Buku Ajar Seismik Refraksi PDF [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Syavi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU AJAR SEISMIK REFRAKSI



OLEH



TIM PENYUSUN BUKU AJAR SEISMIK REFRAKSI 1. 2. 3.



LA HAMIMU, S.Si., M.T., Ph.D LA ODE SAHIDDIN, S.Si., M.Sc INDRAWATI, S.Si., M.Sc



KEMENTERIAN RISET DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO



KENDARI



2017



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur disampaikan hanya kepada Allah SWT penguasa langit dan bumi beserta isinya. Kepada-Nya segala ilmu pengetahuan bersumber dan atas kehendakNya pula buku ajar ini dapat disususn. Buku ini berisi materi perkuliahan seismik refraksi yang terdiri dari 3 Bab utama dan terdiiri dari beberapa sub bab yang mencakup seluruh kajian dalam metode seismik refraksi dimulai dari teori pendahuluan, akuisisi data sampai pada prosesing dan interpretasi. Diharapkan pada akhir semester seluruh materi dapat dirampungkan dengan baik, sehingga mahasiswa mampu mengerjakan soal-soal latihan dan mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan. Penyusunan materi ajar dalam buku ini mengambil sumber dari berbagai pihak yang selama ini telah banyak mengkaji materi tentang seismik refraksi, selain itu berbagai masukan dan saran telah kami masukkan dari para dosen-dosen jurusan Teknik Geofisika FITK UHO yang sebelumnya telah mengampuh matakuliah ini . Tim penyusun buku ajar juga manusia dan sebagai manusia tentu saja masih banyak kekurangan yang akan dijumpai dalam buku ini. Oleh karena itu dengan lapang dada dan hati terbuka editor siap menerima segala kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dalam penyusunan edisi selanjutnya. Akhirnya, saya berharap agar buku ini dapat dimanfaatkan untuk membantu kelancaran dalam proses perkuliahan seismik refraksi. Kendari, November 2017



TIM PENYUSUN



ii



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................................i KATA PENGANTAR .....................................................................................vi DAFTAR ISI ................................................................................................. viii BAB I TEORI GELOMBANG SEISMIK A. Elastisitas ............................................................................................... 1 A.1 Tegangan(Stress) ............................................................................ 4 A.2 Regangan (strain) .......................................................................... 4 A.3 Hukum Hooke ................................................................................ 4 A.4 Konstanta Elastik ........................................................................... 4 A.5 Energi Strain ................................................................................... 4 A.6 Media Anisotropik ........................................................................ 4 B. Persamaan Gelombang .......................................................................... 1 B.1 Persamaan Gelombang Skalar ........................................................ 4 B.2 Persamaan Gelombang Vektor ...................................................... 4 B.3 Teorema Kirchoff ........................................................................... 4 C. Gelombang Harmonik dan Prinsip Fisika Gelombang .......................... 1 C.1 Gelombang Harmonik .................................................................... 4 C.2 Interferensi Gelombang .................................................................. 4 C.3 Hukum Snellius .............................................................................. 4 C.4 Prinsip Huygens ............................................................................. 4 C.5 Prinsip Fermat ................................................................................ 4 D. Jenis-jenis Gelombang .......................................................................... 1 D.1 Gelombang Badan .......................................................................... 4 D.2 Gelombang Permukaan ................................................................. 4 E. Seismogram Sintetik .............................................................................. 1 BAB II PENDAHULUAN A. Pendahuluan .......................................................................................... 1 B. Sumber Energi ....................................................................................... 1 C. Detektor Gelombang Seismik ................................................................ 1 D. Noise ...................................................................................................... 1 E. Perekaman Sinyal Seismik..................................................................... 1 F. First Break .............................................................................................. 1 G. Proses Pengolahan Data Seismik .......................................................... 1 H. Metode Interpretasi Seismik Refraksi ................................................... 1



iii



BAB III. METODE INTERPRETASI SEISMIK REFRAKSI A. Metode T-X Intercept Time .................................................................. 1 B. Metode T-X Critical Distance Method (CDM) ..................................... 1 C. Metode ABC .......................................................................................... 1 D. Metode GRM ......................................................................................... 1 E. Metode Plus Minus ................................................................................ 1 F. Metode Hagiwara ................................................................................... 1 G. Metode Matsuda ......................................................................................



DAFTAR PUSTAKA



iv



BAB I TEORI GELOMBANG SEISMIK



A. ELASTISITAS Elastisitas merupakan watak dasar suatu medium yang banyak dipelajari dalam mekanika medium kontinyu. Medium dengan parameter-parameter elastiknya mencerminkan sifat-sifat kelenturan, kekuatan dan daya tahan medium tersebut. Di dalam buku ajar ini akan ditinjau teori dasar elastisitas medium yang berkaitan dengan perambatan gelombang seismik P (primary) dan S (secondary). Apabila dapat diukur kecepatan gelombang P dan S, maka dapat diturunkan atau ditentukan persamaan parameter elastisitas yang berupa tetapan lame  , modulus geser  , poisson rasio  , modulus elastisitas Young E dan modulus Bulk K. A.1. Tegangan (Stress) Tegangan diperoleh dari gaya per unit area ketika gaya dikenakan pada suatu bahan. Jika gaya bervariasi dari titik ke titik, stress juga bervariasi, dan nilainya pada suatu titik diperoleh dengan mengambil element infinitisemal kecil dari area pada titik itu dan membagi gaya total yang mengenai area ini dengan besarnya area. Jika gaya tegak lurus dengan luasan, stress dikatakan stress normal. Ketika gayanya tangensial terhadap elemen luasan, stressnya disebut stress geser. Ketika gayanya tidak parallel dan tidak tegak lurus dengan elemen luasan, dapat diselesaikan menjadi komponen yang parallel dan komponen yang tegak lurus. Oleh karena itu, beberapa stress dapat diselesaikan menjadi komponen normal dan komponen geser. Jika kita mempertimbangkan elemen kecil dari volume di dalam medium yang dikenai stress, stress bekerja pada setiap enam sisi dari elemen dapat ditetapkan menjadi komponen-komponennya, yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. untuk dua sisi tegak lurus terhadap sumbu x. Tulisan garis bawah menunjukkan sumbu x, y, z, dan



menunjukkan stress sejajar sumbu y berkerja pada permukaan yang tegak



lurus dengan sumbu x. Ketika dua indeks sama (seperti stress normal. Ketika indeksnya berbeda seperti geser.



1



), stress tersebut adalah



, stress tersebut adalah stress



Gambar 1.1 Komponen stress pada sebuah elemen voume yang tegak lurus permukaan di sumbu x Ketika mediumnya berada pada kesetimbangan statik, maka stress harus seimbang, hal ini berarti tiga stress,



, bekerja pada sisi OABC harus



sama dan berkebalikan dan tegak lurus stress ditunjukkan oleh sisi berlawanan DEFG, dengan hubungan yang sama untuk keempat sisinya. Selanjutnya, pasangan stress geser seperti



, merupakan pasangan yang cenderung merotasikan elemen (



dalam sumbu z, besarnya:



)



,



A.2 Regangan (Strain) Ketika medium elastik dikenai stress, perubahan bentuk dan dimensi terjadi. Perubahan ini disebut strain. Diperhatikan segi empat PQRS pada bidang xy (lihat Gambar 1.2). Ketika stress dikenakan, didapat P bergerak ke P’, PP’ mempunyai komponen u dan v. Jika puncak yang lain Q, R, S memiliki perpindahan yang sama dengan perpindahan P, segi empat berubah seluruhnya sebesar u dan v. Pada kasus ini tidak ada perubahan ukuran dan bentuk dan tidak ada strain.



2



Gambar 1.2 Analisis strain dua dimensional Tetapi, jika u dan v berbeda untuk setiap bentuk yang berbeda, persegi akan berubah ukuran dan bentuk, dan strain ada. Asumsikan



(



)



( ).



Kemudian koordinat ujung PQRS dan P’Q’R’S’ berikut: (



)



(



);



(



)



(



);



(



)



(



);



(



)



(



);



Pada umunya, perubahan u dan v sangat kecil daripada kuantitas dx dan dy; sehingga kita asumsikan bagian ( ), ( ), dan lainya cukup kecil sehingga hasilnya dapat diabaikan, dengan asumsi ini, maka: 1. PQ meningkat panjangnya dengan besarnya ( )dx dan PS dengan besarnya ( )dy; di sini



dan



merupakan bagian peningkatan panjang pada arah



sumbu.



3



2. Sudut infitisemal



sama dengan



dan



,



3. Sudut kanan P menurun sebanyak 4. Persegi telah diputar searah jarum jam sebesar (



).



Strain didefinisikan sebagai perubahan relatif yakni perubahan fraksi pada dimensional atau bentuk medium. Kuantitas



dan



merupakan merupakan



panjang pada arah sumbu x dan y, dan disebut strain normal. Kuantitas



+



merupakan besarnya yang mana sudut kanan bidang xy direduksi ketika dikenai stress. Karena itu, strain geser merupakan pengukuran besarnya perubahan dalam medium dan disimbolkan



. Dengan analisis 3 dimensi, ditulis (u,v,w)sebagai



komponen perpindahan titik P(x,y,z). Strain dasarnya: Strain normal ,



(1.1)



, Strain geser ,



(1.2)



, Tambahan untuk strain ini, benda dikenai rotasi sederhana kira kira pada 3 sumbu diberikan, ⁄























, ,



(1.3)



,



Persamaan (1.3) dapat ditulis dalam bentuk vektorial , Dengan



(1.4)



merupakan vektor perpindahan dari titik P(x,y).



