BAB I Pencabutan Gigi Pada Penderita Anemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Anemia adalah berkurangnya konsentrasi hemoglobin dalam darah. Biasanya disertai dengan turunnya hitungan sel darah merah, dan menunjukkan ketidakseimbangan diantara produksi dan penghancuran sel darah merah. Anemia dapat dianggap sebagai penurunan kemampuan pengangkutan oksigen pada darah. Keadaan anemia terjadi kalau kadar hemoglobin lebih rendah daripada batas bawah



konsentrasi normalnya. Konsentrasi yang umumnya dianggap normal



adalah 13,5 g/dl pada laki – laki dan 11,5 g/dl pada wanita, menurut A.V. Hoffbrand tahun 1987. Anemia diklasifikasikan berdasarkan morfologi eritrosit terdiri dari mikrositik, hipokrim, normositik. Anemia bukan merupakan suatu diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit dasar misalnya : Anemia defisiensi besi selalu terjadi akibat dari pendarahan kronis apakah itu disebabkan karsinoma colon atau ankilostomiasis dan lain – lain. Anemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi sel darah merah. Gejala klinis anemia tergantung dari etiologi dan patogenesis dari anemianya. Beberapa gejala adalah serupa yaitu akibat pengurangan dari kapasitas daya angkut oksigen. Gejala klinis anemia biasanya sesak nafas, kelemahan, mengantuk, palpitasi, sakit kepala dan lain – lain. Pada anemia kadar hemoglobin menurun sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan pengangkutan oksigen dari darah berkurang. Dalam keadaan hemoglobin yang rendah, untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen maka akan terjadi peningkatan denyut jantung.



1



Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada anemia meliputi : Menghitung Leukosit dan trombosit, Retikolosit, Filem darah, Pemeriksaan sumsum tulang, Aspek kuantitatif Eritropoiesis. Pada saat kita melakukan diagnosa pada pasien, jika kita menemukan gejala dan tanda yang mendekati anemia maka sebaiknya tindakan pencabutan gigi ditunda lebih dahulu, dan kemudian pasien tersebut kita konsultasikan kepada dokter yang lebih ahli untuk berkonsultasi apakah pada saat itu pencabutan gigi dapat dilakukan. Bila telah disetujui, kita dapat melakukan pencabutan. Pencabutan kita lakukan dengan hati – hati, untuk menghindari terjadinya pendarahan. Setelah pencabutan selesai, pada pasien diberikan obat analgesik untuk mengurangi rasa sakit dan pemberian antibiotika. Bila terjadi pendarahan, darah yang hilang kita ganti dengan darah yaitu melalui transfusi darah. Selama dan sesudah operasi, kita harus menjaga pasien jangan terjadi hipoksia. Seperti yang telah dikemukakan di atas maka penulis beranggapan bahwa seorang dokter gigi perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kelainan anemia



serta



pelaksanaan



pencabutan



gigi.



Karena



anemia



ini



dapat



mempengaruhi pada daerah mukosa mulut dengan beberapa cara, oleh sebab itu dokter gigi harus mengenal hal ini, karena ia akan sering dapat mendeteksi abnormalitas oral dan fasial dengan adanya sebab – sebab hematologik.



2



BAB II DEFENISI, KLASIFIKASI, ETIOLOGI DAN GEJALA KLINIS ANEMIA



2.1 Definisi Anemia Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin dalam darah kurang daripada 13,5 g/dl pada laki – laki dewasa dan kurang daripada 11,5/dl pada wanita dewasa, walaupun beberapa orang memakai 14 g/dl dan 12 g/dl sebagai batas terendah normal pada orang dewasa. Dari umur 3 bulan sampai akil balik, kurang daripada 11, 09 g/dl menunjukkan anemia. Karena bayi baru lahir mempunyai kadar hemoglobin tinggi 15,09 g/dl dianggap batas terendah waktu lahir. Penurunan hemoglobin biasanya disertai oleh penurunan jumlah sel darah merah dan PCV ( Pocked Cell Volume ), tetapi hal ini dapat normal pada beberapa pasien dengan kadar hemoglobin subnormal. Perubahan dalam volume plasma total yang beredar sebagai massa hemoglobin total yang beredar menentukan apakah anemia terdapat atau tidak. Kondisi yang mengubah volume plasma dapat menegaskan atau menutupi penurunan volume plasma dan protein serum yang abnormal seperti yang terlihat pada mieloma multipel dapat menaikkan volume plasma dan menimbulkan efek yang berlawanan. Hematokrit normal untuk laki – laki adalah 39,8 – 52,2 ml/dl dan untuk wanita 34,9 – 46,9 ml/dl.



