Booklet - Intima Lil Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Intima Lil Islam Posted By Aba AbduLLAAH On 23 Januari 2009 @ 11:38 In Risalah Nukhbawiyah | 2 Comments



َ ‫ل نِإيِنَّننِنمم ي نِممنا‬ َ ‫حلا ا َوا َقمملا ا‬ ً‫صمملانِل ا‬ َ ‫ل ا‬ َ ‫عنِمم ا‬ َ ‫َللم ا َو ا‬ ّ‫عمملا نِإا َلمم ى ا نِيِن‬ َ ‫ن ا َد ا‬ ْ ‫ل نِميِنّمم َد‬ ً‫ن ا َقَد ْو ا‬ ُ ‫س ق‬ َ ‫ح ا‬ ْ ‫ن ا َأ َد‬ ْ ‫ا َوا َم َد‬ ‫ن ا َفمنِإا َذا‬ ُ ‫سم ق‬ َ ‫ح ا‬ ْ ‫ ي ا َأ َد‬ َ ‫سُةَئِّيا َئق ُة اَد ْدا َفمَد ْع نِبملايِنّلنِت ي نِهم ا‬ ّ‫ل ال يِن‬ َ ‫سا َنق ُة ا َو ا‬ َ ‫ح ا‬ َ ‫سا َتنِو ي اَد ْل ا‬ ْ ‫ل ا َت َد‬ َ ‫ن ا َو ا‬ َ ‫سنِلنِمِي ا‬ ْ ‫اَد ْلق ُم َد‬ ‫صما َبق ُروا‬ َ ‫ن ا‬ َ ‫حنِمِي ٌم ا َوا َممملا ق ُنيا َليِنَّقلاا َهمملا نِإليِنّ ايِنّلمنِذني ا‬ َ ‫ ي ا‬ ّ ‫عا َداا َو ٌة ا َكا َأيِنَّنق ُه ا َونِل َح‬ َ ‫ك ا َوا َبَد ِْيا َنق ُه ا‬ َ ‫ايِنّلنِذ ي ا َبَد ِْيا َن ا‬ ‫ظِيٍم‬ ِ‫ع ن‬ َ ‫ٍظ ا‬ ّ ‫ح َع‬ َ ‫ل ق ُذو ا‬ ّ‫ا َوا َملا ق ُنيا َليِنَّقلاا َهلا نِإ يِن‬ Mutiara Ayat: Ibnu Abbas RA saat menafsirkan ayat ini mengatakan, “Allah Taala memerintahkan melalui ayat ini kepada orangorang mukmin untuk bersabar saat ia marah, bersikap santun saat bertemu orang jahil, dan memaafkan saat diperlakukan dengan buruk, dan jika mereka melakukan yang demikian ini maka Allah Taala akan menjaga mereka dari tipu daya Setan, serta lawan-lawan mereka akan tunduk kepada mereka seakan-akan sahabat yang amat akrab.” (Tafsir Ibnu Katsir, VII/181) Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkomentar tentang ayat ini, “Inilah para kekasih Allah, inilah para wali Allah, inilah orang-orang yang disucikan di sisi Allah, inilah orang-orang terbaik di sisi Allah, inilah makhluk yang paling dicintai Allah, karena mereka menyambut seruan Allah dengan dakwahnya, lalu mereka mengajak orang-orang lain untuk bersama-sama menyambut seruan-NYA dan beramal shalih dalam rangka taat kepada-NYA, lalu setelah itu mereka berkata: Sungguh kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Maka inilah para Khalifah Allah!” (Tafsir At-Thabari, XXI/469) 1



Sifat-Sifat Dai: 1. Tarbiyah Yang Matang Hal yang pertama dilakukan oleh harakah ini adalah membangun al-mihwar at-tanzhimi, yang dicirikan dengan memperkuat hubungan para kader dengan Allah Taala, sehingga kader memiliki aqidah yang mendalam (al-iman al-amiq), pemahaman yang utuh (al fahmu ad-daqiq) dan amal yang berkelanjutan (al-amal al-mutawashil), sehingga mereka mampu memikul bagaimanapun beratnya beban dakwah ini karena: 1. Mengukur berat dan ringannya beban dakwah ini dengan timbangan Iman, bukan dengan perasaan dan logika manusia semata, sehingga sesuatu yang dianggap berat di sisi manusia menjadi ringan saja jika menggunakan aqidah dan iman, dan sebaliknya sesuatu yang dianggap remeh di sisi manusia bisa jadi amat besar di sisi Allah Taala: ‫عَد ْنا َد‬ ِ‫سق ُبوا ََنهق ُ ا َهُةَئِّي اًنلا ا َوق ُها َو ن‬ َ ‫ح ا‬ ْ ‫عَد ْل ٌم ا َوا َت َد‬ ِ‫س ا َلق ُكَد ْم نِبنِه ن‬ َ ‫ن نِبا َأَد ْفا َوانِهق ُكَد ْم ا َملا ا َلَد ِْي ا‬ َ ‫سا َننِتق ُكَد ْم ا َوا َتق َُقوق ُلو ا‬ ِ‫نِإَد ْذ ا َتا َليِنَّقَد ْوا ََنق ُه نِبا َأَد ْل ن‬ ‫ظِي ٌم‬ ِ‫ع ن‬ َ ‫َلل ا‬ ّ‫ا نِيِن‬ “Kamu menganggapnya sesuatu yang ringan saja padahal ia di sisi Allah dosanya adalah amat besar.”(An-Nur:15) 2. Tiada tugas dakwah yang berat bersama keimanan seorang kader, dan tiada tugas dakwah yang ringan jika bersama kemunafikan: َ ‫حنِلق ُفو ا‬ ‫ن‬ ْ ‫سا َِي َد‬ َ ‫ُشيِنَّقق ُة ا َو ا‬ ّ‫عا َلَد ِْينِهق ُم ال َق‬ َ ‫ت ا‬ ْ ‫ن ا َبق ُعا َد َد‬ ْ ‫ك ا َوا َلنِك َد‬ َ ‫ليِنّتا َبق ُعو ا‬ َ ‫ص اًدا ا‬ ِ‫سا َف اًرا ا َقلا ن‬ َ ‫ضلا ا َقنِرني اًبلا ا َو ا‬ ً‫عا َر ا‬ َ ‫ن ا‬ َ ‫ا َلَد ْو ا َكلا ا‬ َ ‫َلل ا َنيَد ْعا َلق ُم نِإيِنَّنق ُهَد ْم ا َلا َكلانِذق ُبو ا‬ ‫ن‬ ّ‫سق ُهَد ْم ا َوا ق ُيِن‬ َ ‫ن ا َأَد َْنق ُف ا‬ َ ‫جا َنلا ا َما َعق ُكَد ْم ق ُنيَد ْهنِلق ُكو ا‬ ْ ‫خا َر َد‬ َ ‫طَد ْعا َنلا ا َل ا‬ َ ‫سا َت ا‬ ْ ‫َلل ا َلنِو ا َد‬ ّ‫نِبلا نِيِن‬ “Seandainya yang kamu serukan itu keuntungan yang cepat dan perjalanan yang dekat saja pastilah mereka semua 2



