Bioteknologi Perikanan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • izaa
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bioteknologi di Bidang Perikanan Bioteknologi perikanan adalah bioteknologi yang ditekankan khusus pada bidang perikanan. Penerapan bioteknologi dalam bidang perikanan sangat luas, mulai dari rekayasa media budidaya, manipulasi ikan, hingga pascapanen hasil perikanan. Pemanfaatan mikroba telah terbukti mampu mempertahankan kualitas media budidaya sehingga aman untuk digunakan sebagai media budidaya ikan. Bioteknologi telah menciptakan ikan berkarakter genetis khas yang dihasilkan melalui rekayasa gen. Melalui rekayasa gen, dapat diciptakan ikan yang tumbuh cepat, warnanya menarik, dagingnya tebal, tahan penyakit dan sebagainya. Pada tahap pascapanen hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui proses transformasi biologi hingga dihasilkan produk yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Sudah sejak abad 11, manusia sebetulnya menggunakan prinsip dasar ini. Pembuatan pangan seperti peda, kecap ikan, terasi ikan merupakan hasil bioteknologi. Ketahanan pangan merupakan isu global yang sekarang sedang ramai dibicarakan. Alasannya jelas, pada tahun 2033 populasi manusia di dunia akan mencapai sektar 12 miliar jiwa. Sebagian besar penduduk tersebut ada di benua Asia. Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan pada tahun 2010 kebutuhan pangan penduduk Asia akan melampaui persediaan yang ada. Kondisi ini membuat Negara Indonesia harus bekerjakeras memenuhi kebutuhan pangannya, sehingga peristiwa kelangkaan pangan di atas tidak perlu dialami. Langkah pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan sudah mulai terlihat, salah satu komitmennya adalah meningkatkan produksi ikan menjadi tiga kali lipat dari periode sebelumnya. Salah satu penyebab rendahnya produksi perikanan Indonesia adalah kemampuan mengolahnya. Sekitar 20-25 persen produk perikanan tidak dapat dimanfaatkan karena tidak diolah atau mengalami pembusukan. Ini berarti satu juta ton ikan terbuang percuma. Beberapa kendala dialami oleh pengusaha pengolah hasil perikanan untuk menekan persentase ikan yang tidak dapat dimanfaatkan. Kendala tersebut mulai dari kondisi bahan baku, teknologi pengolahan, sumberdaya manusia dan tingkat konsumsi ikan. Bioteknologi pengolahan hasil perikanan (BPHP) merupakan cabang dari bioteknologi pangan



yang sudah lama diterapkan oleh masyarakat Indonesia untuk mengolah hasil perikanan. Beberapa produk yang telah dihasilkan masyarakat melalui penerapan bioteknologi antara lain peda, kecap ikan, bekasem, bekasang, terasi dan silase. Meskipun mereka tidak memahami prinsip ilmiah yang mendasarinya, para pengolah ikan telah memanfaatkan bioteknologi selama berabad-abad untuk membuat pangan berbahan baku ikan. Secara garis besarnya BPHP adalah salah satu teknologi untuk mengolah hasil perikanan menggunakan jasa mahluk hidup, yaitu mikroba. Salah satu sifat mikroba yang menjadi dasar penggunaan BPHP adalah kemampuannya merombak senyawa kompleks menjadi senyawa lebih sederhana, sehingga dihasilkan pangan berbentuk padat, semi padat dan cair. Mikroba memiliki kemampuan merombak senyawa kompleks (protein, lemak dan karbohidrat) menjadi senyawa lebih sederhana (asam amino, asam lemak dan glukosa). Perombakan demikian telah merombak hasil perikanan menjadi pangan yang aman dikonsumsi manusia. Apabila tidak segera dihentikan, mikroba akan merombak senyawa sederhana tersebut menjadi ammonia, hidrogen sulfida, keton dan alkohol. Perubahan tersebut menjadikan pangan tersebut tidak layak lagi dikonsumsi. Bioteknologi pada Rekayasa Genetika Ikan Genetika merupakan salah satu ilmu dasar yang penting untuk menjelaskan berbagai pola pewarisan gen dalam populasi, genetik fenotip kualitatif dan kuantitatif yang mengekspresikan sifat unggul dan landasan teori dasar dari program seleksi ataupun program persilangan antara spesies atau famili. Gen dan kromosom ikan direkayasa untuk dimanfaatkan keterkaitannya dengan seleksi fenotip kuantitatif dan fenotip kualitatif bagi teknik breeding ikan untuk mendapatkan sifat-sifat superior yang diwariskan dari induk dengan seleksi gen unggul kepada keturunannya. Dalam arti luas, modifikasi genetik merujuk pada perubahan genetik organism yang tidak ditemukan di alam, termasuk hibrida (keturunan orang tua dari spesies yang berbeda atau sub-spesies). Pengembangan ikan transgenik dimana para ilmuwan menggunakan teknik DNA rekombinan untuk



