Bab 78 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 7. PUSTAKA RUJUKAN SAINTIFIKASI JAMU Penjaminan mutu bahan baku simplisia perlu dilakukan untuk menghasilkan formula jamu saintifik yang bermutu dan berkhasiat. Hal tersebut dapat dilakukan mulai dari pemilihan bibit simplisia, pemilihan lokasi tanam, cara tanam, cara panen, waktu panen, penanganan pasca panen, sampai simplisia tersebut sampai di tangan pasien. Beberapa pustaka rujukan yang dapat dijadikan acuan untuk penjaminan mutu simplisia sebagai bahan baku formula saintifikasi jamu antara lain 7.1 Vademekum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu Jamu atau bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan ini harus terdaftar dalam vademikum, atau telah ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. Buku Vademekum Tanaman Obat untuk saintifikasi jamu ini terdiri dari beberapa jilid yaitu berjumlah 5 jilid yaitu jilid I tahun 2010, jilid II tahun 2011, jilid III 2012, jilid IV tahun 2013, dan jilid V tahun 2014. Buku ini memuat informasi tentang tanaman yang meliputi tata nama, nama daerah, nama asing, pertelaan, keanekaragaman tanaman, ekologi dan persebaran, budidaya (mulai dari pemilihan bibit, pengolahan tanah, cara tanam, waktu panen, cara panen sampai penanganan pasca panen), penyimpanan, bagian tanamaan yang digunakan, kandungan kimia, penggunaan tanaman secara empiris, efek farmakologi melalui pengujian pada hewan coba, indikasi, kontraindikasi, peringatan, efek yang tidak diinginkan, interaksi, toksisitas, serta contoh pemakaian tanaman pada suatu formula yang disertai dengan kegunaan dan cara pembuatannya.



Sehingga, buku ini dapat dijadikan sebagai acuan



dalam budidaya tanaman obat agar dapat menghasilkan simplisia yang bermutu dan sebagai pedoman untuk memilih tanaman yang sesuai dengan indikasi dengan tetap memperhatikan keamanan pasien. 7.2 Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia (FROTI) Formularium ramuan obat tradisional Indonesia (FROTI) merupakan keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor hk.01.07/menkes/187/2017 yang digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dan tenaga kesehatan tradisional untuk penggunaan ramuan tradisional, selain itu juga memberikan informasi tentang tata laksana penggunaan ramuan obat tradisional Indonesia dan



tambahan



pengetahuan bagi masyarakat terkait manfaat ramuan obat tradisional Indonesia. FROTI ini berisi informasi jenis tumbuhan obat yang ada diindonesia yang telah digunakan secara empiris atau turun temurun serta aman untuk memelihara kesehatan jika penggunaan sesuai aturan. Tumbuhan obat tradisional yang ada di FROTI dikelompokkan berdasarkan jenis gangguan kesehatan ditegakkan secara emik (berdasarkan keluhan dari penderita). FROTI juga menyajikan informasi yang meliputi manfaat, larangan, nama Latin, nama daerah, bagian yang digunakan, peringatan, efek samping, interaksi, dosis, cara pembuatan/penggunaan dan daftar pustaka (Kemenkes RI, 2017).