mengikutimu, tetapi tempat yang kamu tuju itu terasa amat jauhnya oleh mereka.” (At-Taubah:42) ْ ‫حا َبق ُه ا َونِمَد ْنق ُهَد ْم ا َم َد‬ ‫ن‬ ْ ‫ض ى ا ََن َد‬ َ ‫ن ا َق ا‬ ْ ‫عا َلَد ِْينِه ا َفنِمَد ْنق ُهَد ْم ا َم َد‬ َ ‫َلل ا‬ ّ‫علاا َهق ُدوا ا ا َيِن‬ َ ‫صا َدق ُقوا ا َملا ا‬ َ ‫ل ا‬ ٌ ‫جلا‬ َ ‫ن نِر ا‬ َ ‫ن اَد ْلق ُمَد ْؤنِمنِنِي ا‬ َ ‫نِم ا‬ ً‫ظق ُر ا َوا َملا ا َبيِنّدق ُلوا ا َتَد ْبنِدني ا‬ ‫ل‬ ِ‫ا َنيَد ْنا َت ن‬ “Dan di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati janjinya kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka adapula yang menunggu-nunggu tetapi mereka tidak sedikit pun mengubah janjinya.”(Al-Ahzab:23) 3. Tujuan seorang kader yang benar dalam dakwahnya adalah mardhatillah dalam melaksanakan kewajiban dakwahnya, tidak peduli apapun yang diminta oleh Sang Pemilik kita: ‫عا َل ى‬ ْ ‫ل َد‬ ْ ‫جنِه ا َرُةَئّبنِه ا ا ََد‬ ْ ‫ل اَد ْبنِتا َغلاا َء ا َو َد‬ ّ‫ن نَِنَد ْعا َمٍة ق ُتجَد ْا َز ى نِإ يِن‬ ْ ‫عَد ْنا َدق ُه نِم َد‬ ِ‫حٍد ن‬ َ ‫ل ا‬ ِ‫ا َوا َملا ا َن‬ “Padahal tiada seorang pun yang memberikan suatu nikmat kepadanya sehingga harus dibalasnya, tetapi ia memberikan itu semata-mata karena mencari keridhaan RABB-nya Yang Maha Tinggi.” (Al-Lail:19-20) ‫شق ُكو اًرا‬ ُ ‫ل ق‬ َ ‫جا َزا اًء ا َو ا‬ َ ‫ل ق َُننِرنيق ُد نِمَد ْنق ُكَد ْم ا‬ َ ‫َلل ا‬ ّ‫جنِه ا نِيِن‬ ْ ‫طنِعق ُمق ُكَد ْم نِلا َو َد‬ ْ ‫نِإيِنَّنا َملا ق َُن َد‬ “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu ini hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih.”(Al-Insan:9) 4. Sebaliknya tujuan seorang munafik adalah agar amalnya terlihat oleh manusia, sementara ia selalu berusaha menghindari tugas-tugas yang tidak kelihatan orang lain, memberatkan dan tidak disukainya:



3



‫سلاا َل ى‬ َ ‫لةنِ ا َقلاق ُموا ق ُك ا‬ َ ‫َص ا‬ ّ‫عق ُهَد ْم ا َونِإا َذا ا َقلاق ُموا نِإا َل ى ال يِن‬ ُ ‫خلانِد ق‬ َ ‫َلل ا َوق ُها َو ا‬ ّ‫ن ا ا َيِن‬ َ ‫عو ا‬ ُ ‫خلانِد ق‬ َ ‫ن ق ُني ا‬ َ ‫ن اَد ْلق ُما َنلانِفنَِقِي ا‬ ّ‫نِإ يِن‬ ً‫ل ا َقنِلِي ا‬ ‫ل‬ ّ‫َللا َ نِإ يِن‬ ّ‫ن ا يِن‬ َ ‫ل ا َنيَد ْذق ُكق ُرو ا‬ َ ‫س ا َو ا‬ َ ‫ن اليِنّنلا ا‬ َ ‫ق ُنيا َراق ُءو ا‬ “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (bermaksud) menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas dan riya’ di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka berdzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali.”(An-Nisa:142) ْ ‫َلل نِمنَد‬ ّ‫ن ا َلق ُكَد ْم ا َقَد ْد ا ََنيِنّبا َأا ََنلا ا ق ُيِن‬ َ ‫ن ق َُنَد ْؤنِم ا‬ ْ ‫ل ا َتَد ْعا َتنِذق ُروا ا َل َد‬ َ ‫ل ا‬ ْ ‫جَد ْعق ُتَد ْم نِإا َلَد ِْينِهمَد ْ ق ُق َد‬ َ ‫ن نِإا َلَد ِْيق ُكَد ْم نِإا َذا ا َر ا‬ َ ‫ا َنيَد ْعا َتنِذق ُرو ا‬ ‫ُشا َهلاا َدنِة ا َفق ُِيا َنُةَئّبق ُئق ُكَد ْم‬ ّ‫ب ا َوال يِن‬ ِ‫علانِلنِم اَد ْلا َغَد ِْي ن‬ َ ‫ن نِإا َل ى ا‬ َ ‫سوق ُلق ُه ق ُثيِنّم ق ُتا َرَقّدو ا‬ ُ ‫عا َما َلق ُكَد ْم ا َوا َر ق‬ َ ‫َلل ا‬ ّ‫سا َِيا َر ى ا ق ُيِن‬ َ ‫خا َبلانِرق ُكَد ْم ا َو ا‬ ْ ‫ا َأ َد‬ َ ‫نِبا َملا ق ُكَد ْنق ُتَد ْم ا َتَد ْعا َمق ُلو ا‬ ‫ن‬ “Mereka mengemukakan uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka dari berperang. Katakanlah: Janganlah kalian mengatakan uzur , kami tidak percaya lagi kepadamu, karena Allah telah memberitahukan pada kami beritamu yang sebenarnya.” Demikianlah wahai ikhwah ash shadiq wa akhawat ash shadiqah, kematangan tarbiyah ini tersirat dalam ayat yang kita bahas yaitu dalam ayat ke-30 dari surah Fushshilat (2 ayat sebelum ayat di atas) yang ditunjukkan dengan terbentuknya aqidah yang shahih yaitu menyatakan bahwa 1] ‫َللمم‬ ّ‫]ا َرَقّبا َنمملا ا ق ُيِن‬, lalu istiqamah[2] dalam hal tersebut sampai wafat[3] dan jaminan akan dimasukkan ke dalam Jannah Allah Taala[4]. Berkata Sayyid Quthb rahimahullah, “Istiqamah dalam ayat ini bermakna dalam perasaannya ke dalam dan dalam perilakunya ke luar, istiqamah dan bersabar dalam istiqamah tersebut, adalah sebuah hal yang berat dan sulit, sehingga barangsiapa yang mampu melakukannya akan mendapatkan pahala yang besar, yakni turunnya malaikat menghiburnya saat menjelang kematian, pernyataan kasih-sayang mereka, persahabatan mereka dan kabar gembira dari mereka dengan Jannah, dan diakhiri dengan bahwa semua kabar gembira itu disampaikan dari Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepadamu. 4



Maka nikmat mana lagi yang lebih besar dari nikmat ini?”[5] 2. Memiliki Basis Sosial Yang Kuat Hal kedua yang dilakukan oleh harakah Islam adalah membangun al-mihwar asy-sya’biy, yaitu membentuk basis sosial yang kuat di masyarakat melalui dakwahnya, baik di tempat tinggalnya maupun dimana pun dia berada. ini dicirikan oleh ayat ke-33 di atas melalui makna 6] ‫َللمم‬ ّ‫عمملا نِإا َلمم ى ا نِيِن‬ َ ‫ن ا َد ا‬ ْ ‫]نِميِنّممم َد‬, yaitu dengan segala kegiatan dakwah yang dilakukannya. Maka bagaimana bisa disebut seorang kader, jika masyarakat di daerah tersebut tidak berubah dengan dakwahnya.? Bahkan –naudzubillah- ia bahkan tidak dikenal sama sekali di tempatnya.? Lalu bagaimana kelak ia jika di Yaumil Qiyamah kelak dihadapkan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits shahih tentang tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh ‫جلانِر نِذ ي‬ َ ‫اَد ْل ا‬ ِ‫جق ُن ن‬ ‫ب‬ ُ ‫جلانِر اَد ْل ق‬ َ ‫( اَد ْلق َُقَد ْرا َب ى ا َواَد ْل ا‬An-Nisa:36) Selain di daerah sekitarnya, iapun hendaknya pandai bergaul dan merangkul orang ke pangkuan dakwahnya, karena Nabi SAW bersabda: “Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaqnya” (H.R. Bukhari Muslim) Artinya kebaikan budi pekerti seseorang merupakan ciri orang terbaik dalam syariah, baik budi pekertinya kepada manusia maupun tentunya budi pekertinya kepada Allah Taala. Dalam hadits lainnya disebutkan: “Orang mukmin itu mudah akrab dan mudah diakrabi, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa akrab dan tidak bisa diakrabi.”[7] Jadi pandai bergaul, mudah akrab, cepat menarik simpati dalam berinteraksi, sepanjang dilakukan dengan menetapi adab-adab syar’iyah dan tidak 5