Perubahan dimensi yang disebabkan oleh strain normal menghasilkan perubahan



4



volume ketika benda ditekan. Perubahan per unit volume disebut dilatasi dan disimbolkan . (1.5)



A.3 Hukum Hooke Dalam menghitung strain ketika stress diketahui, harus tahu hubungan antara stress dan strain. Ketika strain kecil, hubungan ini diberikan oleh Hukum Hooke, yang mana menyatakan strain yang diberikan berbanding lurus dengan stress yang dihasilkan. Strain dalam gelombang seismik biasanya kurang dari



m kecuali



sangat dekat dengan sumber, sehingga Hukum Hooke berlaku. Ketika banyak stress, setiap stress menghasilkan strain yang tidak bergantung dengan yang lainya. Strain total merupakan penjumlahan dari strain yang dihasilkan oleh stress masing masing. Hal ini berarti setiap strain merupakan fungsi linear dari semua stress. Sifat linear ini memiliki implikasi yang penting yang akan digunakan kemudian. Hal ini mengijinkan kita untuk merepresentasikan kurva gelombang depan sebagai superposisi dari gelombang bidang, contohnya transformasi



, untuk



mengekspresikan gelombang jalar terpantul sebagai superposisi pemantulan individu, dan untuk menjelaskan banyak aspek dalam prosesing seismik. Pada umunya, Hukum Hooke menghasilkan hubungan yang sulit. Stress dan ) sehingga



strain keduanya dapat dianggap sebagai matriks orde 2 (



kesebandingan Hukum Hooke merupakan tensor orde 4. Stress dan strain dapat dipandang sebagai matriks ( matriks (



) dan kesebandingan Hukum Hooke sebagai



) yang mana elementnya merupakan konstanta elastik (Landau dan



Lifshitz, 1986 :32-51). Dengan memperhatikan sifat simetri dengan segera mereduksi sejumlah konstanta independent menjadi 21. Bagaimanapun, ketika mediumnya isotropik, yakni ketika sifat bahan tidak tergantung pada arah, dapat dituliskan (Love, 194:102): ( (



),



(1.6) ),



(1.7)



Persamaan di atas sering dituliskan menjadi persamaan matriks,



5



:



 xx   2   0 0 0  yy    2  0 0 0  zz     2 0 0 0   xy 0 0 0  0 0  yz 0 0 0 0  0  zx 0 0 0 0 0  Besaran



dan



⁄ , ini



dikenal dengan kontanta lame. Jika ditulis



merupakan bukti bahwa



kecil maka



lebih besar, sehingga



merupakan ukuran



hambatan dalam strain geser atau sering disebut modulus rigiditas, inkompresibilitas, atau modulus geser. Walaupun Hukum Hooke memiliki aplikasi yang banyak, hal itu tidak berlaku untuk stress yang besar. Ketika stress meningkat sampai batas elastik (Gambar 1.3).



a



6



b



Gambar 1.3 Hubungan antara stress-strain-waktu. (a) Stress dengan strain (b) Strain dengan waktu Hukum Hooke tidak lagi tetap dan strain meningkat secara cepat. Strain yang dihasilkan dari stress yang melebihi batas ini tidak seluruhnya hilang saat stress dihilangkan. Dengan stress yang lebih besar, titik plastik mungkin dicapai yang mana aliran plastik dan plastik mungkin menghasilkan penurunan strain. Beberapa material tidak melewati fase aliran plastik tetapi pecah dulu. Batuan biasanya pecah pada strain



. Beberapa material juga memiliki waktu bebas terhadap kelakuan



stress (Gambar 1.3). ketika dikenai stress tetap, material bergerak pelan sampai putus. Strain yang pelan tidak hilang saat stress dihilangkan.



A.4 Konstanta Elastik Kontanta elastik yang biasa digunakan adalah modulus Young (E), Poisson Ratio ( ), Modulus Bulk (k). Untuk mencarinya, dipertimbangkan medium dengan semua stressnya nol kecuali pada dimensi yang paralel terhadap



. Asumsikan



positif ( stress rentang),



akan meningkat dan dimensi normal terhadap



7



akan menurun. Hal ini berarti



positif (pemanjangan ke arah sumbu x) sedangkan



negatif. Sehigga didapat hubungan: ⁄



,



(1.8)











,



(1.9)



Dengan tanda minus agar



selalu positif. Untuk modulus Bulk,



dipertimbangkan medium dikenai oleh tekanan , Tekanan



, ini eivalen dengan stress: ,



menyebabkan menurunan volume sebesar



dan dilatasi



⁄ . K didefinisiskan sebagai perbandingan tekanan dengan dilatasi yang disebabkan itu, ⁄ ,



(1.10)



Dengan memasukkan beberapa konstanta di atas, maka konstanta yang lain dapat diperoleh: (



(



(



)



)



,



(1.11)



,



(1.12) ),



(1.13)



Pada media yang nonviskositas, modulus gesernya



, dan sehingga



. Karena sebelumnya belum memberikan nama spesifik untuk , maka disebut inkompresibilitas cairan. Dengan mengeliminasi pasangan yang berbeda siantara 3 persamaan di atas, dapat hubugan yang berbeda yang dapat diturunkan dari lima konstanta. Konstanta elastik yang diperoleh dengan cara seperti itu adalah merupakan bilangan positif. Sebagai konsekuensinya, 0.5, karena kedua



positif, maka



(



harus mempuyai nilai diantara 0 dan )



kurang dari 1. Rentang nilai dari 0.05



untuk batuan yang keras sampaai 0.45 untuk material yang terkompaksi jelek. Cairan tidka memiliki modulus geser sehingga nilainya 0.5. untuk kebanyakan batuan, E, k,



8



dan



terletak dalam rentang 20 -120 Gpa, E pada umumnya paling besar dan



paling kecil.



A.5 Energi Strain E = energi per unit volume ( ⁄



) (



(



),



),



(1.14) (1.15)



A.6 Media Anisotropik Anisotropi adalah bentuk umum yang menunjukkan variasi dari besaran fisika yang bergantung pada arah yang diukur. Anisotropi seismik diterangkan dengan variasi kecepatan seismik searah dengan pengukurannya atau dengan polarisasi gelombangnya. Sistem anisotropi berhubungan dengan tipe simetri. Beberapa tipe simetri yang sering digunakan dalam anisotopi antara lain anisotropi transverse (hexagonal simetri), anisotropi orthorhombic, anisotropi monoclinic. B. Persamaan Gelombang B.1 Persamaan gelombang skalar Sampai saat ini telah didiskusikan medium dalam keadaan keseimbangan statik. Sekarang kita akan membahas ketika stress tidak seimbang. Sesuai Gambar 1.1, , Karena stress ini merupakan lawan dari stress pada sisi belakang, stress netto tak seimbangnya) adalah:



,Stress ini bekerja pada sisi yang



memiliki area (dydz) dan volumenya (dxdydz), sehingga kita peroleh gaya netto per unit volume pada arah sumbu x, y, z: Gaya total pada sumbu x adalah:



9



, Hukum Newton kedua tentang gerak menyatakan bahwa gaya yang tidak seimbang sama dengan massa kali percepatan, sehingga:



,



(1.16)



Persamaan (1.16) menghubungkan perpindahan dengan stress. Dapat juga dipeoleh hanya perpindahan menggunakan Hukum Hooke untuk mengganti stress dengan strain kemudian menyatakan strain dengan perpindahan, menggunakan persamaan. (1.6) dan (1.7), kemudian:



*



( (



)



)



(



)



)+



(



,



(1.17)



Dengan analogi ini, maka diperoleh untuk v dan w: (



)



(



)



,



(1.18) ,



(1.19)



Untuk mendapatkan persamaan gelombang, kita diferensialkan tiga persamaan ini terhadap x, y, dan z, dan dijumlahkan bersama, memberikan: (



) (



Sehingga,



)



(



)(



)



atau



, dimana



( (



), )⁄ (1.20)



Dengan mengurangi derivatif persamaan (1.19) terhadap z dari derivatif persamaan (1.18) terhadap y, diperoleh: (



)



(



),



Yang mana,



(1.21) ,



10



(1.22)



B.2 Persamaan gelombang vektor Persamaan gerak gelombang dapat juga diperoleh dengan menggunakan metode vektor. Persamaan (1.17), (1.18) dan (1.19) adalah ekivalen dengan persamaan gelombang vektor: (



)



,



(1.23)



Jika persamaan (1.23) dikenakan operator divergensi, dan kemudian dengan menggunakan persamaan (1.5) dan relasi vektor, divgrad       2



(1.24)



Maka akan diperoleh persamaan gelombang P. Jika persamaan (1.23) dikenakan operator Curl atau rotasi, dan kemudian dengan menggunakan (1.4) serta hubungan identitas vektor, x(x )  (   )   2 x(x )  0   (x )  0



(1.25)



Akan memberikan persamaan gelombang vektor S sebagai :



1  2   2 2 2  dt Persamaan diatas ekivalen dengan tiga persamaan gerak gelombang skalar.



