Belajar Bertanya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BELAJAR BERTANYA Paulo Freire & Antonio Foundez



BELAJAR BERTANYA Antonio Foundez: Saya pikir sebagai titik awal percakapan kita ini, kita bisa mendiskusikan tema-tema tertentu ataupun pengalaman kita sendiri. Pertama, kita akan mendiskusikan konsep-konsep tertentu, bagaimana mengaplikasikan-nya pada situasi-situasi nyata tertentu, bagaimana konsep-konsep itu dalam kenyataannya berubah ketika diaplikasikan pada situasi-situasi pengalaman-pengalaman pada kita di Afrika dan di Amerika Latin, pengalaman-pengalaman yang sama buat kita berdua, atau bahkan juga pengalaman-pengalaman yang tidak sama. Paulo Freire: Atau bisa juga kombinasi dari keduanya. Mari kita terima kedua kemungkinan tersebut dan dengan demikian memberikan kita kebebasan pandangan sehingga masing-masing dari kita secara spontan akan membuat sumbangan pikiran kita sendiri pada perkembangan tema-tema itu. Saya kira ini adalah gagasan yang baik. Mengapa buku “percakapan”? Bagaimanapun, saya kira, kita perlu memberikan semacam pendahuluan mengenai dipilihnya bentuk dialog dari buku ini, sebuah pendahuluan yang bukan saja akan mengindikasikan tema-tema atau pengalaman-pengalaman yang akan kita bahas, tetapi sudah mulai mengadakan sejumlah refleksi. Saya kira juga, sebagai contoh, akan sangat menarik untuk memberitahu para pembaca kita tentang gagasan pembuatan buku ini secara bersama-sama. Gagasan itu muncul sekitar enam bulan yang lalu pada suatu sore hari di rumah anda, namun gagasan itu tidak bisa segera dilaksanakan. Jadi pada hari ini kita bersama-sama lagi di Jenewa, di kantor anda, untuk memulai tugas yang kita kerjakan sendiri. Dan saya mempunyai anggapan bahwa di awal tugas bersama ini kita perlu memberitahu pada orang-orang yang kelak akan membuka dan membaca buku ini, sesuatu mengenai alasan adanya buku yang seperti ini, alasan adanya buku ―percakapan‖ dan bukannya buku yang kita tulis berdua—beberapa bab oleh anda dan beberapa oleh saya—atau dua buku, satu anda yang tulis dan satu saya. Jadi saat ini kita akan memulai percakapan kita. Saya akan mengatakan perkataan saya, lalu anda mengatakan bagian anda. Dengan cara tersebut kita akan menarik diri kita masing-masing keluar dalam session pertama ini, dan sekaligus mempersiapkan diri kita pada pengalaman ―percakapan‖ buku ini untuk membuat proyek ini berhasil. Saya akan memulai dengan memberitahukan kepada para pembaca kita pada tahap ini mengenai alasan adanya buku seperti ini. Yang pertama-tama adalah, saya tidak tahu apakah anda setuju dengan saya, namun saya percaya bahwa ini adalah pengalaman intelektual yang menarik, suatu pengalaman yang kaya dan sangat kreatif. Suatu pengalaman yang sebenarnya tidak asing bagi saya. Saya telah bekerja dengan cara ini selama lebih dari dua tahun dan saya tidak menerima suatu pengalaman yang menyatakan pada saya bahwa saya perlu menghentikan cara seperti ini. Malah faktanya adalah bahwa membuat sebuah buku dalam bentuk ―percakapan‖ secara berdua atau bertiga, dan bukannya menuliskannya sendiri, menunjukkan sedikitnya sebuah perubahan tradisi individualistis tertentu dalam pembuatan buku-buku, dan apa __ salahnya mengakuinya? dengan membawa kita ke dalam kenyamanan ruang belajar kita, kenyataan ini membuka kita pada petualangan untuk berpikir kritis. Dalam percakapan kita sekarang, saya berpikir mengenai pekerjaan nyata, dengan baik aspek-aspeknya yang berbeda di mana kita terlibat, kadang-kadang bersama-sama dan kadang-kadang sendiri-sendiri secara terpisah. Dan pemikiran ini, yang pada dasarnya adalah merupakan suatu pemikiran kembali, pada satu pihak berkaitan dengan apa yang saya lakukan bersama-sama dengan orang-orang lain di Afrika dan bagian-bagian lain di dunia ketika saya bekerja di Dewan Gereja-gereja se-Dunia, dan yang sering saya diskusikan bersama anda; dan pada pihak lain, ada hubungannya dengan apa yang anda lakukan setelah Belajar bertanya



anda menggantikan saya si Departemen Pendidikan dari Dewan itu, ketika saya kembali ke Brasil pada bulan Juni 1980. Saya masih dapat mengingat, sebagai contoh, sejumlah pekerjaan yang kita lakukan bersama, walaupun tidak dalam bentuk dialog seperti yang kita lakukan di dalam buku ini. Saya dapat mengingat teks-teks kampanye anti buta huruf dan proyek lanjutan panca-buta __ huruf di Sao Tome e Principe yang kita tulis secara terpisah, namun saling kita perlihatkan untuk dapat berdiskusi. Saya tidak mengingkari nilai dari menulis sebuah buku secara sendiri, atau secara berdua, seperti yang dilakukan oleh kaum intelektual yang tak terhitung banyaknya. Tetapi saya yakin pada nilai suatu buku yang dibuat secara bersama-sama dalam bentuk dialog, sehingga dengan demikian kita secara bertanggungjawab bisa membuka diri kita untuk berbagi pengalaman yang bermakna tentang tugas yang dilakukan bersama-sama. Namun hal ini bukan berarti, bahwa adanya komitmen bersama ini meniadakan atau membatalkan bahwa sesuatu itu secara jelas milik anda atau milik saya, sebagai ekspresi diri kita yang terdalam, di dalam hasil aakhir produksi bersama ini. Saya merasa, bahwa pekerjaan bersama ini, pengalaman berdialog ini, sangat menarik. Seperti yang baru saja saya katakan, saya melakukan ini di Brasil, dan saya baru saja mengalami hal yang seperti ini di Kanada, di Vancouver, di mana saya membuat sebuah buku dalam bentuk ―percakapan‖ dengan seorang intelektual Amerika Utara terkemuka, Ira, Shor. Di dalamnya kami berusaha untuk menanggapi sejumlah masalah yang ia dan saya amati di dalam perkunjungan kami di berbagai pusat universitas di Amerika Serikat dan Kanada. Saya harus mengakui bahwa pengalaman seperti ini memperkaya diri saya, namun saya harus pula mengatakan, seperti yang saya katakan tadi, bahwa dengan terlibat dalam cara ini bukan berarti bahwa saya menghentikan cara untuk menulis dari diri daya sendiri. Dan hal ini juga terjadi pada diri anda. Namun saya juga berpikir bahwa dengan sekali-sekali memberi komitmen diri pada pekerjaan yang kreatif secara bersama-sama dalam upaya menghindari keinginan untuk selalu menyendiri, untuk menulis sendiri, merupakan suatu latihan intelektual yang bermakna dan bernilai tinggi. Pengalaman-pengalaman yang kita bicarakan ini, yang kita bicarakan secara kritis, dan yang saat ini direkam di atas pita, akan berbentuk percakapan yang hidup, bebas, spontan dan dinamis. Penting untuk ditekankan bahwa walaupun percakapan ini bersifat hidup, bebas dan spontan, namun sedikit pun tidak menghilangkan keseriusan karya ini serta nilai intelektual yang dikandungnya. Ada orang-orang yang mempunyai pendapat yang polos, bahwa analisis yang menyeluruh hanya dapat dilakukan dengan menutup diri sendiri di dalam sebuah ruangan sepi yang tertutup! Hanya di situlah di dalam kedamaian sunyi dari suatu perpustakaan atau suatu laboratorium maka pekerjaan ilmiah penting dapat dilakukan. Saya beranggapan, tidak selalu demikian. Di luar perpustakaan dan laboratorium pun kita dapat __ melakukan pemikiran yang serius dan menyeluruh dan kita sedang melakukannya. Gayanya memang berbeda, sebab menggunakan bahasa percakapan dengan sentuhan rasa yang lebih sehari-hari, lebih berperasaan, lebih bebas. Baiklah, inilah pikiran-pikiran saya yang pertama, yang ingin saya selami bersama orang-orang yang mungkin membaca buku ini mengenai alasan dibuatnya buku ini dalam bentuk ―percakapan‖. Saya kurang tahu apakah anda ingin menambah sesuatu terhadap apa yang saya katakan. Antonio: Saya setuju dengan analisis anda, terutama apa yang anda katakan mengenai kepuasan intelektual itu, maksud saya dengan usaha menjadikan pekerjaan intelektual itu sebagai suatu pekerjaan bersama. Dan metode yang paling baik untuk mencapai tujuan ini adalah, tanpa ragu-ragu, melakukan dialog. Malahan, anda dan saya sudah terlibat dialog sejak kita pertama kalinya bertemu pada bulan November 1979, dan dialog yang kita mulai waktu itu berlangsung terus hingga saat ini. Dan apa yang kita lakukan sekarang hanyalah suatu tahapan berikut dalam sejarah dialog kita. Seperti yang anda ingat, bahwa melalui wawancara dengan teman kita Ligia Chiappini, kita telah saling mengenal dan memulai dialog 1 kita.



Belajar bertanya



Paulo: Benar. Wawancara dengan Ligia di mana anda mengambil bagian dari satu sudut pandang merupakan suatu percobaan untuk apa yang kita lakukan pada saat ini. Antonio: Jadi dengan cara itu dialog kita mulai pada pertemuan kita yang pertama. Setelah wawancara kita dengan Ligia, anda mengundang saya bekerja sama dengan anda, dan mulai dari saat itu dalam perjalanan pekerjaan kita, kita telah memelihara pengalaman-pengalaman kita di Sao Tome e Principe. Di antara percakapan-percakapan itu saya sangat mengingat satu di antaranya, ketika adanya gagasan tentang suatu buku, sebuah percakapan yang terekam, pertama kalinya muncul. Kita sedang berjalan kembali setelah makan siang di ILO di Jenewa, ketika di tengah-tengah percakapan kita mengenai pencarian konsep dan makna dari kekuasaan orang-orang intelektual, anda tiba-tiba berhenti berjalan dan mengatakan pada saya: ―Antonio, seharusnya ini semua harus kita rekam di atas pita, sebab percakapan ini tidak seharusnya hanya merupakan percakapan antara kita berdua: kita harus membuka kemungkinan agar orang-orang lain juga mengikuti percakapan kita ini.‖ Apakah anda masih ingat? Paulo: Saya sangat ingat. Sebenarnya, di sinilah akar-akar pertama dari proyek untuk buku ini ditemukan. Kemudian, enam bulan yang lalu, saya singgah ditempat ini dalam perjalanan saya kembali ke Sao Paulo dari Amerika Serikat, dan kita mengikat janji untuk mulai membuat buku dalam bentuk ―percakapan‖, yang sekarang dimulai ini. Sebenarnya, di dalam diri kita sudah terkandung keinginan untuk melakukan ―percakapan‖ ini, perhatian pada proyek ini, sperti yang anda katakan dengan sebenarnya, sejak tahun 1979, ketika, melalui Ligia, persahabatan __ kita di mulai. Keterbukaan kita pada dialog yang bukannya berarti bahwa kita selalu __ sependapat di antara kita menjadi ciri yang khas dari persahabatan kita. Keinginan untuk membuat buku ini tidak pernah sirna dalam masa-masa terkahir saya berada di Jenewa, yang bersamaan dengan kedatangan anda, dan tetap hidup sejak masa itu apabila saya melakukan perjalanan melalui Jenewa. Dan dengan demikian saya setuju dengan anda ketika anda mengatakan bahwa percakapan kita ini terus berlangsung walaupun kita sedang saling berjauhan satu dengan lainnya. Kita hanya perlu bertemu kembali dan kita dapat menyambung percakapan kita, hampir seperti kita menyatakan di antara kita: ―Seperti yang baru saya katakan…..‖ Saya rasa, Antonio, sambil kita melanjutkan percakapan kita ini sebagai pendahuluan, kita sebaiknya mempelajari masa lalu kita masing-masing, pengalaman-pengalaman terakhir dan topik-topik yang berkaitan. Sambil kita memeriksa dan mendiskusikannya, hal-hal tersebut akan memberi isi dan makna pada percakapan kita. Orang-orang intelektual di pembuangan Jadi, mengapa anda tidak memberitahu saya, dan calon-calon pembaca kita di kemudian hari, serba sedikit mengenai pengalaman-pengalaman anda sebagai seorang intelektual Chili di pembuangan? Mengenai pengalaman anda di Eropa sebagai seseorang yang dicabut akar-akarnya, bukannya karena keinginan anda, tetapi karena sejarah memaksa anda menjadi tidak berakar, yang selanjutnya berakibat juga perlu ditumbuhkannya akar-akar baru? Satu dari masalah dasar yang dihadapi oleh orang-orang buangan adalah bagaimana caranya mengatasi ketegangan yang besar antara dicabutnya akar-akarnya, di mana mereka itu merupakan korban, dengan kebutuhan menumbuhkan akar-akar baru, yang hanya dapat dilakukan dalam batas-batas tertentu saja. Apabila anda menanam akar-akar yang terlalu dalam di dalam lingkungan baru anda, maka anda terancam akan mengingkari asal-usul anda. Namun apabila anda sama sekali tidak menumbuhkan akar di lingkungan anda yang baru, maka anda terancam dihancurkan oleh nostalgia darimana anda akan sulit untuk melepaskan diri. Apa yang anda alami itu saya alami juga. Saya merasakan, seperti yang anda rasakan, seakan-akan berada dan tidak sedang berada dalam situasi pembuangan, namun saya bertumbuh dalam peristiwa tragis tersebut. Adalah salah untuk membicarakan pembuangan hanya dari segi-seginya yang negative saja. Malapetaka ini dapat menjadi peristiwa yang sangat memperkaya, sangat kreatif, apabila, dalam perjuangan untuk Belajar bertanya



menyelamatkan diri, kita orang-orang buangan ini mencapai sedikitnya suatu kenyamanan badaniah yang minimum. Di sini pertanyaannya menjadi: apakah kita mampu atau tidak mampu menghadapi situasi di mana kita ditempatkan di dalam pembuangan dan belajar daripadanya. Saya ingin memohon pada anda untuk memberitahukan pada kami serba sedikit mengenai pengalaman anda saat ini mengenai pencabutan akar anda dan perlunya menanamkan akar-akar baru. Ceritakanlah mengenai tercabutnya akar-akar itu, mengenai putusnya hubungan dengan masa lalu anda, dan sebagai akibatnya suatu penegasan akan eksistensi anda terhadap situasi anda yang baru. Antonio: Paulo, apa yang anda lakukan dalam menyeluruh saya menceritakan seluruh kisah hidup saya, dan seluruh pengalaman hidup saya, baik secara intelektual dan emosional, sebab pembuangan adalah, seperti anda katakan, pemutusan hubungan dengan masa lalu, dan putusnya hubungan dengan masa lalu itu bersifat negatif, pada hasil makna kita harus menambahkan suatu negatif yang lain untuk mencapai hasil yang positif, seperti yang dikatakan Hegel. Inilah tantangan yang dihadapi oleh orang-orang intelektual seperti kita; kita harus mengatasi apa yang negatif itu untuk mencapai tahap di mana pada akhirnya pembuangan itu dapat menjadi sesuatu yang bersifat positif, baik dalam kaitan dengan pekerjaan kita maupun dalam kaitannya dengan bantuan yang dapat diberikannya pada terjadinya perubahan sejarah. Oleh sebab itu saya harus menerangkan, sebagai contoh, bahwa pekerjaan saya di Chili pada dasarnya berada pada tahap gagasan, yaitu filosofi. Saya mengajar di universitas, namun dimasa itu filsafat itu sudah diinterpretasikan dari segi praktis. Saya dan kolega-kolega saya dijurusan tersebut berusaha untuk dapat memahami apa yang sedang terjadi di Chili. Kami ingin mengetahui bagaimana caranya gagasan-gagasan menjadi konkret di dalam aksi-aksi, di dalam mitos-mitos mengenai kelas-kelas sosial di Chili, di antara kaum intelektual Chili. Jadi dengan demikian kami bukan hanya memikirkan mengenai sistem-sistem filsafat besar, mengenai Hegel, Plato dan Aristoteles, tetapi kami pada waktu itu berpikir tentang bagaimana caranya gagasan-gagasan itu mendapatkan bentuk nyata di dalam kegiatan-kegiatan dan pikiran-pikiran kaun intelektual dan kelompok-kelompok, dengan tujuan menginterpretasi situasi sejarah dan mengubahnya, atau untuk tidak mengubahnya. Jadi dari segi itu pada waktu itu dari pengalaman saya sudah ada suatu pencarian ke arah kenyataan. Paulo: Tetapi, kalau boleh, saya sekarang akan memainkan peranan sebagai __ wartawan walaupun saya tidak pernah menjadi wartawan! Sebenarnya saya mengetahui sedikit mengenai kehidupan anda di Chili, yang memang menjadi tempat yang meninggalkan bekas pada kepribadian anda sebagai intelektual maupun sebagai pribadi. Dengan dasar itulah saya rasa bahwa sangat penting, kalaupun hanya demi kontinuitas buku kita ini, agar __ guru besar dalam bidang filsafat University of Conception di Chili sebuah univesitas yang, ketika saya berada di sana, sangat dihargai tinggi atas mutu pekerjaannya. Saya rasa akan sangat menarik apabila anda memberitahu pembaca-pembaca kita pada saat ini tentang masa ketika Gramsci sangat berpengaruh, sebab sebagai filsuf muda anda mengajarkan filsafat ini pada orang-orang yang anda sebut tadi. Saya rasa anda perlu memberitahu kami lebih banyak dan tidak perlu terlalu rendah hati mengenai hal ini, sebab dengan anda memberitahu lebih banyak mengenai pengajaran filsafat anda di Conception, anda akan mempersiapkan para pembaca kita tentang langkah-langkah bersejarah anda, perjalanan ke pembuangan, pertama di Perancis dan kemudian ke Swiss. Demikian juga untuk memahami kegiatan universitas anda di Eropa dan juga untuk lebih memahami pekerjaan-pekerjaan akademis anda akhir-akhir ini, yang mulai anda lakukan bersama dengan Dewan Gereja-gereja se-Dunia setelah anda mengambil alih sub-unit Pendidikan dari saya. Pekerjaan akademis, yang bukan merupakan jenis menara gading, sebab kaum akademik menara gading menyibukkan diri dengan kata-kata sulit dan penelaahan gagasan-gagasan, daripada dengan suatu pemahaman yang kritis akan dunia nyata yang , tidak cukup hanya digambarkan, harus dilakukan perubahan padanya. Inilah pekerjaan akademis yang bermakna yang berperhatian antara hubungan praktek dan teori. Saya senang apabila anda bercerita



Belajar bertanya



lebih banyak mengenai Chili, dan bagaimana anda membawa pengalaman yang anda peroleh di tanah air anda ke pembuangan. Antonio: Saya takut bahwa saya tidak mampu. Tidaklah mungkin bagi saya untuk berbicara mengenai pengalaman generasi saya – pengalaman dari suatu generasi yang hidup, bertindak dan dibentuk di dalam suatu konteks tertentu, yaitu konteks yang mengalami perubahan pesat akibat pergumulan masyarakat dan menciptakan suatu masyarakat yang baru. Dan itulah proses di dalam mana generasi kami menerima pendidikannya, dengan rangsangan dari berbagai gerakan international, seperti pembebasan di Afrika, perjuangan orang-orang Algeria melawan kolonialisme Perancis, revolusi Kuba, dan semua pengalaman-pengalaman Amerika Latin itu, yang menjadi ajakan pada kami untuk mengubah kenyataan. Pada masa itu merupakan suatu ketidakmungkinan bagi kami para mahasiswa filsafat untuk memisahkan gagasan-gagasan dan upaya untuk perubahan ini di dalam ruang-ruang yang berlainan. Bagi kami, filsafat merupakan suatu alat untuk menganalisis situasi politik di negara kami dan kehidupan kami di dunia nyata. Jadi dengan mempelajari Hegel, Marx, Sartre, atau bahkan filsuf kuno, merupakan suatu jalan untuk mengasimilasi gagasan-gagasan tertentu dan mengembangkan kemampuan mengritik untuk memahami situasi kami, dan bukan hanya berkutat dengan pengajaran filsafat sistem-sistem atau mengenai sistem-sistem dari filsafat. Saya dapat mengatakan bahwa kami mempelajari filsafat untuk menyelesaikan masalah-masalah dan bukannya untuk mempelajari sistem-sistem filsafat. Dan bagaimana situasi seperti ini bekerja di dalam kenyataan? Saya dapat menceritakan sebagai contoh, serba sedikit mengenai pendekatan kami pada penelitian: Bagi kami penelitian bukanlah berarti menyusun suatu metafisika dari metafisika-metafisika. Tetapi lebih merupakan pemahaman bagaimana gagasan-gagasan menjadi berbentuk konkret di dalam pikiran-pikiran dan kegiatan-kegiatan suatu masyarakat kebudayaan tertentu, seperti masyarakat Chili, terutama di antara strata-strata masyarakat yang berbeda. Salah satu dari proyek penelitian kami lakukan adalah suatu usaha untuk memahami pengaruh dari pemikiran-pemikiran mutualis, sosialis atau anarkis di antara buruh-buruh daerah Lote e Schwager, suatu daerah pertambangan batubara di Chili, selama periode tahun 1890-1925. Buruh-buruh ini, yang berasal dari pedesaan daerah-daerah sekitarnya, terdidik secara ideologi dalam suatu __ pandangan dunia yang sangat tradisional Katholik Roma, sehingga sangat membingungkan. __ Yang ingin kami ketahui adalah, bagaimana dua elemen ideologis ini pemikiran mutualis dan __ pendidikan Katholik berfungsi di dalam pemikiran buruh-buruh ini; perubahan-perubahan apa yang mereka alami ketika mereka meninggalkan pedesaan untuk suatu industri yang mengandung suatu organisasi sosial yang berbeda; apa makna pada mereka mengenai istilah-istilah bekerja bersama, berorganisasi, mengajukan tuntutan secara bersama, dan sebagainya. Sangat jelas bahwa jenis penelitian seperti ini tidak dapat dilakukan dengan penelitian yang tradisional. Tidak mungkin pergi untuk pergi ke suatu perpustakaan untuk memahami dan menyelesaikan problema ini dan tidak juga mungkin untuk mengacu pada buku-buku yang ditulis para ahli filsafat lainnya, untuk menemukan, misalnya, apakah konsep yang digunakan seorang pemikir tertentu itu digunakan secara tepat atau tidak, atau apakah asal-usul dari suatu perkataan tertentu adalah dari sini atau dari situ, dan seterusnya. Jenis penelitian seperti ini membutuhkan sumber-sumber yang lain. Di mana sumber-sumber ini dapat ditemukan? Bagaimana kita dapat menemukan elemen-elemen yang sekiranya dapat membantu kita untuk memahami proses perubahan ideologis ini? Sumber-sumber ini, misalnya, dapat ditemukan di dalam pembicaraan-pembicaraan dengan orang-orang hidup di masa periode yang dipermasalahkan tersebut. Kami harus menemukan sumber-sumber yang asli. Kami harus pergi dan menjumpai __ orang-orang yang hidup pada masa sejarah tersebut para penambang-penambang tertua yang sudah bekerja di masa tersebut. Kami harus mencari suratkabar-suratkabar dari masa itu, tindakan-tindakan disipliner oleh perusahaan terhadap pimpinan serikat buruh; kami harus menemukan hukuman-hukuman yang dijatuhkan pada mereka hanya karena mereka berkeinginan untuk berorganisasi, bagaimana mereka membela diri di persidangan-persidangan, dan dari mana mereka mendapatkan gagasan-gagasan mereka, terutama mengenai kaum anarkis. Belajar bertanya



Sangat aneh ternyata, Paulo, bahwa di dalam penelitian kami, kami menemukan bahwa anggota-anggota kelas bekerja mempunyai suatu kebutuhan moral untuk merekam pengalaman mereka, dan kami menemukan catatan-catatan harian yang menceritakan kisah-kisah yang lengkap. Detail-detail pribadi dan keluarga dan pembelaan-pembelaan putus-asa oleh perorangan bercampur-baur dengan apa yang berlangsung di masyarakat itu, pemogokan-pemogokan yang saat itu terjadi, peranan gereja, peranan para penjaga pertambangan, yang merupakan suatu tentara swasta yang menakutkan. Ini semua, Paulo, diekspresikan di dalam bahasa yang hidup, bahasa sejarah ketika sejarah sedang dibuat. Sayang sekali, ini semua kini telah hilang dengan adanya kudeta itu. Buku-buku harian itu menghilang dan lenyap untuk selamanya. Sangat mengejutkan betapa suatu kudeta dapat menghancurkan satu bagian penuh dari kehidupan intelektual suatu negara. Betapa seriusnya buku-buku harian ini dibaca dan didiskusikan! Dan hal ini tidak khusus dilakukan oleh orang-orang yang belajar filsafat saja. Pekerjaan ini dilakukan oleh suatu kelompok antar-disiplin yang terdiri dari profesor-profesor generasi kami, profesor-profesor sejarah, sastra, geografi, ilmu-ilmu politik dan sosiologi. Setiap orang anggota tim membawa perspektifnya sendiri pada pembacaan tulisan-tulisan luar biasa oleh kaum buruh. Dan setiap anggota menginterpretasi teks-teks tersebut dari sudut pandang bidangnya sendiri. Ahli sastra menginterpretasikan sebagai tulisan-tulisan sastra.; ahli sosiologi melakukan analisis dari sudut pandang sosiologis, menentukan strata sosial mana yang terlibat dan peranan yang dilakukannya, dan sebagainya; dan seorang ahli filsafat berusaha untuk memahami pergumulan ideologisnya. Semuanya ini mempertemukan kami di dalam pertemuan-pertemuan penuh proses belajar dan mengajar secara kolektif yang sebenarnya. Seminar-seminar bersama dengan para mahasiswa berlangsung sangat mengagumkan, Paulo. Saya percaya, bahwa di sana, di dalam mempelajari situasi-situasi nyata itu, para mahasiswa dan profesor, kami semua belajar, membuat filsafat, kami mempelajari sejarah, sastra dan sosiologi. Dan masing-masing dari disiplin-disiplin ilmu ini langsung berhubungan dengan situasi nyata dari negara kami, dan bukannya terpenjara di dalam kenyataan-kenyataan asing yang sukar dipahami. Paulo: Saya kira saya mampu memahami arah dari penelitian anda, bagaimana anda berusaha mencapai suatu pemahaman sejarah yang kritis dari suatu momen tertentu di dalam kehidupan Chili di akhir abad yang lalu dan awal abad ini, bagaimana anda memahami secara kritis posisi para buruh di dalam pertentangan ideologi-ideologi. Saya pernah hidup di negara __ __ anda yang saya rasa sebagai negara saya juga sebelum Allende berkuasa. Saya meninggalkan Chili pada tahun 1969, tetapi saya kembali masa pemerintahan Allende, di masa anda masih bekerja di Conception. Kini, mendengar tentang penelitian yang sangat hidup ketika itu anda lakukan, saya dapat membayangkan sumbangan sangat bernilai yang dapat diberikan bahan-bahan tersebut di dalam perdebatan situasi komtemporer di Chili masa __ itu bahan-bahan itu dapat digunakan untuk melihat masa lalu sebagai cahaya menerangi apa yang terjadi ketika itu. Saya menganggap pengajaran dan penelitian yang anda lakukan bersama rekan-rekan sekerja anda di masa itu begitu penting sehingga saya ingin anda berbicara lebih banyak mengenai ini, sebab, pada dasarnya, ini semualah yang selanjutnya anda bawa bersama anda ke pembuangan di Eropa. Semua masa lalu anda yang menarik itu, bersama __ dengan rekan-rekan sekerja anda, generasi anda sebagai ahli filsafat yang muda dan penuh perhatian, anda membawa ini semua di dalam ingatan anda, termasuk buku-buku harian yang tidak dapat anda bawa itu. Oleh sebab itu saya berpikir bahwa sangat berarti untuk orang-orang yang akan membaca ini agar anda memberitahu kami lebih banyak mengenai semua yang ikut anda bahwa ke pembuangan anda. Antonio: Memang hal ini tentu saja merupakan suatu pengalaman yang meninggalkan bekasnya pada saya dan masa depan intelektual saya.Anda tentunya memahami betapa sulitnya untuk pergi ke pembuangan kalau anda tidak menginginkannya. Paulo: Saya sangat mengetahuinya! Bahkan, sebenarnya, tidak ada orang yang pernah memilih untuk pergi ke pembuangan! Belajar bertanya



Antonio: Anda bertanya pada saya bagaimana saya mampu meneruskan pekerjaan saya, suatu pengalaman yang sekali di mulai, tidak dapat yang melarikan diri kepadanya, sebab anda telah menemukan apa sebetulnya kegiatan intelektual yang sebenarbya itu: kegiatan di mana teori dan praktek dan semua aktifitas intelektual itu dilakukan dengan tujuan memahami kenyataan dan, apabila mungkin, mengubahnya. Itulah pekerjaan yang tidak akan hilang di dalam sekedar permainan gagasan-gagasan. Jadi, apakah rencana-rencana saya pada diri saya sendiri di Eropa? Saya tadinya berencana membuat suatu analisis politis mengenai positivisme di Chili, yang merupakan tesis sosiologi saya di Paris. Karena dunia Eropa itu bukanlah dunia Amerika Latin saya, atau lebih tepatnya, dunia saya di Chili, di Concepcion. Ini adalah dunia yang berbeda, di mana saya tidak turut berpartisipasi secara politis. Pekerjaan intelektual saya itu tidak mempunyai landasan di dalam sejarah nyata dalam arti tidak manifestasikan dirinya di dalam kegiatan-kegiatan konkret yang sangat dalam berakar di dalam suatu situasi sejarah. Namun sejarah yang saya rencanakan untuk saya lakukan hanya kelihatannya saja tradisional. Sebenarnya itu merupakan suatu usaha sebagai interpretasi tentang positivisme di Chili dari suatu sudut pandang politis: menelusuri bagaimana ideologi ini menentukan perilaku, pembenaran-pembenaran, kegiatan-kegiatan , keterangan-keterangan, interpretasi-interpretasi dari situasi di Chili oleh intelektual-intelektual tertentu dan kelompok-kelompok sosial tertentu; mempelajari bagaimana lkelompok-kelompok sosial __ menggunakan ideologi-ideologi untuk tetap berkuasa atau agar dapat berkuasa penggunaan ideologi oleh politik. Dalam makna tersebut ini bukanlah penelitian tradisional, tetapi suatu penelitian yang baru, sebuah interpretasi yang segar, sebuah interpretasi politis dari positivisme di Chili, yang mencakup interpretasi sosiologis, dan sebagainya. Di dalamnya, oleh sebab itu, gagasan-gagasan itu dipertimbangkan di dalam kegiatan-kegiatan dan bukannya sebagai bagian dari suatu sejarah abstrak dari gagasan-gagasan. Program penelitian ini tidak terhindarkan melibatkan saya untuk pada dasarnya bekerja dengan dokumen-dokumen dalam makna yang tradisional. Akibat dari hal ini, saya berterima kasih telah berhasil menemukan, di Paris, banyak tulisan-tulisan orang-orang Chili yang tidak diterbitkan yang merupakan ahli-ahli ideologi dari positivisme ini yang telah menandai sejarah kebudayaan, intelektual, dan politis di Chili, dan yang memegang peranan sangat penting di dalam pemikiran dan kegiatan Balmaceda, Presiden Amerika Latin anti-imperealisme Inggris dengan dasar nasionalisme, tujuan Balmaceda adalah untuk mengubah suatu negara yang terjajah menjadi suatu negara merdeka. Dalam hal ini positivisme memegang peranan penting yang tidak teringkari, dan pernyataannya yang paling komprehensif adalah analisis politis yang dilakukan sekelompok intelektual dan oleh strata sosial yang berkaitan dengan Balmaceda, suatu interpretasi yang tertentu dari positivisme yang hasilnya adalah kegiatan untuk mengubah situasi tersebut. Namun saya harus menambahkan, bahwa ini bukan satu-satunya bentuk positivisme yang dapat ditemukan di Chili pada masa itu. Ada juga versi dari apa yang disebut sebagai kaum positivis heterodoks, yang menginterpretasi ideologi positivis dengan cara yang lain dan tidak setuju pada pendekatan ortodoks dari para pengikut Balmaceda. Hal ini menunjukkan rumitnya pertentangan ideologis masa itu, yang saya coba jelaskan di dalam tesis saya. Namun, bagaimanapun juga, tidak dapat dipungkiri bahwa perkajaan ini berada lebih jauh dari kenyataan daripada kegiatan yang sebelumnya saya lakukan. Dan di sini, Paulo, saya harus mengingat kembali bahwa pertemuan kita memungkinkan saya menemukan kenyataan kembali. Pertemuan kita telah memungkinkan saya kembali bekerja dengan masyarakat, dengan orang-orang yang di masa itu sedang membuat sejarah mereka sendiri. Paulo: Anda baru saja menyebutkan di masa saya secara pribadi juga terlibat. Anda mengingatkan ketika kita pertama kali bertemu, ketika ketemu agar kita saling melakukan percakapan secara teratur, yang akhirnya memungkinkan anda mengalami suatu situasi kenyataan hidup lagi, walaupun bukan milik anda sendiri, suatu pengalaman yang sangat anda perlukan di masa itu. Ketika anda baru sedang mengingat kembali pertemuan tersebut, saya kembali mengingat sesuatu yang dikatakan oleh seorang teman lama, ahli filsafat besar Brasil, Alvaro Belajar bertanya



Vieira Pinto, pada suatu sore musim gugur di Santiago. Ditolak dan sangat sedih, ia mengatakan pada saya: ―Paulo, kalau anda berada di pembuangan, hidup anda merupakan pinjaman.‖ Sebagai sama-sama orang buangan, tidak ada yang dapat lebih menghayati perkataannya itu daripada saya. Sejak masa itu saya dari masa ke masa sering mengutip perkataannya itu, namun saya tidak selalu menyebut percakapan itu. Kini, keitka saya mengutipnya, di dalam percakapan ini, saya merasa bahwa saya perlu menekankan sumbernya. Memang benar,‖Kalu anda berada di pembuangan, hidup anda merupakan pinjaman.‖ __ Orang-orang buangan harus belajar seperti anda mengalaminya, seperti saya mengalaminya dan banyak dari teman-teman kita, orang-orang Chili, orang-orang Brasil, dan orang-orang __ dari negara-negara lain mengalaminya untuk hidup di dalam situasi ketegangan terus __ __ menerus ketegangan eksistensial, radikal dan bersejarah di antara dunia asli kita yang kita tinggalkan, dan dunia baru kita yang dipinjamkan. Persis seperti yang anda lakukan, di antara semua kerinduan akan masa lalu, anda mulai mengalami, bukan suatu pencekikan yang membius dari masa kini, tetapi suatu api yang menjatuhkan penerangan pada kebutuhan untuk menumbuhkan akar di dalam lingkungan anda yang baru. Hanya apabila kaum bungan belajar untuk hidup di dalam lingkungannya yang baru, untuk berdiri berjarak daripadanya tetapi tetap berada di dalamnya, mengalami ketegangan __ antara kedua lingkungan yang berlainan lingkungan yang membentuk mereka, yang seterusnya akan mereka pikul di dalam badan mereka dan dengan mana mereka ditulari, dan __ lingkungan baru mereka agar mereka dapat mempertahankan suatu perhatian yang menerus pada lingkungan asli mereka tanpa lingkungan tersebut menjatuhkan bayangan yang meng-ganggu ke masa kini mereka. Diri anda, seperti diri setiap orang buangan, dipengaruhi oleh lingkungan asli anda, oleh sejarah dan kebudayaannya. Dipengaruhi oleh mimpi-mimpi yang anda mimipikan di sana, oleh pertentangan di mana anda terlibat di dalamnya, oleh komitmen anda pada kelas pekerja. Dipengaruhi oleh harapan-harapan dan ideal-ideal anda untuk dunia tersebut. Di mana pun orang-orang buangan itu akhirnya menetap, mereka cenderung di satu pihak mengamati perasaan membingungkan dari kemerdeka-an itu, mengatasi putusnya anda dengan masa lalu anda akibatkan pembuangan itu. Anda tidakboleh mebuat makna pemutusan itu lebih besar dari sebenarnya. Orang-orang buangan belajar hidup dengan ketegangan itu, dengan di pihak satunya tidak mengingkari lingkungan asli mereka, seakan-akan mampu mengingkarinya, seakan-akan, dalam kemarahan akibat diharuskan meninggal-kannya, mereka mencoba menghukumnya dengan mengatakan ―Saya tidak mengingat kamu‖, dan di pihak lain tanpa menolak lingkungan pinjaman mereka. Apabila mereka berhadil melakukan hal ini, maka masa mereka di pembuangan bisa menjadi masa menunggu dengan aktif, akan menjadi masa yang berpengharapan. Itulah sebabnya, mengapa saya mengatakan adanya ketegangan antara lingkungan asli anda dan lingkungan baru anda. Kita harus belajar mengatasi negatifisme yang diakibatkan pemutusan dengan masa lalu itu, agar dapat menemukan dan menangkap kesempatan-kesempatan yang diberikan lingkung-an baru itu, atau kalau tidak kita akan musnah di dalam pembuangan. Anda dan saya sama-sama mengetahui, tidak sedikit teman-teman yang tidak mampu mengatasi ketegangan ini, yang tidak mampu menghadapinya. Satu jalan yang saya temukan, Antonio, yang juga ditemukan oleh orang-orang buangan lainnya, adalah untuk benar-benar memiliki suatu perhatian yang terus-menerus pada lingkungan yang asli, namun tanpa menggunakan perhatian itu sebagai sekedar suatu psikoterapi. Dari segi lainnya, anda harus menciptakan suatu penanaman modal perhatian, emosional dan intelektual di dalam lingkung-an pinajaman anda. Dan apabila saatnya sudah memungkinkan, atas dasar tersebut dan dengan pandangan politis yang jelas, kita bisa bergerak ke daerah-daerah lain yang terbuka bagi kita sebagai daerah-daerah kegiatan kita. Maka, ketika saya masih berada di Chili, saya menerima undangan dari Harvard University dan tiga atau empat hari kemudian undangan dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia (Harvard mengundang saya untuk dua atau tiga tahun mulai tahun 1969, demikianl pula Dewan Gereja-gereja se-Dunia, satu-satunya perbedaan hanya-lah pada tanggal permulaannya), itulah sebabnya saya mengusulkan pada Harvard untuk pergi ke sana hingga awal Februari 1970 dan pada Dewan Gereja-gereja se-Dunia untuk emmulai kontrak saya Belajar bertanya



mulai pertengahan bulan Februari tahun yang sama. Saya merasa bahwa sangat penting bagi diri saya sebagai seorang intelektual Brasil di pembuangan untuk menyinggahi, walaupun hanya sebentar, pusat dari kekuasaan kapitalis. Seperti yang saya katakan pada teman-teman saya yang saya tinggalkan si Santiago, saya perlu melihat lembaga itu dari dekat di lingkungannya sendiri. Namun dari segi yang lain, di masa itu saya sudah sangat yakin bagaimana bermakna dan berartinya bagi diri saya untuk menjelajahi dunia, diperhadapkan dengan sejumlah lingkungan, belajar dari pengalaman orang-orang lain dan mengambil pandangan yang segar terhadap diri saya sendiri melalui sejumlah perbedaan-perbedaan budaya. Dan tidak teringkari, bahwa Dewan itu dalam hal ini menjanjikan saya jauh lebih banyak dari universitas mana pun. Satu pertanyaan yang saya tanyakan pada diri saya sendiri adalah berkaitan dengan kesempatan memberikan pengajaran sistematis yang ditawarkan oleh universitas tersebut namun bukan oleh Dewan. Namun unsur utama yang dapat dialami di dalamnya juga ada di dalam pekerjaan yang ditawarkan dewan tersebut pada saya, dan bahwa saya hanya akan kehilangan pekerjaan dengan mahasiswa-mahasiswa nyata yang terdapat pada satu penempatan tugas di universitas. Namun bersama dewan itu, saya masih tetapi melakukan pekerjaan dan melakukan penelitian pendidikan-politik, dan terdapat juga kesempatan luas untuk berhubungan dengan universitas yang tak terhitung banyaknya. Jadi bersama dewan itu saya meneruskan dan bahkan meng-embangkan pekerjaan saya sebagai pendidik. Harvard dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia menerima proposal saya. Saya berangkat bersama Elza dan anak-anak ke Cambridge, Massachusetts, di mana, di samping __ Harvard, saya terlibat dalam suatu program menarik dengan kelompok intelektual bermutu di __ antaranya Jim Lamb, Joao Coutinho, Denis Goullet, Denise Loreta Slover pada Center for the Study of Development and Social Change (Pusat Studi Pengembangan dan Perubahan Sosial), yang kini sayangnya sudah tutup. Lalu di Cambridge kami melakukan persiapan-persiapan terkahir untuk kedatangan saya di Jenewa. Akhirnya, pada Februari 1970, saya memulai suatu tahapan baru dalam karis saya, yang pada saat itu belum dapat saya lihat sebagai sangat berpengaruh dalam kehidupan pribadi daya dan juga sebagai pendidik. Saya mengetahui bahwa Dewan Gereja-gereja se-Dunia itu bukanlah suatu universitas, namun saya juga mengetahui bahwa sengan bekerja di dalam departeman pendidikannya, saya akan meneruskan dan mengembangkan pekerjaan saya sebagai pendidik. Orang-orang seperti anda dan saya (saya harap para pembaca memaafkan kurangnya kerendahan hati di sini, yang bukan tanggungjawab anda!) tidak membutuhkan ruang-ruang kelas supaya menjadi pendidik, sekalipun kita mencintai dan tidak ingin meninggalkannya. Pada dasarnya, suatu universitas, betapapun besar dan terkenalnya, memberi saya __ kesempatan bekerja dalam satu termin, dengan kelompok-kelompok mahasiswa katakanlah duapuluh atau tigapuluh. Tetapi Dewan Gereja-gereja se-Dunia menawarkan pada saya suatu kursi yang mencakup dunia, bukan lingkungan universitas, tetapi seluruh dunia. Ia menawarkan pada saya lingkungan yang seluas mungkin, pengalaman-pengalamannya yang berbeda-beda, suatu penglihatan terhadap tragedi-tragedinya, situasi-situasinya kemiskinannya, malapetaka-malapetakanya, tetapi juga dari beberapa saat-saatnya yang __ indah pembebasan orang-orang di Afrika, revolusi di Nikaragua dan revolusi di Granada. Dalam rangka menjelajahi lingkungan aktivitas yang luas yang diberikan dewan dunia itu pada saya, saya menjadi seorang pengembara dunia. Saya mulai mengembara ke seluruh dunia, dengan bepergian melalui Afrika, melalui Asia, melalui Australia dan Selandia Baru, dan bepergian melalui pulau-pulau pasifik Selatan, melalui seluruh Amerika Latin, Karibia, Amerika Utara dan Eropa. Dengan melalui semua bagian-bagian dunia yang berbeda-beda itu maka saya sendiri. Karena melihatnya dari suatu jarak, dengan menjauh sedikit daripadanya, maka saya dapat lebih mengenali diri saya sendiri. Saya dikonfrontasikan dengan suatu identitas yang lain, yang dapat memudahkan saya menemukan identitas yang lain, yang dapat memudahkan saya menemukan identitas saya sendiri. Dan dengan demikian saya berhasil mengatasi risiko yang kadang-kadang dialami orang-orang buangan dengan menjadi terlalu berjarak dari pengalaman-pengalaman paling nyata, paling konkret, dan menjadi sedikit



Belajar bertanya



hilang, bahkan sedikit puas, sebab mereka hilang di dalam permainan kata-kata, yang pada umumnya secara bercanda saya sebut sebagai ―berspesialisasi pada tarian konsep-konsep‖. Jadi kalau anda mengatakan pada saya bahwa ajakan yang saya berikan pada anda di dalam bangunan ini di lantai keempat di mana ketika itu saya berkantor di masa itu memungkinkan anda bekerja dengan orang-orang yang berjuang untuk membuat sejarah mereka sendiri dan bahwa hal itu membantu anda sebagai orang buangan, maka saya merasa sangat berbahagia. Tetapi, saya harus menjelaskan, bahwa ajakan yang saya lakukan itu bukanlah dilakukan secara serampangan dan bukan pula dilakukan karena keinginan menolong! Bukan sama sekali! Pada pertemuan kita yang pertama itu saya sudah dapat merasakan keseriusan dari keinginan anda, kejujuran anda dalam mencari, keingintahuan anda. Dari segi lain, saya juga dapat merasakan bahwa kreatifitas anda dan kapasitas berpikir kritis anda dapat membantu saya dalam penelitian yang sedang saya lakukan. Sekaligus saya juga sangat yakin, ketika saya berkonsultasi dengan anda mengenai kesediaan anda mendiskusikan secara konkret dengan saya percobaan-percobaan di mana saya turut terlibat, bahwa, melalui ajakan tersebut yang pada saat itu membuka jalan-jalan yang baru bagi anda, saya sedang menolong anda untuk berkonfrontasi dengan ketegangan eksistensial yang anda alami sebagai seorang buangan di dalam konflik anda antara lingkungan asli anda dan lingkungan pinjaman anda yang baru. Izinkanlah saya sebagai penutup mengatakan bahwa justru kesempatan untuk berpegang pada kenyataan yang konkret inilah yang menyelamatkan saya sebagai orang buangan dan perorangan. Dalam menyatakan ini saya rasa sedikit beremosi, namun hal ini saya kira tidak ada salahnya! Antonio: Secara emosional saya juga sangat berbahagia dengan analisis anda. Saya sangat berbahagia bahwa kita sampai pada percakapan ini. Hal yang menarik darinya adalah percakapan ini bukan hanya mengandung isi intelektual, tetapi juga isi yang emosional, dari kehidupan yang nyata. Saya sangat setuju dengan anda, Paulo, terutama dengan satu sudut pemikiran anda: bagaimana mengatasi nasib sebagai orang buangan. Untuk orang-orang buangan, ada ketegangan antara lingkungan asli mereka, yang mendidik, mengubah dan membentuk mereka untuk seluruh kehidupan mereka, dan lingkungan baru mereka yang harus dialami, dan pada mana mereka harus beradaptasi, atau tidak, atau harus berasimilasi, atau tidak. Saya percaya bahwa, dalam upaya mengatasi pengalaman yang negatif ini, kita membuat adanya perdebatan antara kedua lingkungan ini. Agar lingkungan kita menjadi lebih kaya, secara mental, fisik dan emosional, maka saya rasa bahwa kita perlu menemukan lingkungan yang lain pula. Pada dasarnya, seperti anda dan kita semua mengetahui, dalam upaya menemukan diri kita sendiri, maka kita perlu melihat diri kita di dalam orang-orang lain; kita perlu memahami orang-orang lain dalam rangka memahami diri kita sendiri serta untuk memasuki orang lain itu. Mneurut Fichte, ―saya‖ itu menciptakan ―bukan-saya‖ dalam rangka mengenal diri sendiri itu. Kini, kita tidak menciptakan ―bukan-saya‖ sebab kita bukan kaum idealis filosofis. ―Bukan-saya‖ kita itu bukanlah ciptaan kita, tetapi bersifat obyektif. ―Bukan-saya‖ itu adalah lingkungan pinjaman ini, seperti anda istilahkan, yang sangat bermakna demi isi kehidupan kita dan demi memperkaya lingkungan asli kita. ―Dunia inilah yang membantu saya untuk memahami dan mengerti negara saya dengan lebih baik. ―Gagasan anda ini sudah saya kembangkan di dalam suatu tulisan pendek saya berbahasa Inggris dalam buku anda berjudul Der Lehrer ist Politiker und kunstler. Saya ingin menekankan satu aspek penting dari pengalaman intelektual anda: pekerjaan anda di Asia dan Afrika, tetapi juga menemukan, atau menemukan kembali, bagaimana sebenarnya negara anda, Brasil. Itulah salah satu segi positif. Saya juga mendapatkan suatu pemahaman yang lebih mendalam mengenai Amerika Latin, dan terutama mengenai Chili, setelah memahami negara-negara dan pengalaman-pengalaman yang berlainan. Dan saya ingin menambahkan, bahwa saya menemukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai desa dari mana saya berasal dan di mana saya lahir, sebab pada dasarnya saya berpikir, bahwa universitas utama saya mengalami masa kanak-kanak dan masa remaja. Lebu adalah suatu daerah pertambangan Belajar bertanya



yang termiskin di Chili. Lebu adalah tempat di mana saya mengajar ayah saya membaca dan menulis—ayah saya yang bersedia mengerjakan apa saja, kadang-kadang bekerja di perladangan dan kadang-kadang sebagai buruh. Pehuen adalah sebuah pedesaan Indian ke mana saya biasanya pergi dan bekerja di saat libur sekolah. Saya menghabiskan tiga bulan di antara kaum Indian, hidup sebagai rakyat jelata, merasakan kehidupan keras mereka, dan bekerja di perladangan dari jam lima pagi hingga tengah malam, dalam rangka memperoleh sekarung gandum, sekarung oats, sekarung makanan. Lebu dan Pehuen adalah tempat dua universitas besar yang kemudian membentuk kehidupan intelektual saya. Tidak mengherankan bahwa kedua nama itu berasal dari kebudayaan asli Arauca. Lebu (leufu) artinya adalah ―sungai‖ dan Pehuen adalah nama sebuah jenis pohon (Araucaria Arau cana), yang buahnya merupakan salah satu makanan utama orang-orang asli tersebut. Di Lebu, di samping hal-hal lain, saya mengalami solidaritas orang-orang di dalam perjuangan hidup dan kehidupan yang lebih baik. Di Pehuen, saya menemukan pentingya kemampuan menulis sebagai upaya mengeksploatasi, atau sebagai senjata untuk melawan eksploatasi, tergantung pada siapa yang menggunakannya. Saya masih ingat ketika saya bekerja bersama suatu keluarga Arauca sebagai salah satu dari mereka selama liburan sekolah saya. Saya dan mereka menemukan pentingnya mampu membaca dan menghitung. Mereka sekeluarga adalah petani penyewa tanah. Hal ini berarti bahwa mereka menerima bibit, alat-alat pertanian dan sepetak tanah untuk ditanami dari tuan tanah. Hasil pertanian yang mereka produksi dibagi sebagai berikut: Pertama-tama tuan tanah itu mengambil kembali bibit yang dipinjamkannya, kemudian ongkos sewa untuk menggunakan alat pemanennya (10-20%); dan akhirnya apa yang tersisa dibagi dua, setengah untuk tuan tanah dan setengah untuk keluarga tersebut. Ketika hasil panennya dibagi, yang dilakukan pada saat penggilingan, karung-karung itu di timbang oleh seorang mandor, sebagai satu-satunya orang yang mampu membaca dan berhitung. Pada suatu hari saya menyadari bahwa ketika ia menimbang karung-karung itu, ia menuliskan angka-angka yang tidak benar, lebih rendah dari pada yang ditunjukkan oleh timbangan itu. Menemukan kenyataan ini, saya memberitahu pimpinan keluarga itu dan memberitahunya mengenai penemuan saya. Ia takut untuk menuduh wakil tuan tanah itu sebagai pencuri, tetapi ia meminta pada saya untuk menuliskan angka-angka tersebut untuk dapat kami jumlahkan sendiri. Saya memberitahu mandor tersebut bahwa saya diminta untuk menuliskan berat dari karung-karung itu, agar kami juga dapat menghitungnya dan menentukan sebenarnya seberapa banyak yang menjadi hak kami. Mandor itu tidak mempunyai kemungkinan lain kecuali menerima permintaan ―lugu‖ kami itu. Dengan demikian kami menjadi sadar akan pentingnya menulis dalam perjuangan orang-orang lemah akan ketidak adilan. Dan ketika anda memungkinkan saya kembali kepada situasi seperti itu, maka rasanya seperti seakan-akan saya kembali ke masa kanak-kanak saya, pada kedua universitas masa kanak-kanak dan remaja saya, dalam rangka untuk berjuang di samping orang-orang lemah melawan ketidakadilan-ketidakadilan yang sudah saya alami di masa itu dan yang masih terus berlangsung dan berkembang hingga saat ini. Paulo, saya ingin bertanya pada anda mengenai kehidupan di dalam pembuangan. Orang-orang banyak berpendapat bahwa pergi kepembuangan hanya merupakan suatu pemutusan emosional dengan masa lalu di tingkat gagasan-gagasan saja. Namun pembuangan juga melibatkan—dan saya yakin bahwa anda akan sependapat dalam hal ini dengan saya—semua bagian-bagian dari kehidupan sehari-hari. Jadi saya ingin anda memberitahu kami semua, baik orang-orang buangan maupun bukan orang-orang buangan, serba sedikit mengenai bagaimana anda mengalami kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan ini, yang sangat berbeda dengan lingkungan anda yang asli. Kehidupan sehari-hari di pembuangan. Paulo: Saya merasa bahwa ini adalah suatu pertanyaan mendasar yang kita orang-orang buangan perlu jawab setiap hari. Maksud saya adalah, bertanya pada diri kita setiap hari bagaimana kita memahami kehidupan pinjaman ini yang kita jalani sebagai orang berkarya lebih efektif dan tidak diwarnai oleh ketakutan-ketakutan. Belajar bertanya



Titik awal saya, awal dari pengalaman saya dalam suatu cara hidup yang berbeda, adalah tepatnya di Chili, negara anda, yang kini saya anggap sebagai negara saya juga. Tetapi dengan cara yang tidak begitu dramatis seperti di Eropa ini. Sebabnya adalah, walaupun Chili merupakan suatu negara yang sangat bersifat Eropa, namun pada dasarnya tetap negara Amerika Latin. Satu ajaran pertama yang diajarkan oleh hidup di pembuangan pada saya, yang saya alami ketika melakukan langkah-langkah pertama di dalam lingkungan hidup yang menerima saya, menyambung hidup di dalam suatu suasana sehari-hari, adalah bahwa suatu kebudayaan lainnya, bahwa cara-cara suatu kebudayaan mengekspresikan dirinya tidak lebih baik atau lebih buruk dari suatu kebudayaan lainnya. Yang ada hanya perbedaan. Seperti kita juga, kebudayaan itu tidak statis, tetapi terus menerus berkembang, dan kita tidak mampu melupakan karakteristik pengklasifikasiannya. Pelajaran pertama ini, bahwa tidak ada kebudayaan yang tidak baik atau lebih buruk dari kebudayaan lainnya, saya pelajari dari Chili, ketika saya mulai bereksperimen dengan suasana kehidupan nyata, dengan bentuk-bentuk kebudayaan yang berlainan—bakhan dalam masalah sederhana seperti bagaimana caranya memanggil seseorang. Saya kurang tahu apakah anda menyadari, bagaimana sulitnya di dalam suatu restoran di dalam lingkungan kebudayaan asing ini untuk memanggil pelayan restoran itu! Setiap kebudayaan mempunyai caranya sendiri, yang tidak boleh dilanggar. Ada suatu etiket, bukankah begitu? Saya ingat suatu kesempatan di Chili, di Kementerian __ Hubungan Luar atau mungkin namanya Kementerian Urusan Luar Negeri. Bagaimanapun, saya mempunyai masalah memahami suatu dokumen yang saya butuhkan untuk bermukim di negara tersebut. Saya berdiri di loket kantor tersebut dan tak seorang pun mempedulikan saya. Tiba-tiba seorang petugas mengangkat kepalanya dan melihat ke arah saya. Saya menggerakkan tangan saya sebagai tanda bahwa saya sedang menunggu. Orang itu bangkit mendatangi saya dan dengan nada sangat tersinggung, memberitahu saya bahwa apa yang saya lakukan bukanlah cara sopan untuk memanggil seseorang. Saya berkata bingung:‖Saya tidak bermaksud membuat anda marah, saya orang Brasil…‖.‖Anda boleh saja mengatakan orang Brasil, namun kini anda berada di Chili, dan di Chili kita tidak sopan melakukan hal seperti ini.‖ Ia berkata dengan datar. ―Baiklah, kalau demikian, sekali lagi saya meminta maaf. Saya meminta maaf pada anda karena gerakan tangan saya itu. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaan anda.‖ Betapa misteriusnya apa yang dinamakan kebudayaan itu. Ia melayani urusan saya, tetapi saya tidak tahu apakah ia memahami detail-detail kecil dari kehidupan sehari-hari! Tidak terhindarkan bahwa kita cenderung melakukan perbandingan-perbandingan antara ekspresi-ekspresi kebudayaan, antara yang sari lingkungan kita sendiri dan dengan yang dari lingkungan pinjaman itu. Apabila kita tidak berusaha untuk memahami secara kritis apa yang berbeda itu, Antonio, maka kita akan terancam akan membuat penilaian-penilaian yang kaku, yang selalu bersikap negatif terhadap kebudayaan yang asing bagi kita itu. Bagi diri saya, sikap seperti ini adalah selalu salah dan sangat berbahaya. Menghormati kebudayaan kita sendiri, bukanlah berarti meniadakan sesuatu dari lingkungan asli kebudayaan kita ataupun sesuatu dari lingkungan kebudayaan orang lain itu. Pendekatan __ seperti ini bahkan menunjukkan adanya suatu kematangan tertentu yang kadang-kadang __ mampu kita capai yang tidak terhindarkan ketika kita membuka diri secara kritis terhadap perbedaan-perbedaan kebudayaan itu. Kita harus selalu menyadari akan satu hal ketika kita mempelajari pelajaran-pelajaran dari perbedaan-perbedaan kebudayaan itu, dan kenyataannya memang demikian sehingga kebudayaan itu tidak dapat dikategorikan dengan sederhana sebagai ―ini lebih baik‖ atau ―itu lebih buruk‖. Tetapi dengan hal ini saya bukanlah saya bermaksud bahwa kebudayaan-kebudayaan itu tidak mengandung sudut-sudut negatif yang harus diatasi. Suatu latihan yang saya berikan pada diri saya sendiri sebelumnya di Brasil beberapa tahun sebelumnya adalah dengan memperhatikan sebagai seorang pendidik terhadap perbedaan-perbedaan kebudayaan dari sudut pandang kelas sosial, tanpa pernah membayangkan bahwa dari suatu segi saya sedang mempersiapkan diri pada kebutuhan untuk memahami perbedaan-perbedaan kebudayaan yang di masa-masa kemudian akan saya alami di pembuangan: Perbedaan-perbedaan dikelas dan juga perbedaan-perbedaan regional. Pertanyaan-pertanyaan mengenai selera, bukan hanya dari segi warna pakaian yang Belajar bertanya



anda kenakan dan bagaimana memberi perabot pada suatu ruangan, kebiasaan menggantungkan foto-foto di dinding (yang tidak saya sukai), tetapi juga masalah citarasa makanan, bumbu-bumbu yang anda gunakan. Preferensi orang-orang kecil pada dansa-dansa untuk memutar kekuatan musik sekuat mungkin. Perbedaan-perbedaan penting dalam bahasa, dalam pembentukan kalimat dan maknanya. Persinggungan saya yang lama dengan perbedaan-perbedaan seperti ni telah mengajarkan pada saya bahwa dengan bertahan pada prasangka-prasangka kelas sosial terhadap perbedaan-perbedaan ini akan merupakan peniadaan yang fatal terhadap sikap politik saya. Hal ini juga mengajarkan pada saya bahwa untuk benar-benar mangatasi aspek-aspek negatifnya, yang berarti mengubah basis kebendaan dari masyarakat, berarti bahwa kelas pekerja harus mengambil alih sebagai subyek dalam upaya mereka untuk menghidupkan kembali ekspresi-ekspresi dari kebudayaan mereka. Namun itu suatu pembicaraan yang lain. Pada dasarnya semua itu telah mengajarkan banyak pada diri saya. Saya telah diajar untuk mempunyai suatu sikap, untuk mempraktekkan suatu kebajikan yang saya anggap sebagai sangat mendasar, bukan hanya dari sudut pandang politis, tetapi juga secara eksistensial: Toleransi. Toleransi sama sekali bukan berarti membiarkan kehilangan dari apa yang anda rasakan sebagai benar, adil dan baik. Bukan. Orang-orang bertoleransi tidak kehilangan impian-impian mereka: mereka siap untuk berjuang demi impian-impian itu. Namun mereka menghormati orang-orang yang mempunyai impian yang berbeda dari mereka. Bagi diri saya, di tingkat politik, toleransi adalah kebijaksanaan atau kebajikan untuk mampu hidup dengan apa yang berbeda itu agar mampu memerangi musuh bersama. Dalam makna itulah maka toleransi itu merupakan suatu kebajikan revolusioner, dan bukannya suatu kebajikan liberal-konservatif. Anda lihat, Antonio, bahwa hidup dalam pembuangan, yang berarti mengalami suatu kehidupan sehari-hari yang berbeda, mengajarkan saya toleransi yang sangat besar. Belajar untuk hidup dalam suatu sikap sehari-hari yang lain ini sudah mulai. Seperti saya katakan sebelumnya, di Chili, dikembangkan di Amerika, ketika saya si Cambridge, dan masih terus berlangsung selama sepuluh tahun saya tinggal di Jenewa. Dan sangat menakjubkan, bahwa __ __ saya berhasil dan ini tidak mudah tercapai untuk menjadi terintegrasi sepenuhnya di dalam suatu dunia yang berbeda, suatu kehidupan sehari-hari yang berbeda, dengan sejumlah sikap-sikap yang menjadi suatu bagian dari kehidupan sehari-hari dari suatu kota seperti Jenewa, dan bagian sari suatu kebudayaan yang sangat beragam sifatnya, seperti kebudayaan Swis ini. Sangat mengagumkan bagaimana saya mempelajari cara-cara permainannya, dengan sadar, tanpa mengabaikan sifat-sifat dasar saya yang sebenarnya, dan demikian tanpa menyesuaikan pada lingkungan pinjaman saya itu. Dengan cara itu saya belajar untuk menerima perbedaan-perbedaan yang pada masa itu saya rasakan sebagai mengganggu. Satu dari perbedaan-perbedaan yang saya pelajari untuk hidup bersamanya, namun tidak pernah menjadi bagian dari diri saya, adalah suatu hubungan tertentu, tidak selalu eksplisit atau sangat umum, di antara tubuh manusia dan dosa. Di Aeropa dan Amerika Serikat, hubungan ini sering terlihat dari cara orang-orang bersikap. Tentu saja, generasi muda telah belajar untuk mengabaikan tidak di akui adanya kebajikan-kebajikan badaniah itu. Saya menemukan jarak yang dingin dari badan-badan sesuatu yang menyedihkan dan sangat aneh. Adalah tubuh manusia, muda atau pun tua, gemuk ataupun kurus, warna kulit apa saja, tubuh yang sadar, yang memandang ke bintang-bintang. Tubuhlah yang bertempur. Tubuhlah yang mencintai dan tubuh membenci. Tubuhlah yang menderita. Tubuhlah yang mati. Dan tubuhlah yang hidup! Tidak jarang saya mengalami ketika saya akan meletakkan tangan saya ke atas pundak seseorang sebagai pernyataan kasih dan tiba-tiba menemukan tangan saya melayang di udara kosong, namun tubuh yang akan saya sentuh itu telah mengkerut menghindar menolak kontak dengan diri saya itu. Kalau saya berbicara dengan seseorang, saya biasanya menekankan beberapa unsur penting dari pembicaraan saya dengan menepuk secara halus tubuh pendengar saya, dan sangat sulit bagi saya untuk menghindari melakukan hal itu. Satu lagi dari perbedaan-perbedaan ini berkaitan dengan masalah perasaan, yang, seperti sudah saya katakan, sebaiknya diekspresikan dengan cara yang terkontrol demi menghormati orang-orang yang lain. Perasaan-perasaan kebahagiaan, kesedihan, Belajar bertanya



