BNP - Kelompok 5 - Kelompok Model Pengajaran Personal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN “Kelompok Model Pembelajaran Personal” Semester 3B Pendidikan Fisika Dosen pengampu: Devi Sholihat, M. Pd.



Disusun oleh: Kelompok 5 (Lima) Osa Ario Bimo



(11170163000048)



Zuna Sahel Ar-Rasyid



(11170163000054)



Bella Nurhaliza



(11170163000056)



Bimbi Kartini



(11170163000063)



Fadli Maulana Firdaus



(11170163000073)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1440 H



1



Kata Pengantar Bismillahirrahmanirahim Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, karunia, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang Kelompok Model Pembelajaran Personal. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih Ibu Devi Sholihat, M. Pd. sebagai dosen pengampu. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan pada makalah kami baik dari segi susunan kalimat maupun dari segi tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini dengan baik. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman kami maupun para pembaca. Untuk kedepannya agar kami dapat memperbaiki



makalah



kami



agar



menjadi



lebih



baik



lagi.



Tangerang Selatan, 19 September 2018



Tim Penyusun



i



Daftar Isi



Kata Pengantar Daftar Isi



i.



ii



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang



BAB II PEMBAHASAN



1 1 3



Kelompok Model Pengajaran Personal A. Pengajaran Tidak Terarah 1. Orientasi Model



5



2. Model Pengajaran



6



a. Struktur Pengajaran b. Sistem Sosial



3



5



7



7



c. Peran/Tugas Guru 8 d. Sistem Pendukung 3. Penerapan



8



10



4. Dampak-Dampak Instruksional dan Pengiring B. Mengembangkan Konsep Diri Yang Positif 1. Perbedaan-Perbedaan Individu



11



12



13



2. Konsep Tentang Kondisi Pertumbuhan



14



3. Ranah-Ranah Formal, Peer-Generated, dan Pribadi a. Kesempatan-Kesempatan Pengembangan Staf Formal i



b. Kesempatan Tumbuh Bersama Peer-Generated c. Ranah Pribadi 4. Kondisi-Kondisi Pertumbuhan a. Orientasi-Orientasi Terhadap Lingkungan b. Pengaruh Sosial 5. Tingkatan-Tingkatan Aktivitas a. A Gourment Omnivore b. A Passive Consumer c. A Reticent Consumer 6. Struktur Konseptual, Konsep Diri, dan Pertumbuhan a. Perkembangan Konseptual b. Konsep Diri c. Memahami Pertumbuhan dan Potensial Pertumbuhan 7. Mengembangkan Kondisi Pertumbuhan Yang Lebih Kaya BAB III PENUTUP 25 A.



Kesimpulan



25.



DAFTAR PUSTAKA



27



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar belakang



Pelaksanaan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan baik yang akan dilaksanakan di dalam maupun di luar kelas diperlukan persiapan yang matang oleh pendidik semua mata pelajaran. Persiapan yang dimaksud adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan skenario dalam pembelajaran. Dalam penyusunan RPP seorang pendidik perlu memperhatikan pendekatan dan metode jenis apa yang akan dipilih dan dipakai dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Pemilihan suatu pendekatan dan metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi pembelajaran.Pada hakikatnya tidak pernah terjadi satu materi pelajaran disajikan dengan menggunakan hanya satu metode. Pembelajaran dengan menggunakan banyak metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna (Rustaman, 107 : 2003). Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajaran yang telah disusun dapat tercapai dengan baik. Metode apa yang paling tepat untuk diterapkan dalam suatu proses pembelajaran? Hal itu jelas harus dikuasai oleh guru. Lebih jelasnya adalah bahwa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) guru harus mampu menguasai berbagai metode



yang



paling



tepat



sesuai



dengan



materi



pelajaran



yang



diajarkan.Penguasaan terhadap metode, alat / media dan teknik pembelajaran ini harus diterapkan dan tercermin dalam program pembelajaran. Jadi pada intinya proses pembelajaran harus bervariatif, metode yang digunakan tidak monoton, sehingga potensi yang ada pada masing-masing anak dapat dikembangkan secara optimal.



1



Berbagai tuntutan di atas akan dapat terlaksana dengan baik apabila guru yang bersangkutan memiliki kemampuan professional, artinya baik dalam motivasi untuk mengajar maupun kemampuan secara teknis instruksional, guru tersebut benar-benar dapat diandalkan. Salah satu bentuk profesionalitas seorang guru adalah jika yang bersangkutan mampu menerapkan metode mengajar yang baik, salah satunya adalah metode diskusi dalam pembelajaran. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Kelompok Model Pembelajaran Personal”. Model personal menekankan pada pengembangan konsep diri setiap individu. Hal ini meliputi pengembangan proses individu dan membangun serta mengorganisasikan dirinya sendiri. Model ini memfokuskan pada konsep diri yang kuat dan realistis untuk membantu membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan lingungannya. Model personal bertitik tolak dari teori humanistik, yaitu berorientasi pada pengembangan individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi peserta didik mampu membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif. Tokoh humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R. Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Teori humanistik timbul sebagai cara untuk memanusiakan manusia.



2



BAB II PEMBAHASAN



Kelompok Model Pengajaran Personal Sejak lahir, kita sudah dibentuk oleh dunia. Lingkungan social mengajarkan pada kita cara berbahasa, cara berperilaku, dan memberikan kasih saying. Namun, diri kita sendiri dapat membentuk perilaku dan Bahasa ini secara terus-menerus dan menciptakan ciri khas kita sendiri. Dengan bermodal kata-kata, kita sudah dapat menciptakan identitas pribadi. Kepribadian kita mengalami evolusi dan perubahan tanpa henti yang luar biasa sejak awal mula hidup kita (White, 1990). Namun, kita juga memiliki kapasitas yang cukup memadai untuk berubah dan menjadi “berbeda”/ unik. Kita bisa menyesuaikan diri dengan iklim yang jangkauannya lebih luas, bisa mencintai dan dicintai, memiliki impian, dan berupaya meningkatkan taraf hidup. Dalam hidup, terkadang kita mengalami beberapa hal yang sifatnya paradoks. Hal ini, misalnya, disebabkan keberadaan kata yang memiliki daya untuk berpegang erat pada beberapa tingkah laku yang sebenarnya kurang begitu produktif—perilaku



