BABIII. MEKANIKAl [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB III GAYA SENTRAL II.1 Gaya Sentral dan Energi Potensial Gaya sentral adalah gaya yang bekerja pada sebuah



partikel yang selalu



mengarah pada satu titk yang dinamakan pusat (asal) dari gaya. Jadi aksi gaya sentral pada partikel yang berjarak r dari pusat gaya dapat dinyataka sebagai:     F ( r ) = F (r ) r



(III.1.1)



 dimana r adalah vector satuan ke arah radial. Dari bentuk gaya ini, mempunyai implikasi bahwa momentum sudut partikel adalah kekal atau tidak berubah. Dengan kata lain, jika    F (r ) = F ( r )r ,



gaya sentral adalah isotropik yakni



maka gaya sentral adalah gaya



konservatif., sehingga energi mekanik partikel adalah kekal. Jadi kita akan sampai pada kesimpulan bahwa untuk gaya sentral, momentum sudut dan energi akan kekal (konstan) Hukum kekekalan ini adalah hasil dari sifat simetri radial dalam kasus ini. Selanjutnya   r vector satuan dapat ditulis sebagai r = , sehingga persamaan di atas dapat dituli r



sebagai:  r F = F (r ) r



(III.1.2)



Komponen-komponenya



    F (r )    F = i Fx + j Fy + k Fz = i x + jy + kz r x y z Fx = F ( r ) , Fy = F ( r ) , Fz = F ( r ) r r r



(



)



diperoleh



(III.1.3)



1



Dapat ditegaskan bahwa gaya sentral adalah gaya yang bergantung posisi dan konservatif. Dengan demikian, kita mendapatkan fungsi energi potensial V(r) pada sebuah gaya sentral, hanya mungkin jika curl dari gaya lenyap, yaitu:    ∇× F =curl F =0



(III.1.4) Persamaan (III.14) dapat ditulis sebagai:    ∂F   ∂F  ∂F ∂F   ∂F ∂F  ∇ × F = i  z − y  + j  x − z  + k  y − x  = 0 ∂z  ∂x  ∂y   ∂z  ∂y  ∂x



(III.1.5) Dengan menggunakan persamaan (III.1.3), komponen-komponen pada persamaan (III.1.5) akan diperoleh: ∂Fz ∂ z ∂  F ( r )  ∂r ∂r ∂  F ( r )   = =z  F (r )  = z     (III.1.6a) ∂y ∂y  r ∂r  r  ∂y ∂y ∂r  r  



dan hal yang sama ∂Fy ∂z



=y



∂r ∂  F (r )    ∂z ∂r  r 



(III.1.6b)



Substitusikan persamaan (III.1.6) ke dalam persamaan (III.1.5) dan menggunakan 1  ∂r y ∂r z 2 2 2 = , = , maka hubungan r = ( x + y + z ) 2 , ∂y r ∂z r



komponen kearah x akan



menghasilkan:



( ∇× F ) x



 ∂r ∂r  ∂  F ( r )  =  z ∂y − y ∂z   ∂r  r  = 0    



(III.1.7)



2



Sama halnya dengan komponen-komponen lainnya (y,z) akan lenyap. Dengan demikian persamaan (III.1.4) terpenuhi, yang mempunyai implikasi bahwa gaya sentral adalah gaya konservatif, dan diasosiakan dengan sebuah fungsi energi potensial V(r) sedemikian bahwa:   F ( r ) = −grad V ( r ) = −∇V ( r )



(III.1.8)



Dalam koordinat bola, operator gradient ∇ adalah:   1 1 ∂ ∂ ∂ ∇= r +θˆ +φ ∂r r ∂θ r sin θ ∂φ



Dan kebalikan persamaan (III.1.8) yang tiada lain adalah energi potensial dalam bentuk integral, yakni: r



V (r ) = −∫ F (r )dr



(III.1.8)



rs



II.2 Gerak Gaya Sentral Sebagai Benda Sistem Satu Badan Sistem yang terdiri atas beberapa titik massa yang paling sederhana adalah system dua badan , namun masih cukup umum untuk memperoleh gambaran mengenai dinamika system banyak titik massa. Yang menarik bagi system dua badan ini ialah dapatnya direduksi menjadi system satu badan .



Misalkan gaya antara dua benda disebabkan oleh sebuah potensial interaksi U yang hanya bergantug kepada vektor relatf antara kedua benda.



