BAB Aspek Kesehatan Pada Penyelaman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME KESEHATAN PADA PENYELAMAN



A. SYARAT CALON PENYELAM Pada dasarnya manusia adalah mahluk darat dan hidup dengan tekanan lingkungan 1 atmosfer, yaitu tekanan udara di atas permukaan laut. Pada lingkungan bawah air, semakin dalam maka semakin tinggi tekanannya, semakin dingin, semakin gelap dan sebagainya, menuntut persyaratan kesehatan yang tinggi dari para penyelam. Oleh karena itu aspek medis dalam penyelaman sangat penting. Disamping kondisi kesehatan yang tinggi, penyelam dituntut mempunyai sikap mental yang kuat, tanggung jawab yang besar dan kecerdasan yang cukup. Secara garis besar penyelam dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Penyelam militer 2. Penyelam komersial sampai penyelam dalam (deep sea diver) yang dapat berada dalam keadaan saturasi. 3. Pekerja Caisson Yaitu penyelaman kering, dimana pekerja beraktivitas dalam lingkungan udara bertekanan tinggi yang mungkin tidak di dalam air (misalnya pembuatan graving dock, jembatan dan lain-lain). 4. Penyelam Scuba Untuk olah raga, penyelam ilmiah dan lain-lain Secara umum untuk para penyelam tersebut diperlukan : 1. Keadaan kejiwaan (psikis) dan kepribadian (personaliti) yang stabil. 2. Mampu menghadapi stres fisik dan emosional. 3. Bebas dari penyakit fisik yang serius ataupun yang minor, misalnya penyakit saluran pernafasan atas dan bawah.



1



Berdasarkan jenis-jenis penyelaman, ada persyaratan khusus : 1. Persyaratan penyelam militer yang paling berat karena menghadapi darurat perang, baik tugas-tugas anti sabotase maupun sabotase, pengamanan dan lain-lain. Penyelam TNI AL terdiri dari penyelam penyelamatan kapal, penyelam salvage, Pasukan Katak dan Pasukan Intai Amfibi pada proses serangan amfibi serta penyelam khusus yang dapat beroperasi di darat, laut dan udara. Disamping itu ada penyelam dari pasukan khusus TNI AD dan Polisi Perairan dan Udara (AIRUD). 2. Bagi penyelam komersial persyaratannya lebih longgar daripada penyelam militer, namun demikian kondisi fisik dan kesehatan tetap harus tinggi supaya mampu melaksanakan beban tugas yang diberikan. Di antara mereka ada yang menjadi penyelam saturasi atau penyelam yang harus segera diterbangkan ke lokasi terpencil, sehingga dengan kondisi fisik yang baik serta prosedur penyelaman yang benar tidak akan mengalami kesulitan, terutama bila fasilitas kesehatan penyelaman minim atau tidak ada. 3. Bagi pekerja Caisson yang bekerja di lingkungan udara bertekanan tinggi tetapi tidak dikelilingi oleh air, dalam beberapa hal persyaratannya lebih longgar dibandingkan penyelam komersial. Yang perlu diwaspadai adalah timbulnya penyakit dekompresi dan aseptic bone necrosis (nekrosis tulang aseptik), sehingga selalu dilakukan pemeriksaan foto rontgen tulang panjang secara periodik. 4. Penyelam olah raga dan scuba merupakan kelompok penyelam yang sangat bervariasi usianya, dari remaja muda sampai orang tua. Sampai sekarang belum ada undang-undang yang melarang seseorang melakukan olah raga selam, kecuali beberapa batasan, misalnya umur minimum 14 tahun, dan beberapa peraturan lain. 2



Syarat umum penyelam militer : 1. Bersifat sukarela 2. Umur antara 18–30 tahun, untuk clearence diver umur yang tertua adalah 25 tahun. 3. Memenuhi tes aerobik dari Cooper 4. Lulus Psikotest kategori I 5. Terjun ke air dari ketinggian 4,5–6 meter (15-20 feet) dengan sirip kaki. 6. Berenang di permukaan tanpa alat sejauh 400 yard (360 m), berenang di bawah air sejauh 25 m dan mengapung selama 5 menit. 7. Tes tahan nafas selama 1 menit 8. Mengambil benda tanpa alat pada kedalaman 3 m (mengetahui adanya claustrophobia) 9. Tidak menunjukkan gejala-gejala kegemukan (obesitas). Harus di perhitungkan hubungan antara umur, tinggi dan berat badan sesuai indeks Kaup Devenport 2.00–2.39 (dimodifikasi oleh Riyadi dan Tumonggor, Lakesla). Bagi mereka yang overweight (lebih 20% dari standar) masih dipertimbangkan jika struktur tulang besar ataupun karena kekekaran otot-otot tubuh. 10. Lulus test kesehatan Syarat Kesehatan 1. Kontra indikasi absolut a. Mudah terserang pneumotoraks spontan b. Mudah sinkop atau mengidap penyakit epilepsi c. Pada foto toraks terlihat kista paru atau lesi dengan udara terperangkap (air trapping lessions) d. Gendang telinga berlubang e. Asma aktif f. Ketagihan obat (drug addiction) g. Penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang memerlukan insulin 3



h. i. j. k. l. m. n. o.



Semua gangguan saraf pusat Otitis media Operasi telinga tengah dengan prothese Sinusitis kronis Angina pektoris atau infark miokard Anemia Kesulitan berbicara Aritmia jantung kecuali kontraksi vertikel prematur yang kadang-kadang terjadi p. Buta warna q. Klaustrofobia atau tedensi bunuh diri r. Arthritis kronis s. Vertigo t. Penyakit ginjal kronis u. Ulkus peptikum yang aktif v. Hipertensi 2. Kontra indikasi relatif a. Penurunan fungsi paru b. Deformitas ortopedi seperti skoliosis c. Torakotomi d. Kelainan EKG e. Kelainan gigi yang menyebabkan kesulitan mengigit mouthpiece f. Perokok berat g. Migren h. Hernia 3. Kontra indikasi sementara a. ISPA, sinusitis, alergi sinus musiman atau keadaan lain yang mengganggu ekualisasi b. Bronkitis akut c. Gastroenteritis akut d. Trauma ortopedi yang memudahkan terjadinya penyakit dekompresi 4



Alkoholik dan pengobatan atau intoksikasi obat sedatif hipnotik f. Kehamilan 4. Pemeriksaan fisik Formulir riwayat kesehatan diiisi oleh calon penyelam. Formulir pemeriksaan fisik diisi oleh dokter pemeriksa. a. Visus / ketajaman penglihatan 1) Tidak buta warna 2) Jarak penglihatan minimum 6/9 untuk kedua mata 3) Tidak myopia / myopic astigmat 4) Hipermetrop tidak melebihi 2 dioptri 5) Lapang penglihatan tidak terganggu 6) Tidak strabismus b. Ketajaman pendengaran dan telinga 1) Tidak kehilangan ketajaman pendengaran pada frekuensi tertentu 2) Jumlah desibel maksimum yang hilang adalah : e.



