Buku Opbs Edisi Pertama [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STRATEGIC



LEADERSHIP & SYSTEMS THINKING IN LEARNING



ORGANIZATION



TIM BLANKONS INDONESIA



STRATEGIC LEADERSHIP & SYSTEMS THINKING IN LEARNING ORGANIZATION (KEPEMIMPINAN STRATEGIS & BERPIKIR SISTEM DALAM ORGANISASI PEMBELAJAR) TIM BLANKONS INDONESIA Penyunting Dumilah Ayuningtyas Penyusun (Tim Blankons) Purnawan Junadi Husni Muadz Abdur Razaq Thaha Untung Waluyo Anwar Fachry Deddy Djunaedi Dahlan Dumilah Ayuningtyas Fajar Ariyanti Ede Surya Darmawan Dr Mohammad Baharuddin, SpOG., MARS L Muhammad Hayyanul Haq, SH. LLM., PhD Tim Penyelaras Ekasafitri Sangadji, Septiana Maharanti, Nisaatul Maharanita Fitrianingrum, Sayyidatul Munawaroh, Niken Sasanti Ardi Tim Desain Kreatif Adinda Tri Wulandari, Syahidah Asma Amani, Inayah, Nindya Nuriesta Prilly,Azka Madihah



STRATEGIC LEADERSHIP AND SYSTEMS THINKING IN LEARNING ORGANIZATION Disusun oleh Purnawan Junadi, Husni Muadz, Abdur Razaq Thaha, Untung Waluyo, Anwar Fachry, Deddy Djunaedi Dahlan, Dumilah Ayuningtyas, Fajar Ariyanti, Ede Surya Darmawan, Dr Mohammad Baharuddin, SpOG., MARS, L Muhammad Hayyanul Haq, SH. LLM., PhD



Penyunting: Dumilah Ayuningtyas Desain Sampul: Azka Madihah Tahun: 2021 Buku ini diterbitkan oleh Aya Prima Media Depok, Jawa Barat



Dari KAMI Menjadi KITA: KAMI mengawali menulis buku ini dan mengundang pembaca serta pembelajar memberi input dan perbaikan untuk melengkapi serta memperkaya agar menjadi buku KITA bersama. Silakan berkirim ke email: [email protected]. Semoga kehadiran buku ini akan membawa banyak manfaat.



Buku ini dipersembahkan kepada semua pembaca untuk tujuan PENDIDIKAN dan PROSES PEMBELAJARAN. Dapat diperbanyak dan disebarluaskan namun TIDAK DIPERJUALBELIKAN untuk kepentingan komersial.



PROFIL PENYUNTING DAN PENYUSUN Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS. Dosen dan Ketua Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia



Prof. dr. Purnawan Junadi, MPH, Ph.D.



Dr. Djunaedi Dahlan, MS.



Guru Besar AKK FKM UI



Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin



Husni Muadz, MA, PhD.



Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D.



Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Mataram dan bergabung di SUMMIT Institute of Development



Prof. Dr. dr. Abdul Razak Thaha. MSc, SpGK.



Guru Besar Universitas Hasanuddin/Pakar Kebijakan Pembangunan Gizi dan Kesehatan)



Drs. Untung Waluyo, Ph.D.



Dosen Fakultas Pendidikan, Mataram University, Pendiri Mataram Lingua Franca Institute



Ir. Anwar Fachry, M.Sc.



Pusat Penelitian Kependudukan dan Pembangunan Universitas Mataram



Dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta



Dr. Ede Surya Darmawan, SKM, MDM. Dosen dan Ketua Program Studi KARS FKM UI



Dr Mohammad Baharuddin, SpOG., MARS RS Budi Kemuliaan Jakarta



L Muhammad Hayyanul Haq, SH. LLM., PhD Universitas Mataram



TIM PENYELARAS Ekasafitri Sangadji



Alumnus Program Pascasarjana FKM UI



Septiana Maharanti



Alumnus Program Pascasarjana FKM UI



Nisaatul Maharanita Fitrianingrum



Mahasiswa Program Pascasarjana FKM UI



Sayyidatul Munawaroh



Alumnus Program Pascasarjana FKM UI



Niken Sasanti Ardi



Alumnus Program Pascasarjana FKM UI



TIM DESAIN KREATIF Adinda Tri Wulandari



Mahasiswa Sarjana FKM UI



Syahidah Asma Amani



Mahasiswa Pascasarjana FKM UI



Inayah



Mahasiswa Sarjana FKM UI



Nindya Nuriesta Prilly



Mahasiswa Sarjana FKM UI



Azka Madihah



Program Doktor Ankara University



Sepenggal Pemikiran Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulisan buku Kepemimpinan Strategis dan Berpikir Sistem dapat berhenti sejenak secara berarti, sebelum kami bernafas kembali untuk menuliskannya kembali. Penulisan buku ini merupakan proses yang tidak pernah selesai yang melibatkan para penulis dengan latar belakang beragam dan dari berbagai lokasi di tanah air tercinta. Berpikir strategis dan memahami realita kehidupan sebagai sebuah sistem yang berjalan dinamis merupakan tuntutan peradaban milenium 21 yang perlu dikuasai oleh siapapun dalam setiap bidang kehidupan. Terlebih lagi pada sektor kesehatan yang merupakan "sektor hilir", muara berbagai intervensi dari berbagai sektor kehidupan, tetapi juga “sektor hulu”, karena berbagai skctor kehidupan juga tidak berjalan lancar, jika sektor kesehatan dalam kondisi tidak optimal. Gerakan Learning Organization-Berpikir Strategis bermula dari pelatihan yang diadakan oleh Johns Hopkins University yang diikuti beberapa peserta dari Indonesia. Pasca pelatihan tersebut beberapa alumni mengadakan kembali ToT untuk beberapa institusi di Indonesia. Seiring dengan bertambahnya institusi dan peserta yang mempelajari Learning Organization-Berpikir Strategis, Gates Foundation melakukan inisiasi beberapa institusi pendidikan untuk menyebarkan dan menerapkan konsep Learning Organization-Berpikir Strategis, baik di komunitas maupun di Institusi Pemerintah seperti Dinas Kesehatan. Penerapan konsep ini diharapkan dapat menjadi catalyst untuk memecahkan masalah kesehatan yang ada. Selain itu, pelatihan-pelatihan Learning Organization-Berpikir Strategis secara mandiri juga banyak dilakukan untuk Dinas-Dinas Kesehatan di beberapa wilayah Indonesia. Pelatihan ini dipandang perlu untuk dapat meningkatkan kinerja organisasi. Penerapan Learning Organization-Berpikir Strategis berkembang menjadi kurikulum di beberapa Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat dengan Topik yang lebih spesifik yaitu Kepemimpinan dan Berpikir Sistem, bahkan menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Ahli Kesehatan Masyarakat.



Buku ini berisikan perjalanan pemikiran, pembelajaran, diskusi dan dialog para penggiat, mengacu kepada pemikitan Peter Senge yang sudah sejak tahun 2000 dimasukkan pada proses pembelajaran di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, dijadikan penelitian operasional dan menjadi pengalaman praktis para pembelajar sesuai tempat bekerja dan lingkuan masing-masing. Penulisan buku dibuat secara sistematis mulai dari konsep pembelajaran, organisasi pembelajar, personal mastery, mental model, shared vision, team learning dan systems thinking. Materi dasar kemudian diperkaya sesuai dengan pengalaman pembalajaran yang terjadi selama belasan tahun. Penullisan buku ditujukan untuk para praktisi, pembuat kebijakan, dan akademisi sebagai bacaan rujukan dan pembandingan pemikiran untuk meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan organisasi yang berawal dari membangun kemampuan individu yang terus-menerus melakukan perbaikan dalam satu sistem organisasi yang berkelanjutan. Buku ini merupakan persembahan seluruh tim Blankons (T.Soendoro, Harkus, P.Junadi, D.Ayuningtyas, R.Thaha, H.Muadz, Haq, A.Fachry, M.Afifi, V.Hadju, I. Angsar, E.Suryadarmawan, Bahar, F.Ariyanti, U.Waluyo, M. Baharuddin, M. Hayyanul Haq) dan seluruh lainnya yang bersama-sama melalui perjalanan panjang pembelajaran berusaha mewujudkan. Kami menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam penulisan buku ini, oleh karena kami mengundang para pembaca untuk berdiskusi dan berdialog, memberikan kami nafas dan semangat baru untuk menuliskannya lebih baik. Kami senang sekali kalau “anda” nantinya ikut menjadi “kami”, ikut menulis, berapapun minimalnya. Semoga para pembaca dan kita semua mendapatkan manfaat yang banyak dari buku ini. Juni 2021, Tim Penyusun



DAFTAR ISI



BAB I Pendahuluan: Kepemimpinan Strategis



1



BAB II Berpikir Sistem (System Thinking)



11



BAB III Shared Vision



26



BAB IV Model Mental (Mental Models)



35



BAB V Model Mental dan Dialog



63



BAB VI Personal Mastery



75



BAB VII Theory of Constraint (TOC) sebagai Penerapan Berpikir Sistem



90



BAB VIII Aplikasi Root Cause Analysis (RCA)



101



BAB IX Learning Organization and Team Learning DAFTAR PUSTAKA



122



DAFTAR SINGKATAN 3M: Menguras, menutup, dan mengubur AI: Artificial Intelligence APD: Alat Pelindung Diri BMHP:Bahan Medis Habis Pakai BPJS: Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial BPOM: Badan Pengawas Obat dan Makanan CLR: Categories Legitimate Reservation CP: Core Problem CRT: Current Reality Tree DPJP: Dokter Penanggung Jawab Pasien EC: Evaporating Cloud FKTL: Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan FRT: Future Reality Tree IGD: Instalasi Gawat Darurat IO: Intermediate Objectives IOM: Intermediate Objectives Map IT: Information Technology JKN: Jaminan Kesehatan Nasional K3: Kesehatan dan keselamatan kerja KMK: Kredit Modal Kerja LSM: Lembaga Swadaya Masyarakat PHK: Pemutusan Hubungan Kerja PM: Personal Mastery POACE: planning, organizing, actuating, controlling dan evaluating PRT: Prerequisite Tree RCA: Root Cause Analysis Sp.B: Spesialis Bedah SOP: Standar Operasional Prosedur STEP: System Thinking Education Program TOC: Theory of Contraint TT: Transition Tree UDE: Undesirable Effect



BAB I



PENDAHULUAN: KEPEMIMPINAN STRATEGIS



Pengantar Kepemimpinan Strategis Kepemimpinan berbeda dengan manajemen. Kepemimpinan adalah tentang do the right thing, manajemen do the thing right. Kepemimpinan adalah tentang visi, gambaran besar, dan bernaung dengan perubahan. Manajemen berkaitan dengan menjalankan misi, mendetailkan visi dan berkaitan dengan fungsi rutinitas organisasi yang sering disebut dengan POACE (Planning, Organizing, Actuating, Controlling dan Evaluating). Manajemen yang baik akan menghasilkan ketenangan dan stabilitas dalam organisasi sehingga terhindar dari situasi chaos yang mengancam, juga meningkatkan kualitas serta keuntungan dari pelayanan. Sebaliknya, gambar 1.1 di bawah ini menjelaskan secara singkat perbedaan dan persamaan antara kepemimpinan dan manajemen



Manajemen Kepemimpinan Perencanaan Pengaruh Komunikasi Pengorganisasian Motivasi Penyelesaian Masalah Kepegawaian Inspirasi Pengambilan Keputusan Koordinasi Penciptaan Kontrol Pendampingan Gambar 1.1 Persamaan dan perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan



Kepemimpinan menjadi semakin penting dalam era revolusi industri 4.0 karena adanya kondisi global yang menuntut suatu organisasi untuk semakin kompetitif dan lincah. Dengan demikian, mengerjakan sesuatu yang telah dikerjakan disertai peningkatan yang tidak signifikan belum bisa dikategorikan dalam sukses. Maka dari itu, pembelajaran-pembelajaran dalam peningkatan kapasitas perlu dilakukan oleh seseorang untuk menjadi pemimpin.



2



Belajar adalah sebuah proses perubahan perilaku yang merupakan hasil dari interaksi stimulus dan respons atau interaksi individu dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi tidak hanya dalam pengetahuan, tetapi juga dalam perbaikan sikap serta perilaku yang lebih adaptif dan terampil. Belajar bukanlah sebuah proses yang sempurna, melainkan lingkaran proses yang berulang dan mengandung kesalahan serta ketidak sempurnaan. Pepatah Cina berikut menjelaskan proses itu dengan baik: dari mana datangnya kebijakan? Kebijaksanaan datang dari ulangan ulangan keputusan yang baik, keputusan yang baik datang dari ulangan-ulangan pengalaman, pengalaman datang dari berbagai kesalahan, kesalahan didapat karena rangkaian pengambilan keputusan yang buruk Nilai moral dari pepatah tersebut yaitu kesalahan adalah proses pembelajaran. Mempelajari hal baru adalah sifat keingintahuan yang wajar dari manusia, seperti halnya ketika seorang anak belajar berdiri dan berjalan. Tidak ada anak yang langsung berdiri, tetapi melalui jatuh bangun yang berulang, dan goyangan ketidak sempurnaan, kemudian kita menanggapinya dengan suka cita. Hal ini biasa dikenal sebagai embrace error, yang berarti menerima tanpa syarat kesalahan sebagai bagian yang tidak terelakkan dalam sebuah pembelajaran. Makna substantif dari learning yaitu sebuah proses yang tidak pernah berhenti, melatih pikiran kita untuk berpikir, berkaitan dengan moral dan etik. Learning itu tidak ada batasnya, serta merupakan praktik yang secara terus menerus dilakukan untuk memperluas pengetahuan dan mengasah keterampilan kita. Perubahan pemahaman, cara berpikir dan persepsi terhadap pengetahuan/pengalaman yang sebelumnya pernah dimiliki dan mampu merubah perilaku seorang individu serta dilakukan secara terus menerus mengikuti perkembangan lingkungan merupakan implementasi dari learning. 3



Organisasi merupakan sebuah struktur dan bagian di mana di dalamnya terdapat individu, kelompok/tim, serta interaksi atau rangkaian keseluruhan dari pembelajaran yang terjadi. Pembelajaran yang diraih dapat berada dalam tingkat individu, tim ataupun organisasi, dan tertanam dalam output yang berbeda, seperti digambarkan berikut ini. Bagaimana pembelajaran bisa terjadi? Akuisisi Pengetahuan



Distribusi Informasi Interpretasi Informasi



Memori Organisasi Gambar 1.2 Dari pembelajaran pembelajaran organisasi (Huber, 1991)



Tingkatan pembelajaran



Bagaimana pembelajaran bisa terjadi?



Pembelajaran Individu



Memori personal Pengalaman personal Catatan Kemampuan individu



Pembelajaran Kelompok



Jejaring Laporan Produk Keahlian spesifik tim Teknologi Cerita/Anekdot



Pembelajaran Organisasi



Database Prosedur Proses Kompetensi inti



kelompok



menuju



4



Untuk menuju dari organisasi non pembelajar menjadi organisasi pembelajar memerlukan suatu transformasi signifikan layaknya sebuah kepompong menjadi seekor kupu-kupu. Pemahaman dan komitmen untuk memobilisasi subsistem organisasi pembelajaran perlu dilakukan dengan membuat perencanaan dari masing-masing komponen organisasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa untuk menjadi organisasi pembelajar bukanlah hanya kondisi semata karena perubahan adalah hal yang konstan dan belajar merupakan proses yang tak pernah selesai. Kutipan berikut cocok untuk menggambarkannya: Organisasi pembelajar adalah organisasi yang secara terus menerus mengembangkan, menghasilkan, meningkatkan kapasitas untuk menciptakan masa depan, sehingga organisasi tidak hanya survive atau adaptif, tetapi juga berada di depan dari perubahan itu sendiri. Gambar berikut menjelaskan dengan cantik:



Organisasi yang mau belajar dengan serius senantiasa mengikuti perubahan dengan mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan guna mencapai tujuan bersama. Organisasi pembelajar tersebut memberdayakan orangorang di dalam maupun di luar organisasi serta menerapkan teknologi untuk 1,2 mengoptimalkan kapasitas yang dimiliki. Strategi organisasi adalah sebuah proses pembelajaran yang melibatkan lima elemen, yaitu :



5



Menilai di mana kita, berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang lingkungan organisasi yang kompetitif. Memahami siapa kita dan ke mana kita akan pergi, yang merujuk kepada aspirasi organisasi, termasuk visi, misi, dan nilai-nilai inti organisasi. Belajar tentang bagaimana kita akan menuju ke sana, yang merupakan sebuah strategi formulasi, termasuk menentukan prioritas. Membuat sebuah perjalanan dengan melibatkan translasi strategi menjadi sebuah aksi nyata dengan mengidentifikasi dan mengimplementasi taktik. Memeriksa progress, sebagai suatu penilaian efektivitas organisasi secara berkesinambungan, memimpin penilaian ulang untuk level baru performa suatu organisasi yang telah dicapai dari elemen yang lain. Proses belajar ini akan terjadi secara terus-menerus. Strategi merupakan proses pembelajaran yang berimplikasi pada beberapa hal. Pertama, strategi kempemimpinan lebih menekankan pada penemuan dari pada penjelasan. Kedua, kepemimpinan strategis tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada di posisi atas. Ketiga, menjadi pemimpin strategis tidak cukup jika untuk diri sendiri, namun perlu adanya pengembangan yang disampaikan ke orang lain. Terakhir, pemimpin strategis memadukan antara keterampilan berpikir, beraksi, dan mempengaruhi untuk mengarahkan pada strategi sebagai proses pembelajaran dalam organisasinya. 3 Secara umum, kepemimpinan tidak dapat disamakan dengan kepemimpinan strategis. Kepemimpinan strategis digunakan pada saat keputusan-keputusan dan aksi dari pemimpin memiliki dampak strategis tidak hanya untuk suatu organisasi, namun juga di luar organisasi tersebut. Dari segi waktu, tentunya ada tujuan jangka panjang yang akan dicapai yang sudah tertanam di dalam pikiran, sembari bekerja mencapai tujuan-tujuan jangka pendek. Akan tetapi, tidak semua tujuan jangka panjang akan secara terus menerus diperhitungkan karena memastikan tujuan-tujuan jangka pendek terlaksana dengan sangat baik perlu dilakukan oleh pemimpin operasional yang mampu bekerja dengan sangat baik dan efektif. Dalam kepemimpinan strategis, perubahan signifikan dapat diciptakan dengan dampak yang cukup terlihat bukan sekadar penyelesaian tugas sehari-hari secara berulang.3 Sebelum menjadi pemimpin, diperlukan usaha yang keras dan terus belajar meningkatkan kompetensi diri. Ketika kita berhasil meraihnya, mental serta semangat belajar yang kita miliki tersebut sebaiknya tidak hilang begitu saja.



6



Sebab sejatinya, belajar merupakan proses seumur hidup yang tidak berkesudahan. Pemimpin yang berorientasi pada tujuan untuk menjadi "long life learner" (pembelajar seumur hidup) daripada "long life leader" (pemimpin seumur hidup) tidak menganggap prestasinya sebagai seorang pemimpin sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai suatu kesempatan dan sumber pembelajaran baru baginya. Seperti yang kita ketahui, belajar adalah melakukan sesuatu secara berbeda daripada yang sebelumnya. Bab ini tidak akan membuat seseorang akan dengan mudah menjadi pemimpin strategis. Menjadi seorang pemimpin strategis tidak dapat dikembangkan hanya dengan cara membaca buku, menekan tombol, atau mengisi kotak. Layaknya surfing, kepemimpinan strategis membutuhkan keseimbangan antara belajar dan mengubah kondisi. Tantangan saat ini adalah mulai bergerak ke arah efektivitas kepemimpinan strategis dengan mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan memberikan pengaruh baik dari diri sendiri maupun dari tim. Tentunya hal ini juga akan terjadi dalam peran utama seseorang untuk memastikan organisasinya mendapatkan kesuksesan. Kepemimpinan bukan merupakan sebuah peran, melainkan perilaku individu. Seseorang menjadi pemimpin karena perbuatannya, bukan karena gelar atau jabatan yang diemban, bahkan bukanlah menggunakan kewenangan yang dimiliki melainkan memberdayakan orang-orang. Konsep tentang kepemimpinan sekarang sudah mulai bergeser, followership is a part of leadership. Artinya, pemimpin yang efektif melihat kepemimpinan dari perspektif seorang pelayan, bukan seorang pahlawan atau ahli. Seorang pemimpin harus menjadi pembelajar/learner (menerima perubahan) untuk selalu dapat berubah mengikuti perubahan yang terjadi, dan menjadi sumber pembelajaran bagi orang lain. Sebagai pembelajar, pemimpin harus mampu meningkatkan komitmen, bukan kepatuhan terhadap sesuatu/seseorang. Selain itu, pemimpin yang efektif juga melihat kepemimpinan sebagai sebuah kapasitas untuk menerjemahkan visi menjadi kenyataan. Ciri-ciri yang menonjol dari seorang pemimpin pembelajar adalah keterbukaannya terhadap perubahan, siap menerima kritik atau saran dari siapa saja, menjadi seorang pendengar yang baik, selalu haus akan ilmu pengetahuan dan informasi, selalu berupaya meningkatkan kemampuan dirinya, fleksibel, dan dinamis. Salah satu cara untuk menumbuhkan mental pembelajar, yang sebenarnya ada dalam setiap individu. 7



Seorang pemimpin pembelajar haruslah memiliki kesadaran diri (self-awareness) bahwa ia masih perlu meningkatkan kapasitasnya, kemudian ia menyadari (selfacceptance) bahwa dirinya tidak terlepas dari kesalahan dan masih harus banyak belajar. Kejujuran untuk mengakui kelemahan diri dan mau menerima pelajaran dari orang lain sangat penting untuk menumbuhkan mental pembelajaran dalam diri seorang pemimpin. Dari sekian banyak tantangan yang dihadapi oleh para pemimpin dan manajer, mengelola perubahan adalah salah satu yang paling sulit. Perubahan adalah dinamika kepemimpinan, di mana setiap pergantian tampuk kepemimpinan, setiap anggota organisasi pasti hampir selalu mengharapkan terjadinya perubahan terhadap organisasi tersebut ke arah yang lebih baik. Menunggu setiap inovasi dan kreativitas pucuk kepemimpinan untuk membuat sesuatu yang baru yang meenyegarkan semua. Hal tersebut tentunya tidak akan mampu dihadirkan oleh pemimpin yang tidak mempunyai kekayaan pemikiran dari proses pembelajaran dirinya sebagai pemimpin dan tidak akan mampu juga hadir dari pemimpin yang tidak mempunyai pondasi “keberanian” untuk melakukan perubahan.



Rhenald Kasali



Mengutip Rhenald Kasali, “Perubahan membutuhkan kehadiran pemimpin yang kuat. Pemimpin yang kuat bukan otoriter tetapi berwibawa, tegas, bersih, dan dapat dipercaya”, dan diperkuat oleh Daft (2005) yang menyatakan bahwa “Change is leadership responsibility” menguatkan bahwa seorang pemimpin haruslah mampu menjadi pemicu perubahan. Tidak semua pemimpin yang memegang kekuasaan dan wewenang akan mampu menjadi pemimpin perubahan. Di mana seorang pemimpin perubahan selalu menyadari segala sesuatu itu dinamis,



selalu berubah mengikuti perkembangan jaman dan pemikiran, serta tidak ada yang kekal kecuali Sang Pencipta dan perubahan itu sendiri. Dan harapan akan adanya perubahan itu adalah suatu keniscayaan. Kepemimpinan strategis bukan saja mampu menerima perubahan, tapi juga mampu menciptakan perubahan. Perubahan yang terus terjadi membuat seorang pemimpin harus terus belajar untuk mengimbanginya. Dibutuhkan para pemimpin yang dengan tajam mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan: ”Dari mana harus mulai? Bagaimana menciptakan urgensi sehingga orang bersedia menerima perubahan? Bagaimana memastikan bahwa proses perubahan akan menjadi peluang untuk mendapatkan dan justru bukan kehilangan momentum?”. Karena ukuran kepemimpinan dapat terlihat dari bagaimana dampak pemimpin tersebut ke masyarakat. 8



Organisasi pembelajar hanya akan didapatkan dari individu yang belajar, meskipun pada individu yang belajar pun tidak akan menjamin organisasi pembelajar. Akan tetapi, tanpa individu yang belajar, sebuah organisasi pembelajar tidak akan pernah ada. Jika seseorang tidak cukup termotivasi dengan tantangan tujuan untuk tumbuh dan berkembang, maka tidak akan pernah ada pertumbuhan, peningkatan produktivitas, dan perkembangan. Berbagai pemahaman tentang kepemimpinan, manajemen, dan peran pemimpin dalam aspek manajemen dan organisasi pembelajar adalah sesuatu yang dibutuhkan dan terintegrasi disebut sebagai 5th discipline menurut Peter Senge. Keterampilan yang perlu dikuasai dalam organisasi pemberlajar meliputi Personal Mastery, Mental Models, Team Learning, Systems Thinking, dan Shared vision. Karakteristik organisasi pembelajar dibagi menjadi karakteristik pembelajaran dan organisasi, di mana karakteristik pembelajaran yaitu mampu berpikir sistem, penguasaan pribadi, mental models, dan leadership. Sedangkan karakteristik organisasi yaitu team learning, team work, dan memiliki visi bersama, yang keseluruhannya akan dibahas dalam buku ini.



Ikhtisar Belajar atau learning adalah sebuah proses perubahan perilaku yang merupakan hasil dari interaksi stimulus dan repons atau interaksi individu dengan lingkungannya yang tidak ada batasnya, serta merupakan praktik yang secara terus menerus dilakukan untuk memperluas pengetahuan dan mengasah keterampilan seseorang. Organisasi merupakan struktur dan bagian di mana individu, kelompok tim, dan keseluruhan pembelajaran terjadi. Dalam sebuah organisasi pembelajaran, sebuah kepemimpinan strategis juga diperlukan yang mana seorang pemimpin diharapkan bukan saja mampu menerima perubahan, tapi juga mampu menciptakan perubahan. Perubahan yang terus terjadi membuat seseorang pemimpin harus terus belajar untuk mengimbanginya. Berbagai pemahaman tentang kepemimpinan, manajemen, dan peran pemimpin dalam aspek manajemen dan organisasi pembelajar adalah sesuatu yang dibutuhkan dan terintegrasi disebut sebagai 5th discipline menurut Peter Senge, yaitu personal mastery, mental models, team learning, system thinking, dan shared vision.



9



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN 1. Mengapa penting kita mempelajari kepemimpinan strategis? 2. Pelajari dan gali lebih mendalam apa makna pemimpin pembelajar dan pemimpin "pemupuk perubahan". Jelaskan pula karateristik atau ciri-ciri kedua jenis pemimpin tersebut. Lalu, bagaimana upaya kita membentuk diri menjadi pemimpin pembelajar dan pemupuk perubahan. Lengkapi dengan berbagai bahan bacaan/referensi



REFLEKSI PEMBELAJARAN Kisah tentang Wortel, Telur, dan Biji Kopi Panaskan 3 buah panci berisi air di atas api, pada panci yang pertama, masukkan beberapa buah wortel, pada panci yang kedua, masukkan beberapa buah telur. Pada panci yang ketiga, masukkan bebrapa biji kopi yang sudah dihaluskan menjadi bubuk kopi. Panaskan ketiga panci tersebut selama 15 menit, lalu keluarkan isi dari ketiga panci tersebut Wortel yang sebelumnya keras, sekarang berubah jadi empuk. Telur yang sebelumnya lunak (di bagian dalamnya), sekarang menjadi keras. Bubuk kopi tetap seperti semula (biar tinggal ampasnya). Tapi, air panas sudah berubah warna mempunyai bau kopi yang sagat harum. Kita dapat menjadi seperti wortel yang maju dengan kuat dan tegas, namun keluar dengan lemah dan lunak. Kita dapat menjadi seperti telur. Kita memulai dengan hati yang tulus dan sensitif. kita berakhir dengan sangat egois dan cuek Kita dapat menjadi bubuk kopi. Kita membuat sesuatu yang baik dari tantangan yang kita hadapi. Kita belajar hal-hal baru.



10



BAB II



BERPIKIR SISTEM (SYSTEMS THINKING)



Berpikir Sistem (Systems Thinking)



Melihat yang tidak terlihat. Apa yang Anda lihat ketika melihat gunung es terapung di lautan? Alangkah besarnya! Padahal itu hanya bagian yang Anda bisa lihat. Dibawah laut ada bagian yang tidak bisa Anda lihat, jauh lebih besar. Sembilan kali besarnya dari bagian yang bisa dilihat. Sama seperti jika Anda melihat es batu terapung di segelas capuccino. Bagian yang Anda bisa lihat hanya 10%. Padahal bagian yang tidak terlihat itu yang lebih sering menenggelamkan kapal. Sama halnya Anda memandang masalah, bagian masalah yang Anda bisa lihat, atau Anda mudah pahami adalah hanya sebagian kecil dari masalah sebenarnya. Jadi kuncinya melihat keseluruhan masalah. Bagaimana bisa melihat keseluruhan masalah? Dengan latihan melihat, memperhatikan sebab langsung, berpikir tentang sebab tidak langsung, dan sebab mendasar. Masalah yang terlihat adalah dampak dari rangkaian sebab langsung, sebab tidak langsung dan sebab mendasar yang berlangsung sejak lama. Mengatasi masalah yang terlihat, mungkin kelihatannya menyelesaikan masalah, untuk nanti timbul lagi, karena sebab tidak langsung nya atau bahkan sebab mendasarnya tidak ditangani dengan tepat.



