ‫ص‬ ِ َّ‫َم ۡولَى ُك ۡۖۡم فَ ِنعۡ َم ۡٱل َم ۡولَى َونِعۡ َم ٱلن‬ “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah Subhanahu Wata’alaSubhanahu Wata’aladengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” [QS: Ali Imran: 78] Takwa sebagaimana dalam pengertian yang telah disepakati oleh para ulama adalah, “Takwa”: melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wata’ala dan meninggalkan larangan-Nya baik dalam keadaan sunyi maupun ramai.” Merujuk pendapat Ibnu Abas, takwa adalah Alloh selalu ditauhidkan dan tidak disekutukan, Allah Subhanahu Wata’ala disyukuri nikmat-Nya dan tidak diingkarinya, Nama Allah selalu diingat dan tidak dilupakan sesibuk apapun dan bagaimanapun, Allah selalu didekati dan tidak dijauhi.



b. selalu berusaha untuk masuk kedalam islam secara kaffah, menyeluruh, atau total. Hal ini berarti bahwa Muslim yang sejati itu tidak hanya menyesuaikan diri dalam suatu aspek, tetapi seluruh aspek kehidupannya akan terus diusahakan sesuai dengan ajaran islam. Oleh karena itu, dalam berbagai aspek kehidupan, dia tidak akan menempuh cara-cara yang tidak islami. Dia tidak akan memenuhi keingan-keinginan setan. Apa yang dipenuhinya adalah keinginan Allah. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, ُ ‫َ ََ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ٱ ۡد ُخلُواْ فِي ٱلس ِۡل ِم َكآَٰفَّ ٗة َو ََل تَت َّ ِبعُواْ ُخ‬٢٠٨ ‫ين‬ َ ‫ش ۡي‬ َّ ‫ت ٱل‬ ّٞ ِ‫ُّو ُّمب‬ٞ ‫ط ۚ ِن إِنَّ ۥهُ لَ ُك ۡم َعد‬ ‫طو‬ ِ “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah:208). Kenyataan di dalam masyarakat kita yang mayoritas Muslim menunjukkan bahwa ketaatan berpandangan dan berperilaku yang islami umumnya belum terealisasi dengan baik. Misalnya dalam beribadah ritual sesuai dengan syariat Islam, tetapi dalam beribadah social menceraikan keterlibatan Allah Subhanahu Wata’ala. Demikian pula dalam aspek social, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, absen dari bimbingan, arahan, dan petunjuk Allah. Sehingga, dalam bermuamalah, cenderung menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan jangka pendek (al ghoyatu tubarrirul wasail). Tidak ada pertemanan abadi, yang abadi adalah kepentingan. Ketika sepi, memerlukan Allah, ketika dalam keramaian meninggalkan Allah.



8. tugas anda adalah merancang sebuah peta konseptual yang menggambarkan identifikasi pelbagai sikap muslim dalam menghadapi pelbagai persoalan kontemporer. Dari rancangan tersebut anda dipersilakan menunjukan sikap ideal seorang mahasiswa muslim yang dapat ditawarkan sebagai resolusi konflik! Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah1 dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al-Nahl [16]: 125)



Kebangkitan suatu peradaban manusia dimanapun tempatnya dan kapanpun waktunya tidak dapat terlepas dari peran pemuda di dalamnya. Dalam sejarah berbagai peradaban, tidak bisa dipungkiri



