Bedah Mayat Dalam Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM HUKUM BEDAH MAYAT MENURUT ISLAM



DI SUSUN OLEH : INDRIYANI AYU LESTARI A.12.11.016 TINGKAT 1.A AKPER DOSEN PEMBIMBING : H. SUHAIMI, S.Ag, SH



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA ADIGUNA PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PALEMBANG 2013



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia, taufik dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema “Hukum Bedah Mayat Menurut Islam”. Kami berupaya menyajikan materi yang dapat membantu pembaca supaya dapat mengerti bagaimana hukum-hukum nifas menurut Islam. Kami mengetahui makalah kami ini jauh dari sempurna, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna, maka dari itu, kritik dan saran dari para dosen dan temanteman sangat kami harapkan, agar terciptanya makalah yang lebih baik. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian makalah ini. Harapan kami agar makalah ini dapat membantu para mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang hukum-hukum nifas menurut Islam dan dapat bermanfaat bagi kita semua.



Palembang, Januari 2013



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................



i



KATA PENGANTAR.........................................................................................



ii



DAFTAR ISI........................................................................................................



iii



BAB I



PENDAHULUAN.............................................................................



1



1.1 Latar Belakang ............................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah........................................................................



2



1.3 Tujuan ..........................................................................................



2



1.4 Manfaat ........................................................................................



2



BAB II PERMASALAHAN..........................................................................



3



BAB III TINJAUAN TEORI..........................................................................



4



3.1 Pengertian bedah mayat................................................................



4



3.2 Pembagian bedah mayat...............................................................



4



3.3 Hukum bedah mayat.....................................................................



5



3.4 Pandangan ulama tentang bedah mayat .......................................



7



BAB IV PENUTUP.........................................................................................



11



4.1 Kesimpulan ..................................................................................



11



4.2 Saran ............................................................................................



11



DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan telah mengantarkan umat manusia untuk menelaah lebih jauh tentang kepentingan dan kemaslahatannya, lebihlebih dari tinjauan kemaslahatan serta keabsahannya menurut hukum Islam. Semua penemuan baru hendaknya disejalankan dengan kaidah-kaidah hukum Islam, seperti hukum bedah mayat menurut pandangan hukum Islam. Di dalam nash tidak ditemukan keterangan yang sharih tentang hukum melakukan pembedahan mayat, sebab bedah mayat seperti di zaman sekarang ini belum dikenal di masa lalu. Yang ditemukan hanya dalil-dalil dari Sunnah Nabawiah yang berbicara tentang larangan merusak tulang mayat. Selain itu terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama tentang hukum membedah perut mayat. Hanya saja masalahnya tidak sama persis dengan kasus otopsi. Pembedah perut mayat dilakukan bila mayat itu menelan harta atau didalamnya ada janin yang diyakini masih hidup. Ilmu kedokteran pada saat ini banyak melakukan percobaan dalam berbagai hal tentang pengobatan dan ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran guna penyidikan sebab-sebab kematian manusia yang dirasakan tidak wajar dengan metode membedah atau meneliti bagian dalam tubuh manusia tersebut. Dalam praktek yang dilakukan oleh para ahli kedokteran dan mahasiswa kedokteran tidak cukup dengan teori-teori yang terdapat di dalam buku-buku saja, akan tetapi mereka langsung diperlihatkan berbagai macam anatomi yang terdapat dalam tubuh manusia, salah satu cara yang telah ditempuh dalam ilmu kedokteran adalah otopsi sebagai salah satu ilmu yang dalam ilmu kedokteran sangat penting dalam mengetahui struktur anatomi tubuh manusia dan cara mengatasi berbagai macam penyakit yang terdapat dalam tubuh manusia dan sebagai alat bukti sebab musabab kematian manusia 1



tersebut yang nantinya berguna dalam persidangan di pengadilan sebagai alat bukti. Oleh karena itu penggunaan mayat manusia untuk membuktikan ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu kedokteran merupakan hal yang sangat penting karena sebagai alat peraga yang cocok sehingga mendapatkan gambaran langsung dan nyata. 1.2



Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan bedah mayat ? 2. Bagaimana hukum bedah mayat menurut Islam ? 3. Bagaimana pandangan para ulama tentang bedah mayat ?



