BPK Elemen Mesin I 2021 (S1) [PDF]

  • Author / Uploaded
  • henry
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DIKTAT



ELEMEN MESIN I SEMESTER II UNTUK KALANGAN SENDIRI



EDY SURYONO, S.T., MT. HAIKAL, ST., MT



PROGDI TEKNIK MESIN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI “WARGA” SURAKARTA



KATA PENGANTAR Alhamdulillah diktat mata kuliah Elemen Mesin I (TM 1326) ini berhasil disusun dengan semaksimal mungkin. Diktat ini disusun mengacu pada silabus mata kuliah yang diberlakukan untuk program D3 yang disajikan pada tiap semester dengan jumlah SKS dua. Diktat ini diterbitkan untuk kalangan sendiri pada jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi “Warga” Surakarta. Diktat mata kuliah ini diharapkan bisa membantu mahasiswa dalam memahami materi yang disampaikan Dosen. Dalam diktat ini menyajikan bermacam-macam contoh soal dan latihan soal dalam setiap BAB, yang mana mahasiswa diharapkan bisa memanfaatkan dengan baik untuk memperkuat pemahaman materi setiap BAB. Namun demikian,



mahasiswa sebaiknya juga membaca buku-buku referensi yang lain tentang



Perancangan Elemen Mesin (Machine Design) sehingga diperoleh informasi yang lebih lengkap dalam upaya memahami materi perkuliahan. Bagaimanapun, diktat ini masih diperlukan perbaikan secara bertahap, oleh karena itu mohon kritik dan saran untuk kesempurnaan diktat ini. Kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penulisan diktat ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca.



Sukoharjo , 15 Agustus 2020



Penulis



iii



DAFTAR ISI Halaman Judul ................................................................................................. Halaman Pengesahan ...................................................................................... Kata Pengantar .................................................................................................. Daftar Isi ...............................................................................................................



i ii iii iv



BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Kriteria perancangan 1.2 Prosedur Umum dalam Perancangan mesin 1.3 Pertimbangan Umum dalam Perancangan mesin 1.4 Standar, kode, dan peraturan pemerintah dalam desain



1 1 1 2 3



BAB II: DASAR PEMBEBANAN 2.1 Gaya aksial 2.2 Geser murni 2.3 Working Stress (tegangan kerja) 2.4 Faktor Keamanan (N) Latihan soal



4 4 7 8 8 9



BAB III: TEGANGAN BENDING DAN TORSI 3.1 Tegangan Geser Torsi 3.2 Tegangan Bending dalam Balok Lurus Latihan soal



10 10 14 19



BAB IV: SAMBUNGAN KELING 4.1 Pendahuluan 4.2 Metode Pengelingan 4.3 Material Keling 4.4 Tipe Kepala Keling 4.5 Tipe Sambungan Keling 4.6 Kegagalan Sambungan Keling 4.7 Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling 4.8 Sambungan Keling untuk Struktur 4.9 Sambungan Keling dengan Beban Eksentris Latihan soal



21 21 21 22 23 24 26 28 30 35 43



BAB V : SAMBUNGAN LAS (WELDING JOINT) 5.1 Pendahuluan 5.2 Jenis Sambungan Las 5.3 Kekuatan sambungan las fillet melintang 5.4 Kekuatan sambungan las fillet sejajar 5.5 Kasus khusus sambungan las fillet 5.6 Kekuatan Butt Joint 5.7 Beban eksentris sambungan las Latihan soal



45 45 45 46 47 48 51 55 65



BAB VI: SAMBUNGAN ULIR 6.1 Pendahuluan 6.2 Istilah penting pada ulir 6.3 Jenis ulir 6.4 Jenis Sambungan ulir 6.5 Dimensi standar ulir



67 67 67 68 70 71 iv



6.6 6.7 6.8 6.9



Sambungan baut akibat beban eksentris Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut Beban eksentris pada bracket dengan sambungan melingkar Latihan soal



BAB VII: POROS 7.1 Pendahuluan 7.2 Tegangan dalam poros 7.3 Poros yang hanya menerima momen punter (torsi) 7.4 Poros yang hanya menerima momen bending 7.5 Poros menerima kombinasi momen bending dan torsi Poros menerima beban fluktuasi 7.6 momen 7.7 Poros menerima beban aksial sebagai tambahan kombinasi beban torsi dan bending.



73 73 75 77 79 81 81 82 83 86 87 92 95



BAB VIII: PASAK 8.1 Pendahuluan 8.2 Sunk keys 8.3 Saddle Keys 8.4 Tangent keys 8.5 Round keys 8.6 Splines 8.7 Gaya aksi dan kekuatan pada sunk key



100 100 100 102 103 103 104 104



BAB IX: BANTALAN 9.1 Pendahuluan 9.2 Klasifikasi dan Kriteria Pemilihan Bantalan 9.3 Sistem Pelumasan unk keys 9.4 Bantalan Luncur (Sliding Bearing) 9.5 Rolling-Element Bearing 9.6 Soal-soal Latihan



109 110 115 120 137 147



DAFTAR PUSTAKA



150



v



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Kriteria perancangan Meskipun criteria yang digunakan oleh seorang perancang adalah banyak, namun



semuanya tertuju pada kriteria berikut ini: 1. Function (fungsi/pemakaian) 2. Safety (keamanan) 3. Reliability (dapat dihandalkan) 4. Cost (biaya) 5. Manufacturability (dapat diproduksi) 6.



Marketability (dapat dipasarkan) Kriteria, pertimbangan dan prosedur tambahan yang dimasukkan dalam program



secara khusus masalah keamanan produk, kegagalan pemakaian (malfunction) suatu produk. Beberapa pertimbangan dan prosedur penting itu adalah: 1. Pengembangan dan penggunaan suatu system rancang ulang secara khusus menegaskan analisa kegagalan, mempertimbangkan keamanan, dan memenuhi standar dan pemerintahan. 2. Pengembangan daftar ragam operasi dan pemeriksaan penggunaan produk dalam setiap mode/ragam. 3. Identifikasi lingkungan pemakaian produk, termasuk memperkirakan pemakaian, menduga penyalahgunaan, dan fungsi yang diharapkan. 4. Penggunaan teori desain spesifik yang menegaskan kegagalan atau analisa kegagalan pemakaian dan mempertimbangkan keamanan dalam setiap ragam operasi.



1.2



Prosedur Umum dalam Perancangan mesin Dalam perancangan komponen mesin di sisni tidak ada aturan yang baku. Masalah



perancangan mungkin bisa diselesaikan dengan banyak cara. Jadi, prosedur umum untuk menyelesaikan masalah perancangan adalah sebagai berikut: 1. Mengenali kebutuhan/tujuan . Pertama adalah membuat pernyataan yang lengkap dari masalah perancangan, menunjukkan kebutuhan/tujuan, maksud/usulan dari mesin yang dirancang.



1



2. Mekanisme. Pilih mekanisme atau kelompok mekanisme yang mungkin. 3. Analisis gaya. Tentukan gaya aksi pada setiap bagian mesin dan energi yang ditransmisikan pada setiap bagian mesin. 4. Pemilihan material. Pilih material yang paling sesuai untuk setiap bagian dari mesin. 5. Rancang elemen-elemen (ukuran dan tegangan). Tentukan bentuk dan ukuran bagian mesin dengan mempertimbangkan gaya aksi pada elemen mesin dan tegangan yang diijinkan untuk material yang digunakan. 6. Modifikasi. Merubah/memodifikasi ukuran berdasarkan pengalaman produksi yang lalu. Pertimbangan ini biasanya untuk menghemat biaya produksi. 7. Gambar detail. Menggambar secara detail setiap komponen dan perakitan mesin dengan spesifikasi lengkap untuk proses produksi. 8. Produksi. Komponen bagian mesin seperti tercantum dalam gambar detail diproduksi di workshop. Diagram alir untuk prosedur umum perancangan mesin dapat dilihat pada Gambar 1.1 di bawah ini. Pengenalan kebutuhan Sintesis (mekanisme) Analisa gaya Pemilihan bahan Desain Elemen (ukuran dan tegangan-tegangan) Modifikasi Gambar detail Produksi



Gambar 1.1 Diagram alir 1.3



Pertimbangan Umum dalam Perancangan mesin Berikut adalah pertimbangan umum dalam perancangan sebuah komponen mesin.



1.



Jenis beban dan tegangan-tegangan yang bekerja pada komponen mesin.



2.



Gerak dari bagian-bagian atau kinematika dari mesin.



3.



Pemilihan material. 2



4.



Bentuk dan ukuran part.



5.



Tahan gesekan dan pelumasan.



6.



Segi ketepatan dan ekonomi.



7.



Penggunaan standar part.



8.



Keamanan operasi.



9.



Fasilitas workshop (bengkel).



10. Jumlah mesin untuk produksi. 11. Biaya Konstruksi. 12. Perakitan (assembling). 1.4



Standar, kode, dan peraturan pemerintah dalam desain Pembatas desain disediakan oleh organisasi pemasaran dan manajemen insinyur-



insinyur termasuk standar, kode, dan peraturan-peraturan pemerintah, baik dalam dan luar negeri. Standar adalah didefinisikan sebagai kriteria, aturan, prinsip, atau gambaran yang dipertimbangkan oleh seorang ahli, sebagai dasar perbandingan atau keputusan atau sebagai model yang diakui. Kode adalah koleksi sistematis dari hukum yang ada pada suatu negara atau aturanaturan yang berhubungan dengan subyek yang diberikan. Peraturan pemerintah adalan peraturan-peraturan yang berkembang sebagai hasil perundang-undangan untuk mengontrol beberapa area kegiatan. Contoh perarturan pemerintah Amerika adalah: •



ANSI : American National Standards Institute







SAE







ASTM : American Society for Testing and Materials







AISI



: Society of Automotive Engineers



: American Iron and Steel Institute



3



BAB II DASAR PEMBEBANAN Dasar pembebanan pada elemen mesin adalah beban (gaya) aksial, gaya geser murni, torsi dan bending. Setiap gaya menghasilkan tegangan pada elemen mesin, dan juga deformasi, artinya perubahan bentuk. Di sini hanya ada 2 jenis tegangan: normal dan geser. Gaya aksial menghasilkan tegangan normal. Torsi dan geser murni, menghasilkan tegangan geser, dan bending menghasilkan tegangan normal dan geser. 2.1



Gaya aksial Balok pada Gambar 2.1 dibebani tarik sepanjang axis oleh gaya P pada tiap



ujungnya. Balok ini mempunyai penampang yang seragam (uniform), dan luas penampang A yang konstan.



Gambar 2.1 : Gaya aksial pada balok Tegangan. Dua gaya P menghasilkan beban tarik sepanjang axis balok, menghasilkan tegangan normal tarik ζ sebesar:



ζ =



P



(2-1)



A



Contoh 1. Tentukan tegangan normal pada sebuah balok persegi dengan sisi a = 5cm ditarik dengan gaya P = 55 kN. Penyelesaian : P = 55 kN = 55.000 N a = 5cm = 0,05m Menghitung luas penampang balok A = a2 = (0,05m)2 = 0,00025 m2. Menghitung tegangan normal dalam balok ζ :



ζ=



P 55.000 N = A 0,00025m 2



= 22.000.000N / m 2 = 22MPa Contoh 2.



4



Hitung luas penampang minimum (Amin) yang dibutuhkan untuk balok yang dibebani tarik secara aksial oleh gaya P = 45 kN agar tidak melebihi tegangan normal maksimum σmax = 250 MPa. Penyelesaian : Mulai dengan Persamaan (2-1) dengan tegangan normal adalah maksimum σmax dan area A adalah minimum untuk memberikan:



ζ max = Amin =



P Amin P



ζ max 45.000 N = 250.10 6 N / m 2 = 0,00018m 2



Contoh 3. Sambungan rantai besi cor seperti Gambar 2.2 di bawah ini dipakai untuk mentransmisikan beban tarik yang tetap sebesar 45 kN. Tentukan tegangan tarik yang terjadi dalam material rantai pada potongan A-A dan B-B.



Gambar 2.2 Seluruh dimensi dalam mm. Penyelesaian : Diketahui : P = 45 kN = 45.103 N Tegangan tarik ζt1 yang terjadi penampang A-A adalah: A1 = 20.45 = 900 mm2. ζt1 = P/A1 = 45.103 N/900 mm2 = 50 N/mm2 = 50 MPa Tegangan tarik ζt2 yang terjadi penampang B-B adalah: A2 = 20.(75-40) = 700 mm2. ζt2 = P/A2 = 45.102 N/700 mm2 = 64,3 N/mm2 = 64,3 MPa. Regangan. 5



Gaya aksial pada Gambar 2.1 juga menghasilkan regangan aksial ε:



ε=



δ L



(2-2)



dengan δ adalah pertambahan panjang (deformasi) dan L adalah panjang balok. Contoh 4. Hitung regangan ε untuk pertambahan panjang δ = 0,038cm dan panjang balok L = 1,9m. Penyelesaian : Menghitung regangan :



δ 0,038cm = L 1,9.100cm = 0,0002



ε=



Diagram tegangan-regangan. Jika tegangan ζ diplotkan berlawanan dengan regangan ε untuk balok yang dibebani secara aksial, diagram tegangan-regangan untuk material ulet dapat dilihat pada Gambar 2.3, dengan A adalah batas proporsional, B batas elastis, D kekuatan ultimate (maksimum), dan F titik patah.



Gambar 2.3 : Diagram tegangan-regangan untuk material ulet Diagram tegangan-regangan adalah linier sampai batas proporsional, dan mempunyai slope (kemiringan) E dinamakan modulus elstisitas. Dalam daerah ini persamaan garis lurus sampai batas proporsional dinamakan hukum Hooke’s, dan diberikan oleh Persamaan (2-3): σ=Eε



2.2



(2-3)



Geser murni



6



Sambungan balok dengan paku keling tunggal seperti pada Gambar 2.3 di bawah ini.



Gambar 2.3 : Gaya geser murni Tegangan. Jika keling dipotong pada bagian tengah sambungan untuk mendapatkan luas penampang A dari keling, kemudian menghasilkan diagram benda bebas pada Gambar 2.4.



Gambar 2.4: Diagram benda bebas Gaya geser V memberikan aksi pada bagian penampang keling dan oleh keseimbangan statis sama dengan besarnya gaya P. Tegangan geser η dalam keling adalah:



η=



V P = A Akeling



(2-4)



Satuan tegangan geser sama dengan tegangan normal, yaitu pound per square inch (psi) dan N/m2 atau Pascal (Pa). Andaikata dua sambungan keeling ditarik secara bersamaan seperti di bawah ini:



Gambar 2.5: Dua sambungan keling (tampak atas) Jika kedua keling dipotong bagian tengah sambungan untuk mendapatkan luas penampang A dari keling, kemudian menghasilkan diagram benda bebas pada Gambar 2.6.



Gambar 2.6: Diagram benda bebas



7



Tegangan geser η dalam keling adalah:



η =



P/2 P V = = A Akeling 2 Akeling



(2-5)



Jumlah paku keling bertambah, maka tegangan geser setiap keling menjadi berkurang. Contoh 5. Tentukan tegangan geser η dalam salah satu dari empat sambungan keling jika diketahui P = 45 kN dan diameter D = 0,6 cm. Penyelesaian : Diketahui: P = 45kN = 45.000N D = 0,6 cm = 0,006 m Menghitung penampang setiap keling A: A = πD2/4 = 3,14.(0,006m)2/4 = 0,00003 m2. Di sini 4 keling harus menahan gaya P, gaya geser V untuk tiap keling adalah: 4V = P V = P/4 = 45.000N/4 = 11.250N Menghitung tegangan geser tiap keling adalah:



η=



V Akeling



=



11.250 N 0.00003m 2



= 375.000.000 N / m 2 = 375MPa



2.3



Working Stress (tegangan kerja) Ketika perancangan elemen mesin, tegangan yang terjadi harus lebih rendah dari



pada tegangan ultimate atau maksimum. Tegangan yang terjadi ini dinamakan working stress atau design stress. Atau dinamakan juga tegangan yang dijinkan. Catatan: Kegagalan desain tidak berarti bahwa material mengalami patah. Beberapa elemen mesin dikatakan gagal ketika mereka mengalami deformasi plastis, dan mereka tidak bisa melakukan fungsi mereka dengan memuaskan.



2.4



Faktor Keamanan (N) Definisi umum faktor keamanan adalah rasio antara tegangan maksimum



(maximum stress) dengan tegangan kerja (working stress), secara matematis ditulis:



8



Faktor Keamanan =



Maximum stress Working atau design stress



Untuk material yang ulet seperti baja karbon rendah, faktor keamanan didasarkan pada yield point stress (tegangan titik luluh); Faktor Keamanan =



Yield point stress Working atau design stress



Untuk material yang getas seperti besi cor, faktor keamanan didasarkan pada ultimate stress (kekuatan tarik); Faktor Keamanan =



Ultimate stress Working atau design stress



Hubungan ini bisa juga digunakan untuk material yang ulet. Catatan : rumus di atas untuk faktor keamanan pada beban statis.



Latihan: 1. Dua batang bundar berdiameter 50mm dihubungkan oleh pin, seperti pada Gambar 2.7, diameter pin 40 mm. Jika sebuah tarikan 120 kN diberikan pada setiap ujung batang, tentukan tegangan tarik dalam batang dan tegangan geser dalam pin.



Gambar 2.7 2. Diameter piston mesin uap adalah 300mm dan tekanan uap maksimum adalah 0,7 N/mm2. Jika tegangan tekan yang diijinkan untuk material batang piston adalah 40 N/mm2, tentukan ukuran batang piston. 3. Batang balok persegi 20mm x 20mm membawa sebuah beban. Batang tersebut dihubungkan ke sebuat bracket dengan 6 baut. Hitung diameter baut jika tegangan maksimum dalam batang balok adalah 150 N/mm2 dan dalam baut 75 N/mm2.



9



BAB III TEGANGAN BENDING DAN TORSI



Kadang-kadang elemen mesin menerima torsi murni atau bending murni, atau kombinasi tegangan bending dan torsi. Kita akan membahas secara detail mengenai tegangan ini pada halaman berikut ini.



3.1



Tegangan Geser Torsi Ketika bagian mesin menerima aksi dua kopel yang sama dan berlawanan dalam



bidang yang sejajar (atau momen torsi), kemudian bagian mesin ini dikatakan menerima torsi. Tegangan yang diakibatkan oleh torsi dinamakan tegangan geser torsi. Tegangan geser torsi adalah nol pada pusat poros dan maksimum pada permukaan luar. Perhatikan sebuah poros yang dijepit pada salah satu ujungnya dan menerima torsi pada ujung yang lain seperti pada Gambar 3.1. Akibat torsi, setiap bagian yang terpotong menerima tegangan geser torsi. Kita akan membahas tegangan geser torsi adalah nol pada pusat poros dan maksimum pada permukaan luar. Tegangan geser torsi maksimum pada permukaan luar poros dengan rumus sebagai berikut:



τ r



=



T C.θ = J l



(3-1)



Gambar 3.1 Tegangan geser torsi Dengan η = Tegangan geser torsi pada permukaan luar poros atau Tegangan geser maksimum. r = Radius poros, T = Momen puntir atau torsi, J = Momen inersia polar, C = Modulus kekakuan untuk material poros,



10



l = Panjang poros, θ = Sudut puntir dalam radian sepanjang l. Catatan: 1. Tegangan geser torsi pada jarak x dari pusat poros adalah:



τ x τ = x r 2. Dari persamaan (3-1) diperoleh: T



τ



= J r



atau T = τ



J r



Untuk poros pejal berdiameter d, momen inersia polar J adalah: J = I XX + I YY = π .d 4 + .d 4 = π .d 4 32 π 64 64 π 2 π T =τ . .d 4 . = .τ .d 3 32 d 16 Untuk poros berlubang dengan diameter luar do dan diameter dalam di, momen inersia polar J adalah: d π [(d o ) 4 − (di ) 4 ] dan r = o 32 2 ⎡ (d )4 − (d )4 ⎤ π 2 4 4 [(d T =τ . ) − (di ) ]. = π o i .τ o 32 ⎢ ⎢ d o 16 ⎣ do ⎥ 3 4 π d = .τ (d o ) (1 − k ) dimana k = i 16 do J=



3. Istilah (C.J) dinamakan kekakuan torsi (torsional rigidity) dari poros. 4. Kekuatan poros berarti torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros. Jadi desain sebuah poros untuk kekuatan, persamaan diatas bisa digunakan. Daya yang ditransmisikan oleh poros (dalam watt) adalah: P=



2.π .N .T = T .ω 60



Dengan T = Torsi yang ditransmisikan dalam N-m, dan ω = kecepatan sudut dalam rad/s. Contoh 1: Sebuah poros mentransmisikan daya 100kW pada putaran 160rpm. Tentukan diameter poros jika torsi maksimum yang ditransmisikan melebihi rata-rata 25%. Ambil 11



tegangan geser maksimum yang diijinkan adalah 70 MPa.



12



Solusi:



P = 100 kW = 100.103 W; N = 160 rpm; Tmax = 1,25.Trata ; η = 70 MPa = 70 N/mm2,



Daya yang ditransmisikan P adalah: 100.10 3 =



2.π .N .Trata



=



2.3,14.160.Trata



60 Trata =



100.10 3 16,76



= 16,76.T rata



60



= 5966,6N − m



Torsi maksimum yang ditransmisikan Tmax adalah: Tmax = 1,25.Trata = 1,25.5966,6 N-m = 7458 N-m = 7458.103 N-mm Diameter poros d ketika torsi maksimum adalah: π .τ .d 3 16 3,14 7458.10 3 = .70.d 3 16 d 3 = 542,4.10 3 d = 81,5mm Tmax =



Contoh 2. Poros baja berdiamter 35 mm dan panjang 1,2 m dijepit pada satu ujungnya oleh hand wheel berdiameter 500mm dikunci pada ujung yang lain. Modulus kekakuan dari baja adalah 80 GPa. 1. Berapa beban yang dipakai untuk menahan piringan roda yang menghasilkan tegangan geser torsi 60 MPa? 2. Berapa derajat roda memuntir ketika beban dipakai?



Penyelesaian: d = 35 mm atau r = 17,5 mm; untuk poros l = 1,2 m = 1200 mm; D = 500 mm atau R = 250 mm; untuk roda. C = 80 GPa = 80 kN/mm2 = 80.103 N/mm2; η = 60 MPa = 60 N/mm2. 13



1. Beban yang dipakai untuk menahan piringan roda (W). Torsi yang dipakai untuk hand wheel (T), T = W.R = W.250 = 250 W N-mm Momen inersia polar poros J adalah: J=



π 3,14 4 .d 4 = .35 = 147,34.10 3 mm 4 32 32 T τ = J r



Kita mengetahui bahwa: 250W 60 = 3 17,5 147,34.10 W = 2020 N



2. Berapa derajat θ roda memuntir ketika beban W = 2020N dipakai. Kita mengetahui bahwa:



T J



θ =



=



C.θ l



T.l 250.2020.1200 = = 0,05o J .C 147,34.103.80.103



Contoh 3: Sebuah poros mentransmisikan daya 97,5 kW pada 180 rpm. Jika tegangan geser yang diijinkan pada material adalah 60 MPa, tentukan diameter yang sesuai untuk poros. Poros tidak boleh memuntir lebih dari 1o pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa. Penyelesaian: Diketahui: P = 97,5 kW; N = 180 rpm; η = 60 MPa = 60 N/mm2; θ = 1o = π/180 = 0,0174 rad; l = 3 m = 3000 mm; C = 80 GPa = 80.109 N/m2 = 80.103 N/mm2. Misalkan



T = Torsi yang ditransmisikan oleh poros dalam Nm, dan d = diameter dalam mm.



