(Buku Cerita) (Mahabrata) Bambang Ekalaya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

[Mahabharata] Bambang Ekalaya Syahdan tersebutlah seorang putera raja bernama Bambang Ekalaya dari negara Nisada, sebuah kerajaan di benua India. Dia seorang yang tampan, pandai, teguh pada janji dan setia. Sebagai seorang yang haus ilmu, sudah lama ia ingin menimba ilmu memanah, dan yang memiliki ilmu ini hanya satu orang di benua ini, yaitu Resi Dhorna dari negara Astinapura. Ilmu ini namanya “Danuweda”. Diapun berangkatlah, menempuh jalan yang sulit berbulan-bulan untuk menuju negara Astina (maklum dulu belum ada kereta api, jadi cuma pake kuda..). Akhirnya dia sampailah di negara Astinapura itu. Diapun langsung menghadap Resi Dhorna, dan mengutarakan maksudnya untuk berguru pada resi yang sangat sakti itu. Sayang, di luar dugaannya, sang resi menolak mentah-mentah permintaan Ekalaya tersebut. “Aku telah bersumpah pada para pembesar Astina, bahwa aku hanya akan mengajarkan ilmu-ilmuku kepada putera-putera Astina.” begitu jawaban Resi Dhorna. Memang sang Resi telah mengambil sumpah itu, sebagai balasan yang harus ia berikan karena ia diberi kedudukan yang tinggi di Astina (padahal sebelumnya dia seorang yang miskin, walau tinggi ilmunya). Walau telah dengan memelas Ekalaya minta kebijaksanaan pada sang Resi, Resi Dhorna tetap tak mau mengingkari sumpahnya. Akhirnya dengan lesu Ekalaya pun meninggalkan Astinapura. Dalam perjalanan, timbullah tekad dari Ekalaya untuk menimba ilmu sendiri ilmu itu tanpa harus berguru secara langsung kepada Resi Dhorna. Dia bertekad, bahwa dia tidak akan pulang ke Nisada, sebelum ia menguasai ilmu Danuweda. Maka iapun berhenti di tengah hutan, untuk menetap di sana dan menuntut ilmu sendiri. Karena ia tetap ingin berguru pada Resi Dhorna, maka iapun kemudian membuat patung sang Resi di tempat tinggalnya di hutan tersebut. Setiap hari dia berlatih memanah, ditemani oleh patung gurunya itu. Suatu hari, para putera Astina mengadakan perburuan ke hutan (yang ternyata hutan tempat kediaman Ekalaya). Mereka ditemani guru mereka yang sakti, Resi Dhorna. Anjinganjing pemburu pun dilepaskan untuk mencari binatang-binatang buruan. Tak berapa lama, mereka sangat terkejut melihat salah seekor anjing mereka berlari-lari dalam keadaan sekarat, karena di mulutnya tertancap banyak anak panah (wah bagian ini maaf ya, buat yang sayang binatang..) Mereka terkejut, dan kemudian mencari siapa yang melakukan perbuatan itu. Akhirnya bertemulah mereka dengan seorang ksatria, yaitu Ekalaya, sedang berlatih memanah. Hanya Resi Dhorna yang mengenal pemuda itu. Terjadilah pembicaraan.. Dhorna: “Apakah engkau yang Ekalaya: “Iya, hamba, Eyang. saya yang sedang berlatih.”



telah memanah anjing itu, Ekalaya?” Karena anjing itu mengganggu terus



Dhorna: “Apakah kau lepaskan sebanyak itu?” Ekalaya: “Hamba lepas sekaligus”



anak



panahmu



satu-satu



atau



sekaligus



Tertegunlah Resi Dhorna dan para putera Astina. Nyatalah bagi Resi Dhorna bahwa pemuda ini telah menguasai ilmu Danuweda. Di lain pihak, para putera Astina merasa telah dikhianati oleh gurunya, yang telah bersumpah tak akan mengajarkan ilmu Danuweda kepada orang di luar putera-putera Astina. Lebih-lebih Arjuna, murid yang paling disayangi oleh Resi Dhorna dan paling menguasai ilmu-2 Resi Dhorna khususnya Danuweda. Dia merasa gurunya telah berbohong dan sekarang dia punya saingan, bukan putera Astina pula. Kemudian mereka melihat patung di dekat Ekalaya. Dhorna: “Patung siapakah itu, Ekalaya?” Ekalaya: “Patung Eyang-lah, guru hamba, dalam menuntut ilmu.”



yang



selalu



menemani



hamba



Dalam hati Resi Dhorna kagum pada pemuda ini. Namun dia tak rela ilmunya dicuri darinya. Lebih-2 ia fikir ia akan dituduh berkhianat pada negara. Akhirnya timbul niat liciknya. Dhorna: “Baiklah, Ekalaya, aku bersedia menjadi gurumu asal kau mau menunjukkan baktimu padaku.” Ekalaya: “Terima kasih, Eyang. Hamba bersedia melakukan apa saja asal Eyang mengakui hamba sebagai murid Eyang.” Dhorna: “Potonglah kedua ibu jarimu dan serahkan padaku.” Walaupun terkejut, tanpa berkata apa-apa Ekalaya pun memotong sendiri kedua ibu jarinya, dan ia serahkan kepada Resi Dhorna. Terkejut putera-putera Astina dengan permintaan gurunya, lebih terkejut lagi melihat Ekalaya melakukan perbuatan nekad tersebut. Dhorna: “Hehehe.. Ekalaya, kamu ini setia tapi bodoh. Kau tak mungkin lagi mampu memanah tanpa kedua ibu jarimu. Sekarang kau tak lagi menguasai Danuweda.” Betapa sedih hati Ekalaya. Dia merasa ditipu oleh Resi Dhorna. Diapun meneteskan air matanya. Namun dia tetap tegar, karena ia merasa telah menunjukkan baktinya kepada gurunya. Ekalaya: “Namun Eyang sudah berjanji untuk mengakui hamba sebagai murid Eyang” Dhorna: “Terserah kamu. Yang jelas kamu tak lagi menguasai ilmu Danuweda, dan akupun tak akan mengajarimu ilmu secuil pun.” Maka pulanglah Resi Dhorna bersama murid-muridnya, meninggalkan Ekalaya yang telah kehilangan kedua ibu jarinya. Dikisahkan kemudian bahwa kesaktian Ekalaya ternyata tidak hilang, dan dia tetap mampu memanah dengan sempurna. Hanya tiga orang yang dikisahkan berhasil menguasai ilmu Danuweda dari Resi Dhorna, yakniArjuna, Ekalaya dan Adipati Karna. Kisah ini kemudian berlanjut dengan pertarungan Ekalaya-Arjuna yang dimenangkan oleh Ekalaya, terbunuhnya Ekalaya oleh taktik Sri Kresna dan Arjuna, menitisnya arwah Ekalaya



pada jasad Drestajumena, dan terbunuhnya Resi Dhorna oleh Drestajumena pada peperangan Baratayudha, sebagai karma atas perbuatannya terhadap Ekalaya. Sekian