2.2 Klasifikasi Anemia Cara yang berguna dalam melakukan klasifikasi anemia adalah berdasarkan morfologi eritrosit pada sediaan hapusan darah tepi. Terminologi yang sering dipakai dalam klasifikasi tersebut adalah mikrositik, hipokromik, normositik, normokromik dan makrositik.



3



Normositik adalah eritrosit dengan diameter yang lebih kecil sedangkan makrositik diameternya lebih besar dari normal eritrosit dimana pada daerah pusatnya terlihat kepucatan yang meliputi 1/3 diameter dari sel eritrosit dan hipokromik berarti pewarnaan yang kurang dari eritrosit dimana daerah pusat yang kepucatan melebar. Pada saat ini klasifikasi morfologis tidak hanya didasarkan pada kriteria morfologis tetapi juga berdasarkan pada harga volume rata- rata sel ( Mean Cell Volume /MVC) yang ditentukan secara otomatis oleh mesin penghitung sel darah. Tapi perlu disadari bahwa darah yang mengandung sedikit mikrosit atau makrosit, harga MCV nya masih dalam batas – batas normal. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi eritrosit, yang menerangkan mengenai 3 jenis anemia berdasarkan morfologi dan contoh – contoh keadaan yang dapat menyebabkan harga normal dari MCV dan MCH Mikrositik, hipokrom



MCV < MCH berkurang ( MCV < 80 fl) ( MCH < 27 pg )



Normositik, normokrom



MCV, MCH normal ( MCV 80 – 95 fl) ( 27 – 34 pg ) Misalnya setelah kehilangan darah akut, Anemia Haemolitik, anemia sekunder, Kegagalan sumsum tulang.



Makrositik



MCV meningkat > 95 fl Misalnya anemia megaloblastik,vitamin B12 Atau Defisiensi folat ( cobalamin )



4



2.3 Etiologi anemia Anemia terjadi sebagai akibat gangguan atau rusaknya mekanisme produksi sel darah merah. Penyebab anemia adalah karena menurunnya produksi sel – sel darah merah akibat kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel – sel darah merah, perdarahan dan rendahnya kadar eritopoetin, misalnya pada gagal ginjal yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan ( kronis ) mungkin hanya timbul sedikit gejala, sedangkan dengan penderita akut yang terjadi adalah sebaliknya. Pasien penderita anemia kronis lebih dapat mentolerir tindakan bedah dibandingkan dengan penderita anemia akut. Faktor penatalaksanaan yang patut dipertimbangkan untuk penderita anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen, dan pada beberapa kasus, mengenai kecenderungan rusaknya mekanisme pertahanan selular.



2.4 Gejala Klinis Pada sebagian pasien dengan anemia yang betul – betul berat dapat tanpa gejala atau tanda sedangkan dengan anemia ringan dapat sangat lemah. Gejala klinis anemia secara umum adalah sebagai berikut, menurut Collins. L.H pada tahun 1961. 1. Mukosa pucat ( terlihat khususnya dibibir, kuku jari, konjungtiva, lidah dan mukosa dari mulut ) 2. Dyspnea pada pengerahan tenaga ( sesak nafas ) 3. Perasaan mengantuk atau pusing 4. Licin,



sakit



lidah:



glossitis.



Anemia



sebagian



besar



biasanya



memperlihatkan kasus ini. Glossitis sebagian besar sering terlihat dalam anemia defisiensi besi dan kadang – kadang pada anemia pernicious. 5. Odema dari kaki dan tangan.



5



6. Palpitasi dan sakit kepala. 7. Kelemahan dan kelelahan umum. 8. Pada orang yang lebih tua, gejala payah jantung, angina pectoris, klaudikasio intermitten dan kebingungan dapat terjadi. 9. Gangguan penglihatan yang disebabkan pendarahan retina dapat menjadi komplikasi anemia yang sangat berat, khususnya yang timbul cepat.



Pasien anemia tidak menunjukkan sianosis sentral karena hemoglobinnya biasanya tetap mengalami oksidasi yang baik. Pada kasus – kasus yang telah lama dapat menunjukkan fatty change pada hati dan jantung.