12



Ketika Anda mendapati tetangga demam, maka obat yang sering Anda berikan adalah obat pereda demam. Kalau dia sakit perut, maka Anda akan memberikan obat pereda sakit. Memang demamnya akan turun, atau sakit perutnya mereda. Tetapi jika demam, atau sakit perutnya karena infeksi kuman, demamnya atau sakit terutnya akan timbul lagi segera setelah efeknya obatnya habis. Jika Anda memberikan juga obat anti infeksi, maka tetangga Anda akan sembuh lebih lama. Tetapi bisa jadi bulan depan akan timbul lagi penyakit yang sama, karena dia tinggal di lingkungan yang buruk, perkampungan kumuh, yang sanitasi atau sumber airnya tercemar E-coli. Jadi salah satu kunci berpikir sisem adalah berlatih melihat keseluruhan sistem, yang sering kali sulit dilihat atau bahkan tidak terlihat secara fisik.



Structure Influence Behavior Tema penting dalam berpikir sistem adalah struktur mempengaruhi perilaku. Jadi jangan terpesona pada perilaku yang terlihat, tetapi fokus pada struktur yang menyebabkannya. Ubah strukturnya, maka perilaku nya akan secara otomatis berubah. Contoh yang sederhana adalah melihat perilaku orang Indonesia, di negara yang sistemnya berbeda, contoh negara terdekat kita, Singapura. Kita akan mematuhi peraturan yang berlaku di negara tersebut. Mereka dengan sangat patuhnya mengantri, seperti layaknya orang-orang beradab lainnya. Mereka tidak akan membuang sampah sesukanya. Tidak kalah penting, mampu menahan diri sehingga tidak merokok di sembarang tempat. Singkatnya, di negara tetangga itu, orang Indonesia berubah dramatis menjadi warga dunia yang taat asas dan memiliki disiplin sosial yang tinggi. Contoh yang sangat dramatis, adalah kita mengubah sistem pemerintahan, dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Dampak ikutannya, sangat dahsyat, tidak hanya terhadap birokrasi, mekanisme kerja tetapi juga terhadap perilaku pejabat di pusat maupun di daerah. Ada satu sindiran: satu raja besar menjadi ratusan raja kecil, yang ada benarnya.



13



Jadi apakah sistem itu?



Sistem pada dasarnya merupakan komponen terdiri dari satu rangkaian atau lebih yang saling berkaitan erat satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem juga jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang telah ada dan berhubungan satu sama yang lain bertujuan untuk menyelesaikan kegiatan. Sistem membuat dimana mengindentifikasi proses-proses dan data yang akan diperlukan oleh sistem yang baru dan hal ini disebut dengan rancangan pada sistem. Sistem juga memiliki karakteristiknya, yaitu penghubung, batasan sistem lingkungan luar, masukan, keluaran, dan tujuan. Senge (1990) mendefinisikan sistem secara dinamis : Sebuah sistem adalah sesuatu yang memelihara keberadaannya dan berfungsi sebagai sebuah kesatuan melalui interaksi antar bagiannya. Jadi jangan berprasangka mengubah sistem itu sederhana. Mengapa? Karena setiap sistem akan selalu mempertahankan keberadaannya. Contoh mutakhir adalah Covid-19, virus Corona yang berusaha mempertahankan keberadaannya, ditengah perubahan lingkungan di dunia akibat 1 perbuatan kita sendiri dan sebagai upaya untuk tetap eksis ditengah keberadaan vaksin Covid-19 yang baru. Salah satu ciri kedua yang penting dari sebuah sistem menurut Senge adalah: Sebuah sistem mempunyai karakteristik di luar dan lebih dari karakteristik bagian yang membentuknya. Hal ini disebut sebagai karakteristik kebaruan/emergent property. Molekul air, mempunyai properti cair, yang tidak dalam elemen pembentuknya. Vitus Covid-19 yang baru, mempunyai properti yang berbeda dibanding virus covid-19 sebelumnya. Jika kita melihat dengan seksama kedalam suatu sistem dan menganalisis hubungan antar bagiannya, maka kita akan menemukan kerumitan tak terbatas. Misalnya pada sebuah jam yang didukung oleh berbagai elemen dan komponen-komponen yang saling berhubungan dalam suatu pola tertentu. Pada dasarnya, setiap bagian atau komponen memiliki pengaruh terhadap bagian/komponen lainnya. Pengaruh tersebut sering kali dipisahkan oleh waktu dan ruang, dan tidak dapat dikenali oleh mata yang tidak terlatih. Untuk memahami setiap bagian dari sistem-sistem tersebut diperlukan pemahaman tentang keseluruhan sistem, bukan hanya bagian tertentu saja. Secara singkat bahwa berpikir sistem adalah kemampuan untuk melihat melalui lensa yang berbeda. 1 Senge menyebutnya: today’s problems come from yesterday’s solutions



14



Systems thinking dikembangkan dan dipraktikkan di abad 20 dan Peter Senge yang telah mempopulerkan organisasi pembelajaran. Berpikir Sistem adalah konsep atau upaya untuk memahami bagaimana hubungan sebab akibat dan umpan balik dalam memetakan masalah dan menganalisis masalah yang kompleks. Cara berpikir sistem merupakan pendekatan yang diperlukan untuk memandang permasalahanpermasalahan yang ada secara menyeluruh sehingga dapat membuat pengambil keputusan lebih terarah pada sumber permasalahan. Berpikir sistem adalah pendekatan integrasi yang didasarkan pada pengertian bahwa bagian-bagian komponen suatu sistem akan bertindak berbeda ketika berpindah dari lingkungan sistem yang sebelumnya. Berpikir sistem berawal dari memandang sistem secara holistik. Pemahaman berpikir sistem memungkinkan untuk menganalisis hubungan dan interaksi antara elemen-elemen yang membentuk keseluruhan sistem. Pada praktiknya kita didorong untuk mengeksplorasi inter-relationship (context and connections), perspectives (masingmasing orang memiliki persepsi unik mereka sendiri tentang situasi), dan boundaries (menyetujui adanya ruang lingkup, skala dan peningkatan). Jadi berpikir sistem adalah melihat persoalan sebagai persoalan interaksi antar sub sistem di dalamnya, dan interaksi dengan sistem yang lebih besar. Berpikir sistem adalah sebuah framework untuk melihat kesalinghubungan, dan kemampuan kita untuk melihat berbagai pola perubahan, berpindah dari sekedar reaktif, ke generatif/sistemtik. a. Pola Reaktif – perilaku : sikap seseorang yang secara spontan memberikan tanggapan terhadap sesuatu - siapa melakukan apa kepada siapa dan mengapa?



b. Pola Responsif – reaksi yang merupakan aksi yang ada (setingkat solusi) atas permasalahan yang dialami.



c. Pola Generatif – melihat struktur sistemik: apa penyebab dasar dari pola dan kecenderungan itu?



15



7 KEBUTAAN DALAM BERPIKIR SISTEM : diambil dari tulisan kelompok 2 Mata Kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem Kelas Kajian Administrasi Rumah Sakit: A.A.I.A. Sri Stuti Damayanti, S.Si., Apt, dr. Maria Wahyu Daruki, dr. I Nyoman Gede Bayu Wiratama Suwedia dan dr. I Nyoman Gede Semarajana.



Berpikir sistem hanya bisa didapatkan dengan pengakuan seseorang untuk terus belajar bukan learning yang hanya sebatas studying. Berpikir sistem sangat penting dimiliki oleh seorang pemimpin namun tidak semua mampu belajar karena yang terjadi selama ini adalah proses formal studying bukan sekedar learning. Strategic leader sesungguhnya merupakan arti yang sangat penting adalah leader as learning yaitu “pemimpin sebagai pembelajar” namun demikian masih sering dijumpai ketidakmampuan untuk belajar, antara lain ketidakmampuan untuk melihat berpikir sistem secara utuh disebut dengan7 kebutaan dalam berpikir sistem. Salah satunya pada 7 kebutaan dalam berpikir sistem yaitu: 1. I am my position Saya dengan posisi saya” yang dimana saya dengan mempertimbangkan dengan posisi saya, apabila ini terjadi maka akan terhalangin untuk belajar karena selalu punya kecenderungan untuk membatasi ruang lingkup berpikir. Sehingga hal ini dapat berdampak pada tidak maunya dia untuk mempelajari hal baru, kalau hal ini terus menerus tidak maunya dia untuk mempelajari hal yang baru padahal ilmu terus berkembang maka ia akan menjadi buta karena bertahan pada posisinya saja. Hal ini dia akan selalu melihat dari sudut pandang posisi sendiri didalam sistem dan dunia yang luas tidak terlihat olehnya. Penjelasan seperti yang sudah dijabarkan terjadi didalam situasi sehari-sehari, sebagaimana studi kasus berikut: a. Perawat yang tidak mau dipindahkan ke unit lain karena sudah merasa nyaman di unit yang sekarang dan merasa tidak mampu bekerja di unit yang baru. b. Seorang perawat tidak mau memberikan penjelasan mengenai administrasi kepada pasien karena merasa penjelasan mengenai administrasi tersebut merupakan tugas dari bagian pelayanan pasien. c. Seorang pejabat di instalasi yang menangani pengadaan hanya memfasilitasi pengadaan barang barang tertentu yang mendatangkan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan unit - unit yang melayani pasien.



16



2. Musuh diluar sana Hal lain yang akan menjadi sebuah kebutaan sistem dan menghalangi orang untuk belajar adalah adanya pola berpikir atau anggapan “musuh diluar sana” yang menjadi penyebab masalah ada diluar sana, tetapi bukan saya. Artinya ini dapat membatasi seseorang untuk belajar karena ketika ada sebuah masalah yang lebih cepat dipersalahkan adalah diluar dirinya karena dia enggan untuk mengatakan saya yang salah. Sebuah kebutaan ini cenderung untuk selalu mencari kambing hitam misalnya ketika ada permasalahan sebuah gizi buruk yang terjadi maka dia akan mengatakan bahwa pemerintah pusat kurang perhatian kepada kami yang berada di daerah dengan penggangaran dana yang kurang, sebaliknya dari pemerintah pusat akan mengatakan bahwa daerah belum siap untuk desentralisasi karena mereka tidak definitif menganggarkan untuk pendanaan yang diperlukan pada gizi buruk. Selain itu hal sama terjadi pada tenaga kesehatan atau provider akan mengatakan masyarakat bodoh, tidak peduli dengan kesehatanannya tetapi masyarakat pun akan mengatakan kepada tenaga kesehatan atau provider bahwa mereka tidak empati dengan keadaan yang terjadi pada masyarakat. Apabila hal ini terus terjadi maka seseorang akan menjadi buta pada posisinya untuk melihat selalu cenderung untuk melihat sebab masalah dari luar karena situasi ini membuat dia merasa aman. Penjelasan tersebut dapat dicontoh dengan studi kasus berikut: Suatu prosedur/tindakan tidak muncul di rincian biaya, kasir menyalahkan unit VK karena tidak menginput tindakan. Bidan VK mengatakan di billing system, prosedur tersebut tidak muncul sehingga tidak diinput. Kejadian pasien umum yang berobat di IGD kemudian menghilang dengan tidak membayar biaya pengobatan mengakibatkan saling menyalahkan antara staf kasir dan staf IGD terkait permasalahan tersebut dan masing- masing unit tidak mau disalahkan mengapa pasien bisa menghilang. Pasien komplain karena harus menunggu 2 jam setelah dinyatakan boleh pulang oleh DPJP. Dalam rapat manajemen, kasir disebut sebagai penyebab keterlambatan, kasir menyalahkan perawat yang belum memasukkan tindakan secara lengkap sehingga proses cetak billing menjadi terhambat, perawat menyalahkan petugas farmasi yang lambat dalam menyiapkan obat, petugas farmasi menyalahkan DPJP yang visit di luar ketentuan yaitu visit sebelum jam 12 siang. Hari itu DPJP visit pada jam 15.00.



17



3. The illusion of taking charge Selain musuh dari luar yang menjadi salah satu kebutaan dalam berpikir sistem yaitu kecenderungan mengambil keputusan dalam pemecahan masalah bersikap reaktif. Seseorang yang bersikap reaktif adalah orang yang ingin menyelesaikan masalahnya dengan cepat, tanpa melihat gejala yang lebih mendasar dan belum terlihat.



The



illusion of taking charge menjadi salah satu yang termasuk dalam kebutaan karena dianggap bertindak cepat dan “kira-kira” dalam pembuatan keputusan, ini menjadi kecenderungan membuat keputusan pemecahan masalah tetapi sebenarnya reaktif. Contoh dari kebutaan ini adalah sebagai berikut: Bagian marketing menyetujui permintaan kegiatan dari pihak luar tanpa berkoordinasi dengan manajemen rumah sakit terkait kemampuan pemberian pelayanan dari kegiatan tersebut. Permintaan layanan pengobatan gratis yang bernuansa politis diinstruksikan oleh pimpinan agar dilakukan oleh tim medis. Obat-obatan yang dipakai adalah obat-obatan di instalasi yang tercatat dalam persediaan. Saat dilakukan audit BPK ditemukan obat-obat yang dikeluarkan tanpa adanya pemasukan bagi RS senilai jutaan rupiah. Dan ini dilakukan tanpa didukung regulasi yang jelas. Karena suatu nama prosedur/tindakan tidak muncul di sistem billing, staf perawat/bidan langsung mengambil keputusan untuk tidak menginput prosedur tersebut tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan staf IT. 4. The Fixation on Events Kebutaan ini terjadi karena ketidakmampuan belajar karena seseorang tersebut terlalu fokus pada kejadian jangka pendek sehingga kejadian yang jangka panjang menjadikan luput dari perhatian. Kejadian yang menjadi perhatian adalah kejadian yang tampak jadi kecenderungan dalam menangani masalah hanya pada apa yang dialami, bukan berdasarkan pada sebab dari apa yang menjadikan penyebab dari masalah tersebut. Sehingga dapat diistilahkan bahwa seseorang dalam situasi ini hanya sibuk menata kembali kursi di geladak Titanic yang sedang tenggelam bukan mencari apa yang menjadi penyebab dari tenggelamnya. Adapun studi kasus yang mencotohkan dari situasi ini:



18



Kebocoran di salah satu ruang perawatan diselesaikan hanya dengan menaruh ember untuk menampung kebocoran tersebut. Kekurangan jumlah tenaga teknis kefarmasian di instalasi farmasi menyebabkan volume pekerjaan terlalu tinggi sehingga terjadi medication error. Kekurangan staf perawat di satu unit diatasi dengan perbantuan dari unit lain. 5. The Parable of Boiled Frog Chronic Insidious Blindness Pada fase the parable of boiled frog chronic insidious blindness bahwa tidak menyadari adanya masalah yang muncul perlahan-lahan dan segera menangulanginya malah cenderung membiarkan masalah yang muncul perlahanlahan tersebut dan mengatasi masalah yang akut sehingga terjadi yang namanya keterlambatan mengatasi masalah yang muncul secara perlahan. Dari implementasi studi kasus tersebut adalah: Staf farmasi kurang patuh dalam mengisi kartu stok, meskipun sudah diingatkan oleh Penanggung Jawab Farmasi (Apoteker). Hal ini berulang terus – menerus, sampai suatu saat ada pemeriksaan dari BPOM dan hal tersebut menjadi temuan, sehingga RS mendapat teguran. Kejadian kehilangan rekam medis di mana hanya fokus pada masalah mencari rekam medis saat dokter komplain karena rekam medis hilang, tanpa berpikir mengenai rekam medis yang hilang akibat kurangnya ruang penyimpanan rekam medis. 6. The Delusion of Learning from Experience The Expert Blindness Kebutaan ini karena merasa berpengalaman dan kecenderungan menggunakan pengalaman untuk menangani gejala yang dihadapi, namun karena terbatasnya horizon kehidupan kita sehingga kita tidak sempat melihat dampak dari keputusan kita. Apalagi masalah masa kini dan masa datang sering kali jauh berbeda dengan pengalaman yang ada. Dari penjelasan tersebut maka contoh dari fase ini yaitu:



19



Perawat senior melakukan tindakan invasif tanpa APD yang lengkap hingga terjadi kejadian tidak diharapkan seperti tertusuk jarum, tertular kuman TBC karena tidak menjalankan sesuai dengan prosedur yang berlaku di rumah sakit. Manajemen RS kerap mengambil keputusan berdasarkan hal yang terdahulu/kebiasaan. Tenaga medis dan paramedis senior serta orang-orang yang berpengalaman di ruang operasi tidak melakukan tahap Sign In, Time Out dan Sign Out sesuai Standar Prosedur Operasional. Sehingga terjadi kasus kesalahan tempat pembedahan, instrumen ataupun BMHP tertinggal dalam tubuh pasien, sampai dapat mengakibatkan perburukan kondisi pasien pasca operasi. Semua kejadian ini berakibat membahayakan keselamatan pasien karena kebutaan seorang yang merasa sudah ahli dan berpengalaman di bidangnya. 7. Mitos Tim Manajemen Pada mitos tim manajemen ini akan menjadi kebutaan karena ketidakmampuan belajar dari tim manajemen yang menganggap bahwa tim yang solid pasti dapat menyelesaikan masalah. Hal ini karena anggota tim takut berbeda atau tidak setuju dalam menyelesaikan masalah yang ada dan akhirnya tim ini akan stagnan diproses itu saja dan ini pun menyebabkan adanya kompromi yang ada adalah kompromi ketidaksepakatan yang terselubung. Berikut contoh studi kasus dari penjelasan tersebut yaitu: Saat rapat/diskusi, semua peserta rapat kompak mengatakan “setuju” supaya rapat cepat selesai, padahal inti permasalahan mungkin saja belum terpecahkan. Pada saat diskusi penyelesaian suatu masalah, pimpinan diskusi memotong ide yang disampaikan staf pelaksana pelayanan karena merasa ide yang disampaikan tidak sependapat dengan kesimpulan dari tim kerja yang sudah berdiskusi. Keluhan menipisnya beberapa obat dan Bahan Medis Habis Pakai di satelit farmasi melalui Kepala Instalasi Farmasi tidak mendapat respon yang sesuai dari Kepala Instalasi Layanan Pengadaan sehingga akhirnya terjadi kekosongan stok obat-obat vital dan Bahan Medis Habis Pakai yang penting pada hari libur.



17 20



Dalam menerapkan berpikir sistem dalam pemecahan masalah maka ada tiga bentuk representasi, yaitu : a. Time Series Data Pada data ini yaitu data yang dalam urutan waktu ini data perilaku yang riil sistem terjam pada tertentu. b. Reference Mode Diagram Ini menggambarkan gerakan dari 3 atau 4 variabel kunci yang saling berhubungan (sebuah pola perilaku) pada sistem selama jangka waktu tertentu. Diagram ini didasarkan pada rentang waktu yang cukup untuk melihat struktur yang membentuk perilaku c. Structural Diagram Diagram struktural adalah jaringan hubungan sebab-akibat (cause-and-effect relationships) yang menentukan perilaku sistem. Diagram struktural ini terdiri atas link dan loop yang membentuk pola hubungan sebab akibat. Link adalah hubungan antara dua variabel di dalam sistem. Disebut positif apabila penambahan pada satu variabel menyebabkan penambahan juga pada variabel yang lain. Loop adalah satu lingkaran sebab akibat yang terdapat di dalam sistem. Loop disebut positif apabila penambahan pada satu variabel menyebabkan penambahan pada sistem tersebut secara global. Sebuah sistem dapat terdiri atas banyak loop. Sebuah loop yang dominan mempengaruhi perilaku sistem disebut dominant loop.



Ikhtisar Sebuah sistem itu adalah sesuatu komponen atau rangkaian atau lebih dan saling barkaitan erat untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk memahami setiap bagian dari sistem diperlukan pemahaman tentang keseluruhan sistem, yaitu kemampuan untuk melihat melalui lensa tertentu yang disebut dengan berpikir sistem. Systems thinking merupakan kesatuan interaksi sebagai satu kesatuan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan memiliki beberapa karakteristik systems thinking yaitu pertama melihat persoalan sebagai persoalan interaksi antar subsistem di dalamnya, dan interaksi dengan sistem yang lebih besar, kedua sebuah framework untuk melihat kesalinghubungan dan yang ketiga sebuah sistem yang mempunyai karakteristik kebaruan.



21



Berpikir sistem sesungguhnya merupakan strategic leader yang artinya adalah leader as learning, tetapi pada proses ini masih dijumpai ketidakmampuan belajar secara utuh disebut dengan 7 kebutaan yaitu: I am my position, musuh di luar sana, the illusion of taking charge, the fixation on events, the parable of boiled frog chronic insidious blindness, the delusion of learning from the expert blindness, dan mitos tim manajemen.



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN Buatlah kelompok yang terdiri dari sekitar 4-5 orang untuk membahas dan mendiskusikan hal berikut: Pengertian tentang penyakit/kebutaan atau ketidakmampuan belajar. Berikan contoh konkret kejadian yang ada di tempat Anda sesuai dengan jenis 7 kebutaan atau ketidakmampuan belajar. Tipe mana dari ke 7 tersebut yang paling sering terjadi di tempat kerja anda (Pakai Numbering). Peserta dibagi dalam 4 kelompok/unit/divisi/bagian dalam sebuah organisasi. Setiap kelompok dibagikan 2 lembar kertas bertuliskan X dan Y. Dalam setiap putaran, masing-masing kelompok diminta mengajukan 1 lembar kertas dengan huruf tertentu (X atau Y), yang bila dikombinasikan dengan huruf yang diajukan kelompok lain, akan memiliki konsekuensi skor tertentu. Masing-masing kelompok di instruksikan mendapatkan skor sebanyak-banyaknya, tapi juga mengindahkan total skor yang berpengaruh pada skor secara keseluruhan. Kemudian apabila masing-masing kelompok ada yang: Menunjukkan: maka nilai: 1X 3Y X=30 Y=-10 2X 2Y X=20 Y=-20 3X 1Y X=10 Y=-30 4X X=-40 4Y Y= 10 Video yang merefleksikan systems thinking sebagai berikut : Zoom in your Life .



22



Contoh Karakteristik Sistem sebagai berikut: Melihat persoalan sebagai persoalan interaksi antar subsistem di dalamnya, dan interaksi dengan sistem yang lebih besar. Contohnya adalah demam berdarah pada individu yang bisa disebabkan oleh lingkungan rumah yang tidak bersih, tidak melaksanakan 3M dan kebiasaan menggantung pakaian. Jika diare individu meningkat level pandemi demam berdarah maka dibutuhkan dukungan lingkungan sekitar, dan program regional. Namun, bila pandemi meningkat menjadi wabah maka harus ada kebijakan nasional untuk memberantas penyakit demam berdarah. Sebuah framework untuk melihat kesalinghubungan bukannya hal untuk melihat pola perubahan. Contoh: Pak Andi adalah seorang anggota DPRD X. Pak Andi memiliki anak semata wayang yang berumur 5 tahun bernama tina. Suatu saat tina bermain sepeda dan terjatuh hingga lutut kaki nya berdarah. Nenek tina melihatnya panik dan menangis sedangkan istri Pak Andi langsung menelepon Pak Andi untuk memberikan kabar bahwa Tina anak semata wayangnya jatuh dari sepeda. Pak Andi pun langsung panik sehingga langsung menelepon RS X agar dokter spesialis bedah datang ke rumahnya, kemudian istrinya menunggu dokter itu datang. Suara mobil pun terdengar dan berharap bahwa dokter SpB itu datang untuk menolong Tina. namun yang ada adalah asisten dokter SpB bersama dengan perawatnya. Asisten dokter SpB menyampaikan maaf kepada istri Pak Andi bahwa dokter SpB tidak bisa datang dikarenakan pasien banyak di Poli. Tina pun ditolong dengan dibersihkan lukanya dan luka ditutup dengan kasa. Asistem dokter SpB memberitahu bahwa Tina tidak apa-apa dan lukanya akan segera pulih. Istri Pak Andi pun segera menelepon Pak Andi untuk memberikan kabar bahwa Tina telah di tangani oleh asisten dokter SpB. Pak Andi marah dan geram karena yang menolong anaknya adalah asisten dokter SpB, padahal Pak Andi menginginkan anaknya ditolong oleh dokter SpB. Tak lama kemudian Pak Andi langsung menelepon pihak rumah sakit dan menyatakan kekecewaaannya kepada rumah sakit dan akan membawa kasus ini ke Pengadilan. Sebuah sistem mempunyai karakteristik di luar dan lebih dari karakteristik bagian yang membentuknya. Hal ini disebut sebagai karakteristik kebaruan/ emergent. Contoh: Mengapa tim sepakbola yang handal kalah dalam World Cup 2006? Tim yang anggotanya semua bintang belum tentu tim terbaik. Tim pemenang adalah tergantung dari kualitas interaksi antar pemainnya. Kompatibilitas dan interaksi antar bagian menciptakan resonansi atau kekuatan bersama yang jauh lebih besar dari jumlah kekuatan bagiannya.



23



Dalam tatanan sosial, Bila hasil kelompok secara kesatuan lebih jelek dari rata-rata hasil individu, maka kelompok itu tidak produktif. Bila hasil kelompok secara kesatuan lebih baik dari rata-rata hasil individunya, maka kelompok itu produktif. Emergent terjadi bila hasil kelompok secara kesatuan lebih baik bahkan bila dibandingkan dengan hasil terbaik individu. Pikirkan dan renungkan pembelajaran systems thinking yang dapat dipelajari dengan membaca jurnal yang dapat merefleksikannya dengan alamat url: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/09581596.2020.1813255 Resources, relationship, and systems thinking should inform the way community health promotion is funded Public health yang ditugaskan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat kurang didukung oleh banyak lembaga-lembaga pendanaan. Secara internasional, promosi kesehatan didanai dengan berbagai cara dari berbagai sumber. Promosi kesehatan memerlukan pendanaan yang lebih dari dana yang tersedia untuk penerapannya, tetapi penggalangan dana lebih untuk penerapan promosi kesehatan ini sangat sulit untuk pengalokasian dananya. Dana yang diberikan biasanya untuk dalam jangka pendek sedangkan ada beberapa kegiatan promosi kesehatan yang memerlukan dana untuk jangka panjang. Dalam penelitian ini mengindetifikasi bagaimana mekanisme alokasi pendanaan promosi kesehatan dapat sesuai terpenuhi. Hal ini diusulkan dengan 3 pertimbangan, yaitu: 1. Melegitimasi infrastruktur lebih luas dengan meningkatkan kapasitas anggota komunitas untuk adanya perubahan 2. Adanya pengakuan social relationships terhadap promosi kesehatan untuk meningkatkan ketersediaan dan pengelolaan sumber daya di masyarakat. 3. Adanya dukungan masyarakat pada sistem pendanaan untuk mendukung sistem ini. Kurangannya pendanaan yang berkelanjutan menjadi realitas pada promosi kesehatan. Adapun literatur yang dikembangkan untuk menangani permasalahan pendanaan ini baik tentang penilaian kesiapan masyarakat dan pengembangan secara teknis tetapi pada dasarnya masyarakat mengambil tanggung jawab penting dalam melaksanakan program ini. Systems thinking sudah diterapkan untuk bagaimana promosi kesehatan dalam praktik dan pengevaluasinya, tetapi signifikan mengubah permasalahan pendanaan. Systems thinking ini belum direspon sepenuhnya dalam penerapan pendanaan, sedangkan pada intinya harusnya para praktisi menerapkan ini untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas dalam



24



penyelesaian sistem pendanaan. Apabila systems thinking ini diterapkan untuk mendapatkan wawasan tentang bagaimana dinamika-evolusi yang sedang terjadi, menemukan cara yang lebih bebas dalam proses pelaporan dengan menggunakan indikator yang relevan dengan praktik dan lebih netral terhadap “apa” yang didanai.



PENERAPAN PEMBELAJARAN Pada pemberantasan penyakit di awal tahun 2000-an diaplikasikan pada masalah-masalah kesehatan seperti tobacco control, obesitas, dan TBC, digunakan untuk membantu menimimalisir penyebaran virus H5N1 atau flu burung (Shaked & Schechter, 2017). 1. Pada bidang K3 yaitu dalam proses safety inspection di lokasi konstruksi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Brazil (Saurin, 2016), dan dalam mengevaluasi penerapan K3 pada tingkat mikro, meso dan makro (Niskanen, Louhelainen, & Hirvonen, 2016). 2. Pada manajemen bencana yaitu dalam menganalisis ketahanan terhadap bencana pada masyarakat pedesaan di Zimbabwe (Mavhura, 2017). 3. Pada peningkatan penerapan patient safety dengan melakukan intervensi program pendidikan berfikir sistem (System Thinking Education Program/STEP) pada perawat di rumah sakit (Tetuan et al., 2017).