3



Energi potensial hanya ditentukan oleh akibat interaksi antara massa m1 dan massa m2 , dan oleh karena itu sehingga hanya



bergantung pada vector letak



 r yang



menghubungkan antara kedua titk massa dan kecepatan bila energi potensial itu bergantung pada kecepatan,











dan bukan bergantung pada vector letak r1 dan r2 .



Dengan demikian, untuk energi potensial system dua badan tidak perlu lagi ditransformasikan. Selanjutnya vector letak ttik pusat massa bila diterapkan untuk system dua badan ditentukan oleh:  ∑mi ri m1r1 +m2 r2 R= = m1 +m2 ∑mi



(III.2.1) 















Perlu diketahi bahwa sekalipun vector letak r ditentukan olek vektor r =r2 −r1 ,   R tidak bergantng pada r . Dinyatakan dalam vector R dan r , vector letak   r1 dan r2 akan segera dapat dituliskan sebagai:



namun



      R ( m1 +m2 ) =m1 ( r2 −r ) +m2 r2 =( m1 +m2 ) r2 −m1r       m1r m r 1 + r2 =R + ; r2 =R ( m1 +m2 ) ( m1 +m2 )        m2 r m r 2 − r1 =R − ; r1 =R ( m1 +m2 ) ( m1 +m2 )



(III.2.2)



Dari persamaan (III.2.2 ), maka kita dapat menyatakan energi kinetic sebagai:



  T = 12 m1r12 + 12 m2 r22   2 2         m r m r 2 1 1 1    + 2 m2  R +  T = 2 m1  R −    ( m + m ) ( m + m ) 1 2 1 2     2 2 2 2 1 m1m2 r 1 m2 m1 r = 12 ( m1 + m2 ) R 2 + + 2 2 (m1 + m2 ) 2 (m1 + m2 ) 2



(III.2.3a)



1 m1m2 T = 12 (m1 + m2 ) R 2 + r 2 2 (m1 + m2 ) 4



atau



2 2 1  T = MR + 2 µ r 1 2



dimana telah diambil M =m1 +m2



µ=



sebagai



(III.2.3b)



massa



total



system,



m1m2 sebagai massa tereduksi system yakni system dua badan. Berdasarkan (m1 +m2 )



uraian ini, Lagrangian system akan dapat dinyatakan sebagai:



 L =T −U ( r , r , r ...) L = 12 MR 2 + 12 µr 2 −U ( r , r ) ;



(III.2.4)



karena R sebagai titik pusat massa tidak pernah berubah terhadap waktu maka , d  ) =0 sehingga momentum sistem kekal dan karena (( m1 +m2 ) R dt



 = R 0



, maka



suku pertama dari L konstan sehingga titk polar dari benda memberikan kontribusi pada massa gerak. Oleh karena itu, suku tadi diabaikan sehingga secara efektif L berbentuk:



L = 12 µ r 2 − U (r , r ) yang tiada lain menyajikan gerak sebuah partikel bermassa µ = tereduksi dalam potensial



) U (r , r



(III.2.5)



m1m2 ( m1 +m2 )



massa



. Jadi L merupakan fungsi Lagrange bagi sebuah



partikel. Bisa disimpulkan bahwa persoalan dua benda adalah ekuivalen dengan persoalan satu benda. III.3 Persamaan Gerak Dalam Medan Potensial Sentral Setelah pada uraian di atas dimana system dua badan direduksikan menjadi satu badan, maka dalam hal pusat massa tak bergerak (yaitu bila satu titik massa kecil 5



bergerak terhadap massa besar), system dapat dipandang sebagai hanya satu titik materi yang bergerak terhadap suatu titk. Persamaan gerak oleh gaya sentral dari system massa tereduksi µ dapat diperoleh dengan meninjau persamaan (III.1.1) di atas, adalah: 



µr = F (r )r



(III.3.1)



Dengan mengganti percepatan massa tereduksi µ ke arah radial r dengan percepatan untuk system koordinat polar a, maka akan diperoleh persamaan gerak dalam koordiant polar sebagai: 



µ (r − rθ 2 ) r + µ (rθ + 2rθ )θ = F ( r ) r 







(III.3.2)



atau setelah dipisahkan dengan komponen-komponenya, maka: µ (r − rθ 2 ) = F (r )