yang



hanya



merupakan



suatu



keterpaksaan



untuk



menghasilkan ciri khas produktivitas yang terbilang buruk. Model pengajaran personal memiliki beberapa tujuan. Pertama, menuntun siswa untuk memiliki kekuatan mental yang lebih baik dan kesehatan umum yang lebih memadai dengan cara mengembangkan kepercayaan diri dan perilaku realistis serta menumbuhkan empati pada orang lain. Kedua, meningkatkan perilaku pendidikan yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri, melibatkan siswa dalam proses menentukan apa yang akan dikerjakannya atau bagaimana cara ia mempelajarinya. Ketiga, mengembangkan jenis-jenis pemikiran 3



kualitatif seperti kreativitas dan ekspresi pribadi. Berdasarkan beberapa tujuan ini, model pengajaran personal dapat diterapkan dalam empat cara. Pertama, model pengajaran personal bisa digunakan sebagai model pengajaran umum, bahkan untuk merancang sebuah sekolah yang mengadopsi filosofi tidak direktif (nondirective philosophy) sebagai intisari pendekatan dalam pengajaran. Kedua, model ini bisa digunakan untuk memubumbui (menambah rasa) pada lingkungan pembelajaran yang dirancang ditengah beberapa model lain. Misalnya, kita bisa memfokuskan slogan “mendekat dan bergabunglah bersama kami” untuk konsep diri siswa. Ketiga, kita bisa menggunakan hal-hal yang unik dalam model pengajaran personal untuk menasihati siswa saat kita ingin membantu mereka belajar menjangkau diri secara utuh, dan dengan jalan positif. Keempat, kita bisa membuat sebuah kurikulum akademik untuk para siswa metode-metode “pengalaman” dalam pengajaran membaca, misalnya menguraikan cerita yang didikte dan disampaikan oleh siswa sebagai bahan bacaan awal serta literatur yang dipilih sendiri oleh para siswa sebagai bahan inti setelah mendapatkan kompetensi awal. Model pengajaran personal digunakan untuk merancang kursus pembelajaran mandiri. Model pengajaran personal merupakan materi yang sulit untuk diteliti, karena “proses-proses” pengajaran ini secara alamiah akan berubah saat siswa memiliki kemampuan yang lebih memadai dalam meningkatkan perkembangan mereka. Cornelius-White (2005) memberikan deskripsi mengenai pendidikan tidak terarah, asal usul, dan pengaruh-pengaruhnya.



4



A. PENGAJARAN TIDAK TERARAH Model pengajaran tidak terarah didasarkan pada karya Carl Rogers (1961, 1971) dan beberapa penggagas lain yang memberi bimbingan mengenai model ini. Rogers memperluas pandangannya tentang terapi dalam dunia pendidikan sebagai model pengajaran. Dia percaya bahwa hubungan positif antarsesama manusia memudahkan mereka untuk tumbuh. Sebab itu pula, intruksi yang ada seharusnya didasarkan pada konsep-konsep mengenai hubungan sesama manusia yang dibandingkan dengan konsep-konsep dalam materi pelajaran. Dari sikap yang tidak terarah (nondirective stance), peran guru adalah sebagai fasilitator yang menjalankan relasi konseling (bimbingan) pada para siswa serta mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dalam peran ini, guru membantu siswa mengeksploirasi gagasan baru terkait dengan kehidupan, tugas akademik, dan hubungan siswa dengan orang lain. Model ini menciptakan sebuah lingkungan yang memudahkan siswa dan guru bekerja sama dalam proses pembelajaran. Model ini juga memudahkan siswa untuk saling berbagi gagasan secara terbuka serta membangun komunikasi sehat. Model tidak terarah lebih fokus pada pengasuhan dan bimbingan pada siswa dibanding mengontrol urutan proses pembelajaran. Model ini menekankan pada siswa dibanding mengontrol urutan proses pembelajaran. Model ini menekankan pada pengembangan gaya pembelajaran yang efektif dalam gaya pembelajaran jangka panjang serta pengembangan karakter pribadi yang kuat dan bisa diarahkan. Model ini tidak membidik instruksi jangka pendek ataupun sasaran materi pembelajaran. Guru dalam model ini haruslah sabar dan tidak memaksakan adanya hasil secara cepat dan sesegera mungkin (Joyce, Weil, dkk, 373 : 2009). 1. Orientasi Model Dalam hal ini dapat diorientasikan pada BSCS (Biological Sciences Curriculum Study). Hakikatnya BSCS adalah mengajarkan siswa untuk memproses informasi dengan menggunakan Teknik-teknik yang pernah digunakan 5



oleh para peneliti, yakni dengan mengidentifikasi masalah-masalah dan menggunakan metode tertentu untuk memecahkan masalah tersebut. BSCS ini menekan pada isi dan proses. Penekanan pertama yang dilakukan adalah ISI, pertekanan yang kedua adalah (Proses) hubungan dengan penelitian sains/ilmiah. BSCS menggunakan beberapa teknik untuk mengajarkan sains sebagai penelitian: a. Menggunakan banyak pernyataan yang mengungkapkan sifat/tujuan sains yang belum pasti. Seperti “Kami tidak tahu”, “Kami tidak dapat mendeteksi sebagaimana hal ini terjadi”, “Bukti tentang hal ini masih b.



diperdebatkan” Meletakkan pernyataan kesimpulan, BSCS menggunakan apa yang disebut narasi penelitian¸ bahwa guru harus menggambarkan latar



c.



belakang gagasan-gagasan penting tentang sebuah penelitian. Kajian laboratorium disusun untuk mengajak siswa melakukan penelitian masalah-masalah, lebih dari sekedar mengilustrasikan sebuah teks/tulisan. Sebagaimana dinyatakan, masalah-masalah terebut tidak tersedia dalam buku. Mereka membutuhkan situasi di mana siswa dapat berpartisipasi



d.



dalam penelitian. Program laboratorium di desain dalam bentuk kelompok-kelompok yang melibatkan siswa dalam penelitian tentang suatu masalah teori yang nyata.