25



BAB III



SHARED VISION



Visi Bersama (Shared Vision) Pada Buku “The Fifth Discipline (The Art and Practice of The Learning Organization)” menjelaskan bahwa ada 5 disiplin yaitu personal mastery, mental models, team learning, system thinking dan salah satunya yaitu shared vision. Secara umum visi adalah apa yang saya/kita inginkan dapat terjadi/terwujud atau tercipta di masa mendatang. Visi pribadi lahir dari pemahaman yang ada di dalam setiap manusia. Visi pribadi adalah apa yang saya ingin akan terjadi atau ciptakan sedangkan visi bersama lahir dari pemahaman bersama dan terbangun dari visi pribadi. Visi bersama adalah apa yang kita ingin akan terjadi atau ciptakan. Secara ringkas, visi bersama adalah uraian atau gambaran jelas mengenai masa depan yang ingin dicapai atau diciptakan oleh semua stakeholder atau merupakan sebuah kesepakatan masa depan dimana setiap anggota organisasi bersedia berkorban untuk mencapainya. Jadi visi bersama ini menciptakan rasa kebersamaan dalam berbagai aktivitas yang berbeda dengan mempunyai rasa kepemilikan visi bersama dan seluruh anggota mempunyai andil untuk perumusan serta pembentukan visi ini. Istilah yang disebutkan ini memiliki arti dimana visi merupakan gambaran masa depan yang dipilih dan akan diwujudkan dengan kondisi yang realistik, dapat dipercaya, meyakinkan, dan mengandung daya tarik sendiri ketika orang lain membaca visi yang telah dibuat dan menjadi motivasi dari sang pembaca. Visi bersama bukan hanya menjadi pedoman untuk di awal pembentukan sebuah organisasi melainkan diterapkan selama organisasi tersebut berdiri. Makna dari visi ini pun untuk memberi nilai tambah pada individu, kelompok maupun keseluruhan organisasi seperti menjadi alat gerak maju untuk masa depan yang lebih baik, mengatasi ketakutan organisasi dalam kegagalan yang mengarah kepada kemajuan dan perbaikan, serta menantang kelangsungan organisasi dalam mencapai tujuannya. Hal itu menjadikan keharusan dalam visi untuk terus dikaji ulang dan dipelihara. Mempertahankan visi bergantung pada kekuatan pribadi yang diperoleh dari rasa kepemilikan visi ini dan kepedulian bersama dalam menjaga visi yang telah dibuat. Suatu visi bersama benar-benar menjadi milik bersama ketika individu dan organisasi tersebut mempunyai gambaran dan komitmen untuk mencapai tujuan yang sama. Mewujudkan visi bersama, seorang pemimpin harus berpikir secara efektif dengan pola berpikir multiple time horizons, ini mengatakan bahwa dalam mengambil 27



keputusan pemimpin tidak hanya berpikir pada masa ini saja tetapi memikirkan sampai dengan bagaimana dampak dari keputusan tersebut di masa yang akan datang serta melihat pengalaman di masa lalu agar tidak mengulangi kegagalan yang sama lagi dalam mencapai tujuan visi bersama. Jadi, untuk membangun visi bersama harus memiliki tujuan, sebagai berikut: 1. Mencerminkan apa yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi 2. Memberikan arah dan fokus organisasi 3. Menggugah inspirasi setiap anggota untuk berperilaku yang melebihi biasanya (kreatif, inovatif, ulet dan tangguh, terus belajar). 4. Menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategik 5. Menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam organisasi 6. Mengintegrasikan resources organisasi (material dan non material resources) 7. Menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi Setelah mengetahui apa tujuan visi bersama maka selanjutnya strategi membangun visi bersama hanya satu yaitu menciptakan visi bersama dengan pimpinan bersama anggota organisasi melalui proses kolaboratif, bersama-sama menciptakan visi bersama dan melakukan pengembangan. Proses awal pada penentuan visi ini organisasi akan tampak kesulitan dalam implementasinya, maka diperlukan kehadiran, kesediaan waktu dan kesabaran pemimpin untuk berbicara, mendengarkan, dan memberikan mentoring sehingga dapat menyelaraskan komitmen bersama. “Kapan visi bersama diperlukan ?” Pertanyaan ini yang selalu muncul ketika: Visi bersama yang baik: 1. Dapat menginspirasi orang 2. Nyata 3. Mendorong orang untuk berbuat 4. Melibatkan semua



Strategi membangun visi bersama: 1. Mengatakan (telling) 2. Menjual (selling) 3. Menguji (testing) 4. Mengkonsultasikan (consulting) 5. Menciptakan bersama (co-creating)



28



Menciptakan bersama Pimpinan bersama anggota-anggota organisasi melalui suatu proses kolaboratif, bersama-sama menciptakan visi bersama dengan cara: 1. Perlakukan setiap orang sama 2. Carilah keselarasan 3. Antar tim, mendorong untuk saling bergantung dan keragaman 4. Buatlah orang-orang berbicara untuk mengungkapkan visinya dengan alasan-alasannya 5. Peliharalah rasa saling menghormati 6. Berfokus pada dialog



Penerapan atau implementasi Penerapan kebijakan, penerapan SOP, penerapan metode, penerapan fungsi-fungsi manajemen



Ikhtisar Visi bersama muncul karena adanya visi pribadi dari masing-masing kelompok yang memiliki tujuan sama. Visi bersama adalah uraian atau gambaran jelas mengenai masa depan yang yang ingin dicapai atau diciptakan oleh semua stakeholder.



29



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN Buat Kelompok Belajar (Masing-masing terdiri dari 5-6 anggota). Beri nama kelompok yang mewakili identitas karakter atau visi kelompok beserta penjelasan/filosofinya. Buat Motto kelompok. Boleh ditambah dengan logo kelompok. Penjelasan dan contoh (cari nama lain) Nama kelompok: Kepompong, “dari yang kecil menjadi sesuatu yang lebih besar dan baik” Motto: Kepakkan sayap 5 As. (cerdas, tangkas, tuntas, bernas, ikhlas). Logo: foto kepompong menjadi kupu-kupu. Cendekia, “Pandai memahami situasi dan mecari jalan keluar”. Motto: Do the right things right. Pelangi, “Harmoni dalam keberagaman, keindahan sesudah badai “ Motto: Work smart, stay humble. Masing-masing kelompok mengerjakan visi bersama (exercise) menetapkan nilai-nilai terpenting menurut individu dan kelompok (mulai



10



nilai,



lalu



5,



3



dan



akhirnya



1).



Lakukan



pemilihan/penetapan nilai-nilai penting dalam 2 tahap, yaitu secara pribadi kemudian berkelompok untuk mendapat kesepakatan. Kerjakan dalam kelompok yang sama. Susun visi bersama yang kelompok akan raih dari sebuah permasalahan kesehatan yang dihadapi. (sesuai dengan lembar kerja). Anggota kelompok dibagi mewakili antara lain Orang awam/pasien/keluarga pasien Komunitas/masyarakat/LSM Rumah Sakit (pimpinan, dokter, perawat,pegawai lain)/BPJS Dinas Kesehatan/Kemenkes RI Organisasi Pemerintah lainnya yang relevan dengan topik anda Seluruh kerja kelompok dituliskan dalam bentuk Powerpoint.



30



Visi BEM FKM UI “Terwujudnya BEM IM FKM UI 2017 yang aktif berkolaborasi untuk memberikan aksi nyata yang positif bagi FKM UI, UI, dan Indonesia” Misi BEM FKM UI 1. Membangun solidaritas dan profesionalitas internal BEM IM FKM UI 2017. 2. Harmonisasi dengan lembaga kemahasiswaan FKM UI, seminat FKM UI, serta lembaga terkait. 3. Meningkatkan peran serta mahasiswa FKM UI dalam gerakan mahasiswa. 4. Optimalisasi potensi mahasiswa untuk membangun iklim prestatif 5. Meningkatkan citra positif BEM IM FKM UI 2017. Kesesuaian visi dan indikator capaian: Indikator pencapaian visi (menurut informan)



Visi



Tingkat keaktifan anggota BEM dan mahasiswa FKM keseluruhan Lingkup kolaborasi BEM FKM UI di skala nasional Banyak event yang diselenggarakan oleh BEM FKM UI



Terwujudnya BEM IM FKM UI 2017 yang aktif berkolaborasi untuk memberikan aksi nyata yang positif bagi FKM UI, UI, dan Indonesia



31



Kesesuaian misi dan program kegiatan : Program kegiatan (menurut informan)



Misi Membangun solidaritas dan profesionalitas internal BEM IM FKM UI 2017.



Adanya instrument penilaian. keaktifan anggota dalam Grand Design BEM FKM UI : keaktifan dalam event, publikasi tulisan di sosial media.



Harmonisasi dengan lembaga kemahasiswaan FKM UI, seminat FKM UI, serta lembaga terkait.



Menyelenggarakan kegiatan Pemilihan Dekan FKM UI.



Meningkatkan peran serta mahasiswa FKM UI dalam gerakan mahasiswa



Program RUJAK (Rumah Belajar dan Kaka Asuh), Peduli UI, ACDC (Ada Cinta Di Campus), pengawalan isu RUU Tembakau, revisi UU KPK, 3 tahun Jokowi di Bidang Kesehatan



Optimalisasi potensi mahasiswa untuk membangun iklim prestatif



Menyelenggarakan kegiatan SPARE (Sport and Art Event),



Meningkatkan citra positif BEM IM FKM UI 2017



Mempromosikan BEM dan kegiatan yang bersentuhan dengan masyarakat.



Contoh diatas merupakan tugas kelompok dari Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Tahun 2017 (Aderia Rintani, Bastian Ritonga, Dedy Supriyanto, Siti Ma’rifah, Trikya Tosarani) Mata kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem.



32



PENERAPAN PEMBELAJARAN Pikirkan dan renungkan pembelajaran yang didapat dengan menyimak video yang dapat merefleksikan team learning: a. Could you build a winning team like this b. Overcoming neerves when giving a presentation c. The 4 types of team members you can hire



PENERAPAN PEMELAJARAN Penerapan Shared Vision dalam Project OPBS: Virtuebrick.id Awal Pembentukan Visi Untuk



memunculkan



project



ide



Virtuebrick.id, masing-masing dari anggota menggunakan lensa model mentalnya dan berpikir



sistem



dalam



melihat



permasalahan yang ada saat ini. Kemudian, kelompok pandangan



mendiskusikan



visi



masing-masing



dan



anggota.



Terdapat salah satu anggota kelompok kami yang telah membuat PKM tentang ecobrick



dan



menemukan



bahwa



pembuatan ecobrick dapat mengurangi sampah dalam kuantitas yang banyak. Misal, banyak sampah dapat dimasukan ke dalam satu botol sehingga dapat menjadi alternatif dalam pengurangan sampah plastik. Kemudian, anggota kelompok lain memberikan pandangan mengenai kegiatan yang saat ini seluruhnya dilakukan secara online maka tercipta ide untuk membuat ecobrick secara virtual dan terbentuklah Virtuebrick.id. Selain



itu,



anggota



kelompok



lain



juga



menambahkan



untuk



menyelenggarakan project ini melalui media sosial dikarenakan saat ini media komunikasi dan penyebaran informasi yang paling



33



efektif adalah media sosial. Dengan adanya shared vision dari masingmasing anggota kelompok, maka terbentuklah Virtuebrick.id yang diselenggarakan melalui instagram.



Cara Kolaborasi Kelompok saling berkolaborasi secara online melalui group chat dan juga memanfaatkan aplikasi Zoom Cloud Meeting sebagai tempat rapat. Selain itu, agar kolaborasi dapat berjalan dengan baik, kelompok membahas seperti ingin membuat project seperti apa, kemudian mencari tahu mengenai ecobrick agar dapat menentukan sasarannya. Setelah mengetahui project akan seperti apa dan sasarannya ke arah mana, selanjutnya kelompok menetapkan visi bersama dengan setiap anggota sehingga dapat berkomitmen dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan bersama. Agar dapat berkolaborasi dengan baik, kelompok membuat rencana dan timeline untuk dapat melaksanakan project dengan waktu yang efektif. Hal yang Dilakukan untuk Membuat Project Terlaksana 1. Membuat list kebutuhan divisi dalam pelaksanaan project. 2. Membagi tugas dengan anggota kelompok berdasarkan kemampuan masing-masing anggota sehingga dapat berjalan lebih efektif. 3. Membuat timeline bersama sehingga dapat melaksanakan project dengan teratur dan disiplin. 4. Membuat reminder utuk setiap anggota kelompok yang diinisiasi oleh ketua agar anggota tidak lupa terhadap tanggung jawab yang dimiliki. 5. Membantu anggota kelompok lain apabila mengalami kendala dalam mengerjakan tugas mereka.



34



BAB IV MENTAL MODEL



Model Mental (Mental Models) Dalam perjalanan kehidupan, individu dengan titik kebutaan paling sedikit merupakan individu yang dapat menaklukan dunia. Menghapus titik kebutaan berarti mampu melihat, berinteraksi dan mendekati pemahaman realitas dengan berpikir lebih baik. Berpikir lebih baik adalah menemukan proses sederhana untuk membantu mengatasi masalah dari berbagai dimensi dan perspektif, serta memungkinkan untuk memilih solusi lebih baik sesuai dengan kepentingan. Keputusan berdasarkan perbaikan pemahaman akan jauh lebih baik dibandingkan pemahaman yang didasarkan kepada ketidaktahuan, karena masalah dalam kehidupan sendiri tidak dapat diprediksi mana yang pasti akan muncul, ide yang telah teruji oleh waktu dapat dipelajari untuk bersiap menghadapi berbagai rintangan yang ada di depan. Peter Bevelin mengatakan “Saya tidak ingin menjadi pemecah masalah yang hebat. Saya ingin menghindari dan mencegah terjadinya masalah sejak awal”. Itulah pentingnya memahami bagaimana dunia bekerja, serta menyesuaikan perilaku untuk mengungkap realitas melalui mental model yang hebat. Peter Bevelin mengungkapkan mental model yang hebat adalah model yang memiliki kegunaan terluar diseluruh aspek kehidupan kita. Mental model menggambarkan cara dunia bekerja, membentuk cara berpikir dan membentuk sebuah keyakinan.



A Definisi Mental models merupakan salah satu bentuk ide dalam benak individu yang dapat digunakan untuk mendekripsikan, menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena tertentu. Mental Model merupakan sebuah refleksi, melakukan klarifikasi secara terus menerus, dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat bagaimana gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku. Mental model bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya (Suprayogi, 2008). Mental Model merupakan bagian dari lima disiplin Learning Organization oleh Peter Senge.



36



Peter Senge mendefinisikan mental model sebagai semua asumsi, generalisasi, bahkan gambaran yang tersimpan kuat dalam pikiran dan perasaan sehingga mempengaruhi segala tindakan, perilaku dan pandangan tentang kehidupan dan dunia pada umumnya. Berikut kutipan Peter Senge tentang mental model : “The discipline of mental models starts with turning the mirror inward; learning to unearth our internal pictures of the world, to bring them to the surface and hold them rigorously to scrutiny. It also includes the ability to carry on “learningful” conversations that balance inquiry and advocacy, where people expose their own thinking efectively and make that thinking open to the influence of others”. Mental Model adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar dan gambar yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan’. Hal tersebut tergambar pada perilaku kita dan cerminan dari tindakan kita. Didalam mempelajari mental model dimulai dengan melihat cerminan diri sendiri, mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kemampuan untuk ‘learningful’, mengungkapkan pemikiran secara efektif dan membuat pemikiran terbuka untuk mempengaruhi orang lain. Senge menyatakan These are ‘deeply ingrained assumptions, generalizations, or even pictures and images that influence how we understand the world and how we take action’ bahwa mental model adalah asumsi yang sangat melekat umum, atau bahkan suatu gambaran dari bayangan / citra yang berpengaruh bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan. Sehingga mental model merupakan lensa (kacamata) yang digunakan untuk mengamati dan melihat realita yang ada di kepala kita. Mental model menjadi kerangka pikir / paradigma / cara pandang dalam menginterpretasikan sebuah realita. Mental model akhirnya akan menjadi dasar bagi seseorang untuk menentukan pilihan yang akan diambil atau tindakan yang akan dilakukannya.



37



Konsep model-model mental diciptakan oleh seorang psikolog Skotlandia Kenneth Craik pada tahun 1940-an. Selanjutnya digunakan oleh para psikolog, ilmuwan kognitif dan manajer. Menurut beberapa ahli teori kognitif, perubahanperubahan dalam model-model mental setiap hari jangka pendek yang terakumulasi dari waktu ke waktu, secara bertahap akan dicerminkan dalam perubahanperubahan keyakinan jangka panjang yang mendalam. Maka dapat dikatakan Model Mental adalah : 1) lensa yang kita gunakan untuk memahami realitas, 2) merupakan kerangka untuk menginterpretasikan realitas, 3) merupakan struktur yang berhadapan dengan realitas. 4) merupakan dasar bagi pilihan yang kita ambil dan tindakan yang kita lakukan. Keputusan “logis” sesungguhnya adalah hasil pembentukan dari realita kini dan keinginan masa depan. Selain itu, mental model berasal dari pengamatan dengan pengetahuan, informasi-informasi membentuk skema sehingga terbentuklah mindset atau yang disebut mental model. Salah satu teori dasar pembentukan mental model adalah yang disampaikan oleh Chris Argyris yaitu tangga Argyris. Tangga Argyris merupakan suatu proses seperti tangga dalam mengambil sebuah keputusan. Menurut teori ini ada tingkatan dalam mengambil keputusan yaitu : a. Reality and fact (kenyataan dan fakta) b. Selected reality (kenyataan yang terseleksi) c. Interpreted reality (kenyataan yang diinterprestasikan) d. Assumtion (asumsi) e. Conclutions (kesimpulan-kesimpulan) f. Beliefs (keyakinan) g. Action (bertindak)



38



Dalam kehidupan sehari-hari terkadang ada sebuah kejadian yang terjadi begitu cepat, terlihat masuk akal dan menarik kesimpulan dengan mudah. Mengapa demikian? Karena adanya chris argyris sebagai leap of abstraction yaitu lompatan simpulan. Sebagai contoh, pada sebuah forum besar ada seorang kepala departemen membawakan presentasi dan dihadiri oleh pimpinan dan rekan-rekan yang mempunyai jabatan setara. Presentasi sedang berlangsung, akan tetapi seorang kepala departemen lain beberapa kali terlihat menguap, melayangkan pandang keluar, mencoret-coret buku dan tak sekalipun bertanya atau menanggapi. Disaat akhir presentasi beliau berkata “harusnya kita mendapatkan pelaporan dengan data lengkap tentang itu…”. Menanggapi hal tersebut apa kemudian yang terlintas dan dirasakan sebagai seseorang yang membawakan presentasi dalam forum tersebut? Secara spontan mungkin akan terasa kesal, marah, kecewa, terlintas pikiran ia ingin menjatuhkan dan menyimpulkan ia ingin bersaing dengan menyengaja bersikap seperti itu didepan pimpinan, sehingga timbul akan melakukan pembalasan dilain kesempatan. Chris Argyris mengatakan bahwa penarikan kesimpulan berawal dari lensa dengan pemikiran di kepala dan dapat terjadi putaran refleksif untuk melompat menuju jenjang kesimpulan karena data yang dipilih adalah data yang diamati saja, data tersebut ditambahi makna, asumsi dibuat berdasarkan makna yang ditambahkan, sehingga ditarik kesimpulan dan kesimpulan diadopsi sebagai sebuah keyakinan. Dari contoh di atas, dapat dianalisis sebagai berikut: Data yang diamati yaitu menguap, memandang keluar, mencoret-coret, tidak sekalipun bertanya dan diakhir presentasi berkomentar terkait kelengkapan data Data ditambahi makna yaitu menguap dimaknai dengan mengantuk dan bosan, tidak bertanya dimaknai dengan tidak memperhatikan dan tidak tertarik dengan presentasi. Asumsi dibuat berdasarkan makna yang ditambahkan yaitu mengantuk, bosan, tidak memperhatikan, tidak tertarik dengan presentasi diasumsikan tidak merespon presentasi secara positif.



39



Penarikan kesimpulan yaitu ia sengaja ingin menjatuhkan dipertegas dengan statement “harusnya kita mendapatkan pelaporan dengan data lengkap tentang itu…” diakhir presentasi. Kesimpulan diadopsi sebagai sebuah keyakinan yaitu timbulnya keinginan untuk membalas tindakan tersebut di suatu kesempatan. Runtutan kejadian tersebut terlihat masuk akal, akan tetapi tidak ada ruang untuk menguji antara realitas yang ada di kepala dengan realitas sesungguhnya dan sudah melompat dari penambahan makna menjadi dasar pengambilan tindakan. Merespon symptomps dan mencari kausa merupakan hal penting yang seharusnya ditindaklanjuti dengan memilih data dan mengujikannya terlebih dahulu dengan checking atau bertanya. Dengan menerapkan ladder interfence akan membantu terhindar dari penarikan kesimpulan yang salah dan mengabaikan fakta-fakta.



B Tahap Pembentukan Mental Model Proses terbentuknya mental model terdiri dari beberapa tahap, yaitu:



a. Penghapusan Memilih dan menyaring, menutupi beberapa bagian (blocking out some part). Sebagai contoh, tahapan penghapusan seringkali terjadi dalam kehidupan kita ketika teman, kerabat ataupun keluarga melakukan hal-hal yang dianggap salah oleh kita, maka disaat itu kita melupakan kebaikan yang pernah diperbuatnya.



b. Pembentukan Mencari pola dan makna hal yang semu (tidak ada/nyata), misalnya eksperimen; menambah atau merekayasa fakta. Sebagai contoh, seorang pasien kemoterapi yang ditanya keadaannya oleh dokter saat visitasi memberikan jawaban “oh tidak apa-apa, sudah mendingan” padahal sesungguhnya penyakit kanker yang diderita terus menjalar didalam tubuhnya.



40



c. Distorsi Mengubah (twisting) pengalaman, mengurangi dan melengkapi bagian, memberikan arti yang berbeda dengan kenyataan. Sebagai contoh, saat kita sedang berjalan dan bertemu seorang teman yang tidak menyapa, maka membuat kesimpulan bahwa ia sombong. Hal ini bukanlah sesuatu yang benar ataupun salah, baik ataupun buruk, melainkan bagaimana kita menempatkan diri karena ada banyak kemungkinan. Ketika teman tidak menyapa bisa saja pada saat itu ia tidak melihat keberadaan kita, alangkah seharusnya kita memulai untuk menyapa dahulu.



d. Generalisasi Menciptakan sesuatu dari pengalaman dan menggeneralisasikan untuk semua. Sebagai contoh, saat sedang memotong buah menggunakan pisau tangan kita tergores dan berdarah, sehingga menimbulkan luka yang pedih. Kejadian ini membuat kita berhati-hati ketika melihat benda tajam seperti silet dan lainnya. Hal ini sangat mempermudah untuk membuat kesimpulan, sehingga proses berpikir menjadi lebih sederhana. Upaya mental model perlu terus dilakukan oleh setiap orang dalam organisasi karena: pertama, mental model mempengarui setiap keputusan yang diambil; kedua, bila keputusan diambil atas dasar mental model yang tidak sesuai dengan realitas objektif dan substansi keputusan, maka keputusan tersebut tidak benar dan akan merugikan orang lain; ketiga, mental model ideal adalah mental model yang sesuai atau mendekati gambaran realitas objektif substansinya. Dengan mental model yang sesuai dengan realitas objektif, maka keputusan yang diambil dapat menjadi lebih baik dan lebih efektif.



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi C Mental Models Pemimpin, yaitu : Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemimpin yang dilhat dari segi mental models yaitu :



41



a. Deception Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception ada tiga hal yaitu :



1. Self-Deception Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak bisa berubah. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada diri sendiri. Pada kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan, misalnya perubahan umur, perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang yang selalu mengatakan : "Ya….apa boleh buat, mungkin ini memang sudah nasib saya, kondisi sudah tidak dapat diubah lagi".



Ini adalah contoh lain dari selfdeception . Sekalipun mungkin kondisi yang dialami masih tetap sama,



tetapi seorang pemimpin harus mampu mengubah cara berfikirnya dengan mengatakan bahwa kondisi ini masih sangat mungkin untuk berubah. Pemimpin harus memiliki mental model bahwa segala sesuatu buatan manusia pada dasarnya masih dapat diubah/berubah.



2. Deceiving Others Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan orang lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan pribadi, orang sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’ Atau untuk supaya tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan apa yang disebut sebagai ‘white lie’ . Ditinjau dari arti kata yang digunakan, white lie is a lie . A lie atau sebuah kebohongan tetap selalu mempunyai nilai negatif. Seorang pemimpin tidak semestinya melakukan ‘white lie’, apa pun alasannya.



3. Deceived by Others Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari deceived by others. Jika menipu orang lain merupakan hal yang sebaiknya tidak dilakukan oleh pemimpin, maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu hal yang mestinya tidak boleh terjadi pada seorang pemimpin. 42



Dalam hal ini, seorang pemimpin harus memiliki kepekaan tinggi untuk mengantisipasi orang lain yang berusaha untuk menipu atau mencari keuntungan dengan memanfaatkan kelemahannya.



b. Boundaries atau Pembatas Dalam membangun sebuah hubungan antar manusia, selalu ada boundaries yang harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri. Setiap orang perlu membuat boundaries terhadap orang lain. Siapa pun tidak perlu merasa tersinggung ketika orang lain menunjukkan boundariesnya . Seorang pemimpin yang tidak membuat boundaries akan repot sendiri dan kehabisan waktu karena harus menanggapi semua orang yang mendatanginya.



c. Making Decision Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusa. Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting, kurang penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa, dengan pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat keputusan. Seorang pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat keputusan seakurat mungkin, karena keputusan yang dibuat akan berdampak pada orang lain. Meyer dalam artikelnya yang berjudul ‘ Unplug the flow of forgiveness’ mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini merupakan hasil dari keputusan yang dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan penting yang dapat meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi maaf secara tulus. Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu dalam keadaan ‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang harus dibuat. Sebagai seorang pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan dalam keadaan setengah sadar.



d. Obedience or disobedience, both are costly Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk hal yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan pada orang, tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam menegakkan kejujuran dan keadilan.



43



Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk memberatkan, tetapi kalau ditinjau lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang dalam menegakkan kejujuran di bidang keuangan mungkin akan mendapatkan reaksi yang keras di kalangan tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang sama juga akan memiliki dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak enak.



e. Memiliki mental model yang positif Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan lebih mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu modal dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang kepala Puskesmas untuk menekankan pentingnya mengembangkan mental model yang positif. Kepala puskesmas sebagai seorang pemimpin dengan mental models yang baik akan menciptakan keberhasilan dari dalam terlebih dahulu sebelum akhirnya keberhasilan itu benar-benar menjadi kenyataan.



D Bagaimana Mengubah Mental Model? Menyadari bahwa dalam mengambil sebuah keputusan, maka mental model adalah faktor yang sangat mempengaruhi ketepatan dan kebenaran keputusan yang akan diambil. Mental model merupakan suatu citra, image, gambaran yang tertanam kuat dalam pikiran, dilatarbelakangi oleh pengalaman dan mempengaruhi cara pandang atau persepsi terhadap segala aspek kehidupan di dunia ini. Citra, image, gambaran mempunyai sifat tertutup (tacit), dibawah alam sadar (below awareness) dan tidak terliat (invisible). Mental model mempengaruhi tindakan teradap realitas. Tindakan akan produktif apabila mental model sesuai atau mendekati realitas. Oleh karena itu, individu dalam menyesuaikan dan menumbuhkembangkan mental model yang sesuai dengan realitas kolektif dapat diasah dengan cara : Ladder of Interfence, yaitu urutan berpikir dalam menanggapi suatu kejadian. Dalam hal ini jangan terlalu cepat menyimpulkan (leap of abstraction), yaitu terlalu cepat berpindah dari pengamatan langsung (concrete data) kepada kesimpulan tanpa pengujian Left Hand Column, yaitu kemampuan mengungkapkan hal-hal yang bersifat tacit. Dalam hal ini tidak mengatakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada dalam pikiran. Tidak sedikit pemimpin yang berujar manis di bibir (lip service) untuk mengatakan suatu hal akan tetapi tindak nyata tidak sesuai dengan apa yang dikatakan. 44



Komitmen yang dibangun adalah kejujuran, keterbukaan, kepercayaan, dan integritas. Integritas merupakan sebuah kualitas yang tidak dapat diperoleh namun harus dimiliki. Tanpa integritas seorang pemimpin tidak akan berfungsi. Dalam konteks kepemimpinan, integritas terwujud dengan cara seorang pemimpin berbicara, mengarahkan dan bereaksi terhadap lingkungannya. Memimpin dengan integritas akanmenghasilkan ketulusankepercayaan (trustworthiness) dari para pengikutnya. Dengan kepercayaan, pemimpin akan mendapatkan dukungan terutama dari pihak yang terkait dengan perubahan. Mempersempit jarak antara Teori dengan Praktek (Expoused Theory Versus TheoryIn-Use) artinya kesamaan antara teori yang diucapkan dengan teori yang digunakan. Sebagai contoh, teori yang diucapkan “saya percaya pada setiap orang”, sedangkan prakteknya sulit untuk meminjamkan uang kepada orang lain. Dengan adanya proses personal mastery dan team learning maka akan tercapai kesesuaian praktik dengan teori menjadi “tidak sulit untuk meminjamkan uang kepada orang lain”. Mental model memungkinkan individu bekerja dengan lebih cepat, namun dalam sebuah organisasi yang terus menerus berubah dan bersifat dinamis, mental model terkadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas bekerja dengan mental model maka akan diperlukan bagi individu untuk belajar keterampilan baru dan mengembangkan orientasi baru. Mental model dapat membantu membentuk perilaku dan menetapkan pendekatan untuk memecahkan masalah, karena mental model representasi dari realitas eksternal yang mempunyai peran dalam kognisi penalaran dan pengambilan keputusan, sehingga menjadi hal penting bagi individu terus melatih mental model dan menyesuaikan dengan realitas yang ada. Namun, lebih penting lagi adalah bagaimana mengembangkan mental model bersama untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu tindakan yang harus dilakukan untuk membangun mental model secara efektif adalah mengembangkan keterbukaan terhadap kritik dari sesama anggota organisasi. Keterbukaan terhadap kritik tidak hanya berlaku bagi pimpinan, tetapi bagi seluruh anggota organisasi. Mental model secara tidak sadar mempengaruhi dan membentuk bagaimana individu bertindak dan memandang suatu kejadian yang ada di sekeliling. Dua individu yang berbeda mental model akan menggambarkan suatu kejadian yang sama secara berbeda. Cara mental model membentuk persepsi amatlah penting dalam sebuah manajemen. 45



Mental model yang sudah melekat tentunya akan menghambat beragam perubahanperubahan dalam individu dan organisasi. Dengan mempelajari mental model menjadi modal utama untuk senantiasa menjernihkan lensa dalam membentuk persepsi secara obyektif.