(III.3.3a)



(rθ + 2rθ ) = 0



(III.3.3b)



Untuk mendapatkan persamaan gerak oleh gaya sentral di atas, maka selain dengan hokum Newton dapat pula diperoleh dengan metode persamaan Euler-Lagrange dengan merumuskan fungsi keadaan system yang disebut fungsi Lagrange. Suatu system yang bergerak terhadap satu titik dimana potensial interaksi dimisalkan hanya bergantung 



pada jarak relatif r



saja yang menghubungkan antara kedua benda, maka fungsi



Lagrange adalah :



L = 12 µ (r 2 + θ 2 r 2 ) − V (r )



(III.3.4)



Gaya sentral menghasilkan gerak dalam bidang  ⊥ L saja. Pilih L sebagai arah sumbu polar (x,z). Gunakan koordinat polar dalang bidang (x,y), Jadi penambahan ( rθ ) 2 dimaksudkan disamping gerak translasi, juga berotasi. Gambar 3.2



6



Dengan menggunakan persamaan geraka Euler-Lagrange dengan variabel θ , yakni: d  ∂L  ∂L =0  − dt  ∂θ  ∂θ



(III.3.5)



 menghasilkan momentum sudut, yakni: maka tampak bahwa variasi terhadap θ



∂L  Πθ = =µr 2θ  ∂θ d  ) =0 ( µr 2θ dt



(III.3.6a)



sehingga ∂L  =konstan Πθ = =µr 2θ  ∂θ



(III.3.6b) Besar momentum sudut system persamaan



   L =r ×p







 , L =r p sin θ=µr 2θ



yang berarti



(II.3.6b) tiada lain adalah momentum sudut. Jadi besar dari momentum



sudut adalah konstan. Karena system merupakan system tertutup, L tetap dank arena itu persamaan gerak Lagrange: d ∂L d = L =0  dt ∂θ dt



(III.3.7)



Secara geometris kekekalan momentum sudut dapat ditafsirkan bila kita meninjau faktor: d 1 2 ( µr θ ) = 0 dt 2



Karena



1 r ( rd θ ) merupakan luasan yang disapu oleh jari-jari r setelah menempu sudut 2



θ



7



per satuan waktu, maka



dA 1 2  = 2 r θ sehingga dt



dA L = =tetap . Dengan demikian, dt 2µ



sebagai konsekuensi hokum kekekalan momentum sudut, maka luasan yang disapu jarijari yang menghubungkan antara dua massa yang berinteraksi secara sentra persatuan waktu ternyata haruslah tetap, yang dinyatakan dalam persamaan matematis, yakni:



1 2



 = L =tetap r 2θ 2µ



(III.3.7)



Pernyataan ini tiada lain dari pada hukum Kepler kedua Atau dapat pula diperlihatkan dengan analisa dari hokum Newton berikut :    d   dL τ =r ×F = (r × p ) = dt dt 







(III.3.8)







karena ν ×mν =0 . 



Selanjutnya untuk system berinteraksi dengan gaya sentral F =− f ( r )rˆ maka : 























τ =r ×F =rˆr ×(−rˆ) f (r ) =−r (rˆ ×rˆ) f (r ) =0



(III.3.9)



karena



rˆ ×rˆ =0 ,



   dL  =0 berarti L =r ×mν=konstan, sehingga τ = dt 



L =mr ν sin θ



adalah:



besarnya



atau



L =rν sin θ = kons tan m



(III.3.10) Dan juga diperoleh :



dA =rν sin θ dt



;



adalah



luasan



yang



disapu



persatuan waktu sehingga : dA L = =rν sin θ =konstan dt m



(III.3.11)



8



Tampak bahwa Hukum Kepler II yang membicarakan luasan yang disapu oleh garis hubung planet dengan matahari pada asasnya hanyalah merupakan konsekuensi hokum kekekalan momentum sudut. Berikutnya, persamaan gerak yang menyangkut r, dari fungsi Lagrange persamaan (III.3.4), yakni:



L = 12 µ (r 2 + θ 2 r 2 ) − V (r ) d dt d dt



(III.3.12)



 ∂L  ∂L =0  −  ∂r  ∂r  2 +∂V ( r ) =0 ( µr ) −µrθ ∂r



(III.3.13)  = L =konstan, sehingga :  atau θ Dengan menggunakan L =µr 2θ µr 2  L 2  µr



