Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Nahdlatul Ulama’ yang berarti (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan



Cendekiawan Islam) disingkat NU adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Keterbelakangan baik secara mental maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini melalui jalan pendidikan dan organisasi. Peranan NU sangatlah penting dalam kehidupan masyarakat dari masa ke masa. Seperti semangat kebangkitan bangsa Indonesia terus menyebar ke mana-mana setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, munculah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan. Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Nahdlatul Fikri (kebangkitan pemikiran) sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Setelah berkoordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul



kesepakatan



untuk



membentuk



organisasi



yang



bernama



NU



(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). B.



RUMUSAN MASALAH



A.



Bagaimana Kondisi Sosial Keagamaan Pada Awal Abad Ke-20 ?



B.



Bagaimana NU dan Keterlibatan Dalam Pergerakan Indonesia Merdeka?



C.



Apa Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) dalam persiapan kemerdekaan Indonesia ?



D.



Bagaimana NU pada masa revolusi pasca Proklamasi Kemerdekaan ?



E.



Nahdatul Ulama (NU) dan Masyumi ?



2



BAB II PEMBAHASAN A.



KONDISI SOSIAL KEAGAMAAN PADA AWAL ABAD KE-20 Dalam catatan sejarah di Indonesia, utamanya pada Abad 20, Gerakan



Keagamaan selalu mewarnai perlawanan terhadap kekuasaan asing yang dianggap telah banyak menyengsarakan rakyat dan melakukan ketidak adilan baik politik, sosial maupun ekonomi. Satu hal yang perlu mendapat sorotan dalam berbagai gerakan itu adalah peran Kyai/Ulama sebagai tokoh yang memimpin gerakan sosial. Kedudukan Kyai dalam struktur masyarakat dianggap punya status yang tinggi, bahkan oleh banyak kalangan Kyai dipandang sebagai simbul Prestise sosial. Dalam konteks relasi sosial, Kyai punya jaringan atau hubungan yang amat luas, tidak terbatas pada geografis dimana kyai itu bertempat tinggal. Ini bisa dipelajari melalui organisasi Tarekat yang tumbuh subur sejak sebelum abad 20. Para kyai bisa dilacak dari adanya hubungan yang sangat erat (nasab). Hubungan ini bisa karena faktor geneologis maupun hubungan keilmuan. Kedua faktor ini kadang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. B.



NU DAN KETERLIBATAN DALAM PERGERAKAN INDONESIA



MERDEKA 1.



Mengeluarkan Resolusi Jihad Kegiatan politik NU semakin kental pada masa kemerdekaan. Hal ini



ditunjukkan pada Muktamar NU di Surabaya tanggal 22 Oktober 1945. Dalam muktamar tersebut, NU mengeluarkan “Resolusi Jihad” yang menyatakan bahwa perjuangan untuk merdeka adalah Perang Suci (jihad). Resolusi ini berarti bahwa penolakan terhadap kembalinya kekuatan kolonial yang mengakui kekuasaan suatu pemerintah republik baru sesuai dengan Islam. Resolusi jihad ini juga terbukti dengan penentangan NU terhadap beberapa perjanjian



dan



konsesi



diplomatic



yang



diadakan



pemerintah



seperti



PerjanjianRenville (1946), Perjanjian Linggarjati (1948) dan juga Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949).



3



2.



NU dalam Tubuh Masyumi Pada tanggal 3 November 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat No. X



yang berisi anjuran tentang berdirinya partai-partai politik. Umat Islam dengan segera menyambut bahagia adanya keputusan tersebut, sehingga tanggal 7 November dibentuklah Masyumi. Sementara NU yang telah berdiri sebelumnya sebagaijam’iyah kemudian bergabung dengan Masyumi pasca mengadakan Muktamar NU XVI di Purwokerto tahun 1946. Bergabungnya NU dalam Masyumi menjadi pengalaman berharga bagi NU. Ia mulai mengalami liku-liku politik, sesuatu yang baru bagi NU. Menurut NU, politik dapat dijadikan media untuk memperluas peran ulama. Tokoh



NU,



Hasyim



Asy’ari



diangkat



sebagai



Ketua



Umum



Majelis Syuro (Dewan Penasehat Keagamaan). Sementara tiga tokoh NU lainnya menduduki jabatan menteri sebagai wakil Masyumi, yakni Wahid Hasjim, Masjkur, dan K. H. Fathurrahman Kafrawi. Tokoh lainnya yang juga berkiprah di pemerintahan adalah Wahab Chasbullah sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung. Majelis Syuro ini memiliki peran yang sangat penting dalam tubuh Masyumi, antara lain yang tercantum dalam anggaran rumah tangga di bawah ini: 



Majelis Syuro berhak mengusulkan hal-hal yang bersangkut paut dengan politik kepada pimpinan partai.