__



kelemahan, rasa kasih dan tindakan-tindakan mengharapkan kasih sayang semuanya harus sangat didisiplinkan. Saya masih mengingat wajah dipenuhi kebahagiaan dan kebingungan seorang rekan sekerja di Eropa, yang bekerja sebagai sekretaris di salah satu sub-unit di Dewan Gereja-gereja se-Dunia ketika, pada saat bertemu dengannya di pintu masuk perkantoran di suatu pagi musim semi, saya memuji dengan sangat warna dan gaya pakaiannya, yang semuanya (begitulah saya katakan waktu itu) sangat sesuai dengan dirinya yang cantik dan muda itu. Wanita itu sedikit kaget, dan kemudian menyadari dirinya sembari mengatakan: ―Anda bercanda‖. Menurut saya, rasa hormat pada orang lain yang sangat besar ini juga berkaitan dengan suatu rasa takut untuk berkomitmen. Maksud saya adalah hingga tahap di mana saya menutup diri, berdiam diri, hingga mencapai tahap di mana saya tidak mau mengekspresikan kegembiraan akibat bertemu dengan anda, sebagai contoh, dalam berbicara dengan anda, saya mampu membentuk sebuah tembok emosional di antara anda dan saya, yang memperingatkan anda untuk jangan memasuki wilayah saya dengan meminta sesuatu, dengan mengharapkan komitmen yang lebih besar dari diri saya. Ini suatu segi lain lagi yang harus saya atasi. Dan hal ini juga sama sulitnya, sebab sebagai seseorang dari timur laut Brasil saya mempunyai kepribadian yang hangat dan terkadang tidak mampu mengontrol diri saya. Jadi, tanpa berhenti menjadi diri saya sendiri, saya harus mengontrol diri saya agar tidak melukai perasaan-perasaan orng-orang lain. Melalui ini semua berlarilah ketegangan yang sudah kita bicarakan banyak di atas, putusnya hubungan dengan masa lalu, perasaan selalu bertanya-tanya berapa jauh anda dapat melangkah, yang juga mengangkat pertanyaan-pertanyaan berapa jauhkah kita boleh menunjukkan perasaan kita. Kita tidak boleh melangkah terlalu jauh ke kedua arah itu. Kalau kita menyerah terlalu banyak, kita mengingkari akar-akar dari kepribadian kita. Kalau kita melangkah jauh di luar ikatan-ikatan apa yang dapat diterima, kita memancing reaksi wajar dari lingkungan kita itu, yang kenyataannya telah kita duduki. Dan kalau kita menduduki wilayah yang bukan milik kita, maka kita akan dihukum. Jadi anda senantiasa harus belajar. __ Satu masalah sensitif lagi dalam kehidupan sehari-hari di Jenewa yang dalam hal ini __ bukanlah merupakan suatu keistimewaan Jenewa saja membuat saya banyak menghadapi masalah, yaitu masalah kebisingan, dan apa yang dianggap oleh orang-orang di sini sebagai tingkat kebisingan yang masih dapat diterima. Saya tidak dapat melupakan peristiwa ketika seorang tetangga kami memencet dengan terus menerus bel pintu rumah kami pada jam sepuluh lewat sepuluh menit malam. Saya membuka pintu. Ia masih mampu mengatakan dengan sopan ―selamat malam‖ dan memberitahu saya akan ketidakpuasannya akibat tidak mampu tidur disebabkan anak saya berlatih main biola. Joaquim, yang kini mengajarkan biola klasik di Fribourg Conservatiore, pada saat itu masih anak remaja dan berlatih dengan rajin enam jam sehari. Ia sedang melatih sebuah suite karangan Bach, dan tetangga saya tidak dapat tidur! Jadi pada jam sepuluh lewat sepuluh malam ia datang untuk mengeluh. Saya masih mengingat, bagaimana dengan sedikit rasa humor saya mengatakan: ―sangat menarik betapa berbedanya kita. Bach selalu membuat saya mudah tidur!‖ Ia pergi dengan tetap bersikap sesopan mungkin sama seperti ketika ia datang. Saya memberitahu Joaguim, yang lalu berhenti bermain biola. Dan tetangga kami itu dapat tidur dengan damai. Ada banyak kisah-kisah, beberapa di antaranya benar, dan beberapa di antaranya pastilah hasil imajinasi Amerika Latin, mengenai masalah ketenangan dan kebisingan. Dalam hubungan dengan sikap kehidupan sehari-hari di Swis yang satu ini, yang sebenarnya tidak khusus ada di Swis ini saja, saya belum pernah bertemu seorang dari Amerika Latin yang tidak mempunyai suatu kisah mengenai keluhan-keluhan seperti ini. Dan hal ini kembali lagi membawa kita pada permasalahan akan batasan-batasan. Tanpa menjadi berada terlalu jauh di sudut sebelah sini dari batasan-batasan itu, ataupun tanpa terlalu jauh melewatinya, kita harus menghadapinya. Lebih daripada itu, saya percaya bahwa aspek paling buruk sari suatu kebudayaan yang sangat mengutamakan ketenangan suara adalah perasaan tidak senang yang sering hanya sedikit disembunyikan, dan diberi semangat oleh masyarakat yang tidak toleran, terhadap tubuh-tubuh yang merupakan sumber irama, suara dan nada yang dapat didengar, Belajar bertanya



dengan menganggapnya sebagi wakil-wakil dari kebudayaan yang lebih rendah dan tidak berbudaya. Tidak adanya toleransi selalu karena adanya prasangka-prasangka. Seperti kamu juga tahu, Antonio, kalau anda hidup berdampingan dengan orang-orang lain dalam kehidupan sehari-hari, maka kenyataan itu merupakan suatu proses belajar yang terus menerus. Saya biasa mengatakan hal ini pada anak-anak saya di rumah. Sebabnya adalah bahwa salah satu sifat dasar dari perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari adalah kurang mendalami pengalaman sehari-hari secara kritis. Pada umumnya memang kita memperhatikan dan melalui fakta kehidupan sehari-hari, tetapi belum tentu memperoleh pemahaman yang mendalam akan hal-hal tersebut. Sambil mengatakan hal ini, saya teringat 2 suatu buku yang sangat bagus yang ditulis oleh Karel Kosik, A Dialetica do Concreto , di dalam mana ia melakukan suatu diskusi kritis mengenai makan dari kehidupan sehari-hari. Bagaimanapun, ketika kita meninggalkan lingkungan asli kita dan memasuki lingkungan yan lain, maka perhatian kita akan kehidupan sehari-hari akan bertambah. Kita merasakan segala yang ada di dalam kehidupan sehari-hari itu lebih memberi semangat, atau berpotensi demikian. Tantangan-tantangan berlipat ganda. Ketegangan mulai timbul. Saya merasa bahwa salah satu problema serius yang dihadapi oleh orang-orang buangan adalah bahwa di dalam lingkungan asli mereka, mereka menyatu dengan kehidupan sehari-hari, yang mereka kenal baik, sedang dalam lingkungan pinjaman mereka, mereka harus selalu melangkah memberi jarak pada kehidupan sehari-hari mereka dan bertanya mengenai kehidupan itu. Rasanya seperti anda selalu harus berjaga-jaga. Dan apabila anda tidak siap memberi jawaban-jawaban jujur terhadap pertanyaan-pertanyaan anda sendiri, kalau anda mundur ke nostalgia kepada lingkungan anda sendiri, maka tendensinya adalah bahwa anda mulai menolak segala sesuatu yang dapat diberikan lingkungan pinjaman itu pada anda, yang anda perlukan untuk mengatasi ketegangan yang timbul karena putusnya hubungan dengan masa lalu yang dibawa oleh pembuangan itu. Antonio: Suatu analisis kehidupan sehari-hari seperti yang anda lakukan memang sangat penting untuk dapat memahami pembuangan, sebab pembuangan bukan hanya suatu pemutusan pada tingkat epistemologis, emosional, hubungan-hubungan pekerjaan, intelektual atau bahkan politis: tetapi juga suatu pemutusan kehidupan sehari-hari, yang terdiri dari tindakan-tindakan, perkataan-perkataan, hubungan kekeluargaan manusiawi yang penuh kasih, hubungan baik dengan teman-teman dan adanya hubungan dengan hal-hal lain yang ada di sekitar. Anda tentu saja tidak akan dapat menejelaskan pembuangan terlepas dari hal-hal ini, yang boleh dikatakan, bersifat pribadi dalam hubungannya dengan suatu dunia yang berbeda, suatu lingkungan yang baru dan sama sekali lain sifatnya. Saya ingin mengatakan bahwa kita mulai dapat membaca dan memahami masalah-masalah ini mulai dari tahap-tahap yang mendasar. Dan hal itu dimulai dengan apa yang anda katakan tadi menemukan orang-orangnya, menemukan suatu dunia yang berbeda, gerakan-gerakan tangan atau tubuh yang berbeda. Dan sejak bahasa-bahasa yang berlainan meninggalkan bekasnya pada kita, dan kita terbiasa pada gerakan-gerakan tangan berbeda, atau hubungan-hubungan keakraban yang berbeda, maka proses belajar untuk menemukan ini, untuk berhubungan dengan dunia itu dengan cara yang baru, akan memakan waktu yang panjang. Namun walaupun demikian, perbedaan-perbedaan itu merupakan titik awal untuk proses belajar itu. Anda menemukan orang-orang yang berbeda sifatnya, dan berkaitan dengan penemuan akan orang-orang yang berbeda itu, perlu ada toleransi terhadap mereka. Hal ini berarti bahwa melalui perbedaan-perbedaan di antara kita, kita harus belajar bersifat toleran pada orang-orang yang berbeda dengan kita, dan tidak menilai mereka dari nilai-nilai kita sendiri, tetapi berdasarkan nilai-nilai mereka yang berbeda dengan nilai-nilai yang kita punyai. Dan di sinilah saya lihat hubungan paling penting yang mengaitkan konsep kebudayaan dengan konsep-konsep perbedaan dan toleransi. Anda mengatakan bahwa untuk menemukan suatu kebudayaan lain adalah berarti menerimanya, bertoleransi terhadapnya. Kini saya memahami bahwa pandangan anda tentang kebudayaan, yang saya setujui sepenuhnya, bukanlah suatu pandangan yang elitis. Kebudayaan bukan hanya suatu fenomena artistik atau intelektualistik yang diekepresikan melalui pemikiran: kebudayaan paling terutama dapat dilihat di dalam kegiatan-kegiatan Belajar bertanya



__



sehari-hari yang paling sederhana kebudayaan berarti makan dengan cara yang berbeda, berjabatan tangan yang berbeda, berhubungan dengan orang-orang dengan cara berbeda. __ Sehingga saya merasa bahwa ketiga konsep itu kebudayaan, perbedaan dan __ toleransi merupakan konsep-konsep lama yang digunakan dengan makna yang baru. Kebudayaan menurut pemahaman kita, saya berani memastikan, termasuk juga kehidupan sehari-hari; dan pada dasarnya di dalam kehidupan sehari-harilah kita menemukan apa saja yang berbeda dan apa yang paling bermakna. Dan pemahaman mengenai apa saja yang penting itulah yang berbeda dengan apa yang biasa kita kenal, yang menganggap yang penting-penting tadi itu sebagai sesuatu yang harus meruapakan kesamaan. Namun bagi __ __ kita dan saya merasa bahwa anda sependapat dengan saya yang penting adalah apa yang berbeda, yang membuat kita sebagai orang-orang asing. Kalau kita menemukan dan menerima bahwa inilah yang paling penting, bahwa ada kadar toleransi yang diperlukan dalam hubungan yang baru ini, maka kita harus memulai dialog di antara perbedaan-perbedaan kita dengan demikian saling memperkaya. Jadi anda benar kalau mengatakan bahwa kita tidak dapat menilai suatu kebudayaan asing dengan nilai-nilai kita sendiri, tetapi kita harus menyadari bahwa ada nilai-nilai yang lain, harus menerima bahwa perbedaan-perbedaan itu memang ada, dan menerima bahwa pada dasarnya perbedaan-perrbedaan itulah yang membantu kita memahami diri kita sendiri dan kehidupan kita sehari-hari. Paulo: Hal ini sebenarnya memang sebuah proses yang sulit, di mana anda mempelajari sesuatu yang baru setiap hari. Atas dasar pengalaman saya yang panjang (sebab, saya sudah pernah hidup di dalam pembuangan hampir enambelas tahun lamanya, dan belajar setiap hari), saya percaya dan dapat mengatakan bahwa hal ini tidak mudah dilakukan. Kadang-kadang anda hampir putus asa di dalam proses belajar tanpa melupakan masa lalu ini. Belajar untuk menghadapi apa saja yang berbeda itu, yang sering menyakitkan bagi tanda-tanda kebudayaan yang kita bawa di dalam pikiran dan badan kita. Kadang-kadang saya juga pernah merasa lelah. Tetapi saya selalu berjuang melawannya, mencoba mendapatkan keseimbangan dalam kehidupan saya di antara apa saja yang telah meninggalkan bekas yang mendalam dari kebudayaan saya sendiri dan apa yang mulai meninggalkan bekasnya yang positif atau negatif pada saya, dari lingkungan yang baru itu. Saya juga Antonio, menemukan, sesuatu yang lain. Rasanya sudah banyak orang mengatakan apa yang saya katakan ini. Saya menemukan bagaimana kuatnya pertanda-pertanda dari kebudayaan kita itu sendiri, tetapi bagaimana pertanda-pertanda ini akan semakin kuat, apabila kita tidak memperlakukannya sebagai hal-hal yang mutlak. Bahkan, pada saat anda mulai mengatakan,‖tidak‖, hanya apa yang berasal dari Chili yang baik‖, maka pertanda-pertanda yang jelas dari kebudayaan anda sendiri mulai melemah. Tapi apabila anda, dari pada menganggap nilai-nilai dari kebudayaan anda sendiri sebagai mutlak, anda menghargainya dan memeliharanya dengan serius, tanpa menjadikannya sebagai sesuatu yang mutlak, maka anda akan merasakan bahwa tanpa adanya nilai-nilai anda itu anda akan merasakan sulitnya mempelajari hal-hal yang baru itu, yang, ditempatkan di sebelah sejarah pribadi anda, dapat juga mempunyai makna. Saya di dalam hubungan ini mengingat sebuah surat yang saya kirim pada seorang besar bangsa Brasil teman saya, di mana saya bercerita mengenai perjalanan-perjalanan saya ke berbagai negara di dunia. Saya mengatakan: ―Kalau bukan di sebabkan pertanda-pertanda jelas milik kebudayaan kita, yang hadir dan hidup di dalam diri saya dan saya hargai, maka perjalanan-perjalanan saya, yang karena latar belakang kebudayaan mempunyai makna yang sangat mendalam pada diri saya, hanya akan menjadi pengembaraan tanpa makna di atas muka bumi ini. ‖Sangat menarik memperhatikan bagaimana hal ini merupakan suatu kontradiksi yang besar. Apabila anda menanggalkan pertanda-pertanda khas dari kebudayaan baru anda, dan kehidupan anda di dalam kebudayaan baru itu hanya merupakan suatu kepura-puraan. Tetapi apabila anda menghargai kebudayaan anda sendiri, tanpa menganggap sebagai mutlak, maka anda mampu membiarkan diri dipengaruhi oleh kebudayaan yang baru itu. Dengan kata lain, kebudayaan baru itu tidak menduduki anda, tetapi juga tidak ditekan. Pada dasarnya kebudayaan baru itu juga memberi anda sesuatu. Proses belajar yang tidak mudah itu, adalah suatu pengalaman Belajar bertanya



yang tidak mungkin anda hindari kalau anda berada di pembuangan. Itulah sebabnya sehingga Elza dan saya selalu berusaha untuk menahan perasaan rindu kami pada Brasil supaya jangan menjadi semacam penyakit sentimental. Kami memang sangat merindukan __ negara kami, kami merindukan masyarakatnya, kami merindukan kebudayaan kami kami merindukan semua hal yang anda bicarakan itu: cara tertentu dalam menyalam orang, berjalan menyusuri suatu jalan, berbelok pada satu tikungan, utnuk melihat ke belakang. __ Semuanya itu adalah kebudayaan. Dan kami merindukan itu semuanya tetapi kami tidak pernah memperkenankan kenyataan bahwa kami merindukan itu semua menjadi berkembang ke dalam suatu nostalgia yang akan membuat kehidupan kami kering atau membuat kami tertekan sehingga tidak mempunyai makna di dalam kehidupan kami. Tetapi kalau orang-orang buangan menjadi terlibat ke dalam suatu jenis kegiatan dan menemukan suatu makna buat kehidupan mereka di dalamnya, maka mereka menjadi semakin dipersiapkan dengan baik untuk berkonfrontasi dengan adanya ketegangan yang mendasar antara lingkungan asli mereka dan lingkungan pinjaman mereka yang baru. Sebegitu baik persiapannya, sehingga pada suatu saat tertentu lingkungan pinjaman itu, walaupun tetap merupakan lingkungan pinjaman, akan menjadi saluran untuk nostalgia mereka. Dengan kata lain, persiapan itu memungkinkan mereka tumbuh sebagai manusia. Bagi saya hal itulah yang terjadi ketika saya menerima tawaran kerja dari Dewan-Gereja-gereja se-Dunia dan dengan demikian melalui dewan itu berkesempatan untuk memperluas wawasan pekerjaan saya dengan bekerja di Eropa, Afrika, Amerika Latin dan Amerika Serikat, dan melakukan sesuatu yang bagi diri saya terasa bermanfaat dan memberi makan dan arti pada kehidupan saya, walaupun saya dipaksa mempunyai jarak dengan lingkungan saya yang asli. __ Sumbangan kecil yang dapat saya berikan pada sejumlah negera dan saya akui __ bahwa sumbangan itu kecil, tetapi dari satu segi tetap sangat bermanfaat itulah pada dasarnya memberi makna pada pembuangan saya. Bagi diri saya, Antonio, satu titik utama dalam pembuangan adalah menemukan, seperti yang anda katakan tadi, hingga sejauh mana mungkin atau tidak mungkin apa yang negatif dari pemutusan di masa lalu anda itu dan mengubahnya menjadi sesuatu yang positif di dalam lingkungan anda yang baru; hingga sejauh mana kita berjuang untuk menciptakan atau menemukan jalan-jalan dari kemonotonan hari-hari tanpa esok itu dengan cara membuat suatu sumbangan. Inilah satu ajaran yang dapat diberikan pembuangan pada kita, namun hal ini tergantung apabila kita, orang-orang buangan, bersedia menjadi subyek di dalam proses belajar itu. Malahan faktanya adalah, bahwa pembuangan itu bukannya suatu kenyataan di dalam sejarah, yang dengan penuh kekuasaan memerintah dan membentuk orang-orang yang sedang dalam pembuangan dengan sesuka hatinya. Pembuangan itu sederhananya adalah orang-orang yang berada dalam pembuangan. Pembuangan adalah orang-orang yang secara kritis menerima situasi mereka sebagai orang-orang buangan. Dan kalau orang-orang buangan menerima situasi mereka, mereka menjadi subyek-subyek dalam proses belajar yang harus diharuskan lingkungan baru itu pada mereka. Dan kalau mereka itu murid-murid yang baik, maka saya yakin bahwa mereka mempersiapkan diri dengan baik untuk perjalanan mereka pulang. Adalah sangat jelas buat saya, bahwa semakin mampu kaum buangan mereka secara efektif mempelajari pelajaran-pelajaran dari pembuangan mereka, maka semakin efektiflah, kalau masanya tiba, kepulangan mereka ke tanah air mereka sendiri, dengan kenyakinan sepenuhnya bahwa mereka tidak begitu saja setelah kembali ke tanah air dapat mengajari dan memerintah orang-orang yang tetap tinggal di negara itu. Meraka harus kembali ke negara mereka dengan kerendahan hati yang sama, yang harus mereka miliki ketika masih di pembuangan agar dapat mempelajari cara hidup di sana. Pada dasarnya, kepergian mereka berarti bahwa ketika mereka kembali mereka harus diintegrasikan kembali ke dalam kehidupan sehari-hari, yang tentu saja akan banyak berubah di dalam banyak aspek ketika mereka sedang pergi. Sejarah dan kebudayaan dari lingkungan asli mereka tidak berdiam diri menunggu kepulangan mereka! Dan pada saat itu, orang-orang yang kembali dari pembuangan itu, seperti yang sering saya katakan, harus memiliki kerendahan hati yang hampir sama terhadap lingkungan mereka sendiri seperti kerendahan hati yang seharusnya mereka miliki di awal masa pembuangan mereka, ketika mereka harus belajar hidup hari demi hari di dalam dan bersama suatu lingkungan yang baru. Sangatlah jelas, bahwa mempelajari Belajar bertanya



kembali lingkungan asli anda adalah jauh lebih mudah daripada mempelajari suatu lingkungan pinjaman, namun kebutuhan untuk belajar tetap akan menampakkan dirinya dalam satu atau lain bentuk. Saya kadang-kadang merasa, kalau berpikir mengenai hal-hal ini, hanya ada suatu ketegangan yang cukup dinamis antara periode sebelum pembuangan, masa "pra-pembuangan‖, dan masa sekembali dari pembuangan. Di masa sebelum pembuangan, kaum buangan umumnya sangat aktif secara politis dan mempunyai pandangan yang cukup jelas tentang tujuan-tujuan mereka. Juga di dalam pembuangan, mereka dapat memiliki tujuan agar mencoba mengatasi ketegangan, yang sudah kita bicarakan panjang lebar itu, mempelajari toleransi dan kerendahan hati, mempelajari makna dari harapan, bukan untuk menunggu dengan pasif, tetapi menunggu dengan harapan yang diekspresikan dengan kegiatan-kegiatan. Apabila kasusnya memang demikian, maka kaum buangan itu mempersiapkan diri untuk pulang tanpa disertai keangkuhan. Mereka pulang tanpa meyakini bahwa lingkungan mereka berhutang sesuatu pada mereka hanya karena fakta mengatakan bahwa mereka pernah dibuang. Mereka kembali tanpa menuntut sebagai bernilai lebih daripada orang-orang yang tetap tinggal. Beberapa waktu yang lalu dalam rangka pembicaraan kita ini anda mengatakan sesuatu yang ada kaitannya dengan yang baru saja saya katakan. Anda mengatakan bahwa kesempatan untuk dapat terlibat dalam suatu pengalaman nyata dalam memberikan suatu sumbangan pada orang-orang lain memberikan suatu dimensi yang berbeda pada pembuangan anda. Pada saat itu saya yakin bahwa anda sudah pasti sedang mempersiapkan diri untuk suatu kepulangan ke tanah air yang lebih baik. Antonio: Itulah yang sebenarnya, Paulo. Saya ingin meneruskan percakapan kita mengenai kehidupan sehari-hari, yang menurut kesan saya masih kelihatan sangat sepintas. Dan saya kembali pada apa yang tadi anda katakan mengenai berefleksi pada kehidupan sehari-hari, bagaimana pembuangan itu menuntut pada kita agar kita merenungkannya. Saya ingin mengatakan bahwa pengalaman saya mengenai merenungkan kehidupan sehari-hari di pembuangan sudah mulai dari masa sebelum saya dibuang, dalam suatu bentuk pra-pembuangan, seperti yang anda istilahkan tadi. Sebab, pada dasarnya, perubahan di dalam pengajaran filsafat yang kami lakukan, atau yang kami lakukan, atau yang kami coba untuk melakukannya dengan generasi-generasi yang sedang berkembang dalam suatu konteks politis tertentu, berarti bahwa kami harus memikirkan bagaimana gagasan-gagasan dapat mengambil bentuk konkret di dalam kegiatan-kegiatan politis dan individual setiap hari. Dan oleh sebab itulah karya Gramsci merupakan bacaan wajib bagi kami. Saya ingin juga menambahkan Lukacs, walaupun dalam taraf yang berbeda, dan Kosik, keduanya intelektual-intelektual yang mencoba menyelami sejarah masyarakat di mana mereka hidup dan mereka berusaha memahaminya sebagai satu kesatuan, di mana kehidupan sehari-ahari merupakan bagian yang penting. Mereka adalah pemikir-pemikir yang dengan satu atau lain cara mengikat kami dengan kenyataan yang kami hadapi ketika itu, ketika perubahan-perubahan sedang terjadi di Chili. Merekalah orang-orang yang membuat kami merenungkan kehidupan sehari-hari. Sudah pasti pembuangan mewakili suatu lompatan yang kualitatif, sebab di dalamnya kehidupan sehari-hari merupakan suatu pemutusan dengan hubungan terhadap masa lalu dan penemuan akan suatu kehidupan yang berbeda. Saya ingin mengatakan bahwa analisis tentang kehidupan sehari-hari ini dapat membawa kita jauh lebih berkembang dalam pemikiran kita, sebab, kalau semuanya sudah dikatakan dan dilakukan, saya yakin bahwa permasalahan kehidupan sehari-sehari itu mengangkat suatu pertanyaan lagi yaitu: bagaimana kita menghubungkan gagasan-gagasan dan nilai-nilai kita dengan kegiatan-kegiatan kita sendiri? Segala sesuatu yang kita setujui dan bela, baik pada tingkat politis dan tingkat-tingkat filsafat maupun agama, harus diekspresikan dengan tindakan nyata yang relevan. Kalau orang-orang tidak merenungi kehidupan sehari-harinya, maka mereka tidak menyadari bahwa ada jurang antara gagasan-gagasan dan nilai-nilai ini dan kegiatan-kegiatan sehari-hari yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari kita. Walaupun kita menyetujui sejumlah nilai-nilai pada tingkat intelektual kita, namun nilai-nilai tersebut kosong apabila nilai-nilai tersebut disingkirkan dari kehidupan sehari-hari kita, anak-anak kita, teman-teman kita, dan orang-orang yang kita temui di jalan, yang tidak kenal kita, tetapi mempunyai hubungan dengan kita. Semua gagasan-gagasan mengenai Belajar bertanya



nilai-nilai pribadi, masyarakat maupun moral yang seharusnya mengatur hubungan kita dengan benda-benda dan orang-orang tidak diragukan merupakan gagasan-gagasan yang sangat indah; tetapi pada tahap di mana kita tidak merenungkannya dan tidak berusaha agar mereka dan kegiatan-kegiatan kita bersesuaian, maka masih tetap ada jarak antara apa yang kita pikirkan dan nilai-nilai yang kita benarkan dan kegiatan-kegiatan yang kita lakukan dalam hubungannya dengan benda-benda dan orang-orang. Dan hal ini sama saja dapat diaplikasikan pada agama, di mana ada perbedaan antara apa yang diyakini dan apa yang dilakukan di dalam kehidupan sehari-sehari, dan pada taraf politis, di mana ada perbedaan antara apa yang disetujui dan kenyataan sehari-hari. Sebabnya adalah bahwa salah satu yang kami pelajari di Chili di dalam renungan-renungan pertama kami mengenai kehidupan sehari-hari adalah bahwa pernyataan-pernyataan politis abstrak, agama maupun moral, secara sendirian memang kelihatan cemerlang, tetapi tidak membawa perubahan, tidak menjadi berbentuk konkret di dalam kegiatan-kegiatan pribadi. Kami menjadi kaum revolusioner yang abstrak, bukan di dalam kehidupan sehari-hari kami. Saya yakin bahwa revolusi itu mulai dari revolusi di dalam kehidupan sehari-hari. Saya rasa sangat penting bahwa kita, di dalam kehidupan individual setiap hari, kita harus melaksanakan apa yang kita anggap benar. Satu konsep lain yang saya rasa penting adalah mengenai pemutusan dengan masa lalu. Saya percaya bahwa melalui pemutusan dengan masa lalu itu kita mempelajari bahwa pelajaran besar dari kehidupan adalah bahwa kehidupan adalah suatu rangkaian dari pemutusan-pemutusan seperti itu: suatu pemutusan yang harus dihancurkan agar dapat menjadi lebih bernilai, dan pemutusan yang baru itu harus dinilai tinggi oleh pemutusan yang lain. Saya merasa bahwa pemutusan dengan masa lalu, baik kecil maupun besar, adalah merupakan yang benar-benar mengajarkan sesuatu pada kita yang saat kita sedang menyusuri kehidupan, dan mengajarkan kita untuk menghormati orang-orang lain, untuk menjadi berbeda dan, pada dasarnya, untuk menjadi sederhana dan rendah hati. Proses untuk menjadi sadar ini adalah proses yang terlambat, namun dalam definisi terakhirnya, proses ini semakin kuat dalam perjalanan dari pengalaman-pengalaman kehidupan sehari-hari. Pada perjalanan-perjalanan saya ke Afrika dan Amerika Latin, ketika orang-orang mengetahui pekerjaan saya, bahwa saya terlibat di dalam percobaan-percobaan mengenai pendidikan populer di berbagai benua, maka mereka orang-orang Afrika ataupun orang-orang Amerika Latin: ―Apakah mereka itu lebih baik atau lebih buruk dari kami?‖ Saya menjawab bahwa kita tidak dapat mengatakan bahwa mereka lebih baik atau lebih buruk. Apa yang dapat saya katakan adalah bahwa mereka merupakan pengalaman-pengalaman yang sama sekali berlainan, dan bahwa kita tidak dapat begitu saja sampai pada satu kesimpulan bahwa sesuatu itu lebih baik dari yang lainnya, sebab mereka tidak dapat dinilai atau dihitung dalam perbandingannya dengan yang lain itu. Mereka adalah pengalaman-pengalaman yang berbeda, dan oleh sebab itu harus dialami secara berbeda pula. Dan sebab mereka itu berbeda, maka ada yang dapat diajarkan beberapa di antaranya pada yang lain, dan ada yang dapat sama-sama belajar bersama dengan yang lain. Kita dapat belajar hanya apabila kita __ menerima bahwa yang lain itu berbeda apabila sebaliknya, misalnya maka dialog itu tidak mungkin. Dialog hanya dapat berlangsung kalau kita menerima bahwa orang-orang lain itu berbeda dan dapat mengajarkan kita sesuatu yang belum kita ketahui. Paulo: Memang benar. Ada suatu aspek kehidupan sehari-hari yang lain yang ingin saya perlihatkan, di mana anda juga mungkin dapat mengatakan sesuatu. Kelihatannya bagi saya, Antonio, bahwa suatu pencarian yang kritis mengenai pemahaman kehidupan sehari-hari menunjukkan kebutuhan tentang suatu analisis mendasar untuk mencapai suatu pemahaman bagaimana perjuangan itu, bagaimana pergumulan dilakukan antara ideologi yang dominan, yang berusaha mendominasi seluruh kehidupan, dan ideologi terdominasi, yang mencoba melawan dominasi menyeluruh ini. Saya percaya bahwa suatu upaya untuk mempelajari dan memeriksa secara kritis bagaimana segala sesuatu itu terjadi di dalam dunia kehidupan sehari-hari itu akan sangat bermanfaat bagi para analis politik di dalam pemahaman mereka betapa ideologi yang dominan itu tidak berhasil mengatasi semua ekpresi-ekspresi kebudayaan dan kreatifitas dari masyarakat itu sendiri yaitu ideologi yang dominan itu. Kadang-kadang, di dalam pemahaman Belajar bertanya



kita yang sama sekali tidak kritis mengenai sifat perjuangan itu, kita bisa digiring untuk meyakini bahwa seluruh kehidupan sehari-hari rakyat semata-mata merupakan reproduksi ideologi yang dominan itu. Tetapi tidaklah demikian. Memang pasti ada sesuatu dari ideologi yang dominan di dalam ekspresi-ekspresi kebudayaan dari masyarakat, tetapi sebagai __ kontradiksi terhadapnya ada juga pertanda-pertanda perlawanan di dalam bahasa, di dalam musik, selera makan, agama yang populer, di dalam pemahaman mereka tentang dunia. Bahkan ternyata, baru-baru ini ada penerbitan di Brasil, suatu studi dengan judul penuh makna A Festa do Povo, Pedagogia de Resistencia (Perayaan orang-orang kecil, 3 pendidikan perlawanan). Apa pendapat anda mengenai hal ini? Ideologi dalam pelaksanaan Antonio: Saya beranggapan bahwa suatu analisis seperti ini sangat penting. Dan saya mengulangi bahwa hal ini bukanlah suatu masalah yang cukup dibahas oleh ahli ilmu politik dan sosial saja, tetapi juga oleh semua disiplin-disiplin di dalam ilmu-ilmu sosial. Saya bahkan dapat mengatakan bahwa hal ini merupakan pokok yang juga menarik para ahli psikologi dan para ahli biologi dan bidang-bidang lainnya. Dalam analisis akhirnya, ketika orang-orang berbicara mengenai gagasan-gagasan dan mereka secara salah hanya berpikir mengenai gagasan-gagasan dan mereka tidak menyadari bahwa gagasan-gagasan ini memperoleh kekuatan dan menjadi suatu bentuk kekuatan hanya sejauh ideologi-ideologi itu menjadi suatu berbentuk nyata di dalam kehidupan sehari-hari kita. Dan itulah tempat di mana kita harus memulai analisis kita. Titik awal kita haruslah ideologi dalam pelaksanaan, bukannya ideologi dalam gagasan-gagasan. Dan bukan hanya di dalam pelaksanaan kaum intelektual (walaupun hal ini juga perlu dianalisis), tetapi pada dasarnya di dalam kegiatan-kegiatan orang-orang kecil, di mana kekuatan politik dari suatu gerakan itu terasa. Kekuasaan dari ideologi untuk menentukan kehidupan pada dasarnya terletak pada fakta bahwa ideologi itu terkandung di dalam kegiatan-kegiatan kehidupan sehari-hari. Paulo: Ideologi adalah sesuatu yang sangat konkret. Antonio: Benar, konkret, dan bukannya suatu gagasan-gagasan dalam pelaksanaan. Saya selanjutnya percaya, bahwa analisis ini perlu dimulai, dan ketika kita semakin dalam memasukinya, kita akan menemukan bagaimana, ketika mereka mulai berkonfrontasi dengan ideologi-ideologi yang dominan, mereka menjadi kegiatan-kegiatan perlawanan dari sisi rakyat kecil sendiri. Saya percaya bahwa setiap perjuangan politis, yang ideologis harus dimulai dengan suatu pemahaman yang tetap mengenai kegiatan-kegiatan perlawanan ini. Dengan kata-kata lain, anda tidak dapat melawan ideologi hanya dengan gagasan-gagasan saja, tetapi mulai dengan unsur-unsur perlawanan populer yang konkret ini. Oleh sebab itu, setiap perlawanan melawan suatu ideologi yang dominan harus di dasarkan pada perlawanan yang dapat diberikan oleh rakyat kecil, dan atas dasar tersebut anda dapat menghasilkan ideologi-ideologi untuk menentang ideologi (atau ideologi-ideologi) yang dominan tersebut. Tidak sebaliknya, yaitu dengan menciptakan ideologi-ideologi melawan ideologi-ideologi yang dominan, tanpa menyadari bahwa anda harus memiliki landasan yang konkret sebagai titik mulai dalam bentuk kegiatan-kegiatan perlawanan dari rakyat banyak. Hal ini sangat mendasar di dalam setiap perjuangan politis, di dalam setiap perjuangan ideologis. Dan di __ sanalah tempat di mana perjuangan-perjuangan ideologis akan dimenangkan dimulai dari sana dan bukannya dimulai dari gagasan-gagasan. Sebab kalau memperjuangkan ideologi-ideologi secara ideologis adalah berarti turun ke dalam suatu ideologi dari ideologi-ideologi. Harus dianggap penting—dan ini yang diinginkan oleh ideologi yang __ dominan tersebut bahwa perjuangan itu harus diadakan di atas dasar gagasan-gagasan. Sebab, kalau perjuangan itu diadakan atas dasar gagasan-gagasan, makan perjuangan itu menjadi berbentuk nyata dan diekspresikan di dalam gerakan masa, sehingga memungkinkan kekuasaan politis dan ideologis dari kelompok-kelompok dominan untuk terus berlangsung. Kalau kita mulai perjuangan untuk melawan kelompok-kelompok mapan tersebut atas dasar perlawanan rakyat terhadapnya, maka rakyat kecil harus mampu dan harus turut serta pada penciptaan suatu ideologi dan pada kegiatan-kegiatan melawan ideologi (atau ideologi-ideologi) yang dominan. Belajar bertanya



Paulo: Tentu saja saya setuju sekali dengan anda dalam hal ini. Inilah sesuatu yang saya perjuangkan, sesuatu yang saya inginkan bahkan sebelum saya menulis Pedagogy of the Oppressed (Sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Pendidikan Kaum Tertindas), di mana saya menekankan bahwa titik awal utnuk suatu proyek politis-pedagogis harus berada persis pada taraf pemahaman dari keinginan dan impian rakyat kecil itu, pemahaman mereka tentang kenyataan dan bentuk-bentuk perlawanan dan perjuangan mereka. Anda kini memasukkan suatu unsur ke dalam analisis anda yang bagi diri saya menjelaskan analisis teoritis saya mengenai desakan anda bahwa titik awal itu harus persis menjadi perlawanan. Dengan kata lain, bentuk perjuangan dari masa rakyat. Kalau kita menolak mengakui bentuk-bentuk perlawanan ini, sebab, secara antidialektis, kita percaya bahwa segalanya yang dikandung mereka merupakan produk dari ideologi yang dominan itu, maka kita akan berakhir pada suatu posisi yang voluntaris atau yang intelektualis, berakhir pada pidato-pidato otoriter yang mengusulkan kegiatan-kegiatan yang tidak menarik pada rakyat. Masalahnya adalah bagaimana mendekatkan diri dengan rakyat itu agar mereka dapat memahami bentuk-bentuk perlawanan mereka, di mana hal-hal tersebut dapat ditemukan di antara mereka dan bagaimana hal-hal tersebut diekspresikan, dan kemudian bekerja mulai dari sana. Antonio: Saya berpikir, Paulo, bahwa dalam hubungan ini, kampanye-kampanye anti __ __ buta-huruf atau pendidikan populer atau apa pun namanya mempunyai peranan yang penting, sebab kampanye-kampanye anti-buata-huruf dan kampanye-kampanye selanjutnya dimulai dari model-model politis, model-model sosial, model-model dari masyarakat yang menghasilkannya, baik yang terindustrialisasi atau tidak, baik yang sosial ataupun tidak. Jadi titik awalnya adalah gagasan-gagasan yang menjadi model-model, yang memberi struktur pada kampanye-kampanye anti-buta-huruf dan kampanye-kampanye lanjutannya. Dengan bantuan mereka itu dapatlah ditanamkan model-model politis, model-model sosial, model-model dari masyarakat yang menghasilkannya, baik yang terindustrialisasi atau tidak, baik yang sosialis ataupun tidak. Jadi titik awalnya adalah gagasan-gagasan yang menjadi model-model, yang memberi struktur pada kampanye anti-buta-huruf dan kampanye-kampanye lanjutannya. Dengan bantuan itulah dapatlah ditanamkan model-model reaksioner dan progresif. Tetapi kita bukanlah beranggapan bahwa kita bekerja pada tahap metafisis, pada tahap gagasan-gagasan, dan pada kenyataannya kita mempresantasikan pada rakyat itu suatu konsep yang dihasilkan di dalam pikiran-pikiran kita sendiri. Bukan rakyat itu yang menghasilkan konsep ini. Jadi, seperti yang anda perlihatkan di dalam pekerjaan anda, kampanye-kampanye anti-buta-buruf dan kampanye-kampanye lanjutannya harus mulai dari suatu pemahaman tentang kehidupan sehari-hari, suatu pemahaman yang harus dapat dicapai oleh orang-orang itu sendiri. Dan juga oleh kita bersama dengan mereka. Bukan kita yang berhak merenungkan kehidupan sehari-hari mereka. Sumbangan kita pada rakyat kecil itu adalah bahwa kita dan mereka bersama-sama terlibat dalam merenungkan kehidupan sehari-hari mereka dan kehidupan sehari-hari kita. Dan selanjutnya mereka, dari diri mereka sendiri, akan menemukan waktu-waktu perlawanan mereka bagaimana mereka mengekspresikan perlawanan mereka, landasan-landasan yang ada untuk membangun suatu ideologi; dan mereka akan menemukan bahwa mereka sendirilah yang harus membangunnya, di dalam suatu proses di mana kita tentunya akan berpartisipasi. Seperti Gramsci mengatakan: ―Rakyat kecil mempunyai perasaan, mereka merasa dan mereka bertindak: kaum intelektual memahami, tetapi mereka tidak merasakan.‖ Yang harus kita lakukan adalah mempertemukan perasaan dan pemahaman dalam rangka menemukan kebenaran. Paulo: Saya percaya, Antonio, bahwa kaum intelektual politis yang militan senantiasa terancam dapat menjadi otoriter atau menjadi semakin otoriter, kalau mereka tidak mampu melangkah lebih jauh dari suatu konsep messianis dari perubahan sosial, atau perubahan revolusioner. Adalah sangat menarik juga untuk mengamati bahwa betapa mudahnya Belajar bertanya



orang-orang yang mengambil sikap otoriter menganggap orang-orang yang membela perlu adanya suatu hubungan dengan masa rakyat ini sebagai sekedar orang-orang berfaham reformis atau sebagai orang-orang berfaham populis atau bahkan sebagai orang-orang berfaham sosial demokrat. Guevara dan Amilcar Cabral tidak pernah mengabaikan hubungan seperti ini. Dalam kenyataannya, orang-orang yang membela hubungan dengan masa masyarakat itu bukanlah orang-orang pasif: mereka tidak berada di antara orang-orang yang beranggapan bahwa peranan kaum intelektual hanya sebagai asisten-asisten, hanya sebagai pembantu atau sebagai fasilitator. Peranan mereka yang sangat penting dan fondamental akan menjadi semakin penting dan semakin sangat demokratis apabila mereka, ketika menempatkan diri sebagai pelayan kebutuhan kelas buruh tidak pernah mencoba memanipulasi massa itu dengan menggunakan kemampuan ilmiah atau teknis atau dengan bahasa dan kemampuan mereka untuk memainkan suatu peranan yang komplementer, semakin akan mereka temukan kebutuhan untuk menggabungkan ―perasaan‖ dan ―pemahaman‖ dari dunia ini. Pada suatu pemahaman yang kritis tentang kenyataan harus ditambahkan suatu sensitifitas mengenai kenyataan itu, dan untuk memperoleh atau mengembangkan sensitifitas ini mereka perlu mengembangkan hubungan massa itu. Kaum inteletual harus menemukan bahwa kemampuan kritis mereka itu tidak bernilai lebih atau kurang bernilai dari sensitifitas dari orang-orang kecil itu. Keduanya sama-sama diperlukan untuk suatu pemahaman tentang kenyataan. Kalau mereka mempunyai jarak dengan massa-massa populer dan hanya berinteraksi dengan buku-buku mereka, maka kaum intelektual terancam akan menuju suatu kenyataan yang disederhanakan, suatu pemahaman dunia yang tidak nyata. Hal ini mengingatkan saya pada suatu pembicaraan dengan anda ketika anda menceritakan pembicaraan yang pernah anda lakukan dengan seorang rakyat jelata Bolivia, yang secara bercanda bertanya pada anda:‖Apakah anda mengetahui mengapa kudeta militer tidak pernah terjadi di Amerika Serikat? Sebabnya adalah karena tidak ada kedutaan Amerika Serikat di sana!‖ Pada akhirnya saya ingin agar jelas bahwa saya tidak bermaksud mengidealkan massa-massa populer itu sama sekali: mereka itu tidak murni dan tidak pula tidak cacat! Antonio: Sulit, Paulo, untuk memahami pentingya melakukan analisis kehidupan sehari-hari adalah disebabkan fakta bahwa kita, orang-orang inteletual, sudah terbiasa bekerja dengan gagasan-gagasan sebagai model-model. Namun kini, tentu saja, orang-orang dan terutama kaum intelektual membutuhkan gagasan-gagasan untuk memahami dunia ini. Namun apabila gagasan-gagasan ini menjadi model-model, dengan kata lain, apabila tidak digunakan secara kreatif pada realita, maka kita terancam akan menggunakan model-model itu sebagai kenyataan. Jadi oleh sebab itu, kenyataan yang konkret harus disesuaikan dengan gagasan-gagasan kita, dan bukan sebaliknya. Setelah itu kita akan merosot ke tahap yang saya namakan sebagai ―Hegelisme populer‖: kepercayaan bahwa gagasan itu adalah kenyataan, dan bahwa kenyataan itu sendiri tidak lebih banyak dari perkembangan gagasan dengan cara menggunakan konsep-konsep. Dan dengan demikian, dalam rangka menerangkan perbedaan antara gagasan-gagasan dan kenyataan, untuk menerangkan mengapa konsep-konsep dan kenyataan konkret ternyata tidak bersesuaian, utnuk menerangkan kegagalan rakyat untuk memahami dan mengubah kenyataan sejarah, maka ditekankanlah secara tegas bahwa kenyataan itu salah bukannya gagasan-gagasan kita atau sistem gagasan-gagasan kita. Kalau kita mengikuti jalan ini, maka kehidupan sehari-hari dari rakyat itu tidak kita kenal, seperti juga kegiatan dan perlawanan mereka. Saya merasa bahwa kita, para intelektual, harus menggunakan pendekatan yang berlawanan: kita harus mulai dengan situasi __ nyata, kegiatan-kegiatan yang kita dan rakyat itu lakukan setiap hari sebab kita semua ini __ terlibat di dalam kehidupan sehari-hari dalam satau atau lain bentuk merenungkannya, dan kemudian menghasilkan gagasan-gagasan dalam rangka berusaha memahaminya. Dan gagasan-gagasan seperti itu tidak lagi menjadi gagasan-gagasan berupa model-model, tetapi merupakan gagasan-gagasan yang dihasilkan dari situasi-situasi kehidupan sehari-hari. Dengan cara itu saya yakin bahwa kita menghindari kegemaran total akan konsep-konsep, yang mendapatkan nilai lebih dari kenyataan sendiri dalam arti karena Belajar bertanya



mereka mampu ―memahami‖ dan ―mengubah‖ kenyataan. Saya rasa bahwa hal ini juga dapat diterapkan pada apa yang secara salah sering disebut sebagai ―metode‖ anda, sebab banyak orang cenderung menganggap bahwa metode anda itu pada dasarnya sebuah model. Saya tidak yakin bahwa anda pernah menganggap metode anda sebagi model. Paulo: Tidak, tidak pernah. Antonio: Suatu metode menurut anda adalah satu seri prisnsip-prinsip yang harus diformulasi kembali secara khusus, atas dasar kebutuhan dari situasi-situasi yang berubah secara terus-menerus sehingga prinsip-prinsip itu perlu diinterpretasikan secara berbeda pula. Dan dengan demikian diperrkaya. Oleh sebab itu pada dasarnya metode anda itu adalah semacam tantangan pada kaum intelektual dan pada kenyataan untuk memformulsi kembali metode ini dalam rangka menerjemahkan prinsip-prinsipnya sesuai kebutuhan situasi dan dengan demikian menjadi sebuah respons yang berbeda untuk situasi konkret yang berbeda pula. Bagaimana pendapat anda mengenai hal ini? Paulo: Saya setuju sepenuhnya. Itulah sebabnya saya selalu mengatakan bahwa satu-satunya cara dimiliki seseorang untuk di dalam situasinya menggunakan yang mana saja dari usulan-usulan yang saya buat adalah dengan persis melakukan kembali apa yang telah saya lakukan, yaitu, dengan tidak mengikuti saya. Dalam rangka mengikuti saya maka sangat perlu untuk tidak mengikuti saya! Dan ini tepat yang telah anda katakan itu. Namun, Antonio, tanpa mengubah arah pembicaraan kita terlalu jauh, saya ingin bertanya pada anda mengenai sesuatu. Walaupun pengalaman mengajar formal anda di Eropa tidak terlalu lama, bagaimana anda memandangnya dalam perbandingannya dengan pengalaman anda di Chili? Apa saja yang merupakan aspek-aspek yang ingin anda tekankan di dalam pengajaran-pengajaran yang anda lakukan di Jenewa? Kekeliruan bersikap netral di dalam pendidikan Antonio: Ini adalah masalah yang agak kompleks, sebab kehidupan akademis di Chili adalah suatu kehidupan dengan keterlibatan total dalam konteks politis… Paulo:…bukan seperti itu kasusnya di sini, di Jenewa… Antonio: …sehingga bagi kami di Chili, mengajar itu terikat dengan posisi-posisi politis, dengan suatu perjuangan politis, dengan mengubah kenyataan. Sedang konteks di Eropa sama-sekali berbeda dan tidak memiliki dimensi politisnya, dengan demikian meniadakan semua analisis dan semua pemikiran dari konteks politis yang konkret mengenai perjuangan sosial. Paulo: Saya tidak ingin mengganggu jalan pikiran anda, namnu perkenankanlah saya memberi komentar. Barusan anda mengatakan bahwa bagaimana pentingya bagi kita agar memahami bagaaimana caranya ideologi yang dominan itu mendapatkan ekspresinya dalam kegiatan-kegiatan dan bukan hanya di dalam kata-kata. Pernyataan bahwa pendidikan itu adalah netral, seringkali lebih dari kata-kata. Dengan cara yang sama seorang ilmuan dapat mengatakan pada seorang mahasiswa: ―Anda tidak lagi ilmiah, sebab anda telah melakukan suatu penilaian terhadap kenyataan.‖ Bagi ilmuwan tersebut, kenyataan itu ada untuk dibicarakan, kenyataan itu ada untuk sekedar… Antonio: …Sekedar digambarkan! Paulo: …ya, bagi kita untuk sekedar digambarkan, tetapi tidak melakukan penilaian-penilaian terhadapnya, apalagi untuk mengubahnya!. Dan sangat menarik untuk memperhatikan bagaimana ideologi yang dominan itu, dengan mengekspresikan diri dalam pernyataan-perrnyataan seperti itu, mencoba mempresentasikan dirinya sebagai sudah Belajar bertanya



memiliki kebenaran sepenuhnya yang tidak dapat didebat atau disanggah. Anda benar: dengan memberrikan penekanan yang demikian besar pada netralitas politis dari pendidikan dan ilmu pengetahuan, maka kepartisanan politis mereka itu pada akhirnya akan kelihatan. Pengingkaran bahwa mereka itu pada akhirnya tidak politis akan dirasakan sebagai tindakan politis. Antonio: Tepat sekali. Di Eropa hal ini sangat fundamental. Saya pernah bekerja pada suatu lembaga universitas yang bertugas dalam studi negara-negara dunia ketiga. Adanya konsep mengenai ―dunia ketiga‖ itu sendiri sudah merupakan suatu abstraksi total! Konsep-konsep yang digunakan untuk mendapatkan suatu pemahaman mengenai dunia non-Eropa ini saja sudah abstrak sama sekali. Tetapi, semakin banyak saya bepergian dan turut serta dalam perjuangan rakyat di berbagai tempat, saya mulai sederhana dalam tuntutan-tuntutan saya. Kalau saya ditanya apakah saya mengenal Afrika atau Amerika Latin dengan baik, maka sayamenjawa ―tidak‖. Dengan setiap perjalanan yang saya lakukan, maka saya mengetahui semakin sedikit! Ini adlah sikap yang sangat berbeda dengan sikap orang-orang Eropa ini. Mereka pergi dan tinggal selama dua atau tiga tahun di negara-negara asing, dan setelah itu mereka menjadi spesialis-spesialis mengenai Amerika Latin dan Afrika. Dengan setiap perjalanan yang saya lakukan, maka saya menjadi semakin kurang ahli mengenai Afrika dan Amerika Latin; sebabnya saya menemukan perbedaan-perbedaan yang penting ini. Kalau orang-orang Eropa mencoba menemukan di mana ada persamaan, dan hal itu menjadi utama bagi merreka. Maka bagi diri saya yang utama adalah ―perbedaan-perbedaan‖, dan karena setiap kali saya semakin menyadari betapa sedikitnya yang saya ketahui. Itulah jalan kerendahan hati, dan inilah yang utama. Paulo: Marilah kita kembali pada pengalaman mengajar anda di Jenewa. Apakah anda, sebagai contoh, mengalami kesulitan mendapatkan mahasiswa yang berkeinginan untuk, sedikitnya selama beberapa waktu, berpikir secara kritis mengenai kgiatan-kegiatan mereka, atas dasar mana anda dapat melakukan analisa-analisa teoritis yang mendalam bersama mereka? Atau, sebaliknya, apakah mereka menginginkan anda menjadi pengajar dalam arti yang tradisional? Antonio: Hal ini tidak perlu diragukan! Guru adalah satu-satunya yang memiliki kebenaran itu, dan oleh sebab itu, apa yang dikatakannya haruslah benar. Tetapi tidak ada di antara kita yang memiliki kebenaran itu. Kebenaran itu ditemukan di dalam ―kelayakan‖ sebuah dialog. Seperti Hegel menyatakan: ―Realita yang sebenarnya adalah kelayakan‖. Bukan antara ada atau tidak ada, tetapi ke-tegangan di antara keduanya itu—yang benar ada adalah proses sejarahnya. Jadi, kalau anda mengemukakan gagasan bahwa kebenaran itu terletak dalam pencariannya dan bukan pada hasilnya, bahwa kebenaran itu adalah proses, bahwa pengetahuan merupakan suatu proses, dan bahwa kita harus melibat-kannya dan mencapainya melalui dialog, melalui pemutusan hubungan dengan masa lalu—hal ini tidak diterima oleh mayoritas besar kaum mahasiswa, yang terbiasa pada seorang empu, orang yang bijaksana, yang memiliki kebenaran secara hirarkis dan tidak menerima dialog. Bagi mereka dialog adalah suatu pertanda kelemahan dari pihak pengajar; pada mereka suatu kerendahan hati dalam pengetahuan adalah indikasi dari kelemahan dan ketidakpedulian. Padahal sebenarnya sebaliknya. Saya percaya bahwa orang-orang yang lemah itu adalah orang-orang yang merasa memiliki kebenaran itu, sehingga mereka tidak bertoleransi;mereka yang kuat adalah orang-orang yang mengata-kan: ―mungkin saya memiliki sebagian dari kebenaran, namun saya tidak memiliki seluruh kebenaran itu. Anda mempunyai sebagian dari kebenaran itu. Mari kita mencari bersama.‖ Kesulitan-kesulitan inilah yang memungkinkan sese-orang dari dunia ketiga, yang mulai berbicara mengenai dunia ketiga, untuk benar-benar menemukannya, sebab kenyataannya bahwa anda berasal dari dunia ketiga bukanlah berarti anda mengenalnya. Untuk mengusulkan agar kita menemukannya bersama-sama pada kaum mayoritas adalah suatu pertanda ketidaktahuan, pada hal ini sebenarnya suatu pertanda kebijaksanaan. Kita tidak boleh menyalah-artikan ―perasaan‖ dengan ―pengetahuan‖. Apa saja pengalam-an di bidang ini yang anda miliki?