melanggar larangan berinteraksi dengan orang lain, maka semua itu adalah tanda kebaikan seorang muslim di sisi Allah Taala. Dalam hadits lainnya disebutkan: “Manusia yang paling dicintai Allah Taala adalah yang paling bermanfaat di antara mereka, dan amal yang paling dicintai Allah Taala adalah membuat muslim lainnya bergembira, atau menghilangkan kesulitannya, atau melunasi utangnya, atau mengenyangkan laparnya, dan sungguh seorang muslim itu berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya muslim itu lebih dicintai Allah Taala daripada i’tikaf sebulan di masjidku ini, barangsiapa yang menahan marahnya maka Allah Taala akan menutupi aibnya, dan barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melampiaskan amarahnya maka Allah Taala akan memenuhi hatinya di Hari Kiamat kelak dengan harapan, dan barangsiapa yang berjalan memenuhi kebutuhan saudaranya sampai sempurna terpenuhi kebutuhannya maka Allah Taala akan meneguhkan berdirinya pada Hari dimana tersungkur kaki-kaki manusia di akhirat, dan ketahuilah bahwa keburukan akhlaq itu menghancurkan amal kalian sebagaimana cuka menghancurkan madu.” (H.R. At-Thabari dalam Al-Kabir, III/209; Ibnu Asakir dalam At-Tarikh, XVIII/1; di-shahih-kan oleh Albani dalam Ash-Shahihah, II/608) Demikianlah seorang kader tidak pernah bersikap sombong dan senantiasa penuh pengertian dan kelembutan kepada semua orang, karena mereka ingat ketika Nabi mereka telah menjadi penguasa Arab, dan seorang Arab Badui dibawa ke hadapannya dengan tubuh gemetar ketakutan maka beliau SAW bersabda, “Tenangkan dirimu, aku ini bukanlah Raja, aku ini hanya anak seorang wanita Quraisy, yang biasa makan daging kering.” (H.R. Ibnu Majah, Ibnu Sa’ad, AlHakim dan Al-Haitsami) 6



3. Melakukan Ekspansi ke Semua Lini Berikutnya adalah membentuk al-mihwar al-mu’assasi, yang dalam ayat ke-34 di atas disebutkan secara tersirat sebagai sikap: Membalas kejahatan dengan kebaikan, berdiplomasi dengan cara yang terbaik, sehingga bahkan bisa membuat musuh kita menjadi teman setia. Perlu ditegaskan di sini bahwa politik dan dakwah tidak bisa dipisahkan, bahkan turunnya syariat tertinggi dalam Islam yaitu shalat, salah satu bentuknya –yaitu shalat Khaufadalah karena sebab urusan politik (peperangan). Nabi SAW menunaikan shalat di tengah-tengah pertempuran bersama para sahabatnya di daerah Asfan[8], yaitu ketika beliau SAW mengetahui posisi kaum musyrikin di bawah pimpinan Khalid bin Walid sudah amat dekat dengan mereka[9]. Dalam kitab Al-Imta’ ada tambahan sebagai berikut[10]: Saat pasukan Khalid sampai ke dekat posisi kaum muslimin, maka ia menempati posisi antara kaum muslimin & arah Kiblat, saat datang waktu shalat Zhuhur maka seluruh kaum muslimin melakukan shalat berjamaah di belakang Nabi SAW, setelah selesai mereka kembali menempati posisinya, maka berkatalah Khalid dalam hatinya, “Sungguh mereka tadi lalai, jika kita serang tadi, niscaya mereka akan dapat dikalahkan.” Saat tiba waktu shalat Ashar -karena bagi kaum muslimin shalat lebih mereka cintai dari nyawa mereka dan anak-anak mereka- maka mereka semua bersiap akan shalat, lalu datanglah Jibril membawa ayat 102 surat An-Nisa sehingga mereka melakukan shalat dengan aturan shalat Khauf, melihat perubahan cara tersebut berkatalah Khalid dalam hatinya, “Tahulah aku bahwa orang-rang ini ada pembelanya, karena siapakah yang memberi tahu orangorang ini tentang taktik yang aku baru rencanakan dalam hatiku untuk menyergap mereka saat mereka lalai?” 4. Memimpin Negara dan Dunia 7



Terakhir adalah membangun al-mihwar ad-daulah, dimana para kader dakwah dipersiapkan untuk memimpin di semua bidang kehidupan, menjadi khalifah Allah di muka bumi, memimpin dunia dengan keadilan dan membawa manusia menuju kesejahteraan dunia dan akhirat. Dalam ayat ke-35 di atas dicirikan dengan ciri bahwa tsabat dan istimrar dalam berdakwah yang hanya dimiliki orangorang yang sabar, dan dalam ayat ini disebutkan sebagai akan mendapatkan kemuliaan yang amat besar, baik di dunia maupun di akhirat. 1. Menjaga orisinalitas ajaran Islam: َ ‫ن نِم ا‬ ‫ن‬ ّ‫ل ا َتق ُكوا ََن يِن‬ َ ‫ك ا َو ا‬ َ ‫ع نِإا َل ى ا َرُةَئّب ا‬ ُ ‫ك ا َواَد ْد ق‬ َ ‫ت نِإا َلَد ِْي ا‬ ْ ‫َلل ا َبَد ْعا َد نِإَد ْذ ق ُأَد َْننِزا َل َد‬ ّ‫ت ا نِيِن‬ ِ‫ن ا َآا َنيلا ن‬ ْ ‫ع َد‬ َ ‫ك ا‬ َ ‫َصَقّديِنَّن ا‬ ُ ‫ل ا َني ق‬ َ ‫ا َو ا‬ ‫ُشنِرنِكِين‬ ْ ‫اَد ْلق ُم َد‬ “Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari menyampaikan ayat-ayat Allah setelah ayat-ayat itu diturunkan padamu, dan serulah mereka ke jalan RABB-mu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang musyrik.”(Al-Qashas:87) 2. Mengembalikan ibadah para hamba Allah kepada Allah, yang seharusnya diibadahi dalam setiap aspek kehidupan mereka, setelah sekian lama mereka disibukkan kepada selain-NYA. ‫ك نِبنِه‬ َ ‫ُشنِر ا‬ ْ ‫ل ق َُن َد‬ َ ‫َلل ا َو ا‬ ّ‫ل ا ا َيِن‬ ّ‫ل ا ََنَد ْعق ُبا َد نِإ يِن‬ ّ‫سا َواٍء ا َبَد ِْيا َنا َنلا ا َوا َبَد ِْيا َنق ُكَد ْم ا َأ يِن‬ َ ‫ب ا َتا َعلاا َلَد ْوا نِإا َل ى ا َكنِلا َمٍة ا‬ ِ‫ل اَد ْلنِكا َتلا ن‬ َ ‫ل ا َنيلا ا َأَد ْه ا‬ ْ ‫ق ُق َد‬ ‫شا َهق ُدوا نِبا َأيِنَّنلا‬ ْ ‫ن ا َتا َويِنّلَد ْوا ا َفق َُقوق ُلوا ا َد‬ ْ ‫َلل ا َفنِإ َد‬ ّ‫ن ا نِيِن‬ ِ‫ن ق ُدو ن‬ ْ ‫ضلا ا َأَد ْرا َبلا اًبلا نِم َد‬ ً‫ضا َنلا ا َبَد ْع ا‬ ُ ‫خا َذ ا َبَد ْع ق‬ ِ‫ل ا َنييِنّت ن‬ َ ‫شَد ِْي اًئلا ا َو ا‬ َ ‫ا‬ َ ‫سنِلق ُمو ا‬ ‫ن‬ ْ ‫ق ُم َد‬ “Katakanlah: Wahai para ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang sama di antara kami dan kalian, yaitu agar kita tidak beribadah selain kepada Allah saja dan agar kita tidak menyekutukan-NYA sedikitpun, dan agar tidak pula kita menjadikan sebagian yang lain sebagai ILAH selain Allah. Dan jika mereka tetap 8