E Contoh Mental Model di Puskesmas Puskesmas sebagai sebuah institusi/organisasi yang memiliki struktur organisasi yang jelas dimana terdapat kepala puskesams beserta staf yang bertanggungjawab bersama-sama untuk mencapai tujuan dari Puskesmas itu sendiri. Puskesmas sebagai ujuk tombak pelayanan kesehatan, menjadi pelayanan primer dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khusunya di wilayah kerjanya. Puskesmas akan dapat menjalankan fungsinya jika pemimpinnya memiliki model kepemimpinan dengan mental models yang positif. Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsi dan programnya dibutuhkan pemimpin yang memiliki kepemimpinan dengan mental models yang positif. Pemimpin yang mampu meningkatkan motivasi dari stafnya dan menjadi contoh perilaku yang baik, seperti disiplin masuk kantor, berkomunikasi yang baik, kepemimpinan yang jujur penuh keikhlasan dan lain sebagainya. 10 Mental Models yang harus dimiliki oleh kepala Puskesmas sebagai penjabaran dari Mental Model seorang Pemimpin:



Jujur. Menampilkan ketulusan dan integritas dalam semua tindakannya. Dalam hal ini perilaku manipulatif tidak akan menumbuhkan kepercayaan; Kompeten . Merupakan tindakan para pemimpin yang berbasis pada akal-fikiran, sikap dan prinsip-prinsip moral. Atau tidak membuat keputusan berdasarkan keinginan, perasaan, atau faktor emosional lainnya yang bersifat terlalu subyektif; Berpandangan ke depan. Memiliki tujuan dan visi masa depan. Pemimpin yang efektif membayangkan (memiliki obsesi dan imajinasi) apa yang mereka inginkan dan bagaimana mendapatkannya. Mereka biasanya memilih prioritas yang berasal dari nilai-nilai dasar mereka. Suatu visi harus dimiliki oleh totalitas organisasi;



46



Menginspirasi. Mampu menunjukkan kredibilitas dan orijinalitas dalam segala hal yang ia lakukan. Menunjukkan keteladanan dan ketahanan dalam mental, fisik, dan stamina spiritual, yang dengan bekal kredibilitas ini seorang pemimpin akan mudah menginspirasi orang lain untuk meraih puncak prestasi baru, dan akan mempertaruhkan reputasinya bila diperlukan; Cerdas. Gemar dan rakus membaca, haus belajar, dan senantiasa mencari tugas yang menantang; Adil (fairness). Mampu menunjukkan perlakuan yang adil bagi semua orang. Menyadari bahwa prasangka adalah musuh keadilan.Bersikap empati dan peka terhadap perasaan, nilainilai, kepentingan, dan kesejahteraan orang lain; Berwawasan luas. Menyukai keragaman, kaya perspektif dan memiliki pandangan jauh kedepan; Berani. Memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan, meski menghadapi risiko atau rintangan yang berat. Selalu menampilkan ketenangan dan kepercayaan diri meski dalam kondisi stres; Lugas. Memiliki penilaian yang baik tentang berbagai persoalan, dan menggunakannya untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat; dan Imajinatif. Mampu melakukan perubahan pada waktu yang tepat, dengan menggunakan pemikiran, rencana, dan metode yang tepat pula. Juga mampu menampilkan kreativitas dengan menciptakan tujuan baru yang lebih baik, sekaligus menemukan ide inovatif dan solusi atau resolusi baru untuk memecahkan masalah.



Sepuluh karakter model mental yang positif tersebut, bila diterapkan oleh Kepala Puskesmas maka akan bisa memotivasi bawahannya untuk bekerja dan menghasilkan kinerja yang maksimal dengan tingkat kepuasan kerja yang baik. Dalam konsep kepemimpinan, pemimpin yang mampu memotivasi bawahannya untuk menjalankan hal yang positif demi tercapainya tujuan organisasi dinamakam Kepemimpinan Transformasional.



47



1. Konsep Kepemimpinan Transformasional Konsep awal tentang Kepemimpinan Transformasional ini dikemukakan oleh Burn yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah sebuah peroses dimana pimpinan dan para bawahannya berusaha untuk mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Untuk memperjelas posisi kepemimpian transformasional (mentransformasi nilai-nilai) ia membedakannya dengan kepemimpinan transaksional (jual beli nilai-nilai). Dalam pengertian lainnya, pemimpin transformasional mencoba untuk membangun kesadaran para bawahannya dengan menyerukan cita-cita yang besar dan moralitas yang tinggi seperti kejayaan, kebersamaan dan kemanusiaan. Seorang pemimpin dikatakan transformasional diukur dari tingkat kepercayaan, kepatuhan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat para pengikutnya. Para pengikut pemimpin transformasional selalu termotivasi untuk melakukan hal yang lebih baik lagi untuk mencapai sasaran organisasi. Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepemimpinan yang dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu. Lebih lanjut, kepemimpinan transformasional lebih mengandalkan pertemuan visi kedepan yang dibangun berdasarkan konsesus bersama antara pemimpin dan anggota. Oleh karena itu pemimpin tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang bertugas untuk memberikan visi gerakan dan kemudian mendiseminasikan kepada anggotanya; peminpin justru menjadi interpreter (penerjemah) visi bersama para anggotanya untuk di transformasikan dalam bentuk kerja nyata kolektif yang mutual.



2. Model Pendekatan Kepemimpinan Transformasional di Puskesmas Terkait kepemimpinan Transformasional di Puskesmas, sebuah penelitian yang dilakukan oleh DR.dr. Sri Ramadhany Karim, M.Kes. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012, pada Puskesmas di 5 Kabupaten di Sulawesi Selatan yakni Kabupaten Tana toraja, Barru, Soppeng, Takalar dan Jeneponto, hasil didapatkan bahwa dibutuhkan pola kepemimpinan Kepala Puskesmas yang baik untuk 48



membangun motivasi kerja dan meningkatkan kepuasaan kerja pegawai untuk mencapai tujuan pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas. Kepemimpinan Kepala Puskesmas mempunyai peran penting dalam peningkatan kepuasan kerja pegawai Puskesmas. Proses kepemimpinan merupakan salah satu kunci keberhasilan yang sangat penting dalam menjalankan visi dan misi sebuah institusi atau organisasi, kepemimpinan merupakan kunci utama dari sebuah organisasi. Direkomendasikan bahwa Pemimpin di Puskesmas dalam hal ini Kepala Puskesmas menggunakan pola kepemimpinan Transformasional. Gaya Transformasional selalu memberi motivasi bagi para bawahannya sehingga bawahannya dapat senantiasa memberikan kinerja terbaiknya demi kemajuan institusi. Sementara pemimpin yang mampu menumbuhkan motivasi adalah pemimpin dengan Mental Models yang positif seperti yang telah dibahas sebelumnya. Gaya kepemimpinan Transformasional adalah gaya yang paling baik diterapkan di Puskesmas sebagai manifestasi dari konsep New Leadership.



Ikhtisar Mental model adalah Lensa (kacamata) yang kita gunakan untuk mengamati dan melihat realita yang ada. Persepsi kita akan realita amat bergantung pada lensa. Mental model adalah struktur atau pola tentang realita yang ada di kepala kita. Cara pengambilan keputusan dari mental model adalah: Data dan pengalaman yang saya amati, kemudian saya memilih “Data” dari yang saya amati, menambahkan budaya dan maknamakna yang terjadi, membuat asumsi-asumsiberdasarkan makna-makna yang saya tambahkan, menarik kesimpulan, adopsi keyakinan– keyakinan, dan mengambil tindakan berdasarkan keyakinan.



49



PENERAPAN NILAI PEMBELAJARAN MENTAL MODEL 1.Data dan pengalaman yang saya amati: Di IGD sedang terbaring 3 pasien di stretcher karena penyakit tertentu. Di IGD tersebut ada dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang sedang melayani pasien dan terlihat kewalahan. Keluarga pasien marah-marah di IGD karena merasa tidak dilayani dengan cepat padahal ia merasa keluarganya yang sedang terbaring di stretcher IGD sangat memerlukan pertolongan secepatnya sementara dokter dan perawat hanya sibuk menolong pasien lain.Dokter dan perawat di IGD sebetulnya sudah melakukan triage (anamnesa dan pemeriksaan fisik singkat), namun karena ada pasien IGD yang lebih membutuhkan pertolongan maka dokter dan perawat lebih memprioritaskan pasien yang lebih gawat. 2. Saya memilih “Data” dari yang saya amati: Beberapa data yang saya dapati dari kejadian tersebut adalah: a) Keluarga pasien marah-marah ke petugas IGD; b) Petugas IGD yang sedang melayani pasien; c) Beberapa pasien IGD yang sedang membutuhkan pertolongan 3. Menambahkan budaya dan makna-makna yang terjadi Dalam melayani pasien di IGD, tenaga kesehatan dituntut untuk selalu siaga, tangkas dan teliti dalam melayani pasien. Adapun poin-poin kritikal yang dapat kita petik dari KMK 856 tentang standar Pelayanan IGD adalah a. Kemampuan life saving (Resusitasi, stabilisasi). b. Pasien Gawat Darurat harus ditangani dokter paling lambat 5 menit setelah sampai di IGD. c. Pelayanan IGD Rumah Sakit harus memberikan pelayanan 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Selain itu dalam memberikan pelayanan kegawat daruratan tenaga kesehatan di IGD harus menentukan prioritas pelayanan yang dikenal dengan triase. Singkatnya dengan triase, prioritas pelayanan IGD dapat di pilah-pilah sesuai kegawatannya. Pasien yang masuk IGD dengan penyakit yang mengancam nyawa (misal: cedera kepala berat, gagal jantung, Syok hipovolemik dan membutuhkan life saving) akan menjadi fokus pelayanan di banding pasien yang cenderung tidak gawat (demam, batuk, diare ringan).



50



Namun terkadang prinsip triase ini tidak dipahami oleh pasien. Keluarga pasien datang mengantar pasien berobat ke IGD dengan penyakit yang menurut dokter IGD bukan merupakan penyakit yang harus diprioritaskan dibanding pasien lainnya, sehingga menimbulkan kesan “penelantaran” oleh dokter IGD. Tak jarang pula “miss persepsi” ini menimbulkan tindakan keras dari pihak keluarga pasien terhadap tenaga medis yang bertugas di IGD. Disisi lain tenaga kesehatan yang bertugas di IGD sering mengesampingkan pentingnya penjelasan, edukasi, Informed Consent kepada pasien/keluarga pasien dengan dalih “yang penting layani pasien secepatnya”. Sehingga menimbulkan ketidak-tahuan dan kebingungan pasien terhadap pelayanan seperti apa yang akan ia dapatkan. 4. Membuat asumsi-asumsi berdasarkan makna-makna yang saya tambahkan Dari kejadian tersebut, dapat diasumsikan bahwa terdapat kesenjangan persepsi antara harapan pasien yang berobat ke IGD dengan prosedur pelayanan di IGD. Terkadang penilaian derajat kegawatan versi tenaga medis tidak sama dengan versi pasien. Pasien yang menderita penyakit tertentu dan tidak mampu ditanggulangi secara mandiri tentu secara naluri akan mencari pertolongan baik medis maupun non medis dan berharap agar penyakitnya dapat ditanggulangi dan di obati secepatnya. Di sisi lain dokter dan tim medis yang bertugas di sebuah IGD selalu dituntut untuk bertugas secara efisien. Satu hal yang termasuk dalam kategori efisien ini adalah menentukan pasien mana yang menjadi prioritas dalam mendapatkan pertolongan medis. 5. Menarik kesimpulan Dari kejadian ini dapat kita simpulkan bahwa masih banyak pasien, dan keluarga pasien yang belum mengerti prosedur-prosedur pelayanan di IGD. Atau kemungkinan lain adalah pasien dan keluarga pasien mengerti prosedur pelayanan di IGD namun ketika terjadi suatu penyakit yang menimpa dirinya dan keluarganya, mereka cenderung lupa atau mengabaikan bahwa dalam melayani pasien di IGD, terdapat prosedur yang harus dipatuhi demi keselamatan dan penanganan terhadap pasien.



51



6. Adopsi keyakinan-keyakinan tentang dunia Berdasarkan simpulan yang telah disebutkan diatas, kemungkinan untuk merubah cara pandang pasien terhadap prosedur di IGD masih terbuka luas. Sikap saling mempercayai harus ditumbuhkan dalam hubungan dokter-pasien. Dengan demikian diharapkan pelayanan di IGD dapat berjalan dengan maksimal. Selain itu, edukasi dan pemberian informasi yang baik dan benar harus diberikan oleh dokter kepada pasien dan keluarganya sehingga pasien akan paham prosedur dan pelayanan seperti apa yang akan ia hadapi. 7. Mengambil tindakan berdasarkan keyakinan a. Meningkatkan pemahaman terhadap pelayanan di IGD Pasien yang paham dengan prosedur pelayaan yang akan ia terima tentunya akan memaklumi. Hal ini dapat ditempuh dengan beberapa tindakan seperti: pembuatan banner alur pelayanan, menyiapkan petugas informasi di IGD, dan sosialisasi menggunakan media massa, media sosial, dan lainnya. b. Membatasi akses keluarga pasien di IGD Pada titik tertentu pasien boleh didampingi oleh keluarga, namun pada bagian tertentu pendampingan tersebut harus dibatasi sehingga tenaga kesehatan dapat bertugas dengan lebih fokus, aman dan terhindar dari intervensi. c. Pelatihan komunikasi efektif tenaga kesehatan yang bertugas di IGD Menyampaikan informasi melalui komunikasi verbal harus dilakukan dengan baik, dan menggunakan intonasi yang lembut. Sehingga pasien yang menerima informasi dapat menerima, memaklumi dan memahami pelayanan yang akan ia terima. Bila diibaratkan informasi sebagai emas, orang tidak akan menghargai dan cenderung merespon secara negatif bila kita memberikan emas tersebut dengan cara melemparkannya ke wajahnya. Sebaliknya dengan cara yang baik dan menjelaskan kegunaan dari benda yang akan kita berikan, akan lebih dihargai itu meskipun hanya sebuah batu kerikil. (Contoh ini diambil dari mahasiswa Elearning atas nama Muhamad Firdaus tugas Mata kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit FKM UI).



52



A Day of Learning Journey (Pentingnya Cermin/Lensa dalam Mental Model) 1. Lakukan perjalanan pembelajaran, tetapkan keinginan untuk memulai petualangan pembelajaran (berkeliling kampus FKM/ lingkungan UI) 2. Pilih 1 topik tertentu yang telah kita pelajari di kelas dan perdalam pemahaman topik tertentu dengan melakukan eksplorasi, berkeliling, melihat, bertanya, mendengar, mengamati, merasakan, menggali, bahkan mensimulasi atau mempraktikkan 3. Boleh memotret, boleh wawancara, boleh mengikuti sebuah akitivitas, boleh mengundang, membuat aktivitas, boleh apa saja yang bermanfaat untuk menggali pemahaman tentang 1 topik (misal tentang makna kepemimpinan, tentang dialog, tentang interaksi antar sub sistem, tentang pentingnya cermin/lensa dalam mental model, tentang emergent propoerties, tangga Criss Argyris, tentang tema Structure influence behavior, tentang IK IK syndrome, apa saja , tidak harus topik besar, boleh sebuah pengertian yang akan digali lebih lanjut, atau dilihat penerapannya keseharian Pada hari itu, Sabtu tanggal 24 Oktober 2015 Pukul 14.00 kami memulai perjalanan pembelajaran menuju Balairung UI dan lingkungan sekitarnya. Pada saat itu, di Balairung UI bertepatan sedang berlangsung sebuah acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, yaitu Pesta Rakyat Fisika 2015. Sebelum memulai perjalanan pembelajaran, kami sudah menentukan topik yang akan kami ambil. Kami memutuskan untuk mengambil topik pentingnya cermin/lensa dalam mental model pada perjalanan pembelajaran kami. Kaitannya dengan acara tersebut, kami ingin mencoba melihat mental model dari orang-orang yang mengikuti acara tersebut, baik yang terlibat secara langsung atau tidak. Pada intinya, kami ingin mengetahui kerangka pikir/ paradigma/ cara pandang masing-masing orang terhadap acara tersebut. Kami melakukan wawancara terhadap orang-orang yang terlibat acara tersebut dengan peran yang berbeda-beda, yaitu :



53



stand



Panitia penyelenggara (mahasiswa



Pengisi



FMIPA UI)



makanan/minuman)



Peserta (siswa sekolah)



Pengunjung



Pendamping peserta (guru sekolah)



Petugas keamanan



Pendamping peserta (orang tua)



Petugas kebersihan



Pendamping peserta (teman-teman



Pengemudi rental mobil



(penjual



sekolah peserta) Kerangka pikir/paradigma/cara pandang dipengaruhi oleh mental model mereka masing-masing. Mental model ini dibentuk atas peran mereka di dalam acara tersebut. Asumsi yang bisa diambil adalah peran yang berbeda tentu berbeda pula kerangka pikir/paradigma/cara pandang mereka terhadap acara tersebut. Dari pembelajaran di kelas, berikut kami sampaikan penjelasan tentang mental model secara umum: 1. Mental model adalah Lensa (kacamata) yang kita gunakan untuk mengamati dan melihat realita yang ada persepsi kita akan realita amat bergantung pada lensa 2. Mental model adalah struktur atau pola tentang realita yang ada di kepala kita 3. Mental model menjadi kerangka pikir/paradigma/cara pandang dalam menginterpretasikan sebuah realita 4. Mental model akhirnya akan menjadi dasar bagi seseorang untuk menentukan pilihan yang akan diambil atau tindakan yang akan dilakukannya I. Panitia penyelenggara (Mahasiswa FMIPA UI) Dari



hasil



wawancara,



kami



mendapatkan informasi bahwa panitia memandang acara ini sangat penting bagi perkembangan ilmu Fisika dan untuk meningkatkan minat siswa siswa sekolah untuk mencintai ilmu Fisika. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai panitia yang sangat



Foto : Proses wawancara dengan panitia penyelenggara



mengetahui substansi acara.



54



Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/ paradigma/ cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan agar acara tersebut dapat berlangsung dengan sukses dan mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mengenalkan fisika pada masyarkat luas dan membuktikan bahwa fisika bukanlah pelajaran yang menakutkan, akan tetapi bisa sangat menyenangkan dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. II. Peserta (Siswa Sekolah) Dari



hasil



mendapatkan



wawancara,



kami



informasi



bahwa



peserta



memandang



sangat



menarik,



antusiasme



acara



terlihat



mereka



ini dari



mengikuti



acara tersebut. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah



lensa



sebagai



peserta.



Mental model yang terbentuk



Foto : Proses wawancara dengan peserta kegiatan



adalah bagaimana kerangka pikir/paradigma/cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan yakni mereka bisa bersenang-senang, mengaplikasikan pelajaran Fisika yang mereka dapatkan di sekolah serta memperoleh pengalaman dan ilmu yang



sebanyak-banyaknya



dari



berbagai



pameran/perlombaan



yang



hasil



kami



diselenggarakan dalam acara tersebut. III. Pendamping peserta (Guru Sekolah) Dari



mendapatkan



wawancara, informasi



bahwa



pendamping peserta (guru sekolah) memandang acara ini bagus karena bagian



dari



kurikulum



belajar



mengajar di sekolah. Jadi, siswa tidak Foto : Proses wawancara dengan pendamping peserta (guru sekolah)



hanya praktikum di laboratorium di



sekolah tapi juga praktikum melalui acara yang mereka ikuti ini. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai guru sekolah. 55



Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/paradigma/cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan bahwa mereka memastikan anak-anak didiknya mengikuti acara ini dengan baik, senang dan antusias, memperoleh pengalaman dan ilmu yang sejalan dengan pelajaran Fisika yang mereka ajarkan di sekolah. IV. Pendamping Peseta (Orang Tua Siswa) Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa pendamping peserta (orang tua) memandang acara ini bagus karena merupakan ajang implementasi dari pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai orang tua siswa. Dari hasil wawancara, kami



mendapatkan



informasi



bahwa



pendamping



peserta



(orang tua) memandang acara ini bagus karena merupakan implementasi



ajang dari



pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah Foto : Proses wawancara dengan pendamping peserta (orang tua siswa)



lensa sebagai orang tua siswa. Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/ paradigma/cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan yaitu selain memantau kegiatan anak-anak mereka, mereka juga ingin mengetahui perkembangan ilmu Fisika pada masa sekarang yang mungkin belum ada pada masa mereka dahulu belajar. Ada kesan negatif yang juga disampaikan terkait penyelenggaraan acara karena tidak tersedianya ruang tunggu yang nyaman bagi pendamping peserta, sehingga mereka memandang lebih nyaman berada di rumah dibanding mengikuti acara tersebut.



56



V. Pendamping Peserta (Teman-Teman Sekolah Peserta) Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa temanteman sekolah peserta memiliki cara pandang yang sama dengan kegiatan yang diadakan tersebut, walaupun capek dan lelah mereka tetap senang dengan adanya acara yang diadakan.



Foto : Proses wawancara dengan Pendamping peserta (teman sekolah peserta)



VI. Pengisi Stand (Penjual Makanan dan Minuman)



Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa pengisi stand (penjual makanan/minuman) memandang acara ini bagus dan perlu sering diselenggarakan agar mereka bisa berjualan dan mendapatkan keuntungan dari makanan dan minuman yang mereka jual. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai penjual makanan/minuman di



mana



mereka



tidak



mengetahui substansi dan tujuan



penyelenggaraan



acara tersebut.



Proses wawancara dengan pengisi stand bazaar



Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/ paradigma/cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan yaitu mereka tidak memikirkan apakah acara tersebut berlangsung dengan sukses atau tidak, mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak. Bagi mereka yang paling penting adalah dapat berjualan makanan/minuman dan mendapatkan keuntungan yang besar.



57



VII. Pengunjung Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa pengunjung yang kami wawancarai sama sekali tidak mengetahui acara apa yang sebenarnya sedang berlangsung. Hal yang mereka tahu adalah banyak stand yang diisi oleh penjual makanan/minuman, sehingga mereka menyebut acara ini “festival makanan” (sangat jauh dari substansi acara sesungguhnya. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai pengunjung, itupun sebatas mengunjungi stand makanan dan tidak mengunjungi pameran/perlombaan yang ada dalam acara tersebut. Mental model yang terbentuk adalah bagaimana



Proses wawancara dengan pengunjung



kerangka pikir/ paradigma/ cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan yaitu mereka datang ke tempat tersebut karena tertarik melihat ada keramaian dan stand makanan/minuman. Mereka tidak mengetahui dan cenderung tidak mau tahu acara apa yang sebenarnya sedang berlangsung. Hal yang terpenting bagi mereka adalah mereka bisa bersenang- senang, makan-makan dan melihat-lihat lingkungan sekitar. VIII. Petugas Keamanan



Proses wawancara dengan petugas keamanan



58



Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa petugas keamanan memandang acara ini sebagai acara yang memang biasa diselenggarakan oleh mahasiswa. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai petugas keamanan dimana mereka tidak mengetahui substansi dan tujuan penyelenggaraan acara tersebut.



Mental model yang terbentuk adalah yaitu bagaimana kerangka pikir/ paradigma / cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan bahwa mereka dapat memastikan acara tersebut berlangsung dengan sukses, aman, dan terkendali. Hal yang paling penting bagi mereka adalah mereka dapat melaksanakan tugas yang diberikan oleh komandan keamanan dan mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan berupa uang jasa dari penyelenggaraan acara tersebut. IX. Petugas Kebersihan Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa sama seperti halnya petugas keamanan, petugas kebersihan memandang acara ini sebagai acara yang memang biasa diselenggarakan oleh mahasiswa. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai petugas kebersihan di mana mereka tidak mengetahui substansi dan tujuan penyelenggaraan acara tersebut.



Proses wawancara dengan petugas kebersihan



Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/ paradigma/ cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan bahwa mereka memastikan acara tersebut berlangsung dengan sukses dan pengisi acara maupun pengunjung merasa nyaman dengan tempat yang bersih baik sebelum, pada saat, maupun setelah pelaksanaan acara. Hal yang paling penting bagi mereka adalah mereka dapat melaksanakan tugas yang diberikan oleh koordinator kebersihan dan mereka mendapatkan penghasilan tambahan berupa uang jasa dari penyelenggaraan acara tersebut. X. Pengemudi Rental Mobil Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa sama halnya seperti pengunjung, pengemudi rental mobil sama sekali tidak mengetahui acara apa yang sebenarnya sedang berlangsung. Hal yang mereka tahu adalah mereka diminta mengantarkan rombongan siswa untuk mengikuti lomba. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai pengemudi rental mobil.



59



Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/ paradigma/ cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan yaitu mereka melaksanakan tugas dari perusahaan rental tempat mereka bekerja untuk mengantarkan penumpang yang menyewa mobil mereka.



Proses wawancara dengan pengemudi rental mobil



Mereka tidak mengetahui dan cenderung tidak mau tahu acara apa yang sebenarnya sedang berlangsung. Hal yang terpenting bagi mereka adalah mereka dapat menjalankan tugas dengan baik, mengantarkan penumpang sampai tempat tujuan dan kembali ke tempat tinggal untuk kemudian mendapatkan uang jasa penyewaan mobil yang akan mereka setorkan ke perusahaan rental mobil tempat mereka bekerja.



PENUTUP Sebelum kami melaksanakan perjalanan pembelajaran ini, kami sempat bertanyatanya tentang kegiatan yang diselenggarakan di Balairung UI pada siang hari itu. Pada saat kami sedang di kelas, suara musik yang agak keras yang berasal dari arah Balairung UI mengganggu konsentrasi kami yang sedang belajar, kebetulan kelas kami tidak jauh dari Balairung UI. Pada awalnya kami berfikir kegiatan tersebut hanya semacam pameran-pameran biasa yang tentunya ramai oleh pengunjung. Setelah kami melakukan perjalanan dan mencoba melihat lebih dekat, ternyata kegiatan tersebut memiliki banyak manfaat bagi orang lain, setidaknya bagi diri kami sendiri. Bagi orang lain yang merupakan partisipan, kegiatan tersebut memiliki manfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan keilmuan, menambah pendapatan serta pengalaman mereka. Sedangkan bagi diri kami sendiri, setidaknya ada hal baru dan unik yang menambah pengetahuan kami. Salah satu acara dalam kegiatan tersebut adalah perlombaan roket air yang bahan dasarnya menggunakan botol air mineral bekas. Hal tersebut memberikan pelajaran bagi kami bahwa hal yang sangat sederhana, kecil, dan bahkan mungkin kita anggap sepele (botol bekas) dapat dikreasikan menjadi sesuatu yang dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan. 60



Bisa jadi dari hal yang sangat sederhana tersebut (roket air), dikembangkan dengan ilmu dan teknologi yang lebih canggih, dapat menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kehidupan banyak orang. Dengan lebih mendalami sesuatu, maka kita dapat mengetahui hal-hal yang tersembunyi di dalamnya dan bisa jadi bermanfaat bagi kita. Tanpa upaya untuk mencoba mengetahui lebih dalam, mungkin hal tersebut akan terasa tidak penting dan tidak bermanfaat bagi kita. (diambil dari tugas kelompok mahasiswa S2 IKM UI, Dewi Erma Latifah, Masrulloh, M. Arafat Patria. Mata kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem)



TUGAS PRIBADI DAN KELOMPOK A Day of Learning Journey 1. Cari pasangan atau kelompok, maksimum 3 orang 2. Lakukan perjalanan pembelajaran, tetapkan keinginan untuk memulai petualangan pembelajaran (berkeliling kampus FKM/ lingkungan UI) 3. Pilih 1 topik tertentu yang telah kita pelajari di kelas dan perdalam pemahaman topik tertentu dengan melakukan eksplorasi, berkeliling, melihat, bertanya, mendengar, mengamati, merasakan, menggali, bahkan mensimulasi atau mempraktikkan 4. Boleh memotret, boleh wawancara, boleh mengikuti sebuah akitivitas, boleh mengundang, membuat aktivitas, boleh apa saja yang bermanfaat untuk menggali pemahaman tentang satu topik (misal tentang makna kepemimpinan, tentang dialog, tentang interaksi antar subsistem, tentang pentingnya cermin/lensa dalam mental model, tentang emergent properties, tangga Criss Argyris, tentang tema structure influence behaviour, tentang IK IK syndrome, apa saja, tidak harus topik besar, boleh sebuah pengertian yang akan digali lebih lanjut, atau dilihat penerapannya keseharian. Lengkapi dengan bukti bahwa telah dilakukan perjalanan pembelajaran (foto, rekaman suara, dsb).



61



TUGAS PRIBADI DAN KELOMPOK Bagaimana dengan pelayanan kesehatan? Carilah fenomena atau keadaan/kondisi/peristiwa pelayanan kesehatan di Indonesia dan kaitkanlah dengan mental model yang ada didalamnya



REFLEKSI PEMBELAJARAN Pikirkan dan renungkan pembelajaran yang didapat dengan menyimak video yang dapat merefleksikan mental model: The Window



62



BAB V



MENTAL MODEL & DIALOGUE



Model Mental dan Dialog (Mental Model and Dialogue) Pada bab sebelumnya telah dibahas topik yang berkaitan dengan mental model. Mental model adalah lensa (kacamata) digunakan untuk mengamati dan melihat realita yang ada sehingga persepsi seseorang akan realita amat bergantung pada lensa. Mental model dihasilkan salah satunya dari adanya dialog. Dialog adalah percakapan antara dua orang atau lebih yang mengangkat suatu topik percakapan. Dalam proses dialog masing-masing individu memiliki mental model yang berbeda terkait topik percakapan yang diangkat. Kata “Dialogue” berasal dari Bahasa Latin berupa dialogos. Logos berarti kata, yang dalam hal ini bermaksud “makna sebuah kata”. Sedangkan dia berarti “melalui”, tidak selalu berarti “dua”. Dengan kata lain, dialog dapat terjadi antara beberapa orang, tidak hanya dua orang. Gambaran dialog sebagai “stream of meaning flowing through”, mengarahkan pada arus makna yang mengalir di antara dan melalui kita. Dalam dialog, tidak ada satupun orang yang mencoba untuk menang karena jika seseorang memenangkan15dialog, maka semua orang yang terlibat dalam dialog itu juga menang. Singkat kalimat, dalam dialog setiap orang menang.