1.3



Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi bedah mayat. 2. Untuk mengetahui hukum bedah mayat menurut Islam. 3. Untuk mengetahui pandangan para ulama tentang bedah mayat.



1.4



Manfaat Manfaat dibuatnya makalah ini adalah, sebagai berikut: 1. Mahasiswa mengetahui definisi bedah mayat 2. Mahasiswa mengetahui hukum bedah mayat menurut Islam. 3. Mahasiswa mengetahui pandangan para ulama tentang bedah mayat.



2



BAB II PERMASALAHAN Permasalahan yang diambil dari makalah ini antara lain : 1. Apa yang dimaksud dengan bedah mayat ? 2. Bagaimana hukum bedah mayat menurut Islam ? 3. Bagaimana pandangan para ulama tentang bedah mayat ?



3



BAB III TINJAUAN TEORI 3.1



Pengertian Bedah Mayat Secara etimologi bedah mayat adalah pengobatan dengan jalan memotong bagian tubuh seseorang. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah yang berarti melukai, mengiris, atau operasi. Sedangkan secara terminologi bedah mayat adalah suatu penelitian atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam. Setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal.



3.2



Pembagian Bedah Mayat Ditinjau dari aspek dan tujuannya bedah mayat dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Bedah Mayat Pendidikan Adalah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan teori yang diperoleh oleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia (anatomi). 2. Bedah Mayat Keilmuan Adalah operasi yang dilakukan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit, setelah mendapat perawatan yang cukup dari para dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum atau secara mendalam. 3. Bedah Mayat Kehakiman Yaitu bedah mayat yang bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi,   seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan. 4



3.3



Hukum Bedah Mayat Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti tentang bedah mayat akan tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat ini. Seperti janji Allah SWT yang akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Diangkasa (ufuk) dan yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti dijelaskan dalam Surat Funssilat Ayat 53 yang berbunyi : ُّ B‫َّن لَهُ ْم أَنَّهُ ْال َح‬Bَ ‫اق َوفِي أَ ْنفُ ِس ِه ْم َحتَّى يَتَبَي‬ ( ‫ ِهي ٌد‬B‫ ْي ٍء َش‬B‫لِّ َش‬B‫ف بِ َربِّكَ أَنَّهُ َعلَى ُك‬B ِ ‫ق أَ َولَ ْم يَ ْك‬ ِ َ‫َسنُ ِري ِه ْم آَيَاتِنَا فِي اآْل َف‬ )53 Artinya : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” Pengertian dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti. Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang berbunyi : )35( َ‫ت َونَ ْبلُو ُك ْم بِال َّش ِّر َو ْال َخي ِْر فِ ْتنَةً َوإِلَ ْينَا تُرْ َجعُون‬ ِ ْ‫س َذائِقَةُ ْال َمو‬ ٍ ‫ُكلُّ نَ ْف‬ Artinya : “Setiap yang bernyawa itu akan mengalami mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur kejahatan dan kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra’ Ayat 70 yang berbunyi : َّ َ‫ت َوف‬ ‫ا‬BBَ‫ير ِم َّم ْن َخلَ ْقن‬B ِ ‫ا‬BBَ‫اهُ ْم ِمنَ الطَّيِّب‬BBَ‫ ِر َو َر َز ْقن‬Bْ‫رِّ َو ْالبَح‬BBَ‫اهُ ْم فِي ْالب‬Bَ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آَ َد َم َو َح َم ْلن‬ ٍ Bِ‫ ْلنَاهُ ْم َعلَى َكث‬B‫ض‬ )70( ‫ضياًل‬ ِ ‫تَ ْف‬ Artinya : “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan



5



Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” Untuk menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang dimiliki manusia terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak mungkin dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya diperlukan orang yang ahli dibidang tertentu untuk menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak mengetahuinya. Seperti : orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter tentang penyakitnya agar bisa diobati. Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya. (H.R. Abu Daud dari Abu Darda). Hadits ini juga mengandung anjuran untuk mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu. Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya menetapkan hukum secara adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat An-Nisa Ayat 58 yang berbunyi : َّ ‫ ِه‬B ِ‫اس أَ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع ْد ِل إِ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم ب‬ ِ ‫إن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُؤَ ُّدوا اأْل َ َمانَا‬ ِ َّ‫ت إِلَى أَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬ )58( ‫صيرًا‬ ِ َ‫إِ َّن هَّللا َ َكانَ َس ِميعًا ب‬ Artinya : “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara di pengadilan.



