Bridging 2 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Penilaian Pre-operatif dan managemen Apabila penggunaan antikoagulan harus di ganggu , pasien harus diberikan instruksi yang jelas untuk konsumsi dosis antikoagulan yang terakhir. 1. Penilaian Pre-op: Nilai apakah antikoagulan perlu di sela atau tidak untuk melakukan prosedur operasi. Beberapa prosedur dapat dilakukan sambil penggunaan rivaroxaban, dabigatran, apixaban, dan warfarin dengan INR 150kg, harus mengikuti rencana terapi dengan resiko standard dan resiko tinggi yang sudah ditentukan



5. Pasien dengan terapi heparin berat molekul rendah , harus menghentikan dalteparin setidaknya 24 jam sebelum operasi. 6. Pasien yang direncanakan menggunakan anestesi epidural / spinal atau anestesi untuk >48 jam merupakan pasien dengan resiko tinggi, sehingga perlu dipikirkan metode alternative, karena dalteparin tidak aman untuk pelepasan kateter epidural. 7. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal a. Pasien dengan resiko standard (ringan-sedang) harus diturunkan dosisnya apabila eGFR 50 ml/menit harus diberi jarak 60 jam antara dosis terakhir rivaroxaban dengan insersi kateter spinal/epidural. Pada pasien dengan creatinine clearance 30-50 ml/menit harus diberi jarak 96 jam.  Pasien dengan rivaroxaban, apixaban, dabigatran harus melakukan pemeriksaan PT, aPTT dan TT ketika kateter ipdural/spinal ingin di insersi atau dilepaskan. 4. Pasien dengan warfarin harus memiliki INR ≤ 1,5 ketika kateter spinal/epidural akan di insersi atau di lepas



5. Waspada dengan tanda-tanda kompresi medulla spinalis akibat hematoma spinal (nyeri punggung, kelemahan tungkai, hilangnya sensasi pada tungkai dan perianal, hilangnya kontrol kadung kemih.



Penggunaan heparin berat molekul rendah sebagai terapi bridging anticoagulant Heparin berat molekul rendah atau low-molecular weight heparin (LMWH) diberikan secara subkutan memiliki bioavailibilitas 90-100% dan respon nya lebih dapat diprediksi dibanding unfractionated heparin (UFH). LMWH memiliki waktu paruh 4 jam dan dosis dissesuaikan dengan berat badan. Dosis monitoring umumnya tidak diperlukan kecuali pada pasien dengan gangguan gagal ginjal, berat badan berlebih, atau pada kehamilan. Dibandingkan dengan UFH,LMWH memiliki keuntungan yang lebih pada rasio resiko model hewan dan pada terapi VTE. LMWH juga dapat diberikan pada pasien rawat jalan. Karena keuntungan inilah LMWH lebih direkomendasikan dibandingkan UFH sebagai agen antikoagulan bridging. Pada pasien resiko standard harus mendapatkan LMWH dosis profilaksis hingga antikoagulan oral menjadi dosis terapeutik (INR >2.0). Pada pasien dengan rivaroxaban atau dabigatran, dosis LMWH terakhir harus di minum 24 jam sebelum memulai kembali dabigatran atau rivaroxaban. Pada pasien resiko tinggi pasien harus konsumsi LMWH dengan dosis yang ditingkatkan post operasi hingga dosis penuh terapeutik tercapai. LMWH harus tetap dilanjutkan pada pasien yang menggunakan warfarin hingga menjadi terapeutik (INR >2.0). apabila pasien menggunakan rivaroxaban atau dabigatran, dosis LMWH terakhir harus dikonsumsi 24 jam sebelum memulai dabigatran dan rivaroxaban. Penilaian creatinine clearance dan fungsi liver harus dilakukan sebelum memulai kembali dabigatran atau rivaroxaban dan dosisnya harus diperiksa dengan parameter tersebut.



Pengaturan dosis LMWH pada pasien gangguan fungsi renal sangat diperlukan. Pasien yang membutuhkan dalteparin dosis profilaksis harus dikurangi dosisnya apabila nilai eGFR < 20ml/menit / 1,73 m2 dan pemantauan kadar anti-Xa secara berkala. Pada pasien yang membuthkan dalteparin dosis tinggi, pemberian UFH secara infus lebih dianjurkan. Pasien yang membutuhkan dalteparin dalam dosis terapeutik dan meiliki CrCl antara 20-29 ml/menit dapat diturunkan dosisnya disertai pemantauan kadar anti-Xa . pemberian infus UFH dapat dijadikan sebagai alternative.