Belajar bertanya



Paulo: Saya pernah mempunyai pengalaman-pengalaman dan masih masih mengalami pengalaman-pengalaman yang sangat berharga dalam bidang ini di Amerika Serikat dan di Eropa. Dengan cara yang kurang lebih sistematis sifatnya di beberapa universitas di Amerika Serikat, di Kanada, di Brasil dan di Swis; dan dengan cara yang sangat kurang sistematis di sejumlah unuversitas di Amerika, Amerika Latin, Eropa dan Afrika lainnya. Saya dapat mengatakan bahwa hasil-hasil dari pengalaman saya itu lebih banyak yang positif dari negatif. Juli yang lalu, sebelum datang ke Jenewa, saya menghabiskan waktu sebulan meng-koordinasikan tiga kursus, dengan kegiatan harian, di University of British Columbia di Vancouver, dan di University of Alberta di Edmonton. Saya bekerja bersama para mahasiswa itu, bukan untuk merreka, dan yang pasti bukan pada mereka. Jarang sekali saya menemukan keterlibatan yang begitu sadar secara kritis , dipenuhi rasa tanggungjawab, dipenuhi keinginan __ untuk berpetualangan secara intelektual yang tanpa dengannya tak mungkin ada __ kreatifitas seperti yang saya temukan di antara pengikut kursus-kursus tersebut. Namun tidak ada kemungkinan untuk melupakan bahwa kita harus selalu berhadapan dengan kenyataan yang ditanamkan pada kita bahwa para mahasiswa ada untuk diajar dan para pengajar ada untuk mengajar. Kenyataan ini menjatuhkan bayangan yang begitu besar, menekan kita dengan begitu berat, sehingga sangat sulit bagi para pengajar untuk menyadari bahwa sambil mereka mengajar, mereka juga terus belajar. Pertama, sebab mereka mengajar, maka dengan kata-kata lain, proses nyata mengajar itu mengajari mereka untuk mengajar. Kedua, mereka belajar bersama dengan para mahasiswa yang mereka ajar, bukan hanya karena mereka harus mempersiapkan diri untuk mengajar, tetapi juga karena mereka merevisi pengetahuan para mahasiswa itu. Sudah lama saya menekankan di dalam tulisan-tulisan saya, bahwa ketidaktenangan, keraguan, keingintahuan dan ketidakpedulian komparatif para mahasiswa itu haru dipandang oleh para pengajar sebagai tantangan yang harus dihadapi oleh mereka. Pada dasarnya, memikirkan ini semua adalah sangat menerangi dan memperkaya bagi pengajar seperti juga bagi para siswa. Keingintahuan para siswa itu terkadang dapat menggoyahkan keyakinan diri para pengajar. Itulah sebabnya, dengan membatasi keingintahuan para siswa, pada kemampuan berekspresi mereka, pengajar-pengajar yang otoriter sekaligus membatasi keingintahuan mereka sendiri. Dari sudut lain pula, kalau para siswa dibebaskan untuk bertanya mengenai suatu pokok, hal ini sering memberi para pengajar itu semua sudut yang baru, sehingga memampukan mereka untuk selanjutnya merenungkannya lebih krtitis. Hal inilah yang saya coba lakukan dalam perjalanan hidup saya sebagai pengajar. Saya tidak ingin mengatakan bahwa cara saya bekerja adalah satusatunya cara ataupun cara yang terbaik. Ini adalah jalan yang saya sukai. Tetapi lebih dari hanya merupakan kegemaran saya, di dalamnya atau melaluinya saya merasakan bahwa saya sangat konsisten dengan pilihan politis saya. Apa yang saya prihatinkan terutama adalah untuk menentang, secara teoritis dan praktis, dua hubungan yang pada umumnya ditarik, walaupun tidak selalu secara eksplisit. Yang pertama adalah hubungan yang dilakukan antara suatu gaya demokratis dan standar akademis yang rendah; yang kedua adalah di antara standar akademis tinggi dan gaya yang otoriter. Pada dasarnya, orang-orang yang membuat hubungan-hubungan ini tidak menutup-nutupi ketidaksenangannya yang kuat terhadap demokrasi dan kebebasa. Pada mereka seakan-akan demokrasi itu adalah sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan konteks suatu seminar atau suatu laboratorium. Seakan-akan kita mampu melakukan pertama-tama, dengan suatu cara yang otoriter, bertingkah sopan-santun diarahkan dengan berhati-hati dan disetel dengan baik, untukmencapai standar-standar akademis yang tinggi, dan sesudahnya, dengan standar-standar yang baru tercapai, pergi keluar sana dan melakukan demokrasi kita itu. Demokrasi dan kebebasan bukanlah berarti menolak standar-standar akademis yang tinggi. Sebaliknya, untuk hidup dalam kehidupan yang bebas secara otentik berarti terlibat dalam petualangan, mengambil resiko, bersifat kreatif. Adalah perizinan yang merupakan penyimpangan dari kebebasan, yang menurunkan standar akademis. Baiklah, dalam analisa terakhirnya, pengalaman saya selalu memperkaya diri saya, dan saya dibahagiakan oleh kenyataan bahwa dalam perjalanannya saya tidak pernah Belajar bertanya



bermual dari suatu kenyakinan otoriter bahwa saya mem-punyai suatu kebenaran untuk saya tanamkan, kebenaranya yang tidak ter-sangsikan lagi. Sebaliknya pula, saya tidak pernah mengatakan, atau bahkan menyugestikan, bahwa tidak memiliki suatu kebenaran untuk ditanamkan berarti bahwa anda tidak mempunyai sesuatu untuk di usulkan, tidak mempunyai gagasan-gagasan untuk diajukan . Kalau kita tidak memiliki sesuatu untuk diaju-kan, atau dengan begitu saja menolak untuk melakukannya, Kita sama-sekali tidak punya urusan untuk berrkecimpung di dalam pendidikan. Masalah yang diajukan di sini berkaitan dengan pemahaman pedagogis-demokratis kita atau dengan kegiatan mengajukan gagasan-gagasan, mengusulkan sesuatu. Para pendidik tidak dapat menghindar dari mengajukan gagasan-gagasan, dan mere-ka tidak juga dapat menghindar dari keterlibatan dalam diskusi-diskusi dengan mahasiswa mereka mengenai gagasan-gagasan yang telah merreka ajukan. Pada dasarnya, hal ini berkaitan dengan misterri dari kebiasaan para pengajar yang hidup di dalam penerapan pemahaman-pemahaman demokratisnya: mere-ka harus menyatakan diri mereka tanpa meniadakan para siswa mereka. Posisi yang radikal atau cukup demokratis ini sangat kontras dengan otoriterisme pada satu pihak dan dengan apa yang saya sebut sebagai spontanisme pada pihak lain. Saya ingin mengakhiri komentar-komentar ini dengan mengatakan bahwa keinginan-keinginan saya untuk hidup dalam prinsip-prinsip demokratis dalam hubungan saya dengan para mahasiswa yang sedang bekerja bersama saya, saya juga mencari adanya para pemimpin revolusioner dalam hubungan dengan pendidikan politis mereka bersama pekerja, massa populer itu. Saya tidak percaya bahwa pendidikan itu sesuatu yang dilakukan untuk __ para mahasiswa atau pada mereka. Saya juga tidak percaya seperti yang saya __ katakan bahwa perubahan revolusioner itu adalah sesuatu yang dilakukan untuk massa populer tetapi sesuatu yang dilakukan bersama dengan mereka. Pendidikan mengenai bertanya Antonio: Saya beranggapan Paulo, bahwa keseluruhan permasalahan men-genai mengajar atau mengenai pendidikan ini adalah satu masalah yang sangat mendasar, dan bahwa hal ini berkaitan dengan apa yang sudah kita bicarakan sebelumnya: posisi-posisi politis yang dipisah-pisahkan secara jelas di dalam suatu dunia kirarkis, di mana mereka yang mempunyai kekuasaan menguasai pengetahuan. Ini adalah salah satu cara masyarakat itu memperbarui diri. Jadi saya berpikiran bahwa mulai belajar dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan merrupakan hal yang sangat demokratis. Dalam mengajar, pertanyaan-pertanyaan telah dilupakan. Pengajar-peng-ajar maupun murid-murid telah melupakannya, padahal, seperti saya pahami, se-luruh pengetahuan bermula dari mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Mulai dengan, apa yang anda sebutkan sebagai keingintahuan. Tetapi, keingintahuan adalah mengajukan pertanyaan! __ __ Saya mempunyai kesan dan saya tidak tahu apakah anda setuju dengan saya bahwa saat ini pendidikan, pengetahuan, terdiri dari memberikan jawab-an-jawaban dan bukannya mengajukan pertanyaan. Paulo: Tepat sekali! Saya setuju sekali dengan anda. Hal ini dikenal sebagai ―pengebirian keingintahuan‖. Apa yang kita lihat terjadi ini adalah suatu gerakan ke satu arah, dari sini ke sana, dan itulah semuanya. Tidak ada suatu pengem-balian, dan bahkan tidak pernah ada suatu pencarian. Sang pendidik, pada umumnya, memberikan jawaban-jawaban tanpa pernah ditanya sesuatu! Antonio: Benar sekali, dan hal yang paling serius, Paulo, adalah bahwa para mahasiswa mulai terbiasa dengan cara berpikir seperti ini, padahal apa yang seharusnya diajarkan oleh __ para pengajar – dan hal ini sebetulnya mereka ketahui adalah terutama bagaimana mengajukan pertanyaan. Sebab, saya ulangi, pengetahuan bermula dari mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dan hanya kalau kita mulai dengan pertanyaan-pertanyan, maka kita perlu mulai mencari jawaban-jawaban, dan tidak sebaliknya. Kalau anda menghasilkan jawaban-jawaban seakan-akan seluruh pengetahuan tergantung pada mereka, jawaban yang sudah baku, maka anda tidak akan menyisakan ruangan untuk keingintahuan atau untuk Belajar bertanya



__



penemuan unsur-unsur yang baru. Pengetahuan yang siap-pakai itulah pengajaran seperti itu. Sambil lalu saya ingin mengatkan ―satu-satunya cara untuk mengajar adalah dengan __ belajar ‖ dan pernyataan ini adalah berlaku sama baik bagi para siswa maupun bagi para pengajar. Saya tidak dapat membayangkan bahwa pengajar-pengajar dapat mengajar tanpa belajar pada saat yang sama. Agar mereka mampu mengajar, maka mereka juga harus mampu belajar. Paulo: Saya sependapat, tetapi saya akan menjelaskannya lebih radikal dari pada itu. Ambillah prosesnya dari awal sekali. Dan saya sangat terkesan mengenai apa yang sebelumnya anda katakan mengenai mengajukan pertanya-an, yang merupakan sesuatu yang __ sangat saya tekankan bahwa otoriterisme yang berrada di dalam keseluruhan pengalaman pendidikan itu menghambat, atau mungkin menggagalkan, kemampuan kita untuk mengajukan pertanyaan. Dalam suasana yang otoriter, maka tantangan yang terkandung di dalam suatu pertanyaan cenderung dianggap sebagai serangan pada pihak berrkuasa. Dan bahkan kalau hal ini tidak diakui secara terbuka, maka pengalaman itu berakhir pada suatu kesimpulan bahwa tidak selalu baik utnuk mengajukan pertanyaan. Satu dari disiplin-disiplin yang Elza dan saya selalu usahakan untuk melaksanakannya di dalam hubungan dengan anak-anak kami adalah untuk tidak pernah menolka menjawa pertanyaan mereka. Dengan siapa pun kami sedang berada, kami akan memutuskan pembicaraan untuk memberi perhatian pada keinginan mereka. Hanya setelah menunjukkan rasa hormat kami pada hak mereka untuk mengajukan pertanyaan maka kami menarik perhatian mereka pada kehadiran orang, atau orang-orang yang sedang kami temani bicara. Saya percaya bahwa kita mulai melakukan peniadaan yang otoriter terhadap keingintahuan tersebut dari usia yang sangat muda dengan membuat perintah-perintah seperti: ―Ya, ampun, banyak sekali pertanyaan anak ini!‖, atau ―Diam, bapakmu sedang sibuk‖, atau ―pergi tidur, dan tinggalkan pertanyaan itu untuk besok‖. Kesan yang akhirnya saya dapat di dalam analisis terakhir, adalah bahwa pendidik otoriter itu lebih takut pada jawaban dari pada kepada perrtanyaan. Ia takut pada pertanyaan itu karena jawaban yang mungkin akan ditimbulkannya. Saya juga percaya bahwa dilakukannya penekanan terhadap pertanyaan-pertanyaan ini hanya merupakan satu dimensi __ dari penekanan yang lebih luas lagi yaitu penekanan terhadap keseluruhan kepribadian seseorang, terhadap daya ekspresi orang-orang dalam hubungannya dengan hubungan mereka di dalam dunia dan dengan dunia itu. Apa yang dicoba dicapai dengan cara yang otoriter ini dengan memaksakan keheningan dengan alasan keteraturan memang jelas membatasi kemampuan manusia untuk melancarkan pertanyaan-pertanyaan. Anda benar: satu titik awal di dalam pendidika para pendidik dengan pendekatan demokratis yang membebaskan adalah dengan melakukan hal yang kelihatannya sangat sederhana ini: bertanya mengenai apa sebenarnya makna dari mengajukan pertanyaan itu. Dalam hubungan ini, perkenankanlah saya untuk bercerita men-genai pengalaman saya yang sangat menyentuh diri saya. Peristiwanya di Buenos Aires, yang pernah saya kunjungi ketika saya masih bekerja di Dewan Gereja-gereja se-Dunia, tidak lama setelah kembalinya Peron. Saya diundang oleh Departemen Pendidikan, dan team-team pimpinannya, yang dipimpin oleh Menteri Negara Tayana, bekas dokter Peron, yang mana untuk ini ia akan mem-bayar mahal di masa sesudah pemberontakan militer, yang mempersiapkan buat saya sebuah program kunjungan lengkap selam seminggu. Ini merupakan kunjungan saya yang pertama di Argentina, dan hingga sat-saat terakhir ini saya tidak pernah diperkenankan kembali ke negara itu atas perintah langsung dari para militer. Programnya terdiri atas sejumlah seminar setiap hari dengan para pendidik universitas, para rektor, staf-staf teknis dari berbagai bagian dari Departemen Pendidikan, juga para artis, tetapi terdapat juga suatu bagian integral dari program itu, yaitu mengunjungi daerah-daerah miskin di Buenos Aires. Pada suatu Minggu pagi saya mengunjungi salah satu dari daerah-daerah tersebut. Kami bertemu dengan semacam perhimpunan para penghuni. Jumlah mereka banyak sekali. Saya diperkenalkan oleh pendidik yang menyertai saya. Saya berhenti sejena. Suasana terdiam sejenak, yang akhirnya diakhiri oleh seseorang yang berkata: ―baik sekali. Saya kira inilah jalan yang benar. Kami tidak ingin anda berpidato. Saya ada pertanyaan.‖ Belajar bertanya



―Silahkan,‖ saya berkata. ―Apa sebenarnya makna dari bertanya?‖ Pada pagi hari Minggu itu, orang dari daerah kumuh di Buenos Aires itu menanyakan pertanyaan yang sangat mendasar. Bukannya menjkawab langsung, saya mencoba menarik dari kelompok itu apa makna dari mengajukan pertanyaan. Setiap saat berusaha untuk menerangi alasan-alasan yang diberikan, dengan menekankan pada keingintahuan melalui pertanyaan yang diajukan tersebut. Anda benar. Mungkin inilah salah satu dari pion-pion yang harus pertama-tama didiskusikan di dalam suatu program pelatihan orang-orang muda yang ingin menjadi pendidik: apa makna dari mengajukan pertanyaan? Namun saya tetap harus menekankan bahwa inti dari pertanyaan itu bukanlah dengan memutar pertanyaan ―Apa makna dari mengajukan pertanyaa?‖ itu menjadi suatu permainan inteletual, tetapi untuk mengalami kekuatan dari suatu pertanyaan, mengalami tantangan yang dimunculkannya, mengalami keingin-tahuan, dan mendemontrasikannya kepada para mahasiswa. Masalah yang sebenarnya dihadapi seorang pendidik adalah bagaimana bekerja secara progresif untuk menciptakan pada para mahasiswa kebiasaan itu, kebiasaan yang baik itu, untuk mengajukan pertanyaan, untuk merasa ingin tahu. Untuk seorang pendidik, dengan sikap seperti ini tidak ada pertanyaan yang bodoh atau jawaban yang sudah selesai secara menyeluruh. Para pendidik yang tidak mengebiri keingintahuan para mahasiswa, yang mereka sendiri juga turut mengambil bagian dalam gerakan jiwa untuk selalu berusaha menemukan yang baru, tidak akan pernah menunjukkan perasaan tidak hormat pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, bagaimanapun bentuknya pertanyaan itu. Sebab, walaupun suatu pertanyaan kelihatannya menggelikan atau diformulasi-kan secara salah, bukan begitu halnya pada orang yang menanyakannya. Dalam kasus-kasus seperti ini, maka peranan dari pendidik bukannya mengejek dan menertawakan mahasiswa itu, tetapi membantu mahasiswa itu untuk menyusun kembali pertanyaan-pertanyaan sehingga dengan cara itu ia dapat belajar meng-ajukan pertanyaan yang lebih baik. Antonio: Perhatikanlah, Paulo, bagaimana kita kembali pada awal pengetahuan itu, pada asal-usul dari pengajaran, dari ilmu pendidikan. Dan kita sependapat, bahwa semuannya dimuali, seperti yang dikatakan Plato, dengan penuh keingintahuan yang dikaitkan dengan mengajukan pertanyaan. Saya merasa bahwa anda benar dengan mengatakan bahwa hal yang pertama-tama harus sipelajari seseorang yang akan mengajar adalah belajar untuk mengajukan per-tanyaan pada diri sendiri, untuk mengetahui pertanyaan-pertanyaan apa yang menggerakkan diri kita dan menggerakkan masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang mendasar, muncul dari kehidupan sehari-hari, sebab di sanalah masalah-masalah itu ada. Kalau kita belajar untuk bertanya pada diri kita sendiri men-genai kehidupan sehari-hari kita, maka semua perrtanyaan itu membutuhkan jawaban, dan seluruh proses tanta-jawab itu akan dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang kehidupan sehari-hari kita. Saya ingin menggaris bawahi bahwa sumber pengetahuan itu terletak di dalam pencarian, di dalam pertanyaan-pertanyaan, atau di dalam tindakan men-gajukan pertanyaan itu sendiri. Saya ingin mengatakan bahwa bentuk pertama itu sekaligus menjadi pertanyaan dan jawaban sekaligus. Dan kalau saya di sini membicarakan bahasa, maka saya bukan hanya menunjuk pada bahasa dalam bentuk kata-kata. Kita mengetahui bahwa bahasa dari asal-usulnya terdiri dari gerak-gerak isyarat, yaitu antara lain bahasa badan, bahasa dari gerakan mata, bahasa dari hati. Bahasa yang pertama adalah bahasa tubuh, dan karena bahasa ini merupakan suatu bahasa pertanyaan, maka kita membatasi pertanyaan-pertanyaan ini, dan kalau kita hanya memberikan perhatian kita pada atau hanya memberi nilai pada bahasa lisan atau tertulis, maka kita mengabaikan suatu bagian besar dari bahasa manusia. Saya percaya bahwa sangat penting para pengajar memberikan perhatian yang sama besar pada semua dimensi-dimensi dari bahasa-bahasa itu, yang merupakan bahasa-bahasa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum memberikan jawaban. Paulo: Saya setuju. Tetapi saya yakin, bahwa kita harus kembali menegaskan bahwa perhatian kita dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mengenai Belajar bertanya



pertanyaan-pertanyaan, tidak dapat tetap hanya berada pada tahap sekedar mengajukan pertanyaan demi pertanyaan itu sendiri. Apa yang sangat terutama penting adalah, kalau bisa, untuk mengaitkan pertanyaan dan jawaban pada kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan atau diulangi di masa depan. Saya tidak tahu apakah saya cukup jelas. Saya merasa bahwa sangat penting untuk menjadi jelas bahwa pembelaan anda dan saya terhadap kegiatan mengajukan pertanyaan sama-sekali tidak bermaksud menganggap mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai permaian inteletual. Sebaliknya, yang penting adalah, bah-wa mahasiswa itu, dengan bertanya mengenai sesuatu fakta tertentu, memper-oleh jawaban yang menerangkan fakta tersebut. Mahasiswa itu harus menemukan hubungan yang hidup, kuat dan dinamis antara perrkataan dan kegiatan, antara kata-kata, pekerjaan dan perenungannya. Jadi, dengan menggunakan contoh-contoh konkret dari pengalaman para siswa sendiri di dalam rangka pertemuan pada suatu pagi di suatu renungan kelas, dalam kasus sebuah kelas anak-anak sekolah, kita dapat menyemangati mereka untuk bertanya mengenai pengalaman-pengalaman mereka sendiri, dan jawaban-jawabannya kemudian akan mencakup pengalaman-pengalaman yang mem-bangkitkan pertanyaan-pertanyaan itu. Jadi tindakan, ucapan dan pencarian harus menjadi satu kesatuan. Antonio: Namun, kita perlu menegaskan hubungan antara pertanyaan dan tindakan, serta pertanyaan, jawaban dan tindakan. Saya tidak merasa bahwa anda ingin mengatakan harus ada hubungan langsung antara setiap pertanyaan dan setiap pengalaman langsung. Ada pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya perantara, pertanyaan mengenai pertanyaan, dan pertanyaaan seperti ini juga memerlukan jawaban. Apa yang penting adalah bahwa suatu pertanyaan mengenai pertanyaan, atau pertanyaan-pertanyaan mengenai pertanyaan-pertanyaan, dan mengenai jawaban-jawaban-bahwa rangkain pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban ini harus berakar kuat pada pernyataan, dengan kata lain, bahwa rangkaian ini tidak boleh putus. Karena kita sudah terbiasa untuk melihat rangkaian per-tanyaan dan jawaban-jawabannya ini, yang pada hakikatnya merupakan apa sebenarnya pengetahuan itu, diputuskan, diganggu, dan tidak berkaitan dengan kenyataan. Apa yang saya tekankan adalah, dengan mengakui adanya per-tanyaan-pertanyaan perantara, pertanyaan-pertanyaan tersebut harus selalu melayani sebagai suatu jembatan antara pertanyaan utama dan kenyataan yang konkret. Saya berpikir bahwa kegiatan bertanya, atau pertanyaan itu sendiri, sebagai prinsip dari pengetahuan, dapat dipahami dalam kelompok-kelompok yang konkret. Sebagai contoh saya masih ingat, pada suatu kesempatan ketika saya sedang akan berangkat dari Zaire, saya ditemui oleh seorang anak muda negara tersebut yang sedang mempersiapkan tesis doktoralnya, yang me-rupakan suatu studi mengenai pengalaman pendidikan dari gereja-gereja misioner di Zaire. Di awal percakapan kami, saya berkata kepadanya: ―Anda berbicara dan saya akan mendengar. Beritahulah saya, apa yang anda pikirkan, apa fakta-fakta yang anda kumpulkan, apa perhatian-perhatian yang ditekankan oleh tesis anda.‖ Selama sejam, anak muda ini memberi saya sejumlah informasi yang luar biasabanyaknya: perpustakaan-perpustakaan yang dikunjungi, buku-buku yang dibaca, pembicaraan dengan orang-prang yang mengalami periode misioner di Zaire itu. Tetapi keseluruhan informasi itu tidak berbentuk. Pada akhirnya saya mengemukakan:‖Apa pertanyaan-pertanyaan yang anda tanyakan pada diri anda sendiri dalam rangka memberi kerangka pada tesis anda?‖Sebab stiap tesis, seperti semua penelitian, harus dimulai dengan mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dijawab. Saya tidak mengatakan bahwa mengumpulkan informasi itu tidak perlu, tetapi saya mengatakan bahwa sangat penting bagi keingintahuan seperti ini, yang membawa kita pada suatu pokok tertentu, untuk mendapatkan ekspresi konkretnya di dalam pertanyaan-pertanyaan mendasar yang akan menjadi benang penuntun dari pekerjaan kita. Kalau kita mengidentifikasi lima atau enam pertanyaan mendasar, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dan jawaban-jawabannya sudah akan merupakan suatu tesis akademis.



Belajar bertanya



Paulo: Dan, selama proses menemukan fakta-fakta yang akan membantu kita menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, semuanya menunjukkan bahwa akan muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar lainnya sambil anda sedang membangun struktur yang menyeluruh, logis dan koheren ini, seperti sudah seharusnya dalam sebuah tesis akademis. Antonio: Benar, saya percaya bahwa nilai dari suatu tesis terletak pada menemukan dan menformulasikan pertanyaan-pertanyaan dasar yang akan membangkitkan keingintahuan dari para peneliti lainnya. Nilainya tidak begitu terletak pada jawaban-jawabannya, sebab jawaban-jawaban itu sangat semen-tara sifatnya, seperti juga pertanyaan-pertanyaannya… Tetapi, setelah kita mengenali pertanyaan dasarnya, yang memungkinkan kita menemukan jawaban-jawaban dan menemukan pertanyaan-pertanyaan baru, suatu rangkaian muali terbentuk yang akan memungkinkan tesis itu di-bangun. Suatu tesis di mana unsur dasarnya bukan hanya jawaban-jawaban, tetapi rangkaian pertanyaan-pertanyaan ini, selalu bersifat sementara. Oleh sebab itu, kelihatannya pada saya bahwa dalam rangka memulai suatu tesis, adalah sangat penting untuk mempelajari untuk mengajukan pertanyaan-per-tanyaan. Tugas dari filsafat, dan ilmu pengetahuan secara umum, adalah bukannya memberikan jawaban-jawaban, tetapi mengajukan pertanyaan-per-tanyaan, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang benar. Paulo: Saya dalam hubungan ini percaya bahwa siswa-siswa yang terlibat dalam suatu proses pendidikan harus lincah dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai diri mereka sendiri. Dengan kata lain, seharusnya tidak mungkin melewati satu hari tanpa secara konstan bertanya pada diri sendiri. Saya ingin menekankan sekali lagi perlunya untuk secara terus menerus mendorong keingintahuan, tindakan untuk mengajukan pertanyaan, dan bukan-nya menindasnya. Sekolah-sekolah pada umumnya menolak adanya pertanya-an-pertanyaan. Ini bukan hanya masalah untuk memasukkan sebuah session tanya-jawab ke dalam kurikulum di antara jam sembilan dan sepuluh misalnya. Bukan itu masalahnya. Maslah yang kita hadapi bukanlah kegiatan mengajukan pertanyaan yang dibirokratisasikan, tetapi untuk menerima kehadiran kegiatan mengajukan pertanyaan itu. Keberadaan (eksistensi) manusia, yang muncul akibat mengajukan pertanyaan-pertanyaan, adalah akar dari perubahan di dunia ini. Ada suatu unsur yang radikal pada eksistensi manusia, yaitu tindakan radikal untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Di saat seseorang kehilangan rasa ingin tahu, maka si saat itulah ia tenggelam ke dalam birokratisasi. Saya merasa sangat penting diperhatikan bahwa ada hubungan tak teringkari antara rasa ingin tahu dan mengajukan pertanyaan, mengambil resiko dan eksistensi. Pada dasarnya eksistensi manusia itu melibatkan keingintahuan, mengajukan pertanyaan, dan juga resiko. Dan oleh karena itu semua, hal ini melibatkan tindakan dan perubahan. Tetapi birokratisasi berarti melakukan adaptasi dengan resiko sekecil mungkin, tanpa adanya kejutan-kejutan, tanpa mengajukan pertanyaan. Dengan demikian terdapt suatu ilmu pendidikan tentang jawaban-jawaban, yang merupakan ilmu pendidikan kreatifitas. Pendidikan seperti ini tidak akan mendorong orang mengambil risiko adalah jalan yang terbaik untuk mengingkari eksistensi manusia itu sendiri. Antonio: Untuk menemukan contoh mengenai cara mengajukan perrtanyaan-pertanyana yang birokratis ini kita tidak perlu melihat lebih jauh pada ujian-ujian yang dihadapi oleh para mahasiswa. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah perrtanyaan-pertanyaan yang sudah mengandung jawaban-jawabannya. Dengan cara ini malah tidak ada pertanyaan pertanyaan sama sekali! Mereka itu lebih merupakan jawaban-jawaba daripada pertanyaan-pertanyaan. Para mahasiswa terlebih dahulu harus mengetahui jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-perrtanyaan yang akan ditanyakan pada mereka. Dari segi lain pula, sekiranya kita mengajari mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaa pada diri mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka sendiri harus berpartisipasi dalam proses penemuan dan tidak dengan



Belajar bertanya



sederhana menjawab suatu pertanyaan tertentu atas dasae apa yang sudah terlebih dahulu diberitahu pada mereka. Saya ingin menekankan bahwa pendidikan yang kini ada itu lebih terdiri dari menemukan jawaban-jawaban daripada mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Tetapi suatu pendidikan yang terdiri dari mengajukan pertanyaan-pertanyaan, adalah satausatunya pendidikan yang bersifat kreatif dan mampu untuk mendorong kemampuan orang-orang untuk mengalami kejutan, untuk mennggapi kejutan tersbut dan untuk meyelesaikan masalah-masalah fundamental di dalam kenyataan mereka. Inilah pengetahuan itu. Jalan yang termudah itu tepatnya adalah pendidikan untuk memberikan jawaban-jawaban, tetapi dengan jalan ini sama-sekali tidak ada yang mengandung risiko. Kaum intelektual umumnya paling takut untuk mengambil resiko, untuk melakukan kesalahan-kesalahan, padahal dengan melakukan kesalahan maka terrbuka kemungkinan untukmencapi kemajuan-kemajuan di dalam pengetahuan. Jadi dalam kaitan ini ilmu pendidikan yang membebaskan atau ilmu pendidikan kreatifitas akan menjadi kegiatan yang penuh resiko, mengekspose dirinya terhadap resiko, sebagai satu-satu jalan untuk mengembangkan pengetahuan, untuk benar-benar belajar dan mengajar. Kalau kita mengurangi kekurang itu, dalam hal ini kesalahan itu, maka kesalaha itu akan memberikan suatu nilai yang posistif. Perubahan dari kesalahan menjadi tidak salah itu adalah pengetahuan. Suatu kesalahan yang baru tidak akan pernah benar-benar baru: ia akan menjadi kesalahan yang baru dalam kaitan, bahwa sejumlah unsur bervariasi akan menjadikannya sebuah kesalahan yang baru, dan rangkaian ini berlangsung terus sampai tak terhingga. Sekiranya bukan demikian kenyataannya, maka kita akan mampu mencapai pengetahuan yang mutlak, dan tidak ada apa yang disebut pengetahuan yang mutlak itu. Sperti Hegel sudah mengatakan: kekuatan dari yang negatif itu sangat penting. Kekuasaan dari yang negatif itu dalam pengetahuan itu merupakan bagian yang sangat esensial dari pengetahuan, dan kita menyebutkannya sebagai: membuat kesalahan, mengambil resiko, dipenuhi keingintahuan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan seterusnya. Paulo: Apabila anda tidak melibatkan diri dalam petualangan ini, maka tidaklah mungkin menjadi kreatif. Kegiatan pendidikan apa pun yang berdasarkan pada standarisasi, pada apa yang telah digariskan sebelumnya, pada rutinitas di mana segalanya telah ditentukan sebelumnya, adalah bersifat membirokratisasikan dan dengan demikian anti-demokrasi. Antonio: Satu contoh mengenai hal ini adalah cara bagaimana para buruh di pabrik-pabrik kehilangan kreatifitas mereka. Pekerjaan adalah suatu proses yang kreatif, tetapi karena rasionalisasi dari pekerjaan mereka itu telah ditentukan sebelumnya dan langkah-langkah yang harus diambil juga sudah ditentukan sebelumnya, maka para pekerja itu terperangkap di dalam suatu proses yang tidak bersifat mendidik dan meniadakan kemungkinan untuk menjadi manusia yang kreatif. Pikirkanlah betapa bertambahnya pengetahuan umat manusia, ilmu-ilmu manusia dan masyarakat itu sendiri, apabila kreatifitas para buruh itu diberi ruang untuk memanifestasikan dirinya. Tetapi dalam situasi seperti sekarang pun, kreatifitas itu termanifestasi, sebab para buruh itu tidak kadang-kadang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara yang tidak terduga sebelumnya. Tetapi rasionalisasi dari pekerjaan mereka membutuhkan agar para buruh itu tidak kreatif. Tetapi, sekiranya para buruh diperkenankan bersifat demikian, pekerjaan itu akan sangat diperkaya melalui kemampuan ini di mana para buruh harus kreatif, terutama dalam aplikasi praktis dari pemikiran pada situasi-situasi nyata. Keseluruhan rasionalitas dari pekerjaan seperti yang sering ditegaskan pada dasarnya adalah suatu rasionalisasi yang sidasarkan pada model-model. Masalah yang besar adalah aplikasi praktis dari pemikiran terhadap situasi-situasi nyata. Dalam hubungan pekerjaan inilah maka rasionalisasi pekerjaan para buruh menginginkan para buruh itu tidak menanggapi maslah-masalah secara kreatif. Paulo: Dalam hubungan ini, pekerjaan, sebagai tanggapan atas kebutuhan untuk produktifitas yang lebih tinggi, di dalam lingkungan yang kapitalis, akan menjadi semakin efisien apabila semakin sedikit pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para buruh, di mana tidak menajukan Belajar bertanya



pertanyaan-pertanyaan mengenai diri mereka sendiri, dan tidak mengetahui lebih jauh daripada pekerjaan rutin mereka yang siserahkan pada mereka. Braverman benar tatkala mengatakan: ―Semakin banyak ilmu pengetahuan itu dilebur ke dalam proses pekerjaan, maka semakin sedikitlah buruh itu memahami proses tersebut. Semakin mesin itu menjadi sebuah produk intelektual, maka kontrol dan pemahaman para buruh semakin sedikit.‖ Jadi atas nama efisiensi dan produktifits, apa yang kita lihat adalah birokratisasi dari pikiran para buruh, birokratisasi dari kesadaran mereka dan kapasitas kreatif mereka. Membrutalkan massa pekerja dengan memberikan pada mereka prosedur-prosedur yang rutin sifatnya, adalah sebagian dari sifat-sifat cara berproduksi yang kapitalis. Dan apa yang dilakukan dalam hal memberikan pengetahuan di sekolah-sekolah pada dasarnya adalah suatu reproduksi dari mekanisme ini—namun kita dapat melakukan sebaliknya. Malahan faktanya adalah, semakin daya cipta dan kreatifitas para mahasiswa itu ―dibrutalkan‖, maka semakin terkondisilah mereka untuk menerima ―jawaban-jawaban‖ pada pertanyaan-pertanyaan yang tidak ditanyakan, seperti sudah anda katakan sebelumnya. Semakin para siswa beradaptasi pada prosedur seperti ini, maka, ironisnya, semakin timbul anggapan bahwa inilah pendidikan yang ―produktif‖ itu. Antonio: Memang, itulah pemikiran abstrak yang memberikan kekuasaan tertentu pada ideologi tertentu. Dan memang akan sangat sulit untuk melepaskan diri dari padanya. Apa yang direproduksi di dalam suatu proses pendidikan ini, baik di pekerjaan maupun di sekolah, juga direproduksi pada tingkat politis di dalam proses politik, yang juga merrupakan suatu proses pendidikan besar, di mana kreatifitas massa itu diabaikan dan dihancurkan. Semakin banyak massa itu mendengar para pemimpi, semakin sedikit mereka berpikir—inilah yang dianggap sebagai kebijaksanaan politis yang hakiki itu, padahal seharusnya sebaliknya. Hal ini muncul di antara para politikus yang otoriter, baik dari pihak kiri maupun kanan. Tetapi hal ini peling serius apabila hal ini tereproduksi di antara politikus yang progresif dari pihak kiri. Pada dasarnya, mereka memproduksi suatu pola pikir yang membela suatu masyarakat yang tidak adil di mana sejumlah kelompok menguasai pengetahuan, kekuasaan, jawaban-jawaban, kemampuan untuk berpikir, dan sebagainya. Saya berharap untuk dapat memulai dengan suatu analisis mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dari kreatifitas jawaban-jawaban yang diberikan, sebagai suatu tindakan penemuan, sebagi suatu proses pendidikan harus terlibat di dalamnya. Kalau kita mengaplikasikan analisis ini pada proses politik dalam arti yang sempit, maka kita akan dapat melihat bagaimana pola yang dominan mengenai pemikiran ini mempunyai pengaruh yang mendasar pada politik-politik progresif dari pemimpin yang mnyatakan diri sebagai berada di pihak kiri atau merek yang mengaku berada dekat dengan massa. Kefektifan politis itu dianggap palign baik dianggap berada di dalam tingkat dari respons massa pada perintah-perintah yang dibuat para pemimpin mereka. Juga keefektifan para mahasiswa itu dianggap terletak pada pola belajar mereka yang secara progresif memberi jawaban-jawaban dalam bentuk yang diberikan para pengajar mereka. Hal ini semuanya menghasilkan kematian dari proses kemajuan itu sendiri serta meniadakan proses pendidikan itu. Paulo, setelah kita kini menganalisis dan memeriksa sampai ke tahap tertentu apa yang kita sebutkan sebagi ilmu pengetahuan mengenai mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan suatu ilmu pengetahuan mengenai meberikan jawaban-jawaban, maka saya ingin mengusulkan agar kita kembali pada suatu pokok yang sudah kita bahas sebelumnya dalam terang konsep-konsep ini: manifestasi-manifestasi kebudayaan dari perlawanan dengan mana kaum massa menentang ideologi-ideologi yang dominan. Ideologi-ideologi yang juga menemukan tempatnya di dalam kehidupan sehari-hjari dari massa, seperti yang anda katakan, tetapi yang bukan hanya merupakan kekuatan-kekuatan pengarah dalam kehidupan sehari-hari, sebab ia juga terdiri dari kegiatan-kegiatan, tanda-tanda dan manifestasi-manifestasi politis dan kebudayaan yang merepresentasi-kan perlawanan terhadap ideologi-ideologi yang dominan ini. Menuju suatu perkawinan antara pemahaman dan sensitifitas.



Belajar bertanya



Paulo: Saya dalam hal ini ingin mengatakan, walaupun hal ini mungkin sedikit bersifat mengulang, bahwa pemahaman kritis tentang ekspresi-ekspresi kebudayaan dari perlawana oleh kelas-kelas sosial yang tertindas adalah sangat perlu dalam membuat rencana aksi yang bersifat pendidikan politis. Ekspresi-ekspresi kebudayaan ini, yang menunjukkan cara mereka membela diri, seharusnya merupaka titik awal untuk rencana-rencana ini. Mobilisasi dari masyarakat, yang sudah secara implisit melibatkan proses organisasi, akan dapat dicapi dengan lebih mudah apabila anda turut mempertimbangkan bentuk-bentuk dari perlawanan populer ini, yang secara umum, merupakan ―skenarion-skenario‖ yang digunakan kaum tertindas. Dengan bantuan alat-alat ini, mereka membela diri terhadap serangan dari kelas-kelas dominan dan juga terhadap lingkungan kehidupan sehari-hari mereka yang tidak memadai di mana mereka hidup, dan di dalam mana, sebagai hasil dari eksploitasi kelas, mereka ter-kadang tidak lebih dari hanya sekedar bertahan hidup. Dalam perjalanan pengalaman-pengalaman saya di daerah-daerah kota dan pedesaan, di Brasil dan di berbagai tempat lainnya, saya telah melihat, dalam mekanisme-mekanisme perlawanan yang akhirnya dibentuk kaum ter-tindas di dalam badan-badan mereka dalam situasi-situasi yang paling mengenaskan sekalipun, bagaimana mereka dapat mengimunisasi diri mereka dengan skenarioskenario yang penuh akal ini. Skenario-skenario merupakan sejenis vaksinasi, yang walaupun hanya berkekuatan sedikit, tetapi tanpa itui tidak ada yang mampu bertahan. Dalam lingkungan yang lebih ketat pada kebudayaan, tanpa berpretensi untuk meniadakan pertahanan yang diberikan tubuh dalam kaitan ini, skenario-skenario mulai berperan penting dan harus ada dlama pertentangan untuk melawan invasi oleh kebudayaan yang dominan. Adalah sangat menarik untuk mengamati bagaimana pemujaan-pemujaan Afrika-Brasil bersedia untuk meng-asimilasi orang-orang suci dari tradisi Katolik hanya agar mampu memper-tahankan diri. Saya juga berpikir, bahwa dalam bidang bahasa, kaum tertindas menguat-kan diri mereka dalam menggunakan skenario-skenario sintaksis dan semantik. Mereka kadang-kadang mengatakan sesuatu walaupun maknanya berbeda—itulah cara mereka mempertahankan integritas mereka. Jadi sayamerasa, bahwa kalau kita mulai membahas manifestasi-manifestasi dari perlawanan dalam rangka memahamnya dan untuk memperoleh pengetahuan lebih mendalam dari ekspresi-ekspresi kebudayaan dari kelas yang didominasi, kita akan semakin melihat bagaimana ideologi yang dominan itu mendapatkan ekspresi, yang merupakan celah-celah yang tak mampu disinya hanya akibat perlawanan yang diberikan oleh massa masyarakat tertindas. Saya ―sama sekali tidak meragukan bahwa suatu pemahaman masya-rakat, bagaimana mereka memandang diri dan peranan mereka di dunia ini dan di dalam sejarah, bagaimana mereka memandang diri mereka dalam hubungan mereka dengan para pemimpin politik, suatu pemahaman yang kritis akan mimpi-mimpi mereka—ini semua harus ada dalam suatu perjuangan untuk perubahan sosial. Tanpa adanya suatu pemahaman akan hubungan-hubungan ini, mengenai batas-batas perlawanan masyarakat, dengan tujuan menye-mangati perrlawanan sehingga batasan-batasan ini dapat terpecahkan, maka akan sangat sulit untuk mengadakan suatu aksi politis perlawanan revolusioner yang efektif. Guevara sering turun dari Sierra—secara rahasia tentunya—untuk bekerja sebagai dokter di desa-desa yang dekat dengan markas tempat ia berada dan dengan cara itu ia mempelajari bentuk-bentuk dari perlawanan yang mereka lakukan. Dengan kata lain, kita perlu memahami skenari-skenario yang digunakan masyarakt untuk memahami ketakutan-ketakutan mereka. Dan rasa takut itu adalah sesuatu yang wajar. Takut adalah suatu situasi kehidupan. Tetapi perlu juga untuk memahami batasan-batasan dari takut ini agas batasan-batasan dari perlawanan itujuga dapat dipahami. Saya tidak tahu apakah maksud saya sudah cukup jelas. Dalam hubung-an ini saya merasa merasa bahwa untuk seorang politikus pendidikan dan seorang pendidik-politis adalah sangat penting, dalam menganalisis proses di mana mereka terlibat, agar mereka mampi menggabungkan kemampuan teknis dan ilmu pengetahuan mereka, yang mereka peroleh dalam perjalanan peng-alaman intelektual mereka, dan sensitifitas terhadap dunia nyata. Apabila mereka terbukti mampu untuk mengadakan perrkawinan tak terputuskan antara pemahaman yang paling mendalam dan sensitifitas ini, yang tanpa kedua ini Belajar bertanya



kebenaran itu kebenaran itu sendiri masih kuat dan bertumbuh. Oleh sebab itu apa yang harus mereka lakukan adalah membuka diri mereka terhadap nilai-nilai kebudayaan, pada bentuk-bentuk perlawanan, pada skenario-skenario yang digunakan oleh rakyat, dan di sampin mampu memahami secara intelektual , adalah untuk dapat merasakannya. Apabila mereka tidak mampu merasakan skenario-skenario yang digunakan rakyat, maka mereka akan membicarakannya secara konseptual, tetapi mereka tidak akan mampu mendalaminya. Kadang-kadang saya heran mengapa begitu banyak perlawanan di antara kita untuk mengalami kesatuan dengan rakyat ini, untuk menghormati pema-haman dunia yang mereka miliki; juga mengapa terdapat begitu banyak perrlawana terhadap kegiatan belajar bersama rakyat, untuk bersikap sederhana dalam upaya kita berkomunikasi dengan mereka, dengan menolak meng-gunakan bahasa yang canggih di satu pihak, dan di pihak lain selalu meng-gunakan bahasa yang terlalu sederhana, yang pada dasarnya berarti sombong dan merendahkan. Satu-satunya jawaban yang saya temukan terhadap masa-lah ini adalah bahwa di dalam ini semua anda dapat melihat sikap otoriter yang telah menandai kita semua itu. Faktanya adalah, bahwa otoriterisme yang berasal dari lingkungan borjuis kampungan ini, yang diadaptasi atas nama ilmu pengetahuan, atas dasar kekakuan ilmu pengetahuan, mengingatkan saya pada kemarahan yang pernah diperlihatkan Marx, terutama dalam korespondensnya. Saya menunjuk pada ―Surat Edaran‖nya yang dalam beberapa segi berkaitan dengan apa yang saya katakan. Ini adalah suatu surat dari Marx dan Engels kepada A.Bebel, W.Liebknecht, W.Bracke dan lainya. Pada satu bagian surat itu mereka mengatakan: ―jadi, oleh karena itu, kami tidak dapat bekerja sama dengan orang-orang yang secara terbuka mengatakan bahwa para buruh itu terlalu tidak berpendidikan untuk mampu membebaskan diri mereka sendiri, dan oleh sebab itu mereka pertama harus dibebaskan dari 5 atas oleh kaum filantropis borjuis besar dan kaum borjuis kecil.‖ Itulah sebabnya mengapa dari awal pembicaraan pertama kita, saya sudah menekankan bersama anda mengenai suatu sistem pendidikan yang radikal yang menekankan pertanyaan. Sistem pertanyaan ini, yang mendapatkan pengalamannya dalam pendidikan atau perjuangan politis, pada dasarnya bersifat demokratis dan terutama oleh sebab itulah bersifat sangat antiotoriter, dan tidak pernah bersifat spontanitas atau berisifat liberal konservatif. Ia pada dasarnya merupakan suatu ilmu pendidikan yang di dalamnya tidak ada tempat unutk diadakannya suatu pemisahan antara merasakan suatu fakta dan untuk mempelajari raison d‘stre-nya. Kritinya pada pendidikan tradisional bukan hanya terletak pada masalah-masalah teknis dan metodologis, bukan juga hanya men-genai hubungan guru-siswa, yang memang juga penting, tetapi mencakup kritik terhadap sistem kapitalisme itu sendiri. Saya mempunyai pandangan bahwa mulai dengan pemikiran-pemikiran ini anda dapat mengambil alih masalah ini dan menelusuri lebih mendalam lagi, yang mungkin juga mencakup sejumlah pertimbangan dari pengalaman anda sendiri. Antonio: Saya ingin menekankan hubungan yang anada lihat antara pengeta-huan ilmiah dan suatu jenis tertentu dari kekuasaan otoriter. Karena kita semua menganggap pengetahuan ilmiah itu sebagi suatu jenis pengetahuan yang sangat penting, kita sering menganggapnya sebagai suatu pengetahuan di dalam diri kita. Pengetahuan itu membuat kita berkekuasaan, dan oleh sebab itu membuat kita otoriter. Dengan dasar konsep ini, yaitu pengetahuan sebagai kekuasaan, kita dapat melihat jelas bagaimana struktur masyarakat dapat di-jelaskan sebagai dasar dari pertentangan-pertentangan untuk kekuasaan, ke-kuasaan yang bermacam-macam jenisnya, di mana sebagian dari kekuasaan ini, atau dari jenis-jenis kekuasaan-kekuasaan ini, yang terdapat dalam masyarakat, berada di tangan kaum intelektual, sebab mereka memiliki pengetahuan ilmiah itu. Kaum intelektual seperti ini memandang rendah pada pengetahuan yang tidak bersifat ilmiah, sehingga secara tidak sadar mereka memandang rendah pengetahuan yang dimiliki rakyat. Bagi kaum intelektual dan para politikus, pengetahuan rakyat itu mereka anggap sebagai ketidaktahuan dan dengan demikian sebagai suatu ketidak berdayaan. Karena rakyat itu tidak memiliki pengetahuan yang dimiliki kaum intelek-tual, maka mereka tidak mempunyaik kekuasaan. Dan pandangan rendah pada pengetahuan rakyat inilah yang menyebabkan adanya jarak antara massa rakyat dan kaum intelektual. Saya Belajar bertanya



merasa bahwa satu hal yang harus dipelajari itu pada dasarnya adalah bahwa pengetahuan yang dimiliki rakyat itu pada dasarnya adalah merupakan suatu sumber sosial yang kaya untuk aksi-aksi politik apa pun, untuk aksi apa pun yang bertujuan mengubah masyarakat. Saya kira bahwa akan sangat menarik bagi kita, Paulo, untuk menyelidiki apa yang dimaksud dengan pengetahuan rakyat itu, yang dengan suatu cara tertentu terkait dengan pengetahuan populer. Bagi Gramsci, maka ―Pengetahuan rakayat adalah filsafat dari kaum non-filsuf‖. Dengan kata lain, suatu konsep dunia ini yang kelihatannya bersifat tidak kritis, dalam berbagai lingkungan hidup sosial dan kebudayaan di mana individualitas dari insan manusia rata-rata itu, manusia yang termasuk golongan rakyat, berkembang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa Gramsci mempertentangkan suatu filsafat pada non-filsuf dengan filsafat kaum filsuf. Tetapi ia masih meneruskan: ―Filsafat dari kaum non-filsuf ini, juga merupakan filsuf tanpa menyadari hal ini…‖Jadi kaum non–filsuf, juga merupakan filsuf-filsuf, hanya saja mereka tidak mengetahui bahwa mereka juga filsuf. Kaum non-filsuf mempunyai pengetahuan yang empiris bagaimana aksi-aksi mempengaruhi kenyataan, yang mereka ekspresikan dalam bahasa mereka, yang telah anda sebutkan itu: politik, musik, hubungan pribadi, kebia-saan dan seterusnya. Saya merasa bahwa kaum filsuf tidak menyadari bahwa mereka juga filsuf-filsuf adalah merupakan orang-orang yang merasakan, dan mempunyai pengetahuan yang mendalam, tentang kenyataan diri mereka sendiri. Jadi filsafat dari kaum filsuf yang tidak mengenal filsafat dari kaum non-filsuf ini adalah jauh dari kenyataan dan menciptakan kenyataannya sendiri terlepas dari kenyataan dunia di mana massa rakyat itu memainkan peranan penting. Kaum intelektual, kaum filsuf, yang ingin menyatu dengan massa, harus mengasimilasi pengetahuan rakyat ini, pengetahuan dari kaum non-filsuf ini (yang merupakan kaum filsuf tanpa pengetahuinya) agar menjamin bahwa pen-getahuan mereka diperkaya dan agar filsafat mereka mendapatkan makna di dalam perubahan kehidupan dan masyarakat. Itulah caranya teori dan praktek dipersatukan. Pemahaman ilmiah dari dunia ini, pemahaman dunia yang koheren dan menyatu ini, yang merupakan buah pemikiran filosofis yang mendalam dan menyeluruh, harus mencapai makna (dan hanya mampu mencapai makna) apabila diperlengkapi dengan pengetahuan yang lain itu, sebab pengetahuan yang lain ini merupakan unsur yang lain itu, yaitu unsur ―bukan-saya‖, ―orang lain‖ lain yang akan mengubah seluruh dunia. Apabila terpisah, maka mereka merupakan kenyataan-kenyataan yang berbeda pula. Kalau dipersatukan, maka mereka merupakan kenyataan-kenyata-an di mana seluruhnya dimanifestasi-kan oleh perpaduan itu. Perpaduan antara pengetahuan dan akal sehat sangat perlu untuk pemahaman apa pun mengenai pertentangan politik, pendidikan dan proses pendidikan. Paulo: Kini, Antonio, (saya akan segera kembali mengarah pada jalur pikiran anda), saya ingin memberikan beberapa komentar pada ancaman-ancaman yang dihadapi kaum intelektual kalau kita mempunyai suatu pengamatan bagai-mana kedua dunia ini diper-hadapkan satu dengan yang lainnya. Kalau kita men-ganggap kedua dunia ini sebagai dipertentangkan satu dengan lainnya, maka pada suatu saat kita harus memilih satu di antaranya. Tetapi dengan memilih salah satunya, maka kita menentang yang satunya. Ancaman pertama yang kita hadapi, adalah bahwa kita tetap bersifat elitis dalam aksi-aksi kita, walaupun kita selalu mengatakan bahwa kita rakyat. Dalam memilih kita sendiri itu, maka pemilihan kita terhadap dunia rakyat hanya bersifat lisan saja. Kita memisahkan, saling mempertentangkan, kedua dunia itu, kedua filsafat itu. Dan, oleh sebab itulah, kita megumumkan bahwa dunia kita lebih baik dari antara keduanya. Ini adalah dunia dari standar-standar akademis, dan standar-standar ini harus di-paksakan , atau dicetakkan, pada dunia yang lain itu. Ancaman kedua yang anda hadapi apabila mem-pertentangkan kedunia ini adalah bahaya yang saya namakan ―basisme‖, yang juga sangat kita kenal. Pandangan ini sangat bertolak belakang dengan pandangan yang tadi, pandangan standar-standar akademis yang tinggi, dan oleh sebab itu memandang segala sesuatu yang ilmiah sebagai tidak bermanfaat. Kehidupan akademis dipandang rendah, seluruh pemikiran yang mendalam adalah bersifat teoritis dan tidak berguna —semuanya sekedar omongan intelektual yang Belajar bertanya



kosong. Satu-satunya, kebenaran, bagaimanapun, adalah pengetahuan rakyat di basis populer itu, jadi kebenaran yang hakiki itu dapat ditemukan pada massa-massa populer. Jadi kita harus menyertai mereka. Kita juga patut memperhatikan bahwa kita di dalam posisi yang elitis ada penekanan yang sangat kuat pada teori. Jadi penerangan-penerangan teoritis itulah yang sebenarnya mendidik rakyat itu. Di dalam posisi ―basis‖ itu, apa yang dianggap bernilai adalah aksi, hanya aksi, hanya keterpaduan nyata dengan rakyat, yang bahkan menggunakan bahasa palsu yang kadang-kadang oleh rakyat itu sendiri ditolak. Tidak elitisme dan tidak juga basisme. Yang satu bukanlah lawan positif dari yang lainnya. Maksud saya bahwa elitisme tidak pautu dinilai lebih dari basisme dan demikian pula sebaliknya. Fakta bahwa saya bukan seorang elitis, bukanlah bermakna bahwa saya seorang penganut ―basisme‖ . Dan kenyataan bahwa saya tidak menganut basisme bukan berarti saya seorang elitis. Posisi saya adalah bahwa saya bersimpati baik dengan pendekatan akal sehat maupun dengan pendekatan akademis. Dengan kata lain, saya percaya bahwa semua pemikiran yang serius melalui saat pemikiran yang polos. Dan standar-standar akademis yang tinggi tidak hanya dapat dipertahankan dengan perintah-perintah. Apa yang merupakan suatu pemikiran yang sangat mendalam saat ini mungkin tidak demikian halnya di masa depan dan demikian pula sebaliknya. Di pihak lain, dengan menganggap sebagai dasar pemikiran kita bahwa sangat perlu bagi rakyat untuk mengasimilasi teori dan menjadikannya milik mereka juga, maka proses ini tidak dapat berlangsung kecuali kecuali dengan menggunakan pemi-kiran polos sebagai titik awalnya. Anda harus bergerak muali daripadanya, dalam rangka mengatasinya. Seperti yang sudah anda katakan, pemikiran yang mendalam tidak boleh meniadakan kepolosan akibat tujuan untuk melewatinya. Dan oleh sebab itu saya merasa perlu untuk menyebut suatu sifat yang baik, atau suatu kualitas, yang sangat perrlu dimiliki oleh para pendidik politis, atau para politisi pendidik, dalam perspektif ini: yaitu kemampuan untuk menerima kepolosan orang-orang lain agar dapat berkembang mengatasinya. Menerima kepolosan orang-orang lain juga berarti bersedia menerima kritik dari mereka. Dalam kasus massa-massa populer, mereka bukanlah sekedar bersifatpolos: sebaliknya merek juga mempunyai kemampuan-kemampuan kritis,yang berakar di dalam situasi tragis di mana merek hidup di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Apa yang kadang-kadang terjadi adalah bahwa massa-massa populer yang tertindas, atas dasar beberapa penyebab, berada pada tahap menyadari fakta-fakta yang ada, tetapi tidak mampu menangkap sumber-sumber yang merupakan suatu penjelasan yang lebih mendalam terhadap fakta-fakta yang ada itu. Dan untuk secara begitu saja menurunkan suatu penjelasan teoritis yang asing pada mereka tidaklah merupakan suatu jalan untuk menyelesaikan kekurangan pengetahuan ini. Antonio: Saya sangat sependapat dengan analisis anda, Paulo. Dan saya akan melangkah lebih jauh: Saya percaya bahwa pemisahan antara pengetahuan populer dan pengetahuan ilmiah ini, antara pengetahuan rakyat (atau ―filsafat kaum non-filsuf‖) dengan filsafat, antara perasaan dan pemahaman, antara doxa dan episteme, merupaka suatu masalah epistomologis yang dapat kita telusuri kepada para filsuf zaman kunom, seperti Aristoteles dan Plato, atau bahkan kepada para filsuf Tunani aliran naturalis. Pemisahan ini seharusnya teratasi oleh ilmu pengetahuan modern, sebab ilmu ini merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan masyarakat dalam keseluruhannya. Untuk suatu ilmu yang demikian itu adalah sangat perlu untuk tidak mebagi-bagi masyarakat secara keseluruhan ke dalam dua dunia: dunia-dunia episteme dan doxa, dunia-dunia filsafata dan pengetahaun populer, seakan-akan yang satu merupakan peniadaan, atau lawan dari pihak yang lain. Kalau ini merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan keseluruhan, maka harus berurusan dengan keseluruhan itu, jadi kedua dunia itu, dan berupaya mempertemukan keduanya baik dalam praktek maupun dalam teori. Dengan istilah-istilah masa kini, hal ini berarti menjembatani pemisahan antara teori dan praktek, antara pemikiran mendalam dan antara kepolosan. Jadi saya sependapat dengan anda bahwa hanya dengan secara sempurna pemisahan ini yang sudah ada dari awal mulanya pengetahuan filosofis, adalah apa yang diperlukan untuk mencapai suatu pemahaman yang mendalam tentang kenyataan, sehingga pemahaman tersebut dapat mengubah kenyataan. Sebab tidak hanya kepolosan, ataupun hanya spontanitas dan pemikiran ilmiah yang mendalam saja yang mengubah kenyataan. Untuk mengubah Belajar bertanya



kenyataan melibatkan penyatuan kedua untuk bentuk pengetahuan ini agar tercapai suatu pengetahuan yang lebih luas, yang merupakan pengetahuan yang sebenarnya mampu menerjemahkan dirinya kedalam aksi-aksi untuk mengubah kenyataan. Pemisahan di antara kedua bentuk pengetahuan ini menghancurkan kemungkinan apa apa pun untuk memahami keseluruhannya atau mengubah keseluruhan itu. Tantangan besar yang dihadapi para intelektual adalah untuk membebaskan diri dari gagasan bahwa pengetahuan ilmiah itu sama dengan kekuasaan dan dari otoritisme yang memaksakan suatu cara tertentu pada massa dengan menyatakan: ―Inilah jalan untuk mencapainya‖. Tetapi bukan karena begitulah kenyataannya, kita tidak boleh dengan mudah melepaskan tanggungjawab dan bersembunyi di balik posisi yang lain ini:‖Mari kita pergi menemui massa, mari kita lupakan pengetahuan ilmiah dan teori, dan marilah kita mengambil alih suatu pendekatan yang pragmatis serta empiris, yang akan mendekatkan kita pada massa‖. Jalan terakhir ini akan menjerumuskan kita pada spontanitas massa yang tidak berefleksi, yang saya sebut sebagai ―Spontanisme‖, dan menjadikan kita tidak berdaya untuk mengubah kenyataan, sebab kita tidak menggunakan kedua unsur dasar dari pengetahuan itu. Hal inilah yang merupakan suatu tantangan pada kaum intelektual, terutama kaum intelektual Amerika Selatan. Paulo: Benar, dan di sini amnda menyuruh sesuatu yang saya anggap sebagai sangat penting. Maksud saya adalah kritik anda pada posisi-posisi ―spontanistis‖, yang selama perjalanan sejarah hingga masa kini selalu menguntungkan pihak kanan. Spontanisme apa pun selalu bekerja melawan kepentingan rakyat. Walapun saya terancam mengulangi diri, ketika kita kembali mengolah masalah spontanisme ini, saya merasa bahwa saya kembali harus menekankan, bahwa apabila kita ingin konsisten pada kita sebagai pihak kiri, maka dalam penolakan kita terhadap aksi-aksi spontanistis, kita tidak pernah boleh mundur ke dalam otoriterisme yang elitis. Faktanya adalah, bahwa lawan positif dari spontanisme bukanlah otoriterisme, dan tidak juga sebaliknya. Jadi, sperti juga saya tidak harus menjadi berfaham basis sebab saya bukan elitis, maka serupa pula saya tidak perlu bersifat otoriter hanya karena saya menolak spontanisme. Otoriterisme dan manipulasi rakyat dengang dmikian bukanlah obat untuk menyembuhkan spontanisme. Perjuangan kita melawannya, seperti juga melawan otoriterisme, membutuhkan suatu pemahaman yang memadai dari kesatuan dialektis antara teori dan praktek, suatu pemahaman yang lebih mendalam dari kenyataan, dari peranan subyek-subyek yang aktif dalam proses mengubah kenyataan, dan rasa hormat terhadap rakyat sebagai sumber dan pemegang dari pengetahuan. Penolakan terhadap spontanisme juga melibatkan kita agar tetap berhubungan dengan rakyat yang tidak jarang dilakukan usaha-usaha untuk memaksakannya pada rakyat dan tidak mengambil suatu sikap yang arogan, dari mana tidak jarang dilakukan usaha-usaha untuk memaksakannya pada rakyat suatu kebijaksanaan siap-pakai, dengan tanpa kebijaksanaan itu dikatakan bahwa mereka tidak mungkin diselamatkan… Pada dasarnya cara otoriter untuk melawan spontanisme adalah suatu penolakan terhadap perubahan revolusioner. Ketika anda baru saja menyebut spontanisme, saya merasa saya harus menambahkan catatan kaki ini pada apa yang anda katakan. Saya menujukan catatan kaki ini terutama pada banyak orang-orang Amerika Latin muda yang, sebab mereka menolak aotoriterisme, sebaiknya juga menolak spontanisme. Antonio: Hingga saat ini saya sependapat dengan analisis anda, Paulo. Tetapi saya ingin melangkah lebih jauh dan menanyakan suatu pertanyaan agar kita dapat melangkah lebih jauh ke dalam masalah ini, yang merupakan inti terhadap perjuangan politis dan pedagogis di Amerika Latin, yang merupakan benua yang paling kita kenal—atau mungkin paling tidak kita kenal! (tertawa) Pertanyaannya adalah begini: apabila ada suatu ilmu sosial yang tujuannya bukan hanya menggambarkan masyarakat tetapi untuk memberikan unsur-unsur, untuk memancing perubahan di dalam masyarakat tersebut; jadi dengan demikian, apabila terdapat badan pengetahuan ini yang bukan hanya bersifat deskriptif, tetapi yang menuntun semua kegiatan untuk perubahan sosial, bagaimana kita dapat menjamin bahwa pengetahuan ilmiah yang menuntun aksi-aksi supaya benar-benar bersesuaian dengan pengetahuan rakyat? Belajar bertanya



Sebab pengetahuan mereka tidaklah konsisten: dipenuhi oleh unsur-unsur ideologi-ideologi yang dominan, dari perlawanan mereka terhadap ideologi-ideologi tersebut, pengetahuan yang empiris, pengetahuan yang lebih pada aksi daripada teori—bukan bahwa ada kekurangan teori, tetapi bahwa teori itu tidak konsisten. Di dalam pengetahuan ini ada jawaban-jawaban praktis/teoritis yang tidak konsisten satu dengan lainnya, pengetahuan yang membawa masalah-masalah baru dan baukannya memberikan jawaban-jawaban. Bagaimana kita dapat memberikan semacam kesatuan pada seri-seri masalah-masalah yang aksi-aksi sebagai responsinya itu? Bagaimana kita dapat menggabungkan kedua unsur ini: aksi-aksi sehari-hari dari massa, dan ilmu deskriptif ini yang dapat mengarahkan perubahan revolusioner itu? Bagaimana kita dapat mendapatkan suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang dikotomi ini, dan —ini yang penting—mengembangkannya? Bagaimana caranya pengetahuan ilmiah itu sendiri dapat dilengkapi oleh pengetahuan non-ilmiah agar dapat menajdi benar-benar ilmiah? Saya merasa bahwa kita sedang mencari jawaban untuk pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Seluruhnya yang kita lakukan di dalam pembicaraan kita ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencoba memberikan jawaban-jawaban. Saya rasa bahwa Aristoteles beanr ketika ia mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu hanya tertentu berlakunya dan bukanlah berlaku universal. Apa maknanya? Ilmu pengetahuan terdiri dari jawaban-jawaban abstrak untuk membantu kita memahami suatu kenyataan tertentu, dan sesuai dengan pemahaman para ahli sosial masa kini, bukan hanya untuk memahami suatu kenyataan tertentu, tetapi untuk mengubahnya. Dan ilmu pengetahuan ini mengekspresikan dirinya dengan menggunakan konsep-konsep abstrak dan kategori-kategori. Menurut pandangan saya, adalah salah untuk menduga bahwa kenyataan yang spesifik ini dengan sederhana saja akan berubah hanya dengan mengaplikasikan konsep-konsep dan kategori-kategori padanya. Konsep-konsep ini, yang bukan dan tidak akan pernah bersifat absolut, harus diinterpretasi secara kreatif dalam cahaya kenyataan. Untuk menganggapnya sebagai nilai-nilai absolut dan untuk menganggap ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang komplit dan absolut dapat mengarahkan kita untuk mempercayai ilmu pengetahuan sebagai suatu kekuatan yang independen dalam proses perubahan itu. Tetapi, seperti sejarah telah menunjukkan, tidaklah cukup untuk mengaplikasikan konsep-konsep dan kategori-kategori pada kenyataan untuk mengubahnya. Ada suatu kecenderungan untuk menganggap ilmu pengetahuan sebagai tidak bernilai historis. Tetapi, ilmu pengetahuan itu harus terus-menerus berada di dalam suatu proses perubahan. Karena ini adalah ilmu pengetahuan, maka pengetahuan ini harus berubah. Karena kenyataan-kenyataan itu selalu berubah secara terus-menerus dan secara obyektif dan bebas dari kekuasaan manusia, maka kita harus selalu menyadari bahwa ilmu pengetahuan itu secara sendirian tidak mampu mengubah kenyataan. Mengapa konsep-konsep dan pengetahaun yang abstrak ini tidak mampu untuk mengubah kenyataan? Satu jawaban yang mungkin adalah bahwa semua konsep ini harus diterjemahkan atas dasar suatu kenyataan tertentu. Kita sebaiknya tidak bermula dari suatu konsep dalam rangka memahami suatu kenyataan, tetapi apa yang harus kita lakukan adalah mulai dari kenyataan sehingga melalui konsep-konsep kita memahami kenyataan itu. Tetapi, di dalam proses kenyataan-konsep kenyataan ini, seperti yang dikatakan oleh Kosik, konsep-konsep sebaiknya dianggap sebagai meditasi-meditasi untuk pemahaman kenyataan itu. Mereka tidak dapat dianggap sebagai absolut-absolut yang tidak mungkin berubah. Kita sebaiknya mulai dari kenyataan dan menggunakan konsep-konsep sebagai alat-alat menjembatani dalam rangka kembali ke kenyataan itu. Dan, di dalam lingkaran kenyataan-konsep-kenyataan ini, konsep-konsep dapat dan harus berubaha apabila merak terbukti tidak mampu menjelaskan pada kita kenyataan itu ketika kenyataan itu mamanifestasikan dirinya pada kita baik dalam penampilan luarnya maupun dalam keberadaan dalamnya, sebagai fenomena dan sebagai unsur. Dan dalam hubungan ini Gramsci telah memberikan kita contoh yang luarbiasa, yang sering dilupakan oleh banyak orang Amerika Latin: Ketika ia menggunakan Marxisme agar dapat memahami dan mengubah kenyataan di Italia, ia menerjemahkan Marxisme itu, jadi ia menginterpretasi Marxisme dalam terang kenyataan itu. Ia orang yang non-dogmatis, bahkan anti-dogmatis, dan oleh sebab itu Belajar bertanya



mengajukan konssep-konsep yang baru: ia membawa serta suatu kemajuan berpikir di dalam ilmu-ilmu sosial sebab ia mulai bergerak dari kenyataan konkret yang dihadapinya, dan perhatian utamanya bukanlah pada konsep-konsep tetapi kenyataan. Konsep-konsep hanylah alat dan bukannya tujuan. Apa yang seharusnya penting buat kita di Amerika Latin ini adalah kenyataan. Dan bagaimana kenyataan itu diekspresikan? Pada dasarnya kenyataan diekspresikan melalui massa-massa rakyat, yang kehidupan sehari-harinya mengambil bentuk yang lain dari yang kita bayangkan, berbeda dari apa yang dikatakan oleh konsep-konsep kita. Kita harus mulai dari kenyataan dan menggunakan konsep-konsep untuk kembali ke kenyataan itu. Tetapi konsep-konsep itu harus bersifat ilmiah dan relatif. Mereka harus memungkinkan kita untuk menarik hasil dari kreatifitas kenyataan itu: yaitu bahwa kenyataan membutuhkan konsep-konsep untuk berubah, dan bukan bahwa konsep-konsep membutuhkan kenyataan harus berubah. Paulo: Tepat sekali. Anda dapat melihat bagaimana pendidikan akademis kita selalu membawa kita—dengan beberapa kekecualian tentunya—untuk lebih senang menggambarkan atau mejelaskan konsep-konsep daripada menangkap kenyataan konkret, dan terkadang kita lakukan hal ini dengan keahlian yang sangat menakutkan! Ada suatu perrbedaan yang sangat besar antara kita dengan rakyat, yang selalu memberikan keterangan-keterangan yang konkret. Kalau kita menanyakan pada para penghuni lingkungan rumah, apa itu sebuah favela, mereka hampir pasti menjawab: ―Di favela tidak ada air.‖ Keterangan mereka adalah tentang situasi nyata, bukan tentang suatu konsep. Sesorang dari kita mungkin akan mengatakan: “Favela itu adalah suatu fenomena sosio-patologis…‖! Jadi, seperti yang telah saya tekankan pada kesemopatan-kesempatan lain, bahasa dari kelas-kelas populer itu nyata seperti kehidupan mereka sendiri. Pada dasarnya, ini semua berkaitan dengan analisis yang anda lakukan mengenai solidaritas antara kenyataan-konsep-kenyataan. Pada suatu titik tertentu di dalam proses di mana konsep-konsep seharusnya menjembatani suatu pemahaman terhadap kenyataan, kita menajdi berada begitu jauh dari dunia nyata sehingga konsep-konsep kita menjadi tidak bermakna. Seolah-olah favela itu hanya sebuah konsep, dan bukannya suatu kenyataan hidup yang pahit. Saya kemudian akan mengalami jurang besar antara kenyataan dan konsep itu yang seharusnya memberikan suatu pemahaman mengenai kenyataan itu. Jadi, bukanlah konsep-konsep memberikan suatu pemahaman tentang dunia nyata, tetapi kita terperangkap dalam konsep-konsep, tterperangkap dalam sekedar menggambarkannya, atau lebih buruh lagi, kita akhirnya memfosilkan konsep-konsep itu dengan mengubahnya menjadi obyek-obyek statis. Antonio: Singkatnya, Paulo, ilmu pengetahuan yang sejati datang dari dunia nyata, dan dengan konsep-konsep sebagai perantara, kembali ke dunia nyata. Ini merupakan suatu lingkaran yang terus-menerus berulang. Namu, ilmu pengetahuan, menurut pemahaman kaum intelektual saat ini dan seperti diajarkan di universitas-universitas, dimulai dari konsep-konsep, berkembang ke dunia nyata, dan kemudian kembali kepada konsep-konsep. Ini adalah siklus yang berbeda, walaupun juga terjadi secara terus-menerus. Kita tidak dapat secara begitu saja mengatakan bahwa kalau ilmu pengetahuan itu hanya berkaitan dengan konsep-konsep, maka ia memang tidak bermaksud turut memperhitungkan kenyataan. Jadi kenyataan itu memang masih tetap menjadi pusat perhatiannya, tetapi kenyataan di sini menjadi penghubung bagi konsep-konsep. Jadi dengan demikian, kita mempunyai suatu pembalikan dari proses pengetahuan itu dengan tujuan agar kembali pada konsep-konsep. Maka di alam proses ini kenyataan itu adalah jembatan di antara konsep-konsep. Jadi anda benar dengan mengatakan bahwa kita tidak boleh berhenti pada tahap konsep-konsep. Dunia konsep itu serring secaara salah dinilai sebagai kenyataan, dan bukannya dunia nyata itu, yang untuk kita, adalah yang benar-benar nyata dan dari mana konsep-konsep itu hanya merupakan suatu konsep baru mengenai ilmu pengetahuan sebagai berperanan menjembatani untuk memahami dan mengubah kenyataan. Dalam meneruskan anlisis kita, saya ingin mengusulkan untuk membaca suatu kutipan pendek dari tulisan yang saya tulis berjudul ―Theses on Gramsci‖, yang diterbitkan di Belajar bertanya



