Bantuan Hidup Dasar (BHD) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dengan berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyusun makalah berjudul “Penanganan Kegawatdaruratan Bantuan Hidup Dasar (BHD)” ini dengan tepat pada waktunya. Tak lupa pula shalawat serta salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Semoga dengan makalah ini khususnya kelompok kami dan pembacanya mendapatkan syafaat dari beliau di akhir zaman. Dengan Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Pembuatan makalah ini, kami mendapat referensi dari buku dan internet. Serta kami juga berterimakasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga bantuannya mendapat balasan dari Allah SWT. Dengan segala keterbatasan, kami berharap tugas ini bermanfaat bagi kelompok kami khususnya serta para pembaca pada umumnya.



Gorontalo,



20 Februari 2020



Penyusun



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR......................................................................................................1 DAFTAR ISI....................................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3 1.1



Latar Belakang...................................................................................................3



1.2



Rumusan masalah...............................................................................................4



1.3



Tujuan................................................................................................................5



BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................6 2.1



Definisi BHD.....................................................................................................6



2.2



Tujuan BHD.......................................................................................................6



2.3



Indikasi BHD.....................................................................................................7



2.4



Langkah-langkah BHD.......................................................................................7



2.5



Keterkaitan Pendidikan Kesehatan Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan 13



2.6



Materi yang bisa diberikan kepada masyarakat awam......................................15



2.7



Heimlich Manuver............................................................................................16



BAB III PENUTUP........................................................................................................18 3.1



Kesimpulan......................................................................................................18



3.2



Saran................................................................................................................18



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian “awal” tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Salah satu penyebab kematian nomor satu pada penyakit tidak menular setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler (Kemenkes RI, 2014). Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah (Kemenkes RI 2014). Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah (Kemenkes RI 2014). Terabanya denyut nadi. Kematian akan terjadi dalam beberapa menit jika korban tidak menerima pertolongan segera (AHA 2013). Di Amerika kasus henti jantung di luar rumah sakit adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa. Terdapat 300.000 orang setiap tahunnya, dengan insiden kejadian 56 per 100.000 orang per tahun yang mendapat pertolongan segera. Di Denmark, angka kejadian henti jantung sebanyak 62 per 100.000 orang per-tahun, dimana 3500 orang diantaranya mendapat pertolongan segera. Pada sebagian besar kasus, dari awal kejadian pasien terkena henti jantung sampai tiba di layanan kegawatdaruratan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain jarak tempuh, prognosis pasien juga dipengaruhi oleh tatalaksana awal resusitasi jantung paru. Hingga saat ini, hanya sebagian kecil dari pasien henti jantung yang menerima resustasi jantung paru (RJP) dari masyarakat yang menyaksikan di tempat kejadian, hal ini disinyalir akibat kurangnya pengetahuan masyarakat terkait tindakan RJP yang harusnya dilakukan kepada pasien di tempat kejadian (Wissenberg et al. 2013). Keterampilan melakukan resusitasi jantung paru (RJP) harus dimiliki setiap orang untuk mengurangi dampak buruk atau keparahan gejala sisa



pasien henti jantung. Keterampilan dalam tindakan pertolongan awal ini bertujuan untuk oksigenasi darurat mempertahankan fungsi jantung paru melalui ventilasi dan sirkulasi buatan. Dengan demikian nantinya diharapkan ventilasi dan sirkulasi dapat pulih spontan sehingga mampu melakukan oksigenasi secara mandiri. Hal ini akan memberikan prognosis yang lebih baik pada pasien, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien. AHA, 2017 menyatakan bahwa tidak ada persyaratan usia minimum untuk belajar CPR. Kemampuan untuk melakukan CPR lebih didasarkan pada kekuatan tubuh daripada usia. Studi telah menunjukkan bahwa anak-anak berusia sembilan tahun dapat belajar dan mempertahankan keterampilan CPR. Aspek dasar pertolongan pada henti jantung mendadak adalah bantuan hidup dasar (BHD), aktivasi sistem tanggap darurat, RJP sedini mungkin, serta dengan defibrilasi cepat menggunakan defibrillator eksternal otomatis atau Automatic External Defibrillator (AED). (Kleinman et al. 2015). Botha et al. (2012), pada korban henti jantung penting halnya untuk melakukan BHD di menit-menit awal hal ini tentunya dapat meningkatkan angka pasien bertahan hidup sebanyak 4% dan pada pasien napas spontan 40%. Menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui dan paham terkait BHD, untuk dapat memberikan pertolongan pada pasien di tempat kejadian sampai petugas medis datang. 1.2 Rumusan masalah 1. Apa pengertian dari BHD? 2. Apa tujuan dari BHD? 3. Apa saja indikasi dari BHD? 4. Bagaiamana Langkah-langkah BHD? 5. Bagaiamana Keterkaitan Pendidikan Kesehatan Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan 6. Apa saja materi yang bisa diberikan pada masyarakat awam? 7. Bagaimana cara kerja Heilmic Manuver?



