Biologi Forensik Dan Soal Latihan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Forensik (berasal dari bahasa Latin forensis yang berarti "dari luar", dan serumpun dengan kata forum yang berarti "tempat umum") adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, dan sebagainya.



Sains forensik merupakan satu bidang sains yang menjalankan kajian ke atas penyiasatan jenayah dengan menggunakan ilmu sains seperti kimia, biologi, fizik, teknologi maklumat, dan sebagainya. Akan tetapi, bidang ini telah diperluaskan sehingga menggunakan ilmu sains sosial dalam penyiasatannya seperti perakaunan dan ekonomi. Teori sains forensik Teori Sentuhan: ia diperkenalkan oleh Locard yang menyatakan bahawa "every contact leaves trace". Adalah dipercayai bahawa setiap sentuhan antara dua objek akan meninggalkan kesan iaitu barang kes. Kesan ini akan dicari dan dikumpulkan oleh pihak berkuasa iaitu polis untuk melakukan penyiasatan melalui analisis, biasanya analisis kimia. Teori individualistik: setiap barang kes adalah tidak sama walaupun ia dihasilkan oleh kilang yang sama. Teori ini diterima pakai untuk membuat perbandingan antara dua objek yang disyaki sama atau daripada sumber yang sama. Contohnya, dua cebisan kaca dipadankan pinggirnya untuk mengetahui sama ada mereka adalah daripada sekeping kaca yang sama sebelum ia dipecahkan. Jika dua kaca adalah daripada sumber yang asal, maka ciri-ciri individualistik akan wujud dan tiada kaca lain dapat menghasilkan padanan pinggir yang sama.



SOAL BIOLOGI



1. Teori Horald Urey menyatakan bahwa, jika terjadi loncatan listrik dan radiasi sinar kosmis dengan zat-zat kimia di atmosfer berupa gas purba amoniak , methana, hidrogen dan uap air karena kurang atau tidak adanya oksigen maka gas itu menyatu membentuk senyawa organik .... A. glukosa B. karbohidrat C. lemak D. asam amino 2. Perbedaan yang sangat mendasar pada percobaan yang dilakukan oleh F.Redi dan Lazarro Spallanzani y ang keduanya ingin menanggalkan teori abiogenesis terletak pada... A. bahan yang digunakan B. alat yang digunakan C. prosedur kerja D. kesimpulan yang dihasilkan 3. Proses perubahan bentuk energi kimia dari bentuk organik menjadi anorganik untuk berbagai aktivitas sebagai ciri ma hluk hidup disebut... A. nutrisi B. respirasi C. asimilasi D. transportasi



4. Salah satu ciri khas makhluk hidup adalah melakukan ekskresi yang berarti... A. pengaturan proses dalam tubuh B. pembentukan energy melalui oksidasi zat C. penyusunan zat pembentuk protoplasma sel D. mengeluarkan empedu dari perombakan darah rusak 5. Sifat yang dapat membedakan tumbuhan mangga sebagai makhluk hidup dengan batu sebagai bend a mati adalah . A. Reproduksi B. bergerak C. memiliki struktur yang rumit D. butuh energy 6. Lima contoh tumbuhan yang temasuk kelompok Kormofita adalah: 1. Kelapa (Cococ nucfera) 2. Nanas ( Ananas sativus) 3. Pisang ( Musa paradisiaca) 4. Jahe (Zingiber ofrcinale) 5. Rumput teki ( Cyperus rotundus) Persamaan tanda-tanda atau ciriciri yang dimiliki oleh ke5 tumbuhan diatas adalah... A. akar dan batang berkambium B. berkas pembuluh pada batang tersebar



C. daunnya kaku D. susunan xylem dan floem kolateral terbuka 7.



A. B. C. D.



8.



A. B. C. D.



Diantara urutan berikut yang merupakan daur hidup lumut adalah ... tumbuhan lumut – gamet - zigot talus tumbuhan lumut – zigot - talus gamet talus - sel gamet- zigottumbuhan lumut talus – zigot - sel gamet - tumbuhan lumut Tumbuhan tebu diberi nama ilmia h Saccharum officinarum, sedangkan tumbuhan gelagah dib eri nama ilmiah Saccharum spont aneum. Ini berarti bahwa tumbuhan tebu da n gelagah memiliki ... marga berbeda, spesies berbeda marga, spesies sama marga beda, sPesies sama marga sama, spesies berbeda



9. Hirarki kategori taksonomik makhluk hidup dari tingkat yang tinggi sa mpai tingkat rendah adalah ... A. jenis, marga, bangsa, kelas, suku, divisi B. jenis, marga, suku, bangsa, kelas, divisi C. jenis, marga, bangsa, suku, kelas, divisi



D. jenis, marga, bangsa, kelas, suku, divisi 10. Kegiatan yang menyebabkan hilangnya habitat antara lain ... A. program pemuliaan tanaman B. pembuatancagar alam C. ekstensifikasi pertanian D. periindungan satwa 11. Sel fagosit berperan penting dala m memangsa benda asing yang masuk ke dalam tubuh, sehingga organela banyak terdapat dalam sel yang bersifat fagosit adalah ... A. reticulumendoplasma B. mitokondria C. ribosom D. lisosom 12. Fase metaphase pembelahan mitosis mempunyai ciriciri khas yaitu... A. kromatid lenyap dan terbentuk inti baru B. kromosom tersebar di bidang equator C. kromosom menjadi lebih tebal D. kromatid bergerak menjauhi bidan g equator 13. Berikut ini adalah cirri-ciri berbagai macam jaringan hewan: 1. Satu lapis sel berbentuk pipih 2. Satu lapis sel berbentuk gelembu ng 3. Terdapat di seluruh tubuh