pemuda



merupakan



rahasia



kebangkitan



yang



mengibarkan



panji-panji



kemenangannya. Maka peradaban Indonesia akan kembali bangkit dengan pemuda sebagai tonggak kebangkitannya. Allahuakbar! ”Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang, pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji panjinya.” (Hasan Al-Banna)2 Mahasiswa adalah bagian dari pemuda yang memiliki ciri khas tersendiri. Sejarah mencatat peran-peran signifikan dari pergerakan mahasiswa Indonesia dalam momentum-momentum besar yang terjadi di negeri ini. Dari zaman perjuangan kemerdekaan hingga era reformasi saat ini mahasiswa memegang peranan penting bersama pergerakannya yang tak kenal henti. “Setiap orang memiliki masa-masa kepahlawannya sendiri” (Anis Matta)3 Mahasiswa, pemuda atau generasi muda bagi masyarakat adalah harapan dan tumpuan yang menjadi pilar kebangkitan umat. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya, mahasiswa merupakan pengibar panji-panji kebenaran dan oposan kebathilan. Beranjak dari ayat diatas, sesungguhnya sangat banyak kewajiban mahasiswa sebagai sekelompok orang-orang terdidik untuk memikul amanat berat yang ada dipundak mereka. Mereka harus berpikir panjang, banyak beramal, bijak dalam menentukan sikap, menjadi penyelamat kebenaran, dan menunaikan hak-hak umat dengan sebaik mungkin. ada mahasiswa yang tumbuh dalam situasi bangsa yang dingin dan tenang, dimana kekuasaan telah tertanam kuat dan kemakmuran telah dirasakan oleh warganya. Sehingga mereka yang tumbuh dalam kondisi seperti ini aktifitasnya lebih tertuju kepada egoisme diri sendiri daripada untuk umatnya. Kemudian pada akhirnya tipe seperti ini cenderung main-main dan pasif terhadap dinamika sosial yang ada disekitarnya karena kondisi yang demikian. Disisi lain, ada juga mahasiswa yang tumbuh dalam situasi bangsa yang keras dan selalu dalam pergolakan, dimana bangsa itu berjuang untuk mengembalikan hak-hak umat yang dirampas, kemerdekaannya yang terancam, tanah air yang terjajah, serta kemuliaan dan keagungan yang hilang. Dalam kondisi seperti itulah kewajiban mendasar dalam diri mahasiswa akan spontan berbuat demi bangsanya daripada melayani kepentingannya sendiri.



Posisi mahasiswa sebagai pengusung nilai-nilai moral dalam konteks kebangsaan menjadi sangat strategis dan menarik untuk dikaji. Dalam percepatan bergulirnya kehidupan, mahasiswa menjadi potensi terpendam dalam merespon setiap perkembangan yang berkaitan dengan kemaslahatan umat. Dalam kilasan sejarah, baik pada scope nasional, regional dan internasional urgensi dan daya dobrak yang luar biasa dari mahasiswa sudah menjadi bukti yang cukup membuat orang-orang yang meremehkan potensi mahasiswa akan berpikir beberapa kali sebelum melakukan tindakan konfrontasi dengan mereka Terlepas dari fakta sejarah diatas, yang pasti setiap kurun waktu menuntut peran yang berbeda dari mahasiswa. Setiap masa ada pahlawan (pejuangnya) masing-masing. Likulli Marhalatin Rijaluha. Mereka adalah anak zaman yang senantiasa mampu menyesuaikan peran yang harus diembannya, bahkan peran yang sulit sekalipun. Pelajar dan mahasiswa adalah generasi terdepan umatnya. Sedangkan pemuda dan mahasiswa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mereka yang berpegang teguh pada nilainilai rabbani dan ikhlas demi kejayaan umatnya merekalah harapan yang paling memungkinkan untuk mengemban amanah generasi dimasa depan. Kekuatan pemuda dan mahasiswa (amal thullaby) adalah mereka senantiasa berada di garis terdepan dalam perjuangan dan mampu terlibat (mobile) dalam segala sektor. Selain itu, mereka juga lebih objektif, dinamis, berpikir positif, selalu bekerja, keterbukaan, tarbiyah (pendidikan), prioritas, akhlaqul karimah, syura bukan diktator, pria dan wanita, penuh perhatian terhadap problema umat dan bersifat internasional (‘alamiyyah).



9. Lakukan analisis kritis atas substansi teks di atas ! Temukan isu-isu pokok yang terkandung di dalamnya kemudian tunjukkan sikap anda terhadap isu-isu yang dimaksud ! Komunikasikan dengan dosen anda untuk memperoleh penajaman lebih jauh ! Belakangan ini terdapat fenomena baru dan populis dimana umat Islam Indonesia tengah menggandrungi Arabisasi dalam kehidupan sehari-hari yang mengarah pada suatu bentuk perubahan dan pergeseran pola keber-islaman. Bagi kalangan fenomenologis, realitas sosial semacam ini bisa dikatakan sebagai bagian dari eksoterisme Islam, yaitu perilaku simbolistik; bagaimana menerjemahkan agama ke dalam simbol-simbol agama itu sendiri, dan ‘naasnya’ selama ini pemahaman terhadap Islam dan Arab menjadi suatu yang tidak dapat dipisahkan,



dengan kata lain identitas ke-Islaman seseorang dinilai ‘mumpuni’ jika akrab dengan Arab, baik



itu



budaya,



bahasa,



dan



pakaiannya.