berpaling, katakanlah: Saksikan bahwa kami adalah orang yang berserah diri kepada Allah.”(Ali Imran:64) 3. Mengembalikan apa-apa yang hilang dari kaum muslimin, baik berupa ‘harga-diri’ serta ‘kehormatan’ akibat mereka (kaum muslimin) meninggalkan amanah Allah dan tongkat kekhalifahan-nya atas umat manusia. ‫عا َل ى‬ َ ‫َلل ا‬ ّ‫شَد ِْي اًئلا ا َوا ق ُيِن‬ َ ‫ضَقّروق ُه ا‬ ُ ‫ل ا َت ق‬ َ ‫غَد ِْيا َرق ُكَد ْم ا َو ا‬ َ ‫ل ا َقَد ْو اًملا ا‬ ْ ‫سا َتَد ْبنِد َد‬ ْ ‫عا َذا اًبلا ا َأنِلِي اًملا ا َوا َني َد‬ َ ‫ل ا َتَد ْننِفق ُروا ق ُنيا َعُةَئّذَد ْبق ُكَد ْم ا‬ ّ‫نِإ يِن‬ ‫ يٍء ا َقنِدني ٌر‬ ْ ‫ش َد‬ َ ‫ل ا‬ ّ‫ق ُك ُةَئ‬ “Jika kalian tidak berangkat untuk berjihad, maka nanti Allah akan menyiksa kalian dengan adzab yang pedih, dan digantinya kalian dengan kaum yang lain, dan kalian tidak memudaratkan Allah sedikit pun. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(At-Taubah:39) ‫ك نِبا َملا‬ َ ‫ن ا َمَد ْرا َنيا َم ا َذنِل ا‬ ِ‫س ى اَد ْب ن‬ َ ‫عِي ا‬ ِ‫ن ا َداق ُووا َد ا َو ن‬ ِ‫سلا ن‬ َ ‫عا َل ى نِل ا‬ َ ‫ل ا‬ َ ‫سا َرانِئِي ا‬ ْ ‫ن ا َبنِن ي إنِ َد‬ ْ ‫ن ا َكا َفق ُروا نِم َد‬ َ ‫ن ايِنّلنِذني ا‬ َ ‫ق ُلنِع ا‬ َ ‫س ا َملا ا َكلاق َُنوا ا َنيَد ْفا َعق ُلو ا‬ ‫ن‬ َ ‫ن ق ُمَد ْنا َكٍر ا َفا َعق ُلوهق ُ ا َلنِبَد ْئ ا‬ ْ ‫ع َد‬ َ ‫ن ا‬ َ ‫ل ا َنيا َتا َنلاا َهَد ْو ا‬ َ ‫ن ا َكلاق َُنوا ا‬ َ ‫َصَد ْوا ا َوا َكلاق َُنوا ا َنيَد ْعا َتق ُدو ا‬ َ ‫ع ا‬ َ ‫ا‬ “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israel melalui lisan Daud dan Isa bin Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak saling melarang tindakan munkar yang mereka lakukan. Sungguh amat buruklah apa yang selalu mereka lakukan itu.”(Al-Maidah:78-79) ‫ل ا َأا َتَد ِْيا َنلاق ُهَد ْم نِبنِذَد ْكنِرنِهَد ْم‬ ْ ‫ن ا َب َد‬ ّ‫ن نِفِينِه يِن‬ ْ ‫ض ا َوا َم َد‬ ُ ‫لَد ْر ق‬ ْ ‫ت ا َوا ا ََد‬ ُ ‫سا َما َوا ق‬ ّ‫ت ال يِن‬ ِ‫سا َد ن‬ َ ‫ُق ا َأَد ْها َواا َءق ُهَد ْم ا َلا َف ا‬ ّ‫ح َق‬ َ ‫ا َوا َلنِو ايِنّتا َبا َع اَد ْل ا‬ َ ‫ضو ا‬ ‫ن‬ ُ ‫ن نِذَد ْكنِرنِهَد ْم ق ُمَد ْعنِر ق‬ ْ ‫ع َد‬ َ ‫ا َفق ُهَد ْم ا‬ “Andaikan kebenaran itu adalah menurut hawa nafsu mereka, pasti binasalah seluruh langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya.”(Al-Mu’minun:71) 4. Mengembalikan kejayaan kaum muslimin, melalui ketinggian iman, sehingga melampaui dan mengungguli kerendahan moral umat lainnya. 9



َ ‫ن ق ُكَد ْنق ُتَد ْم ق ُمَد ْؤنِمنِنِي ا‬ ‫ن‬ ْ ‫ن نِإ َد‬ َ ‫عا َلَد ْو ا‬ ْ ‫ل َد‬ ْ ‫حا َزق َُنوا ا َوا َأَد َْنق ُتق ُم ا ا ََد‬ ْ ‫ل ا َت َد‬ َ ‫ل ا َتنِهق ُنوا ا َو ا‬ َ ‫ا َو ا‬ “Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman.”(Ali Imran:139) َ ‫جو ا‬ ‫ن‬ ُ ‫ن ا َوا َتَد ْر ق‬ َ ‫ن ا َكا َملا ا َتَد ْأا َلق ُمو ا‬ َ ‫ن ا َفنِإيِنَّنق ُهَد ْم ا َنيَد ْأا َلق ُمو ا‬ َ ‫ن ا َتق ُكوق َُنوا ا َتَد ْأا َلق ُمو ا‬ ْ ‫ل ا َتنِهق ُنوا نِف ي اَد ْبنِتا َغلانِء اَد ْلا ََقَد ْونِم نِإ َد‬ َ ‫ا َو ا‬ ‫حنِكِي اًملا‬ َ ‫عنِلِي اًملا ا‬ َ ‫َلل ا‬ ّ‫ن ا ق ُيِن‬ َ ‫ن ا َوا َكلا ا‬ َ ‫جو ا‬ ُ ‫ل ا َنيَد ْر ق‬ َ ‫َلل ا َملا ا‬ ّ‫ن ا نِيِن‬ َ ‫نِم ا‬ “Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka. Jika menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan pula sebagaimana kemu menderitanya, sedang kamu mengharap (pahala) dari Allah yang mereka tidak mengharapkannya. Dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(An-Nisa:104) 5. Berdakwah tersebut merupakan pemenuhan kewajiban syar’i. ٌ ‫عا َذا‬ ‫ب‬ َ ‫ك ا َلق ُهَد ْم ا‬ َ ‫ت ا َوق ُأوا َلنِئ ا‬ ُ ‫جلاا َءق ُهق ُم اَد ْلا َبُةَئِّيا َنلا ق‬ َ ‫ن ا َبَد ْعنِد ا َملا ا‬ ْ ‫خا َتا َلق ُفوا نِم َد‬ ْ ‫ن ا َتا َفيِنّرق ُقوا ا َوا َد‬ َ ‫ل ا َتق ُكوق َُنوا ا َكلايِنّلنِذني ا‬ َ ‫ا َو ا‬ ‫ظِي ٌم‬ ِ‫ع ن‬ َ ‫ا‬ “Dan hendaklah ada di antaramu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung.” (Ali Imran:105) َ ‫خق ُذو ا‬ ‫ن‬ ُ ‫ب ا َنيَد ْأ ق‬ ٌ ‫حلا‬ َ ‫ص ا‬ ْ ‫ن ا َوا َأ َد‬ َ ‫حا َوانِرَقّنيو ا‬ َ ‫ن ق ُأيِنّمنِتنِه ا‬ ْ ‫ن ا َلق ُه نِم َد‬ َ ‫ل ا َكلا ا‬ ّ‫َلل نِف ى ق ُأيِنّمٍة ا َقَد ْبنِل ى نِإ يِن‬ ّ‫ ى ا َبا َعا َثق ُه ا ق ُيِن‬ ّ ‫ن ا ََننِب َع‬ ْ ‫ا َملا نِم َد‬ َ ‫ن ا َملا لا َ ا َنيَد ْفا َعق ُلو ا‬ ‫ن‬ َ ‫ف ا َنيق َُقوق ُلو ا‬ ٌ ‫خق ُلو‬ ُ ‫ن ا َبَد ْعنِدنِهَد ْم ق‬ ْ ‫ف نِم َد‬ ُ ‫ن نِبا َأَد ْمنِرنِه ق ُثيِنّم نِإيِنَّنا َهلا ا َتخَد ْق ُل ق‬ َ ‫سيِنّننِتنِه ا َوا َنيَد َْقا َتق ُدو ا‬ ُ ‫نِب ق‬ ‫سلانَِننِه ا َفق ُها َو‬ َ ‫جلاا َها َدق ُهَد ْم نِبنِل ا‬ َ ‫ن ا‬ ْ ‫ن ا َوا َم َد‬ ٌ ‫جلاا َها َدق ُهَد ْم نِبا َِينِدنِه ا َفق ُها َو ق ُمَد ْؤنِم‬ َ ‫ن ا‬ ْ ‫ن ا َفا َم َد‬ َ ‫ل ق ُنيَد ْؤا َمق ُرو ا‬ َ ‫ن ا َملا ا‬ َ ‫ا َوا َنيَد ْفا َعق ُلو ا‬ ٍ ‫خَد ْرا َد‬ ‫ل‬ َ ‫حيِنّبق ُة ا‬ َ ‫ن ا‬ ِ‫إلنيا َملا ن‬ ِ‫ن ا ن‬ َ ‫ك نِم ا‬ َ ‫س ا َوا َراا َء ا َذنِل ا‬ َ ‫ن ا َوا َلَد ِْي ا‬ ٌ ‫جلاا َها َدق ُهَد ْم نِبا ََقَد ْلنِبنِه ا َفق ُها َو ق ُمَد ْؤنِم‬ َ ‫ن ا‬ ْ ‫ن ا َوا َم َد‬ ٌ ‫ق ُمَد ْؤنِم‬ “Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah seorang Nabi-pun yang diutus oleh Allah Taala sebelumku, melainkan ada di antara umatnya para penolong dan sahabat yang mengambil sunnahnya dan 10



