Bioteknologi BPF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI EKSPLORASI BAKTERI PELARUT FOSFAT



Disusun Oleh : Kelompok 4 Rezalius Reza



C1051171047



Selvi



C1051171027



Selvia Hariyani



C1051171083



Rafael Rusdianto



C1051171011



Basilia Stainlis Jellis



C1051171077



Oktavianti



C1051171043



PRODI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2019



Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang sudah memberikan karuniaNya pada kelompok kami dalam melaksanakan tugas praktikum Bioteknologi ini. Sehingga akhirnya tersusunlah materi laporan praktikum yang sistematis. Hal ini kami lakukan untuk memenuhi tugas praktikum Bioteknologi. Dengan selesainya laporan praktikum bioteknologi secara resmi ini, maka tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua orang yang sudah membantu kelompok kami. dan terima kasih juga untuk para pihak yang sudah terlibat langsung. khususnya kami ucapkan kepada : 1. Seluruh petugas laboratorium yang sudah sabar menghadapi kelompok kami selama praktikum berlangsung. 2. Orang Tua kami atas doa dan dukungannya sehingga tugas praktikum ini berjalan lancar. 3. Seluruh anggota kelompok yang sudah saling bahu membahu demi terlaksananya tugas praktikum yang kami kerjakan ini. Kami mohonkan saran dan kritiknya apabila terdapat banyak kekurangan pada hasil laporan praktikum kimia yang sudah kami buat. Semoga laporan ini memberi banyak kegunaan pada semua pihak termasuk kelompok kami. Terima kasih.



Pontianak, 29 November 2019



Penulis



i



Daftar Isi Kata Pengantar............................................................................................................................. i Daftar Isi .....................................................................................................................................ii BAB PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1



Latar Belakang ............................................................................................................. 1



1.2 Tujuan Praktikum ............................................................................................................. 3 BAB TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 4 2.1 Fosfat Tanah ..................................................................................................................... 4 2.2 Bakteri Pelarut Fosfat ....................................................................................................... 4 2.3 Mekanisme Pelarutan Fosfat ............................................................................................ 6 2.4 Pengaruh BPF Terhadap Tanaman ................................................................................... 7 2.5 Peranan Fosfat Pada Tanaman .......................................................................................... 8 BAB METODE PRAKTIKUM ................................................................................................ 10 3.1 Waktu dan Tempat.......................................................................................................... 10 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................................... 10 3.2.1 Persiapan Media Tanam .......................................................................................... 10 3.2.2 Eksplorasi Bakteri Pelarut Fosfat ............................................................................ 10 3.3 Prosedur Kerja ................................................................................................................ 10 3.3.1 Persiapan Media Tanam ......................................................................................... 10 3.3.2 Menginokulasi Bakteri Pelarut Fosfat ..................................................................... 10 3.3.3 Uji Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat................................................................... 11 3.3.4 Aplikasi Bakteri Pelarut Fosfat................................................................................ 11 BAB HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 12 4.1 Jumlah Populasi Bakteri Pelarut Fosfat .......................................................................... 12 4.2 Hasil Uji Bakteri Pelarut Fosfat (luas zona bening) ....................................................... 13 4.3 pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Tinggi Jagung ............................................. 14 4.4 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat terhadap BB dan BKO ................................................ 14 BAB PENUTUP ....................................................................................................................... 16 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 16 5.2 Saran ............................................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17 LAMPIRAN ............................................................................................................................. 19



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya mikroorganisme pelarut fosfat secara alami berada di tanah berkisar 0,10,5% dari total populasi mikroorganisme (Kucey, 1983). Populasi mikroorganisme pelarut fosfat dari kelompok bakteri jauh lebih banyak dibandingkan dengan kelompok fungi.Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dapat mencapai 12 juta organisme per gram tanah sedangkan fungi pelarut fosfat hanya berkisar dua puluh ribu sampai dengan satu juta per gram tanah (Alexander, 1977).Mikroorganisme ini hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah.Keberadaan mikroorganisme ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dan secara fisiologis mikroorganisme yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroorganisme pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam.Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang hidup pada kondisi asam, dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, ada yang hidup sebagai aerob dan ada yang anaerob, dan beberapa sifat lain yang bervariasi..Populasi bakteri pelarut fosfat umumnya lebih rendah pada daerah yang beriklim kering dibandingkan dengan daerah yang beriklim sedang.Karena bentuk dan jumlah fosfat dan bahan organik yang terkandung dalam tanah berbeda-beda, maka keefektifan tiap mikroorganisme pelarut



fosfat



untuk



melarutkan



fosfat



berbeda pula. Penggunaan



mikroorganisme pelarut fosfat masih menghadapi beberapa kendala seperti faktor tanah, karena setiap jenis tanah mempunyai bentuk fosfat yang berbeda-beda antara lain pada lahan masam bentuk fosfat didominasi oleh Al-P, Fe-P atau occluded-P sedangkan pada lahan basa didominasi oleh bentuk Ca-P. Fosfat organik berasal dari bahan organik, sedangkan fosfat anorganik berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat.Pelarutan senyawa fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologis baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik.Mikroorganisme pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya.Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia



merupakan



mekanisme



pelarutan



fosfat



utama



yang



dilakukan



oleh



mikroorganisme.Perubahan pH berperanan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat (Thomas, 1985; Asea et al., 1988). Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi 1



dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman.. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan



fosfat



rendah.