Dalam soal politik yang bersangkut paut dengan masalah hukum agama, maka pimpinan partai meminta fatwa dari majelis Syuro.







Keputusan Majelis Syuro mengenai hukum agama bersifat mengikat pimpinan partai .







Jika muktamar/ dewan partai berpendapat lain daripada keputusan Majelis Syuro, maka pimpinan partai dapat mengirimkan utusan untuk berunding dengan Majelis Syuro dan hasil perundingan itu merupakan keputusan tertinggi.



3.



NU sebagai Partai Politik Hubungan antara Masyumi dengan NU berubah pada 1952, yang mana NU



memutuskan untuk keluar dari Masyumi dan mendirikan partai politik sendiri.



4



Keputusan untuk keluar dari Masyumi yang diambil oleh NU ini dibarengi dengan penyampaian beberapa amanat kepada pengurus, yakni: 



Pelaksanaan keputusan tersebut agar jangan sampai menimbulkan kegoncangan di kalangan umat Islam,







Pelaksanaan keputusan tersebut dilakukan dengan perundingan terlebih dahulu dengan Masyumi, dan







Keputusan ini dijalankan dalam gubungan yang lebih luas yang berkenan adanya keinginana untuk membentuk dewan pimpinan umat Islam yang nilainya lebih tinggi, dimana partai-partai dan organisasi-organisasi Islam baik yang sudah maupun belum tergabung dalam Masyumi dapat berkumpul dan berjuang bersama-sama. Pasca meninggalkan Masyumi dan menjadi sebuah partai politik, NU



dihadapkan pada kekurangan tenaga terampil. Untuk mengatasi hal ini, maka direktrutlah beberapa tokoh yang dianggap mumpuni seperti H. Jamaluddin Malik, K.H. Idham Chalid, dan beberapa tokoh lainnya. Selain itu NU juga mengambil langkah untuk membentuk sebuah fraksi tersendiri di parlemen. Parlemen tersebut beranggotakan 8 orang anggota NU, yakni: K.H.A. Wahab Hasbullah, K.H.M. Ilyas, M. Sholeh Suryaningprojo, M. Ali Prataningkusumo, A.A. Achsin, K.H. Idham Chalid, As. Bamid, Zainul Arifin (yang kemudian digantikan oleh Saefud din Zuhri). Selanjutnya NU memainkan peranannya dalam membentuk kabinet. Sebagai partai politik yang terbilang baru, NU berusaha memperkuat posisi umat Islam di parlemen dan kabinet. 4.



NU Membentuk Liga Muslimin Indonesia NU menjalin persatuan yang bersifat federatif dengan PSII, Perti dan juga



Darud Da’wah wal-Irsyad (DDI) dalam wadah yang disebut Liga Muslimin Indonesia. Liga ini dibentuk tanggal 30 Agustus 1952 dengan tujuan “untuk mencapai masyarakat islamiyahyang sesuai dengan hukum Allah Swt dan sunnah Rasul”. Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan pula usaha yang akan dilakukan Liga Muslimin Indonesia yakni rencana bersama dan menghimpun organisasi Islam



5



yang ada, memajukan dan mengadakan aksi bersama serta akan mengadakan kongres Islam Indonesia. namun demikian federasi ini tidak terlalu berpengaruh sebab, antara partai yang tergabung di dalamnya seringkali berbeda pendapat dan menjalankan kepentingannya masing-masing. 5.