Kita mengetahui bahwa daya yang ditransmisikan oleh poros (P), 97,5.10 3 =



2.π .N .T 2.π .180.T = 18,852.T = 60 60



T = 97,5.103/18,852 = 5172 Nm = 5172.103 Nmm. Sekarang mari kita menentukan diameter poros berdasarkan pada kekuatan dan kekakuan. 1. Pertimbangan kekuatan poros Kita mengetahui bahwa torsi yang ditransmisikan (T),



14



5172.103 Nmm = π/16 . η.d3 = π/16 . 60.d3 = 11,78.d3 d3 = 5172.103/11,78 = 439.103 d = 76 mm. 2. Pertimbangan kekakuan poros Momen inersia polar dari poros, J = π/32 .d4 = 0,0982.d4 Kita mengetahui bahwa:



T J



=



C.θ l



80.10 3 .0,0174 5172.10 3 = 3000 0,0982.d 4 52,7.10 6 = 0,464 d4 d 4 = 439000 d = 103 mm Ambil yang lebih besar dari dua nilai di atas, kita akan peroleh d = 103 mm dibulatkan menjadi 105mm. 3.2



Tegangan Bending dalam Balok Lurus Dalam praktik keteknikan, bagian-bagian mesin dari batang struktur yang



mengalami beban statis atau dinamis yang selain menyebabkan tegangan bending pada bagian penampang juga ada tipe tegangan lain seperti tegangan tarik, tekan dan geser. Balok lurus yang mengalami momen bending M seperti pada Gambar 3.2 di bawah ini.



Gambar 3.2 : Tegangan bending pada balok lurus. Ketika balok menerima momen bending, bagian atas balok akan memendek akibat kompresi dan bagian bawah akan memanjang akibat tarikan. Ada permukaan yang antara bagian atas dan bagian bawah yang tidak memendek dan tidak memanjang, permukaan itu dinamakan permukaan netral (neutral surface). Titik potong permukaan netral dengan



15



sembarang penampang balok dinamakan sumbu netral (neutral axis). Distribusi tegangan dari balok ditunjukkan dalam Gambar 3.2. Persamaan bending adalah :



σ = = EI y R



M



Yang mana,



M = aksi momen bending pada bagian yang diberikan, ζ = tengan bending, I = Momen inersia dari penampang terhadap sumbu netral, y = Jarak dari sumbu netral ke arsiran, E = Modulus elastisitas material balok, R = Radius kelengkungan balok.



Dari persamaan di atas, rumus tegangan bending adalah:



σ = y. E R Karena E dan R adalah konstan, oleh karena itu dalam batas elastis, tegangan pada sembarang titik adalah berbanding lurus terhadap y, yaitu jarak titik ke sumbu netral. Juga dari persamaan di atas, tegangan bending adalah:



σ =



M M M .y = = I I/y Z



Rasio I/y diketahui sebagai modulus penampang (section modulus) dan dinotasikan Z. Contoh 4: Sebuah poros pompa ditunjukkan pada Gambar 3.3. Gaya-gaya diberikan sebesar 25 kN dan 35 kN pusatkan pada 150mm dan 200mm berturut-turut dari kiri dan kanan bantalan. Tentukan diameter poros, jika tegangan tidak boleh melebihi 100 Mpa.



Gambar 3.3 Penyelesaian: Diketahui:



ζb = 100 MPa = 100 N/mm3



RA dan RB = Reaksi pada A dan B. 16



Momen pada A adalah: RB.950 = (35.750) + (25.150) = 30.000 RB = 30.000/950 = 31,58 kN = 31,58.103 N RA = (25 + 35) – 31,58 = 28,42 kN = 28,42.103 N



Dan



Momen bending pada C adalah: = RA. 150 = 28,42.103 = 4,263.106 Nmm. Dan bending pada D = RB.200 = 31,58.103.200 = 6,316.106 Nmm Kita melihat bahwa momen bending maksimum adalah pada D, oleh karena itu momen bending maksimum, M = 6,316.106 Nmm. Sedangkan



d = diameter poros,



Section modulus, Z adalah: Z=



π .d 3 32



= 0,0982.d3 Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb), 100 = M/Z 100 = 6,316.106/(0,0982.d3) = 64,32.106/d3 d3 = 64,32.106/100 = 643,2.103 d = 86,3 mm ≈ 90 mm. Contoh 5. Sebuah poros roda panjangnya 1 meter mendukung bantalan pada ujungnya dan pada bagian tengahnya menahan beban fly wheel sebesar 30 kN. Jika tegangan (bending) tidak boleh melebihi 60 MPa, tentukan diameter poros tersebut. Poros roda ditunjukkan Gambar 3.4.



Gambar 3.4 Penyelesaian: Diketahui: L = 1 m = 10000mm; W = 30 kN = 30.103 N; ζb = 60 MPa = 60 N/mm2.



17



Misalkan d = Diameter poros dalam mm. Section modulus, Z=



π .d 3 32



Momen bending pada pusat poros, M =



W .L 30.10 3.1000 = = 7,5.10 6 Nmm 4 4



Kita mengetahui tegangan bending (ζb), 7,5.10 6 76,4.10 6 = = 60 = 3 d3 Z 0,0982d M



d3 = 76,4.106/60 = 1,27.106 d = 108,3 ≈ 110 mm Contoh 6. Sebuah balok berpenampang persegi pada salah satu ujungnya dijepit dan menahan sebuah motor listrik dengan berat 400 N pada jarak 300 mm dari ujung jepit. Tegangan bending maksimum pada balok adalah 40 MPa. Tentukan lebar dan tebal balok jika tebalnya adalah dua kali lebar. Balok ditunjukkan Gambar 3.5.



Gambar 3.5 Penyelesaian: Diketahui:



W = 400 N; L = 300 mm; ζb = 40 MPa = 40 N/mm2; h = 2.b



Misalkan



b = Lebar balok dalam mm, dan h = Tebal balok dalam mm.



Section modulus, Z=



b.h 2 b.(2.b) 2 2.b 3 = = mm 3 6 6 3



Momen bending maksimum (pada ujung jepit), M = W.L = 400.300 = 120.103 Nmm



18



Kita mengetahui tegangan bending (ζb), 120.10 3.3 180.10 3 = = 40 = 2.b 3 b3 Z M



b3 = 180.103/40 = 4,5.103 b = 16,5 mm h = 2.b = 2.16,5 = 33 mm. Contoh 7. Sebuah pulley besi cor mentransmisikan daya 10 kW pada 400 rpm. Diameter pulley adalah 1,2 meter dan mempunyai 4 lengan lurus berbentuk elip, dimana poros mayor adalah dua kali poros minor. Tentukan dimensi dari lengan jika tegangan bending adalah 15 MPa. Penyelesaian: Diketahui:



P = 10 kW = 10.103 W; N = 400 rpm; D = 1,2 m = 1200 mm atau R = 600 mm; ζb = 15 MPa = 15 N/mm2.



Misalkan



T = Torsi yang ditransmisikan pulley.



Gambar 3.6 Kita mengetahui bahwa daya yang ditransmisikan oleh pulley (P), 10.10 3 =



2.π .N .T 2.π .400.T = 42.T = 60 60



T = 10.103/42 = 238 Nm = 238.103 Nmm. Karena torsi adalah produk dari beban tangensial dan radius pulley, oleh karena itu beban tangensial pada pulley adalah: =



T R



=



238.10 3



= 396,7N



600 19



Karena pulley mempunyai empat lengan, oleh karena itu beban tangensial setiap lengan, W = 396,7/4 = 99,2 N Dan momen bending maksimum pada lengan, M = W.R = 99,2.600 = 59520 Nmm Misalkan



2b = poros minor dalam mm, dan 2a = poros mayor dalam mm = 2. 2b = 4b



Section modulus untuk penampang elip, Z= .b 3



π



.a 2 b =



4



π



(2b) 2 .b = π



mm 3



4



Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb), 15 =



M 59520 18943 = = Z π .b 3 b3



b3 = 18943/15 = 1263 b = 10,8 mm Poros minor, 2b = 2.10,8 = 21,6 mm Poros mayor, 2a = 4.b = 4.10,8 = 43,2 mm.



Latihan I: 1. Sebuah poros baja diameter 50 mm dan panjang 500 mm dikenai momen punter 1100 N-m, total sudut punter 0,6o. Tentukan tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros dan modulus kekakuan. 2. Sebuah poros mentransmisikan daya 100 kW pada 180 rpm. Jika tegangan yang diijinkan dalam material adalah 60 MPa, tentukan diameter dalam poros. Poros tidak boleh memuntir lebih dari 1o pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa. 3. Desain diameter yang sesuai untuk sebuah poros bundar yang diperlukan untuk mentransmisikan 90 kW pada 180 rpm. Tegangan geser dalam poros tidak boleh melebihi 70 MPa dan torsi maksimum melebihi rata-rata 40%. Juga tentukan sudut puntir pada panjang poros 2 meter. Ambil C = 90 GPa.



Latihan II 1. Sebuah spindle seperti pada Gambar 3.6, adalah elemen dari rem industri dan dibebani sperti pada pada gambar. Setiap beban P adalah sama dengan 4 kN dan diterapkan pada tengah titik bantalannya. Tentukan diameter spindle, jika tegangan bending maksimum adalah 120 MPa. 20



Gambar 3.6: Spindel 2. Sebuah pulley besi cor mentransmisikan 20 kW pada 300 rpm. Diameter pulley 550 mm dan mempunyai empat lengan lurus berpenampang elip yang mana poros mayor adalah 2 kali poros minor. Tentukan dimensi lengan, jika tegangan bending yang diijinkan adalah 15 MPa.



21



BAB IV SAMBUNGAN KELING



4.1



Pendahuluan Keling (rivet) adalah sebuah batang silinder pendek dengan kepala bulat. Bagian



silinder dari keling dinamakan shank atau body dan bagian bawah dari shank adalah tail seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1. Keling digunakan untuk membuat pengikat permanen antara plat-plat seperti dalam pekerjaan struktur, jembatan, dinding tangki dan dinding ketel. Sambungan keling secara luas digunakan untuk sambungan logam ringan.



Gambar 4.1: Bagian-bagian Keling 4.2



Metode Pengelingan Fungsi keling dalam sebuah sambungan adalah untuk membuat sebuah ikatan yang



kuat dan ketat. Kekuatan biasanya untuk mencegah kegagalan dari sambungan. Keketatan biasanya agar kuat dan mencegah kebocoran seperti pada ketel.



Gambar 4.2: Metode pengelingan Ketika dua plat diikat bersamaan dengan sebuah keling seperti pada Gambar 4.2(a), lubang dalam plat di-punching dan di-reaming. Punching adalah metode paling murah dan digunakan untuk plat yang relatif tipis pada suatu struktur. Drilling digunakan pada kebanyakan pekerjaan pressure-vessel (tangki). Dalam pengelingan pressure-vessel dan struktur, diameter lubang keling biasanya 1,5mm lebih besar dari pada diameter nominal keling. 22



Pengelingan bisa dikerjakan dengan manual atau dengan mesin. Dalam pengelingan manual, original head dari keling ditahan dengan sebuah hammer (palu) atau batang yang berat dan kemudian bagian tail ditempat pada die (cetakan keling) yang dipukul oleh sebuah palu, seperti Gambar 4.2 (a). Hal ini mengakibatkan shank mengembang hingga memenuhi lubang dan tail berubah menjadi sebuah point seperti ditunjukkan Gambar 4.2(b). Dalam pengelingan mesin, die adalah bagian dari palu yang dioperasikan dengan tekanan udara, hidrolik atau uap. Catatan: 1.



Untuk keling baja sampai diameter 12 mm, proses keling dingin bisa digunakan sementara untuk keling diameter lebih besar, proses pengelingan panas yang digunakan.



2.



Dalam kasus keling yang panjang, hanya tail yang dipanaskan dan bukan shank.



4.3



Material Keling Material keling harus tangguh dan ulet. Keling biasa dibuat dari baja (baja karbon



rendah atau baja nikel), kuningan, aluminium atau tembaga, tetapi ketika kekuatan dan ketahanan terhadap kebocoran adalah pertimbangan yang utama, maka keling baja yang digunakan. Keling secara umum diproduksi dari baja yang memenuhi Indian Standard (Standar India) berikut: a.



IS : 1148-1982 (ditetapkan 1992) - Spesifikasi untuk batang keling pengerolan panas ( diameter sampai 40mm) untuk struktur,



b.



IS : 1149-1982 (ditetapkan 1992) – Spesifikasi untuk batang keling baja kekuatan tinggi untuk struktur.



Keling untuk ketel diproduksi dari material menurut IS : 1990-1973 (ditetapkan 1992) – Spesifikasi untuk keling baja untuk ketel. Catatan: Baja untuk konstruksi ketel yang sesuai adalah IS:2100-1970 (ditetapkan 1992)Spesifikasi untuk batang dan billet baja untuk ketel. Menurut Indian Standard, IS : 2998-1982 (ditetapkan 1992), material sebuah keling harus mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari 40 N/mm2 dan perpanjangan lebih besar dari 26 persen. Keling ketika panas harus lurus tanpa retak untuk diameter 2,5 kali diameter shank. Keling dibuat dengan cold heading atau hot forging.



23



4.4



Tipe Kepala Keling Kepala keling dikelompokkan ke dalam 3 jenis sesuai standar India: 1. Kepala keling secara umum (di bawah diameter 12 mm) sesuai dengan IS : 21551982 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.3. 2. Kepala keling secara umum (diameter 12mm sampai 48mm) sesuai dengan IS : 1929-1982 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.4. 3. Kepala keling untuk ketel (diameter 12mm sampai 48mm) sesuai dengan IS : 1929-1961 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.5.



Gambar 4.3: Kepala keling diameter dibawah 12mm



Gambar 4.4: Kepala keling (diameter 12mm sampai 48mm)



24



Gambar 4.5: Kepala keling untuk ketel 4.5



Tipe Sambungan Keling Ada dua tipe sambungan keling, tergantung pada plat yang disambung. 1. Lap Joint (sambungan 2 lapis) Lap joint adalah sambungan yang mana dua plat disambung bersama-sama, seperti terlihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7. 2. Butt Joint (sambungan 3 lapis) Butt Joint adalah sambungan yang mana plat utama ditutup oleh dua plat lain. Plat penutup dikeling bersama-sama dengan plat utama, seperti pada Gambar 4.8. Ada 2 jenis butt joint, yaitu: a. Single strap butt joint, dan b. Double strap butt joint.



Gambar 4.6: Sambungan Lap joint single dan double



25



Gambar 4.7: Sambungan Lap joint triple



a) Single riveted double strap butt joint. b) Double riveted double strap butt joint



c) Double riveted double strap butt joint. d) Double riveted double strap butt joint Gambar 4.8 Butt joint



26



4.6



Kegagalan Sambungan Keling Sebuah sambungan keling bisa gagal dengan cara sebagai berikut: a.



Keretakan pada sudut plat. Keretakan ini dapat dihindari dengan mencegah margin, m = 1,5.d, dimana d adalah diameter dari lubang keling, seperti pada Gambar 4.9.



b.



Retak pada seluruh plat. Akibat tegangan tarik pada plat utama, plat utama atau penutup plat bisa retak seluruhnya seperti pada Gambar 4.10. Dalam kasus ini, kita hanya membahas satu panjang kisar (pitch) dari plat. Ketahanan yang diberikan oleh plat melawan keretakan dinamakam ketahanan retak (tearing resistance) atau kekuatan retak (tearing strength) atau nilai keretakan (tearing value) dari plat.



Gambar 4.10: Retak pada sudut plat Misalkan



Gambar 4.10: Retak pada seluruh plat



p = Pitch dari keling, d = Diameter dari lubang keling, t = Ketebalan plat, dan σt = Tegangan tarik yang diijinkan untuk material plat.



Kita mengetahui bahwa luas keling per panjang pitch adalah: At = (p – d)t Ketahanan retak (Pt) dari plat per panjang plat adalah: Pt = At.σt = (p – d).σt Ketika ketahanan retak Pt lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per panjang pitch, maka tipe ini tidak akan terjadi keretakan. c.



Pergeseran keling. Plat yang dihubungkan dengan keling yang mengalami tegangan tarik pada keling, dan jika keling tidak sanggup menahan tegangan, maka keling akan bergeser seperti pada Gambar 4.11. Ketahanan yang diberikan oleh keling terhadap geseran dinamakam ketahanan geser (shearing resistance)



27



atau kekuatan geser (shearing strength) atau nilai pergeseran (shearing value) dari keling.



Gambar 4.11 Misalkan



d = Diameter dari lubang keling, τ = Tegangan geser yang dijinkan untuk material keling, dan n = Jumlah keling per panjang pitch.



Kita mengetahui luas pergeseran, AS = π/4.d2 = 2. π/4.d



.........(dalam geser tunggal) 2



= 1,875. π/4.d2



.........(secara teoritis, dalam geser double) ........ (dalam geser double, terjadi untuk Ketel India)



Jadi ketahanan pergeseran yang dibutuhkan dari keling per panjang pitch adalah: PS = n. π/4.d2.τ = n. 2. π/4.d2.τ



.........(dalam geser tunggal) .........(secara teoritis, dalam geser double)



= n.1,875. π/4.d2.τ ........ (dalam geser double, terjadi untuk Ketel India) Ketika ketahanan pergeseran PS lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per panjang pitch, maka tipe ini akan terjadi kegagalan/kerusakan. d. Perubahan bentuk (crushing) pada plat atau keling. Kadang-kadang kenyataannya keling tidak mengalami geseran di bawah tegangan tarik, tetapi bisa rusak (berubah bentuk) seperti pada Gambar 4.12. Akibat ini, lubang keling menjadi berbentuk oval dan sambungan menjadi longgar. Kerusakan keling yang demikian juga dinamakan sebagai kerusakan bantalan (bearing failure). Ketahanan yang diberikan oleh keling terhadap perubahan bentuk dinamakam



28



ketahanan perubahan bentuk (crushing resistance) atau kekuatan perubahan bentuk (crushing strength) atau nilai perubahan bentuk (bearing value)



Gambar 4.12: Perubahan bentuk pada keling Misalkan



d = Diameter lubang keling, t



= Ketebalan plat,



σC = Tegangan crushing yang diijinkan untuk material keling atau plat, dan n = Jumlah keling per panjang pitch akibat crushing. Kita mengetahui bahwa luas crushing per keling adalah: AC = d.t Total luas crushing



= n.d.t



dan ketahanan crushing yang dibutuhkan untuk merusak keling per panjang pitch adalah: PC = n.d.t.σc Ketika ketahanan crushing Pc lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per panjang pitch, maka tipe ini akan terjadi kegagalan/kerusakan. Catatan: Jumlah keling karena geser akan sama dengan jumlah keling karena crushing. 4.7



Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling Kekuatan sambungan keling didefinisikan sebagai gaya maksimum yang dapat



diteruskan tanpa mengakibatkan kegagalan. Kita dapat melihat bagian 4.6 bahwa Pt, Ps dan Pc



adalah tarikan yang diperlukan untuk meretakkan plat, menggeser keling dan



merusakkan keling. Efisiensi sambungan keling didefinisikan sebagai rasio kekuatan sambungan keling dengan kekuatan tanpa keling atau plat padat. Kita sudah membahas bahwa kekuatan sambungan keling adalah Pt, Ps dan Pc. Kekuatan tanpa keling per panjang pitch adalah: P = p.t.σt



29



Efisiensi sambungan keling η adalah:



η = dimana:



setidaknya Pt , Ps dan Pc p.t.σ t



p = Pitch keling, t = Ketebalan plat, dan ζt = Tegangan tarik yang diijinkan dari material plat.



Contoh 1: 1. Sebuah lap joint double keling disambungkan antara plat dengan ketebalan 15 mm. Diameter keling 25 mm dan pitch 75 mm. Jika tegangan tarik ultimate adalah 400 MPa, tegangan geser ultimate 320 MPa dan tegangan crushing ultimate 640 MPa, tentukan gaya minimum per pitch yang akan memutuskan sambungan. Jika sambungan di atas diberi beban yang mempunyai angka keamanan 4, tentukan tegangan aktual yang terjadi pada plat dan keling. Penyelesaian: Diketahui:



t = 15 mm; d = 25 mm; p = 75 mm; ζtu = 400 MPa = 400 N/mm2; ηu = 320



Mpa = 320 N/mm2; ζcu = 640 MPa = 640 N/mm2 Gaya minimum per pitch yang akan memutuskan sambungan Ketika tegangan ultimate diberikan, kita akan menentukan nilai ultimate dari tahanan sambungan. Kita mengetahui bahwa tahanan retak ultimate dari plat per pitch, Ptu = (p – d).t. ζtu = (75 – 25)15.400 = 300 000 N Tahanan geser ultimate dari keling per pitch, Psu = n.π/4.d2. ηu = 2. π/4.(25)2.320 = 314 200 N



............(n = 2)



dan tahanan crushing ultimate dari keling per pitch, Pcu = n.d.t. ζcu = 2.25.15.640 = 480 000 N Dari di atas kita melihat bahwa gaya minimum per pitch yang akan memutus sambungan adalah 300.000 N atau 300 kN. Tegangan aktual yang dihasilkan dalam plat dan keling Karena faktor keamanan adalah 4, oleh karena itu beban aman per panjang pitch dari samabungan adalah 300.000/4 = 75.000 N.



30



Misalkan ζta, ηa, dan ζca adalah tegangan retak aktual, tegangan geser aktual dan tegangan crushing aktual yang dihasilkan dengan beban aman 75.000 N pada keretakan, geseran dan crushing. Kita mengetahui bahwa tahanan retak aktual dari plat (Pta), Pta = (p – d).t. σta 75.000 = (75 - 25)15.σta = 750.σta σta = 75.000/750 = 100 N/mm2 = 100 MPa Tahanan geser aktual dari keling (Psa), Psa = n.π/4.d2.ηa 75.000 = 2. π/4.(25)2. ηa = 982. ηa ηa = 75000/982 = 76,4 N/mm2 = 76,4 MPa dan tahanan crushing aktual dari keling (Pca) Pca = n.d.t. ζca 75000 = 2.25.15. ζca = 750 ζca ζca = 75000/750 = 100 N/mm2 = 100 MPa. 4.8



Sambungan Keling untuk Struktur Sambungan keling dikenal sebagai Lozenge joint yang digunakan untuk atap,



jembatan atau balok penopang dan lain-lain adalah ditunjukkan pada Gambar 4.13. Misalkan



b = Lebar dari plat, t = Ketebalan plat, dan d = Diameter dari lubang keling.



Dalam perancangan Lozenge joint, mengikuti prosedur sebagai berikut:



Gambar 4.13: Sambungan keling untuk struktur



31



1.



Diameter keling. Diameter lubang keling diperoleh dengan menggunakan rumus Unwin’s, yaitu: d=6 t



Tabel 4.1: Ukuran keling untuk sambungan umum, menurut IS: 1929 – 1982.



2.



Jumlah keling. Jumlah keling yang diperlukan untuk sambungan dapat diperoleh dengan tahanan



geseran atau tahan crushing dari keling. Misalkan



Pt = Aksi tarik maksimum pada sambungan. ini adalah tahanan retak dari plat pada bagian luar yang hanya satu keling. n = Jumlah keling



Karena sambungan adalah double strap butt joint, oleh karena itu dalam double shear (geser). Itu diasumsikan bahwa tahanan sebuah keling pada double shear adalah 1,75 kali dari pada single shear. Tahanan geser untuk 1 keling, PS = 1,75. π/4.d2.τ dan tahanan crushing untuk 1 keling, Pc = d.t.ζc Jumlah keling untuk sambungan, n=



Pt Ps atau Pc



3. Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup) Ketebalan butt strap, t1 = 1,25t, untuk cover strap tunggal = 0,75t, untuk cover strap ganda (double) 4. Efisiensi sambungan Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3. Pada potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling. Jadi tahanan retak dari sambungan sepanjang 1-1 adalah: Pt1 = (b - d).t.ζt



32



Tahanan retak dari sambungan sepanjang 2-2 adalah: Pt2 = (b - 2d).t.ζt + kekuatan satu keling di depan potongan 2-2 (Untuk keretakan plat pada potongan 2-2, keling di bagian depan potongan 2-2 yaitu pada potongan 1-1 harus yang pertama patah) Dengan cara yang sama pada potongan 3-3 di isni ada 3 lubang keling. Tahanan retak dari sambungan sepanjang 3-3 adalah: Pt3 = (b - 3d).t.ζt + kekuatan satu keling di depan potongan 3-3 Nilai dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps atau Pc adalah kekuatan sambungan. Kita mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah: P = b.t.ζt Efisiensi sambungan,



η =



Pt1, Pt 2, Pt 3, Ps atau Pc P



Catatan: Tegangan yang diijinkan dalam sambungan struktur adalah lebih besar dari pada yang digunakan dalam desain pressure vessel. Nilai berikut biasa dipakai. Untuk plat dalam tarikan = 140 Mpa Untuk keling dalam geser = 105 Mpa Untuk crushing dari keling dan plat Geser tunggal = 224 Mpa Geser ganda = 280 Mpa



5.