Fosfatase



diekskresi-kan



oleh



akar



tanaman



dan



mikroorganisme, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Joner et al.,2000). Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Gauret al., 1980;Paul dan Clark, 1989). Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia.Louw dan Webley (1959) meyakini bahwa salah satu mekanisme pelepasan P yang terikat pada besi fosfat terkait dengan hidrogen sulfida (H2S) yang diproduksi oleh bakteri pelarut fosfat.Pengkhelatan Fe3+ dari Fe-P oleh siderophore (ferric-specific chelates) yang diproduksi oleh beberapa bakteri pelarut fosfat juga diyakini sebagai salah satu mekanisme pelarutan hara P pada tanah-tanah masam (Mullen, 1998). Hasil penelitian Louw dan Webley (1958; 1959) menggunakan berbagai sumber P menunjukkan bahwa beberapa isolat bakteri pelarut fosfat yang digunakan mampu melepaskan/melarutkan P dari batuan fosfat Gafsa (hidroksiapatit) dan kalsium fosfat, tetapi tidak satupun dari isolat tersebut mampu melepaskan P dalam bentuk variscite (AlPO4. 2H2O), strengite (FePO4.2H2O), dan taranakite (2K2O.3Al2O3. 5P2O5. 26H2O) yang banyak terdapat pada tanah-tanah masam. Hasil ini mengindikasikan bahwa ada perbedaan mekanisme pelepasan P-terikat pada tanah-tanah bereaksi netral dan basa dengan tanah-tanah bereaksi masam.Penelitian lebih jauh mengenai mekanisme pelepasan unsur P-terikat pada tanah-tanah masam yang banyak terdapat di daerah tropika seperti di Indonesia masih sangat diperlukan. Aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat sangat tergantung pada pH tanah (Soepardi, 1983).. Hasilnya menunjukkan bahwa tanpa anion organik, maka Fe menjerap P dalam jumlah yang sangat banyak. Asam sitrat menjerap P jauh lebih banyak dibanding tartarat, demikian pula dalam hal mengurangi P terjerap.Tetapi jumlah Al yang diikat kedua asam tersebut tidak berbeda.Asam asetat tidak efektif dalam melarutkan fosfat, karena asetat kurang kuat dalam membentuk kompleks dengan Al maupun Fe. Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah: (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid tanah yang bermuatan positif, sehingga memperbesar peluang ortofosfat dapat diserap oleh tanaman; (2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam-P melalui pembentukan kompleks logam organik (Beaucamp dan Hume, 1997); dan (3) modifikasi muatan permukaan tapak jerapan oleh ligan organik (Havlin et 2



al., 1999).. Kemampuan detoksifikasi asam organik terhadap Al-dd digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu kuat (sitrat, oksalat, dan tartarat), sedang (malat, malonat, dan salisilat), dan lemah (suksinat, laktat, asetat, dan ptalat). Selain itu, Premono et al. (1992) juga mendapatkan bahwa mikroorganisme pelarut fosfat secara nyata mampu mengurangi Fe, Mn, dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung yang ditanam pada tanah masam, sehingga berada pada tingkat kandungan yang normal. Terdapatnya asam-asam organik sitrat, oksalat, malat, tartarat dan malonat di dalam tanah sangat penting artinya dalam mengurangi pengikatan P oleh unsur penjerapnya dan mengurangi daya racun aluminium pada tanah masam. 1.2 Tujuan Praktikum 



Meneksplorasi Bakteri Pelarut Fosfat.







Mengetahui Pengaruh Bakteri Pelarut fosfat terhadap pertumbuhan tanaman.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fosfat Tanah Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang ber-peran penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat dalam tanah jarang yang melebihi 0,01% dari total P. Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah dengan kandungan organik rendah seperti Oksisols dan Ultisols yang banyak terdapat di Indonesia kandungan fosfat dalam organik bervariasi dari 20-80%, bahkan bisa kurang dari 20% tergantung tempat.Demikian juga kebanyakan lahan sawah di Indonesia telah jenuh fosfat. Fosfat tersebut tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh tanaman, karena fosfat dalam bentuk P-terikat di dalam tanah, sehingga petani tetap melakukan pemupukan P di lahan sawah walaupun sudah terdapat kandungan P yang cukup memadai. Pada tanah-tanah masam, fosfat akan bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P, dan occluded-P, sedangkan pada tanah-tanah alkali, fosfat akan bersenyawa dengan kalsium (Ca) sebagai Ca-P membentuk senyawa kompleks yang sukar larut. Adanya pengikatanpengikatan fosfat tersebut menyebabkan pupuk fosfat yang diberikan tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah, hanya 15-20% yang dapat diserap oleh tanaman. Sedangkan sisanya akan terjerap di antara koloid tanah dan tinggal sebagai residu dalam tanah (Buckman dan Brady, 1956; Jones, 1982). Hal ini akan menyebabkan defisiensi fosfat bagi pertumbuhan tanaman. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme pelarut fosfat, yaitu mikro-organisme yang dapat melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pemanfaatan mikro-organisme pelarut fosfat diharapkan dapat mengatasi masalah P pada tanah masam (Sundara Rao dan Sinha, 1963; Asea et al., 1988; Saleh et al., 1989). 2.2 Bakteri Pelarut Fosfat Mikroorganisme pelarut fosfat terdiri atas bakteri (Taha et al., 1969), fungi (Khan & Bhatnagar, 1977) dan sedikit aktinomiset (Rao et al., 1982; Chen et al., 2002). Mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok bakteri pelarut fosfat antara lain Pseudomonas striata, P. diminuta, P. fluorescens, P. cerevisia, P. aeruginosa, P. putida, P. denitrificans, P. rathonis, Bacillus polymyxa, B. laevolacticus, B. megatherium, Thiobacillus sp., Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Escherichia freundii, Cunninghamella, Brevibacterium spp., Serratia spp., Alcaligenes spp., Achromobacter spp., dan Thiobacillus sp. Kelompok bakteri pelarut fosfat yang banyak terdapat pada lahan pertanian di Indonesia 4