6



BAB III PATOFISIOLOGI DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM



3.1 Patofisiologi Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun sehingga



tubuh



akan



mengalami



hipoksia



sebagai



akibat



kemampuan



pengangkutan oksigen dari darah berkurang. Apabila turunnya kadar hemoglobin terjadi secara lambat laun akan terjadi kompensasi dari sistem kardio pulmonal sehingga kadar hemoglobin yang tidak terlalu rendah biasanya tidak menimbulkan keluhan. Apabila penurunan kadar hemoglobin terjadi secara cepat seperti yang terjadi akibat suatu perdarahan masif, atau hanya berupa hipotensi bahkan bisa tanpa gejala tergantung berat ringannya perdarahan yang terjadi. Penurunan kadar hemoglobin terjadi secara cepat akibat destruksi eritrosit ( hemolisis) tentu disamping kardiopulmonal akan disertai dengan tanda – tanda hemolisis seperti ikterus, hemoglobinemia, hemoglobinuira dan lain – lain. Pada anemia kronis maka konsentrasi pigmen pengangkut oksigen dalam darah menentukan dalam hal korelasinya dimana jumlah oksigen yang dilepaskan ke jaringan tergantung dari konsentrasi hemoglobin. Dalam keadaan hemoglobin yang rendah, untuk memenuhi jaringan akan oksigen maka akan terjadi peningkatan denyut jantung. Peningkatan dan pelepasan O2 oleh hemoglobin sangat tergantung dari konsentrasi 2-3 disfogliserida ( 2-3 DPG). Aktifitas oksigen pada hemoglobin berkurang apabila kadar 2-3 DPG meninggi. Pada penderita anemia kronis kadar 2-3 DPG meninggi.



3.2 Pemeriksaan Laboratorium Walaupun indeks sel darah merah akan menunjuk jenis anemia, informasi lebih lanjutyang bermanfaat dapat diperoleh dari sampel darah mula – mula. 7



Hitung Leukosit dan Thrombosit Pengukuran ini membantu membedakan anemia ‘’ murni ‘’ dari pansitopenia ( pengurangan sel darah merah , granulosit dan trombosit ) yang menyarankan cacat sumsum tulang yang lebih umum, misalnya yang disebabkan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia yang disebabkan hemolisis atau perdarahan maka neutrofil dan trombosit sering meningkat. Pda infeksi dan leukemia maka leukosit juga sering meninggi dan dapat ditemukan leukosit yang abnormal. Bila angka yang didapatkan rendah maka anemia mungkin disebabkan anemia aplastik atau hipersplenisme. Hitung retikulosit ( Normal 0,5 – 2,0 % ,hitung absolut 25 – 27 x 10 9/L ) Ini akan meninggi pada anemia dan semakin tinggi bila semakin berat anemianya. Jika hitung retikulosit tidak meninggi pada seorang pasien anemia ini memberi dugaan terganggunya fungsi sumsum tulang atau kurangnya eritropoetin.



Filem darah Filem darah harus diperiksa dalam semua kasus anemia. Morfologi sel darah merah abnormal ( Gambar 1) dan benda ( Inclusion ) sel darah merah ( gambar 2 ) dapat menyarankan diagnosis khusus. Bila sebab kedua mikrositosis dan makrositosis ada, misalnya defisiensi gabungan besi dan folat atau B12, Indeks dapat normal tetapi film darah memperlihatkan penampilan “ dimorfil” ( populasi ganda dari sel besar berhaemoglobin baik dan sel kecil hipokromik ). Selama pemeriksaan filem darah dilakukan hitung jenis leukosit, jumlah trombosit dan morfologi dinilai.



8



Gambar 1. Sebagian dari variasi ukuran yang lebih sering dan bentuk yang dapat ditemukan dalam anemia – anemia berbeda.



9



Gambar 2. Benda ( inclusion ) sel darah merah yang mungkin terlihat dalam filem darah tepi pada berbagai keadaan.



Pemeriksaan sumsum tulang Ini dapat dilakukan dengan aspirasi atau trafin ( “ trephine “ : Gambar 3 )



10



Gambar 3. Jarum aspirasi sumsum tulang dan hapusan yang dibuat dari aspirasi sumsum tulang ( kiri ) .Jarum trefin sumsum tulang Jamshidi dan potongan trefin normal.



