Biografi Soeharto [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BIOGRAFI SOEHARTO RIWAYAT SOEHARTO A. BOCAH KEMUSUK Soeharto yang merupakan mantan presiden Indonesia telah berkuasa selama 32 tahun. Soeharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta pada 8 Juni 1921. Soeharto lahir dari pasangan Kertosudiro alias panjang dan Sukirah. Namun belum genap kelahiran 40 hari Sukirah menitipkan bayinya ke Mbah Kromo, dan Sukirah menghilang selama 40 hari pula. Setelah kembali ia menyatakan bahwa 40 hari sebelumnya telah dihabiskan untuk bertapa demi masa depan anaknya. Soeharto masuk sekolah pada usia 8 tahun. Sekolahnya bberpindah – pindah mulai dari SD Puluhan, Godean lalu pindah ke SD Pedes karena ibunya dan suaminya, Pramono pindah ke rumah Kemusuk Kidul. Soeharto suka sekali memancing sejak kecil, tidah heran pada masa tuanya Soeharto masih suka memancing ikan. Soeharto kecil dikenal sebagai anak yang gemar bermain sepak bola dan andal memerankan posisi sebagai pemain belakang. Sewaktu tinggal dirumah Pak Bei (Suami dari adik perempuan Kertosudiro yang mengasuh Soeharto saat kecil) Soeharto kecil juga sering ikut bercocok tanam padi maupun jagung. Menurut warga Soeharto merupakan anak tunggal dari pernikahan Kertosudiro dan Sukirah yang akhirnya bercerai. Setelah pernikahan itu Kertosudiro menikah lagi dan mempunyai empat orang anak. Sedangkan Sukirah dikaruniai tujuh orang anak setelah menikah dengan Atmopawiro. Semasa mengenyam pendidikan di SMP Muhamadyah di Yogyakarta, Soeharto harus mengayuh sepeda butut untuk berangkat dan pulang sekolah. Ketika sudah bekerja sebagi Klerk bank pun ia juga harus berkeliling desa dengan sepeda bututnya untuk mencari petani, pedagang kecil, dan pemilik warung yang ingin mengajukan permohonan peminjaman pada bank. Pada tahun 1939 Soeharto mendapat 2 surat panggilan kerja. Satu dari lembaga ketentaraan, satunya lagi dari bank. Soeharto lalu memilih berkarier di militer.



B. MENIKAH DENGAN SITI HARTINAH Pada 26 Desember 1947 di Solo, Soeharto menikahi Siti Hartinah yang merupakan putri dari Soemoharjomo, wedana di Wuryantoro sekaligus pegawai Keraton Mangkunegaran, Surakarta. Saat itu Soeharto berusia 27 tahun dan Siti Hartinah berusia 24 tahun. Pernikahan mereka dikaruniai 6 putra dan putri, yaitu Siti Hadijanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih. Ibu Tien (panggilan akrab Siti Hartinah) adalah sosok yang akrab dan ramah pada para wartawan. Jika para wartawan datang ke rumah untuk meliput, masing – masing pasti di beri tape recorder namun dengan pesan “jangan sampai salah ya...dalam meliput acara Pak Harto” begitu pesannya. Menurut wartawan Soeharto tampak mesra dalam kunjungan – kunjungan ke daerah, bahkan dalam pidatonya Soeharto dengan bangga memuji Ibu Tien begitu pula sebaliknya di hadapan para massa. Pada 28 April 1996, Ibu Tien meninggal dunia. Menurut keterangan resmi keluarga, beliau meninggal karena menderita suatu penyakit. Namun hingga sekarang masyarakat tak benar – benar tahu apa yang menyebabkan Ibu Tien meninggal. Ibu Tien dimakamkan di Astana Giri Bangun, Karanganyar, Jawa Tengah. Peristiwa tersebut sangat memukul Soeharto, apalagi setelah tahun 1996 beliau mendapat berbagai serangan politik. Salah satu peristiwa terbesar setelah wafatnya Ibu Tien adalah kasusu serbuan sekelompok massa dengan identitas tidak jelas atas pusat kantor pusat Parta Demokrasi Indonesia (PDI) pimpinan Megawati Soekarnoputri pada 27 Juli 1996. Entah ada hubungannya atau tidak, belum genap 2 tahun kepergian Ibu Tien,Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998 setelah lautan demonstran mendasaknya lengser. Lalu satu persatu masalah seakan semakin akrab dengannya setelah peristiwa tersebut. SOEHARTO DALAM ERA ORDE BARU A. PEMERINTAHAN ORDE BARU Orde baru merupakan kesuksesan tersendiri di masa Soeharto. Soeharto pernah berhasil meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia dari 70 dollar AS (1968) menjadi 1000 dollar (1996). Hasilnya investor asing pun bersedia menanamkan modal di Indonesia.