Frekuensi 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz Batas dB hilang 25 dB 25 dB 25 dB 25 dB



3) 4) 5) 6) 7)



Pemeriksaan audiometri dilakukan : a) Pada pemerikasaan pendahuluan b) Pada akhir pendidikan penyelaman c) Secara berkala tiap tahun d) Setiap saat kalau ada indikasi medis Kehilangan pendengaran maksimum 10% Membrana timpani utuh dan mobilitas baik (tidak sikatrik tebal) Tidak otitis media Tuba eustachii harus bebas Tidak ada gangguan keseimbangan, telinga dalam normal baik vestibuler maupun cochlear Tidak ada exostosis yang besar 5



c. Hidung Tidak ada hal-hal yang mengganggu jalannya pernafasan, seperti : 1) Polip nasi 2) Hipertrofi conchae 3) Deviasi septum nasi berat 4) Rhinitis vasomotorika 5) Rhinitis akut atau kronis d. Sinus 1) Tidak ada polip sinus 2) Tidak ada sinusitis akut atau kronis 3) Pada kasus yang meragukan, bila foto roentgen sinus ada perobekan lapisan mukosa tidak diterima e. Mulut 1) Tidak ada kelainan bibir sehingga mengganggu bicara 2) Tidak ada deformitas lidah 3) Mulut harus dapat dibuka dengan jarak gigi incisivus atas bawah minimum 3 cm 4) Tidak ada kelainan bawaan palatum f. Gigi 1) Gigi incisivus dan caninus harus lengkap 2) Defisiensi gigi tidak mengganggu daya mengunyah dan menggigit sampai lebih dari 30% 3) Tidak ada prothese lepas 4) Tidak menderita periodontitis kronis 5) Tidak menderita karies, abses ataupun osteomielitis tulang rahang 6) Gigi tongos (protrusif) dan gigi nyakil (progeni) yang ekstrim tidak dapat diterima g. Tenggorokan 1) Hipertrofi tonsil tidak lebih dari 1 derajat 2) Tidak ada faringitis akut atau kronis h. Paru 1) Paru harus sehat, terlihat dari foto roentgen toraks 6



2) Tidak ada penebalan pleura, fibrosis, kista atau bula 3) Tidak menderita asma bronkiale, TBC paru, bronkitis kronis, emfisema atau penyakit kronis paru lainnya 4) Rasio FEV1 (Forced expiratory in one second) dengan FVC (Forced Vital Capacity) minimal 75% 5) VC = (27.73 – 0.112 x umur) x tinggi, dimana syarat minimal tidak kurang dari 10% i. Kardiovaskuler 1) Tidak menderita cacat jantung 2) EKG istirahat dan exercise harus baik, pada exercise tidak didapatkan aritmia dan ST depresi 3) Tekanan darah maksimal 140/80 mmHg 4) Hb tidak kurang dari 12 gr% j. Gastrointestinal 1) Tidak menderita ulkus peptikum / gastritis 2) Tidak sedang pasca operasi intestinalis 3) Tidak menderita hernia 4) Tidak menderita pembesaran hepar atau lien 5) Tidak didapatkan tumor abdomen k. Urogenital 1) Tidak menderita ptosis ginjal 2) Tidak menderita nefritis kronis, nefrosis atau nefrolithiasis 3) Tidak menderita batu vesika urinaria 4) Bila belum punya anak, monotestis tidak diterima 5) Tidak menderita hidrokel testis atau epididimidis 6) Tidak menderita penyakit kelamin baik akut maupun kronis l. Kulit 1) Tidak menderita penyakit kulit akut atau kronis meskipun tidak mengganggu pekerjaan 2) Tidak menderita sikatriks yang keras atau mengganggu gerakan 7



Tumor jinak yang tidak mengganggu dapat dipertimbangkan Susunan saraf 1) Tidak menderita kelainan saraf apapun 2) Tidak menderita migren kronis 3) Tidak menderita vertigo Kelenjar 1) Tidak ada struma atau perubahan fungsi tiroid 2) Tidak ada diabetes mellitus 3) Tidak obesitas, berat badan tidak boleh melebihi 20% dari standar Tulang 1) Kosta servikalis yang mengganggu gerakan toraks atau memberikan tanda-tanda tekanan tidak dapat diterima 2) Deformasi tulang pelipis atau tulang pundak bila tidak mengganggu gerakan dapat dipertimbangkan 3) Gerak persendian terbatas tidak diterima 4) Tidak didapatkan bekas fraktur tulang 5) Tidak menderita deformasi tulang belakang 6) Foto tulang panjang normal a) Sendi bahu kanan kiri proyeksi AP b) Sendi panggul (coxae) kanan kiri proyeksi AP c) Sendi lutut (genu) kanan kiri projeksi AP dan lateral Tes toleransi oksigen Tidak ada kesulitan bernafas dengan oksigen pada kedalaman 18 m (66 feet) di dalam RUBT selama 30 menit. Tes rekompresi Test rekompresi dengan tekanan 3 ATA di dalam RUBT. Laboratorium 1) Darah lengkap dalam batas normal 2) Fungsi hepar normal 3) Tes VDRL / Kahn negatif 4) Hepatitis B (HBsAg) negatif 5) Urine lengkap dalam batas normal 3)



m.



n.



o.



p. q. r.