Aspirasi menyediakan filem pada mana rincian sel yang sedang berkembang dapat diperiksa ( misalnya normoblastik atau megaloblastik ), proporsi berbagai garis sel yang dinilai ( ratio mieloid ) dan adanya sel asing bagi sumsum tulang ( misalnya karsinoma sekunder ) yang diamati. Susunan sel sumsum tulang diberi pewarnaan dengan tehnik Romanowsky biasa dan pewarnaan untuk besi dilakukan rutin sehingga jumlah besi dalam gudang retikuloendotelial ( makrofag ) dan yang ada sebagai granula halus dalam gudang retikoloendotelial ( makrofag ) dan yang ada sebagai granula halus ( granula siderotik ) dalam eritroblas yang sedang berkembang dapat dinilai. Aspirasi sumsum tulang tidak dibutuhkan pada beberapa kasus anemia, misalnya defisiensi besi yang jelas dimana tes yang lebih sederhana dapat memastikan diagnosis yang dicurigai pada hitung darah tepi.



11



Tetapi pada banyak kasus anemia lainnya, sebaiknya dilakukan tes khusus yang lebih terinci. Trefin menyediakan pusat tulang termasuk sumsum dan diperiksa sebagai spesimen histologis setelah fiksasi dalam formalin, dekalsifikasi dan pemotongan. Dengan memasukkan jarum sederhana yang dapat dipercaya ( misal Jamshidi ), biopsi trefin makin banyak digunakan. Aspek Kuantitatif Eritropoiesis Eriropoiesis tidak seluruhnya efisien karena sekitar 10 – 15 % eritropoiesis dalam sumsum tulang normal tidak efektif, yakni eritoblast yang sedang berkembang, mati di dalam sumsum dan bersama dengan hemoglobinnya, mereka dimakan oleh makrofag sumsum tulang. Eritropoiesis yang tidak efektif ini atau “ haemolisis ekstramodula “ banyak meningkat pada sejumlah anemia kronis, anemia megaloblastik, mieloskierosis dan talasemia mayor merupakan contoh yang terbaik. Penyelidikan dengan besi radioaktif (



59



Fe ) dapat digunakan



bersamaan dengan hitung retikulosit dan gambaran sumsum tulang untuk mengukur derajat eritopoiesis efektif dan tidak efektif. Sejumlah tes dapat dilakukan untuk menilai eritropoiesis total, jumlah dari ini yang efektif dalam menghasilkan sel darah merah sirkulasi dan umur sel darah merah yang beredar. Tes Eritropoiesis Efektif 1. Hitung retikulosit. Ini meninggi sebanding dengan derajat anemia eritropoiesis efektif, tetapi rendah bila terdapat eritropoiesis tidak efektif atau abnormalitas yang mencegah respon normal sumsum tulang. 2. Inkorporasi



59



Fe ke dalam sel darah merah yang sedang beredar. Besi



yang dimaksudkan ke dalam hemoglobin yang muncul kembali dalam sirkulasi



setelah



hari



pertama penyelidikan merupakan petunjuk



eritropoiesis efektif. Besi ini telah memasuki eritroblast dan telah masuk ke dalam hemologbinnya. Normal 70 – 80 %



59



Fe yang disuntikkan



dipakai dengan cara ini dan ditentukan kembali dalam sirkulasi di dalam sepuluh hari. Nilai maksimum inkorporasi besi ke dalam sel darah merah



12



yang kurang dari 70 % menunjukkan eritropoiesis berkurang atau tidak efektif. Eritropoiesis Tidak efektif Ini berarti kematian prekusor sel darah merah yang berinti dalam sumsum tulang. Khususnya nyata pada anemia megaloblastik, talasemia mayor dan mielosklerosis. Ini ditandai oleh produksi bilirubin berlebihan, sumsum yang banyak sel dengan hitung retikulosit rendah, peninggian LDH dan hidroksibutirat dehidiogenase serum dengan pengeluaran ( clearance ) cepat baik ke dalam sel darah merah sirkulasi.