Islam dan Arab, secara historis keduanya sangat berdekatan, terlebih dalam proses Islamisasi. Namun jika ditarik ke dalam istilah Arabisasi, antara keduanya–Islamisasi dan Arabisasi– mempunyai kesamaan dalam format pada sebuah proses yang mengandalkan semangat internalisasi nilai-nilai sebagai kekuatan dalam memberikan warna terhadap realita baru yang berkembang di masyarakat. Karena Islam sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad saw. pertama kali turun di tanah Arab, dengan memakai bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya. Semua aturan dan norma Islam disampaikan dengan bahasa Arab, sebagai bahasa al-Qur’an dan al-Sunnah. Implikasi dari pemahaman ini mengharuskan bagi semua pihak yang ingin memahami



Islam



wajib



paham



dan



mengerti



tentang



bahasa



Arab.



Sedang yang membedakan antara Islamisasi dan Arabisasi terdapat pada substansi yang dikandungnya. Islamisasi sebagai suatu proses internalisasi dari nilai-nilai Islam pada temuantemuan baru yang belum ada semangat keislamannya memberikan mandat agar memasukan ajaran Islam di dalamnya atau menyesuaikannya dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam hal ini, semua temuan baru, baik di bidang ekonomi, sosial dan ilmu pengetahuan, harus tunduk dengan aturan Islam. Islam sebagai agama ditempatkan pada posisi yang tinggi memandu umat manusia



menjalankan



kehidupannya



di



dunia.



Adapun Arabisasi tidak lain dari sekedar budaya yang berkembang di tanah Arab, baik melingkupi aspek bahasa maupun ilmu pengetahuan, yang suatu ketika dapat dijadikan acuan oleh pihak lain dalam mengambil i'tibar untuk diterapkan kembali pada kondisi yang berbeda. Pada posisi seperti ini, menyamakan antara Islamisasi sebagai proses internalisasi nilai-nilai suatu agama dengan Arabisasi yang hanya mengakar pada budaya adalah sebuah tindakan yang tidak dapat diterima bahkan merupakan bentuk perbandingan yang tidak berimbang. Karena meskipun sebuah realita bahwa Islam diturunkan di tanah Arab dengan memakai bahasa Arab, tetapi tidak berarti budaya lokal masyarakat Arab sesuai dengan nilai-nilai Islam.



Di sisi lain, banyak intelektual yang mengaitkan fenomena Arabisasi dalam kehidupan umat Islam Indonesia adalah karena proses geopolitik dimana fase radikalisasi keagamaan tengah terjadi



di



Indonesia.



Andrée



Feillard



dan



Rémy



Madinier



dalam La



Fin



de



l'Innocence menelaah hal menarik. Menurut mereka, dua hal yang gampang dibaca dari



fenomena Islam radikal sejak akhir Orde Baru hingga sekarang ialah penyederhanaan ideologis dan manipulasi politik yang kemudian berkembang menjadi Islam politik dengan pengkaderan yang terorganisasi yang bertumbuh melalui pengajaran praktis doktrin negara-agama (seperti bentuk kekhalifahan) Sekaligus bisa memanfaatkan wahana kekuasaan untuk merebut pengaruh. Globalisasi dimanfaatkan betul untuk menyebarkan benih-benih kekerasan secara lintas-batas. Kalangan muslim radikal sering kali membenarkan gagasan ‘benturan antarperadaban’ yang ditelan mentah-mentah dan lalu membangun cara pembelaan diri dengan mempertebal identitas agama dengan sebagai bargain politik, dengan kata lain menajamkan istilah-istilah



ke-Araban



di



tengah-tengah



komunitas



eksklusif



mereka.



Sedangkan menurut Nikolaos van Dam, seorang Indonesianis, menilai bahwa kata-kata bahasa Arab yang pada akhirnya diserap ke dalam bahasa Indonesia terjadi akibat proses dialektika masyarakat lokal dengan kaum pendatang berkebangsaan Arab, dan umumnya terjadi di tengah masyarakat



pedagang



atau



lembaga-lembaga



pendidikan



Islam



semisal



pesantren.



Perbedaannya adalah pada pemaknaan yang berubah, sebagaimana dikatakan Ricoeur bahwa pemahaman pengucapan sebagai suatu peristiwa adalah inti transisi dari suatu linguistik tanda kepada linguistik pesan, berarti telah terjadi pergeseran makna ucapan yang menimbulkan multi interpretasi. Hal ini dikarenakan para pendatang yang biasanya berdagang di beberapa daerah Nusantara menggunakan bahasa kolokial (sehari-hari) yang telah terlepas dari akar katanya



dalam



bahasa



Arab



klasik.