NU dalam Pemilu 1955 Dalam rangka mempersiapkan pemilu tahun 1955, NU mengadakan



Muktamar Alim Ulama se Indonesia pada tanggal 11-15 April 1953 di Medan. Dalam muktamar tersebut diputuskan wajib hukumnya bagi umat Islam untuk mengambil bagian dalam pemilu, baik untuk anggota DPR maupun Konstituante. Pada pemilu 1955, partai NU mendapatkan 6.955.141 suara dan mendapat bagian 45 kursi di parlemen. Suara besar yang diperoleh NU dalam pemilu ini tidak lain karena basis pendukung NU yang sangat kuat, terutama di pedesaaan. Selain itu NU juga mengubah strategi kampanyenya yang awalnya memiliki slogan yang senada dengan Masyumi, namun pada perkembangannya agak diubah dengan juga menggandeng PNI. Pasca pemilu, terbentuklah Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Ali – Roem – Idham), yang mana merupakan gabungan dari ketiga partai yakni Masyumi (Muhammad Roem), PNI (Ali sastroamidjojo), dan NU (Idham Chalid). Melalui pemilu 1955, NU berhasil mencapai sasaran yang ditetapkan pada 1952 yakni menggerakkan masyarakat tradisional untuk menyatakan aspirasi sosial dan keagamaannya sehingga Islam tradisional mampu mendapat tempat di tengah-tengah kehidupan berbangsa. Partai ini juga berhasil melembagakan peran ulama dalam sebuah negara melalui keberadaannya dalam parlemen dan keberhasilannya menguasai Departemen Agama. 6.



Menumpas Gerakan PRRI NU juga mengungkapkan bahwa gerakan Pemerintahan Revolusioner



Republik Indonesia (PPRI) yang didukung oleh tokoh senior Masyumi harus segera ditumpas. Menurut NU, gerakan PPRI dianggap telah menyalahi perintah Alquran untuk mematuhi perintah Allah Swt, Nabi Muhammad saw, dan pemimpin mereka (Q.S. An-Nisaa’: 59).



6



7.



Menerima UUD 1945 sebagai konstitusi Majelis konstituante yang berhasil dibentuk dari pemilu tahun 1955



nyatanya belum mampu menghasilkan konstitusi baru untuk Indonesia. Oleh sebab itu terjadilah ketegangan antar fraksi di pemerintah. Melihat kondisi demikian, NU kemudian mengadakan sidang Dewan Partai di Cipanas, Bogor tanggal 26-28 Maret 1958. Pada pertemuan tersebut NU bersepakat untuk menerima UUD 1945 RI sebagai konstitusi dengan pengertian bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD tersebut. Keputusan NU ini disampaikan kepada pemerintah, kemudian pemerintah menyampaikannya kepada Majelis Konstituante pada tanggal 22 April 1959. Namun sayangnya sebagian besar anggota konstituante tidak hadir dalam sidang sehingga tidak bisa menghasilkan keputusan. Akhirnya dalam situasi yang dianggap gawat inilah lahir Dekrit 5 Juli 1959 yang mana salah satu isinya berbunyi, “Kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 adalah merupakan suatu rangkaian dengan konstitusi tersebut”. C.



KETERLIBATAN NAHDLATUL ULAMA (NU) DALAM PERSIAPAN



KEMERDEKAAN INDONESIA 1.



Peran NU pada Masa Awal Pendirian Dalam perjalanannya, NU memainkan peranan yang cukup besar bagi



bangsa Indonesia. Pada masa-masa awal setelah didirikan saja, NU sudah melakukan berbagai upaya untuk memajukan masyarakat Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memajukan bidang pendidikan dengan mendirikan banyak madrasah dan pesantren. Metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan sebagian besar merupakan perpaduan dari pengetahuan agama dan pengetahuan umum. NU juga mendirikan Lembaga Ma’arif pada tahun 1938 guna mengkoordinasi kerjasama dalam kegiatan pendidikan. NU juga mulai mengembangkan perekonomian masyarakat dengan mendirikan koperasi pada tahun 1929 di Surabaya. Koperasi ini sangat berperan



7



dalam penjualan barang dan mengorganisis barter dalam masyarakat. Koperasi yang didirikan NU ini semakin berkembang hingga akhirnya pada tahun 1937 jangkauannya semakin luas dan dibentuklah Syirkah Mu’awanah. 2.