Ada pula program transmigrasi yang berguna untuk meratakan jumlah penduduk masing – masing daerah di Indonesia. Namun pemerintah tidak memikirkan pula dampak negatif dari transmigrasi, sehingga banyak penduduk asli yang iri akan kelebihan yang diberikan pemerintah untuk penduduk transmigran. Banyak perselisihan diantara penduduk setempat dan meledak menjadi konflik terbuka seperti yang terjadi di Ambon, konflik Madura – Dayak di Kalimantan, serta gejolak di Papua yang disebabkan perlakuan tidak adil dalam pembagian keuntungan sumber alam. B. POLITIK ANTI-KOMUNIS Peristiwa G30S membawa perubahan besar dalam politik Indonesia. Operasi penumpasan terhadap G30S dibawah komando Soeharto memberikan legitimasi politik bagi dirinya untuk tampil di panggung politik. Ini juga awal peralihan kekuasaan dari Orde Lama (Soekarno) ke Orde Baru (Soeharto). Pada 11 Maret 1996 Soeharto mendapat mandat dari Soekarno untuk memulihkan keamanan, maka keesokan harinya ia langsung membubarkan PKI (Partai Komunis Indonesia). Bulan selanjutnya adalah masa saat pembantaian orang – orang yang dicurigai sebagai anggot PKI. Jumlah korban saat itu diperkirakan berjumlah 400.000 sampai 1juta orang. Dalam konteks perang dingin, oleh pers Barat banyak ditanggapi sebagai “Sesuatu yang salah tetapi Perlu”. Sejak awal Soeharto sudah menarik garis tegas perbedaan antara Orde lama dan Orde baru. Pengucilan politik dilakukan terhadap orang – orang yang terlibat dalam PKI. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelah Mahkamah Militer Luar Biasa untuk orang – orang yang dikonstruksikan Soeharto sebagai “pemberontak”, pengadilan digelar dan orang yang terlibat dibuangke Pulau Buru. Sedangkan sanksi non kriminal diberlakukan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi apakah kekuatan lama ikut dalam Orde Baru. Bahkan KTP pun ditandai ET (Eks-Tapol). Soeharto lalu membersihkan parlemen dari kekuatan komunis, menyingkirkan serikat buruh, dan meningkatkan sensor. Soeharto juga memutus hubungan diplomatis dengan RRC (Republik Rakyat Cina) dan menjalin hubungan dengan negara – negara Barat serta PBB. Politik anti komunis ala Soeharto mengakibatkan banyaknya “orang – orang komuni”, “tersangka komunis”, dan “simpatisan komunis” yang dihukum mati serta dipenjarakan. Sejumlah pihak menduga bahwa daftar tersangka komunis diberikan ke Soeharto melalui CIA.