8



6) Faeces normal Syarat Psikologi Pelaksanaan tes oleh Lembaga Psikologi. 1. Intelegensia / prestasi a. Tamtama / Bintara : intelegensia normal b. Perwira : intelegensia sedikit di atas normal c. Kesanggupan ausdouer cukup d. Daya tangkap baik dan cukup cepat e. Reaksi cepat dan cukup adekuat f. Dapat bekerja sama dengan baik g. Tidak mudah gugup dan panik h. Sikap kerja yang positif i. Tanggung jawab yang baik j. Trampil k. Tidak irritable dan explosif l. Kemampuan konsentrasi baik 2. Kepribadian a. Kedewasaan dan kestabilan emosi b. Keseimbangan antara rasio dan emosi c. Penyesuaian diri yang baik d. Tidak egosentris e. Percaya pada diri sendiri dan tidak mudah putus asa f. Inisiatif g. Tak bersikap opsisional h. Tidak ada tanda-tanda escaping reaction i. Terutama untuk perwira : 1) Inisiatif dan inventif 2) Kelancaran berpikir, fleksibel dan dinamis 3) Tidak berpikir secara fixed pattern 4) Bukan details worker secara exclusive 5) Kemauan keras, steadiness dan emotional control 3. Hal-hal khusus a. Tidak klaustrofobia atau agorafobia 9



b. Tidak mempunyai riwayat neurosis / psikosis c. Bukan peminum alkohol dan pecandu obat-obatan B. PEMELIHARAAN KESEHATAN PENYELAM Pada saat seorang penyelam memeriksakan diri akan mendapat sehelai kartu yang menyatakan apakah penyelam tersebut cakap atau tidak cakap untuk menyelam. Apabila ternyata tidak cakap, dalam kartu tersebut harus dicantumkan untuk berapa hari penyelam tersebut perlu istirahat. Perwira penyelaman wajib melakukan pengecekan bahwa semua penyelam dapat menunjukkan kartu yang menyatakan cakap untuk menyelam yang ditandatangani oleh dokter. Apabila terdapat keragu-raguan, ketidak stabilan moril penyelam, maka tidak dibenarkan untuk menyelam. Semua catatan mengenai pemeriksaan kesehatan, dicatat dalam buku / kartu Catatan Penyelaman yang dimiliki tiap-tiap penyelam dan ditandatangani oleh dokter. Pemeriksaan Kesehatan Berkala Semua penyelam diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan berkala : 1. Untuk kapal-kapal dan kesatuan dimana penyelaman dilaksanakan secara rutin, pemeriksaan kesehatan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali. 2. Untuk tim-tim penyelaman yang melaksanakan operasi dalam jangka panjang, sebagai contoh tim Clearence Diving pemeriksaan kesehatan dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. 3. Untuk penyelaman dalam, lebih dari 165 feet (55 m), pemeriksaan kesehatan dilaksanakan setiap kali sebelum dan sesudah operasi penyelaman. 4. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan apabila seorang penyelam baru selesai menjalani perawatan medis. 10



5. Pemeriksaan kesehatan berkala tahunan termasuk pemeriksaan foto rontgen toraks, audiometri dan foto roentgen tulang panjang. 6. Semua hasil pemeriksaan termasuk pemeriksaan dimasukkan dalam status kesehatan penyelam. Setiap kelainan hasil pemeriksaan di atas harus diperiksa lebih teliti untuk menentukan apakah penyelam tersebut dalam keadaan cakap atau tidak cakap untuk menyelam. Tak Cakap Menyelam Permanen 1. Apabila seorang penyelam dinyatakan tak cakap secara permanen maka kualifikasi penyelamannya dihapuskan. Pernyataan tak cakap untuk menyelam karena alasan medis dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan atas rekomendasi panitia yang dibentuk, dimana seorang dokter yang mempunyai kualifikasi dalam bidang kesehatan penyelaman termasuk dalam panitia tersebut. 2. Apabila seorang penyelam mempunyai kelainan-kelainan seperti yang diuraikan di atas atau ada gangguan khusus yang tidak memenuhi syarat-syarat kualifikasi, maka penyelam tersebut dinyatakan tak cakap untuk menyelam secara permanen. 3. Barotrauma pulmoner Semua penyelam dengan riwayat barotrauma pulmoner atau komplikasinya (pneumotoraks, surgical emphysema atau emboli udara) dinyatakan tak cakap untuk menyelam. Apabila memungkinkan, penderita dikirim ke rumah sakit untuk diadakan pemeriksaan fungsi paru atau bekerja sama dengan Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. Selesai pemeriksaan kesehatan penyelam tersebut dihadapkan ke panitia kesehatan untuk menentukan cakap atau tidak cakap untuk menyelam, dimana seorang dokter yang memiliki kualifikasi kesehatan penyelaman termasuk dalam panitia tersebut. 11



Tak Cakap Menyelam Sementara 1. Penggunaan obat-obatan Obat-obatan seperti anti histamin, sedativa, tranquiliser dapat mempengaruhi daya konsentrasi dan kemampuan berpikir penyelam. Rekomendasi dokter diperlukan bagi penyelam yang menggunakan obat-obatan tersebut dalam jangka waktu 24 jam bila akan menyelam. Efek samping bervariasi tergantung dari faktor individu dan jenis obat yang dipergunakan. Efek yang paling sering ialah mengantuk, pusing, gangguan koordinasi dan perasaan kurang enak badan yang dapat berlangsung selama 48 jam. 2. Setelah vaksinasi atau imunisasi Penyelam dianggap tak cakap menyelam untuk sementara selama 7 hari setelah semua jenis imunisasi. Menyimpang dari ketentuan di atas dan dalam keadaankeadaan darurat penyelam boleh menyelam setelah 48 jam vaksinasi atau imunisasi dengan rekomendasi dari dokter. 3. Setelah perawatan gigi a. Resiko timbulnya perdarahan setelah perawatan gigi bertambah besar pada waktu menyelam. Perdarahan biasanya sukar diatasi dan dapat mengganggu sistem pernafasan, gangguan berbicara, aspirasi pneumonia atau obstruksi pernafasan. b. Ekstraksi gigi Menyelam tidak dapat dilaksanakan dalam waktu 48 jam setelah ekstraksi gigi oleh karena kemungkinan timbulnya perdarahan yang dipengaruhi oleh perubahan tekanan. c. Dry socket Dapat menimbulkan resiko perdarahan dalam beberapa hari. Penyelam tidak diijinkan menyelam dalam jangka waktu 10 hari setelah perawatan. d. Bedah mulut Pembatasan menyelam setelah bedah mulut tergantung dari jenis pembedahan dan harus ditegaskan oleh dokter gigi 12