Peran NU Masa Pemerintahan Jepang Peran NU tidak berhenti sampai di situ, sejak kedatangan jepang, peran NU



semakin diperhitungkan. Jepang yang kala itu sedang membutuhkan basis massa untuk membantu Jepang dalam Perang Pasifik, akhirnya Jepang melakukan mobilisasi terhadap rakyat pedesaan di Indonesia. Sementara kaum ulama dan kiai diberikan jabatan resmi agar mau membantu Jepang. Misalnya saja dengan menjadikan Hasyim Asy’ari sebagai ketua Shumubu (Kepala Kantor Urusan Agama). NU juga memainkan perannya dalam organisasi Masyumi bentukan Jepang. Sebagian besar tokoh NU dijadikan pengurus, seperti Hasyim Asy’ari yang diangkat sebagai ketua pertama Masyumi, dan juga Wahab Chasbullah yang diangkat sebagai Penasehat Dewan Pelaksana. Selain itu puluhan ribu anggota NU juga dilatih secara militer dalam PETA (Pembela Tanah Air). Tokoh NU juga terlibat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sehingga terlibat langsung dalam perumusan pernyataan kemerdekaan. Kebijakan Jepang tersebut mau tak mau menarik sejumlah anggota NU ke ranah politik. D.



NU



PADA



MASA



REVOLUSI



PASCA



PROKLAMASI



KEMERDEKAAN Sikap dan mental perjuangan yang telah tumbuh dalam jiwa para pemuda Islam sudah sangat mendalam, karena setelah mendapat gemblengan para Ulama juga mendapat gemblengan phisik dalam latihan “Hisbullah” yaitu suatu latihan pembinaan ketrampilan militer untuk melawan penjajahan Belanda. Sementara itu situasi semakin memanas karena tingkat perjuangan kemerdekaan semakin memuncak, terutama dengan adanya ancaman pendaratan tentara sekutu di Surabaya dimana Belanda ikut memboncengnya, maka PB. NU mengadakan rapat dengan semua konsulnya di seluruh Jawa, yang berlangsung di



8



Surabaya pada tanggal : 20 Oktober 1945. Suatu keputusan yang penting dikeluarkan dari rapat tersebut berupa “RESOLUSI JIHAD” yang ringkasan isinya sebagai berikut : 1. Kemerdekaan RI yang di proklamirkan pada tgl. 17 Agustus 1945 wajib diper- tahankan. 2. Pemerintah Republik Indonesia adalah Pemerintah yang syah dan wajib dibela sekalipun dengan pengorbanan jiwa dan harta. 3. Musuh RI adalah Belanda yang membonceng tentara sekutu, dan dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang mungkin akan membantu memberi kesempatan pada Belanda untuk menjajah kembali. 4. Umat Islam terutama warga NU wajib ‘ain hukumnya melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia. Kewajiban jihad ba-gi kaum Muslimin yang berada dalam radius 94 km dengan musuh. Umat Islam yang berada diluar radius 94 km itu wajib membantu sahabatnya yang berjuang dalam radius tadi. Karena resolusi Jihad itu berisi fatwa tentang kewajiban perang, maka segenap lapisan masyarakat menyatakan diri dengan setia kepada fatwa tersebut. SIKAP KEMASYARAKATAN NAHDLATUL ULAMA’ Dasar-dasar pendirian faham ke-agamaan NU tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan kepada : 1)



SIKAP TAWASUTH DAN I’TIDAL. Sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi



keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Nahdla-tul Ulama ( NU ) dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi ke- lompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat Tatharruf ( ekstrim ). 2)



SIKAP TASAMUH. Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah



keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.



9



3)



SIKAP TAWAZUN. Sikap seimbang dalam berkhidmat. Menyerasikan khid- mat kepada Alloh



Swt, khidmat kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan ke- pentingan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. 4)



SIKAP AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR. Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna



dan bermanfaat bagi kehidupan ber -sama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan. E.



NAHDATUL ULAMA (NU) DAN MASYUMI



a.