Brasil di dalam majalah Comunicacao e Sociedade. Tulisan itu bersumber dari suatu undangan yang sudah dapatkan untuk menghadiri suatu seminar mengenai‖ Dependency and Liberature in Latin Amerika‖ di School for Advanced Studies in the Social Sciences di Paris. Ketika para kolega saya di seminar tersebut meminta saya membuat suatu eksposisi mengenai konsep ―intelektual‖ di dalam pekerjaan Gramsci, saya berpendapat bahwa konsep tersebut tidak dapat dibahas secara terpisah dari suatu pembahasan komprehensif mengenai pikiran-pikiran Gramsci. Untuk Gramsci, konsep ini bukanlah suatu unsur yang terisolasi dari keseluruhan konsepsi kita mengenai masyarakat. Jadi, di dalam argumen saya itu, konsep mengenai ―intelektual‖ itu digabungkan ke dalam suatu seri dari isu-isu yang dicoba dipahami oleh Gramsci. Saya mulai dengan suatu kalimat yang saya anggap cukup bernilai untuk diperhatikan : ―Gagasan-gagasan itu hanyalah besar apabila di wujudkan‖, maksud saya dalah kalau mereka dapat diterjemahkan ke dalam aksi-aksi. Saya ingin mengatakan bahwa dorongan yang mendorong Gramsci untuk memahami kenyataan Italia sangat penting untuk memproduksi dan menggunakan gagasan-gagasan baru. Dan bagi Gramsci gagasan-gagasan itu bermakna kalau mereka mampu mengambil bentuk nyata dalam aksi-aksi untuk mengubah kenyataan. Saya akan memabca catatan-catatan ini sebagai kesimpulan (walaupun tidak sepenuhnya memuaskan) dari apa yang baru kita diskusikan: ―Kebutuhan metodologi dan revolusioner yang dialami Gramsci di dalam memahami dan mengubah sejarah tidak dapat dibagi-bagi, menurut pen-dapatnya, ke dalam kategori-kategori teoritis dan kenyataan fisik, sebagai dua kutub yang saling berjauhan, atau sebagai dua unsur yang tidak saling berkaitan. Sebaliknya, mereka itu berinteraksi secara mendalam dan tidak terpisahkan, dan kategori-kategori (atau konsep-konsep) dan kenyataan tidak lain merupakan suatu kenyataan yang sama itu. Suatu kenyataan yang sedang dalam per-gerakan, sedang berada dalam proses pertumbuhan, dan berada dalam proses perubahan yang terus menerus.‖ ―Konsep ini memungkinkan kita untuk memahami bahwa kategori-kategori dan konsep-konsep itu tidaklah statis, baik dalam kuantitas maupun dalam isinya. Dan bahwa metode kita haruslah merrupakan suatu koleksi dari dogma-dogma yang tak dapat dirubah, yang kita miliki selamanya. Kalau keseluruhan itu mengandung sejarah, maka kategori-kategori, konsep dan teori secara umum itu sendiri juga mengandung sejarah.‖ ―Bagi dirinya fildafat aksi-aksi yang praktis itu sendiri sudah merrupakan sejarah. Ini adalah suatu konsepsi dari duni yang terus-menerus berkembang sebagai seri-seri jawaban terhadap kenyataan-kenyataan berwajah majemuk, berbeda-beda dan saling bertentangan, dari mana aksi-aksi itu merupakan suatu bagian. Jadi dengan demikian tidaklah sulit untuk memahami kebutuhan yang dirasakannya untuk menciptakan dan menciptakan kembali Marxisme di dalam studinya tentang kenyataan Italia itu, suatu proses teoritis dan praktis yang sisebut Gramsci secara rendah hati sebagai menerjemahkan: ia menerjemahkan Marxisme mendai sebuah versi Italia, menerjemahkan Marxisme ke dalam kenyataan negaranya sendiri, dengan sebagai akibatnya ia secara terus menerus menciptakannya kembali, yang merupakan suatu perkembangan wajar dari pekerjaan teoritis dan prakteknya dan memperkaya teori dan praktek revolusioner.‖ ―Jadi dengan demikian mudahlah untuk memahami mengapa Gramsci secara sangat mendasar sangat anti-dogmatis, suatu sikap yang bukan hanya suatu akibat dari pekerjaannya, tetapi juga suatu hasil dari pengetahuan teoritis dan praktisnya, dan oleh sebab itu lebih merupakan proses daripada hasil. Ia sangat anti dogmatis, sangat nasionalis, sangat intelektualis—seorang intelektual baru, berkeinginan untuk menciptakan suatu masyarakat baru, berkeinginan untuk melakukan suatu pembaruan intelektual dan moral yang diperlukan bagi perubahan revolusioner di negaranya.‖ ―Metodenya dalah untuk berkembang dari yang tertentu ke yang universal, sebab menurutnya, itulah cara untuk memasuki keseluruhan itu. Tujuan utamanya adalah untuk memahami Italia, negara tanah airnya, dan mengubahnya. Memahami masyarakat Italia dan mengubahnya akan bermanfaat sebagai titik-titik referensi untuk respons-respons revolusioner di negara-negara lainnya, dengan persyaratan bahwa respons-respons itu harus kreatif dan orisinal. Dan dengan demikian, walaupun ia tetap bersikap nasional, tujuannya adalah mengubah keseluruhan. Hal ini seperti yang ditegaskan Gramsci, adalah yang dicari oleh Belajar bertanya



Goethe dan Dostoievsky itu—yaitu untuk bersikap sangat nasionalis agar dapat bernilai universal. Gramsci menyadari bahwa setiap masyarakat itu mempunyai karakteristik-karakteristik pentingnya sendiri-sendiri, yang harus dipahami sebagai bagian dari proses untuk mengubahnya. Dalam masa kehidupannya, ia berperang melawan kosmopolitanisme, dengan menekankan pentingnya bersifat nasional sebelum bersifat apa pun lainnya dalam rangka dapat bersifat universal terhadap segalanya.‖ Sikap-sikap yang kita lihat itu saya kira adalah sangat penting bagi kita para intelektual Amerika Latin. Peranan kaum Intelektual Paulo: Saya menganggap apa yang baru anda baca itu sebagai sangat menarik. Di dalamnya anda menunjuk pada sejumlah unsur sentral dari pemikiran Gramsci, termasuk juga peranan kaum intelektual, dan anda menekankan pentingnya bagi para intelektual Amerika Latin untuk mempunyai suatu pemahaman yang kritis tentangan peranan ini. Saya sangat setuju dengan anda, terlepas dari apakah kita tidak mengikuti cara berpikir Gramsci yang memang sangat bernilai itu secara ketat. Faktanya adalah, berpikir mengenai kaum intelektual dan peranan mereka, aksi-aksi praktek merekasebagai bagian dari aksi-aksi praktek yang lebih luas, dalam hal ini aksi-aksi praktek sosial, memang menjadikan kita perlu merefleksikan kita akan pandangan mereka mengenai masa depan, yang merupakan suatu pandangan politis. Pandangan masa depan yang bagaimana-kah yang mereka miliki tentang masyarkat, yang mereka berkomitmen untuk menciptakannya? Aksi-aksi untuk mewujudkan gambaran itu menjadi kenyataan mulai digerakkan dengan menghubungkan pola masyarakat yang digambarkannya pada situasi-situasi sejarah dari konteksnya, dimana kondisi-kondisi obyektif dan subyektif saling berhubungan dengan suatu hubung-an yang dialektis dan bukannya metodologis satu dengan lainnya. Aksi untuk menerjemahkan gambaran itu menjadi kenyataan itu sendiri, mula-mula mem-butuhkan, sesuai pemahaman saya, nilai-nilai atau kualitas-kualitas di pihak kaum intelektual di mana perkataan-perkataan dan kegiatan-kegiatan mereka harus saling bersesuaian sedapat mungkin. Pada dasarnya ini adalah suatu pencarian terhadap suatu tahap yang masuk akal di dalam konsistensi dari apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan. Di dalam penilaian kita mengenai kontradiksi yang kadang-kadang sangat jelas antara cara para inte-lektual menggambarkan gambaran mereka tentang masa depan itu dengan kata-kata dan dengan aksi-aksi mereka untuk mencapainya, maka apa yang paling bernilai itu adalah aksi-aksi mereka dan bukannya perkataan-perkataan mereka. Kondisi-kondisi yang perlu di dalam membicarakan peranan para intelektual di dalam hubungan dengan gambaran mereka tentang masa depan itu adalah hubungan dengan gambaran mereka tentang masa depan itu adalah bahwa gambaran itu seharusnya mampu untuk diterjemahkan ke dalam kenyataan dan bahwa langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapainya harus mungkin dilakukan di dalam keadaan-keadaan nyata di mana mereka menmukan diri mereka berada. Pada akhirnya gambaran-gambaran masa depan itu tidak diterjemahkan menjadi kenyataan oleh para intelektual itu sendiri, tetapi dari situasi nyata mereka berada. Dan oleh sebab itu situasi masa kini tidak boleh hanya sederhana di anggap sebagai masa kini dengan pembatasan-pembatasan, tetapi juga harus dianggap mempunyai kemungkinan-kemungkin-an. Jadi dengan demikian gambaran masa depan itu harus dipahami sebagai suatu kemungkinan dan sebagai sesuatu yang dapat dimungkinkan, dan bukan sebagai sesuatu yang akan tersedia siap-pakai. Seperti yang sudah saya katakan dan tuliskan berkali-kali di kesempatan—kesempatan yang lain, kenyataan sejarah-sosial itu adalah suatu yang diberikan dalam rangka untuk dapat dibentuk oleh kita, dan bukan sesuatu yang diberikan dalam bentuknya yang terkahir. Di dalam rangka dan untuk mengerjakan pekerjaan saya, yang saya pahami bukan sebagai sesuatu yang hanya bersifat individual, satu dari banyak pertanyaan-selalu perrtanyaan-pertanyaan! —yang harus saya tanyakan pada diri secara terus menerus dan berulang-ulang adalah pertanyaan ini: dalam hubungan kerjasama dengan siapakah saya akan menerjemahkan gambaran saya mengenai masa depan itu menjadi kenyataan? Apakah mungkin, dalam bertanya dalam hubungan dengan siapa saya Belajar bertanya



bekerja sama, untuk memahami makna terdalam dari ―bekerja sama dengan siapa‖, dan dalam kasus ini menjadi jelaslah apa yang saya katakan bahwa saya mengetahu‘ ―untuk siapa‖ saya menerjemahkan gambaran itu menjadi kenyataan. Dan dalam kasus seperti ini, menerjemahkan atau mencoba menerjemahkan gambaran ini menajdi kenyataan dalam kondisi seperti ini adalah beraksi di atas rakyat dan bukannya dengan rakyat. Dalam kasus ini, dengan kata lain apabila saya bekerja di atas rakyat dan bukannya dengan rakayat, maka saya telah melakukan kontradiksi dengan kata-kata saya yang revolusioner mengenai penciptaan suatu masyarakat yang adil. Kela spekerja itu, bukannya dianggap sebagai agen-agen aktif di dalam menerjemahkan gambaran itu menjadi kenyataan, di dalam hipotesa-hipotesa yang paling baik sekalipun, paling-paling akan menjadi pihak yang diuntungkan oleh perwujudan gambaran tersebut. Dan hal ini tidaklah mencukupi. Dalam kasus seperti ini, bagaimanapun bersemangatnya saya berbicara, apapun yang saya umumkan, apabila saya begitu saja hanya bekerja untuk rakyat dan bukannya bersama dengan mereka, maka saya akan menjadi semakin elitis. Saya kan menyetujui bahwa gambaran dari masa depan itu harus diterjemahkan menjadi kenyataan oleh orang-orang spesialis yang kompeten, berbesar hati dan bersifat pahlawan, yang memang ditugaskan untuk—sebab mereka takkan mungkin membawa perubahan itu sendiri—memimpin masa hingga, pada saat yang ditentukan, perubahan itu terjadi. Dalam kasus ini gambaran masa depan itu ditunjukkan pada rakyat , kelas pekerja itu, dan mereka tidak mempunyai bagian sebagai subyek di dalam mewujudkannya. Yang pasti adalah bahwa itu bukanlah cara pendekatan saya. Kalau pada saya ditanya bersama dengan siapa saya harus mewujudkan gambaran ini menjadi kenyataan, saya menjawab: bersama dengan kelas-kelas yang didominasi, dengan massa-massa populer, dan bersama dengan mereka yang, walaupun berasal dari suatu kelas sosial yang berbeda dengan kaum buruh, mencoba (menurut kata-kata Amilcar Cabral) melakukan ―bunuh-diri-kelas‖. Oleh sebab itulah maka para intelektual yang memegan gambaran masa depan ini harus membuktikannya dengan pindah ke dunia rakyat. Pada dasarnya mereka harus hidup dalam kebersamaan dengan rakyat, dan tidak diragukan memang bahwa mereka harus mengajarkan banyak pada rakyat, namun dengan syarat tentunya, bahwa mereka belajar dalam kerendahan hati dan tidak hanya sebagai alat taktis agar lahir kembali sebagai intelektual-intelektual baru. Semakin banyak para intelektual seperti ini membuka diri merke terhadap proses belajar seperti ini, melalui mana mereka akan menajdi intelektual-intelektual baru, maka meraka akan semakin merasa bahwa titik awal untuk suatu masyarakat yang berubah itu tidaklah secara inheren atau secara eksklusif berada di dalam gambaran-gambaran mereka tentang masa depan, dan bukan pula di dalam pemahaman mereka tentang sejarah, tetapi di dalam pemahaman tentang kelas-kelas populer. Mulai dari sana, dengan melarutkan diri mereka di dalam kebudayaan, sejarah, aspirasi-aspirasi, keraguan-keraguan, dan ketakutan-ketakutan dari kelas-kelas populer, mereka akan menemukan secara organis bersama dengan mereka menjalur-jalur sejati dari aksi-aksi dan akan semakin mampu melepaskan diri dari jalur-jalur palsu yaitu kesombongan dan otoriterisme. Tanpa meniadakan pengalaman mereka sebagai para intelektual ataupun meniadakan pengalaman yang telah mereka temukan melaluinya, mereka malah harus menambahkan pengetahuan dari massa itu pada pengalaman itu. Dalam mempelajari untuk memobilisasi mereka melalui memobilisasi diri mereka sendiri di dalam mobilisasi di mana mereka turut terlibat, dengan mempelajari untuk mengorganisasi diri mereka melalui mengorganisasi diri mereka sendiri dan melalui mengorganisasi, maka mereka belajar untuk menghargai pentingnya peranan mereka itu tanpa terancam untuk melebih-lebihkannya atau merendah-rendakannya. Tidak menilai peranan mereka secara berlebihan atau menilainya kurang, menandai kerendahan hari yang sejati yang seharusnya dimiliki oleh kaum intelektual di dalam perjuangan mereka untuk perubahan sosial di samping kelas-kelas buruh. Walaupun, di satu pihak, saya tidak berhak menuntut suatu peranan utama di dalam perjuangan politis hanya karena saya memahami rumus teoritis sebagai seorang pengajar di universitas, namun dipihak lain saya juga tidak perlu menghukum diri saya sendiri karena saya mempunyai kemampuan dan pekerjaan ini. Saya tidak menerima satu pun dari posisi-posisi seperti ini. Belajar bertanya



Tetapi saya memang mengklaim suatu peranan dalam perjuangan sosial di samping kelas-kelas pekerja justru sebab saya yakin bahwa peranan saya bersama sebagai seorang intelektual mendapat bentuk, kekuatan dan makna hanya apabila saya mampu memenuhi peranan saya bersama dengan kelas buruh dan bukannya untuk mereka, dan tidak juga (lebih buruh lagi) di atas mereka. Saya merasa bahwa apa yang saya sudah katakan, ataupun sedang saya katakan ini, berhubungan dengan suatu pengamatan yang dilakukan oleh Mao yang pernah saya baca sudah lama sekali berselang, di mana ia mengatakan, dalam hubungan dengan sejumlah ketidaksesuaian, sejumlah deviasi-deviasi di anatara kaum intelektual, bahwa hanya melalui kesatuan atau melalui komunikasi dengan massa-massa populer dalam praktek, yang mungkin bisa mengatasi perbedaan-perbedaan itu. Saya sama-sekali tidka mampu memahami para intelektual yang bermimpi mengenai perubahan sosial, dan kemudian mengambil peranan mereka, entah apa pun itu, dengan berada jauh sekali dari rakyat, dan sebagai pemimpin-pemimpin rakyat menuliskan pengobatan yang bermanfaat bagi rakyat. Tetapi adalah sangat jelas bahwa, apabila ada intelektual-intelektual yang memilik untuk mempertahankan sistem kapitalis itu, dengan cara hanya melakukan sejumlah perubahan-perrubahan kecil sekali sesuai kebutuhan, maka memang akan sangatlah konsisten bagi mereka untuk berada di atas kelas-kelas populer, beraksi di atas mereka, sementara memberikan kesan seakan-akan bekerja untuk mereka. Peranan mereka adalah untuk memperbaiki mekanisme yang selalu memperbarui ideologi yang dominan itu. Antonio: Analisis anda mengenai peranan para intelektual –mengenai para intelektual baru yang terlibat dalam masyarakat dan politik di masa kini ketika sudah mulai sangat diperlukan untuk menanggapi tantangan sejarah untuk mengubah masyarakat yang otoriter dan tidak adil ini—mulai dengan suatu pertanyaan yang sangat mendasar: gambaran tentang masa depan yang manakah yang merrupakan suatu kemungkinan, dan bentuk masyarakat yang bagaimanakah sebenarnya yang sedang kita tuju? Dan saya merasa bahwa saya harus sedikit lebih lama membahas gagasan adanya suatu gambaran masa depan yang merupakan sesuatu yang mungkin tercapai ini. Pembicaraan kita ini sebaiknya membahas pertanyaan mengenai dari mana gambaran ini bermula, dari titik mana ia timbul. Sebab seorang intelektual dapat mengusulkan suatu gambaran yang merupakan suatu kemungkinan terutama pada dirinya sendiri, dan kemudian mempresentasikannya secara individual pada massa. Dengan demikian kita mempunyai suatu gambaran dari masa depan yang merupakan suatu kemungkinan yang bersumber dari seorang individu. Dalam pembicaraan ini kita harus membicarakan pada diri kita pertanyaan ini: bersama dengan siapakah kita mungkin sukses dalam menerjemahkan suatu gambaran masa depan yang merupakan suiatu kemungkinan ke dalam kenyataan, bersama dengan siapakah kita mampu mengubah kenyataan kita yang ada ini menjadi suatu kenyataan yand baru, penuh keadilan dan solidaritas. Namun dengan melakukan hal ini kita terancam bahwa sang intlektual itu… Paulo:…Menjadi pencipta dari gambaran itu. Dan ini bukanlah posisi saya. Antonio:…menjadi pencipta gambaran itu. Dalam kasus ini gambaran masa depan itu akan menjadi suatu model masyarakat yang diberikan sifatnya. Semua yang kita kritik ini dalam hubungan dengan konsep-konsep akan menjadi suatu konsep, satu kategori, yang harus mampu membentuk masyarakat baru ini dengan menggunakan massa dan kebutuhan-kebutuhan mereka di dalam masyarakat yang berubah. Peranan kaum intelektual adalah untuk mengembangkan gambaran masa depan yang merrupakan suatu kemungkinan ini bersama-sama dengan massa, yang, dalam definisi akhirnya, merupaka titik-titik awal dari suatu masyarakat baru, pandangan-pandangan pada apa yang mungkin dapat tercapai. Namun, sumber-sumber dari gambaran mengenai apa yang mungkin di capai itu harus berada pada partisipasi sesungguhnya oleh massa sehingga mereka dapat membangun gambaran yang mungkin tercapai itu dalam teori dan dalam praktek. Belajar bertanya



Tetapi partisipasi oleh masa ini tidaklah berarti bahwa kaum intelektual tidak berpartisipasi di dalamnya, tetapi malah sebaliknya. Para intelektual tidak bolah dikotomi ini: saya membangun gambaran saya mengenai masa depan, kemudian saya melakuakan kesalahan yang fatal, secara teoritis maupun praktis dan dengan demikian saya menukar harapan-harapan saya dengan harapan-harapan massa. Atau bisa juga terjadi, saya secara polos membayangkan bahwa massa harus membangun sendiri gambaran-gambarab mereka dari apa yang mungkin tercapai, tanpa ketelibatan saya, sehingga kita tidak terlibat bersama-sama. Dengan demikian, saya mungkin terlibat, atau massa mungkin terlibat, tetapi tidak keduanya bersama-sama. Saya berpendapat bahwa kaum intelektual harus terlibat secara aktif dengan massa dan bahwa massa harus terlibat secara aktif dengan para intelektual sehingga secara bersama-sama kita dapat membangun gambaran mengenai apa yang mungkin dan dapat tercapai, sebab itulah satu-satunya jalan untuk menanggapi keinginan-keinginan massa. Gambaran tentang apa yang mungkin tercapai tidak akan pernah merupakan suatu gambaran yang statis, tetapi suatu gambaran yang secara terus menerus berubah, secara terus menerus diciptakan dan diciptakan kembali, ketika massa itu menyadari bahwa gambaran mereka tentang apa yang mungkin tercapai itu selalu menghilang dan digantikan oleh suatu gambaran yang segar mengenai apa yang mungkin tercapai. Saya percaya bahwa pada dasarnya, sejarah terdiri dari menempatkan gambaran-gambaran yang kiranya mungki tercapai di hadapan kita dan kemudian berjuang untuk mewujudkannya. Pada dasarnya situasinya adalah seperti mitos dari Sisyphus: menyadari bahwa tidak ada gambaran masa depan yang mungkin dapat terlaksana sepenuhnya. Tetapi, karena alasan-alasan sejarah, kita harus menciptakan gambaran-gambaran mengenai apa yang mungkin tercapai. Kehidupan manusia terdiri dari, antara lain, menciptakan gambaran-gambaran tentang masa depan masa depan seperti ni, berrjuang untuk mencapainya, mengkristalkan gambaran-gambaran ini, dan menciptakan gambaran-gambaran baru tentang apa yang mungkin tercapai ketika gambaran kita itu mulai kelihatan gagal dalam satu atau lain bidang untuk mencapai sasarannya secara keseluruahan. Jadi, sumber asal dari gambaran mengenai apa yang kiranya mungkin tercapai adalah sangat penting untuk untuk menentukan bagaimana para intelektual baru ini sepatutnya berpartisipasi. Jadi dengan demikian mereka tidak perlu berperan serta dalam menerjemahkan gambaran itu menjadi kenyataan, tetapi berperan serta di dalam menciptakannya. Paulo: Memang tentu saja dalam penciptaannya. Antonio:…dalam penciptaan gambaran yang memang mampu diwujudkan. Dalam suatu wawancara yang pernah saya berikan di Sao Tome e Principe mengenai pembentukan suatu masyarakat yang baru, saya mengatakan bahwa ―revolusi-revolusi tidak didasarkan pada model-model‖. Secara keseluruhan proses revolusi itu adalah proses penciptaan. Paulo: Apa pun kasusnya, kelihatannya bagi saya bahwa tidak mungkin dipungkiri bahwa, dalam melahirkan atau menumbuhkan suatu gambaran yang mungkin diwujudkan, di mana kita berjuang untuk mewujudkannya, kita sudah mempunyai suatu bayangan dasar mengenai gambaran itu. Lebi daripada itu, gambaran mengenai masa depan itu hanya merupakan suatu kemungkinan sejauh gambaran tersebut dibangun atas suatu pemahaman sepenuhnya tentang masa kini, yang, dengan akan diubah secara radikal, akan menjadikan pencapaian dari gambaran itu menjadi kenyataan. Gambaran itu hanya merupakan suatu gambaran, sebab walaupun tertanam secara realistis di dalam masa kini, tetapi gambaran itu menunjuk ke masa depan, yang akan terwujud hanya apabila dan mulai mengubah kenyataan saat ini. Justru karena alasan itulah saya percaya bahwa tugas utama dari partai-partai populer (tetapi bukan partai-partai populis)adalah untuk menemukan jalur-jalur yang, sambil menelanjangi mekanisme yang digunakan oleh masyarakat penindas yang akan diubah itu berfungsi, juga akan berbicara pada kelas-kelas pekerja mengenai gambaran kelas tersebut, mengenai masa depan atau aspek—aspek utama daripadanya. Bagi pemahaman saya, Belajar bertanya



pertanyaan itu adalah untuk menemukan sampai sejauh mana partai-partai populer (bukan populis), dan orang-orang intelektual baru di dalamnya, berkemampuan untuk beraksi bersama dengan kelas-kelas pekerja dengan cara yang pada dasarnya demokratis, dan apakah mereka mampu untuk menerima arahan-arahan baru dalam hubungan dengan gambaran-gambaran masa depan mereka sendiri atas dasar apa yang telah mereka pelajari bersama dengan massa-massa populer. Ketika saya berpikir mengenai gagasan akan gambaran masa depan dan bentuk dasar dari gambaran yang saya singgung itu, saya teringat pada suatu pemikiran yang diajukan Marx di dalam bukunya Das Kapital, di mana, dalam bab mengenai proses pemburuhan, ia membandingkan aktivitas seekor lebah dengan aktivitas seorang buruh dan ia berkomentar:‖…seekor lebak mampu membuat malu banyak artisitik dalam pembuatan sel-selnya. Tetapai apa yang membedakan arsitek terburuk sekalipun dengan lebah yang terbaik adalah bahwa arsitek itu mendirikan strukturnya itu dalam imajinasinya dulu sebelum ia 6 mendirikannya dalam kenyataan.‖ Saya melihat bahwa, walaupun memang ada perbedaan antara merencanakan sebuah meja dan merencanakan sebuah masyarakat, maka penciptaan kembali suatu masyarakat membutuhkan suatu gambaran akan masa depan yang dari satu segi merupakan suatu antisipasi mengenai masa depan itu. Pertanyaan itu adalah apakah gambaran itu kadang-kadang berada di luar sejarah, atau apakah gambaran itu hanya di dalam otak kaum intelektual, atau lebih dari pada itu, apakah kaum kelas pekerja memiliki atau tidak memiliki suatu peranan di dalam membentuk dan mewujudkan gambaran tersebut—yaitu suatu gambaran mengenai membentuk kembali masyarakat. Apabila situasinya tidak demikian, maka seperti yang sudah anda katakan, kita terancam untuk kembali menganggap kelas-kelas pekerja itu sebagai sekedar alat dalam gambaran-gambaran kaum intelektual. Tanggungjawab pendidikan politis dari kaum intelektual baru ini seharusnya mengarahkan mereka untuk secara terus menerus, bersama dengan kelompok-kelompok populer, menggunakan berrmacam ragam sarana, untuk menggambarkan secara jelas tujuan-tujuan mereka dengan suatu tingkat kejelasan yang tertentu. Atas dasar definisi yang jelas tersebut akan menjadi mungkin untuk menemukan jalan-jalan untuk mencapai tujuan ini, dan juga ―alat-alat pembangun‖ untuk tujuan ini, yang juga mempunyai nilai sejarah. Jadi masyarakat-masyarakat A dan B, sambil sedang diperbaharui, diciptakan kembali, tidaklah harus menggunakan metode-metode kerja yang sama yang digunakan masyarakat-masyarakat yang lain, cara-cara untuk berjuang dan bertempur yang sama. Tetapi saya percaya bahwa apa yang terdapat secara universal itu adalah perjuangan, pertentangan kelas namun tentunya dengan perbedaan-perbedaan yang terdapat apabila kita pindah dari satu adalah perjuangan, pertentangan kelas namun tentunya dengan perbedaan-perbedaan yang terdapat apabila kita pindah dari satu konteks ke konteks lainnya. Dan bentuk yang diambil oleh konflikk kelas dan cara bagaimana konflik ini terekspresikan akan menentukan aksi politis-pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan gambaran itu menjadi kenyataan. Tetapi bentuk aksi-aksi politis tidak dapat diturunkan atau di paksakan begitu saja, maupun tidak dapat ditransplantasikan ataupun diimpor. Mereka harus diciptakan dan diciptakan kembali di dalam konteks sejarahnya. Dan dengan demikian, Antonio, perkenankan saya menyebut, dalam pemikiran mengenai para intelektual baru ini sejumlah kualitas-kualitas penting yang mereka perlukan dalam bekerja sama dengan massa-massa populer—kualitas-kualitas yang, perkenankanlah saya mengulangi, diciptakan dalam rangka perjalanan aksi-aksi praktis bersama dengan mereka. Jadi imajinasi kreatif dari kaum intelektual adalah salah satu di antaranya. Pada hakikatnya mereka harus membuka diri terhadap kemampuan imajinatif yang luar biasa besar dari massa, yang akan membantu mereka mengembangkan daya imajinasi mereka sendiri. Namun massa-massa populer itu tidaklah imajinatif dikarenakan mereka mempunyai suatu panggilan untuk itu. Mereka menjadi imajinatif akibat kebutuhan mereka untuk dapat bertahan hidup di dalam menghadapi kondisi-kondisi yang sangat negatif. Dalam kondisi-kondisi seperti ini, imajinasi mereka secara terus menerus terpanggil untuk berurusan dengan masalah-masalah yang besar. Kemudahan-kemudahan yang kita miliki kadang-kadang menjadikan kita kurang mampu mengembangkan kemampuan imajinatif kita. Kualitas lainnya yang saya nilai sebagai sangat Belajar bertanya



penting dalam hubungan dengan kativitas politis-pendidikan dari kaum intelektual bersama dengan massa adalah justru kualitas dari sensitifitas sejarah itu. Dengan kata lain, kemampuan untuk meraba dan mengetahui masa depan, untuk mampu menduga masa depan, yang juga dapat kita pelajari melalui praktek, apabila kita terbuka terhadap pelajaran-pelajaran seperti itu. Antonio: Kembali pada diskusi yang sudah kita lakukan tadi, saya ingin mengatakan bahwa proses revolusioner manapun tidak mungkin mempunyai model-model pasti mengenai masyarakat. Dan tentu saja, kalau anda mengingatkan kembali pada gagasan Marx, dalam perbandingannya antara lebah itu dengan seorang buruh, maka kita tidak boleh melupakan bahwa Marx tidaklah menganalisis asal-usul dari gagasan itu. Malahan faktanya adalah bahwa ia memang tidak perlu menganalisis hal ini, sebab hal itu telah dilakukanannya melalui tulisan-tulisannya yang lain. Paulo: Saya setuju sekali. Antonio: Gagasannya adalah suatu gagasan dari sejarah. Gagasan itu adalah produk dari aksi manusia dan teori dalam sejarah. Paulo: Tentu saja. Antonio: Tidak gagasan-gagasan, tidak konsep-konsep maupun kategori-kategori boleh dipastikan sifatnya. Saya rasa bahwa sangat penting untuk menegaskan hal ini. Suatu gagasan, yang mengarahkan aksi-aksi kita adalah satu hal, hasil dari aksi kita adalah sesuatu yang lain lagi. Jadi dengan demikian gagasan dan hasil itu tidak selalu bersesuaian. Pada dasarnya hasil itu sendiri merupakan suatu ekspresi dari gagasan itu bersama dengan aksi manusia: hasilnya mendemontrasikan secara nyata bahwa hasil itu tidak harus merupakan hasil itu tidah harus merupakan hasil dari gagasan itu, maksud saya hasil dari gagasan itu secara absolut. Hasil itu selalu berbeda dengan gagasannya. Ada suatu perbedaan mendasar antara gagasan dan hasil dari gagasan itu melalui aksi. Jadi inilah yang menjadi masalah mengenai bagaimana para intelektual seharusnya berpartisipasi dan menyadari bahwa gambaran yang mungkin tercapi ini harus dibangun atas dasar pengetahuan akan unsur-unsur yang posistif dan negatif di dalam masyarakat. Sebab tantangan besar yang dihadapi para intelektual yang secara sadar dan penuh kenyakinan menginginkan bagian dalam suatu masyarakat yang berubah itu, bersama dengan rakyat, adalah untuk membangun gambaran masa depan itu dan berjuang untuk mencapainya. Dan tidaklah mungkin untuk memiliki dua gambaran mengenai masa depan itu: satu gambaran milik rakyat dan satu gambaran para intelektual. Seperti yang sudah ditegaskan, bahwa mengenai gambaran mengenai apa yang mungkin tercapai itu harus lahir dari penyatuan teori dan praktek. Kaum intelektual dan rakyat harus selalu menyadari bahwa asal-usul dari suatu gambaran mengenai masa depan itu idealnya harus dimulai dari suatu analisis mengenai unsur-unsur posistif dan negatif di dalam masyarakat pada suatu saat sejarah yang tertentu. Hal ini harus dilakukan agar tidak jatuh ke dalam kesalahan yang mempertimbangkan bahwa unsur-unsur dari suatu masyarakat borjuis tidak boleh muncul di dalam suatu masyarakat yang non-borjuis. Dengan kata lain kita perlu menemukan bahwa unsur-unsur posistif yang terdapat di dalam suatu masyarakat yang borjuis dapat hidup di dalam suatu masyarakat yang sama sekali berbeda. Paulo: …tetapi di dalam pembungkus yang lain. Antonio: … dan dengan sifat-sifat berlainan pula. Tetapi tidak boleh diingkari bahwa unsur-unsur posistif ini yang terdapat di dalam suatu masyarakat otoriter yang tidak adil dapat juga berada di dalam masyarakat yang lebih adil. Dengan kata lain, anda tidak dapat mulai bergerak dengan suatu dogma yang mengatakan bahwa sama-sekali tidak terdapat unsur-unsur posistif dalam suatu masyarakat yang tidak adil, dan juga bahwa tidak terdapat unsur-unsur negatif di antara massa. Belajar bertanya



Saya berpikir bahwa gambaran ini harus distrukturkan atas dasar suatu analisis sangat mendalam mengenai unsur-unsur negatif dan posistif yang terdapat di dalam suatu masyarakat secara keseluruhan. Dengan cara tersebut, pengetahuan mengenai apa yang negatif itu lebih memungkinkan gagasan ini menemukan bentuknya. Adalah lebih mudah untuk memastikan bentuk gagasan tersebut dengan menggunakan unsur-unsur negatif daripada menggunakan unsur-unsur positif. Maksud saya adalah, kalau kita mengatakan bahwa masyarakat ini tidak boleh bersifat tidak adil ataupun bersifat kurang solider, kita menegaskan gagasan ini dengan menggunakan unsur-unsur yang negatif. Atau ,sedikitnya, unsur-unsur negatif harus berperan secara fondamental dalam memastikan gagasan ini. Dan, tentu saja, unsur-unsur positif juga harus disertakan. Dan kita selalu harus mengingat bahwa unsur-unsur negatif dan unsur-unsur posisti itu tidak ada yang bersifat mutlak dan bahwa mereka tidak boleh berubah di dalam masyarakat yang baru itu, tetapi bahwa mereka akan berubah dalam perjuangan untuk mencapainya. Paulo: Ketika anda baru saja berbicara mengenai gambaran masa depan yang mungkin tercapai itu dan ketika anda mengarahkan perhatian kita pada kebutuhan untuk membentuk gambaran itu—saya kurang tahu apakaha saya perlu setia pada pemikiran anda dalam hal ini—kebutuhan untuk melakukan analisis pemikiran yang mendalam mengenai unsur-unsur positif dan negatif yang terdapat secara berkontradiksi di dalam, anda mengatakan bahwa pada dasarnya gambaran kita itu pada mulanya adalah untuk menciptakan suatu masyarakat di mana minoritas itu tiodak mengeksploitasi mayoritas itu; untuk menciptakan suatu masyarakat di mana, sebagai contohnya, mengajukan pertanyaan merupakan suatu kegiatan yang umum dan sehari-hari…. Antonio: … di mana partisipasi yang terus-menerus akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dari rakyat, di samping tanggungjawab sosial dan politik mereka. Ketika anda membicarakan hal-hal tersebut, saya mengingat suatu pembicaraan yang baru-baru ini saya lakukan di Brasil dengan pemimpin buruh. ―Apa yang sebenarnya kami inginkan‖, mereka mengatakan secara jelas, masing-masing dari mereka,‖adalah suatu masyarakat yang adil, atau sedikitnya sebagai awal, suatu masyarakat yang kurang ketidakadilannya. Suatu masyarakat yang sosialis.‖ Tetapi mereka meneruskan dengan mengatakan: ―Yang tidak dapat kami terima adalah suatu pola yang sudah ditentukan sebelumnya yang datang dari atas. Dari awal sekali kami ingin turut serta di dalam diskusi-diskusi mengenai bentuk dari masyarakat yang harus kita bentuk secara bersama-sama, seperti juga kami ingin tetap turut berperan serta dalam proses yang tidak akan pernah berhenti. Ini adalah proses yang bergerak, seperti juga sejarah bergerak.‖ Tingkat dari kesadaran politis ini, kesadaran kelas ini, yang diperlihatkan oleh sektor-sektor luas dari kelas-kelas pekerja Brasil pada saat ini, adalah sangat penting. Hal ini menunjukkan perlunya suatu perubahan kualitatif di dalam perjuangan untuk mengubah masyarakat. Lebih dari itu, hal ini bangkit dari kenyataan bahwa kelas-kelas pekerja belajar dari pengalaman-pengalaman mereka di dalam perjuangan-perjuangan mereka di pabrik-pabrik, di serikat-serikat buruh, di persatauan-persatuan penghuni dan gerakan-gerakan sosial. Hal yang menyedihkan adalah bahwa sejumlah jawaban-jawaban otoriter yang dilakukan terhadap gerakan menuju kemerdekaan para buruh ini menganggap gerakan ini secara sederhana sebagai populisme, sebagai sekedar spontanisme, atau tidak lebih sekedar reformisme yang anti-revolusioner. Saya tentu saja setuju dengan analisis anda, yang, dari pihaknya sendiri, berkaitan dengan sikap dari pada pemimpin buruh Brasil itu. Saya yakin, Antonio—dan saya ingin mendengar pendapat anda mengenai hal ini—bahwa kita sedang mengalami dan sedang dikonfrontasikan dengan sejumlah tantangan yang di tahun-tahun terakhir abad ini mulai datang dengan sangat kuat. Pada dasarnya mereka itu sudah merupakan masalah-masalah dari sejarah, yang dalam hampir semua kasus menemui kita dari tahun-tahun yang telah berselang, tetapi yang kini perlu di konfrontasikan dengan cara-cara yang baru. Salah satu dari masalah-masalah itu adalah kekuasaan: pertanyaan mengenai kekuasaan. Saya sangat yakin bahwa masalah dasar yang kita hadapi hari ini di dalam Belajar bertanya



perjuangan kita untuk mengubah masyarakat adalah bukan hanya bagaimana meraih kekuasaan itu, tetapi suatu penguasaan dari kekuasaan itu yang dapat diperpanjang secara sederhana dengan penemuan kembali apa itu kekuasaan; menciptakan suatu kekuasaan baru yang tidak perlu takut dipertanyakan dan tidak menjadi kaku dalam membela kebebasan yang sudah berrhasil dicapai itu yang daripadanya, seharusnya, suatu kemerdekaan harus secara terus-menerus dapat diperoleh daripadanya. Tidak dapat diperdebatkan adalah bahwa masalah ini tidak dapat dibahas tanpa membahas kembali di saat yang sama masalah dari demokrasi atau, dengan istilah yang suka saya gunakan, substansial dari demokrasi itu. Ada terdapat, menurut perasaan saya, suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk mengoreksi tuduhan-tuduhan tak berdasar yang tak terhitung banyaknya mengenai demokrasi, sebab hubungannya yang erat secara terus-menerus dengan kelas borjuis. Kalau kita mendengar kata ―demokrasi‖, banyak dari kita berpikir mengenai konservatisme, eksploatasi borjuis atau demokrasi sosial: tetapi saya berpikir tentang sosialisme. Dan mengapa tidak? Mengapa perubahan yang mendalam dan radikal tidak boleh sejalan dengan kebebasan? Apakah hal ini adalah masalah utama di dalam suatu yang ditulis oleh Francisco Weffort, Profesor Brasil itu? Saya merasa bahwa kedua jalur pikiran mengenai masalah gambaran masa depan itu membawa kita pada pertanyaan mengenai kekuasaan, seperti yang telah dilakukan oleh pikiran-pikiran para pemimpin buruh yang baru disinggung tadi, di mana di dalamnya sangat jelas bahwa ada kebutuhan untuk secara terus-menerus akan adanya partisipasi dari kelas-kelas populer dalam menerjemahkan gambaran mengenai masa depan itu menjadi kenyataan dan mengembangkannya—dengan kata lain, bagaimana kekuasaan ini akan ditimbulkan dan akan terus ditimbulkan di dalam penciptaan suatu masyarakat yang baru? Antonio: Di sini, Paulo, anda menunjuk pada suatu masalah utama untuk masyarakat saat ini—yaitu masalah kekuasaan. Kalau menuruti jalan pikiran kita itu, akan sangat menarik untuk bertanya apakah sebenarnya kekuasaan itu, di mana tempatnya berada dan siap yang memilikinya. Sudah opasti, kaum intelektual melakukan kesalahan kalau mereka tetap mengatakan bahwa kekuasaan itu hanya terletak pada negara, dan bahwa oleh sebab itu, mendapat kekuasaan berrarti mengambil alih kekuasaan dari negara. Saya menganggap negara itu—administrasinya, kekuasaan untuk memaksanya dan alat-alat ideologinya—sebagai titik awal dari mana kekuasaan itu dibagi-bagikan. Jadi para guru, para pendidik dan para politisi menguasai sebagian dari kekuasaan itu karena negara memberikannya pada mereka. Ada suatu hirarki dari kekuasan itu. Mulai dari negara, kekuasaan mulai terlarut, dan negara itu mempercayakan kekuasaan itu pada setiap orang, di mana sambil kelas-kelas teratas di dalam hirarki negara mempertahankan posisi mereka sebagai mereka yang menguasai kekuasaan yang paling besar: yaitu kekuasaan untuk memberikan kekuasaan. Namun untuk mengidentifikasikan kekuasaan itu dengan negara, dan dengan demikian memastikan bahwa dalam rangka mengubah masyarakat, anda harus mulai dengan mengambil alih kekuasaan dari negara (sebab negara dan kekuasaan adalah sama dan serupa) adalah suatu kesalahan—secara epistemologis, politis dan bahkan secara psikologis. Saya kira anda benar kalau anda mengatakan bahwa kekuasaan itu harus ditemukan kembali. Dan kalau kekuasaan itu perlu ditemukan kembali, Paulo,, maka perjuangan untuk merebut kekuasaan itu sendiri juga harus ditemukan kembali. Paulo: Tentu saja saya sangat setuju. Bahkan, menemukan kembali kekuasaan berarti menemukan kembali perjuangan itu. Antonio: Tepat sekali. Saya ingin mengatakan bahwa menemukana kembali kekuasaan berarti mengidentifikasi kekuasaan itu dengan perjuangan demi kekuasaan. Membangun jenis kekuasaan yang baru ini membutuhkan suatu jenis perjuangan demi kekuasaan yang lain. Dan oleh sebab itu, identifikasi lama dari negara dengan kekuasaan tidak lagi dapat menjadi penuntun dalam aksi untuk perubahan atau perjuangan merebut kekuasaan itu. Saya berpikir bahwa kekuasaan dan perjuangan merebut kekuasaan itu adalah yang membentuk kekuasaan dari rakyat ini, yaitu ekspresi-ekspresi semiologis, bahasa emosional, Belajar bertanya



politis dan kebudayaan yang digunakan rakyat untuk mempertahankan diri terhadap kekuasaan pihak yang mendominasi itu. Dan adalah dimulai dari kekuasaan itulah, yang akan saya sebut sebagai kekuasaan primer, bahwa kekuasan itu dan perjuangan untuk merebut kekuasaan itu harus ditemukan kembali. Atas dasar pengalaman langsung mereka mengenai partispasi, perjuangan, perrlawanan, pengetahuan dan itikad baik (yang, menurut Gramsci, adalah unsur-unsur positif di dalam pengetahuan rakyat, unsur perlawanan terhadap kekuasaan) maka massa-massa itu mempunyai kekuasaan untuk mempertahankan diri terhadap kekuasaan yang lain itu. Atas dasar inilah kita harus mengembangkan suatu konsep yang baru mengenai kekuasaan. Memperoleh kekuasaan dimuali dengan kekuasaan ini, baik besar maupun kecil, sebab inilah titik awal dari mana kekuasaan itu dapat diubah menjadi suatu kekuasaan di mana massa-massa itu mempunyai bagian. Kekuasaan ini harus terwujud di dalam seluruh kegiatan manusia. Kekuasaan itu harus menembus semua aktifitas-aktifitas massa dan para intelektual. Saya menekankan bahwa kita harus menemukan kembali kekuasaan dengan membangun atas kekuasaan dari massa itu dan dengan demikian menemukan kembali perjuangan merebut kekuasaan itu. Kalau anda mulai dengan konsep ini mengenai kekuasaan, maka perjuangan itu berubah sama sekali. Ia bukan lagi suatu masalah untuk mengambil alih kekuasaan negara dalam rangka mengubah masyarakat, tetapi lebih untuk merubah masyarakat itu dari dasarnya sehingga untuk membangun suatu masyarakat baru di mana kekuasaan dan perjuangan merebut kekuasaan itu mewujudkan dirinya dengan cara yang berbeda. Kekuasan muali di dalam perjuangan-perrjuangan sehari-hari, di dalam kegiatan sehari-hari dari para lelaki, para wanita, anak-anak dan guru-guru: di dalam setiap macam profesi dan pekerjaan itu hubungan antar manusia akan berrubah dan menjadi demokratis, dengan bertumpu pada partisipasi dari semua pihak. Kekuasaan akan menjadi milik semua pihak: setiap individu akan menuntut bagiannya dari kekuasaan sebagai insan manusia, dan hal ini memungkinkan dibangunnya suatu masyarakat di mana kekuasaan itu berrasal dari semua lapisan bukan hanya milik sebagian. Apabila kita berkeinginan untuk memberikan bentuk yang konkret pada konsep baru kekuasaan ini, maka tugas utamanya bukanlah bagaimana mengambil alih kekuasaan itu dari negara, sebab negara dan kekuasaan tidaklah identik, tetapi lebih mengenai bagaimana merebut kekuasaan melalui kegiatan-kegiatan sehari-hari di daerah di mana kita berada, di dalam pabrik, di sekolah, dan di dalam semua aspek-aspek paling mendasar dari kehidupan massa. Dan, ketika kekuasaan ini diciptakan dari unsur-unsur paling mendasar dari masyarakat, maka pengambil-alihan kekuasaan dari negara secara sederhana akan merrupakan hasil dari penggunaan dari kekuasaan itu secara keseluruhan. Jadi dengan demikian suatu konsep yang berbeda mengenai kekuasaan dan mengenai pengambil-alihan dari kekuasaan negara akan menjadi tidak lain daripada suatu transformasi dari negara itu sendiri sebagai suatu bentuk kekuasaan,. Negara itu akan diubah dan kalau kita ingin terus menggunakan terminologi Gramsci, para warganegara itu sendiri akan menuntut negara itu sebagai milik mereka. Dalam hal ini negara akan dikuasai oleh warganya dan dengan demikian kekuasaan itu menjadi suatu kekuasaan di mana semuannya mendapat bagian, secara individu maupun secara kolektif, oleh kelompok-kelompok sosial. Maka, singkatnya, negara itu akan menjadi negara dimana kekuasaan itu dari semua untuk semua dan dilakukan oleh semua, dan bukan hanya oleh suatu kelompok individual yang menentukan bagaimana masyarakat, keadilan, solidaritas, partisipasi atau kebudayaanm itu akan berbentuk. Paulo: Adalah penting juga saya kira, Antonio, dengan menyambun apa yang telah anda katakan, untuk menambah poin-poin yang lain. Saya rasa anda telah menjelaskan di dalam apa yang anda katakan tadi bahwa penemuan kembali kekuasaan ini tentu saja juga berarti penemuan kembali perjuangan untuk merebut kekuasaan itu. Menemukan kembali perjuangan untuk merebut kekuasaan itu. Menemukan kembali kekuasaan berarti jalan-jalan yang berbeda mengenai mobilisasi populer dan organisasinya, metode-metode yang berlainan, taktik-taktik dan strategi-strateginya. Adalah jelas juga bahwa masalah penemuan kembali kekuasaan ini menunjukkan pentingnya gerakan-gerakan sosial populer di masa kini. Belajar bertanya



Saya ingat bahwa, di tahun-tahun tujuhpuluhan, di dunia pertama, dan juga di antara kita, timbul suatu gerakan besar dari gerakan-gerakan sosial populer—pembebasan wanita, pembebasan homoseksual, gerakan-gerakan lingkungan hidup, dan gerakan-gerakan minoritas rasial, yang sebelumnya sudah lama berjuang, apa yang dinamakan gerakan-gerakan minoritas, yang sebenarnya mewakili suatu mayoritas yang besar. Terutama bulan Mei 1968 adalah masa ketika ketidakpuasan-ketidakpuasan itu mulai menunjukkan diri, dan mereka itu masih tetapi beserta dengan kita hingga hari ini. Pada bulan Mei 1968 itu para mahasiswa ketiak di wawancarai oleh Alfred Willener mengatakan: ―Ini bukan pertanyaan mengenai inti kehadiran manusia, tetapi mengenai pencarian suatu organisasi masyarakat yang baru yang berkorespondensi terhadap suatu praktek tertentu. Hal ini bukanlah berarti bahwa kami akan mencapai suatu negara sosisl idea yang pasti dan sudah ditentukan. Kami akan menentukan untuk bergerak dan akan semakin bergerak ke suatu negara suatu arah 8 tertentu‖ . Dan saya masih mengingat bahwa pada masa itu dikatakan, kadang-kadang dengan mengandung sedikit ironi, bahwa gerakan-gerakan itu tidak mempunyai makna apa-apa, karena mereka tidak dilakukan sesuai garis-garis perjuangan kelas. Anda pasti mengingat hal ini. Saya sering mendengar reaksi-reaksi seperti ini di Eropa pada 9 tahun-tahaun tujuh-puluhan. Apa yang sebenarnya terjadi adalah bahwa gerakan-gerakan itu telah tumbuh dan mendapat nilai kepentingan yang sangat besar yang akan terus berlansung hingga abad ini. Perlu juga ditekankan bahwa, ketika kediktatoran Brasil memaksa seluruh negara untuk berdiam diri, maka di dalam gereja Katolik di Brasil gerakan-gerakan populer mengadakan pertemuan-pertemuan dengan jumlah pengikut yang terus semakin membesar jumlahnya dengan disertai para pastor, para suster, dan pada tahap-tahap berikutnya, dengan para uskup yang mengikuti cara para nabi di dalam mempelajari Alkitab. Saya mempunyai pandangan bahwa pada suatu tahap tertentu, ketika penindasan oleh rezim militer itu sedang mencapai tahap paling terasa dipaksakan pada seluruh rakyat, maka bertemu di pangkuan jemaat gereja merupakan suatu pengalaman hampir seperti kembali ke kandungan ibu untuk mempertahankan diri sendiri terhadap penindasan oleh kekuasaan penindas itu. Hal ini memberikan suatu perasaan keamanan yang kami semua perlukan. Suatu pembelaaan diri di dalam kebersamaan ini, di dalam keintiman gereja, jemaat, disegel oleh iman, dengan mempelajari Alkitab, dan berakhir dengan menyebarkan dasar-dasar dari masyarakat-masyarakat kristiani. Kalau kelompok-kelompok populer mengambil peranan sebagai subyek-subyek dalam mempelajari Alkitab, yang tidak lagi hanya mereka akan mempelajari Alkitab dari segi pihak tertindas, dan bukan dari pihak para penindas. Pemahaman Alkitab seperti ini oleh kaum tertindas, dan berkaitan dengan kampanye-kampanye, protes-protes dan tuntutan-tuntutan akan hak-hak mereka, menghasilkan, menurut pengamatan saya, dari pihak lain, suatu ―pertobatan‖ dari banyak pastor dan penguasa agama lainnya akan suatu pemahaman dan praktek nabiah/profetis, dan di pihak yang lain memperkuat posisi orang-orang yang memanifestasikan pilihannya pada kaum miskin. Adalah pemahaman ini yang mengilhami teologi pembebasan dari awal-awal pertama kehadirannya. Adalah sangat menarik untuk mengamati bagaimana kelompok-kelompok jemaat gereja paling mendasar akhirnya mengambil alih tugas-tugas yang sangat bernada politis, walaupun mereka bukan karena sebab itu mulai kehilangan dimensi-dimensi iman di atas mana mereka itu tadinya didirikan, dan berubah menjadi dasar-dasar untuk melakukan perjuangan. Hanya setelah tumbuhnya partai-partai yang baru di luar kedua partai yang tinggal setelah coup d‘etat itu membatasi kehidupan politis Brasil itu, maka masyarakat-masyarakat dasar gerejawi mengurangi kegiatan mereka di dalam bidang ini, namun tanpa kehilangan kesadaran akan pentingnya masalah-masalah itu. Saya dapat mengatakan tanpa takut untuk merasa salah duga, bahwa di tahun tujuhpuluhan di Brasilo dan di tempat-tempat yang lain mulai melihat gerakan-gerakan sosial ini semakin penting dan berpengaruh, di mana beberapa di antaranya terkait dengan gereja dan sejumlah di antaranya tidak: perjuangan mengenai lingkungan hidup di Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, dengan hasil campur tangan mereka dalam pemilihan-pemilihan akhir-akhir ini di Perancis dan Jerman; perjuangan wanita yang terorgansasi, perjuangan dari orang-orang hitam, dari para homoseks, semua mereka itu bangkit sebagai satu kekuatan dan Belajar bertanya



sebagai satu ekspresi kekuasaan, dengan cara yang anda bicarakan di dalam analisis anda itu. Adalah opini saya saat ini bahwa partai-partai revolusioner harus bekerja lebih erat dengan gerakan-gerakan ini dan dengan demikian membuktikan kesejatian diri mereka di dalamnya—dan untuk melakukan hal ini mereka harus memikirkan kembali pemahaman mereka tentang partai mereka itu, yang terikat dengan praktek tradisional mereka—atau mereka itu akan hilang. Hilang berarti mereka itu akan menjadi semakin kaku dan akan semakin bersikap dengan cara-cara elitis dan otoriter menghadapi massa, pada mana mereka mengtakan diri sebagai penyelamatnya. Tetapi apabila suatu partai rakyat non-populis bekerja sama lebih erat dengan gerakan-gerakan sosial ini, tanpa berusaha untuk mengambil alih, maka pada akhirnya ia akan bertambah besar bersama dengan gerakan-gerakan ini, yang dari pihak mereka juga mengalami pertumbuhan. Namun kin ada suatu pertanyaan yang akan saya ajukan pada anda, sebuah pertanyaan praktis, yaitu ini: dengan istilah-istilah konkret mana, untuk menemukan kembali kekuasaan melalui gerakan-gerakan sosial ini, kita dapat menghadapi kekuasaan kelas yang tidak fleksibel yang diasosiasikan dengan negara itu? Pertanyaan ini memandang pada penemuan kembali dari metode-metode perjuangan dan pada perjuangan itu sendiri. Dan dengan demikian maka pembicaraan saya serahkan pada anda. Antonio: Saya sangat mempercayai bahwa penemuan kembali perjuangan itu, penemuan kembali negara dan penemuan kembali dari masyarakat ini yaitu harus dengan melakukan suatu pemutusan dengan posisi-posisi sebelumnya yang salah. Saya merasa bahwa hal ini merupakan suatu tantangan pada partai-partai yang belum melakukan suatu tanggapan yang memuaskan terhadap kenyataan ini, yang belum mengarahkan pandangan kritis pada diri mereka sendiri di dalam cahaya perkembangan-perkembangan bersejarah yang baru saja anda sebutkan itu. Partai itu sendiri melihat dirinya sebagai pelopor yang akan membawa perombakan masyarakat itu. Dengan bantuan massa-massa populer, partai itu harus merebut kekuasaan politik dalam rangka mengambil alih kekuasaan negara dan dari situ mulai untuk mengubah masyarakat. Apa yang kita usulkan adalah sama-sekali berbeda: transformasi negara itu dimulai dari perjuangan politis itu sendiri dan transformasi kekuasaan. Penguasaan dari kekuasaan itu tidak dimuali dengan negara, seperti yang sering ditegaskan, tetapi dimuali dengan transformasi dari kekuasaan perlawanan itu, besar ataupun kecil, oleh massa-massa populer, seperti yang sudah saya katakan, yang memungkinkan kekuasaan-kekuasaan baru ini dan pengikutserta-kan mereka adalah suatu penemuan kembali kekuasaan itu. Dan suatu penemuan kembali negara dan penemuan kembali masyarakat. Dengan kembali melihat kritik-kritik yang saya lakukan terhadap partai-partai politik, saya ingin mengatakan bahwa mereka itu bertahan pada suatu konsep tertentu mengenai revolusi dan mengenai ilmu-ilmu sosial dan mereka gagal untuk menyadari bahwa ada gerakan-gerakan bersejarah yang menuntut pada mereka bahwa mereka memikirkan kembali peranan dan dengan demikian merevisi pemahaman mereka tentang kekuasaan, mengenai perjuangan merebut kekuasaan dan mengenai pembentukan suatu masyarakat yang baru. Anda tepat sekali mengatakan bahwa partai-partai itu melakukan kesalahan yang sangat besar kalau mereka tidak menganggap serius fenomena-fenomena sosial ini sebagai proses-proses sejarah penting yang timbul dari mulai sekitar tahun 1970 (saya ingin mengatakan bahwa gerakan-gerakan itu berumur jauh lebih tua dari itu; saya ingin mengatakan bahwa gerakan-gerakan itu ada di dalam sejarah dan muncul pada suatu saat tertentu). Jadi, walaupun kehadiran sejarah mereka yang konkret, perjuangan-perjuangan feminis yang mempunyai aspek-aspek positif dan negatif (kita tidak boleh mengabaikan kontradiksi-kontradiksi), perjuangan-perjuangan lingkungan hidup dan masyarakat-masyarakat dasar dapat menjadi terlupakan. Anda mempunyai sebuah contoh yang baik sekali, pada mana saya ingin menambahkan contoh saya sendiri, yaitu contoh yang diberikan di negara saya oleh Gereja Katolik- dan bukan hanya Gereja Katolik, tetapi gereja-gereja secara umum – yang, terdorong oleh momen sejarah tersebut, mendapatkan suatu pemahaman yang baru mengenai Alkitab. Belajar bertanya