B.3 Teorema Kirchoff Menggunakan konsep superposisi (yang mana dari linearitas Hukum Hooke). Kita menganggap gelombang bergerak pada pada titik P sebagai superposisi dari gelombang dari semua sumber R dalam beberapa volume gelombang meradiasi oleh titik Q pada permukaan



mengelilingi P plus



mengelilingi suatu volume



(yang mana mengambil perhitungan beberapa gangguan dari sumber di luar volume). Kita mengatur waktu untuk sumber ini sehingga efeknya semua sampai di P pada waktu sesaat yang sama yakni



. Ambil Y(x, y, z,



benda/unit volume) di dalam permukaan titik pada permukaan ,



dan



) sebagai rapat sumber (gaya



dan spesifik



menjadi terlambat (



(



) untuk semua ⁄ ). Dimana V adalah



kecepatan dan r adalah jarak antara titik P dan sumber R atau Q, yakni, r/V merupakan waktu untuk gelombang melewati R atau Q ke P. Sehingga kita 11



menspesifikasikan gerakan gelombang pada titik yang berbeda dan waktu yang berbeda seperti gelombang dari semua titik tiba di P pada waktu sesaat yang sama , hasilnya dikenal sebagai Teorema Kirchhoff, ( ( )*



) +-



∭ ( )



∬ ,( ) ( ) (



( )



)



(



)



,



(1.26)



C. Gelombang Harmonik dan Prinsip Fisika Gelombang C.1 Gelombang Harmonik Variasi waktu yang paling sederhana dari gelombang adalah harmonik (sinusoidal), ekivalen dengan gerak harmonik sederhana. Gelombang harmonik karena kemudahannya, dapat dianggap sebagai ekivalen waktu dari gelombang bidang pada suatu jarak. Beberapa bentuk umumya adalah: *( (



)+



⁄ )(



(



)



(



)



)



(1.27)



(



)



[ (



)



⁄ ] (1.28)



(



)



(



)



(



)



(



),



(1.29)



Persamaan (1.26) merepresentasikan gelombang bidang melewati arah x positif. Persamaan (1.27) merupakan gelombang idang bergerak sepanjang garis lurus dengan arah kosinus (l, m, n), dan persamaan (1.28) merupakan gelombang bola yang meluas dari dan meringkas ke tempat asal. Dalam eksplorasi seismologi, rentang frekuensi rekaman dengan energi cukup besar pada umunya dari 2 sampai 120 Hz, dan frekeunsi dominan terletak pada rentang 15-50 Hz untuk usaha pemantulan dan dari 5 sampai 20 untuk usaha refraksi. Karena kecepatan biasanya rentang dari 1.6 sampai 6.5 km/s, panjang gelombang dominan rentang antara 30-400 m untuk usaha refleksi dan dari 80-1300 m untuk refraksi.



12



C.2 Interferensi Gelombang Jika dua gelombang saling menindih, kedua gelombang berinterferensi satu sama lain. Interferensinya konstruktif jika cenderung saling menambah dan distruktif jika saling melenyapkan. Ketika dua gelombang merupakan gelombang harmonik dan memiliki frekuensi dan panjang gelombang yang sama (kecepatan sama), amplitudonya kadang saling menjumlahkan kadang saling melenyapkan (setidaknya sebagian). Sehingga terbentuklah gelombang baru dengan frekuensi dan panjang gelombang sama dengan amplitudo dan fase bergeser. Ketika beberapa gelombang harmonik dengan amplitudo, panjang gelombang, frekuensi berbeda ditambahkan, hasilnya biasanya sangat kompleks, interferensi konstruktif terjadi ketika fasenya mendekati sama, sedangkan interferensi destruktif menghasilkan sedikitnya beberapa atenuasi. Jika gelombangnya tidak harmonik dapat diselesaikan dengan analisis Fourier menjadi komponen harmonik yang dapat ditambahkan untuk menentukan alamiah dari interferensi. C.3. Hukum Snellius Perambatan gelombang seismik dari satu medium ke medium yang lain yang mempunyai sifat fisik yang berbeda seperti kecepatan dan densitas akan mengalami perubahan arah ketika melewati bidang batas antar medium. Suatu gelombang yang datang pada bidang batas dua media yang sifatnya berbeda akan dibiaskan jika sudut datang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya dan akan dipantulkan jika sudut datang lebih besar dari sudut kritis. Sudut kritis adalah sudut datang yang menyebabkan gelombang dibiaskan 900. Jika suatu berkas gelombang P yang datang mengenai permukaan bidang batas antara dua medium yang berbeda, maka sebagian energi gelombang tersebut akan dipantulkan sebagai gelombang P dan gelombang S, dan sebagian lagi akan dibiaskan sebagai gelombang P dan gelombang S, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1.4.



13



Gambar 1.4 Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium



Gelombang tersebut mengikuti Hukum Snellius , yaitu:



sin 1 sin 1 ' sin  2 sin 1 sin  2     p V p1 V p1 Vp2 Vs1 Vs 2



(1.30)



Dengan:  1 adalah sudut datang gelombang P, 1 ' adalah sudut pantul gelombang P, 1 adalah sudut pantul gelombang S,  2 sudut bias gelombang P,  2 ' sudut bias gelombang S, Vp1 adalah kecepatan gelombang P pada medium pertama, Vp2 adalah kecepatan gelombang P pada medium kedua, Vs1 adalah kecepatan gelombang S pada medium pertama, Vs2 adalah kecepatan gelombang S pada medium kedua dan P adalah parameter gelombang. C.4 Prinsip Huygens Prinsip Huygens menyatakan menyatakan bahwa setiap titik pada wavefront dapat dipandang sebagai sumber gelombang baru. Secara fisis bahwa setiap partikel terletak pada wavefront telah pindah dari titik kesetimbngannya dengan pendekatan kelakuan yang sama, gaya elastis di dekat partikel berubah, sehingga resultan dari



14



perubahan gaya yang disebabkan oleh gerak titik dari gelombang depan mulai menghasilkan gerak yang menghasilkan wavefront berikutnya. Prinsip Huygnes membantu menjelaskan informasi tentang gangguan seismik yang terjadi di dalam bumi. Khususnya, diberikan lokasi dari wavefront tertentu, posisi wavefront berikutnya dapat ditemukan dengan mempertimbangkan setiap titik pada wavefront yang pertama sebagai sumber gelombang baru. Gambar 1.5, AB merupakan wavefront pada saat kemudian



dan kita berharap menemukan wavefront pada waktu



. Selama interval



, gelombang akan menempuh jarak v



. V



merupakan kecepatan (yang mungkin bervariasi dari titik ke titik). Kita pilih titik pada wavefront,



selanjutnya, yang mana kita gambar buusur dari v



.



Dengan memilih tiitk yang cukup, sungkup dari busur (A’B’) akan menentukan keakuratan posisi yang kita harapkan.



Gambar 1.5 Prinsip Huygens (Sherif, 1995) Ketika AB adalah bidang dan V konstant, kita perlu menggambar hanya dua busur dan tangen garis lurus. Ingat, Prinsip Huygens hanya memberi informasi fase tidak memberi informasi amplitudo. C.5 Prinsip Fermat Prinsip Fermat menyatakan bahwa gelombang yang menjalar dari satu titik ke titik yang lain akan memilih lintasan dengan waktu tempuh tercepat (Gambar 1.6). Prinsip Fermat dapat diaplikasikan untuk menentukan lintasan sinar dari titik ke titik yang lainnya yaitu lintasan yang waktu tempuhnya bernilai minimum. Dengan diketahuinya lintasan dengan waktu tempuh minimum maka dapat dilakukan penulusuran jejak sinar yang telah merambat di dalam medium. Penelusuran jejak sinar seismik ini akan membantu dalam menentukan posisi reflektor di bawah



15



permukaan. Jejak sinar seismik yang tercepat ini tidaklah selalu terbentuk garis lurus.



Gambar 1.6 Prinsip Fermat (abdulloh,2007)



D. Jenis- Jenis Gelombang D.1 Gelombang Badan Gelombang badan merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam bumi. Gelombang bodi terdiri atas gelombang primer dan gelombang sekunder. Gelombang primer merupakan gelombang longitudinal atau gelombang kompresional, gerakan partikelnya sejajar dengan arah perambatannya. Sedangkan gelombang sekunder merupakan gelombang transversal atau gelombang shear, gerakan partikelnya terletak pada suatu bidang yang tegak lurus dengan arah penjalarannya. Gelombang



kompresional



disebut



gelombang



primer



(P)



karena



kecepatannya paling tinggi diantara gelombang yang lain dan tiba pertama kali.



16



Sedangkan gelombang shear disebut gelombang skunder (S) karena tiba yang kedua setelah gelombang P. Gelombang sekunder terdiri dari dua komponen, yaitu gelombang SH dengan gerakan partikel horizontal dan gelombang SV dengan gerakan partikel vertikal. Sifat penjalaran gelombang P yang langsung adalah bahwa gelombang ini akan menjadi hilang pada jarak lebih besar dari 130º, dan tidak terlihat sampai dengan jarak kurang dari 140º. Hal tersebut disebabkan karena adanya inti bumi. Gelombang langsung P akan menyinggung permukaan inti bumi pada jarak 103º dan pada jarak yang akan mengenai inti bumi pada jarak 144º. Gelombang P akan timbul kembali yaitu gelombang yang menembus inti bumi dengan dua kali mengalami refraksi. Menghilangnya gelombang P pada jarak 103º memungkinkan untuk menghitung kedalaman lapisan inti bumi. Guttenberg ( 1913) telah mendapatkan kedalaman permukaan inti bumi sama dengan 2900 km. Telah didapatkan pula bahwa inti bumi merupakan suatu diskontinuitas yang tajam dan dalamnya 2890 km. Daerah antara 103º - 144º disebut sebagai “ Shadow zone“, walaupun sebenarnya phase yang lemah dapat pula terlihat di daerah ini. Walaupun gelombang badan dapat menjalar ke segala arah di permukaan bumi, namun tetap tidak dapat menembus inti bumi sebagai gelombang transversal. Keadaan ini membuktikan bahwa inti luar bumi dalam keadaan cair. Untuk penelitian tetap diasumsikan keadaan homogen, yaitu bagian luar bumi dan inti bumi ( dua media homogen yang berbeda ). Kadang – kadang juga ditemui suatu fase yang kuat di daerah “Shadow zone” sampai ke jarak kurang lebih 110º. Karena adanya fase inilah pada tahun 1930 ditemukan media lain yaitu inti dalam. Batas dari inti dalam ini terdapat pada kedalaman 5000 km . Diperkirakan kecepatan gelombang seismik di inti dalam lebih tinggi dari pada di inti luar. Untuk membedakan dan identifikasi, maka perlu pemberian nama untuk gelombang seismik yang melalui inti bumi (baik inti luar maupun inti dalam ).