yang melakukan pembedahan tersebut. Pada umumnya, semua luka tanpa jahitan dapat menimbulkan resiko perdarahan dan dianggap perlu istirahat selama 48 dapat terjadi perdarahan sekunder dan masa istirahat dapat diperpanjang menjadi 10 hari. e. Perawatan lain Cara perawatan lain tanpa menimbulkan resiko perdarahan tidak perlu diberi istirahat, kecuali apabila digunakan pembiusan dalam perawatan tersebut. Regional block, misal mandibular block yang bilateral, dapat menimbulkan gangguan dalam menahan mouthpiece dari seorang penyelam atau mengganggu komunikasi. f. Hal-hal tersebut di atas berlaku juga untuk penugasanpenugasan dalam recompression chamber (RUBT). Pembatasan Menyelam Setelah Terbang Batasan berikut perlu diperhatikan oleh penyelam yang akan melakukan perjalanan dengan pesawat terbang : 1. Penyelam yang telah melakukan penyelaman dengan udara tekan. 2. Setelah penyelaman tidak dibenarkan untuk terbang sampai dengan batas waktu tertentu, maka untuk keselamatan yang maksimum dianjurkan tidak melakukan penerbangan dalam waktu 12 jam setelah penyelaman (sesuai lampiran II, lampiran B). Pembatasan Menyelam Ulang (Repetitive Dive) 1. Seorang penyelam melakukan penyelaman pada kedalaman kurang dari 30 feet (9.15 m), dalam waktu 4 jam setelah menyelesaikan penyelaman pertama akan menyelam lagi dengan kedalaman lebih dari 30 feet (9.15 m) maka dianjurkan mengikuti petunjuk tabel repetitive dive. 2. Seorang penyelam telah menyelam sesuai tabel III lampiran C, dalam waktu 12 jam setelah menyelesaikan penyelaman 13



3.



4.



5.



6.



7.



pertama akan menyelam lagi dengan kedalaman lebih dari 30 feet (9.15 m), maka dianjurkan mengikuti petunjuk Combined Dive Routine Table. Seorang penyelam yang telah menyelam sesuai tabel III lampiran C di bawah garis limit (limiting line) tidak dibenarkan menyelam lagi dalam waktu 12 jam setelah penyelaman pertama. Seorang penyelam yang telah menyelam pada kedalaman 165 feet (55 m) tidak dibenarkan melakukan penyelaman ulang dengan kedalaman lebih dari 30 feet (9.15 m) dalam waktu 24 jam setelah penyelaman pertama. Seorang penyelam yang telah menyelam sesuai tabel terapi, tidak dibenarkan meninggalkan lokasi penyelaman dalam waktu 4 jam setelah kembali ke permukaan dan dianjurkan untuk tetap berada di dekat recompression chamber dalam waktu 24 jam setelah penyelaman. Setiap penyelam yang telah melakukan penyelaman pada kedalaman 120 feet (36.6 m) atau lebih untuk lama penyelaman di atas limiting line (tabel III lampiran C), dianjurkan untuk tetap berada di tempat dengan jarak 4 jam perjalanan dari recompression chamber selama 12 jam setelah menyelesaikan penyelaman. Setiap penyelam yang telah melakukan penyelaman pada kedalaman 120 feet (36.6 m) atau lebih untuk lama penyelaman di bawah limiting line (tabel III lampiran C) dianjurkan untuk tetap di dekat recompression chamber dalam waktu 4 jam setelah penyelaman dan berada di tempat dengan jarak 4 jam perjalanan dari recompression chamber selama 12 jam berikutnya.



Transportasi Penyelam Yang Menderita Decompression Sickness 1. Penerbangan tidak boleh lebih tinggi dari 1000 feet (305 m), kecuali pesawat tersebut memiliki pressurised cabin yang 14



mempunyai tekanan sama dengan tekanan udara di atas permukaan laut dan didampingi seorang perawat sebagai supervisor. Pembatasan ini terutama berlaku untuk tim penyelam mahir yang biasanya diangkut dengan pesawat terbang. 2. Setelah berada di lingkungan dengan tekanan tinggi dan terutama pada skin diving, resiko terjadinya emboli udara selama penerbangan menjadi lebih besar. Untuk menghindari hal tersebut, aturan keselamatan di bawah ini sangat penting untuk diperhatikan : a. Setiap penyelam yang telah melakukan skin diving dengan kedalaman lebih dari 25 feet (7.6 m) dan menggunakan alat pernafasan perorangan, dilarang terbang dengan ketinggian lebih dari 5000 feet (1525 m) dalam waktu 12 jam setelah penyelaman. b. Setiap penyelam dilarang melakukan penerbangan setelah kecelakaan yang terjadi selama atau sesudah skin diving sampai dilaksanakan pemeriksaan kesehatan yang memadai. C. PERTOLONGAN PERTAMA (FIRST AID) PADA KECELAKAAN PENYELAMAN Penatalaksanaan kecelakaan penyelaman membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat karena dapat menyebabkan kematian atau cacat tubuh yang permanen. Agar dapat mengambil tindakan dengan cepat dan benar semua penyelam harus dapat membedakan apakah penderita memerlukan pengobatan rekompresi atau tidak, disamping itu semua penyelam harus menguasai teknik resusitasi dan P3K Penyelaman. Tindakan P3K Penyelaman terdiri dari : 1. Tindakan medis umum untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah komplikasi kecelakaan (resusitasi) Resusitasi adalah semua tindakan untuk mengembalikan fungsi vital tubuh guna menyelamatkan jiwa korban. Ada 3 macam resusitasi yaitu : 15



Resusitasi paru (pulmonary resucitation) Memberikan pernafasan buatan untuk mengembalikan fungsi pernafasan. b. Resusitasi jantung (cardiac resucitation) Pemijatan jantung untuk mengembalikan fungsi jantung. c. Resusitasi jantung dan paru (cardio pulmonary resucitation = CPR) Korban kecelakaan penyelaman sering ditemukan dalam keadaan tidak sadar disertai berhentinya pernafasan dan denyut jantung, untuk itu perlu diberikan pernafasan buatan bersamasama pemijatan jantung (CPR). Untuk memudahkan resusitasi paru digunakan alat resusitasi, misal AMBU Type Resucitation, yang dapat digerakkan secara mekanis (dengan pompa karet) atau dihubungkan ke tabung oksigen. 2. Rekompresi di dalam air maupun recompression chambe a.