C. MILITER DAN GOLONGAN KAYA Soeharto menjadikan militer sebagi pilar pendukung Orde baru. Setelah pemerintah Orde Baru melarang peringatan Hari Pancasila pada 1 Juni 1970, Kopkamtibpada 23 September 1970, melarang beredarnya ajaran – ajaran Bung Karno dan melarang peringatan hari kematiannya. Pelarang itu didasarkan pada instruksi No. 010/KOPKAM/9/1970. Sedangkan militer yang merupakan pendukung utama adalah Angkatan Darat, tempat Soeharto pernah berkiprah sebelum menjadi presiden. Kenaikan Soeharto menjadi presiden merupakan dukungan dari AD yang memanfaatkan kekisruhan politik tahun 1965 dan tahun – tahun sebelumnya. Setelah peristiwa G30S, posisi militer di Indonesia terpecah menjadi dua, yaitu yang masih loyal kepada Presiden Soekarno dan yang loyal kepada Soeharto. Pada periode ini masi belum jelas siapa loyal kepada siapa, namun pada tahun 1967 yaitu saat kelompok – kelompok yang loyal kepada Presiden Soekarno enggan menerima pendongkelan terhadap Presiden. Sepanjang kekuasaanya selama 32 tahunm Soeharto dan pemerintah Orde Baru sebenarnya meaksanakan strategi yang berkesinambungan dengan 3 pilar kekuasaanya (militer, birokrasi, golongan karya). Akibatnya yaitu terjadinya penyalahgunaan kekuasaan di setiap tingkat pemerintahan yang bertujuan pada pelestarsian kekuasaan. Istilah “Pembangunan” merupakan daya tarik yang kuat, setiap pejabat tidak akan lupa menyisipkan kata tersebut dalam pidato – pidatonya. Setelah Soekarno memperjuangkan konsep perwakilan politik berdasarkan “fungsi” dalam masyarakat, ideologi militer seperti Soehardiman juga mengembangkan konsep “karyawan” dibidang perburuhan dengan mendirikan SOKSI (Serikat Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia). Golkar didirikan oleh tentara untuk menghimpun kekuatan – kekuatan keormasan dan politik yang berseberangan dengan kekuatan komunis. Golkar memang dibangun sebagai kekuatan politik pemerintahan Orde Baru. Sejarah untuk pembenaran dan kekuasaan tatanan Orde Baru secara konseptual telah diciptakan dengan pemikiran rasional-pragmatis. Dwifungsi tersebut diperkuat dengan alasan seakan – akan sudah sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila.



D. PENGERDILAN PARTAI POLITIK Pada awal kekuasaanya, Soeharto berusaha meyakinkan bahwa rezim baru ini adalah pewaris sah dan konstitusional dari Presiden Soekarno. Dari khazanah ala Soekarno, Orde Baru mengambil Pancasila sebagai satu – satunya dasar negara sehingga menjadi resep yang paling tepat untuk mengeltimasi kekuasaan Soeharto. Konsolidasi kekuasaan Orde Baru membutuhkan kepastian stabilitas politik. Bukan hanya komunisme, namun semua yang dinila bertalian erat dengan kekuasaan Soekarno dan memiliki potensi kontra dengan Orde Baru diminimalisasi sedemikian rupa. Atas dasar stabilitas politik pula, pemerintah Soeharto melakukan fusi terhadap partai – partai politik pada 1973. Soeharto selalu mempunyai argumen bahwa era liberal di tahun 1950-an dengan sistem multipartai tidak membawa Indonesia pada kemakmuran. Upaya tersebut diperkuat oleh pemerintah Orde Baru dengan mengeluarkan UU politik dan menyatakan Pancasila sebagai asas tunggal. Namun dalam perjalanannya, Golkar dijadikan sebagai partai utama sambil pada saat yang sama pemerintah mengebiri dua partai politik lainnya dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Tugas pemimpin adalah menafsirkan kehendak rakyatnya, sementara tugas rakyat adalah mengikuti pemimpin. Singkatnya negara adalah sesuatu yang integral, dengan batas – batas yang akhirnya malah tak jelas. Soeharto selalu mengatakan bahwa keamanan dalam negeri harus terjamin agar penanaman modal asing diperlukan tidak terganggu. Selama 32 tahun berkuasa Soeharto mampu menjaga stabilitas politik dan ekonomi. Dia mengenalkan pembangunan secara tertahap dan melaksanakannya secara konsisten. Namun untuk semua itu ternyata ongkosnya sangat mahal. Demokrasi ditempatkan di bawah pertumbuhan ekonomi. Korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela karena memang tidak ada upaya mengatasinya. Sementara itu, kalangan pegawai negeri termasuk personel militer, dibiarkan hidup dengan gaji kecil. E. ASAS TUNGGAL PANCASILA Meskipun penggabungan partai – partai pada tahun 1973 merupakan contoh nyata dari ketergantungan pemerintah kepada ideologi nasional untuk menciptakan demokrasi Pancasila dan meletigimasi tindakan – tindakannya, tetapi baru pada 1978 pemerintah Orde Baru melakukan ideologisasi yang bertujuan untuk menetapkan parameter dan kendali atas wacana politik di Indonesia.