4. Mengandung garam mineral 5. Memiliki matriks 6. Membentuk ligament Ciri jaringan ikat adalah yang bernomor ... A. 3,5 dan 6 B. I,3 dan 4 C. 2,3 dan 4 D. 3, 4 dan 5 14. Jaringan epitel selapis terdapat pada ... A. pembuluh darah - tubulus ginjal saluran pernafasan B. uterus - saluran cerna lapisan kulit C. kuku - tubulus ginjal - alveoli paruparu D. rambut - saluran cerna saluran pernafasan



Bagian tengkorak yang mempunyai ti pe sendi diartrosis drngan gerakan depresi dan elevasi ditunjukkan oleh huruf ... A. A B. B C. C D. D



17. Perhatikan gambar. 15. Organ yang membangun sistem ekskres i adalah ... A. pancreas, paru-paru, dan kulit B. kulit, paru-paru, dan ginjal C. ginjal, kulit, dan usus besar D. hati, usus halus, dan paru-paru 16. Perhatikan gambar berikut!



penggelembungan otot pada anak panah akibat adanya ... A. kontraksi otot tripsep B. relaskasi otot bisep C. kontraksi otot bisep



D. kontraksi pronator teres 18. Gerakan migrasi vertikal fitoplankton menuju perm ukaan air yang dipicu oleh adanya sinar matahari disebut gerak ... A. tropisme B. nasti C. taksis D. endonom 19. Contoh gerak nasti pada tumbuhan adalah... A. batang tumbuhan yang bergerak menuju arah datangnya cahaya B. gerak tumbuh akar tumbuhan mgnuju pusat bumi C. menutupnya daun "putri malu" ketika disentuh D. gerak tumbuh batang tumbuhan melaw an gravitasi 20. Perhatikan gambar ini



Kelainan tulang lordosis yang disebab kan karena kebiasaan sikap tubuh yang salah ditunjukkan oleh gam bar ... A. A B. B C. C D. B danC 21. Rangka manusia mempunyai fungsi sebagai beriku t, kecuali ... A. alat gerak aktif B. melindungi bagian tubuh vital C. memberi bentuk tubuh D. menegakkan tubuh 22. Hewan berikut dapat bergerak de ngan menggunakan dorongan ali ran air, kecuali... A. bintang laut B. cumi-cumi C. spons D. teripang



23. Pada sistem pencernaan manusia, sekresikan bahan kimia yang membantu mencerna lemak dilakukan oleh ... A. empedu B. hati C. lambung D. usus halus 24. Dalam sistem pencernaan manusi a mulut mempunyai fungsi seper ti di bawah ini, kecuali ... A. mencerna karbohidrat yangterkand ung dalam makanan B. mencerna lemak yang terkandung dalam makanan C. membuat makanan menjadi lembu t dan mudah ditelan D. memotong-motong makanan 25. Perhatikan gambar berikut:



Empedu dan Enzim tripsin dihasilkan oleh .... secara berturutan ditunjukkan oleh huruf . A. A dan B B. A dan C C. D dan C D. D dan F 26. Zat makanan yang sarinya disera p masuk adalah... A. lemak dan karbohidrat B. karbohidrat dan protein C. protein dan lemak D. lemak, karbohidrat, dan protein ke dalam sistem peredaran daru h 27. Sari makanan penghasil energi ut ama dan instan bagi tubuh adalah ... A. asam lemak B. asam amino C. gula D. vitamin 28. Salah satu contoh kelainan sistem pencerna an yang disebabkan kurang mengkonsumsi makanan yang berserat adalah ... A. diare B. konstipasi C. maag D. sariawan 29. Kerusakan organ pencernaan dapat pula menimbul



A. B. C. D.



kan masalah pada sistem sekskresi, yaitu pada ... lambung pankreas eosophagus usus



30. Sapi memiliki saluran pencernaan yang memungkinkannya menjadi hewan pemamah biak. Saluran pencernaan yang dimaksud adal ah ... A. perut besar (rumen) B. perut jala (reticulum) C. perut kitab (omasum) D. perut masam (abomasum) 31. Pernyataan berikut yang benar dalam menjelaskan mekan isme pernapasan pada manusia adalah ... A. otot diafragma relaksasi, volume rongga dada membesar, tekanan udara dalam rongga dada meningkat, udara keluar B. otot diafragma berkontraksi, volum e rongga dada mengecil, tekana n udara dalam rongga dada menurun, udara masuk C. otot antar tulang rusuk berkontraksi, t ulang rusuk naik, volume rongga dada membesar, tekanan udara dalam rogga dada meningkat, udara masuk



D. otot antar tulang rusuk relaksasi, tula ng rusuk turun, volume rongga dada mengecil, tekanan udara d alam rongga dada meningkat, udara keluar 32. Paru-paru manusia memiliki bagian untuk memperluas pennukaan tempat difusi gas. Bagian tersebut adalah ... A. alveolus B. bronkus C. bronkiolus D. trakea 33. Penyakit pada sistem pernapasan yang bukan disebabkan serang an virus adalah ... A. influenza B. TBC C. flu burung D. SARS 34. Salah satu organ pada sistem pernapasan juga berperan pada sistem fungs i yang lain. Sistem fungsi yang dimaksud adalah ... A. ekskresi B. koordinasi C. pencernaan D. transportasi 35. Hewan berikut memiliki alat bantu pernapasan selain alat pernapasan utama, kecuali A. ikan lele