Pitch dari keling diperoleh dengan menyamakan kekuatan tarik sambungan dan



kekuatan geser keling. Tabel berikut menunjukkan nilai pitch menurut Rotscher. Tabel 4.2: Pitch dari keling untuk sambungan struktur



6. Pitch terkecil (m) harus lebih besar dari pada 1,5.d 7. Jarak antara baris dari keling adalah 2,5d sampai 3d.



33



Contoh 2: Dua batang baja mempunyai lebar 200 mm dan tebal 12,5 mm disambung dengan cara butt joint dengan cover plat ganda. Rancanglah sambungan jika tegangan yang diijinkan adalah 80 MPa untuk tarikan, 65 MPa untuk geser, dan 160 MPa untuk crushing. Buatlah sebuah sket dari sambungan. Penyelesaian: diketahui: b = 200 mm; t = 12,5 mm; ζt = 80 MPa = 80 N/mm2; η = 65 MPa = 65 N/mm2; ζc = 160 MPa = 160 N/mm2



Gambar 4.14: Sket rancangan sambungan butt joint double cover plat 1. Diameter keling Kita mengetahui diameter lubang keling, d = 6 t = 6 12,5 = 21,2 mm Dari Tabel 4.1, kita melihat diameter lubang keling (d) adalah 21,5 mm dan berhubungan dengan diameter keling sebesar 20 mm. 2. Jumlah keling Misalkan



n = Jumlah keling.



Kita mengetahui bahwa aksi tarik maksimum pada sambungan, Pt = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5)12,5.80 = 178 500 N Ketika sambungan adalah butt joint dengan cover plat ganda sperti Gambar 4.14, oleh karena itu keling adalah pada geser ganda. Asumsikan bahwa tahanan keling pada geser ganda adalah 1,75 kali dari pada geser tunggal.



34



Tahanan geser 1 keling adalah Ps = 1,75.π/4.d2.η = 1,75. π/4.(21,5)2.65 = 41 300 N Tahanan crushing 1 keling adalah Pc = d.t.ζc = 21,5.12,5.160 = 43 000 N Ketika tahanan geser lebih kecil dari pada tahanan crushing, oleh karena itu jumlah keling yang dipakai untuk sambungan adalah: n= 3.



Pt 178500 = = 4,32 ≅ 5 Ps 41300



Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup) t1 = 0,75t = 0,75.12,5 = 9,375 dikatakan 9,4 mm



4. Efisiensi sambungan Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3. Pada potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling. Jadi tahanan retak dari sambungan sepanjang 1-1 adalah: Pt1 = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5).12,5.80 = 178 500 N Pada potongan 2-2, di sini ada 2 lubang keling. Dalam kasus ini, keretakan plat terjadi jika keling pada potongan 1-1 (di depan potongan 2-2) terjadi geser. Tahanan retak dari sambungan sepanjang 2-2 adalah: Pt2 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 1 keling = (200 – 2.21,5).12,5.80 + 41300 = 198 300 N Pada potongan 3-3, disini ada 2 lubang keling. Keretakan plat terjadi jika 1 keling pada pada potongan 1-1 dan 2 keling pada potongan 2-2 terjadi geser. Tahanan retak dari sambungan sepanjang potongan 3-3 adalah: Pt3 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 3 keling = (200 – 2.21,5).12,5.80 + 2.41300 = 280 900 N Tahanan geser seluruh 5 keling adalah: Ps =5.41300 = 206 500 N Tahanan crushing dari seluruh 5 keling adalah: Pc = 5.43000 = 215 000 N Ketika kekuatan sambungan adalah nilai dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps atau Pc , oleh karena itu kekuatan sambungan adalah 178 500 N sepanjang potongan 1-1. Kita mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah: P = b.t.ζt = 20.12,5.80 = 200 000 N



35



Efisiensi sambungan, Pt1, Pt 2, Pt 3, Ps atau Pc 178500 η = = = 0,8925 P 200000



atau 89,25%



5. Pitch keling,



p = 3 d + 5 mm = (3.21,5) + 5 = 69,5 mm ≈ 70 mm



6. Pitch terkecil,



m = 1,5 d = 1,5.21,5 = 33,25 mm ≈ 35 mm



7. Jarak antara baris dari keling = 2,5 d = 2,5.21,5 = 53,75 mm ≈ 55 mm 4.9



Sambungan Keling dengan Beban Eksentris Ketika garis aksi dari beban tidak melewati titik pusat dari sistem keling dan



seluruh keling tidak menerima beban yang sama, maka sambungan ini dinamakan sambungan keling beban eksentris, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.15 (a). Beban eksentris menghasilkan geser sekunder diakibatkan oleh kecenderungan gaya untuk memutar sambungan terhadap pusat gravitasi yang menimbulkan geser. Misalkan



P = Beban eksentris sambungan, dan e = Eksentrisitas beban yaitu jarak antara garis aksi beban dan pusat sistem keling.



Gambar 4.15: Sambungan keling beban eksentris 36



Prosedur berikut ini untuk merancang sambungan keling beban eksentris; 1.



Tentukan pusat gravitasi G dari sistem keling. Misalkan



maka:



A = Luas penampang setiap keling, x1, x2, x3, dst



= Jarak keling dari OY



y1, y2, y3, dst



= Jarak keling dari OX



x=



A1x1 +A2 x2 +A3 x3 +... A1 + A2 + A3 + ..



y=



y1 +y 2 +y 3 +.. n



=



Ax1 +Ax 2 +Ax3 +.. = n.A



x1 +x 2 +x3 +.. n



2. Masukkan dua gaya P1 dan P2 pada pusat gravitasi G dari sistem keling. Gaya-gaya ini adalah sama dan berlawanan arah dengan P seperti pada Gambar 4.15 (b). 3. Asumsikan bahwa seluruh keling adalah sama ukurannya, pengaruh P1 = P adalah untuk menghasilkan beban geser langsung pada setiap keling yang sama besarnya. Oleh karena itu beban geser langsung setiap keling adalah: Ps = P/n 4. Pengaruh P2 = P adalah untuk menghasilkan momen putar yang besarnya P.e yang cenderung memutar sambungan terhadap pusat gravitasi G dari sistem keling searah jarum jam. Akibat momen putar, dihasilkan beban geser sekunder. untuk menentukan beban geser sekunder, dibuat asumsi sebagai berikut: a. Beban geser sekunder adalah sama dengan jarak radial keling dari pusat gravitasi sistem keling. b. Arah beban geser sekunder adalah tegak lurus dengan garis pusat keling terhadap pusat gravitasi sistem keling. Misalkan F1, F2, F3, ... = Beban geser sekunder pada keling 1, 2, 3 ... dst. l1, l2, l3, ...



= Jarak radial keling 1, 2, 3, .... dst dari pusat gravitasi sistem keling.



Dari asumsi (a),



F1 F2 F3 = = = .... l1 l2 l3 F2 = F1



l2 l1



dan F3 = F1



l3 l1



37



Kita mengetahui bahwa jumlah momen putar eksternal akibat beban eksentris dan momen tahanan internal dari keling harus sama dengan nol. P.e = F1 .l1 + F2 .l 2 + F3 .l 3 + .... = F1 .l1 + F1 . l 2 .l 2 + F1 . l 3 .l 3 + .... l1 l1 =



[



]



F1 (l 1 )2 + (l 2 )2 + (l 3 )2 + ... l1



5. Beban geser utama dan sekunder dapat ditambahkan untuk menentukan resultan beban geser (R) pada setiap keling seperti pada Gambar 4.15 (c). Besarnya R menjadi: R = (Ps ) 2 + F 2 + 2.Ps .F.cosθ dengan



θ = Sudut antara beban geser utama (Ps) dan beban geser sekunder (F)



Ketika beban geser sekunder pada setiap keling adalah sama, kemudian keling menerima beban yang besar yang mana sudut antara beban geser utama dan beban geser sekunder menjadi minimum. Jika tegangan geser yang diijinkan (η), diameter lubang keling dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut: Resultan gaya geser maksimum R =



π



.d 2



.τ 4 Dari Tabel 4.1, diameter standar untuk lubang keling (d) dan diameter keling. Contoh 3: Sambungan keling lap joint dibebani secara eksentris dirancang untuk bracket baja seperti Gambar 4.16 di bawah.



Gambar 4.16 Tebal plat bracket adalah 25 mm. Seluruh keling mempunyai ukuran yang sama. Beban bracket P = 50 kN; spasi keling, C = 100 mm; lengan (arm) beban, e = 400 mm. Beban geser yang diijinkan 65 MPa dan tegangan crushing adalah 120 MPa. Tentukan ukuran keling yang digunakan untuk sambungan. Penyelesaian: 38



Diketahui:



t = 25 mm; P = 50 kN = 50.103 N; e = 400 mm; n = 7; η = 65 Mpa = 65 N/mm2; ζc = 120 Mpa = 120 N/mm2.



Gambar 4.17: Diagram benda bebas: Pertama adalah menentukan pusat gravitasi dari sistem keling x dan y . x1 +x 2 +x3 +x 4 +x 5 +x 6 +x 7 n 100 +200 +200 +200 = = 100 mm 7



x=



........( x1 = x 6 = x 7 = 0)



y1 +y 2 +y 3 +y 4 +y 5 +y 6 +y 7 n 200 +200 +200 + 100 +100 = = 114,3 mm 7



y=



..........( y 5 = y 6 = 0)



Pusat gravitasi G dari sistem keling pada jarak 100 mm dari OY dan 114,3 mm dari OX, seperti Gambar 4.17. Kita mengetahui bahwa beban geser utama pada setiap keling adalah: Ps =



P 50.10 3 = = 7143N n 7



Beban geser utama sejajar dengan arah beban P seperti pada Gambar 4.17. Momen putar dihasilkan oleh beban P akibat eksentrisitas (e). Momen putar = P.e = 50.103.400 = 20.106 N-mm Momen putar ini ditahan oleh 7 keling seperti pada Gambar 4.17.



39



Gambar 4.18



Misalkan F1, F2, F3, F4, F5, F6 dan F7 adalah beban geser sekunder keling 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ditempatkan pada jarak l1, l2, l3, l4, l5, l6 dan l7 dari pusat gravitasi sistem keling seperti pada Gambar 4.18. Dari geometri gambar, kita dapat menentukan bahwa: l1 = l3 = (100) 2 + (200 − 114,3) 2 = 131,7mm l 2 = 200 − 114,3 = 85,7mm l 4 = l 7 = (100) 2 + (114,3 − 100) 2 = 101mm l 5 = l 6 = (100) 2 + (114,3) 2 = 152mm Persamaan momen puntir akibat eksentrisitas beban adalah: P.e =



[



F1 (l 1) 2 + (l 2 ) 2 + (l 3 ) 2 + (l 4 ) 2 + (l 5 ) 2 + (l 6 ) 2 + (l 7 ) 2 l1



[



]



]



F1 2(l 1 ) 2 + (l 2 ) 2 + 2(l 4 ) 2 + 2(l 5 ) 2 ......(l1 = l 3 ; l 4 = l 7 ; l 5 = l 6 ) l1 F 50.10 3.400 = 1 2(131,7) 2 + (85,7) 2 + 2(101) 2 + 2(152) 2 131,7 =



[



]



20.10 6.131,7 = 108645F1 F1 = 24244 N Ketika beban geser sekunder seimbang dengan jarak radial dari pusat gravitasi, oleh karena itu:



40



F2 = F1



l2 85,7 = 24244 = 15766N l1 131,7



F3 = F1



l3 = F1 = 24244N l1



F4 = F1



l4 101 = 24244 = 18593N l1 131,7



F5 = F1



l5 152 = 24244 = 27981N l1 131,7



F6 = F1 l 6 = F5 = 27981N l1



......(l 6 = l 5 )



F7 = F1 l 7 = F4 = 18593N l1



.......(l 7 = l 4 )



Dengan menggambar beban geser utama dan beban geser sekunder setiap keling, kita melihat bahwa keling 3, 4, dan 5 mendapat beban yang terbesar. Sekarang kita menentukan sudut antara beban geser utama dan beban geser sekunder untuk 3 keling ini. Dari geometri Gambar 14.18, kita peroleh:



Resultan beban geser pada keling 3:



Resultan beban geser pada keling 4:



Resultan beban geser pada keling 5:



41



Resultan beban geser dapat ditentukan secara grafik seperti ditunjukan pada Gambar 4.18. Dari atas kita melihat bahwa resultan beban geser maksimum adalah pada keling ke 5. Jika d adalah diameter lubang keling, maka resultan beban geser maksimum (R5)



Dari tabel 4.1, kita melihat diameter standar lubang keling (d) adalah 25,5 mm dan dihubungkan diameter keling adalah 24 mm. Mari sekarang kita cek sambungan untuk tegangan crushing. Kita mengetahui bahwa: Tegangan crushing =



R Beban maksimum 33121 N = 5 = = 51,95 = 51,95MPa Panampang crushing d .t 25,5.25 mm 2



Ketika tegangan ini di bawah tegangan crushing sebesar 120 Mpa, maka desain adalah aman. Contoh macam-macam konstruksi dan diagram benda bebasnya. 1.



Gambar 4.19



42



2



. Gambar 4.20 3.



Gambar 2.21



43



4.



Gambar 4.22 Latihan: 1. Dua plat tebalnya 16 mm disambung dengan double riveted lap joint. Pitch setiap baris keling 90 mm. Diameter keling 25 mm. Tegangan yang diijinkan adalah:



Tentukan efisiensi sambungan? 2. Single riveted double cover butt joint dibuat pada plat dengan tebal 10 mm dan diameter keling 20 mm, pitch 60 mm. Hitung efisiensi sambungan?



3. Double riveted double cover butt joint dibuat pada plat dengan tebal 12 mm dan diameter keling 18 mm, pitch 80 mm. Hitung efisiensi sambungan?



4. Double riveted lap joint (chain riveting) untuk menyambung 2 plat dengan tebal 10 mm. Tegangan yang diijinkan adalah ζt = 60 MPa; η = 50 MPa; dan ζc = 80 MPa. Tentukan diameter keling, pitch keling dan jarak antara baris keling. Juga tentukan efisiensi keling. 5. sebuah bracket didukung oleh 4 keling yang sama ukurannya, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.23. Tentukan diameter keling jika tegangan geser maksimum adalah 140 Mpa. 6. Sebuah bracket dikeling ke sebuah kolom dengan 6 keling yang sama ukurannya seperti pada Gambar 4.24. Bracket membawa beban 100 kN pada jarak 250 mm kolom. Jika tegangan geser maksimum dalam keling dibatasi 63 Mpa, tentukan diameter keling.



44



Gambar 4.23



Gambar 4.24



44



BAB V SAMBUNGAN LAS (WELDING JOINT)



5.1



Pendahuluan Sambungan las adalah sebuah sambungan permanen yang diperoleh dengan



peleburan sisi dua bagian yang disambung bersamaan, dengan atau tanpa tekanan dan bahan pengisi. Panas yang dibutuhkan untuk peleburan bahan diperoleh dengan pembakaran gas (untuk pengelasan gas) atau bunga api listrik (untuk las listrik). Pengelasan secara intensif digunakan dalam fabrikasi sebagai metode alternatif untuk pengecoran atau forging (tempa) dan sebagai pengganti sambungan baut dan keling. Sambungan las juga digunakan sebagai media perbaikan misalnya untuk menyatukan logam akibat crack (retak), untuk menambah luka kecil yang patah seperti gigi gear. 5.2



Jenis Sambungan Las Ada dua jenis sambungan las, yaitu:



1. Lap joint atau fillet joint Sambungan ini diperoleh dengan pelapisan plat dan kemudian mengelas sisi dari platplat. Bagian penampang fillet (sambungan las tipis) mendekati triangular (bentuk segitiga). Sambungan fillet bentuknya seperti pada Gambar 5.1 (a), (b), dan (c).



Gambar 5.1: Sambungan las jenis lap joint. 2. Butt joint. Butt joint diperoleh dengan menempatkan sisi plat seperti ditunjukkan pada Gambar 5.2. Dalam pengelasan butt, sisi plat tidak memerlukan kemiringan jika ketebalan plat kurang dari 5 mm. Jika tebal plat adalah 5 mm sampai 12,5 mm, maka sisi yang dimiringkan berbentuk alur V atau U pada kedua sisi.



45



Gambar 5.2: Sambungan las butt joint Jenis lain sambungan las dapat dilihat pada Gambar 5.3 di bawah ini.



Gambar 5.3: Tipe lain sambungan las. 5.3



Kekuatan sambungan las fillet melintang Lap joint (sambungan las fillet melintang) dirancang untuk kekuatan tarik, seperti



pada Gambar 5.4 (a) dan (b).



Gambar 5.4: Lap joint



Gambar 5.5 Skema dan dimensi bagian sambungan las



46



Untuk menentukan kekuatan sambungan las, diasumsikan bahwa bagian fillet adalah segitiga ABC dengan sisi miring AC seperti terlihat pada Gambar 5.5. Panjang setiap sisi diketahui sebagai ukuran las dan jarak tegak lurus kemiringan BD adalah tebal leher. Luas minimum las diperoleh pada leher BD, yang diberikan dengan hasil dari tebal leher dan panjang las. Misalkan



t = Tebal leher (BD). s = Ukuran las = Tebal plat, l = Panjang las,



Dari Gambar 5.5, kita temukan ketebalan leher adalah: t = s.sin45o = 0,707.s Luas minimum las atau luas leher adalah: (5 – 1)



A = t.l =0,707.s.l



Jika ζt adalah tegangan tarik yang diijinkan untuk las logam, kemudian kekuatan tarik sambungan untuk las fillet tunggal (single fillet weld) adalah: P = 0,707.s.l. ζt



(5 – 2)



dan kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double fillet weld) adalah: P = 2.0,707.s.l. ζt = 1,414.s.l. ζt 5.4



(5 – 3)



Kekuatan sambungan las fillet sejajar Sambungan las fillet sejajar dirancang untuk kekuatan geser seperti terlihat pada



Gambar 5.6. Luas minimum las atau luas leher: A = 0,707.s.l



Gambar 5.6: Sambungan las fillet sejajar dan kombinasi



47



Jika η adalah tegangan geser yang diijinkan untuk logam las, kemudian kekuatan geser dari sambungan untuk single paralel fillet weld (las fillet sejajar tunggal), P = 0,707.s.l. τ



(5 – 4)



dan kekuatan geser sambungan untuk double paralel fillet weld, P = 2.0,707.s.l. τ = 1,414.s.l. τ



(5 – 5)



Catatan: 1. Jika sambungan las adalah kombinasi dari las fillet sejajar ganda dan melintang tunggal seperti Gambar 5.6 (b), kemudian kekuatan sambungan las adalah dengan menjumlahkan kedua kekuatan sambungan las, yaitu; P = 0,707.s.l1. ζt + 1,414.s.l2. η dimana l1 adalah lebar plat. 2. Untuk memperkuat las fillet, dimensi leher adalah 0,85.t.



Contoh 1: Sebuah plat lebar 100 mm dan tebal 10 mm dilas dengan plat lain secara las fillet sejajar ganda (double paralel fillet weld). Plat dikenai beban statis 80 kN. Tentukan panjang las jika tegangan geser yang diijinkan dalam las tidak melebihi 55 MPa. Penyelesaian: diketahui: Lebar = 100 mm; Tebal = 10 mm; P = 80 kN = 80.103 N; η = 55 MPa = 55 N/mm2. Misalkan



l = Panjang las, dan s = Ukuran las = tebal plat = 10 mm.



Kita mengetahui bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet weld (P) pada persamaan (5 – 5) adalah: 80.103 = 1,414.s.l.η = 1,414.10.l.55 = 778.l l = 80.103 /778 = 103 mm Tambahan 12,5 mm untuk mengawali dang mengakhiri las, sehingga panjang las total: l = 103 + 12,5 = 115,5 mm 5.5



Kasus khusus sambungan las fillet Kasus berikut dari sambungan las fillet adalah penting untuk diperhatikan:



1.



Las fillet melingkar yang dikenai torsi. Perhatikan batang silinder yang dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada Gambar 5.7.



48



misalkan



d = Diameter batang, r = Radius batang, T = Torsi yang bekerja pada batang, s = Ukuran las, t = Tebal leher, J = Momen inersia polar dari bagian las = π.t.d3/4 Gambar 5.7



Kita mengetahui bahwa tegangan geser untuk material adalah:



η=



T .r T .d / 2 T .d / 2 2.T = = = 3 J J π .t.d / 4 π .t.d 2



dimana



Tegangan geser terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet. Geser maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45o dari bidang horisontal.. Panjang leher,



t = s.sin 45o = 0,707.s



ddan tegangan geser maksimum adalah:



η max =



2.



2.83.T 2.T = 2 π .0,707.s.d π .s.d 2



(5 – 6)



Las fillet melingkar yang dikenai momen bending. Perhatikan batang silinder yang dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada Gambar 5.8.



Misalkan



d = Diameter batang, M= Momen banding pada batang, s = Ukuran las, t = Tebal leher, Z = Section modulus dari bagian las = π.t.d2/4



Kita mengetahui bahwa momen bending adalah: Gambar 5.8 Tegangan bending terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet. Tegangan bending maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45o dari bidang horisontal. Panjang leher,



t = s.sin 45o = 0,707.s



49



dan tegangan bending maksimum adalah:: (5 – 7) 3.



Las fillet memanjang yang dikenai beban torsi. Perhatikan plat vertikal dilas ke plat horisontal dengan dua las fillet seperti pada Gambar 5.9.



misalkan



T = Torsi yang bekerja pada plat vertikal, l = Panjang las, s = Ukuran las, t = Tebal leher, J = Momen inersia polar dari bagian las (utk 2 sisi las)



Gambar 5.9 Variasi tegangan geser adalah sama dengan variasi tegangan normal sepanjang (l) dari balok yang dikenai bending murni. Tegangan geser menjadi:



Tegangan geser maksimum terjadi pada leher, yaitu: (5 – 8)



Contoh 2: Sebuah poros pejal dengan diameter 50 mm dilas ke plat tipis dengan las fillet 10 mm seperti pada Gambar 5.10. Tentukan torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las jika tegangan geser maksimum material las tidak melebihi 80 Mpa.



Gambar 5.10



50



Penyelesaian: diketahui:



d = 50 mm; s = 10 mm ; ηmax = 80 MPa = 80 N/mm2 T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las.



Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (5 – 6) adalah: 2.T 2.83.T = 2 π .0,707.s.d π .s.d 2 2,83.T 2,83.T 80 = = 2 78550 π .10.(50)



η max =



T = 80.78550/2,83 = 2,22.106 N-mm = 2,22 kNm Contoh 3: Sebuah plat panjangnya 1 m, tebal 60 mm dilas ke plat lain pada sisi kanan dan kiri dengan las fillet 15 mm, seperti pada Gambar 5.11. Tentukan torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las jika tegangan geser maksimum dalam bahan las tidak melebihi 80 MPa.



Gambar 5.11 Penyelesaian: Diketahui: l = 1m = 1000 mm ; Tebal = 60 mm; s = 15 mm ; ηmax = 80 MPa = 80 N/mm2. T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (5 – 8) adalah:



5.6



Kekuatan Butt Joint Sambungan butt dirancang untuk tarik dan tekan. Perhatikan sambungan V-butt tunggal seperti pada Gambar 5.12 (a).



51



Gambar 5.12: Butt joint Dalam butt joint, panjang ukuran las adalah sama dengan tebal leher yang sama dengan tebal plat. Kekuatan tarik butt joint (single-V atau square butt joint), (5 – 9)



P = t.l.ζt dimana



l = panjang las. Secara umum sama dengan lebar plat.



dan kekuatan tarik double-V butt joint seperti pada Gambar 5.12 (b) adalah: (5 – 10)



P = (t1 + t2).l.ζt dimana



t1 = Tebal leher bagian atas, dan t2 = Tebal leher bagian bawah. Sebagai catatan bahwa ukuran las bisa lebih besar dari pada ketebalan plat, tetapi



dapat juga lebih kecil. Tabel berikut menunjukkan ukuran las minimum yang direkomendasikan. Tabel 5.1: Ukuran las minimum yang direkomendasikan.