17



Kecepatan gelombang seismik bertambah dengan kedalaman, maka lintasan gelombang seismik akan cekung ke permukaan bumi. Kecepatan gelombang P (Vp) tergantung dari konstante Lame (), rigiditas (), dan densitas () medium yang dilalui dan secara matematis dirumuskan sebagai berikut:



Vp 



  2 



(1.31)



Gelombang P mempunyai kecepatan paling tinggi dibanding dengan kecepatan gelombang yang lain sehingga tercatat paling awal di seismogram. Gelombang S mempunyai gerakan partikel tegak lurus terhadap arah penjalaran dan mempunyai kecepatan (Vs) sebesar :



Vs 



 



(1.32)



Menurut Poisson kecepatan gelombang P mempunyai kelipatan



3 dari kecepatan



gelombang S.



D.2 Gelombang Permukaan (Surface Wave) Gelombang permukaan merupakan gelombang elastik yang menjalar sepanjang permukaan bumi dan biasa disebut sebagai tide wave. Karena gelombang ini terikat harus menjalar melalui suatu lapisan atau permukaan. Gelombang permukaan terdiri dari: 1. Gelombang Love (L) dan gelombang Rayleigh (R), yang menjalar melalui permukaan bebas dari bumi. Gelombang L gerakan partikelnya sama dengan gelombang SH dan memerlukan media yang berlapis. Gelombang R lintasan gerak partikelnya merupakan suatu ellips. Bidang ellips ini vertikal dan berimpit dengan arah penjalarannya. Gerakan partikelnya ke belakang (bawah maju atas mundur). Gelombang R menjalar melalui permukaan media yang homogen. 2. Gelombang Stonely, arah penjalarannya seperti gelombang R tetapi menjalar melalui batas antara dua lapisan di dalam bumi.



18



3. Gelombang Channel, yaitu gelombang yang menjalar melalui lapisan yang berkecepatan rendah (low velocity layer) di dalam bumi. Gelombang Love dan Rayleigh ada juga yang memberi simbul LQ dan LR dengan



L singkatan dari Long karena gelombang permukaan mempunyai sifat



periode panjang dan Q adalah singkatan dari Querwellen yaitu nama lain dari Love seorang jerman yang menemukan gelombang ini. Gelombang LQ dan LR menjalar sepanjang permukaan bebas dari bumi atau lapisan batas diskontinuitas antara crust dan mantel. Amplitude gelombag LQ dan LR adalah yang terbesar pada permukaan dan mengecil secara eksponensial terhadap kedalaman. Dengan demikian pada gempa-gempa dangkal amplitudo gelombang LQ dan LR akan mendominasi. Gelombang permukaan yang banyak tercatat pada seismogram adalah gelombang Love dan gelombang Rayleigh. Dari hasil pengamatan diperoleh dua ketentuan utama yang menunjukkan bahwa bagian bumi berlapis-lapis dan tidak homogen, yaitu : o Adanya gelombang Love ; gelombang ini tidak dapat menjalar pada permukaan suatu media yang kecepatannya naik terhadap kedalaman. o Adanya perubahan dispersi kecepatan (velocity dispersion). Gelombang L dan R tidak datang bersama-sama pada suatu stasiun, tetapi gelombang yang mempunyai periode lebih panjang akan datang lebih dahulu. Dengan kata lain gelombang yang panjang periodenya mempunyai kecepatan yang tinggi.



19



Gambar 1.7 Gerak partikel gelombang P, S, LQ dan LR



F. Seismogr Sintetik Seismogram sintetik adalah seismogram buatan (bukan merupakan hasil perekaman dari gelombang seismik). Dengan kata lain seismogram sintetik adalah pemodelan dari seismogram. Didalam seismologi seismogram sintetik biasanya digunakan untuk menentukan parameter-parameter fisis dari event gempa yang tidak bisa terukur secara langsung, contohnya saja mencari parameter sumber gempa (focal mechanism). Pembuatan seismogram sintetik biasanya dilakukan dalam domain frekuensi, yaitu perkalian antara fungsi Green dengan fungsi sumber, secara matematis dapat dituliskan sebagai:



U ()  G()M ()



(1.33)



Dengan G(ω) adalah fungsi Green dalam domain frekuensi dan M(ω) adalah fungsi sumber dalam domain frekuensi. Sedangkan dalam domain waktu, seismogram sintetik dapat dihasilkan dengan cara melakukan operasi konvolusi antara fungsi Green dengan fungsi sumber, secara matematis dapat dituliskan: U (t )  G(t )  M (t )



(1.34)



dengan g(t) adalah fungsi Green dalam domain waktu dan m(t) adalah fungsi sumber dalam domain waktu. Biasanya pembuatan seismogram sintetik dilakukan dalam domain frekuensi, karena relatif lebih mudah, hanya dengan melakukan operasi perkalian. Kemudian dengan menggunakan transformasi Fourier, seismogram sintetik dalam domain frekuensi diubah menjadi seismogram sintetik dalam domain



20



waktu agar dapat dibandingkan dengan seismogram hasil perekaman. Jika durasi waktu dan amplitudo pada seismogram sintetik belum sesuai dengan seismogram hasil perekaman maka dilakukan iterasi dengan mengubah beberapa parameter yang terlibat pada pembuatan seismogram sintetik, misalnya saja dengan mengubah beberapa parameter yang ada pada fungsi sumber.



Gambar 1.8 Data sintetik untuk dua lapisan pembiasan



21



BAB II SURVEY SEISMIK REFRAKSI



A. Pendahuluan Bidang seismik saat ini menjadi bidang ilmu yang sangat penting karena pemanfaatannya yang digunakan dalam beragai bidang. Seismik secara umum dibagi menjadi lima bagian besar yaitu seismotektonik/seismologi yang mempelajari gempa bumi, seismovulkanik yang mempelajari gunungapi, seismik eksplorasi pantul/ seismik refleksi untuk mencari minyak dan gas, seismik bias untuk eksplorasi dangkal dan mikroseismik untuk mengetahui kondisi amplifikasi tanah suatu daerah. Seismik bias/ seismik refraksi menjadi salah satu kajian seismik yang sering dipelajari karena memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Berikut keunggulan dan kelemahan seismik refraksi:  Kekurangan seismik refraksi 1. Dalam pengukuran yang regional , Seismik refraksi membutuhkan offset yang lebih lebar. 2. Seismik bias hanya bekerja jika kecepatan gelombang meningkat sebagai fungsi kedalaman. 3. Seismik bias biasanya diinterpretasikan dalam bentuk lapisan-lapisan. Masing-masing lapisan memiliki dip dan topografi. 4. Seismik bias hanya menggunakan waktu tiba sebagai fungsi jarak (offset)  Kelebihan seismik refraksi 1. Pengamatan refraksi membutuhkan cakupan lokasi sumber dan penerima yang sempit, sehingga relatif murah dalam pengambilan datanya. 2. Prosesing refraksi relatif simpel dilakukan kecuali proses filtering untuk memperkuat sinyal first break yang dibaca. 3. Karena pengambilan data dan lokasi yang cukup kecil, maka pengembangan model untuk interpretasi tidak terlalu sulit dilakukan seperti metode geofisika lainnya.



22



Berdasarkan kekurangan dan kelebihan diatas maka seismik refraksi biasanya digunakan dalam survei water table, bidang keteknikan, survei lapisan lapuk di dekat permukaan, dan koreksi lapisan dekat permukaan pada survei sismik refleksi. Data digunakan adalah waktu tiba gelombang pertama kali (first arrival time) yang selalu berupa gelombang P. Metode ini digunakan dengan asumsi bahwa; (1) Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda-beda, (2) Makin bertambah kedalamannya, batuan lapisan akan semakin kompak, (3) Panjang gelombang seismik kuarang dari ketebalan lapisan bumi. Hal ini memungkinkan setiap lapisan yang memenuhi syarat tersebut akan dapat terdeteksi, (4) Perambatan gelombang seismik dapat dipandang sebagai sinar, sehingga mematuhi hukum-hukum dasar lintasan sinar (Hukum Snellius), (5) Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik merambat dengan kecepatan pada lapisan di bawahnya dan (6) Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman (Sismanto, 2002). Dalam survei seismik refraksi dangkal, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah overburden yang kering, overburden yang basah dan lapuk, serta bedrock yang fresh. Dalam survei seismik refraksi dangkal sangat sulit membuat rumusan kedalaman bidang batas lapisan yang lebih dari 3 buah. Pada lapisan overburden yang kering terkadang kecepatan gelombang P bisa lebih lambat dari 350 m/s dan jarang sekali mencapai 800 m/s. Pada bed rock yang fresh umumnya kecepatan gelombang P lebih dari 2500 m/s tetapi apabila bed rock merupakan transisi lapisan lapuk (tidak benar-benar fresh) kecepatan gelombang P bisa lebih rendah dari 2000 m/s.



B. Sumber Energi Sumber seismik biasanya menggunakan dinamit dengan kekuatan yang rendah. Pada survei seismik refraksi biasanya menggunakan impact source yang berasal dari hummer/palu atau weight dropp. Untuk impact source palu seberat 4-5 pon dalam survei dengan sekala kecil, Energi yang dihasilkan tergantung dari kondisi permukaan tanah dan kekuatan pukulan. Palu biasanya digunakan pada survei dengan panjang lintasan 10-20 meter, dan jarang digunakan pada survei yang panjang lintasannya lebih dari 50 meter. Palu dipukulkan pada sebuah plat baja 23



untuk mengurangi noise (gangguan) yang dihasilkan oleh sumber, sedangkan plat diletakkan diatas permukaan tanah yang datar, dan tidak boleh ada rongga di dasar plat. Untuk survei yang lebih besar, dibutuhkan sumber yang lebih kuat. Bobot yang digunakan memiliki berat ratusan kilogram yang diikatkan pada katrol dan kerekan kemudian dijatuhkan ke tanah. Ketinggian kerekan minimum sekitar 4 meter kemudian beban dijatuhkan sehingga menghasilkan gelombang seismik.