B. cacing tanah C. penyu D. katak 36. Istilah trakeolus dapat kita temuk an pada sistem pernapasan hew an ... A. lintah B. ubur-ubur C. capung D. burung 37. Organisme yang terseleksi oleh alam sehingga tid ak mampu melanjutka keturunannyaadalah... A. katak yang tinggal di liang tanah yang lembab B. landak yang tubuhnya berduri C. pohon jati yang menggugurkan daun di musim kemarau D. kupu-kupu beragam warna pada daerah industri 38. Bentuk adaptasi beruang kutub pada musim dingin yang panjang adalah"' A. melakukan tidur panjang untuk menghemat energi B. mengubah warna tubuhnya untuk mengelabui musuh C. merontokkan rambut di tubuhnya urltuk menahan panas D. berburu makanan sebanyak mungkin untuk persediaan makanan



39. Kondisi demografi kotakota besar di Indonesia menunju kkan laju pertambahan penduduk yang ter us meningkat dari tahun ke tahu n, namun luas wilayah tetap. Dampak dari kondisi tersebut adalah ' ' ' A. meningkatnya kadar uap air di udara B. meningkatnya kadar oksigen di ud ara C. menurunnya kadar karbondioksida di udara D. lahan pertanian semakin berkurang 40. Tabel di bawah ini menunjukan hasil pengama tan siswa terhadap penyebaran Mimosa pudica di kebun sekolah.



KUA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 DRAT JUML AH 5201820340 TANA MAN



Persentasi keberadaan dan Mimosa p udica adalah . . . A. 25 % B. 36 % C. 66 % D. 70 %



0



41. Liken adalah organisma yang sensitif t erhadap polusi udara.



Gambar merupakan jaringan yang ditemukan pada . . A. daun tumbuhan paku B. daun tum buhan lumut C. daun tumbuhan dikotil D. daun tumbuhan monokotil



Grafik berikut ini menunjukan bagaiman a pengaruh jarak dari pertambangan batubara berdampak terhadap per tumbuhan jumlah dari jenis liken. Kesimpulan apa yang dapat di buat berdasarkan informasi dari grafik tersebut ? A. Liken tumbuh dengan cepat didekat pe rtambangan B. Liken tumbuh lebih lambat dekat dengan pertambangan C. Terdapat sedikit jenis Liken yang tumbuh dekat pertambangan D. Terdapat banyak jenis Liken yang tumbuh dekat pertambangan 42. Perhatikan gambar ini



43. Perhatikan gambar struktur tumbuhan



Struktur gambar tersebut dapat dijumpai pada tumbuhan . . . A. Jagung B. Mangga C. Pepaya D. Coklat 44. Bagian dari jaringan sel tumbuhan yang berperan dalam pengangkutan air dilakukan oleh ... A. Xylem B. Phloem C. Parenkim



D. Epidermis 45. Perangkat percobaan fotosintesis disamping digunakan untuk menunjukan bahwa ...



A. dalam fotosintesis karbon dioksida diserap B. dalam fotosintesis dihasilkan oksigen C. fotosintesis mengeluarkan karbond ioksida D. fotosintesis menyerap oksigen 46.Bagian daun tumbuhan hijau yang tidak dapat melakukan fotosinte sis adalah. .



A. kutikula B. sel penjaga



C. parenkim pagar D. Parenkim bunga karang 47. Graflk berikut ini menunjukan



Faktor X tersebut adalah . . . A. temperature B. intensitas cahaya C. kecepatan angin D. kadarkarbondioksida 48. Laju fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut, kecuali . . . A. temperature B. intensitas cahaya C. kadarkarbondioksida D. kadar oksigen 49. Tommy baru saja mengalami kecelakaan sehingga kehilangan banyak darah, ia memerlukan donor unt uk mengganti darahnya. Sebelum dilakukan transfusi, terlebih dahulu dimasuk kan tes laboratorium untuk mene ntukan golongan darahnya.



Darah Tommy menggumpal ketik a ditetesi aglutinin zat anti alpha dan tidak menggumpal ketika ditetesi zat anti Betha . Berdasarkan kasus tersebut, maka golongan darah dimiliki Tommy a dalah... A. AB B. A C. B



D. O 50. Sel darah putih yang dihasilkan oleh limfa dan sumsum tulang b elakang bergerak cepat dan bersifat fagos it adalah ... A. eosinofil B. netrofil C. basofil D. limfosit



TANATOLOGI Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) danlogos (ilmu). Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti.Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa:







Lebam mayat / hipostatis / lividitas paska mati / Livor mortisadalah salah satu tanda kematian, yaitu mengendapnya darah ke bagian bawah tubuh, menyebabkan warna merah-ungu di kulit. Karena jantung tidak lagi memompa darah, sel darah merah yang berat mengendap di bawah serum karena gravitasi bumi. Warna ini tidak muncul di daerah-daerah yang berhubungan dengan benda lain karena kapilari tertekan. Livor mortis dimulai sekitar 20 menit sampai 3 jam setelah kematian.







Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara



menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh. Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah: 1.Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati. 2.Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama. 3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.







Penurunan suhu tubuh







Pembusukan –> Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat







Mummifikasi –> Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.







Adiposera –> Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri. Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.



KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF ILMU KEDOKTERAN Kematian menjadi suatu fenomena yang selalu menarik untuk dibicarakan karena setiap manusia pasti akan mengalaminya. Kematian merupakan bagian mutlak dalam sejarah manusia. Meskipun fenomena kematian telah akrab dengan manusia, namun bukan hal yang mudah untuk menentukan kapan kematian itu benar-benar terjadi sehingga memunculkan banyak keraguan tentangnya. Di sisi lain juga memunculkan pertanyaan apakah kematian itu datang secara tiba-tiba atau ada tahapan-tahapan tersendiri yang dialami seseorang yang secara umum dapat dipahami sebagai suatu proses menjelang kematian? Untuk menjelaskan persoalan ini ada baiknya akan penulis kemukakan hasil observasi yang dilakukan oleh Elisabeth Kubler-Ross atas orang-orang yang berada dalam proses menjelang kematian mereka dalam bukunya On Death and Dying (1998). Menurut Elisabeth Kubler-Ross (1998 : 48-134) terdapat lima tahapan yang dialami seseorang ketika menjelang kematiannya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut : Tahap Pertama : Penyangkalan dan Pengasingan Diri Reaksi pertama dari mereka yang menyadari bahwa penyakit mereka benar-benar akan membawa pada kematian adalah suatu shock (keterkejutan) yang hebat. Setelah perlahan-lahan mengatasi keterkejutan itu, biasanya mereka menyangkal, “Tidak, bukan aku, itu tidak mungkin benar!” Penyangkalan awal ini berlaku, baik bagi mereka yang langsung diberitahu pada permulaan sakit maupun bagi mereka yang menyimpulkannya sendiri. Penyangkalan, sekurang-kurangnya penyangkalan parsial, dilakukan hampir oleh semua pasien, tidak hanya selama tahap-tahap pertama menderita sakit atau setelah konfrontasi, tetapi sikap ini setiap kali muncul kembali pada tahap-tahap berikutnya. Sebagaimana kita tidak dapat menatap matahari sepanjang waktu, kita pun tidak dapat menghadapi kematian sepanjang waktu dengan hati yang pasrah. Untuk sementara waktu pasien dapat mempertimbangkan kemungkinan kematiannya dengan nalar, tetapi pada kesempatan lain dia menyingkirkan pertimbangan tersebut dan menggantikannya dengan perjuangan untuk mempertahankan kehidupannya. Penyangkalan biasanya menjadi pertahanan sementara dan akan segera disusul dengan sikap menerima, meskipun tidak sepenuhnya. Fungsi penyangkalan sebagai suatu penahan setelah mengetahui berita tak tersangka-sangka yang sangat mengejutkan itu. Penyangkalan ini membantu pasien untuk menyadari diri atau menguasai diri sepenuhnya dan sesuai dengan perkembangan waktu memunculkan sikap lain untuk mempertahankan diri secara tidak terlalu radikal. Tahap Kedua : Marah Kalau tahap pertama yang berupa penyangkalan tidak dapat dipertahankan lagi, maka biasanya diganti dengan perasaan marah, gusar, cemburu dan benci. Pada tahap kemarahan ini, pasien menjadi sulit diatasi, baik oleh keluarga maupun oleh tenaga medis. Sebab kemarahan ini terjadi di segala penjuru dan diproyeksikan kepada lingkungannya yang seringkali dengan cara sembarangan tanpa alasan yang memadai pada saat-saat yang tidak terduga. Para dokter dianggap tidak becus, mereka dicap tidak tahu pemeriksaan dan usaha mana yang diperlukan, serta diet mana untuk diterapkan. Sering kali para perawat menjadi sasaran kemarahan pasien. Mereka dianggap menahan pasien terlalu lama di rumah sakit atau tidak menghormati berbagai keinginan pasien sesuai dengan kedudukan khususnya. Pendek kata, pada tahapan ini, apa pun yang dilihat pasien akan menimbulkan keluhan dan kemarahan. Tahap Ketiga: Tawar-Menawar Tahap ketiga ini tidak terlalu dikenal namun sebenarnya sangat menolong pasien. Mungkin pasien tidak terlalu menyadari apa yang dilakukannya, tetapi tahap ini sangat membantu pasien, meskipun hanya untuk