2. Model Pengajaran Inti dari model adalah melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan mereka pada bidang investigasi, membantu mereka mengidentifikasi masalah konseptual atau meteologis dalam bidang tersebut serta mengajak mereka guna merancang cara-cara memecahkan masalah. Dari hal tersebut, mereka dapat melihat bagaimana suatu pengetahuan yang dibangun dalam komunitas para ilmuan. Dengan demikian mereka akan mengetahui pengetahuan dari hasil proses penelitian tersebut. Adapun model pelajaran ini dibagi menjadi beberapa bagian: a. Struktur Pengajaran 6



Stuktur dalam model pembelajaran ini memiliki tahapan-tahapan, meskipun tahap-tahap tersebut bisa saja dijalankan dalam suatu proses pembelajaran yang relative lama. No. 1.



2.



Tahap Siswa disajikan suatu bidang penelitian. Siswa masalah. Siswa



3.



menyusun



Kegunaan suatu permasalahan



Mencari yang



ada



penelitian. Agar dapat dalam



bidang



mempermudah



menjelaskan



dalam



penelitian. menjelaskan



permasalahan



dalam



penelitian.



Agar siswa dapat berpendapat dalam permasalahan. Siswa



4.



pada



diminta



untuk



Siswa



berspekulasi



menjelaskan tentang cara-cara



untuk



memperjelas



memperjelas kesulitan dalam



masalah.



penelitian,



dengan



cara



melakukan penelitian kembali. b. Sistem Sosial Dalam model pembelajaran ini, iklim kooperatif sangat dianjurkan. Oleh karenanya siswa benar-benar tergolong kedalam komunitas peneliti yang menggunakan Teknik yang baik, iklim terdiri dari tingkat keberanian tertentu sebagai bentuk kerendahhatian. Siswa perlu menghipotesis secara cermat, menantang bukti, mengkritisi rancangan peneitian, dan sebagainya. Selain menerima ketatnya penelitian, siswa juga harus mengakui sifat pengetahuan mereka yang tentatif dan selalu berkembang dengan baik sebagai suatu disiplin, dan mereka juga perlu mengembangkan kerendahhatian tertentu dengan tetap berpegang teguh pada pendekatan mereka terhadap aturan-aturan ilmiah yang telah berkembang dengan baik. 7



c. Peran/Tugas Guru Tugas guru adalah membimbing, melatih serta mendidik penelitian dengan menekankan pada proses penelitian dengan cara membujuk siswa melakukan proses tersebut. Seorang guru harus memperhatikan bahwa mengidentifikasi fakta bukanlah persoalan mudah yang patut ditekankan dalam penelitian. Melainkan yang terpenting adalah bagaimana guru dapat mendorong siswa dalam menghadapi persoalan penelitian yang rumit dengan baik dan cermat. Seorang guru harus mengarahkan siswa agar membuat hipotesis, menafsirkan data dan mengembangkan konstruk, yang juga merupakan bagian dari cara-cara mereka menginterprestasi realita yang terus berkembang. d. Sistem Pendukung Satu-satunya pendukung yang dibutuhkan dalam model ini adalah seorang instruktur yang fleksibel dan terampil dalam proses penelitian, yang dapat menyediakan bidang-bidang penelitian yang orisinil, sumber-sumber data yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian. Selain itu sistem dukungan yang lainnya adalah adanya perangkat-perangkat yang memadai untuk melancarkan penerapan beberapa tugas diatas. Adapun model-model pelajaran yang berorientasi pada penelitian. Semuanya kebanyakan dibangun berdasarkan konsep-konsep dan metode-metode tertentu. Kurikulum Ilmu-ilmu sosial Michigan (Michigan Sciences Curriculum Project), yang di pimpin oleh Ronald Lippitt dan Robert Fox. Strateginya adalah mengajarkan Teknik-teknik penelitian psikolog antarmanusia, termasuk tingkah laku mereka. Hasil dari strategi ini berhasil menyajikan teori psikologi sosial sebagai displin yang menarik dimana konsep-konsep dan metode-metode di dalamnya muncul melalui penelitian secara terus menerus terhadap tingkah laku manusia. Konsepsi psikologi sosial yang dijalankan oleh para pembuat kurikulum dalam strategi pembelajarannya, yang mendasar membimbing siswa untuk mepraktikkan psikologi sosial, sepertinya merupakan kosenpsi “terbaik” yang pernah di ilustrasikan selama mengingat materi dan aktivitas yang mereka 8



sarankan sangat berpengaruh pada perkembangan emosi siswa. Mereka telah menyiapkan 7 “unit laboratorium” yang dikembangkan berdasarkan pustaka sumber dan serangkaian buku-buku proyek. 7 unit tersebut diawali dengan eksplorasi terhadap sifat ilmu sosial, “Belajar Menerapkan Ilmu Sosial” dan berlanjut pada serangkaian unit dimana siswa merupakan prosedur-prosedur dan konsep-konsep ilmu sosial pada perilaku manusia, “Menemukan Perbedaan-perbedaan”, “Perilaku yang Bersahabat dan Tidak Bersahabat”, “Ada dan Menjadi”, “Memengaruhi Sesama” Unit pertama yang dirancang untuk meperkenalkan siswa pada metode-metode ilmu sosial, Seperti;  “Apa yang dimaksud dengan contoh perilaku?” (Bagaimana cara 



memperoleh contoh-contoh perilaku?) “Tiga cara melakukan observasi” (Meperkenalkan gambaran, dugaan, pertimbangan nilai dan perbedaan diantara ketiga hal tersebut pada







siswa). “Sebab dan Akibat” (Memperkenalkan dugaan penyebab, awal mula hubungannya dengan fenomena fisik, kemudian dalam hubungannya







dengan perilaku manusia.) “Penyebab Ganda” (Mengajarkan bagaimana menangani beberapa faktor secara simultan. Contoh, siswa membaca dan menganalisis suatu cerita yang tokoh utamanya memiliki motivasi untuk melakukan hal yang



sama.) Pada akhirnya guru mulai merancang serangkaian aktivitas pengajaran untuk memperkenalkan pada siswa ekperimentasi-eksperimentasi para pakar psikologi sosial yang telah menghasilkan teori-teori menarik tentang perilaku yang bersahabat dan tidak bersahabat serta kerjasama dan kompetisi. Pedekatan ini fokus pada bagaimana guru mampu membimbing siswa dalam mengkaji interaksi masusia, menyediakan kerangka rujukan akademik dan Teknik-teknik guna menguraikan dan melakukan penelitian serta melibatkan mereka daka penelitian terhadap perilaku mereka sendiri dan sesama. Tujuan akhir dari pendekatan ini adalah bagaimana siswa dapat 9



