BIOGRAFI Adam Malik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

H. ADAM MALIK BATUBARA (1917-1984) SI KANCIL PENGUBAH SEJARAH



Ia



merupakan



personifikasi



utuh



dari



kedekatan antara diplomasi dan media massa. Jangan kaget, kalau pria otodidak yang secara formal hanya tamatan SD (HIS) ini pernah menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York dan merupakan salah satu pendiri LKBN Antara.



Kemahirannya



memadukan



diplomasi



dan



media



massa



menghantarkannya menimba berbagai pengalaman sebagai duta besar, menteri, Ketua DPR hingga menjadi wakil presiden. Sang wartawan, politisi, dan diplomat kawakan, putera bangsa berdarah Batak bermarga Batubara, ini juga dikenal sebagai salah satu pelaku dan pengubah sejarah yang berperan penting dalam proses kemerdekaan Indonesia



hingga



proses



pengisian



kemerdekaan



dalam



dua



rezim



pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Pria cerdik berpostur kecil yang dijuluki \'si kancil\' ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak kecil ia gemar menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang ayah menyuruhnya memimpin toko \\\'Murah\\\', di seberang bioskop Deli. Di sela-sela kesibukan barunya itu, ia banyak membaca berbagai buku yang memperkaya pengetahuan dan wawasannya.



Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.



Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi. Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik



yang



berseberangan



dengan



kelompok



kiri



justru



malah



menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI. Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negaranegara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian



tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi. Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif tibatiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon. Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang. Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. Nama



: H. Adam Malik



Lahir



: Pematang Siantar, 22 Juli 1917



Meninggal



: Bandung, 5 September 1984



Agama



: Islam



Isteri



: Nelly Adam Malik



Ayah



: Abdul Malik Batubara



Ibu



: Salamah Lubis



Pendidikan : SD (HIS) dan Madarasah Ibtidaiyah Otodidak Jabatan



: Wakil Presiden RI (23 Maret 1978-1983) Ketua MPR/DPR 1977-1978 Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 Wakil Perdana Menteri II/Menteri Luar Negeri RI (1966-1977) Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965) Ketua delegasi Indonesia-Belanda (1962) Duta besar di Uni Soviet dan Polandia (1959) Anggota DPA (1959) Anggota Parlemen (1956) Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947)



Profesi



: Wartawan (Pendiri LKBN Antara tahun 1937)



Organisasi



: Pinisepuh Golongan Karya Pendiri Partai Murba (1946-1948) Pendiri Partai Rakyat (1946) Ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935)



H. ADAM MALIK



H. Adam Malik dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 22 Juli 1917, beliau merupakan anak dari pasangan H. Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Karir perjuangan Adam Malik dimulai dari masuknya beliau sebagai anggota Kepanduan



Hisbul



Wathan,



milik



organisasi



Muhammadiyah di Pematang Siantar (Sumatera Utara)



sebagai



Ketua



PARTINDO



cabang



Pematang Siantar dengan basis massa yang dominan berasal sopir-sopir . Pada tahun yang sama (1934), Adam Malik hijrah ke Batavia dan bergabung dengan Yahya Nasution, seorang mantan anggota PARTINDO yang kemudian menjadi eksponen Organisasi PARI ( Partai Republik Indonesia). Karena kedekatannya dengan Yahya Nasution, mengakibatkan Adam Malik dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda di Struiswijk pada tahun 1935. Pada tanggal 13 Desember 1937 bersama sahabatnya yaitu Pandu Kartawiguna dan kawan-kawan, Adam Malik mendirikan Lembaga Kantor Berita “Antara” yang berada di Buitenstijger Nomor 35 Jakarta Pusat. Adam Malik banyak belajar politik dari tokoh golongan kiri (bukan komunis) dan berlatarbelakang sadar akan perlunya perbaikan nasib rakyat, membawanya menjadi anggota PARI yang merupakan organisasi gerakan bawah tanah dalam rangka membentuk kader gerakan proletar untuk melawan pemerintah colonial Hindia Belanda. Keterlibatannya dalam aktivitas PARI ini membawa Adam Malik sempat hidup di penjara Nusakambangan sampai saat dibebaskan oleh Pemerintah Bala Tentara Jepang tahun 1942. Pada masa pemerintah pendudukan Tentara Jepang, Adam Malik bersama tokoh pemuda lain yang masuk dalam kelompok / golongan kiri bekerja pada SENDENBU, namun tetap melibatkan diri dalam organisasi gerakan bawah tanah. Hubungannya dengan kelompok pemuda radikal dan