memasukkan materi genetik dari satu organisme ke dalam genom ikan atau organisme air lainnya. Berkembanganya kemampuan memodifikasi hewan secara genetik mengakibatkan pesatnya penelitian tentang rekayasa genetik organisme akuatik (genetically modified organism). Hewan air, terutama ikan tumbuh dalam sistem akuakultur, menarik perhatian penelitian yang signifikan karena dua alasan utama. Pertama, ikan bertelur dalam jumlah besar dan telur yang lebih mudah dimanipulasi, sehingga memudahkan bagi para ilmuwan untuk memasukkan DNA baru ke dalam telur ikan. Kedua, budidaya merupakan salah satu sektor yang memproduksi makanan tercepat tumbuh secara global, menunjukkan meningkatnya permintaan produk akuakultur. Sejak tahun 1984, budidaya komersial telah berkembang pada tingkat tahunan hampir 10 persen, dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan 3 persen untuk daging ternak dan tingkat 1,6 persen pertumbuhan untuk penangkapan. Sementara pertumbuhan telah terkonsentrasi di Asia, perikanan budidaya juga merupakan salah satu sektor yang paling cepat berkembang dengan total nilai produk yang dijual meningkat dari $ 45.000.000 pada tahun 1974 menjadi lebih dari $ 978.000.000 pada tahun 1998 . Bahkan, budidaya komersial memproduksi hampir semua ikan lele dan ikan trout serta sekitar satu-setengah dari udang dan salmon di Amerika Serikat. a.



Pembenihan Selektif Pembenihan selektif, yang merupakan pembenihan ikan secara



tradisional, pertama kali dikembangkan pada ikan mas ribuan tahun yang lalu. Namun sampai sekarang pembenihan selektif hanya diterapkan pada ikan untuk konsumsi seperti ikan nila, catfish, dantrout sehingga masih banyak ikan budidaya yang pembenihannya seperti di perairan umum. Program pembenihan secara selektif telah memberikan peningkatan hasil dan pendapatan yang setabil contohnya terdapat peningkatan tingkat pertumbuhan 5‑20% pada ikan budidaya seperti Salmon, Nila dan catfish.



b.



Manipulasi Manipulasi pada bentuk kromosom merupakan teknik yang bisa



digunakan untuk menghasilkan organisme ‘triploid’ yaitu organisme dengan tiga bentuk kromosom dimana biasanya suatu organisme Cuma memiliki dua bentuk. Triploid umumnya tidak bisa bereproduksi sehingga ada pemikiran bahwa energi yang dimiliki akan sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan perkembangan suatu organisme walaupun belum ada bukti yang menguatkan pemikiran tersebut. Keuntungan triploid lebih terlihat pada fungsi sterilitasnya meskipun tidak mencapai 100%. Contohnya, tiram triploid tidak dapat memproduksi gonad sehingga dapat dipasarkan sepanjang tahun. Hal ini disebabkan produksi gamet (sel kelamin, ovum atau telur pada betina dan sperma pada jantan) membuat tiram yang matang gonad memiliki rasa yang tidak enak.



c.



Budidaya Sejenis (monosex culture) Dalam budidaya perikanan, budidaya sejenis (monosex culture)



biasanya lebih menguntungkan dari pada budidaya lainnya. Sebagai contoh, Ikan sturgeon betina menghasilkan caviar, ikan nila jantan tumbuh lebih cepat daripada betina, ikan salmon dan trout betina lebih cepat tumbuh daripada ikan jantan. Produksi ikan secara monosek memberikan banyak keuntungan dan dapat dilakukan dengan cara memanipulasi perkembangan gamet dan embrio. Pemanipulasian dilakukan dalam bentuk denaturalisasi DNA sel kelamin yang dilanjutkan dengan manipulasi bentuk kromosom atau sex