Resusitasi Paru 1. Tehnik pernafasan buatan dari mulut ke mulut di darat Cara pemberian pernafasan buatan sebagai berikut : a. Miringkan kepala korban, ambil (bersihkan) bendabenda asing dari mulut / hidung. b. Tengadahkan kepala untuk membuka saluran nafas dengan cara : 1) Tangan kiri mengangkat leher 2) Tangan kanan mendorong kening ke belakang 16



c. Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan, pijitlah hidung korban sambil mempertahankan posisi kepala tetap tengadah. d. Penolong membuka mulut dan menghisap nafas sedalam-dalamnya, tempelkan mulut penolong ke mulut korban (mouth to mouth), tiupkan udara ke paru korban. e. Setelah selesai meniup, lihat dada korban adakah gerakan dada naik turun dan dengarkan suara nafas korban. f. Jika tak ada gerakan dada naik turun mungkin terjadi kesalahan tehnik, misal : 1) Hidung tidak ditutup 2) Masih ada benda asing di dalam mulut atau hidung. Ulangi dengan tehnik yang benar. g. Jika udara tetap belum bisa masuk ke paru, miringkan tubuh korban, tepuk kuat-kuat di antara kedua tulang belikat agar sumbatan 17



jalan terbuka.



nafas



dapat



2. Tehnik pernafasan buatan di permukaan air Pada prinsipnya cara pemberian nafas buatan di permukaan air sama dengan di darat, untuk memudahkan pertolongan pelampung korban dan penolong dikembangkan terlebih dulu. Bila jarak dengan daratan / kapal cukup dekat, pernafasan buatan dapat diberikan sambil berenang ke darat / kapal. Jika jaraknya cukup jauh maka tetap di tempat, berikan nafas buatan sambil menunggu pertolongan.



a. Tehnik pernafasan buatan dari mulut ke mulut di air (ditempat) 1) Tiup pelampung korban dan pelampung penolong 2) Buka masker korban dan penolong, masukkan ke lengan penolong. 3) Buka sabuk pemberat dan lain-lain yang dianggap tidak perlu 4) Segera lakukan nafas buatan, jika ada reaksi (korban masih hidup) maka kirimkan isyarat minta tolong dengan gerakan tangan, meniup peluit, menyalakan lampu pelampung dan lain-lain 5) Pertimbangkan kemampuan penolong, jika merasa tidak mampu menunggu pertolongan atau berenang membawa korban ke kapal / pantai maka sambil 18



memberikan nafas buatan lepas dan buang scuba korban dan atau scuba penolong 6) Terus lakukan pernafasan buatan sambil menunggu pertolongan atau sambil berenang ke pantai b. Tehnik pernafasan buatan dari mulut ke mulut sambil berenang ke kapal atau pantai 1) Setelah pelampung dikembangkan dan peralatan yang tidak perlu dilepas, masukkan lengan kanan penolong ke ketiak kiri korban, pegang pelampung korban di bagian belakang leher sambil menahan kepala agar mulut dan hidung korban selalu di atas permukaan air (punggung telapak tangan terletak di antara tengkuk dan pelampung korban) 2) Tangan kiri memijit hidung korban, berikan nafas buatan secara cepat 2 kali lalu lepas tangan kiri 3) Berenang dengan kayuhan kaki (flutter kick) sambil membawa korban ke kapal / pantai terdekat sambil menghitung dalam hati 1000, 2000, 3000, 4000 kemudian berhenti sejenak sambil memberikan nafas buatan lagi dan seterusnya 4) Selama berenang harus sering memperhatikan keadaan korban Resusitasi Jantung Dan Paru Pemijatan jantung bersama pernafasan paru terdiri dari 3 tahap, yaitu : 1. Membuka jalan nafas (Air way open = A) Tindakan : a. Bersihkan mulut dan hidung korban untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas korban b. Tengadahkan kepala korban agar saluran nafas terbuka (lurus) 2. Lakukan pernafasan buatan (Brething restored = B) 19



Pernafasan buatan dilakukan 12 kali/menit untuk orang dewasa atau 20-30 kali/menit untuk anak-anak. 3. Pemijatan jantung (Circulation restored = C) Pemijatan jantung dan nafas buatan tergantung jumlah penolong, yaitu : a. 1 penolong Dilakukan 15 kali pemijatan jantung diselingi 2 kali pernafasan buatan. b. 2 penolong Dilakukan 5 kali pemijatan jantung diselingi 1 kali pernafasan buatan. Pemijatan jantung dilakukan hanya dengan kekuatan otot-otot tangan. Pernafasan buatan pada anak-anak dilakukan hanya dengan kekuatan otot-otot mulut. Jika tidak sadar A Buka saluran nafas



- Angkat leher - Tengadahkan kepala



Saluran nafas



Tertutup



Terbuka



Jika pernafasan berhenti



- Pijat hidung korban - Buka mulut penolong - Tempelkan mulut B penolong ke mulut korban Pernafasan - Tiup paru korban Buatan - Perhatikan gerakan dada korban - Ulangi 12 kali/menit Jika nadi tidak teraba Dengan pergelangan tangan tekanlah pertengahan dada 60-80 kali/menit 20



C Lakukan pemijatan jantung 1 penolong : - 15 kali penekanan dada - 2 kali tiupan cepat pada paru



2 penolong : - 5 kali penekanan dada - 1 kali tiupan cepat pada paru



Gangguan Peredaran Darah (Syok) Merupakan reaksi tubuh yang ditandai oleh melambatnya atau berhentinya peredaran darah yang mengakibatkan penurunan suplai darah ke organ-organ vital / penting. Tanda-tanda syok : 1. Muka pucat 2. Kulit basah dan dingin (kening, telapak tangan) 3. Denyut nadi lemah dan cepat, lebih dari 100 kali/menit 4. Gelisah, haus dan mual 5. Tekanan darah sangat rendah Jika syok berat didapatkan : 1. Sangat pucat 2. Mata terlihat cekung, tampak hampa dan tidak bercahaya 3. Pernafasan cepat dan dangkal, kadang-kadang tidak teratur 4. Nadi susah teraba dan apabila teraba sangat cepat (150 kali/menit) 5. Kesadaran menurun 21



Pada syok berat, kemajuan dapat mengancam dalam beberapa menit Tindakan pertolongan : 1. Bawa korban ke tempat teduh dan aman 2. Tidurkan korban terlentang mendatar. 3. Kendorkan pakaian korban, bila perlu pakaian dilepaskan dan ditutup dengan selimut 4. Tenangkan korban dan usahakan agar badannya tetap hangat 5. Jangan diberi minum apabila korban tidak sadar 6. Medikamentosa 7. Bila ada luka dengan perdarahan pasang pembalut cepat dan bila ada patah tulang pasang bidai



Tidak sadar



Bebaskan jalan nafas



Skema tindakan : A dresusitasi a Nafas ? Pertahankan posisi yang baik



Tidak ada Pernafasan buatan 3–5 kali



Ada



Tidak ada Penolong



Tehnik kombinasi 12–15 kali/menit



Dua



Satu



5



15



1



1



22



Kompresi jantung luar Pernafasan buatan



Nadi karotis ?