1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui Apa pengertian dari BHD 2. Untuk mengetahui Apa tujuan dari BHD 3. Untuk mengetahui Apa saja indikasi dari BHD 4. Untuk mengetahui Bagaiamana Langkah-langkah BHD 5. Untuk memgetahui Bagaiamana Keterkaitan Pendidikan Kesehatan Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan 6. Untuk mengetahui Apa saja materi yang bisa diberikan pada masyarakat awam 7. Untuk mengetahui Bagaimana cara kerja Heilmic Manuver?



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi BHD Bantuan hidup dasar (basic life support) adalah suatu tindakan pada saat pasien ditemukan dalam keadaan tiba-tiba tidak bergerak, tidak sadar, atau tidak bernafas, maka periksa respon pasien. Bila pasien tidak merespon, aktifkan sistem darurat dan lakukan tindakan bantuan hidup dasar (W.Sudoyo et al., 2015). Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan nafas, membantu pernafasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu (Christie Lontoh, Maykel Kiling, 2013). BHD adalah suatu tindakan gawat darurat yang memerlukan pertolongan segera untuk membebaskan jalan nafas, membantu pernafasan, dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu. Resusitasi jantung paru (RJP) adalah istilah yang dipakai untuk menyebut terapi segera untuk henti jantung dan atau nafas. RJP terdiri dari pemberian bantuan sirkulasi dan nafas, dan merupakan terapi umum yang bisa diterapkan pada hampir semua kasus henti jantung atau nafas. Namun, tindakan ini tidak mengesampingkan perlunya menegakkan diagnosis akurat sehinga terapi spesifik, bila tersedia, bias diberikan sedini mungkin untuk bisa menyelamatkan nyawa (Davey, 2006). Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan dini yang dilakukan pada seseorang dengan keadaangawat darurat, apabila tidak dilakukan BHD dengan segera dapat menyebabkan kematian biologis(Bachtiar, 2016). 2.2 Tujuan BHD Tujuan dilakukannya BHD adalah: a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernapasan b. Memberikan bantuan eksternal dan ventilasi pada pasien yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui resusitasi jantung paru (Nur, 2017).



2.3 Indikasi BHD a. Henti nafas Henti nafas dapat disebabkan karena tenggelam, stroke, obstruksi jalan nafas oleh benda asing, inhalasi asap, kelebihan dosis obat, tekanan aliran listrik, trauma, koma. b. Henti jantung Henti jantung adalah saatdimana jantung kehilangan aktivitas mekanik dankelistrikanya dan di tandai dengan hilangnya tanda sirkulasi. (Brady,



Charlton,



Lawner,



Sutherland,&



Mattu,2012).MenurutAHA2015,dalamkejadian hentijantungdiluarrumahsakitkeberhasilanresu-



sitasi



membutuhkan



koordinasi yang tepat atau Chain of Survival yang berupa pengaktifan sistem layanan darurat medis, RJP dini, Defibrilasi sece- patnya, bantuan pendukung



kehidupan,



dan



pera-



watan



paska



henti



jantung



(Bachtiar,2016). Henti jantung dapat mengakibatkan: fibrilasi ventrikel, akhikardi ventrikel, asistol. (Krisanty et al., 2016) 2.4 Langkah-langkah BHD Menurut AHA 2015 berikut ini adalah langkah-langkah dalam memberikan Bantuan Hidup Dasar (BHD), antara lain: a. Menganalisis keamanan (Danger) Memastikan keadaan aman baik bagi penolong, korban, maupun lingkungan disekitarnya atau dikenal dengan istilah 3A (amankan diri, amankan korban, amankan lingkungan). Keamanan penolong harus diutamakan sebelum melakukan pertolongan terhadap korban agar tidak menjadi korban selanjutnya. b. Memeriksa respon korban (Respon) Pemeriksaan respon korban dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan verbal dan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan jika keadaan lingkungan benar-benar sudah aman agar tidak membahayakan korban dan penolong. Rangsangan verbal dilakukan dengan cara memanggil korban