13



59



Fe dan inkorporasinya kurang



BAB IV PENCABUTAN GIGI PADA PENDERITA ANEMIA



Pencabutan gigi pada penderita anemia sama dengan pencabutan gigi pada pasien yang lain. Tehnik pencabutan dilakukan dengan hati – hati untuk menghindarkan terjadinya komplikasi. Ada beberapa tahapan yang penting dilakukan pada pencabutan gigi pada penderita anemia yaitu : 1. Menentukan diagnosa. 2. Konsultasi kepada ahli Hematologi. 3. Tehnik Anestesi dan Ekstraksi/ Pembedahan. 4. Terapi lanjutan. Dengan mengikuti tahapan tersebut dengan baik maka dapat diharapkan hasil yang memuaskan, pasien dapat terhindar dari komplikasi. 4.1 Menentukan Diagnosa Menentukan diagnosa merupakan hal yang sangat penting, karena dengan kesalahan diagnosa dapat berakibat fatal bagi pasien.Anemia jarang terdiagnosa dari penampakannya sendiri. Keadaan ini kerap kali ditemukan pada pemeriksaan darah rutin bagi pasien – pasien yang mengeluhkan perasaan mulai lelah , nafas pendek, nyeri abdomen, diare ataupun perdarahan uteri yang abnormal. Namun demikian, anemia dengan derajat ringan dapat terjadi tanpa menimbulkan keluhan atau gejala apapun, menurut David Mattingly tahun 1996. Ada beberapa faktor yang penting untuk mengadakan diagnosa pada penderita anemia, yaitu : 1. Anamnese riwayat penyakit 2. Pemeriksaan klinis



14



3. Pemeriksaan laboratorium Pasien harus ditanya dengan baik mengenai setiap gejala yang dikeluhkan. Anamnese belum lengkap bila belum ditanyakan catatan pemakaian obat – obatannya karena banyaknya senyawa, khususnya obat – obat anti inflamasi, dapat menimbulkan erosi lambung dan pendarahan tersembunyi. Selain anamnese, kita melakukan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis yang seksama terhadap gigi yang akan dicabut/ bedah dan struktur penyangganya selalu memberikan informasi yang berharga. 4.2 Konsultasi kepada Ahli Hematologi Pada dasarnya penanganan pencabutan gigi pada penderita anemia merupakan tanggung jawab dan kerja sama para ahli dari dua disiplin ilmu yaitu ahli Hematologi dan dokter gigi sebagai operator. Oleh sebab itu bila dokter gigi menemukan adanya kelainan anemia pada penderita yang ingin mencabut gigi, sebaiknya dokter gigi tidak langsung melakukan pencabutan, hal ini dapat ditunda dahulu. Pasien tersebut hendaknya dikonsultasikan dengan ahli Hematologi untuk diperiksa, apakah memungkinkan untuk dilakukan pencabutan gigi atau tidak.



4.3.Tehnik Anestesi dan Pencabutan Gigi/ Pembedahan Tindakan pencabutan gigi pada penderita anemia merupakan tanggung jawab dokter gigi yang merupakan operatornya, yaitu meliputi dua tahapan yang harus dilakukan dengan tepat dan hati – hati. Tahapan tersebut terdiri dari : 1. Tindakan Anestesi 2. Tindakan Pencabutan gigi



15



Tehnik Anestesi Dalam ilmu kedokteran gigi kita mengenal dua macam anestesi yaitu : 1. Anestesi umum 2. Anestesi lokal Pada umumnya di kedokteran gigi di Indonesia lebih banyak dipakai tehnik Anestesi lokal yaitu menghilangkan rasa sakit setempat, sedangkan kesadaran masih tetap ada. Tetapi pada kasus – kasus tertentu tehnik anestesi umum dapat dilakukan. Penggunaan vasokonstriktor bersama anestesi lokal merupakan kontroversi pada penderita anemia, karena kemungkinan terganggunya sirkulasi lokal yang bisa mengakibatkan infark. Anestesi yang dilakukan pada anestesi lokal yaitu Topikal anestesi, Infiltrasi anestesi, Blok anestesi. Jika anestesi umum merupakan pertimbangan untuk digunakan, maka dipilih anestesi inhalasi nitrous oksigen, sebaiknya diberikan dengan paling tidak oksigen 50 % dan aliran kecepatan yang tinggi atau dengan kata lain oksigen tambahan sangat dibutuhkan untuk penderita anemia. Anestesi umum berbahaya dilakukan bagi penderita anemia sickle cell karena anemia yang berat dan itu akan terjadi resiko dengan segera. Jika memungkinkan anemia harus dikoreksi mendahului operasi. Secara kasar dapat dikatakan bahwa jangan melakukan tindakan operasi pada hemoglobin dibawah 80 g/L ( 5 mmol/L) untuk operasi efektif, khususnya operasi yang diperkirakan akan mengalami banyak perdarahan Anestesi umum harus dilakukan pelaksanaannya di rumah sakit dengan fasilitas anestesi yang lengkap dan darah yang dapat digunakan untuk transfusi. Disini kita harus mengingat bahwa kapasitas oksigen yang dibawa oleh darah adalah di bawah normal, oleh karena itu harus dihindari obat – obatan atau tehnik yang dapat mengakibatkan penurunan curah jantung ( misalnya anestesi dalam dengan halotan ) atau yang menyebabkan depresi pernafasan. Eter atau