Korban kecelakaan penyelaman yang tidak sadar disertai berhentinya pernafasan dan denyut jantung, bila disertai perdarahan masif (berlebihan) sering menimbulkan persoalan serius atau berakhir dengan kematian. Pada kasus demikian resusitasi harus dilakukan bersamaan dengan tindakan menghentikan perdarahan. Perdarahan dapat berasal dari pecahnya pembuluh darah arteri ataupun pembuluh vena (balik), dimana pecah atau terputusnya pembuluh darah arteri akan mengakibatkan perdarahan yang lebih hebat dari pada putusnya pembuluh darah vena. Cara menghentikan perdarahan : 1. Lakukan penekanan pada pembuluh darah yang terletak di sebelah atas (proksimal) dari luka sehingga perdarahan berhenti atau berkurang 2. Bersihkan dan cuci luka dengan perhidrol atau cairan garam fisiologis 3. Luka ditutup kain perban / kasa tebal lalu dibalut 4. Penekanan luka sering dikendorkan agar ada aliran darah ke bagian bawah (distal) luka, hal ini penting untuk mencegah nekrose (kematian) jaringan di sebelah distal luka 23



Perlengkapan P3K Penyelaman Untuk menghadapi keadaan darurat perlu disiapkan perlengkapan P3K dan setiap penyelam harus dapat menggunakan perlengkapan P3K dengan benar. Perlengkapan P3K terdiri dari : 1. Buku petunjuk P3K 2. Kartu alamat (nomor telepon / kode radio panggilan) untuk rumah sakit yang dilengkapi RUBT, serta perusahaan transportasi (helikopter dll) 3. Alat-alat resusitasi a. Resusisator (ambu bag) dengan suplai oksigennya b. Tongue spatel (penekan lidah) c. Laryngoscope (alat untuk memeriksa tenggorokan) Tongue spatel dan laryngscope penting untuk membersihkan saluran nafas dari benda-benda asing. 4. Obat-obatan : a. Obat penghilang nyeri, misal : antalgin, paracetamol dll b. Obat anti mabuk, misal : antimo c. Obat anti gatal / alergi, misal : CTM, prednison dll d. Antibiotika e. Antiseptik lokal, misal : yodium, betadin, alkohol dll Digunakan untuk mencegah infeksi pada luka-luka dengan mengoleskan cairan tersebut pada luka. f. Larutan normal salin (garam fisiologis), perhidrol, atau aquades untuk membersihkan luka-luka g. Sabun antiseptik lokal, misal : Phisohex 5. Alat-alat untuk mengatasi perdarahan : a. Torniquet 1. Perban 2. Plester 3. Jarum peniti besar



24



6. Alat-alat untuk mengatasi / mencegah penyebaran racun karena sengatan binatang laut yang berbisa (ular laut, blue renged octopus, stone fish dll), yaitu : a. Snake-bite kit (alat / obat-obatan anti bisa ular) b. Silet / pisau bedah untuk membuka luka gigitan ular agar racun keluar bersama darah c. Sea sting kit model SSK d. Tali pengikat untuk mengikat anggota tubuh yang digigit ular (ikatan di atas luka) agar racun tidak menyebar e. Obat anestesi lokal injeksi dengan spuitnya 7. Untuk mengatasi penyakit dekompresi, yaitu : a. Tabung oksigen besar, helm atau full face mask b. Tali 9 meter yang diberi tanda tiap 1 meter c. Tabel dekompresi d. Kompresor e. Infus set f. Cairan infus Dextran, Dextrose 5% dan NaCI 0,9% g. Portable recompression chamber (jika mungkin) 8. Lain-lain : a. Pinset dan forcep Digunakan untuk mengambil benda-benda asing, membersihkan luka dll b. Gunting c. Tisu d. Selimut, handuk, pakaian tebal dll D. KEDARURATAN PENYELAMAN (DIVING EMERGENCIES) Kedaruratan ialah suatu keadaan yang tidak terduga yang memerlukan tindakan segera. Karena sifat kekhususan lingkungan bawah air, maka di air yang tenang dapat juga terjadi keadaan bahaya bagi penyelam yang sedang bekerja di bawah air. Pencegahan terjadinya kedaruratan : 25



1. Dengan latihan dan pengalaman yang didapat, maka seorang penyelam harus mampu : a. Menangani berbagai keadaan kedaruratan yang dihadapi. b. Memisahkan hal-hal biasa dengan bahaya-bahaya yang dihadapi c. Mengenal keadaan darurat dan bereaksi secara tepat saat munculnya tanda-tanda awal berbagai gangguan fisiologis pada dirinya atau penyelam lain d. Memiliki pengetahuan kerja dengan metode paling efektif untuk menangani kedaruratan alat maupun medis e. Mengatasi keadaan darurat bila mengalami stres fisik maupun emosi di dalam penyelaman 2. Pengetahuan tentang penyelaman dan latihan (training) amat penting. Penyelam yang terlatih baik, kondisi kesehatan yang baik dan terjaga, selalu waspada di kedalaman maupun di permukaan akan mampu mengatasi keadaan darurat. 3. Operasi penyelaman yang terencana rapi dengan beban kerja yang tersusun baik, didukung oleh pengorganisasian yang rapi dan personil-personil yang memadai, perlengkapan dan peralatan yang terjaga keamanannya, logistik yang cukup dan pengenalan daerah penyelaman akan menghasilkan operasi penyelaman yang aman. Berdasarkan fisiologi dan pertolongan medis yang diperlukan kedaruratan penyelaman dapat dibagi menjadi : 1. Kedaruratan penyelaman yang tidak membutuhkan pengobatan rekompresi : a. Kedaruratan sistem pernafasan 1) Kekurangan gas oksigen (hipoksia) 2) Kekurangan gas oksigen disertai meningginya kadar CO2 (asfiksia) 3) Keracunan gas CO (carbonmonoxide poisoning) 4) Keracunan gas CO2 (carbondioxide poisoning) 5) Sumbatan (hambatan) saluran nafas 26