Nikolas Van Dam mengutip Kees Versteegh yang mengemukakan kebanyakan kata serapan itu bersumber dari bahasa Mesir dan Saudi, dimana aksara yang berfonem ‘j’ diucapkan sebagai ‘g’ seperti dalam logat mesir, ‘gamal’ untuk ‘unta’ (Arab = Jamal, Mesir = Gamal), dan katakata dengan pelafalan ‘G’ untuk ‘Q’ dalam logat orang-orang Saudi seperti dalam ‘gamis’ untuk ‘kemeja’ (Arab = Qamis). Dan ketika terjadi suatu peristiwa yaitu proses jual-beli, semisal si Arab berkata Gamis yang sebenarnya dimaksudkan adalah pakaian secara umum, tetapi masyarakat lokal setempat lantas mengasumsikan bahwa Gamis adalah sebutan untuk pakaian



khas



budaya



Arab



yang



berukuran



panjang



menutupi



seluruh



tubuh.



Sedangkan untuk kalangan kedua yang bertempatan dalam lembaga pendidikan semacam pesantren, lebih menekankan pada penguasaan bahasa Arab secara gramatikal. Selain itu mereka juga berinteraksi dengan ulama-ulama yang datang dari Timur Tengah dan mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab klasik, bukan bahasa kolokial sebagaimana yang digunakan kaum pedagang. Namun baik keduanya, apakah melalui jalur perdagangan maupun



pendidikan, penyebaran Islam di Indonesia pun tidak lepas dari penggunaan bahasa Arab yang digunakan, sehingga dengan demikian sangat mempengaruhi mindset penduduk lokal bahwasannya bahasa memuat ideologi atau agama tertentu, dalam hal ini Arab sangat inheren dengan



Islam.



Struktur sosial masyarakat Indonesia yang paternalistik telah menguntungkan kelompok ini karena mereka dianggap sebagai kelompok elit yang menjadi panutan masyarakat. Darah Arab yang ada pada kelompok komunitas tertentu menjadikan mereka mempunyai legitimasi yang kuat dan otoritas yang tinggi untuk menjadi pemimpin agama. Selain itu secara akademik mereka juga memiliki legitimasi yang cukup kuat karena pada umumnya mereka adalah lulusan



sekolah



Timur



Tengah



dan



menguasai



bahasa



Arab



secara



baik.



Lain halnya dengan Fazlur Rahman, ia menegaskan bahwa ilmu itu pada dasarnya baik, demikian halnya dengan bahasa, dan yang membuat tidak obyektif adalah penyalahgunaannya. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa bahasa adalah fasilitas apresiasi realitas, sementara akal merupakan motor penggerak segala aktivitas manusia, termasuk kompetensi manusia dalam menggunakan bahasa sebagai alat apresiasi. Akan tetapi fenomena Arabisasi pada beberapa komunitas keislaman di Indonesia tidak bisa serta merta diartikan sebagai bentuk penyalahgunaan. Sebab jika diartikan demikian, kita tak dapat menggeneralisir telah terjadi kesalahan berpikir sebagaimana yang dikatakan Dardjowidjojo dalam bukunya Bahasa Sebagai Cermin Pola Pikir, bahwa logika atau nalar tidak ada dalam bahasa, logika terletak pada si pemakai



bahasa.



Dalam konteks budaya, penulis sependapat dengan beberapa pakar linguistik yang mengatakan bahwa bahasa adalah hasil produk dari suatu budaya, dan kata-kata yang terdapat di dalamnya terdiri dari simbol-simbol yang melambangkan kondisi dan realitas dari suatu komunitas masyarakat. Sehingga dalam berkomunikasi, simbol-simbol tersebut beralihfungsi menjadi makna. Maka dengan demikian, akan terciptalah komunikasi paralel antara beberapa komunikator yang memberikan pemaknaan terhadap simbol-simbol tersebut dalam bentuk makna yang sempurna. Oleh karena itu, maka setiap kata dalam suatu bahasa dapat bersifat emosional dan tidak pernah netral. Maksudnya, setiap sikap, putusan, dan perasaan kita selalu terdapat dalam bahasa yang kita gunakan. Bahasa disamping sebagai sebuah simbol, juga merupakan alat komunikasi serta sebagai akulturasi.