6



3.4



Pandangan Ulama Tentang Bedah Mayat (otopsi) Secara garis besar, dalam hal ini ada dua pendapat: 1. Pendapat pertama menyatakan semua jenis otopsi hukumnya haram Alasannya hadits berikut, Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya mematahkan tulang mayat itu sama (dosanya) dengan mematahkannya pada waktu hidupnya." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah) 2. Pendapat kedua menyatakan otopsi itu hukumnya mubah (boleh) Alasannya, tujuan otopsi anatomis dan klinis sejalan dengan prisip-prinsip yang ditetapkan Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah SAW seraya bertanya, "Apakah kita



harus



berobat?"



Rasulullah



SAW



menjawab,



"Ya,



hamba



Allah. Berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit, yaitu penyakit tua. "(HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad). Rasulullah SAW memerintahkan berobat dari segala penyakit, berarti secara implisit (tersirat) kita diperintahkan melakukan penelitian untuk menentukan jenis-jenis penyakit dan cara pengobatannya.Otopsi anatomis dan klinis merupakan salah satu media atau perangkat penelitian untuk mengembangkan keahlian dalam bidang pengobatan. Tujuan otopsi forensik sejalan dengan prinsip Islam untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dalam penetapan hukum. Dalam literatur fikih kontemporer, ada dua model pendapat. Pertama, pandangan mufti Mesir, Yusuf Ad-Dajwi, yang berkesimpulan bahwa praktek demikian itu bisa (jawaz). Kedua, pendapat mufti Mesir yang lain, Muhammad Bukhet al-Mith'i, bahwa bedah jenazah hanya bisa untuk dua kebutuhan; mengambil harta orang, misalnya pertama, yang tersimpan di perut jenazah, dan menyelamatkan janin di perut ibunya yang meninggal. Bila untuk penelitian, katanya, tidak bisa (la yajuuz). 7



Pandangan keduanya merupakan hasil rakhrij pada penelitian pada ulama klasik. Berupa bahasan tentang hukum bedah mayat pada dua kasus; mengambil harta dalam perut jenazah, ahli fikih mazhab Hanafi berpendapat boleh bila almarhum atau almahumah tidak meninggalkan harta yang dapat dijadikan ganti. Sebab hak manusia harus didahulukan di atas hak Allah. Dalam mazhab Syafi'i, menurut pendapat yang masyhur, hal itu dapat dilakukan



secara



mutlak. Begitu



pula



pendapat



Imam



Sahnun



al-



Maliki. Sedangkan Ahmad bin Hanbal tidak membolehkan. Dalam kasus mengambil janin, ahli fikih mazhab Hanafi dan Syafi'i berpendapat mubah.Sedangkan mazhab Maliki dan Hambali melarang. Perbedaan itu berpangkal pada perbedaan memahami hadis Nabi kepada penggali kubur agar tidak merusak tulang-belulang yang didapatkan dari kuburan. "Engkau jangan merusak tulang itu, karena merusak tulang seseorang yang telah meninggal sama dengan merusak tulang seseorang yang masih hidup," sabda Nabi, diriwayatkan Malik, Ibnu Majah, dan Abu Daud dengan sanad yang sahih. Pendapat yang melarang operasi perut jenazah berasal dari pemahaman hadits itu secara mutlak, dalam kondisi apapun. Sedangkan alasan pendapat yang memungkinkan adalah darurat, seperti menyelamatkan janin dan mengambil harta. Syekh Abdul Majid Sulem, mufti Mesir yang lain, dalam al-Fatawa alIslamiyah, berkomentar terhadap hadits tadi. Menurutnya, hadits itu terjadi bila tidak ada kemashlahatan lebih krusial (mashlahah rajihah). Bila ada kemashlahatan lebih krusial yang wajib dikuburkan. Pandangan MUI, 20 tahun silam, itu sejalan dengan fatwa Yusuf Ad-Dajwi. Komisi Fatwa MUI, membuat keputusan dengan beberapa klausul: 1. Hukum asal pengawetan jenazah adalah haram. Sebab jenazah manusia itu terhormat, sekalipun sudah meninggal. Orang yang hidup wajib memenuhi hak-hak jenazah. Salah satunya, menyelenggarakan jenazah dikuburkan. 8