reversal



menggunakan hormon dan tindakan pembenihan. Penggunaan hormon yang tepat dengan ketat dapat merubah sifat fenotip kelamin ikan. Contohnya, secara genetik ikan nila jantan akan berubah secara fisik menjadi betina dengan pemberian hormon estrogen. Ikan‑ikan jantan ini dikawinkan dengan ikan jantan alami untuk menghasilkan semua anakan ikan nila jantan yang tumbuh lebih cepat dan dapat menghindari perkawinan yang tidak diinginkan yang biasa terjadi pada budidaya nila secara multi‑sex. Pada budidaya ikan nila multi‑sex, perkawinan ikan‑ikan berukuran kecil sering terjadi dan



menyebabkan kepadatan yang berlebih. Beberapa anakan jantan dari proses ini memiliki dua kromosom jantan sehingga dapat dijadikan sebagai induk untuk pembenihan selanjutnya. Manfaat besar dari teknik ini yaitu semua populasi jantan bisa diproduksi untuk generasi seterusnya tanpa menggunakan hormon. d. Hibridisasi Hibridisasi yang dilakukan dalam dunia perikanan dan kelautan diaplikasikan pada ikan konsumsi dan ikan hias. Hibridisasi adalah suatu cara memperoleh organisme yang unggul melalui proses kawin silang antar organisme yang berbeda jenisnya. Hibridisasi dapat di lakukan pada oranisme yang berbeda spesiesnya tetapi masih dekat kekerabatannya dimana organisme terebut masih dalam satu genus. Tujuan hibridisasi adalah untuk mendapatkan benih yang memiliki sifat unggul dari kedua jenis organisme yang di kawin silangkan tersebut.



Lele Lokal



Lele Afrika



LELE DUMBO



Pada ikan hias tujuan dari hibridisasi adalah untuk mendapatkan kombiasi dan corak yang dapat menambahkan keindahan tubuh ikan hias tersebut. Pada ikan mas koki sering di jumpai berbagai macam bentuk tubuh dan corak warna dimana semua itu di dapat dengan cara melakukan kawin silang antar jenis-jenis ikan mas koki dan hasil dari kombinasi yang bagus akan di jual kepasaran



e.



Hipofisa Hipofisasi adalah proses penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa kepada



ikan untuk merangsang kematangan gonad. Praktek ini mengajarkan cara mengambil kelenjar hipofisa pada ikan Mas, Ikan Lele dan Ikan Patin. Contohnya pada ikan Lele. Kepala Ikan Lele dipotong mulai dari mulutnya. Semua bagian mulut, insang dan aborensen organ dibuang hingga hanya menyisakan tulang tempurung kepalanya. Tulang yang melindungi rongga otak dikerok dari bagian dalam kepala hingga otaknya terlihat. Otak dikeluarkan dengan bantuan tusuk gigi. Prosedur terakhir adalah mengeluarkan kelenjar hipofisa dengan bantuan tusuk gigi. Kelenjar hipofisa memiliki bentuk bulat dan berwarna putih. f.



Perkembangan Teknologi Transgenik Rekayasa genetik merupakan sebuah istilah yang samar dan



pengertiannya menjadi hampir mirip dengan transgenik (transfer gen) seperti ikan trangenik atau Modifikasi Organisme secara Genetik (GMOs). Teknologi ini sedang berkembang dengan cepat dan memungkinkan merubah gen‑gen species yang memiliki keterikatan yang jauh; contohnya, sebuah gen yang menghasilkan protein antibeku telah ditransfer dari ikan laut yang tahan dingin ke buah strawberry. Transfer gen pada ikan biasanya mencakup gen yang menghasilkan hormon pertumbuhan dan hal ini telah dibuktikan dengan peningkatan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada ikan mas, catfish, salmom, ikan nila, mudloach,dan trout. Gen anti‑beku yang diterapkan pada tanaman juga diterapkan pada ikan salmon dengan harapan dapat memperluas pembudidayaan ikan tersebut. Produksi protein gen ini tidak cukup untuk memperluas jangkauan ikan salmon di perairan dingin tetapi gen ini memungkinkan salmon untuk terus berkembang selama musim dingin dimana ikan salmon non‑transgenik.