Dialogue is intense, high level, high quality communications, listening, and sharing requires the free and creative exploration of subtle issues, a deep listening to one another and the suspending of one’s own views. (Dialog adalah komunikasi yang mendalam dan berkualitas tinggi sekaligus mencakup kemampuan untuk mendengarkan serta saling berbagi pandangan. Komunikasi mendalam tersebut menuntut kemampuan untuk secara bebas dan kreatif memahami isu-isu dengan peka, menuntut kemampuan untuk saling menyimak secara seksama pendapat yang berbeda dari pihak lain, serta menunda untuk cepat memberikan pendapat kita sendiri). Tidak peduli betapa inginnya seseorang untuk berdialog, kita tidak bisa memaksakan dialog terjadi.



64



Tujuan utama dari komunikasi adalah untuk mendapatkan pesan, membentuk perilaku orang lain, atau mengajarkan informasi baru sebagai tradisi pengajaran dan penelitian tentang topik yang sering disarankan. Percakapan merupakan metode komunikasi untuk aksi sosial dan sebagai media untuk menyampaikan pertanyaan ataupun pernyataan. Akar dari kata ‘percakapan’ berarti bahwa orang saling berbicara sehingga mereka, baik secara sadar maupun tidak sadar menyampaikan perbedaan pandangan dan kemudian menemukan sesuatu kesepakan yang mereka setujui atau tidak setujui. Percakapan merupakan, secara alamiah, bersifat relasional baik itu berbentuk dialog, diskusi, debat, atau ceramah yang dilakukan secara terdesain. Pemikiran memproduksi sebuah hasil opini dan asumsi dari orang-orang dengan latar belakang yang berbeda. Perbedaan pandangan tersebut krusial karena memiliki makna kolektif yang lebih kuat jika dibandingkan dengan pemikiran secara individu. Dialog merefleksikan “proses belajar mendalam” sebagai bagian dari “wilayah perubahan abadi” yang artinya semangat belajar (learning) dan kesediaan untuk berubah atau melahirkan “tindakan”. Dapat pula dikatakan bahwa dialog merupakan ruh dari learning organization dan hakekat dari wilayah perubahan baik pada skala individu dan kemudian organisasi serta komunitas. Dialog merupakan sebuah “keahlian dan kemampuan” yang akan melahirkan “kepekaan-kesadaran”, dan pada gilirannya menumbuhkan “sikap-keyakinan” melahirkan pemikiran dan ‘tindakan bersama” (collective action). Proses dialog mendorong seseorang untuk mengembangkan tujuan dan nilai bersama (shared goal, shared meaning) dengan semangat untuk mencari (inquiry). Jadi dialog tidak sejak awal dimaksudkan untuk mengambil suatu keputusan, karena akan memangkas aliran bebas dan mendalam pencarian. Kata “keputusan” berasal dari kata decidere dalam bahasa Latin yang secara harfiah berarti “mematikan alternatif-alternatif”. Oleh karena itu dalam dialog, peserta dialog tidak mengatakan apa yang sedang dilakukan, melainkan mengatakan apa yang sedang dipikirkan. Dalam dialog, pembicaraan dilakukan dengan cara-cara mengkatalisasi pemahaman dan mengungkapkan proses berpikir. Sasaran dialog adalah untuk membuka landasan baru dengan menciptakan “wadah” (container) atau “medan” untuk bertanya. Suatu kesepakatan di mana seseorang menjadi lebih sadar akan keadaan sekitar pengalamannya, dan dari proses-proses pikiran serta perasaan yang berkaitan dengan pengalaman tersebut.



65



Walaupun didasari dengan percakapan, tidak semua komunikasi dapat dikategorikan sebagai dialog. Dialog lebih dari sekedar pesan interaksi dua arah sederhana. Dialog adalah eksplorasi bersama untuk mencapai pengertian, koneksi, atau kemungkinan yang lebih besar. Dialog melewati proses-proses tertentu dalam komunikasi yang berkualitas, yang mempertemukan pandangan-pandangan para pelaku dialog sehingga dapat berubah/diubah. Hal tersebut dikarenakan dialog akan memperlebar percakapan tentang nilai, etika, hubungan, refleksivitas, dan performa hubungan yang saling menggantungkan, serta memperlebar cakupan komunitas dan tanggung jawab. Sifat dialog adalah transformatif, yang dapat dipahami sebagai suatu percakapan atau ceramah, berkonteks pada perasaan tertentu dibersamai dengan keberadaan nilai dan kepercayaan secara intens dan mendalam. Dalam setiap aspek pendidikan, dialog merupakan hal yang vital karena berguna untuk kesadaran masing-masing yang sebelumnya tidak percaya mengenai hal – hal yang diungkapkan oleh lawan bicara. Debat merupakan sebuah diskusi formal mengenai suatu isu dalam pertemuan umum atau parlemen. Dalam debat terdapat dua atau lebih pembicara yang mengekspresikan dua pandangan berbeda dari suatu topik. Pembahasan dan pertukaran pikiran mengenai topik dalam debat saling disertai alasan dan argumen terstruktur untuk mempertahankan masing-masing pendapat, dan masing-masing orang harus mempelajari keterampilan untuk memenangkan argumennya. Apabila terdapat obrolan yang bukan dalam ranah formal, tanpa adanya kelompok pendukung atau afirmatif dan kelompok kontra, dan membicarakan sesuatu bersama orang lain atau sekelompok orang dengan tujuan untuk mengambil keputusan atau kesimpulan, maka aktivitas tersebut disebut juga dengan diskusi. Sedangkan percakapan biasa hanya berdasarkan pikiran, perasaan, dan ekspresi ide, bertanya, menjawab pertanyaan, atau bertukar berita. Pada umumnya, dialog berbeda dengan diskusi yang memiliki akar ‘perkusi’ dan ‘konkusi’ yang berarti, ide yang dimiliki digunakan untuk memenangkan kompetisi. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa makna dialog berbeda dengan diskusi, debat dan percakapan biasa. Perbedaannya adalah bahwa diskusi merupakan percakapan yang bertujuan untuk mengambil sebuah kesepakatan atau kesimpulan, debat bertujuan untuk mengambil sebuah kesimpulan berdasarkan argumen, di mana kelompok yang memiliki argumen lebih kuatlah yang ditentukan sebagai pemenang, dan percakapan biasa memiliki kecenderungan untuk tidak mengisyaratkan adanya tujuan khusus dalam menyelesaikan konflik atau menciptakan satu pemahaman tentang suatu perbedaan. 66



Sedangkan dialog bertujuan untuk mengeksplorasi sebuah topik hingga lebih mendalam dengan menambah atau berbagi ilmu pengetahuan maupun pengalaman yang didapatkan dari lawan bicara agar tercapai satu pemahaman atau harmoni. Dialog berjalan secara mengalir dan egaliter, saling mendengarkan pendapat dan pandangan serta ide orang lain secara terbuka.



Karakter Kunci Dialog Dialog telah dipelajari secara luas pada disiplin akademik, termasuk ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, antropologi, filosofi, ilmu komunikasi, dan artificial intelligence (AI). Dialog juga dipelajari pada area aplikatif seperti ilmu manajemen, resolusi konflik dan hubungan antar budaya sebagai metode untuk mempromosikan negosiasi dan diskusi untuk sudut pandang yang berbeda. Beberapa poin di bawah ini merupakan karakter kunci sebuah dialog, yaitu:



a.Dialog sebagai sebuah percakapan



Sebuah dialog yang koheren akan menunjukkan sebuah fenomena berupa percakapan yang mana interpretasinya tergantung pada konteks dialog. Untuk berpartisipasi dalam sebuah dialog perlu tetap sejalur dengan elemen ini. Apabila terjadi sebuah perubahan topik, perlu konsistensi menjaga alur topik sebelumnya agar tidak terhenti sehingga masih tetap dapat kembali ke topik tersebut.



b.Dialog sebagai sebuah aktivitas yang bertujuan



Seseorang terikat pada dialog untuk tujuan yang lebih luas, termasuk fungsi transaksional seperti meminta, menjanjikan, mempengaruhi dan menginformasikan, serta fungsi interpersonal seperti menjaga dan mengatur hubungan sosial.



c.Dialog sebagai aktivitas kolaboratif



Dialog merupakan aktivitas bersama antara dua atau lebih peserta yang berkolaborasi. Kolaborasi tidak selalu berimplikasi bahwa peserta harus menyetujui pandangan satu sama lain, meskipun dalam suatu dialog terdapat ketidak setujuan yang amat kuat dari proses tertentu oleh peserta. Peserta dalam percakapan dialog terlibat dalam aliran percakapan.



67



Karakteristik/Komponen Dasar dan Protokol Dialog 1. Bersifat Individu dan Bersama Beberapa kontribusi paling hebat terhadap suatu percakapan bersama bisa berasal dari orang-orang yang belajar untuk mendengarkan, bukan hanya mendengarkan kelompok, melainkan juga mendengarkan diri mereka sendiri. Dalam kasus itu, suara dalam hati, pikiran dan tubuh mereka sedang mengatakan sesuatu, karena dialog bersama sedang terjadi di sekeliling mereka. Apakah mereka sedang membangkitkan persepsi yang baru ini? Ataukah makna bersama dari kelompok ini sedang mengekspresikan dirinya sendiri melalui mereka? Dari perspektif dialog, keduanya sedang terjadi. Bagaimana saya dapat mendengarkan apa yang sedang dikatakan dalam dialog sini? Apakah saya hadir ‘kini dan di sini’? Siapakah saya dalam dialog ini sebagai individu dan bagian dari kelompok? 2. Undangan Proses undangan dimulai untuk membangun suatu wadah dan orang-orang harus diberi pilihan untuk berpartisipasi. 3. Mendengarkan yang Bersifat Membangkitkan Mendengarkan sepenuhnya berarti memberikan perhatian penuh pada apa yang sedang dikatakan di balik kata-kata. Anda tidak hanya mendengarkan “musiknya”, melainkan setiap hakikat dari pembicaraan orang lain. 4. Mengamati Pengamat Ketika kita mengamati pikiran-pikiran berbagai orang yang akan menentukan bagaimana cara kita memandang dunia, kita mulai mengubah dan mentransformasi diri kita sendiri dan hal ini berlaku untuk suatu tim sebagaimana untuk seorang individu.



Menahan Asumsi-Asumsi Dialog mendorong orang untuk menahan atau



“menggantung” asumsi-asumsi



mereka untuk menahan diri agar tidak memaksakan pandangan mereka pada orang lain dan menghindar agar tidak memaksakan atau menahan apa yang ada dalam pikirkan mereka.



68



1. Tidak bersikap defensif. “Pertimbangan Defensif akan menghalangi kita dari belajar mengenai benar/tidaknya pandangan kita”. Dalam dialog, kita akan belajar megutarakan pandangan kita. 2. Tidak menargetkan untuk mencapai kesepakatan dalam setiap dialog. 3. Sebaiknya menampung pendapat lain yang terkait dengan pokok masalah. 4. Memperhatikan pandangan-pandangan yang berlawanan. 5. Sebaiknya tidak mencela, melainkan mendengarkan pembicaraan sampai selesai. 6. Sebaiknya tidak mencemooh pandangan orang lain; melainkan menyimak apa yang dimaksud oleh orang tersebut. 7. Terbuka untuk menerima pandangan orang lain. 8. Dapat menunda desakan hati untuk menilai orang lain. 9. Sebaiknya kita menguji, baik asumsi sendiri maupun asumsi orang lain. 10. Sebaiknya kita menanggalkan unsur senioritas dalam berdialog. 11. Ketidak-sepakatan sebaiknya dipandang sebagai sumber-pemikiran baru. 12. Sebaiknya kita menjelaskan kepada peserta lain alasan, pola pikir dan tindakan kita.



Kaitan Konsep dan Pembelajaran tentang Dialog (Evolusi Dialog dan Relasi Intersubyek) Evolusi Dialog



69



Konsep dan pembelajaran dialog mengenai evolusi dialog terdiri dari beberapa fase seperti undangan, yang mana setiap orang memiliki pilihan untuk ikut serta dalam dialog tersebut. Setelah terbentuk kelompok orang, percakapan dapat terjadi yang kemudian mengalir menjadi topik spesifik, yang ketika percakapan tersebut terjadi, setiap orang mendengarkan pendapat satu sama lain dan menahan asumsi-asumi agar tidak memaksakan pandangan mereka pada lawan bicaranya. Setelah itu, akan muncul pertimbangan-pertimbangan yang kemudian memunculkan krisis awal. Pada fase tersebut, pandangan kita sedang diuji. Setelah krisis awal berupa perbedaan pendapat tersebut terbentuk, ada dua aliran dalam percakapan yang perlu ditempuh yaitu, antara diskusi dan penangguhan. Ketika aliran pembicaraan mengarah ke diskusi dan berkembang menjadi diskusi yang terampil dengan menggunakan analisis logika, maka percakapan tersebut dapat berkembang menjadi perdebatan yang bisa saja saling menjatuhkan karena tidak dapat saling berkompromi. Akan tetapi, jika arah percakapan tersebut mengarah ke penangguhan, maka dapat berevolusi menjadi sebuah dialog. Saat berdialog, para peserta dialog tersebut mengalirkan makna-makna pembicaraan yang dapat bergerak menjadi makna bersama. Dari dialog, setiap orang seakan-akan memulai untuk melihat arus aliran di tepi sungai yang kemudian mulai untuk berpartisipasi pada ‘kolam arti yang umum’, sehingga mampu untuk memberikan perkembangan dan perubahan secara konstan. Melalui dialog pula, setiap orang dapat membantu satu sama lain untuk lebih peduli terhadap pemikiran satu sama lain sehingga terkumpulah pemikiran-pemikiran yang berhubungan, berurutan, konsisten, indah, dan harmoni. Setiap orang bekerja bersama untuk menjadi lebih peka terhadap kontradiksi dan kebingungan yang merupakan konsekuensi dari pikiran. Hal-hal tersebut menginisiasi pemikiran bahwa peserta dialog merupakan kolega dan teman, sehingga seiring dengan berkembangnya suatu dialog, rasa pertemanan atau persahabatan akan berkembang pula. Namun, pertemanan tersebut tidak berarti bahwa kita perlu setuju atau memiliki pandangan yang sama. Justru dengan perbedaan pandangan itu, kekuatan untuk melihat satu sama lain sebagai kolega memerankan peran penting karena perbedaan pendapat antar kolega dapat memberikan keuntungan yang besar. Berkaitan dengan relasi intersubyek, pemaparan di atas menjelaskan bahwa memang dalam berdialog, perlu melepaskan atribut mengenai senioritas. 70



Relasi antar subyek yang dapat berkembang dengan dialog akan sia-sia dan sulit terbentuk apabila dalam dialog tersebut tidak bersikap egaliter dan tidak berusaha untuk membuka diri serta mendengarkan pandangan lawan bicara dengan lebih baik. Dengan kata lain, masing-masing peserta dialog yang merupakan subyek pembicaraan tidak akan merasa bahwa dirinya outsider pembicaraan dan mereka siap untuk belajar menerima pandangan dan pendapat orang lain tanpa menghakiminya. Sikap tersebut dapat menciptakan relasi yang harmonis antar tiaptiap peserta dialog.



Hubungan dengan Makna dan Penerapan Learning, Mental Model dan System Thinking Organisasi pembelajar yang ideal memiliki motivasi untuk belajar secara adaptif untuk berubah pada kondisi dinamis. Kondisi itu meningkat ketika ada perubahan dari pemikiran terfragmen menuju ke pemikiran secara sistem dan adanya klarifikasi visi personal, serta kenyataan dipastikan secara obyektif. Di sisi lain, kompetisi dalam suatu kelompok juga dapat berubah menjadi korporasi untuk saling membantu satu sama lain, adanya perubahan sikap reaktif menjadi proaktif, dan berpikiran terbuka untuk mempengaruhi orang lain juga merupakan ciri dari organisasi pembelajar. Dalam organisasi ini, dialog memiliki peran penting untuk pelaksanaan shared vision atau berbagi pandangan agar mampu memiliki pemikiran yang terbuka. Pembelajaran secara personal dan dalam organisasi merupakan komitmen yang saling berhubungan dalam semangat yang dilakukan oleh para pembelajar. Kedisiplinan pembelajaran dalam tim ini dimulai dengan sebuah dialog, yang mana kapasitas anggota tim ataupun organisasi ini menunda untuk mengungkapkan asumsi-asumsinya dan mulai berpikir bersama. Dialog merupakan penyampaian pandangan yang mengalir yang dilakukan oleh kelompok. Disiplin dialog melibatkan pembelajaran untuk mengenali pola interaksi yang dapat merusak proses belajar dalam tim, seperti sikap defensif yang tidak dikenali. Namun, apabila sikap defensif tersebut dikenali dan dihadapi secara kreatif, maka hal-hal yang mulanya dapat merusak akan dapat mempercepat proses belajar.



71



Tantangan dialog ada pada perubahan mental model, lama percakapan, dan menghilangkan resistensi sehingga muncul sharing kowledge atau berbagi pendapat serta belajar dari pengalaman satu sama lain. Mental model merupakan kemampuan untuk mengubah respon adaptif baik dari nilai, perilaku, atau kebiasaan yang didapatkan dari hasil kesadaran bahwa belajar memang diperlukan. Mental model membantu kita untuk memahami suatu situasi secara cepat. Akan tetapi, mental model tidak akurat dan kadang mengarahkan kita untuk melihat ke arah pola yang sebenarnya tidak ada. Sehingga apabila mental model tersebut mengarahkan kita untuk membuat koneksi yang tidak ada, maka kita tidak berpikir untuk menanyakan tentang asumsi-asumsi kita, tetapi terus mencoba menemukan solusi yang tidak sesuai dengan konteksnya. Perubahan paradigma tersebut dapat terjadi dengan tujuan yang disebabkan oleh adanya proses aktif learning dan unlearning.



Dengan demikian, terdapat hubungan antara dialog dengan makna dan penerapan learning, mental model, serta system thinking. Hubungan itu berada pada titik di mana dialog dapat menjadi sebuah alternatif dalam sebuah kelompok organisasi yang sedang mengalami konflik akibat perbedaan pemikiran masing- masing anggotanya. Setiap anggota memiliki paparan dan sejarah yang tidak sama dalam hidup mereka sehingga membentuk mental model yang juga berbeda dengan kita. Maka dari itu, untuk membentuk sebuah sistem yang sehat dalam organisasi, perlu menerapkan pola pikir secara sistem dan persamaan persepsi atau paradigma yang bisa diterapkan dengan belajar. Belajar yang dilakukan bisa dimulai dari berdialog untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh anggota tim yang lain dengan lebih banyak mendengar agar dapat berbagi pandangan dan belajar bersama-sama untuk mencapai ‘sesuatu’ yang baru.



72



PRAKTIK DIALOG DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Contoh dialog yang dikutip dari tugas mahasiswa Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit FKM UI yang bernama Handi Wirawan. Di Rumah Sakit tempat saya bekerja, saya kepala unit farmasi. Salah seorang staf farmasi saya saat itu melakukan kesalahan yang cukup fatal. Saat itu saya meminta staf saya tersebut untuk datang ke ruangan saya. Staf saya saat itu belum mengetahui kesalahan apa yang dilakukannya. Tapi saat staf saya mengetuk pintu dan masuk ke ruangan, dia kelihatan sedikit takut dan tidak nyaman. Saya memintanya duduk di hadapan saya. Saat itu padahal saya hanya ingin meluruskan permasalahan saja, tapi kelihatan sekali staf saya saat itu nampak ketakutan. Saya menahan diri untuk tidak berpikir hal-hal yang buruk tentang staf saya dan mengajaknya berbicara baik-baik. Walaupun memang saya tahu dia telah melakukan kesalahan yang cukup besar, tapi saya tahu ini adalah kesalahan pertamanya. Jadi saya hanya ingin berbicara saja dengannya tanpa menghakimi ataupun memberikan hukuman. Ia nampak ketakutan. “Maaf, Pak. Saya tahu saya salah. Saya teledor dalam menginput dan tidak mengecek ulang penginputan apakah sudah dilakukan atau tidak.” Sambil dengan mata berkaca-kaca ia berbicara menjelaskan pada saya waktu itu. “Saya benar-benar tidak marah. Rumah Sakit memang rugi dengan adanya kesalahan ini, tapi saya minta kamu datang bukan untuk memarahai kamu. Jika ada masalah, ayo kita selesaikan bersama. Kita diskusikan masalah dan kesalahannya dimana. Saya tidak pernah ingin mencari siapa yang benar dan salah. Saya ingin tahu apakah kamu bisa menilai kesalahan yang kamu lakukan sendiri atau tidak. Dan jika ada yang bermasalah, mari kita selesaikan.” “Pak, saya minta maaf. Saat itu saya tidak kontrol ulang mengenai penginputan data obat makanya terjadi kesalahan itu.” Jelasnya. Saya mengangguk. “Ada masalah apa? Saya kenal sekali dengan cara kerja kamu. Saya tahu kamu tidak mungkin teledor." 73



“Waktu itu anak saya sakit. Tidak ada yang jaga di rumah Pak. Dan saya pun tidak ada yang menggantikan di kantor. Makanya saya bingung dan cemas, jadi semua terbengkalai. Maaf ya pak.”ujarnya. Dia nampak menyesal. “Sekarang anaknya bagaimana? Sudah dibawa ke dokter? Kenapa tidak bilang waktu itu. Kalau memang ada masalah di rumah dan memang tidak bisa diganggu, coba dilaporkan ke saya. Jika tidak dipaksakan kan tidak akan ada masalah di kantor juga. Dan masalah di rumah juga tertangani.”saya menjelaskan waktu itu. “Keluarga juga butuh diperhatikan. Apalagi kamu itu seorang ibu. Harus mendampingi anak. Di sini kita kerja seperti keluarga jika ada masalah diskusikan. Selama kinerja baik, pasti kita akan mengerti.”lanjut saya. Barulah saat itu dia menangis. “Saya takut Pak. Apalagi kondisi seperti sekarang. Habis gempa, banyak yang berhenti jadi kita kekurangan orang di lapangan. Saya takut kalau saya ijin terus-terusan nanti malah rumah sakit menganggap saya cuma mencari alasan saja. Saya sudah bersyukur Pak, di masa sulit seperti sekarang masih bisa tetap bekerja sementara RS lain ada yang melakukan PHK besarbesaran.” Mental Model: Mental model staf saya adalah selalu berburuk sangka pada atasan. Jika dipanggil menghadap pasti dikira akan mendapatkan hukuman sehingga selalu mengira bahwa atasan tidak mau mengerti. Realita: Selama atasan mengenal kinerja dan cara kerja staf, atasan selalu memberikan ruang diskusi jika ada masalah. Tidak selamanya teguran yang akan diberikan oleh atasan. Kadang kala diskusi dibutuhkan untuk dapat melihat dan mengetahui adanya masalah atau kendala dalam menjalankan pekerjaan. Hikmah: Di masa seperti sekarang, bagi saya merupakan suatu kebahagiaan saat mendengar ada orang-orang yang begitu bersyukur karena diberikan kesempatan untuk bekerja dan dengan sepenuh hati mengabdi terhadap tempat kerjanya. Karena bagi saya RS itu maju maka di masa mendatang pun akan ikut menyukseskan orang-orang yang bekerja di dalamnya.



74



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN 1. Apa yang membedakan komunikasi dialog dan non dialog 2. Mengapa kita membutuhkan dialog? 3. Lakukan dialog (dengan memperhatikan prinsip-prinsip dialog, dsb), tuliskan pengalaman dialog anda tersebut. Jelaskan dan berikan argumentasi mengapa itu dapat disebut sebagai dialog.



75



BAB VI PERSONAL MASTERY



Penguasaan Pribadi (Personal Mastery) Pendapat Senge (1990) bahwa ada lima disiplin (pilar) yang membuat suatu organisasi menjadi learning organization, yaitu: Personal Mastery yang merupakan prinsip bagi seseorang untuk secara terus menerus memperdalam visi pribadi, fokus pada kekuatan diri sendiri, mengembangkan kesabaran diri serta melihat realita secara objektif, sehingga dengan adanya pengembangan dari masing-masing individu dapat meningkatkan kinerja organisasi. Pilar kedua adalah Mental Model yang memegang konsep bercermin, dan peningkatan gambaran tentang dunia luar, dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan tindakan kita. Pilar ketiga Shared Vision adalah membangun rasa komitmen dalam suatu kelompok dengan menggambarkan visi perusahaan menjadi visi pribadi karyawan. Pilar keempat Team Learning adalah kelompok berbagi wawasan atau pengalamaan, sehingga dapat mengembangkan otak dan kemempuan berpikir. Pilar terakhir adalah System Thinking merupakan prinsip tentang mengaamati seluruh sistem dan tidak hanya fokus pada individu Proses membangun strategic leadership merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu dan pendekatan yang komprehensif. Ada berbagai hal yang perlu digali dengan fokus peningkatan diri individu, ada juga yang harus dibangun bersama-sama sebagai sebuah sistem melalui team learning, system thinking, dan shared vision. Salah satu yang dikemukakan oleh Peter Senge yang berfokus pada peningkatan kapasitas diri adalah dimilikinya personal mastery sebagai sebuah kemampuan untuk terus menjadikan dirinya lebih baik hari ini dibandingkan kemarin dan esok lebih baik dari hari ini. Seorang individu sebagai pemimpin juga merupakan seseorang yang terus belajar. Tidak akan pernah bisa berhenti belajar dengan mengatakan “I know everything” karena ilmu terus berkembang. Berbagai permasalahan yang dipelajari kemarin, akan terus berkembang dalam sebuah kompleksitas yang dinamis yang membuat kita tertinggal untuk bisa menguasai hal tersebut jika tidak terus menerus belajar.



77



Personal mastery merupakan suatu disiplin untuk seseorang secara terus menerus mendalami dan memperjelas visi pribadi, memfokuskan energi, membangun kesabaran, dan melihat realitas secara obyektif. Personal mastery adalah pengembangan kemampuan diri untuk menciptakan hasil yang terbaik dan diinginkan dalam hidup. Intinya, personal mastery adalah sebuah proses– bukan sesuatu yang sudah anda miliki (Peter Senge). Seseorang dengan tingkatan personal mastery yang tinggi adalah yang memiliki kemampuan menciptakan visi pribadi dan mampu secara akurat menilai realita yang ada. Kesenjangan antara realita saat ini dan visi pribadi mendorong kita untuk terus maju. Kesenjangan ini sering disebut sebagai “tegangan kreatif”. Untuk mengenali seseorang yang memiliki tingkatan personal mastery tinggi diketahui dari beberapa karakteristik kemampuan personal mastery yaitu memiliki tujuan, mampu menilai realita yang dihadapi saat ini dengan secara cepat menyadari asumsi-asumsi yang tidak akurat, mampu menggunakan tegangan kreatif sebagai inspirasi untuk melangkah maju, melihat perubahan sebagai sebuah peluang, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, memprioritaskan hubungan personal tanpa bersikap individualis, serta berpikir sistem artinya menempatkan diri sebagai bagian dari sistem yang besar. Seseorang dengan personal mastery yang ada akan terus mengembangkan kapasitas diri untuk menciptakan masa depan yang diinginkan (Marty Jacobs, 2007) :



1. Visi Pribadi Visi pribadi berasal dari dalam diri sendiri. Sebagian besar orang hanya memiliki sedikit visi yang nyata. Tentu setiap orang memiliki tujuan dalam hidup, namun itu bukanlah sebuah visi. Memahami visi nyata tiap individu tidak terpisah dari gagasan tentang tujuan hidup atau bahkan tujuan melakukan sesuatu. Pada dasarnya, visi berbeda dari tujuan. Tujuan serupa dengan arah, sedangkan visi ada sesuatu yang ingin dicapai atau gambaran masa depan yang diinginkan. Tujuan bersifat abstrak, sedangkan visi merupakan hal yang konkrit. Tujuan tanpa visi tidak memiliki arti atau makna. Visi memiliki banyak aspek, di antaranya aspek



78



material seperti pertanyaan “dimana kita ingin tinggal?”, “berapa banyak uang yang kita inginkan?”, aspek pribadi seperti kesehatan, kebebasan, dan kejujuran yang ada pada diri kita, aspek layanan seperti membantu orang lain dan berkontribusi terhadap suatu bidang pekerjaan tertentu. Semua hal tersebut adalah sesuatu yang kita ingin lakukan. Sangat penting untuk memperjelas visi yang kemudian menjadi aspek penting dari personal mastery. Kemampuan untuk fokus pada keinginan utama, tidak hanya pada tujuan sekunder, merupakan landasan dari personal mastery.



2. Tegangan Kreatif Tegangan kreatif merupakan inti dari personal mastery yang mengintegrasi semua elemen dalam lima disiplin. Tegangan kreatif dapat menarik kita dari realitas menuju visi yang kita idamkan, dengan kata lain melihat realitas secara obyektif. Memahami visi dan realitas merupakan awal dari ketegangan kreatif yang mendorong usaha untuk maju. Kesenjangan antara visi dan realitas saat ini menimbulkan tegangan kreatif. Tegangan kreatif adalah energi untuk mewujudkan visi, berangkat dari realitas saat ini. Ketika tegangan kreatif pada seseorang yang memiliki visi berbeda dengan realitas saat ini, maka gap antara kedua hal tersebut dapat diselesaikan dengan dua cara yaitu dengan menarik realitas kearah visi (solusi mendasar) dan menarik visi kearah realita. Walaupun untuk mengubah hal tersebut membutuhkan waktu. Inilah yang dapat menyebabkan frustasi dan ketegangan emosional dalam proses tersebut agar sejalan dengan realitas saat ini.



79



Dinamika ketegangan emosional berada di semua level aktivitas manusia. Tegangan emosional sering membuat seseorang terbawa perasaaan. Misalnya rasa sedih, khawatir, merasa tak berdaya dan lain sebagainya. Solusi untuk menghindarkan diri dari tegangan emosinal adalah dengan mengubah atau mengganti visi menjadi lebih dekat dengan realitas yang ada (akomodatif).