Nahdatul Ulama Nahdatul ulama (NU) lahir pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya,



organisasi ini di prakarsai oleh sejumlah ulama terkemuka, yang artinya kebangkitan para ulam, NU didirikan untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, atau sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme, pembentukan NU merupakan upaya peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah ada sebelumnya, agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan di luaskan jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi usaha mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai pesantren. Dalam pandangan NU tidak semua tradisi buruk, usang, tidak mempunyai relevansi kekirian, bahkan tidak jarang, tradisi biasa memberikan inspirasi bagi munculnya modernisasi islam penegasan atas pemihakkan terhadap “warisan masa lalu “ islam di wujudkan dalam sikap bermazhab yang menjadi typical NU, dalam memahami maksud Al-Qur’an dan hadist tanpa mempelajari karya dan pemikiran-pemikiran ulama-ulama besar seperti, Hanafi, Syafi’I, Maliki, dan Hambali hanya akan sampai pada pemahaman ajaran Islam yang keliru. Demikian juga dalam pandangan kiai Hasyim yang begitu jelas dan tegas mengenai keharusan umat Islam untuk memelihara dan menjaga tredisi islam ditorehkan para ulama klasik. Dalam rangka memelihara system mazhab kiai Hasyim merumuskan gagasan ahlusunnah waljama’ah yang bertumpa pada



10



pemikiran, AbuHasan al-asyari, Mansur Al-Maturdi imam Hana fi, Maliki, syafi’I, dan Hambali, serta ima Al-ghozali, junaid Albaghdadi dan imam mawrdi. b.



Masyumi Masyumi merupakan singkatan dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia,



berdiri di Jakarta pada masa pendudukan tentara Jepang tahun 1943 di bawah pimpinan KH. M. Mansur sebagai ketua dan Wahid Hasyim sebagai wakil ketua. Masyumi dipandang sebagai pengganti MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia). Pembubaran MIAI pada bulan Oktober 1943 dilakukan Jepang karena organisasi ini didirikan atas prakarsa kaum muslimin sendiri, sebagai suatu federasi organisasi-organisasi Islam. Para pemimpin organisasi itu mempunyai latar belakang sikap anti kolonial dan tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Atau dengan kata lain, MIAI bermula dengan sikap anti Belanda, kemudian bersikap anti asing, dan karena itu mungkin sekali menjadi anti Jepang. Serta alasan Jepang menggantikan MIAI dengan Masyumi adalah karena dua organisasi Islam yang terpenting tidak menjadi anggota MIAI, yaitu NU dan Muhammadiyah. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, maka pada bulan November 1945 diadakanlah kongres umat Islam Indonesia bertempat di Yogyakarta. Saat itu lahirlah satu partai politik baru dengan nama Masyumi. Dalam kongres itu diputuskan bahwa: 1.



Masyumi adalah satu-satunya partai politik Islam di Indonesia



2.



Masyumi-lah yang akan memperjuangkan nasib (politik) umat Islam Indonesia. Kemudian dilakukanlah ikrar bersama di antara mereka yang isinya hanya



mengakui Masyumi sebagai satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. Semua perkumpulan atau organisasi Islam non politik dijadikan anggota istimewa dalam Masyumi. Partai-partai politik Islam yang telah berdiri sebelum proklamasi kemerdekaan ditiadakan dan dilebur menjadi Masyumi. Pada awal berdiri masyumi, hanya empat organisasi yang masuk masyumi yaitu; Muhammadiyah, NU, perikatan ulama islam, dan persatuan umat islam. Setelah itu barulah organisasi islam yang lainnya ikut bergabung ke Masyumi