TEKNIK TRANSFER GEN 1. Mikroinjeksi Teknik mikroinjeksi yang dikembangakan dari teknik produksi tikus transgenik merupakan teknik yang umum digunakan dalam introduksi gen pada ikan. Gen yang akan diintroduksi disuntikan ke sel mengunakan gelas pipet yang sangat kecil (diameter ujung jarum sekitar 0,05–0,15 mm). Pekerjaan ini dilakukan di bawah mikroskop dengan bantuan sebuah mikromani-pulator pengatur gerak jarum suntik dan volume larutan DNA yang akan disuntikkan. Namun demikian, terdapat dua masalah dalam pengaplikasian teknik ini pada ikan. Masalah pertama adalah inti telur ikan yang telah dibuahi relatif sulit diidentifikasi dimikroskop karena ukurannya kecil dan volume sitoplasma besar. Korion telur sangat keras dan sulit ditembus oleh mikropipet merupakan masalah kedua yang dihadapi pada ikan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, beberapa cara telah dikembangkan untuk beberapa spesies berbeda. Beberapa peneliti menyuntikan gen ke inti telur medaka yang belum matang. Telur yang belum matang tersebut diinkubasi secara in vitro. Pada fase ini inti telur (disebut sebagai germinal vesicle) sudah kelihatan dan akan matang secara spontan dengan cara in vitro. Sebagai tambahan, telur medaka sangat keras setelah dibuahi sehingga penyuntikan pada saat tersebut dengan korion yang lembut akan lebih mudah. Akan tetapi, induksi pematangan telur secara in vitro memerlukan prosedur yang rumit dan membutuhkan waktu relatif lama pada spesies tertentu. Oleh karena itu, kelompok



peneliti



lain



membuat



ikan



transgenik



dengan



cara



menyuntikkan gen dengan jumlah copy yang banyak ke sitoplasma telur yang telah dibuahi sebagai alternatif penyuntikan ke inti telur.



2. Elektroforesis Metode lain yang juga popular digunakan dalam pembuatan ikan transgenik adalah elektroforesis. Prinsip metode ini adalah membuat reparable-holes pada membran sel dengan bantuan aliran listrik yang bergetar (electric pulse). Sel disuspensikan dalam larutan DNA, dan larutan ini dapat masuk ke sel melalui lubang yang telah terbentuk. Pada awalnya, metode ini dikembangkan untuk kultur sel, namun demikian teknik ini dapat juga diaplikasikan untuk telur dan sperma ikan. Teknik eletroforesis telah digunakan dalam beberapa spesies ekonomis penting seperti channel catfish, carp, dan salmon. Powers et al. (1992) memproduksi ikan transgenik channel catfish dan carp dengan melakukan elektroforesis menggunakan telur yang telah dibuahi. Dalam beberapa kasus, tingkat kelangsungan hidup dan transformasi yang diperoleh dengan elektroforesis tidak setinggi dengan level yang diperoleh dengan teknik



mikroinjeksi.



Baru-baru



ini,



laboratorium



kami



telah



mengembangkan teknik elektroforesis ini untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan menggunakan sperma yang telah direhidrasi. Pertamatama sperma ikan mas dihidrasi dalam larutan hiperosmotik dan dilanjutkan



dengan



rehidrasi



dengan



larutan



hyposmotik



yang



mengandung DNA untuk mengembalikan tekanan osmotik cairan seminal ke kondisi awal. Elektroforesis dilakukan pada saat proses rehidrasi.



Tingkat keberhasilan transfer yang dianalisis menggunakan ikan umur 30 hari adalah sekitar 66%, sedangkan teknik elektroforesis yang biasa pada kondisi isotonik hanya 20%. Hasil ini menunjukkan bahwa elektroforesis selama rehidrasi dapat meningkatkan penyerapan DNA yang juga berarti meningkatkan frekuensi transfer gen. Meskipun teknik ini belum sempurna, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa cara ini cukup efektif. Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mendapatkan tingkat keberhasilan yang lebih baik dengan metode ini.