Contoh 3: Sebuah plat lebarnya 100 mm dan tebalnya 12,5 mm dilas ke plat lain dengan las fillet sejajar. Plat tersebut mendapat beban 50 kN. Tentukan panjang las jika tegangan maksimum tidak melebihi 56 MPa. Perhatikan bahwa sambungan las dibawah beban statis dan beban fatik/berulang-ulang (fatique).



52



Penyelesaian: Diketahui:



Lebar = 100 mm ; Tebal = 12,5 mm ; P = 50 kN = 50.103 N ; η = 56 MPa =



56 N/mm2. •



Panjang las untuk beban statis:



Misalkan



l = Panjang las, dan s = Ukuran las = tebal plat = 12,5 mm



Kita tahu bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet weld (P) pada persamaan (5 – 5) adalah: P = 1,414.s.l. τ 50.103 = 1,414.12,5.l.56 = 990.l l = 50.103/990 = 50,5 mm Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah: l = 50,5 + 12,5 = 63 mm •



Panjang las untuk beban fatik



Dari tabel 5.2 di bawah ini kita dapat menentukan faktor konsentrasi tegangan untuk paralel fillet welding adalah 2,7. Tabel 5.2 : Faktor konsentrasi tegangan



Tegangan geser yang diijinkan adalah: η = 56/2,7 = 20,74 N/mm2. Kita tahu bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet weld (P) pada persamaan (5 – 5) adalah: P = 1,414.s.l. τ 50.103 = 1,414.s.l. τ = 1,414.12,5.l.20,74 = 367.l l = 50.103/367 = 136,2 mm Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah: l = 136,2 + 12,5 = 148,7 mm



53



Contoh 4: Sebuah plat lebarnya 75 mm dan tebal 12,5 mm disambung dengan plat lain secara single transverse weld dan double paralel fillet weld seperti pada Gambar 5.13. Tegangan tarik maksimum 70 MPa dan tegangan geser maksimum 56 MPa. Tentukan panjang las setiap paralel fillet weld, jika sambungan dikenai beban statis dan fatik.



Gambar 5.13 Penyelesaian: Diketahui:



Lebar = 75 mm ; Tebal = 12,5 mm ; ζt = 70 MPa = 70 N/mm2 ; η = 56 MPa = 56 N/mm2.



Panjang efektif las (l1) untuk transverse weld diperoleh dengan pengurangan 12,5 mm dari lebar plat. l1 = 75 – 12,5 = 62,5 mm •



Panjang setiap fillet paralel untuk beban statis.



Misalkan



l2 = Panjang setiap fillet paralel.



Kita tahu bahwa beban maksimum yang dapat dibawa plat adalah: P = luas x tegangan = 75.12,5.70 = 65 625 N. Beban yang dibawa oleh single transverse weld pada persamaan (5 – 2) adalah : P1 = 0,707.s.l1. ζt = 0,707.12,5.62,5.70 = 38 664 N dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada persamaan (5 – 5) adalah P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.56 = 990.l2 Beban yang dibawa oleh sambungan las (P): 65 625 = P1 + P2 = 38 664 + 990.l2 l2 = 27,2 mm Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah: l2 = 27,2 + 12,5 = 39,7 mm ≈ 40 mm •



Panjang setiap fillet paralel untuk beban fatik.



Dari tabel 5.2, kita dapat menentukan faktor konsentrasi tegangan untuk transverse weld adalah 1,5 dan untuk paralel fillet weld adalah 2,7.



54



Tegangan tarik yang diijinkan adalah: ζt = 70/1,5 = 46,7 N/mm2 dan tegangan geser yang diijinkan adalah: η = 56/2,7 = 20,74 N/mm2 Beban yang dibawa oleh single transverse weld pada persamaan (5 – 2) adalah : P1 = 0,707.s.l1. ζt = 0,707.12,5.62,5.46,7 = 25 795 N dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada persamaan (5 – 5) adalah P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.20,74 = 366.l2 Beban yang dibawa oleh sambungan las (P): 65 625 = P1 + P2 = 25 795 + 366.l2 l2 = 108,8 mm Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah: l2 = 108,8 + 12,5 = 121,3 mm ≈ 122 mm 5.7



Beban eksentris sambungan las Beban eksentris dapat terjadi pada sambungan las dengan berbagai cara. Ketika



tegangan geser dan tegangan bending secara simultan terjadi pada sambungan, maka tegangan maksimum menjadi: Tegangan normal maksimum adalah:



(5 – 11) Tegangan geser maksimum adalah: (5 – 12) dimana



ζb = Tegangan bending, η = Tegangan geser



Gambar 5.14: Beban eksentris



55



Ada dua kasus beban eksentris sambungan las, yaitu: Kasus 1: Perhatikan sambungan tetap T pada salah satu ujungnya dikenai beban eksentris P pada jarak e seperti pada Gambar 5.14. misalkan



l = Panjang las, s = Ukuran las, t = Tebal leher,



Sambungan mendapat dua jenis tegangan: 1.



Tegangan geser langsung akibat gaya geser P pada las, dan



2.



Tegangan bending akibat momen bending P x e.



Kita tahu bahwa luas leher las adalah: A = Tebal leher x panjang las = t.l.2 = 2 t l



(untuk double fillet weld)



= 2.0,707.s.l = 1,414.s.l



(t = s.cos45o = 0,707.s)



Tegangan geser pada las adalah:



(5 – 13) Section modulus dari logam las melalui leher las adalah: (untuk kedua sisi las) (5 – 14)



Momen bending, M = P.e (5 – 15)



Tegangan bending, Kita tahu bahwa tegangan normal maksimum adalah lihat persamaan (5-11):



Tegangan geser maksimum adalah lihat persamaan (5-12):



Kasus 2: Ketika sambungan las dibebani secara eksentris seperti pada Gambar 5.15, maka terjadi dua jenis tegangan berikut ini:



56



1. Tegangan geser utama, dan 2. Tegangan geser akibat momen puntir.



Gambar 5.15: Sambungan las dibebani secara eksentris Misalkan



P = Beban eksentris, e = Eksentrisitas yaitu yaitu jarak tegak lurus antara garis aksi beban dan pusat gravitasi (G) dari fillet. l = Panjang las, s = Ukuran las, t = Tebal leher.



Dua gaya P1 dan P2 adalah didahului pada pusat gravitasi G dari sistem las. Pengaruh beban P1 = P adalah untuk menghasilkan tegangan geser utama yang diasumsikan seragam sepanjang las. Pengaruh P2 = P menghasilkan momen puntir sebesar P x e yang memutar sambungan terhadap pusat gravitasi dari sistem las. Akibat momen puntir menimbulkan tegangan geser sekunder. Kita tahu bahwa tegangan geser utama adalah sama dengan persamaan (5-13) (luas leher untuk single fillet weld = t.l = 0,707s.l)



Ketika tegangan geser akibat momen puntir (T = P.e) pada beberapa bagian adalah seimbang untuk jarak radial dari G, sehingga tegangan akibat P.e pada titik A adalah seimbang dengan AG (r2) dan arahnya memutar ke kanan terhadap AG. Dapat ditulis:



dimana η2 adalah tegangan geser pada jarak maksimum (r2) dan η adalah tegangan geser pada jarak r. 57



Perhatikan sebuah bagian kecil dari las yang mempunyai luas dA pada jarak r dari G. Gaya geser pada bagian kecil ini adalah η.dA dan momen puntir dari gaya geser terhadap G adalah:



Momen puntir total seluruh luas las adalah:



dimana



J = Momen inersia polar dari luas leher terhadap G.



Tegangan geser akibat momen puntir yaitu tegangan geser sekunder adalah:



Menentukan resultan tegangan, tegangan geser utama dan sekunder adalah kombinasi secara vektor. Resultan tegangan geser pada A,



dimana



θ = sudut antara η1 dan η2 , dan cos θ = r1/r2



Catatan: Momen inersia polar pada luas leher (A) terhadap pusat gravitasi yang diperoleh dengan teorema sumbu sejajar yaitu: (double fillet weld)



dimana



A = luas leher = t.l = 0,707.s.l, l = panjang las, x = jarak tegak lurus antara dua sumbu sejajar.



58



Tabel 5.3: Momen inersia polar dan section modulus dari las



59



Contoh 5: Sambungan las seperti pada Gambar 5.16, menerima beban eksentris 2 kN. Tentukan ukuran las, jika tegangan geser maksimum dalam las adalah 25 MPa.



Gambar 5.16



60



Penyelesaian: Diketahui:



P = 2kN = 2000 N ; e = 120 mm ; l = 40 mm ; ηmax = 25 MPa = 25 N/mm2.



misalkan



s = Ukuran las dalam mm, dan t = tebal leher las.



Sambungan las pada Gambar 5.16 menerima tegangan geser utama akibat gaya geser P = 2000 N dan tegangan bending akibat momen bending P.e. Kita tahu bahwa luas leher adalah: A = 2t.l = 2.0,707.s.l = 1,414.s.l = 1,414.s.40 = 56,56.s (5 – 13)



Tegangan Geser: Momen bending, M = P.e = 2000.120 = 240.103 N-mm



(5 – 14)



Section Modulus las melalui leher , Tegangan bending,



Kita tahu bahwa tegangan geser maksimum seperti pada persamaan (5-12) adalah:



Contoh 6: Sebuah poros pejal berdiameter 50 mm dilas ke plat tipis seperti pada Gambar 5.17. Jika ukuran las 15 mm, tentukan tegangan geser maksimum dan tegangan normal maksimum dalam las.



Gambar 5.17



61



Penyelesaian: Diketahui:



D = 50 mm ; s = 15 mm ; P = 10kN = 10000 N ; e = 200 mm.



Luas leher untuk las fillet melingkar adalah:



Tegangan geser utama: Momen bending M = P.e = 10000. 200 = 2.106 Nmm. Dari tabel 5.3, untuk las-lasan melingkar kita dapat menentukan section modulus:



Tegangan bending adalah:







Tegangan normal maksimum







Tegangan Geser maksimum:



Contoh 7: Sebuah balok berpenampang persegi dilas dengan las fillet seperti pada Gambar 5.18. Tentukan ukuran las, jika tegangan geser yang diijinkan dibatasi 75 MPa.



Gambar 5.18



62



Penyelesaian: diketahui: P = 25kN = 25.103 N ; ηmax = 75 MPa = 75 N/mm2 ; l = 100 mm ; b = 150 mm; e = 500 mm Sambungan las menerima tegangan geser utama dan tegangan bending. Luas leher untuk las fillet persegi adalah:



Tegangan geser utama adalah: Tegangan bending adalah: M = P.e = 25.103 .500 = 12,5.106 Nmm. Dari tabel 5.3 untuk bagian las persegi, section modulus adalah:



Tegangan bending adalah: Tegangan geser maksimum adalah:



(s = ukuran las)



Contoh 8: Sebuah plat baja persegi dilas seperti cantilever ke kolom vertikal dan mendukung beban P seperti pada Gambar 5.19. Tentukan ukuran las jika tegangan geser tidak melebihi 140 MPa.



(b)



(a) Gambar 5.19



63



Penyelesaian: Diketahui:



P = 60kN = 60.103 N ; b = 100 mm ; l = 50 mm ; η = 140 MPa = 140



N/mm2 Pertama menentukan pusat gravitasi sistem las seperti pada Gambar 5.19 (b). Dari tabel 5.3, kita dapat menentukan



dan momen inersia polar untuk luas leher sistem las terhadap G adalah:



Jarak beban dari pusat gravitasi (G) yaitu eksentrisitas adalah:



Radius maksimum dari las adalah:



Luas leher sistem las adalah:



Tegangan geser utama adalah:



dan tegangan geser akibat momen puntir atau tegangan geser sekunder adalah:



64



Resultan tegangan geser adalah:



(s = ukuran las)



Latihan: 1. Sebuah plat lebarnya 10A mm dan tebal 1A mm dilas dengan plat lain secara transverse weld pada ujungnya. Jika plat dikenai beban 7A kN, tentukan ukuran las untuk beban statis dan beban fatik. Tegangan tarik yang diijinkan tidak melebihi 7A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan). 2. Jika plat pada soal no.1 di atas disambung dengan double fillet dan tegangan geser tidak melebihi 56 MPa, tentukan panjang las untuk (a) beban statis dan (b) beban dinamis. 3. Batang baja melingkar berdiameter 5A mm dan panjang 20A mm dilas secara melingkar ke sebuah plat baja kemudian ujung batang baja dikenai beban 5 kN. Tentukan ukuran las, dengan asumsi tegangan yang diijinkan dalam las adalah 10A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan). Petunjuk 4. Sebuah poros pejal persegi ukuran 8A mm x 5A mm dilas secara fillet weld 5 mm pada seluruh sisinya ke plat tipis dengan sumbu tegak lurus ke permukaan plat. Tentukan torsi maksimum yang dapat diterapkan poros, jika tegangan geser dalam las tidak melebihi 85 MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan). Petunjuk 5. Sebuah plat dilas secara fillet weld dengan tebal t = 10 mm seperti pada Gambar 5.20. Tentukan Tegangan geser maksimum dalam las, asumsikan setiap las panjangnya 100 mm. 6. Gambar 5.21 menunjukkan sebuah sambunga las yang dikenai beban eksentris 20kN. Pengelasan hanya satu sisi. Tentukan ukuran las seragam jika tegangan geser yang diijinkan untuk bahan las adalah 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).



65



Gambar 5.20



Gambar 5.21



7. Sebuah braket dilas ke sisi tiang (column) dan membawa beban vertikal P seperti pada Gambar 5.22. Tentukan P jika tegangan geser maksimum pada 10 mm fillet weld adalah 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan). 8. Sebuah bracket seperti pada Gambar 2.23 membawa beban 40 kN. Hitung ukuran las jika tegangan geser yang diijinkan 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).



Gambar 5.22



Gambar 5.23



66



BAB VI SAMBUNGAN ULIR



6.1



Pendahuluan Sebuah ulir (screwed) dibuat dengan melakukan pemotongan secara kontinyu alur



melingkar pada permukaan silinder. Sambungan ulir sebagian besar terdiri dari dua elemen yaitu baut (bolt) dan mur (nut). Sambungan ulir banyak digunakan dimana bagian mesin dibutuhkan dengan mudah disambung dan dilepas kembali tanpa merusak mesin. Ini dilakukan dengan maksud untuk menyesuaikan/menyetel pada saat perakitan (assembly) atau perbaikan, atau perawatan.



6.2



Istilah penting pada ulir Istilah berikut digunakan pada ulir seperti pada Gambar 6.1 adalah penting untuk



diperhatikan.



Gambar 6.1: Istilah pada ulir Keterangan Gambar 3.1: 1. Major diameter adalah diameter terbesar pada ulir eksternal atau internal. Dinamakan juga outside atau nominal diameter. 2. Minor diameter adalah diameter terkecil pada ulir eksternal atau internal. Dinamakan juga core atau root diameter. 3. Pitch diameter adalah diameter rata-rata silinder. Dianamakan juga effective diameter. 4. Pitch adalah jarak antara puncak ulir. Secara matematika dapat dihitung: Pitch =



1 Jumlah puncak ulir per unit panjang ulir



67



5. Crest adalah permukaan atas pada ulir. 6. Root adalah permukaan bawah yang dibentuk oleh dua sisi berdekatan dari ulir. 7. Depth of thread adalah jarak tegak lurus antara crest dan root. 8. Flank adalah permukaan antara crest dan root. 9. Angle of thread adalah sudut antara flank ulir. 10. Slope adalah setengah pitch ulir.



6.3



Jenis ulir Jenis ulir adalah sebagai berikut:



1.



British standard whitworth (B.S.W) thread. Ulir jenis ini banyak digunakan dimana kekuatan yang tinggi pada root yang dibutuhkan, seperti pada Gambar 6.2.



Gambar 6.2 : B.S.W. thread 2.



British association (B.A) thread. Merupakan ulir jenis B.S.W. dengan pitch yang baik dan banyak digunakan untuk instrumentasi (alat ukur) dan pekerjaan lain yang presisi, seperti pada Gambar 6.3.



Gambar 6.3: B.A. thread



68



3.



American national standard thread. Ulir ini digunakan untuk tujuan umum seperti baut, mur, lubang ulir dan tap, seperti pada Gambar 6.4.



Gambar 6.4: American national standard thread 4.



Square thread. Ulir ini banyak digunakan untuk transmisi daya, biasanya dijumpai pada mekanisme mesin perkakas, katup, spindle, uli jack dan lain-lain seperti pada Gambar 6.5.



Gambar 6.5: Square thread 5.



Acme thread. Ulir ini banyak digunakan pada ulir mesin bubut, katup kuningan, ulir kerja bangku, seperti pada Gambar 6.6.



Gambar 6.6: Acme thread 6.



Knukle thread. Ulir ini banyak digunakan untuk pekerjaan kasar seperti railway kopling, hydrant dan lain-lain seperti pada Gambar 6.7.



Gambar 6.7: Knukle thread



69



7.



Buttress thread. Ulir banyak digunakan untuk transmisi daya satu arah, seperti pada Gambar 6.8.



Gambar 6.8: Buttress thread



6.4 1.



Jenis Sambungan ulir Through bolts. Seperti pada Gambar 6.9 (a) terlihat bahwa baut dan mur mengikat dua bagian/plat secara bersamaan. Jenis baut ini banyak digunakan pada baut mesin, baut pembawa, baut automobil dan lain-lain.



Gambar 6.9 2.



Tap bolts. Seperti pada Gambar 6.9 (b), ulir dimasukkan ke lubang tap pada salah satu bagiannya dikencangkan tanpa mur.



3.



Stud. Seperti pada Gambar 6.9 (c), ulir ini pada kedua ujungnya berulir. Salah satu ujung ulir dimasukkan ke lubang tap kemudian dikencangkan sementara ujung yang lain ditutup dengan mur.



4.



Cap screws. Ulir ini sama jenisnya dengan tap bolts tetapi berukuran kecil dan variasi bentuk kepala seperti pada Gambar 6.10.



70



Gambar 6.10: Cap screws



6.5



Dimensi standar ulir Dimensi desain ISO untuk ulir, baut dan mur dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut:



Tabel 6.1: Dimensi standar ISO untuk Ulir



71



72



6.6



Sambungan baut akibat beban eksentris Beberapa aplikasi sambungan baut yang mendapat beban eksentris seperti bracket,



tiang crane, dll. Beban eksentris dapat berupa:



6.7



1.



Sejajar dengan sumbu baut.



2.



Tegak lurus dengan sumbu baut.



3.



Dalam bidang baut. Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut Perhatikan Gambar 6.11, ada empat baut yang mana setiap baut mendapat beban



tarik utama Wt1 =W/n, dimana n adalah jumlah baut.



Gambar 6.11: Beban eksentris yang sejajar dengan sumbu baut Misalkan



w = beban baut per unit jarak terhadap pengaruh balik bracket W1 dan W2 = beban setiap baut pada jarak L1 dan L2 dari sisi tepi.



Beban setiap baut pada jarak L1 adalah: W1 = w.L1 dan momen gaya terhadap sisi tepi = w.L1 . L1 = w.(L1)2 Beban setiap baut pada jarak L2 adalah: W2 = w.L2 dan momen gaya terhadap sisi tepi = w.L2 . L2 = w.(L2)2 Total momen gaya pada baut terhadap sisi tepi = 2w.(L1)2 + 2w.(L2)2



(6-1)



Momen akibat beban W terhadap sisi tepi = W.L



(6-2)



Dari persamaan (6-1) dan (6-2), diperoleh: W.L = 2w.(L1)2 + 2w.(L2)2 w=



W .L 2[(L1 ) 2 + (L2 ) 2 ]



73



Beban tarik dalam setiap baut pada jarak L2 adalah: Wt2 = W2 = w.L2 =



W .L.L2 2[(L1 ) 2 + (L2 ) 2 ]



(6-3)



Total beban tarik pada baut yang dibebani paling besar adalah: Wt = Wt1 + Wt2



(6-4)



Jika dc adalah diameter core (minor) dari baut dan ζt adalah tegangan tarik untuk material baut, maka total beban tarik Wt : Wt =



π



(dc)2. ζt



4 Dari persamaan (6-4) dan (6-5), nilai dc dapat diperoleh.



(6-5)



Contoh 1: sebuah bracket seperti pada Gambar 6.11, menahan sebuah beban 30 kN. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik maksimum yang diijinkan dalam material adalah 60 MPa. Jarak L1 = 80mm, L2 = 250mm, dan L = 500mm. Penyelesaian: W = 30kN ; ζt = 60 MPa = 60 N/mm2 ; L1 = 80mm , L2 = 250mm , dan



Diketahui:



L = 500mm. Beban tarik utama yang dibawa oleh setiap baut adalah: Wt1 =W/n = 30/4 = 7,5 kN dan beban dalam setiap baut per unit jarak w adalah: w=



W .L 30. 500 = = 0,109 kN/mm 2 2 2[( L1 ) + ( L2 ) ] 2[(80) 2 + (250) 2 ]



Ketika beban baut yang terbesar adalah pada jarak L2 dari sisi tepi, sehingga beban baut terbesar adalah: Wt2 = W2 = w.L2 = 0,109. 250 = 27,25 kN Beban tarik maksimum pada baut dengan beban terbesar pada persamaan (6-4) adalah: Wt = Wt1 + Wt2 = 7,5 + 27,25 = 34,75 kN = 34 750 N Beban tarik maksimum pada baut adalah persamaan (6-5): Wt =



π 4



(dc)2. ζt



34 750 =



π (dc)2. 60 4



(dc)2 = 34 750/47 = 740 dc = 27,2 mm 74



Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 28,706mm dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M33. 6.8



Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut Sebuah dinding bracket membawa beban eksentris yang tegak lurus terhadap



sumbu baut seperti pada Gambar 6.12.



Gambar 6.12 Dalam kasus ini, baut menerima beban geser utama yang sama pada seluruh baut. Sehingga beban geser utama pada setiap baut adalah: Ws = W/n,



dimana n = jumlah baut.



Beban tarik maksimum pada baut 3 dan 4 adalah seperti pada persamaan (6-3): Wt2 = Wt = w.L2 =



W .L.L 2 2[(L1 ) 2 + (L2 ) 2 ]



(6-3)



Ketika baut dikenai geser yang sama dengan beban tarik, kemudian beban ekuivalen dapat ditentukan dengan hubungan berikut: Beban tarik ekuivalen adalah: (6-6) dan beban geser ekuivalen adalah: (6-7) Contoh 2: Sebuah bracket dijepit pada batang baja seperti pada Gambar 6.13. Beban maksimum yang diberikan bracket sebesar 12 kN secara vertikal pada jarak 400 mm dari permukaan batang. Permukaan vertikal bracket dikunci ke batang oleh empat baut, dalam dua baris pada jarak 50 mm dari sisi terbawah bracket. Tentukan ukuran baut jika tegangan 75



tarik yang diijinkan dari material sebesar 84 MPa. Juga tentukan penampang lengan bracket yang berbentuk persegi.



Gambar 6.13 Penyelesaian: W = 12 kN = 12.103 N ;



Diketahui:



L = 400 mm ;



L1 = 50 mm ;



L2 = 375 mm ;



ζt = 84 MPa = 84 N/mm2 ; n = 4 Beban geser utama setiap baut: Ws = W/n = 12/4 = 3 kN Beban tarik maksimum yang dibawa baut 3 dan 4 adalah:



Ketika baut menerima beban geser yang sama dengan beban tarik, sehingga beban tarik ekuivalen pada persamaan (6-6) adalah:







Ukuran baut



Beban tarik ekuivalen (Wte) pada persamaan (6-5) adalah: Wte =



π (dc)2. ζt 4



7490 =



π (dc)2. 84 = 66.(dc)2 4



(dc)2 = 7490/66 = 113,5 dc = 10,65 mm Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 11,546 mm dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M14. 76







Penampang lengan bracket



Misalkan:



t dan b = tebal dan kedalaman lengan bracket.



Section modulus Z: 1 Z = .t.b 2 6 Momen bending maksimum bracket; M = 12.103.400 = 4,8.106 Nmm M Z



Tegangan bending (tarik)



ζt =



sehingga:



4,8.10 6 84 = 1 .t.b 2 6 t.b2 = 343.103 atau t = 343.103 /b2



Diasumsikan kedalaman lengan bracket , b = 250 mm, maka tebal bracket adalah: t = 343.103/2502 = 5,5 mm. 6.9



Beban eksentris pada bracket dengan sambungan melingkar Kadang-kadang landasan bracket dibuat melingkar seperti piringan bantalan pada



mesin perkakas seperti pada Gambar 6.14.