Pemahaman itu adalah suatu pemahaman teologis dan politis yang didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan orang-orang tertindas, korban-korban ketidak adilan, orang-orang yang dihukum untuk tidak dapat berpartisipasi, yang diingkari hak bagian mereka dalam membentuk masa depan mereka, oleh orang-orang yang mempunyai hak untuk memutuskan sendiri masyarakat yang bagaimana yang mereka inginkan, dapat memutuskan apa masalah-masalah yang merekahadapi dan dari diri sendiri mapu mencari penyelesaian-penyelesaian atas masalah0masalah mereka. Apabila kita berpegang pada suatu konsepsi abstrak mengenai perjuangan politis, maka sebagai contoh kita tidak memahami bahwa pada suatu momen sejarah tertentu dapat memainkan suatu peranantertentu pula. Saya mendengar ada orang-orang dari Bolivia mengatakan bahwa tidak akan ada revolusi selama belum ada partai yang dapat memimpinnya. Tetapi hal ini berarti bahwa ada kegagal;an memahami bahwa gerakan serikat buruh di Bolivia mengambil alih peranan yang ditujukan sejarah padanya. Serikat-serikat itu memutuskan untuk tidak menunggu adanya suatu partai politis bangkit dalam rangka berjuang demi suatu masyarakat yang baru; serikat-serikat itu secara sederhana menanggapi suatu kebuqtuhan sejarah dan mengambil alih peranan yang diberikan pada mereka oleh sejara. Dan memang tidak ada kemungkinan yang lain. Tidak mungkin untuk membayangkan bahwa kita harus menunggu suatu pelopor politis yang harus timbul dulu yang akan mengatur perjuangan massa-massa populer. Massa-massa populer harus menciptakan bentuk –bentuk perjuangan mereka sendiri serta pelopor mereka sendiri. Saya berpikir bahwa di Chili, Brasil, Bolivia dan banyak negaralain ternyata sedang terjadi pemuqtusan dengan gagasan mati mengenai revolusi itu, sebab disana ada proses-proses yang bekerja yang membutuhkan diadakannyasuatu pemeriksaan kembali mengenai apa yang dimaksud dengan makna-makna kekuasaan, negara dan sebauh masyarakat yang baru. Begitu banyak proses malahan, sehingga saya percaya bahwa dalam penemuan kembali mengenai bagaimana kekuasaan itu dikonstuksi, didalam penemuan kembali perjuangan ini, partai-partai politik di Amerika Latin itu sudah sangat ketinggalan. Kalau saya menyebut partai-paratai politik, maka saya juga menyinggung para intelektual. Maksud saya adalah bahwa para intelektual, yang merupakan insan-insan politik, yang merupakan insan-insan politik par exelolence, tidak bergerak maju terhadap tuntutan-tuntutan masa kini tentang sejarah, yang didalam pelaksanaannya berarti suatu pemutusan hubungan dengan teori. Dengan kembali pada apa yang sudah kita katakan sebelumnya, apabila kita berpegang pda kategori-kategori dan konsep-konsep yang mati dan tidak menuntut untuk mengubahnya, yang merupakan tuntuan situasi, maka partai –partai politik dan intelektual akan ketinggalan dibelakang dalam sejarah. Mereka telah gagal untuk memikirkan kembali peranan mereka, untuk diciptakan kembali , untuk meuntut pada diri mereka yang baru, manifestasi-manifestasi yang baru dari kekuasaan rakyat yang bermunculan didalam semua fenomena-fenomena sejarah yang anda singgung tadi, yang merupakan ekspresi-ekspresi dari kebutuhan-kebutuhan sejarah yang idrasakan oleh kelompok-kelompok tertentu diantara rakyat. Saya percaya bahwa semua gerakan progresif harus mempelajari semua fenomena ini, mengajaknya turut serta dan melakukan dialog dengan gerakan-gerakan itu. Mereka harus belajar - atau kembali mempelajari- untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan pada diri mereka sendiri, menanyakan pertanyaan-pertanyaan mendasar pada diri mereka sendiri, sebab hanya dengan menanyakan [ertanyaan-pertanyaan mendasar kita mampu menemukan jawaban-jawaban yang mendasar. Paulo: Tentu saja, saya mempunyai pandangan bahwa ada suatu poin lain ynag harus dilakukan dalam rangka pemikiran yang kita lakukan dalam masalai partai-partai politik ini. Secara umum, adanya suatu partai politik menunjukan bahwa parrtai tersebut menyatakan diri sebagai berbicara mewakili suatu bagian tertentu dari masyarakat. Saya berpikir, Antonio, bahwa penemuan kembali kekuasan itu harus berkaitan dengan usaha untuk mengurangi jurang antara partai yang berbicara mewakili dan sektor-sektor masyarakat yang dinyatakan oleh partai-partai tersebut sebagai wakilnya. Atasdasar alasan tersebut maka adalah sangat penting utnuk partai tersebut agar membuka sejumlah kesempatan dan jalur-jaluir kemungkinan, melalui mana partai ytersebut senantiasa Belajar bertanya



terbuka terhadap kritik-kritik rakyat dan secara terusmenerus merasa bagaimana massa-massa populer berpikir dan memahami momen dejarah dimana mereka sedang ditempatkan. Disamping sejumlah alat bantu lainnya, maka dengan demikian partai-partai itu akan lebihkonsistenantara apa yang dikatakannya dan apa yang dilakukannya, dengan mengakui bahw tidak mungkin lagi untuk secara sederhana sekedar berbicara mewakili rakyat (sebab partai itu sebenarnya harus berbicara dengan mereka), maka partai tersebut akan berkembang kesuatu jenis politik yang dinamakan realpolitik, yang menurut pemahaman politik tersebut anda engampuni diri anda sendiriuntuk pada hari ini melakukan sesuatu yang dimasa lalu anda anggap sebagai tidak bermoral ketika hal yang sama dilakukan oleh lawan anda! Hanya kalau partai tersebut mempunyai hubungan yang lebih erat dengan rakyat, dimana partai tersebut harus benar-banar siap mempertangungjawabkan segalanya, maka paratai tersebut pada akhitrnya pada suatu hari mampu memahami bahwa sudah benar-benar saatnya untuk mengambil alih suatu gaya politik yang sangat berbeda. Dan tidak patut dikatakan bahwa kata-kata saya ini bersifat voluntaris atau idealistis. Apabila mungkin bagi pihak oposisi untuk di dalam pidato-pidatonya mengarahkan kritik-kritik yang pedas pada administrasi yang sedang berkuasa,kritik yang ditunjang oleh rakyat, maka mengapa tidak mungkin bagi pihak oposisi tersebut , kalau sudah mendapatkan kekuasaan, untuk tetap konsisten dengan apa yang terlebih dahulu dikatakannya selama berada didalam oposisi? Pada dasarnya, mengurangi jurang antara ―pembicaraan atas nama‖ dan ― pembicaraan bersama‖, berhubungan dengan mengurangi jurang antara apa yang dikatakan para calon wakil rakyat sebelum pemilihan umum, dengan apa yang mereka lakukan setelah pemilihan umum. Antonio: Penemuan kembali kekuasaan juga tentu saja datang melalui kritik dari kekuasaan yang dimiliki partai dalam hubungannya dengan massa, krtik dari pelopor itu dalam hubungannya terhadap kekuasaan yang mereka klaim sebagai berasal dari massa, dan kritik terhadap kekuasaan yang dimiliki para intelektual hanya karena mereka itu intelektual atas massa. Jadi oleh sebab itu, kritik terhadap kekuasaan itu dimulai dengan praktek langsung dari kekuasaan yang dilakukan oleh pelopor, oleh sang intelektual dan oleh partai. Saya berpikiran bahwa penemuan kembali dari kekuasaan itu harus dimulai secara langsung dengan beraksi pada kekuasaan yang dimiliki berbagai pihak—partai, pelopor, serikat buruh atau intelektual—dalam hubungan terhadap mereka yang merasakan akibat dari kekuasaan itu, dan bukan hanya dalam hubungan seberapa jauh mereka itu berhak untuk melaksanakan kekuasaan yang mereka lakukan itu. Partai itu, seperti yang sudah anda katakan, berbicara mewakili massa, partai itu mengangkat dirinya sebagai wakil mereka dan suara mereka; tetapi justru dengan manjadi suara massa, partai itu menyatakan sebagai miliknya sendiri kekuasaan yang dimiliki massa; dengan berbicara atas nama massa, partai itu melaksanakan suatu kekuasaan yang menurut anggapan partai seakan-akan sudah diserahkan massa pada partai. Jadi saya percaya bahwa masalah kekuasaan menimbulkan masalah mengenai partisipasi. Kalau suatu partai menganggap dirinya—seperti yang secara tradisional dilakukannya selama ini—sebagai paloppor, yang mempunyai kebijaksanaan dan mengetahui jalan menuju kemajuan, yang memilih metode-metode, strategi-strategi dan taktik-taktik untuk memperoleh kekuasaan, maka partai tersebut mempunyai konsepsi yang sama mengenai kekuasaan seperti yang dimiliki oleh kaum borjuis. Lebih dari pada itu, suatu pihak pelopor, suatu kelompok yang mempunyai tujuan, tidak dapat secara terus-menerus dengan begitu saja berkaitan erat dengan apa yang dipikirkan oleh sebagian besar dari masyarakat. Partai itu harus mengajukan pada massa bahwa mereka melaksanakan kekuasaan yang dimiliki massa. Partai itu sebaiknya mengembalikan kepada massa kekuasaan yang memang dimiliki oleh massa, sehingga mereka, dengan memiliki kekuasaan tersebut, dapat menciptakan suatu konsepsi dan praktek dari kekuasaan yang berbeda dengan apa yang pada saat ini kita miliki. Saya percaya, Paulo, bahwa hal ini bukanlah hanya suatu masalah dari kekuasaan dalam hubungannya dengan partai-partai politik, tetapi hal ini berkaitan dengan kekuasaan dalam segala bentuk di dalam masyarakat—kekuasaan dari serikat-serikat buruh dalam hubungannya dengan kelas-kelas pekerja dan rakyat jelata, kekuasaan dari hirarki gereja, kekuasaan disekolah-sekolah dan di dalam pendidikan, kekuasaan dari Belajar bertanya



guru-guru, yang mempunyai pengaruh kuat di atas siswa-siswa mereka. Konsepsi baru mengenai kekuasaan ini harus diletakkan pada semua tingkat, dan juga pada tingkat kekuasaan di dalam sebuah lembaga keluarga. Siapakah yang memiliki kekuasaan? Bagaimana kekuasaan ini tercipta? Di dalam keluarga, jelas sang suamilah yang menentukan kekuasaan dan meletakkan batasan-batasannya, kalau ia memberikan sebagian dari kekuasaannya kepada isteri dan anak-anaknya. Saya rasa bahwa konsepsi baru mengenai kekuasaan ini terkait dengan semua aspek di atas. Persahabatan juga merupakan suatu hubungan kekuasaan. Paulo: … dan hubungan para ahli psikoterapis dengan pasien-pasien mereka. Antonio: Penemuan kembali kekuasaan ini berkaitan dengan masyarakat dalam semua dimensi-dimensinya, dan bukan hanya hubungannya dengan partai politik/negara/masyarakat dan sebagainya. Pada dasarnya, menciptakan suatu masyarakat yang baru, adalah bermaksud menciptakan diri anda sendiri baru, menciptakan diri anda kembali. Mengenai pertanyaan yang anda ajukan tadi, Paulo, mengenai bagaimana penemuan kembali kekuasaan ini merupakan respons terhadap penindasan oleh kekuasaan utama, maka saya ingin menjawab bahwa pertanyaan ini tidak mempunyai jawaban yang universal. Tidak ada pengobatan-pengobatan yang berlaku secara universal. Jawabannya harus diperoleh di dalam perjalanan penemuan kembali kekuasaan, mengenai perjuangan mendapatkan kekuasaan. Kembali pada apa yang sudah kita katakan dulu sebelumnya, saya percaya bahwa setiap revolusi itu adalah unik. Revolusi-revolusi tidak mempunyai model. Dan oleh sebab tidak ada model-modelnya, maka setiap rakyat, setiap partai, setiap gerakan massa dan setiap kelompok sosial, yang dipersatukan dalam ketertindasan dan merasakan kebutuhan untuk mendemonstrasikan solidaritas mereka dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupan sehari-hari yang konkret, harus menemukan pengalaman-pengalamannya sendiri, dan pengalaman dari setiap mereka itu akan selalui unik. Mungkin bisa saja dikatakan bahwa hal ini sudah jelas demikian halnya, bahwa ini merupakan suatu jawaban yang abstrak, tetapi kebenarannya sebenarnya adalah bahwa dalam hal ini tidak ada jawaban. Pokoknya tidak ada penyelesaian yang universal, tidak ada model-model untuk menciptakan suatu kekuasaan-perlawanan. Inilah tantangan yang dihadapi oleh massa-massa populer dan partai-partai: mereka harus menentukan bagaimana caranya menciptakan suatu kekuasaan-tandingan yang membebaskan, untuk melawan suatu kekuasaan yang menindas. Paulo: Saya kira bahwa anda telah menarik kesimpulan yang benar mengenai pemikiran kita tentang pokok ini. Faktanya adalah, bahwa penemuan kembali kekuasaan itu adalah suatu aksi yang didasari keyakinan yang diperhadapkan dengan tidak adanya suatu penyelesaian yang universal. Maksud saya adanya bahwa penemuan kembali kekuasaan ini muncul dari terlepasnya kita dari pemikiran bahwa solusi-solusi siap jadi dapat diimpor begitu saja. Diperhadapkan dengan rintangan-rintangan, dengan penindasan, maka proses penemuan kembali kekuasaan itu akan menemukan jalannya sendiri. Mungkin satu-satunya pengobatan umum yang ada ada adalah ini: Bagi mereka yang mencoba menemukan kembali kekuasaan adalah mustahil untuk tidak menggunakan imajinasi mereka, untuk tidak menggunakan kreatifitas mereka, untuk tidak menggunakan taktik-taktik di dalam suatu hubungan dialektis dengan gambaran mereka mengenai masa depan itu, dengan strategi mereka, yang tidak mempunyai suatu pemahaman yang sangat krtitis mengenai kemungkinan-kemungkinan sejarah. Dengan kata lain, penemuan kembali kekuasaan itu melibatkan pemahaman yang kritis mengenai apa yang mungkin menurut sejarah, yang merupakan sesuatu yang tidak dapat ditentukan dengan begitu saja. Penemuan kembali pihak lain (the other) Antonio: Saya ingin mengusulkan, Paulo, bahwa kita kini sebaiknya kembali pada suatu topik yang sudah pernah kita bahas di awal pembicaraan kita, yang telah terbukti menjadi sebuah benang penuntun yang menghubungkan topik-topik yang lain. Dan, setelah berbagai Belajar bertanya



ragamtopik ini telah membawa kita pada suatu pembahasan mengenai masyarakat yang sangat mendalam, maka dengan demikian kita telah dapat mendifinisikan kembali, memperkaya, atau melihat dari suatu sudut pandang yang berbeda masalah pihak yang lain itu (the other), atau perbedaannya, atau penemuan pihak lain (the other)itu dalam rangka menemukan diri kita sendiri. Sambil kita melanjutkan pembicaraan kita ini, saya ingin mengingatkan kita pada sejumlah perkataan yang disebutkan oleh Mariategui, di mana ia mengingat kembali keberangkatannya ke Italia di masa ketika Gramsci sedang berteori mengenai praktek politis, yang konkret di Italia. Sudah pasti bahwa, sekalipun Mariategui tidak mengenal pemikiran-pemikiran Gramsci, ia sedikitnya mengenal praktek-praktek dari kelas pekerja dan massa populer di Italia, atas dasar mana Gramsci mendasarkan pikiran-pikirannya di masa yang bersejarah itu. Jadi dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Mariategui dan Gramsci sangat dekat satu sama lain dalam pemikiran. Saya merasa bahwa kata-kata Mariategui ini dengan baik sekali menjelaskan posisi kita mengenai pihak lain (the other) untuk pengenalan diri kita sendiri: ―Kami pergi ke luar negeri, bukan untuk mengetahui rahasia orang-orang lain, tetapi untuk menemukan rahasia kami sendiri.‖ Mariategui dengan jelas melihat bahwa tantangan untuk menemukan rahasia orang-orang lain akan menjadi alat bantu yang akan membawa kita untuk menemukan rahasia diri kita sendiri. Oleh sebab itu pentinglah orang-orang lain itu, pentingnya perbedaan-perbedaan itu, pentingnya memasuki rahasia orang-orang lain itu, memahami rahasia dari pada yang berbeda itu agar mampu memahami rahasia kit asendiri, baik pada tingkat individu maupun tingkat kelompok, tingkat pribadi maupun tingkat massa, dan pada tingkat kelompok-kelompok sosial, dan seterusnya. Saya ingin agar kita ini mengamati kembali pertanyaan mengenai penemuan pihak lain itu dan pentingnya meletakkan pihak lain ini sebagai titik awal kita dalam rangka mengubah kenyataan itu, suatu teori mengenai kekuasaan, suatu filsafat pendidikan akan membantu atau turut membantu berjalannya proses mengubah kenyataan itu, dengan melakukan pertimbangan terhadap pihak lain itu sebagai suatu kebudayaan, suatu kebudayaan yang berbeda. Saya ingin mengajukan suatu usulan kerangka pemikiran yang harus diperbaharui secara terus-menerrus dengan semakin mendekatnya kita ke dunia nyata, sebab dunia nyata tersebut akan memaksa kita untuk mengubah atau mentransformasikan analisa teoritis kita itu, dan bahkan sebelum itu, maka negara modern itu, sebagai sebuah negara-nasionalis, telah menyerah pada tuntutan-tuntutan otoriter dari satu kelompok sosial yang memaksakan kesatuan pada negara tersebut dengan mengurangi atau mengeliminasi perbedaan-perbedaan kebudayaan yang seharusnya mungkin terdapat dalam suatu negara-nasionalis atau suatu bangsa negara. Menurut pandangan saya, setelah diciptakannya negara yang modern, maka secara terus menerus terdapatlah suatu kecenderungan untuk mencapai kesatuan dengan mengeliminasi keanekaragaman, dan bukannya dengan menemukan pihak lain sebagai suatu unsur yang dapat memperkaya kesatuan kita itu. Saya bahkan dapat mengatakan bahwa jalur yang kita ikuti sampai ke masa kini itu adalah jalur yang salah, sebab jalur itu telah mengeliminasi keanekaragaman yang seharusnya mungkin memperkaya kesatuan kita. Konsepsi mengenai negara modern ini tidak hanya menginsoirasi negara modern itu sebagai sesuatu yang pada saat ini diberi konstitusi dan distrukturkan oleh pihak politik-politik pihak kanan, tetapi secara menyedihkan juga menentukanstruktur dari negara-negara yang ―progresif‖. Pengalaman-pengalaman akhir-akhir ini mengenai masyarakat-masyarakat di mana terdapat lebih banyak solidaritas dan keahlian menunjukkan bahwa negara-negara tersebut tidak mampu melepaskan diri dari tradisional mengenai negara ini dalam mana kesatuan itu ditentukan atau dipaksakan oleh suatu kelompok sosial atau suatu kelompok kebudayaan tertentu. Jadi dengan demikian kesatuan melalui keanekaragaman itu ditolak. Kesatuan partisipatif itu, yang terdiri dari perbedaan-perbedaan sosial dan kebudayaan, seharusnya membentuk negara-negara itu. Dan hal ini menyentuh suatu titik yang sangat berperan, yang bukan hanya menyangkut kelompok-kelompok etnis dan kebudayaan-kebudayaan, bangsa-bangsa berbeda yang membentuk suatu negara-bangsa, tetapi juga secara sangat menentukan menyangkut masalah mengenai adanya suatu kebudayaan nasional. Belajar bertanya



Apakah suatu kebudayaan nasional itu? Apakah suatu kebudayaan yang populer? Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya ingin mendorong anda untuk berpikir mengenai masalah menciptakan suatu bangsa dari berbagai kebudayaan ini, terutama di negara-negara Afrika di mana negara-negara itu dibangun dengan mempunyai respek pada perbedaan-perbedaan kebudayaan. Apakah pengalaman dalam hal ini baik pada tingkat politik maupun pada tingkat pendidikan? Kondisi-kondisi sejarah apakah yang diperlukan agar perbedaan-perbedaan tersebut mempunyai peranan yang sejati di dalam membangun suatu bangsa yang mempunyai tugas dan tantangan untuk membuktikan diri sebagai suatu negara—bangsa yang memiliki kesatuan dalam keanekaragaman? Atas dasar pengalaman dan pemikiran-pemikiran anda, kesalahan-kesalahan apakah yang telah dilakukan, faktor apakah yang seharusnya turut dipertimbangkan sehingga kebijaksanaan yang ditempuh dalam menciptakan suatu masyarakat itu akan merupakan suatu kebijaksanaan yang mempertimbangkan partisipasi dari unsur-unsur pihak lain (the other) sebagai sangat perlu di dalam menciptakan kesatuan itu? Unsur-unsur apakah di dalam menciptakan kesatuan itu? Unsur-unsur apakah di dalam tingkat konkret pekerjaan pendidikan kita harus turut kita pertimbangkan agar semua unsur yang berbeda ini dapat menghasilkan suatu proyek pendidikan di mana ―kami‖ dan ―orang-orang lain‖ itu dapat berbagi pengalaman dan berbagi rasa secara individual dan secara kolektif di dalam membangun masyarakat yang baru itu? Paulo: Saya tidak meragukan bahwa hal ini merupakan satu dari masalah-masalah serius yang secara umum menghantui Afrika dalam perjuangan kemerdekaannya. Suatu aspek awal yang sangat penting di dalam perjuangan ini adalah orientasi politik dari negara yang baru tersebut: apakah kebijaksanaannya diarahkan pada kemerdekaan yang sejati, walaupun hal ini mungkin sulit untuk dicapai, atau bergerak ke arah ketergantungan kolonial, dengan hasil bahwa negara tersebut berada dalam situasi yang neo-kolonialis? Memang benar bahwa hal ini hampir selalu bukan merupakan suatu pilihan yang mudah untuk diambil. Para bekas penjajah ini mempunyai sumber-sumber daya politis dan ekonomis yang dapat mereka gunakan untuk menekan bekas-bekas jajahan mereka agar tetap menjadi tergantung, dalam situasi yang kelihatannya merdeka, tetapi dalam kenyataannya berada dalam situasi neo-kolonialisme/ Dalam suatu situasi yang seperti ini, sudah barang tentu, ekspresi-ekspresi kebudayaan dan kreatifitas akan terus dipermalukan dan ditekan serta direndakan di dalam konteks yang neo-kolonial, sama seperti ketika di masa-masa kolonialisme. Jurang pemisah antara massa-masa populerr lokal dan elite lokal kecil yang dominan yang dipilih kekuasaan yang metropolitan itu semakin membesar secara terus-menerus. Di dalam komitmennya terhadap perjuangan melawan berlangsungnya kolonialisme, Amilcar Cabral bukan hanya berbicara mengenai apa yang disebutnya sebagai ―bunuh diri-kelas‖ tetapi ia malah menjalankannya. Ia memahami bunuh diri-kelas sebagai satu jalan yang terbuka pada para intelektual yang berasal dari suatu lingkungan petite bougeoisie, yang dipengaruhi oleh upaya-upaya untuk mengasimilasi mereka oleh kebudayaan dan kekuasaan dari kelas-kelas metropolitan yang dominan, agar dapat berperan serta secara efektif dalam perjuangan pembebasan di negara-negara mereka. Dalam rangka tidak mengkhianati sasaran-sasaran ini (sasaran-sasaran pembebasan), Cabral berkata, ―Kaum borjuis kecil, hanya mempunyai satu pilihan: untuk memperkuat kesadaran revolusionerr mereka, untuk menolak godaan-godaan agar menjadi semakin borjuis dan, dengan masalah-masalah umum dari mentalitas kelasnya, untuk mengidentifikasi diri dengan kelas-kelas pekerja dan agar tidak berusaha menentang perkembangan wajar dari proses revolusi itu. Hal ini berarti bahwa dalam rangka memenuhi peranan meeka dalam perjuangan pembebasan nasional itu, maka kelas borjuis revolusioner harus mampu melakukan bunuh diri sebagai suatu kelas dalam rangka dapat dilahirkan kembali sebagai buruh-buruh revolusioner, yang teridentifikasi secara sempurna dengan aspirasi-aspirai terdalam dari rakyat mana mereka itu sendiri berasal.‖ ―Alternatif ini—untuk mengkhianati revolusi atau untuk melakukan bunuh diri sebagai suatu kelas—merupakan dilema yang dihadapi kaum borjuis kecil di dalam kerangka umum 10 dari perjuangan pembebasab nasional itu.‖



Belajar bertanya



Faktanya adalah bahwa tidaklah mungkin untuk mengamati masalah ini, yakin masalah kebudayaan, atau untuk menyelesaikannya terlepas dari suatu perspektif kelas, tanpa melakukan referendi terhadap kekuasaan kelas. Adalah dengan menggunakan kekuasaan kelas inilah sehingga kebudayaan yang memerintah itu, yang merupakan suatu ekspresi dari gaya hidup kelas yang dominan, menganggap dirinya sebagai satu-satunya ekspresi sejati bangsa yang sah dan otentik. Apa saja yang ternyata berbeda adalah bernilai lebih rendah dan jelek. Hal yang sama tentu saja muncul dalam masalah bahasa dan sintaks mereka, yang dianggap sebagai bentuk yang sebenarnya—apa yang disebut sebagai bahasa standar pendidikan—pada mana kelas-kelas pekerja itu harus menerimanya begitu saja. Pertimbangan-pertimbangan ini mengingatkan saya pada apa yang dikatakan oleh Marx dan Engels di dalam tulisan mereka The Holy Family: ―kelas yang menguasai suatu 11 masyarakat secara material juga berkuasa secara spiritual.‖ Gagasan-gagasan mereka adalah gagasan-gagasan yang terlaksana di dalam masyarakat. Tetapi disamping bertindak agar gagasan-gagasan mereka terlaksana, maka kelas dominan itu lebih jauh mencoba untuk, dengan alat ideologinya, agar semua orang percaya bahwa gagasan-gagasan kelas mereka adalah gagasan-gagasan bangsa tersebut. Budaya yang dominan itu, yang diasosiasikan dengan kekuasaan ekonomi dan politis, cenderung untuk memaksakan ‗superioritasnya‘ pada ekspresi-ekspresi kebudayaan lainnya. Itulah sebabnya maka pruralisme kebudayaan yang sering dielu-elukan itu sebenarnya, untuk berbicara dalam arti yang sempit, tidak ada sama-sekali. Sebab untuk adanya suatu pruralisme kebudayaan yang sejati, maka semacam kesatuan dalam keanekaragaman itu sangat diperlukan. Dan kesatuan di dalam keanekaragaman itu terlebih dahulu menyaratkan adanya saling menghormati antara berbagai ekspresi-ekspresi kebudayaan yang dilakukan secara keseluruhan. Di sini saya melihat bahwa kita dikonfrontasikan lagi dengan penemuan kembali kekuasaan itu. Untuk suatu masyarakat yang mempunyai perbedaan-perbedaan etnis dan kebudayaan ini, di samping perbedaan-perbedaan kelas, seperti masyarakat-masyarakat Afrika yang kita kenal ini, maka bagi pemahaman saya adalah sangat mendesak bagi mereka agar gerakan-gerrakn yang berkaitan dengan perubahan revolusioner itu harus mulai untuk menyertakan masalah kesatuan dalam keanekaragaman ini dalam gambaran mereka tentang masa depan. Pendidikan revolusi mereka harus mempertimbangkan perbedaan-perrbedaan ini di dalam suatu pencarian kesatuan di dalam keanekaragaman ini dan tidak meniadakan perbedaan-perbedaan dmi mencapai suatu kesatuan yang semu. Kini saya teringat pada satu dari pembicaraan-pembicaraan saya bersama Fernando Cardenal, dan, kalau saya tidak salah, juga dengan Ernesto Cardenal, dalam rangka perjalanan saya yang pertama ke Nikaragua tidak lama setelah pembebasannya, ketika saya berrusaha memberikan suatu sumbangan, walaupun kecil, pada rakyat Nikaragua yang berusaha mengambil alih sejarah ke dalam tangan mereka sendiri. Topik utama dari salah satu pembicaraan tersebut adalah bagaimana sebaiknya revolusi tersebut bertindak terhadap para kaum suku Indian Miskito. Pendapat saya, yang juga merupakan pendapat Fernando dan Ernesto, adalah bahwa revolusi tersebut harus menghargai hak-hak dari orang-orang Miskito tersebut. Tugas yang dihadapi bukannya adalah untuk menekan mereka dengan suatu program belajar membaca di dalam bahasa Spanyol, suatu bahasa yang tidak mereka kuasai, tetapi untuk melibatkan mereka dengan revolusi tersebut melalui proyek-proyek ekonomi di daerah mereka, yang akan dikaitkan dengan proyek-proyek kebudayaan yang juga menyertakan masalah bahasa tersebut. Revolusi itu sama-sekali tidak akan terancam (dan memang tidak pernah mendapat ancaman dalam pelaksanaan segi ini) apabila revolusi tersebut menghormati bahasa Creole yang mereka gunakan yang berdasarkan pada bahasa Inggris. Kesatuan nasional harus dibentuk di dalam keanekaragaman dan bukan melalui pemaksaan, yang akan menghasilkan suatu kesatuan buatan. Saya dapat mengingat apa yang saya katakan dalam perjalanan pembicaraan tersebut, di mana kami ternyata menemukan bahwa kami sangat sepakat dalam masalah tersebut. Saya men-gatakan bahwa sangat penting agar orang-orang muda berangkat ke daerah-daerah orang-orang asli tersebut sebagai wakil-wakil revolusi, untuk memberitahu kaum Miskito tersebut apa yang sedang Belajar bertanya



dilakukan dalam bidang pemberantasan buta huruf tersebut, tetapi dengan menjelaskan bahwa revolusi tersebut tidak bermaksud mengajar mereka membaca dan menulis dalam bahasa Spanyol. Apa yang mereka lakukan adalah memberitahu orang-orang itu mengenai revolusi itu dan mendengar dari orang-orang itu apa yang mereka katakan mengenai revolusi tersebut dan apa mimpi-mimpi dan harapan-harapan mereka. Saya mengatakan bahwa saya yakin apabila sesuatu seperti itu dilakukan maka hal tersebut akan memberikan hasil-hasil yang lebih baik. Namun posisi saya sebagai bukan posisi seseorang yang berpikir atau bertindak hanya karena pemikiran-pemikiran atau aksi-aksi karena konsiderasi-konsiderasi taktis. Saya pada waktu itu, dan juga sekarang, saya sangat yakin bahwa hal ini merupakan suatu keharusan revolusioner. Saya menekankan bahwa suatu posisi seperti ini merupakan bagian dari suatu komitmen demokrasis yang revolusioner untuk mengorganisir masyarakat dan mengorganisir kembali masyarakat. Sebagai bahan perbandingan, di dalam suatu situasi yang otoriter, maka atas nama revolusi dikeluarkan dekrit-dekrit yang mengatur apa yang harus dilakukan. Antonio: Saya beranggapan bahwa analisis anda, dengan mengambil Nikaragua sebagai contoh, adalah dimungkinkan akibat pengalaman-pengalam-an kita di Afrika dan akibat penemuan kita mengenai pihak lain itu (the other) di dalam kebudayaan etnis. Pengalaman-pengalaman yang berbeda, namun di saat yang sama merupakan pengalaman yang serupa. Paulo: Tepat sekali. Antonio: Hal ini adalah suatu tantangan besar yang dihadapi negara-negara Afrika. Karena kita telah mengalami perbedaan-perbedaan di dalam upaya penemuan pihak lain itu di Afrika, maka kita mulai mampu melihat Amerika Latin dalam penerangan tersebut. Saya percaya bahwa, apabila kita mempunyai suatu kesadaran yang lebih besar mengenai kebutuhan menghormati kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda di Amerika Latin, maka hal ini adalah akibat dari kita telah mempelajari untuk bersikap demikian di Afrika. Dan saya bahkan ingin melangkah lebih jauh: Saya berpikiran bahwa di dalam tulisan anda Letters to Guinea-Bissau itu, anda telah mengajukan suatu usulan yang radikal di dalam bentuk bahwa pendidikan Afrika harus turut mempertimbangkan unsur-unsur dari kebudayaan Afrika seperti bahasa dan ekspresi, tetapi juga harus mempertimbangkan gerakan-gerakan tubuh. Paulo: Benar, saya ada berbicara mengenai gerakan-gerakan tubuh. Gerakan badaniah. Gerakan dalam tarian. Antonio: … dalam tarian, sebagai salah satu bentuk ekspresi alamiah yang sangat perlu di masyarakat Afrika. Dan, dengan mengambil unsur-unsur ini sebagai basis, untuk merevisi pendidikan kita agara mulai dengan unsur-unsur ini, perbedaan-perbedaan yang sangat penting ini. Saya kurang tahu apakah anda sependapat dengan saya, tetapi saya sangat beranggapan bahwa pekerjaan pemberantasan buta huruf di Afrika harus mempunyai makna yang jauh lebih mendalam dari hanya sekedar mengajar orang-orang untuk membaca dan menulis, makna yang lebih penting dari bahasa lisan dan bahasa tulisan. Pekerjaan pemberantasan buta huruf mengaitkan bahasa-bahasa yang berbeda. Hal ini bukanlah hanya secara sederhana mempelajari untuk membaca dan menulis, tetapi untuk mendapatkan pengetahuan yang fundamental pada semua tingkat kehidupan sehingga rakyat dapat semakin berada dalam satu posisi untuk bisa menanggapi perrtanyaan-pertanyaan mendasar yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Saya dengan demikian ingin mengatakan bahwa sangat penting untuk menggunakan tradisi lisan sebagai suatu unsur dalam pekerjaan pemberantasan buta huruf, sebab tradisi lisan merupakan inti dari kebudayaan-kebudayaan yang tidak mempunyai bahasa tertulis, seperti yang menjadi kenyataan di berbagai masyarakat di Afrika. Paulo: Hal ini merupakan sesuatu yang selalu saya tekankan. Belajar bertanya



Antonio: Saya berpikira bahwa di Afrika, lebih daripada di bagian-bagian lain dunia ini, pengenalan dari kebudayaan tertulis itu harus dilihat sebagai lawan dari kebudayaan lisa. Paulo: Untuk memperkenalkan kebudayaan tertulis adalah lebih buruk dari bersifat naif, tetapi akan merupakan suatu aksi kekerasan. Menciptakan kembali pendidikan Antonio: Dari segi yang lain, kita perlu mencapai adanya suatu hubungan saling memperkaya antara kebudayaan-kebudayaan lisan dan kebudayaan-kebudaya-an yang tertulis. Jadi dengan demikian, tantangan pendidikan dan politis yang dihadapi bangsa-bangsa yang mempunyai keanekaragaman kebudayaan yang tinggi adalah bukan hanya untuk menciptakan suatu politik yang baru, suatu konsepsi baru mengenai kekuasaan, tetapi juga untuk menciptakan, seperti yang kita katakan, sebuah konsepsi baru mengenai pendidikan itu sendiri. Jadi kini, Paulo, kita dapat mengeksplorasi satu aspek dari analisis anda: gagasan bahwa kita jangan mempunyai suatu pendidikan yang baru, sebelum kita dapat memiliki suatu pendidikan yang secara terus-menerus diperbaharui. Saya ingin menekankan masalah ini, Paulo. Suatu konsepsi yang baru mengenai pendidikan, mengenai kekuasaan, mengenai masyarakat, mengenai perrjuangan untuk kekuasaan, harus sudah dimulai, atau seharusnya sudah dimulai, sebelum adanya suatu ―perebutan kekuasaan‖ itu. Saya ingin mengata-kan bahwa pendidikan yang baru ini harus terus-menerus diperbarui. Pendidikan yang baru ini sebaiknya dianggap sebagai suatu proses dimana proses tersebut sendiri juga harus berada dalam keadaan perrubahan yang terus menerus. Proses ini tidak boleh bergantung pada gagasan-gagasan atau model-model yang diselesaikan sebelumnya, seperti sudah saya katakan sebelumnya. Pendidikan yang baru itu tidak boleh takut pada proses ini, sebab kehidupan itu sendiri juga merupakan suatu proses, seperti juga perjuangan kekuasaan dan juga pendidikan itu sendiri. Pendidikan ini tidak boleh takut untuk diubah, sebab suatu perubahan seperti ini harus menjadi tenaga pendorong di balik suatu transformasi suatu masyarakat. Kita tidak hanya harus menerima secara obyektif perubahan, karena perubahan itu secara obyektif memang ada, tetapi juga harus mengadakannya. Adalah keyakinan saya bahwa ketika kita membawa perubahan, maka kita telah melaksanakan kemerdekaan kita. Makna dari kemerdekaan adalah justru kemungkinan ini, pelaksanaan dari keinginan kita untuk membawa perubahan bersejarah, atau untuk memberi arah pada sejarah dengan semua batasan-batasan yang dimaksud oleh arah tersebut. Paulo: Dalam kaitan penemuan kembali masyarakat, dan dengan penemuan kembali pendidikan ini, maka ada suatu periode yang sangat menantang di mana saya berkesempatan untuk mengalaminya di Afrika, di Nikaragua dan di Grenada, seperti yang sebelumnya sudah saya alami di Chili di masa Allende pada massa pemerintahan Kesatuan Populer: yaitu pada periode transisi revolusioner. Sangat jelas, pada saat tersebut, bahwa peranan pendidikan harus berubah, tetapi perubahan tersebut tidak dapat merupakan suatu perubahan mekanis, dan faktanya memang bukanlah demikian halnya. Karakter dari sistem pendidikan sebelumnya, yang melayani kebutuhan-kebutuhan kelas yang dominan dengan mendiskriminasikan kelas-kelas yang populer, di mana hal ini terlihat bukan hanya di dalam bentuk yang otoriter dari kurikulumnya, tetapi juga di dalam praktek pendidikan yang elitis, harus diakhiri. Isi-isinya dan metode-metodenya harus digantikan dengan suatu pandangan pada masyarakat baru yang akan diciptakan. Tetapi masyarakat yang baru itu tentu saja tidak dijadikan begitu saja dengan sebuah dekrit. Cara berproduksi tidak dapat diubah dalam satu malam. Gagasan-gagasan yang lama akan mencoba bertahan. Infrastruktur itu mungkin saja berubah, tetapi aspek-aspek dari struktur utama lama itu ada yang berlangsung terus, dalam kontradiksi dengan yang baru yang sedang datang ke dalam kenyataan itu. Belajar bertanya



Ini adalah suatu momen yang sangat sulit yang membutuhkan imajinasi para pendidikk yang revolusioner, kemampuan dan keingintahuan untuk mengambil resiko. Ketika mulai beresponsi terhadap masalah-masalah dasar dari masa transisi, maka pendidikan revolusioner itu kadang-kadang harus berantisipasi masyarakat baru yang belum ada di kenyataan itu:‖…Revolusi tidak terjadi dalam satu malam (tidak ada yang disebut sebagai revolusi melalui dekrit: ia dapat didekritkan, tetapi revolsui-revolusi itu dilakukan langkah demi langkah). Sebagai konsekuensinya, pendidikan itu sendiri harus menanggapi proses ini secara terus-menerus, tetapi juga dapat melangkah di depan proses tersebut, menciptakan kesadaran pembebasan yang kritis, yang akan memungkinkan tujuan-tujuan dari masyarakat ini dapat ditentukan dalam istilah-istilah yang disediakan oleh revolusi Sandinista, sebab ini 12 adalah suatu masyarakat yang lebih adil dan regaliter.‖ Tetapi suatu antisipasi seperti ini tentu saja tidak dapat menempatkan atau meninggalkan pendidikan dalam suatu posisi yang terletak terlalu jauh dari apa yang terjadi di basis-bsis nyata dari masyarakat yang berada dalam transisi tersebut, tanpa terancam akan menjadi terlalu idealistis secara sempit. Hal ini semua ada kaitannya dengan perrubahan dalam metode-metode, dengan suatu pemahaman yang berbeda mengenai proses belajar, dengan penemuan kembali kekuasaan, yang telah kita bicarakan sebelum ini. Hal ini juga berkaitan dengan menciptakan manusia-manusia baru, intelektual-intelektual baru, yang mempunyai pemahaman revolusioner yang kritis akan peranan mereka, sehingga dengan demikian tidak lagi hanya cukup bagi orang-orang untuk memiliki pengetahuan saja, dalam jumlah banyak ataupun sedikit, agar mereka diberi posisi-posisi penuh kehormatan dan kekuasaan. Hal ini semua merupakan bagian dari gambaran kita mengenai masa depan, yang sudah kita bicarakan, dan bagaimana cara mewujudkannya. Tetapi semuannya ini, tidak juga sebagian daripadanya, tidak mungkin dapat diwujudkan dengan menerbitkan dekrit. Bersama-sama dengan produksi, atau pekerjaan yang produktif, dan juga kesehatan, maka pendidikan di dalam periode transisi ini harus menjadi pendorong pada pendalaman yang diperlukan dalam perubahan masyarakat ini. Dari awal periode transisi tersebut, pendidikan revolusioner, dalam rangka untuk memenuhi tugasnya, tidak hanya dapat mengalami perubahan yang sederhana dalam bidang metode-metode dan dengan memperbarui peralatan-peralatan pendidikan, dengan misalnya menggunakan lebih banyak proyektor dan lebih sedikit papan tulis! Apa yang perlu dilakukan selam periode revolusioner ini adalah bahwa pendidikan itu harus ditemukan kembali, direvolusikan, dan bukan hanya direformasi. Kalau sebelumnya, dalam melayani kebutuhan kelas-kelas yang dominan, pendidikan mereproduksi ideologi dari kelas-kelas ini dan melakukan diskriminasi terhadap kelas-kelas populer, yang tidak pernah dipedulikan dan didengar maka kini dalam periode transisi ini, kelas-kelas populer yang kini berkuasa bukan hanya harus didengarkan ketika mereka menuntut pendidikan bagi putra-putri mereka, tetapi lebih daripada itu mereka harus berpartisipasi secara aktif di samping para pendidik profesional dalam merkonstruksi kembali pendidikan itu. Satu dari hambatan-hambatan yang kadang-kadang kita hadapi, yang mengganggu jalan partisipasi yang sangat diperlukan dalam menciptakan pendidikan yang baru ini, adalah ketidakfleksibelan otoriter yang lama itu, yang tidak begitu saja menghilang walaupun diperhadapkan dengan kekuasaan yang mendidik dari perjuangan itu. Ketidakfleksibelan ini selalu mengancam untuk menjadi aktif kembali, dan dalam pandangan seperti ini, untuk mereorganisasi pendidikan yang menguntungkan kelas-kelas populer adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan para ―ahli‖ yang sangat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk rakyat. Pertanyaan yang muncul dalam menciptakan kembali pendidikan pada tahap transisi revolusioner itu bukan hanya menyangkut presentasi yang kompeten dari makna programnya pada para mahasiswa, tetapi juga mengenai revisi yang kompeten dari makna tersebut dengan partisipasi massa-massa populer, dan juga untuk mengatasi pendekatan otoriter dalam kegiatan menyam-paikan makna tersebut pada para siswa. Kemampuan bertahan dari prosedur-prosedur otoriter dalam periode transisi hampir selalu dibantu justru oleh masalah-masalah yang dihadapi di dalam tahap ini. Pemerintahan revolusioner yang baru terbentuk dalam rangka agar dapat maju, perlu untuk mempercepat masa pelatihan standar pendidikan yang tinggi dan menginginkan secepat mungkin Belajar bertanya



dihasilkannya pemimpin-pemimpin teknis sangat diperlukan dalam mengubah masyarakat yang lama dalam dan dalam membentuk masyarakat yang baru itu. Situasi nyata yang konkret ini membawa orang-orang dengan sikap yang otoriter untuk mengadakan suatu hubungan yang salah antara standar-standar yang tinggi dengan upaya pemaksaan, antara standar-standar yang tinggi dengan disiplin ketat dan antara standar-standar yang tinggi dengan otoriterisme. Dan, karena revolusi itu tentu saja membutuhkan standar-standar yang tinggi dalam pendidikan teknis dan ilmiah para pemimpinnya, maka mereka berkesimpulan bahwa hal ini harus dilakukan secara vertikal. Bagi kita, hal yang penting adalah jangan sampai mengingkari kebutuhan revolusi untuk mendapatkan standar-standar yang tinggi dari mulai proses revolusioner, tetapi untuk memperbaiki hubungan yang salah, yang sering dinyatakan sebagai sangat diperrlukan, di antara standar-standar pendidikan yang tinggi dan antara otoriterisme. ―Revolusi, dengan mana maksud saya adalah rakyat dan Front Sandinista yang mengambil alih kekuasaan‖, Marcos Arruda, ―tidak berarti bahwa semua musuh kita telah pergi. Pengalaman yang diwariskan, dalam bentuk struktur-struktur, instusi-instusi, hubungan-hubungan sosial, proses-proses dan mentali-tas-mentalitas, tetapi hidup, walaupun sudah banyak kehilangan pengaruh dalam menghadapi perjuangan rakyat Nikaragua…Apakah pengalaman yang diwariskan ini?‖ Arruda bertanya. ―Satu dari dimensi paling serius dalam pengalaman ini‖, ia menjawab, ―adalah konsep elitis dari pengetahuan. Konsep ini dapat ditemukan masih tetap hidup dan berkembang dalam sistem pendidikan yang tradisional, yang hanya menganggap bernilai apa saja yang teoritis dan sistematis, mengenai apa yang tertulis, dengan pendek, mengenai apa yang diajarkan di 13 sekolah-sekolah.‖ Ini adalah beberapa masalah serius yang dihadapi para pendidik selama periode transisi revolusioner. Kalau anda memperkenankan saya, Antonio, saya ingin menambahkan sesuatu yang akan lebih menjelaskan apa yang anda sudah katakan sebelumnya. Adalah sangat jelas, bahwa pendidikan yang baru, yang harus dipahami pada dasarnya sebagai suatu pendidikan dalam proses pembaruan yang terus menerus, tidak diciptakan sebagai suatu keseluruhan yang komplit setelah revolusi mulai berkuasa. Hal ini, dalam beberapa dimensi, sudah dimulai jauh sebelumnya: dalam mobilisasi dan organisasi rakyat untuk melakukan perjuangan. Dalam seluruh proses politis ini maka ada pekerjaan pendidikan yang terus berlangsung, yang hampir selalu tidak dapat dilihat, tetapi sangat penting maknanya. Pekerjaan ini dapat dibangun pada masa transisi, kalau dilakukan suatu upaya untuk mensistematiskan pendidikan yang baru ini. Menuju suatu kebudayaan nasional populer Antonio: Kita tidak dapat mengubah sejarah sekehendak kita. Seperti yang kita katakan, kita harus mempunyai gambaran dari masa depan yang dapat diterjemahkan ke dalam kenyataan. Kalau tidak demikian maka akan sulit untuk mengubah kenyataan. Kini saya ingin lebih mendalami analisis kita mengenai perbedaan-perbedaan ini, yang telah kita identifikasi, terutama pada masyarakat-masyarakat Afrika. Perbedaan-perbedaan ini harus turut diperhitungkan, harus menjadi elemen-elemen yang memampukan kita mencapai suatu konsepsi baru tentang kekuasaan, tentang pendidikan dan hubungan-hubungan manusia, sebauh konsepsi baru tentang umat manusia dalam hubungannya dengan dunia ekonomi, dunia alam lingkungan hidup dan seterusnya. Saya ingin menuntun anda lebih jauh, Paulo, mengenai masalah kebudayaan nasional dan kebudayaan populer itu. Saya ingin agar anda kembali memikirkan mengenai kedua konsep ini: apakah keduanya dalam posisi saling berlawanan, atau tidak? Bagaimana keduanya dapat muncul dalam satu proyek untuk suatu kebudayaan populer nasional dan menciptakannya? Paulo: Saya ingin mengatakan bahwa topik yang anda usulkan itu dapat membawa kita ke dalam suatu diskusi mengenai berbagai masalah, termasuk misalnya, keuniversalan dari kebudayaan populer itu, yang didiskusikan oleh Gramsci dalam terang internasionalisme 14 Marxisme. Saya ingin menyebut dalam hubungan ini pekerjaan yang luarbiasa dari pengajar Belajar bertanya



dan filosof dari Brasil itu, Marilena Chaui, dari Universitas Sao Paulo, di mana ia memeriksa secara mendalam masalah unsur-unsur nasional dan unsur-unsur populer di dalam 15 kebudayaan Brasil. Ini adalah suatu studi yang perlu dipelajari secara mendalam—seperti buku-bukunya yang lain—dan bukan hanya sibaca begitu saja. Tetapi, walau[un demikian saya ingin mengatakan bahwa sangat sulit buat diri saya untuk mengambil suatu kelas masyarakat, seperti kelas saya, atau kelas anda, dan berbicara mengenai suatu kebudayaan nasional, tanpa mempermasalahkan masalah kelas. Sebab faktanya adalah bahwa bagi kelas-kelas dominan, maka kebudayaan nasional ini adalah bagian dari alam semesta kelas mereka—gagasan-gagasan mereka, kepercayaan-kepercayaan mereka, dan selera-selera mereka. Non-kebudyaan nasional mereka adalah ―kevulgaran‖ dari kelas-kelas populer, ―korupsi-korupsi bahasa,‖ kurangnya pengetahuan, bahasa Portugis dari massa rakyat yang ―tidak gramatis‖ itu. Lebih dari pada itu, kelas-kelas populer, walaupun dicoba dipengaruhi oleh upaya-upaya ideologis dari kelas-kelas dominan itu sangat berkuasa, tidak menemukan diri mereka di dalam banyak unsur yang dinyatakan sebagai ―nasional‖ oleh kelas-kelas dominan. Sebaliknya malahan mereka sangat mengetahui bahwa pada dasarnya apa yang dinyatakan sebagai ―nasional‖ itu seringkali, dalam banyak kasus, merupakan suatu kekuasaan yang merendahkan dan mengecilkan mereka. Jadi menurut pengamatan saya kelihatannya bahwa salah satu dari tugas-tugas penting yang harus dilkukan dalam proses mengubah suatu masyarakat kelas, dengan menjembatani perbedaan-perbedaan kelas-kelas dominan dengan kelas-kelas yang didominasi—yang juga menyaratkan diubahnya cara-cara kapitalis untuk berproduksi—adalah melakukan suatu penemuan kembali yang kritis mengenai kebudayaan dan bahasa. Jadi sekali lagi kita kembali pada pertanyaan mengenai penemuan kembali kekuasaan. Mari kita bahas bahasa, yang tidak dapat dipikirkan terpisah dari hubungan antar kelas, terpisah dari kondisi-kondisi ekonomi, terpisah dari kekuasaan. Siapakah yang menentukan apakah suatu pola berbicara yang tertentu itu benar, atau berpendidikan? Apabila ada suatu pola bahasa yang berpendidikan, maka ada suatu pola bahasa yang berpendidikan, maka ada suatu pola bahasa yang tidak berpendidikan! Bahasa siapakah yang berpendidikan dan bahasa siapa yang tidak? Siapa yang mengatakan bahwa bahasa anak-anak dan orang-orang tidak berpendidikan itu tidak tepat atau tidak gramatis? Siapakah yang berbicara mengenai ketidakmampuan untuk berpikir secara abstrak, dari ketidakkonsistenan di dalam bahasa-bahasa kelas-kelas populer yang didominasi itu? Ini semuanya dilakukan oleh mereka yang mempunyai kekuasaan, dan dalam proporsi sesuai dengan kekuasaannya, demi memnuhi kepentingan-kepenting mereka sendiri. Mereka yang mempunyai kekuasaan 16 ekonomis menentukan mereka yang tidak mempunyai kekuasaan ekonomis. Jadi dengan demikian kelas-kelas yang didominasi dapat menentukan kelas-kelas dominan kalau mereka merebut kekuasaan dengan mengambil kekuasaan itu dari mereka. Jadi dengan demikian saya berpikir bahwa perubahan cara berproduksi yang kapitalis menjadi cara berproduksi yang sosialis, penemuan kembali kekuasaan itu, juga harus diarahkan ke arah penemuan kembali bahasa, pada penciptaan sintaks yang baru. Dengan cara tersebut kita secara berangsur-angsur bergerak ke situasi di mana tidak akan ada lagi bahasa dari para penguasa, dengan gramatik yang mereka gunakan sebagai alat kekuasaan mereka, tidak ada lagi bahasa ―tidak akurat‖ dari kaum yang dikuasai, yang dianggap sebagai tidak bernilai dan tidak logis, tetapi semacam perpaduan dialektis dari keduannya, suatu penjembatan dari dominasi dari bahasa yang satu atas bahasa yang satu lagi dan dari satu sintaks di atas yang satunya, pendeknya suatu penemuan kembali bahasa. Kalau kita semakin menyadari bahwa baik bahasa yang dominan dan bahasa yang didominasi tidak muncul di dalam suatu kehampaan, suatu vakum, tetapi sebaliknya di dalam peletakan nyta dari suatu sistem kemasyarakatan, dengan sekaligus mengimplikasikan adanya suatu hubungan kekuasaan dan suatu bidang perjuangan, maka kita dapat mengusahakan suatu sintesa, bukan sebagai suatu hasil idealisme dogmatis, tetapi untuk secara realitis memanfaatkan sistem sosial yang baru, kenyataan material memanfaatkan sistem sosial yang baru, kenyataan material yang baru, yang diberikan penemuan kembali masyarakat itu pada kita.



Belajar bertanya



Tidak sesuatu pun dari semua ini dapat terwujud, apabila, dengan bukannya mengambil posisi yang radikal revolusioner dan demokratis, kita mengambil sikap yang messianis dan elitis terhadap kelas-kelas populer itu. Kita harus benar-benar berada dalam komunitas sepenuhnya dengan mereka, atau kita tidak akan pernah menerima sintesa ini. Jadi, justru pada saat kita harus menemukan kembali kekuasaan itu, maka kita harus menemukan kembali bahasa dan kebudayaan. Jadi dengan demikian revolusi itu akan berkembang ke arah satu kebudayaan nasional dengan menjembatani antagonisme-antagonis-me kelas. Antonio: Saya setuju sepenuhnya dengan analisis mengenai kebudayaan nasional ini sebagai suatu manifestasi dari kelas-kelas yang dominan di dalam suatu masyarakat kelas. Anggota-anggota dari kelas yang dominan adalah mereka-mereka yang dapat menentukan apa itu kebudayaan nasional dan apa yang tidak. Kita sependapat dalam masalah ini. Konsep mengenai kebudayaan populer ini jelas sekali berhubungan dengan pengetahuan rakyat banyak, pada unsur-unsur perlawanan atau unsur-unsur yang bukan perlawanan, campuran dari penerimaan terhadap dominadi dan penolakan terhadapnya. Hal ini dapat membentuk apa yang kita sebut sebagai ―kebudayaan populer‖. Tetapi suatu kebudayaan dari rakyat sebaiknya bukan hanya menyediakan unsur-unsur untuk perubahan, atau menemukan kembali kekuasaan, tetapi juga menyediakan unsur-unsur untuk menemukan kembali kebudayaan, bahasa, sastra dan seni, untuk menemukan kembali cara bagaimana rakayat itu makan dan minum, atau dengan ungkapan lain, untuk menemukan kembali hidup. Sebab, dalam definisi akhirnya, menciptakan suatu masyarakat baru berarti menemukan kembali masyarakat dan dalam proses itu suatu penemuan kembali diri sendiri, suatu penciptaan kembali diri sendiri, sebab dengan menciptakan diri sendiri, secara individual dan secara sosial, kita akan mengabuah masyarakat. Tantangan besar dari proses bersejarah dari perubahan adalah untuk mencapai sintesa yang dapat kita sebut sebagai suatu ―kebudayaan nasional populer‖, di mana suatu unsur-unsur pembentuk dari masyarakat itu berpartisipasi, di mana tidak ada lagi saling mendominasi satu terhadap yang lain, tetapi semua bergabung untuk menciptakan konsepsi yang baru mengenai sastra dan pendidikan, di dalam suatu masyarakat di mana semua secara bersama-sama secara sepenuhnya membentuk kebudayaan nasional populer itu, atau dengan kata-kata lain, di mana yang nasional itu mengandung semua yang berasal dari rakyat dan semua yang bukan berasal dari rakyat. Dengan cara tersebut yang nasional dan yang populer itu tidak lagi dianggap sebagai saling berlawanan, dan unsur nasionalnya tetap menjadi suatu kombinasi dari semua ekspresi kebudayaan dari semua masyarakat di mana tidak satu pun dari ekspresi-ekspresi tersebut memaksakan kekuasaan dan nilai pada yang lainnya. Singkatnya, kita kembali pada posisi di mana suatu masyarakat itu harus menjadi suatu masyarakat dialog, dengan adanya partispasi penuh, suatu masyarakat di mana setiap orang mempunyai suatu bagian kekuasaan, dan jumlah dari bagian-bagian tersebut menghasilkan kekuasaan itu sendiri. Mengarahkan kembali produksi Paulo: Tetapi saya ingin menambahkan satu poin pada pemikiran-pemikiran kita ini, yang berhubungan dengan pengarahan kembali dari produksi ke arah satu tujuan yang berbeda dari pembangunan, sebab tanpa proposal tersebut untuk kebudayaan kita tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Ketika saya masih bekerja untuk Dewan Gereja-gereja se-Dunia dan bersama-sama dengan Institute for Cultural Action sedang memberi konsultasi pada pemerintahan Guinea-Bissaau dalam bidang pendidikan, terutama pendidikan orang-orang dewasa. Saya pernaha mengadakan pembicaraan-pembicaraa dengan ahli ekonomi Brasil, Ladislau Dowbor, yang dimasa tersebut bekerja sebaga konsultan pada kementerian perencanaan perekonomian di Guinea. Dalam pembicara-pembicaraan tersebutkami memperbandingkan kekuasaan dari pidato-pidato yang progresif atau bahkan revolusioner mengenai pendidikan dan kebudayaan, dan inovasi-inovasi nyata yang diperrkenalkan dalam sistem pendidikan, Belajar bertanya



dengan kekuasaan yang berlawanan, yang diciptakan dengan implementasi sejumlah proyek-proyek yang diusulkan atau ditanamkan dalam pikiran para pemimpin oleh suatu perusahaan multinasional. ―Kadang-kadang,‖ Dowbor pernah mengatakan ―tujuan dari suatu negara seperti negara ini di tentukan dalam satu malam dengan diterimanya dua proyek ekonomi yang akan mendistorsi jalur yang ditandai untuk pembentukan kembali pendidikan dan kebudayaan.‖ Dimensi politis dari suatu pengarahan kembali dari produksi tidak terhindarkan akan terlibatkan partisipasi aktif dari massa-massa. Dengan demikian saya kembali pada satu titik yang anda tekankan ketika kita berbicara mengenai penemuan kembali kekuasaan itu—partisipasi yang semakin meningkat dari rakyat yang berkuasa dan penciptaan dari kekuasaan itu, yang tidak akan terjadi apabila massa-massa populer tidak berpartisipasi dengan suatu cara tertentu dalam perencanaan ekonomi dari masyarakat. Seberapa besarkah partisipasi dari massa-massa populer di dalam aktifitas yang produktif? Apakah mereka dikonsultasikan melalui berbagai saluran, melalui berbagai manifestasi-manifestasi lokal dari kekuasaan, mengenai apa yang seharusnya diproduksi? Antonio:…..atau untuk apa barang itu diproduksi … Paulo: … untuk tujuan apa dan untuk siapa. Untuk apa, untuk siapa, menentang apa atau menentang siapa. Pertanyaan-pertanyaan seperti ni kemungkinan akan menghasilkan sejumlah birokrat yang berkuasa, atau orang-orang yang beraspirasi ke birokrat yang berkuasa, atau orang-orang yang beraspirasi ke sana, untuk tertawa. Mereka yakin bahwa mereka sendirilah yang harus memutuskan, sebab mereka sudah mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Dalam opini saya, adalah justru karena kita terlalu mengetahui apa yang harus kita lakukan, sehingga kekuasaan itu tidak ditemukan kembali. Kekuasaan itu hanya diambilalih. Kekuasaan itu hanya berpindah tangan. Dalam rangka agar kekuasaan itu dapat ditemukan kembali, maka adalah sangat penting agar kita tidak mengetahui segalanya yang harus dilakukan. Kita tidak boleh terlalu yakin akan kenyakinan-kenyakinan kita! Tetapi kita tidak boleh, karena alasan-alasan tersebut, mengabaikan usulan-usulan mengenai apa yang harus dilakukan atau dicoba. Dengan mengatakan bahwa kita tidak boleh terlalu yakin pada kenyakinan-kenyakinan kita, saya tidak mengatakan bahwa perrjalanan yang benar adalah bergerak tanpa tujuan dengan mencoba menduga-duga apa yang harus dilakukan. Hal itu berarti mundur ke dalam spontanisme yang sudah kita kritik tadi, mengenai mana, seperti yang sudah anda katakan sebelumnya, lawannya yang positif bukanlah ototriterisme dan arogansi yang elitis. Apakah yang merupakan batasan sebenarnya dari partisipasi dan kebebasan dari serikat-serikat buruh? Mengubah arah dari kegiatan produktif dan dengan memiliki suatu pandangan demokratis mengenai apa yang sangat diperlukan untuk menemukan kembali kekuasaan dan kebudayaan, bahasa dan pendidikan. Pada dasarnya, tanpa suatu perrubahan arah, kita harus meneruskan mereproduksi suatu pemahaman elitis dan teknokratis dari produksi. Antonio: Saya berpikir bahwa analisis, Paulo, adalah secara sederhanan penerusan dari apa yang sudah anda katakan… Paulo:…tetapi tidak kurang penting… Antonio: …tetapi pada tingkat yang berbeda, tingkat pembangunan. Kalau kita mempertahankan bahwa penemuan kembali dari masyarakat itu melibatkan suatu penemuan kembali dari politik, kekuasaan dan pendidikan (yang berrmaksud bahwa masyarakat harus diubah di dalam suatu proses pembaruan yang terus-menerus), maka hal ini pasti menyertakan sekaligus suatu pemikiran kembali bukan hanya mengenai konsep pembangunan itu, tetapi juga implementasinya, proses produktif itu sendiri sebagai prosesnya itu, yang dipahami bukan sebagai proses produktif yang bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi, tetapi sebagi proses untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sejati.