memiliki beberapa karakteristik para ilmuan sosial, sehingga nilai-nilai pengajaran dalam pendekatan dapat ditransfer secara interpersonal sebagaimana dalam ranah-ranah akademik pada umumnya. 3. Penerapan Model pengajaran tidak terarah bisa diterapkan untuk beberapa jenis situasi permasalahan, seperti masalah pribadi, social, dan akademik. Untuk kasus yang termasuk dalam permasalahan pribadi, siswa menjelaskan perasaan mereka mengenai dirinya sendiri. Untuk masalah social, siswa mengungkapkan apa yang dirasakannya mengenai hubungannya dengan orang lain dan mencari tahu bagaimana perasaan dan penilaian terhadap diri sendiri tersebut dapat mempengaruhi hubungan-hubungan ini. Untuk masalah akademik, siswa menjelaskan perasaannya mengenai ketertarikan dan kemampuannya terkait segala hal dalam dunia akademiknya. Untuk menggunakan model pengajaran tidak searah scara efektif, seorang guru harus mau dan berkeinginan kuat untuk menerima dan menyadari bahwa siswa bisa mengerti dan menghadapi kehidupan mereka sendiri. Kepercayaan mengenai kapasitas siswa dalam mengarahkan diri mereka dikomunikasikan lewat sikap dan prilaku verbal guru. Guru jangan berusaha menghakimi siswa. Peran yang demikian ini hanya akan membatasi kepercayaan diri dalam diri siswa. Guru juga tidak diperkenankan mengdiagnosis masalah. Guru hanya berusaha untuk merasakan dunia siswa menurut apa yang dilihat dan dirasakannya. Dalam model ini, guru menyerap dan menyimpan semua pemikiran dan perasaan siswa secara berkala dan kemudian merefleksikannya. Dengan menerapkan cara demikian, guru pada akhirnya menampakkan pemahaman dan penerimaan pada perasaan siswa. Konseling tidak terarah (nondirective counseling) lebih menekankan unsurunsur emosional dalam suatu situasi disbanding aspek-aspek intelektual. Dalam artian, konseling tidak tararah berupaya melakukan penyusunan kembali bidang 10



emosional disbanding aspek yang sepenuhnya menyangkut pendekatan intelektual. Salah satu fungsi terpenting dalam pengajaran tidak terarah terjadi ketika suasana kelas menjadi ‘hambar’ dan gurupun hanya melihat dirinya “menekan” siswa melalui latihan dan segala hal yang berkenaan dengan mata pelajaran.



4. Dampak-Dampak Intruksional dan Pengiring Oleh karena aktivitas tidaklah diarahkan secara detail namun hanya ditentukan oleh pembelajar, maka siswa hanya berhadapan dengan guru dan siswa lain, lingkungan tidak terarah sangan tergantung pada dampak pengiringnya, dengan dampak intruksional yang juga ditentukan oleh kesuksesan dalam membentuk pengembangan diri yang lebih efektif (figure 14.2). Oleh karena itu, model ini bisa dianggap sebagai sebuah pembentukan secara keseluruhan. Namun, model ini lebih bergantung pada dampak yang dirasakan dalam lingkungan tidak terarah dibanding memerhatikan capaian konten dan skil melalui aktivitas yang dirancang khusus.



INSTRUKSIONAL



Komunikasi Pengembangan Diri dan Refleksi Pengembangan Terpadu Diri



Model Pengajaran Tanpa Arahan



11



Harga Diri



Motivasi Akademik & Social



Kapasitas dan Prestasi Belajar



PENGIRING



B. MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI YANG POSITIF Saat ini kita akan beralih pada pembahasan model pengajaran aktif dalam pertumbuhan siswa kita. Kita akan menguji suatu kerangka kerja untuk melihat cara-cara yang digunakan siswa dan orang dewasa dalam berinteraksi dengan dunia mulai dari merangsang pertumbuhan secara aktif pada interaksi yang lebih pasif hingga upaya-upaya mendorong pengalaman. Dalam beberapa hal, siswa menjadi seperti apa yang kita bentuk, dan sebagian dari pengaruh kita pada mereka bergantung pada kondisi pertumbuhan kita – konsep diri kita sendiri – serta bagaimana kita mengomunikasikan konsep-konsep tersebut terhadap siswa kita. Pesan penting yang harus diperhatikan adalah bahwa siswa bisa melakukan aktivitas pembelajaran, tidak hanya konten akademik, namun juga keterampilan sosial. Mereka juga bisa belajar bagaimana memadukan segala potensi yang dimiliki agar bisa menjangkau dunia dan bisa memberikan sumbangan serta memperoleh keuntungan dalam pembelajaran skill sosial yang mereka jalani. 1. Perbedaan Perbedaan Individu



12



Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menganalisis perbedaanperbedaan individu. Beberapa di antaranya telah dikembangkan untuk membantu kita berpikir mengenai gaya pembelajaran anak-anak (Dunn and Dunn 1975; McCharty, 1981). Model ini juga bisa diterapkan kepada orang dewasa. Model ini juga bisa diterapkan kepada orang dewasa. Beberapa cara lain dikembangkan untuk membedakan beragam variasi gaya mengenai aktivitas berpikir dan menguji bagaimana medel-model ini memengaruhi pemecahan masalah. Setidaknya, teori yang satu ini berusaha menggambarkan perbedan antara anak anak dan orang dewasa sebagai pembelajar (Knowles, 1978). Beberapa konseptualisasi yang cukup luas mengenai kepribadian dapat diterapkan pada perilaku guru sebagai instuktur dan sebagai pembelajar (Erikson, 1950; Gregore,1982; Harvey, Hunt, dan Schorader, 1961; Maslow, 1962). Teori sistem konseptual (Hunt, 1971) secara khusus telah mengadakan penelitian dan telah menjadi prediktor yang cukup bermanfaat bagi interaksi guru-murd, gayagaya pembelajaran yang tentukan oleh guru, sensitivitas dan respons guru terhadap siswa, dan (yang paling berkaitan di sini) adalah keterampilan untuk memiliki kompetensi dalam menggunakan skill dan strategi pengajaran (Lih. Joyce, Pech, dan Brown, 1981). Dalam bab ini, kita akan mendiskusikan sebuah kerangkan sebuah kerangka berpikir yang dikembangkan dari penelitian kehidupan seorang guru profesional di Pusat Penelitian dan Pengembangan Staf California (Jyce, Bush, dan McKibbin, 1983; Joyce dan Showers, 2002). Kerangka kerja ini dikembangkan untuk membimbing praktikum dalam orgaisasi program pengembangan sumber daya manusia dan usaha-usaha pengembangan sekolah (McKibbin dan Joyce, 1980; Joyce, Hersh, dan McKibbin, 1983; Joyce, Calhoun, dan Hpkins; 1999). Hasil dari sebuah penelitian yang berorientasi praktikum akan dihubungkan dengan teori-teori pertumbuhan kepríbadian, konsep diri, dan psikologi kedewasaan. Gabungan beberapa teori dan konsep ini pada awalnya dicetuskan 13