6) Iritasi (perangsangan) oleh zat kimia (chemical iritation) 7) Keracunan gas nitrogen (nitrogen narcosis) 8) Keracunan gas oksigen (oxygen poisoning / toxicity) Nomer 1) sampai dengan 7) dapat menimbulkan oxygen deficiency (kekurangan oksigen). b. Kedaruratan yang disebabkan oleh sifat-sifat fisik air sebagai media penyelaman (in water emergencies, kedaruratan dalam air) 1) Tenggelam (drowning) 2) Squezee (barotrauma) 3) Kehilangan panas tubuh yang berlebihan (kedinginan) 4) Pengembangan gas (gas expansion) c. Gangguan tehnis pelaksanaan penyelaman (operational hazard) : 1) Naik ke permukaan dengan cepat tanpa terkendali (blow up) 2) Terbelit dan terperangkap (fouling and entrapment) 3) Kerusakan alat (equipment failure) 4) Suplai udara terputus (lost of air suply) 5) Komunikasi kontak dengan penyelam terputus (lost of communication) 6) Penyelam hilang (lost of diver) 2. Kedaruratan penyelam yang memerlukan tindakan / pengobatan-pengobatan rekompresi : a. Dekompresi yang tidak terlaksana atau terlaksana tetapi tidak memadai b. Emboli gas (emboli udara, gas emboli) c. Penyakit dekompresi (Decompression Sickness) Operational Hazard Kedaruratan karena gangguan tehnik penyelaman, yaitu : 1. Blow up 27



Blow up adalah suatu keadaan dimana penyelam naik dengan cepat tanpa terkendali ke permukaan. Keadaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya emboli gas, penyakit dekompresi, trauma fisik akibat benturan dengan benda-benda di permukaan, pecah paru dll. Pada deep sea diving, blow up dapat menyebabkan robeknya pakaian selam sehingga dapat tenggelam atau mengalami squeeze. Pada deep sea diving, blow up dapat terjadi pada saat penyelam akan menaikkan tekanan dalam pakaian selamnya untuk mengatur keseimbangan atau kontrol posisi (akan naik) atau pada saat penyelam scuba akan mengembangkan pelampung di dalam air. Bila kenaikan tekanan tadi dapat terkontrol tidak akan terjadi blow up, tetapi bila tekanan naik tiba-tiba tanpa terkontrol dapat terjadi over bouyant (tekanan ke atas sangat besar) sehingga penyelam naik dengan cepat. Udara (gas) dalam pakaian selam (diving dress, deep sea gear) dan pelampung akan semakin mengembang saat penyelam melayang naik sehingga kecepatan naik bertambah besar dan terjadilah blow up. Untuk mencegah terjadinya emboli udara (gas) penyelam harus menghembuskan nafas secara kontinyu saat melayang naik. Sesampainya di permukaan keluarkan gas (udara) dari diving dress atau pelampung sampai pada batas penyelam dapat tetap terapung, hal ini penting untuk mencegah pecahnya diving dress atau pelampung yang dapat mengakibatkan penyelam tenggelam. Tindakan : a. Pencegahan Kuasai tehnik mengembangkan pakaian selam (deep sea gear) dan pelampung. b. Observasi medis yang teliti pada penyelam yang mengalami blow up : 1) Pada penyelaman tanpa dekompresi



28



Penyelam harus tetap dekat recompression chamber selama beberapa jam sampai dinyatakan aman dari bahaya-bahaya tersebut oleh dokter penyelaman. 2) Pada penyelaman dekompresi : Segera lakukan surface decompression di dalam recompression chamber. c. Bila ada cedera fisik, misalnya pecah paru, segera atasi sesuai dengan cedera yang dialami. d. Bila ada tanda-tanda emboli gas atau penyakit dekompresi lain, segera lakukan pengobatan rekompresi di dalam recompression chamber dengan tabel dekompresi yang sesuai. 2. Terbelit dan terperangkap (fouling and entrapment) Dapat terjadi seorang penyelam terbelit sesuatu dan atau terperangkap pada suatu tempat. Penyelam dengan suplai udara dari permukaan lebih sering mengalami gangguan tersebut karena surface umbilical (selang udara atau tali ke permukaan) membelit penyelam. Tindakan : a. Jangan panik dan segera atasi keadaan tersebut, bila gagal minta bantuan buddy diver (mitra selamnya) atau penyelam cadangan. b. Pada penyelam scuba perlu dipertimbangkan emergency swimming ascent. Gangguan tersebut biasanya dapat diatasi oleh penyelam surface supplied karena dia punya suplai udara tidak terbatas, bahkan dapat dilakukan penggantian surface umbilical. c. Setibanya di permukaan lakukan evaluasi kemungkinan terjadinya : 1) Kelelahan fisik dan mental yang berlebihan 2) Hipotermia 3) Trauma fisik 4) Asfiksia dan emboli gas mungkin dialami penyelam scuba yang melakukan emergency swimming ascent. 29



5) Pada penyelam dekompresi perlu dilakukan penambahan waktu dekompresi 3. Kerusakan alat selam Pencegahan : a. Pakailah pakaian selam yang dalam kondisi baik b. Perhatikan perawatan alat-alat selam Tindakan tergantung kepada : a. Jenis kerusakan alat b. Jenis penyelaman c. kemampuan dan kemahiran penyelam mengatasi gangguan tersebut 4. Terputusnya suplai udara (lost of air supply) Pada penyelam scuba yang mengalami kehabisan udara atau gangguan alat (scuba, regulator, mouthpiece) dapat mengatasinya dengan buddy breathing sambil naik ke permukaan bersama mitra selamnya. Pada penyelam surface supplied deep sea gear bila mengalami terhentinya suplai udara total masih mempunyai persediaan udara yang cukup untuk 7 menit sehingga dapat mengambil tindakan sebagai berikut : a. Tutup katup masuk, katup keluar serta spit cock valves, ini penting untuk menjaga sisa udara yang tersedia dalam diving gearnya. b. Segera beritahu tender di permukaan c. Ganti hose baru bila penyebabnya kerusakan hose dengan bantuan penyelam cadangan d. Bila gangguan tidak dapat diatasi lakukan “controlled blow up” (naik ke permukaan terkontrol) dengan mengurangi berat peralatan selamnya (buang weight belt dan lain-lain) 5. Komunikasi terputus (lost of communication) Terputusnya hubungan / kontak baik antar mitra selam maupun antar tender dengan penyelam merupakan tanda awal kedaruratan penyelaman. a. Penyelaman scuba 30