3. Konflik Struktural : Kekuatan dari Ketidakberdayaan Kebanyakan orang menganut salah satu dari dua keyakinan kontradiktif yang membatasi kemampuan diri untuk menciptakan hal yang benar-benar kita inginkan. Pada umumnya adalah keyakinan terhadap ketidakberdayaan – ketidakmampuan untuk mewujudkan semua hal yang kita inginkan. Keyakinan lain adalah berpusat pada ketidaklayakan – bahwa kita tidak pantas mendapatkan apa yang benar-benar kita inginkan. Sistem yang ada di lingkungan sekitar juga ikut terlibat dalam konflik struktur, misalnya keyakinan bekerja untuk mencapai visi sebagai sebuah sistem. Bayangkan ketika Anda bergerak menuju visi Anda, ada karet gelang yang melambangkan tegangan kreatif yang menarik Anda kearah yang diinginkan. Tapi bayangkan juga karet gelang kedua berada pada keyakinan terhadap ketidakberdayaan atau ketidaklayakan. Sama seperti karet gelang pertama yang mencoba menarik Anda kearah visi Anda, yang kedua pun menarik Anda kembali ke keyakinan mendasar bahwa Anda tidak bisa atau tidak layak memiliki hal yang menjadi visi Anda.



Sistem melibatkan tegangan yang menarik kita kearah tujuan dan tegangan menambatkan kita pada keyakinan yang mendasari “konflik struktural” yang saling bertentangan – menarik kita secara bersamaan kearah dan jauh dari apa yang kita inginkan. Dalam keyakinan pada ketidakberdayaan atau ketidaklayakan, konflik struktural menyiratkan bahwa kekuatan sistem turut menghalangi keberhasilan kita dalam mencapai visi. 80



Namun, terkadang seseorang dapat berhasil mencapai visi yang diinginkan. Terdapat tiga strategi umum yang dapat digunakan untuk mengatasi kekuatan konflik struktural yang masing-masing memiliki keterbatasan. Pertama, membiarkan visi Anda terkikis. Kedua, konflik manipulasi yaitu dengan mencoba memanipulasi diri sendiri dengan berupaya lebih keras untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dengan fokus menghindari sesuatu yang tidak kita inginkan. Ketiga, kemauan keras untuk mengatasi segala hambatan untuk mencapai visi.



Aplikasi Personal Mastery Personal mastery secara terus-menerus mempertajam fokus. Dalam prakteknya personal mastery adalah mengklarifikasi visi pribadi, Mempertahankan tegangan kreatif (holding creative tention), dan menentukan pilihan (making choice) dengan cara mengakomodasikan antara visi pribadi dengan realita. Personal mastery merupakan Fifth Dicipline. Visi bersama (shared vision) dibentuk dari visi pribadi yang merupakan inti dari personal mastery. Mental model akan mempengaruhi personal mastery seseorang. Team learning dibentuk dari individu yang belajar dan yang memiliki personal mastery. Dalam jurnal berjudul Exploring the Personal Mastery of Educational Leaders: Field TransFormation and its Validation in the Austrian Leadership Academy oleh (Gregorzewski, Schratz & Wiesner 2018) untuk memperkenalkan model inovatif Field Trans Formation untuk mengeksplorasi personal mastery para pemimpin pendidikan dan untuk mempresentasikan temuan empiris dari aplikasi eksplorasi dalam kepemimpinan di Austria.



1.



Leadership Based Self Assesment Model



Dengan pendekatan yang berbeda yang telah dikembangkan untuk menilai kompetensi kepemimpinan dari perspektif teoritis dan praktis yang berbeda. Dua di antaranya adalah disajikan secara jelas dengan mengilustrasikan dan mengeksplorasi perilaku manusia secara umum dalam kerangka holistik. Disisi lain bagaimana menilai kompetensi yang relevan di sekolah manajemen yang lebih spesifik. Kedua model tersebut bertujuan untuk menilai kompetensi tersebut dalam kepemimpinan pendidikan. Berikut merupakan model dari Role Diagrammatic Approach (RDA) :



81



Field TransFormation (FTF) didasarkan pada teori pola interaksional, patologi dan paradoks, psikologi mendalam, metode dengan model yang menjelaskan percakapan dalam konflik dalam kerangka kerja profesional lalu dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan analitik interpersonal komunikasi dalam pendidikan dengan penguasaan pribadi serta dari sudut pandang yang lebih organisasi menuju kapasitas pembelajaran organisasi secara keseluruhan, organisasi pembelajaran. Oleh karena itu, personal mastery diartikan sebagai sesuatu yang lebih berbasis nilai, intrinsik dan pernyataan motivasi pada individu pada tingkat organisasi. Berikut merupakan model Field TransFormation (FTF) :



82



Model Field TransFormation (FTF) yang dapat diaplikasikan dan digunakan untuk mengeksplorasi personal mastery para pemimpin pendidikan melalui kuesioner. Melakukan penelitian dengan ciri-ciri personal mastery yang berdasarkan data dan fakta berlaku pada model FTF360 karena memberikan wawasan tentang kepemimpinan pedagogis. Model Field TransFormation (FTF) memberikan umpan balik terperinci, yang dapat membantu peserta untuk mencari indikator yang efektif dan berhasil tentang kondisi sekolah dan proses pengembangan kualitas, juga dengan membandingkan pada data yang ada. Namun, terdapat beberapa kekurangan pada model FTF ini seperti 16 bidang pada gambar model diatas. Pembentukan bidang-bidang ini didasarkan pada tinjauan literatur yang luas dan pengalaman profesional yang panjang dalam teori kepemimpinan pendidikan, akan tetapi tidak semua aktivasi dari 16 bidang dapat terlihat karena kompleksitas konsep personal mastery. Seharusnya memiliki pengaruh yang relevan pada evaluasi kualitas dalam sumbu di antaranya stabilitas dan perkembangan, analisis faktual yang wajar dan komunitas koperasi dan pengembangan nilai bersama. Kekurangan lainnya ialah terjadi jika salah satu dari bidang menerima terlalu banyak penekanan, yang menyebabkan hilangnya keseimbangan. Seperti dengan empat skala, itu bisa mewakili gerakan dinamis dengan mudah mempertahankan ketidakseimbangan tetapi tampak relatif stabil dengan bobot yang tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Bui, Ituma & Antonacopoulou 2013) dalam “Antecedents And Outcomes Of Personal Mastery: Cross-Country Evidence In Higher Education” personal mastery menggunakan konsep model anteseden dan outcomes dari beberapa hipotesis secara sistematis. Diakui bahwa ada banyak konsep yang berpotensi mempengaruhi personal mastery, terdapat tujuh konsep dan lima konsep dari hasil teoritis dan empiris dalam literatur. Oleh karena itu personal mastery dipengaruhi oleh seperangkat anteseden seperti nilai kompetensi, nilai-nilai pribadi, visi pribadi, motivasi, pembelajaran individu, pelatihan dan pengembangan, dan budaya organisasi. Pada gambar dibawah ini dijelaskan bahwa adanya penggabungan secara sistematis dalam tingkat analisis individu, organisasi dan masyarakat yang digambarkan dalam model konseptual dibawah ini :



83



Antecedents



Outcomes



Gambar 1. Model hipotesis antecendents dan outcomes pada personal mastery



Penelitian yang dilakukan oleh (Retna 2011) bahwa kepemimpinan dalam sekolah sangat penting untuk manajemen dalam peningkatan sekolah yang efektif. Dalam penelitian ini berfokus pada bagaimana kepemimpinan sekolah mempengaruhi individu dalam manajemen sekolah yang efektif. Berdasarkan temuan empiris, penelitian ini menegaskan bahwa kepala sekolah memandang personal mastery memiliki peran penting dalam meningkatkan kepemimpinan di sekolah. Temuan menunjukkan bahwa kepala sekolah memiliki refleksivitas diri, yaitu faktor paling berpengaruh yang berkontribusi pada kemampuan untuk mengatasi perannya yang sangat menuntut seperti kepala sekolah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa personal mastery dapat menjadi pusat relevansi bagi kepala sekolah sebagai upaya mereka untuk memenuhi peran mereka secara efektif dan berhasil dan itulah refleksivitas diri merupakan kunci dari proses ini. Misalnya, konsep 'komitmen terhadap kebenaran' adalah terjalin tidak hanya dengan mengetahui diri sendiri tetapi juga dengan menilai realitas saat ini, pertumbuhan pribadi dan refleksivitas diri. Selanjutnya dalam menyandingkan teori dengan temuan, wawasan yang lebih besar ke dalam teori Peter Senge, misalnya mendemonstrasikan hubungan antara personal mastery seorang pemimpin dan kemampuannya menjadi panutan seperti yang disarankan dalam teori tersebut. 84



Secara lebih luas, seseorang dapat mulai mengamati menghubungkan antara 'belajar' melalui personal mastery di tingkat sekolah individu kepemimpinan dan potensi pembelajaran organisasi sekolah di mana ini personal mastery sedang berlangsung. Meskipun penelitian ini memiliki beberapa kekuatan, ia juga memiliki keterbatasan. Tujuannya adalah untuk fokus pada isu-isu mengenai kepemimpinan sekolah dan untuk memeriksa bidang pengembangan kepemimpinan ini menuju kontribusi efektif secara maksimal. Meski demikian, penelitian menunjukkan bahwa personal mastery adalah dasar untuk pengembangan pribadi dan profesional kepemimpinan sekolah yang efektif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marcuse on Senge: Personal Mastery, The Child’s Mind, And Individual Transformation”. Inisiatif ini dipahami sebagai "Organization Learning". Organization learning telah digambarkan sebagai sistem pembaruan diri yang berkelanjutan di mana "Perubahan" adalah proses rutin daripada hasil atau keadaan akhir (Marshall et al., 1995), organisasi pembelajaran mendorong eksperimen, pengambilan risiko, keterbukaan, sistem pemikiran, kreativitas, keaslian, imajinasi dan inovasi (Kofman dan Senge, 1993; McGill dan Slocum, 1993; McGill dkk., 1992). Akibatnya, Organization Learning dipahami bertentangan dengan praktik manajemen konvensional karena berisiko, tampak mengganggu rutinitas organisasi, pekerjaan yang menantang secara psikologis dan politik. Senge dan Marcuse memiliki tujuan umum yang sama yaitu untuk menghasilkan hubungan dan pengaturan kerja yang berbeda dengan mengubah cara orang dalam mendekati pekerjaan tersebut. Keduanya memahami bahwa transformasi individu sebagai cara mendekati pekerjaan sebagai usaha yang lebih bebas dan kreatif, dan keduanya menggunakan ingatan akan ketidakmampuan masa lalu sebagai sarana untuk melakukan hal tersebut. Marcuse dan Senge memiliki komitmen yang sama dengan kebutuhan dialektis dari transformasi individu. Marcuse berpendapat bahwa sensibilitas baru, saat orang tersebut memasuki dan mengubah komunitas. Begitupun juga menurut Senge, baik individu maupun strukturnya harus berubah secara substantif transformasi. Diakui bahwa beberapa pendapat Senge kurang terbarukan untuk 85



personal mastery termasuk memanfaatkan alam bawah sadar, mengintegrasikan akal dan intuisi - yang, jika yang terakhir dapat dipahami sebagai keinginan, akan berdiri sebagai ciri khas dari sensibilitas baru, dan akhirnya akan terlihat keterhubungannya. Poin teoritis nya ialah perlunya menanamkan disiplin Organization Learning dan Personal Mastery dengan menggunakan subjektivitas sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan. Personal Mastery harus mencakup potensi erotisasi kerja serta kebebasan yang membuat adanya penguasaan. Hasil penelitian ini sebagai langkah pertama ke hubungan antara kecerdasan emosional pemimpin dan disiplin personal mastery mereka. Hasilnya ialah adanya dukungan untuk hubungan positif antara disiplin penguasaan pribadi pemimpin dan kompetensi kecerdasan emosional tertentu, yaitu kesadaran diri, kompetensi yang berkaitan dengan manajemen diri, sosial, kesadaran, dan manajemen hubungan. Temuan dari penelitian ini berimplikasi pada praktik, termasuk nilai pemimpin yang mengembangkan kesadaran diri dan kebutuhan. Studi ini juga memperkuat kebutuhan para pemimpin untuk memiliki disiplin praktik personal mastery yang teratur dan konsisten untuk meningkatkan kesadaran diri dan kapasitas kompetensi kecerdasan emosional (Michael Bokeno 2009).



86



REFLEKSI PERSONAL MASTERY Sinmen Takezo pastinya tak pernah menyangka bahwa namanya akan dikenang terus hingga melewati masa yang sangat panjang dan jauh dari tanah kelahirannya di Desa Mimaska Prefectur Miyamoto, Jepang. Lahir dari keluarga samuari pedesaan yang tidak terkenal, namun kemudian langkah kecilnya untuk terus belajar dan memperbaki yagn tiada henti telah mengantarkannya menjadi Miyamoto Mushasi sebagai seorang samurai bebas (ronin) yang paling terkenal dalam sejarah Jepang hingga sekarang dan mungkin ke depan. Apa yang bisa kita pelajari dari seorang Takezo muda sampai kemudian bertransformasi menjadi seorang Miyamoto Mushasi yang terkenal jurus 2 pedang samurai niten ichi ryu dan berbagai seni perang dan jalan pedang "samurai"? Salah satu kebiasaan yang selalu dia sebut-sebutkan dalam monolog Takezo muda adalah dirinya harus fokus untuk mengerahkan energi mencapai tujuan hidupnya untuk menjadi samurai terbaik walaupun tanpa guru formal (otodidak). Bahkan, ketika memasuki ruangan tahanan yang gelap di Puri Himeji - Osaka selama 3 tahun Takezo menenggelamkan diri untuk membaca berbagai buku dan karya tulis kuno yang di ruangan tahanan itu. Setelah masa tahanannya berakhir maka Takezo pun betransfrormasi menjadi Miiyamotio Mushasi (Sang Samurai dari Miyamoto) muda yang terus menerus ingin menyempurnakan hidupnya di jalan pedang dan meraih berbagai tujuan hidup lainnya. Usia Miyamoo Mushashi memang hanya 62 tahun kematian telah menjemputnya pada pertengahan abad 17. Namun sampai hari ini karya-karyanya masih bisa dinikmati dalam bentuk lukisan, kaligrafi huruf Jepang, jurus-jurus dan priinsip beladiri samurai, dan tentu saja 2 buku yang menjadi rujukan dan bacaan para pimpinan perusahaan di Jepang maupun di Amerika yaitu "Go RIn No Sho atau The Book of Five Rings" dan "Dokkōdō atau he Path of Aloneness". Kedua buku itu telah menginspirasi tentang pilihan strategi efektif dalam hal survival dan pengembangan personal dan bahkan orgnisasi yang terkadang sangat uniik untuk setiap orang ataupun orgnaisasi.



87



Itulah gambaran singkat bagaimana transformasi bocah lugu Shinmen Takezo yang punya cita-cita besar dan akhirnya bertransformasi menjadi Miyamoto Mushasi yang terkenal hingga sekarang dan masa yang akan datang. Seberapa efektif efek Mushashi dalam hidup kita? perhatikan salah satu quote jalan pedang dalam Kitab Lima Lingkaran "The Book of Five Rings". "Tidak penting pedang apa yang kau bawa, karena sesungguhnya tujuan hidup jalan pedang (samurai) adalah memenangkan setiap pertarungan! Bukan mati dengan memegang pedang yang bagus!". Mungkin dalam konteks kekinian Mushashi sedang menyindir kita "Tidak penting jabatan atau posisi apapun yang kita pegang, karena itu pasti ada akhirnya! yang paling penting justru manfaat apa yang kita dan orang peroleh dengan jabatan atau posisi yang kita emban itu!"



Ikhtisar Personal mastery merupakan Fifth Diciplin Visi bersama (shared vision) dibentuk dari visi pribadi yg merupakan inti dari personal mastery Mental model akan memengaruhi personal mastery seseorang. Team Learning dibentuk dari individu yang belajar dan yang memiliki personal mastery. Personal mastery merupakan suatu disiplin untuk secara terus menerus mendalami dan memperjelas visi pribadi kita, memfokuskan energi kita, membangun kesabaran, dan melihat realitas secara obyektif dengan cara komitmen terus-menerus terhadap pertumbuhan pribadi melalui belajar tentang kenyataan sebenarnya – melihat realitas secara obyektif.



88



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN Sifat : Kelompok 1. Buatlah 4 kelompok kemudian pilihlah masing-masing kelompok, satu judul Film (tidak boleh sama filmnya) 2. Rincian Film: The Lord Made Something, Top Secret Bilioner, Remember the titans dan Everest 3. Siapa tokoh-tokoh dari film tersebut? 4. Cari contoh-contoh dari 5 disiplin lain dalam film itu. 5. Apa pelajaran yang anda dapatkan? 6. Apa yang bisa anda terapkan di lingkungan anda: keluarga dan tempat kerja? 7. Ambil potongan film/gambar yang menunjukkan hal-hal yang anda anggap penting 8. Buat penyajiannya secara menarik di dalam PPT (sertakan foto pribadi di depan silde awal PPT beserta nama kelompok ex: Kelompok 1, Kelompok 2 dst)



PENERAPAN PEMBELAJARAN Contoh Aplikasi Personal Mastery Sekiranya seorang manusia dipanggil sebagai seorang penyapu sampah, hendaklah ia menyapu seperti halnya Michelangelo melukis atau Beethoven memainkan musiknya, ataupun Shakespeare menulis puisinya. Ia harus menyapu dengan begitu baik sekali sehingga semua yang ada di surga dan buana akan terpana & berkata: disinilah tempat tinggal seorang penyapu sampah yang paling hebat, yang telah melakukan kerjanya dengan baik sekali.



REFLEKSI PEMBELAJARAN Pikirkan dan renungkan pembelajaran yang didapat dengan menyimak video yang dapat merefleksikan personal mastery sebagai berikut: 1. Nick-Vujivic-Motivasi-Video 2. zizou.mpeg 3. fedex kuno



89



BAB VII



THEORY OF CONSTRAINT (TOC) SEBAGAI PENERAPAN BERPIKIR SISTEM



Theory of Constraint (TOC) sebagai Penerapan Berpikir Sistem Penjelasan bab-bab sebelumnya tentang sistem yang menyatakan bahwa aplikasi sistem dalam kehidupan, baik kehidupan sehari-hari seorang individu di dunia industri, dunia pekerjaan merupakan sesuatu yang sangat relevan, sebagaimana misalnya sebuah konsep atau teori yang dikemukakan oleh Goldratt tentang Theory of Constraint. Theory of Constraints merupakan filosofi yang muncul yang bertumpu pada dua asumsi yaitu pemikiran sistem dan kendala. Theory of contraint (TOC) merupakan suatu proses berpikir secara logis, sistematis dan terstruktur. Pada teori ini dijelaskan bahwa kinerja suatu organisasi akan dibatasi oleh minimal satu kendala atau lebih, akan tetapi dengan adanya kendala dapat membatasi apa yang dapat kita lakukan dalam situasi apapun serta akan menemukan solusi untuk memahami mengapa hal tersebut terjadi serta dapat menentukan langkah untuk memperkecil kendala yang dihadapi (Pyzdek,2000). Menurut Goldartt, contraint atau kendala ialah segala hal yang membatasi sistem dalam mencapai tujuan organisasi. Setiap organisasi memiliki keterbatasan sumber daya dalam setiap proses kegaiatan dalam mencapai tujuan oleh, keterbatasan yang dimaksud ialah contraints. Pendekatan Theory of Constraints didasarkan pada sistem berpikir, dengan demikian lebih mempertimbangkan kinerja sistem secara keseluruhan daripada berfokus pada peningkatan. Organisasi harus terus bertransformasi dan beradaptasi dengan perubahan yang terus-menerus agar dapat bertahan hidup dan berkembang. Goldratt mendefinisikan proses Lima Langkah Pemfokusan sederhana (Five Focusing Steps/5FS) untuk mencapai perbaikan terus-menerus dan perubahan langkah yang juga akan mencegah kesalahan, kelalaian, serta kesalahan deteksi dan koreksi. Organisasi dapat dilihat sebagai sebuah rantai sehingga kinerja organisasi dibatasi oleh "rantai terlemah" atau batasan sistemnya. Goldratt mengusulkan cara mengatasi rantai terlemah adalah dengan upaya-upaya peningkatan kinerja yang dilaksanakan di dalam kerangka konsep manajerial. Untuk meningkatkan kinerja organisasi, manajemen harus memfokuskan waktu dan sumber daya mereka yang terbatas untuk menemukan cara untuk "memperkuat rantai terlemah."



91



Identifikasi Kendala Sistem



Menyerahkan Segala Sesuatu kepada Keputusan di Atas



Putuskan Bagaimana Memanfaatkan Kendala Sistem



Jika di Langkah Sebelumnya Kendala Telah Rusak, Kembali ke Langkah 1, jangan biarkan inersia menyebabkan batasan sistem.



Tingkatkan Kendala Sistem



Gambar 7.1. 5FS (Five Focusing Steps) Pemimpin yang berfikir sistem akan mampu mengenali constraint. Ketika menemukan constraint, pemimpin tersebut akan melakukan langkah-langkah 5FS: 1. Identifikasi Kendala Sistem Setiap manusia memiliki intuisi untuk mengenali apa yang bisa berjalan dan apa yang menjadi kendala, maka cara mengenali constraint di dalam sistem adalah dengan menggunakan intuisi tersebut. Menemukan sebuah constraint atau kendala di dalam sebuah sistem sesungguhnya telah menjadi sebuah kemampuan yang natural atau alami, sesuatu yang by default melekat pada diri kita semua dan karena itu intuisi menjadi satu hal yang penting untuk didengarkan. Intuisi akan menjadi kekuatan ketika kita mampu dengan tajam mendengarkan dan memperjelas isyarat dari bisik hati atau alarm yang berdering di dalam diri kita saat memperhatikan sebuah sistem berjalan dan interaksinya. Saat intuisi mengatakan bahwa kita sudah mengetahui hal yang benar, namun jika tidak diungkapkan, maka kita menjadi tidak mempercayai diri sendiri dan melakukan hal yang berlawanan. Bagaimana cara mendengarkan intuisi yang benar? Identifikasi kendala dan putuskan apa yang menjadi kendala di dalam suatu sistem. Di dalam sistem, kendala adalah ketika kita menetapkan rantai terlemah (the weakest link) karena sistem dianalogikan sebagai sebuah rantai. Mengidentifikasi kendala bukanlah sesuatu yang sulit, bukanlah sesuatu yang mekanik atau memerlukan analisis yang sangat panjang karena kita bisa menggunakan intuisi kita. Contohnya, ketika kita asyik membaca sambil menikmati kudapan ringan, kita tidak lihat bahwa langit sudah mendung dan awan menghitam. Kita baru terkejut ketika mendengar ada suara ‘tes’ yang ternyata air yang jatuh mengenai bacaan, lalu kita melihat ke atas, ke arah atap. 92



Biasanya yang kita lakukan adalah menaruh ember dan menggeser posisi duduk kita, lalu kita lanjutkan lagi membaca. Padahal kita tahu bahwa yang kita lakukan adalah sesuatu yang sementara, respons terhadap symptom saja, walau kita sudah mengetahui bahwa kausanya adalah genteng yang bocor tadi. Jadi, sebenarnya kita sudah mengetahui mana yang sekedar symptom (undesired effect) dan mana yang menjadi kausa. Akar penyebabnya adalah genteng bocor yang mengakibatkan air menetes. Kita tidak menyukai tetesan air bocor tersebut saat mengenai buku bacaan kita dan kita juga tahu sumber utamanya adalah retaknya genteng namun yang kita lakukan adalah mengatasi tetesannya saja. Contoh lainnya adalah rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan. Biasanya yang menjadi kendala adalah ruang operasi, ruang pemulihan, unit gawat darurat, mesin CT/MRI, dokter gigi, laboratorium (Wadhwa, 2010) dimana terjadi antrian atau penumpukan pasien. Kita tidak akan menganggap sebuah kendala untuk sesuatu yang given atau pemberian dari Tuhan, misal musim hujan dimana biasanya terjadi banjir. Yang menjadi kendala bukanlah hujan, namun sistem pengawasan (surveillance) lingkungan yang tidak baik ketika hujan terjadi atau karena sanitasi yang tidak terjaga. Selain intuisi, praktik terbaik pun tidak dapat menjawab pertanyaan mengenai cara yang benar untuk mengidentifikasi kendala, tidak adanya cara standar untuk menentukan tindakan yang dibutuhkan dan tidak memadainya standar untuk memfokuskan perbaikan (Goldratt, 2010). Pendekatan yang biasa dilakukan adalah menyusun daftar masalah, mengukur kesenjangan. Masalah yang ada di daftar paling atas diambil sebagai target untuk perbaikan. Namun hal ini hanya mengarah pada perbaikan marjinal, karena yang menjadi dasar pendekatan ini adalah asumsi yang keliru bahwa kesenjangan tidak saling bergantung, ketika saling ketergantungan itu diperhitungkan, menjadi jelas bahwa kesenjangan tersebut merupakan efek yang tidak diinginkan (undesirable effects/UDE) dari penyebab yang jauh lebih dalam (Goldratt, 2010). Pada satu waktu, bisa saja kita akan menemukan beberapa kendala, maka penting melakukan suatu prioritas. 2. Kelola/Intervensi Kendala Sistem Dengan "mengeksploitasi” berarti kita harus mengerahkan seluruh kemampuan dan sumber daya yang ada untuk memaksimalkan kendala tanpa melakukan perubahan atau peningkatan yang berpotensi mahal (Dettmer, 2007). 93



Lakukan rekonfigurasi” hambatan kunci maka kita bisa menemukan solusi internal tanpa tambahan sumber daya baru, melakukan evaluasi visi bersama dan berpikir sistem, merestrukturisasi mental model, teamwork dan team learning, membuka peluang untuk berbagai usaha dan menciptakan iklim organisasi yang kondusif. Goldratt mencontohkan sekelompok pasukan pramuka sedang mendaki dan dipimpin oleh Alex Rogo. Tujuan pasukan yaitu sampai ke perkemahan dalam jangka waktu yang wajar dengan menjaga kelompok tetap dapat diawasi orang dewasa. Herbie adalah seorang anak laki-laki yang paling lambat bergerak dalam pasukan sehingga banyak antrian anak laki-laki di belakangnya. Alex Rogo mencoba mendorong Herbie namun "eksploitasi" ini tidak cukup untuk mencapai tujuan. Lalu Alex membuat pasukan menyesuaikan kecepatan berjalan Herbie, walau kelompok tetap bersama, tetapi tetap tidak cukup untuk mencapai tujuan. Alex kemudian melakukan analisis sebab dan akibat untuk meningkatkan kendala dan memilih akar penyebab "ransel berat" (Goldratt, 2016). Dia kemudian memecahkan masalah dengan mendistribusikan persediaan Herbie di antara para pendaki yang lebih cepat. Alex tetap waspada untuk mengevaluasi kendala baru, namun tetap Herbie yang menjadi kendala tetapi peningkatan kapasitasnya cukup untuk memenuhi tujuan. Di kisah ini, Alex melakukan realokasi atau rekonfigurasi terlebih



dahulu



sebelum



melakukan



solusi



eksternal



seperti



meminta



bantuan/menunggu donor. 3. Rekonfigurasi dan Realokasi Setelah melakukan identifikasi kendala (Langkah 1) dan memutuskan apa yang harus dilakukan (Langkah 2), maka lakukan realokasi sumber daya agar komponen terlemah (hambatan kunci) berfungsi optimal, merubah distribusi sumber daya yang ada (internal) dengan desentralisasi, mengatur kembali alokasi, membagi sumber daya dan privatisasi. Kita mungkin harus "menghilangkan" beberapa bagian dari sistem, sementara "meningkatkan" yang lain. Setelah menundukkan non-batasan, hasil tindakan harus dievaluasi, apakah batasan masih membatasi kinerja sistem? Jika tidak, maka kendala telah hilang dan melompatlah ke Langkah 5. Jika kendala belum hilang, maka lanjutkan ke Langkah 4 (Dettmer, 2007). Jika kita melakukan Langkah 4, itu berarti bahwa Langkah 2 dan 3 tidak cukup untuk menghilangkan kendala. Kita harus melakukan sesuatu yang lebih, gagasan



94



tentang perubahan besar pada sistem — reorganisasi, divestasi, peningkatan modal, atau modifikasi sistem substansial lainnya. Langkah ini dapat melibatkan investasi yang cukup besar dalam waktu, energi, uang dengan cara menerima donasi, melakukan pinjaman, menjual aset, meminta anggaran yang baru atau sumber daya lainnya, jadi kita harus yakin bahwa kita tidak dapat memecahkan kendala dalam tiga langkah pertama. Tidak jarang organisasi yang tidak memahami teori kendala untuk langsung melompat dari Langkah 1 (Identifikasi) ke Langkah 4 (Tinggikan). “Mengangkat” kendala berarti bahwa kita mengambil tindakan apapun yang diperlukan untuk menghilangkan kendala tersebut. Ketika langkah ini selesai, batasan awal menjadi hilang, tetapi beberapa faktor baru, di dalam atau di luar sistem, menjadi batasan sistem baru (Dettmer, 2007). 4. Kembali Ke Langkah 1, Namun Waspadai 'Inersia' Jika kendala hilang pada Langkah 3 atau 4 kita harus kembali ke Langkah 1 dan memulai siklus lagi, mencari hal berikutnya yang menghambat kinerja kita. Kehatihatian tentang inersia mengingatkan kita bahwa kita tidak boleh berpuas diri; siklus tidak pernah berakhir maka kendala harus terus dicari (Dettmer, 2007). Menurut Barnard (2010), kerangka kerja (framework) dari perspektif Theory of Constraints (TOC) memanfaatkan desain perbaikan berkelanjutan dan proses audit di dalam sebuah organisasi. Jika perbaikan yang dilakukan tidak bisa meningkatkan performa organisasi secara keseluruhan, maka perbaikannya bersifat lokal, bukan menyeluruh dan berkelanjutan. Kerangka kerja terdiri dari 5 pertanyaan utama, yaitu: why change (mengapa berubah) untuk menjawab permasalahan yang tidak ada ujungnya, seperti vicious cycle, terkait dengan perbaikan berkelanjutan yang dilaksanakan secara tradisional (hanya melihat masalah utama) dan kesalahan audit. what to change (apa yang harus diubah) berdasarkan konflik dan asumsi yang mendasar yang perlu dijawab. to what to change (untuk apa yang harus diubah) dijawab dengan menentukan kriteria, arah dan rincian solusi untuk memecahkan konflik ini dan mencegah efek baru yang tidak diinginkan.