11



antara lain persatuan islam (bandung), al-irsyad (Jakarta), Al-jamiatul Washliyah dan Al-ittihadiyah (dari sumatera utara), selain itu pada tahun 1949 setelah rakyat pendudukan belanda mempunyai hubungan leluasa dengan rakyat di daerah yang dikuasai oleh RI, banyak di antara organisasi islam di daerah pendudukan itu bergabung dengan masyumi. Mudahnya persyaratan untuk masuknya organisasi Islam ke dalam Masyumi menjadi salah satu penyebab banyaknya organisasiorganisasi Islam yang masuk ke dalamnya, namun yang lebih penting mengenai alasan mereka masuk kedalam Masyumi di karenakan semua pihak merasa perlu bergabung dan memperkuat barisan islam. Hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat cabang Masyumi atau organisasi-organisasi Islam yang bergabung dengan Masyumi. Faktor penyebab Masyumi cepat berkembang, ialah peranan ulama masing-masing daerah serta ukhuwah Islamiah yang relatif tinggi pada masa-masa sesudah revolusi. Setelah diproklamirkannya kemerdekaan RI, Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia, namun dengan kemayoritasan itu tidak dibarengi dengan adanya pandangan yang sama terhadap Islam dan Politik, Dalam hal ini ada dua pandangan masyarakat Indonesia mengenai hubungan tersebut, yang pertama bahwa, Islam merupakan agama yang lengkap, yang mengatur semua sendi kehidupan, termasuk di dalamnya, mengatur hubungan dengan politik (Negara). Sedangkan pandangan kedua, bahwa Islam sebagai sebuah panduan dan kode etik dalam kehidupan bernegara, bahkan juga terdapat pemisahan total antara keduanya. Masyumi, yang didirikan oleh hampir semua organisasi Islam, baik pasca maupun pra kemerdekaan RI, adalah sebagai partai yang berniat merealisasikan pandangan Islam dan Politik di Indonesia. Lahirnya partai ini ditujukan guna untuk menjaga dan memperjuangkan kepentingan Islam.



12



BAB III PENUTUP A.



KESIMPULAN Nahdatul ulama (NU) lahir pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya,



organisasi ini di prakarsai oleh sejumlah ulama terkemuka, yang artinya kebangkitan para ulam, NU didirikan untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, atau sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme, pembentukan NU merupakan upaya peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah ada sebelumnya, agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan di luaskan jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi usaha mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai pesantren. Dalam catatan sejarah di Indonesia, utamanya pada Abad 20, Gerakan Keagamaan selalu mewarnai perlawanan terhadap kekuasaan asing yang dianggap telah banyak menyengsarakan rakyat dan melakukan ketidak adilan baik politik, sosial maupun ekonomi. Kedudukan Kyai dalam struktur masyarakat dianggap punya status yang tinggi, bahkan oleh banyak kalangan Kyai dipandang sebagai simbul Prestise sosial. Dalam konteks relasi sosial, Kyai punya jaringan atau hubungan yang amat luas, tidak terbatas pada geografis dimana kyai itu bertempat tinggal. Kegiatan politik NU semakin kental pada masa kemerdekaan. Hal ini ditunjukkan pada Muktamar NU di Surabaya tanggal 22 Oktober 1945. Dalam muktamar tersebut, NU mengeluarkan “Resolusi Jihad” yang menyatakan bahwa perjuangan untuk merdeka adalah Perang Suci (jihad). Dalam perjalanannya, NU memainkan peranan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Pada masa-masa awal setelah didirikan saja, NU sudah melakukan berbagai upaya untuk memajukan masyarakat Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memajukan bidang pendidikan dengan mendirikan banyak madrasah dan pesantren.



13



Metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan sebagian besar merupakan perpaduan dari pengetahuan agama dan pengetahuan umum. NU juga mendirikan Lembaga Ma’arif pada tahun 1938 guna mengkoordinasi kerjasama dalam kegiatan pendidikan. Sikap dan mental perjuangan yang telah tumbuh dalam jiwa para pemuda Islam sudah sangat mendalam, karena setelah mendapat gemblengan para Ulama juga mendapat gemblengan phisik dalam latihan “Hisbullah” yaitu suatu latihan pembinaan ketrampilan militer untuk melawan penjajahan Belanda. Nahdatul ulama (NU) lahir pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya, organisasi ini di prakarsai oleh sejumlah ulama terkemuka, yang artinya kebangkitan para ulam, NU didirikan untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, atau sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme, pembentukan NU merupakan upaya peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah ada sebelumnya, agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan di luaskan jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi usaha mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai pesantren. Masyumi merupakan singkatan dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia, berdiri di Jakarta pada masa pendudukan tentara Jepang tahun 1943 di bawah pimpinan KH. M. Mansur sebagai ketua dan Wahid Hasyim sebagai wakil ketua.



14



DAFTAR PUSTAKA https://islami.co/sejarah-singkat-nahdlatul-ulama/ http://zakaaswaja.blogspot.co.id/2016/07/peranan-nahdlatul-ulama-dari-masake.html http://pengayaan.com/sejarah-lahir-dan-berdirinya-nahdlatul-ulama/