3. Metode Alternatif Kedua metode transfer gen yang dipaparkan di atas telah digunakan secara rutin pada ikan. Akan tetapi akan menghadapi masalah apabila menggunakan ikan yang perkembangan embrionya terjadi di dalam tubuh induknya seperti pada gapi, platy dan swordtail. Juga, umumnya spesies Crustasea yang penting untuk akuakultur seperti udang dan lobster tidak melepaskan telurnya yang baru terbuahi. Akibatnya, transfer gen tidak bisa dilakukan dengan cara mikroinjeksi atau elektroforesis. Alternatif metode transfer gen untuk spesies seperti itu telah dikembangakan oleh Burns et al. (1993) dengan menggunakan bantuan sebuah vektor yang dikenal sebagai replication-defective pantropic retroviral. Vektor ini telah menunjukkan hasil yang efektif dalam menginfeksi sel line ikan, kadal air, kodok (Xenopus) dan nyamuk, dan telur ikan yang baru dibuahi seperti medaka, zebra dan kerang. Barubaru ini juga Sarmasik et al. (2001) telah berhasil memproduksi ikan transgenik dengan menyuntikkan vektor tersebut ke daerah sekitar gonad ikan gapi (Poecilia lucidai) dan crayfish (Procambarus clarkii). Lu et al. (2002) juga berhasil membuat ikan silver sea bream transgenik dengan menyuntikkan cDNA (hormone pertumbuhan ikan rainbow trout dengan promoter ikan mas actin) yang dicampurkan dengan liposom ke gonad ikan, dan cara ini disebut sebagai “testis-mediated gene transfer”. Hasil yang diperoleh dengan cara ini relatif sama dengan hasil yang diperoleh dengan cara elektroforesis. Bioteknologi pada Media Budidaya Ikan (Pra panen) Bioteknologi merupakan kajian ilmu tentang kehidupan makhluk hidup yang bersandar pada kemampuan dari kemajuan teknologi dimana memadukan pengetahuan alam khususnya makhluk hidup dengan teknologi. Dan bioteknologi perikanan merupakan perpaduan kemajuan teknologi dengan kehidupan makhluk hidup dalam sektor perikanan dimana peranananya sangat luas dimulai dari reakayasa media budaidaya perikanan



hingga sampai pada pasca panen hasil perikanan. Dari bioteknologi perikanan dapat memudahkan manusia dalam memproduksi hasil perikanan menjadi lebih efektif dan efisien terlihat dalam hal seperti budidaya perikanan, pengolahan dan pemanfaatan limbah, pengolahan hasil perikanan, dan lain sebagainya, dalam arti sempitnya bioteknologi perikanan merupakan ilmu yang dibutuhkan di setiap rantai produksi dari hulu ke hilir. Media dari bioteknologi perikanan salah satunya berupa mikroba yang telah terbukti mempertahankan kualitas media budidaya sehingga aman untuk digunakan sebagai media budidaya ikan. Pada tahap pasca panen hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui proses transformasi biologi sehingga menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi dan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan memenuhi kebutuhan hidup manusia. Contoh produk dalam bidang perikanan yang dihasilkan melalui konsep dan prinsip bioteknologi dengam menggunakan mikroba. Seperti peda, kecap ikan dan terasi ikan. Mikroba mempunyai peranan khusus dalam kinerja hasil dari bioteknologi perikanan itu sendiri. Produk perikanan yang memanfaatkan mikroba sebagai agen bioteknologi adalah probiotik yang dapat dijadikan sebagai suplemen makhluk hidup. Tentunya banyak jenis probiotik yang digunakan. Probiotik membantu atau berperan mengurai zat makanan menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna. Probiotik sendiri adalah biakan mikroba menguntungkan yang diberikan



sebagai



suplemen



makanan



yang



mempunyai



pengaruh



menguntungkan pada kesehatan mahluk hidup, baik manusia, binatang dan tumbuhan. Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik adalah mikroba yang memiliki sifat menguntungkan. Contoh mikroba yang termasuk probiotik antara lain Lactobacilli dan Bifidobacteria. Dalam perikanan probiotik menghasilkan komposisi zat makanan yang lebih sederhana (asam amino, asam lemak, gula-gula sederhana, vitamin dan mineral organik), probiotik juga digunakan untuk produk perikanan seperti terasi, bekasam, vaksin untuk ikan, pakan ikan, dll.



Berikut peranan mikroba tersebut : a. Penghancur limbah organik, Dalam segi ekologis perairan limbah merupakan faktor penghambat dalam dunia perikanan, terlebih lagi itu merupakan limbah yang sulit dilakukan oleh tangan manusia itu sendiri. Mikroba dalam hal ini, dapat menjadi dekomposer positif dengan mengurai limbah menjadi bahan yang ramah lingkungan. b. Recycling hara Di dunia perikanan hara merupakan nutrien dan dalam rantai makanan, hara merupakan faktor primer dalam kelangsungan produktivitas rantai produksi perikanan. Namun, hara dapat menjadi zat yang sangat beracun apabila dalam kuantitas yang sangat banyak dan beresiko menyebabkan depletion oxygen (penurunan kadar oksigen) di perairan. Mikroba dalam hal ini dapat membantu percepatan unsur hara ini untuk mendaur ulang hara tersebut menjadi energi fosil walaupun membutuhkan waktu yang sangat panjang, namun proses ini tidak lepas dari peranan mikroba tersebut. c.