berasal dari genus Enterobacter dan Mycobacterium (Gunarto dan Nurhayati, 1994). Sedangkan fungi yang dapat melarutkan fosfat umumnya berasal dari kelompok Deutromycetes antara lain Aspergillus niger, A. awamori, P. digitatum, P. bilaji, Fusarium, Sclerotium,Aspergillus niger, dan lain-lain (Alexander, 1977; Shale, 1978; Das, 1963). Fungi pelarut fosfat yang dominan di tanah adalah Penicillium dan Aspergillus (Suh etal., 1995; Whitelaw etal., 1999). Fungi pelarut fosfat yang dominan ditemukan di tanah masam Indonesia ialah Aspergillus niger dan Penicillium (Goenadi et al., 1993) Bakteri



pelarut



fosfat



(BPF)



merupakan



kelompok



mikroorganisme



tanah



yang



berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat ini dapat berupa bakteri (Pseudomonas, Bacillus, Escheria, Actinomycetes, dan lain lain). Sekitar sepersepuluh sampai setengah jumlah baketri yang diisolasi dari tanah mampu melarutkan fosfat, jumlah bakteri tersebut berkisar 105 – 107 per gram tanah adan banayk dijumpai di daearah perakaran tanaman. Menurut Ferreira (1999) dari beberapa strain bakteri, ternyata genus Pseudomonas dan Bacillus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan fosfat Pseudomonas merupakan bakteri berbentuk batang dengan ukuran sel 0.5 – 1.0 x 1.5 – 5.0 µm, motil dengan satu atau lebih flagella, gram negatif, aerob, tidak membentuk spora dan katalase positif, menggunakan H2, atau karbon sebagai sumber energinya, beberapa spesies bersifat patogen bagai tanaman, kebanyakan tidak dapat tumbuh pada kondisi masam (pH 4.5) (Johansson et al., 2004). Karakteristik P. Fluorescens yang merupakan salah satu spesies dari Genus Pseudomonas.Mikrob pelarut fosfat hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikrob ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikrob dan secara fisiologis mikrob yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikrob pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang hidup pada kondisi asam, dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, ada yang hidup sebagai aerob dan ada yang anaerob, dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Masing-masing mikrob memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi lingkungan optimal yang berbeda-beda yang mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat. Pertumbuhan kelompok bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. 5



Menurut penelitian Saraswati (1999) menyimpulkan bahwa, pada tanaman kedelai menunjukkan adanya peningkatan serapan unsur hara seperti P (dari 3.00 menjadi 3.30 mg pot-1), N (dari 65.40 menjadi 65.80 mg pot-1) dan meningkatkan produksi tanaman kedelai dari 1.700 kg/ha menjadi 1.829 kg/ha yang diinokulasi dengan fungi Aspergillus sp.Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi bahwa pemberian pupuk berbasis mikroorganisme dapat memperbaiki atau memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah serta dapat meningkatkan hasil tanaman. Salah satu alternatif untuk mengatasi rendahnya P-tersedia tanah adalah dengan bioteknologi tanah, yaitu memanfaatkan mikrobia tanah yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk melarutkan P pupuk maupun P tanah, serta dapat membantu jangkauan akar



dalam



menyerap



P



tanah



seperti bakteri



pelarut



fosfat



(BPF) dan spora mikoriza arbuskular (MA), sehingga tanaman mampu menyerap P tanah untuk mencukupi kebutuhannya (Hasanudin dan Gonggo, 2004). 2.3 Mekanisme Pelarutan Fosfat Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikrob. Dalam aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik, diantaranya ialah asam sitrat, glutamate, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartat dan α-ketobutirat (Alexander, 1978). Selain mikrob ternyata akar-akar tanaman dalam eksresinya juga menghasilkan asam-asam organik antara lain asam sitrat, malat dan oksalat. (Gerke, 1994). Penurunan pH juga dapat disebabkan karena terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1977). Perubahan pH berperanan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat (Asea et al., 1988). Selanjutnya asamasam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman. Asam-asam organik mampu meningkatkan P tersedia tanah melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah : (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Nagarajah et al., 1970); (2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan kompleks logam organik (Earl et al., 1979 ); dan (3) modifikasi muatan permukaan tapak jerapan oleh ligan organik (Tisdale et al., 1993). Selain menghasilkan asam organik, mikrob Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Cunninghamella, Arthrobacter, Streptomyces, Pseudomonas dan Bacillus juga menghasilkan enzim-enzim yang dapat melarutkan P-organik dalam tanah (Alexander 1978). Pelarutan 6