sambil menepuk bahunnya. Apabila tidak ada respon, rangsangan nyeri dapat diberikan dengan penekanan dengan keras di pangkal kuku atau penekanan dengan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang sternum atau tulang dada. c. Meminta Bantuan (Shout for help) Jika korban tidak memberikan respon terhadap panggilan dan rangsangan nyeri, segeralah meminta bantuan dengan cara berteriak meminta tolong untuk segera mengaktifkan sistem gawat darurat. d. Circulation 1) Cek nadi AHA (2015) membedakan pengecekan nadi antara masyarakat awam dengan tenaga kesehatan dan masyarakat awam terlatih. Masyarakat awam tidak harus melakukan pemeriksaaan terhadap nadi korban. Henti jantung ditegakkan apabila ditemukan adanya korban tidak sadarkan diri dan pernafasannya tidak normal tanpa memeriksa nadinya. Pada tenaga kesehatan dan orang awam terlatih pemeriksaan nadi tidak lebih dari 10 detik pada nadi carotis dan apabila ragu dengan hasil pemeriksaannya maka kompresi dada harus segera dimulai.



2) Kompresi dada (RJP) AHA (2015) menjelaskan bahwa kompresi dada (RJP) dapat dilakukan apabila syaratnya terpenuhi yaitu : tidak adanya nadi pada korban. Efektifitas kompresi dada maksimal dilakukan jika posisi pasien dan penolong harus tepat. Pasien ditempatkan pada permukaan yang datar dan keras, serta dengan posisi supinasi (terlentang). Kedua lutut penolong berada disamping dada korban. Letakkan 2 jari tangan



di atas prosessus xiphoideus (PX)/ di antara kedua putting susu. Letakkan kedua telapak tangan dengan cara saling menumpuk, satu pangkal telapak tangan diletakkan ditengah tulang sternum dan telapak tangan yang satunya diletakkan di atas telapak tangan yang pertama dengan jari-jari saling mengunci. Pemberian kompresi pada masyarakat awam dengan tenaga kesehatan dan masyarakat awam terlatih berbeda. Masyarakat awam hanya melakukan kompresi dada dengan sistem “push hard and push fast” atau tekan yang kuat dan cepat (American Heart Association, 2015). Tenaga kesehatan harus melakukan resusitasi jantung paru dengan kombinasi dari kompresi dada dan bantuan terhadap pernapasan korban. Tenaga kesehatan harus menyediakan “high quality CPR” atau resusitasi yang berkualitas tinggi dengan ketentuan sebagai berikut: a) Kedalaman kompresi dada adalah 2 inci atau 5 cm dan tidak boleh melebihi 2,4 inci (6 cm). b) Recoil atau pengembalian dinding dada sempurna c) Meminimalkan enterupsi dalam pemberian kompresi dada d) Rasio pemberian kompresi dada dengan bantuan napas adalah 30:2 e) Kecepatan kompresi dada minimal 100-120 x/menit



Untuk posisi tangan pada bayi, apabila penolong hanya satu orang digunakan dua jari di bawah dada, tepat di bawah baris putting. Penolong dua orang atau lebih, menggunakan dua jari bergerak melingkar di bagian tengah dada, tepat di bawah baris putting. Pada bayi kedalaman yang dilakukan adalah spertiga dari diameter dinding



depan dada atau sekitar 1,5 inci (4 cm), sedangkan pada anak-anak dilakukan kompresi sedalam 2 inci (2 cm). Hal ini bertujuan untuk menciptakan aliran darah dengan menambah tekanan intrathoraks dan secara langsung mengkompresi jantung, yang pada akhirnya menghasilkan aliran darah dan penyaluran oksigen ke jantung dan otak. Apabila melakukan kompresi yang melebihi kedalaman yang direkomendasikan



ini



dapat



menyebabkan



komplikasi.