Gambar 6.14 Misalkan:



R = Radius piringan (flens), r = Radius melingkar pitch baut, w = Beban per baut per unit jarak dari sisi tepi, L = Jarak beban dari sisi tepi,



L1, L2, L3, dan L4 = Jarak pusat baut dari sisi tepi A. Seperti pernah dibahas pada sub bab di atas bahwa persamaan momen eksternal W.L merupakan jumlah momen seluruh baut adalah: 77



(6-8)



Dari geometri pada Gambar 6.14 (b), kita dapat menentukan:



Sehingga nilai persamaan (8) menjadi:



Beban pada baut 1 = Beban ini adalah maksimum ketika cos α adalah minimum yaitu ketika cos α = -1 atau α = 180o. Beban maksimum pada baut adalah Secara umum, jika n = jumlah baut, kemudian beban sebuah baut adalah



dan beban maksimum baut adalah



(6-9) Setelah diketahui beban maksimum, maka dapat dicari ukuran baut. Contoh 3. Sebuah piringan bantalan seperti pada Gambar 6.14 di atas, dikunci dengan 4 baut secara melingkar berjarak antar bautnya 500 mm. Diameter piringan bantalan 650 mm dan beban 400 kN diberikan pada jarak 250 mm dari kerangka. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik material baut yang aman 60 MPa. Penyelesaian: Diketahui:



n = 4 ; d = 500 mm atau r = 250 mm; D = 650 mm atau R = 325 mm ; W = 400 kN = 400.103 N ; L = 250 mm ; ζt = 60 MPa = 60 N/mm2



Beban maksimum baut seperti pada persamaan (6-9) adalah :



78



Sedangkan beban maksimum pada persamaan (6-5) adalah: Wt = 91 643 =



π (dc)2. ζt 4 π (dc)2. 60 = 47,13 (dc)2 4



(dc)2 = 91 643/47,13 = 1945 atau dc = 44 mm Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 45,795 mm dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M52.



Latihan: 1. Sebuah plat disambung ke dinding dengan 4 baut M12 seperti pada Gambar 6.15. Diameter core (minor) baut adalah 9,858 mm. Tentukan nilai W jika tegangan tarik yang diijinkan dalam material baut adalah 6A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).



Gambar 6.15 2. Sebuah bracket seperti pada Gambar 6.16, disambung ke dinding dengan 4 baut. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik yang aman untuk baut adalah 7A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).



79



Gambar 6.16



3. Sebuah bracket seperti pada Gambar 6.17, disambung ke tiang vertikal dengan 5 baut standar. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik material yang aman 7A MPa dan tegangan geser yang aman 5A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).



Gambar 6.17



80



BAB VII POROS



7.1



Pendahuluan Poros



adalah



sebuah



perputaran



elemen



mesin



yang



digunakan



untuk



mentransmisikan daya dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Daya dihantarkan poros oleh beberapa gaya tangensial dan torsi (momen torsi). Untuk memindahkan daya dari poros yang satu ke poros yang lain diperlukan alat transmisi daya seperti pulley, roda gigi, dan lain-lain. Alat transmisi daya ini memberikan gaya-gaya yang dapat mengakibatkan bending pada poros. Dengan kata lain, sebuah poros digunakan untuk transmisi torsi dan momen bending. Pulley atau roda gigi ini dipasang dan disambung oleh pasak pada poros.



Gambar 1: Poros Material yang digunakan untuk poros harus mempunyai sifat sebagai berikut: •



Kekuatan yang tinggi







Machinability yang baik







Factor sensitivitas takik yang rendah







Sifat perlakuan panas yang baik







Sifat tahan aus yang tinggi.



Material yang digunakan untuk poros biasa adalah baja karbon dengan grade 40C8, 45C8, 50C4 dan 50C12. Tabel 1.1: Sifat mekanik baja yang digunakan untuk poros



81



Poros umumnya diproduksi dengan pengerolan panas dan diakhiri ukurannya dengan cold drawing atau proses bubut dan proses gerinda. Poros yang dirol dingin adalah lebih kuat dari pada poros yang dirol panas tetapi dengan tegangan residual (tegangan sisa) yang lebih tinggi. Tegangan sisa ini dapat mengakibatkan distorsi pada poros ketika diproses mesin, secara khusus ketika dislot atau dibuatkan lubang pasak. Poros dengan diameter yang lebih besar biasanya diproses tempa (forged) dan dibubut ukurannya pada mesin bubut. Jenis poros ada dua macam yang penting untuk diketahui yaitu: •



Poros transmisi. Di sini poros mentransmisikan daya antara sumber dan mesin yang digerakkan. Seluruh poros pabrik adalah poros transmisi. Karena di sini poros meneruskan/membawa bagian mesin seperti pulley, roda gigi dan lain-lain, oleh karena itu poros menerima bending sebagai tambahan puntiran.







Poros mesin. Di sini poros dirakit menjadi satu kesatuan dari bagian mesin itu sendiri. Poros engkol (crank shaft) adalah contoh dari poros mesin.



7.2



Tegangan dalam poros Tegangan-tegangan yang terjadi dalam poros adalah sebagai berikut: 1. Tegangan geser akibat transmisi torsi (akibat beban torsional). 2. Tegangan bending (tarik atau tekan) akibat gaya aksi elemen mesin seperti roda gigi, pulley dan lain-lain termasuk juga berat poros itu sendiri. 3. Tegangan akibat kombinasi beban torsional dan bending. Menurut kode American Society of Mechanical Engineers (ASME)untuk desain poros transmisi, tegangan kerja maksimum yang diijinkan dalam bentuk tarik atau tekan adalah: 1. 112 MPa untuk poros tanpa pasak. 2. 84 MPa untuk poros dengan pasak. Berdasarkan spesifikasi fisik poros, tegangan tarik yang diijinkan (ζt) diambil 60 %



dari batas elastis tarik (ζel), tetapi tidak boleh melebihi 36 % tegangan tarik ultimate (ζu). dengan kata lain, tegangan tarik yang diijinkan adalah: ζt = 0,6 ζel atau 0,36ζu Tegangan geser maksimum yang diijinkan adalah: 1. 56 MPa untuk poros tanpa pasak. 2. 42 MPa untuk poros dengan pasak.



82



Berdasarkan spesifikasi fisik poros, tegangan geser yang diijinkan (ζt) diambil 30% dari batas elastis tarik (ζel), tetapi tidak boleh melebihi 18% tegangan tarik ultimate (ζu). dengan kata lain, tegangan geser yang diijinkan adalah: ζt = 0,3ζel atau 0,18ζu



7.3



Poros yang hanya menerima momen punter (torsi) Ketika poros hanya menerima torsi, maka diameter poros dapat diperoleh dengan



menggunakan persamaan torsi, yaitu: T η = J r Dimana



(1-1)



T = torsi J = momen inersia polar poros terhadap sumbu putar, η = tegangan geser torsional, r = jarak dari sumbu netral terhadap permukaan luar poros = d/2 d = diameter poros.



Untuk poros pejal bundar, momen inersia polar adalah:



Persamaan (1-1) torsi untuk poros pejal dapat ditulis:



(1-2) Dari persamaan ini, diameter poros d dapat dihitung. Untuk poros berongga, momen inersia polar adalah:



83



di



do



Gambar 2: Poros berongga Dimana



do dan di = diameter luar dan diameter dalam poros, dan r = do/2



Persamaan (1-1) torsi untuk poros berongga menjadi:



(1-3) Misalkan



k = rasio diameter dalam dan luar poros = di/do



Persamaan (1-3) menjadi:



(1-4)



Contoh 1: Sebuah poros pejal mentransmisikan daya 1 MW pada putaran 240 rpm. Tentukan diameter poros jika torsi maksimum yang ditransmisikan melebihi torsi rata-rata 20%. Ambil tegangan geser maksimum yang diijinkan 60 MPa. Penyelesaian: Diketahui: Torsi rata-rata yang ditransmisikan poros:



Torsi maksimum yang ditransmisikan:



84



Diameter poros adalah:



≈ Contoh 2: Tentukan diameter poros baja pejal untuk mentransmisikan 20 kW pada 200 rpm. Tegangan geser ultimate untuk baja adalah 360 MPa dan factor keamanan 8. Jika poros berongga ditempatkan pada poros pejal, tentukan diameter dalam dan luar ketika rasio k adalah 0,5. Penyelesaian: Diketahui: Tegangan geser yang diijinkan:







Diameter poros pejal:



Torsi yang ditrasmisikan poros pejal:



Diameter poros menjadi:



≈ •



Diameter poros berongga



Torsi yang ditrasmisikan poros berongga:







85



7.4



Poros yang hanya menerima momen bending Ketika poros yang hanya menerima momen bending, maka tegangan maksimum



(tarik atau tekan) diberikan oleh persamaan bending. (1-5) Dimana



M = momen bending, I = momen inersia penampang poros terhadap sumbu putar, ζb = tegangan bending, y = jarak dari sumbu netral ke permukaan luar poros.



Untuk poros pejal bundar, momen inersia:



dan substitusi ke persamaan (1-5) diperoleh:



(1-6)



Dari persamaan ini, diameter poros d dapat dihitung. Untuk poros berongga, momen inersia adalah:



Dan Substitusi ke persamaan (1-5) diperoleh:



(1-7) Dari persamaan ini diameter luar do dapat diperoleh. Contoh 3: Sepasang roda dari gerbong rel kereta api membawa beban 50 kN pada setiap kotak poros, pada jarak 100 mm dari bagian luar landasan roda. Panjang antar roda 1,4 m. Tentukan diameter poros antara roda, jika tegangannya tidak melebihi 100 MPa. Penyelesaian:



86



Diketahui:



Gambar 3 Dari gambar 3 terlihat bahwa momen bending maksimum terjadi pada roda di C dan D. oleh karena itu momen bending maksimum:



Dari persamaan (1-6), diperoleh diameter poros:



≈ 7.5



Poros menerima kombinasi momen bending dan momen torsi Ketika poros menerima kombinasi momen bending dan momen torsi, kemudian



poros dirancang berdasarkan dua momen secara simultan (bersamaan). Beberapa teori telah dipercaya untuk menghitung kegagalan elastis dari material ketika poros menerima variasi jenis tegangan kombinasi. Dua teori berikut sangat penting untuk diketahui: 1. Teori tegangan geser maksimum atau teori Guest’s. ini digunakan untuk material yang ulet seperti baja karbon rendah. 2. Teori tegangan normal maksimum atau teori Rankin’s. ini digunakan untuk material getas seperti besi cor. Misalkan:



η = tegangan geser yang terjadi akibat momen torsi, ζb = tegangan bending (tarik atau tekan) yang terjadi akibat momen bending.



Menurut Teori tegangan geser maksimum, tegangan geser maksimum dalam poros adalah:



Substitusi nilai η dari persamaan (1-2) dan nilai ζb dari persamaan (1-6) diperoleh:



87



Atau :



(1-8) Dinamakan sebagai momen torsi ekuivalen Te.



Persamaan (1-8) dapat ditulis; (1-9) Menurut teori tegangan normal maksimum, tegangan normal maksimum adalah: (1-10)



Atau



(1-11) Dinamakan momen bending ekuivalen Me .



Persamaan (1-11) dapat ditulis: (1-12) Untuk poros berongga persan (1-9) dan (1-12) menjadi:



Contoh 4: Sebuah poros didukung oleh bantalan A dan B, dengan jarak antara pusat bantalan 800mm. Sebuah spur gear (roda gigi lurus) kelurusan gigi 20o (sudut tekan) mempunyai diameter kisar 600 mm adalah ditempatkan 200mm sebelah kanan bantalan A, dan sebuah pulley dengan diameter 700mm dipasang 250mm dari sebelah kiri bantalan B. Roda gigi digerakan oleh pinion gear dengan dengan gaya tangensial ke bawah sementara pulley menggerakkan belt horizontal dengan sudut 180o. Pulley juga juga berfungsi sebagai flywheel dan berat 2000N. Tarikan belt maksimum adalah 3000N dan rasio tarikan 3:1. Tentukan momen bending maksimum dan diameter poros jika tegangan geser maksimum material 40 MPa. Penyelesaian: Diketahui:



Diagram benda bebas untuk poros dapat dilihat pada Gambar 4 (a) berikut:



88



Gambar 4 Torsi yang terjadi pada poros D adalah:



89



Diagram torsi ditunjukkan pada Gambar 4 (b). Diasumsikan bahwa torsi pada D sama dengan torsi pada C, oleh karena itu gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi C adalah:



Dan beban normal yang terjadi pada gigi gear C adalah:



Gambar 5. Beban normal terjadi pada sudut 20o dari posisi vertical seperti pada Gambar 5. Sehingga beban normal vertical dan horizontal dapat diperoleh. Komponen vertikal WC yaitu beban vertikal yang terjadi pada poros di C adalah:



Dan Komponen horisontal WC yaitu beban horisontal yang terjadi pada poros di C adalah:



Ketika



oleh karena itu:



Jadi beban horisontal yang terjadi pada poros di D adalah:



beban vertikal yang terjadi pada poros di D adalah:



Diagram beban vertikal dan horizontal pada C dan D ditunjukkan pada Gambar 4 (c) dan (d). Sekarang menentukan momen bending maksimum untuk pembebanan vertikal dan horizontal. Perhatikan pembebanan vertical pada C dan D. RAV dan RBV menjadi reaksi pada bantalan A dan B. sehingga:



Ambil momen terhadap A, diperoleh:



90



Momen bending pada A dan B adalah: Momen bending pada C: Momen bending pada D: Diagram momen bending untuk pembebanan vertical ditunjukkan pada Gambar 4 (e). Sekarang perhatikan pembebanan horizontal pada C dan D. RAH dan RBH menjadi reaksi pada bantalan A dan B, sehingga diperoleh:



Ambil momen terhadap A, diperoleh:



Momen bending pada A dan B adalah: Momen bending pada C: Momen bending pada D: Diagram momen bending untuk pembebanan horisontal ditunjukkan pada Gambar 4 (f). Resultan (jumlah total) momen bending pada C adalah:



Resultan Momen bending pada D:



Momen bending maksimum Diagram momen bending ditunjukkan pada gambar 4 (g). kita melihat bahwa momen bending maksimum terjadi pada D, oleh karena itu: Momen bending maksimum adalah M = MD = 887 874 N-mm. Diameter poros Momen punter ekuivalen:



91



Maka diameter poros dapat diperoleh dari persamaan (1-9), yaitu:



≈ 7.6



Poros menerima beban fluktuasi Dalam artikel sebelumnya kita mempunyai asumsi bahwa poros dikenai torsi dan



momen bending konstan. Tetapi secara praktik, poros menerima momen torsi dan bending secara fluktuasi. Oleh karena itu kombinasi faktor kejut dan faktor fatik harus diambil ke dalam perhitungan untuk menentukan momen torsi dan momen bending. Jadi untuk poros yang menerima kombinasi bending dan torsi, momen torsi ekuivalen menjadi:



Dan momen bending ekuivalen menjadi:



Dimana :



Km = kombinasi faktor kejut dan fatik untuk bending, dan Kt = kombinasi faktor kejut dan fatik untuk torsi



Tabel 1: Nilai Km dan Kt yang direkomendasikan.



Contoh 5: Gambar 6 menunjukkan bahwa sebuah pros membawa pulley A dan roda gigi B dan didukung oleh dua bantalan C dan D. Poros mentransmisikan daya 20 kW pada putaran 150 rpm. Gaya tangensial Ft pada roda gigi B terjadi secara vertical ke atas seperti gambar. 92



Pulley menghantarkan daya melalui sebuah belt ke pulley lain dengan diameter yang sama secara vertikal di bawah pulley A. Rasio tarikan T1/T2 sama dengan 2,5. Roda gigi dan pulley mempynyai berat berturut-turut 900 N dan 2700 N. Tegangan geser yang diijinkan



untuk



material



poros



adalah



63



MPa.



Asumsikan



berat



poros



diabaikandibandingkan dengan beban lain, Tentukan diameter poros. Ambil faktor kejut dan fatik untuk bending dan torsi adalah berturut-turut 2 dan 1,5.



Gambar 6 Penyelesaian: Diketahui:



Torsi yang ditransmisikan poros:



Misalkan T1 dan T2 = tarikan pada sisi kencang dan sisi longgar dari belt pada pulley A. Ketika torsi pada pulley adalah sama seperti pada poros (yaitu 1273.103 N-mm), oleh karena itu:



ketika:



Total beban vertikal ke bawah pada poros A:



93



Asumsikan bahwa torsi pada roda gigi B adalah sama dengan pada poros, oleh karena itu gaya tangensial vertikal ke atas pada roda gigi B adalah:



Ketika berat roda gigi B (WB = 900 N) vertikal ke bawah, oleh karena itu total beban vertikal ke atas pada poros B adalah:



Sekarang marilah kita menentukan reaksi pada bantalan C dan D. misalkan RC dan RD adalah reaksi pada bantalan C dan D. Reaksi RC akan terjadi ke atas sementara reaksi RD akan terjadi ke bawah sseperti pada Gambar 7.



Gambar 7 Ambil momen terhadap D akan diperoleh:



Persamaan keseimbangan poros:



Momen bending pada A dan B adalah nol, maka: Momen bending pada C: Momen bending pada D: 94



Kita melihat bahwa momen bending adalah maksimum di C, yaitu:



Momen torsi ekuivalen adalah:



Maka diameter poros dapat diperoleh dari persamaan (1-9), yaitu:



≈ 7.7



Poros menerima beban aksial sebagai tambahan kombinasi beban torsi dan bending. Ketika poros menerima beban aksial (F) sebagai tambahan kombinasi beban torsi



dan bending seperti dalam poros



actor ta dan poros untuk menggerakkan roda gigi



cacing (worm gear), kemudian tegangan akibat beban aksial harus ditambahkan ke tegangan bending (ζb). Persamaan bending adalah: atau dan tegangan akibat beban aksial :



Resultan tegangan ( acto atau tekan) untuk poros pejal:



95



Resultan tegangan ( acto atau tekan) untuk poros berongga:



Dalam kasus poros yang panjang (poros slender/ramping) yang menerima beban tekan, actor column (α) harus dimasukkan untuk mengambil pengaruh column kedalam perhitungan. Tegangan akibat beban tekan: (untuk poros pejal) (untuk poros berongga) Nilai factor column (α) untuk beban tekan dapat diperoleh dari hubungan berikut:



Pernyataan ini digunakan ketika rasio slenderness (L/K) adalah lebih kecil dari pada 115. Ketika rasio slenderness (L/K) adalah lebih besar dari pada 115, kemudian factor column (α) untuk beban tekan dapat diperoleh dari hubungan berikut:



Dimana:



L = Panjang poros antara bantalan, K = radius girasi terkecil ζy = tegangan luluh tekan untuk material poros C = koefisien rumus Euler’s tergantung pada kondisi ujung tumpuan.



Berikut adalah perbedaan nilai C yang tergantung dengan kondidi ujung tumpuan. C = 1,



untuk ujung engsel,



C = 2,25



untuk ujung jepit,



C = 1,6



untuk ujung yang sebagaian ditumpu bantalan



Catatan: Secara umum, untuk poros berongga yang mendapat beban torsi dan bending berfluktuasi, ditambah beban aksial, persamaan untuk momen torsi ekuivalen dan momen bending ekuivalen adalah: 96



(1-13)



(1-14)



Contoh 6: Sebuah poros berongga dikenai torsi maksimum 1,5 kNm dan momen bending maksimum 3 kNm. Pada saat yang sama menerima beban aksial 10 kN. Asumsi bahwa beban diterapkan secara bertahap dan rasio diameter dalam dan diameter luar poros 0,5. Jika diameter luar poros 80 mm, tentukan tegangan geser yang terjadi pada poros. Penyelesaian: Diketahui:



Ketika beban diterapkan secara bertahap, dari Tabel 1, dapat diperoleh: Km = 1,5



dan



Kt = 1,0



Momen torsi ekuivalen untuk poros berongga:



Maka tegangan geser yang terjadi pada poros dapat dihitung sesuai persamaan (1-13):



Latihan: 3. Sebuah poros



actor tal AD disangga bantalan pada A dan B dan membawa pulley



pada C dan D untuk mentransmisikan daya 75 kW pada putaran 500 rpm dari pulley penggerak D meneruskan ke pulley C seperti ditunjukkan pada Gambar 8. 97



Gambar 8. Hitung diameter poros. Data yang diketahui adalah: P1 = 2.P2, Q1 =2.Q2, radius pulley C = 220 mm, radius pulley D = 160 mm, tegangan geser yang diijinkan = 45 Mpa. 2. Sebuah poros baja menerima daya 7,5 kW pada 1500 rpm. Sebuah pulley dipasang pada poros seperti pada Gambar 9 mempunyai rasio tarikan belt 4. Gaya-gaya roda gigi adalah Ft = 1590 N; Fr = 580 N



Gambar 9. Rancaglah diameter poros dengan teori tegangan geser maksimum. Material poros mempunyai kekuatan



acto ultimate = 720 Mpa; kekuatan yield = 380 Mpa;



actor



keamanan = 1,5.



3. Sebuah poros baja 40C8 digunakan untuk menggerakkan mesin pada putaran 1500 rpm. Pulley A, B dan bantalan C, D ditempatkan seperti pada Gambar 10. Tarikan belt juga ditunjukkan pada Gambar 10. Tentukan diameter poros. Tegangan geser yang diijinkan untuk material poros adalah 100 Mpa. Kombinasi yang diterapkan untuk bending dan torsi dengan



actor kejut = 1,5 dan



98



actor fatik = 1,2.



Gambar 10.



99



BAB VIII PASAK



8.1



Pendahuluan Pasak adalah potongan baja karbon rendah yang diselipkan antara poros dan hub



atau kepala pulley untuk mencegah gerakan relatif . Pasak selalu diselipkan sejajar dengan sumbu poros. Pasak digunakan sebagai pengunci sementara dan menerima tegangan geser dan crushing. Lubang pasak dislot dalam sebuah poros dan hub dari pulley untuk menyesuaikan/mencocokan ukuran pasak. Jenis pasak ada 5 macam yaitu sunk keys, saddle keys, tangent keys, round keys, dan splines. Berikut akan dibahas jenis pasak di atas secara detail. 8.2



Sunk keys Sunk keys diberikan setengah lubang pasak pada poros dan setengah lubang pasak



pada hub atau kepala pulley. Macam-macam sunk key adalah sebagai: 1.



Rectangular Sunk key. Bentuk pasak ini dapat dilihat seperti pada Gambar 1.



Lebar pasak, w = d/4; Tebal pasak, t = 2w/3 = d/6 dimana



d = diameter poros atau diameter lubang hub.



Pasak mempunyai ketirusan 1:100 hanya pada sisi atas.



Gambar 1 2.



Square sunk key. Pasak ini jenisnya hampir sama dengan rectangular sunk key, perbedaannya hanya pada lebar dan ketebalan pasak. Square sunk key mempunyai lebar dan ketebalan yang sama yaitu: w = t = d/4



3.



Paralel sunk key. Pasak jenis ini mempunyai lebar dan ketebalan yang seragam. Perlu dicatat bahwa parallel sunk key tidak mempunyai ketirusan.



4.



Gib-head key. Pasak ini adalah sebuah rectangular sunk key dengan kepala pada salah satu ujung diketahui seperti gib-head. Pasak ini biasanya diberikan untuk 100



memudahkan pelepasan pasak. Pasak jenis ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.



Gambar 2. Lebar pasak,



w = d/4 ;



tebal pada ujung yang besar, t = 2w/3 = d/6 5.



Feather key. Sebuah pasak yang dipasang antara poros dan hub yang memungkinkan terjadinya pergerakan relatif secara aksial dinamakan feather key. Pasak ini merupakan jenis khusus dari pasak sejajar yang mentransmisikan sebuah gerak putar dan juga gerak aksial. Pasak ini dikunci oleh salah satu poros atau hub.



Gambar 3. Feather key memungkinkan dikunci dengan ulir pada poros seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (a) atau mempunyai gib head ganda(Gambar 3.b). Variasi ukuran dari feather key adalah sama seperti pada rectangular sunk key dan gib head key.



101



Tabel 1: Ukuran standar parallel key, tapered key dan gib head key.



6.