oleh Abrahan Masłow (1962). Maka tidak salah kiranya jika beranggapan bahwa dunia pendidikan secara umum berhutang banyak pada Maslow. 2. Konsep Tentang Kondisi Pertumbuhan Sasaran dalam penelitian ini dibuat untuk menciptakan suatu gambaran mengenai kesempatan adanya pertumbuhan yang dialami oleh guru dalam sekolah yang lingkungannya, kabupaten, perguruan tinggi, agen intermediate (kantor pendidikan menjadi kabupaten dan pusat pengembangan profesi), serta lembaga lain. Dalam investigasi awal, studi kasus dilaksanakan dengan melibatkan lebih dari 300 guru dari 21 distrik dalam tujuh kabupaten, dan lebih dari 2000 guru disurvey melalui pemberian kuesioner. Selain adanya informasi mengenai partisipasi dalam sistem-sistem dukungan formal (seperti kursus, seminar, dan layanan administrator serta supervisor), interaksi dengan teman sebaya juga dilakukan dan diuji. Hal ini disebabkan beberapa hal yang di atas merupakan aspek kehidupan pesonal yang mungkin saja memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan. Data yang sudah dikumpulkan, kemudian diistilahkan sebagai ranah-ranah formal, peer-generated dan, dan personal, bergantung pada asal mula aktivitas yang melibatkan banyak orang. Permasalahan yang di fokuskan adalah masalah interaksi individu dengan lingkungan. Melakukan interaksi secara produktif yang akan membimbing pada pertumbuhan secara teoretis diberikan secara sama dan merata. Untuk mengembangkan



prestasi



dan



kemampuannya



dapat



melakukan



sistem



pengembangan staf fornal, kesempatan untuk membaca, adegan-adegan dalam pertunjukan seni, terlibat dalam aktivitas atletis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, perbedaan dalam aktivitas yang dilakukan akan menjadi pribadi yang berinteraksi secara maksimal dengan lingkungannya. Jika terdapat perbedaan hasil dari pertumbuhan yang berbeda, dapat melakukan observasi terhadap perbedaan proses yang dialami. 14



3. Ranah-Ranah Formal, Perr-Generated, dan Pribadi Terdapat tiga ranah interaksi yaitu formal, peer-generated, dan pribadi. Perbedaan-perbedaan tersebut sangat mudah dipahami dalam wilayah-wilayah yang banyak penduduk maupun tidak banyak penduduk. Contoh kita nengambil sampel daerah Bay dan Los Angeles yang memiliki banyak tempat kursus seminar, banyak terdapat supervisor dan trainer yang sangat membantu. Beberapa pusat pengembangan profesional di kantor-kantor kabupaten dan di agen-agen lain melibatkan guru dalam seleksi kenaikan pangkat, dan ada juga komunitas bidang menulis, ilmu pengetahuan, dan kurikulum lain. Selain itu, aktivitas-aktivitas personal sangat mudah di wilayah-wilayah metropolitan yang juga dekat dengan gunung, jalan air, dan samudera. Sifat perbedaan dalam setiap interaksi ini cukup menarik jika dibahas lebih mendalam. a. Kesempatan-Kesempatan Pengembangan Staf Formal Kesempatan berpartisipasi bergeser darí mercka yang memiliki pengalaman dalam kegiatan yang didanai dan dibutuhkan oleh wilayah (satu atau dua seminar atau presentasi dan salah satunya dikunjungi oleh supervisor atau konsultan) serta mereka yang sadar bahwa hanya ada sedikit pilihan, kepada mereka yang sanget aktif, memiliki rancangan pasti untuk perkembangan profesionalitas. Jumlah yang kecil secara efekti mengeksploitasi kesempatan- kesempatan untuk masuk dan mendaftar di perguruan tinggi dan pusat-pusat guru lebih luas. b. Kesempatan Tumbuh Bersama Peer-Generated Cakupan dalam pembahasan ini beralih dari mereka yang sebenarnya tidak pernah melakukan diskusi yang baik dengan guru kepada mereka yang memiliki pergaulan cukup dekat, yang pemah menjalani relasi-relasi pengajaran (baik menerima, memberi, ataupun keduanya), dan yang bergaul dengan orang 15



lain untuk memunculkan inspirasi-insipirasi mengenai suatu inovasi atau inisiatif-inisiatif untuk sekolah. c. Ranah Pribadi Dalam kehidupan pribadinya, beberapa guru terkadang luar biasa dalam satu atau dua wilayah, sedangkan dalam wilayah lain, mereka sama sekali belum dan tidak pernah menyentuhnya. Di satu sisi, sering menjumpaí para pembaca aktif dan di sisi lain, kita juga menemukan mereka yang jarang membaca headline dalam surat kabar harian. Kita juga sering sekali menemukan para aktivis klub Sierra, namun di sisi lain kita juga sering menemukan orang yang tidak pernah berkunjung ke Yosemit. Kita juga sering berjumpa dengan para anggota kelompok pertunjukan seni, namun kita juga tidak jarang menemukan orang-orang yang tidak pernah melihat film atau pertunjukan life selama 10 tahun atau lebih. 4. Kondisi-Kondisi Pertumbuhan a. Orientasi-Orientasi Terhadap Lingkungan Inti dari konsep ini adalah tingkatan lingkungan seperti apa yang dipandang sebagai kesempatan dalam memperoleh pertumbuhan yang memuaskan. Oleh karena itulah, orang yang sangat aktif akan memandang lingkungannya