fosfat secara biologis terjadi karena mikrob tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase (Lynch, 1983) dan enzim fitase (Alexander, 1977). Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase dieksresikan oleh akar tanaman dan mikrob, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikrob (Joner, et al., 2000). Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Gaur et al., 1980; Paul dan Clark, 1989). Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawasenyawa organik menjadi bentuk yang tersedia. Fungi lebih mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4 (pada tanah masam), sedangkan bakteri lebih efektif melarutkan fosfat dalam bentuk Ca3PO4. Dari beberapa keberhasilan BPF meningkatkan pertumbuhan tanaman, sebagian diantaranya terkait dengan peran ganda BPF. Beberapa strain dan jenis BPF dilaporkan mampu menghasilkan fitohormon yang turut berperan dalam perkembangan tanaman (De Freitas et al.,1997). pada tanah basa (Banik dan Dey, 1982). 2.4 Pengaruh BPF Terhadap Tanaman Beberapa tanaman yang pernah digunakan sebagai bahan percobaan untuk menguji pengaruh mikroba pelarut fosfat anatar lain adalah gandum, bit gula, kubis, tomat, barlei, jagung, kentan, padi, kedelai, kacang panjang dan tebu. (Ahmad dan Jha, 1982) mencoba B.megaterium dan B,. circulans pada tanaman kedelai. B. megaterium 18 mampu meningkatkan serapan P tanaman kedelai berturut-turut sebanyak 7 dan 10% jika digunakan pupuk TSP, serta meningkatkan 34 dan 18% jika digunakan batuan fosfat. Pada tanaman jagung, Citrobacter intermedium dan Pseudomonas putida (Premono et al, 1991) mampu meningkatkan serapan P tanaman dan bobot kering tanaman sampai 30%. Pada percobaan yang lain (Buntan, 1992; Premono dan Widyastuti, 1993). P. putida mampu meningkatkan bobot kering tanaman jagung sampai 20% dan mikroba ini 19 stabil sampai lebih dari 4 bulan pada media pembawa zeolit, tanpa kehilangan kemampuan gentiknya dalam melarutkan batuan fosfat. Inokulasi dengan Enterobacter gergoviae (Buntan, 1992) pada tanaman jagung dapat meningkatkan bobot kering tanaman jagung sebesar 29%, sedangkan Lestari (1994) yang menguji Aspergillus niger menunjukkan bahwa mikroba tersebut sangat baik dalam memperbaiki penampilan pertumbuhan tanaman jagung sampai 8 minggu pertama. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa efektifnya bakteri pelarut P tidak hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga disebabkan karena kemampuannya dalam 20 menghasilkan zat pengatur tumbuh, terutama oleh mikroba yang hidup dalam permukaan akr seperti Pseudomonas fluorescens, P.putida, dan P. striata. 7



Mikroba-mikroba tersebut dapat mebngasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3) (Arshad dan Frankenberger, 1993 ; Patten dan Glick , 1996). Beberapa bakteri pelarut P juga dapat berperan sebagai biokontrol yang dapat meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas sp. Dapat mencegah tanaman dari aptogen fungi yang berasal dari tanah dan potensial sebagai agen biokontrol untuk diguanakan secara komersial di rumah kaca maupun di lapangan (Arshad dan Frankenberger, 1993). Pseudomonas fluorescens, dapat mengontrol perkembangan penyakit dumping-off dari tebu. Kemampuan bakteri ini terutama karena menghasilkan 2,4-diacethylplorogucinol, suatu metabolit sekunder yang dapat menghalangi dumping-off Phytium ultium (frenton et al., 1992). Di samping itu bakteri Pseudomonas fluorescens ini juga dapat mengontrol perkembangan jamur Sclerotium roefsii pada tanaman kacang-kacangan. 2.5 Peranan Fosfat Pada Tanaman Fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah,2007). Fospor yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada di dalam senyawa organik dan organik dalam bentuk teroksidasi. Fospor organik banyak terdapat di dalam cairan sel sebagai komponen sistim penyangga tanaman. Dalam bentuk anorganik, P terdapat sebagai fosfolipid yang merupakan komponen membran sitoplasma dan kloroplas. Fitin merupakan simpanan fospat dalam biji, gula fospat merupakan senyawa antara dalam berbagai proses metabolisme tanaman. Nukleoprotein merupakan komponen utama DNA dan RNA inti sel. ATP, ADP dan AMP merupakan senyawa berenergi tinggi untuk metabolisme. Peranan P pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah,pembentukan bunga , buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Tanaman jagung menghisap unsur P dalam bentuk ion sebanyak 17 kg/ha untuk menghasilkan berat basah tanaman 4200 kg/ha (Premono,2002). Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen. Kekurangan P tanaman dapat diamati secaa visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna kekuningan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antisianin. Pigmen ini terbentuk karena akumulasi gula di dalam daun 8



sebagai akibat terhambatnya sintesa protein. Gejala lain adalah nekrotis atau kematian jaringan pada pinggir atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat pertumbuhannya. Buntan (1992) menjelaskan fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk energi dan pertumbuhan. Secara geokimia, fosfor merupakan 11 unsur yang sangat melimpah di kerak bumi. Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur utama di dalam proses fotosintesis. Fosfor biasanya berasal dari pupuk buatan yang kandungannya berdasarkan rasio N-P-K. Sebagai contoh 15-30-15, mengindikasikan bahwa berat persen fostor dalam pupuk buatan adalah 30% fosfor oksida (P2O5). Fosfor yang dapat dikonsumsi oleh tanaman adalah dalam bentuk fosfat, seperti diamonium fosfat ((NH4)2HPO4) atau kalsium fosfat dihidrogen(Ca(H2PO4)2).