Woodruff key. Pasak ini dapat dipasang dengan mudah pada poros dan hub. Pasak ini merupakan potongan piringan silinder yang terdiri dari beberapa bagian penampang seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Woodruff key sebagian besardigunakan pada mesin perkakas dan konstruksi mobil.



Gambar 4. 8.3



Saddle Keys Ada dua jenis saddle key: 1.



Flat saddle key. adalah sebuah pasak tirus yang terpasang pas dengan lubang pasak pada hub dan datar (rata) pada poros seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Pasak ini memungkinkan terjadinya slip pada poros karena menerima beban. Oleh karena itu pasak ini digunakan untuk beban yang ringan.



2.



Hollow saddle key. adalah sebuah pasak tirus yang terpasang pas dengan lubang pasak pada hub dan bagian bawah dari pasak permukaannya berbentuk lengkung pada poros. Karena pasak ini menahan gesekan, oleh karena itu cocok untuk



102



beban ringan. Pasak ini biasanya digunakan untuk pengunci sementara pada bahan perhiasan, cam dan lain-lain.



Gambar 5. 8.4



Tangent keys Pasak ini setiap pasangnya menerima torsi hanya satu arah, seperti pada Gambar 6.



Sangat cocok digunakan untuk poros yang menerima beban berat.



Gambar 6. 8.5



Round keys Round keys seperti ditunjukkan pada Gambar 7 (a), berpenampang bulat dan sesuai



dengan lubang drill yang terpasang sebagian pada poros dan sebagian pada hub. Pasak ini biasanya digunakan untuk poros dengan daya rendah.



Gambar 7. 103



Kadang-kadang pin tirus seperti pada Gambar 7 (b), dipasang antara pin dan lubang tirus. 8.6



Splines Kadang-kadang pasak dibuat menyatu dengan poros yang sesuai dengan lubang



pasak dalam hub. Seperti poros yang dinamakan splined shaft yang ditunjukkan pada Gambar 8. Di sini poros biasanya berjumlah 4, 10 atau 16 lubang pasak. Splined shaft relatif lebih kuat dari pada poros yang mempunyai lubang pasak tunggal.



Gambar 8. Splined shaft digunakan ketika gaya yang ditransmisikan adalah besar dengan ukuran poros seperti pada transmisi mobil dan transmisi roda gigi.



8.7



Gaya aksi dan kekuatan pada sunk key Ketika pasak digunakan untuk mentransmisikan torsi dari sebuah poros ke rotor



atau hub, maka ada dua jenis gaya aksi yang terjadi pada pasak: 1.



Gaya (F1) akibat tahanan pasak dalam lubang pasak. Gaya ini menghasilkan tegangan tekan yang sulit ditentukan besarnya.



Gambar 9. 104



2.



Gaya (F) akibat torsi transmisi oleh poros. Gaya ini menghasilkan tegangan geser dan tegangan tekan dalam pasak.



Sebuak pasak menghubungkan poros dan hub seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Misalkan:



T = Torsi yang ditransmisikan oleh poros, F = Gaya aksi tangensial pada keliling (permukaan) poros d = Diameter poros, l = panjang pasak, w = lebar pasak, t = ketebalan pasak,



η dan ζc = tegangan geser dna tegangan crushing untuk material poros. Akibat transmisi oleh poros, pasak memungkinkan terjadi kegagalan akibat geseran atau crushing. Perhatikan geseran pada pasak, gaya geser tangensial terjadi pada permukaan poros sebesar: F = Luas geseran x tegangan geser = l x w x η Torsi yang ditransmisikan adalah: (2-1) Gaya crushing tangensial yang terjadi pada permukaan poros adalah:



Torsi yang ditransmisikan adalah: (2-2) Pasak adalah sama kuatnya dalam geseran dan crushing jika persamaan (2-1) dan (2-2) disubstitusi menjadi:



atau:



(2-3) Tegangan crushing yang diijinkan untuk material pasak biasa adalah sekurang-



kurangnya dua kali tegangan geser yang diijinkan. Oleh karena itu persamaan (2-3), w = t. Dengan kata lain, sebuah square key adalah sama kuat dalam geseran dan crushing. Untuk menentukan panjang pasak yang dipakai untuk mentrasmisikan daya secara penuh dari poros , kekuatan geser pasak adalah sama dengan kekuatan geser torsional dari poros.



105



Kekuatan geser pasak adalah: (2-4) Kekuatan geser torsional poros adalah: (2-5) Dari persamaan (2-4) dan (2-5) diperoleh: ….(w = d/4)



(2-6) Ketika material pasak adalah sama dengan material poros, kemudian η1 = η, maka: l = 1,571d



(dari pesamaan (2-6))



Contoh 1 : Rancanglah rectangular key untuk sebuah poros berdiameter 50 mm. Tegangan geser dan tegangan crushing untuk material pasak adalah 42 MPa dan 70 MPa. Penyelesaian : Diketahui :



Rectangular keys dirancang dengan analisa sebagai berikut: Dari tabel 1, kita menentukan bahwa untuk diameter poros 50 mm diperoleh: Lebar pasak,



w = 16 mm,



Ketebalan pasak,



t = 10 mm



Panjang pasak diperoleh dengan mempertimbangkan pasak mengalami geser dan crushing. misalkan



l = panjang pasak.



Pertimbangan geser pada pasak. Kita mengetahui bahwa kekuatan geser (atau torsi yang ditransmisikan) pasak pada persamaan (2-4) adalah:



(i) dan kekuatan geser torsional (atau torsi yang ditransmisikan poros) pada persamaan (2-5) (ii) dari dua persamaan di atas diperoleh:



106



Sekarang pertimbangan crushing pada pasak. Kita mengetahui bahwa kekuatan geser pasak (atau torsi yang ditransmisikan) pada persamaan (2-2) adalah:



(iii) Dari persamaan (ii) dan (iii) diperoleh:



Diambil nilai paling besar untuk panjang pasak adalah l = 117,7 mm ≈ 120 mm Contoh 2: Sebuah poros dengan diameter 45 mm dibuat dari baja dengan kekuatan yield 400 MPa. Sebuah parallel key berukuran lebar 14 mm dan ketebalan 9 mm dibuat dari baja dengan kekuatan yield 340 MPa. Tentukan panjang poros yang dibutuhkan, jika poros dibebani untuk mentransmisikan torsi maksimum yang diijinkan. Gunakan teori tegangan geser maksimum dan asumsikan faktor keamanan adalah 2. Penyelesaian: Diketahui:



Menurut teori tegangan geser maksimum, tegangan geser maksimum untuk poros adalah:



dan tegangan geser maksimum untuk pasak adalah:



Kita mengetahui bahwa torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros dan pasak adalah:



Mari kita pertimbangkan kegagalan pasak akibat geseran. Dari persamaan (2-4) diperoleh:



Sekarang pertimbangan kegagalan pasak akibat crushing. Dari persamaan (2-2), torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros dan pasak adalah:



107



ambil: maka diperoleh:



Diambil nilai paling besar dari dua nilai untuk panjang pasak adalah : l = 104,6 mm ≈ 105 mm



Latihan Soal : 1.



Sebuah poros berdiameter 80 mm mentransmisikan daya pada tegangan geser maksimum 63 MPa. Tentukan panjang pasak jika lebarnya 20 mm diperlukan untuk memasang sebuah pulley pada poros sehingga tegangan pada pasak tidak melebihi 42 MPa.



2.



Sebuah poros berdiameter 30 mm mentransmisikan daya pada tegangan geser maksimum 80 MPa. Jika sebuah pulley dihubungkan ke poros dengan sebuah pasak, tentukan dimensi pasak sehingga tegangan pada pasak tidak melebihi 50 MPa dan panjang pasak adalah 4 kali lebarnya.



3.



Sebuah poros baja mempunyai diameter 25 mm. Poros berputar pada 600 rpm dan mentransmisikan daya 30 kW melalui rida gigi. Tegangan tarik dan tegangan yield dari material poros adalah 650 MPa dan 353 MPa. Ambil faktor keamanan adalah 3, pilihlah pasak yang sesuai untuk roda gigi (maksudnya adalah rancanglah dimensi pasak). Asumsikan bahwa pasak dan poros di buat dari material yang sama.



108



BAB IX BANTALAN DAN SISTEM PELUMASAN 9.1.



Pendahuluan Pada suatu peralatan/mesin dapat dipastikan bahwa terdapat banyak komponen



yang bergerak baik dalam bentuk gerakan angular maupun gerakan linear. Gerakan relatif antar komponen



mesin



akan menimbulkan



gesekan,



dimana



gesekan



ini dapat



menurunkan efisiensi mesin, meningkatnya temperatur, keausan, dan berbagai efek negatif lainya. Gesekan antara komponen mesin tersebut dapat diminimalkan dengan menggunakan bantalan atau bearing. Terdapat dua jenis mekanisme yang digunakan bantalan dalam mengatasi gesekan yaitu Untuk mekanisme



mekanisme sliding dan mekanisme rolling.



sliding, dimana terjadi gerakan relatif antar permukaan,



maka



penggunaan pelumas memegang peranan yang sangat penting. Sedangkan mekanisme rolling, dimana tidak boleh terjadi gerakan relatif antara pemukaan yang berkontak, peran pelumas lebih kecil. Bentuk pelumas dapat berupa gas, cair maupun padat. Sejarah penggunaan bantalan untuk mengurangi efek gesekan dapat ditelusuri dari hasil penemuan kereta sederhana yang telah berumur 5000 tahun di Euphrates di dekat sungai tigris. Penggunaan bantalan yang lebih maju terlihat pada kereta Celtic sekitar 2000 tahun yang lalu seperti ditunjukkan pada gambar 9 .1. Kereta ini menggunakan bantalan kayu dan pelumas dari lemak hewan.



Gambar 9 .1. Kereta Celtic dan bantalan kayu yang digunakan (2000 tahun)



109



Dalam sejarah modern, desain dan penggunaan bantalan yang terdokumentasi dengan baik dimulai oleh Leonardo Davinci, pada tahun 1452. Dia menggunakan bantalan gelinding untuk kincir angin dan penggilingan gandum. Paten pertama tentang bantalan didaftarkan di Perancis 400 tahun kemudian. Selanjutnya katalog bantalan pertama di dunia diterbitkan di inggris pada tahun 1900. Saat ini, penggunaan bantalan sebagai komponen anti gesek telah digunakan secara luas dengan variasi ukuran, variasi beban, variasi putaran yang sangat lebar. Contoh penggunaan bantalan untuk peralatan berat dipertambangan ditunjukkan pada gambar 9 .2. Bantalan untuk peralatan ini haruslah mampu menahan beban yang sangat besar serta umur teknis yang lama.



Gambar 9.2 Bucket wheel excavator dan jenis bantalan yang digunakan



9.2.



Klasifikasi dan Kriteria Pemilihan Bantalan Secara umum bantalan dapat diklasifikasikan berdasarkan arah beban dan



berdasarkan konstruksi atau mekanismenya mengatasi gesekan. Berdasarkan arah beban yang bekerja pada bantalan, seperti ditunjukkan pada gambar 9.3, bantalan dapat diklasifikasikan menjadi : Ö Bantalan radial/radial bearing : menahan beban dalam arah radial Ö Bantalan aksial/thrust bearing : menahan beban dalam arak aksial Ö Bantalan yang mampu menahan kombinasi beban dalam arah radial dan arah aksial 110



Gambar 9.3 Arah beban pada bantalan



Berdasarkan konstruksi dan mekanisme mengatasi gesekan, bantalan dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu bantalan luncur (sliding bearing) dan bantalan gelinding (rolling bearing). Ö Bantalan luncur yang sering disebut sliding bearing atau plain bearing menggunakan mekanisme sliding, dimana dua permukaan komponen mesin saling bergerak relatif. Diantara kedua permukaan terdapat pelumas sebagai agen utama untuk mengurangi gesekan antara kedua permukaan. Bantalan luncur untuk beban arah radial disebut journal bearing dan untuk beban arah aksial disebut



plain thrust bearing.



Contoh



konstruksi



ditunjukkan pada gambar 9.4 (a). Berdasarkan



bantalan



luncur



jenis pelumasan antara



permukaan sliding, bantalan luncur juga diklasifikasikan menjadi rubbing plain bearing, plain bearing, hydrodynamic plain bearing, dan hydrostatic plain bearing. Ö Bantalan gelinding menggunakan elemen rolling untuk mengatasi gesekan antara dua komponen yang bergerak. Diantara kedua permukaan ditempatkan elemen gelinding seperti misalnya bola, rol, taper, dll. Kontak gelinding terjadi antara elemen ini dengan komponen lain yang berarti pada permukaan kontak tidak ada gerakan relatif. Contoh konstruksi bantalan gelinding ditunjukkan pada gambar 9.4 (b). Klasifikasi bantalan gelinding berdasarkan bentuk elemen gelinding akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.



111



(a)



(b)



Gambar 9.4 Konstruksi bantalan luncur dan bantalan gelinding



Variasi bentuk geometri dan fungsi bantalan untuk masing-masing tipe sangat banyak jenisnya. Karena itu, untuk menjamin interchangeability dan simplifikasi, bantalan telah distandardkan dan berbagai data-datanya dipresentasikan dalam katalog. Para insinyur mesin, tidak diarahkan untuk mampu merancang bantalan (kecuali yang bekerja pada pabrik bantalan), tetapi lebih diarahkan untuk memiliki kemampuan



dalam



pemilihan bantalan. Parameter-parameter



utama



yang



perlu



dipertimbangkan



dalam



pemilihan



bantalan antara lain adalah beban, putaran, tipe dan aliran pelumas, dimensi, jenis aplikasi, getaran, temperatur, dan kondisi lingkungan. Gambar 9.5 menunjukkan kriteria pemilihan bantalan yang ditampilkan dalam grafik, berdasarkan beban dan putaran komponen



mesin. Sedangkan



kriteria pemilihan



bantalan



untuk berbagai



kondisi



lingkungan ditampilkan pada tabel 9.1. Aspek parameter pelumas, geometri, dan aspek lainnya akan dibahas pada sub-sub bab selanjutnya. Terlihat jelas dari gambar 9.5 bahwa masing-masing tipe bantalan memiliki kelebihan dan keterbatasan. Ö Rubbing plain bearing yang biasanya terbuat dari bahan non-metalic, hanya cocok untuk aplikasi pada putaran yang rendah. Disamping itu juga tidak sesuai untuk aplikasi beban yang tinggi. Ö Porous plain bearing yang menggunakan pelumasan dari pori-pori material, juga lebih cocok untuk aplikasi pada putaran rendah. Performansinya akan segera menurun pada putaran yang relatif tinggi Ö Rolling bearing atau bantalan gelinding memiliki jangkauan aplikasi yang paling luas, baik



dari



segi



putaran



maupun



beban



yang



mampu



ditahan.



performansinya sudah mulai menurun untuk putaran diatas 1000 rps.



112



Bantalan



ini



Ö Hydrodynamic plain bearing sangat cocok digunakan pada putaran yang tinggi. Bantalan jenis ini mempunyai kemampuan menahan beban dengan jangkauan yang luas. Kelemahannya, bantalan ini tidak dapat digunakan pada putaran rendah untuk beban radial. Sedangkan untuk beban aksial, dapat dibuat kosntruksi khusus sehingga dapat digunakan dengan performansi yang baik pada putaran rendah.



Gambar 9.5 (a) Kriteria pemilihan bantalan radial



113



Gambar 9.5 (b) Kriteria pemilihan bantalan aksial



Tabel 9.1 Kriteria pemilihan bantalan untuk kondisi lingkungan tertentu



114



9.3.



Sistem Pelumasan Sistem pelumasan antara dua permukaan yang bergerak relatif melibatkan



behavior partikel pelumas antara kedua permukaan, tipe pelumas, jenis pelumasan, dan metoda aplikasi pelumas. Pelumas memiliki beberapa fungsi utama yaitu menurunkan gesekan,



mengurangi



keausan,



melindungi



permukaan



dari korosi atau oksidasi,



meredam beban kejut, menghidari kontaminasi, dan mendinginkan permukaan kontak. Gambar 9.6 menunjukkan bagaimana pelumas bekerja diantara dua permukaan. Untuk mengetahui perilaku pelumas dalam menguragi efek gesekan diperlukan teori pelumasan yang melibatkan persamaan matematik yang sangat komplek. Sampai saat ini solusi persamaan differensial yang mengatur mekanisme pelumasan didasarkan oleh berbagai idealisasi dan penyederhanaan sehingga solusi yang ada adalah masih pendekatan. Tipe pelumas dapat berbentuk gas, cair, maupun padat. Sedangkan



jenis pelumasan



dibedakan menjadi boundary, mixed boundary, dan full film lubrication. Hal ini didasarkan pada karakteristik gesekan dan lapisan pelumas antara permukaan yang bergesekan. Aplikasi pelumas pada suatu peralatan dapat dilakukan secara manual maupun automatis dengan menggunakan pompa.



Gambar 9.6 Lapisan pelumas diantara pemukaan yang berkontak



9.3.1. Jenis Pelumas Pelumas adalah substansi atau material yang dapat menurunkan gesekan dan keausan serta memberikan “smooth running” dan umur yang memuaskan untuk suatu elemen mesin. Pelumas dapat berwujud gas, cair maupun padat. Semua jenis pelumas ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelumas alam dan pelumas buatan (sintetic). Dalam aplikasinya, pelumas cair adalah jenis pelumas yang paling banyak digunakan. Pelumas cair memiliki kelebihan yaitu kekuatan geser yang rendah dan kekuatan tekan yang tinggi. Pelumas padat biasanya digunakan pada kondisi dimana pelumas cair tidak dapat bertahan pada permukaan atau pada situasi khusus seperti pada temperatur yang sangat rendah atau sangat tinggi.



Sedangkan pelumas berwujud gas atau udara



115



digunakan pada kondisi yang sangat khusus dimana dibutuhkan koefisien gesekan yang sangat rendah. Tabel 9 .2 menunjukkan tipe-tipe pelumas cair dan padat, termasuk sifatsifat dan penggunaannya. Pelumas cair (liquid lubricants) umumnya adalah minyak oli mineral (alam), minyak oli dari tumbuhan atau binatang, dan oli sintetis. Kadang-kadang air juga digunakan pada peralatan dalam lingkungan air. Pelumas memerlukan “additive” untuk meningkatkan kualitas pelumasan untuk keperluan tertentu. Misalnya additive untuk “extreme pressure” diperlukan pada pelumas untuk roda gigi di mana pelumas akan mengalami beban tekanan yang tinggi. Aditif anti oksidasi dan tahan temperatur tinggi diperlukan untuk oli pelumas engine. Oli pelumas diklasifikasikan berdasarkan viskositas dan kandungan aditifnya. Tabel 9.2 menunjukkan beberapa tipe pelumas cair termasuk sifat-sifat dan penggunaannya. Tabel 9.2 (a) Jenis-jenis pelumas cair



Pelumas lapisan padat (solid-film lubricants) ada dua jenis yaitu : material yang memiliki kekuatan geser yang sangat rendah seperti graphite dan molybdenum disulfida (MoS2) yang dapat ditambahkan pada permukaan, (2) coating seperti misalnya phosfat, oksida, atau sulfida yang dapat terbentuk pada suatu permukaan. Grafit dan MoS2 biasanya tersedia dalam bentuk bubuk dan dapat dibawa ke permukaan dengan “binder” seperti misalnya grease atau material lain. Pelumas padat ini memiliki kelebihan dalam hal koefisien gesek yang rendah dan tahan temperatur tinggi. Pelumas padat



116



dalam bentuk coating dapat dibentuk pada permukaan dengan reaksi kimia atau elektrokimia. Coating ini biasanya sangat tipis dan akan mengalami keausan dalam jangka waktu tertentu. Beberapa aditif pada oli dapat membentuk coating sulfida pada permukaan



secara



terus menerus



melalui reaksi kimia. Tabel 9.3 menunjukkan



beberapa tipe pelumas padat termasuk sifat-sifat dan penggunaannya. Tabel 9.3 Jenis-jenis pelumas padat



9.3.2. Viskositas Viskositas didefinisikan sebagai ukuran ketahanan suatu fluida terhadap beban geser. Viskositas suatu material cair umumnya berbanding terbalik terhadap temperatur dan berbanding lurus terhadap tekanan. Ada dua jenis ekspresi viskositas yaitu viskositas absolut atau viskositas dinamik η dan viskositas kinematik ν yang dihubungkan oleh persamaan



η = νρ dimana ρ adalah densitas fluida. Viskositas kinematik dinyatakan dengan satuan cm2/detik (Stoke) dalam SI atau dalam inchi2/detik dalam USCS. Viskositas kinematik suatu cairan dapat diukur dengan viskometer yang bisa menggunakan mekanisme kapiler atau rotasional. Viskometer kapiler mengukur laju aliran fluida melalui tabung kapiler pada suatu temperatur tertentu, biasanya antara 400 atau 1000 Celcius. Sedangkan viskometer rotasional mengukur nilai torsi dan putaran suatu poros vertikal atau konus vertikal pada anulus konsentris yang diisi dengan pelumas yang diuji.



117



Viskositas absolut dinyatakan dalam satuan Pascal-detik, dyne-detik per cm2 (centi Poise) atau dalam lb-detik/ inchi2 (reyn). Sebagai contoh viskositas absolut udara adalah 0,0179 centi-Poise (cP) atau 0,0026 μreyn pada temperatur 200 C. Sedangkan air memiliki viskositas absolut 1,0 cP atau 0,145 μreyn. Minyak pelumas diklasifikasikan berdasarkan nilai viskositas dan juga kadangkadang berdasarkan



kandungan



aditifnya.



Tabel 9.4-5



menujukkan



klasifikasi



oli



pelumas SAE dan ISO. Perlu dicatat juga bahwa viskositas pelumas sangat dipengaruhi oleh temperatur. Gambar 9.7 menunjukkan variasi viskositas pelumas SAE terhadap temperatur. Tabel 9.4 Klasifikasi oli pelumas SAE untuk engine



Tabel 9.5 Klasifikasi oli pelumas SAE untuk sistem transmisi



118



Tabel 9.6 Klasifikasi oli pelumas ISO untuk engine



Gambar 9.7 Variasi viskositas oli pelumas terhadap teperatur



119



9.3.3. Tipe Pelumasan Berdasarkan derajat pemisahan permukaan oleh pelumas, secara umum modus pelumasan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : full-film lubrication, mixed-film lubrication,



dan



boundary



lubrication.



Gambar



9.8



menunjukkan



ketiga



kasus



pelumasan.



Gambar 9.8 Jenis pelumasan berdasarkan tingkat pemisahan permukaan oleh pelumas



Ö Pada Full-film lubrication, permukaan sliding sepenuhnya dipisahkan oleh lapisan pelumas (film) sehingga tidak ada kontak samasekali antara kedua permukaan. Beban yang cenderung membuat permukaan berkontak ditahan oleh pelumas bertekanan di antara kedua permukaan. Jadi secara ideal tidak akan terjadi keausan dan rugi gesekan hanya terjadi pada pelumas yang mengalami geseran. Koefisien gesekan pada full-film biasanya antara 0,002 sampai dengan 0,010. Sedangkan tebal film pelumas sekitar 0,008 sampai dengan 0,02 mm. Ö Pada mixed film lubrication beberapa puncak permukaan bersentuhan dan pada bagian lain terbentuk lapisan pelumas. Koefisien gesekan pada mode ini berkisar antara 0,004 s/d 0,10. Ö Pada boundary



lubrication,



terjadi kontak



yang terus menerus



antara kedua



permukaan, tetapi pelumas juga terus menerus melumuri permukaan. Dengan demikian koefisien gesekan menjadi rendah. Koefisien gesekan untuk mode ini biasanya sekitar 0,05 s/d 0,20. 9.4.



Bantalan Luncur (Sliding Bearing)



9.4.1. Jenis-jenis sliding bearing Sliding bearing memerlukan geseran langsung dari elemen yang membawa beban pada tumpuannya. Hal ini berbeda dengan rolling-element bearings, dimana bola atau roller dipasang diantara dua permukaan geser. Sliding bearing atau sering juga disebut plain bearing terdiri atas dua jenis yaitu:



120



(1) Journal atau sleeve bearing, yang bentuknya silindris dan menahan beban radial (yang tegak lurus terhadap sumbu poros. (2) Thrust bearing, yang bentuknya biasanya datar, dimana pada kasus poros yang berputar, dapat menahan beban yang searah dengan sumbu poros. Pada kasus poros yang berputar, bagian poros yang berkontak dengan bantalan disebut journal. Bagian yang datar pada bantalan yang melawan gaya aksial disebut thrust sufaces. Bantalan ini sendiri dapat disatukan dengan rumah atau crankcase.