sebagai



seperangkat



kemungkinan-kemungkinan



adanya



interaksi yang memuaskan. Mereka memulai melakukan hubungan dan mengeksploitasi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Orang yang sama sekali tidak aktif akan menghabiskan banyak energi untuk melindungi dirinya sendiri dari apa yang mereka sebut lingkungan yang menakutkan dan tidak menyenangkan, menghindari kontak dan menangkis inisiatif dari orang lain. Sehingga, orang yang paling aktif dan inisiatif adalah mereka yang juga proaktif. Yakni, mereka yang memberi perhatian lebih terhadap lingkungan, dan 16



membawa lebih banyak kemungkinan-kemungkinan ke dalam apa yang mereka capai. Fenomena ini memberi kesempatan yang berlipat ganda bagi banyak orang (Joyce, Weil, dkk, 391 : 2009). b. Pengaruh Sosial Sahabat dan kolega, beserta iklim sosial dalam tempat kerja dan kehidupan bertetangga memperlunak disposisi-disposisi umum dan menuju pertumbuhan aktif. Teman dan kolega yang selalu bertindak aktif, serta iklim sosial yang baik menggiring orang-orang di dalamnya untuk terlibat aktif dalam aktivitas yang lebih hebat dibandingkan apa yang pernah mereka lakukan sebelumnya secara mandiri. Lingkungan yang sinergis tidak hanya penting untuk tindakan kolektif, namun juga bisa mengembangkan ragam hubungan kolega yang akan sangat produktif dan berguna bagi pertumbuhan individu. Tujuan utama dari pengembangan sistem sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan pertumbuhan individu dalam sistem tersebut, yang secara potensial dapat bermanfaat bagi individu serta organisasi, dan memastikan bahwa siswa sedang berupaya memiliki kepribadian yang aktif (Joyce, Weil, dkk, 391 : 2009). 5. Tingkatan-Tingkatan Aktivitas a. A Gourmet Omnivore (Orang Mempunyai Keinginan Yang Sangat Besar Atas Sesuatu) Dalam kehidupan pribadi, prototip omnivor menjadi lebih mudah didefinisikan. Mereka dicirikan memiliki tingkat kesadaran tinggi, namun ciri khas yang membedakan mereka dengan kelompok lain adalah antusiasme mereka untuk terlibat dalam satu atau dua bidang. Omnivor pertama mungkin adalah orang yang suka membaca, yang kedua adalah pecandu bioskop, yang ketiga adalah pengepak atau pemain ski, dan keempat adalah pembuat keramik. 17



Beberapa di antara mereka menjalankan sebuah bisnis.



Mereka juga



mengembangkan aktivitas. Pasangan omnivor yang suka bermain tenis sering memegang raket ditangannya, dan sahabat dekat pecandu bioskop akan sangat antusias manakala membicarakan film. Oleh karena sifat mereka yang proaktif, omnivor yang telah dewasa belajar untuk menangkis kesempatan dan menyediakan waktu untuk kegemaran yang telah mendarah daging padanya. Hal yang mencolok dalam hal ini adalah kebiasaan mereka, baik dalam memanfaatkan maupun memperkaya lingkungan mereka sendiri. Di tempat kerjanya, mereka mencoba untuk mempelajari keahlian mereka dan dan memberi serta menerima energi dari kawan sebaya. Dalam kehidupan pribadinya, mereka mencari-cari kesempatan untuk tumbuh berkembang. Mereka juga berada dalam hal ketekunan. Dalam kajian McKibbin dan Joyce (1980) disebutkan bahwa mereka berupaya melatih apa yang menjadi kegemaran dan bisa ditransfer pada orang lain dalam satu tempat kerja. Mereka mempraktikan dam menciptakan kondisi yang sarat dengan support kawan sebaya yang memudahkan mereka menerapkan sebuah skill yang benar-benar ampuh dan jelas. Mereka juga memasukkan gagasan yang mereka peroleh dari kehidupan sehari-hari ke dalam dunia kerja dan menggunakannya dalam sistem dan pola pengajaran (Joyce, Weil, dkk, 392-393 : 2009). b. A Passive Consumer (Seorang Pemakai Yang Pasif) Karakteristik yang membedakan pemakai pasif dalam hal ini adalah keramahan mereka yang kurang terhadap lingkungan



dan adanya



ketergantungan yang tinggi terhadap konteks sosial terdekat. Dengan kata lain, tingkat aktivitas mereka sangat dipengaruhi oleh siapa yang hidup bersama mereka. Di kehidupan pribadinya, ciri khas pemakai pasif ini juga tergantung pada teman sebaya atau pasangannya. Jika ia memiliki teman yang tidak aktif dan keluarga besar, mereka pun akan menjadi orang yang tidak aktif. Sebaliknya, jika mereka bergaul dengan teman dan tetangga yang cenderung 18



aktif, maka level keaktivan mereka pun akan meningkat (Joyce, Weil, dkk, 393 : 2009). c. A Reticent Consumer (Pemakai Yang Segan) Walaupun pemakai pasif relatif memiliki sikap yang ramah, namun sejauh ini sekitar sepuluh persen dari mereka telah mengembangkan energi yang sebenarnya dapat menunda kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang. Kami menyebut orang-orang ini dengan istilah pemakai yang segan, sebab mereka telah memiliki sebuah tujuan/orientasi namun enggan berinteraksi secara positif dengan budaya di lingkungan mereka. Mereka yang pendiam memiliki ciri khas, di antaranya adalah hanya mau berhubungan dengan staf yang tengah dibutuhkan dan sering kali marah saat berinteraksi dengan mereka, mencela materi, dan mencoba menghindari aktivitas-aktivitas tindak lanjut. Pemakai yang segan memang cukup giat memproses inisiatifinisiatif administratif, namun mereka sering kali menaruh rasa criga pada kawan sebaya dan cenderung percaya bahwa segala perilaku negatif yang dibenarkan oleh ‘sistem’ adalah hal yang menyesatkan dan tidak berperasaan. Oleh karena itu, walaupun kawan sebaya memiliki inisiatif dicela “karena kenaifan mereka”, pemakai yang segan tetap percaya bahwa mereka akan memperoleh dukungan administratif terhadap ‘idealisme’ mereka. Oleh karena itu, pemakai yang segan cenderung melihat omnivor sebagai orang yang sangat tidak merasa di senangi, sebagaimana juga ketidaksukaan mereka pada adaministratif. Pemakai yang segan tidaklah terpengaruh oleh konteks sosial yang instan (Joyce, Weil, dkk, 394 : 2009). 6. Struktur Konseptual, Konsep Diri, Dan Pertumbuhan a. Perkembangan Konseptual Teori system konseptual mendeskripsikan manusia menurut struktur konsep-konsep yang mereka gunakan untuk mengolah informasi mengenai 19