melaksanakan perintahnya, lalu umat tersebut digantikan setelahnya oleh orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan, maka barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya maka dia mukmin, dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan hatinya maka iapun mukmin dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan lisannya maka mereka pun mukmin dan tiada lagi keimanan tanpa salah satu dari ketiga perbuatan itu walaupun sebesar biji Sawi.” (H.R. Muslim) Wallahu a’lam bis shawab



Shidqul Intima (Menjadi Anggota Jamaah Yang Sebenarnya) Posted By Al-Ikhwan.net On 19 Desember 2008 @ 07:24 In Risalah Nukhbawiyah | No Comments Shidqul intima sama dengan menolong dakwah dan menjaga fikrah sama dengan menjadi anggota jamaah yang sebenarnya Oleh: Isma’il Hamid Perkumpulan ataukah Jamaah? “Sesungguhnya tidak ada Islam tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa kepemimpinan dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan”. Sebuah hakikat abadi yang dikumandangkan dan digemakan oleh Umar Al-Faruq RA semenjak 1400 tahun yang lalu. Melalui hakikat ini beliau menetapkan bahwa Islam tidak dapat tegak kecuali melalui 11



sebuah jamaah yang memikulnya, menyeru kepadanya, membelanya dan berjihad di jalannya. Dengan pernyataan ini al-Faruq mengukuhkan –tanpa ada ruang keraguan sedikit pun- bahwa terdapat perbedaan besar antara tajammu’ (perkumpulan) dan jama’ah. Perbedaan di antara keduanya sangatlah jauh. Tajammu’ : • Berdiri dan bubar berdasarkan pendapat, kesenangan dan keinginan personal, • Tidak ada nizham yang mengikatnya, •



Tidak ada pula kaidah-kaidah yang mengatur pergerakannya.







Setiap orang memiliki pendapat dan kepribadiannya secara mandiri.



Sedangkan jama’ah memiliki: • Nizham dan manhaj hayah, • Rencana strategis, sasaran taktis, •



Nizham idari, jenjang organisasi, dan jalur komando,







Laihah, dan qanun,







Program dan instrumen kerja



Sangat teringat kalimat-kalimat ini dengan seluruh makna dan konotasi tarbawinya saat saya mengikuti berbagai hal yang diucapkan dan ditulis di sana sini, ini dan itu tentang program Partai Ikhwanul Muslimin, serta buntut dari semua ini yang berupa berbagai pernyataan. Sikap-sikap dan peristiwa-peristiwa ini serta hal-hal lainnya termasuk sarana tarbiyah bagi Ikhwan yang sangat kuat, sebab tarbiyah mempergunakan mawaqif (sikap) merupakan pelindung dari berbagai kehancuran. Tarbiyah seperti ini dapat memberikan tsabat terhadap hati yang faham (sadar), meluruskan jalan 12



bagi yang guncang, dan menegakkan hujjah bagi yang meragukan. Syahwat ataukah Syubhat? Tahapan dakwah pada marhalah manapun tidak pernah kosong dari dualisme permusuhan abadi terhadap berbagai rencana musuh-musuh Islam. Catatan sejarah penuh dengan berbagai konspirasi mereka, adakalanya dalam bentuk upaya melakukan pengrusakan dengan menebar berbagai syahwat di satu sisi, atau terkadang pula dengan cara menebar berbagai syubhat di saat yang lain. Akibat dari hal ini, tahapan dakwah yang manapun tidak pernah sepi dari musyakkikin (para penebar keraguan), mutsabbithin (para penggembos semangat dan pembongkar ketegaran), dan mudzabdzibin (penebar sikap bermuka dua) terhadap barisan muslim dari dalamnya. Hakikat Al-Qur’an pun menegaskan hal ini, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan di antara kamu terdapat ‘telinga-telinga’ bagi mereka” (AtTaubah: 41). Hakikat Al-Qur’an ini memberi peringatan kepada barisan muslin agar tidak merespon rencana-rencana para musuh. Bahkan Al-Qur’an mengingatkan bahwa urusan ini bisa sampai ke tingkat terjerumus kepada hal yang dilarang, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong adalab kelompok dari kamu sendiri” (An-Nur: 11). Dan sangat mungkin masalahnya bisa berkembang sampai ke tingkat melupakan al-ghayah (tujuan). Allah SWT berfirman: “Di antara kamu ada orang-orang yang menginginkan dunia dan di antara kamu ada yang menginginkan akhirat” (Ali Imran: 152) Imam Al-Banna sangat memahami hakikat ini, karenanya beliau berkata: “Betapa banyak orang-orang yang ada di dalam (organisasi) kita, padahal mereka bukan bagian dari kita, dan betapa banyak orang-orang kita yang tidak ada bersama kita”!! Beliau pun meminta Ikhwan untuk 13



memperhatikan bahaya urusan ini dan akibatnya yang sangat fatal. Beliau juga menekankan pentingnya melakukan pengawasan terhadap barisan serta membersihkannya dari orang-orang lemah. Beliau berkata: “Jika ada di tengahtengah kamu orang yang sakit hatinya, cacat tujuannya, tersembunyi keinginannya, dan cacat masa lalunya, maka keluarkanlah mereka dari dalam barisan kalian, sebab orang seperti ini menjadi penghalang rahmat dan penutup taufiq Allah SWT”. Emosi ataukah Akal “Kekanglah lompatan-lompatan emosi dengan nalar akal, dan terangi cahaya akal dengan bara emosi, kekang khayalan yang ada dengan kebenaran hakikat dan realita, ungkap berbagai hakikat dalam sorotan khayalan yang memukau dan berkilau, dan janganlah seluruh kecenderungan diikuti, sebab ia akan menjadikannya seperti tergantung (tidak membumi dan tidak pula melangit”. Ini adalah kata-kata abadi yang ditaujihkan oleh Imam AlBanna rahimahullah kepada para ikhwan. Taujih ini dimaksudkan untuk: •











Mendisiplinkan barisan muslim agar tidak terjadi inhiraf dalam pemahaman, pemikiran ataupun perilaku. Merealisasikan fokus tawazun dan i’tidal (moderasi) dalam manhajiyyatut-tafkir al-ikhwani (metodologi berfikir Ikhwan). Menjaga barisan agar tidak dipermainkan oleh berbagai emosi yang meluap nan membara atau akal pikiran yang bernalar dengan gaya para filosof.