Tetapi



biasanya berupa shell tipis yang dapat diganti dengan mudah dan yang menyediakan permukaan bantalan yang terbuat dari material tertentu seperti babbit atau bronze. Ketika proses bongkar pasang tidak memerlukan pemisahan bantalan, bagian tertentu pada bantalan dapat dibuat sebagai sebuah dinding silindris yang ditekan pada lubang di rumah bantalan. Bagian bantalan ini disebut sebagai bushing.



Gambar 9.9 Contoh konstruksi journal bearing dan thrust bearing 9.4.2. Material bantalan luncur Beberapa sifat yang dicari pada material bantalan adalah relative softness (untuk menyerap partikel asing), kekuatan yang cukup, machinability (untuk mempertahankan toleransi), lubricity, ketahanan temperatur dan korosi, dan pada beberapa kasus, porositas (untuk menyerap pelumas). Kekerasan material bantalan tidak boleh melebihi 121



sepertiga kekerasan material yang bergesekan dengannya untuk mempertahankan embedability



dari partikel abrasiv. Beberapa



kelas material



yang berbeda



dapat



digunakan sebagai bantalan, biasanya yang berbasis timbal, timah, dan tembaga. Aluminium sendiri bukan merupakan material yang baik untuk bantalan walaupun banyak digunakan sebagai bahan paduan untuk beberapa material bantalan. Babbit Semua famili logam berbasis timbal dan timah yang dikombinasikan dengan unsur lain sangat efektif terutama jika diproses dengan electroplatting dalam bentuk lapisan tipis pada substrat yang lebih kuat seperti baja. Babbit meupakan contoh yang sangat umu pada famili ini dan biasa digunakan pada bantalan crankshaft dan camshaft. Lapisan babbit yang tipis akan mempunyai ketahanan fatigue yang lebih baik daripada lapisan babbit yang tebal, tetapi tidak dapat melekatkan partikel asing dengan baik. Karena babbit ini mempunyai temperatur peleburan yang rendah dan akan cepat rusak dalam kondisi pelumasan batas (boundary lubrication), maka diperlukan pelumasan hidrodinamik atau hidrostatik yang baik. Bronzes Famili paduan tembaga, terutama bronze, merupakan pilihan yang sangat baik untuk melawan baja atau besi cor. Bronze lebih lunak dibanding material ferrous tetapi mempunyai kekuatan, machinability, dan ketahanan korosi yang baik serta bekerja dengan baik melawan paduan besi jika dilumasi. Ada lima macam paduan tembaga yang biasa digunakan sebagai bantalan yaitu, copper-lead, leaded bronze, tin bronze, aluminium bronze, dan berrylium copper. Kekerasan paduan tembaga ini bervariasi mulai dari yang nilainya hampir sama dengan babbit sampai dengan yang hampir sama dengan baja. Bushing bronze ini dapat bertahan dalam kondisi pelumasan batas (boundary lubrication) dan dapat menahan beban tinggi dan temperatur tinggi. Besi Cor Kelabu dan Baja Besi cor kelabu dan baja merupakan material bantalan yang cukup baik untuk digunakan melawan sesamanya dalam kecepatan rendah. Grafit bebas pada besi cor menambah sifat lubricity tetpi pelumas cair tetap dibutuhkan. Baja juga dapat digunakan melawan baja jika keduanya dikeraskan dan diberi pelumasan. Ini merupakan pilihan yang biasa digunakan pada rolling contact di bantalan rolling-element. Bahakan baja dapat melawan semua material lain jika diberi pelumasan yang sesuai. Sintered Materials Material seperti ini dibuat dari serbuk dan secara mikroskopik tetap berpori setelah perlakuan panas. Porositas ini memungkinkan material ini untuk menyimpan pelumas



122



dengan aksi kapilaritas, dan kemudian melepaskannya ke bantalan jika panas. Sintered bronze digunakan secara luas untuk digunakan melawan baja atau besi cor. Material Non-Logam Beberapa jenis material non-logam memberikan kemungkinan untuk bekerja dalam kondisi kering jika meterial ini mempunyai sifat lubricity yang baik. Contohnya adalah grafit. Beberapa jenis material termoplastik seperti nilon, acetal, dan teflon memberikan koefisien gesek yang rendah terhadap logam manapun tetapi mempunyai kekeuatan dan temperatur leleh yang rendah, yang jika digabungkan dengan konduktivitas panasnya yang buruk akan membatasi beban dan kecepatan yang bisa ditahan. Teflon mempunyai koefisien gesek yang rendah tetapi harus diberi filler untuk meningkatkan kekuatannya. Adapun filler yang biasa digunakan pada teflon adalah inorganic fillers seperti talc atau serat kaca yang dapat meningkatkan kekuatan dan kekakuan, serbuk grafit dan MoS2 yang dapat meningkatkan lubricity, kekuatan serta ketahanan temperaturnya. Kombinasi material poros dengan bantalan yang biasa digunakan pada prakteknya sangat terbatas. Tabel dibawah ini menunjukkan beberapa kombinasi material poros dengan bantalan. Tabel 9.7 Material bantalan yang direkomendasikan untuk sliding melawan baja atau besi cor



9.4.3. Konsep dasar bantalan hidrodinamik Dari sub-bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa modus pelumasan full-film akan memberikan koefisien gesek yang paling rendah sehingga sliding bearing yang paling bagus haruslah bekerja pada full-film. Untuk sliding bearing, kondisi full-film lubrication ini dapat dicapai dengan dua metoda yaitu (1) hydrodynamic lubrication, dan (2) Hydrostatic lubrication. Bantalan Luncur Hidrodinamik adalah jenis yang paling banyak digunakan saat ini karena konstruksinya yang sederhana dan performansi yang baik. Lapisan film pelumas tumbuh akibat dari gerakan relatif antara permukaan yang saling bergerak relatif. Ada beberapa parameter utama sliding bearing yang menentukan tumbuh tidaknya 123



lapisan film hydrodinamik yaitu kecepatan relatif permukaan, viscositas pelumas, laju aliran pelumas, dan beban. Hal ini berarti untuk mencapai kondisi full-film maka kecepatan putaran harus cukup tinggi, pelumas yang tepat serta suply pelumas yang cukup. Dalam operasinya, hydrodynamic bearing juga akan mengalami kondisi boundary lubrication pada saat start dan saat akan berhenti. Gambar 9.10 menunjukkan contoh posisi journal bearing pada saat diam, mulai diperasikan (start) dan pada saat mencapai full-film lubrication. Sedangkan gambar 9.9 menunjukkan karakteristik gesekan pada hydrodinamic bearing dari saat start sampai mencapai kondisi full film.



Gambar 9.10 Posisi journal bearing pada saat diam, mulai diperasikan (start) dan pada saat mencapai full-film lubrication.



Gambar 9.9 Karakteristik gesekan pada hydrodinamic bearing dari saat start sampai mencapai kondisi full film



124



9.4.4. Teori pelumasan hidrodinamik Concentric Journal Bearing Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hidrodynamic bearing adalah jenis bantalan sliding bearing yang paling banyak digunakan saat ini. Disini kita akan membahas teori pelumasan hidrodinamik dan aplikasinya pada journal bearing. Pertama kita akan membahas journal bearing konsentris yang belum mendapat beban seperti ditunjukkan pada gambar 9.12. Clearance antara journal dan bearing



sangatlah kecil, biasanya



sekitar 1/1000 kali diameter journal. Karena itu kita dapat memodelkannya sebagai dua buah permukaan datar sebab gap h sangat kecil sekali dibandingkan dengan radius lengkungan bearing. Model ini ditunjukkan pada gambar (b).



Gambar 9.12 Tegangan geser pada journal bearing tanpa beban



Jika permukaan bawah dijaga tetap diam dan permukaan atas digerakkan dengan kecepatan U, maka pelumas akan mengalami shear. Partikel pelumas pada permukaan atas akan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan permukaan atas dan partikel yang menempel pada permukaan bawah akan tetap diam. Elemen geser fluida pelumas ditunjukkan pada gambar (c). Gradien kecepatan akan menyebabkan distorsi sebesar β = dx/dy. Tegangan geser yang terjadi pada elemen fluida pelumas adalah proporsional dengan laju geseran yaitu :



τx = η



d dx du dβ d dx =η =η =η dt dy dy dx dt dt



dimana η adalah viskositas. Jika tebal film h konstan maka gradient kecepatan du/dy = U/h = konstan. Jadi gaya yang diperlukan untuk menggerakkan pelat adalah tegangan dikalikan luas permukaan yaitu :



F = τ x A = ηA



125



U h



Untuk journal bearing yang konsentris, gap h = cd/2 dan cd adalah diametral clearance. Kecepatan U = πDn; n = putaran journal per detik; dan luas geser A = πDL. Jadi torsi yang diperlukan untuk melawan gesekan film pelumas adalah



T0 =



ηπ 2 d 3 Ln d F=η cd 2



Persamaan ini dikenal dengan persamaan Petroff untuk torsi film pelumas tanpa beban. Eccentric Journal Bearing Untuk menumpu beban transversal, pelat pada gambar 9.12b harus nonparalel. Jika pelat bawah diputar berlawanan arah jarum jam dan pelat atas digerakkan dengan kecepatan U, fluida antara kedua pelat akan mengisi gap yang semakin kecil seperti ditunjukkan pada gambar 9.13a. Hal ini akan menimbulkan tekanan yang akan melawan beban transversal P. Sudut antara kedua pelat dapat dianalogikan sebagai clearance yang bervariasi akibat eksentrisitas e dari jurnal dan bantalan seperti ditunjukkan pada gambar 9.13b. Eksentrisitas e diukur dari pusat bantalan Ob sampai ke pusat jurnal Oj. Sumbu 0-π untuk variabel independen θ dibuat sepanjang garis ObOj seperti pada gambar 9.13b. nilai maksimum dari e adalah cr = cd/2, dimana cr adalah radius clearance. Eksentrisitas ini dapat dikonversikan ke rasio eksentrisitas dimensionless ε :



ε=



e cr



Rasio eksentrisotas ini nilainya bervarisi dari 0 sampai 1 ketika journal menyentuh bantalan. Persamaan pendekatan untuk ketebalan lapisan h sebagai fungsi dari θ sebagai berikut :



h = cr (1+ ε cos θ ) Tebal lapisan h maksimum terjadi pada θ = 0 dan minimum pada θ = π.



hmax = cr (1+ ε )



hmin = cr (1− ε )



126



Pada gambar 9.14 ditunjukkan bantalan luncur dengan sistem koordinat yang pusatnya terletak pada tepi bantalan. Dalam analisis ini dianggap bahwa bantalan dalam keadaaan diam sedangkan journal bergerak. Dari gambar tersebut juga diketahui adanya kecepatan tangensial U1 untuk bantalan dan kecepatan tangensial T2 untuk journal. Perhatikan bahwa arahnya berbeda akibat adanya eksentrisitas. T2 kemudian diurai menjadi dua komponen yaitu U2 pada arah x dan V2 pada arah y. Karena sudut antara T2 dan U2 sangat kecil sehingga nilai kosinusnya mendekati 1 maka dapat diasumsikan bahwa



U 2 ≅ T2 . Adapun adanya komponen V2 pada arah y diakibatkan oleh menutup atau membukanya celah h pada saat berrotasi sehingga V2 = ∂h / ∂x .



Gambar 9.14 Komponen kecepatan pada eccentric journal bearing



Dengan menggunakan asumsi di atas, dapat dituliskan persamaan Reynolds yang menghubungkan perubahan tebal celah h, kecepatan relatif antara bantalan dan journal V2 dan U1 - U2, dan tekanan fluida p sebagai fungsi dua dimensi x dan z, serta dengan mengasumsikan bahwa journal dan bantalan adalah paralel pada arah z dan viskositas η adalah konstan.



1 ⎡ ∂ ⎛ 3 ∂p ⎞ ∂ ⎛ 3 ∂p ⎞ ⎤ ∂h h = (U 1 − U 2 ) + 2V2 h + ⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎥ ⎢ 6η ⎣ ∂x ⎝ ∂x ⎠ ∂z ⎝ ∂z ⎠ ⎦ ∂x = (U1 − U 2 )



∂h ∂h ∂h + 2U ∂h =U = (U1 + U 2 ) 2 ∂x ∂x ∂x ∂x



Dimana U = U1 + U2. Solusi Long Bearing Persamaan di atas hanya bisa dipecahkan secara numerik. Raimondi dan Boyd menemukan



metode



pemecahannya



Reynolds kemudian menemukan



yang menggunakan



berbagai



grafik.



Namun



solusi pendek untuk permsaan tersebut dengan



127



mengasumsikan bahw bantalan mempunyai panjang tak hingga pada arah z. Asumsi ini mengakibatkan aliran menjadi nol dan distribusi tekanan sepanjang arah z konstan atau



∂p / ∂z = 0 . Dengan penyederhanaan ini persamaan Reynolds menjadi : ∂ ⎛ 3 ∂p ⎞ ∂h h = 6ηU ⎜ ⎟ ∂x ⎝ ∂x ⎠ ∂x Pada tahun 1904, Sommerfeld menemukan solusi pendek untuk persamaan long bearing di atas, yaitu :



p=



ηUr ⎢⎡ 6ε ( sin θ )( 2 + ε cosθ ) ⎤⎥ + po c r2 ⎢ ( 2 + ε 2 ) (1+ ε cos θ )2 ⎥ ⎣ ⎦



Solusi tersebut memberikan tekanan p pada lapisan pelumas sebagai fungsi posisi angular θ sekeliling bantalan untuk dimensi tertentu dari radius journal r, radial clearance cr,



rasio eksentrisitas ε, kecepatan permukaan U, dan viskositas η. po



merupakan



tekanan suplai pada posisi θ = 0. Jika p dihitung untuk rentang θ = 0 sampai 2π, persamaan tersebut akan memberikan nilai tekanan negatif dari θ = π sampai 2π. Karena fluida tidak dapat menahan tekanan negatif yang besar tampa kavitasi, persamaan tersebut biasanya dievaluasi hanya untuk rentang θ = 0 sampai π sementara tekanan pada belahan sisi yang lain diasumsikan sebagai po. Sommerfeld juga menentukan persamaan untuk beban total P pada long bearing sebagai berikut :



P=



ηUlr 2 c



2 r



12πε



( 2 + ε )(1+ ε )



2 1/ 2



2



Persamaan tersebut dapat disusun ulang dalam bentuk tak berdimensi untuk memberikan bilangan karakteristik bantalan yang disebut bilangan Sommerfled S.



ηUl ⎛ r ⎞



P ⎝⎜ cr ⎟⎠



2



( 2 + ε )(1+ ε ) = 2



2



1/ 2



12πε



Tekanan rata-rata pada bantalan pavg = P/A = P/ld. Sementara kecepatan U = πdn’ dimana n’ dalam putaran per detik, dan cr = cd/2.



Dengan mensubstitusikan persamaan-



persamaan tersebut, diperoleh bilangan Sommerfeld sebagai berikut :



(



2 + ε 2 1+ ε 2



)(



12πε



1/ 2



)



2



=







2



πn' ⎛ d ⎞ = η =S ⎜ ⎟ ⎜ pavg ⎟ ⎜⎝ cd ⎟⎠ ⎝ cd ⎠ ⎝ ⎠



η (π dn ' ) l ⎛ d ⎞ dlpavg







Solusi Short Bearing Dalam dunia modern, bantalan panjang (long bearing) sangat jarang digunakan karean beberapa alasan seperti batasan dimensi, pengangkutan, dan sebagainya. Rasio l/d pada bantalan modern biasanya adalah sekitar ¼ sampai 1. Solusi long bearing 128



mengasumsikan bahwa tidak ada kobocoran pelumas samping pada bantalan, namun pada rasio l/d yang kecil ini, kebocoran samping dapat merupakan faktor yang sangat signifikan. Ocvirk dan DuBois, memecahkan persamaan Reynolds yang melibatkan faktor kobocoran samping.



∂ ⎛ 3 ∂p ⎞ ∂h h = 6ηU ⎜ ⎟ ∂z ⎝ ∂z ⎠ ∂x Persamaan ini juga dapat diintegrasikan untuk memberikan persamaan dalam bentuk tekanan pada lapisan pelumas sebagai fungsi θ dan z.



p=



ηU ⎛ l 2 2 ⎜ rc r ⎝ 4



− z2







3εsin θ



⎟ 3 ⎠ (1+ ε cos θ )



Persamaan ini disebut sebagai solusi Ovrick atau solusi short bearing. Persamaan ini biasanya dievaluasi untuk θ = 0 sampai π, dengan mengasumsikan tekanan sama dengan nol pada belahan sisi yang lain.



Gambar 9.15 Distribusi tekanan pada bantalan luncur pendek



Distribusi tekanan p pada arah z adalah parabolik dan puncaknya pada tengah panjang bantalan l dan nol pada z = ± l/2. Tekanan p bervariasi secara nonlinear pada seluruh θ dan memuncak pada kuadran kedua. Nilai θmax pada pmax dapat dihitung dengan persamaan:



⎛ 1− 1+24ε=2 ⎜ 4ε ⎝



θmax = cos−1 ⎜



⎞ ⎟ ⎟ ⎠



dan nilai pmax dapat ditemukan dengan mensubstitusikan z = 0 dan θ = θmax pada solusi short bearing. 129



Sudut antara arah gaya P dengan sumbu θ = π digambarkan sebagai



φ . Besar sudut



φ dapat dicari dengan menggunakan persamaan : ⎛ π 1−ε=2 ⎞ ⎟ ⎜ ⎟ 4ε ⎝ ⎠



φ = tan−1 ⎜



Dan besarnya gaya resultan P sebagai fungsi parameter bantalan adalah sebagai berikut:



P = Kε Dimana Kε adalah parameter



ηUl 3 cr2



tak berdimensi



yang merupakan



fungsi dari rasio



eksentrisitas : 2



Kε =



ε ⎡π (1− ε ⎣



2



2



1/ 2



) + 16ε⎦ ⎤ 4 (1− ε ) 2



2



Kemudian dengan mensubstitusikan U = πdn’, dan cr = cd/2, dapat diperoleh :



P = Kε



ηUl 3 cr2



= Kε



η 4π dn ' l 3 c d2



Gambar 9.16 Perbandingan pendekatan short-bearing Ovrick untuk bebarapa variasi l/d dengan Pendekatan long-bearing Sommerfeld.



Rugi-rugi daya dan torsi pada bantalan luncur Gambar 9.15 menunjukkan lapisan fluida yang mengalamiu geseran antara journal dengan bantalan. Gaya geser yang bekerja pada tiap elemen menimbulkan torsi yang saling berlawanan, Tr pada elemen yang berputar dan Ts pada elemen yang diam. Namun kedua torsi ini tidak sama besar karena adanya eksentrisitas. Pasangan gaya P, satu bekerja pada pusat journal Oj dan yang lainnya bekerja pada pusat bantalan Ob, membentuk kopel dengan besar P e sin φ , sehingga besarnya rotating torque menjadi :



Tr = Ts + P e sin φ 130



Adapun stationary torque Ts dapat dicari dengan persamaan :



Ts = η



d 2 l (U 2 − U1 ) π cd 1− ε 2



(



)



1/ 2



Dengan mensubtitusikan U =πdn’ diperoleh persamaan :



Ts = η



d 3 l ( n '2 − n '1 )



π2



(1− ε )



2 1/ 2



cd



Perhatikan bahwa persamaan di atas sama dengan persamaan Petroff untuk journal konsentrik, torsi tanpa beban T0. Dapat dibentuk rasio torsi stationery pada bantalan eksentrik terhadap torsi tanpa beban sebagai berikut :



Ts 1 = T0 1− ε 2



(



)



1/ 2



Rugi-rugi daya Φ pada bantalan dapat dihitung dari rotating torque Tr dan kecepatan rotasi n’.



Φ = Tr ω = 2π Tr ( n '2 − n '1 )



N m/s atau in lb/s



Adapun koefisien gesekan pada bantalan dapat ditentukan sebagai rasio antara gaya geser tangensial dan gaya normal yang bekerja P.



μ=



f Tr / r 2Tr = = P P Pd



9.4.5. Perancangan bantalan hidrodinamik Perancangan bantalan dilakukan untuk menemukan kombinasi diameter bantalan dan atau panjang yang dapat beroperasi dengan viskositas fluida tertentu, mampunyai clearance yang masuk akal dan dapat dibuat, serta mempunyai rasio eksentrisitas yang akan mencegah metal to metal contact pada kondisi pembebanan yang ditentukan. Faktor beban desain – Bilangan Ocvirk Pendekatan yang baik untuk memecahkan persoalan perancangan ini dilakukan dengan menentukan faktor beban tak berdimensi yang digunakan untuk memplot dan menghitung parameter bantalan yang lain. Persamaan gaya resultan pada solusi short bearing dapat disusun ulang untuk menyediakan faktor beban ini, sebagai berikut : Kε =



Pcd2 4ηπ dn ' l 3



Dengan mengganti faktor gaya resultan dengan tekanan rata-rata, pavg = P/A = P/ld, diperoleh : 2 pavg ldcd2 d 1 ⎡⎛ p avg ⎞ ⎛ d ⎞ ⎛ c d ⎞ 2 ⎤ 1 Kε = = ⎢⎜ O ⎟⎜ l ⎟ ⎜ d ⎟ ⎥ = 3 4 η n ' 4ηπ dn ' l d 4π N ⎢⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎥ ⎣ ⎦



131



Suku yang berada dalam kurung adalah faktor beban tak berdimensi atau bilangan Ocvirk ON. 2



⎛p ON =



avg



2



⎞⎛ d ⎞ ⎛ c ⎞ d



⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ηn ' ⎠ ⎝ l ⎠ ⎝ d ⎠







= 4π K ε =



2



2



2



πε⎡π (1−ε )+16ε ⎤



(1− ε ) 2



1/ 2







2



Gambar di bawah ini menunjukkan grafik rasio eksentrisitas ε sebagai fungsi dari bilangan Ocvirk ON



dan juga menunjukkan data eksperimental. Kurva hubungan antara rasio



eksentrisitas dengan bilangan Ocvirk dibuat dengan melakukan curve fitting pada data yang ada. Adapun kurva empirik dapat diaproksimasi dengan :



ε x ≅ 0.21394 + 0.38517logON − 0.0008 (ON − 60 ) Adapun perhitungan parameter-parameter bantalan yang lain dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan yang sudah diuraikan di atas.



Gambar 9.17 Kurva hubungan rasio eksentrisitas dengan bilangan Ocvirk



Prosedur Perancangan Beban dan kecepatan biasanya sudah diketahui. Jika poros sudah dirancang untuk beban dan defleksi tertentu, maka diameternya akan diketahui. Adapun panjang atau rasio l/d harus dipilih dengan pertimbangan pengemasannya. Semakin besar rasio l/d akan memberikan tekanan lapisan pelumas yang lebih rendah. Rasio clearance didefinisikan sebagai Cd/d. Biasanya rasio clearance ini berkisar antara 0.001 sampai 0.002 dan kadang-kadang meningkatkan



sampai



mencapai



0.003. Semakin besar rasio clearance



faktor beban dengan cepat. Semakin



akan



besar bilangan Ocvirk akan



memberikan eksentrisitas, tekanan, dan torsi yang lebih besar tetapi peningkatannya akan semakin kecil pada nilai bilangan Ocvirk yang semakin besar. Keuntungan rasio clearance adalah aliran pelumas yang semakin besar yang akan mengakibatkan pendinginan yang semakin cepat. Adapun rasio l/d yang semakin besar akan memerlukan rasi clearance yang lebih besar untuk mencegah metal to metal contact 132



akibat defleksi poros. Bilangan Ocvirk dapat dipilh sedangkan viskositas pelumas yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan yang sesuai. Jika dimensi poros belum ditentukan, diameter dan panjang bantalan dapat diiterasi dengan menggunakan bilangan Ocvirk yang diasumsikan. Jenis pelumas dipilih dengan trial and error dan viskositasnya dicari dengan menggunakan temperatur operasi yang diasumsikan dengan menggunakan grafik pada gambar 9.7. Setelah bantalan dirancang, analisis aliran fluida dan perpindahan panas dapat dilakukan untuk menentukan laju aliran pelumas yang dibutuhkan. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti pada machinery data handbook dan sebagainya.