Untuk



kecepetan kompresi dada pada orang dewasa, bayi dan anak-anak yang mengalami henti jantung, penolong perlu melakukan kompresi dada 100 hingga 120/min. Jumlah kompresi dada diberikan per menit saat RJP berlangsung adalah faktor penentu utama kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC) dengan fungsi neurologis yang baik (AHA 2015). Pada penolong yang tidak terlatih dapat memberikan RJP dengan tangan saja (hands-only) untuk korban henti jantung dewasa. Penolong harus tetap melanjutkan RJP sampai AED atau penolong terlatih tiba. Jika penolong terlatih mampu melakukan napas buatan, ia harus menambahkan napas buatan dalam perbandingan 30 kompresi berbanding 2 bantuan napas.Penolong harus melanjutkan RJP hingga AED tiba dan siap digunakan, kemudian penyedia layanan kegawatdaruratan medis mengambil alih perawatan korban atau korban mulai bergerak (AHA 2015). e. Airway control Tindakan airway control dilakukan untuk membebaskan jalan napas dari sumbatan. Sumbatan jalan napas dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu lidah atau benda asing yang menyumbat jalan napas. Tindakan yang dapat dilakukan adalah head tilt chin lift (untuk pasien non trauma servikal) atau jaw thrust (dilakukan apabila korban dicurigai mengalami cedera pada servikal). Benda asing dapat diambil dengan



tindakan cross finger untuk membuka mulut dan finger sweep untuk membersihkannya. Bantuan napas dan ventilasi adalah usaha ventilasi buatan yang dilakukan dengan tekanan positif secara berkala dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat. Bantuan napas dengan ventilasi terdiri dari dua tahap, (Koster et.al, 2010). 1) Penilaian pernapasan dilakukan dengan cara memantau atau melihat naik turunnya dinding dada korban, mendengar keluarnya udara, dan merasakan hembusan napas korban di pipi penolong. 2) Memberikan bantuan napas dilakukan dari mulut ke mulut , mulut ke hidung atau mulut dengan alat. Oleh karena itu, pembebasan jalan nafas dan menjaga napas terbuka dan bersih merupakan hal yang penting dari BHD. Teknik-teknik mempertahankan jalan napas : (Koster et.al, 2010) 1) Tindakan kepala tengadah (head tilt) 2) Tindakan dagu diangkat (chin lift) 3) Tindakan mendorong rahang (jaw-thrust)



f. Breathing Bantuan napas harus diberikan dalam waktu 1 detik. Tindakan ini tidak harus dilakukan oleh masyarakat awam yang belum mendapatkan pelatihan atau tidak percaya diri untuk melakukannya. Pemberian napas bantuan harus cukup untuk meningkatkan pengembangan dada. Pemberian dapat dilakukan secara mouth to mouth dan mouth to barrier device breathing. Bantuan napas untuk korban henti napas tanpa henti jantung



adalah 10-12 x/menit (1 bantuan napas setiap 5-6 detik) pada korban dewasa. Korban anakanak atau bayi dilakukan sebanyak 12-20 x/menit (1 bantuan napas setian 3-5 detik).



g. Recovery position Recovery position dilakukan pada pasien tidak sadarkan diri setelah pernapasannya normal dan sirkulasinya efektif. Posisi ini dibuat untuk menjaga patensi jalan napas dan menurunkan risiko obstruksi jalan napas dan aspirasi. Posisi korban harus stabil tanpa penekanan pada dada serta kepala yang menggantung. Posisi ini diharapkan dapat mencegah terjadinya sumbatan dan jika ada cairan maka cairan tersebut akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas. Tindakan ini dilakukan setelah RJP. Urutan posisi pemulihan adalah : 1) Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas. 2) Tangan lainnya disilangkan ke leher dan telapak tangan mengarah ke pipi korban. 3) Kaki pada posisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong, sekaaligus memiringkan tubuh korban ke penolong. (Koster et.al, 2010)



Indikasi penghentian RJP adalah pasien meninggal, penolong kelelahan, atau bantuan datang. Waktu dan ketepatan memberikan BHD/BHL sangat menentukan



perbaikan neurologist dan angka



keselamatan, waktu untuk RJP: 4 menit sejak kejadian henti jantung dan



waktu untuk BHL: 8 menit setelah kejadian henti jantung. (Krisanty et al., 2016). 2.5 Keterkaitan Pendidikan Kesehatan Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Pendidikan kesehatan adalah salah satu program pelayanan kesehatan dimana individu atau sekelompok individu belajar untuk berperilaku dalam suatu