9



BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilakukan pada hari Selasa, 3 September 2019 smpai dengan November 2019 di Laboratorium Biologi dan Rumah Kompos Fakultas Ekonomi Untan 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Persiapan Media Tanam No Alat



No



Bahan



1



Cangkul



1



Tanah aluvial



2



Sekop



2



Pupuk kandang



3



Ayakan



3



Sekam padi



4



Timbangan



4



Kompos



5



Karung



5



Dedak



6



polybag



6



Pupuk



3.2.2 Eksplorasi Bakteri Pelarut Fosfat No



Alat



No



Bahan



1



Siler



8



Alat tulis



1



Tanah ( vegetasi kelapa 10 gram)



2



Timbangan



9



Pipet tip



2



Aguadesh



3



Petridish



10



Mikro pipet



3



Pikovskaya



4



Rak tabung



11



Ruang ingkubator



4



alkohol



5



Lampu bunsen



12



Jarung oc



6



Korek api



13



Tabung erlemeyer



7



Panci



14



Ruang laminar



3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Persiapan Media Tanam 



Siapkan alat untuk mengambil tanah, kemudian ambil tanah aluvialnya.







Kering anginkan, setelah itu hancurkan dan di ayak.







Setelah diayak tanahnya masukan ke polybag dan timbang.







Persiapkan bahan-bahan yang lain dan ditimbang juga masing-masing di timbang per polybag.







Setelah di timbang kompositkan atau campur semua bahan dengan tanah aluvial yang sudah disiapkan.







Setelah dikompositkan masukan kedalam polybag dan di inkubasi selama 2 minggu.







Setelah inkubasi selama 2 minggu lakukan penanaman bibit jagung.



3.3.2 Menginokulasi Bakteri Pelarut Fosfat  Kompositkan tanah dari tiap titik sampel kemudian timbang sebanyak 10 gram. 10







Masukan tanah kedalam botol kocok yang berisi aquadest 90 ml dan kocok selama 2 menit. Setelah itu diamkan sampai mengendap.







Ambil larutan menggunakan mikropipet yang telah dipasang pipet kemudian disuspensi sebanyak 1 ml di ulang 5 kali (10-5).







Ambil petridish dan dekatkan ke lampu bunsen yang telah dinyalakan guna mensterilkan, serta ambil larutan suspensi ke 10-5 sebanyak 1 ml dan masukan kedalam petridish yang berlabel BPF.







Setelah itu ditambahkan media phikovskaya kurang lebih 10 ml ke dalam petridish yang didekatkan dengan lampu bunsen, kemudian dihomogenkan dengan cara diputar membentuk pola angka delapan.







Tunggu sampai membeku dan kemudian disiler menggunakan plastik siler, setelah itu di inkubasi secara terbalik selama satu minggu, dan setelah satu minggu diamati.



3.3.3 Uji Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat 



Tuangkan media yang cair kedalam petridish sekitar 10 ml dan tunggu sampai membeku.







Pilih bakteri yang telah ditandai (yang dominan).







Panaskan jarum ose terlebih dahulu sampai merah kemudian didinginkan sekitar 2 menit.







Kemudian ambil bakteri yang telah ditandai dengan jarum ose.







Masukan kedalam media yang telah dipadatkan, setelah itu di siler dengan plastik siler. Selanjutnya di inkubasi secara tebalik kedalam inkubator. Setelah di inkubasi lakukan pengamatan.



3.3.4 Aplikasi Bakteri Pelarut Fosfat  Siapkan alat dan bahan, seperti suntikan dan BPF yang sudah dalam bentuk media cair. 



Ambil BPF dengan suntikan sebanyak 5 ml untuk semua polybag.







Semprotkan BPF tadi ke area perakaran tanaman jagung yang sudah tumbuh kurang lebih 1 minggu (semua perlakuan dan ulangan).







Minggu berikutnya ambil BPF lagi sebanyak 5 ml dan semprotkan pada perlakuan 2 dan 3 ulangan 1 dan 2.







Minggu berikutnya lagi semprotkan BPF sebanyak 5 ml pada perlakuan 3 ulangan 1 dan 2.







Sambil mengaplikasikan BPF pada tanaman lakukan juga pengukuran tinggi tanaman.







Setelah tanaman berbunga panen trubus tanaman untuk pengamatan BKO tanaman. 11



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Populasi Bakteri Pelarut Fosfat Adapun data hasil jumlah populasi bakteri yang di inokulasikan pada media phikovskaya untuk vegetasi kelapa sebagai berikut: Tabel 1. Populasi bakteri vegetasi Kelapa No



Karakter



Jenis Bentuk



Kemiringan



Pinggiran



Ket. Zona



Jumlah Warna Putih-



bening



U.1



U.2



2



-



Ada



1.