Belajar bertanya



Kelihatannya bagi diri saya bahwa dalam bidang pembangunan, kita perlu memformulasikan pertanyaan mengenai kebutuhan-kebutuhan tersebut. Saya mengatakan hal ini sebab sebuah pola baru mengenai pembangunan, pada dasarnya harus merupakan suatu respons pada kebutuhan-kebutuhan mayoritas; dan, agar ini terjadi, adalah sangat penting untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan tersebut, bersama dengan jenis baru intelektual ini yang telah masuk ke dalam perasaan massa-massa populer dan membuat perasaan kelas-kelas itu perasaan mereka sendiri. Mereka ini pada dasarnya berkepentingan dengan kebutuhan-kebutuhan vital yang mendesak dari massa-massa populer. Saya berpikir bahwa mengubah arah dari proses produktif, Paulo, berarti mempertahankan situasi di mana proses itu menentukan kebutuhan-kebutuhan dengan menentukan apa yang harus dimakan, diminum, didengar, dipakai dan dipelajari rakyat. Proses produktif, sebelum berproduksi secara aktif, harus menjadi suatu kegiatan penemuan dari kebutuhan-kebutuhan rakyat agar dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhan ini. Tidak dapat diingkari bahwa, ketika menanggapi kebutuhan-kebutuhan rakyat, maka kebutuhan-kebutuhan baru akan timbul. Jadi pembangunan itu adalah suatu penemuan kembali, suatu pembentukan kembali dari proses pembangunan yang nyata, sebab hal itu akan menjadi suatu aksi dari respons yang terus-menerus pada kebutuhan-kebutuhan esensial dari rakyat dan terkait secara fundamental terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dan dengan demikian kita kembali pada masalah mengenai pertanyaan-pertanyaan esensial di mana rakyat itu menanyakan pada dirinya sendiri dalam rangka mencapai kebahagiaan. Sebab, dalam definisinya yang terakhir, rakyat itu berbahagiaan. Sebab, dalam definisinya yang terakhir, rakyat itu berbahagia ketika mereka menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka, kebutuhan-kebutuhan yang perlu mereka hadapi sebagai bagian dari suatu proses. Ini bukan kebutuhan-kebutuhan mati yang tak dapat dubah: kebutuhan-kebutuhan itu adalah kebutuhan-kebutuhan yang terus berkembang sejalan dengan proses perkembangan sejarah. Saya berpikir, kita seharusnya perlu menekankan bahwa merupakan tugas dari rakyat untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka sendiri sebagai aksi perlawanan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dipaksakan dari luar dengan suatu proses produktif yang menimbulkan perasaan asing yang ditentukan oleh kelas-kelas dari ekonomi dunia. Jadi dengan demikian, produksi kembali atau penemuan kembali kebutuhan-kebutuhan dari rakyat sehingga dapat menyingkirkan kebutuhan-kebutuhan yang dipaksakan dan untuk menemukan kembali kebutuhan-kebutuhan nyata mereka. Saya berpikir, Paulo, bahwa, untuk memberikan suatu makna konkret dari diskusi mengenai kebutuhan-kebutuhan ini, maka akan sangat bermanfaat untuk memberikan suatu contoh-contoh nyata yang diambil dari pengalaman kita, terutama dari Afrika dan mungkin dari Amerika Latin, yang dapat mengkonfirmasi kontradiksi di antara suatu proses produktif yang seharusnya memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan malah menentukan kebutuhan-kebutuhan. Paulo: Tepat sekali. Saya berpikir bahwa pemikiran-pemikiran kita mengenai mengarahkan kembali produksi—tanpa makna kita tidak dapat menemukan kembali kebudayaan, bahasa atau pendidikan—perrlu diberi semacam arti, sehingga kita tidak memberikan kesan sebagai hanya menjadi pemimpin belaka! Dengan demikian kita harus memperrkenalkan kesulitan-kesulitan laurbiasa yang secara sehari-harinya dikonfrontasikan para pemimpin politis dari sebuah negara kecil yang baru-baru ini terlepas dari penindasan kolonial. Para pemimpin negara menerima, disebabkan oleh opurtunisme ataupun oleh karena pilihan bebas mereka sendiri, sebuah kebijaksanaan neo-kolonialis, yang membiarkan negara tersebut tetap terrjajah (tetapi dengan tanggungjawab-tanggungjawab yang lebih rendah dari sebelumnya sebagai kekuatan sebagai penjajah nyata itu!, ataupun mereka akan menerima menjalani jalur kemerdekaan yang sulit itu. Kita jangan berada di bawah bayangan-bayangan semu bagaimana suatu negara muda mencapai kemerdekaan di dalam suatu situasi mengenai kepentingan-kepemtingan ekonomis, ideologis dan politis. Saya ingat komentar-komentar yang saya terima dari menteri-menteri pemerintah di berbagai negara di Afrika, dengan mana saya mempunyai hubungan pribadi dan bukan hanya hubungan profesional, mengenai tekanan-tekanan luarbiasa yang mereka hadapi, baik dari pemerintahan-pemerintahan maupun dari organisasi-organisasi yang menspesialisasikan diri dalam pembangunan. Mereka memberitahukan saya tentang kunjungan-kunjungan Belajar bertanya



–kadang-kadang tidak diundang dana sangat melelahkan—oleh teknisi-teknisi dari perusahaan-perusahaan yang berspesialisasi dalam pembangunan, yang akan tiba dengan tas-tas mereka penuh dengan solusi-solusi untuk menyelamatkan pemerintahan nasional itu. Mereka pada umumnya mencoba untuk menyakinkan suatu pemerintahan tertentu, bagaimana penting dan perlunya, untuk membangun suatu pabrik sari buah, atau suatu pabrik pemintalan. Pabrik apa saja. Pada dasarnya, apa yang sebenarnya pada umumnya mereka lakukan, dengan mungkin beberapa kekecualian, adalah memaksakan suatu kebutuhan, seperti yang anda katakan tadi. Sudah jelas, bahwa proyek-proyek tersebut diajukan dengan maksud akan memicu pembangunan. Perusahaan yang sebenarnya mengajukan proyek tersebut hampir selalu melaksanakan mencarikan pendanaan, dan mendapatkan persentase yang lumayan dari keuangan yang didapatkan. Secara keseluruhan, menurut informasi yang mereka berikan pada saya, proyek-proyek tersebut umumnya membantu menjatuhkan negara tersebut ke dalam hutang-hutang dan bukannya membantu kemerdekaannya. Mereka memperkenalkan perralatan-peralatan teknologi yang akhirnya tidak digunakan sebab tidak berkaitan dengan konteks. Saya berpikir bahwa pada titik pemikiran ini kita perlu menjelaskna dua hal. Pertama mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi para pemimpin dalam keadaan-keadaan yang baru kita gambarkan, saya tidak mengatakan bahwa para pemimpin itu tidak mempunyai kesalahan dalam kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan itu. Beberapa proyek pernah saya dengar, yang tidak mempunyai guna atau hampir tidak mempunyai guna pada rakyat, telah dilaksanakan dengan menentang kehendak dari badan-badan konsultan yang bertanggung jawab. Kedua, dalam menyangkut permasalahan memperkenalkan teknologi yang tidak sesuai pada konteks dengan memaksakan proyek-proyek pada situasi itu, saya tidak mengatakan bahwa negara-negara Afrika jangan melakukan lompatan teknologi ke depan. Tetapi apa yang perlu adalah bahwa kemajuan teknologi itu jangan merupakan suatu pemaksaan atau invasi kebudayaan. Dalam analisis terakhirnya, sangat jelas bahwa perjuangan yang harus dilakukan untuk memperrtahankan kemerdekaan yang sudah di dapatkan itu, kemerdekaan sebagai pernyataan diri nasional, adalah tidak kalah sulitnya dengan perjuangan untuk merebut kemerdekaan itu sendiri. Jadi perjuangan itu menjadi berrjarak dari massa-massa populer, kadang-kadang terhambat oleh dan di dalam birokrasi yang diwariskan itu, dan kadang-kadang dituntun oleh suatu ideologi otoriter yang elitis, walaupun atas nama revolusi, maka mereka tidak mempunyai sarana untuk mempertahankan suatu masyarakat dalam proses pembebasan. Mimipi awal mengenai pembebasan, mengenai otonomi dan mengenai kemerdekaan hancur dalam puing-puing. Pada suatu titik tertentu dalam suatu proses seperti ini jarak dari para pemimpin dari massa-massa itu menjadi begitu jauh, sehingga mereka harus menggunakan sarana-sarana otoriter untuk mendisiplinkan dan mengontrol semuannya dan terutama semua orang. Tindakan-tindakan keamanan diambil untuk semua orang. Tindakan-tindakan keamanan diambil untuk semua waktu dan kemungkinan, dengan hasil bahwa para pemimpin menjadi tawanan-tawanan dari keamanan mereka sendiri—pada dasarnya suatu keamanan yang dipersenjatai terhadap rakyatnya sendiri. Para pemimpin yang menuju ke arah perubahan yang radikal, bahkan di negara yang besar seperti di Brasil, yang dari suatu sudut pandang yang kapitalis telah mencapai tingkat perkembangan yang cukup memuaskan dalam kemampuan produktifitasnya, dan juga dalam tingkat modernisasinya, harus sadar terhadap suatu negara seperti Brasil, dalam pengalamannya mengenai proses menyakinkan dirinya sendiri terhadap tekanan-tekanan seperti ini dari pada negara-negara yang kita hadapi dan di mana kita bekerja sama dengan mereka di Antonio. Tetapi dalam masalah apapun kita harus menjelaskan sekali lagi bahwa apabila kita berbicara mengenai pengarahan kembali dari produksi dan penemuan kembali kekuasaan, kebudayaan dan pendidikan, bahwa kita sangat sadar pada banyaknya kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan yang terlibat. Kebutuhan untuk memulai dari mana rakyat itu berada Antonio: Saya merasa bahwa kita sadar, Paulo, dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi negara-negara yang ingin menjadi merdeka dan untuk mengubah arah dari produksi, dan juga Belajar bertanya



sadar mengenai tekanan-tekanan yang dilakukan organisasi-organisasi pemerintah dan non-pemerintah, baik nasional dan internasional, yang terkait dengan pembangunan dan yang mengambil alih cara-cara tertentu, kadang-kadang tidak secara sadar, dengan tujuan dalam banyak kasus untuk menolong negara-negara tersebut untuk menyelesaikan masalah pembangunan. Sudah pasti, semua alternatif-alternatif ini mulai dari suatu konsepsi yang salah mengenai proses produksi, sebab mereka tidak mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan nyata dari rakyat, tetapi sebaliknya mengusulkan suatu proses pembangunan yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisik negara tersebut. Saya tidak mengatakan bahwa negara tersebut tidak perlu menjaga hubungan dengan ekonomi dunia, pada mana negara itu berintegrasi, dan pada mana ekonominya sendiri tergantung. Tetapi mengubah masyarakat haruslah berusaha untuk merekonsiliasi tekanan-tekanan dari luar ini dan solusi dari problem-problem konkret dari rakyatnya. Dalam kebanyakan dari kasus-kasus tersebut, ada masalah-masalah yang mudah untuk diselesaikan, untuk masalah-masalah yang mana rakyat itu sendiri mempunyai solusi-solusinya melalui pengetahuan mereka sendiri. Saya berpikira bahwa suatu pembentukan kembali proses pembangunan apa pun harus dimulai bukan hanya dengan menemukan kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat (yang seharusnya ditemukan kembali dan didefinisikan kembali oleh mereka sendiri) tetapi juga dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki rakyat bagaimana menanggapi kebututuhan-kebutuhan ini. Semua pemerintah di mana rakyat itu merupakan pemimpin, harus belajar untuk mengenal tekanan-tekanan ini dari luar, baik dari teman-teman maupun dari lawan-lawan. Usaha apa pun untuk sampai pada suatu konsepsi batu, suatu reorganisasi pembangunan, dalam rangka menanggapi kebutuhan-kebutuhan ini, harus mulai dengan pengetahuan dan teknik-teknik yang dimiliki oleh rakyat. Seperti yang sudah kita katakan, suatu proyek politis apa pun harus turut mempertimbangkan pemahaman dan pengetahuan rakyat, mempertimbangkan tanggapan-tanggapan empiris yang dilakukan oleh rakyat akibat kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. Dan, mulai dari sana, kita membuka suatu ruang bagi mereka lebih jauh agar mereka bisa menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka, bisa menemukan kebutuhan-kebutuhan mereka dan mendefinisikannya. Merekapun diberi kesempatan untuk menciptakan kembali teknologi-teknologi, atau untuk menggunakan teknik-teknik dan pengetahuan tersebut secara penuh yang memampukan mereka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Saya percaya sepenuhnya bahwa kita dapat mengajukan suatu bentuk pembangunan yang berbeda yang secara berangsur-angsur akan menanggapi kebutuhan-kebutuhan sejati dari rakyat, tetapi dengan disertasi oleh imajisejati dari rakyat, tetapi dengan sisertai oleh imajinasi dan partisipasi mereka, dengan aksi-aksi, refleksi-refleksi dan pengetahuan mereka. Akan merupakan suatu gagasan yang baik untuk memberikan sejumlah contoh-contoh agar kita dapat melihat bagaimana pengetahuan yang dimiliki rakyat untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka itutidak menggunakan dan dinilai terus-menerus secara rendah. Saya dapat bercerita misalnya mengenai bagaimana, di Guinea Khatulistiwa, berbagai organisasi bantuan yang berkeinginan membantu menyelesaikan masalah-masalah dari rakyat di Guinea mengajukan suatu usul untuk meningkatkan produksi ikan, sebab mereka menyadari bahwa rakyat itu kurang makan, sehingga oleh sebab itu perlu untuk meningkatkan nilai protein mereka. Untuk tujuan tersebut mereka memberikan bantuan untuk memekanisasi produksi dan mengusulkan agar produk-produk tersebut diawetkan. Pengawetan tersebut adalah dengan jalan pendinginan. Tetapi menciptakan es di negara-negara tropis membutuhkan energi. Dan di mana energi itu dapat ditemukan? Energi itu diproduksi dengan menggunakan minyak atau listrik. Dan bagaimanakah hal-hal ini dapat diperoleh di dalam suatu negara yang tidak mempunyai listrik dan kesulitan untuk memproduksi minyak? Tetapi hal itu pasti dapat dilakukan, apabila kita terbuka untuk menghargai teknologi-teknologi populer, atau kembali menghargainya, bersedia untuk mencari cara-carapengawetan yang secara tradisional digunakan oleh rakyat. Dan cara-cara mereka itu menggunakan energi yang ditemukan di alam, energi dari api (di dalam suatu negara yang ditutupi hutan-hutan dan Belajar bertanya



kayu-kayuan, kayu sangat mudah didapat) atau dari panas matahari (di suatu negara tropis matahari itu bersinar sepanjang tahun) sehingga masalah mengawetkan metode-metode tradisional. Paulo: Anda dapat melihat, Antonio, dari contoh yang anda berikan itu, yang berbicara untuk dirinya sendiri, bagaimana rakyat dan lembaga-lembaga untuk dimotivasi oleh keinginan untuk membantu ternyata sangat kuat untuk dipengaruhi dengan ideologi otoriter yang menilai pengetahuan ilmiah dan teknologi maju secara berlebihan, dan kurang menghargai pengetahuan dan teknologi rakyat. Menurut ideologi otoriter ini, ideologi ―whiteness‖, penguasa adalah inti dari pengetahuan yang mengetahui segalanya, sedang rakyat dianggap tidak mengetahuia apa-apa. Penguasa adalah pusat yang menentukan, sementara rakyat merupakan obyek dari keputusan-keputusan mereka. Dalam contoh yang anda berikan tadi, kita dapat melihat bahwa ideologi yang otoritere ini telah mempengaruhi para pengikutnya untuk berpikir bahwa rakyat tidak mampu membuat teknologi-teknologi mengenai pengawetan makanan. Oleh karena itu tidak seorang pun yang mau berupaya untuk bertanya atau menyelidiki teknologi-teknologi yang diketahui rakyat banyak. Sekali lagi, ini adalah masalah pertanyaan utama. Contoh yang anda berikan itu merupakan bukti-bukti selanjutnya bagaimana pertanyaan utama itu mengjadi hilang di bawah kekuatan membanjir dari jawaban-jawaban. Organisasi dalam contoh tersebut sama seklai tidak mengajukan pertanyaan pada penduduk. Organisasi tersebut sudah membawa serta suatu jawaban tentang teknologi pendingin, yakni sebuah kulkas! Sekiranya mereka bertanya, maka mereka akan menemukan bahwa penduduk, dalam perrjalanan perjuangan untuk kelangsungan hidup mereka sendiri, telah menemukan jawaban-jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan mendasar mereka. Hal ini sangat mengagumkan! Antonio: Proyek apapun dengan tujuan membantu perkembangan tidak boleh hanya bertujuan untuk menemukan bersama dengan rakyat apa sebenarnya kebutuhan-kebutuhan mereka, tetapi juga untuk menemukan bentuk-bentuk tradisional untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hanya sebagai lanjutan terhadap langkah-langkah tersebut kita mampu mengusulkan teknologi-teknologi dari kebudayaan-kebudayaan yang lain, teknik-teknik sederhana yang dapat secara mudah diambil alih oleh rakyat. Kita dapat menyebut teknologi tersebut sebagai teknologi yang sesuai. Namun, seluruh proses pendidikan ini—dan ini memang suatu proses pendidikan—mengenai menyelesaikan masalah-masalah rakyat harus, ini saya tekankan, muali dari pengetahuan yang empiris, yaitu kekuasaan dari rakyat untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka. Lebih dari pada itu, Paulo, tidak menanyakan pertanyaan yang mendasar dalam rangkan menemukan jawaban-jawaban yang sesuai menyangkut sejumlah akibat-akibat yang sangat berat pada tingkat kebudayaan. Suatu masyarakat yang secara kebudayaan terbiasa makan ikan yang diasap terpaksa harus mengubah kebiasaan makannya apabila suatu teknologi yang dipaksakan, seperti pendinginan, diperkenalkan. Paulo: …dan dengan demikian mengubah selera mereka. Dan selera adalah masalah kebudayaan! Antonio: …Memang betul, suatu masalah kebudayaan (tertawa). Dan kemudian pertanyaan mengenai perlawanan mulai muncul. Suatu masyarakat seperti ini sudah pasti tidak akan makan ikan segar, sebab hal ini berarti putus dengan tradisi.Kini saya bukannnya mengatakan bahwa tradisi-tradisi seperti ini jangan berubah. Kalau memang rakyat memutuskan untuk melakukan perubahan, maka suatu kebiasaan atau kebudayaan itu bisa saja kita ubah. Paulo: Tentu saja. Amilcar Cabral sering berbicara mengenai kebutuhan untuk mengatasi apa yang dinamakannya ―unsur-unsur negatif dalam kebudayaan.‖ Antonio: Kalau kita dapat mempertahankan selera-selera rakyat, kebudayaan mereka, sambil menyelesaikan masalah-masalah mendasar mengenai kurang makan, mengapa kita harus mencari-carai jalan pada teknik-teknik yang lain yang akan mengubah proses kebudayaan Belajar bertanya



yang dilancarkan oleh rakyat sendiri dan dengan berbagai cara sudah menghasilkan suatu solusi pada masalah-masalah mereka? Jadi ini semau adalah suatu kecenderrungan masa kini untuk melakukan perubahan-perubahan dan suatu penciptaan kebutuhan-kebutuhan yang lain dari kebutuhan-kebutuhan sebenarnya dari rakyat. Saya dapat memberikan suatu contoh yang lain yang saya kira juga penting. Saya kembali dari Zaire, dari suatu daerah dengan masalah yang sama: kurang pangan. Daerah ini, sebelum massa penjajahan, mempunyai suatu cara hidup yang tradisonal yang dinamakan ―budaya roti‖. Rakyat itu terbiasa untuk menanam gandum dan hidup dari bentuk produksi seperti ini, yang membentuk suatu struktur masyarakat yang tertentu. Di masa itu suatu kebudayaan seperti itu masuk di akal karena tanah di daerah itu mampu menumbuhkan tanam-tanaman seperti itu menghasilkan makanan yang cukup. Tetapi karena penjajah telah menghabiskan hutan-hutan dan mengubah tanah pertanian yang subur itu menjadi tanah yang tandus, maka kebudayaan roti seperti itu tidak mencukupi lagi. Jadi rakyat itu harus menemukan jalan-jalan yang baru untuk menyelesaikan masalah-masalah mendasar mereka, yaitu kekurangan pangan yang berlangsung terus menerus, untuk puluhan tahun lamanya. Ada suatu proyek kerjasama Italia-Zaire yang disponsori oleh FAO untuk memperkenalkan tanam-tanaman yang baru dan tehnik-tehnik pertanian yang baru. Metode-metode yang baru ini mirip dengan metode-metode Eropa yang termekanisasi. Tetapi, Paulo, mekanisasi ini hanya akan bertahan selama proyek tersebut bertahan: kalau proyek itu berakhir maka traktor-traktor dan mesinnya, yang membutuhkan devisa asing agar terus bekerja, akan diam tidak terpakai, sebab produksi negara tersebut tidak dapat bersaing pada tingkat internasional untuk menghasilkan devisa asing ini. Jadi dilakukan suatu upaya yang dari satu segi mencoba memperkenalkan teknologi-teknologi yang tidak diadaptasikan pada pengetahuan rakyat, tanpa bertanya pengetahuan apakah yang dimiliki rakyat untuk membantu mereka menyelesaikan masalah-masalah mereka; dan dari segi lain dilakukan suatu usaha untuk memperkenalkan tanam-tanaman baru, mungkin dengan kandungan protein yang lebih tinggi, seperti kedelai, jagung, dsb, tanpa mencari tahu dari rakyat tersebut tingkat penerimaan kebudayaan maupun selera yang dapat mereka temukan; sebab tidak dapat di jamin bahwa setiap jenis makanan akan ditoleransi secara kebudayaan ataupun secara selara oleh suatu masyarakat tertentu. Sudah dibuktikan misalnya, bahwa susu, suatu jenis makanan yang paling kaya kandungan proteinnya, tetapi dapat diterima oleh tubuh masyarakat-masyarakat tertentu, sebab menghasilkan reaksi-reaksi alergis. Jadi sebelum suatu proposal diajukan, terlebih dahulu sangat penting untuk mengetahui apakah respon-repon kebudayaan maupun selera terhadap inovasi-inovasi tersebut. Lebih jauh daripada itu kita tidak Boleh lupa, bahwa perhatian dari organisasi-organisasi nasional maupun internasional, yang dimulai dari suatu kebutuhan nyata, yaitu untuk menghapuskan masalah-masalah kekurangan pangan, walaupun tidak secara sadar, mungkin juga adalah suatu re4spons terhadap kebutuhan-kebutuhan industri internasional. Walaupun ini semua memang merupakan usaha-usaha yang sungguh-sungguh untuk benar-benar membantu rakyat menyelesaikan masalah-masalah mendasar mereka, tetpai proposal-proposal oleh organisasi-organisasi nasional dan internasional sudah pasti gagal kalau tidak turut mempertimbangkan faktor-faktor kebudayaan, faktor-faktor organisasi sosial, dan faktor pengetahuan empiris rakyat sendiri, yakni pengetahuan mengenai teknologi-teknologi mereka dan kebutuhan-kebutuhan nyata mereka. Dalam hubungan ini, Paulo, ada suatu masalah yang lain, yang juga penting, dan juga sudah pernah saya singgun sampai taraf tertentu; yaitu kebutuhan untuk menemukan tingkat perlawanan terhadap solusi-solusi tertentu yang dibawa dari luar. Di Bolivia, dalam pembicaraan-pembicaraan saya dengan kaum Indian suku Aymara mengenai keperluan untuk meningkatkan kandungan protein dalam mengatasi masalah kekurangan makanan, saya belajar bahwa ada sejumlah kepercayaan-kepercayaan, yang sekiranya tidak kami ketahui, akan menghambat kami untuk menemukan jawaban-jawaban yang cocok. Seorang ibu Aymara bercerita pada saya mengenai suatu kepercayaan yang umum di antara wanita-wanita Aymara bahwa memberikan susu atau telur pada bayi-bayi akan membuat bayi-bayi tersebut menjadi terancam terlambat belajar bicara atau atau malahan tidak akan pernah belajar berbicara. Dengan kata lain, bagi Belajar bertanya



mereka, memberi bayi-bayi susu atau telur membuat bayi-bayi tersebut terancam bahaya besar. Oleh sebab itu ibu-ibu mereka tidak perrnah memberi bayi-bayi mereka susu ataupun telur. Bayangkanlah apa yang kita capai apabila dalam suatu perjalanan kampanye promosi pendidikan kita menekankan bahwa sangat perlu untuk mengajar orang-orang ini bahwa susu dan telur harus diberikan pada bayi-bayi agar berkembang normal sebagai manusia. Ada kepercayaan-kepercayaan yang kita tidak ketahui asal-usulnya, tetapi yang kita—kita dan mereka—harus temukan. Paulo: Akan sangat menarik untuk melakukan suatu penelitian yang dapat menerangkan alasan-alasan terhadap kepercayaan seperti ini. Sudah jelas bahwa suatu kepercayaan seperti ini, ataupun yang lain, di dalam suatu peletakan kebudayaan yang total, tidak muncul begitu saja. Ada suatu alasan tertentu untuk itu. Ketika anda tadi sedang berbicara, saya teringat pada suatu kursus pelatihan untuk pendidik-pendidik kampanye anti-buta huruf yang Elza dan saya koordinasikan di Sao Tome e Principe. Hal ini merupakan satu dari eksperimen yang paling baik yang kami miliki di Afrika—melatih para pemimpin dengan cara yang sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin teori dan praktek itu satu. Dari mulai hari kursus kedua, ketika kami dan para partisipan mengunjungi daerah kegiatan mereka dalam rangka mempelajari ―alam bahasa‖ dasar, dan sesudah sejumlah diskusi teoritis yang didasari pada penelitian mereka sendiri serta seleksi-seleksi kata-kata yang generatif, maka setiap peserta diberi tanggungjawab untuk mengkoordinasikan suatu kelompok diskusi. Pada hari berikutnya kami menggunakan seluruh pagi hari untuk mendiskusikan pengalaman-pengalaman yang di dapat pada sore hari sebelumnya. Kelompok para partisipan itu sangatmenyadari dari nilai politis peranan mereka—berperanan menolong dalam pelatihan para pendidik masa depan. Saya sangat teringat akan seorang partisipan, yang selalu diam, tetapi sangat berperhatian dan tertarik. Ia bekerja di Kementerian Kesehatan sebagai pekerrja kesehatan rakyat. Di antara kehadiran pada siswa anti buta huruf ia membuktikan dirinya sebagai seorang pendidik bermutu tinggi. Bersemangat. Beruha. Kata generatid yang akan digunakannya adalah ―kesehatan‖. Dengan cara kodifikasi, ia memilih untuk mendramatisasikan suatu situasi dari 17 masa penjajahan. Saya sangat berbahagia dapat menyaksikannya beraksi. Ia melakukan sandiwara, balet, musik—ia melakukan segalanya dengan badannya dan dengan suaranya. Pada dasarny ia mengundang para sesama pesertanya untuk membaca gerak-gerik badannya, untuk mempelajari kesatuan dari badannya dengan sejumlah kata yang disebutkannya untuk dapat samap pada kata generatif ―kesehatan‖. Dan justru di dalam dramatisasi dan dialog ini, ketika ia memanggil berbagai reaksi dari para penontonnya terhadap berbagai pertanyaannya mengenai makanan agar dapat sampai pada kata ―kesehatan‖, ternyata kelompok siswa pengajar buta huruf tiba pada hubungan yang sama mengenai telur/susu dan kesehatan yang buruk. ―Para penjajah menanamkan dalam pikirapikiran orang-orang jajahan‖, beberapa dari mereka mengatakan, ―bahwa makan telur itu berbahaya. Dengan demikian, daripada memakannya, mereka menjual telur ayam-ayam mereka pada para penjajah dengan harga sangat murah.‖ Ternyata, kepercayaan mengenai bahaya telur itu mungkin saja berasal dari kepentingan para penjajah untuk menggunakan telur-telur itu untuk diri mereka sendiri! Ketika anda baru saja mengatakan hal tersebut, saya teringat akan pengalaman saya si Sao Tome itu dan saya lalu berpikiran bahwa akan sangat menarik untuk menemukan sumber-sumber paling awal dari kepercayaan mengenai kerusakan yang dapat diakibatkan susu dan telur pada anak-anak. Terlepas dari itu, anda bernar kalau mengatakan bahwa suatu tradisi, yang tentunya berumur sangat lama, tidak dapat dipatahkan secara sederhana oleh apa yang dikatakan seorang penyuluh kesehatan atau seorang pendidik. Hal itu harus diatasi bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan aksi, dan memakannya di hadapan para ibu, agar mereka dapat menyaksikan, dan sekaligus dengan melakukan aksi itu dapat diselidiki asal-usul keyakinan tersebut. Antonio: …yang harus ditemukan! Mengapa keyakinan seperti ini begitu dalam tertanam di benak para ibu-ibu Aymara? Walaupun mereka mendengar semua informasi luar yang dapat kita berikan pada mereka dalam suatu program pendidikan, yang diberikan dari luar, dengan tujuan menyelesaikan masalah-masalah kekurangan gizi di antara mereka, tak seorang pun Belajar bertanya



dari mereka bersedia makanan ini pada anak-anak mereka. Kita harus menemukan sumber dari kepercayaan-kepercayaan rakyat seperti ini agar dapat menghapuskannya. Kepercayaan-kepercayaan seperti ini sangat membatasi rakyat untuk menerima solusi-solusi yang sesuai; sebagai contoh mereka dapat memproduksi telur dan susu, tetapi produksi itu tidak ditujukan untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka sendiri—tidak untuk konsumsi masyarakat itu sendiri. Paulo: Apa yang diperlukan adalah suatu psikoanalisis sejarah dan kebudayaan. Antonio: Psikoanalisis untuk pembebasa. Saya berpikir, Paulo, bahwa kita dapat membuat daftar yang panjang mengenai contoh-contoh yang menunjukkan adanya hubungan antara upaya-upaya kesehatan yang dilakukan rakyat dan kesehatan mereka. Program kesehatan apapun, menurut pendapat saya, mulai dengan menyelidiki pengetahuan yang bagaimana mengenai kesehatan yang dimiliki oleh suatu masyrakat tertentu. Program kesehatanapapun harus dimulai tidak dengan memaksakan pengetahuan, tetapi dengan menemukan pengetahuan mengenai kesehatan apa saja yang sudah dimiliki rakyat dan memberi nilai-nilai mana yang sesuai dengan aspek-aspeknya yang posistif. Dengan cara tersebut, kita dapat menggunakan semua solusi-solusi empiris yang disediakan pengetahuan populer rakyat itu, misalnya dalam hubungan pengawetan makanan. Dari pihak mereka, semua program-program kesehatan modern harus berada tetapi dekat dengan pengetahuan rakyat agar dapat memahami mengapa mereka menolak teknik-teknik preventif dan penyembuhan tertentu, dan cara-cara tertentu dalam menggunakan obatan-obatan jenis tertentu pula. Semua faktor ini harus ditemukan agar segala sesuatu yang cocok yang datang dari luar yang dapat diterima. Saya tetap menekankan bahwa proyek apa pun untuk mengubah masyarakat harus merupakan suatu latihan dalam menemukan kembali pada semua tahap. Dan apa tahap kesehatan, adalah sangat penting untuk mulai dengan pengetahuan empiris dari rakyat dalam hubungan untuk mempertahankan dan memelihara kesehatan. Paulo: Ketika kita berbicara mengenai kebutuhan secara terus menerus bagi para pendidik politis dan para politisi pendidik untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada diri mereka sendiri—sekali lagi diulangi masalah mengajukan pertanyaan ini—untuk terus-menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai sejumlah keyakinan populer tertentu, saya tiba-tiba teringat pada suatu kasus yang sangat menarik yang saya baca sudah lama sekali di dalam sebuah toko buku Mexico, yang nama pengarangnya tidak saya ingat lagi pada saat ini. Kasusnya adalah mengenai suatu pengalaman seorang ahli agronomi, yang terlibat dalam pendidikan lanjutan ilmu pertanian, yang datang menjumpai suatu masyarakat rakyat jelata di Mexico, dan mengusulkan agar jenis jagung mereka yang sederhana itu di tukar dengan suatu jenis hibrida. Untuk melaksanakan tujuan ini ia melakukan sejumlah pertemuan-pertemuan dengan masyarakat rakyat jelata tersebut, dan ia berbicara mengenai keuntungan-keuntungan ekonomis yang akan ada akibat menggantikan jenis jagung sederhana tersebut dengan suatu jenis jagung hibrida. Ia berbicara mengenai produktifitas. Hasil panennya memang sudah pasti akan lebih besar. Dengan semangat yang besar , ia mengukur luas lahan-lahan pertanian mereka dan bersama-sama orang-orang itu menghitung betapa jauh lebih besar akan mereka produksikan. Dan rakyat jelata tersebut mengatakan ―Ya, baiklah‖ dan akhirnya menggantikan satu jenis jagung itu dengan jenis lainnya. Ahli agronomi itu sangat senang, dan ia secara terus-menerus mengulang-ulang perkataan-perkataan bermaksud baik yang diucapkannya ketika ia melanjutkan pekerjaannya, yang menurut perasaannya begitu penting dan bermanfaat. Pekerjaan memang penting, tetapi menggunakan yang salah. Ketika ia kembali mengunjungi daerah tersebut, ia menyelidiki hasilnya. Perubahan dari jenis jagung yang sederhana ke jenis hibrida itu memang meningkatkan produksi seperti yang dikatakannya. Tetapi, ternyata rakyat jelata tersebut dan kembali menanam jenis yang sebelumnya. Alasan utama mereka adalah bahwa mereka tidak menanam jagung untuk dijual. Mereka menanamnya untuk dimakan dan rasa dari jenis jagung hibrida itu sama sekali berbeda dari jenis jagung yang biasa ditanam sebelumnya. Ahli agronomi tersebut harus menderita suatu pukulan besar pada kebanggaan dirinya dengan melihat sesuatu yang sangat jelas, yang Belajar bertanya



sudah kita singgung dalam pembicaraan kita: sebelum mengjukan proposal-proposal untuk perrubahan, anda harus mengetahui situasi kebudayaan dari kelompok pada mana proposal-proposal tersebut dilakukan. Antonio: …dan situasi material mereka. Paulo: … situasi material dan organis mereka, serta sikap mereka apakah menerima tau menentang proposal-proposal yang diajukan itu. Pada dasarny kita sekali lagi harus kembali kepada suatu titik yang begitu kita tekankan dalam pembicaraan kita: kebutuhan para pendidik, para politis (tanpa berusaha memisahkan mereka) untuk larut dalam kebudayaan massa-massa populer agar mampu merasakan dan memahaminya seperti milik mereka sendiri. Tanpa hak tersebut, maka hampir pasti mereka tidak akan menemukan lebih dari pemahaman yang salah mengenai situasi sebenarnya, mengenai cara mereka bereaksi dan melihat diri mereka sendiri dalam hubungan mereka dengan lingkungan hidup mereka. Antonio: Contoh yang barusan anda berikan sangat menunjukkan dengan baik kebutuhan untuk mulai dengan pengetahuan, baik positif maupun negatif, dari rakyat, dalam rangka agar mampu mengusulkan bersama dengan mereka, bagaimana menanggapi kebutuhan-kebutuhan ini. Penemuan ini harus dilakukan bersama dengan mereka dan tidak dari luar. Mereka sendiri harus menjadi sadar bahwa pengetahuan mereka itu pada saat yang sama mempunyai baik aspek-aspek positif amupun aspek-aspek negatif. Saya juga ingin menekankan bahwa contoh-contoh ini relevan terhadap suatu pemahaman bahwa sangat perlu untuk mempunyai saluran terhadap lingkungan pengetahuan populer rakyat. Saya ingin agar kita semakin merenungi wanita Aymara, yang memberitahu saya mengenai keyakinan yang menyebabkan kaum Indian Aymara tidak menggunakan produk-produk yang mereka produksi sendiri itu untuk secara efektif menyelesaikan suatu masalah yang menghantui mereka, yaitu masalah kekurangan gizi. Anda berbicara mengenai suatu masalah lain yang mirip, di mana bahkan produknys sama—telur. Dan penyuluh kesehatan yang menggambarkan kata ―kesehatan‖ itu, di mana ia sendiri juga menegaskan bahwa makanann telur berbahaya untuk kesehatan, adalah merupakan suatu pengalaman dengan makna pedagogis yang sangat tinggi. Paulo: …walaupun ia tidak setuju dengan pendapat itu. Antonio: …walaupun ia tidak setuju dengan pendapat itu. Tetapi baiklah kita katakan bahwa ia menyatakan adanya eksistensi suatu keyakinan seperti ini. Paulo: Tepat sekali, dan bahwa, menurut pendapatnya, keyakinan ini ditanamkan oleh para penjajah di masa-masa lalu. Antonio: Saya kini ingin merenungkan hal ini sedikit, sebab saya anggap jawaban ini menarik. Saya merasa bahwa hal ini Sangat jelas. Justru jawaban yang sama diberika oleh seorang wanita Aymara pada saya ketika saya menanyakan padanya alasan terhadap keyakinan ini. ―Orang-orang spanyol-lah,‖ kata wanita itu pada saya, ―yang mempengaruhi pemikiran rakyat kami agar kami jangan minum susu atau makan telur. Tetapi mereka tidak meminta kami untuk menghentikan produksi telur. Sebaliknya meminta kami harus memproduksinya, tetapi untuk mereka. Kami menghasilkan telur-telur dan susu untuk orang-orang Spanyol, bukan untuk menyelesaikan masalah-masalah pangan anak-anak kami, dan hal ini masih tetap berlangsung.‖ Jadi, saya ulangi, jawaban itu sangat jelas. Tetapi kalau asal-usul dari keyakinan itu dapat ditarik ke masa penjajahan, maka kita perlu bertanya mengapa keyakinan seperti ini tetap bertahan setelah lebih dari seratus tahun merdeka. Di sini kita perlu bertanya, sebagai contoh: apakah akhir dari penjajahan itu tidak bermakna kemerdekaan yang sejati bagi rakyat Aymara? Apakah suatu bentuk penjajahan yang lain, kini oleh kaum criollos, mengambil alih dari pendahulunya dan mengusahakan agar keyakinan ini berlangsung terus di dalam masyarakat Aymara? Belajar bertanya



Paulo: Anda menanyakan pertanyaan ini, usaha anda menggali jawaban yang diberikan wanita Aymara tersebut memperlihatkan pada saya suatu tujuan arah pembicaraan yang akan sangat menarik. Tetapi pendapat saya adalah bahwa perrtanyaan kedua anda lebih diarahkan pada upaya untuk memahami kekuatan luarbiasa dari ideologi penjajahan, yang ber‖tempat tinggal‖ di antara orang-orang terjajah, yang mereka sendiri di dalam diri mereka sendiri ―dihuni‖ oleh gambaran sang penjajah itu sendiri? Kalau para penjajah sudah diusir, kalau mereka secara nyata meninggalkan dunia orang-orang jajahan itu, mereka masih tetap menghuni dunia kebudayaan dan ideologis mereka, mereka tetap berada di sana sebagai ―bayangan‖ yang tinggal di dalam rakyat terjajah itu. Itulah yang kita artikan dengan penjajahan pikiran itu. Dalam penjajahan kunjungan-kunjungan kerja saya di Kepulauan Cape Verde, saya berkesempatan mendengar suatu pidato yang sangat bermutu dari presiden Aristedes Pereira, di mana beliau mengatakan: ―Kita telah mengusir para penjajah; kini kita harus melepaskan pikiran kita dari penjajahan.‖ Dan proses dekolonisasi pikiran-pikiran rakyat ini berlangsung lebih lambat daripada secara nyata mengusir para penjajah itu sendiri. Proses tersebut bukanlah proses yang otomatis. Kehadiran dari penjajah yang tinggal sebagai bayangan di dalam rakyat yang terjajah lebih sulit untuk diusir, sebab kalau bayangan dari penjajah itu diusir, maka rakyat itu 18 harus segera mengisi ruangan yang tadinya terisi itu dengan kebebasan mereka sendiri, yaitu dengan mereka melakukan proses pengambilan keputusan, dan partisipasi mereka dalam melakukan proses pengambilan keputusan, dan partisipasi mereka dalam penemuan kembali masyarakat mereka. Secara fundamental, perjuangan untuk pembebasan itu, seperti yang dikatakan oleh Amilcar Cabral, ―suatu fakta kebudayaan, dan sebuah faktor kebudayaan.‖ Hal itu adalah suatu pengalaman yang sangat bersifat pedagogis, dan saya akan mengatakan lebihjauh bahwa hal itu merupakan suatu jenis psikoanalisis—suatu psikoanalisis sejarah, ideologis, kebudayaan, politis dan sosial—di mana sofa sang ahli psikoanalisis itu digantikan dengan medan perjuangan, dengan peran serta dalam perjuangan tersebut, dengan proses untuk meyakinkan orang-orang terjajah itu bahwa mereka tidak lagi terjajah, menyakinkan kelas-kelas terdominasi ketika mereka menerima kembali kebebasan mereka. Untuk kembali pada contoh kita, maka pendapat saya, dalam kasus wanita Aymara itu adalah bahwa ia telah mencapai saat yang kritis dalam pemahamannya mengenai kekuatan dari ideologi kolonialisme, yang telah menanamkan ke dalam dirinya kebudayaan untuk takut makan telur dan minum susu, seperti yang diterangkannya pada anda. Tetapi pemahamannya pada tingkat intelektual tidak cukup untuk mengatasi kehadiran penjajah itu, yang seperti anda katakan tadi, merupakan semacam penjajah ras-campuran, yang mengambil-alih peranan dari para penjajah pertama dengan mengulangi dan memperkuat prosedur-prosedur lama. Dan dengan demikian, untuk menyelesaikan masalah ini, sya berpikir bahwa pertanyaan yang ditanykan oleh wanita Aymara itu, seperti juga oleh teman kita dari Sao-Tome, telah membawa kita pada suatu pemahaman kritis mengenai kekuatan ideologi penjajah itu. Antonio: Saya pikir bahwa ini bukanlah suatu ideologi yang hanya menginvasi pikiran-pikiran orang saja, yang hanya menyerang gagasan-gagasan dan kepercayaan-kepercayaan. Paulo: Tidak, saya juga tidak berpikiran demikian. Antonio: Masalah yang penting adalah, bahwa keyakinan-keyakinan ini, gagasan-gagasan ini, mendapatkan ekspresi-ekspresinya dalam tindakan-tindakan kehidupan sehari-hari, sehingga pembebasan itu bukan hanya semata-mata sebagai suatu pembebasan pikiran-pikiran rakyat. Paulo: Sangat jelas bahwa tidak demikian halnya. Antonio: Hal itu menyangkut pembebasan mereka secara fisik, jadi juga merupakan suatu pembebasan yang nyata. Belajar bertanya



Paulo: Tepat sekali. Antonio: Karena kita di sini bukan hanya berhubungan dengan bayangan dari penjajah, tetapi juga kehadiran nyata dari penjajah itu, yang memanifestasikan dirinya dalam badan orang-orang yang dijajah. Paulo: Tepat sekali, tetapi bayangan penjajah itu pada dasarnya ditransformasi ke dalam suatu kehadiran nyata di dalam orang-orang yang terjajah. Di situlah letak dari kekuatan luarbiasa ideologi penjajah—atau ideologi apa saja—itu terletak. Ideologi itu mempunyai kekuatan untuk mengurangi kesadaran orang-orang, dan oleh sebab itu ideologi itu tidak hanya secara sederhana sebagai suatu gagasan; tetapi merupakan kenyataan yang konkret. Jadi dengan demikian, bayangan dari penjajah itu menjadi nyata kehadirannya di dalam badan-badan orang-orang yang terjajah itu dan dalam perilaku mereka. Memperbandingkan pengalaman-pengalaman Antonio: Benar, kita dapat memberikan banyak contoh, yang umumnya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti kebiasaan-kebiasaan makan, dan dari sana kita dapat memulai suatu penelitian mengenai pentingnya perjuangan kebudayaan sebagai suatu perjuangan politis dan ekonomis. Ada satu contoh: penjajah memperkenalkan pada rakyat Afrika jenis-jenis makanan yang hanya diproduksi di Eropa dan hingga saat ini tetap menjadi unsur-unsur penting dalam makanan rakyat Afrika seperti roti. Roti terbuta dari tepung terigu, yang terbuat dari gandum atau jenis-jenis tanaman lainnya yang tumbuh di Eropa dan roti tetap menjadi makanan utama dari orang-orang yang tidak menanam gandum. Tetapi sebenarnya pada tingkat lokal terdapat bahan-bahan lainnya yang dapat mengganti tepung dari gandum, yang karena harus diimpor, sebenarnya merusak perekonomian dari negara-negara yang sebenarnya ingin bebas dari suatu ekonomi yang dipaksakan dari luar. Mari saya berikan sebuah contoh lagi: di jajahan-jajahan Portugis, anggur Portugis tetap digemari, di mana kenyataan ini terkait dengan penggunaan devisa asing, padahal jajahan-jajahan tersebut sebenarnya dapat dilayani secara memuaskan dengan arak kelapa, suatu minuman yang saya dan anda sudah kenal dan sangat kita nikmati. Ketika kita sedang bicara tadi, Paulo, saya merenung mengenai kemungkinan ini, yaitu tentang menemukan perbedaan-perbedaan dan kemungkinan untuk menghubungkan pengalaman-pengalaman yang kita miliki, terutama di Afrika. Saya kira akan sangat menarik untuk kembali kebelakang dan berbicara mengenai peranan yang diputuskan oleh Dewan Gereja-gereja se-Dunia untuk diberikan pada kita, kesempatan untuk berkelana ke banyak bagian dari dunia ini dan berpartisipasi dalam berbagai pengalaman, baik dalam bidang pendidikan maupun dalam bidang politik. Dalam ulasan saya mengenai buku anda Der Lehrer, yang mengatakan bahwa dua faktor telah berperan serta dalam lompatan kualitatif yang anda lakukan dalam teori dan praktek pedagogis anda. Yang pertama dari keduanya adalah justru masuknya anda menjadi pegawai dewan tersebut yang, menurut anda sendiri, memberi anda ruang dan kebebasan yang membuat anda mampu untuk memacu diri anda dengan cara yang kritis memeriksa kembali dan menginterpretasi kembali pekerjaan-pekerjaan anda sebelumnya. Yang kedua adalah bahwa masuknya anda dalam jajaran pekerjaan dewan juga memungkinkan anda untuk mengenal Afrika dan untuk bekerja dan berpikir mengenai menemukan pihak lain (the other): menemukan perbedaan-perbedaan, respek dan toleransi. Saya ingin, Paulo, agar kita membahas masalah ini secara lebih mendetail dan anda memberitahu kami apakah anda sependapat mengenai lompatan kualitatif dalam pekerjaan anda, dan mengenai kesempatan nyata yang diberikan pada kita oleh dewan untuk menemukan apa yang berbeda.



Belajar bertanya



Paulo: Ya, saya setuju dengan analisis anda. Saya bahkan membaca bahwa ulasan anda itu tidak diragukan lagi. Kesempatan saya untuk bepergian dalam hubungan dengan pekerjaan saya untuk Dewan Gereja-gereja se-Dunia yang sangat penting bagi diri saya. Mari saya simpulkan sejenak: saya telah mendapat pengalaman luas yang sangat bernilai di Brasil, tepatnya di Recife, sebagai seorang pendidik, pertama sebagai profesor dalam bidang bahasa Portugis dan kemudian sebagai profesor dalam bidang sejarah dan filsafat pendidikan di Universitas Recife. Di masa itu, mulai dari tahun 40-an saya sebagai tambahan juga terus menerus aktif baik di daerah-daerah kota maupun di daerah-daerah pedesaan sebagai pendidik rakyat populer. Di tahun 60-an, saya bersama generasi saya terlibat dalam suatu momen menentukan dalam sejarah politis dan sosial dari Brasil, mengenai momen mana saya sudah bahas dalam beberapa tulisan saya. Sebelum kudeta pada bulan April 1964, saya sedang mengkoordinasikan rencana pemberantasan buta huruf di Kementrian Pendidikan. Dengan adanya kudeta tersebut, yang menghancurkan harapan-harapan generasi saya, maka saya pergi ke pembuangan. Pertama di Bolivia. Dua bulan di kota La Paz, di mana saya tidak mampu hidup karena dinginnya udara, dan di mana tidak ada masa depan buat saya, akibat terjadinya juga suatu kudeta dua minggu kemudian. Dari situ, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya saya pergi ke Chili, di mana di antara orang-orang Chili dan para pendidik Chili saya muali masa belajar saya yang sangat bermanfaat mengenai proses sejarah Chili. Pada tahun 1969 saya meninggalkan negara anda dan selama hampir setahun tinggal di Amerika Serikat, yang akhirnya saya tinggalkan untuk pergi ke Jenewa atas undangan Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Saya tiba di dewan itu dan tanpa berusaha memuji-muji Pusat Oekumenis itu, saya dapat mengatakan bahwa saya di sana menemukan suatu suasana keseriusan, persahabatan dan loyalitas. Dalam sepuluh tahun saya bekerja di sana, saya tidak pernah menemukan suatu sikap sombong atau angkuh di ruang-ruang perkantoran pusat tersebut. Saya tidak pernah mendengar adanya kritik pada diri saya, atau terhadap siapa saja, yang disebabkan atau dimotivasi oleh alasan-alasan tidak patut. Sya tidak pernah dipanggil oleh sekretaris jendral atau oleh direktur departemen dari departemen di mana saya bekerja, yang memperingatkan saya agar saya lebih berhati-hati dalam apa yang saya tulis atau apa yang saya katakan dalam pertemuan-pertamuan resmi di luar atau dalam kantor. Untuk mengulangi apa yang perneh saya katakan sebelumnya, pekerjaan saya sebagai konsultan khusus pada biro pendidikan membawa saya ke banyak bagian dunia ini dalam rangka menjawab undangan-undangan dari gereja-gereja, gerakann-gerakan sosial, pemerintah-pemerintah, badan-badan PBB dan universitas-universitas. Saya merasa bahwa pengalaman-pengalaman tersebut menyadarkan diri saya bahwa saya sedang melalui suatu periode yang penting dan unik dalam kehidupan saya, suatu pengalaman yang sanga memperkaya. Saya menyadari bahwa saya harus melakukan apa yang saya dapat lakukan agar dari periode tersebut menarik untung yang mempertajam keinginan saya agar belajar lebih banyak. Saya menyadari bahwa dalam situasi baru ini, di mana saya mempelajari mengenal diri saya sendiri, akan menjadi—apabila saya sungguh-sungguh berusaha, di mana hal ini saya lakukan—sangat penting dalam pembentukan diri saya yang terus menerus. Jadi anda memang benar kalau anda mengatakan bahwa usulan anda bahwa ketibaan saya di dewan itu dan pengalaman-pengalaman saya di Afrika merupakan momen-momen penting dalam pembentukan diri saya. Bukan suatu kebetulan bahwa hal pertama atau kedua yang saya katakan dalam buku saya The Letters to Guinea-Bissau merupakan suatu gagasan penuh terimakasih terhadap makna pertemuan saya dengan Afrika itu dengan diri saya, yang pada dasarnya merupakan suatu pertemuan kembali dengan diri saya sendiri, dengan Brasil. Dalam analisis terakhirnya, seperti yang sudah anda katakan tadi, dalam berkonfrontasi dengan misteri-misteri Afrika, saya menemukan misteri-misteri saya sendiri, bagian terdalamdari jiwa saya sebagaiseorang buangan Brasil. Saya harus menggaris-bawahi bahwa, dengan pusat Oekumenis sebagai basis saya, selama sepeuluh tahun saya berada di sini, konteks dari Afrika, Asia, Amerika Latin dan daerah Laut Karibia, dan perjuangan-perjuangan mereka di berbagai tingkat—hal ini menantang diri saya untuk



Belajar bertanya



mendapatkan suatu pemahaman yang lebih kritis mengenai pendidikan sebagai suatu kegiatan polkitis dan mengenai politik sebagai suatu kegiatan pendidikan. Saya teringat bagaimana, di dalam suatu laporan yang saya tulis sehabis kunjungan saya yang pertama ke Afrika, saya menunjuk pada sesuatu yang sebenarnya sangat jelas, tetapi hal ini harus anda alami untuk mengetahui betapa sulitnya untuk menciptakan kembali suatu masyarakat. Pengalaman saya, sebelum datang ke pusat ini, mengenai Chili sebelum dan selama masa pemerintahan Allende (suatu pengalaman yang terus bertumbuh dan berkembang setelah saya datang ke sini), kunjungan-kunjungan saya ke Tanzania dan Zambia, dan kemudian ke Angola, Guinea-Bissau, Sao Tome e Principe, Cape Verde, Nikaragua dan Grenada, dengan menyebut hanya beberapa di antaranya, memampukan saya untuk melihat suatu kebutuhan, yang tidak dapat diperoleh dengan hanya membaca buku-buku—walaupun memang ada sejumlah buku yang sangat membantu saya—yaitu kebutuhan untuk suatu perasaan bertanggung jawab, untuk konsisten, untuk keteguhan sikap dalam bekerja, untuk kerendahan hati di dalam keterlibatan politis kita. Kebutuhan pada adanya keyakinan kuat rakyat, dan bukan hanya pada pendekatan ilmiah yang serius. Menciptakan kemabli suatu masyarakat merupakan suatu pengupayaan yang politis, etis dan artistik. Tugas itu merupakan suatu kegiatan yang didasari pengetahuan. Saya bekerja dengan suatu ketidaksabaran yang sabar, mungkin demikianlah Amilcar Cabral akan mengatakan. Pemahaman terhadap perbedaan-perrbedaan, terhadap masalah toleransi semuanya saya perroleh pada masa pembuangan saya, yang kebanyakan dari masa tersebut saya habiskan di sini, di kota Jenewa ini. Terakhir, dalam pembicaraan mengenai masa yang saya habiskan di sini, di Jenewa ini, saya sekalai lagi ingin menyebutkan persahabatan-persahabatan yang saya jalin di sini yang terus saya pelihara, walaupun kini jarak telah memisahkan kami. Antonio: Ketika saya mendengar anda berbicara, saya seakan-akan mendengar sebagian dari masa kehidupan saya sendiri dalam hubungannya dengan kantor DGD ini. Seperti anda juga, saya mengalami semua aspek positid ini, baik secara intelektual maupun secara emosional, dari mulai saya tiba di kantor ini. Saya tidak merasa perlu untuk mengatakan hal-hal yang kurang lebih sama dengan apa yang sudah anda katakan, tetapi ada yang harus saya katakan, yaitu bahwa saya baru dua tahun barada di sini, dan bahwa, diperbandingkan dengan pengalman anda, yang sudah menjadi sejarah, saya masih berada dalam tahap prasejarah saya (tertawa). Tetapi, walaupun memang benar bahwa sejarah kita mempunyai unsur-unsur yang sama, tetapi ada juga unsur-unsur yang berbeda. Pengalaman-pengalaman kita masing-masing itu unik. Mereka mempunyai unsur-unsur yang sama, tetapi juga mengandung perbedaan-perbedaan. Saya merasa bahwa perbedaan-perrbedaan ini muncul dari kepribadian-kepribadian kita masing-masing, pengalaman berbeda yang membentuk kita, dan cara-cara kita yang berbeda dalam bereaksi, baik secara intelektual maupun secara politis. Kita hanya dapat melangksungkan pembicaraan ini karena kita sekaligus mengandung kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perrbedaan. Paulo: Sudah pasti. Antoinio: Dan justru perbedaan-perbedaan di antara kita itulah yang membuat kita mampu untuk melakukan dialog. Kondisi-kondisi sejarah telah berubah, dan akibat kenyataan-kenyataan tersebut maka pengalaman-pengalaman kita dipandang dari sudut sejarah berbeda. Kini bukan lagi masa penuh kebahagiaan dan kegembiraan karena pembebasan rakyat Afrika. Kini adalah masa untuk memperteguh kemerdekaan itu, atau untuk gagal melakukannya. Kini adalah masa ketika pusat-pusat kekuasaan merasakan tekanan-tekanan politis dan ekonomis. Paulo: Cara penggambaran yang baik. Antonio: Kini adalah periode krisis internasional, di mana kegembiraan akibat kemerdekaan itu digantikan dengan suatu kesdaran mengenai kesulitan-kesulitan besar dengan untuk Belajar bertanya



mencapai pembebasan. Tetapi, di samping penyadaran diri mengenai batasan-batasan sejarah dalam suatu momen krisis di dalam ekonomi internasional, ada sejumlah titik-titik harapan, seperti dalam kasus Nikaragua, yang menurut keyakinan saya harus kita sebutkan. Pengharapan itu selalu dilahirkan kembali. Paulo: Dan tempat-tempat baru untuk harapan-harapan itu, kadang-kadang; di saat-saat yang lain, di tempat yang sama. Antonio: Kadang-kadang sama, dan kadan-kadang berbeda. Jadi saya mengulangi, pengalaman-pengalaman kita itu sama, walaupun berbeda—dan memang tepatlah demikian. Paulo: Tepat sekali! Antonio: Sebab kalau tidak demikian, kalau sebaliknya, maka kita akan merosot pada suatu situasi penuh kesamaan di mana dialog itu menjadi tidak mungkin. Saya berpikira bahwa satu sisi dari pekerjaan anda (dan saya sangat senang apabila hal ini juga merupakan suatu sisi dari pekerjaan saya) adalah suatu kebutuhan dalam diri anda untuk mengritik diri anda sendiri, selalu mempertanyakan diri anda sendiri, selalu tidak meyakini hasil pekerjaan anda sendiri, pada tingkat-tingkat teoritis dan praktis, untuk mengajukan pada diri anda pertanyaan-pertanyaan baru dan memberikan jawaban-jawaban yang segar, dan tidak perrnah dengan penuh kepuasan mengatakan: ―Saya telah mencapai kesempurnaan!‖ Banyak kritik terhadap diri anda tidak adil karena menganggap pekerjaan anda bukan sebagai bagian dari suatu proses tetapi sebagai suatu pekerjaan yang selesai. Hal ini salah dari dua sisi sebab anda sendiri menganggap sebagai suatu produk yang selesai. Dengan kata lain, anda membuka diri anda sendiri terhadap kritik anda sendiri. Dan seseorang hanya perlu membaca tulisan-tulisan anda untuk melihat bahwa anda sendiri merupakan kritikus yang paling keras terhadap diri anda sendiri dalam masalah pekerjaan intelektual teoritis/praktis anda. Jadi dengan demikian saya ingin memanggil kemampuan-kemampuan kritis anda dengan menantang anda untuk memberi sejumlah reaksi mengenai satu hasil pekerjaan anda, The Letters to Guinea-Bissau. Untuk tujuan ini, saya mengusulkan agar kita kembali kepada sejumlah pembicaraan-pembicaraan pertama kita lakukan pada tahun 1979. Saya dapat mengingat suatu pembicaraan kita di mana Ligia Chiappini mengeluarkan sejumlah pendapat mengenai pekerjaan anda. Menurutnya, ada semacam perkembangan berkesinambungan, dengan kata lain, setiap buku menerangi buku-buku sebelumnya. Menurut teman kita Ligia Chiappini ini, kelihatannya bahwa di dalam buku anda The Letters to Guinea-Bissau anda lebih jelas mengekspresikan apa maksud anda dalam menggunakan istilah ―orang-orang yang tertindas‖ daripada di dalam buku anda berjudul Pedagogy of the Oppressed. Dan anda menjawab padanya: ―Saya juga melihat bahwa demikian halnya, bahwa hal inilah memang yang terjadi, seperti juga di dalam buku Pedagogy of the Oppressed saya mencoba semakin menjelaskan sejumlah masalah-masalah yang dalam pekerjaan-pekerjaan saya sebelumnya masih kurang jelas, agar memberikan kejernihan yang lebih baik pada sejumlah konsep-konsep.‖ (Di sini kita lihat, Paulo, kebutuhan yang terus-menerus yang anda rasakan untuk selalu menerangkan diri anda pada diri anda sendiri, untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri) ―Oleh sebab itu‖ anda menambahkan, ―kritik-kritik yang berdasarkan pada sejumlah konsep-konsep yang diambil secara terpisah tidaklah sah, sebab pekerjaan saya itu harus dilihat sebagai bagian dari suatu proses dan tidak sebagai suatu proyek selesai yang dimaksud untuk segal zaman.‖ Anda menyimpulkan: ―Bagaimanapun juga, saat ini saya belum mati!‖ Lalu selanjutnya saya melakukan observasi berikut ini pada anda. Saya membaca tiga dari buku anda, Education as the Practice of Freedom, Extension and Communication, dan Pedagogy of thr Oppressed, tetapi sangat disayangkan bahwa saya belum berkesempatan membaca The Letters to Guinea-Bissau. Pada kesempatan tersebut saya memberitahu anda bahwa di dalam tulisan-tulisan anda tersebut saya melihat tiadanya suatu sosiologis yang lebih mendalam. Konsep mengenai ―orang-orang yang tertindas‖ misalnya, Belajar bertanya



menurut pendapat saya, merupakan suatu konsep yang sangat abstrak. Bahkan konsep mengenai kelas-kelas sosial di dalam ketiga buku tersebut digunakan dengan cara yang abstrak. Anda sependapat dengan analisis saya tersebut. Lalu saya menambahkan ―Masalahnya terletak pada bagaimana mendefinisikan konsep-konsep dalam kenyataan, atau bagaimana konsep-konsep tersbut menanggapi suatu kenyataan konkret dengan berbagai seginya. Memang sari mulai pekerjaan-pekerjaan pertama anda, sampai pekerjaan-pekerjaan terakhir anda, kami melihat konsep-konsep sosiologis muncul dengan tujuan agar dapat mencapai suatu pemahaman yang semakin berkembang di dalam memahami kenyataan konkret. Tetapi presisi yang sebenarnya dibutuhkan masih belum juga tercapi. Dan hal ini terkait dengan masalah abstraksi itu sendiri, sebagai contoh pertanyaan mengenai perjuangan kelas, yang sangat diperlukan untuk suatu gambaran visual sosiologi masa depan yang lebih ilmiah dari suatu masyarakat tertentu‖. ―Ada analisis-analisis yang kelihatannya sesuai kenyataan, tetapi pada kenyatannya bersifat abstrak. Penggunaan anda mengenai sejumlah konsep-konsep abstrak kemungkinan dapat diterangkan diakibatkan oleh karena diperoleh melalui kegiatan membaca yang anda lakukan. Sebagai contoh, untuk menerangkan penggunaan konsep-konsep abstrak dari hasil mempelajari para penulis lain, kita dapat memeriksa penggunaan anda dari Erich Fromm, di mana anda mengambil daripada beliau penggunaan konsep ―manusia‖, suatu konsep dengan kandungan abstrak, baik dalam Fromm sendiri dan juga di dalam penggunaan anda dari konsep itu.‖ Tetapi saya beranggapan, bahwa hal ini merupakan masalah besar yang mengkonfrontasi semua intelektual : suatu praktek baru, yang belum ada pendahulunya, tidak selalu disertai dengan pencetakan suatu konseptualitas yang dapat menerangkannya. Kini setelah saya membaca The Letters to Guinea_Bissau, saya ingin menantang anda (tertawa) untuk melanjutkan pembicaran ini bersama saya, untuk merenung bersama saya mengenai buku itu, untuk melihat bagaimana kita dapat melakukan suatu penelitian kritis mengenai surat-surat tersebut. Saya harus mengakui bahwa saya membaca The Letters ti Guinea-Bissau dua atau tiga kali, dan ketika saya terakhir kali memabcanya, saya mengumpulkan sejumlah catatan-catatan kritis mengenai buku tersebut. Gagasan untuk melakukan suatu penelitian kritis pada The Letters to Guinea-Bissau datang pada saya ketika dalam perrjalanan-perjalanan saya di Amerika Latin saya menemukan bahwa buku ini sering dibaca para pendidik populer, yang berusah untuk menggunakan gagasan-gagasan ini, pandangan-pandangan masa depan yang anda ajukan itu, dengan mengaplikasikannya pada kenyataan Amerika Latin sebagai suatu eksperimen dalam pendidikan demi perubahan. Saya bahkan dapat mengingat tempat di mana saya terakhir kali membaca buku itu terakhir kalinya! Anda tentu mengetahui betapa sulitnya bagi kita orang-orang buangan ini memperoleh visa untuk negara-negara Amerika Latin tertentu. Saya ingat bahwa dalam perjalanan saya menuju Bolivia saya harus berganti pesawat di Peru, di lapangan udara Lima, di mana saya harus menunggu sekitar tujuh atau delapan jam. Saya mencoba mengajukan permohonan visa transit satu malam, tetapi permohonan saya itu di tolak. Oleh sebab itu saya harus menghabiskan sekitar tujuh sampai delapan jam di lapangan udara Lima, di mana satu –satunya makanan dan minuman yang dapat saya peroleh adalah sepotong sanwich dan semacam minuman yang mereka namai Inca-Cola! (tertawa). Tetapi anda tentu mengetahui bahwa para pengembara seperti kita harus menggunakan waktu itu secara menguntungkan (tertawa). Oleh sebab itu saya memberi tugas pada diri saya sendiri untuk memeriksakan buku anda secara kritis dalam ke tujuh jam tersebut. Saya Mempunyai kebiasaan pada perjalanan-perjalanan tersebut dengan bukan hanya menuliskan kritik-kritik tentang buku-buku yang saya baca, tetapi juga menuliskan apa saja yang terjadi pada saya dalam bentuk semacam buku harian, di mana saya sekaligus merekam sejumlah hal-hal penting yang tiba-tiba muncul dalam pikiran saya. Untuk memulai pengamatan kritis saya pada The Letters to Guinea-Bissau, saya ingin membaca catatan-catatan yang agak kurang teratur ini, yang ditulis setelah lebih dari duapuluh empat jam berada dalam perrjalanan. Saya akan membacanya persis seperti yang saya tuliskan waktu itu…



Belajar bertanya



―Selama masa menunggu yang panjang di lapangan terbang ini, saya membaca buku The Letters to Guinea-Bissau oleh Paulo Freire. Ini adalah buku yang bermutu, namun buku tersebut hanya menunjukkan pada kita awal suatu proses yang belum juga selesai. Suatu pandangan umum terhadap proses ini akan memungkinkan untuk menganalisa sejumlah problem akut yang muncul dalam eksperimen tersebut secara keseluruhan. Buku The Letters to Guinea-Bissau itu merupakan suatu awal teoritis yang baik, dan mengandung suatu rencana teoritis yang baik dan pandangan-pandangan yang menarik mengenai suatu eksperimen. Yang di masa-masa selanjutnya terbukti sulit untuk mencapai suatu penyelesaian yang berhasil. Saya di sini melihat bahwa suatu pengamatan yang kritis tidak akan sia-sia…‖ ―Pertama, gambaran yang diajukan itu tidak mempertimbangkan secara mendalam masalah kebudayaan dari negara tersebut, yang terdiri atas banyak kebudayaan dan bukannya hany satu kebudayaan. Dalam gambaran atau gambaran-gambaran ini, kelihatannya ada suatu kekurangan dalam pengetahuan mengenai kebudayaan-kebudayaan yangmembentuk negara yang sedang bangkit ini, yang bernama Guinea-Bissau. Ada kekurang dalam pengetahuan dalam rangka mempelajari unsur-unsur dasar dari kebudayaan-kebudayaan, yang memungkinkan proyek-proyek perkembangan politis, kebudayaan dan ekonomis dilakukan yang akan berhasil untuk mengubah masyarakat tersebut.‖ ―Pengamatan saya yang kedua adalah ini: The Letters to Guinea-Bissau dibantui oleh suatu bayangan dari model Barat mengenai masyarakat, walaupun model masyarakat tersebut mempunyai karakter yang sosialis. Masalah lainnya menurut saya adalah masalah bahasa, yang oleh Paulo dinyatakan sebagai ‗fakta yang sangat penting untuk dipertimbangkan‘. Tetapi saya percaya bahwa pertanyaan ini merupakan suatu fakta yang sangat penting yang tidak ada kelanjutannya, sebab di masa itu ada ketidakpedulian yang besar dalam hubungan dengan adanya masalah-masalah berkaitan dengan bahasa-bahasa asli.‖ Paulo: Tidak benar, tidak pernah ada masalah-masalah berkaitan dengan ketidakpedulian terhadap bahasa-bahasa asli seperti yang anda katakan tadi. Dalam surat yang ketiga yang saya tulis pada Mario Cabral, say amengatakan: ―Saya dalam surat ini tidak menyinggung satu masalah yang sangat penting: linguistik. Masalah ini begitu kompleks sehingga kami lebih senang untuk mendiskusikan masalah ini dengan anda 19 secara langsung.‖ Tetapi marilah kita teruskan masalah ini dan saya akan menerangkannya lebih utuh. Antonio: Baiklah, baiklah. Paulo: Sebenarnya masih ada lagi yang dapat dikatakan dalam hubungan ini. Antonio: Ketidakpedulian ini, yang menurut anda tidak begitu besar, serta kebutuhan politis dan historis untuk mengajukan agar bahasa Portugis menjadi bahasa resmi. Paulo: Tetapi bukan iotu yang saya usulkan! Situasi yang dihadapi negara itulah yang membawa para pemimpin PAIGC (Partai Afrika untuk Kemerdekaan Guinea dan Cape Verde) untuk mengadopsi bahasa Portugis sebagai bahasa resmi dan bahasa Creole sebaga bahasa nasional. Antonio: Tepat sekali! Dan dengan demikian kritik pada buku ini dapat membuat kita menemukan bagian dari kisah yaitu yang tidak diberitahunya pada kita (tertawa). Paulo: Selalu ada sesuatu yang tinggal yang dapat dibawa untuk diketahui. Antonio: Dan hal ini penting untuk menghindari suatu pemahaman yang sederhana dan salah.