Gambar 2.1 Pengunaan palu sebagai sumber energi gelombang



C. Detektor Gelombang Seismik Pada setiap survei seismik, waktu pada saat gelombang mulai menjalar harus diketahui. Pada beberapa instrumen ini terekam sebagai shot breaks atau time breaks. Pada instrumen yang lebih modern ini didefinisikan sebagai mulainya perekaman. Pada survei dengan menggunakan palu/hammer, time breaks dapat diketahui dengan memasang trigger di sisi palu atau pada landasan seismik. Pada setiap survei seismik, waktu pada saat gelombang mulai menjalar harus diketahui. Pada beberapa instrumen ini terekam sebagai shot breaks atau time breaks. Pada instrumen yang lebih modern ini didefinisikan sebagai mulainya perekaman Detektor seismik di darat dikenal dengan nama geophone sedangkan di laut dikenal dengan nama hydrophone. Keduanya dapat merubah energi mekanik menjadi sinyal listrik. 24



Geophone terdiri atas sebuah kumparan pada inti magnet yang memiliki permeabilitas tinggi yang disangga oleh pegas yang dapat bersuspensi di dalam medan magnet permanen. Jika kumparan bergerak terhadap medan magnet maka tegangan akan diinduksikan dan arus akan mengalir ke sirkuit eksternal. Pada kebanyakan kasus, kumparan dipasang sedemikian rupa agar dapat bergerak bebas secara vertikal. Hal tersebut memberikan sensitifitas maksimum terhadap perambatan gelombang P yang dipantulkan maupun yang dibiaskan pada bidang batas.



Gambar 2.2 Geophone



D. Noise Setiap getaran yang bukan bagian dari sinyal yang diharapkan disebut dengan noise. Noise yang dihasilkan oleh sumber seismik disebut dengan koheren noise. Gelombang S, Gelombang Love, Gelombang Rayleigh dan refleksi akibat variasi permukaan termasuk dalam koheren noise. Noise yang bukan berasal dari sumber disebut dengan random noise. Random noise berasal dari kendaraan, hewan atau langkah kaki manusia. Random noise juga dapat berasal dari pergerakan tumbuhan yang terkena angin sehingga menimbulkan getaran di tanah.



25



E. Perekaman Sinyal Seismik Instrumen yang digunakan untuk merekam sinyal seismik disebut dengan seismograph. Seismograph dapat berupa single channel atau multi channel yang merekam setiap event dalan satuan waktu ke dalam unit digital. Sebagian besar single channel seismograph sudah memiliki layar grafis, meskipun hanya menampilkan waktu tiba gelombang. Pada visual display rentang waktu dapat dilihat dengan menggeser key-pad untuk mendefinisikan tembakkan sumber. Besarnya noise dapat dipantau dengan mengamati trace terhadap kehadiran sumber sinyal. Pada survei seismik refraksi dangkal sangat sulit membedakan gelombang langsung, gelombang bias dan gelombang refraksi pada satu trace. Untuk membedakan gelombang-gelombang tersebut butuh mempelajari event-event yang terekam pada beberapa trace. Seismograph yang memiliki 12-24 channel biasanya digunakan pada survei dangkal, untuk survei seismik refleksi yang dalam dibutuhkan minimal 48 channel. Dengan seismograph multi channel survei seismik refraksi dan refleksi dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat. Gambar 2.3 menunjukkan rekaman data dalam survei sesmik refraksi dengan menggunakan enam buah geophone. Sinyal pada geophone yang jauh diperkuat untuk mengimbangi peredaman, tetapi dengan memperkuat sinyal efek noise juga semakin kuat.



Gambar 2.3 Rekaman seismik bias oleh enam buah geophone



26



F. First Break First break adalah waktu dimana gelombang seismik dari sumber pertama kali mencapai penerima. Gelombang yang pertama mencapai geophone dapat berupa gelombang langsung, refleksi maupun refraksi. Terdapat 3 jenis gelombang phase seismik yaitu, minimum phase, zero phase, dan maksimum phase.  Minimum Phase Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak maksimum di depan



Gambar 2.4 Minimum Phase  Zero Phase Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak maksimum di tengah.



Gambar 2.5 Zero Phase  Maximum Phase Bentuk dasar gelombang yang dipancarkan sumber memiliki puncak maksimum di belakang.



27



. Gambar 2.6 Maximum Phase



G. Proses pengolahan data seismik Proses pengolahan data seismik refraksi adalah sebagai berikut: 



Pencatatan data-data lapangan yang perlu dicatat pada saat pengukuran lapangan yaitu waktu tiba gelombang, jarak antar geophone, orientasi (arah lintasan), posisi koordinat sumber dan geophone dan kondisi permukaan tanah. Hal lain yang sifatnya optional untuk dicatat adalah besarnya gain yang diterapkan terhadap data.







Pengambilan data dilapangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7:



Gambar 2.7 Ilustrasi Pengambilan Data Seismik Refraksi



28







Picking data yaitu menentukan watu awal tibanya gelombang. picking pada rekaman seismik refraksi tergantung pada penilaian subjektif dari posisi first break seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8.



Gambar 2.8 Contoh picking data seismik •



Data yang diambil dari survei seismik refraksi terdiri atas satu set waktu (waktu tiba gelombang pertama kali) dan jarak offset (Jarak dari sumber ke geophone).







Plot data jarak-waktu sehingga membentuk kurva jarak-waktu (T-X) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9:



Gambar 2.9 Hasil plot jarak vs waktu 29







menghitung Gradien kemiringan kurva yang berbanding terbalik dengan kecepatan, dimana semakin curam slope kurva maka kecepatan semakin lambat.







Memodelkan kecepatan lapisan Bawah permukaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10



Gambar 2.10 Pemodelan kecepatan lapisan bawah permukaan



H. Metode Interpretasi seismik refraksi Interpretasi dengan menggunakan data seismik bertujuan untuk mencoba memahami model pelapisan bumi yang sesungguhnya. Interpretasi yang dimaksud adalah menentukan atau memperkirakan arti geologis data-data seismik. Jadi interpretasi seismik merupakan suatu proses balik pemodelan struktur. Untuk dapat melakukan interpretasi dengan baik, maka seorang interpreter harus menguasai ilmu dasar-dasar akuisisi data seismik, pengolahan data seismik, dan pengetahuan geologi yang cukup. Interpretasi data geofisika pada awalnya dilakukan secara kualitatif dengan mengamati pola data atau pola anomaly. Anomali dengan pola tertentu bersosialisasi dengan sumber atau benda anomaly (anomalous source) bawah permukaan dengan geometri tertentu. Hubungan antara pola anomaly dengan model berbentuk sederhana diperoleh melalui perhitungan maupun nonprogram (kurva standar) dari literature. Dalam hal ini hasil interpretasi kualitatif mencakup perkiraan posisi, ukuran serta kedalaman benda yang menyebabkan anomaly tersebut. 30



Interpretasi data geofisika secara lebih kuantitatif dilakukan melalui pemodelan. Dalam hal ini, model adalah representasi keadaan geologi bawah permukaan oleh benda anomaly dengan besaran fisis dan geometri tertentu. Tujuan representasi menggunakan model agar permasalahan dapat disederhanakan dan respons model dapat diperkirakan atau dihitung secara teoritis dengan memanfaatkan teori fisika. Secara lebih umum, model menyatakan suatu besaran atau parameter fisis yang bervariasi terhadap posisi (variasi spasial). Dengan demikian model dapat dinyatakan oleh parameter model yang terdiri dari parameter fisis dan geometri yang mengambarkan distribusi spasial parameter fisis tersebut. Interpretasi seismik refraksi bertujuan untuk mengetahui perlapisan batuan dibawah permukaan, ada tiga metode interpretasi yang sering digunakan dalam metode seismik refraksi yaitu:  Metode T-X, adalah metode yang paling sederhana dan hasilnya relative kasar, kedalaman lapisan hanya diperoleh pada titik – titik tertentu saja, metode T-X terdiri dari metode jarak kritis dan metode intercept time. Dimana metode jarak kritis digunakan untuk menginterpretasi lapisan miring, sedangkan metode intercept time digunakan untuk interpretasi lapisan datar.  Metode Delay Time, adalah metode yang menggunakan waktu tunda sebagai dasar interpretasi bawah permukaan, di mana terdapat perbedaan waktu yang diperlukan untuk perambatan gelombang ke arah atas (up-ward) atau kearah bawah (down-ward) yang melalui lapisan atas terhadap waktu yang digunakan untuk merambat di permukaan lapisan ke dua (pembias) sepanjang proyeksi lintasan normal tersebut pada bidang batas. Metode Delay time terdiri dari metode ABC, metode GRM dan metode plus minus  Metode Hagiwara dan Matsuda, adalah metode waktu tunda yang mengasumsikan bahwa undulasi bawah permukaan tidak terlalu besar atau sudut kemiringan mendekati nol (>20o). Metode Hagiwara dikembangkan untuk struktur dua lapis sedangkan metode Matsuda dikembangskan untuk struktur lebih dari dua lapisan.



31



BAB III METODE INTERPRETASI SEISMIK REFRAKSI



A. METODE T-X INTERCEPT TIME Dasar Teori Metode T-X merupakan metode yang paling sederhana dan hasilnya relatif cukup kasar, kedalaman lapisan hanya diperoleh pada titik-titik tertentu saja, namun demikian untuk sistem perlapisan yang cukup homogen dan relatif rata mampu memberikan hasil yang memadai (dengan kesalahan relatif kecil). Tetapi pada kondisi yang komplek perlu menggunakan cara interpretasi lain yang lebih akurat. Metode ini terdiri dari dua macam, yaitu Intercept Time Method (ITM) dan Critical Distance Method (CDM) pada acara III. 1. Intercept Time Method (ITM) ITM adalah metode yang paling sederhana, hasilnya cukup kasar dan merupakan metode yang paling dasar dari pengolahan seismik refraksi. Metode intercept time menggunakan asumsi :  Lapisan homogen (kecepatan lapisan relatif seragam)  Bidang batas lapisan rata (tanpa undulasi) Intercept time artinya waktu penjalaran gelombang seismik dari source ke geophone secara tegak lurus (zero offset). ITM terdiri dari dua macam pengolahan : a.