10. Coba anda telusuri implikasi dari pemahaman di atas dalam proses pembumian Islam di Indonesia ! Faktor-faktor apa saja yang kemungkinan menjadi pendukung atau pemhambat ? Diskusikan dengan teman-teman anda ! Faktor-Faktro Pendukung Di dalam pemberdayaan masyarakat seorang PM harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat membentu proses pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu hemat penulis terdapat beberapa faktor tersebut yaitu[6]: a)



Partisipasi masyarakat



Masyarakat harus menjadi subyek pemberdayaan. Maka dari itu akan menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan. Kelompok masyarakat yang berdaya akan terus memperbaiki taraf kehidupannya sehingga mencapai kesejahterahan. b)



Keterbukaan



Memberikan ruang terhadap individu maupun kelompok untuk mengemukakan pendapat. Keterbukaan jika sudah berjalan secara baik akan mengakibatkan perubahan. Bertukar pikiran dan mendiskusikan sebuah masalah satu dnegan yang lain menjadi indikator keterbukaan tersebut. c)



Sistem Pendidikan Yang Maju



Pada dasarnya pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu, untuk memberikan wawasan serta menerima hal-hal baru, juga memberikan bagaimana caranya dapat berfikir secara ilmiah. Pendidikan juga mengajarkan kepada individu untuk dapat berfikir secara obyektif. Dapat membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. d)



Keinginan Untuk Maju



Faktor ini berbeda dengan faktor yang sudah di jabarkan secara singkat sebelumnya, faktor yang dirasa menjadi penting lainnya adalah kesadaran akan keinginan untuk maju agar pemberdayaan berhasil. Ketika seorang sudah memiliki keinginan maka dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menggapainya. e)



Orientasi Terhadap Masa Depan



Terdapatnya pemikiran-pemikiran yang mengutamakan masa yang akan datang, dapat berakibat mulai terjadinya perubahan-perubahan dalam sistem sosial yang ada. Karena apa



yang dilakukan harus diorientasikan pada perubahan di masa yang akan datang. Memiliki sifat futuristik menjadi penting untuk melakukan perubahan yang bersifat kedepan. 2.



Faktor-Faktor penghambat



Seorang PM juga pastinya akan menghadapi permasalahan atau faktor penghambat. Faktorfaktor[7] tersebut seperti: a)



Tingkat Partisipasi Rendah



Keberhasilan seorang PM dalam mensejahterakan masyarakat bisa dinilai dai seberapa besar masyarakat ikut berpartisipasi. Jika partisipasi rendah akan mengakibatkan ketimpanga ketika melakukan pemberdayaan. b)



Ketertutupan



Masyarakat yang tertutup akan memendam permasalahannya sendiri. Seorang PM bukanlah paranormal yang mengerti permasalahan orang-orang hanya dengan melihat garis wajah masyarakat. Masyarakat akan berkutat pada permasalahan tersebut jika tidak membuka diri sehingga pemberdayaan akan gagal. a)



Ketergantungan



Setiap orang meimiliki zona nyaman dalam kehidupannya. Hemat penuis zona nyaman tersebut tak ubahnya sebagai sikap ketergantungan yang dirasakan oleh masyarakat. Sebagai contoh pemberian carity kepada masyarakat yang usia produktif. b)



Mental yang Jelek



Mental bisa juga diartikan sebagai orintasi hidup masyarakat. Masyarakat memiliki mental jelek jika orientasi kehidupannya hanya sebatas kehidupan.



11. Amati Foto di atas ! Islam ternyata mengandung nilai-nilai universal . Dalam konteks universal pula Nabi menjadi rujukan bagi perdamaian dan kecintaan antar sesama . Deskripsikan sikap yang harus anda bangun guna merealisasikan nilai-nilai universalitas Islam dalam konteks keIndonesiaan kita ! Sikap yang kita bangun yaitu dengan toleransi beragama yang sudah nabi contohkan terhadap kita. Dengan merujuk ayat Alquran Surah Al Kafirun Ayat terakhir yang berbunyi Lakum dinukum Waliyadiin yang artinya “ Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. Lalu kita dalam dalam konteks bernegara yang mayoritas Islam , kita harus berpegang teguh kepada Al



Quran dan Hadits . Karena kita tahu jika kita semua telah melampaui batas , azabNya pasti akan turun. Seperti contoh kaum-kaum terdahulu.