µr −µr  



2



 ∂V ( r )   + ∂r =0 



(III.3.14) atau µr =



L2 ∂V ( r ) − 3 µr ∂r



dengan



Fradial =−



; ∂V ( r ) ∂r



(III.3.15)



Pindahkan semua suku ke ruas kiri, kemudian kalikan dengan r : d 1 L2 ∂V ( r ) ( 2 µr 2 ) − 3 r + r =0 dt µr ∂r d dt



1  L2 2   µ r + +V ( r )  2 2 =0 2 µr  



(III.3.16)



Jadi, 1 2



µr 2 +



L2 +V ( r ) =E (kekal) 2 µr 2



(III.3.17)



9



Diperoleh suku pertama adalah kontribusi radial untuk energi kinetic dan suku kedua adalah kontribusi momentum sudut untuk energi potesail.



Selanjutnya integral lain:



r 2 =



  2 L2 2 L2  − V ( r ) ⇒ r = E − −V (r )  E −   2 2 µ 2 µr µ 2 µr   t



r



to



ro



t −to = ∫ dt = ∫



dr  2 L2 −V (r ) E − 2 µ 2 µr 



(III.3.18) Pernyataan ini adalah tetapan integrasi persamaan gerak dalam medan potensial sentral. Apabial V(r) diketahui maka integral dapat dihitung hingga ditemukan persamaan lintasan system terhadap waktu, secara formal fungsi t = t(r) dapat diubah menjadi r = r(r). Akhirnya, dari integrasi dt, bentuk integral lain yaitu terhadap peubah sudut dengan meninjau :



θ =



dθ L = 2 dt µr



t







θ −θo = ∫ to



L dt µr (t ) 2



Sebetulnya yang hendak diturunkan dalam gaya sentral ini adalah persamaan orbit yakni hubungan r = r( θ) atau θ = θ(r). Sehingga dalam hal ini, waktu sebenarnya merupakan parameter dan lebih menguntungkan jika dinyatakan dalam sudut karena keliling daripada suatu lingkaran adalah 2π, maka :



10



dθ =



L L dt = 2 2 µr µr



dr  2 L2 E − −V (r )   2 µ 2 µr 



(III.3.18) atau



θ −θo =∫



L dr



µr 2



µ



 L2 E − −V ( r )   2 2 2 µr 



(III.3.19)



Bentuk integral terakhir ini dapat diselesaikan untuk bentuk potensial sebagai berikut : V ( r ) =−kr



n +1



dengan n = 1, -2 dan lain-lain asal n ≠ -1.



III.4 Orbit Medan Gaya Sentral Dan Potensial Efektif Untuk menurunkaan gerak partikel dibawah aksi sebuah gaya sentral, kita telah perlihatkan bahwa geraknya masih terbatas pada dua dimensi. Selanjutnya dengan menggunakan kekekalan momentum sudut dan energi, kita telah mereduksi gerak dua dimensi menjadi gerak satu dimensi. Tinjau kekekalan energi total, sesuai dengan persamaan (III.3.17), adalah: L2 +V ( r ) 2 µr 2 +Vsen +V ( r )



E = 12 µr 2 + = Trad



(III.4.1)



dimana Trad dan Vsent adalah adalah masing-masing menyatakan energi kinetic ke arah radial dan gerak ke arah sudut. Dua suku terakhir digabung bersama sebagai energi potensial efektif, maka: E = 12 µ r 2 + Veff (r ) dengan L2 Veff = Vsen(r ) + V (r ) = + V (r ) 2µ r 2



(III.4.2)



Sekarang tinjaulah kasus sebuah partikel bergerak didalam ruang yang berada dibawah gaya berbanding terbalik kuadrat yang dapat ditulis sebagai:



11



F (r ) =



k r2



dengan k adalah konstan. Jika gaya F ( r ) =−



(III.4.3)



dV , maka energi potensialnya adalah: dr



r



V ( r ) =−



∫ F (r ) dr =−



rs = ∞



r



rs



k dr 2 =∞ r







k V (r ) = ; r



(III.4.4a) rs =∞ ⇒ V (∞) =0



(III.4.4b)



Selanjutnya energi potensial efektif diberikan oleh :