16



ketamin sangat memungkinkan karena tidak menyebabkan penurunan curah jantung atau depresi pernafasan yang berarti. Tehnik Ekstraksi Pencabutan gigi dilakukan sesuai dengan prosedur yang biasa berlaku, namun untuk penderita anemia, prosedur kerja ini dilakukan lebih berhati – hati agar trauma yang ditimbulkan pada saat pencabutan gigi dapat dihindari sekecil mungkin. Bila gigi telah dicabut, soket harus diperiksa dan setiap kepingan fragmen dari tulang dikeluarkan atau dilakukan pembersihan soket sebagaimana mestinya. Pencabutan gigi dengan menggunakan anestesi umum pada pasien digunakan pengganjal gigi, pengganjal gigi ini diletakkan sebelum anestesi, bila pasien tidak dapat atau tidak mau menggunakan pengganjal gigi atau pasien yang akan dapat mematahkan pengganjal gigi tersebut selama induksi, maka pada pasien dipasangkan pengganjal mulut pada sisi yang berlawanan dari sisi yang akan dilakukan pencabutan. Setelah memeriksa kembali apakah penyumbat mulut masih tetap pada tempatnya, pencabutan dilakukan. Pencabutan gigi geligi dicabut dalam suatu cara yang sistematis. Gigi geligi yang sudah goyang dan sakit dicabut terlebih dahulu. Sisa akar dicabut sebelum gigi geligi yang utuh, gigi geligi rahang bawah sebelum gigi geligi rahang atas dan gigi



geligi posterior sebelum gigi geligi anterior, sehingga



penglihatan tidak terhalang oleh pendarahan dari soket telah ditekan semua darah yang keluar dan saliva dikeluarkan dari mulut dengan alat penghisap atau diserap dengan kain kasa. Pengganjal gigi dikeluarkan dari mulut dengan alat penghisap atau diserap dengan kain kasa. Pengganjal gigi dikeluarkan, tetapi penyumbat mulut masih tetap dibiarkan, kepala pasien diangkat ke depan untuk mengurangi resiko terhirupnya darah. Lipatan kasa pembalut diletakkan di atas soket, pasien disuruh untuk menggigitnya, dan kemudian pasien dibantu menuju ke ruang penyembuhan. Pasien diperbolehkan pulang bila pengaruh anestesi sudah hilang dan pendarahan sudah berhenti.



17



Pada waktu pencabutan gigi dilakukan untuk mencegah komplikasi pencabutan misalnya kehilangan darah atau perdarahan abnormal harus diperhitungkan, karena jumlah kehilangan darah akan langsung berhubungan dengan waktu pencabutan atau operasi/ tindakan bedah. Hubungan penderita anemia dengan jenis anestesi lokal yang dipakai Penggunaan anestesi lokal dengan bahan vasokonstriktor seperti pada bahan anestesi Prilokain tidak boleh digunakan pada penderita anemia. Penggunaan anestesi Prilokain ini dapat mengakibatkan methemoglobinemia, molekul hemoglobin tidak dapat mengangkut aksigen. Akibat yang terjadi adalah terganggunya sirkulasi yang dapat mengakibatkan infark. Dalam kasus yang lebih parah dapat mengakibatkan shock dan kematian.