Tindakan : 1) Cari mitra selamnya dalam batas jarak pandang, bila ketemu atasi persoalan bersama, bila tidak segera ke permukaan dan laporkan pada pimpinan penyelam 2) Segera lakukan prosedur pencarian b. Penyelaman dengan suplai udara dari permukaan Tindakan yang perlu dilakukan oleh tender : 1) Bila hubungan komunikasi terputus, hubungi dengan kode (tarikan tali) 2) Periksa gelembung-gelembung udara yang muncul ke permukaan 3) Dengarkan suara dari helmet penyelam, bila tak ada suara dan gelembung udara tampak normal mungkin ada kerusakan pada sistem komunikasi. Jika terdengar suara dari helmet penyelam tetapi tidak ada reaksi terhadap instruksi / tanda yang diberikan berarti ada gangguan pada penyelam tersebut. 6. Penyelam hilang (lost diver) Penyelam yang mengalami disorientasi (kehilangan arah) atau nitrogen narcosis dapat bergerak tanpa disadari menjauhi lokasi penyelaman, penyelam dapat terperangkap dan hilang (lost diver). Jika penyelam ditemukan dalam keadaan tidak sadar, segera dibawa ke permukaan sambil diberikan udara pernafasan (misalnya dengan memasukkan mouthpiece dari regulator scuba ke mulut penyelam dengan purge bottom ditekan, sehingga terjadi aliran udara dari scuba ke dalam paru penyelam). E. PENYELIDIKAN KECELAKAAN BAWAH AIR (DIVING INVESTIGATION) Penyelidikan dan evaluasi kecelakaan bawah air banyak mendapat perhatian sejak tahun 1965 ketika Webster menerbitkan US Review yang pertama tentang kecelakaan penyelaman scuba. Setiap kecelakaan bawah air merupakan kumpulan berbagai faktor 31



yang komplek seperti kondisi lingkungan, kesempatan dan training penyelam, peralatan dan kemampuan untuk mengatasi keadaan darurat dll. Tetapi faktor-faktor ini jarang dipakai sebagai pertimbangan pada waktu proses evaluasi kecelakaan tersebut. Tenggelam pada umumnya disebut sebagai sebab kematian. Kecelakaan penyelaman umumnya terjadi di tempat terpencil dan memerlukan pertolongan segera yang memadai dan umumnya terjadi pada libur akhir pekan, di sore hari, sesudah penyelaman ke II atau III. Umumnya kecelakaan terjadi setelah korban kelelahan di bawah permukaan air atau lupa membuang weigth belt, mengembangkan pelampung, memanfaatkan sisa udara di tabung dan menerima bantuan yang memadai dari buddy divernya. Meskipun hal tersebut telah diajarkan pada waktu training, tapi saat praktek ketrampilan di laut seringkali kurang memadai. Pada penyelidikan kecelakaan bawah air, ada 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Penyelam dan riwayat kesehatan yang lampau Data penyelam sangat perlu, mungkin baru saja menderita suatu penyakit yang dapat menjadi faktor predisposisi kecelakaan dan kemampuan penyelam beserta grupnya. Insiden kecelakaan terbesar adalah pada waktu pertama kali penyelam melakukan penyelaman laut terbuka bila tidak sungguhsungguh hati-hati. Kecelakaan umumnya terjadi akibat training yng tidak memadai serta disiplin yang kurang dan hal lain yang perlu diperhatikan adalah buddy system yang gagal oleh karena : a. Visibility air yang sangat kurang dan ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk berbuddy lagi b. Frustasi karena sulit bergabung lagi dengan grupnya sehingga memutuskan untuk solo diving c. Ketidakmampuan untuk memberi bantuan kepada buddy diver karena kurang tahu prosedur dan ketrampilan 32



Apabila pernah mengalami kesulitan dalam air, penting dicatat karena ada kecenderungan terjadi lagi terutama di daerah-daerah penyelaman yang berbahaya. Kecelakaan tersebut oleh karena beberapa sebab antara lain : a. Breath hold diving setelah hiperventilasi b. Panik dengan hiperventilasi c. Tertelan air asin d. Alternobaric vertigo e. Barotrauma terutama barotrauma paru f. Nitrogen narkosis g. Sinkop waktu ascent h. Penyakit dekompresi i. Keracunan O2 atau CO2 2. Kondisi lingkungan penyelaman Perlu diperhatikan keadaan cuaca, kejernihan air, arus, temperatur air, adanya gua-gua / tebing dan binatang laut berbahaya. Sebagai contoh, seorang penyelam akan mengalami kelelahan yang amat sangat apabila harus berjuang melawan arus dan makin jauh dari lokasi awal penyelaman sehingga mengakibatkan keadaan menjadi fatal. 3. Profil dan riwayat penyelaman Penyelaman sebelumnya, kedalaman dan lamanya menyelam perlu dicatat dan dihitung. Hal tersebut berkaitan dengan penyakit dekompresi, nitrogen narkosis dan gangguan kesehatan lain yang dapat menimbulkan kesulitan bahkan fatal. Juga kecepatan waktu naik, lamanya pemberhentian, latihanlatihan sebelum menyelam, minum obat-obatan atau alkohol sebelum menyelam perlu diperhatikan. 4. Peralatan selam Peralatan amat penting, misalnya baju pelindung untuk cuaca dingin, regulator yang berfungsi baik dan tidak ada kontaminasi, juga peralatan lain seperti masker, bouyancy control device, depth gauge, jam, gauge untuk tangki, buddy 33



line, pisau dll harus semuanya dalam keadaan baik sehingga akan menunjang keselamatan penyelaman. 5. Pemeriksaan autopsi Diagnosis diferensial dari diving accident : a. Pada waktu descent 1) Retensi CO2 2) Hipoksia 3) Keracunan O2 4) Keracunan CO2 5) Trauma b. Pada waktu di dasar 1) Hiperkapnia 2) Hipoksia 3) Keracunan CO2 4) Trauma c. Pada waktu ascent 1) Alternobaric vertigo 2) CO retensi 3) Emboli udara 4) Penyakit dekompresi d. Di permukaan 1) Dalam waktu 10 menit di permukaan : a) Alternobaric vertigo b) Retensi CO2 c) Emboli udara d) Penyakit dekompresi e) Hipoksia 2) Lebih dari 10 menit sesudah sampai di permukaan a) Penyakit dekompresi



34