Veff =



k L2 + r 2 2 µr 2



(III.4.5)



dengan suku pertama adalah sumbangan gaya radial (F(r)) dan suku kedua adalah sumbangan gaya sentripetal. ungkapkan



 dalam θ



Seperti halnya



gerak 1-D dalam potensial, jika kita



bentuk momentum sudut, persamaan gerak dalam arah radial dapat



ditulis sebagai : µr =F ( r ) +



dengan



L2 µr 3



(III.4.6)



L2 =gaya sentripugal. µr 3



Untuk gerak1-dimensi, potensial efektif dapat diperoleh sebagai berikut:



12



 L2  Veff =− ∫F ( r ) + 3 dr µr   2 L k L2 Veff =V ( r ) + = + 2 µr 2 r 2 µr 2



(III.4.7) dimana



k < 0 untuk gaya tarik-menarik k > 0 untuk gaya tolak-menolak



Terdapat dua kasus penting yang bersangkutan dengan ini, yaitu: •



Gaya gravitasi yang selalu tarik-menarik dengan konstanta k =−Gm 1m2 dengan G = 6,67 x 10-11 Nm2/kg2







1



Gaya coulomb dengan k =4πε q1q2 ;



εo = 8,85 x 10-12 C2/Nm2



o



Gambar.3.3 Titik r1 pada gambar (3.3) adalah titik terdekat ke potensial (perhelion)



13



Untuk k > 0 dan L ≠ 0 gerak partikel (orbit) unbounded jika E > 0. Dari grafik, energi potensial efektif minimum berada pada syarat titik kesetimbangan, yakni : dV eff ( r ) dr dV eff ( r ) dr



=0 =



d dr



k L2  +  r 2 µr 2 



 k L2  = − −  ro2 µro3 r = ro



(III.4.8)



dengan ro =−



L2 µk



; sedangkan nilai potensial Veff di r = ro diperoleh:



k L2 k L2 Veff (ro ) = + = + 2 2 ro 2 µro2 ( − L µk ) 2 µ(− L µk ) 2 Veff (ro ) = −



µk 2 2 L2



(III.4.9) dengan: Etotal



= stasioner karena r adalah konstan



E



= Veff min hanya ada ro yang memenuhi, orbitnya lingkaran



Selanjutnya akan ditinjau persamaan orbit dari sebuah benda yang bergerak di bawah pengaruh gaya sentral. Dalam hal ini dapat mulai dari persamaan: 2 F ( r ) =µr −µrθ



(III.4.10)



1 u



dengan menandai bahwa r = , maka:



θ =



L L = u2 2 µr µ



(III.4.10a)



14



dr 1 du 1 du dθ 1 du =− 2 =− 2 =− 2 θ dt u dt u dθ dt u dθ 1  L 2  du L du r =− 2  u  =−   u  µ  dθ µ dθ r =



(III.4.10b) dan dr L d  du  L dθ d  du  L d 2u =−  = −   =− θ dt µ dt  dθ  µ dt dθ  dθ  µ dθ 2 L  L2 2  d 2u L2u 2 d 2u r =−   u = −  dθ 2 µ µ2 dθ 2 µ  r =



(III.4.10c)



Subtitusi persamaan (II.4.10) ke dalam persamaan (III.4.10), maka diperoleh:



 L2u 2 d 2u 1  F   =µ  − µ2 dθ 2 u  



2



  1  L 2    u    −µ u    µ  



L2u 2 d 2u L2u 3 1  F   =− − µ dθ 2 µ u 



(III.4.11)



atau d 2u µ 1  +u =− 2 2 F   2 dθ Lu u 



(III.4.12)



1  k 2 , maka : u  r



Jika F (r ) =F  =



dengan y = u +



µk L2



d 2u µ k µ + u = − 2 2 2 = − 2 2 ku 2 2 dθ Lu r Lu 2 d u µk d2y +u =− 2 ⇒ + y=0 dθ 2 L dθ 2



(III.4.13)



Persamaan terakhir ini terdiri atas persamaan osilator harmonik (homogen) dengan



ωo2 =1 15



dan solusi tidak homogen, sehingga solusinya masing-masing adalah : y =A cos (θ −Φ)



(III.4.14a) 1 µk u = =− 2 + A cos (θ −Φ) r L



(III.4.14b) atau 1 µk =− 2 (1 +e cos (θ −Φ) ) r L



(III.4.14c)