12. Tugas Anda adalah memberikan penilaian kritis atas tawaran hermenautika tersebut . Bagaimana sikap anda ? Atau , menanyalah lebih jauh dan lakukan identifikasi terlebih dahulu kemungkinan adanya metode dan pendekatan lain yang berguna bagi upaya membumikan Islam di Indonesi? Coba komunikasikan hal tersebut dengan dosen dan teman-teman Anda ! Hasilnya susunlah menjadi esai yang dapat di unggah di media sosial !



Karena di Indonesia masyarakat pribuminya masih banyak yang hanya beragama Islam dan hanya mengetahui ilmu agama itu sedikit. Tidak tahu bagaimana hakikat agama islam itu. Padahal ilmu agama itu sangatlah luas. Maka dengan heumeutika kita bisa lebih meningkatkan pribumi islam di Indonesia yang mengerti agama. Dengan mengadakan kajian-kajian rutin dengan mendatangkan tutor atau narasumber yang berkualitas. Kita manfaatkan masjid-masjid sebagai majelis ilmu . Karena salah satu obat hati ialah berkumpul dengan orang soleh. Banyak dari kita sekarang hanya mementingkan ilmu dunia, padahal di dunia ini kita hanya sementara. Bukankah seimbang itu lebih baik, seperti ini “ beribadahla kamu seakan-akan kamu mati esok, dan bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selamanya di dunia.



13. Anda diminta merancang bangun sebuah proposal yang menawarkan program-program kegiatan Islam transformatif tersebut. Anda dapat memfokuskan proposal anda hanya pada satu problem keumatan dan kebangsaan seperti Islam dan penanggulangan kemiskinan , Islam dan pemberantasan korupsi , islam dan penanggulangan human trafficking , atau isu-isu kontemporer lain. Anda pasti bisa. Islam berusaha mengatasi kemiskinan dan mencari jalan keluarnya serta mengawasi kemungkinan dampaknya. Tujuannya, untuk menyelamatkan ’akidah, akhlak, dan amal perbuatan; memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kestabilan dan ketentraman masyarakat, di samping untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama kaum Muslimin. Karena itu, Islam menganjurkan agar setiap individu memperoleh taraf hidup yang layak di masyarakat.



Dalam memberikan jaminan bagi umat Islam menuju taraf hidup yang terhormat, Islam menjelaskan berbagai cara dan jalan. Di antaranya sebagai berikut: 1.



BEKERJA.



Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam diwajibkan bekerja atau mencari nafkah. Mereka juga diperintahkan agar berkelana di muka bumi ini serta makan dari rezeki Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla berfirman: ‫النُّشُور‬



‫َوإِلَ أي ِه‬



ۖ ‫ِر أزقِ ِه‬



‫مِ أن‬



‫َو ُكلُوا‬



‫َمنَا ِكبِ َها‬



‫فِي‬



ُ ‫فَا أم‬ ‫شوا‬



‫ذَلُ ا‬ ‫وًل‬



‫ض‬ َ ‫أاْل َ أر‬



‫لَ ُك ُم‬



‫َجعَ َل‬



‫الَّذِي‬



‫ُه َُو‬



”Dia-lah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” [al-Mulk/67:15] Mencari nafkah merupakan senjata utama untuk mengatasi kemiskinan. Ia adalah sarana pokok untuk memperoleh kekayaan serta merupakan faktor dominan dalam memakmurkan dunia. Dalam Islam, seorang buruh tidak boleh dihalang-halangi untuk menerima upah kerjanya. Bahkan ia harus menerima upah sebelum keringatnya kering. Islam memberikan motivasi yang mendorong gairah kerja dan berusaha, serta menggugah kesadaran untuk bepergian di atas permukaan bumi ini. Di antara bentuk tanggung jawab itu adalah mengusahakan terbukanya lapangan kerja di semua bidang yang selalu didambakan seluruh umat setiap saat. Mereka juga berkewajiban mempersiapkan tenaga-tenaga ahli untuk mengurus dan memeliharanya. Ini semua adalah kewajiban bersama (fardhu kifâyah) bagi umat Islam. Bila sebagian telah melaksanakannya, lepaslah dosa dan tanggung jawab seluruh umat. Tetapi, bila tidak ada seorang pun yang melaksanakannya maka seluruh umat Demikian, setiap anggota masyarakat Islam harus bertanggung jawab mengatasi segala rintangan agar terwujud kesejahteraan hidup baik secara individual maupun untuk masyarakat. memikul dosanya, khususnya pemerintah (ulil amri) dan orang-orang kaya (konglomerat).