dunia secara luas. Dalam tingkat perkembangan yang paling rendah, manusia pada umumnya menggunakan sedikit konsep untuk mengolah dunia mereka. Cenderung memiliki pandangan dikotonis mengenai hal-hal yang bersikap tabu dan cenderung emosional dalam menyampaikan pandangan-pandangannya. Mereka cenderung menolak informasi yang tidak sesuai dengan konsep mereka, atau bahkan mengubahnya agar bisa cocok dengan konsep milik mereka sendiri. Sehingga mereka seringkali memandang orang-orang dan peristiwaperistiwa menurut persepsi ‘benar’ atau ‘salah’. Sedangkan konsep yang telah ada umumnya memang dilestarikan. Dalam tingkat perkembangan



yang



lebih



tinggi,



orang



mengembangkan kemampuan yang lebih hebat dalam memadukan informasi baru, tidak berpikiran miopi, dan bisa bertoleransi dengan pandangan lain yang berbeda yang lebih baik. Selain itu, struktur konseptual mereka dipermak sedemikian rupa dengan melakukan regenerasi; konsep yang telah lama dianggap asing sedangkan konsep yang baru dikembangkan. Pengalaman baru lebih banyak ditolerir karena menghasilkan informasi dan gagasan baru, daripada ditolak atau dipaksakan agar bisa sesuai dan melestarikan situasi yang telah ada. Misalkan saja, kita andaikan bahwa masing-masing individu dalam tingkat perkembangan yang lebih rendah dan lebih tinggi tengah berada dalam level perkembangan rendah cenderung akan curiga dengan perbedaan dan merasa menemukan kesalahan didalam kebudayaan tersebut (“anda tidak bisa percaya dengan apa yang tengah mereka makan”). Orang yang telah berada dalam level perkembangan yang lebih tinggi tertarik oleh pandanganpandangan, bunyi-bunyi, dan aroma-aroma baru. Secara teliti dan seksama, mereka menyantap sajian local, membandinkannya dengan hidangan yang lebih enak dan rasa baru, serta menawarkan sebuah resep. b. Konsep Diri Lebih dari empat puluh lima tahun yang lalu, Abraham Maslow (1962) dan Carl Rogers (1961) mengembangkan rumusan tentang pertumbuhan personal dan fungsinya untuk membimbing proses memahami dan menghadapi 20



perbedaan-perbedaan individu sebagai respons terhadap lingkungan social dan fisik. Teori mereka lebih focus pada pandangan mengenai diri (views of selfs) atau konsep diri (self-concept) para individu dari pada focus pada sikap dan perkembangan intelektual. Mereka berpendirian bahwa kompetensi kita untuk berhubungan dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh sikap dan penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Konsep diri yang kuat harus dibarengi dengan perilaku aktualisasi diri, suatu capaian menuju lingkungan dengan kepercayaan diri yang kuat bahwa interaksi yang terjadi akan produktif. Orang yang menerapkan aktualisasi diri ini melakukan interaksi yang sarat nilai dengan lingkungan sekitarnya, menemukan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, dan yang tidak terbantahkan, memberikan sumbangan berarti terhadap proses perkembangan orang lain. Orang yang memiliki perkembangan dalam level rendah (lessdeveloped person) merasa memiliki sedikit kompetensi untuk menghadapi lingkungan dan berupaya menerimanya, apa pun lingkungan yang mereka dapatkan. Selain itu, mereka cenderung kurang suka mengembangkan hubungan yang memancing pertumbuhan dan produktivitas yang berasal dari inisiatif mereka sendiri. Mereka lebih memilih beraktivitas dalam lingkungan yang sudah ada dibanding mengembangkan kesempatan dari dan lingkungan tersebut. Sedangkan orang yang berada dalam level pertumbuhan terendah (the least developed person) lebih sulit berhubungan dengan orang disekeliling mereka. Mereka kurang begitu yakin terhadap kemampuan yang mereka miliki untuk menghadapi masalah-masalah yang terjadi. Energy mereka kebanyakan dibuang hanya untuk meyakinkan bahwa mereka masih bisa bertahan dalam dunia yang tidak begitu bersahabat dengan mereka. Maka, bukanlah hal yang mengejutkan jika kami mendapatkan hubungan antara kondisi pertumbuhan orang yang kita amati dan konsep diri yang mereka miliki. Omnivore adalah mereka yang menerapkan konsep aktualisasi diri. Mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri dan orang21