7.3 Farmakope Herbal Indonesia (FHI) Farmakope herbal Indonesia ini merupakan buku standar simplisia dan ekstrak tumbuhan obat yang diterbitkan oleh departemen kesehatan RI yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2008 edisi 1. Buku ini berisi tentang monografi simplisia dan sediaan ekstrak tumbuhan yang meliputi identitas simplisia dan kandungan kimia simplisia. Farmakope herbal Indonesia juga memuat informasi dan penjelasan metode analisis, prosedur pengujian umum, mikrobiologi, biologi, kimia dan fisika. 7.4 Materia Medika Indonesia (MMI) Material medika Indonesia merupakan buku pedoman yang memuat persyaratan dan mutu simplisia yang diterbitkan oleh departemen kesehatan republik Indonesia guna melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi mutu. Buku ini terdiri dari beberapa jilid yaitu jilid 1 tahun 1977, jilid 2 tahun 1978, jilid 3 tahun 1979 jilid 4 tahun, jilid 5 tahun 1989 , jilid 6 tahun 1995. Buku material medika Indonesia ini memuat beberapa informasi simplisia yang digunakan sebagai obat tradisional meliputi tatanama latin simplisia, persyaratan baku simplisia, pemerian simplisia (makroskopik, mikroskopik, serta simplisia dalam bentuk serbuk) yang dilengkapi gambar secara mikroskopik, identifikasi simplisia dengan reaksi warna maupun secara KLT, cara penetapan kadar, penyimpanan, isi, penggunaan, serta persyaratan simplisia (meliputi kadar abu, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan bahan organik asing), kemurnian simplisia, cara pengawetan. 7.5 Acuan Sediaan Herbal (ASH) Buku Acuan sediaan herbal atau ASH merupakan pedoman pembuatan sediaan herbal yang diterbitkan oleh BPOM. Buku ini memuat tentang cara pembuatan sediaan herbal mulai dari identifikasi, peralatan, penimbangan, derajat kehalusan bahan tumbuhan obat, dan penyimpanan serta macam-macam cara pembuatan sediaan herbal seperti infusa, dekok, tea, gargarisma dan kolutorium , sirup, tingtur, dan ektrak. ASH juga memuat daftar monografi simplisia tumbuhan obat dengan menguraikan nama simplisia, nama tumbuhan, deskripsi tumbuhan dan informasi lain dari hasil penelitian tentang khasiat/ kegunaan dan keamanan simplisia, kandungan kimia, efek farmakologi, indikasi, kontraindikasi, peringatan, penyimpanan, toksisitas, interaksi obat, dosis, dan efek samping. 7.6 Formularium Obat Herbal Asli Indonesia Formularium obat herbal asli Indonesia atau FOHAI ini merupakan pedoman yang memberikan informasi asli tentang obat herbal Indonesia yang terbukti aman, berkhasiat, dan bermutu. FOHAI juga memberi informasi tentang aplikasi pemanfaatan obat herbal Indonesia dalam berbagai masalah kesehatan meliputi ISPA (dengangejala batuk, sait kepala, demam), penyakit kulit (kadas, panu, kurap,



dan kutil), demam malaria, dyspepsia, kanker (supotif dan paliatif), gastroenteritis, hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit metabolic (DM, dyslipidemia, hiperurisemia), rematik, konstipasi, gangguan nutrisi (obesitas, anoreksia, malnutrisi), infeksi saluran kemih, gangguan pencernaan, insomnia dan penyakit pulpa, dan periapikal. FOHAI memberi informasi daftar tumbuhan obat yang terdiri dari nama latin, kandungan kimia, keamanan dari berbagai hasil penelitian, uji klinik dan praklinik, dosis, dan cara penyiapan . 7.8 Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik Cara pembuatan obat tradisional yang baik atau CPOTB merupakan peraturan BPOM RI NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 yang digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan obat tradisional agar dapat menghasilkan produk obat tradisional yang bermutu, aman, efektif dan sesuai dengan tujuan penggunaan. CPOTB mencakup produksi mulai dari bahan awal sampai menjadi bahan jadi dan pengawasan mutu, personal, bangunan fasilitas dan peralatan, sanitasi dan hygiene, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, cara penyimpanan dan pengiriman obat tradisional yang baik, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dan inspeksi diri BAB 8. MODEL STANDAR KLINIK DAN GRIYA JAMU Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah memiliki izin atau sesuai dengan perundang undangan yang berlaku. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta yang meliputi B2P2TOOT (balai besar penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional), klinik jamu, SP3T (sentral pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional), BKTM (balai kesehatan tradisional masyarakat)/LKTM (loka kesehatan tradisional masyarakat) (Kemenkes RI, 2010). Klinik jamu merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk saintifikasi jamu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 003/MENKES//PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian berbasis Pelayanan Kesehatan, terdapat dua tipe klinik jamu yaitu A dan B. Adapun perbedaan dari kedua tipe klinik jamu dapat dilihat pada Tabel 8.1.



No 1.



Tabel 8.1 Perbedaan tipe klinik jamu Persyaratan Standar Klinik Jamu



Tipe A



Tipe B



Ketenagaan - Dokter sebagai penanggung jawab



Ada



Ada



- Asisten Apoteker



Ada



Tidak ada



- Tenaga kesehatan komplementer alternatif lainnya sesuai



Ada



Ada



Ada



Ada



- Tenaga administrasi Sarana - Peralatan medis



Ada



Ada



Ada



Ada



- Peralatan jamu Ruangan - Ruang tunggu.