Satu Lapisan Datar (Single Horizontal Layer)



b.



Banyak Lapisan Datar (Multi Horizontal Layers)



32



ITM “Satu Lapisan”



Gambar 3.1 Kurva Travel Time (atas) dan Penjalaran Gelombang Refraksi Satu Lapisan. Gambar 3.1 menjelaskan bahwa titik S = Sumber dan G = geophone, dan S-AB-G = jejak penjalaran gelombang refraksi, maka persamaan waktu total (Tt) untuk satu lapisan mulai dari source ke geophone yaitu, Tt 



SA AB BG   V1 V2 V1



(3.1)



Dapat disederhanakan menjadi :



Tt 



X 2 z cos ic  V2 V1



(3.2)



Berdasarkan definisi Intercept Time (ti), maka X = 0, maka Tt=ti, sehingga;



Tt  t i 



2 z cos ic V1



(3.3)



Maka, Ketebalan lapisan pertama (Z1) dapat dicari dengan persamaan, z1 



1 t iV1 2 cos ic



(3.4)



Persamaan intercept time (ti) sendiri yaitu,



33



ti 



y  y1 x  x1  x2  x1 y 2  y1



(3.5)



Dan kecepatan lapisan pertama (V1) dan kedua (V2), V1 



1 m1



dimana



m1 



y1  y 0 x1  x0



(3.6)



V2 



1 m2



dimana



m1 



y 2  y1 x 2  x1



(3.7)



m1 dan m2 merupakan slope/kemiringan tendensi waktu gelombang langsung dan refraksi. Persamaan (3.6) dan (3.7) hanya berlaku bila surveynya menggunakan penembakan maju. Sederhananya, kecepatan V1 didapat dari slope tendensi gelombang langsung, sedangkan kecepatan V2 dari slope tendensi gelombang refraksi pada grafik jarak vs Waktu.



-



Turunan Rumus Metode Intercept Time Lapisan Miring A



B’



C’



D



θic R



Z1



Zu B



C



Gambar 3.2 Penjalaran gelombang refraksi pada lapisan miring.



AB BC CD   V1 V2 V1 zd z AB  ; CD  u ; DR  x sin  cos  c cos ic zu  z d  x sin  ; AR  x cos ; AB'  z d tan i; C ' D  zu tan i BC=AR-AB’-C’D  x cos   z d tan i  zu tan i TAD 



34



zd zu x cos  z d tan i    V1 cos i V2 V2 V1 cos ic ( z  z u ) x cos  z d sin i z sin i  d    u V1 cos i V2 V2 cos i V2 cos ic ( z  z u ) x cos  z  zu V  d  ( d sin i)....... 1  sin i V1 cos i V2 V2 cos i V2 z  z u x cos  z  zu  d  ( d sin 2 i) V1 cos i V2 V1 cos i z  zu x cos  z d  z u x cos   d (1  sin 2 i)   cos i  V1 cos i V2 V1 V2 z  z u  x sin  x cos  sin i ( d ) cos i  V1 cos i V1 2z 2z x x  d cos i  sin(i   )  t d  d cos i  sin(i   ) V1 V1 V1 V1 z  zu x cos  ( d ) cos i  V1 V2 z  x sin   z u x cos  sin i ( u ) cos i  V1 V1 2 z cos i x sin i cos  x cos  sin i  u  V1 V1 V1 2z x  u cos i  sin(i   ) V1 V1



t AD  t AD t AD



t AD t AD t AD t AD t AD t AD t AD t AD



2 zu x cos i  sin(i   ) V1 V1 2z x t d  d cos i  sin(i   ) V1 V1 2z t V t V t iuV1V2 t id  d cos ic  z d id 1 ; z u  iu 1  V1 2 cos ic 2 V 2 2  V 2 2 cos ic 1



tu 



zd 



t id V1V2 2 V 2  V1 2



2



35



𝑍 = 𝑍 + sin ∅ 𝑍 =𝑍



sin ∅



sin( + ∅) 1



1/V1



1/V1



Pada grafik yang didapat merupakan apparent velocity, maka:



Downdip 1



1



=



Updip



sin( + ∅) 1



1



;



1



= sin( + ∅) ; + ∅ = sin



2



2



= =



1



1



sin(



=



∅) 1



= sin(



;



;



∅) ;



∅ = sin



1



1



;



1



sin 2



+ 2



+ ∅ = sin



1



1



∅ = sin



1



1



2



2



=



∅=



sin



1



1



= sin



+ sin



2



1



(



1 2



;



) + sin



1



1



2



1



(



1 2



)



1



(



1 2



)



2 sin



1



(



1 2



)



sin 2



36



-



ITM “Banyak Lapisan”



Gambar 3.3. Ilustrasi Penjalaran Gelombang Refraksi 2 Lapisan Datar yang Berhubungan dengan Kurva Jarak-Waktu. Gambar 3.3 menjelaskan bahwa titik S= Sumber dan G = geophone, dan SA-B-C-D-G = jejak penjalaran gelombang refraksi lapisan ke dua, maka persamaan waktu total (Tt) untuk dua lapisan mulai dari source ke geophone yaitu, Tt 



(3.8)



SA AB BC CF    V1 V2 V3 V1



Dapat disederhanakan menjadi :



Tt 



X 2 z 2 cos ic 2 2 z1 cos ic 1   V3 V2 V1



(3.9)



Berdasarkan Intercept Time (ti), X = 0, maka Tt=ti2, sehingga :



Tt  t12 



2 z 2 cos ic 2 2 z1 cos ic 1  V2 V1



(3.10)



Maka, Ketebalan lapisan kedua (Z2) dapat dicari dengan persamaan,



37



2 z1 cos ic 1 ) V1 2 cos ic 2



V2 (t i 2  z2 



(3.11)



Untuk lapisan yang > 2, maka Waktu total (Tt) dapat dicari dengan persamaan: Tt 



X n 1 2 z i cos ici  Vn i 1 Vi



(3.12)



Sedangkan untuk 3 lapisan datar, kedalaman Z1, Z2, dan Z3 dapat dicari dengan:



z1 



t i 2V1 V1 2 cos(sin ) V2 1







1 2



(3.13)



V1 ) V3 t i 3  (t i 2 ) 1 V1 cos(sin ) V2 z2  V2 1 V2 2 cos(sin ) V3 cos(sin 1



(3.14)



V V1 2 z 2 cos(sin 1 2 ) ) V3 V4 t i 4  (t i 2 )( ) V2 1 V1 cos(sin ) V2 z3  V3 1 V3 2 cos(sin ) V4 cos(sin 1



38



(3.15)



TURUNAN RUMUS : 1. Metode T-X Travel time Waktu tiba untuk satu lapisan datar S X A’ B’ G θi



V1



A



V2



SA = BG, AA’ = h 𝐴𝐴 ℎ Cos θi = 𝑆𝐴 = 𝑆𝐴



h



𝑆𝐴



B



+



𝑖



2



TSG =



𝑆𝐴



Tan θi = = SA’ = h. Tan θi 𝐴𝐴 ℎ SG = SA’ + A’B’ + B’G = 2SA’ + A’B’ = 2SA’ + AB AB = SG – 2SA’ = X – 2.h.tan θi 𝑉1 𝑆𝑖𝑛 𝜃𝑖 𝑉 = 𝑆𝑖𝑛 9 𝑜 V2 = 㘱𝑖𝑛1 𝜃 𝑉



TSG = TSA + TAB + TBG TSG = + + TSG =



+ +







TSG =



+







TSG =



+2h



TSG =



+2h



TSG =



+



2



𝑉



𝑉



𝑉



𝑉 θi



V1



+



Waktu tiba untuk dua lapisan datar S A’



C’



B’



+



SA = DG, AB = CD, SA’= GD’, AB’ = DC’, AA’ = Z1, BB’ = Z2



D’ G



X



Z Θ1 1 Z2 D



Θ2 Θ2 B C TSG = TSA + TAB + TBC + TCD + TDG TSG = + + + + TSG =



𝑉



𝐶𝑜𝑠𝜃𝑖



V2



Θ1 A



Cos2θ = 1 - Sin2θ



Sin θ + Cos θ = 1 𝑉 Sin θi = 𝑉1



-



TSG =



T=







SA = 𝐶𝑜𝑠 𝜃𝑖



V1 V2 V3



Cos θ1 = Cos θ2 = Tan θ1 = Tan θ2 =



+



+



TSG =



+



+



𝑆𝐴



; SA =



𝐵𝐵′



𝑍



𝐴𝐵



𝐴𝐵



𝑆𝐴′



𝑆𝐴′ 𝑍1



𝐴𝐵′



𝐴𝐵′



𝐴𝐵



𝑍



𝑍 𝐶𝑜𝑠 𝜃



SA’ = Tan θ1 . Z1 AB’ = Tan θ2 . Z2



𝑆𝑖𝑛 𝜃1



𝑉3 𝑉



𝑆𝑖𝑛 9 𝑆𝑖𝑛 𝜃 𝑆𝑖𝑛 9



; V3 =



𝑉1



𝑆𝑖𝑛 𝜃1 𝑉



; V3 = 2



𝑆𝑖𝑛 𝜃



Sin θ + Cos θ = 1



39



𝑍1



𝐶𝑜𝑠 𝜃1



AB =



𝐴𝐴′



𝑉1



2



TSG =



𝑍1



𝑆𝐴



SG = SA’ +AB’ + BC + C’D +D’G = 2SA’ + 2 AB’ + BC BC = SG – 2SA’ – 2AB’= X - 2Tan θ1 . Z1 – 2 Tan θ2 . Z2



𝑉3



+



𝐴𝐴′



Cos2θ = 1 - Sin2θ



TSG =



+



TSG =



+



TSG =



+



TSG =



+



TSG =



+



+ + + + +



Waktu tiba untuk tiga lapisan datar S A’