Merangsang pertumbuhan Dalam budidaya terutama, mikroba dapat merangsang pertumbuhan



untuk cepat tumbuh dan berkembang menjadi potensi produksi yang sangat besar. Dengan memberikan mikroba diharapkan komoditas perikanan mampu cepat tumbuh dan bereproduksi dengan hasil yang diharapkan. d. Biokontrol pathogen Mikroba dalam hal ini banyak berperan dalam pengolahan hasil perikanan dimana hasil perikanan pasca panen yang menjadi keresahan masyarakat dalam hal pendistribusian hasil perikanan mereka karena sifat alami dari produk/komoditas perikanan sendiri yang cepat busuk, namun bioteknologi hal ini menjawab keresahan masyarakat dengan mendatangkan mikroba sebagai kompetitor dari bakteri patogen tersebut sehingga pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dapat terkontrol dan diredam kuantitasnya dengan mengisolasi bakteri patogen, agar outputnya produk



perikanan dapat tahan lama dan pendistribusiannya dapat lebih lancar terlebih lagi yaitu sehat dan higienis. Rekayasa yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan mikroba sebagai agen bioteknologi yaitu : Dengan menggunakan teknik transgenik pada ikan yang telah dimulai dengan mengintroduksi gen tertentu kepada organisme hidup lainnya. serta mengamati fungsinya secara in vitro. Dalam teknik ini, gen asing hasil isolasi di injeksi secara makro ke dalam telur untuk memproduksi telur ikan yang mengandung gen asing tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ikan transgenik, yaitu: 1) Isolasi gen (clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur. 2) Identifikasi gen pada anak ikan yang telah mendapatkan injeksi gen asing tadi. 3) Keragaman dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut.



Produk bioteknologi pasca panen Produk perikanan yang memanfaatkan mikroba sebagai agen bioteknologi dan peranannya dalam produksi pasca panen anatar lain: 1. Terasi Mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan terasi yaitu bakteri Lactobacillus dan bakteri mesofil. Mikroorganisme dimanfaatkan



untuk



mengubah



laktosa



menjadi



asam



laktat,



Mikroorganisme digunakan pada saat pematangan yaitu dalam proses pembentukan aroma khas terasi. Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi protein dihidrolisis menjadi turunanturunannya, seperti pepton, peptida dan asam-asam amino. Fermentasi juga



menghasilkan



ammonia



yang



menyebabkan



terasi



berbau



merangsang. Di dalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap dan menimbulkan cita rasa. Adapun proses pembutaan terasi adalah sebagai berikut:



a. Udang rebon atau ikan teri dicuci hingga bersih, kemudian dijemur sampai kering dibawah sinar matahari. Penjemuran dilakukan selama 2-3 hari. b. Bahan tersebut kemudian dicampur dengan garam sebanyak 13% fan tepung sambil diremas-remas. Pada terasi bermutu rendah sering ditambahkan bahan-bahan lain supaya volumenya meningkat. c. Kedalam campuran ini dtambahkan sedikit air dan diaduk terus menerus sampai membentuk adonan yang kompak dan padat. Adonan ini kemudian dijemur dalam bentuk lempengan-lempangan kecil selama 3-4 hari. d. Setelah selesei masa penjemuran, lempengan-lempengan adonan tadi dirtumbuk halus dan diberi sedikit air sampai membentuk adonan yang menggumpal dan kokoh. Adonan tersebut dibungkus dengan dun pisang kering/plastik