Persamaan terakhir adalah persamaan irisan-irisan kerucut dengan



e =−



L2 A yang µk



disebut e (eksentrisitas) yaitu perbandingan antara sumbu panjang dengan sumbu pendek. dan e diperoleh dari syarat awal atau dari kekekalan energi, yaitu:



E = µr 2 + 1 2



L2 k − 2 µr r



(III.4.15)



Karena E ini berlaku untuk semua r, maka kita pilih saja di titik perhelion, yakni r =0 , sehingga : L2 k E= − 2 µr r



(III.4.16)



Selanjutnya tinjau kembali (III.4.14b),yaitu: ; 1 µk = − 2 (1+ e cos (θ − Φ ) ) r L



III.4.14b)



16



 L2    µ k   = (1 + e cos (θ − Φ) ) r



atau



 r



(III.4.17a)



=(1 +e cos (θ −Φ) )



(III.4.17b) L2



L2 A



dengan =µk semi_latius rectum dan e =µk adalah eksentrisitas yaitu perbandingan sumbu panjang dan sumbu pendek. Selanjutnya nilai minimum r diperoleh dengan mengambil θ= 0 dan cos θ= +1dalam persamaan (III.4.17), yakni: L2 µk



rmin =



1 µk  1  = 2 (1 +e )  1 +e   atau r L   min



(III.4.18) Kalau ini dimasukkan ke dalam persamaan : E=



Maka



L2 k − = 2 µrmin rmin



L2 k − µk  µk (1 +e) 2 µ 2 (1 +e) 2 L  L



2 EL 2 e = 1+ µk 2



17



Gambar.3.4



Dari gambar 3.4 untuk Em=V0 potensial



µ k2 − 2 = Vo〈 E 〈 0 2L E =Vo =−



;



0 e〈〈 1



µk 2 2L2



elips



;



Orbit tertutup



e =0



lingkaran



E =0



;



e= 1



parabola Orbit terbuka



E〉 0



;



e〉 1



hiperbola



Contoh 1: Sebah partikel bermassa m diamati bergerak dalam orbit spiral diberikan oleh persamaan r =kθ , dimana k adalah konstan. Carilah bentuk fungsi gayanya.



18



Penyelesaian : Gunakan persamaan diferensial persamaan (III.4.12) d 2u m 1  +u =− 2 2 F   2 dθ Lu u 



(III.4.12)



1 1 u= = r kθ



Ambillah : du 1 =− 2 dθ kθ



;



(1)



d 2u d  1  2 = − = dθ 2 dθ  kθ 2  kθ 3



atau d 2u 2 k 2 = 3 =2k 2u 2 2 dθ r



(2)



Subtitusi ini ke dalam persamaan (III.4.12) : 2k 2u 2 +u =−



m 1  F  2 Lu u  2



(3)



atau L2u 2 L2 1  F  =− ( 2k 2u 3 +u ) =− ( 2ku 5 +u 3 ) m m u 



(4) 1 r



Masukkan kembali u = , maka: F ( r ) =−



L2  1 2k   +  m  r3 r5 



(5) Contoh .2. Hal yang sama dengan soal di atas, jika orbit spiralnya diberikan oleh r =kθ2 .



Jawab: Misalkan : 1 = kθ 2 ⇒ u du 2 =− 3 dθ kθ



u=



1 kθ 2



(1) ( 2)



19



d 2u 6 = maka dθ 2 kθ 4 d 2u m 1 + u = − 2 2 F  2 dθ Lu u 6 m 1 + u = − 2 2 F  4 kθ Lu u



(3) (4) (5)



atau 6k 2 m 1 + u = − 2 2 F  2 kr Lu u m 1 6ku 2 + u = − 2 2 F   atau Lu u 2 2 Lu 1 F  = − (6ku2 + u ) u m  



( 6)



(7 )



2



L 1 F   = − (6ku 4 + u 3 ), u m   Lalumasukkankembaliu, maka : atau



F( r) = −



L2  1 1   6k +  m  r4 r3 



(8)



Soal Latihan: 1. Sesuai dengan teori nuklir Yukawa, gaya tarik-menarik antara sebuah neutron dan proton di dalam inti atom digambarkan sebuah fungsi potensial yang berbentuk: V (r ) =



k exp( −αr ) r



dimana k dan α adalah konstanta dan k