sementara waktu. Bila pasien menyadari bahwa dia tidak mampu lagi menghadapi kenyataan yang sangat menyedihkan pada awal periode dan mengambil sikap marah terhadap orang lain serta memberontak kepada Tuhan pada tahap kedua, boleh jadi dia kemudian mencoba mengupayakan jalan damai dengan membuat suatu jenis perjanjian yang dirasa dapat menunda kejadian yang tidak diharapkan. Keinginan pasien ini hampir selalu merupakan upaya untuk memperpanjang hidup. Kemudian keinginan ini diperlembek dengan memohon berkurangnya hari-hari yang penuh penderitaan atau dirasa tidak enak. Tawar-menawar merupakan usaha untuk menunda kematian dan dalam tawar-menawar ini si pasien menjanjikan imbalan “hidup dengan lebih baik”, bahkan memberi batas waktu bagi dirinya sendiri. Tawarmenawar biasanya dilakukan secara rahasia di hadapan Tuhan, atau di sela-sela pembicaraan, atau di ruang imam, atau orang yang dipercaya dalam hidup rohaninya. Tahap Keempat: Depresi Bila pasien tidak mampu lagi menghindari penyakitnya, bila dia terpaksa menjalani pembedahan atau masuk rumah sakit untuk perawatan, bila dia mulai mempunyai symptom lain atau menjadi lemah dan kurus, maka dia tidak dapat tersenyum lagi. Muncullah pada saat itu suatu perasaan kehilangan. Perasaan kehilangan ini mungkin berhubungan langsung dengan penyakitnya. Mungkin pula perasaan kehilangan ini berhubungan dengan akibat sakitnya. Tetapi yang paling terasa sebagai suatu kesedihan adalah kedukaan yang mendalam karena dia harus bersiap-siap untuk berpisah dengan dunia seluruhnya untuk selama-lamanya. Dia bersedih karena harus berpisah dengan orang-orang yang dicintainya, yang menjadi pusat perjuangan hidupnya, dengan peran yang dimainkan di dalam kehidupan keluarga maupun di masyarakatnya. Pada tahap ini, kalau dia diberi kesempatan untuk mengungkapkan kesedihannya, akan lebih mudah bagi dia untuk menerima nasibnya dengan pasrah. Dia akan berterima kasih kepada orangorang yang dengan setia mendampinginya tanpa memberikan nasehat untuk tidak bersedih. Pada tahapan ini, umumnya pasien lebih banyak berdiam diri. Tahap Kelima: Menerima dan Pasrah Kalau seorang pasien sudah mempunyai cukup waktu—misalnya tidak mengalami kematian mendadak— dan telah dibantu di dalam mengolah langkah-langkah sebelumnya, dia akan sampai kepada tahap ketika dia tidak lagi merasa depresi maupun marah terhadap ‘nasib’nya. Dia akan selalu dapat mengekspresikan perasaan yang sebelumnya, kecemburuannya terhadap mereka yang masih sehat, kemarahannya terhadap mereka yang tidak harus menghadapi akhir hidupnya dengan segera. Dia akan mulai belajar untuk menerima segala kehilangan orang-orang dan tempat yang berarti baginya yang segera datang. Pada tahap ini si pasien merasa capek dan lemah. Dia sering tertidur. Namun tidurnya tersebut berbeda dengan kebutuhan tidur selama waktu depresi dan duka. Tidur ini bukan dimaksudkan untuk menghindari, atau sebagai kesempatan untuk istirahat dari rasa sakit, rasa tidak enak atau rasa terganggu. Kegiatan tidur ini bukanlah suatu keputusasaan atau sikap menyerah yang tanpa harapan atau sikap “aku sudah tidak bisa melawan lagi”, meskipun kadang-kadang ungkapan macam itu terucap pula. Saat penerimaan ini tidak selalu berarti bahagia pula. Tahap ini hampir kosong dari perasaan. Seolah-olah rasa sakit telah tiada, perjuangan sudah selesai, dan tiba saatnya untuk “istirahat terakhir sebelum perjalanan panjang yang segera dimulai.” Apa yang telah dikemukakan oleh Elisabeth Kubler-Ross tersebut—sebagaimana yang diakuinya sendiri— bukanlah sesuatu yang mutlak terjadi pada setiap orang. Namun secara umum seseorang yang akan mengalami kematian sebagai akhir dari proses penderitaan akibat penyakit yang menjangkitinya akan mengalami tahapan-tahapan semacam itu. Hal ini memang lebih bersifat psikologis. Tetapi kondisi psikologis seseorang ketika dia mengetahui bahwa suatu penyakit telah menjangkitinya akan sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya kesembuhan yang akan dia dapatkan. Sehingga hal ini juga akan mempengaruhi cepat atau lambatnya proses kematian yang akan dia alami. Penjelasan di atas memberikan jawaban atas persoalan seputar tahapan-tahapan yang dialami seseorang menjelang kematian. Berkaitan dengan kematian itu sendiri, Tabrani Rab (1985 : 1-2) mengatakan terdapat