Sp 1



Circular



Flat



Entire



2.



Sp 2



Circular



Flat



Entire



Bening



4



5



Tidak



3.



Sp 3



Circular



Flat



Entire



Putih



155



249



Tidak



kemerahan



Jenis bakteri yang digunakan dalam praktikum ini yaitu bakteri pelarut fosfat (BPF). Karakteristik bakteri pelarut fosfat (BPF) yaitu bakteri gram negatif, mampu melarutkan P (Tamad et al., 2011), dan dapat membentuk zona jernih di sekitar koloni BPF pada Pikovskaya sebagai indikator kegiatan pelarutan fosfat (Raharjo et al., 2007). Bakteri pelarut fosfat dapat dijumpai didaerah yang bervegetasi kelapa sawit. Terdapat bakteri pelarut fosfat yang memilki berbagai spesies.Morfologi yang terdapat pada populasi bakteri pelarut fosfat ada 3 jenis bakteri dengan karakter yang sama dan ulangan yang memiliki jumlah yang berbeda. Terjadi perbedaan warna dari ketiga jenis bakteri pelarut fosfat dapat diamati dan dilihat. Pada Sp1 terdapat bentuk yang sama dengan Sp lainyya begitu juga untuk kemiringan , pinggiran . sedangkan warna terdapat perbedaan dari ketiga jenis bakteri tersebut. Untuk Sp 1 warnanya Putih-kemerahan



dengan ulangan 1 berjumlah 2



dan ulangan 2 nya 0.



Dikarenakan pada Sp 1 warna putih kemerahana berkurang sehingga pada ulangan 1 berjumlah 2 menjadi 0 ketika diulangan 2. Untuk Sp2 juga memiliki karakter yang sama tetapi warna yang berbeda yaitu bening dengan jumlah pada ulangan 1 berjumlah 4 mengalami kenaikan dan pertambahan 1 koloni pada Sp2 menjadi 5. Sp3nya juga memiliki karakter yang sama tetapi warna yang beda dengan jumlah koloni yang sangat banyak. Pada Sp3 warna putih berubah menjadi putih kekuningan sehingga yang mendominasi warna putih kekuningan terjadi pada ulangan 2.



12



Adapun hasil populasi BPF dari ke enam kelompok sebagai berikut : Tabel 2. Populasi BPF beberapa kelompok Jumlah BPF (x10-5)



Kelompok



Jenis tanah



Vegetasi



Lokasi



1



Aluvial



Tebu



Belakang pertanian



23



2



Aluvial



Tebu



Belakang pertanian



23



3



Aluvial



Kelapa



Area pertanian



5



4



Aluvial



Kelapa



5



Aluvial



Pisang



Belakang pertanian



5



6



Aluvial



Pisang



Belakang pertanian



2



Belakan kampus FISIP



(Yang ada zona bening)



2



Berdasarkan tabel diatas bahwa populasi bakteri pelarut fosfat yang ditandai dengan adanya terbentuk zona bening dari setiap kelompok dengan vegetasi yang berbeda memiliki jumlah populasi bakteri pelarut fosfat yang berbeda juga. Yaitu terdapat pada kelompok 1 dan 2 dengan vegetasi tebu lebih banyak populasi bakteri pelarut fosfatnya dibandingkan dengan kelompok 3,4,5 dan 6 dengan vegetasi kelapa dan pisang. Hal tersebut dikarenakan pada area perakaran tanaman tebu banyak gula atau makanan yang didapatkan oleh bakteri sehingga pada area tanaman tebu lebih banyak populasi bakteri pelarut fosfat. 4.2 Hasil Uji Bakteri Pelarut Fosfat (luas zona bening) Berdasarkan hasil perhitungan dari beberapa kelompok didapatkanlah data hasil perhitungan luasan zona bening yang terbentuk oleh bakteri pelarut fosfat sebagai berikut: Tabel 3. Luasan zona bening BPF Karakterisasi (bentuk, kemiringan,



kelompok



vegetasi



Jenis bakteri



1 dan 2



Tebu



Sp 1



3 dan 4



Kelapa



Sp 3



Circuler, convex, entire dan putih



7,91 mm2



5 dan 6



Pisang



Sp 1



Circuler, convex, smooth dan putih



38,875 mm2



pinggiran dan warna) Circuler, convex, entire dan putih kekuningan



Luasan zona bening 56,178 mm2



Berdasarkan data yang didapatkan bahwa dari ketiga jenis bakteri pelarut fosfat yang di dapatkan dan di uji dengan melarutkan fosfat di dalam petridish didapatkan bahwa bakteri dari kelompok 1 dan 2 yang di ambil di area perakaran tanaman tebu yang lebih bagus dalam melarutkan fosfat dilihat dari luasan zona bening yang terbentuk yaitu lebih besar dibandingkan kelompok 3 sampai 6 dengan pengambilan sampel di area perakaran tanaman kelapa dan tanaman pisang.