D’ G



X



V1 Z1 Θ1 Θ 1 C’ D A B’ Θ2 V2 Z2 F’ CΘ2 B E’ Θ3 V3 Z3 Θ3 V4 F E TSG = TSA + TAB + TBE + TEF + TFC + TCD + TDG TSG = + + + + + + TSG =



+



+ +



+



+



TSG =



+



+



+



+



Cos θ1 = Cos θ2 = Cos θ3 = Tan θ1 = Tan θ2 =



+



TSG =



TSG =



SA = DG, AB = CD, SA’= GD’, AB’ = DC’, AA’ = Z1, BB’ = Z2 BE = FC, BE’ = CF’, EE’=Z3



+



Tan θ3 =



𝐴𝐴′



𝑍1



𝑆𝐴



𝑆𝐴



; SA =



𝐵𝐵′



𝑍



𝐴𝐵



𝐴𝐵



𝐸𝐸′



𝑍3



𝐵𝐸



𝐵𝐸



𝑆𝐴′



𝑆𝐴′



𝐴′



𝑍1



AB = BE =



+



𝐴𝐵′



𝐴𝐵′



𝐵𝐵



𝑍



𝐵𝐸′



𝐵𝐸′



𝐸𝐸′



𝑍3



𝑉1



𝑆𝑖𝑛 𝜃1



𝑉4 𝑉



𝑆𝑖𝑛 9 𝑆𝑖𝑛 𝜃



𝑉4 𝑉3



𝑆𝑖𝑛 9 𝑆𝑖𝑛 𝜃3



𝑉4



𝑆𝑖𝑛 9



; V4 =



AB’ = Tan θ2 . Z2 BE’ = Tan θ3 . Z3



𝑉1



𝑆𝑖𝑛 𝜃1 𝑉



; V4 = ; V4 = 2



+



+ TSG =



+



TSG =



+



TSG =



+



+ +



+



+ +



𝑍3 𝐶𝑜𝑠 𝜃3



SA’ = Tan θ1 . Z1



𝑆𝑖𝑛 𝜃 𝑉3



𝑆𝑖𝑛 𝜃3



Sin θ + Cos θ = 1 +



𝑍 𝐶𝑜𝑠 𝜃



SG = SA’ +AB’ + BE’ + EF + F’C + C’D +D’G = 2SA’ + 2AB’ + 2BE’ + EF EF = SG – 2SA’ – 2AB’ – 2BE’= X - 2Tan θ1 . Z1 – 2 Tan θ2 . Z2 – 2 Tan θ3 . Z3



2



TSG =



𝑍1



𝐶鉨𝑠 𝜃1



+



40



Cos2θ = 1 - Sin2θ



B. METODE T-X CRITICAL DISTANCE METHOD (CDM) Dasar Teori CDM adalah metode yang digunakan untuk mencari kedalaman lapisan yang datar dan lapisan yang miring. Metode critical distance menggunakan asumsi :  Lapisan homogen (kecepatan lapisan relatif seragam).  Bidang batas lapisan rata (tanpa undulasi). Jarak kritis adalah offset dimana critical refraction muncul pertama kali. Pada jarak kritik, waktu rambat kritik = waktu rambat pantul, dan sudut bias = sudut pantul, waktu rambat langsung = waktu rambat bias. CDM juga dapat dibagi menjadi dua macam perhitungan, antara lain : a. Lapisan Datar



Gambar 3.4. Ilustrasi Penjalaran Gelombang Refraksi 1 Lapisan Datar yang Berhubungan dengan Kurva Jarak-Waktu.



41



GambaR 3.4 menjelaskan bahwa titik S = Sumber dan G = geophone, dan SA-B-G = jejak penjalaran gelombang refraksi, maka persamaan waktu total (Tt) untuk satu lapisan mulai dari source ke geophone yaitu, Tt 



SA AB BG   V1 V2 V1



(3.16)



Dapat disederhanakan menjadi :



Tt 



X 2 z cos ic  V2 V1



(3.17)



Pada Cross Over Distance, waktu gelombang langsung = waktu gelombang refraksi, sehingga : (3.18)



X c X c 2 z cos ic   V1 V2 V1



Maka, Ketebalan lapisan pertama (Z1) dapat dicari dengan persamaan,



z



Xc V2  V1  2 V2  V1



(3.19)



Penurunan rumus Critical Distance untuk kasus satu lapis Pada penurunan sebelumnya, kita telah mendapatkan waktu tempuh pada kasus satu lapis yaitu : x 2h V2  V1 T  V2 V1 V2 2



2



Asumsi yang digunakan adalah, pada waktu x = xc , maka T = tc X 2h V2  V1 tc  c  V2 V1 V2 2



2



X c X c 2h V2  V1   V1 V2 V1 V2 2



2



X c (V2  V1 ) 2h V2  V1  V1 V2 V1 V2 2



h



2



V2  V1 V2  V1



42



Penurunan rumus Critical Distance untuk kasus dua lapis Xc13 Pada penurunan sebelumnya, kita telah mendapat waktu tempuh pada kasus satu lapis yaitu:



2 z V  V2 x 2 z1 V3  V1 T   2 3 V3 V1V3 V2V3 2



2



2



2



Asumsi yang digunakan adalah, pada waktu x = xc13 , maka t1 = t3



2 z V  V1 2 z V  V2 x  c13  1 3  2 3 V3 V1V3 V2V3 2



t c 13



2



2



2



2 z V  V2 xc13 xc13 2 z1 V3  V1    2 3 V1 V3 V1V3 V2V3



2



2 z V  V2 xc13 xc13 2 z1 V3  V1    2 3 V1 V3 V1V3 V2V3



2



2



2



2



x V z 2  c13 2 2 V1



2



V3  V1 V3  V2 2



2



2



z1V2 V3  V1 2



2







V1 V3  V2 2



2



2



Penurunan rumus Critical Distance untuk kasus dua lapis Xc23 Pada penurunan sebelumnya, kita telah mendapatkan waktu tempuh pada kasus dua lapis yaitu:



2 z V  V2 x 2 z1 V3  V1 x 2h V2  V1 T3    2 3 ; T2   V3 V1V3 V2V3 V2 V1 V2 2



2



2



2



2



Asumsi yang digunakan adalah, pada waktu x = xc23 , maka t2 = t3 T2  T3



2 z V  V1 2 z V  V2 xc 23 2h 2 z1 V2  V1 x   c 23  1 3  2 3 V2 V1 V2 V3 V1V3 V2V3 2



2



2



2



2



x V3  V2 z V V  V1  V3 V2  V1 z 2  c 23  1( 2 3 ) 2 2 2 V 2  V 2 V1 V  V 3 2 3 2 2



2



2



2



V3  V2 z1 V2 V3  V1  V3 V2  V1 x z 2  c 23  ( ) 2 2 2 V3  V2 V1 V3  V2 2



2



43



2



2



2



2



Analogi untuk mencari Z3 V4  V3 z1 V3 V4  V1  V4 V3  V1 x z V V  V2  V4 V3  V2 z 3  c 34  ( ) 2 ( 3 4 ) 2 2 2 2 2 V4  V3 V1 V2 V4  V3 V4  V3 2



2



2



2



2



2



2



Dengan analisa ini, dapat diturunkan ketebalan untuk jarak kritis untuk X(n-1)n z ( n 1) 



xc ( n 1) n



Vn  V( n 1)



2



Vn  V( n 1)



z V( n 1) Vn  V1  Vn V( n 1)  V1  1( ) 2 2 V1 Vn  V( n 1) 2



2



2



2



z V( n 1) Vn  V2  Vn V( n 1)  V2  2( )  .... 2 2 V2 Vn  V( n 1) 2



2



2



2



z ( n  2 ) V( n 1) Vn  V( n  2)  Vn V( n 1)  V( n  2 ) ( ) 2 2 V( n  2 ) Vn  V( n 1) 2



2



2



2



b. Lapisan Miring Bila refraktor mempunyai dip, maka :  Kecepatan pada kurva T-X bukan kecepatan sebenarnya (true velocity), melainkan kecepatan semu (apparent Velocity).  Membutuhkan dua jenis penembakan : Forward dan Reverse Shot.  Intercept time pada kedua penembakan berbeda, maka ketebalan refraktor juga berbeda. Apparent Velocity ialah kecepatan yang merambat di sepanjang bentangan geophone.



44



2



Gambar 3.5. Skema Perambatan Gelombang pada Lapisan Miring dan Hubungannya dengan Kurva T-X pada Lapisan Miring Menggunakan Forward dan Reverse Shot. Ketiga metode sebelumnya hanya menggunakan forward shooting, sedangkan untuk aplikasi lapisan miring menggunakan forward shooting dan reverse shooting. Pada gambar 19, titik A = sumber dan D = geophone (forward shooting), Sedangkan titik D = sumber dan A = geophone (reverse shooting). Sumber energi di titik A menghasilkan gelombang refraksi down-going (raypath A-B-C-D), dan Sumber energi di titik D menghasilkan gelombang refraksi up-going (ray path D-CB-A). Waktu rambat ABCD (Tt) pada lapisan miring sebagai berikut :



Tt 



X cos  2( z a  z b ) cos  c  V2 V1



(3.20)



Sedangkan waktu rambat Down-Dip dan Up-Dip : Td 



X sin( c   ) 2 z a cos  c X sin( c   ) 2 z b cos  c X X    t a Tu     tb V1 V1 Vd V1 V1 Vu (3.21)



Besar sudut kemiringan lapisan (α) dan sudut kritik (θc), dapat dicari dengan :







1  1  V1 sin  2  Vd



 V   sin 1  1   Vu



 V 1  dan c  sin 1  1 2   Vd



45



 V   sin 1  1   Vu



  



(3.22)



Vd dan Vu merupakan kecepatan semu, didapat dengan : Vd 



V1 sin( c   )



danVu 



V1 sin( c   )



(3.23)



dimana, V1>Vd dan V1>V1)  Kemiringan lapisan kecil



Gambar 3.7 Ilustrasi Penembakan Bolak-Balik Menggunakan Metode ABC.