Jadi, jangan ada dominasi akal atas emosi dan jangan ada permainan perasaan yang mendominasi pemikiran. Jadi, 14



taujih ini adalah pandangan yang obyektif, berimbang, moderat, dan bimbingan dari seorang panglima yang menjadi muassis, semoga Allah SWT merahmatinya. Hawa Nafsu ataukah Prinsip? “Hati-hati terhadap segala bentuk hawa yang diberi nama dengan selain Islam”. Sebuah isyarat peringatan yang ditaujihkan oleh Maemun bin Muhran rahimahullah kepada semua orang yang tertarik oleh manisnya hawa dan enaknya pendapat, dan kita dapati pemandu perjalanan mengingatkan kita dengan kekhasan ini, kenapa Imam Al-Banna menulis Ushul ‘Isyrin?! Dan untuk siapa beliau menulisnya? Dan begitu pentingkah sehingga beliau menempatkannya sebagai rukun pertama dari rukun-rukun bai’at?! Dan datangnya jawaban dari seorang pemberi nasihat yang terpercaya: Sungguh, Ushul ‘Isyrin telah menjadi –dan akan terus menjadi• •



Benang tenun yang menjaga jamaah dan para anggotanya dari inhiraf, Bendungan yang kokoh dalam menghadapi berbagai pen-takwil-an yang salah dalam memahami Islam,







Penjaga barisan supaya tidak mengikuti zhan (persangkaan, dugaan) dan segala yang disenangi oleh jiwa,







Patokan bagi setiap pergerakan, perbuatan dan pernyataan Ikhwan di sana sini.



Imam Al-Banna menulis Ushul ‘Isyrin ini ini: 1. Dalam rangka kesatuan pemikiran, gerakan dan manhaj tarbawi bagi Jama’ah di tengan berbagai badai, 15



2. Agar tidak muncul berbagai madrasah pemikiran atau “jama’ah-jama’ah” yang menyusup ke tengahtengah Jamaah, 3. Untuk tidak memberi toleransi terhadap adanya pemikiran yang menyusup atau gagasan yang kontradiksi –dikarenakan adanya emosi yang meluap atau penggampangan yang tendensius- yang bermaksud meng-infiltrasi barisan, 4. Untuk menjaga jama’ah agar tetap berada di atas garis tarbawi dan da’awi yang orisinil, menepis berbagai kotoran dan upaya-upaya penumpangan terhadapnya, 5. Dan pada akhirnya agar menjadi rujukan saat terjadi ikhtilaf (perbedaan) atau saat munculnya satu bentuk inhiraf, sebab Ushul ‘Isyrin dapat membantu penyelamatan amal, dan implementasi yang baik yang akan menjaga Jama’ah dan anggotanya dari berbagai keterplesetan Orang-Orang yang Muncul di Permukaan ataukah Tersembunyi Sepanjang sejarah Jama’ah seluruhnya, belum pernah terjadi perpecahan barisan atau inhiraf dari tujuan dan orientasi dikarenakan adanya suara yang tinggi, dan belum pernah pula terjadi berbagai macam move dan ketokohan di dalam Jama’ah kecuali bagi mereka yang terdepan dan bersifat shidq, serta terealisir untuk mereka, dengan mereka dan pada mereka shidqul wala’ wal intima’ (loyalitas dan merasa menjadi bagian yang benar) dari Dakwah yang diberkahi ini, semua tokoh Dakwah ini, marhalah ini dan seluruh marhalah yang ada adalah Ikhwan yang shadiqun dari Ikhwan alMuslimin, yang:



16



• •



Mengimani ketinggian Dakwah mereka, kesucian fikrahi mereka, Bertekad dengan sebenarnya untuk hidup dengan Dakwah ini atau mati di jalannya.



Kepada Ikhwan yang seperti itulah yang mulia Mursyid ‘Am Syeikh Mahdi ‘Akif mengarahkan taujih-nya dalam risalahnya yang terakhir “Dan bagi mereka yang melihat bahwa dalam menjalani jalan dakwah ini terdapat peluang popularitas publik dan gemerlapnya para bintang, sungguh ia telah benar-benar merugi, sebab, para pelaku dakwah tidak melihat adanya balasan selain pahala Allah SWT jika mereka ikhlas, dan surga jika Allah SWT mengetahui bahwa dalam dirinya terdapat kebaikan, dan mereka itu beginilah adanya, orang-orang yang tersembunyi dari sisi tampilan publik, dan miskin dari sisi materi, kondisi mereka adalah men-tadh-hiyah-kan apa yang mereka miliki, dan memberikan apa yang ada di tangan mereka, harapan mereka adalah ridha Allah, dan Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”. Untuk lebih memperjelas urusan ini, beliau berkata: “dan supaya Ikhwan mengetahui bahwa tantangan terbesar yang menghadang mereka adalah: • •



17



Adanya upaya-upaya untuk memperlemah tekad kalian, Adanya tasykik (pemunculan keraguan) terhadap manhaj dan keagungan risalah kalian







Supaya para musuh kalian mendorong kalian pada posisi:







Putus asa yang menyebabkan duduk tidak mau bekerja, atau







Keraguan yang mencerai beraikan, atau







Dorongan emosi yang tanpa kendali”.



Tsawabit ataukah Mutaghayyirat? Allah SWT telah menjadikan dakwah Ikhwan berbeda dengan yang lainnya dalam hal adanya: • Ru’yah wadhihah (visi yang jelas), yang memungkinkannya untuk menyatukan Jamaah, baik sebagai qiyadah maupun individu dalam hal persepsi dan mafahim. • Ketegasan dalam berbagai posisi sulit dan pemilihan manhaj taghyir yang paling benar yang tegak di atas minhaj nubuwwah, serta •



Pemahaman terhadap perbedaan antara tsawabit dan mutaghayyirat dalam perjalanan amal Islami.