Pada 22 Maret 1978, MPR mengesahkan sebuah ketetapan tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4). Ketetapan ini sangat penting karena dikaitkan dengan pedoman MPR untuk rencana pembangunan lima tahun. Untuk kepentingan Orde Baru juga dibentuk pula BP7 yang menjadi pelaksana dari rangkaian penataran P4. Soeharto menggambarkan UUD 1945 sebagai hal yang sempurna dan tidak bisa diubah. Penatran P4 pun sarat dengan istilah simbolis dari bahasa sansekerta. Istilah “Nusantara” dipopulerkan sebagai padanan nama Indonesia. Nama – nama gedung di DPR/MPR bernama Nusantara, ruang – ruangnya menggunakan istilah Sansekerta. Bahkan pembangunan TMII dikatakan Soeharto sebagai kehendak yang sesuai dengan tujuan Pancasila dan UUD 1945. Orde lama yang memberikan ruang bagi tumbuhnya ideologi lain justru berakibat fatal bagi berlangsungnya stabilitas kekuasaan tersebut. Itulah sebabnya Soeharto menggambarkan pentingnya Pancasila bagi Orde Baru. Pancasila kemudian menjadi kekuatan paling efektif untuk meminimalisasi kemungkinan munculnya kekuatan di luar negara. F. IDEOLOGI PEMBANGUNAN Dengan naiknya Soeharto sebagai penguasa baru di Indonesia, sikap pemerintah Indonesia terhadap utang luar negeri berubah secara drastis. Hal itu tidak hanya tampak pada strategi pembangunan yang dijalankan atau pada jumlah utang baru yang dibuatnya, tetapi terutama tampak secara mencolok pada berbagai tindakan yang dilakukannya dalam memulihkan kondisi ekonomi Indonesia. Beberapa tindakan yang dilakukan Soeharto dalam memulihkan kondisi ekonomi Indonesia antara lain memperbaiki hubungan dengan para kreditor, terutama negara – negara Baratdan lembaga keuangan multilateral. Menyusul pertemuan negara kreditor blok Barat di Tokyo, Jepang pada September 1966 yang dikenal sebagai The Paris Club, Indonesia pada Oktober 1966 memperoleh komitmen untuk menerima pinjaman siaga sebesar 174 juta dollar AS. Pendaftaran kembali keanggotaan Indonesia pada lembaga – lembaga keuangan multilateral berlangsung secara bertahap pada 1967. Pemerintah Orde Baru melanjutkan pelaksanaan program stabilisasi IMF serta mengeluarkan kebijakan ekonomi yang lebih bersahabat dengan sektor swasta dan investasi asing. Tetapi, karena terjadinya G30S pelaksanaan program tersebut terpaksa dihentikan.



Dengan dikeluarkannya kebijak 3 Oktober 1966 pada era Soeharto, maka pelaksanaan program stabilisasi IMF itu dilanjutkan kembali. Sehubungan dengan kebijakan untuk lebih bersahabat dengan sektor swasta dan investasi asing, pada Januari 1967 pemerintah Orde Baru menerbitkan UU Penanaman Modal Asing No. 1/1967. Bersamaan dengan itu perusahaan asing yang dinasionalisasikan Soekarno pada 1963 – 1965 diundang kembali untuk melanjutkan pekerjaan mereka di Indonesia. Pada awal kekuasaannya, pemerintahan Soeharto memberikan haraan perbaikan



hidup



bagi



rakyat.