13



Jadi berdasarkan data tersebut maka bakteri dengan bentuk circuler, kemiringan convex, pinggiran entire dan berwarna putih kekuningan yang didapat pada area perakaran tanaman tebu dengan luasan zona bening yang dihasilkan pada saat di ujikan di laboratorium sebesar 56,178 mm2 dapat melarutkan unsur fosfat yang terikat lebih banyak dibandingkan kedua bakteri yang didapat dari vegetasi kelapa dan pisang. 4.3 pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Tinggi Jagung Adapun data hasil pengaruh aplikasi bakteri pelarut fosfat terhadap tinggi tanaman jagung dengan perlakuan aplikasi 0 ml, 5 ml, 10 ml dan 15 ml yang di aplikasikan secara bertahap sebagai berikut: Tabel 4. Tinggi Tanaman Jagung yang diaplikasikan Bakteri Pelarut Fosfat No



Tanggal



Perlakuan Tinggi Tanaman P0



P1



P2



P3



1.



Jumat, 18 Oktober 2019



47.43



47.4



42.3



49.5



2.



Jumat, 25 Oktober 2019



69.75



68.25



68.47



66.27



3.



Jumat,1November 2019



86.27



85.62



85.45



79.43



4.



Jumat,8November 2019



105.27



102.3 102.3



Rata –rata



77.18



75.89



97.8 102.575 102.5 97.825 73.51



74.44



Data hasil tinggi tanaman jagung dengan diinokulasi bakteri pelarut fosfat memiliki tingkat perbandingan yang tidak begitu jauh. Tanpa perlakuan atau kontrol memiliki rata rata yang cukup tinggi dibanding dengan menggunakan perlakuan BPF.Bahwa pemberian bakteri pelarut fosfat tidak berpengaruh secara statistik terhadapa semua pertumbuhan tanaman dan produksi tanaman. Fitriatin,dkk,(2009) yang menyatakan bakteri pelarut fosfat dapat mensubtitusi sebagian atau keseluruhan kebutuhan tanaman akan pupuk P. Maka dari itu perlunya penambahan pupuk P agar dapat membantu tanaman meningkatkan produksinya. Perbandingan perlakuan tinggi tanaman jagung tidak jauh berbeda. 4.4 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat terhadap BB dan BKO Adapun data hasil pengaruh aplikasi bakteri pelarut fosfat terhadap berat basah trubus jagung dengan perlakuan aplikasi 0 ml, 5 ml, 10 ml dan 15 ml yang di aplikasikan secara bertahap sebagai berikut: Tabel 5. Pengaruh BPF terhadap berat basah No



Berat Basah U1 105,73



Rata - Rata U2 106,73



1.



P0



2.



P1



120,73



71,73



3.



P2



126,73



91,83



106.23 96.23 109.28



4.



P3



110,73



160,73



135.73



14



Adapun data hasil pengaruh aplikasi bakteri pelarut fosfat terhadap berat kering oven trubus jagung dengan perlakuan aplikasi 0 ml, 5 ml, 10 ml dan 15 ml yang di aplikasikan secara bertahap sebagai berikut: Tabel 6. Pengaruh BPF terhadap berat kering oven No



Berat kering oven



Rata - Rata



U1



U2



1.



P0



20.73



26.73



23.73



2.



P1



33.73



23.73



28.73



3.



P2



66.73



15.73



41.23



4.



P3



8.73



31.73



20.23



Dalam tabel hasil yang ditunjukan pada tabel diatas memiliki beberapa perbandingan dari berat basah sampai berat kering. Salah satunya tanpa perlakuan P0 berat basah yang dimilikinya 106.23 menjadi berat keringnya 23.73. Disitu menunjukan bahwa berat basah yang tinggi, adanya pengaruh bakteri pelarut fosfat. Pemberian bakteri pelarut fosfat sebanyak 15 ml/ polybag berpengaruh nyata secara statistik dapat menambah berat basah pada tanaman jagung. Fitriatin,dkk,(2009) yang menyatakan bakteri pelarut fosfat dapat mensubtitusi sebagian atau keseluruhan kebutuhan tanaman akan pupuk P. Untuk penambahan kontribusi bakteri pelarut fosfat pada tanaman dapat membantu dalam menambah berat basah tanaman. Hal ini memperlihatkan kemampuan bakteri melalui jaringan hifa eksternalnya memperluas kapasitas penyerapan unsur hara sehingga tanaman mendapatkan pasokan hara yanag cukup untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Hasil penelitian Raiesi dan Ghollarata (2006) menunjukan bahwa simbioss mikoriza memberikan kontribusi terhadap peningkatan kegiatan fosfatase. Hal ini disebabkan karena kontribusi secara langsung oleh bakteri pelarut fosfat terhadap peningkatan status P tanaman. Penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman itu pada perlakuan P1 dari P0 yang tinggi berat basahnya menjadi menurun pada pelakuan P1 sedangkan untuk P2 nya meningkat sampai P3. Pemberian bakteri pelarut fosfat tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tetapi dapat berpengaruh nyata secara statistik dalam berat basahnya.



15



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. bakteri pelarut fosfat banyak didapatkan pada tanah aluvial dengan vegetasi tanaman tebu dibandingkan dengan vegetasi tanaman kelapa dan pisang. 2. Bakteri pelarut fosfat yang bagus dengan ditandai luasan zona bening yang besar terdapat pada BPF yang didapatkan pada area perakaran tanaman tebu. 3. Jumlah aplikasi Bakteri pelarut fosfat tidak terlalu berpengaruh terhadap tinggi tanaman jagung. 4. Pengaruh bakteri pelarut fosfat terhadap BKO juga tidak terlalu berpengaruh dimana pada perlakuan 10 ml lebih berat dibandingkan dengan perlakuan 15 ml. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat disampaikan pada praktikum ini adalah apabila ingin mengaplikasikan BPF tidak perlu terlalu banyak karena jumlah yang di aplikasikan tidak terlalu berbeda dengan tingkat pertumbuhan tanaman.