Jadi, ada perbedaan jelas: • Antara yang dini (agama) yang tsabit dan tsaqafi (wawasan, budaya) yang mutaghayyir • Antara tsawabit al-harakah dan mutaghayyirat alsiyasah Ia merupakan tsawabit al-’amal dalam dakwah kita. Darinya menjadi jelas sebagian dari kaidah-kaidah tanzhimi kita: • Siapa menyalahkan siapa? • Siapa meng-audit siapa? • Adakah anggota (person) hak menyalahkan Jamaah? Ataukah sebaliknya?! Perbedaan antara nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan kritik membangun yang diletakkan pada tempatnya yang benar di satu sisi dan antara memaksakan pendapat. Di manakah nasihat? Kapan diberikan? Dan apakah ia bersifat mulzimah (mengikat)? Instrumen pengambilan kebijakan; antara lingkaran syura dan lingkaran pengambilan keputusan, perbedaan antara 18



syura dan istisyarah, perbedaan antara syura terorganisir yang mulzimah dan istisyarah yang afawiyyah (tidak terorganisir), antara marhalah syura dan marhalah tanfidz, keseimbangan antara syura mulzimah dan qarar yang mulzim, dan perilaku minoritas terhadap qarar yang mulzim Membela ataukah Menjaga Shidqul intima’ wal wala’ (keanggotaan dan loyalitas yang benar) terhadap dakwah yang diberkahi ini, yang ada di dalam jiwa seorang akh yang shadiq, dikukur berdasarkan tingkat pelaksanaannya terhadap tugas yang diminta darinya untuk dakwahnya, dalam berbagai kondisi, dalam zhuruf apapun, dan sejauh mana ketetapan dia dalam hal ini dengan penuh tsabat yang mengharap pahala dari Allah SWT, di mana hal ini tercermin pada: 1. Membela dakwah. Dengan cara menyebarluaskannya, membelanya dan ber-tadh-hiyah di jalannya. Sebab, sebuah fikrah menjadi sukses “jika a. Menguat keimanan kepadanya b. Terpenuhi ikhlas di jalannya c. Bertambah semangat untuknya d. Ditemukan adanya persiapan yang mendorongnya untuk tadh-hiyah dan kerja untuk merealisasikannya”. 2. Menjaga fikrah. Terhadap pemikiran-pemikiran dan klausul-klausulnya, pokok-pokok dan tsawabit-nya, rukun-rukun dan tiang-tiangnya, karakteristik dan kekhasannya. Serta menjaganya agar tidak ada infiltrasi pemikiran yang menimpanya. Penjagaan seperti ini menuntut adanya empat pilar:



19



a. Kehendak kuat yang tidak terdampak oleh kelemahan. b. Kesetiaan kokoh yang tidak terkontaminasi bunglonisme dan pengkhianatan c. Tadh-hiyah langka yang tidak terhambat ketamakan dan kepelitan d. Pengenalan terhadap prinsip, keyakinan kepadanya dan penghargaan terhadapnya, yang akan melindunginya dari kesalahan, inhiraf, tawar menawar dan tergoda oleh yang lainnya. Di atas rukun-rukun dasar yang merupakan kekhasan jiwa satu-satunya ini, dan di atas kekuatan ruhani yang besar seperti inilah berbagai prinsip dibangun, berbagai bangsa yang bangkit di-tarbiyah, dan berbagai masyarakat baru dibentuk serta kehidupan diperbaharui dari mereka-mereka yang sudah lama tidak dapat menikmati kehidupan dalam tempo yang lama”. Detik Kejujuran Ini merupakan detik-detik kebeningan jiwa. Di dalamnya kita saling mengingat hal-hal yang mengikatkan kita dengan dakwah mubarakah dan Jama’ah yang kekal ini. Ini merupakan waqfah shadiqah (perenungan yang jujur) bersama jiwa. Di dalam detik-detik ini kita perbaharui janji kita dengan Allah SWT, dengan dakwah kita dan dengan Jama’ah kita: Hendaklah kita tetap tsiqah terhadap Jama’ah, sebab, ia adalah benteng yang aman bagi kita semua. Ia adalah rahasia keberlangsungan dakwah, betatapun ia diterpa berbagai syubhat, ittihamat (tuduhan) serta pendapat yang ini itu sepanjang sejarahnya. 20



Hendaklah kita menjaga faktor-faktor kekuatan di dalam Jama’ah, yang terwujud dalam:



21



• •



Kesatuan pemikiran, keanggotaan dan tanzhimi Keterikatan barisan yang tegak di atas ukhuwwah,







Pelaksanaan hak-hak ukhuwwah secara sempurna yang berupa: cinta, penghargaan, bantuan dan itsar







Menghadiri berbagai pertemuan jama’ah dan jangan menyelisihinya kecuali karena adanya alasan yang “memaksa”.







Selalu mendahulukan ber-mu’amalah dengan ikhwah







Menerima pendapat internal yang berbeda







Saling memberi nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan berterus terang dalam memberikan mauizhah, akan tetapi pada tempatnya yang wajar.







Bekerja untuk menyebarluaskan dakwah kita di semua tempat.







Memberitahukan kepada qiyadah tentang berbagai situasi dan kondisi kita secara utuh.







Tidak melakukan suatu pekerjaan yang memiliki pengaruh secara mendasar kecuali dengan ijin.







Selalu connect secara ruhi dan amali dengan dakwah







Selalu memandang diri sendiri sebagai prajurit di barak yang menunggu segala perintah







Melepaskan diri dengan berbagai hubungan dengan lembaga atau jama’ah apapun yang tidak membawa maslahat bagi fikrah kita, khususnya jika hal ini diperintahkan



Penutup Kalimat berikut diucapkan oleh Imam Asy-Syahid: “Wahai al-akh ash-shadiq! Ini adalah global dakwah kamu, penjelasan singkat terhadap fikrahmu, kamu dapat menghimpunnya dalam lima kosa kata: Allah ghoyatuna, Ar-Rasul Qudwatuna, Al-Qur’an syir’atuna (Al-Qur’an undang-undang kami), al-Jihad sabiluna, asy-syahadah umniyyatuna (syahid cita-cita kami), tampilan dakwah kamu dapat dihimpun dalam lima kosa kata yang lain: al-basathah (simpel), tilawah (baca Al-Qur’an), shalat, jundiyah (keprajuritan), khuluq (akhlaq), maka, berpeganglah kepada ajaran ini dengan kuat, jika tidak, pada barisan para pengangguran masih ada tempat bagi mereka yang malas dan suka main-main. Saya yaki bahwa jika kamu mengamalkannya, dan menjadikannya sebagai cita-cita dan akhir dari segala tujuanmu, maka balasannya adalah kemuliaan di dunia, kebaikan dan ridha Allah di akhirat, sementara kamu adalah bagian dari kami dan kami bagian dari kamu, dan jika kamu berpaling darinya, dan duduk tidak mau bekerja untuknya, maka tidak ada hubungan antara kami dan kamu, walaupun kamu berada pada posisi terdepan dalam majelis kami, dan kamu pun membawa gelar paling agung yang ada serta tampil di antara kami dengan tampilan terbesar, dan Allah SWT akan meng-hisab kamu atas duduk-duduk kamu dengan hisab terberat, maka, pilihlah untuk dirimu pilihan yang tepat, dan kami memohon taufiq dan hidayah kepada Allah SWT untuk kebaikan kami dan kamu”. Sumber: http://www.ikhwanonline.com/Article.asp? ArtID=31856&SecID=323



Hukmul Intima’ Lil-Jama’ah 22



(Hukum Komitmen dengan Jama’ah) Posted By Syaikh Abdul ’Aziz Bin AbduLLAAH Bin Baaz On 17 Juni 2007 @ 23:27 In Raddusy Syubuhat | Comments Disabled ‫حكم اإلَنتملاء للجملاعة‬ Oleh Samahatus Syaikh Abdul ’AZIZ Bin AbduLLAAH Bin Baaz RahimahuLLAAH wa hafazhahu ‫ بأن هذه الجملاعلات اإلسلمِية من الفرق‬:‫ الذ ي نيَقول‬، ‫ إذا نيلا شِيخنلا الكرنيم‬:7 ‫س‬ ‫الت ي تدعو إل ى جهنم والت ي أمر النب ي بلاعتزالهلا فهمه عل ى كلمكم غِير صحِيح؟‬ Begini wahai syaikhunal kariem, ada orang yang mengatakan: bahwasanya Jama’ah-Jama’ah Islamiyyah yang ada saat ini termasuk perpecahan yang memanggil (pelakunya) ke neraka Jahannam yang diperintahkan oleh Nabi SAW untuk menjauhinya, apakah pemahaman ini menurut anda benar atau tidak? Mereka yang menyeru pada KitabuLLAH & sunnah RasulNYA SAW tidaklah termasuk firqah yang sesat, bahkan ia termasuk firqah yang selamat yang disebutkan dalam sabda Nabi SAW: Berpecah Yahudi menjadi 71 golongan, berpecah Nasrani ke dalam 72 golongan, dan akan berpecah ummatku ke dalam 73 golongan, semua di neraka kecuali 1, lalu ditanyakan: Siapa mereka wahai RasuluLLAAH? Jawab beliau SAW: Yaitu mereka yang seumpama aku atasnya hari ini & para sahabatku. Dalam lafzh yang lain: Al-Jama’ah. Maknanya: Bahwa firqah yang selamat adalah Jama’ah yang lurus sesuai nabi SAW & para sahabatnya RA, dalam mentauhidkan ALLAH SWT, mentaati perintahnya & menjauhi larangannya, & istiqamah atas hal tsb baik perkataan, perbuatan & aqidah, mereka itu adalah Ahlul 23