95



dan akhirnya bagaimana untuk mengatasi kendala implementasi (how to cause the change) sehingga dapat menerapkan solusi perbaikan dan audit berkelanjutan yang berdasarkan TOC. Sebuah



proses



perbaikan



yang



berkelanjutan



(A



Process



of



Ongoing



Improvement/POOGI) menjadi motto TOC, yaitu kinerja yang meningkat seiring berjalannya waktu, yang digambarkan dengan dua kurva yang berbeda secara konseptual — kurva merah adalah laju peningkatan yang mengarah ke pertumbuhan eksponensial dan merupakan kurva yang diharapkan oleh sebuah organisasi, sedangkan kurva hijau menggambarkan laju peningkatan yang menurun yang merupakan cermin dari kondisi riil (Goldratt, 2010, Barnard, 2010). Scoggin et.al menunjukkan bahwa implementasi akan berhasil bila ada perubahan pada organisasi yang positif serta membutuhkan manajer yang memiliki kemampuan untuk : (1) mengukur, menilai dan menganalisis situasi sejalan dengan tujuan organisasi, (2) merumuskan rencana tindakan yang relevan secara efektif mengatasi masalah organisasi, dan (3) berhasil mengelola implementasi dalam merumuskan rencana aksi. Lima langkah fokus dari Theory of Constraints memberikan pendekatan untuk terus-menerus menyelesaikan masalah sistem dan karenanya dapat meningkatkan kinerja organisasi. Tool of Thinking Process menyediakan kerangka kerja untuk memahami situasi yang ada dalam sistem, mengidentifikasi strategi yang efektif untuk mencapai tujuan



Gambar 1.1 Roadmap Theory Of Constraint



dan menerapkan perbaikan dalam sistem. Mabin (1999) menggambarkan alat berpikir sistem sebagai roadmap yang digunakan melalui proses penataan dan identifikasi masalah, pengembangan solusi untuk masalah, mengidentifikasi hambatan yang mungkin dihadapi saat menerapkan solusi, dan akhirnya menerapkan solusi tersebut. 96



Alat Proses Berpikir terdiri dari rangkaian lima diagram pohon sebab-akibat dan alat tambahan yang dibangun mengikuti aturan logika yang diwakili oleh situasi (Mabin dan Balderstone, 2003; Kim et al., 2008; Inman et al., 2009). Theory of Constraints digunakan untuk melakukan hal berikut; (1) untuk mengidentifikasi gejala bermasalah, yang disebut efek yang tidak diinginkan (UDEs), yang bertindak sebagai indikator kinerja yang buruk dari suatu sistem relatif terhadap tujuannya, (2) untuk menemukan penyebabnya UDE, (3) untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan penyebab, (4) untuk memastikan dampak intervensi yang dirancang untuk menghilangkan penyebab, dan (5) untuk memetakan jalan ke depan tentang bagaimana caranya mengelola proses perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja sistem (Sanjika, 2010). Current Reality Tree merupakan alat Theory of Constraints dalam berpikir sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah inti dalam sistem (Scoggin et al.,2003). Salah satu proses berpikir dalam teori kendala, pohon realitas saat ini (CRT) adalah cara menganalisis banyak sistem atau masalah organisasi sekaligus. Current Reality Tree biasanya digunakan sebagai langkah pertama dalam berbasis berpikir sistem karena menggunakan logika sebab-akibat yang dimana dapat mengidentifikasi masalah inti yang dapat dilihat dari diagram pohon. Proses manajemen perubahan dan dirancang untuk mengidentifikasi apa yang perlu diubah membawa peningkatan terbesar dalam keseluruhan kinerja sistem serta dapat juga dijadikan alat yang efektif saat menghadapi kendala kebijakan (Kim et al.,2008).



Keterangan : UDE : Undesirable effect (gejala/penyebab umum yang paling inti)



97



CRT secara konseptual dianggap memiliki bentuk seperti V dengan UDE teratas dan banyak UDE di atas, UDE lain yang merupakan penyebab dari UDE teratas dan penyebabnya sendiri, dan seterusnya hingga ke beberapa akar penyebab kritis, yang biasanya terletak ( dekat atau) di dasar CRT. Setelah pohon selesai dibuat, pohon itu dapat dibaca dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas. Konstruksinya selalu dari atas ke bawah, mulai dari gejala hingga penyebab hingga akar penyebab kritis. CRT terbuat dari entitas yang merupakan kotak bersudut bundar yang berisi deskripsi singkat tentang fakta dalam bentuk sekarang. Entitas adalah penyebab atau konsekuensi dan kebanyakan dari keduanya adalah keduanya. Dengan mengidentifikasi akar penyebab umum untuk sebagian besar atau semua masalah, CRT dapat sangat membantu perbaikan sistem yang terfokus.



Ikhtisar Dalam suatu organisasi seperti layaknya suatu sistem pasti memiliki hambatan dalam menjalankan suatu organisasi. Sistem digambarkan seperti suatu rantai. Rantai yang kokoh diibaratkan sebuah organisasi yang memiliki tujuan yang sama sehingga menghasilkan kinerja organisasi yang optimal sedangkan rantai yang mudah rapuh merupakan rantai yang diibaratkan dalam suatu organisasi tersebut (individu dalam organisasi) belum memiliki tujuan yang sama. Maka rantai yang mudah rapuh tersebut diibaratkan hambatan dalam suatu organisasi. Langkah mengatasi hambatan tersebut adalah: identifikasi hambatan kunci, rekonfigurasi hambatan kunci, realokasi sumber daya agar komponen terlemah (hambatan kunci) berfungsi optimal dan tambahkan sumber daya baru.



98



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN 1. Dikerjakan secara berkelompok 2-3 orang. 2. Pelajari dari bahan yang ada mengenai teori hambatan dan 5 “whys” dan referensi lain yang kalian cari. Tugasnya adalah identifikasi masalah sistem serta buat langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah sistem tersebut. Gunakan cara berpikir dengan pendekatan TOC. Boleh ambil contoh masalah yang ada di institusi tempat anda bekerja. Dibuat dalam bentuk ppt.



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN Contoh: 3 orang pramuka mendaki gunung. a. Rekonfigurasi: Tempatkan Herbie di depan b. Realokasi sumber daya: bagi beban yang dibawa oleh Herbie kepada dua orang lainnya c. Tambah sumber daya baru: sewa truk untuk mengangkat para pramuka



PENERAPAN PEMBELAJARAN Penelitian tahun 2018 oleh Alissa Sita Pertiwi dan Thinni Nurul Rochmah mengenai Implementasi Theory of Constraint pada Waktu Tunggu Pelayanan Resep Obat bertujuan memeriksa aliran peredaran obat, mengidentifikasi bagaimana sistem peracikan obat bekerja serta mengkaji sumber daya organisasi yang menjadi kendali. Peneliti menemukan kendala lima dari enam langkah layanan, distribusi beban kerja yang tidak merata dan staf yang kurang disiplin (Pertiwi & Rochmah, 2019).



99



Penerapan Theory of Constraints di Rumah Sakit Credential link pasti terkait akreditasi. Saat ini standar fasilitas sedang dalam proses revisi, standar tarif akan berbeda walau sama-sama kelas A karena bagi RS yang akan menghadapi proses akreditasi (yang memakan biaya sangat besar), akan diperhitungkan sebagai unit cost dalam penetapan tarif.



Rumah Sakit kami



mulanya menetapkan kelas 3 tadinya tidak menggunakan pendingin ruangan (AC), namun saat ada gubernur DKI meminta untuk menggunakan AC, akhirnya kelas 3 di RS kami juga menggunakan AC, sehingga biaya meningkat, masyarakat kemudian protes. RS tidak boleh menolak pasien, pemegang Jamkesmas dan sebagainya, padahal terkait Unit Cost: contoh untuk Operasi by pass 1 minggu biaya 68 juta tapi Askes bayar 60 juta. Ganti 2 katup 191 juta, tapi DKI bayar 120 juta, sisanya RS bayar sendiri. Semua cukup membawa FC KTP dan FC KK, RS kalau dg FC KTP dan FC KK, apakah Pak Ahok mau membayar? Pak Jokowi hanya melihat ujungnya dan tidak melihat prosesnya. Jamkesmas itu lancar pembayarannya, tapi bayarnya hanya 70-80% dari cost kita, tak apa yang penting lancar. Yang susah Jamkesda DKI selalu terlambat membayar RS Tarakan piutangnya 40M karena rigid sekali. Belum perbedaan pelayanan, Tarakan hanya 1 minggu sementara di Harkit 1 bulan, akibatnya pasien kembali ke Harkit. Keterlambatan ini mengganggu sistem keuangan RS dan juga pembayaran ke dokter. Kalau IDI di DPR mempermasalahkan remunerasi dokter, itu wajar. SJSN dengan fee for service tidak bisa, harus dengan sistem remunerasi yang jelas. Jadi dokter bisa tenang dan sistem remunerasi itu ditangani rumah sakit.



100



BAB VIII APLIKASI ROOT CAUSE ANALYSIS (RCA)



Pengantar Aplikasi Root Cause Analysis (RCA) Bab sebelumnya kita telah membahas tentang Theory of Constraints (TOC) dimana teori tersebut mengidentikasi rantai terlemah dari suatu sistem. Untuk mengatasi Theory of Constraints (TOC) salah satunya adalah dengan aplikasi Root Cause Analysis (RCA) yang merupakan suatu struktur yang menggambarkan keadaan realitas sebagaimana yang terjadi. Root Cause Analysis (RCA) merefleksikan rantai “sebab-akibat” antara dua atau lebih petunjuk atau indikasi yang paling mungkin, spesifik dan satu kesatuan keadaan dalam suatu sistem. Dengan mengacu pada proses berpikir Theory of Constraints yang mengidentifikasi solusi proses berpikir cara TOC dan memetakan mata rantai logis—hubungan sebab akibat— sebagai diagram pohon untuk menggambarkan efek-efek yang tidak dikehendaki (undesirable effects/UDEs) karena karena sebagian besar efek yang tidak dikehendaki di dalam sistem disebabkan oleh beberapa akar penyebab kritis. Jika kita menghapuskan UDE, maka hanya memberikan rasa aman yang palsu karena kita mengabaikan akar penyebab kritis yang mendasarinya. Solusi yang melakukan hal ini cenderung hanya sementara, maka dengan menghilangkan akar penyebab kritis secara bersamaan, akan menghilangkan semua UDE yang dihasilkan dan mencegahnya muncul kembali (Dettmer, 2007). Kebanyakan yang terlihat dalam sistem dan kita tidak berkenan bukanlah “problem/masalah”, tetapi indikator yang tidak diinginkan (UDE/undesirable effects). Mereka adalah efek resultante dari penyebab terselubung yang disebut: key constraint. Saat kita mengatasi UDE maka kita mengobati gejala, mengarahkan kita kepada tindakan-tindakan yang tidak seharusnya diambil (Goldratt, 2010). Ibarat membalut luka, tidak menghilangkan infeksi yang menjadi penyebab dasar, yang bisa terjadi berulang. Setelah menemukan solusi pun, kita tetap melakukan proses perbaikan yang berkelanjutan agar selalu diperbaharui serta menjaga efisiensiefektifitas dari solusi (Dettmer, 2007).



Fungsi Root Cause Analysis (RCA) 1. Memberi gambaran sistem yang kompleks. 2. Mengidentifikasi efek yang tidak diharapkan (undesirable effects) yg menjadi hambatan sistem. 102



3. Menghubungkan UDEs melalui rantai “sebab-akibat” dengan akar penyebab (Root Cause). 4. Mengidentifikasi “masalah inti”(Core Problem). 5. Menetapkan pada akar penyebab mana yang merupakan masalah utama (CP) yang berada pada “span of control” atau “sphere of influence”. 6. Memfokuskan perhatian pada hambatan-hambatan yang berpengaruh pada peningkatan/perbaikan sistem. Ernawati et.al (2015) melakukan penelitian di Rumah Sakit “X” di Malang mengenai kepatuhan hand hygiene perawat ruang rawat inap rumah sakit yang hasilnya masih rendah (35%). Angka kepatuhan yang tinggi ditemukan pada momen sesudah kontak atau melakukan tindakan sedangkan kepatuhan cuci tangan sebelum kontak sangat rendah bahkan nol pada momen sebelum kontak dengan pasien. Analisis akar masalah menunjukkan faktor pengetahuan dan penguatan monitoring dalam bentuk audit, media pengingat, tidak adanya mekanisme sangsi dan penghargaan merupakan determinan kepatuhan hand hygiene.



Langkah Menyusun RCA Langkah 1: Mengawali dengan Menentukan Area Masalah yang Akan Diselesaikan



Pilih “pertanyaan kunci”(“Key Question.”) yang dimulai dengan kata “Mengapa ……… ”( “Why …? ). Hal ini mendorong kita untuk menyusun Pohon Realitas. Contoh: “Mengapa orang sakit banyak yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan pemerintah? “ Benarkah ?



Langkah 2: Mengidentifikasi UDEs



1.Pilih pernyataan negatif yang berhubungan dengan pertanyaan kunci yang kita anggap menjadi perhatian saat ini (mengapa banyak orang sakit tidak memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan pemerintah). Misalnya: Banyaknya pengobatan alternatif dan swasta . Mutu pelayanan kesehatan pemerintah rendah. Tenaga kesehatan pemerintah kurang terlatih, dll. 2. Siapkan minimal 10 UDEs 3. Periksa apakah kondisi/pernyataan tersebut negatif? Jika tidak sebenarnya tidak ada masalah. Apabila ya maka pernyataan tersebut adalah UDEs. 4. Uji keabsahan UDEs tersebut.



103



Bagaimana mengidentifikasi dan menguji UDEs



1. Apakah pernyataan memperburuk keadaan saat ini (mutu pelayanan kesehatan dasar di puskesmas rendah, dll). 2. Apakah ada orang lain dalam kelompok atau organisasi setuju dengan efek negatif tsb dan dirasakan oleh mereka (misal: waktu tunggu lama, petugas kurang disiplin, dsb). 3. Apakah masyarakat yg lebih luas juga merasakan atau setuju adanya efek negatif tersebut. 4. Pernyataan tsb penting bagi pembuat Pohon Realitas (tree builders) dan apakah merupakan deviasi yg tidak diinginkan. 5. Apakah UDEs tersebut memperburuk kinerja sistem. 6. Bila semua jawaban “ya” maka anda memiliki satu UDE.



Mengapa menekankan pada UDEs?



1. UDEs adalah suatu keadaan yang negatif. 2. Kita berkeinginan untuk menghilangkan kondisi/keadaan tersebut. 3. Keadaan itu membuat kita merasa tidak enak/terganggu. 4. Memulai dari UDE akan mempercepat proses analisis. 5. UDE merupakan pintu masuk untuk menemukan masalah inti (core problem).



Contoh Menetapkan UDEs dalam RCA



1. Berawal dari “Pertanyaan Kunci” yang dimulai dengan “Mengapa" Contoh, “Mengapa banyak masyarakat masih mengkonsumsi garam tidak beryodium ? 2. Apakah ada indikator yang mendukung pernyataan anda tentang contoh tersebut? Banyaknya garam non beryodium beredar. Garam berjodium lebih enak rasanya. Pedagang di pasar tidak peduli pada garam apapun yang dijual.



3. Tentukan apakah kondisi yang terjadi benar benar negatif. Jika tidak, sebenarnya tidak ada masalah.



Langkah 3: Menyiapkan Rantai Sebab Akibat untuk Memulai Pohon Realitas Diskusikan dan pilih 5 yang terburuk dari 10 UDEs yang telah disiapkan. Tulis pada kertas Post-It dan susun secara horizontal.



104



Langkah 4: Menghubungkan UDEs 1. Lihat hubungan antar UDEs dengan aturan “sebab-akibat”. Tentukan apakah satu elemen disebabkan oleh elemen yang lain. 2. Uji apakah ini merupakan penyebab sebenarnya, apakah ada yang tertinggal atau hilang (penyebab antara). 3. Pilih 2 UDEs yang berhubungan sebab-akibat, dan letakkan dibawahnya. 4. Gunakan CLR untuk menentukan apakah ada sebab tambahan atau sebab lain pendukung sebab awal.



Langkah 5: Ulang Proses yang Sama untuk Seluruh UDEs dan Susun dengan Rantai Sebab-Akibat ke Bawah 1. Hubungkan UDEs yang tinggal dengan semua kemungkinan. 2. Hubungkan ke jalur pertama atau membuat jalur baru. 3. Uji semua hubungan dengan CLR.



Langkah 6: Membangun Pohon Realitas dengan Rantai SebabAkibat 1. Hubungkan setiap cabang dan rantai sebab akibat ke bawah. 2. Tambahkan elemen-elemen lain sebagai sebab antara (bila perlu). 3. Periksa sampai seluruh UDEs dan cabang apakah sudah terhubungkan. 4. Cek kembali hubungan sebab akibat dengan menggunakan CLR. 5. Amati kembali kemungkinan ada hubungan lateral.



Langkah 7: Review dan Memastikan UDEs yang Benar 1. Periksa kembali ke 5 UDEs, apakah semuanya memenuhi syarat untuk ditentukan sebagai akibat yang tidak diinginkan (UDE). Bila tidak, buang tanda yang menyatakan sebagai UDE. 2. Periksa apakah ada UDE yang tidak relevan dengan kenyataan hidup. 3. Periksa kembali rantai sebab akibat setiap cabang sampai ujung akhir UDE yang terendah. Amati mengapa ini terjadi. Bila ada jawaban, berarti ini masih merupakan UDE. Periksa kembali kemungkinan ada UDE baru.



105



Langkah 8: Menentukan Root Cause (RC) dan Core Problem (CP) 1. Perhatikan letak RC (akar masalah) dan hitung berapa jumlah UDEs yang berhubungan dengan setiap RC. 2. Perhatikan apakah ada RC yang berhubungan dengan 70% atau lebih UDEs. Bila ada maka RC ini adalah Core Problem (masalah inti atau hambatan kunci). Bila tidak ada kemungkinan ada hubungan yang hilang. Teruskan langkah 9. Menguji validitas Core Problem 1. Apakah rantai sebab-akibat berhubungan dengan 70 % atau lebih UDEs 2. Apakah menurut intuisi kita CP tersebut benar-benar merupakan sumber kesulitan dalam sistem. 3. Apakah CP itu betul-betul merupakan masalah besar dan merangsang kita untuk melakukan sesuatu. 4. Apakah setelah diadakan koreksi masalah tsb tidak akan muncul lagi.



Langkah 9 : Menentukan Root Cause yang Akan Diintervensi



1. Perhatikan Core Problem yang sudah diidentifikasi pada langkah sebelumnya dan uji keabsahannya. 2. Gambar area yang berada dibawah kontrol anda (span of control) untuk mengetahui elemen yang menjadi kekuasaan anda. 3. Gambar area “sphere of influence” untuk mengetahui elemen-elemen yang bisa dipengaruhi. 4. Pilih CP yang berada dalam area pengaruh anda. 5. Bila CP diluar area pengaruh, pilihlah RC yang ada di area pengaruh dan merupakan akar masalah yang paling berat. Langkah Teknis menyusun RCA : Pilih 1 isu/masalah yang penting. Buat 5-10 gejala/simtom/UDE dari isu. Buat hubungan antar UDE tersebut. Bila perlu kotak penyebab baru. Jumlah penyebab baru tgt kebutuhan. Diluar 5-10 UDE, ada penyebab apa saja yang anda tambahkan. Apa saja RC nya? Mana yang anda sebut sebagai CP. Mengapa ? Kalau CPnya adalah tersebut di atas, jelaskan secara ringkas mengenai pemecahan masalahnya (Rencana Tindak Lanjut). 106



Selain sistem seperti mata rantai, sistem juga dapat dimisalkan sebagai sebuah pohon yang memiliki cabang pohon. Interaksinya diserupakan dengan dahan dan ranting sehingga ketika melihat sistem seperti melihat sebuah konteks riil tetapi di dalam sebuah pohon. TOC memiliki alat perangkat logis, yaitu Thinking Process yang terdiri dari enam pohon logika yang berbeda dengan “aturan logika” yang mengatur konstruksi setiap pohon tersebut. Pohon-pohon tersebut adalah Intermediate Objectives Map (IOM), Current Reality Tree (CRT), the Evaporating Cloud (EC), the Future Reality Tree (FRT), the Prerequisite Tree (PRT), and the Transition Tree (TT). Peta Intermediate Objectives (IO) adalah “pencari tujuan”. Stephen R. Covey berpendapat bahwa seseorang harus selalu memulai usaha apapun dengan tujuan akhir. Hal ini dimulai dengan pernyataan tujuan yang jelas, tegas, dan dan beberapa faktor penentu keberhasilan yang diperlukan untuk mewujudkannya. Elemenelemen ini disusun dalam sebuah pohon yang merepresentasikan situasi normatif sistem — apa yang seharusnya terjadi, atau apa yang kita inginkan terjadi. Peta IO memberikan tolak ukur untuk menentukan seberapa besar deviasi antara apa yang terjadi di sistem dan apa yang seharusnya terjadi (Dettmer, 2007).



Gambar 8.2. Peta IO (Adopsi dari Dettmer 2007)



Current Reality Tree (CRT) adalah alat analisis kesenjangan yang membantu memeriksa logika sebab-akibat di balik situasi saat ini dan menentukan mengapa situasi tersebut berbeda dari keadaan yang kita inginkan, seperti yang diungkapkan dalam Peta IO. CRT dimulai dengan efek yang tidak diinginkan yang kita lihat di sekitar kita — perbandingan langsung antara realitas yang ada dan hasil akhir yang diekspresikan dalam Peta IO. CRT memberi tahu kita apa yang harus diubah — satu perubahan paling sederhana yang harus dilakukan yang akan memiliki efek positif terbesar pada sistem kita (Dettmer, 2007). 107



Gambar 8.3: Current Reality Tree



Untuk memulai melakukan Analisis Pohon Realitas terhadap suatu masalah, dua pertanyaan di bawah ini perlu dijawab dengan “Ya”: 1. Apakah anda memiliki kedalaman intuisi tentang keadaan yang terjadi ? 2. Apakah anda mampu mengamati dan memahami pola dan interaksi sistem?



108



Gambar 1. Contoh Pohon Realitas



Fungsi Pohon realita untuk User 1. Mengidentifikasi mata rantai terlemah dalam suatu proses atau sistem 2. Mengidentifikasi kemungkinan jalur penyebab permasalahan dan merintis sampai ke ujung akhir akar penyebab permasalahan 3. Menerapkan serangkaian cara untuk menguji logika hubungan antar elemen Pada saat menyusun Current Reality Tree, sesungguhnya kita perlu kecermatan untuk memastikan pohon yang kita susun sungguh-sungguh menggambarkan secara tepat kondisi realitas dalam kompleksitas interaksi subsistemnya. Oleh karena itu, untuk memastikan ada beberapa hal yang bisa menjadi “indikator” untuk mengecek ketepatan atau keabsahan pohon realitas yang dibangun. Goldratt merancang Evaporating Cloud (EC), yang merupakan diagram resolusi konflik, untuk menyelesaikan konflik tersembunyi yang biasanya melanggengkan masalah kronis. EC didasarkan pada gagasan bahwa sebagian besar masalah inti terjadi karena beberapa tarik-menarik yang mendasari, atau konflik, mencegah solusi langsung dari masalah; jika tidak, masalah akan terpecahkan sejak lama. EC juga bisa menjadi "mesin kreatif", sebuah penghasil ide yang memungkinkan kita menemukan solusi "terobosan" baru untuk masalah yang mengganggu seperti itu. Akibatnya, EC menjawab bagian pertama dari pertanyaan, apa yang harus diubah (Dettmer, 2007).



109



Gambar 8.4 Evaporating Cloud



Future Reality Tree (FRT) memiliki dua tujuan. Pertama, untuk memverifikasi bahwa tindakan yang ingin dilakukan akan memberikan hasil akhir yang diinginkan. Kedua, hal itu memungkinkan kita untuk mengidentifikasi konsekuensi baru yang tidak menguntungkan dan menghentikannya sejak awal. Fungsi ini memberikan dua manfaat penting. Kita secara logis dapat "menguji" keefektifan tindakan yang kita usulkan sebelum menginvestasikan banyak waktu, energi, atau sumber daya di dalamnya, dan kita dapat menghindari membuat situasi menjadi lebih buruk daripada ketika kita mulai. Alat ini menjawab bagian kedua dari pertanyaan — apa yang harus diubah — dengan memvalidasi konfigurasi sistem baru. FRT juga bisa menjadi alat perencanaan strategis yang sangat berharga (Dettmer, 2007).



Gambar 8.5 Future Reality Tree



110



Setelah memutuskan suatu tindakan, Prerequisite Tree



(PRT) membantu



menerapkan keputusan. Hal ini memberi tahu kita urutan yang kita butuhkan untuk menyelesaikan aktivitas diskrit dalam menerapkan keputusan, mengidentifikasi hambatan implementasi dan menyarankan cara terbaik untuk mengatasi hambatan tersebut. PRT memberikan bagian pertama dari jawaban atas pertanyaan terakhir, bagaimana cara berubah (Dettmer, 2007).



Gambar 8.6. Prerequisite Tree



Yang terakhir dari enam alat logika adalah Pohon Transisi (TT) yang dirancang untuk memberikan petunjuk langkah demi langkah yang terperinci untuk mengimplementasikan suatu tindakan. Ini memberikan langkah-langkah yang harus diambil (secara berurutan) dan alasan untuk setiap langkah. TT dapat dianggap sebagai peta jalan yang rinci untuk mencapai tujuan kami. Ini menjawab bagian kedua dari pertanyaan, bagaimana cara berubah (Dettmer, 2007).



111



Gambar 8.7. Transition Tree



Menurut Goldratt’s di dalam Theory of Constraints A Systems Approach to Continuous Improvement oleh H. William Dettmer, Categories Legitimate Reservation (CLR) adalah "perekat logis" yang menyatukan pepohonan. Pada dasarnya, ini adalah delapan aturan, atau pengujian, logika yang mengatur konstruksi dan tinjauan pohon. Agar terdengar logis, pohon harus mampu melewati tujuh tes pertama ini. Delapan CLR tersebut antara lain:



1. Kejelasan (Clarity) Kejelasan selalu menjadi syarat pertama yang harus dipertimbangkan ketika mempertanyakan logika sebab dan akibat karena bukan berbasis logika. Kejelasan dimunculkan terlebih dahulu sehingga kesalahpahaman apa pun yang diakibatkan oleh komunikasi yang tidak akurat atau tidak lengkap dari sebuah ide dihilangkan sebelum logikanya diperiksa. Sebagian besar konflik dalam situasi apa pun melibatkan gangguan komunikasi sampai batas tertentu sehingga kejelasan



112



membantu meredakan potensi konflik antara pembicara dan pendengar di awal proses pemeriksaan dan membantu menjaganya pada tingkat profesional. Berusahalah untuk memahami sebelum berusaha untuk dipahami. Dengan mengikuti protokol ini, kami memastikan bahwa komunikasi yang tidak efektif tidak mengganggu logika. Reservasi kejelasan berarti pendengar tidak memahami pembicara. Pastikan bahwa Anda dan pembicara sepakat tentang arti pernyataan pembicara, bukan persetujuan. Beberapa indikasi atau contoh gangguan komunikasi: Pendengar tidak memahami arti dari pernyataan pembicara. Pendengar tidak melihat pentingnya pernyataan pembicara. Pendengar tidak memahami arti atau konteks kata atau frasa tertentu dalam pernyataan pembicara. Pendengar tidak mengenali hubungan yang wajar antara sebab yang dinyatakan dan akibat yang dinyatakan. Pendengar tidak melihat beberapa langkah perantara yang disiratkan oleh pembicara tetapi tidak dinyatakan secara eksplisit. (Dalam pohon sebab-akibat, ini terkadang disebut sebagai "panah panjang".)



2. Elemen (Entity) Untuk tujuan pemeriksaan logis, entitas adalah gagasan lengkap yang diungkapkan sebagai pernyataan. Paling sering ide ini adalah sebab atau akibat yang direpresentasikan dalam pohon logika, tetapi dalam penerapan yang lebih luas dari aturan logika ini juga bisa menjadi pernyataan yang dibuat dalam percakapan, diskusi, ceramah, atau tulisan. Keberadaan entitas adalah reservasi yang diajukan oleh pendengar ketika dia mendeteksi salah satu dari tiga kondisi yang memengaruhi pernyataan: Pernyataan itu adalah gagasan yang tidak lengkap. Biasanya, ini berarti pernyataan tersebut tidak diekspresikan dalam kalimat yang benar secara tata bahasa. Pernyataan tersebut tidak masuk akal secara struktural; artinya ini mengekspresikan banyak ide dalam satu entitas, atau berisi pernyataan "jikamaka" yang tertanam di dalamnya. Pernyataan, pada nilai nominal, tampaknya tidak valid bagi pendengar. 113



Kelengkapan Ide yang lengkap biasanya dikomunikasikan menggunakan kalimat yang benar secara tata bahasa. Dalam membangun pohon logika, kalimat lengkap sangat penting. Minimal, harus ada subjek dan kata kerja; seringkali ada obyek juga. Agar efektif dalam pohon logika, entitas harus masuk akal saat dibaca dengan "jika" atau "maka" sebelumnya.