Ada



Ada



Ada



Ada



kebutuhan. - Diploma (D3) pengobat tradisional dan/atau pengobat tradisional ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan. 2.



3.



-



Ruang pendaftaran dan rekam medis (medical record).



Ada



Ada



-



Ruang konsultasi/pelaksanaan penelitian.



Ada



Ada



-



Ruang pemeriksaan/tindakan.



Ada



Ada



-



Ruang peracikan jamu.



Ada



Ada



-



Ruang penyimpanan jamu.



Ada



Tidak ada



-



Ruang diskusi.



Ada



Tidak ada



-



Ruang laboratorium sederhana.



Ada



Tidak ada



-



Ruang apotek jamu



Ada



Tidak ada



8.1 Ketenagaan Klinik Saintifikasi Jamu Ketenagaan di Klinik Saintifikasi jamu tipe A meliputi dokter sebagai penanggung jawab, asisten apoteker, tenaga kesehatan komplementer alternatif lainnya sesuai kebutuhan, diploma (D3) pengobat tradisional dan/atau pengobat tradisional ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2010). Tenaga terlatih dan ahli di rumah riset jamu Hortus Medicus terdiri dari 8 dokter, 3 orang apoteker, 9 orang dari D3 farmasi, 5 orang perawat, 2 orang analis Kesehatan (Laboran), 3 orang petugas medical record dan 1 orang ahli gizi (B2P2TOOT, 2016).



Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan jamu pada fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki: a.



Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia untuk dokter atau dokter gigi, STRA untuk apoteker dan surat izin/registrasi



dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi tenaga



kesehatan lainnya. b.



Memiliki surat izin praktik bagi dokter atau dokter gigi dan surat izin kerja/surat izin praktik bagi tenaga kesehatan lainnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.



c.



Memiliki surat bukti registasi sebagai tenaga pengobat komplementer alternatif (SBR-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.



d.



Memiliki surat tugas sebagai tenaga pengobat komplementer alternatif (ST-TPKA/SIK-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kemenkes RI, 2010)



8.2 Sarana Prasarana Klinik Saintifikasi Jamu Penelitian berbasis pelayanan kesehatan harus memiliki sarana, prasarana, dan peralatan yang aman dan akurat serta memiliki standar prosedur operasional sesuai Permenkes No 003/2010 tentang saintifikasi jamu dan KMK RI No 121/2008 tentang Standar Pelayanan Medik Herbal antara lain: a.



Ruang untuk penerimaan calon subjek, melaksanakan proses tanya-jawab untuk mendapatkan persetujuan calon subjek dan konsultasi setiap kali kunjungan



b.



Tempat penyimpanan dokumen penelitian, dokumen subjek, dokumen monitoring, hasil uji laboratorium, kode bahan uji dan laporan



c.



Ruang untuk penyimpanan bahan uji dan pembanding



d.



Peralatan yang digunakan untuk menunjang kegiatan penelitian pelayanan jamu serta peralatan medik untuk mengatasi konsisi darurat



e.



Tersedia fasilitas pelayanan kesehatan rujukan jika terjadi kejadian yang tidak diinginkan (KTD)



f.



Tersedia sarana pendukung fisik (Purwadianto, 2017). Klinik saintifikasi jamu di B2P2TOOT memiliki beberapa sarana dan prasarana yang terdiri dari



kebun tanaman obat, rumah riset jamu hortus medicus, museum hortus medicus, perpustakaan, sinema fotomedika, gedung diklat iptek tanaman obat dan jamu, rumah kaca adaptasi, dan pelestarian tanaman obat, laboratorium terpadu, instalasi pasca panen, instalasi rumah hewan coba, instalasi sediaan bahan jamu, instalasi produksi jamu, rumah kaca, gedung perkantoran, klinik saintifikasi jamu, peralatan laboratorium, dan kendaraan operasional (B2P2TOOT, 2016).



8.3 Alur Pelayanan Klinik Saintifikasi Jamu Alur pelayanan di rumah riset jamu hortus medicus B2P2TOOT dibedakan menjadi 2 yaitu pasien baru dan pasien lama. Berikut merupakan alur pelayanan di rumah Hortus Medicus dapat dilihat pada Gambar 8.1.