2. Peda Peda merupakan produk fermentasi dengan bahan baku ikan. Pada umumnya dibuat untuk ikan yang berkadar lemak tinggi. Selama atau pada waktu fermentasi akan terjadi perubahan kimia antara lain proses reaksi pada lemak yang memberikan cita rasa khas. Jenis ikan yang dapat diolah menjadi ikan peda antara ain ikan Kembung, ikan Layang, Selar, ikan Mas, Tawes dan ikan Mujair. Tetapi ternyata hasil yang paling memuaskan adalah ikan Kembung, baik Kembung betina maupun jantan. Sedangkan untuk jenis ikan lainnya memiliki cita rasa yang masih kalah dengan ikan Kembung bila diolah menjadi peda. Berdasarkan pembuatannya dikenal dua jenis peda, yaitu peda putih dan peda merah. Perbedaan tersebut dikarenakan bahan baku yang digunakan. 3. Bekasam Bahan baku yang digunakan untuk membuat bekasam pada umumnya adalah ikan air tawar. Proses pengolahan ini umumnya menggunakan bahan-bahan tambahan untuk berhasilnya fermentasi



misalnya sumber karbohidrat, dan berjalan anaerobik, karbohidrat tersebut akan diuraikan menjadi gula sederhana dan selanjutnya menjadi alkohol dan asam, basil fermentasi inilah yang akan menjadi bahan pengawet ikan dan juga memberi rasa dan aroma khas. Karbohidrat yang ditambahkan pada umumnya nasi, beras sangrai dan tape ketan.



4. Petis Petis merupakan produk mirip kecap, tetapi umumnya lebih kental, dibuat dari pemakatan air rebusan ikan dalam pembuatan pindang atau pembuatan ebi. Petis merupakan bahan makanan yang umunya digunakan sebagai perangsang makanan (bumbu masak) yang sedap, bergizi dan mempunyai nilai yang lebih tinggi.



5. Kecap ikan Kecap ikan adalah kecap yang terbuat dari ikan. Adapun proses pembutannya adalah sebagai berikut :



Proses pembuatan Kecap Ikan 1.



Pengolahan ikan segar Dipilih ikan yang segar yang dapat diperoleh dari berbagai jenis



ikan sehingga dapat menggunakan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah, daya simpan lama, memiliki cita rasa dan aroma yang enak. 2.



Pencucian dan penyortiran Dalam tahap ini dilakukan pencucian dan pemisahan antara ikan



berukuran besar dan kecil. a. Apabila menggunakan ikan ukuran sedang dan besar, ikan harus disiangi untuk membuang jeroan, insang dan penghilangan tulang-tulang. Kemudian ikan dicuci, dibelah dan dipotong-potong berukuran 3-4 cm. b. Apabila menggunakan ikan berukuran kecil (teri) ikan cukup dicuci dan ditiriskan 3.



Penyusunan dalam Fermentor



Kecap No. 1 Dasar wadah fermentor ditaburi dengan garam yang telah ditumbuk halus setinggi 0,25 cm, kemudian



ikan



disusun membentuk



satu



lapisan.Di atas lapisan ini ditaburi lagi garam setinggi 0,25 cm secara merata, kemudian diatasnya disusun lagi satu lapis ikan. Demikian seterusnya sampai wadah penuh. Garam yang digunakan adalah 20 % dari berat ikan karena pada proses penggaraman pada pengolahan ikan akan menyebabkan hilangnya protein ikan sebesar 5% tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman, untuk itu dianjurkan garam yang ditambahkan tidak melebihi 40 bagian dari berat ikan artinya pada proses ini setiap 1 kg ikan membutuhkan 200 g garam halus. Kecap No. 2 Ikan-ikan yang belum hancur, dapat ditambahkan garam 5% dari berat ikan semula. Kemudian Dilakukan perlakuan yang sama seperti pada fermentasi kecap no 1.



4.



Penutupan fermentor dan diberi pemberat Wadah ditutup rapat ini berfungsi agar udara dari luar tidak masuk.



Karena ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung. 5.



Proses fermentasi Disimpan (difermentasi) selama 3-6 bulan. Selama proses



fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Peran enzim-enzim ini adalah sebagai pemecah ikatan polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang lebih sederhana. Mikroorganisme yang berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat seperti Laucosotic mesenterides, Pediococccus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum berkembang. Beberapa jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang dalam fermentasi. 6.



Penyaringan Setelah masa fermentsi tersebut, saluran cairan pada bagian



wadah dibuka, dan ciran yang keluar ditampung melalui kain saring (2 lapis). Penyaringan berfungsi agar mendapatkan kecap ikan yang jernih bebas dari ampas dan kotoran lainnya. 7.



Pembotolan dan pasteurisasi Kecap yang masih panas segera dimasukkan ke dalam botol,



kemudian ditutup rapat dan diberi label. Proses pasterisasidapat dilakukan dengan cara pemanasan botol. Pasterisasi berfungsi untuk membunuh kuman atau bakteri dari luar yang dapat merusak kualitas kecap ikan.