Gambar 9.18. Rasio tekanan dan rasio torsi vs bilangan Ocvirk untuk bantalan pendek



Pemilihan bilangan Ocvirk mempunyai efek yang sangat signifikan terhadap perancangan. Untuk itu G.B DuBois telahg menawarkan beberapa panduan dengan menyarankan nilai bilangan Ocvirk ON = 30 (ε = 0,82) sebagai batas atas untuk pembebanan “moderate”, ON = 60 (ε = 0,90) sebagai batas atas untuk kondisi pembebanan “heavy”, dan ON = 90 (ε = 0,93) sebagai batas untuk kondisi pembebanan “severe”. Pada bilangan Ocvirk yang lebih besar dari 30, harus diberikan perhatian ekstra untuk mengontrol toleransi pembuatan, defleksi dan surface finishing. Untuk pembuatan bantalan secara umum akan lebih baik bila bilangan Ocvirk-nya dijaga tetap dibawah 30.



133



Gambar 9.19. Sudut θmax dan φ sebagai fungsi bilangan Ocvirk



9.4.6. Studi Kasus Diketahui : Beban transversal maksimum poros pada bantalan adalah 16 lb pada R1 dan 54 lb pada R2. Karena beban pada R2 lebih besar 4 kali daripada R1, maka rancangan yang dibuat untuk R2 dapat digunakan untuk R1. Diameter poros pada R1 dan R2 adlah 0,591 in. Kecepatan poros adalah 1725 rpm. Bantalan dalam keadaan stasioner. Asumsi : Gunakan rasio clearance 0,0017 dan rasio l/d 0,75. Gunakan bilangan Ocvirk dibawah 30, diusahakan sekitar 20. Dicari : Rasio eksentrisitas bantalan, tekanan maksimum dan lokasinya, ketebalan lapisan minimum, koefisien gesekan, torsi, dan rugi-rugi daya pada bantalan.



134



Gambar 9.20 Geometri untuk contoh perancangan bantalan



Solusi : 1. Konversikan kecepatan dari rpm ke rps kemudian cari kecepatan tangensial U. n ' = 1725



rev ⎛ 1min ⎞ ⎜ ⎟ = 28,75 rps min ⎝ 60 sec ⎠



U = π dn ' = π ( 0,591)( 27,75 ) = 53,38 in / sec 2. Cari diametral clearance dan radius clearance dengan menggunakan diameter yang diberikan dan rasio clearance yang diasumsikan : cd = 0,0017 ( 0,591) = 0,001 in c r = c d / 2 = 0,0005 in



3. Panjang bantalan dicari dari rasio l/d yang diasumsikan sebesar 0,75. l = 0,75 ( 0,591) = 0,443 in 4. Rasio eksentrisitas eksperimental dicari dengan menggunakan bilangan Ocvirk ON = 20. ε x ≅ 0,21394 + 0,38517logON − 0,0008 (ON − 60 ) ≅ 0,21394 + 0,38517log20 − 0,0008 ( 20 − 60 ) = 0,747



5. Cari parameter tak berdimensi Kε



135



2



2



2



1/ 2



ε ⎡π 1− ε + 16ε ⎤ ⎦ Kε = ⎣ 2 2 4 1− ε



(



)



(



)



(



)



1/ 2



0,747⎢⎡π 2 1− ( 0,747 ) + 16 ( 0,747 )⎥ ⎤ ⎣ ⎦ = 3,487 = 2 2 4 1− ( 0,747 ) 2



2



(



)



6. Cari viskositas pelumas η



54 ( 0,0005 ) Pc r2 η= 3 = 3 = 0,833 μ reyn K εUl 3,487 ( 53,38 )( 0,443 ) 2



Dengan menggunakan gambar 9.7 diketahui bahwa pelumas jenis ISO VG 32 akan menyediakan nilai ini pada temperatur 190°F. Pelumas ini setara dengan pelumas jenis SAE 10W. 7. Cari tekanan rata-rata tekanan pelumas



pavg = 8. Dicari



sudut



θmax



dimana



P 54 = = 206 psi ld 0,443 ( 0,591) tekanan



maksimum



dengan



menggunakan



nilai



eksperimental ε = 0,747. θmax



⎛ 1− 1+ 24ε 2 = cos ⎜ ⎜ 4ε ⎝ −1



⎛ 1− 1+ 24 ( 0,747 )2 ⎞ ⎞ −1 ⎜ ⎟ = 159,2° ⎟⎟ = cos 4 0,747 ( ) ⎜ ⎟ ⎠ ⎝ ⎠



Nilai ini juga dapat dicari dengan menggunakan grafik pada gambar 9.19. 9. Tekanan maksimum dapat dicari dengan mensubstitusikan θmax yang sudah diperoleh. Adapun nilai z = 0 karena tekanannya maksimum pada pertengahan panjang bantalan l. p=



⎞ 3ε sin θ ηU ⎛ l 2 − z2 ⎟ 3 rcr2 ⎜⎝ 4 ⎠ (1+ ε cos θ )



( 8,33 ⋅10 ) ( 53,38 ) ⎛ 0,443 −7



=



0,296 ( 0,0005 )



2



⎜ ⎝



4



2



⎞ 3 ( 0,747 ) sin (159,2° ) − 02 ⎟ 3 = 857 psi ⎠ (1+ ( 0,747 ) cos (159,2° ) )



10. Cari sudut φ, yang menunjukkan posisi sumbu θ = 0 sampai π terhadap beban P.



φ



tan−1 =



⎛ π 1−ε=2 ⎞ ⎜ ⎜ ⎝







= tan−1



⎛ π 1−0,747 2 ⎞



























= 34,95°



⎟ 4 ( 0,747 )



⎟ ⎠



9. Stationary torque dan rotating torque dapat dicari dengan menggunakan nilai φ.



136



Ts = η



d 3 l ( n '2 − n '1 ) π2 cd 1− ε 2



(



(



= 8,33 ⋅10−7



)



)



1/ 2



( 0,591) 3( 0, 443 )( 28,75 −0 )



(



π



2



1− ( 0,747 )



0,001



)



= 0,0325 lb.in



2 1/ 2



Tr = Ts + P e sin φ = 0,0325 + 54 ( 0,00037 ) sin ( 34,95° ) = 0,0441 lb.in 12. Rugi-rugi daya dapat dihitung sebagai berikut : Φ = 2πTr ( n '2 − n '1 ) = 2π ( 0,0441)( 28,75 − 0 ) = 7,963



lb.in = 0,001 hp sec



13. Koefisien gesekan pada bantalan dapat dicari dari rasio gaya geser terhadap gaya normal.



μ=



2Tr 2 ( 0,0441) = = 0,003 Pd 54 ( 0,591)



14. Tebal lapisan pelumas minimum dicari dengan menggunakan persamaan berikut :



hmin = cr (1− ε ) = 0,0005 (1− 0,747 ) = 0,000126 in



9.5. Rolling-Element Bearing Roller telah dikenal sejak zaman dahulu sebagai alat untuk memindahkan barang berat. Namun



baru



pada



abad



ke-20



teknologi



pembuatan



dan



material



yang



baik



memungkinkan pembuatan bantalan roll. Kebutuhan bantalan dengan gesekan rendah, kecepatan tinggi, tahan temperatur tinggi dipicu oleh berkembangnya turbin gas untuk pesawat terbang. Bantalan bola dan roll telah mulai didesain dan distandarkan pada tahun 1900-an dalam ukuran metrik. Adapun bantalan yang baru mempunyai dimensi eksternal yang sama tetapi lebih baik dari segi desain, kualitas, dan reliabilitasnya. Mayoritas bantalan bola modern dibuat dari baja jenis AISI 5210 dan dikeraskan baik secara keseluruhan maupun pada permukaannya saja. Paduan baja-Chromium ini dapat dikeraskan secara menyeluruh sampai HRC 61-65. Bantalan roller sering dibuat dengan menggunakan baja AISI 3310, 4620, dan 8620 yang dikeraskan. Kemajuan dalam proses pembuatan baja memungkinkan pembuatan bantalan dari baja yang “bersih” dari kotoran. Hal ini telah meningkatkan reliabilitas bantalan secara signifikan. Rolling-element bearing dibuat semua perusahaan pembuatnya dengan menggunakan dimensi (AFBMA)



standar dan



yang dibuat oleh Anti-Friction atau



International



Standards



Bearing



Manufacturer



Organization



(ISO)



Association



dan



bersifat



interchangeable. Standarisasi ini memungkinkan diberikannya jaminan bahwa bantalan buatan perusahaan manapun dapat digunakan untuk menggantikan bantalan yang rusak pada suatu assembly selama spesifikasi standarnya sama. 137



9.5.1. Jenis-jenis Rolling-Element Bearing Secara garis besar, rolling-element bearing terdiri atas dua jenis yaitu bantalan bola (ball bearing) dan bantalan rol (roller bearing). Kedua jenis ini sendiri terdiri atas bermacammacam varian. Bantalan Bola (Ball Bearing) Bantalan bola merupakan susunan bola-bola baja yang dikeraskan yang terpasang diantara dua buah cincin, dalam dan luar untuk bantalan radial, atau atas dan bawah untuk thrust bearing. Selain itu juga terdapat retainer atau separator yang menjaga jarak antarbola baja tetap disekitar cincin. Bantalan bola jenis deep groove dirancang untuk menahan beban radial dan beban aksial. Adapun jenis angular contact dirancang untuk menahan beban aksial yang lebih besar dan juga dapat menahan beban radial.



Gambar 9.21 Nomenklatur bantalan bola radial jenis deep-groove atau Conrad



138



Gambar 9.22. Jenis-jenis bantalan bola



Bantalan Rol (Roller Bearing) Bantalan rol menggunakan roller yang lurus, tirus, atau berkontur yang dipasang diantara dua buah cincin. Secara umum, bantalan rol dapat menahan beban statik dan dinamik yang lebih besar daripada bantalan bola disebabkan oleh kontaknya yang lebih besar. Selain itu bantalan rol ini juga lebih murah daripada bantalan bola untuk ukuran dan beban yang besar. Biasanya bantalan rol hanya dapat menahan beban dalam satu arah saja baik itu radial maupun aksial, kecuali bila roller-nya tirus atau berkontur. Secara garis besar, bantalan rol ini terbagi lagi menjadi empat jenis yaitu (1) bantalan rol silindris, (2) bantalan rol jarum, (3) bantalan rol tirus, (4) spherical roll bearing.



Gambar 9.23 Bantalan rol silindris



139



Gambar 9.24 Bantalan roll jarum (needle roller bearing)



Gambar 9.25 Bantalan roll tirus (Tapered roller bearing)



Gambar 9.26 Bantalan roll sperik (Spherical roller bearing)



140



Bantalan bola dan bantalan roll juga mempunyai jenis yang khusus dibuat untuk menahan beban aksial murni. Namun cilindrycal roller thrust bearing akan mengalami gesekan yang lebih besar daripada ball thrust bearing akibat sliding



antara roller dengan cincin. Oleh



karena itu biasanya roller thrust bearing ini tidak boleh digunakan untuk kecepatan tinggi. 9.5.2. Pemilihan rolling-element bearing Pemilihan bantalan dilakukan dengan mempertimbangkan besar beban statik dan dinamik dan umur yang diinginkan. Basic Dynamic Load Rating C Pengujian



yangtelah



dilakukan



oleh



perusahaan-perusahaan



pembuat



bantalan,



berdasarkan teori yang sudah dikembangkan, menunjukkan bahwa fatigue life atau umur bantalan L berbanding terbalik dengan pangkat tiga bebannya untuk bantalan bola, dan pangkat 10/3 untuk bantalan roll. Bantalan bola : 3



⎛C⎞ L=⎜ ⎟ ⎝P ⎠ Bantalan roll :



⎛C ⎞ L=⎜ ⎟ ⎝P⎠



10 / 3



dimana L adalah umur bantalan dalam jutaan putaran, P adalah beban konstan yang bekerja (beban konstan pada elemen berputar akan menyebabkan beban dinamik), dan C adalah basic dynamic load rating C. Basic dynamic load rating C didefinisikan sebagai beban yang akan memberikan umur 1 juta putaran pada cincin dalam. Parameter ini biasanya sudah ditentukan dalam katalog yang dibuat oleh perusahaan pembuat bantalan.



Gambar 9.27 Distribusi umur pada rolling element bearing



141



Basic Static Load Rating C0 Deformasi permanen pada roller atau bola dapat terjadi bahkan pada beban yang kecil karena sangat tingginya luas kontak yang kecil. Batas beban statik pada bantalan didefinisikan sebagai beban yang akan menghasilkan deformasi permanen pada cincin dan elemen rolling pada titik kontak manapun sebesar 0,0001 kali dari diameter elemen rollingnya. Tegangan yang dibutuhkan untuk membuat deformasi statik sebesar 0,0001d pada bantalan baja adalah bervariasi mulai 4 Gpa (580 kpsi) untuk bantalan roll sampai 4,6 Gpa (667 kpsi) untuk bantalan bola. Perusahaan-perusahaan pembuat benatalan telah membuat basic static loading rating C0 untuk setiap jenis bantalan, yang dibuat berdasarkan standar AFBMA. Biasanya dibutuhkan beban sebesar 8C0 atau lebih besar untuk mematahkan bantalan.



Beban Kombinasi Radial dan Aksial (Thrust) Jika beban radial dan aksial terjadu pada bantalan, beban ekuivalen harus dihitung untuk digunakan dalam perhitungan umur bantalan. AFBMA merekomendasikan persamaan berikut :



P = XVFr + YFa Dimana : P Fr



= Beban ekuivalen = Beban radial konstan yang bekerja



Fa = Beban aksial konstan yang bekerja V



= Faktor perputaran



X



= Faktor radial



Y



= Thrust factor



Faktor V sama dengan 1 untuk bantalan yang cincin dalamnya berputar. Jika cincin luarnya juga berputar, faktor V ini naik sampai 1,2 untuk bantalan jenis tertentu. Faktor X dan Y bervariasi tergantung jenis bantalan dan biasanya ditentukan oleh perusahaan pembuat bantalan tersebut. Prosedur Perhitungan Langkah pertama dalam perhitungan umur bantalan adalah dengan mencari besar beban baik radial maupun aksial yang bekerja pada bantalan (biasanya diketahui dari analisis pembebanan). Dimensi aproksimasi poros juga biasanya dapat diketahui dari perhitungan tegangan dan defleksi. Kemudian digunakan katalog digunakan dengan terlebih dahulu menentukan bantalan tertentu secara coba-coba. Dengan demikian dapat diperoleh nilai C, C0, V, X, dan Y. Kemudian dihitung beban efektif P dan akhirnya dihitung umur L dengan menggunakan nilai C yang diperoleh dari katalog.



142



Gambar 9.28 Dimensi dan rating pembebanan untuk bantalan bola deep groove seri 6300



143



Gambar 9.29 Faktor V, X, dan Y untuk bantalan radial



9.5.3. Studi kasus Diketahui: Beban radial Fr = 1686 lb (7500 N) dan beban aksial Fa = 1012 lb (4500 N). Kecepatan poros adalah 2000 rpm. Asumsi : Digunakan bantalan bola jenis deep groove tipe Conrad. Cincin dalam berputar. Dicari : Ukuran bantalan yang sesuai untuk memberikan umur L10 sebesar 500 juta putaran. Solusi :



144



1. Coba bantalan 6316 dari gambar 9.28 dan diperoleh data sebagai berikut : C = 21200 lb (94300 N), C0 = 18000 lb (80000 N), dan rpm maksimum = 3800. 2. Hitung rasio Fa/C0



Fa 1012 = = 0,056 C0 18000 Kemudian cari nilai e dari gambar 9.29 dan diperoleh e = 0,26 untuk radial-contact groove ball bearing. 3. Bentuk rasio Fa/(VFr) dan bandingkan dengan nilai e.



Fa 1012 = = 0,6 > e = 0,26 VFr 1(1686 ) Perhatikan V = 1 karena cincin dalamnya berputar. 4. karena rasio pada langkah 3 adalah > e,



cari faktor X dan Y dari 9.29 sehingga



diperoleh X = 0,56 dan Y = 1,71, dan kemudian gunakan faktor-faktor tersebut untuk menghitung beban ekuivalen.



P = XVFr + YFa = 0,56 (1)(1686 ) + 1,71(1012 ) = 2675 lb 5. Gunakan beban ekuivalen diatas untuk menghitung umur L10 bantalan. 3



3



⎛C⎞ ⎛ 21200 ⎞ L=⎜ ⎟ =⎜ ⎟ = 500 juta putaran ⎝P⎠ ⎝ 2675 ⎠ Biasanya perhitungan ini memerlukan beberapa iterasi. 9.5.4. Pemasangan rolling-element bearing Rolling-element bearing dibuat dengan toleransi yang sangat kecil pada diameter dalam dan luarnya untuk memunginkan suaian paksa pada poros dan rumah bantalan. Metode pemasangan bantalan ini sangat beragam dan tiap susunan dan pemaangan mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Dari aspek pemasangan bantalan, ada beberapa metode yang biasa digunakan seperti yang diperlihatkan sebagai berikut :



Gambar 9.30 Metode pemasangan rolling-element bearing



145



Gambar 9.30a menunjukkan susunan mur dan ring pengunci yang digunakan untuk menjepit cincin dalam bantalan pada poros untuk menghindarkan suaian paksa. Gambar 9.30b menunjukkan snap ring yang digunakan untuk memposisikan ring dalam bantalan pada arah aksial. Adapun gambar 9.30c menunjukkan ring luar bantalan yang dijepit secara aksial pada rumah bantalan dan ring dalam diposisikan oleh sleeve spacer diantara cincin dalam dan flens luar pada poros yang sama. Dari aspek penyusunannya,



ada beberapa



metode yang biasa digunakan



untuk



memasang bantalan. Adapun metode yang biasa digunakan adalah dengan memasang bantalan pada posos yang di-fix pada arah aksial di satu sisi sedangkan pada sisi yang lain mengambang pada arah aksial. Metode ini ditunjukkan pada gambar 9.31a. Pemasangan seperti ini memerlukan adanya ulir dan mur untuk memasang bantaln pad poros. Alternatif pemasangan



bantalan yang juga biasa digunakan yaitu dengan



memasang kedua bantalan seperti ditunjukkan pada gambr 9.31b. Metode ini tidak memerlukan mur dan ulir pada poros namun jika jarak antarbantalan cukup jauh, kenaikan temperatur akan menyebabkan pemuaian pada poros sehingga memungkinkan bantalan mengalami kerusakan.



(a)



(b)



Gambar 9.31. (a) Pemasangan bantalan umum, (b) Pemasangan bantalan alternatif



Pada beberapa kasus, sering diperlukan pemasangan dua bantalan atau lebih pada satu sisi poros. Penggunaan dua bantalan dapat meningkatkan kekakuan dan kapasitas beban. Pemasangan dua bantalan ini dapat dilakukan dengan bantalan roll maupun dengan bantalan bola. Pemasangan dua bantalan bola pada satu sisi juga dilakukan untuk memberikan beban awal.



146



Gambar 9.32 Pemasangan dua bantalan roll di satu sisi



Gambar 9.33 Pemasangan dua bantalan bola di satu sisi



9.6. Soal-soal Latihan 1. Poros pada gambar di bawah ini dirancang dengan menggunakan data-data sebagai berikut : a = 16 in, l = 20 in, b = 18 in, P = 1000 lb, Tmin =0 lb-in, Tmax = 2000 lb-in, SF terhadap fatigue = 2, Sut = 108 kpsi, Sy= 62 kpsi. Rancanglah bantalan untuk diameter poros yang diperoleh dimana bantalan harus dapat menahan beban untuk 70 juta siklus pada 1500 rpm. (a) Gunakan bantalan luncur bronze yang mendapatkan pelumasan hidrodinamik dengan ON = 20, l/d = 1,25 dan rasio clearance = 0,0015. (b) Gunakan bantalan bola jenis deep-groove



Gambar 9.34 Soal perancangan poros dan bantalan nomor 1



2. Bila viskositas absolut pelumas yang digunakan adalah 2 μreyn, carilah viskositas kinematiknya dalam in2/sec. Asumsikan bahwa spesific gravity-nya = 0,87. 3. Cari tebal lapisan minimum untuk bantalan dengan data-data berikut : diameter 30 mm, panjang 25 mm, rasio clearance = 0,0015 , 1500 rpm, ON = 30, peslumas ISO VG 220 pada temperatur 220°F. 4. Poros pada gambar di bawah ini dirancang dengan menggunakan data-data sebagai berikut : a = 16 in, l = 20 in, b = 18 in, P = 1000 lb, Tmin =0 lb-in, Tmax = 2000 lb-in, SF terhadap fatigue = 2, Sut = 108 kpsi, Sy= 62 kpsi. Rancanglah bantalan untuk diameter



147



poros yang diperoleh dimana bantalan harus dapat menahan beban untuk 500 juta siklus pada 1200 rpm. (a) Gunakan bantalan luncur bronze yang mendapatkan pelumasan hidrodinamik dengan ON = 40, l/d = 0,8 dan rasio clearance = 0,0025. (b) Gunakan bantalan bola jenis deep-groove



Gambar 9.35 Soal perancangan poros dan bantalan nomor 4



5. Sebuah mesin industri untuk satu shift operasi yang kontinyu (8 jam per hari) mempunyai kecepatan putar sebesar 1800 rpm. Diketahui beban radial sebesar 1,2 kN dan beban thrust sebesar 1,5 kN (light-to-moderate impact). Pilih ball bearing yang cocok untuk mesin tersebut? 6. Andaikan yang dipilih pada soal nomor 5 diatas adalah radial-contact bearing, maka tentukan: • Estimasi umur bantalan tersebut dengan reliability 90%. • Estimasi reliability bantalan dengan umur 30.000 jam 7. Poros yang ditumpu pada dua rolling bearing mendapat beban seperti pada gambar: Pr= 1000 N Pa= 500 N



Bantalan NU205EC: •



Hanya menerima beban radial







Dimensi: -



diameter dalam d= 25 mm



-



diameter luat D= 50 mm



-



lebar bantalan B= 15 mm 148







Basic dynamic load rating C= 28 600 N



Bantalan 6205: •



Menerima baban radial dan beban aksial







Dimensi sama dengan bantalan NU205EC







Basic dynamic load rating C=14 000 N







Basic static load rating Co= 7 800 N



Cari L10 untuk kedua bantalan tersebut? 8. Poros dengan dua buah puli mentransmisikan daya seperti ditunjukkan pada gambar berikut:



Dimensi dalam satuan mm



Tegangan pada bagian kendur pada puli sebesar 30% dari bagian yang kencang. Poros berputar yang ditumpu dua bantalan di O dan B berputar dengan kecepatan 900 rpm. Pilih pasangan radial ball bearing dengan reliability 99% dan umur 30 000 jam? 9. Poros dengan kecepatan putar sebesar 900 rpm mentransmisikan daya dengan light shock dari puli dengan diameter 600 mm ke sprocket dengan diameter 300 mm seperti ditunjukkan pada gambar berikut:



Dimensi dalam satuan mm



149



Pilih radial ball bearing di A dan roller bearing di O?(bantalan mempunyai umur 24 000 jam dengan reliability 95%)



10. Sistem transmisi daya yang terdiri dari poros, helical gear, bevel gear berputar dengan kecepatan 600 rpm ditumpu dua roller bearing seperti pada gambar dibawah:



Dimensi dalam satuan mm



Bantalan sebelah kiri mampu menahan beban aksial dan beban pada bevel gear sebesar: − 0,5Piˆ − 0,41Pˆj + 0,44Pkˆ . Pilih bantalan dengan umur 36 000 jam dan reliability 98%?



DAFTAR PUSTAKA



• Brown, T.H, Jr., 2005, Marks’ Calculations for Machine Design, McGraw-Hill companies, New York. • Khurmi, R.S., and Gupta, J.K., 1982, Text Books of Machine Design, Eurasia Publishing House (Pvt) Ltd, Ram Nagar, New Delhi 110055. •



Shigley, J.E., and Mischke, C.R., 1996, Standard Handbook of Machine Design, McGraw-Hill companies, New York.



150