kebiasaan



kondusif



terhadap



peningkatan,



pemeliharaan



dan



pemulihankesehatan. Prinsip dari pendidikan kesehatan yaitu pendidikan kesehatan tidak hanya diterima di bangku sekolah tetapi merupakan kumpulan pengalaman dari mana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan kebiasaan sasaran pendidikan. Pendidikan kesehatan akanmemberikan masyarakat pengetahuan tentang memelihara kesehatan, menghindari, dan menangani masalah kesehatan yang dialami diri sendiri atau orang lain. Pendidikan kesehatan bantuan hidup dasar yang diberikan kepada masyarakat akan mempengaruhi peningkatan pengetahuan individu atau sekelompok individu sehingga siap memberikan pertolongan pada korban henti jantung. Faktadimasyarakatketikaterjadihentijantung atau lebih dikenal dengan angin duduk, masyarakat cenderung bersikap panik daripada memberikan BHD, mengaktifkan sistem layanan darurat medis, atau segera merujuk ke pelayanan kesehatan terde- kat, adapun ketika dirujuk ke pelayanan kesehatan terdekat korban tiba dengan keadaan telahmening- gal secara klinis. Tingkat penyelamatan korban lebih tinggi ketika resusitasi dini dilakukan kurang dari 8 menit setelah kejadian, dan pengaktifan pelayanan medis darurat dilakukan kurang dari 4menit setelah kejadian serta pemberian defribilasi kurang dari 6 sampai 11 menit pertama(Brady,Charlton,Lawner, Sutherland,&Mattu,2012). Perhitungan waktu ter- sebut masuk kedalam rantai kelangsungan hidup yang mempengaruhi pemulihan melalui tindakan dini (Bachtiar, 2016). Rantai kelangsungan hidup ini perlu dikuasai untuk tenaga medis khususnyapera- wat. Menimbang perawat yang memiliki tugas meningkatkan derajat kesehatan,



paling mudah dica- pai oleh masyarakat, dan dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama sesuai ayat 1 pasal 35 dalam UU RI No.38 tahun 2014 tentang keperawatan. Dengan acuan tersebut, perawat berperan pen- ting dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah sakit dan kematian di masyarakat, seperti studi pendahuluan yang dilakukan diKecamatan Sukorejo dari 10 pasien yang memiliki diagnosa medis gagal jantung 3 diantaranya telah meninggal karena henti jantung, dan 1 korban tanpa diagnosa juga telah meninggal karena henti jantung dalam kurun waktu 3bulan terakir. Kejadian yang terjadi di luar pelayanan kesehatan bisa disebabkan karena keterlambatan dalam pemberian BHD, tetapi kejadian disekitar atau dida- lam pelayanan kesehatan bisa disebabkan oleh tena- ga medis termasuk perawat yang dalam pertolong- annya tidak mengetahui prosedur dengan benar, atau memang belum memiliki kompetensi BHD. Hasil dari studi penelitian yang dilakukan, dari 10 perawat yang di berikan pertanyaan definisi dan acuan BHD yang terbaru secara acak, didapatkan 3 perawat tidak tahu SOP BHD yang terbaru,dan



1



perawat



tidak



mengetahui



panduan



terbaru



BHD



yaituAHA2015.Kompetensitersebutharusdifaha- mi dan diperbarui karena beberapa kejadian henti jantung tidak dapat diprediksi oleh medis sehingga bisaterjadidimanasaja,kapansaja,danolehsiapa saja, perawat harus siap dan tanggap dengan keja- diantesebut. Perawat harus memperhatikan rantai kelang- sungan hidup kejadian henti jantung didalam rumah sakit (IHCA) untuk kejadian di lingkup pelayanan kesehatan,yaitu pengawasan dan pencegahan terja- dinya henti jantung, pengenalan dan pengaktifan sistem tanggap darurat atau kode biru, CPR berkualitas tinggi, pemberian defibrilasi secara cepat,serta pemberian bantuan hidup



lanjut



dan



perawatan



paskaserangan



jantung.Perawat



yang



memperhatikan rantai kelangsungan hidup tersebut seharusnya sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman sepu- tar BHD dan mampu dalam aplikasinya pada suatu kejadian serta mampu menganalisis situasi dan tindakan yang