Haqq & mereka adalah para da’i kepada petunjuk, sekalipun mereka tercerai-berai di pelosok negeri. Mereka ada yang di Jazirah Arab, ada yang di Syam (Iraq, Syria), ada yang di Amerika, ada yang di Mesir, ada yang di negeri Afrika, ada yang di Asia, mereka adalah JAMA’AH YANG BANYAK SEKALI yang dikenali melalui aqidah & amal-amal mereka, tetapi mereka ada di atas jalan Tauhid & Iman pada ALLAAH & Rasul-NYA & istiqamah di atas DinuLLAAH yang datang atasnya Al-Qur’an & Sunnah RasuluLLAAH SAW, maka mereka semua adalah AHLUS-SUNNAH & AL-JAMA’AH, sekalipun mereka DALAM BENTUK YANG BERAGAM, tetapi di akhir zaman mereka sedikit sekali. Alhasil yang dipegang adalah istiqamah mereka di atas alhaq, jika ditemukan manusia atau JAMA’AH yang mengajak kepada KitabuLLAAH & Sunnah Rasul-NYA SAW, mengajak mentauhidkan ALLAAH SWT & mengikuti syariat-NYA maka MEREKA SEMUA ITULAH AL-JAMA’AH, DAN MEREKA TERMASUK FIRQAH NAJIYYAH. Adapun mereka yang menyeru kepada selain kitabuLLAAH, atau kepada selain sunnah Ar-Rasul SAW maka mereka itu bukan termasuk Al-Jama’ah, bahkan termasuk firqah yang sesat & binasa, karena firqah annajiyyah (yang selamat) adalah penyeru kepada Al-Kitab & As-Sunnah, sekalipun mereka adalah Jama’ah disini atau Jama’ah disana, sepanjang tujuan & aqidah mereka satu. MAKA TIDAK MASALAH BAHWA YANG INI BERNAMA ANSHARUS-SUNNAH, DAN YANG INI BERNAMA AL-IKHWAN AL-MUSLIMUN, dan yang itu bernama anu, yang penting aqidah & amal mereka, jika mereka istiqamah atas Al-Haq & atas TauhiduLLAAH & Ikhlas kepada-NYA & mengikuti RasuluLLAAH SAW perkataan, perbuatan & aqidah maka NAMA APAPUN TIDAK MENJADI MASALAH. Tetapi wajib bagi mereka bertaqwa kepada ALLAAH SWT & benar dalam ketaqwaannya, ADAPUN SEKALI LAGI BAHWA 24



SEBAGIAN MEREKA DISEBUT ANSHARUS-SUNNAH DAN SEBAGIAN LAGI DINAMAKAN ASSALAFIYYUN ATAU DINAMAKAN AL-IKHWAN ALMUSLIMUN atau disebut dengan nama Jama’ah anu, tidak masalah jika mereka benar, istiqamah atas Al-Haq, mengikuti Al-Kitab & As-Sunnah & berhukum kepada keduanya & istiqamah atas keduanya aqidah, perkataan & perbuatan, dan jika Jama’ah tsb salah dalam sesuatu masalah maka wajib bagi ahlul ‘ilmi untuk memperingatkan & menasihatinya kepada Al-Haq jika dalilnya sudah jelas. ‫ وأن َنعلالج مُشلاكلنلا بلالعلم‬، ‫ أَنه ل بد أن َنتعلاون عل ى البر والتَقو ى‬:‫والمَقَصود‬ ‫ فمن أخطأ ف ي ش يء من هذه الجملاعلات أو غِيرهم‬، ‫والحكمة والسلوب الحسن‬ ‫ أو ملا حرم اَلل َنبهوا بلالدلة الُشرعِية‬، ‫ أو بملا أوجب اَلل‬، ‫مملا نيتعلُق بلالعَقِيدة‬ ، ‫ وحت ى نيَقبلوه‬، ‫ حت ى نينَصلاعوا إل ى الحُق‬، ‫بلالرفُق والحكمة والسلوب الحسن‬ ‫ هذا هو الواجب عل ى أهل اإلسلم أن نيتعلاوَنوا عل ى البر‬، ‫وحت ى ل نينفروا منه‬ ‫ وأن ل نيتخلاذلوا فِيطمع فِيهم العدو‬، ‫ وأن نيتنلاصحوا فِيملا بِينهم‬، ‫ والتَقو ى‬. Yang dimaksud adalah wajib bagi mereka saling tolongmenolong dalam kebaikan & taqwa & mengobati permasalahan kita dengan ilmu & hikmah & dengan uslub yang baik, barangsiapa yang tersalah dalam hal apapun di antara Jama’ah-jama’ah ini atau juga pada selain mereka dalam masalah aqidah atau dari apa yang diwajibkan ALLAH atau dari apa yang diharamkan ALLAAH maka hendaklah dinasihati berdasarkan dalil-dalil syar’iyyah DENGAN CARA YANG LEMAH-LEMBUT, BIJAKSANA & USLUB YANG BAIK hingga mereka kembali kepada kebenaran & sampai mereka mau menerimanya dan jangan sampai mereka lari daripadanya, maka hal ini adalah wajib bagi semua orang Islam untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan & taqwa & untuk saling menasihati diantara mereka dan agar tidak dicacimaki sehingga mengakibatkan terjadinya permusuhan. TANYA: Banyak para pemuda Islam yang bertanya tentang hukum bergabung dengan berbagai Jama’ah Islamiyyah & 25



komitmen dengan manhaj sebuah jama’ah tertentu saja, tanpa komitmen dengan manhaj jama’ah lainnya? JAWABAN: Yang wajib bagi setiap manusia untuk komitmen pada kebenaran, yaitu firman ALLAH SWT & sabda Nabi SAW dan untuk tidak komitmen kepada manhaj jama’ah manapun, tidak kepada Ikhwanul-Muslimin, tidak juga kepada Ansharus-Sunnah, tidak juga kepada apapun selain mereka. Tetapi komitmen dengan kebenaran. Adapun jika ia bergabung dengan Ansharus-Sunnah lalu membantunya dalam kebenaran, atau dengan Ikhwanul Muslimin dan menyertai mereka dalam kebenaran tanpa bersikap ekstrem atau berlebihan MAKA HUKUMNYA TIDAK MENGAPA (la ba’sa). Adapun jika mereka komitmen kepada ucapan mereka tanpa ada batasan (ketaatan mutlak) maka yang demikian ini tidak boleh. Maka hendaklah ia berputar bersama kebenaran kemana saja kebenaran tersebut berputar. Jika kebenaran ada pada Ikhwanul Muslimin maka iapun mengambilnya, jika kebenaran ada pada Ansharus-Sunnah maka ia mengambilnya, dan jika kebenaran ada pada selain mereka berdua maka iapun mengambilnya. Ia berputar bersama kebenaran, menolong jama’ah-jama’ah yang lain juga dalam menegakkan kebenaran, tetapi ia tidak boleh komitmen kepada suatu mazhab tertentu secara mutlak sekalipun mazhab tersebut bathil, seandainya terjadi demikian maka ini adalah munkar & tidak boleh, tetapi ia bersama jama’ah tertentu tersebut selama jama’ah tersebut berada dalam kebenaran dan tidak bersama mereka jika mereka banyak bersalahnya.



26