Belajar bertanya



Kini, situasi politis atau sejarah yang anda gambarkan tiu, dari pada pemimpin yang memilih bahasa Portugis sebagai medium dalam mana rakyat itu diajar untuk membaca dan menulis, menimbulkan masalah-masalah fundamental yang pada akhirnya menghasilkan suatu kegagalan yang relatif dari program anti buta huruf itu. Kini, dengan melakukan suatu kritik terhadap sesuatu yang agak di luar buku anda itu, saya ingin mengatakan bahwa salah satu kekurangannya mungkin adalah bahwa buku itu tidak memunculkan bayangan misterius itu, ―bukan saya‖ itu, padahal banyangan itu secara abstrak ataupun secara laten berada di dalamnya. Lebih dari itu, partisipasi para siswa program anti buta huruf itu tidak dipandang sebagai unsur yang perlu. Paulo: Saya merasa bahwa anda perlu membaca buku itu kembali! Pertama, temanku Antonio, satu dari sifat-sifat dasar dari praktek politis/pedagogis adalah pembelaan saya yang tidak pernah goyah terhadap posisi bahwa pendidikan radikal yang revolusioner bukan sesuatu yang dilakukan untuk rakyat tetapi bersama dengan mereka. Buku Pedagogy of the Oppressed penuh dengan analisis dan pernyataan-pernyataan mengenai prinsip ini. Dan juga Cultural Action for Freedom maupun buku yang anda kritik tadi. Saya membuka buku tersebut secara acak dan di sini, dalam rangka pengalaman di Senegal, saya mengatakan: ―Asumsi tanggungjawab oleh masyarakat itu berarti bahwa mayoritas dari penduduk selalu hadir dalam pertemuan-pertemuan periodek dari komisi koordinasi dengan pemimpin-pemimpin muda dari kelompok-kelompok kebudayaan. Walaupun hanya para pemimpin diperlukan pada pertemuan-pertemuan evaluasi ini, seluruh masyarakat 20 berpartisipasi karena perhatian mereka mengenai apa yang terjadi.‖ Antonio: Sehingga, pada dasarnya, partai itu mempunyai suatu partisipasi yang jauh lebih aktif. Saya tidak mengatakan bahwa tidak ada ketegasan agar ada partisipasi dari para siswa anti buta huruf itu, tetapi bahwa buku itu tidak menekankan akan kebutuhan untuk dilaruti oleh kebudayaan lawan itu, muali dari orang-orang lain itu, sehingga dengan demikian partisipasi itu bukanlah suatu partisipasi yang aktif. Paulo: Saya tidak setuju bahwa pendapat anda benar. Antonio: Menurut pendapat saya ini adalha kritik-kritik di mana adan dapat mulai untuk menanggapi, boleh juga dari yang terakhir hingga yang pertama, kalau itu yang anda inginkan. Paulo: Saya ingin menegaskan, bahwa dengan tidak setuju pada kritik-kritik anda, saya bukannya bersikap sebagai seseorang yang perasaannya terluka hanya karena dikritik. Sama-sekali tidak! Tetapi bagi diri saya sama-sekali tidak mungkin untuk menerima bahwa di dalam buku The Letters ti Guinea-Bissau tidak ada suatu ketegasan sikap agar ada ekspresi-ekspresi kebudayaan dari para siswa kampanye anti buta huruf. Titik ini, seperti semua yang sebelumnya, adalah merupakan bagian yang begitu besar dari pekerjaan say ashingga akan sangat mengherankan kalau hal tersebut tidak muncul dalam buku saya, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara eksplisit maupun secara implisit. Dalam surat yang pertama pada Mario Cabral, saya mengatakan sesuatu yang secara empatis menyugestikan justru sebaliknya dari yang anda katakan: ―Dari suatu perspektif Guinea-Bissau maupun perspektif kita, pendidikan anti buta huruf pada orang dewasa, sebaliknya merupakan suatu penerusan dari perjuangan besar yang dimulai oleh rakyat anda bersama para pemimpin mereka, yang kini sudah lama berselang, untuk menaklukkan dunia mereka. Dari suatu perspektif seperti ni, pendidikan anti buta huruf tidak dapat lepas dari kedalaman pikiran rakyat, dari kegiatan produktif mereka, dari kebudayaan mereka. 21 Pendidikan itu tidak boleh menjadi keras di dalam sekolah-sekolah birokratis yang dingin.‖ Kalau, sebagai contoh, anda melihat pada metode-metode kerja yang sebenarnya kami gunakan di Guinea-Bissau, dari mulai kunjungan kami yang pertama, ketika kami menganggap keadaan-keadaan tempat seakan-akan merupakan suatu kodifikasi yang hidup, yang kami usahakan untuk diterjemahkan bersama kolega-kolega lokal kami sebagai suatu dasar satu-satunya di mana mungkin, bahkan bersama dengan orang-orang setempat, untuk menghasilkan suatu program aksi yang minimum dan secara terus menrus fleksibel, maka Belajar bertanya



anda dapat melihat bahw kami memilih adanya partisipasi dan menghormati kebudayaan setempat. Dan, kalau kami melakukan hal ini—dan saya menulis secara panjang lebar mengenai hal itu dalam buku itu—maka untuk tidak menekankan kebutuhan dan respek pada kebudayaan setempat akan merupakan suatu kontradiksi yang sangat besar. Partisipasi yang efektif oleh para siswa program anti buta huruf dalam proses pendidikan mereka, perhatikan pada ekspresi-ekspresi kebudayaan mereka, semua ini disebut secara empatis di dalam buku tersebut. Dalam analisis yang saya lakukan mengenai sekolah di Co, satu dari aspek-aspek yang saya tekankan adalah justru partisipasi para siswa dalam pekerjaan produktif dan juga dalam perencanaan kurikulum. Antonio: Rencana-rencan oleh baik Kementerian Kesehatan maupun oleh Kementerian Pembangunan sudah secara akurat mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan dan jalan-jalan untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan tersebut, kebutuhan dari kebudayaan-kebudayaan yang berbeda itu, dalam rangka dapat mengerjakan… Paulo: Saya tidak begitu yakin. Pada dasarnya kami merupakan konsultan langsung terhadap Kementerian Pendidikan. Kami menyertakan kementerian-kementerian yang lain karena menurut pendapat kami tidaklah mungkin mengurus pendidikan itu secara berdiri sendiri. Tetapi saya maasih dapat mengingat, bahwa dalam pembicaraan-pembicaraan saya dengan Ladislau Dowbor, bagaimana ia mengajukan proyek-proyek pembangunan yang, dengan berrkonsentrasi pada kebutuhan-kebutuhan daerah-derah pedesaan, didasari pada partisipasi oleh seluruh penduduk. Ia mengusulkan proyek-proyek pembangunan pada pemerintah yang akan menghormati ekspresi-ekspresi kebudayaan dari penduduk stempat. Saya dapat mengingat pertukaran gagasan-gagasan—dengan sifat yang pribadi tentunya, sebab kami tidak memiliki, dan tidak akan mungkin memiliki kekuasaan pengambilan keputusan—mengenai kemungkinan untuk mengaitkan dorongan pendidikan dengan pembangunan di daerah-daerah di mana proyek-proyek mulai dilaksanakan. Namun, tidak semua yang dialami dalam praktek akan kelihatan jelas dalam penulisan mengenai hal tersebut. Kadang-kadang hal ini terjadi karena dalam pekerjaan penulisan anda hal tersebut terlupakan; kadang-kadang karena pada tahap editorial hal tersebut di masa itu tidak baik diungkapkan karena alasan-alasan taktis. Saya kini akan menyebutkan suatu masalah yang tidak buka di dalam buku tersebut, yaitu masalah bahasa,. Mungkin saya salah untuk tidak mengungkapkan masalah itu secara jelas karena alasan-alasan taktis. Namun bagaimana pun juga, saya tidak menyesal mengenai apa yang telah saya lakukan itu. Tetapi memang sangat menarik bahwa anda melakukan kritik-kritik ini—walaupun saya tidak dapat menerimanya—sebab dengan demikian anda memampukan saya untuk memberitahu sejumlah aspek yang penting, terutama berkaitan dengan masalah bahasa tersebut. Antonio: Saya sangat senang bahwa kita mengadakan pembicaraan ini, sebab kesempatan yang diberikannya pada kita untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam mengenai buku itu dan eksperimen itu. Pemahaman saya mengenai buku The Letters to Guinea-Bissau tidaklah bersifat final. Setiap kali saya baca buku itu maka saya memahaminya secara berbeda! Paulo: Tentu saja. Antonio: Saya sudah mengatakan pada anda, bahwa di antara banyak alasan yang membawa saya untuk membaca buku The Letters to Guinea-Bissau itu secara kritis, maka yang terutama adalah penggunaan yang kritis yang dapat dilakukan pada gagasan-gagasan anda dengan menggunakannya di Amerika Latin. Paulo: Dan hal ini juga terjadi dengan buku-buku saya yang lain, maupun dengan buku dari penulis-penulis yang lain. Tetapi dalam kasus apa pun perlu dikatakan bahwa suatu bagian



Belajar bertanya



yang sangat besar dari pemikiran-pemikiran teoritis dalam buku itu juga berkaitan dengan Amerika Latin. Antonio: Dan, kedua, karena menurut pemahaman saya ada celah yang sangat besar antara gambaran yang anda ajukan dan hasil-hasil nyata dari pekerjaan anti buta huruf dan pekerjaan-pekerjaan lanjutannya. Paulo: Saya tidak beranggapan bahwa celah itu begitu besar. Antonio: Saya dengan demikian ingin mengatakan agar respons anda terhadap kritik pada buku anda itu sebaiknya dilakukan dalam rangka celah ini yang terjadi antara apa yang anda perrkenalkan sebagai gambaran yang mungkin tercapai dan hasil-hasil nyata dari eksperimen pendidikan itu di Guinea-Bissau. Masalah bahasa Paulo: Apa yang baru anda katakan tadi membawa saya pada konsideransi ini: sebab bagaimanapun juga, di dalam dua hari pembicaraan ini, kita telak melakukan sejumlah refleksi-refleksi mengenai gambarann-gamberan masa depan yang bagi kita kelihatannya mungkin dan untuk mana kita berjuang. Sudah jelas, bahwa kita tidak membicarakannya di sini karena kita senang mendengar suara kita sendiri, tetapi dalam rangka menantang orang-orang yang pada saatnya akan membaca transkrip dari pembicaraan kita untuk membuat pembicaraan itu pembicaraan mereka sendiri. Marilah kita mengakui bahwa dalam enam atau tujuh tahun mendatang seorang pembaca akan mengatakan bahwa ada suatu ketidaksuaian yang besar antara gambaran masa depan Antonio Faundez dan Paulo Freire dengan fakta-fakta yang konkret dari kenyataan—pengarahan kembali dari ekonomi dan produksi serta penemuan kembali kekuasaan. Saya percaya bahwa ketidaksesuaian itu, kalau memang disebut demikian, di antara gambaran masa depan kita sekarang dengan apa yang dikatakan seorang pembaca hipotetis di masa depan kita di masa depan tidak akan mengurangi keabsahan dari gambaran masa depan kita di masa kini. Dengan cara yang sama pula gambaran masa depan Amilcar Cabral tidak menjadi tidak berlaku karena belum juga terealisasi. Solidaritas universal dari kelas pekerja masih jauh untuk dapat tercapai, tetapi sangat penting dan kita harus berrjuang untuk mencapainnya. Dan usulan-usulan anda sendiri yang anda tulis mengenai pekerjaan-pekerjaan lanjutan terhadap kampanye anti buta huruf di Sao Tome e Principe tidak kehilangan keabsahannya hanya karena belum dilaksanakan. Saya kini ingin memberikan beberapa waktu pada masalah bahasa, dengan membahasa suatu jenis kritik yang dilakuakan yang menyatakan apa yang dinamakan Metode Paulo Freire di Guinea-Bissau sebagai suatu kegagalan. Ada juga orang-orang yang mengatakan bahwa kudeta di Brasil pada tahun 1964 menyelamatkan reputasi saya di Brasil! Metode apapun yang kami gunakan, maka tidaklah mungkin bagi kami, tim IDAC maupun saya sendiri, untuk menghasilkan suatu mujizat dengan mengajari suatu masyarakat tertentu membaca dan menulis dalam suatu bahasa yang buat mereka merupakan suatu bahasa asing. Di pulau-pulau Cape Verde dan di Sao Tome e Principe, di mana kedua tempat tersebut bersifat bilingual dan bahasa Portugis salah satu dari bahasan-bahasa itu, terutama di Sao Tome, maka usulan-usulan yang kami ajukan, diadaptasikan sesuai kebutuhan konteksnya, bekerja dengan baik dan masih terus digunakan. Kami sudah memperhatikan masalah bahasa ini mulai dari awal pekerjaan kami. Saya menyinggung masalah ini dalam satu dari surat-surat awal saya pada Mario Cabral, yang pada masa itu menjadi mMenteri Pendidikan. Saya percaya bahwa pada kunjungannya kami yang ketiga di Guinea-Bissau, saya melihat kesulitan-kesulitan dalam mempelajari bahasa Portugis yang dihadapi oleh kelompok-kelompok populer—kesulitan-kesulitan yang kontradiktif dengan informasi awal yang mereka berikamn pada kami dalam respons mereka terhadap kekhawatiran kami mengenai masalah bahasa. Pada umumnya, setiap kali kami pergi mengunjungi Guinea-Bissau, kami akan diterima oleh kamerad kami, Luis Cabral yang pada waktu itu menjadi presiden. Kami secara bebas berdiskusi mengenai negara itu dan menangani hambatan-hambatan yang dihadapi Belajar bertanya



pemerintahnya dalam mengatasi masalah rekonstruksi nasional. Ini merupakan pembicaraan-pembicaraan di mana beliau dengan sangat terbuka berbicara pada kami mengenai betapa banyaknya masalah yang dihadapi negara itu dalam rangka itu tetap setia pada gambaran kemerdekaan pada mana rakyat itu telah berjuang mendapatkan kemerdekaannya. Pada kunjungan kedua atau ketiga kami, Mario Cabral yang selalu menemani kami, mengajukan pada presiden suatu gagasan, yang sudah kami diskusikan sebelumnya, untuk membentuk suatu komite, yang dipimpin presiden, dan terdiri dari wakil-wakil dari sejumlah komisi atau kementerian serta angkatan bersenjata. Komite ini bertanggungjawab untuk membuat suatu program pendidikan anti buta huruf bagi orang dewasa. Pemikirannya adalah bahwa dengan sarana komita ini kami dapat mengajak seluruh jajaran pemerintahan, dan bukan hanya kementerian pendidikan, untuk melihat bahwa mereka mempunyai peranan yang penting dalam rangka pendidikan anti buta huruf bagi orang dewasa. Lebih dari pada itu komite tersebut dapat memberi semangat kerjsama antara program anti buta huruf itu dan bagian-bagian lain dari pekerjaan pemerintah. Pembicaraan mengenai topik ini, yang sangat menarik bagi presiden itu, berlangsung lebih dari satu jam. Pada satu tahap ia mengatakan: ―Kamerad Paulo Freire, pada hari ini, karena saya terlalu banyak berbicara bahasa Portugis, saya menjadi sakita kepala.‖ Presiden sendiri, yang sebagai anak-anak dan sebagai seorang dewasa sekolah di sekolah-sekolah kolonial, yang berbicara dan menulis bahasa Potugis secara lancar, merasa pusing kalau harus terlalu lama mengekspresikan dirinya dalam bahasa Portugis! Tidak lama kemudian komite itu terbentuk secara resmi dengan dihadiri oleh presiden. Dalam pidato saya pada kesempatan tersebut, untuk pertama kalinya saya berbicara pada umum mengenai masalah bahasa tersebut. Saya memohon perhatian atas kenyataan bahwa posisi sentral yang harus diisi oleh bahasa dalam kebijaksanaan kebudayaan suatu negara—suatu kebijaksanaan yang, menurut saya, walaupun secara merata menyemangati kelompok-kelompok etnis yang berlainan itu untuk mengekspresikan diri mereka dalam bahasa mereka sendiri, harus bertujuan untuk memperkenalkan bahasa Creole tertulis, yang harus dilaksanakan oleh ahli-ahli bahasa yang berkompeten dan berkomitmen. Saya masih ingat mengenai keuntungan yang dimiliki Guinea-Bissau, pulau-pulau Cape Verde dan Sao Tome e Principe dalam hal ini atas Angola dan Mozambik: yaitu karena memiliki bahan Creole. Tentu saja sayamengakui betapa mahalnya upaya ini dari segi upaya, pengetahuan, pendanaan dan perjuangan agara Creole dapat mengisi posisi bahasa nasional. Tetapi saya juga mengetahui bahwa, walaupun menyadari posisi saya yang sulit sebagai konsultan asing, saya tidak boleh lalai mengjukan sudut pandang ini, yang bukan hanya merupakan pendapat saya tetapi pendapat seluruh tim IDAC, dengan mana saya bekerja sama. Masalah yang didiskusikan bukan untuk secara total mengingkari pentingnya nilai bahasa Portugis itu—hal itu terlalu naif—tetapi untuk tidak memberikan adanya peranan menjadi medium pengajaran pada rakyat untuk masa yang lama. Harus tiba waktunya ketika bahasa Portugis dipelajari di sekolah-sekolah sebagai suatu bahasa asing yang utama. Saya juga mengungkapkan sudut pandang ini di Sao Tome dan di pualau-pulau Cape Verde baik dalam pembicaraan dengan para pendidik dan Menteri-menteri maupun dalam wawancara-wawancara. Dalam pidato yang disebut tadi, pada peresmian komite itu, saya bahkan menyinggung pernyataan presiden sendiri bahwa ia merasa pusing kalau harus mengekspresikan dalam bahasa Portugis untuk suatu waktu agak lama. Dan kepusingannya itu beliau dapatkan, saya katakan, karena struktur pemikirannya berbeda. Dua hari kemudian, entah secara sengaja atau tidak, pemberitaan resmi, yang biasa menerbitkan tulisan-tulisan Amilcar Cabral dalam suatu upaya terpuji untuk semakin memperkenalkan pemikiran-pemikirannya, menerbitkan salah satu di antaranya di mana ia mengatakan: ―Bahasa Portugis adalah yang terbaik yang ditinggalkan orang-orang ―Tugas‘ 22 (orang-orang Portugis) pada kita.‖ Seakan-akan saya beritahu untuk lebih baik tidak berpartisipasi dalam perdebatan ini. Memang ini suatu masalah yang sangat peka. Tetapi kami tetap melakukan segala usaha untuk mendiskusikan masalah ini, dengan tentu saja tetap berada dalam batas-batas yang harus kami hormati. Kami mulai sering melakukan Belajar bertanya



diskusi-diskusi dengan Mario Cabral, pada waktu itu Menteri Pendidikan dan Mario de Andrade, ketua komite Nasional Kebudayaan dengan status menteri. Kami berhasil mengusulkan agar ahli-ahli bahasa dikirim ke Bissau untuk mendiskusikan masalah ini pada Cabral dan Andrade dan bahwa IDAC akan membayar semua perongkosannya (dan hal ini memang dilakukannya). Yang datang adalah dua ahli bahasa—satu orang Belgia dan satunya orang Afrika, keduanya dari institut bahasa di Dakar. Kami masih melakukan yang lain: kami berperan serta secara aktif di dalam 23 merencanakan dan mewujudkan Pertemuan Pertama Kelima Negara Bersaudara di Bissau, dalam rangka mengevaluasi apa yang telah kami lakukan dalam bidang pendidikan. Tujuan kami adalah untuk menekankan masalah bahasa dalam analisis kebijaksanaan-kebijaksanaan kebudayaan dari kelima negara tersebut, dan itulah salah satu topik dari pertemuan itu. Kami juga berhasil untuk menyertakan kedua ahli bahasa itu dalam pertemuan itu, yang merupakan suatu sukses besar. Saya baru-baru ini mengetahui dalam pembicaraan saya dengan Miguel d‘Arcy de Oliveira, direktur IDAC, bahwa masih ada beberapa ahli bahasa di Guinea-Bissau—saya tidak tahu apakah orang-orangnya sama—dibiayai oleh suatu lembaga dan meneruskan serta memberikan dorongan untuk dilakukan penelitian-penelitian selanjutnya mengenai Creole. Adalah tidak masuk akal dan memang tidak benar, untuk mengatakan bahwa perubahan kebijaksanaan sehingga mengutamakan Creole, yang mempunyai akibat-akibat luas dalam masalah keyakinan nasional, adalah sesuatu yang kami—IDAC dan saya—wujudkan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran para ahli bahasa di sana bersamaan dengan waktu yang kami habiskan di sana, sehingga kehadiran kami di sana tidak hanya beraspek negatif. Ahirnya tercapai suatu momen di mana kami melihat bahwa perlu untuk menurunkan suatu tulisan mengenai apa yang kami katakan masalah bahasa itu dalam pertemuan-pertemuan dan pembicaraan-pembicaraan kami dengan Mario Cabral, Mario de Andrade, presiden dan orang-orang muda yang membentuk tim yang bertanggungjawab untuk melaksanakan pekerjaan anti buta huruf itu. Maka, pada bulan Juli 1977, saya menulis suatu surat yang panjand pada Mario Cabral, yang hingga saat ini belum pernah diterbitkan, yang akan saya terbitkan secara keseluruhan dalam rangka pembicaraan kita ini. Di dalamnya saya meminta perhatian pemerintah dan partai, walaupun saya tidak mengalamtkan pada mereka secara langsung, pada masalah-masalah beriktu, segera setelah suatu masyrakat atas berbagai alasan memutuskan bahwa bahasa dari para penjajahnya harus menjadi medium pelajaran dari rakyatnya, misalnya dalam bidang pengetahuan biologi, matematika, geografi dan sejarah, maka masyarakat itu harus diperingatkan bahwa dengan melakukan hal itu maka masyarakat itu, sadar atau tidak sadar, telah melebarkan jurang antara kelas-kelas sosial dan bukannya menyelesaikannya. Saya mungkin dapat menambahkan dalam surat tersebut bahwa mungkin dapat diramalkan sekarang, bahwa di tangan siapa kekuasaan itu besok akan berada, kemungkinan besar kembali di tangan suatu kelas borjuis kota, yang mungkin mampu berbicara dalam salah satu bahasa nasional, dan Creole, tetapi juga menguasai bahasa Potugis. Di masa kini, anak-anak dengan kemampuan berbahasa Portugis mempunyai suatu keunggulan yang jelas di sekolah-sekolah dibanding anak-anak yang tidak menguasainya, misalnya anak-anak buruh, baik dikota maupun di pedesaan. Kalau hasil pendidikan mereka dinilai, dengan mengutamakan perhatian pada kemampuan mengekspresikan diri secara intelektual, maka anak-anak dengan kemampuan rendah berbahasa Potugis akan selalu ketinggalan. Inilah surat saya pada Mario Cabral, tertanggal Juli 1977: Kamerad Mario Cabral, Dari mulainya kita mengadakan pembicaraan-pembicaraan kita, dalam bentuk surat-surat pertama yang saya kirimkan pada anda—sautu pembicaraan yang tidak hanya terus berlangsung dan menjadi semakin mendalam tetapi juga meluas pada kamerad-kamerad yang lain—kita mempunyai satu perhatian yang terus-menerus: untuk tidak pernah melihat diri kami dalam hubungan dengan Guinea-Bissau dan Belajar bertanya



pulau-pulau Cape Verde sebagai “ahli-ahli Internasional”, tetapi lebih sebagai orang-orang militan, sebagai kamerad-kamerad, yang semakin terlibat dalam usaha bersama dari rekonstruksi nasional. Dengan ini saya bermaksud mengatakan, atau kembali mengatakan, bahwa untuk kita, bukan hanya sebagai individual tetapi sebagai satu tim, tidak akan mungkin hanya secara tidak peduli berfungsi sebagai “konsultan-konsultan teknis”. Beginilah sikap anda dalam menerima kami. Beginilah sudah dari awal anda menyadari kehadiran kami di sini. Apa yang anda inginkan dan harapkan pada kami adalah apa yang kami coba untuk lakukan dan kami coba isi. Persetujuan ini tidakmungkin ada dan kami pasti akan sering dinilai sebagai tidak tahu diri pada satu atau lain saat dalam pekerjaan kami kalau tidak di dasari atas fakta bahwa motivasi kami secara terus menerus pada waktu itu dan hingga sekarang juga telah mendorong semangat kemilitan kami. Adalah dalam semangat yang sama sehingga saya menuliskan satu surat ini lagi pada anda. Walaupun saya menuliskan dan menandatangai sendiri, tetapi surat ini dapat dipandang sebagai suatu kesimpulan dari posisi seluruh tim, dan merupakan semacam laporan, yang walaupun kurang lengkap, dari pertemuan kami di Jenewa, di mana kami mencoba untuk melakukan stok opname mengenai kegiatan kami di Guinea-Bissau, di dalam mana kami begitu terlibat. Perkenankanlah sayamenuliskan, walaupun secara pendek, untuk menyegarkan ingatan kita, beberapa dari tujuan-tujuan yang kami dan komisi pendidikan itu rasakan sebagai sangat penting dari awal pekerjaan kami: a) Pendidikan anti buta huruf dewasa, seperti juga semua bentuk pendidikan, merupakan suatu aksi politik dan tidak dpat dikurangi hanya untuk secara mekanis belajar untuk membaca dan menulis. b) Belajar untuk membaca dan menulis, dalam konsistensi dengan garis dari PAIGC, dengan garis mana kami sependapat, melibatkan pemahaman yang kritis dari konteks sosial dari teks-teks yang digunakan. Konteks itu menyaratkan bahwa pernyataan itu “dibaca” melalui analisis dari kebiasaan sosial para siswa, pada mana kegiatan produktif itu merupakan suatu dimensi dasar. Oleh sebab itu maka tidak mungkin untuk menceraikan pendidikan anti buta huruf dengan pendidikan pada umumnya, dari produksi dan sebagai sambungan tak terhindarkan dari kesehatan. c) Pengenalan dari bahasan tulisan di daerah-daerah di mana ingatan sosial itu secara eksklusif atau terutama lisan terlebih dahaulu menyaratkan perubahan-perubahan infrastruktur sehingga komunikasi tulisan menjadi perlu. Jadi terdapat kebutuhan untuk menentukan daerah-daerah prioritas untuk kegiatan anti buta huruf dewasa, dalam hal ini maksudnya adalah daerah-daerah yang sedang mengalami perubahan-perubahan ini dalam waktu yang sudah dekat. Dengan mengambil syarat-syarat ini sebagai daerah refenrsi kita untuk suatu analisis mengenai apa yang mungkin dilaksanakan di dalam lebih kurang setahun masa percobaan, yang daripadanya kita telah begitu telah banyak belajar, maka sudah jelas bahwa hal yang terutama atau masalah utama yang harus dipertimbangkan adalah masalah bahasa. Di bebagai kesempatan, bukan hanya dalam surat-surat tetapi juga dalam pertemuan-pertemuan kerja di Guinea-Bissau, masalah bahasa ini telah didiskusikan. Kami telah secara langsung mendiskusikan masalah ini dengan komisi nasional, pada pertemuan perdananya, dan juga sekali lagi pada pertemuan terakhirnya, kalau saya tidak salah ingat. Kami juga mendiskusikan masalah ini beberapa kali dengan anggota-anggota dari komisi koordinasi, dan kembali pada masalah tersebtu, bualn Juli yang lalu, dalam salah satu pertemuan studi yang anda pimpin dan di mana Mario de Andrade turut berpartisipasi bersama-sama dengan kamerad-kamerad dari 24 sektor-sektor yang lain dari komisi pendidikan. Di pertemuan tersebut, Marcos Arruda mempresentasikan suatu memorendum yang mengajukan sejumlah usulan dalam kaitan ini. Akhirnya saya lebih jauh dapat menyinggung pembicaraan terakhir kami dengan Presiden, di mana topik utamanya adalah bahasa. Belajar bertanya



Kurang lebih setahun yang lalu, kalau kita tidak mengartikan kebijaksanaan pemerintah secara salah, maka dipikirkan bahwa pendidikan anti buta huruf dewasa dalam bahasa Portugis akan bermanfaat, juga kalau bahasa Creole diakui sebagai bahasa nasional. Alasan utama untuk pendidikan anti buta huruf dewasa dalam suatu bahasa asing adalah fakta bahwa Creole belum terdapat dalam bentuk tulisan. Dipikirkan bahwa alasan untuk membiarkan anti buta huruf dewasa di dalam FARP (Angkatan Bersenjata Populer) membenarkan hipotesa ini. Tetapi, apa yang dalam prakteknya dibuktikan adalah bahwa bahasa Portugis dapat di pelajari, walaupun dengan sulit, dalam kasus-kasus di mana bahasa tersebut tidak asing sama-sekali terhadap kehidupan sehari-hari para siswa—di mana hal ini seharusnya cukup jelas. Hal ini persis sama dengan yang terjadi di FARP, juga di berbagai daerah urban seperti di Bissau. Tetapi tidak demikian kasusnya di daerah-daerah pedesaan, di mana bagian terbesar dari penduiduk hidup, dan di mana bahasa Portugis itu tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Kebenaran adalah bahwa bahasa Portugis bukanlah bahasa dari rakyat Guinea-Bissau. Bukanlah suatu kebetulan bahwa Presiden kita menjadi pening, seperti yang dikatakan beliau kepada kita, kalau beliau harusnya berbicara lama dalam bahasa Portugis. Apa yang kita lihat di daerah-daerah pedesaan, adalah bahwa walaupun para siswa pendidikan anti buta huruf untuk orang dewasa memperlihatkan motivasi dan keingintahuan yang besar, namun tidak mungkin mereka mempelajari suatu bahasa asing itu seakan-akan bahasa itu suatu bahasa nasional. Bahasa itu hampir tidak dikenal samasekali, sebab rakyat itu, selama kehadiran kolonialisme yang berabad-abad, dalam perjuangan mempertahankan identitas kebudayaan mereka, yang menyenangi dan semakin mengembangkan gejala ini melalui cara mereka bersikap dalam organisasi dan kekuatan-kekuatan produktif negara ini. Berbicara dalam bahasa sendiri adalah salah satu dari sedikit senjata yang dimiliki rakyat pada masa itu. Jadi tidaklah mengherankan bahwa para pelatih kebudayaan di daerah-daerah tersebut hanya mempunyai suatu pemahaman yang sangat rendah dari bahasa Portugis. Dalam situasi seperti ini maka akan sangat mengherankan kalau bahasa Portugis itu dapat dipelajari, walaupun hanya sampai tahap-tahap secukupnya. Kalau ada suatu daerah di mana sebenarnya ada kemungkinan untuk menghasilkan hasil-hasil yang memadai dari upaya-upaya pendidikan anti buta huruf dewasa ini, maka daerah tersebut adalah Co. Pusat Maxim Gorki, yang semakin lama semakin berintegrasi ke dalam kehidupan masyarakat-masyarakat sekitarnya, dan memiliki pengajar-pengajar yang efektif dan siswa-siswa dengan suatu tingkat kesadaran politik yang tinggi, memiliki segalanya untuk menjadi suatu pusat bantuan untuk pekerjaan anti buta huruf dewasa. Tetapi apa yang sialami selama eksperimen-eksperimen itu, dan yang dibuktikan dalam evaluasi yang dilakukan oleh 25 Augusta dan Marcos Arruda adalah, bahwa para siswa pendidikan anti buta huruf untuk orang dewasa, setelah berbulan-bulan berusaha, hanya mampu memahami kata-kata generatif. Mereka maju dari tahap pertama hingga ke tahap lima, tetapi ketika mereka sampai pada tahap lima, mereka sudah melupakan tahap tiga. Mereka kembali pada tahap tiga, dan kemudian ditemukan bahwa mereka sudah melupakan tahap-tahap satu dan dua. Lebih buruk lagi, ketika mereka berusaha untuk membentuk kata-kata dari kombinasi-kombinasi silabis yang sudah mereka miliki, maka mereka jangan melakukannya dalam bahasa Portugis. Dalam pengamatan-pengamatan saya sendiri, sayamelihat kata-kata Portugis digunakan dengan makna-makna yang 26 sama-sekali berbeda sebab mereka berpikir dalam bahasa Mancanha . Mengapa demikian? Hal ini adalah karena Bahasa Portugis bukanlah bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Dalam pengalaman sehari-hari mereka, tidak pernah ada satu momen pun di mana mereka membutuhkan bahasa Portugis. Dalam percakapan-percakapan keluarga, pertemuan-pertemuan dengan tetangga, dalam pekerjaan produktif, dalam merayakan perayaan-perayaan tradisional, dalam mendengar pidato-pidato presiden, dan dalam mengingat masa-masa lalu—di dalam suatu aktifitas ini sangat jelas bahwa bahasa Portugis tidak diperlukan. Bahasa itu adalah bahasa kaum penjajah, yang mereka tentang sepanjang periode penjajahan. Belajar bertanya



Dapat diargumentasikan bahwa kesulitan dalam belajar ini disebabkan kurangnya bahan-bahan penunjang. Tetapi menurut pendapat kami, walaupun kurangnya bahan-bahan penunjang dalam arti yang sangat luas dalam situasi-situasi berbeda pendapat menjadi alasan utama kesulitan-kesulitan tersebut, maka dalam hal ini masalah-masalah tersebut hanya bersifat menambah. Yang saya maksud adalah, sekiranya pun kami memiliki bahan-bahan penunjang yang memadai, seperti yang kami miliki di dalam Caderno de Educacao Popular, maka hasilnya hanya akan sedikit saja lebih baik. Faktanya adalah bahwa Caderno itu sendiri sebagai suatu alat bantu tidaklah cukup untuk mengatasi masalah utama kesulitan itu—tidak hadirnya bahasa Portugis dalam kehidupan sehari-hari dari rakyat. Dan bahasa asing, yakni bahasa Portugis ini, tidaklah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian besar rakyat Guinea-Bissau karena tidak menjadi bagian integral dari tingkat apa pun di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tidak pada tingkat perjuangan untuk produksi, tidak pada tingkat adanya konflik kepentingan-kepentingan, tidak pada tingkat aktifitas kreatif rakyat. Mempelajari suatu bahasa asing menjadi penting apabila sedikitnya diperlukan oleh seseorang atau suatu kelompok tertentu dalam sedikitnya satu tingkat kegiatan mereka. Jadi, untuk bertahan dalam kasus ini untuk mengajarkan bahasa Portugis pada masyarakat merupakan suatu pemaksaan yang sia-sia dan tidak berguna. Tetapi tidaklah sia-sia malahan sangat penting—untuk mempertimbangkan bahas alebih jauh dalam konteks rekonstruksi nasional dan dalam penciptaan dalam suatu masyarakat yang baru, di mana dieksploatasi oleh orang-orang tertentu dikurangi sesuai dengan gagasan-gagasan terbesar yang selalu menginspirasi PAIGC, gagasan-gagasan dalam bentuk mana PAIGC membentuk dirinya sebagai pelopor sejati dari rakyat Guinea-Bissau dan Pulau-pulau Cape Verde. Dipertahankannya bahasa Portugis untuk masa yang lama, walaupun sudah dinyatakan sebagai satu-satunya bahasa resmi, tetapi di dalam kenyataannya dengan hak-hak sebagai bahasa nasional, sebaba bahasa itu menjadi medium dari sebagian besar dari pendidikan anak-anak dan generasi muda, akan berpengaruh negatif terhadap pencapaian gagasan-gagasan tersebut. Perkenankanlah saya menekankan bahwa kita tidak mencoba untuk mengatakan bahwa partai atau pemerintah itu seharusnya menskors segala pendidikan sistematis dalam negara ini selama bahasa Creole belum terdapat dalam bentuk tertulis. Hal ini sama-sekali tidak masuk akal. Tetapi kami menekankan betapa perlunya untuk adanya suatu bentuk tertulis bahasa Creole sehingga secara konkret bahasa Creole sah sebagai bahasa nasional, sehingga bahasa Portugis secara berangsur-angsur dapat mengambil posisi yang sebenarnya di dalam sistem pendidikan negara ini—sebagai suatu bahasa asing—dan diajrkan sebagai bahasa asing. Sebagai kontras, selama bahasa Portugis terus menjadi medium bahasa yang digunakan dalam sistem pendidikan untuk sebagian besar pendidikan intelektual dari para siswa, maka akan sangat sulit untuk menciptakan suatu pendidikan yang benar-benar demokratis, walaupun ada usaha-usaha dan akan terus ada usaha-usaha ke arah tersebut. Bahasa Portugis itu pada saatnya akan menciptakan suatu jurang sosial di dalam bangsa ini, dengan menempatkan suatu minoritas kota di dalam suatu posisi unggul di atas mayoritas besar penduduk. Sudah pasti, bahwa untuk minoritas tersebut, karena mempunyai akses pada bahasa Portugis akibat posisi sosial mereka, mereka mempunyai keuntungan dibandingkan mayoritas itu dalam memperoleh jenis-jenis pendidikan tertentu di dalam ekspresi-ekspresi lisan maupun tulisan. Jadi dengan demikian mereka mempunyai salah satu persyaratan penting di dalam kemajuan studi mereka, dan akibat dari itu konsekuensi-konsekuensinya sudah dapat dibayangkan. Apa yang dapat dilakukan sebagai jawaban terhadap tantangan ini, terutama kalau kita mempunyai keunggulan, yang selalu tidak ada, dalam eksistensi suatu bahasa kesatuan, yaitu bahasa Creole? Kebijaksanaan apakah yang bisa di ambil, yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang konkret situasi ini? Kita tidak mengatakan bahwa kita dapat memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini Belajar bertanya



secara memuaskan dalam seluruh kekompleksannya, karena ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang melibatkan kebijaksanaan kebudayaan dan pendidikan negara. Tetapi sebagai kamerad-kamerad dan teman sekerja, dengan penuh kerendahan hati, kami membatasi diri untuk melakukan sejumlah usulan-usulan. Pertama-tama, kami merasa bahwa sangat penting untuk mengimplementasikan apa yang dipertimbangkan oleh anda dan oleh Mario de Andrade, dan yang sudah saya sebutkan di atas, yaitu menciptakannya suatu bentuk tertulis dari bahasa Creole, dengan bantuan ahli-ahli bahasa yang juga berpaham militan. Sambil pekerjaan untuk menghasilkan suatu bahasa Creole tertulis ini dilakukan, maka kami mengusulkan untuk membatasi pendidikan anti buta huruf untuk orang dewasa itu dalam bidang aksi-aksi kebudayaan di: a) Daerah Bissau, di mana penduduk, yang sangat menguasai bahasa Creole, juga menguasai bahasa Portugis; di daerah ini, pendidikan anti buta huruf untuk orang dewasa akan dilakukan dalam suatu situasi kerja, di mana membaca dan menulis dalam bahasa Portugis dapat mempunyai makna yang sangat berarti pada orang-orang yang mempelajari dan bagi upaya rekonstruksi nasional; b) Daerah-daerah pedesaan tertentu, apabila program-program perkembangan sosial ekonomi membutuhkan pekerja-pekerja dengan keahlian-keahlian teknis sehingga diperlukan kemampuan membaca dan menulis dalam bahasa Portugis; dalam kasus seperti ini apabila bahasa Creole tidak dikuasai sebaik seperti di Bissau, maka perlu dipelajari kembali metode-metode yang digunakan untuk mengajarkan bahasa Portugis. Tetapi di dalam kasus manapun juga adalah sangat perlu untuk bersama para siswa mendiskusikan alasan-alasan di adakannya pendidikan anti buta huruf untuk orang dewasa itu di dalam bahasa Portugis. Jadi dengan demikian sudah dapat dilihat bagaimana terbatasanya daerah kegiatan pendidikan anti buta huruf untuk orang dewasa tersebut. Dan apa yang harus dilakukan terhadap masyarakat yang tidak jatuh ke dalam kedua kategori tersebut? Masyarakat-masyarakat tersebut sebaiknya dilibatkan secara bertahap, tergantung pada ketersediaan pengajar dan bahan-bahan, dalam suatu upaya serius aksi-aksi budaya ataupun animasi—dengan kata lain, dengan “membaca”, “membaca kembali”, dan dalam “meuliskan” kenyataan, tetapi tanpa membaca atau menuliskan kata-kata. Tetapi aksi-aksi budaya, sebagai aksi-aksi politis pedagogis yang juga meliputi aksi-aksi pendidikan anti buta huruf untuk orang dewasa, tidak selalu harus berputar di sekitar masalah-masalah ini. Sering kali sangat penting untuk bekerjasama dengan masyarakat dengan membantu mereka “membaca” kenyataan dari situasi mereka dalam hubungan dengan proyek-proyek yang dapat mereka lakukan, seperti kebun sayuran kolektif, koperasi-koperasi produksi, yang dikaitkan dengan kampanye-kampanye pendidikan kesehatan, di mana penduduk itu sendiri tidak perlu membaca kata-kata. Jadi dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa walaupun dalam suatu perspektif politis seperti yang dimiliki oleh PAICG dan kami sendiri, mempelajari membaca dan menulis pada akhirnya melibatkan juga “membaca” dan “menulis” kenyataan, jadi keterlibatan dari penduduk untuk beraksi pada kenyataan, sehingga pada akhirnya beraksi pada kenyataan akan benar-benar melibatkan mereka untuk mempelajari membaca dan menulis. Dengan tujuannya untuk memobilisasi penduduk, atau mengorganisasi mereka agar mereka terlibat dalam proyek-proyek untuk mengubah lingkungan hidup mereka, maka aksi-aksi kebudayaan harus dimulai dari suatu pengetahuan yang benar mengenai kondisi-kondisi lingkungan tersebut, dari pengetahuan mengenai kebutuhan-kebutuhan penduduk tersebut, alasan-alasan terdalam yang mereka sendiri mungkin tidak melihat secara jelas ataupun mengetahuinya. “Membaca” kenyataan ini, yang berpusat pada suatu pemahaman kritis mengenai aksi-aksi sosial, akan memberi mereka persepsi yang jelas. Bukan suatu kebetulan bahwa seorang partisipan dalam program sangat bermutu mengenai aksi kebudayaan (atau animasi budaya, atau pendidikan populer, apa pun namanya tidaklah penting) di Senegal mengatakan: “Sebelumnya kami belum mengetahui apa yang kami ketahui: Belajar bertanya



kini kami mengetahui apa yang sudah kami ketahui sebelumnya dan bahwa kami dapat mengetahui lebih banyak.” Tidak perlu dirgukan lagi bahwa kamerad ini, yang sampai pada suatu pemhaman kritis mengenai apakah pengetahuan itu, dari sumbernya, dalam mengeluarkan pernyataan ini tidak menunjuk pada kemampuan rendahnya yang sudah didapatkannya dalam beberapa kata-kata generatif dalam bahasa Portugis. Tidak. Yang akan dikatakannya adalah betapa besarnya dimensi-dimensi kenyataan yang ditemukannya bersama dengan orang-orang lain dalam pekerjaan produktif di perkebunan kolektif itu. Salah satu dari masalah yang kami hadapi pada saat itu di dalam kasus khusus di Senegal ini adalah respons konkret terhadap bagian terakhir dari kalimat yang diucapkan oleh kamerad tersebut, yang pasti merupakan ekspresi dari tingkat keingintahuan orang-orang lain seperti dirinya pula. Maksud saya adalah respons yang harus dilakukan dalam bentuk aksi dan refleksi mengenai apa yang secara sangat jelas dinyatakannya: “Kini kami mengetahui bahwa kami dapat mengetahui lebih banyak.” Apa yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi apa yang menjadi “alam semesta” dari pengetahuan yang diindikasikan oleh kata-kata: “Kini kami mengathui bahwa kami dapat mengetahui lebih banyak.” Dengan kata lain definisikan apa lagi yang patut diketahui. Tetapi lebih jauh perlu dicatat bahwa pembicaraan kita itu, terlepas dari masalah apakah ia sudah dapat menulis dan membaca ataupun belum, sudah mencapai suatu tingkat pemikiran teoritis yang abstrak dalam kata-katanya. Ia mulai berbicara dengan menegaskan bahwa sebelumnya mereka belum mengetahui bahwa mereka sudah mengetahui. Ketika menemukan, atas dasar keterlibatannya dalam produksi suatu kolektif, ia dengan tepat sekali menyatakan bahwa ia kini dapat mengetahui lebih banyak, tanpa mampu menjelaskan obyek dari pengetahuan tersebut. Hal mendasar yang dilakukannya pada waktu itu adalah kemungkinan untuk mengetahui lebih banyak. Akan sangat memberi semangat sekiranya aksi-aksi budaya, sperti di Senegal, untuk hanya menyebut salah satunya, sekaligus dapat menyertakan pendidikan anti buta huruf. Tetapi, terlepas dari masalah ini, Senegal itu telah menyatakan dirinya secara nasional di Guinea—Bissau. Dan hal ini terjadi, bukan karena para partisipan itu mencapai kemampuan untuk membaca dan menulis kalimat-kalimatpendek dalam bahasa Portugis, tetapi karena dalam satu titik dari pekerjaan yang hampir tidak mungkin untuk mempelajari bahasa tersebut, mereka telah menemukan sesuatu yang mungkin: yaitu pekerjaan yang kolektif. Dan dengan memberikan diri mereka pada jenis pekerjaan seperti itu, maka mereka telah mulai “membaca” dan “menulis” kenyataan mereka kembali, mereka telah menyentuh dan membangunkan seluruh masyarakat, dan semua indikator-indikator menunjukkan bahwa mereka akan mampu membuat Senegal suatu contoh yang gemilang. Pada ujung pada tahap pertama aktifitas kelompok-kelompok diskusi di mana kamerad Mario Cabral turut hadir, tidak ada yang lebih patut dipresentasikan—baik dalam bentuk lisan ataupun tulisan—daripada kebun sayur kolektif itu dan adanya kehadiran suatu masyarakat yang berkomitmen pada tugas rekonstruksi nasional. Senegal adalah suatu contoh konkret dan tidak teringkarkan mengenai betap banyaknya yang dapat dicapai di Guinea-Bissau melalui sarana aksi-aksi budaya walaupun tidak disertai dengan pendidikan anti buta huruf. Contoh ini adalah contoh yang sangat kaya untuk para calon pemimpin. Kelihatannya pada kami bahwa di Co, terdapat kondisi-kondisi yang sangat menguntungkan, sehingga dapat menjadi lokasi dari suatu usaha kedua untuk berkampanye, dengan mengaitkan pertanian dan kesehatan, di mana kesehatan dapat menjadi satu titik awal. Untuk hal ini, kita dapat mencoba untuk menghasilkan suatu buku pegangan kesehatan yang dapat digunakan para penyuluh, yang berisikan gagasan-gagasan yang sangat sederhana bagaimana masyarakat tersebut dapat meningkatkan kesehatannya dan mengurangi penyakit-penyakit melalui pekerjaan-pekerjaan kolektif dan mengubah lingkungan hidup mereka. Suatu naskah kasar untuk buku pegangan ini, yang berisikan hal-hal yang pokok, akan dibawa ke Bissau pada bulan September, dan apabila proposal kami diterima, Belajar bertanya



maka naskah itu akan direvisi oleh ahli-ahli setempat kemudian diperbanyak. Pendidika para penyuluh akan dilakukan dan tahap-tahap pertama dari program itu dapat dimulai pada bulan Oktober. Kemajuan dari eksperimen ini, apabila dimonitor dengan baik dan terus-menerus dinilai, akan membantu meningkatkan mutu para penyuluh, untuk menguji dan memperbaiki buku pegangan itu dan untuk menantang semua orang agar kreatif dalam menciptakan alat-alat bantu yang baru dan dalam pengembangan bahasa-bahasa baru yang yang cocok dalam memungkinkan dilakukannya komunikasi-komunikasi yang lebih efektif. Apabila dilakukan usaha di daerah di mana belum pernah dilakukan usaha-usaha pada masyarakat dari suatu perspektif yang politis, maka kita harus menggunakan suatu prosedur awal yang lain. Tetapi kita semua mengetahui bahwa apa makna dari pusat Maxim Gorki pada penduduk Co dan peranan yang dilakukan oleh komite partai bersama-sama dengan mereka. Dan dengan demikian, dari sudut yang lain kita akan melihat Senegal berkembang dan mengembangkan bahan-bahan program yang baru untuk aksi-aksi kebudayaan dengan disertai kerjasama yang semakin meningkat dari komisi pertanian dan juga kerjsama dari komisi kesehatan. Dari segi lain kita mempunyai proyek di Co, dan keduanya menjadi sumber-sumber pengalaman dan menjadi pusat-pusat dinamis untuk melaith para pemimpin untuk bekerja pada program-program di daerah-daerah yang lain. Inilah, temanku dan Kameradku Mario Cabral, garis-garis besar dari proposal-proposal 27 yang ingin kami ajukan pada anda, satu bulan sebelum Miguel, Rosiska dan Claudius datang menjumpai anda. Seluruh tim bersama Elza dan saya mengirim salam hangat pada anda dan Kamerad Beatriz. Paulo Freire. Pada akhirnya saya dapat mengingat bahwa dalam pembicaraan terakhir yang saya adakan bersama Presiden Luis Cabral, ketika saya dengan halus kembali menekankan bahwa bahasa Portugis bukanlah bahwa rakyat Guinea-Bissau, ia dengan datar menjawab: ―Di antara kami sendiri ada pertentangan yang serius dalam menghadapi orang-orang yang pendapatnya seperti kamu.‖ Tetapi sangat jelas bahwa sepanjang periode dominasi penjajahan, para penjajah menekankan pada para jajahan mereka bahwa satu-satunya bahasa yang elegan dan berbudaya, yang mampu mengekspresikan keindahan dan ketegasan ilmiah, adalah bahasa mereka, bahasa para penjajah. Menurut pandangan mereka orang-orang jajahan itu tidaklah mempunyai suatu bahasa yang benar-benar bahasa. Antonio: Tidak. Mereka hanya dianggap mempunyai dialek-dialek! Paulo: Jadi seperti sejarah rakyat yang dijajah, yang dari sudut pandang para penjajah baru mulai dari masa mulainya penjajahan. Itulah sebabnya mengapa bahasa Creole, media ekspresi dari orang-orang terjajah itu, selalu dianggap oleh para penjajah sebagai sesuatu yang tidak berniali, jelek, bernada kemiskinan, dan tidak mampu untuk menyampaikan gagasan-gagasan ilmiah dan teknologi, seakan-akan bahasa-bahasa itu tidak berubah dalam sejarah sesuai dengan perkembangan-perkembangan nyata dari kekuatan-kekuatan produksi, sekan-akan bahasa-bahasa itu muncul sudah dalam bentuk yang sempurna. Tentu saja ada benarnya, bahwa bahasa Creole mengandung masalah-masalah yang sangat berat karena kekurangannya dalam kata-kata untuk menjelaskan pengalaman-pengalaman dari dunia ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Tetapi seperti yang sudah saya katakan tadi, bahasa-bahasa itu tidak muncul dalam bentuk yang sudah sempurna. Tidak ada alasan, misalnya, mengapa bahasa Portugis, atau bahasa Perancis,



Belajar bertanya



atau bahasa Jerman, harus merasa rendah diri karena harus menggunakan kata ―stress‖ yang berasal dari bahasa Inggris. Seperti yang anda lihat, kami bukan hanya menyadari keseluruhan masalah itu, tetapi kami juga berusaha untuk memberikan suatu sumbangan yang konsisten dan serius untuk menyelesaikannya. Saya juga mempunyai pengalaman langsung mengenai pengalaman yang sama ini di Angalo, Sao Tome e Principe dan pulau-pulau Cape Verde, dan mengamati masalah ini, walaupun dari jauh di Mozambik, Dan saya menyadari betapa besarnya masalah-masalah politis yang dihadapi para pemimpin Angola dan Mozambik dalam masalah bahasa ini. Kami menyadari bahwa kami berkonfrontasi dengan suatu masalah yang serius, yang tidak mempunyai solusi yang mudah, dari sudut pandang manapun kami mendekatinya: ideologis, politis, teknis/ilmiah, atau finansial. Tetapi kami juga mengetahui—dan saya menekankan betul hal ini—bahwa kami tidak perlu rendah diri dengan posisi kami mengenai masalah tersebut pada waktu itu. Sebaiknya tugas kamilah untuk mengekspresikan pendapat kami itu pada otoritas-otoritas teman sekerja kami. Dan hal itulah yang kami lakukan. Kini, Antonio, untuk membaca buku apa saja—dan bukan hanya The Letters to Guinea-Bissau—menuntut pada pembacanya apa yang anda sebut sebagai suatu pendekatan yang kritis: suatu analisis mengenai pemahaman teoritis, proposal-proposal, sikap politis, konsistensi dan sifat-sifat lain dari pengarangnya. Kalau buku tersebut sebagai contoh mendiskusikan peranan dari subyek kognitif yang harus dianut oleh mahasiswa, apakah buku tersebut menganggap hal ini sebagai suatu kemungkinan nyata yang harus diikuti atau tidak? Kalau buku itu berbicara mengenai hubungan demokratis yang sangat radikal antara guru dan murid dalam suatu masyarakat yang revolusioner, apakah ini suatu kemungkinan nyata atau tidak? Dan kalau kemungkinan-kemungkinan ini , seperti gambaran-gambaran lain mengenai masa depan, tidak menjadi kenyataan, untuk berbagai alasan, maka hal ini bukanlah berarti, saya ulangi, bahwa gambaran-gambaran itu kehilangan keabsahannya. Sering juga dikatakan dalam hubungan pekerjaan saya dalam rangka pendidikan di Guinea-Bissau adalah bahwa apa yang saya lakukan adalah secara sederhana memindahkan pengalaman saya dari Brasil. Bukan demikian kenyataannya. Di Brasil saya mengajukan gagasan bahwa pendidikan anti buta huruf untuk orang dewasa adalah suatu aksi yang kreatif, suatu aksi pengetahuan dan politik, yakni gagasan bahwa para siswa tersebut dalam bekerja sama dengan guru mereka memegang peranan sebagai subyek dalam pendidikan pemberantasan buta huruf mereka; dan hal ini juga saya perkenalkan di Chili, di Nikaragua dan juga di Grenada. Atas dasar itu maka tidak ada alasan untuk saya mengatakan sesuatu yang berlawanan dalam konteks yang berbeda. Sekiranya saya menekankan, seperti yang masih saya lakukan, bahwa di Brasil membaca kata-kata harus didahului dengan membaca dunia itu, mengapa saya harus mengatakan sesuatu yang berlawanan hanya karena saya sedang berada di Guinea-Bissau? Kalau saya menekankan di Brasil dari suatu sudut pandang yang sangat demokratis bahwa kata-kata generatif di sekitar mana program anti buta huruf itu diorganisasikan harus dimabil dari dunia para siswa sendiri, mengapa saya harus mengatakan yang berlawanan dalam konteks yang berbeda? Kalau saya sangat menekankan di Brasil (seperti juga di Chili) bahwa para siswa harus menuliskan teks-teks mereka sendiri, mengapa saya harus mengatakan sebaliknya dalam konteks yang berbeda? Akhirnya, Antonio, saya ingin memberitahu kepada anda sesuatu yang mungkin kedengarannya agak sombong: saya masih tetap membaca The Letters to Guinea-Bissau. Saya masih tetap belajar dari apa yang saya tulis. Saya masih tetap mempercayai bahwa garis-garis besar dari usul-usul yang saya ajukan di Guinea-Bissau masih tetap berlaku. Antonio: Saya tetap percaya, Paulo, bahwa dalam analisis anda nilai buku itu tidak berkurang seperti yang sudah anda katakan, oleh konfrontasi-konfrontasi dari berbagai gambaran masa depan yang mungkin terwujud, dan bukan oleh jurang antara gambaran-gambaran tersebut dengan kenyataan yang akhirnya tercapai. Saya kembali mengulangi, bahwa buku itu adalah buku yang bagus, suatu buku yang patut dibaca secara kritis dan secara kreatif. Bahaya yang saya lihat adalah, sebagai contoh, cara buku itu dibaca di Amerika Latin, dan bahwa buku itu dibaca dengan suatu cara yang tidak kritis dan tidak kreatif.



Belajar bertanya



Paulo: Itulah cara orang-orang membaca buku Lenin What is to be done?—bukan saya bermaksud membandingkan The Letters to Guinea-Bissau dengan buku Lenin tersebut. Tetapi kalau buku apa saja dibaca dengan tidak kritis, bukan hanya di Amerka Latin tetapi di mana saja di dunia ini, maka itu bukanlah kesalahan pengarangnya. Saya setuju dengan pendapat anda bahwa sangat penting agar buku tersebut dibaca secara kritis. Antonio: Tepat sekali. Paulo: Saya selalu mengatakan bahwa membaca itu lebih dari sekedar melompat-lompati isi suatu buku. Antonio: Hal ini sudah pasti. Menurut saya sangat penting untuk memberikan keterangan-keterangan yang langsung menunjuk pada keadaan sejarah yang menghambat gambaran tersebut menjadi kenyataan. Keterangan-keterangan tersebut menurut pendapat saya merupakan suatu penerusan dari buku itu yang memberikan semacam keterangan pada apa yang saya tanyakan yakni mengenai ―proses pendidikan umum yang akan menerangkan eksperimen itu dan buku itu…‖ Paulo: Tepat sekali. Antonio: ―…yang akan menerangkan proposal-proposal teoritis anda, dan gambaran-gambaran masa depan anda yang tidak dapat diwujudkan karena sejumlah pembatasan yang sisebabkan konteks sejarahnya.‖ Dan kini, di dalam konteks sejarah ini, saya di sini mengatakan—dan saya mengabaikan apa yang di dalam catatan-catatan saya, saya tempatkan dalam kurung bahwa ―para kolega kita, para pemimpin dari negara-negara ini mengatakan hal-hal ini bahwa karena alasan-alasan sejarah, sehingga bahasa Portugis itu sebaiknya diterima sebagai bahasa…‖ Paulo: saya tidak tahu, Antonio, saya tidak percaya bahwa para kolega kita di Angola dan Mozambik mengatakan atau berpikir bahwa alasan-alasan tersebut dari sejarah. Antonio: Kalau saya mengatakan ―alasan-alasan sejarah‖, Paulo, saya berpikir mengenai alasan-alaasan politis dan ideologis (tertawa). Dan mengapa? Sebab kalau mengatakan ―alasan-alasan sejarah‖, maka saya pada dasarnya berpikir mengenai apa yang merupakan masalah utama di Afrika: yaitu konflik-konflik kesukuan. Dan itulah suatu masalah sejarah bagi mereka. Saya mendengar hal ini dari para pemimpin mereka, dan oleh sebab itu sangat penting untuk mengatakan hal ini: ketika saya bertanya selama masa saya di Sao Tome e Principe apakah alasan bahasa Portugis menjadi satu-satunya bahasa yang dapat menyelesaikan masalah pemberantasan buta huruf dan pendidikan-pendidikan lanjutannya, maka mereka menjawab bahwa alasannya adalah untuk menghindari ―kemunculan kembali atau kedatangan kembali konflik-konflik antar suku, sebab ada tiga atau empat bahasa, dan di Sao Tome e Principe, bahasa Creole tidak digunakan secara meluas di seluruh negara tersebut. Paulo: Saya berpikira bahwa alasan-alasan tersebut lebih merupakan alasan-alasan politis dan ideologis. Alasan yang anda sebutkan tadi sudah hampir mencakup semua alasan yang lain. Tetapi saya percaya bahwa masih ada alasan-alasan yang lain. Antonio: Tentu saja. Paulo: Tetapi bagaimanapun, kalau saya boleh mengatakannya, pendidikan anti buta huruf di Sao Tome e Principe tidak dapat dikatakan sebagai suatu aksi kekerasan. Antonio: Masalah bahasa di Sao Tome e Principe memang merupakan suatu masalah yang lain, sebab negara tersebut adalah suatu negara di mana bahasa Portugis digunakan secara meluas oleh mayoritas dari penduduknya. Belajar bertanya



Paulo: Karena bilingualisme yang sudah saya sebut tadi. Antonio: Dalam kasus apa pun, anda benar kalau mengatakan bahwa, walaupun benar pada saat ini untuk mengatakan bahwa suatu pemahaman mengenai dunia pada saat ini harus diperoleh melalui penguasaan bahasa Portugis, maka sudah pasti ada suatu logika yang berbeda di dalam berbagai bahasa-bahasa lokal yang digunakan oleh kelompok-kelompok etnis yang berbeda-beda. Paulo: Benar, suatu logika yang lain. Antonio: Dan dengan demikian maka proposal yang anda dan saya ajukan dan masih tetap kita pertahankan adalah bilingualisme. Paulo: Hal ini sangat logis. Antonio: Proposal-proposal yang kita lakukan di Sao Tome e Principe adalah bahwa, walaupun memang perlu untuk mulai dengan bahasa Portugis akibat alasan-alasan sejarah konkret yang sudah kita sebutkan tadi, maka perrlu juga untuk menghargai berbagai cara yang digunakan oleh masing-masing kelompok etnis tersebut untuk mengekspresikan diri mereka secara linguistis. Tetapi saya percaya bahwa kebutuhan yang kita lihat ini, yang kita lihat untuk menghidupkan kembali dan menimbulkan konflik di antara kelompok-kelompok etnis, merupakan hambatan yang sangat besar. Saya ingat bahwa pada tahun 1980 saya diundang untuk menghadiri suatu pertemuan mengenai pendidikan untuk orang dewasa yang diorganisir oleh International Council of Adulf Education di Paris. Dan saya menunjukkan pada masalah ini yang secara langsung mempengaruhi Afrika dan menunjuk pada kebutuhan untuk menciptakan suatu negara-bangsa yang menyertakan kesatuan dalam keanekaragaman, dengan kata lain, bahwa kesatuan itu harus dicapai melalui keanekaragaman, di mana hal ini berarti pendidikan dalam bahasa-bahasa dan bukan dalam dialek-dialek. Paulo: Tepat sekali. Antonio: Pada kesempatan tersebut saya menegaskan bahwa satu satunya solusi yang mungkin adalah bilingualisme, mungkin bilingualisme berganda, yaitu bahwa ada satu bahasa umum untuk semua orang, di samping bahasa-bahasa yang lain yang memungkinkan, katakanlah kebudayaan-kebudayaan yang lain untuk menemukan ekspresi-ekspresi mereka dan agar sifat-sifat khusus mereka dihargai. Paulo: Betul, tentu saja. Seperti di Swis. Antonio: Rasa hormat pada perbedaan-perbedaan ini, bukannya harus dianggap sebagai ancaman terhadap kesatuan nasional, tetapi harus memperkayanya. Tetapi, semua negara-negara ini meilih bahasa Inggris sebagai salah satu dari subyek-subyek dasar yang perlu diajarkan, kecuali beberapa negara, misalnya Tanzania. Paulo: Dan mereka kemudian berubah pikiran. Menciptakan ilmu pendidikan kembali—membandingkan catatan-catatan. Antonio: Tetapi Tanzania kemudian mengubah kebijaksanaannya, antara lain karena situasi membutuhkannya. Tetapi, sudah pasti, bahwa banyak dari negara-negara ini, satu bahasa, yaitu bahasa dari penjajah, dipaksakan untuk mengakhiri, begitulah mereka katakan, konflik-konflik antar suku yang mungkin akan timbul, seperti juga masalah kekuasaan dan sebagainya.