Terapi lanjutan Setelah pencabutan/ pembedahan selesai dilakukan, pada pasien diberikan obat analgesik untuk mengurangi rasa sakit yang diderita. Pada pasien juga kita berikan antibiotika. Pemberian obat analgesik dan antibiotika harus hati – hati karena dapat membahayakan kondisi pasien.Analgesik yang tidak diperbolehkan yaitu amidopyrin, phenylbutazone, aspirin, phenacetin, acetanitid. Antibiotika yang tidak dapat diberikan pada penderita anemia adalah chloamphenicol atau cotrimoxale. Obat – obata ini tidak dapat diberikan karena preparat obat ini dapat mengakibatkan terjadinya hemolisis.



18



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1.Kesimpulan 1. Pada penderita anemia terjadi penurunan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen. 2. Pencabutan gigi/pembedahan pada penderita anemia tidak dapat langsung dilaksanakan seperti pada pasien yang lain. Pasien terlebih dahulu dikonsultasikan pada ahli Hematologi. Apabila Ahli Hematologi memberi ijin, maka pencabutan/ pembedahan dapat dilaksanakan. 3. Penggunaan vasokonstriktor bersama anestesi lokal sebaiknya dihindari pada pencabutan gigi pada pasien anemia. 4. Tindakan operasi pada penderita anemia tidak dapat dilaksanakan bila hemoglobinnya dibawah 80 g/L ( 5 mmol/ L). 5. Apabila hendak dilakukan anestesi umum pada penderita anemia, hal ini harus dilaksanakan di rumah sakit dengan fasilitas anestesi yang lengkap dan adanya persediaan darah untuk transfusi. 6. Penggunaan obat – obatan yang mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung harus dihindari, misalnya dengan penggunaan halotan. 7. Setelah selesai pencabutan/pembedahan pada pasien harus kita berikan obat analgetik dan antibiotik untuk mempercepat penyembuhan. Namun pada kasus ini kita juga tidak boleh dengan sembarangan memberikan jenis obat analgetik dan antibiotik. Karena sebagian dari preparat obat ini dapat membahayakan pasien.



19



5.2. Saran



Pada umumnya pasien anemia jarang kita jumpai di klinik, namun kita sebaiknya sebagai dokter gigi mengetahui kelainan anemia ini. Pada saat kita mendiagnosa kita dapat mengetahui pasien yang akan kita rawat ini memiliki penyakit anemia dari gejala – gejala yang dikeluhkan pasien dan dari manifestasinya di dalam rongga mulut, sehingga kita dapat melakukan tindakan yang tepat dan tidak membahayakan pasien. Dan sebaiknya pengetahuan dokter gigi tentang hubungan yang baik dengan teman sejawat yang dapat diajak berkonsultasi.



20



DAFTAR PUSTAKA



1. Cawley. J.C. Haematology. William Heinemann Medical Books Ltd, London, 1984, hal 20 – 25. 2. Cawson R.A. Essensial of Dental Surgery and Pathology, 4 th ed, Longman Group Limited, Hongkong, 1983, hal 359 – 362. 3. Dobson, Michael B. Penuntun Praktis Anestesi, 1 st ed, alih bahasa Adji Dharma, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1994, hal 121 – 123. 4. Hoffbrand. A. V dan Pettit. MD. Kapita Selekta Haematologi, 2 nd ed. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1987, hal 16 – 27. 5. Howe, Geoffray L. Minor Oral Surgery, 3 rd ed, Butterworth and Co, 1985, hal 23 – 27. 6. Hughes Jones, N.C dan Wickkramasighe, S.N. Catatan Kuliah Haematology, 5 th ed, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1995, hal 5 – 10. 7. Iman Supandiman. Haematologi Klinik, 1 st ed, Penerbit alumni, Bandung.1997, hal 1 – 7. 8. 10. Kaufman, L. General Anaesthesia, Local Analgesia and Sedation in Dentistry. Blacwell Scientific Publications, London, 1982, hal 25 – 26. 9. Lawier, William. Buku Pintar patologi untuk Kedokteran Gigi, 1 st ed, alih bahasa Agus Dyaya. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1992, hal 120 – 124.. 10. Mathingly David dan Seward Charles. Beside Diagnosis, 13 st ed, alih bahasa Andry Hartono, Gajah Mada Unerversity Press, Yogyakarta, 1996, hal 298 – 323. 11. Pederson, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, 1 st ed, alih bahasa Purwanto, Basoeseno, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1996, hal 113 – 114. 12. Scully Christian dan Cawson Roderic A. Medical Problem in dentristry,3 rd ed, Butterwort Heinemann Ltd, 1993, hal 109 – 125.



21



22



23