PASIEN



Pendaftaran (mengisi formulir) (senin-jumat pukul 08.30- 11.30 WIB)



Pasien dibuatkan kartu pasien dan berkas RM



Informed consent Request conset



Administrasi Rp. 5.000,00



Px Penunjang EKG USG Kimia Darah Hematologi



Pemeriksaan oleh dokter Griya Jamu



Pasien Pulang



Kontrol



Gambar 8.1 Alur Pelayanan di rumah Hortus Medicus a. Alur pelayanan pasien baru - Pasien sesuai nomor antrian mengisi formulir pendaftaran pasien baru atau mengumpulkan kartu



identitas. - Pasien dibuatkan kartu pasien dan berkas RM.



- Pasien menandatangani informed consent dan request consent. - Pasien membayar PNBP Rp. 5000.- Pasien menerima bukti pembayaran PNBP, kartu pasien dan nomor antrian. - Berkas rekam medis dimasukan ke dalam map antrian sesuai nomor urut. - Memberitahukan pasien untuk menunggu panggilan pemeriksaan dokter melalui mesin antrian



di Ruang Tunggu. - Pasien diperiksa Dokter. - Pasien mendapatkan resep untuk ditukarkan dengan jamu sesuai dengan anamnesa dokter. - Pasien menyerahkan resep ke Griya Jamu untuk diracik. - Pasien menerima jamu dan penjelasan cara penggunaan.



b. Alur pelayanan pasien lama -



Pasien mengumpulkan kartu pasien.



-



Pasien membayar biaya PNBP Rp. 5.000,-



-



Pasien menerima bukti pembayaran PNBP, kartu pasien, dan nomor urut pelayanan.



-



Memasukan berkas RM ke dalam map antrian sesuai nomor urut antrian.



-



Memberitahukan pasien untuk menunggu panggilan pemeriksaan dokter melalui mesin antrian di Ruang Tunggu.



-



Pasien diperiksa dokter.



-



Pasien mendapatkan resep untuk ditukarkan dengan jamu sesuai dengan anamnesa dokter.



-



Pasien menyerahkan resep ke Griya Jamu untuk diracik (B2P2TOOT, 2016).



c. Jadwal praktek di rumat riset jamu hortus medicus Hari :  Senin - Jum'at (Hari Sabtu, Minggu dan Hari Libur tutup) Waktu :  08.30 - 11.30 WIB Biaya Pendaftaran :  Rp. 5000,Biaya Penggantian Jamu  :  Rp. 30.000,8.4 Alur Pengadaan Bahan Baku Klinik Saintifikasi Jamu Bahan baku merupakan bahan mentah yang akan diproses menjadi produk, atau barang jadi atau setengah jadi (Kementerian Pertanian, 2011). Pengelolaan bahan baku diawali dengan budidaya, panen dan pascapanen. Pengelolaan yang baik dapat dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan bahan baku (B2P2TOOT, 2015).



8.4.1 Budidaya tanaman obat meliputi :



8.4.2



-



Pemilihan lokasi penanaman,



-



Penyiapan lahan,



-



Jarak tanam



-



Pemberian naungan



-



Pemupukan



-



Irigasi dan drainase



-



Pendangiran



-



Penyiangan



-



Penyulaman



-



Pengendalian hama dan penyakit Panen tanaman obat harus memperhatikan yaitu:



a. Waktu panen Waktu yang tepat untuk panen tanaman obat harus disesuaikan dengan kadar kandungan senyawa aktif, bagian tanaman yang akan dipanen, kondisi iklim untuk menghindari pengeringan, fermentasi, pertumbuhan jamur, atau pembusukan bahan, dan jumlah biomasa. b. Bahan yang dipanen Identitas tanaman harus jelas agar tidak tercampur dengan tanaman lain atau diberi label per tanaman, tanaman yang akan dipanen dipilih yang utuh dan sehat. c. Alat-alat panen Alat alat yang digunakan untuk memanen harus bersih dan tidak boleh ada sisa dari tanaman sebelumnya, wadah yang digunakan tidak boleh lembab, wadah dijaga agar tetap kering, bersih agar terhindar dari serangga, dan binatang lain walaupun waadah tidak digunakan 8.4.3 Pasca panen a. Pengumpulan bahan baku Bahan baku di B2P2TOOT diperoleh dari hasil budidaya tanaman obat yang berada di kebun tanaman obat B2P2TOOT, petani mitra dan binaan yang telah bekerja sama dengan B2P2TOOT. Pengumpulan bahan baku dipisahkan berdasarkan perbedaan bagian tanaman yang dipanen dan diberi label agar tidak tercampur. Setelah itu diletakan di transit room, jika memenuhi standar kualitas dan kuantitas maka dilanjutkan sortasi basah.