empat penyebab terjadinya kematian pada diri manusia yaitu : berhentinya pernapasan, matinya jaringan otak, tidak berdenyutnya jantung, serta adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri. Selanjutnya muncul persoalan lebih jauh yakni tentang kapan saatnya dinyatakan bahwa seseorang telah mengalami kematian. Meskipun kematian merupakan hal yang fenomenal di tengah kehidupan manusia, namun bukan hal yang mudah untuk memutuskan bahwa seseorang telah mengalami kematian. Pada masa lampau—menurut ahli sejarah berkebangsaan Perancis, Philippe Aries—orang yang akan meninggal dunia secara resmi pamit kepada orang-orang yang dicintainya. Tetapi di sisi lain saat kematian itu sering kali tidak pasti, sehingga bila seseorang sedang mengalami kondisi tertentu yang secara umum dianggap mati, muncul keraguan apakah dia benar-benar telah mengalami kematian. Maka sering kali peti jenazah dilengkapi dengan berbagai peralatan teknis seperti selang untuk bernapas atau bel, sehingga orang yang dengan tidak sengaja dikubur hidup-hidup dapat memberi tanda kepada orang lain (Shannon, 1995 : 56). Hal ini menunjukkan betapa pada masa itu sangat sulit untuk menentukan kondisi kematian bagi seseorang, sehingga menimbulkan keragu-raguan apakah seseorang itu telah benar-benar mati atau belum. Lalu, di masa sekarang mudahkah untuk menentukan bahwa kematian telah dialami seseorang? Ternyata tidak. Kemajuan ilmu dan teknologi telah menghasilkan berbagai peralatan canggih dalam dunia kedokteran. Pengandaian yang sudah cukup lama dianut oleh banyak orang bahwa, kematian dapat ditetapkan ketika jantung berhenti berdenyut dan pernafasan sudah tidak ada lagi, pada masa sekarang ini sudah tidak bisa dijadikan tolok ukur. Dengan bantuan life support system, orang yang pada masa lampau dianggap telah mati, bisa diyakinkan masih hidup, atau setidaknya diperpanjang masa kehidupannya. Namun benarkah dia hidup atau hanya ilusif belaka yang ditimbulkan oleh life support system itu. Boleh jadi, orang yang bernapas di hadapan kita dengan bantuan life support system itu hanyalah mayat, yakni mayat yang bernapas. Tentu hal ini akan menimbulkan persoalan tersendiri, apa tindakan yang harus diambil terhadap mayat yang seperti itu? Maka terasa perlu adanya definisi yang bisa diterima secara universal sebagai tolok ukur untuk menentukan bilakah seseorang dinyatakan telah mati. Robert M. Veatch dalam bukunya Death, Dying and the Biological Revolution, sebagaimana yang dikutip oleh Shannon (1995 :58-60), mengemukakan empat pendekatan untuk mendefinisikan kematian. Empat pendekatan tersebut adalah sebagai berikut : Pertama, berkaitan dengan jantung dan paru. Definisi ini mencerminkan pengertian tradisional tentang kehidupan dan kematian. Karena napas dan darah merupakan bahan yang menandakan kehidupan. Maka bila pernapasan dan aliran darah tidak terjadi lagi berarti kematian telah menjadi kenyataan. Tetapi hal ini akan menjadi kabur karena pemakaian respirator. Kedua, berkenaan dengan pemisahan tubuh dan jiwa. Definisi ini dilatarbelakangi oleh perspektif filosofis dan religius. Manusia dipahami sebagai kesatuan tubuh dengan jiwa.atau kesatuan tubuh dan bentuk. Jiwa atau bentuk menjiwai tubuh atau materi. Dari kondisi itu maka tersusunlah makhluk unik yang disebut manusia. Kematian berlangsung bila dua unsur ini dipisahkan. Kematian diartikan sebagai terputusnya kesatuan tubuh dengan jiwa. Definisi ini pun menimbulkan persoalan, yakni kapan saat terputusnya kesatuan itu. Ketiga, kematian otak. Definisi ketiga berasal dari kriteria untuk koma ireversibel yang ditetapkan oleh sebuah panitia ad hoc pada Harvard Medical School tahun 1968. Kriteria ini adalah tidak sanggup menerima rangsangan dari luar dan tidak ada reaksi atas rangsangan, tidak ada gerak spontan atau pernapasan, tidak ada refleks; dan situasi ini diteguhkan oleh electroencephalogram (EEG). Menurut pandangan ini, otak adalah tempat terjadinya kematian, karena otak adalah organ yang mengatur semua sistem organ lain dan merupakan dasar bagi kehadiran sosial seseorang di dunia. Dengan kematian otak atau ketidaksanggupannya yang ireversibel untuk berfungsi, maka prasyarat biologis bagi keberadaan seseorang sudah tersingkir. Kematian seluruh otak (batang otak, cortex dan neocortex) berarti kematian manusia, karena tanpa organ ini bagi manusia tidak mungkin mempertahankan integrasi biologisnya dan karena itu juga integrasi sosialnya. Keempat, kematian neocortex. Bisa terjadi, khususnya dalam kasus koma ireversibel, bahwa hanya batang



otak seseorang yang masih aktif. Karena batang otak ini menjalankan sistem saraf kita yang spontan, bisa saja orang itu masih spontan bernapas dan jantungnya masih berdenyut. Menurut definisi ketiga tadi orang itu belum mati. Definisi keempat mencari jalan keluar dari situasi ini dengan hanya menganggap neocortex sebagi dasar bagi definisi kematian. Neocortex dipilih karena tampaknya merupakan prasyarat biologis bagi kesadaran dan kesadaran diri, yang menandai manusia sebagai ciri khasnya. Ilmu kedokteran modern telah mengembangkan cara yang lebih baik untuk menentukan saat kematian, di antaranya dengan merekam kegiatan otak dengan menggunakan alat yang disebut electroencephalogram (EEG). Bila gambar EEG kelihatan datar, berarti semua aktivitas otak dianggap telah berhenti, maka orang yang bersangkutan dinyatakan mati. Tetapi, seringkali orang dalam keadaan demikian masih bisa dihidupkan lagi, misalnya dalam kasus hypothermia atau overdosis obat. Reanimation dan resuscitation dewasa ini sering dilakukan. Dalam dunia kedokteran dikenal adanya kematian klinis, yakni keadaan yang di situ kegiatan pernafasan, jantung dan reaksi otak kelihatan berhenti, tetapi resuscitation tidak dikesampingkan. Waktu untuk resuscitation umumnya lima menit, dan di dalam kasus istimewa seperti hypothermia diberi waktu tiga puluh menit. Tetapi lewat dari waktu itu akan terjadi kerusakan otak secara total dan diikuti dengan kematian bilologis, yakni saat ketika sekurang-kurangnya otak sudah kehilangan fungsinya secara permanen dan tidak dapat dihidupkan kembali. Kematian biologis bersifat definitif: kehilangan fungsi vital dan rusaknya semua organ dan jaringan yang tidak dapat direparasi lagi. Dalam konteks Indonesia, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) telah mengeluarkan pernyataan tentang mati. Dalam pernyataan tersebut dikemukakan antara lain bahwa dalam tubuh manusia ada tiga organ penting yang selalu dilihat dalam penentuan kematian seseorang yaitu jantung, paru-paru, dan otak—khususnya batang otak (Kabanga’, 2002 : 160). Jantung merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan kematian seseorang. Bila jantung berhenti maka akan mengakibatkan berhentinya pernapasan. Bila jantung berhenti bekerja maka pengedaran darah ke seluruh tubuh tidak akan berjalan dan pada gilirannya seluruh organ manusia menjadi kaku. Kemudian paru-paru, oksigen dan anoksemia bagian inilah yang menerimanya. Maka bila paru-paru ini berhenti bekerja, tidak ada lagi yang menarik oksigen masuk ke dalam tubuh manusia, sementara oksigen merupakan kebutuhan vital manusia untuk dapat bernapas. Otak dan segala syarafnya—menurut Soemiatno (1986 : 467)—sangat peka terhadap kekurangan oksigen dan anoksemia. Di sinilah terdapat hubungan yang erat antara otak dan paru-paru. Bila otak/batang otak mati, maka segala syarafnya tidak dapat lagi bekerja secara otomatis, dan dengan demikian secara total tidak lagi dapat berfungsi. Gunawan dalam bukunya Memahami Etika Kedokteran (1992 : 46), mengutip PP No. 18 Tahun 1981, Bab 1 Pasal 1g yang menyebutkan bahwa meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang, bahwa fungsi otak, pernapasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Sunatrio menegaskan bahwa seseorang dinyatakan mati bila fungsi spontan pernapasan (paru-paru) dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak (Sunatrio, 1987 : 132). Menurut Pontifical Academy of Sciences 1995, seseorang dinyatakan mati bila secara ireversibel (berhentinya fungsi spontan secara total) dan dia kehilangan semua kemampuan untuk memadukan dan mengkoordinasikan fungsi fisis dan mental tubuh (Sunatrio, 1987 : 140). Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa dalam perspektif ilmu kedokteran, kematian terjadi bilamana fungsi spontan pernapasan (paru-paru) dan jantung telah berhenti secara pasti (ireversibel) atau otak, termasuk di dalamnya batang otak, telah berhenti secara total. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak pada suatu makhluk. Namun demikian, selama proses meninggal dunia tetap berlangsung dalam konteks teknologis, berbagai definisi ini akan tetap diperdebatkan. Banyaknya definisi tentang mati memunculkan kesan yang tak terelakkan, yakni seolah-olah mati dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Sementara di pihak lain, proses kematian sejak manusia pertama hingga kini tidak pernah berubah sampai berakhirnya sejarah manusia. Maka sudah sewajarnya definisi mati juga tidak berubah-ubah.



Serba Serbi Kekakuan Tubuh Mayat (Forensic Inside) APRIL 30, 2014 6:34 PM / LEAVE A COMMENT Dalam beberapa kasus pembunuhan, terutama pembunuhan berencana sering kita mendapati bahwa mayat yang ditemukan dalam kondisi. Ada mayat dengan kondisi yang sudah sangat kaku, ada yang masih lebam-lebam, ada yang sudah membusuk, bahkan sudah tinggal tulang belulang saja. Ketika mayat yang ditemukan dalam keadaan kaku tentunya sangat susah untuk meluruskan bagian-baguan tubuh yang terlihat kurang layak untuk dilihat. Dalam beberapa kasus tertentu ada tubuh mayatnya sudah mulai lebam lembek namun belum kaku sama sekali. Sehingga pada saat keadaan ini kita harus sangat hati-hati dalam memindahkan tubuh si mayat. Saking lembeknya bisa-bisa tangan si mayat bisa copot walau hanya seedar ditarik dengan kekuatan kecil. Ada suatu fenomena dalam kejadian ini. Mengapa disuatu kondisi mayat yang ditemukan sudah sangat kaku, bahkan sangat lembek. Dalam ilmu forensik fenomena ini disebut Rigor Mortis atau kaku mayat. Rigor Mortis didefinisikan sebagai suatu fenomena kekakuan tubuh yang terjadi pada tubuh manusia setelah kematian. Rigor Mortissendiri merupakan salah satu dari 7 tahapan setelah kematian, yaitu 1. Pallor mortis (Latin: pallor = “pucat”, mortis = “kematian”) Fase awal setelah kematian adalah pucat mayat, yaitu suatu kondisi kulit menjadi lebih terang / putih hampir seketika (15-25 menit setelah kematian). Pucat tubuh ini disebabkan kurangnya sirkulasi darah di bagian yang memucat akibat darah mengalir ke tubuh bagian bawah (karena gravitasi). 2. Algor mortis (Latin : Algor = “pendinginan” ; mortis = “kematian”) Fase berikutnya adalah penurunan suhu tubuh setelah kematian. Setelah pallor mortis dimana tubuh kekurangan aliran darah maka tubuh akan mengalami penurunan suhu sesuai dengan suhu lingkungan sekitarnya. Kurangnya aliran darah membuat tubuh mayat menjadi dingin ketika disentuh. 3. Rigor mortis (Latin : Rigor = “kaku” ; mortis = “kematian”) akan dijelaslan berikutnya 4. Livor mortis (Latin : Livor = ” warna kebiruan” ; mortis = “kematian”) Warna kebiruan yang dimaksud adalah pengendapan darah di bagian bawah bagian tubuh mayat (tergantung posisi mayat ditemukan saat itu). Pengendapan darah di tubuh menyebabkan perubahan warna merah keunguan pada kulit. Livor mortis dimulai dari 25 menit hingga 3 jam setelah kematian dan darah benar-benar membeku 6-12 jam setelah kematian. 5. Putrefaction (Pembusukan) Pembusukan adalah salah satu dari tujuh tahapan dalam dekomposisi tubuh hewan mati atau manusia. Pada tahap ini bagian-bagian tubuh yang sudah tidak mendapat asupan sari-sari makanan akan mengalamai pembusukan. Disinilah proses yang menghasilkan suatu cairan danur, yaitu suatu cairan yang keluar dari tubuh manusia akibat proses pembusukan. Cairan ni lah yang sering dianggap banyak orang sebagai “bau bangkai”. 6. Decomposition (Penguraian) Dekomposisi adalah proses dimana bahan organik dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana dari materi. Proses pembusukan mengakibatkan sel-sel menjadi mati dan siap



untuk diuraikan oleh makhluk-makhluk pengurai. Pada dasarnya tidak ada dua organisme terurai dengan cara yang sama, namun mereka semua menjalani tahapan-tahapan yang sama dekomposisi. 7. Skeletonization (Pemunculan tulang) Skeletonisasi adalah tahap akhir dekomposisi. Pada fase ini sel-sel tubuh sudah dieliminasi sehingga meninggalkan tulang-belulang yang notabene adalah rangka sebagai pembentuk tubuh dan tempat melekatnya organ-organ tubuh dalam. Di daerah dengan iklim sedang, biasanya membutuhkan 3 minggu sampai beberapa tahun bagi tubuh untuk benar-benar terurai menjadi kerangka, tergantung pada faktor-faktor luarnya. Di daerah beriklim tropis , skeletonisasi dapat terjadi dalam beberapa minggu. Sementara di daerah tundra, skeletonisasi membutuhkan waktu bertahun-tahun, atau mungkin tidak pernah terjadi jika suhu sangat rendah. Sekarang kita masuk ke pembahasan utama yaitu Rigor Mortis. Ada beberapa tahapan dari rigor mortis itu sendiri, yaitu:    



Tubuh manusia mulai kaku 30 menit sampai dengan 2 jam setelah kematian. Setelah 9 sampai dengan 12 jam setelah kematian, tubuh manusia benar-benar kaku. Kekakuan tubuh manusia berlanjut sampai dengan 30 jam setelah kematian. Kekakuan tubuh mulai hilang dan tubuh mulai lemas kembali 70 jam setelah kematian.



Dalam proses autopsi mayat secara manual, rigor mortis sangat membantu dalam penyelidikan kepolisian, terutama menentukan waktu kematian si korban dan melacak alibi orang-orang terduga bersalah pada waktu kejadian kematian. Untuk pertolongan pertama pada pendeteksian mayat, pengetahuan dasar tentang rigor mortis sangat membantu penyelidikan awal apabila tim medis/tim forensik belum datang di tempat kejadian perkara. Namun ada beberapa kondisi yang dapat merubah rentang periode rigor mortis itu sendiri, yaitu:   



Cadaveric Spasamus, disebabkan oleh emosi yang begitu hebat atau adanya aktifitas yang cukup berat sesaat sebelum kematian. Heat Stiffening, disebabkan oleh hawa sekitar mayat yang begitu tinggi sehingga mempercepat kekakuan tubuh mayat. Bagian yang dipercepat kekakuannya adalah otot Cold Stiffening, disebabkan oleh hawa sekitar mayat yang begitu rendah sehingga juga mempercepat kekakuan tubuh mayat. Bagian yang dipercepat kekakuannya adalah cairan tubuh.



3 poin di atas dapat menyebabkan berubahnya rentang waktu kejadian kematian sehingga pada kasus-kasus pembunuhan berencana, 3 poin di atas sering luput dalam pemeriksaan. Perlu dipahami lebih awal mungkin irisan-irisan waktu yang dipaparkan di atas kadang aneh atau tidak beririsan. Kematian seseorang tidak persis selalu sama dialami oleh orang lain. Proses menjelang kematian, apa saja aktivitas yang dilakukan sebelum kematian, makanan apa saja yang dimakan sebelum kematian, kondisi lingkungan tempat kejadian perkara, hingga mood korban sebelum kematiannya pun mempengaruhi autopsy. Lalu berikutnya mengapa poin rigor mortis yang sangat ingin disampaiakn disini?(IMHO)



 











Proses ini merupakan proses yang panjang dan terjadi ditengah fase setelah kematian. Secara umum pembunuhan berencana selalu memiliki perencanaan matang dan cerdas dalam menyusun rangkain “drama” kematian ini. Dan pada beberapa kasus, korban pembunuhan berencana ditemukan pada kondisi rigor mortis (jika mayat tidak terbakar atau terendam) Fase rigor mortis adalah fase yang cukup akurat untuk memprediksi waktu kematian karena proses pengakuan tubuh bervariasi mulai dari lebam lembek, mulai menjadi kaku, kaku total, lalu kembali ke fase lemas kembali. sehingga variasi kondisi cukup banyak dan rentang waktu masing-masing sub periode pun telah di bahas. Rigor mortis adalah fase yang sering saya temukan di buku-buku detektif dan beberapa kasus pembunuhan berencana, baik itu nyata maupun fiksi.



Saya memang bukan mahasiswa kedokteran yang fokus pada bidang spesialisasi forensik. Saya juga bukan mahasiswa antropologi ataupun sosiologi ataupun kriminologi. Saya juga bukan polisi khusus dari badan resort kriminal. Saya hanya orang yang tertarik pada ceritacerita misteri, kasus-kasus pembunuhan, cerita-cerita detektif, dan hal0hal yang tersangkut di dalamnya. Saya tertarik dalam bidang ini dan saya hanya ingin mencoba berbagi.