2. Pengawetan



jenazah



(muqoyyad). Dengan



untuk



penelitian



ketentuan,



dibolehkan,



penelitian



itu



tapi



terbatas



bermanfaat



untuk



pengembangan keilmuan dan mendatangkan mashlahat lebih besar; memberikan perlindungan jiwa. Bukan untuk praktek semata. 3. Sebelum pengawetan, hak-hak jenazah muslim harus dipenuhi.Misalnya dimandikan, dikafani, dan disalati. Pengawetan janazah untuk penelitian harus dilakukan dalam batas proporsional, hanya untuk penelitian. Jika penelitian telah selesai, jenazah harus segera dikuburkan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. 4. Negara diminta membuat regulasi yang mengatur ketentuan dan mekanismenya. Kaidah dalam agama Islam, ulas Masdar F Mas'udi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), segala sesuatu pada dasarnya diperbolehkan sampai ada dalil yang menyatakan terlarang. Organ tubuh dalam hukum Islam menyangkut manusia hidup karena terkait dengan jiwa. Sejauh ini belum ada aturan tentang donasi tubuh manusia setelah meninggal, karena itu bisa dilakukan. Apalagi tujuan donasi adalah untuk menyelamatakan jiwa manusia. Hal ini dihargai dan dinilai sebagai amal jariah. Izin penggunaan mayat bisa diberikan oleh pemilik saat masih hidup atau izin keluarga jika telah meninggal. Untuk mayat yang tak teridentifikasi, izin diberikan oleh pemerintah. Hal



senada



dikemukakan



Universitas



Islam



Negeri



Syarif



Prof. Dr. Komaruddin Hidayatullah



Hidayat



dari



Jakarta. Menurutnya,



sesungguhnya tidak perlu ada kekhawatiran jika mendonorkan tubuh maka tubuh menjadi tidak lengkap saat menghadap Tuhan. "Saat seseorang meninggal, jiwanya meninggalkan tubuh untuk menghadap Tuhan, sedang tubuh hancur bersama tanah. Jika disumbangkan untuk riset dan pendidikan yang bermanfaat bagi kemanusiaan, si pemilik akan mendapat pahala.



9



Menurut Sekretaris Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia dr. Agus Purwadianto, SPF, SH, Msi, Indonesia telah memiliki peraturan dan fatwa mengenai bedah mayat, antara lain Fatwa Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara 'Kementerian Kesehatan No 4/1955, yang menyatakan bedah mayat hukumnya mubah (tidak diharamkan dan tidak dihalalkan). Dalam Fatwa No 5/1957 dijelaskan tata cara penggunaan mayat untuk kepentingan pendidikan. Selain itu, ada Peraturan Pemerintah No 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia (ATK).



10



BAB IV PENUTUP 4.1



Kesimpulan Bedah mayat adalah suatu penelitian atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam.  Pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara di pengadilan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT Surat An-Nisa Ayat 58 yang artinya : “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” Pandangan ulama tentang bedah mayat diantaranya mazhab Syafi'i, menurut pendapat yang masyhur, hal itu dapat dilakukan secara mutlak. Begitu pula pendapat Imam Sahnun al-Maliki. Sedangkan Ahmad bin Hanbal tidak membolehkan. Dalam kasus mengambil janin, ahli fikih mazhab Hanafi dan Syafi'i berpendapat mubah.Sedangkan mazhab Maliki dan Hambali melarang.



4.2



Saran Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawankawan dan dosen pembimbing bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf dan kepada Allah kami mohon ampun.



11



DAFTAR PUSTAKA http://ipnuippnumijendemak.blogspot.com/2012/06/bedah-mayat-sebagai-objekpraktikum.html, diakses 1 Januari 2013 http://doktermuslim.wordpress.com/2010/01/02/hukum-bedah-dan-otopsi-jenazahmuslim/, diakses 1 Januari 2013



12