Pada gambar di atas, A dan B = source ; C = geophone V2>>V1. Lintasan gelombang refraksi dari A ke C dan B ke C. Sedangkan Waktu penjalaran gelombang dari :  A ke C (A-D-E-C) dinotasikan dengan tAC (data waktu penembakan forward)  B ke C (B-G-F-C) dinotasikan dengan tBC (data waktu penembakan reverse) dan waktu total penjalaran gelombang dari A ke B (A-D-E-F-G-B) dinotasikan dengan tAB. T dapat dicari dengan persamaan,



t AB 



t forward max imum  t reverse max imum



(3.29)



2



Sehingga, ketiga waktu penjalaran di atas dapat dihubungkan persamaan berikut; t ECF  t AC  t BC  t AB



(3.30)



dengan,



49



t ECF 



2hc cos  c V1



(3.31)



Maka, kedalaman di bawah geophone (hc) dapat dicari dengan : a. hc 



V1 1 V1V2 (t AC  t BC  t AB ) (3.32) (t AC  t BC  t AB ) atau b. hc  2 V 2 V 2 2 cos  c 2 1 Kecepatan V1 dan V2 dapat dicari dengan persamaan (3.32a) dan (3.32b) di



atas. Khusus persamaan V2, variabel (y2-y1) merupakan nilai dari tAC-tBC pada tiap posisi geophone. Catatan: Besar kesalahan hc akan sekitar 6 % jika V2 > 3V1 Perhitungan kedalaman dengan metode ABC hasilnya relatif masih cukup baik, karena parameternya hanya bergantung pada satu kecepatan (V1) dan 3 waktu rambat. Sudut kemiringan lapisan dapat ditentukan dari perbedaan kecepatan semu yang diperoleh dari profil penembakan balik.



50



D. Metode GRM Dasar Teori Metode GRM ini memiliki beberapa asumsi diantara lainnya yaitu :  Perubahan struktur kecepatan yang tidak kompleks  Kemiringan lapisan < 20o.



Gambar 3.8 Ilustrasi metode GRM.  Jarak optimum XY mejadi hal terpenting dan tersulit dalam metode GRM  XY Distance adalah jarak pisah di permukaan dimana gelombang seismik dari forward dan reverse diukur dari titik refraktor yang sama. Titik X dan Y sendiri adalah sebaran geophone.



Berikut ilustrasinnya,



Gambar 3.9 . Jarak optimum XY.



51



Ada dua cara penentuan jarak optimum XY, antara lain :  Perhitungan Langsung o Menggunakan persamaan XY  2 z tan ic



(3.33)



o Cara ini menjadi sulit karena yang kita cari adalah kedalaman tiap geophone (Zg).  Observasi o XY didapat dari kurva Tv dan Tg Di dalam metode GRM, “ jika kedalaman konsisten terhadap data waktu rambatnya maka dua cara di atas dapat diterima. Bila tidak, maka diindikasi adanya lapisan tak terdeteksi (Hidden layer atau Blind Zone) “ Dalam pengolahan, metode GRM terdiri dari dua jenis Fungsi : -



Fungsi Analisa Kecepatan (Tv)



-



Fungsi Time-Depth (Tg)



1. Fungsi Analisa Kecepatan (TV) Analisa Tv digunakan untuk menentukan kecepatan V’ Persamaan : Tv 



1 (TAY  TBY  TAB ) 2



(3.34)



Waktu rambatnya dari A ke H •



Optimum XY ialah ketika E dan F berada satu titik pada H







Optimum XY didapat dari kurva Tv yang paling halus (smootest)







Kecepatan refraktor V’ ialah reciprocal dengan kurva Tv, artinya V’ dapat dicari dengan kurva Tv







52



Gambar 3.10. Grafik Tv untuk mencari kecepatan V’.



2. Fungsi Time-Depth (TG) Analisa TG digunakan untuk mencari kedalaman di bawah geophone (h) Persamaan : TG 







1 XY (TAY  TBY  (TAB  )) 2 V'



(3.35)



Waktu rambatnya dari EY atau FX dikurangi waktu rambat proyeksi dari GX atau GY sepanjang refraktor (waktu rambat sepanjang GH).







Optimum XY didapat dari kurva TG yang paling kasar (roughest)



Gambar 3.11 Grafik Tg untuk mencari kedalaman di bawah geophone.



53



Metode GRM menggunakan nilai kecepatan rata-rata (Vavg) dengan persamaan :



V 12 XY XY  2TGV '



Vavg 



(3.36)



Vavg merambat dari refraktor ke geophone. Sehingga memenuhi hukum Snellius :



ic 



sin 1 Vavg



(3.37)



V'



Dari persamaan (3.54), Vavg identik dengan V1, sedangkan V’ identik dengan V2 Maka, kedalaman geophone (h) dapat dicari dengan :



h



TGVavg cos ic



atau h 



TGVavgV ' (3.38)



V ' 2 V 2 avg



Turunan Rumus Persamaan 1.3 TG 















Z T . cos  V



   V 



XY . Vn'



2



2



2 tan  .V .Vn XY . cos  . {(Vn' ) 2  (V ) 2 } 2. sin  .V .Vn'



XY . (Vn' ) 2  (V ) 2 . (Vn' ) 2  (V ) 2 .Vn' ) 2.V 2 .Vn'



XY .{(Vn' ) 2  (V ) 2 }  2.TG .Vn' V2  







XY . (Vn' ) 2  (V ) 2 2.TG .Vn'







XY .Vn'  XY .V 2 2.TG .Vn' 2.TG .Vn' .V 2  XY .Vn' .  XY .V 2



2.TG .Vn'  XY .V 2  XY .Vn'



V 2 .(2.TG .Vn'  XY )  XY .Vn'



2



54



2



XY .Vn' V  2.TG .Vn'  XY 2



V  Vn'



XY XY  2.TG .Vn'



55



E. Metode Plus Minus Dasar Teori Metode Plus-Minus (Hagedoorn,1959) merupakan turunan dari metode delay time untuk kasus yang lebih kompleks seperti :  Bidang batas lapisan yang tidak rata  Mencari tebal lapisan lapisan lapuk  Untuk menghitung static correction pada data seismik refleksi Metode Hagedoorn menggunakan asumsi bahwa a. Bidang batas lapisan C-F adalah lurus b. Kemiringan refraktor < 10o Metode ini menggunakan dua jenis analisis, yaitu : •



Analisis Plus Time







Analisa Minus Time : untuk determinasi kecepatan



: untuk analisa kedalaman



Gambar 3.12 Ilustrasi Dua Lapisan Metode Plus-Minus untuk Analisa Plus Time



56



Berdasarkan Gambar 3.12 didapat beberapa persamaan umum antara lain, TAD  TAB  TBC  TCD



(3.39)



THD  THG  TGF  TFD



(3.40)



TAH  THA  TAB  TBG  TGH



(3.41)



TBG  TBC  TCE  TEF  TFG



(3.42)



TAD merupakan data waktu penembakan maju, THD merupakan data waktu penembakan mundur, dan THA merupakan waktu total. TAH sendiri dapat dicari dengan persamaan (3.31) pada metode ABC. Artinya TAH = TAB pada metode ABC. Metode Plus-Minus menggunakan dua jenis analisis, yaitu : •



Analisis Plus Time (T+): untuk analisa kedalaman







Analisa Minus Time (T-): untuk determinasi kecepatan



1) Analisa Plus Time (T+) Plus Time adalah jumlah waktu rambatan gelombang dari geophone pada sumber forward dan geophone dari sumber reverse di kurangi dengan travel time antara sumber keduanya. Tujuannya : Untuk analisa Kedalaman (Depth). Plus-Time dapat dirumuskan dengan, (3.43)



T  D  TAD  THD  TAH



Sehingga disederhanakan menjadi,



T  D  TCD  TCE  TFD  TEF



(3.44)



Kemudian disederhanakan lagi menjadi, T  D  z[ z1 D cos( c )] / V1



(3.45)



Maka di dapat kedalaman di titik D, z1D  [(T  D ) * (V1 )] / 2(cos( c ))



(3.46)



Sedangkan, untuk mecari kecepatan V1 di dapat dari inverse slope gelombang arrival lapisan pertama (Sf ke Xf atau Sr ke Xr).



57



2) Analisa Minus Time (T-) Minus Time adalah pengurangan waktu rambatan gelombang dari geophone pada sumber forward dan geophone dari sumber reverse lalu dikurangi dengan travel time antara sumber keduanya. Analisa ini digunakan untuk mendeterminasi kecepatan refraktor (V2).



Gambar 3.13 Analisa Minus Time untuk Mencari Informasi Kecepatan V2.



Berdasarkan gambar 2 didapat persamaan Minus Time yaitu T  D  TAD  THD  TAH



(3.47)



V2 dapat dicari dengan analisa geophone D dan D’ dipisahkan oleh jarak ΔX, maka; T  D'  TAD '  THD '  TAH



(3.48)



Kemudian, kurangkan T-D dengan T-D’, maka ; T  D'  T  D  TAD '  TAD  THD  THD '



(3.49)



dimana,



TAD '  TAD dan THD '  THD sama dengan x /V2 Artinya, kecepatan V2 sama dengan dua kali inverse slope-nya di dalam window analisa Plus-Minus Time. Sehingga; T  D'  T  D  T  D  2(x) / V2



(3.50)



58



F. Metode Hagiwara Dasar Teori Metode Hagiwara adalah pengembangan dari metode delay time untuk struktur dua lapis. Metode ini mampu menggambarkan kedalaman lapisan pertama di bawah sumber dan di bawah geophone. Asumsi yang digunakan : Undulasi bawah permukaan tidak terlalu besar atau sudut kemiringan mendekati nol (