Namun,



pemerintah



melakukannya



melalui



pembangunan fisik dari hutang luar negeri (foreighn direct investment) cara membayar cicilan dengan menebangi hutan. Minyak, emas, dan hasil bumi lainnya digadaikan secara murah kepada pihak asing, tanah rakyat pun dirampas atas nama pembangunan. Kebijakan pemerintah Orde Baru hanya melahirkan crony capitalism, nepotisme dan lain – lain. Sementara persoalan birokrasi tidak pernah disentuh dan diberdayakan. Mekanisme pengawasan tidak berfungsi sehingga , nepotisme dan lain – lain. Sementara persoalan birokrasi tidak pernah disentuh dan diberdayakan. Mekanisme pengawasan tidak berfungsi sehingga yang tercipta adalah sebuah sistem tanpa kebebasan berekspresi. sistem tanpa kebebasan berekspresi ini mempunyai daya dukung yang terbatas jika dibebani melebihi kapasitasnya. Pemerintahan Soeharto seperti tidak pernah mempunyai strategi pembangunan jangka panjang. Kelemahannya terletak pada tatanan strategis, kebijakan, dan implementasinya. Banyak muncul deviasi dan penyelewengan akibat mudahnya Soeharto memberikan wewenang pada kekuatan yang justru menggerogotinya. G. REPRESI TERHADAP OPOSISI Kekuasaan Soeharto dalam era Orde Baru bukannya tidak berjalan tanpa kritik dan protes. Berbagai aksi protes dan demonstrasi dilakukan di sepanjang sejarah Orde Baru. Beberapa diantaranya bahkan menjadi anarki. Gerakan yang dilakukan kaum mahasiswa di berbagai perguruan tinggi saja telah dilakukan palik tidak dalam tiga periode. Pada masa Orde Baru negara hampir tidak bisa dibedakan antara Soeharto, keluarga, sekutu, serta kroninya. Mereka mengambil semua hak untuk mendefinisikan “kepentingan nasional”. Akibatnya, kepentingan nasional menjadi identik dengan kepentingan segelintir penguasa politik dan ekonomi, dan segala unsur dalam



masyarakat. Kata oposisi bahkan menjadi kata yang sangat kotor pada era Orde Baru. Bahkan organisasi massa yang terbentuk harus meminta izin dari pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. Pada 1970, Soeharto melarang protes pelajar yang berdemokrasi melawan korupsi. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Sejak saat iru itu korupsi menjadi suatu endemik di Indonesia. Dalam bidang politik banyak sekali peristiwa dan kondisi yang menunjukan arogansi pemerintah Orde Baru, seperti Peristiwa Malari (1974) dan demonstrasi anti-Soeharto (1978) yang telah memandulkan gerakan oposisi. Peristiwa Malari memang menjadi tonggak penting dalam perubahan sikap Soeharto dalam memerintah. Demonstrasi mahasiswa menolak tentang modal asing terjadi ketika Perdana Menteri Jepang Tanaka berkunjung ke Indonesia. Para demonstran membakar mobil – mobil buatan Jepang di jalan – jalan. Soeharto sangat marah saat itu, menurutnya aksi tersebut dapat membuat larinya modal asing yang dibutuhkan untuk pembangunan Indonesia. Gerakan mahasiswa di kampus – kampus pada 1978 muncul sebagai bentuk protes pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden. Peristiwa tersebut membuat beberapa mahasiswa ditangkap dan diadili. Untuk mengeliminasi “pemberontakan” mahasiswa,



Soeharto



memberlakukan



NKK/BKK



(Normalisasi



Kehidupan



Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Ini adalah bentuk kebijakan untuk mengunci setiap kemungkinan mahasiswa berpolitik di luar kampus. Aturan ini ditolak olah mahasiswa karena hanya akan membuat mahasiswa tunduk patuh pada aturan study mereka tanpa aktif pada organisasi dan kegiatan di luar kampus yang mereka ikuti selama ini. Soeharto kemudian membungkam pers melalui UU Pokok Pers No. 12/1982. UU tersebut berguna menjadi peringatan terhadap isi pemberitaan ataupun siaran. Netode ini secara teoretis sering disebut sebagai korporatisme negara. Kritik – kritik tajam pun mengemuka sebagai respon atas kebijakan represif oleh pemerintah Orde Baru. Pada 1979 – 1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi angkatan bersenjata yang tergabung dalam kelompok Petisi 50. Mereka mengeluarkan serial pernyataan yang mengeluhkan sikap politik pemerintah Orde Baru yang menjadikan AD sebagai pendukung kemenangan Golkar serta menuntut reformasi politik.



Pemerintah menjawab tuntutan mereka dengan mencekal seluruh anggota Petisi 50. Mereka bahkan tidak pernah diundang dalam acara resmi kenegaraan di Istana Presiden, bisnis mereka juga dihambat. Mereka benar – benar dkucilkan di masyarakat.



Nama: Intan Purnamasari Arga Kelas: X MM No Absen: 14 Mapel: B.indonesia



Sumber Pustaka: Susilo, Taufik Adi; 2009; SOEHARTO Biografi Singkat 1921-2008; Yogyakarta: KELOMPOK PENERBIT AR-RUZZ MEDIA.