orang disekitarnya. Sedang pemakai yang pasif (passive costumer) merasa memiliki kompetensi namun masih bergantung pada lingkungan untuk memperoleh kesempatan agar bisa produktif dan tumbuh berkembang. Pemakai yang segan (reticent consumer) merasa bahwa mereka hidup ditengah dunia yang menakutkan dan rawan masalah. Kesalahan-kesalahan yang mereka temukan disekeliling mereka merupakan produk dari sesuatu yang tidak berkembang dan tidak mampu melihat sisa-sisa masalah yang tidak bisa kita lihat, malahan, hal ini sebenarnya suatu usaha untuk merasionalisasikan kebutuhan mereka demi melindungi diri mereka sendiri, dari suatu dunia yang mereka takuti. c. Memahami Pertumbuhan dan Potensi Pertumbuhan Teori mengenai pertumbuhan konseptual dan konsep-diri membantu kita memahami diri kita sendiri, khususnya saat merencanakan dan melaksanakan program-program berorientasi perkembangan. Dua hal tersebut membantu kita mengerti alasan mengapa orang-orang merespons apa yang mereka lakukan dan memberikan dasar untuk menciptakan lingkungan yang produktif, dari sisi materi program maupun orang yang menjadi audien program tersebut. David Hopkins (1990) dan rekannya melaporkan sebuah penelitian yang mereka laksanakan di Inggris mengenai implementasi kurikulum baru dalam bidang seni yang dilakukan oleh sekelompok guru yang telah bersedia menjadi fasilitator untuk mengajarkan metode ini pada guru-guru lain. Hopkins dan rekannya tersebut mempelajari keadaan pertumbuhan dan konsep diri guru serta iklim dalam organisasi sekolah tempat mereka bekerja. Semua hal ini ternyata memiliki pengaruh, namun kondisi pertumbuhan merupakan predictor bagaimana guru menerapkan kurikulum seni tersebut. Pada intinya, pemakai yang pasif dan enggan tidak bisa mencapai titik penerapan dalam semua iklim organisasi, iklim tersebut hanya bisa dimanfaatkan oleh pemakai yang aktif dan omnivor. Namun, bukan hanya guru dalam level pertumbuhan rendahlah yang tidak bisa mengambil manfaat dari latihan yang mereka terima, siswa-siswa 22



mereka juga kehilangan kesempatan untuk mempelajari apa yang disajikan oleh kurikulum yang baru. 7. Mengembangkan Kondisi Pertumbuhan Yang Lebih Kaya Seperti kebanyakan orang, kami juga ingin tumbuh berkembang dan membantu siswa kami mengembangkan oritentasi yang lebih kaya untuk tumbuh berkembang. Hal ini sangat berkaitan sebab, pengaruh utama terhadap siswa kita adalah apa yang kita peragakan. Jika kita memeragakan kepasifan, berarti kita menyuruh siswa kita bersikap pasif. Jika kita memeragakan sifat yang aktif, kita mendorong siswa kita untuk bertindak aktif. Kabar baiknya adalah bahwa kita lebih suka mengembangkan kemajuan dibanding menambah kemunduran. Oleh karena itu, hal yag penting disini adalah bahwa kita harus bisa menggapainya dengan mengembangkan aktivitas-aktivitas linear saat kita menekan dan memaksa diri untuk bisa menjadi lebih kaya dan istimewa dalam hal pengajaran. Semua perlu diseimbangkan. Membaca atau menonton bioskop harus diimbangi dengan cita-cita social atau atlet. Kita bisa memiliki rasa kepercayaan diri untuk memperlihatkan bahwa memeragakan pembacaan pemakan segala tidak hanya akan melahirkan para pembaca yang aktif, namun juga akan mempertemukan siswa dengan dimensi-dimensi lain yang ingin dicapainya. Model pengajaran yang digambarkan dalam buku ini juga merupakan perangkat yang kuat. Sebuah komunitas pembelajar yang saling bekerjasama dilengkapi dengan model aktif dalam mengumpulkan dan memproses informasi, menguji isu social, dan mencari model pengajaran sebanyak-banyaknya akan memberikan pengaruh tersendiri bagi siswa. Ya, sebuah iklim social yang kaya dan aktif menjadi efeknya. Kualitas kita banyak ditentukan oleh apa yang kita makan tidak hanya secara biologis, namun juga secara social dan emosional. Materi yang kaya, yang diatur dengan baik, dalam keadaan yang positif akan membuat kita semakin kaya lebih kaya semakin mampu menjangkau, dan lebih produktif. Dalam aktivitas professional kita sebagai guru, model ini akan menjadi perangkat untuk mengembangkan aktualisasi diri siswa. 23



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Model Pengajaran Tidak Terarah 1. Struktur Pengajaran  Tahap pertama : Menjabarkan keadaan yang membutuhkan bantuan guru dalam mendorong adanya pengungkapan perasaaan yang bebas.  Tahap kedua : Mengeksplorasi masalah, siswa didorong untuk menjabarkan masalah, guru menerima dan menjelaskan perasaan.  Tahap ketiga : Mengembangkan wawasan, siswa mendiskusikan masalah, guru mendukung siswa.  Tahap keempat : Merencanakan dan membuat keputusan, siswa merencanakan proses awal dalam pembuatan keputusan, guru memperjelas keputusan yang mungkin akan diambil.  Tahap kelima : Keterpaduan, siswa mendapat wawasan lebih dalam dan mengembangkan tindakan yang lebih positif, guru bertindak sebagai suporter. 2. Sistem Sosial Model ini memiliki sedikit struktur eksternal : guru memfasilitasi; siswa memulai; dan diskusi menjadi masalah inti. Ganjaran (reward), hukuman (punishment) tidak diterapkan dalam strategi ini. Reward merupakan hal instrinsik yang meliputi penerimaan, empati, dan penegrtian dari guru. 3. Peran/Tugas Guru Guru menjangkau siswa, berempati, bertindak untuk membantu siswa menjabarkan masalah, dan bertindak untuk mencapai solusi-solusi. 4. Sistem Pendukung Guru membutuhkan tempat yang tenang dan privat untuk mengadakan kontak empat mata, pusat sumber daya untuk berkonferensi dan berdiskusi mengenai kontrak-kontrak akademik. Mengembangkan Konsep Diri yang Positif 24



Siswa bisa melakukan aktivitas pembelajaran, tidak hanya konten akademik, namun juga keterampilan sosial. Mereka juga bisa belajar bagaimana memadukan segala potensi yang dimiliki agar bisa menjangkau dunia dan bisa memberikan sumbangan serta memperoleh keuntungan dalam pembelajaran skill sosial yang mereka jalani. Mengembangkan konsep diri yang positif ini terdapat beberapa hal yang memengaruhi di antaranya tentang perbedaan-perbedaan individu, ranah-ranah formal, peer-generated, dan pribadi, kondisi-kondisi pertumbuhan, tingkatan-tingkatan aktivitas, struktur konseptual, konsep diri, dan pertumbuhan.



DAFTAR PUSTAKA Joyce, Bruce, Weil, Marsha, dkk. 2009. Model of Teaching. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.



25