b. Sortasi basah Sortasi basah merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memisahkan hasil panen yang baik dari yang rusak atau cacat, yang sehat dari yang sakit dan dan benda (organik



dan anorganik)



asing lainnya menggunakan alat atau mesin yang sesuai sifat dan karakteristik dari tanaman. Pada proses ini dilakukan dengan hati-hati agar tanaman yang disortasi tidak rusak. c. Penirisan Penirisan merupakan kegiatan untuk menghilangkan air yang masih ada dipermukaan tanaman setelah perendaman, pencelupan atau pencucian dengan menggunakan alat dan/atau mesin dengan jenis dan spesifikasi sesuai sifat dan karakteristik hasil pertanian asal tanaman. d. Pengupasan Pengupasan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memisahkan antara kulit dari bagian yang dimanfaatkan seperti daging buah, daging umbi, biji dan/atau batang. Proses ini harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak bagian yang diinginkan. Alat dan/atau mesin yang digunakan untuk mengupas disesuaikan dengan sifat dan karakteristik tanaman yang dikupas. e. Perajangan Perajangan ini merupakan proses untuk memperkecil ukuran produk dengan menggunakan alat dan/atau mesin dengan jenis dan spesifikasi sesuai dengan sifat dan karakteristik tanaman. f.



Pengeringan Pengeringan merupakan kegiatan bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga aman dan tahan lama saat penyimpanan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau pengering buatan dengan alas terpal plastik, tikar, anyaman bambu dan lantai dari semen/ubin yang bersih dan bebas cemaran.



g. Sortasi kering Proses sortasi kering dilakukan pada simplisia yang sudah dikeringkan sebelumnya, Kegiatan ini dilakukan secara manual yang bertujuan untuk memisahkan bahan asing, kotoran, bahan organik lain, pengotor fisik dan simplisia yang rusak akibat dari proses sebelumnya. Simplisia yang telah bersih maka dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran agar memperoleh ukuran yang seragam sehingga dapat memenuhi standar mutu.



h. Pengemasan Pengemasan merupakan kegiatan membungkus produk dengan memakai media/bahan tertentu yang bertujuan untuk melindungi produk dari faktor luar yang dapat merusak produk serta



mengganggu masa simpan. Proses ini dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak produk menggunakan alat atau mesin. Bahan kemasan dapat berasal dari daun, kertas plastik, kayu, karton, kaleng, aluminium foil dan bambu. Bahan



kemasan tidak



pencemaran hasil panen yang dikemas dan



boleh



menimbulkan



kerusakan,



tidak membawa OPT (Organisme Pengganggu



Tumbuhan) (Kementerian Pertanian, 2011).



DAPUS Kemenkes



RI.



2010.



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



No.



003/MENKES/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman Obat. Jakarta: Kementerian Pertanian Direktorat Jendral Hortikultura Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat Kemenkes RI. 2017. Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. B2P2TOOT. 2016a. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. http://www.b2p2toot.litbang.kemkes.go.id/index.php [Diakses pada 1 November 2019] Purwandianto, A. E., Y. Poerwaningsih, A. Widiyastuti, Neilwan, dan N. Sukaediati. 2017. Pedoman Penelitian Jamu Berbasis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Republik Indonesia. Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. 2012. Vademekum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu Jilid 3. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Direktorat Kesehatan Republik Indonesia.



Depkes RI. 1997. Materia Medika Indonesia. Jakarta: Direktorat Kesehatan Republik Indonesia. BPOM RI. 2011. Acuan Sediaan Herbal Volume 6. Edisi satu. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011. Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia B2P2TOOT. 2015. Pedoman Budidaya, Panen, dan Pascapanen Tanaman Obat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia