Budaya Organisasi Bab 6, Kepercayaan Diri [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Valsa
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BUDAYA ORGANISASI KERCAYAAN DIRI



NAMA KELOMPOK : 1. Ardian Wahyu Putra (17133200194) 2. Richa karienina



(17133200195)



PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA 2019



A. KONSEP KEPERCAYAAN DIRI Meredith et.al (2002) mengatakan,percaya diri (self confidence) sebagai paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan, yang bersifat



internal,sangat



relatif



dan



dinamis



dan



banyak



ditentukan



oleh



kemampuannya untuk memulai, melaksanakan dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Kepercayaan diri akan memengaruhi gagasan, karsa, inisiatif, kreativitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja, dan kegairahan berkarya. Kunci keberhasilan bisnis adalah untuk memahami diri sendiri. Lauster sebagaimana dikutip oleh Idrus dan Rohmiati (2001) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai, “suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri, sehingga seseorang tidak terpengaruh orang lain. Rasa percaya diri merupakan keyakinan pada suatu maksud atau tujuan dalam kehidupan dan percaya bahwa akal budi mampu untuk melaksanakan apa yang diinginkan,direncanakan, dan di harapkan”. Brennecke dan Amich (dalam Idrus dan Rohmiati, 2001) menyatakan bahwa, “ Kepercayaan diri adalah



suatu perasaan atau sikap tidak perlu membandingkan



diri dengan orang lain, karena telah merasa cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam hidup ini.” Idrus dan Rohmiati (2001) dalam kaitanyya dengan kepercayaan diri mendefiniskan bahwa, kepercayaan diri adalah suatu perasaaan positif yang ada dalam diri seseorang yang berupa keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuan dan potensi yang dimilikinya, serta dengan kemampuan dan potensinya tersebut dia merasa mampu untuk mengerjakan segala tugasnya dengan baik dan untuk meraih tujuan hidupnya. Kepercayaan diri akan kemampuan yang dimiliki dapat memberikan harapan yang positif sehingga akan meningkatkan motivasi untuk bekerja, belajar, dan berlatih secara terus menerus. Kepercayaan diri merupakan kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi yang baik serta kepercayaan akan mendapatkan kesuksesan dan hasil yang memuaskan (Nurtjahjanti dan Ratnaningsih, 2012). Selanjutnya dijelaskan bahwa rasa percaya diri dapat dibangun melalui berbagai pelatihan. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, akan mampu meningkatkan rasa optimis yang tinggi pula, dan rasa ini akan mampu meningkatkan rasa optimis yang tinggi pula, dan rasa ini akan mengarahkan setiap perilakunya untuk yakin akan keberhasilan dan yakin dapat mengatasi berbagai kondisi sulit (kesulitan) yang akan



dihadapi diluar negeri. Mereka yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi akan menjadi individu yang realistis dalam melihat suatu peristiwa dan masa depan. Ia yakin akan mampu mengatasi berbagai permasalahan pekerjaan dalam kehidupan serta mampu mengajarkan sesuatu menjadi lebih baik dalam pekerjaan (Nurtjahjanti dan Ratnaningsih, 2012). Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang penting sebagai sarana untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Dari kepercayaan diri yang dimiliki, kesuksesan dan keberhasilan hidup seseorang akan dapat diprediksikan. Individu yang percaya diri biasanya selalu bersikap optimis dan yakin akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu. Sebaliknya, individu yang rasa percaya dirinya rendah akan mengalami hambatan-hambatan dalam hidupnya, baik dalam berinteraksi dengan indiviodu lain maupun dalam pekerjan (Idrus dan Rohmiati, 2010: 1). Davis (2004 :3) menjelaskan, bahwa kepercayan diri adalah sikap positif seorang individu



untuk bisa menerima diri sendiri, berani mengambil resiko,



dan kepercayan akan potensi diri yang dimiliki. Lie (2003 : 3) berpendapat bahwa individu yang sehat mempunyai percaya diri yang memadai. Percaya diri berarti yakin akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan masalah. Dengan percaya diri, seseorang merasa dirinya berharga dan mempunyai kemampuan menjalani kehidupan, mempertimbangkan berbagai pilihan, dan membuat keputusan sendiri. Ciri-ciri perilaku yang mencerminkan percaya diri yaitu: 1. Yakin kepada diri sendiri. 2. Tidak bergantung pada orang lain. 3. Tidak ragu-ragu. 4. Merasa diri berharga. 5. Tidak menyombongkan diri. 6. Memiliki keberanian untuk bertindak. Orang yang memiliki percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangannya dengan baik atau setidaknya memiliki kemampuan untuk belajar cara-cara menyelesaikan tugas tersebut. Orang yang percaya diri mempunyai keberanian dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya sendiri.



Helga Drummond dalam kutipan Andi (2009) berjudul “Power: Creating it using IT” yang intinya ingin memahamkan kita bahwa kepentingan power, maka yang terpenting bukan saja dibidang apa kita ahli, melainkan siapa saja yang mempercayai keahlian kita. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah cara pandang yang positif dan harapan yang realistis terhadap diri sendiri sehingga dapat menerima dirinya sendiri utuh dalam arti mau menerima segala kekurangan kelebihan yang ada dalam dirinya, berani mengambil resiko, dan merasa memiliki kompetensi dengan berupaya menumbuhkan karakter-karakter positif, selalu bersikap optimis dan yakin akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu dan tidak ada rasa takut ditolak bila menjadi diri sendiri. B. CARA MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI Ubaydialah



(2006)



mendeskripsikan



bahwa



cara-cara



menigkatkan



kepercayaan diri sebagai berikut : 1. Evaluasi diri secara objektif. Belajar menilai diri sendiri secara objektif dan jujur. Sadari semua aset berharga dan temukan aset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri, seperti pola pikir yang keliru, niat,, motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan, dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, ataupun sebab-sebab eksternal lain. 2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri. Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi apa yang dimiliki. Ingatlah bahwa semua itu dapat melalui proses belajar, berevolusi, dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang



membantu



kita



menemukan



jalan



tepat



menuju



masa



depan.



Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan. Contoh : ingin cepat kaya, ingin populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. 3. Positif thinking. Setiap individu harus berpikir positif terhadap kemampuan diri sendiri dan berpikir positif terhadap orang lain dilingkungannya. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut, karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang,



dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. 4. Gunakan self-affirmation. Untuk mengurangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa katakata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya: a. Saya pasti bisa! b. Saya bangga terhadap diri sendiri! c. Saya adalah penentu dari hidup saya. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya. 5. Berani mengambil risiko. Berdasarkan pemahaman diri yang objektif, individu memprediksikan risiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, tidak perlu menghindari setiap risiko, tetapi lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghundari, mencegah, ataupun mengatasi risikonya. Contohnya tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari risiko ditolak. 6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan. Ada pepatah mengatakan, “Orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup”. Artinya individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif. Bahkan koma kehidupan yang dijalani selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari tuhan, akibatnya ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, kegagalan, dan sebagainya. 7. Menetapkan tujuan yang realistik. Individu perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang telah ditetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang realistik akan memudahkan dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, individu lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan, dan keputusan dalam mencapai masa depan.



Robbins (2008:99) berpendapat, bahwa ada 3 aspek yang mampu meningkatkan rasa kepercayaan diri, yaitu :



1. Kepercayaan berbasis pencegahan. Bentuk kepercayaan yang didasarkan pada kekhawatiran akan terjadinya pembalasan dendam jika kepercayaan dikhianati. Kepercayaan ini merupakan hubungan paling rapuh. 2. Kepercayaan berbasis pengetahuan, hubungan organisasi kebanyakan berakar kepada kepercayaan berbasis pengetahuan. Artinya, kepercayaan didasarkan pada kemampuan memprediksi perilaku yang bersumber dari pengalaman berinteraksi. Kepercayaan berbasis pengetahuan mengendalikan informasi. 3. Kepercayaan berbasis identifikasi merupakan kepercayaan tertinggi dicapai bila terjalin hubungan emosional antara pihak-pihak yang ada. Kepercayaan identifikasi merupakan kepercayaan berdasarkan pemahaman atas niat orang lain dan menghargai keinginan pihak lain. C. KETIADAAN RASA KEPERCAYAAN DIRI Orang yang memandang kemampuannya rendah menjadi tidak berdaya dan merasa hidupnya sudah diatur oleh nasip. Sikap itu menyebabkan mudah menyerah, kurangnya keyakinan akan keberhasilan masa depan, membatasi usaha yang seharusnya dapat dilakukan, takut gagal dana akhirnya mengalami kegagalan sesungguhnya (Nurtjahjanti dan Ratnaningsih,2012). Idrus dan Rohmiyati (2012), beragumentasi bahwa seseorang yang tidak mempunyai kepercayaan diri akan mempunyai karakteristik antara lain : memiliki motivasi



yang



rendah



untuk



berkompetisi,



motivasi



yang



rendah



untuk



mengembangkan diri, enggan mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kepribadian yang cenderung labil, senang meniru dan sering tidak mentaati peraturan. Problem yang



diakibatkan



kepercayaan



biasanya



melahirkan



ketidakefektivan



atau



ketidakefisienan. Kepercayaan bisa dikatakan sebagai asas sebuah hubungan efektif dan efisien. Keterampilan dan perilaku penting perlu dimiliki seseorang dalam membangun kepercayaan menjadi modal sosial dalam meningkatkan tingkat kepercayaan dan jalinan hubungan antar pemangku kepentingan lain.



Jacinta (2002) menguraikan bahwa beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri diantaranya: 1. Berusaha menunjukan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok.



2. Menyimpan rasa takut atau kekhawatiran terhadap penolakan. 3. Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri, namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap dirinya sendiri. 4. Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif. 5. Takut gagal, sehingga menghindari segala risiko dan tidak berani memasang target unntuk berhasil. 6. Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus(karena undervalue diri sendiri) 7. Selalu menempatkan atau memosisikan diri sebagai yang terakhir,karena menilai dirinya tidak mampu. 8. Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat bergantung pada keadaan dan pengakuan/pene`rimaan serta bantuan orang lain). Berdasarkan uraian diatas,dapat dipahami bahwa rasa kurang percaya diri ditentukan oleh individu yang menonjolkan sikap konfoirmis terhadap diri dan sulit menerima realita dalam dirinya. D. DIMENSI KEPERCAYAAN DIRI Davies (2004:3) menguraikan dimensi kepercayaan diri yang meliputi : Pertama, mengembangkan penilaian positif baik terhdap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Ia bangga terhadap dirinya sendiri, bisa menerima kelebihan dan kekurangan diri, mempunyai sifat terbuka, berpenampilan sebagai pribadi yang dapat dipercaya, dan dapat dijadikan teladan aatau bagi orang lain. Kedua, keberanian mengambil resiko, dengan keyakinan bahwa dirinya tidak akan ditolak oleh orang lain, lebih menyukai hal-hal yang baru dan bersifat menantang dan mampu menambahkan pengetahuan, dan tidak takut dikucilkan oleh orang lain meskipun berbeda pendapat. Ketiga, rasa percaya diri yang merujuk pada beberapa aspek kehidupan individu tersebut, di mana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu, dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Lauser (Utami, 2009) berpendapat bahwa, terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu, di antaranya:



1. Percaya kepada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut. 2. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk meyakini tindakan yang diambilnya itu. 3. Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri; 4. Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adnya paksaan atau hal yang menghambat pengungkapkan perasaan tersebut. Idrus dan Rohmiati (2012) mengemukakan, bahwa sedikitnya ada lima aspek yanng tergantung dalam kepercayaan diri, antara lain: 1. Ambisi, yaitu dorongan untuk mencapai hasil yang diperlihatkan kepada orang lain. Orang yang percaya diri cenderung memiliki ambisi yang tinggi. Mereka selalu berpikiran positif dan berkeyakinan bahwa mereka mampu untuk melakukan sesuatu. 2. Mandiri, yaitu keadaan individu yang tidak tergantung pada orang lain, karena mereka merasa mampu untuk menyelesaikan segala sesuatu tugasnya, tahan terhadap tehanan. 3. Optimis, yaitu suatu sikap berpikir positif, selalu berbanggapan bahwa dirinya akan selalu berhasil, yakin, dan dapat menggunakan kemampuan dan kekuatannya secara efektif dan terbuka. 4. Tidak individualis, yaitu tidak mementingkan diri sendiri atau kebutuhan pribadi, akan tetapi selalu peduli pada orang lain. 5. Toleransi, yaitu sikap selalu mau menerima pendapat dan perilaku orang lain yang berbeda dengan dirinya. Selanjutnya, Kumara (dalam Muhammad Idrus dan Rohmiati, 2012) menyatakan, bahwa ada empat aspek yang mengindikasikan seseorang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, yaitu: 1. Kemampuan menghadapi masalah; 2. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya; 3. Kemampuan dalam bergaul; dan 4. Kemampuan menerima kritik.



Dalam teori hidup yang dianut Jet Li (Andi, 2009), kepercayaan itu dibangun berdasarkan struktur langkah yang berawal dari; pertama, ketuklah pintu; kedua, buatlah orang lain tahu bahwa kau datang; ketiga, buktikan siapa dirimu. Jika sudah berhasil membuktikan siapa dirimu, maka kau akan mudah mengubah orang dan mengubah keadaan. Jacinta (2002) menjelaskan, bahwa beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional di antara nya: 1. Percaya akan kompetensi atau kemampuan diri, sehingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun rasa hormat orang lain; 2. Tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok; 3. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain dan berani menjadi diri sendiri; 4. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosional stabil) 5. Memiliki internal locus of control (memandang keberhadiakan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung atau mengharapkan bantuan orang lain); 6. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain, dan situasi di luar dirinya; dan 7. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa karakteristik rasa percaya diri ditentukan oleh bagaimana individu memiliki cara pandang yang positif dan memiliki harapan yang realistis terhadap dirinya. Karyawan yang memiliki kepercayaan diri positif dapat menerima dirinya secara utuh. Artinya, karyawan tersebut menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya. Ia akan berupaya tumbuh dalam karakter-karakter positif dan memiliki prasangka atau pandangan yang baik terhadap rekan kerja sehingga membanu kesuksesan dalam diri sendiri, tanpa ada rasa takut ditolak bila menjadi diri sendiri. Robbins (2008:98) menjelaskan beberapa dimensi yang mendasarari konsep kepercayaan diri, meliputi; 1. Integritas merujuk pada kejujuran dan keberanian; 2. Kompetensi meliputi pengetahuan serta keahlian teknis dan antar personal individu;



3. Konsistensi berkaitan dengan keandalan, prediktabilitas dan penilaian yang baik pada diri seseorang dalam menangani kasus; 4. Kesetiaan; kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka orangin lain; 5. Keterbukaan. Vihessonthi & Schwaninger (2008) menjelaskan bahwa. Self confidence for learning and development dapat diukur dengan menanyakan: 1. I am very confident at learning and developing new skills relevant to my job 2. I know i am very capable of keeping up with new technique and knowledge requred for my job 3. I can develop my career-relevant skills. Self efficacy (juga dikenal sebagai social cognitive theory atau social learning theory) adalah sebagai kepercayaan diri yang menujukan bahwa dirinya mampu mencapai kesuksesan dalam melakukan pekerjaan (Bandura, 2007). Self efficacy merupakan bagian dari self confidence (Kanter, 2006) dan merupakan tiga dimensi, yaitu: (1) magnitude, tingkat kesulitan tugas yang diyakini dapat dicpai; (2) strength, kekuatan yang telah dimiliki oleh individu; (3) generality, yaitu tingkat di mana harapan yang dimiliki mampu melewati tuntutan (Lunenburg,2011:1). Ivancevic, Konopaske, dan Matteson (2002:130) menjelaskan bahwa “ self efficacy related to personal beliefs regarding competencies and abilities. Specially, it refers to one’s belief in one’s abilities to successfully complete a task”. Kepercayaan diri berhubungan dengan kepercayaan seseorang yang beraitan dengan kompetensi dan kemampuan. Secara khusus, hal itu merujuk pada kepercayaan seseoerang dalam kaitannya dengan kemampuan diri untuk kesuksesan tugas yang diemban. Selanjutnya, ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2002:130) menjelaskan bahwa, “individuals with a high degree of self efficacy firmly believe in their performance capabilities. The concept of self efficacy include three dimensions; magnitude, strength, and generality”. Individu dengan kemampuan. Konsep kepercayaan diri berkaitan dengan magnitude, kekuatan, dan kewajaran. Magnitude merujuk pada tingkat kesulitan tugas yang dipercaya individdu dapat mereka kerjakan. Kekuatan merujuk kuat lemahnya keyakinan yang dimiliki untuk menyelesaikan pekerjaan. Kewajaran, berindikasikan pada emampuan menggunakan strategi melewati berbagai situasi yang berbeda (Ivancevich, Konopase, dan Matteson, 2002:130).



Faktor paling penting dalam mengembangkan self efficacy adalah pengalaman. Jika kita mampu melewati target dalam mengerjakan suau tugas dan terjadi peningkatan dalam kinerja, maka dapat dikatakan mencapai perkembangan kepercayaan diri dan peningkatan kepercayaan dalam kemampuan menyelesaikan tugas. Jika gagal dalam menyelesaikan tugas,maka tingkat kepercayaan diri akan melemah (Ivancevich, Konopase, dan Matteson, 2002:131) Dalam pandangannya, Bandura (2007) membagi self efficacy dalam tiga level : (1) task specific self efficacy; (2) domain self efficacy; (3) generalself efficacy. Selanjutnya, merujuk Maurer (2001), Self efficacy for development and learning refers to one’s (self) confidence in developing skills and learning new things, whereas self efficacy for performance refers to one’s confidence in performing a task for which one already possesses the skills required to perform it. Percaya diri membuat individu mudah bergaul dan embuat orang lain percaya pada dirinya. Kepercayaan yang terjalin antar sesama akan mampu mengurani sekian persen potensi problem dalam hubungan antarmanusia. E. PENYUSUNAN INSTRUMEN KEPERCAYAAN DIRI Teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan variabel kercayaan diri adalah teori yang dikembangkan oleh Davies (2004:3), yang menjelaskan bahwa kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu untuk bisa menerima diri sendiri, berani mengambil resiko, dan kepercayaan akan potensi diri yang dimiliki. Dimensi kepercayaan diri meliputi: (1) bisa menerima diri sendiri, (2) berani mengambil resiko; (3) merasa memiliki kompetensi (positive thinking). Dimensi bi menerima diri sendiri mempunyai inikator: (a) bangga terhadap diri sendiri; (b) menerima kelemahan yang ada; (c) menerima kelebihan yang ada; (d) terbuka ketika bergaul dengan teman yang lain; (e) berusaha menjadikan diri sebagai pribadi yang teladan. Dimensi berani mengambil risiko mempunai indikator; a) tidak takut ditolak oleh orang lain, b) cenderung suka dengan hal-hal baru, ) menyuka hal-hal baru yang bisa menambah pengetahuan, d) berani bersikap berbeda dengan orang lain, dan e) berusaha memakai metode kerja yang sesuai dengan keadaan. Dimensi merasa memiliki kompetensi mempunyai indicator: a) mampu bekerja dengan baik, b) mampu menggunakan teknologi, c) mampu mengkondisikan kegiatan, d)



mampu mebuat hal sulit menjadi lebih menyenangkan, e)optimis bisa mengerjakan pekerjaan dengan baik.