16



DAFTAR PUSTAKA Ahmad, N and K.K. Jha . 1982. Effect of Phosphate solubilizer on dry matter



yield



and



phosphorus uptake by soybean. J.Indian Soc.Soil Sci Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Mycrobiology. 2nd Ed. John Wiley and Sons. New York. 467 p. Asea,



P.E.A.,



R.M.N.



Kucey,



and



J.W.B.



Stewart.



1988.



Inorganic



phosphate



solubilization by two Penicillium species in solution culture and soil. Soil Biol. Biochem. Banik, S. and B.K Dey. 1982. Available phosphate content of on alluvial soil as by inoculation of some isolated phosphate-solubilizing



influenced



microorganism. Plant Soil.



Buckman, and N.C. Brady. 1982. The Nature and Properties of soil (terjemahan



Soegiman,



Ilmu Tanah). Bhratara Karya Aksara. Jakarta De Freitas, J.R., M.R. Banerjee, and J.J. Germida. 1997. Phosphatesolubilizing rhizobacteria enhance the growth and yield but not phosphorus uptake of canola



(Brassica



napus



L.). Biol. Fertil. Soils. Elfiati, D. 2005. Peranan mikroba pelarut fosfat terhadap pertumbuhan tanaman.e-USU Repository. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Earl, K.D., J.K. Syers, and J.R. Mc Laughlin. 1979. Origin of the effect of citrate, tartarate, and acetate on phosphate sorption by soils and synthetic gels.



Soil Sci. Am. J.



43: 476-678. Ferreira



DF.



1999.



Programa



Sisvar



Versão



4.6



(Build



61).



Disponível



em:



http://www.dex.ufla.br/danielff/dff02.htm. Gaur, A.C, R.S. Mathur, and K.V. Sadasivam. 1980. Effect of organic materials



and



phosphate-dissolving culture on the yield of wheat and greengram. Indian. J. Agron. Gardner, F.P., Pearce R.B, dan Mitchell, R. L. diterjemahkan oleh Susilo, H dan Subiyanto., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas



Indonesia



(UI



Press),



Jakarta. Ginting, R.C.B., R. Saraswati, dan E. Husen. 2006. Mikroba pelarut fosfat. Hlm 141-158 dalam R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik (Ed.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growth by free living bacteria. Journal Microbiology. 41: 109-117.



17



Canadian



Hasanudin dan M. B. Gonggo. 2004. Pemanfaatan Mikrobia Pelarut Fosfat dan Untuk perbaikan Fosfor Tersedia, Serapan Fosfor Tanah (Pada Ultisol), Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia.



MIkoriza



(Ultisol) dan Hasil Jagung



6(1): 8-13.



Johansson JF, Paul Lr And Finlay RD. 2004. Microbial interactions in the mycorrhizosphere and their significance for sustainable agriculture. FEMS



Microbiol Ecol.



Joner, E.J., I.M. Aarle, and M. Vosatka. 2000. Phosphatase activity of extraradical arbuscular nycorrhiza hyphae: a review. Plant soil. 226:199-210. Lastianingsih, Tatik. 2008. Uji efektivitas fosfat alam terhadap pertumbuhan, produksi dan serapan p tanaman jagung (Zea mays L.) pada oxic dystrudept darmaga. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Lynch, J.M. 1983. Soil Biotechnology: Blackwell Sci. Pub. Co., London. 191p. Mehrvarz, S. dan M. R. Chaichi, 2008. Effect of phosphate solubilizing microorganisms and phosphorus chemical fertilizer on forage and grain quality of barely (Hordeum vulgare L.). American-Eurasian J. Agric. and Environ. Sci., 3 (6): 855860 Nagarajah, S., A.M. Posneer, and J.P. Ouirk. 1970. Description of phosphate from kaolinite by citrate an bicarbonate. Soil Sci. Am. J. 32:507-510 Rao, N. S. S. 1982. Advances in Agricultural Microbiology. Bombay: Oxford and



IBH



Publishing Co. Rao, N. S. S.1994. Mikroorganisma Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi ke- 2. Jakarta: Penerbit UI. Saraswati, R. 1999. Teknologi Pupuk Mikroba Multiguna Menunjang



Keberlanjutan



Sistem Produksi Kedelai. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. 4 (1): 1-9. Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suliasih dan Rahmat. 2007. Aktivitas fosfatase dan pelarutan kalsium fosfat oleh beberapa bakteri pelarut fosfat. Biodiversitas 8 (1): 23-26. Tisdale, S.A., W.L. Nelson, J.M. Beaton and J.L. Havlin. 1993. Soil Fertility and Fertilizers. Macmillan Publising co. New York



18



LAMPIRAN



Penimbangan



bahan



media Pencampuran bahan



Inkubasi



tanam



Pengambilan sampel tanah



Pengocokan sampel



Proses inokulasi



Hasil bakteri BPF



Media cair BPF



Pengaplikasian BPF



Pemotongan trubus



Pencacahan



Penimbangan bb dan oven



19