beraliran kiri ini mencuat ke permukaan ketika bersama kelompoknya menculik Soekarno – Hatta dan membawa mereka ke Rengasdengklok untuk dipaksa memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia. Sikap politiknya yang cenderung radikal dan kekiri-kirian masih terus dipertahankan ketika Adam Malik masuk dalam organisasi PERSATUAN PERJUANGAN ; yang di tahun 1946 sempat menculik Perdana Menteri Sutan Syahrir karena tidak puas dengan hasil perundingan Belanda – Indonesia yang mengakui kekuasaan Belanda secara de facto terhadap Indonesia. Selanjutnya, sebagai basis politik untuk mendukung peran politiknya. Adam Malik mendirikan Partai MURBA yang membedakan dasar ideologinya dengan partai kiri lain. Pada tahun 1962, Adam Malik juga berperan menonjol dalam proses perundingan Indonesia – Belanda mengenai Irian Barat, yang saat itu dipercaya sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam perudingan tersebut, Sikap keberpihakannya kepada rakyat yang jelas berseberangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), tercermin dalam tindakannya ketika pada tahun 1964 membentuk Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS), bersama Roeslan Abdulgani dan A.H. Nasution yang tujuan intinya adalah mencegah Soekarno agar tidak terbawa ke dalam gagasan politik PKI . Keberpihakannya pada naluri kebebasan, tercermin dalam sikapnya ketika sebagai Menteri Luar Negeri yang melihat aspek positif dari azaz “Semau Gue”, sebagai bentuk egoisme yang bila ditingkatkan pada landasan negara menjadi nasionalisme, Adam Malik menjalankan tugas dengan “keterlibatan total” mencari jawaban terhadap problem-problem yang dihadapi, misalnya sebagai “duta



besar”



harus



membela



kepentingan



negaranya



dengan



segala



kemampuan, akal dan kelincahan yang ada pada dirinya dan bila perlu harus berani berteriak “right or wrong my country”, dan tidak boleh bersikap “low profile” hanya untuk menghindari ketegangan. Semangat kebebasan bersikap dalam pergaulan internasional juga tercermin dalam Deklarasi Bangkok yang dirumuskannya bersama wakil empat negara Asia Tenggara, yang kemudian dikenal dengan prinsip dasar ASEAN pada tahun 1967. Semangat yang sama juga tercermin dalam pidato pengukuhannya sebagai Ketua Sidang Umum PBB ke 26 Tahun 1971-1972,



yang dalam hal meneruskan dan melebarkan jalan politik sebagaimana digariskan oleh Bung Karno di tahun 1960-an, mengenai “Tata Dunia Baru”. Bagi yang kaya dan yang miskin tidak ada hari depan yang terpisah . Harus ada hari depan bagi kita semua, Perannya yang menonjol dalam proses integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia, adalah rangkaian pembicaraan yang dilakukannya dengan Menteri Urusan Seberang Lautan Portugal, Dr. A.A. de Santos yang menghasilkan Roma’s MOU tentang cara terbaik menyelesaikan proses dekolonisasi Timor-Timur. Ketika menjadi Menteri Luar Negeri Adam Malik mempunyai sikap yang jelas dalam membawakan politik luar negeri “bebas aktif”, sikap bebas diartikan sebagai Indonesia memiliki jalan dan pendirian sendiri dalam menghadapi pergaulan dunia dan aktif berusaha memelihara perdamaian meredakan pertentangan antara bangsa bersama bangsa lain. Dengan dasar tersebut membawanya pada keyakinannya bahwa pembangunan nasional hanya dapat dilaksanakan dalam suasana aman dan damai . Sikap politiknya semakin matang dan jelas dengan keterlibatannya secara terus menerus dalam percaturan politik dan pemerintahan baik melalui jalur eksekutif maupun legislatif. Kemampuan politik tersebut tercermin dalam kemampuannya berperan secara terus menerus dalam proses merebut, mempertahankan dan mengelola negara Republik Indonesia dari masa pra kemerdekaan, pra orde baru maupun orde baru, hingga mencapai puncaknya ketika menjabat sebagai Wakil Presiden 1978-1983 . Karena penyakit yang dideritanya, Adam Malik wafat di Bandung pada tanggal 5 September 1981 dan jenazahnya dimakamkan di TMPN Utama Kalibata Jakarta. Atas jasa-jasanya Pemerintah RI menganugerahkan gelar pahlawan Nasional melalui SK Presiden No. 107/TK/1998, tanggal 6 November 1998