Belajar bertanya



Saya masih dapat mengingat bahwa beberapa dari para wakil-wakil itu, setelah mendengar teori saya mengenai kesatuan dalam keanekaragaman itu, meminta pada moderator agar saya memberi suatu penjelasan yang lebih mendalam mengenai semua yang telah saya katakan. Sangat mengherankan bagaimana, dalam suatu konferensi, orang-orang diminta untuk menjelaskan suatu teori dalam limabelas menit! (tertawa). Saya secara ironis menjawab: ―Tetapi apakah saya perlu menjelaskan sesuatu yang bagi diri saya kelihatannya sudah sangat jelas?‖ Hal ini menunjukkan bagaimana seriusnya masalah ini bagi Afrika, suatu masalah dengan implikasi-implikasi ekonomis yang berat. Adalah sangat berat bagi suatu negara yang sedang mulai terbentuk, yang harus direkonstruksi secar ekonomis, yang menjadi subyek terhadap semua tekanan-tekanan ekonomi dan politis yang sudah anda sebutkan tadi—akan sangat sulit bagi negara tersebut untuk mampu menemukan sumber-sumberr ekonomi yang diperlukan, pertama untuk mempelajari suatu bahasa—sebab pada dasarnya semua bahasa ini mempunyai bentuk yang tertulis. Mereka itu harus dipelajari agar dapat diberi bentuk tertulis dalam mana pendidikan anti buta huruf dapat dilakukan. Di Guinea-Bissau, kesulitan-kesulitan ini memang memungkinkan suatu eksperimen penting dilakukan. Fakta bahwa tidak dapat dilakukannya pendidikan anti buta huruf dalam bahasa Portugis di beberapa daerah menjadikan perlu dilakukannya penggunaan bahasa lisan sebagai medium untuk memberi kemampuan membaca pada rakyat dalam berbagai bidang seperti pembangunan dan kesehatan. Pendeknya, bahasa lisan itu berfungsi sebagai satu unsur dalam pendidikan rakyat. Kini saya ingin agar anda melakukan sejumlah observasi dan mengharapkan agar anda merefleksikannya. Tadi kita sudah mengatakan bahwa ilmu pendidikan apa pun melibatkan suatu penemuan kembali, suatu penciptaan kembali ilmu pendidikan itu. Salah satu masalah yang saya hadapi di Guinea-Bissau (saya menanyakan hal ini pada diri saya sendiri ketika anda berbicara mengenai pertemuan-pertemuan anda dengan kementerian-kementerian yang lain) adalah bahwa di dalam kementerian pendidikan itu adan mengajukan suatu pemahaman yang baru mengenai ilmu pendidikan, suatu penemuan terhadap pendidikan itu, dan saya ragu-ragu apakah sikap yang sama ini di dapati di dalam kementerian-kementerian yang lain. Dengan kata lain, apakah misalnya mungkin dalam kementerian pembangunan, sebagai contoh, untuk mengjukan suatu pemahaman baru dari proses produksi itu atas dasar pengetahuan ini, teknologi ini yang dapat ditemukan dalam berbagai kebudayaan? Saya bahkan akan mengatakan bahwa mungkin saja kementerian ekonomi tidak mempunyai kemauan yang sama untuk mulai dari pengetahuan dasar penduduk itu. Paulo: Saya tidak ragu-ragu mengatakan bahwa kementerian pembangunan mempunayi visi yang sama. Antonio: Baik. Tetapi bagaimana dengan yang lain-lainnya? Paulo: Saya tidak mampu untuk memberikan sauatu jawaban yang kategorial untuk semua kementerian-kementerian itu. Tetapi pertanyaan anda itu memang sangat fundamental. Pada dasarnya pertanyaan tersebut mengimplikasikan prinsip teoritis berikut ini: tidaklah mungkin menemukan sesuatu kembali dalam isolasi. Antonio: Tepat sekali. Itulah hal yang ingin saya capai. Paulo: Mungkin kita dapat menerjemahkan teori anda menjadi lebih akademis sebagai berikut: anda tidak mengubah semuanya dengan mengubah bagian-bagiannya; tetapi anda lebih mengubah bagian-bagian itu dengan mengubah keseluruhannya. Antonio: Dikatakan dengan manis. Paulo: Satu hal yang kami coba melaksanakannya di Guinea-Bissau adalah membela kebutuhan untuk adanya gambaran menyeluruh ini mengenai proses perubahan atau Belajar bertanya



rekonstruksi nasional. Gambaran menyeluruh itu mendapatkan tantangan-tantangan yang besar dari kebiasaan-kebiasaan yang birokratis, dari mentalitas kolonial suatu administrasi yang diwarisi oleh orang-orang setempat ketika para penjajah itu diusir. Adalah sangat penting dan benar untuk menekankan bahwa kami selalu disambut dengan hangat, seperti juga usulan-usulan kami mengenai kerjasama antar kementerian, dalam bentuk di mana dalam satu proyek yang sama, kementerian-kementerian pendidikan, pertanian, kesehatan dan perencanaan ekonomi semuanya harus bekerja sama. Apa yang sulit adalah untuk benar-benar mewujudkan proyek-proyek tersebut. Tetapi sekali lagi saya menekankan fakta bahwa usulan yang tidak dilaksanakan tidaklah mengurangi keabsahannya. Tentunya ada alasan-alasan yang dapat menerangkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam mengimplementasikannya. Para kritikus kadang-kadang gagal untuk memahami kedinamisan dari kekuatan-kekuatan yang bekerja menentang situasi di dalam mana orang yang mereka kritik itu bekerja. Ketiak sama-sekali tidak diharapkan, maka pemerintah tiba-tiba menerima suatu proyek pembangunan yang dengan demikian membatalkan semua proposal yang diajukan dalam masalah-masalah pendidikan, kebudayaan, kesehatan dan pertanian. Saya kembali mengingatkan pada kata-kata Ladislau Dowbor: ―Sementara anda mendiskusikan proposal-proposal yang relevan mengenai penemuan kembali pendidikan, suatu badan multinasional menghancurkan diskusi anda dengan dua proyek ekonomi…‖ Antonio: Atau malah badan-badan internasional. Paulo: Tepat sekali, bukan hanya para multinasional, tetapi juga mereka yang dalam satu atau lain cara berlaku ―secara multinasional‖. Ini adalah masalah yang sangat kompleks. Suatu jenis kritik tertentu mengenai pekerjaan kami di Guinea-Bissau menunjukkan, dari satu segi, suatu pemahaman yang kadang-kadang dangkal mengenai apa yang kami coba lakukan, dan dari segi lain suatu kegagalan untukmenghargainya. Dalam segi pertama itu, seperti yang sudah anda katakan tadi,‖kegagalan‖ dari pendidikan anti buta huruf berbahasa Portugis bukan akibat yang dinamakan sebagai metode Paulo Freire itu, tetapi akibat faktor-faktor yang saya singgung dalam surat saya pada Mario Cabral yang disertakan di dalam buku ini. Dalam segi kedua, kami memberikan sumbangan kami yang memang kesil, di dalam bidang-bidang pendidikan dan kebudayaan. Pada suatu hari saya ingin sekali berbicara dengan para pendidik yang pernah bekerja atau sedang bekerja di komisi pendidikan untuk mengetahui apakah dalam usaha-usaha yang dilakukan untuk menstrukturkan kembali pendidikan itu di Guinea-Bissau masih ada sesuatu yang tinggal dari masa-masa yang kita habiskan di sana. Antonio: Interpretasi yang saya ajukan, Paulo, sebagaian bertujuan untuk menerangkan mengapa saya banyak sekali setuju dalam banyak hal dengan anda. Apa yang menarik bagi diri saya adalah untuk memahami jurang antara apa yang diharapkan (yang sebagai proposal tidak saya kritik) dan situasi saat ini; dan untuk kemudian menemukan alasan-alasan untuk adanya jurang ini. Saya ingin menekankan apa yang baru anda katakan, yang secara sederhana merupaka suatu hasil sementara dari apa yang sudah kita diskusikan sebelumnya, yaitu bahwa keseluruhan itu tidak diubah dari bagian-bagiannya, tetapi bahwa bagian-bagian itu berubah dari bagian-bagiannya, tetapi bahwa bagian-bagian itu berubah karena keseluruhannya diubah. Suatu penemuan kembali ilmu pendidikan turut melibatkan suatu penemuan kembali kekuasaan itu, suatu penemuan kembali dari segalanya, dari partispasi oleh massa, yang seharusnya menjadi ciri dari semua proyek, proyek-proyek kesehatan dan pendidikan, dan seterusnya. Dalam proyek-proyek ini unsur-unsur pengetahuan milik rakyat itu, respons-respons dari rakyat itu, pengetahuan dari perlwanan rakyat terhadap ideologi-ideologi yang dominan—itulah semuanya yang harus membentuk suatu basis untuk suatu strategi keseluruhan dan taktik-taktik untuk membangun suatu masyarakat yang baru. Dalam hubungan ini, saya merasa bahwa kita sependapat, dan dalam contoh Guinea-Bissau kita dapat mendemonstrasikan bagaimana tidak mungkin untuk, melalui Belajar bertanya



penemuan kembali sebagian, melalui osmosis mencapai suatu penemuan dari bidang-bidang yang lain. Paulo: Tepat sekali, tepat sekali. Faktanya adalah, Antonio, bahwa hanya ada satu jalan pada siapa pun untuk menghindari kritik, secara positif atau negatif, secara fair atau tidak fair, secara loyal ataupun tidak loyal, dan juga menghindari diserang, yaitu dengan tidak melakukan apa-apa. Tetapi ada jenis-jenis kritik yang, oleh karena kebodohan mereka, karena ketidakseriusan mereka, hanya perrlu diabaikan. Di antaranya adalah kritik yang mengatakan bahwa kami Departemen Pendidikan dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia, sebab saya menjadi wakilnya dalam melaksanakan pekerjaan yang dilaksanakan di Guinea-Bissau, dan juga IDAC—bahwa kami harus datang ke Guinea-Bissau dengan membawa uang yang kami tawarkan pada pemerintah negara itu sehingga mereka bersedia menerima kami sebagai konsultan-konsultan. Ini adalah suatu penghinaan, baik pada kami, maupun pada kamerad-kamerad tropis negara mereka untuk memperoleh kemerdekaan. Antonio: Saya percaya, Paulo, bahwa pernyataan-pernyataan seperti itu justru mengabaikan apa yang kita tuntut selam pembicaraan ini, keutuhan untuk mengjukan pertanyaan-pertanyaan yang fundamental. Paulo: Tepat sekali. Kini ketika saya berkesempatan, dalam jawaban terhadap kritik anda untuk menerangkan sejumlah aspek yang tidak dibahas secara eksplisit di dalam buku The Letters to Guinea-Bissau, saya ingin menanyakan pada anda pengalaman anda di Sao Tome e Principe. Walaupun pengalaman-pengalaman tersebut bukan dilakukan dalam jangka waktu yang lama, di mana anda meneruskan pekerjaan yang saya mulai, dengan bantuan IDAC, yang masih tetap berada di sana dalam diri Kimiko Nakoma, seorang pendidik bermutu dari Sao Paulo. Antonio: Betul, saya kira bahwa saya perlu memberikan suatu sejarah singkat mengenai pekerjaan saya, yang melanjutkan pekerjaan yang anda mulai di Sao Tome e Principe. Sambil saya mengingatkan kembali pembicaraan kita pada tahun 1979, ketika dengan sedikit desakan dari pihak saya sendiri, anda mengundang saya untuk bekerja sama dalam pekerjaan yang anda lakukan di Afrika, maka tiga bulan kemudian tawaran tersebut mendapatkan bentuknya yang nyata dalam sebuah permohonan dari anda untuk menulis sebuah buku dengan para pegawai Sao Tome e Principe yang akan membahas sejumlah masalah yang saya alami dalam satu atau lai bentuk dalam perjalanan pekerjaan-pekerjaan saya sebelumnya di Afrika, di Mozambik, termasuk unsur-unsur ekonomis, politis, kebudayaan, dan seterusnya. Saya berpikira bahwa akan sangat menarik untuk menyebut semua penggambaran kritis yang dilakukan pada pekerjaan kita di Sao Tome e Principe yang dapat ditemukan dalam sebuah buku kecil yang baru saja diterbitkan di Equador: Cultura Oral, Cultura Escrita y Proceso de Alfabetizacion y de Post-Alfabetizacion en Sao Tome e Principe (Budaya lisan, kebudayaan tertulis dan proses anti buta huruf serta proses lanjutannya di Sao Tome e Pricipe). Dalam buku kecil ini saya mencoba untukmemberikan suatu sejarah deskritif dari pekerjaan saya, tetapi juga suatu sejarah kritis, suatu analisis kritis dari pekerjaan yang kita lakukan. Penglaman Sao Tome e Principe itu sangat penting bagi diri saya, sebab berpartisipasi di dalmanya memungkinkan saya untuk menemukan kembali dunia nyata yang konkret, yang sudah saya sebutkan pada awal pembicaran kita itu. Mengenai Popular Culture Notebook, maka itu adalah suatu usaha untuk menyemangati dan menentang rakyat Sao Tome e Principe, dan juga kami sendiri, untuk memberi diri kami sendiri untuk membahas masalah-masalah konkret dan merefleksikannya. Judul dari buku catatan itu adalah Partisipation and National Reconstrution, dan berisikan tiga bab yaitu ―Revolusi dan Partisipasi‖, Kebudayaan dan Partisipasi‖ dan ―Ekonomi dan Partisiapsi‖. Dan bagaimana buku itu diciptakan? Akan sangat menarik untuk mengamati bagaimana buku itu terbentuk. Saya melihat bahwa anda di tempat lain sudah memberitahu kisah asal-usul buku-buku di mana anda turut berperanan. Belajar bertanya



Pada dasarnya buku itu berasal, seperti yang sudah saya katakan, dari pengalaman saya beserta rakyat Mozambik. Dari pengalaman tersebut timbul kebutuhan untuk menghasilkan sejumlah teks-teks yang memampukan rakyat itu untuk mrefleksikan ekonomi, mengenai perlunya faktor-faktor ekonomi, perrlunya memahami apa makna dari produksi. Ketika saya berada di Mozambik pada tahun 1976, pada tahun-tahun awal pengambil-alihan kekuasaan oleh gerakan pembebasan di Mozambik, maka kebiasaan di masa itu adalah untuk meningkatkan produksi. Dan rakyat itu memang meningkatkan produksi. Hanya ketika sampai pada masalah mendistribusikan produksi tambahan ini, rakyat itu menemukan bagaimana tidak memadainya sarana-saran pengangkutan mereka: jalan-jalan tidak dapat dilewati dan tidak ada alat-alat angkutan. Mereka menemukan bahwa mereka memerlukan gudang-gudang untuk menyimpan kelebihan produksi itu, sebab tidak semuanya dapat didistribusikan segera. Jadi Timbullah gagasan untuk menulis satu bab mengenai hal ini dalam catatan tersebut. Kami mendiskusikan masalah ini di antara kami dan kemudian dengan kolega-kolega di Sao Tome e Pricipe. Mereka lebih kurang mengalami masalah yang sama, dan diputuskan bahwa sangat penting untuk merefleksikan mengenai apa makna produksi, pada lingkaran produksi itu sendiri sebagai satu keseluruhan, dan untuk tidak memandang produksi itu semata-mata sebagai aksi produksi saja; untuk melihat bahwa unsur-unsur itu lain juga adalah penting bagi produksi yang berarti—yaitu: distribusi, pemasaran dan konsumsi. Dan untuk mencoba agara rakyat merefleksikan fakta bahwa apabila satu dari unsur-unsur itu hilang, maka produksi tidak bermanfaat; dengan kata lain apabila kita memproduksi lebih banyak, tetapi kita tidak memiliki sarana untuk mendistribusikan atau mengonsumsinya, maka produksi itu sia-sia, seperti yang terjadi di Mozambik. Dan dengan demikian, mulai dari msalah-masalah konkret mengenai penduduk, kami perlu mendemontrasikan pada mereka, menantang mereka, membuka suatu ruang pada mereka untuk merefleksikan hal-hal ini dan agar mereka dapat mendidik diri mereka sendiri. Anda harus mengajukan gagasan-gagasan yang menantang atau mendorong mereka untuk berpikir dan menyadari bahwa proses produksi itu harus dipahami sebagai bagian dari suatu proses dan tidak sebagai tujuan itu sendiri. Berkaitan dengan ini adalah masalah kebudayaan, yang sudah banyak kita bahasa. Di Sao Tome e Principe, seperti juga di negar-anegara yang lain dengan cara-cara yang berbeda pula, ada masalah bagaimana kembali menghargai kebudayaan nasional itu—kebudayaan nasional dalam hal ini dipandang sebagai mempunyai banyak wajah. Jadi masalahnya adalah bagaimana dapat menjamin agar dengan kembali menghargai kebudayaan nasional itu bukan berarti suatu peniadaan total terhadap kebudayaan-kebudayaan yang lain, termasuk pula kebudayaan penjajah. Suatu pendekatan yang dialektis diperlukan: kebudayaan nasional itu harus dihargai kembali, sementara kebudayaan-kebudayaan lain, termasuk kebudayaan penjajah, harus juga dihargai. Kami berusaha untuk mengajak rakyat melihat pentingnya perrjuangan kebudayaan itu sebagai suatu unsur penting dalam perjuangan politis dan ekonomis. Pada akhirnya kami menamai satu bab ―Revolusi dan Partisipasi‖, sebab, seperti yang dikatakannya dalam satu teks-teks pendeknya, tanggungjawab atas proses revolusioner itu tidak hanya berada pada para pemimpin, tetapi juga pada rakyat secara keseluruhan. Paulo: Saya setuju sekali. Suatu revolusi tanpa rakyat adalah suatu kudeta. Antonio: Yang berarti kegagalan total. Masalah partisipasi, untuk menciptakan suatu bentuk kekuasaan yang baru, suatu bentuk partisipasi yang baru, adalah suatu masalah yang mendasari, dengan nilai sangat penting, dan sangat penting untuk mencapai sukses dalam proses mengubah masyarakat. Jadi, dengan bantuan teks-teks yang sangat sederhana, yang menstimulasi dan puitis, seperti anda katakan tadi, kami menantang massa dan diri kami sendiri untuk merefleksikan suatu bentuk baru dari partisipasi, atau suatu bentuk baru kekuasaan, mengenai rekonstruksi, mengenai penciptaan suatu organisasi yang berbeda, mengenai menstrukturkan kembali dan seterusnya. Mereka mengatakan bahwa revolusi itu bukan hanya tanggungjawab para pria, para pemimpin tetapi juga para wanita; bukan hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan orang-orang tua. Teks-teks ini mengajukan gagasan bahwa setiap kelompok sosial ini, dibagi Belajar bertanya



umur, jenis kelamin dan peranan mereka di dalam masyarakat, dalam proses sosial—mereka semua mempunyai tanggungjawab untuk berperan serta dalam proses revolusioner, agar benar-benar sukses, dalam arti membangun suatu masyarakat yang berbeda, yang lebih baik. Oleh sebab itu saya percaya, bahwa eksperimen untuk pertama berdiskusi dengan anda, kemudian dengan para pemimpin, adalah suatu bentuk partisipasi dari seluruh rakyat dalam rangka menentukan apakah teks tersebut merupakan suatu tantangan yang sesungguhnya pada kami. Paulo: Apakah anda masih ingat? Kita tidak pernah memutuskan satu apa pun dari teks-teks tersebut tanpa pertama menyerahkannya pada presiden dari republik itu sendiri. Presiden itu akan membaca teks tersebut lalu menulis izin untuk menerbitkannya. Antonio: Dan mereka mengedit banyak dari teks-teks tersebut. Saya masih ingat mereka pernah mengusulkan perubahan-perrubahan, bukan hanya intaks, tetapi juga dalam isi, agar dapat memperkenalkan konsep-konsep yang benar-benar representatif dari kehidupan nyata sehari-hari dari rakyat. Paulo: Hal ini mengingatkan saya mengenai sesuatu yang kini saya ungkapkan pertama kali, bukan karena nakal, tetapi karena bahagia. Satu bulan setelah saya mengirim copy-copy dari teks yang saya tulis mengenai program lanjutan anti buta huruf pada presiden dan para menteri, sebagai tambahan pada bahan yang saya kirim pada tim pendidik di kementerian pendidikan, saya menerima satu surat dari Presiden Manuel Pinto da Costa yang mengatakan bahwa dengan teks tersebut saya sudah memenuhi syarat untuk menjadi seorang warga negara Sao Tome e Principe! Saya juga mengingat reaksi yang cukup positif pada buku dari orang yang waktu itu menjabat menteri pendidikan. Dalam suatu pembicaraan saya bersama di Bissau selama pertemuan dengan para pendidik kelima negara bersaudara itu yang sudah saya singgung sebelum ini, ia memberitahu saya tujuannya untuk mencoba agara buku saya itu dapat digunakan oleh para siswa dari sekolah-sekolah lanjutan pertama. Tetapi saya melihat bahwa hal ini tidak terjadi, dari satu segi saya agak sedih karenanya, sebab untuk saya kelihatannya bahwa suatu penelitian yang kritis terhadap teks-teks tersebut akan sangat menerik pada siswa-siswa sekolah lanjutan. Dua tahun yang lalu sebuah buku kecil berjudul The Importance of the Act of 28 Reading diterbitkan di Brasil. Buku ini kini sudah mengalami delpan kali cetak ulang. Baru-baru ini diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol di Mexico, dan sedang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Bagian ketiga dari buku tersebut berbentuk suatu artikel yang sangat mendetail mengenai kemampuan membeca dan pendidikan lanjutan anti buta huruf di Sao Tome e Principe, di mana saya mereproduksi dan mendiskusikan kebanyakan dari teks-teks pendek dalam buku yang sedang kita bicarakan ini. Saya menerima sejumlah komentar positif dari para pendidik yang bekerja di Sao Paulo, yang dengan berhadil menggunakan satu atau lainnya dari teks-teks pendek ini dalam diskusi-diskusi mereka dengan kelompok-kelompok populer, untuk sedikita memberi terang konteks yang mereka singgung. Saya kurang tahu apakah anda mempunyai informasi-informasi yang lebih mutahir yang dapat anda berikan melalui situasi ini. Antonio: Saya pernah berada di Sao Tome e Principe sekali atau dua kali setelah anda meninggalkannya pada tahun 1980 dan saya melihat teks-teks tersebut digunakan dalam pendidikan lanjutan. Paulo: Saya senang mendengar hal ini. Antonio: Kini, apa yang terjadi—dan saya diskusikan hal ini dengan mereka—adalah bahwa mereka menemukan suatu jurang yang cukup besar antara buku catatan pertama, yang membahas tahap-tahap awal berlajar membaca dan menulis, dan buku catatan yang kedua… Paulo: Tetapi ada satu catatan lagi, sebagai perrantara, bukankah anda masih ingat? Belajar bertanya



Antonio: Memang, pernah ada suatu buku latihan. Paulo: Tepat sekali! Antonio: Dan mereka memcahkan masalah itu dengan menjadikan buku latihan itu sebagai catatan yang kedua, melanjutkan yang pertama. Paulo: Baik. Itu hanya masalah mengenai… Antonio: …mengukur kemajuan para siswa agar dapat menyediakan teks-teks yang memadai. Paulo: Pikiran saya juga demikian. Antonio: Mereka bertanya pada saya apa yang saya pikirkan mengenai sejumlah keputusan yang mereka ambil. Saya berkata bahwa ini sudah agak terlambat (tertawa), sebab mereka sudah mengambil keputusan-keputusan sesuai kebutuhan atau tuntutan situasi. Tetapi saya beranggapan bahwa mereka memang berhak untuk mengambil inisiatif ini. Paulo: Tentu saja. Antonio: Teks saya, catatan yang klelima… Paulo: Ya, memang ada satu mengenai kesehatan dan satu lagi mengenai matematik… Antonio: Tepat sekali. Jadi, mereka menempatkan buku catatan kelima itu sebelum yang kedua, sebab mereka menganggap teks-teks dalam buklu kedua sebagai terlalu tinggi untuk tingkat pemahaman yang dicapai para siswa. Dengan demikian maka buku catatan kedua tidak digunakan pada program-progran lanjutan. Saya merasa bahwa ini secara sederhana adalah masalah abstraksi. Buku catatan yang kelima, saya yakin, lebih berkorespondensi, begitulah seorang kolega memberitahu saya, pada situasi nyata di mana mereka hidup, dengan membahas masalah-masalah produksi, partisipasi dan sebagainya. Paulo: Ya, walaupun teks-teks yang saya tulis juga berhubungan dengan situasi-situasi kehidupan nyata. Ada tiga mengenai aksi produksi. Antonio: Tentu saja. Saya beranggapan bahwa hal ini dituntut oleh situasi itu sendiri. Para siswa, kebetulan, adalah mereka yang berperan dalam sekolah itu, sebab para kolega kita itu mengambil keputusan-keputusan itu di atas dasar dialog mereka bersama para siswa, sehingga kemudian diputuskan agar perubahan-perubahan tersebut dilakukan. Terlepas dari itu, saya mempunyai kehormatan, dan juga kegembiraan, juga ketegangan—anda tahu apa maksud saya—ketegangan untuk berada bersama orang-orang yang membaca dan mendiskusikan teks-teks yang ditulis oleh saya dan anda. Paulo: Ini adalah suatu pengalaman menegangkan yang juga saya alami. Walaupun kini saya tinggal di Brasil, saya berkesempatan pada kunjungan saya yang terakhir di Sao Tome e Principe untuk mengunjungi sejumlah kelompok-kelompok belajar lanjutan yang membaca dan secara cerdas mendiskusikan kedua teks pertama dalam catatan itu. Saya dapat memahami ketegangan yang anda rasakan itu. Emosi yang saya rasakan pada saat itu mungkin jauh lebih kuat daripada yang saya rasakan apabila saya berpartisipasi dalam seminar-seminar universitas yang membahsa buku-buku saya, atau buku orang-orang lain. Antonio: Memang, itu adalah suatu pengalaman menegangkan, suatu pengalaman yang sulit untuk digambarkan. Saya ingat bahwa saya tiba di Sao Tome e Principe ketika mereka sudah Belajar bertanya



menggunakan teks-teks tersebut. Saya diundang untuk turut menghadiri kelompok-kelompok diskusi itu dan saya mengajukan syarat agar para partisipan tidak diberitahu bahwa saya salah satu penulis dari teks-teks tersebut. Jadi dengan demikian saya hadir secara anonim dan melihat para siswa bekerja, yang tidak mengetahui siapa saya, dan sama-sekali tidak mempunyai suatu bayangan saya itu siapa; dan penyuuluh kelompok yang memimpin itu juga tidak mengetahui bahwa saya adalah salah satu pengarang dari teks yang didiskusikan itu. Saya yakin bahwam kalau setiap orang berpartisipasi dalam produksi suatu teks, maka pekerjaan itu menjadi anonim, dan pada tahap terakhirnya menjadi milik rakyat. Adalah sangat mengharukan untuk menemukan bagaimana bersemangatnya dan menantangnya teks-teks tersebut dalam diskusi-diskusi, di mana para partisipan datang dengan contoh-contoh yang berdasar pada pengalaman pribadi mereka. Hal ini berarti bahwa teks itu sudah memenuhi tujuannya, yaitu untuk menantang rakyat itu merefleksikan pengalaman individual dan bersama. Dan dengan demikian sebagai jawaban terhadap pertanyaan anda, hingga tahun 1982 teks-teks khusus itu hanya mengalami sedikit pengaturan kembali, sebagai jawaban pada tuntutan untuk tingkat-tingkat abstraksi yang berbeda-beda. Paulo: Saya tidak mengetahui hal ini. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana anda telah membahagiakan saya karena hal tersebut sama dengan sejumlah usul yang saya ajukan pada kunjungan saya yang pertama ke negara tersebut. Antonio: Pada tahun 1982, pada kunjungan saya terakhir, saya berbicara dengan menteri pertanian dan orang di kementerian tersebut yang bertugas menghasilkan teks-teks yang baru—saya sudah menceritakan hal ini dalam buku yang saya terbitkan di Equador. Saya kurang tahu apakah anda masih ingat bahwa ada suatu departemen kebudayaan di dalam kementerian pendidikan, yang bertugas membuat rekaman-rekaman kesaksian-kesaksian orang-orang berumur dan mengumpulkan legenda-legenda dan ingatan-ingatan bersejarah. Saya pernah bekerja sam dengan orang-orang dari departemen ini. Saya pergi bersama mereka untuk mendengar orang-orang tua ini bicara. Saya bahkan dapat memberitahu anda sebuah kisah agar anda memahami betapa pentingnya tradisi lisan itu. Pada hari-hari yang berbeda, kami tiga kali merekam kisah yang sama yang sama yang diceritakan seorang tua. Saya ingin mengetahui apakah kisah itu terus berkembang atau apakah ada kegagalan-kegagalan ingatan. Tetapi ketika kami mendengar ketiga versi tersebut, kami melihat bahwa ketiganya sama, dengan ritme, nada dan istirahat-istirahat yang sama. Suatu rekaman yang sempurna dan luarbiasa dari rakyat. Itulah sebabnya, Paulo, saya berbicara mengenai pentingnya tradisi lisan sebagai suatu medium melalui mana kebudayaan, pendidikan dan sebagainya diciptakan dan disebarkan. Paulo: Pada kunjungan saya yang pertama ke Sao Tome e Principe, dalam pembicaraan saya dengan Presiden Manuel Pinto da Costa di istana kepresidenan, saya menyinggung suatu kemungkinan untuk melaksanakan suatu proyek—yang tidak akan menjadi terlalu mahal—berkaitan dengan pelestarian ingatan ingatan sejarah dan sosial, yang di dalam suatu kebudayaan yang terutama lisan, dapat ditemukan pada orang-orang paling tua. Pada kesempatan itu saya memberitahu beliau akan adanya proyek yang mirip dengan yang dilakukan di Guinea-Bissau dan satu lagi yang saya temukan di Tanzania di tahun 70-an. Saya memberitahu presiden itu bahwa akan sangat penting untuk mengembangkan beberapa orang muda dalam bidang penelitian sejarah yang dapat melatih pekerja-pekerja lokal yang dapat melaksanakan dan mengembangkan proyek ini. Bagi diri saya, ada sesuatu yang sangat penting yang harus kita lakukan dalam pekerjaan kita sebagai konsultan, yaitu untuk membantu orang-orang yang berjuang mengenai identitas mereka agar dapat menolong diri mereka sendiri, dengan melatih kader mereka, dan tidak menuntut agar kami melaksanakannya. Kini, setelah saya mendengar dari anda mengenai program ini dilaksanakan di Sao Tome e Principe, saya merasa sangat puas. Bukan karena saya beranggapan bahwa hal tersebut dilakukan atas usul-usul dari saya, sebab mungkin pembicaraan kami itu tidak



Belajar bertanya



menghasilkan apa-apa. Itu tidak penting. Saya senang karena sesuatu yang sangat penting sedang dilakukan. Antonio: Tidak, hal itu tidak penting. Apa yang penting adalah bahwa departemen ini ada dan bahwa di sana ada sesuatu keinginan yang sungguh-sungguh yang diungkapkan melalui tindakan nyata untuk membangkitkan ingatan rakyat dan untuk menghargainya, menghargai sejarah rakyat yang sedang dibuat itu. Paulo: Tepat! Memunculkan ingatan ini dengan mengumpulkan kisah-kisah populer dan mitos-mitos kebudayaan, dalam teks-teks yang menghormati cara rakyat berbicara, adalah sesuatu yang perlu dilakukan. Saya ingat bahwa saya pernah satu kali mengusulkan pada Menteri Kebudayaan, Alda Espirito Santo, bahwa kisah-kisah dan legenda-legenda rakyat ini sebaiknya dikumpulkan dalam suatu antologi sastra populer. Karena kita sekarang akan mengulas sejarah selama kita berada bersama di Sao Tome, saya ingin mengulas suatu proyek lain, yang, walaupun belum dapat diwujudkan, tetap mempunyai makna penting. Saya pernah menyinggung masalah ini sebelumnya. Pada dasarnya, program ini mengutamakan penerbitan-penerbitan, catatan-catatan kebudayaan, di dalam mana kami dapat mendiskusikan masalah-masalah seperti: pihak eksekutif, yudikatif dan legislatif: departemen pendidikan, departemen kesehatan, departemen luar negeri, departemen pertanian dan departemen keamanan dalam negeri; pengadilan dan parlemen. Hal –hal ini semua akan menjadi topik-topik untuk suatu rangkaian buku-kebudayaan. Ini akan merupakan suatu rangkaian tulisan, yang dalam kenyataannya akan merupakan suatu cara memperkenalkan teori bentuk negara Sao Tome. Saya berhasil membicarakan proyek ini dengan berbagai menteri terkait. Tidak ada satu pun yang bereaksi negatif. Tetapi ternyata pada saat itu tidak mungkin untuk membentuk suatu tim nasional untuk bekerja sama dengan saya dalam mewujudkan tulisan tersebut. Itulah sebabnya proyek itu tidak terwujud. Namun, perlunya proyek ini tidak terbentah, dan saya yakin bahwa proyek ini akan terwujud. Antonio: Saya sepenuhnya sependapat dengan anda, dan saya yakin bahwa para pemimpin Sao Tome sadar pada pentingnya mewujudkan penerbitan itu. Di samping itu, kita perlu membagi perhatian pada tekanan-tekanan ekonomis dan politis yang berasal dari luar negeri yang menyebabkan rancangan-rancangan seperti ini tidak dapat terwujud. Paulo: Tepat sekali. Jatuhnya harga coklat di pasaran internasional dapat membuat suatu negara menderita dengan semangat cepat. Antonio: Itu sudah pasti. Tetapi saya lebih ingin tetap membicarakan masalah-masalah legenda-legenda dan kesaksian-kesaksian sejarah. Saya melakukan satu atau dua perjalanan bersama pihak Departemen Pendidikan dengan tujuan utama mengumpulkan hal-hal ini; sejarah lisan, baik dalam bidang imajinasi, yaitu legenda-legenda dan mitos-mitos, maupun dalam bentuk kesaksian-kesaksian sejarah dari mereka yang mengalami sendiri kolonialisme sejarah yang dialami secara individual dan secara kolektif oleh rakyat Sao Tome. Proyek ini masih terus berlangsung dan belum selesai. Dengan menggunakan sejumlah legenda dan kesaksian sejarah, kami menerbitkan sebuah buku teks pendek berjudul Kesaksian-kesaksian sejarah dan legenda-legenda populer, yang direncanakan menjadi buku teks yang keenam. Adalah merupakan kenyataan bahwa buku itu ditulis oleh rakyat sendiri. Kami tidak mempunyai andil di dalamnya. Mereka yang menulisnya. Teks-teks diterbitkan persis seperti yang diceritakannya. Kami menghormati tatabahasa mereka, penggunaan kata kerja yang merkea lakukan, di mana mereka mengganti ―kami‖ menjadi ―kamu‖ dan ―kamu‖ menjadi ―kami‖, dan sebagainya. Saya berpandangan, bahwa sangat penting untuk mempertahankan ciri-ciri ini, yang menjadi pertanda dari bahasa rakyat.



Belajar bertanya



Paulo: Itu sangat masuk akal. Dalam hubungan dengan itu, saya merasa bahwa dalam pelaksanaan yang tepat dari pendidikan umum, ada empat jenis tulisan yang dapat digunakan: yang pertama adalah tulisan yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok populer dengan bantuan sesedikit mungkin dari para pendidik; yang kedua adalah tulisan-tulisan yang dihasilkan para pendidik, tetapi para pendidik yang berakar di dunia para siswa mereka; yang ketiga adalah tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh kelompok-kelompok populer dan para pendidik dalam suatu kerjasama yang erat; dan yang terakhir, keempat, tulisan-tulisan yang, terlepas dari siapa pun penulisanya, para kelompok populer tertarik untuk membacanya, apa pun alasannya. Antonio: Kini, buku teks ini, bersama satu lagi yang direncanakan menjadi buku yang ketujuh—urutannya tidak penting, sebab, seperti yang sudah kita lihat (tertawa), topiknya diadaptasikan dengan tingkat pemahaman para siswa…..Bagaimanapun, kami mengajukan usul, bersama dengan anggota-anggota dari Departemen Pertanian, untuk suatu buku teks berjudul Biologi Populer dan Rekonstruksi Nasional. Mengapa biologi populer? Sebab kami berusaha untuk mengajarkan biologi populer dimuali dengan biologi yang dikuasai rakyat, yaitu dengan mempelajari tanaman yang digunakan rakyat baik sebagai pengobatan dan untuk makanan, atau tanaman serta hasil tanaman yang merkea ekspor, yang penting untuk ekonomi negera itu. Dan selanjutnya, dengan menggunakan pengetahuan empiris ini sebagai basis, kami akan memulia suatu studi mengenai nilai dari pengetahuan empiris ini dan melengkapinya dengan pengetahuan ilmiah. Paulo: Tepat sekali! Ini sangat luar biasa. Antonio: Yang mana, Paulo, pada dasarnya memampukan kami untuk melakukan tiga hal. Pertama, kami dapat meningkatkn mutu makanan rakyat, sebab kami dapat mengetahui kandungan protein dari makanan mereka saat itu. Kedua, kami dapat meningkatkan kesehatan rakyat, sebab teknik-teknik yang digunakan untuk menjaga kesehatan akan dipelajari, sehingga mereka dapat melihat bahwa teknik-teknik tersebut tidak memadai serta menunjukkan pada mereka, bahwa pengetahuan ―empiris‖ dari rakyat dengan kesehatan ―modern‖ itu tidaklah bersifat bertentangan tetapi seharusnya saling melengkapi. Ketiga, kita akan memperoleh pengetahuan yang lebih baik mengenai siklus hidup dari tanaman yang penting untuk ekonomi negara, sehingga memungkinkan tercapainya produktivitas yang lebih tinggi, berdasarkan pada pengetahuan empiris rakyat dan pengetahuan ilmiah yang diberikan oleh para ahli setempat. Dengan kata lain, sekali lagi, suatu perpaduan antara pengetahuan empiris dan pengetahuan ilmiah. Paulo: Apakah hal ini terlaksana? Antonio: Buku-buku itu sudah ditulis dan diserahkan pada pemerintah. Anda mengetahui prosedurnya—anda telah menggam-barkannya. Pertama buku-buku itu harus didiskusikan pada tingkat lokal, kemudian di transmisikan pada departemen-departemen terkait kepada kepada presiden republik, agara dapat disetujui untuk selanjutnya diterbitkan. Adalah sangat menyedihkan, bahwa pada tahun 1982, kami kehilangan kontak dengan Sao Tome dan sesudah itu tidak ada komunikasi di antara kami. Tetapi dua bulan yang lalu saya menerima jawaban pada dua surat saya di mana saya menanyakan apa yang terjadi atas hubungan kami dan mengapa terjadi putusnya hubungan itu. Di dalam surat itu, para kamerad kita menjelaskan bahwa, disebabkan oleh masalah-masalah ekonomi yang memukul negara itu dengan keras pada tahun 1982 dan 1983, terjadi suatu penghentian total dalam proses pendidikan membaca dan proses penca pendidikan selanjutnya. Ini suatu contoh yang membuat kita mampu memahami pentingnya apa yang sudah kita diskusikan tadi, betapa besarnya pengaruh dari turunya harga sekarung coklat satu sen sekalipun. Tetapi saya tetap berharap bahwa dengan dimulainya kembali campurtangan kami di Sao Tome e Principe, buku-buku teks ini, yang sudah ditulis, akan diterbitkan. Di dalam Belajar bertanya



buku-buku itu, rakyat merefleksikan pengetahuannya sendiri untuk meningkatkan dan memperkayanya lagi. Sebagai contoh, di dalam Buku teks Biologi Populer, kami mengusulkan, dengan cepat, bahwa peranan roti yang dibuta dari gandum dapat diganti dengan umbi ketela yang sudah kita kenal. Paulo: Dan, sekalian juga, sangat enak. Antonio: Itu merupakan produk yang lebih bergizi dari segi protein dan berton-ton dapat dihasilkan setiap tahun. Saya rasa bahwa sangat penting untuk menegaskan hal-hal seperti ini. Saya berharap agar buku-buku tersebut segera digunakan. Melanjutkan kritik mengenai pengalaman ini, maka saya merasa bahwa salah satu dari kesalahan yang terjadi—bukan kesalahan yang serius, tetapi kita harus memperbaikinya, akan terdapat suatu peningkatan dalam program-program belajar membaca dan program lanjutannya—salah satu dari kesalahan yang terjadi adalah pernyataan bahwa program ini harus berkaitan dengan program-program pembangunan, program-program kesehatan, dan sebagainya. Paulo: Baik, itu adalah logis. Kami selalu meletakkan kebutuhan ini sebagai dasar, Antonio, dan saya sudah berbicara sedikit mengenai hal itu di dalam pembicaraan-pembicaraan kita sebelumnya. Topiknya di sini adalah sebagai berikut:ini sudah berkembang jauh dari proposal yang diajukan pada awal kita bekerja di Afrika kepada keputusan politik untuk melaksanakannya. Akan tiba masanya, di mana anda, sebagai penasehat … Antonio: ..sebagai peserta… Paulo: …atau lebih sebagai peserta, tetapi sebagai peserta khusus. Karena kita merupakan peserta luar negeri, dan bagaimanapun kita menganggap diri kita sebagai kamerad, dan dianggap sebagai kamerad, tetapi dalam penilaian akhir kita ini adalah orang-orang asing—engkau Chili dan saya Brasil. Antonio: Ya, kita memang berbeda. Paulo: Tepat sekali. Akan ada waktunya di mana anda tidak dapat lagi mendesak tanpa bersifat memaksa. Tetapi tidak terbantah bahwa usaha apa pun untuk memisahkan praktek penidikan membaca dari dimensi-0dimensi dasar lainnya dari situasi sosial akan menyebabkan pendidikan membaca itu menjadi birokratis. Antonio: Kita kembali pada prinsip bahwa keseluruhan harus mengubah bagian-bagiannya, dan bukannya sebaliknya. Paulo: Tepat sekali. Bukan sebaliknya. Antonio: Paulo, saya akan menantang anda mengenai sesuatu yang sangat mempengaruhi saya di dalam pengalaman belajar saya di Sao Tome—sebab, dalam kenyataannya, mereka lebih banyak mengajar saya daripada saya dapat mengajar mereka…. Paulo: Hal itu selalu terjadi. Antonio: Hal ini, menurut keyakinan saya, adalah sangat mendasar. Satu dari berbagai hal yang terutama sangat mengesankan saya adalah bagaimana mereka secara imajinatif menyelesaikan masalah para guru, atau para pemberi semangat kelompok. Hal inilah, menurut pikiran saya, merupakan pengalaman inti bagi dari saya di Sao Tome. Sistem pendidikan penjajahan dimaksudkan untuk kelompok elite yang sangat kecil, dan ketika rakyat memperoleh kebebasannya, mereka memberi tekanan besar dalam menginginkan pendidikan. Dengan demikian, dari mula-mula duaribu orang memperoleh Belajar bertanya



pendidikan naik ke sepuluhribu dan kemudian duapuluhribu orang. Jadi, timbullah masalah mengenai siapakah yang akan membantu agar proses pendidikan ini bisa berlangsung. Bagi saya ini merupakan suatu pengalaman kunci, untuk melihat para pemberi semangat populer, para guru rakyat di dalam proses pendidikan yang nyata, dan bukannya dalam suatu kampus pelatihan yang terpisah (sebab proses ini bukan hanya membentuk para siswa saja tetapi juga para pembentuk semangat itu sendiri). Saya melihat pengalaman saya itu terulang di Nikaragua, dengan perbedaan yang berdasarkan sejarah yang sangat spesifik. Saya merasa bahwa akan sangat bermanfaat, apabila anda, dengan lebih banyak masa di dalam bidang pemberantasan buta huruf dan pendidikan lanjutannya, melakukan suatu refleksi sejarah dalam cara imajinatif ini untuk melatih para pemberi semangat atau para guru itu. Paulo: Saya dapat memberi beberapa keterangan mengenai topik ini. Perkenankanlah saya menegaskan, bahwa waktu revolusi di Kuba dilakukan suatu upaya yang besar dan sukses di dalam bidang ini dan Nikaragua di masa kini, terutama dalam bidang kampanye pendidikan membaca nasionalnya, menjadi contoh dari hasil pekerjaannya di bidang ini. Pada tahun 1963, saya terlibat dalam mengkoordinasikan Rencana Pendidikan Mambaca Dewasa Nasional di Brasil dan kami mempersiapkan tim-tim pendidik di Brasil yang bertugas menjadi pengganda di seluruh negara, dan juga para pelatih pendidik, yang akan aktif fi—apa yang disebut sebagai kota-kota satelit—sebagai petugas anti buta huruf, didstribusikan di antara tigaratus kelompok diskusi yang akan dibentuk. Pada masa itu banyak buruh pabrik menjadi bagian dari kursus-kursus latihan kami. Saya masih ingat bahwa umumnya mereka berhasil baik dalam ―membaca‖ huruf-huruf termaksud, tetapi ternyata mereka kesulitan memabaca kata-kata yang sesungguhnya. Tetapi, kami dapat melihat bahwa ada enam atau tujuh orang yang kelihatannya berrkemampuan untuk menjadi petugas pendidik. Tetapi bagaimanapun juga, pengalaman pelatihan yang mereka terima sama bermanfaatnya bagi mereka dan bagi para instruktur. Di Chili saya menjadi saksi dari suatu percobaan yang semangat bermutu di mana rakyat muda berpartisipasi dalam program pendidik itu. Saya mengingat satu dari percobaan itu, pada mana saya mengacu di dalam Surat-surat ke Guinea-Bissau. Percobaan ini berlangsung di daerah-daerah tempat dilaksanakannya landreform, yang kami sebut sebagai asentamientos. Saya hadir pada saat dimulainya satu dari percobaan tersebut. Pada suatu hari Minggu sore, dalam suatu upacara yang sederhana tetapi mengharukan, dengan dihadiri para wakil perusahaan Landreform dan Departemen Pendidikan, para bapak dan para ibu berhadapan dengan putra-putri mereka (yang pada umumnya sudah menyelesai-kan pendidikan dasar) dalam bentuk setengah lingkaran, dan mereka menyongsong anak-anak itu. Setiap dari mereka memilih satu sebagai guru mereka, dengan mana mereka akan mulai belajar membaca dan menulis. Anak-anak itu sama-sama rakyat jelata seperti orangtuanya, solider pada orangtuanya dalam bidang politis maupun emosional. Hal ini bukannya berarti bahwa anak-anak selalu menjadi guru orang tua mereka. Ini tidak selalu terjadi. Saya mgnambil bagian dalam satu seminar pelatihan yang diorganisir oleh anak-anak muda tersebut, dan saya juga hadir pada upacara penutupan pekerjaan kelas-kelas pelajaran membaca yang pertama. Dalam salah satu dari kelas tersebut, seorang wanita yang tersenyum menunjukk pada guru yang muda itu sambil mengatakan pada saya: ―Dia itu putra saya. Saya belajar membaca bersamanya.‖ Saya juga punya pengalaman dari upaya-upaya ke arah itu di Guinea-Bissau dan Sao Tome e Principe. Saya yakin bahwa kehadiran kelompok-kelompok populer sebagai pendidik di dalam proses pendidikan mereka sendiri adalah sangat penting. Hanya dari sudut pandang yang elistis dan birokratislah dapat ditolak suatu partisipasi seperti ini. Antonio: Kita sependapat, Paulo, bahwa salah satu pengalaman yang paling bernilai di dalam proses-proses pendidikan populer adalah tetap berhubungan dengan proses timbulnya guru-guru yang populer. Rakyat itu sendiri yang memilih dan menciptakan guru-guru mereka di dalam perjalanan pembentukan mereka sendiri, pendidikan mereka sendiri. Dan adanya penciptaan ini bagi diri saya merupakan sesuatu yang sangat penting. Saya berbahagia bahwa anda membawa topik proses pendidikan ini di Nikaragua, ketika pembicaraan kita ini Belajar bertanya



mendekati akhirnya. Saya berbahagia, sebab untuk diri saya, Nikaragua merupakan fenomena yang paling penting yang sedang berlangsung pada saat ini. Dan saya menggunakan kesempatan ini untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh teman kita Dorothy Ortner dari New York. Pertanyaan menyinggung sesuatu yang adan katakan mengenai Nikaragua. Anda mengatakan di dalam salah satu wawancara, bahwa Nikaragua itu merupakan satu sekolah besar, sekolah yang raksasa, di mana rakyat itu merupakan siswa-siswa. Dorothy menanyakan pendapat saya mengenai yang anda katakan tersebut. Saya ingin mengatakan pada teman kita itu, bahwa saya bukan hanya setuju dengan yang anda nyatakan tersebut, tetapi saya bahkan ingin mengembangkannya lebih lanjut. Saya berpikir, bahwa pengalaman sejarah saat ini di Nikaragua adalah pengalaman yang paling meluas dan menarik dalam tahun-tahun terakhir ini. Saya merasa, bahwa rakyat Nikaragua berada dalam proses formasi di dalam semua bidang masyarakat. Dengan kata lain, dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosiologi, pendidikan, perdamaian, peperangan, psikologi individu maupun kolektif, dan sebagainya. Khusus dalam bidang pendidikan, saya percaya bahwa kampanye pemberantasan buta huruf yang dilakukan merupakan program pendidikan yang paling radikal di masa kini. Di Nikaragua kita menyaksikan apa yang saya sebutkan sebagai sutau simbiosis di antara revolusi politis dan sosial dengan revolsui pendidikan dan kebudayaan, sebab mereka belajar dari satu dengan lainnya dan saling menolong satu sama lainnya. Yang saya maksudkan adalah apa yang terjadi di Nikaragua itu adalah proses total di mana revolusi itu menyinggung seluruh aspek kehidupan. Oleh sebab itu maka sangat penting bagi revolusi tersebut untuk menformulasikan kembali gagasan mengenai kekuasaan dan negara—dan bukan hanya mereformulasi gagasan-gagasan tersebut tetapi juga mengubah kenyataan yang ada—dan menciptakan kembali serta memberi bentuk nyata pada suatu konsepsi yang baru dan suatu cara untuk berpartisipasi yang baru di dalam proses pembangunan, di dalam pencarian dan apa saja kebutuhan-kebutuhan nyata rakyat dan jawaban-jawaban yang cocok terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Adalah sangat penting untuk menciptakan kembali suatu sistem dan proses pendidikan, yang akan membawa pada penciptaan suatu masyarakat yang lebih adil dimana solidaritas itu lebih besar. Dari mulai awalnya, proses revolusi itu sangat membanggakan saya, yang bukan merupakan kebanggaan buta, tetapi dengan pandangan kritis pada progresnya. Hubungan kita dengan proses pendidikan di Nikaragua mulai dengan satu undangan yang anda terima dari Kementrian Pendidikan Pemerintah Nikaragua untuk hadir ketika kampanye belajar membaca itu mulai diadakan. Saya masih ingat bahwa kita mengadakan pertemuan di sini, di komite ini, dan di saat itu kita bingung mengenai sumbangan apa yang dapat kita berikan pada diskusi-diskusi mengenai kampanye itu dan persiapan-persiapannya. Kita sepakat bahwa sumbangan kita itu kemungkinan adalah untuk sejalan dengan rekan-rekan Nikaragua sendiri menuntut agar kampanye membaca dan kampanye panca-pendidikan untuk jalan bersamaan. Pengalaman kita di Afrika menagajarkan pada kita bahwa pendidikan panca-membaca harus dianggap sebagai unsur lanjutan di dalam pendidikan membaca. Pendidikan membaca, menurut keyakinan kita di masa itu, harus dianggap sebagai suatu proses yang menjadi bermakna oleh pendidikan panca-membaca, dan kecuali pendidikan membaca dianggap sebagai suatu proses pendidikan yang permanen, maka langkah-langkah awal tersebut tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Setelah itu, saya mengulangi, maka hubungan kita dengan Nikaragua dilakukan dalam bentuk melakukan dialog dengan rakyat dan belajar bersama mereka. Saya tidak tahu apakah program panca-membaca itu secara efektif merupakan buah dari pemberitaan yang anda bawa dengan kehadiran dan suara anda di Nikaragua. Tapi, mulai saat itu, kita telah berusaha belajar, berusaha untuk melakukan dialog dengan rakyat Nikaragua. Dialog ini berlangsung terus dalam bentuk surat-surat dan pertukaran bahan-bahan dan, akhir-akhir ini, melalui suatu undangan yang diberikan pada saya oleh rakyat Nikaragua melalui kementrian pendidikan mereka untuk mengunjungi negara tersebut



Belajar bertanya



dan saling bertukar pengalaman pedagogis dalam bidang pendidikan populer dan, terutama, dalam bidang pelajaran membaca dan pekerjaan-pekerjaan lanjutannya. Masa kita di Nikaragua itu sungguh sangat produktif. Itu merupakan suatu pengalaman dimana kita belajar banyak, dan banyak yang dituntut dari kita. Kita ditantang melalui program-program pertemuan dan diskusi dengan pimpinan-pimpinan lokal dan nasional, dengan pimpinan-pimpinan sektor, dan dengan orang-orang yang terkait langsung dengan proses pendidikan itu. Kita diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih mendetail dari berbagai program, dari berbagai aktifitas oleh kementrian pendidikan, dan kita melakukan suatu kontribusi dengan menjelaskan berbagai proyek pendidikan dimana kita terlibat di Afrika maupun di Amerika Latin. Saya yakin bahwa ini merupakan suatu tukar-menukar yang memperkaya, baik bagi mereka maupun buat kita, dan, saya berharap untuk pekerjaaan pendidikan kita di masa depan. Pada kesempatan tersebut kita diberikan kesempatan untuk melihat adanya titik-titik persesuaian, tetapi juta adanya perbedaan-perbedaan, diantara pengalaman-pengalaman di Sao Tome e Principe dan Nikaragua. Dan yang menarik perhatian adalah hal ini: bahwa melalui perbedaan-perbedaan tersebut kita menemukan siapa kita sebenarnya. Kita menemukan bahwa, di dalam pengalaman di kedua negara tersebut, pelatihan para guru populer merupakan suatu unsur yang menentukan keberhasilan dari kampanye membaca dan kampanya kelanjutannya. Tetapi, tentu saja, penciptaan atau pelatihan dari para guru populer itu mempunyai ciri-ciri yang membedakan di masing-masing negara tersebut. Kita menemukan program-program pendidikan populer itu berkembang di negara-negara yang harus melakukan rekonstruksi nasional (di semua bidang –ekonomi, kebudayaan, politik, dsb), dan bahwa kesuksesan dari program membaca dan program lanjutannya terkait nyata dengan sukses dari transformasi masyarakat itu secara keseluruhan. Kita memastikan bahwa sangat sulit untuk suatu program membaca dan program lanjutannya itu berhasil di dalam suatu negara dimana keinginan politis rakyat untuk mengubah masyarakat itu tidak ada. Kita juga memastikan bahwa rekonstruksi nasional menuntut pada negara-negara tersebut untuk menuntut pada diri mereka tantangan untu menciptakan kebudayaan nasional yang populer. Dalam hubungan ini, Paulo, dalam masing-masing negara tersebut, terdapat suatu kesedian untuk menilai dengan jernih berbagai kebudayaan etnis populer. Kita memahami bahwa, sementara di Sao Tome e Principe kita menggerakkan semua yang kita temukan di dalam kebudayaan rakyat untuk menghasilkan materi pendidikan, tetapi hal ini belum berlangsung di Nikaragua. Yang saya maksudkan adalah bawa semua bahan yang mereka kumpulkan itu belum digunakan untuk menghasilkan buku-buku teks kebudayaan populer yang dapat digunakan untuk menantang rakyat meperdalam kebudayaan mereka, untuk menciptakan kebudayaan yang baru atas dasar kebudayaan mereka sendiri. Kita menemukan bahwa kedua program pelatihan itu didasarkan pada masalah-masalah konkret, masalah-masalah ekonomis dan biologis, bahwa program-program tersebut berkaitan dengan kehidupan nyata dari masyarakat-masyarakat tersebut, dan bahwa bahan-bahan pendidikan itu dihasilkan dengan campur tangan nyat dari rakyat. Bahan-bahan pendidikan tersebut berusaha untuk menyatukan kebutuhan-kebutuhan yang tidak bertentangan tetapi bersesuaian dengan kebutuhan nasional. Dengan demikian, maka kebutuhan-kebutuhan politis rakyat disempurnakan dengan kebutuhan-kebutuhan sehari-hari dari masyarakat-masyarakat lokal, dengan sarana proses mulia pendidikan-sendiri ini, dan masyarakat-masyarakat lokal berkontribusi langsung terhadap program politik nasional serta memperkayanya. Di dalam kedua pengalaman tersebut, terdapat keinginan untu kmemuaskan kebutuhan-kebutuhan rakyat atas dasar pengetahuan empiris mereka dan tekonologi-teknologi mereka yang sederhana tetapi efektif, yang dikombinasikan dengan teknologi-teknologi sederhana lainnya dari luar negeri, untuk membentuk dasar yang kokoh demi pembangunan negara tersebut. Hal ini semua terjadi karena negara-negara tersebut menderita tekanan politis, ekonomis dan bahkan militer dari luar negeri. Saya merasa bahwa kita akan membawa pembicaraan kita pada akhir yang sementara dengan suatu nada yang optimis, sebab Nikaragua menjadi simbol apa yang mungkin tercapai, yakni tantangan sejarah, untuk menciptakan dan menciptakan kembali suatu masyarakat yang berbeda, suatu masyarakat yang adil dan solider. Saya percaya Belajar bertanya



bahwa Nikaragua mewakili kemungkinan paling dekat yang kita miliki untuk mewujudkan visi kita menjadi kenyataan, dan anda serta saya, Paulo, bersatu di dalam keyakinan kita bahwa Nikaragua akan menjadi tanda bagi langkah yang sangat berarti di dalam tantangan sejarah ini untuk menciptakan suatu masyarakat yang berbeda, yang bukan merupakan suatu tantangan yang dihadapi oleh hanya beberapa orang di sana dan di sini, tetapi seluruh rakyat dunia. Paulo: Saya sependapat dengan anda. Saya percaya bahwa, apabila apa yang dipilih oleh rakyat Nikaragua itu dihormati, maka Nikaragua akan mampu di dalam tahun-tahun terakhir abad ini untuk memberikan pada kita suatu contoh yang sangat berarti tentang bagaimana caranya menemukan kembali masyarakat. Di dalam perjalanan saya yang pertama ke Managua di bulan November 1979, berbicara pada sejumlah besar pendidik di kementerian pendidikan, saya mengatakan bahwa menurut pendapat saya, revolusi Nikaragua itu masih dalam tahap-tahap bayi—dalam makna tahap bayi, bukan dalam makna bahwa revolusi itu baru tiba, tetapi dengan kenyataan bahwa oleh keingintahuannya, kearifannya, kesenangannya untuk bertanya, tidak takut bertanya, keinginannya untuk tumbuh, bersifat kreatif dan berkeinginan untuk mengadakan perubahan. Saya juga mengatakan bahwa sangat penting, sangat utama untuk rakyat Nikaragua, di dalam mendewasakan revolusi mereka, untuk tidak menuakkannya dengan membunuh bayi itu sendiri, yang merupakan bagian dari keberadaannya. Akhir-akhir ini saya pernah kembali ke sana. Bayi itu hidup, masih tetap belajar untuk bertanya, masih tetap berkomitmen untuk membangun suatu ilmu mendidik untuk bertanya. CATATAN KAKI 1 Wawancara ini, yang pertama kalinya diterbitkan dalam bahasa Potugis di bawah judul ―Pertemuan dengan Paulo Freire‖, di dalam Revista Educacao e Sociedade, No. 3, Mei 1979, Sao Paulo, Cortez & Moraes, kemudian disertakan ke dalam Der Lehrer ist Politiker und Kunstler, yang mencakup berbagai esai oleh Paulo Freire, dan sesudah suatu revisi kritis oleh Antonio Faundez, juga diterbitkan dalam Education Newletter, Departemen Pendidikan dari Gereja-gereja se-Dunia. 2



Karel Kosik (dalam bahasa Portugis), Dialektika yang konkret, edisi kedua, Rio de Janeiro, Paz e Terra, 1985.



3



J.C.N. Ribeiro Junior (dalam bahasa Portugis), Perayaan rakyat, ilmu pendidikan perlawanan, Rio de Janeiro, Vozes, 1982.



4



Harry Braverman, ―Labor and Monolpoly Capital: the Degradation of Work in the Twentieth Century‖, dalam Monthly Press Review, Nem York dan London, 1974, hlm. 425.



5



Karl Marx dan Friedrich Engels, Selected Works in Three Volumes, Moskwa, Progress Publisher, 1970, hlm. 94



6



Karl Marx, Capital, London, Lawrence & Wishart, 1945, Vol.1,



hlm.174.



7



Pembicaraan antara Freire dan Faundez in berlangsung di Jenewa pada bulan Agustus1984. Buku Prof. Weffort diterbitkan akhir tahun yang sama oleh Editora Brasiliense, Sao Paulo (ed).



8



Alfred Willener, The Action-image of Society on Cultural TavitockPublications, 1970, hlm. 30.



9



Di masa itu di Jenewa, Rosiska dan Miguel D‘Arcy de Oliveira, teman-teman sekerja dengan mana Elza dan Paulo memulai pembentukan Institute of Cultural Action (IDAC), awdalah diantara orang-orang pertama yang menarik perhatian akan kurangnya upaya melihat ke depan dalam fenomena ini.



Belajar bertanya



Politicization, London,



10



Amilcar Cabral, Revolution ini Guinea: an African People’s Struggle, Stage 1, London, 1974, hlm. 89. Juga di dalam: Amilcar Cabral, Unity and Struggle: Speches and Writings, London, Heinemann Education, 1980, hlm. 136



11



Karl Marx dan Friedrich Engels, The Holy Family, London, Law3rence & Wishart, 1956.



12



Carlos Tunnermann, Mentieri Pendidikan di Nikaragua (dalam bahasa Spanyol), di dalam Kemenangan Nikaragua dalam Pendidikan Pemberantasan Buta Huruf: Dokumen-dokumen dan kesaksian-kesaksian dari Kampanye Anti Buta Huruf Nasional, Kementerian Pendidikan, Departemen Penelitian, San Jose, Costa Rica, 1981, hlm. 49.



13



Marcos Arruda (dalam bahasa Portugis), di dalam Carlos Brandao ed., Pelajaran-pelajaran dari Nikaragua: Pengalaman-pengalaman mengenai Pengharapan, Sao Paulo, Papirus, 1984 hlm.110. Antonio Gramsci (dalam bahasa Spanyol), Sastra dan Kehidupan Nasional, Mexico DF, Juan Pablos Editor, 1976.



14



15



Marilena Chaui ( dalam bahasa Portugis), Yang nasional dan Populer di dalam Kebudayaan Brasil, Sao Paulo, Brasiliense, 1983.



16



Cf. Albert Memmi (dalam bahasa Portugis), gambar dari kaum Terjajah yang didahului oleh suatu Gambaran dari Penjajah, Rio de Janeiro, Paz e Terra, edisi kedua, 1977.



17



Cf. Paulo Freire, Cultural Action for Freedom, London, Penguin Books, 1972, hlm. 85—88 (pertama diterbitkan dalam Harvard Educational Review, 1970).



18



Cf. Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed, London, Sheed & Ward, 1972, dan London, Penguin Books, 1972.



19



Paulo Freire, Pedagogy in Process: the Letters to Guinea-Bissau, New York, Seabury Press, 1978, dan London, Writers & Readers Publishing Cooperative, 1978, hlm. 83.



20



Ibid., hlm. 163.



21



Ibid., hlm 72



22



Amilcar Cabral, Unity and Struggle…op.cit. Dalam menyatakan bahwa ― bahasa itu tidak lebih dari suatu alat dari manusia untuk saling berkomunikasi satu sama lain. Sangat disayangkan, Cabral gagal menghayati nilai ideologis dari bahasa, yang tidak merupakan sesuatu yang netral, seperti yang diyakininya dalam kutipan di atas itu. Hal ini adalah satu dari sedikit pernyataan dalam pekerjaan Cabral yang tidak dapat diterima oleh Paulo.



23



Guinea-Bissau, pulau-pulau Cape Verde, Angola, Sao Tome e Principe, dan Mozambik.



24



Pada waktu itu seorang anggota IDAC.



25



Seorang anggota komisi pada tim pendidikan.



26



Salah satu dari bahasa-bahasa lokal.



27



Miguel D‘Arcy de Oliveira, Rosiska D. de Oliveira, dan Claudius Ceccon, dari tim IDAC.



28



Paulo Freire ( dalam bahasa Portugis), Pentingnya aksi membaca: Tiga Artikel Komplementer, Sau Paulo, Cortez, 1982.



Belajar bertanya



Belajar bertanya