harus diberikan, sehingga dengan menggabungkan analisis yang ada perawat mampu mengevaluasi keadaan yang terjadi,sehingga rantai kelangsungan hidup dapat berjalan dengan sempurna. 2.6 Materi yang bisa diberikan kepada masyarakat awam a. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis Pertama-tama pastikan keamanan korban dan penolong. Setelah aman periksa respon korban dengan cara memanggil, menepuk wajah atau bahu korban. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah korban sadar atau tidak. Jika tidak diperlukan, jangan pindahkan korban. Apabila korban sadar, biarkan korban dengan posisi nyaman dan bila perlu ulangi penilaian kesadaran. Jika korban tidak sadar, segera memanggil bantuan dengan cara meminta bantuan kepada orang sekitar yang berada di tempat kejadian atau meminta bantuan menggunakan telpon dan memberitahu posisi penolong dimana (Koster et.al, 2010). Memanggil bantuan ini penting dilakukan agar petugas yang lebih berkompeten dapat dengan segera memberikan informasi yang harus dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan. (AHA, 2015) b. Periksa Denyut Nadi Seperti yang disarankan pedoman di 2015, penyedia kesehatan akanterus memeriksa denyut nadi, membatasi waktu tidak lebih dari 10 detik untuk menghindari keterlambatan dalam inisiasi kompresi dada. Idealnya, pemeriksaan nadi dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan nafas yang terengah-engah atau nafas yang berhenti, untuk meminimalkan keterlambatan dalam deteksi henti jantung dan inisiasi RJP. Biasanya pada penyelamat yang awam, hal ini tanpa disadari tidak dilakukan (Kleinman et al. 2015). c. Lakukan RJP dini Ketika menemukan pasien dengan henti jantung dan henti napas mulailah kompresi dada secepat mungkin setelah mengenali kasus henti jantung. Hal ini dikarenakan pasien berpacu terhadap waktu, semakin lama pasien mendapatkan pertolongan tentunya prognosis dari pasien semakin



buruk. Rentan waktu saat terjadinya kejadian sampai dengan dilakukannya pertolongan pertama adalah 1-5 menit, ini dapat meningkatkan survival rate dari pasien (>50%) (Botha et al. 2012). Perubahan besar pedoman 2015 bagi tim penolong terlatih, yang diperintahkan untuk melakukan urutan RJP dengan kompresi dada terlebih dahulu daripada nafas (C-A-B vs A-B-C). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan waktu inisiasi dari kompresi dada. Setelah kompresi dada telah dimulai, selanjutnya dilakukan pemberian nafas melalui mulut ke masker atau perangkat bagmask untuk memberikan oksigenasi dan ventilasi (Kleinman et al. 2015). Sistem resusistasi harus membuat penilaian dan peningkatan system perawatan secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan peluang untuk memperbaiki tingkat kelangsungan hidup pasien diluar rumah sakit. Peningkatan kualitas berkelanjutan mencangkup evaluasi yang sistematis, penentuan tolak ukur dan analisis. Upaya ini diperlukan untuk mengoptimalkan perawatan resusistasi, sehingga kesenjangan antara performa resusitasi ideal dan sebenarnya dapat dipersempit (AHA, 2015). 2.7 Heimlich Manuver Keadaan darurat untuk mencegah terjadinya mati lemas saat jalan napas dari korban terblokir oleh benda atau makanan adalah dengan cara Heimlich manuver. Dasar dari teknik ini adalah penolong berada di belakang dari korban, dengan tangan penolong berada di sekitar pinggang korban. Kemudian membuat kepalan dengan ibu jari menghadap ke atas bagian bawah tulang rusuk dan melakukan tekanan mendorong secara cepat ke atas. Dilakukan sampai benda yang menghalangi jalan napas keluar (Heimlich manuver, 2014). Pada bayi atau anak-anak hal yang dapat kita lakukan dalam kondisi seperti ini adalah meletakkan korban di atas permukaan, kemudian kita bisa berdiri atau berlulut di kaki korban atau tahan bayi di pangkuan kita



menghadapjauh. Tempatkan jari di bagian tengah di bawah tulang rusuk dan di atas tali pusarnya tekan bagian tersebut kemudian dorong keatas dengan gentle, ulangi sampai benda atau makanan keluar (Heimlich manuver, 2014)



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakandini yang dilakukan pada seseorang dengan keadaangawat darurat, apabila tidak dilakukan BHD dengansegera dapat menyebabkan kematian biologis(Bachtiar, 2016). Resusitasi jantung paru (RJP) adalah istilah yang dipakai untuk menyebut terapi segera untuk henti jantung dan atau nafas. RJP terdiri dari pemberian bantuan sirkulasi dan nafas, dan merupakan terapi umum yang bisa diterapkan pada hampir semua kasus henti jantung atau nafas. Adapun urutan RJP dengan kompresi dada terlebih dahulu daripada nafas (C-A-B vs A-B-C). 3.2 Saran 1. Perlunya pemberian materi BHD pada mahasiswa dikarenakan tingkat pengetahuan masih kurang. Sehingga diharapkan nantinya pemberian materi dapat diberikan pada saat pengenalan kampus atau dapat dilakukan evaluasi pada kurikulum tentang pemberian materi BHD. 2. Perlunya pemberian BHD pada msayarakat sehingga dapat meningkatkan



pengetahuan dini dan meminimalisir kematian/kecacatan.