Belajar Tidak Bicara (Farid Gaban) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

i



w,!s F lstPUN.



$



l



s



l



,



:. !



i ir



\ i 1



i{



t" ,



r



a',1;.1.



a



t



"



I ttl l',1 .\



PENERBIT MIZAN: KRONIK INDONESIA BARU adalah salah satu lini produk (profu.r'ct line) Penerbit Mizan lang mcnlajikan inlormasi mutakhir dan-puncak-puncak pemikiran dari pelbagai aliran pcmikiran Islam.



-t



I



't\.



BEIATAR



TIDAK



BIGNRf, s0rft0KUr



FARIII GABATI PENGANTAR: GOENAWAN MOHAMAD



Diterbitkan atas kerja sama



PUSr^-^d



REPUBLIKA



{



!l



i'l



L



t,.



BEI,AJARTID]\K BICARA , Karya Far:id Gaban. .,- -,,- : , ,' Hak cipta dilindungi un{ang'trndang {; All rights,reqerved -' '..: :,C'etakarl I, Rabi:. Al-Awwal 1 4 I 8 /Agustus I 9 9 & Diterbitkan oleh Penerbit Miian



:r



,'



,



,



=,;r Jln, Yodkati rrro. ro. Bandung 4OI24. , ,, . 'Telp. (O22) 7OO?31 -,,F3x (O22) 7O7O3a ' .



. ':r



'::'



'



e-mai



t$fi izaii@ibrn. net.



bekerjf'saina dengan



Pustaka Republika, Jakarta



,tl



il



,'l \



i



ntang Penulis Farid Gaban, lahir di'Wonosobo (Ia*a Tengah)



pada



12 Juli 196L, adalah seorang wartawan. Ayah dari dua orang anak ini pernah kuliah di ITB, Bandung, |urusan Planologi. Pada 1988 mengikuti Short-Course on Econornic lurnalism,



Center for Foreign ]ournalist, Reston, Virginia, Amerika



Serikat, dan memperoleh beasis',va dari Asia Foundation (San Francisco) untuk meliput pemilihan presiden Amerika serta magang di koran The Tirnes Piqayune, New Orleans, Amerika



Serikat. Sebelumnya, pada 1980-1984, bekerja pada pers kampus Plano (lurusan Planologi ITB) dan Snlman (Masjid Salman ITB). I(emudian pada 1984-1987 menjadi wartawan majalah Tb*rpo (Biro Bandung). Pada 1988-1991 menjadi wartawan Majalah Ed.itor dan pada 1993 sempat sebentar bekerja pada Thbloid Detih, serta sejak 1993 menjadi wartawan IIU Repwbliha. Bersama Zaim Ukfuowi menulis buku Dor! Sarajevo (Bandung: Mizan, 1994) serta ikut menerjemahkan dan menyunting buku Misteri Manusin karya Alexis Carrei (1984), Idrologi l(ouw Intelektual karya Ali Syari'ati (i984), Perspektif Al-Qwran tentttng Manusia d.an, gnnoa karya Muntadha Muthahari (1984), dan Mew'tbangun Jalan Tengah karya Alija Izetbegovic (1993).



I



,t t



Di Tengah Penggembosan Makna Oleh Goenawan Mohamad-)



.



"Saya belajar keras untuk tidak bicara," tulis Farid Gaban,



seraya membuat kontras dengan anaknya, AIif, yang.baru bisa berbunyi dan bergulat dengan makna. Farid, sang ayeh,



memxng bimbeng: Perlukah kita mengajarkan pada ba1,i ketepatan makna jika di dunia dewasa justru melembagakan kerancuan maknal Bukankah sia-sia belaka mengajarkan perbedaan "bulan" dan "ikan" sementara orang-orang dewasa susah membedakan "negara" dari "keiuarga"-bahr,va apa yang jadi milik negara tak bisa dikelola seperti milik keluargaf Thpi bagaimana kita bisa untuk belajar tidak bicaradan tetap tidak bisa tutup mulutl Jika kita ikuti nrlisan-nrlisan Farid dalam buku ini, caranya adalah memberikan pengertian baru tentang "bicara". Pengertian baru itu adalah bahwa "bicara" sama dengan pengutaraan perasaan dan pikiran kepada orang lain. ]ika itu tidak bisa dilakukan karena satu x



)



Goenan an Mohamad adalah mantan pemred n.rajalah Tbmpo yang pada



Juli 1997 memperoleh Louis Lyons Arvard dari Neiraan Foundation of Harvard Universiry



rl



'tt



FARID



GABAN



:,



dan lain hal, maka ada.pilihan lain, yaitu "solilokui", yang oleh penulisnya diterjemahkan dalam bahasa Jawa sebagai nggreilneng. Tapi sebenarnlza 5o1i1oLui hal)'alah sebuah kuasi monolog. Terutama karena sebuah kalimat, juga dalam sSrlilokui, merupakan sebuah jembatan )'ang tidak pernah dibari$un dari sebelah sini saja. Dalam lakon-lakon Shakespeare) seorang peran) lfamlet, misalnya, akan berdiri menvisih ke tepi pentas dan mengucapkan sejumlah kata-kata yang dikesankan lebih



tertuju ke dalam dirinya Sendiri. Bahasa Indonesia punya idiom yang bagus untuk itu: berkata dalam hati. Tetapi bagaimanapun juga semua itu bagian dari metode p.ri.t panggung, ketika rasa dan renungan harus dikemukakan untuk didengar audiens, tetapi dengan suaru sifat lain di dalamnya. Berbeda dengan dialog, berbeda d'engan petuah, dalam solilokui dikesankan suatu elemen yang tidak bisa ditanggalkan dari dirinya, yaitu sifat yang tak hendak mencari efek pada diri orang lain, dan sebab itu sangat dekat dengan dua hal: keleluasaan dan ketulusan. Sebuah tulisan di media massa) seperti sebuah reater) bukan sebuah bilik privat. Sebab itu tidak ada orang yang benar-bena, *ggreoneng di sini: qrelnen4rLn itu tof, at