Struktur Reservasi keberadaan entitas berdasarkan struktur berkaitan secara eksklusif dengan mekanisme kalimat. Kepatuhan pada aturan struktural untuk entitas diperlukan



untuk



mencegah



kebingungan,



memastikan



kesederhanaan



penggambaran, dan mencapai pohon yang rapat atau "kering" secara logis. Dua aturan struktural untuk entitas adalah: Tidak ada entitas gabungan. Entitas tunggal tidak boleh berisi lebih dari satu gagasan. Misalnya, “Cuaca panas” adalah entitas yang hanya berisi satu ide. Kalimat yang berbunyi, "Cuaca panas sehingga sehingga membuat sawah kering” akan menjadi entitas gabungan. Tidak ada pernyataan “jika – maka”.



3. Keberadaan Hubungan Sebab Akibat (Causality Existence) Keberadaan Hubungan Sebab Akibat meliputi beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Hubungan logik antara sebab dan akibat 2. Hubungan “bila-maka” terlihat jelas seperti tertulis? 3. Sebab menimbulkan akibat? 4. Apakah penyebab terukur? 5. Penyebab Tidak Cukup (Cause Insufficiency) meliputi beberapa pertanyaan sebagai berikut: Dapatkah satu penyebab menimbulkan akibat tersebut? Penyebab terpenting kurang? Cukup ampuh menimbulkan efek? Perlu elips? Contoh dalam program? Efek hanya dapat timbul oleh kumpulan lebih dari satu sebab. 114



4. Cause Insufficiency Dunia adalah jaringan sistem yang rumit dan kompleks, penyebab ketidakcukupan adalah kekurangan yang paling umum ditemukan dalam pohon logika atau dialog manusia. Dalam interaksi yang kompleks, efek yang relatif sedikit cenderung memiliki penyebab tunggal yang tegas. Seringkali, efek tertentu akan memiliki beberapa faktor dependen yang menyebabkannya, atau mungkin lebih dari satu penyebab independen sepenuhnya. Beberapa faktor dependen bergabung untuk menghasilkan penyebab kecukupan, dan bagaimana mengetahui kapan ada penyebab ketidakcukupan. Penyebab tambahan dibahas di bagian selanjutnya. Reservasi penyebab ketidakcukupan dimunculkan saat pendengar percaya bahwa penyebab yang dinyatakan penyaji tidak cukup dengan sendirinya, untuk menghasilkan efek yang dinyatakan. Seperti halnya keberadaan kausalitas, sebab ketidakcukupan lebih memfokuskan perhatian pada panah daripada pada entitas. Bagaimana beberapa penyebab dependen diekspresikan dalam pohon logika? Dalam menggambarkan hubungan seperti itu, entitas yang berkontribusi ditautkan ke efek yang dihasilkan dengan panah yang melewati elips. Terkadang elips ini dideskripsikan sebagai gerbang "DAN", atau, karena bentuknya, lensa atau "pisang". Fungsi elips adalah untuk mengidentifikasi dan menyertakan penyebab utama yang cukup menyatu tetapi tidak sendirian untuk menghasilkan efek.



115



5. Sebab Tambahan (Additional Cause) Terkadang lebih dari satu sebab yang independen dapat menghasilkan efek yang serupa. Misalnya, suhu tubuh manusia di atas normal dapat diakibatkan oleh infeksi internal atau aktivitas fisik pada hari musim panas. Tidak tergantung pada keberadaan yang lain. Kata kuncinya adalah "baik" dan "atau". Sedangkan reservasi penyebab ketidakcukupan menantang kondisi "dan" yang tidak lengkap, reservasi penyebab tambahan menandakan kondisi "hilang atau". Dengan reservasi penyebab tambahan, pendengar atau pengamat tidak menggugat penyebab yang dinyatakan oleh penyaji. Dia hanya menyarankan bahwa ada hal lain yang, dengan sendirinya, dapat menghasilkan efek yang sama. Agar reservasi penyebab tambahan menjadi valid, penyebab tambahan yang disarankan harus menghasilkan efek yang dinyatakan setidaknya sebesar penyebab yang dinyatakan sebelumnya oleh penyaji. Misalnya, penjualan setiap orang mungkin turun 10 persen dalam ekonomi yang sedang menurun, tetapi jika penjualan Anda menurun 20 persen, mungkin ada penyebab tambahan yang menghitung 10 persen lainnya. Jika efek yang ditimbulkan oleh penyebab tambahan yang disarankan relatif kecil jika dibandingkan dengan penyebab asli yang dinyatakan, hal itu tidak boleh dianggap sebagai penyebab tambahan. Seperti halnya reservasi penyebab ketidakcukupan, besarnya efek adalah panggilan penilaian pribadi. Sebuah kausalitas magnitudinal menyiratkan penambahan. Dalam contoh sebelumnya tentang penurunan penjualan, lebih dari satu penyebab independen menghasilkan efek yang meningkat besarnya karena masing-masing ditambahkan ke kausalitas. Setiap penyebab secara independen menjelaskan beberapa tingkat efek, tetapi dalam kombinasi keduanya menghasilkan efek total yang lebih besar. Karena penyebab magnitudinal adalah variasi unik dari penyebab tambahan dasar, maka diperlukan penggambaran yang berbeda. Tes tercepat untuk kondisi sebab tambahan adalah dengan mengajukan pertanyaan, "Jika saya menghilangkan penyebab yang dinyatakan, apakah ada keadaan lain di mana tingkat efek yang sama akan terjadi?"



116



6. Pembalikan Sebab Akibat (Cause and Effect Reversal) Reservasi pembalikan sebab-akibat didasarkan pada perbedaan halus: mengapa muncul efek versus bagaimana kita mengetahuinya. Terkadang perbedaan ini hilang saat hubungan sebab-akibat dituliskan atau digambarkan secara grafis. Cara lain untuk mengungkapkan kekhawatiran ini adalah dengan mengajukan pertanyaan, "Apakah penyebab yang dinyatakan adalah sumber dari akibat, atau apakah efek tersebut benar-benar sumber dari penyebab?" Tampaknya ini adalah kesalahan yang jelas untuk dideteksi, tetapi tidak selalu demikian. Ada dua cara untuk mendeteksi pembalikan sebab-akibat: Apakah tampaknya panah antara sebab dan akibat menunjuk ke arah yang salah? Ini kemungkinan besar adalah "firasat" dan firasat pertama yang Anda miliki bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Bisakah penyebab yang dinyatakan benar-benar menjadi indikator, bukan sumber?



7. Eksistensi Efek yang Diprediksi Keberadaan efek yang diprediksi berarti bahwa jika hubungan sebab-akibat yang diusulkan valid, beberapa efek tak tersurat lainnya juga akan diharapkan. Misalnya, "Saya menderita radang usus buntu" mungkin ditawarkan sebagai penyebab efek "Saya merasa sakit di perut saya." Namun jika penyebabnya benar-benar valid, kita mungkin juga akan melihat beberapa efek lain seperti: "Saya demam" dan "Jumlah sel darah putih saya meningkat." Reservasi keberadaan efek yang diprediksi tidak berdiri sendiri. Itu selalu digunakan untuk mendukung reservasi untuk keberadaan kausalitas. Eksistensi efek yang diprediksi menjadi bukti bahwa reservasi keberadaan kausalitas itu — atau tidak — valid. Akibatnya, reservasi keberadaan efek yang diprediksi dapat digunakan baik oleh presenter untuk mendukung kausalitas, atau oleh pengamat untuk membantah kausalitas.



8. Tautologi Tautologi adalah nama lain untuk logika sirkuler: Efek ditawarkan sebagai alasan keberadaan penyebab karena kausalitas harus dipertanyakan sebelum masalah tautologi dapat diangkat, tautologi, seperti adanya efek yang diprediksi, tidak



117



pernah dapat berdiri sendiri. Ini harus didahului oleh reservasi kausalitas lain — biasanya keberadaan kausalitas. Akibatnya, seperti keberadaan efek yang diprediksi, reservasi tautologi tidak benar-benar dapat diamati oleh pengamat sampai setelah hubungan kausal diucapkan oleh pembangun pohon dan kausalitas salah satu koneksi dipertanyakan. Tautologi menjadi jelas ketika alasan penyebabnya dipertanyakan. Tautologi kemungkinan besar akan muncul ketika keberadaan kausalitas dipertanyakan dan penyebabnya tidak berwujud. Jika tidak ada efek tambahan yang diprediksi ditawarkan, selain yang dinyatakan, untuk membuktikan penyebab tak berwujud, menjadi mudah untuk mengabaikan pemeriksaan kausalitas yang lebih ketat dan membiarkan efek memberikan alasan untuk penyebabnya.



Focus Group Discussion: Pengasuh Penyandang Gangguan Psikotik



Seorang peneliti di rumah sakit komunitas dengan bagian gawat darurat psikiatri ingin melakukan penilaian kebutuhan (need assessment) terhadap pengasuh dan kerabat dekat mereka dengan gangguan psikotik. Secara khusus, peneliti tertarik untuk mempelajari tentang kebutuhan keluarga yang memberikan dukungan kepada penderita dengan gangguan jiwa (misalnya penderita psikosis, depresi berat, bipolar, dll). Peneliti tertarik untuk mempelajari bagaimana anggota keluarga memberikan dukungan selama gejala kejiwaan yang mungkin memburuk, menyebabkan rawat inap, dan bagaimana mereka mempelajarinya. Peneliti juga tertarik mempelajari bagaimana anggota keluarga mengidentifikasi tanda-tanda peringatan, dan bagaimana mereka mendiskusikan topik ini dalam kelompok. Peneliti mengusulkan beberapa pengelompokan kecil yang terdiri dari empat atau lima orang dari keluarga yang berbeda untuk membahas: 1) Jenis kewaspadaan (dalam hal kegiatan sehari-hari, kewaspadaan pengasuh, dll); 2) Bagaimana cara mendeteksi gejala yang memburuk sebelum menjadi terlalu parah; dan 3) Informasi atau pendidikan apa yang diperlukan untuk membantu dalam manajemen gejala dini? Seorang dokter dengan pengalaman konseling pengasuh dan keluarga



118



pasien psikiatri akan memfasilitasi kelompok fokus dengan bantuan peneliti junior dan mahasiswa kedokteran. Kelompok akan bertemu selama 1½ - 2 jam, di mana fasilitator akan menggunakan beberapa pertanyaan terbuka untuk memandu jalannya percakapan. Selama proses persetujuan, dan sebelum awal diskusi, peserta akan diinstruksikan untuk menggunakan etiket partisipasi kelompok terarah yang sesuai dan diberi tahu bahwa sementara kelompok akan bersama-sama mengakui dan menegaskan privasi diskusi kelompok, tidak ada jaminan privasi yang dapat diberikan. terbuat. Tidak ada dana untuk penelitian ini dan para partisipan tidak akan diberi kompensasi atas waktunya. Peneliti bermaksud untuk mempublikasikan penelitian tersebut dalam jurnal peer-review.



Pertanyaan



1. Bagaimana proses menyaring dan merekrut peserta studi? 2. Apa kualifikasi / pelatihan fasilitator? 3. Pertanyaan apa yang akan ditanyakan? 4. Bagaimana percakapan grup diatur? 5. Langkah apa yang akan diambil jika anggota menjadi gelisah atau kesal? 6. Bagaimana jika peserta melaporkan pelecehan orang tua, penyerangan, pelecehan anak, atau bahaya yang akan segera terjadi pada diri sendiri atau orang lain? 7. Bagaimana persyaratan pelaporan wajib diungkapkan kepada peserta studi? 8. Apakah akan ada survei de-briefing atau pasca-diskusi (misalnya waktu untuk memungkinkan responden menunjukkan apakah mereka merasa dapat mendiskusikan pendapat mereka secara terbuka)? 9. Apakah peserta akan diberi informasi tentang sumber daya / bantuan yang tersedia? 10. Apakah ini metode yang tepat untuk mendapatkan informasi ini? Bagaimana Anda akan menjamin kerahasiaan dalam pengaturan kelompok? Bisakah ini diperoleh melalui wawancara tanpa banyak risiko (sambil tetap mendapatkan data penelitian yang berguna bagi peneliti)? 11. Berapa ukuran sampelnya? Apakah cukup untuk mencapai kejenuhan? 12. Apakah kelompok fokus akan direkam? 13. Apa yang akan terjadi jika peserta berbagi informasi tentang anggota keluarga yang tidak menyetujui studi penelitian ini? 14. Apakah anggota keluarga harus diberi tahu tentang partisipasi subjek dalam penelitian?



119



Untuk mengatasi Theory of Constraints (TOC) salah satunya adalah dengan aplikasi Root Cause Analysis (RCA). Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu struktur yang menggambarkan keadaan realitas sebagaimana yang terjadi.Langkah aplikasi RCA sebagai berikut:



Langkah 1: Mengawali dengan menentukan area masalah yang akan diselesaikan. Langkah 2: Mengidentifikasi UDEs Langkah 3: Menyiapkan rantai sebab akibat untuk memulai Pohon Realitas Langkah 4: Menghubungkan UDEs Langkah 5: Ulang proses yang sama untuk seluruh UDEs dan susun dengan rantai sebab-akibat ke bawah Langkah 6: Membangun Pohon Realitas dengan rantai sebabakibat Langkah 7: Review dan memastikan UDEs yang benar Dengan adanya reformasi pelayanan kesehatan 1 Januari 2014 (era JKN), terjadi perubahan sistem pembayaran dari Fee for Service menjadi Prospective Payment System, dimana besaran jumlah biaya perawatan sudah diketahui di awal sesuai dengan pengelompokan diagnosis penyakit. Besaran pembayaran dari BPJS Kesehatan ke rumah sakit selaku FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan) menggunakan tarif INA-CBGs. Sesuai dengan Perpres Nomor 82 Tahun 2018, BPJS Kesehatan wajib mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim dalam waktu 10 hari sejak klaim diajukan oleh FKTL dan diterima oleh BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran ke rumah sakit paling lambat 15 hari kerja sejak diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim. Dengan Prospective Payment System maka diharapkan provider dapat melakukan cost containment, mendorong efisiensi, serta membatasi pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan berlebihan atau under use. Banyak RS yang mengalami gangguan cashflow sehingga menimbulkan permasalahan lain, seperti keterlambatan pemberian jasa medis, keterlambatan gaji, termasuk keterlambatan pembayaran hutang RS. Sementara itu RS juga tetap harus mengeluarkan biaya untuk membeli obat maupun bahan medis habis pakai untuk perawatan pasien.



120



Gambar 8.9 Root Cause Analysis (RCA)



Root Cause: Tidak ada checklist untuk kelengkapan berkas klaim BPJS Dokter spesialis terburu – buru Koder jarang diikutkan dalam pelatihan koding Mengikuti amanat Undang – undang Kurangnya sosialisasi mengenai BPJS Kesehatan oleh BPJS dan Nakes Masyarakat dengan penyakit kronis berbondong – bondong berobat menggunakan JKN Kurangnya sosialisasi mengenai sistem pembiayaan JKN kepada staf RS Core Problem: Tidak ada, karena tidak ditemukan RC yang terhubung dengan 70% atau lebih UDEs. Kemungkinan ada hubungan yang hilang. Rencana Tindak Lanjut: Membuat checklist kelengkapan untuk berkas klaim BPJS yang akan digunakan sebagai acuan, sehingga perawat dapat memastikan berkas mana saja yang harus dilengkapi/diisi untuk klaim ke BPJS. Meningkatkan kemampuan koder dengan mengikutkan dalam pelatihan koding, maupun dengan studi banding ke RS lain. Senantiasa memberi penjelasan kepada pasien dan memastikan kembali bahwa pasien sudah memahami tentang JKN/BPJS Kesehatan. Menyamakan persepsi dengan para staf RS mengenai sistem pembiayaan JKN, baik melalui pertemuan, sosialisasi, pembuatan kebijakan, maupun SPO tertentu sehingga staf memiliki pengetahuan dan visi yang sama dalam melayani pasien JKN dalam hal efisiensi.



121



(diambil dari A.I.A. Sri Stuti Damayanti, Maria Wahyu Daruki, I Nyoman Gede Bayu Wiratama Suwedia, I Nyoman Gede Semarajana, Meike Magnasofa dan Ni Putu Deni Adi, Mata Kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem. Kelas Kajian Administrasi Rumah Sakit).



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN Susun RCA kelompok Anda berdasarkan materi yang telah disampaikan dikelas. Dibuat dalam bentuk PPT dan diperbolehkan untuk dilink ke word jika dirasa perlu. Bahan untuk acuan dalam menyusunnya sudah di upload di scele.



121



BAB IX



LEARNING ORGANIZATION AND TEAM LEARNING



Learning Organization dan Team Learning Learning Organization adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap memberikan pembelajaran berkelanjutan secara mandiri, dan organisasi memiliki kecepatan berpikir serta bertindak dalam merespon setiap perubahan (M.M, Tahmir, & Nawawi, 2016). Learning organization sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dalam tindakan organisasi yang efektif melalui pengetahuan dan pemahaman. Organisasi dapat menjadi sebuah ruang inisiatif yang akan dikelola untuk dapat membangun sebuah sistem dan struktur dengan lingkungan yang ramah sehingga orang-orang yang berada disebuah organisasi dapat beradaptasi dengan baik (Lawler & Worley, 2006). Tim perlu menemukan formula mereka sendiri untuk sukses secara teratur. Pembelajaran tim adalah proses pembelajaran kolektif yang membantu tim yang efektif dalam melakukannya; satu alat umum yang digunakan adalah agenda pembelajaran. Kerja tim adalah proses bekerja secara kolektif untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok. Dalam konteks organisasi pembelajaran, anggota tim cenderung berbagi pengetahuan dan saling melengkapi keterampilan masing-masing. Jika tidak ada komitmen dan upaya dari anggota tim, maka bekerja dan belajar dari kerja tim mungkin gagal.(Decuyper, 2010) Keragaman meningkatkan potensi pembelajaran tim, tetapi membutuhkan identifikasi tim yang kuat. (Van Der Vegt, 2005) Pembelajaran tim juga dikaitkan dengan pemimpin tim yang dapat didefinisikan sebagai berikut: Seorang pemimpin tim adalah seseorang yang memberikan bimbingan, instruksi, arahan dan kepemimpinan kepada sekelompok individu lain (tim) untuk tujuan mencapai hasil utama atau kelompok hasil yang selaras. Pemimpin tim melapor kepada manajer proyek (mengawasi beberapa tim). Pemimpin tim memantau hasil kuantitatif dan kualitatif yang ingin dicapai. (Thompson, 2011) Pemimpin sering bekerja di dalam tim, sebagai anggota, menjalankan peran yang sama tetapi dengan tanggung jawab 'pemimpin' tambahan (sebagai lawan manajemen tingkat yang lebih tinggi yang sering memiliki peran pekerjaan yang terpisah sama sekali).



123



Agar tim berfungsi dengan sukses, pemimpin tim juga harus memotivasi tim untuk "menggunakan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk mencapai tujuan bersama." Ketika seorang pemimpin tim memotivasi tim, anggota kelompok dapat berfungsi dengan sukses dan berorientasi pada tujuan. Scouller (2011) mendefinisikan tujuan seorang pemimpin (termasuk pemimpin tim) sebagai berikut: "Tujuan seorang pemimpin adalah untuk memastikan ada kepemimpinan untuk memastikan bahwa keempat dimensi kepemimpinan [ditangani]." Keempat dimensi tersebut adalah: 1. tujuan atau visi atau tujuan tim yang dibagikan, memotivasi 2. tindakan, kemajuan, dan hasil 3. kesatuan kolektif atau semangat tim 4. perhatian pada individu. Terdapat



lima



disiplin



ilmu



(The



Fifth



Discipline) utama yang membentuk hati dan jiwa dalam berorganisasi. Lima disiplin ini tidak berkaitan satu dengan yang lainnya melainkan menciptakan



bergabung



bersama



persyaratan



untuk



organisasi



pembelajaran. Disiplin ini didasarkan pada premis bahwa orang dan organisasi dapat berubah dan menjadi lebih efektif melalui komunikasi terbuka, pemberdayaan, dan membangun budaya kolaborasi (Senge, 2006).



124



Berikut merupakan penjelasan lima disiplin ilmu dalam Learning Organization (Jensen, 2017) :



1. System Thinking Sistem berpikir menganggap organisasi lengkap sebagai satu organisme hidup yang bertentangan dengan serangkaian fungsi individu. Selain itu, pemikiran sistem merupakan bagian penting dari organisasi pembelajaran, karena ia mengakui saling ketergantungan semua unit organisasi dan aktivitas di luar atribut sebab-akibat itu lazim dalam pemikiran manajemen yang lebih tradisional (Fillion, Koffi, & Ekionea, 2015; Marquardt, 2011). Ini merupakan disiplin yang mengintegrasikan orang lain, menggabungkan mereka menjadi suatu tubuh yang koheren antara teori dan praktek. Kemampuan sistem teori untuk memahami dan mengatasi keseluruhan, dan untuk memeriksa keterkaitan antara bagian-bagian yang menyediakan, baik insentif dan sarana untuk mengintegrasikan disiplin ilmu. Orang cenderung untuk berfokus pada bagian parsial daripada melihat keseluruhan, dan gagal untuk melihat organisasi sebagai proses dinamis. Padahal orang perlu melihat masalah sistem, dan dibutuhkan kerja untuk dasar dari teori sistem, dan menerapkannya pada organisasi.



2. Personal Mastery Penguasaan Pribadi melibatkan menjadi lebih realistis, fokus untuk menjadi orang terbaik, dan berjuang untuk rasa komitmen dan kegembiraan dalam karir untuk memfasilitasi realisasi potensi. Organisasi pembelajar hanya terjadi melalui individu yang belajar. Pembelajaran individu tidak menjamin pembelajaran organisasi. Tapi tanpa itu tidak terjadi pembelajaran organisasi. Penguasaan pribadi adalah disiplin terus memperjelas dan memperdalam visi pribadi kita, memfokuskan energi kita, mengembangkan kesabaran, dan melihat realitas obyektif. Visi adalah panggilan bukan hanya sekedar ide yang baik. Orang dengan penguasaan pribadi tingkat tinggi hidup dalam modus belajar terus menerus. Tapi penguasaan pribadi bukanlah sesuatu yang Anda miliki. Ini adalah sebuah proses dan disiplin seumur hidup.



125



Orang dengan penguasaan pribadi tingkat tinggi sangat sadar akan kebodohan mereka, ketidakmampuan mereka, daerah pertumbuhan mereka, namun mereka sangat percaya diri untuk dapat melakukan perubahan. Kualifikasi semua anggota organisasi saling mempengaruhi dan menentukan maju mundurnya organisasi.



3. Mental Models Mental model adalah gambaran internal yang mendalam tentang bagaimana dunia bekerja. Hal ini didasarkan pada pengalaman hidup dan asumsi yang telah diperkuat di sepanjang kehidupan. Ini adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan’. Hal ini juga termasuk kemampuan untuk melakukan ‘learningful’, di mana orang mengungkapkan pemikiran mereka sendiri secara efektif dan membuat berpikir terbuka terhadap pengaruh orang lain. Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas bekerja dengan model mental, maka orang akan perlu belajar keterampilan baru dan mengembangkan orientasi baru untuk dapat melakukan perubahan. Akan sangat sulit untuk melakukan perubahan terhadap mental model kurang baik yang sudah tertanam kuat.



4. Building Shared Visions. Visi bersama bukan sekadar ide, tetapi kekuatan internal di hati orang-orang yang mengikat bersama oleh aspirasi bersama. Visi bersama menciptakan dukungan dan memotivasi orang untuk mencapai misi dan visi organisasi. Visi itu memiliki kekuatan untuk meningkatkan iman dan untuk mendorong eksperimentasi



dan



inovasi.



Senge



berpendapat



bahwa



itu



juga



dapat



menumbuhkan kekuatan jangka panjang. Praktek visi bersama melibatkan keterampilan menggali bersama ‘gambar masa depan’ bahwa komitmen adalah motivasi dasar manusia bukan hanya karena kepatuhan seseorang. Visi menyebar karena ada proses penguatan. Ada peningkatan kejelasan, antusiasme dan komitmen yang menular pada orang lain dalam organisasi. Dimana organisasi dapat melampaui cara pikir linier dan memahami sistem pemikiran yang luas maka ada kemungkinan membawa visi ke sebuah hasil. 126



5. Team Learning Pembelajaran tim bisa sangat menantang. Setiap saat sekelompok individu berbedabeda dengan berbeda latar belakang dan pengalaman hidup, menemukan konsensus bisa tampak menakutkan. Pembelajaran yang signifikan terjadi dalam tim. Tiga dimensi kritis tim pembelajaran meliputi kebutuhan untuk berpikir secara mendalam tentang masalah yang kompleks, kebutuhan untuk berinovasi, terkoordinasi tindakan, dan kebutuhan untuk terus membina tim belajar lainnya. Pembelajaran dapat dianggap sebagai ‘proses menyelaraskan dan mengembangkan kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang diinginkan’. Ini didasarkan pada penguasaan pribadi dan visi bersama dan juga harus mampu untuk bertindak bersama-sama. Ketika tim belajar bersama, tidak hanya akan ada hasil yang baik bagi organisasi, anggota akan tumbuh lebih cepat dari yang bisa saja terjadi sebaliknya. Disiplin belajar tim dimulai dengan ‘dialog’, kapasitas anggota tim untuk menangguhkan asumsi dan masuk ke dalam suatu kesatuan berpikir bersama. Pembelajaran organisasi muncul sebagai konsep karena lingkungan yang berubah dengan cepat, kebutuhan akan inovasi sangat dibutuhkan dalam melakukan pembelajaran.



Faktor



utama



yang



mempengaruhinya ialah efisiensi dan produktivitas organisasi dan inovasi. Sebagai contoh, rumah sakit sebagai organisasi



yang



memiliki



informasi



medis dan tenaga kerja jasa. Rumah sakit merupakan organisasi tempat informasi asimetri antara dokter dan pasien yang dapat diamati. Ciri khas lainnya ialah pekerja dalam sektor kesehatan harus terbuka untuk belajar, berubah dan berinovasi. Faktor terpenting yang menunjukkan pentingnya pembelajaran dan informasi di sektor rumah sakit yaitu menawarkan layanan yang berkaitan dengan kesehatan individu (Haluk Sengun and Kerem Sahin, 2017).



127



Pembelajaran organisasi yakni proses peningkatan pengetahuan dan inovasi rutinitas kerja melalui interaksi tersebut tindakan dan refleksi yang lebih luas dari pelatihan dan pengulangan yang berfokus secara individual. Pembelajaran organisasi yang efektif didukung oleh budaya nilai-nilai keterbukaan dan keunggulan. Mekanisme pembelajaran yang mendorong arus informasi, menantang asumsi, dan pemikiran sistem bantuan, dan komitmen sumber daya.



Berikut merupakan skema pada Five norms of Learning Organization:



Sumber : Barutcugil, 2004. Keterampilan Pribadi (Personal Skill) : Landasan infrastruktur dalam pembelajaran organisasi, yang merupakan relevansi dari personal seseorang seperti ambisi, kesabaran, fokus pada tujuan, mengembangkan tekad dan melihat kebenaran secara objektif. Model Pikiran (Mind Models) : Didefinisikan sebagai berpikiran terbuka terhadap efek dan saran dari individu lain sementara menentukan ide dan metode investigasi. Model pikiran adalah pendekatan filosofis yang menentukan bagaimana keuntungan dunia berarti. Pada saat yang sama mereka mengarah pada tindakan individu. Visi Bersama (Shared Vision) : Berperan untuk menyatakan yang direncanakan pada tujuan yang dibangun dengan kontribusi bersama dari anggota organisasi ke dalam nilai-nilai dan keyakinan bersama untuk dihubungkan ke dalam organisasi dan secara aktif berperan di dalamnya. Belajar sebagai sebuah tim (Learning As a Team) : Menghilangkan konflik, pertahanan atau interaksi negatif lainnya sebagai kelompok atau individu yang mencegah pembelajaran dan mengembangkan kebiasaan dan keterampilan untuk berkontribusi 128



Pemikiran Sistem (System Thougt) : Kegiatan membangun sistem dan memperjelas semua yang mempengaruhi satu sama lain untuk mengembangkan keterampilan, ide utama dan sistem yang menggabungkan norma-norma organisasi. Menurut Senge (1990) penting untuk membentuk lima norma untuk menciptakan pembelajaran organisasi. Pada gambar 1.1 menunjukkan yang diekspresikan secara skematis dalam mengevaluasi lima norma. Dimensi mengintegrasikan disiplin ilmu terwakili secara skematis. Tapi aplikasinya dan integrasi disiplin ilmu merupakan proses yang sulit (Senge, 1990).



Sub Dimensi Menciptakan peluang pembelajaran



Ekspansi Pembelajaran



diintegrasikan



ke



dalam



pekerjaan yang dilakukan, karyawan belajar ketika mereka bekerja dan peluang diciptakan dengan pendidikan dan pertumbuhan yang konstan.



Support dialog dan menjawab pertanyaan



Budaya organisasi mendukung untuk mengajukan pertanyaan, umpan balik dan eksperimen serta dapat mengembangkan



Membantu dan mendukung belajar sebagai tim



Pekerjaan dibangun menurut tim untuk



Membangun sistem untuk berbagi pembelajaran



Sistem teknologi dibangun, diintegrasikan ke



ekspresi dan keterampilan bertanya.



menangkap proses berpikir yang berbeda. Diharapkan kelompok itu bekerja sama, belajar bersama dan bekerja sama



dalam pekerjaan untuk berbagi pembelajaran dan akses ke sistem diaktifkan dan dilindungi.



129



Sub Dimensi



Ekspansi



Perkuat individu untuk visi bersama



Individu



berperan



dalam



menciptakan,



Membangun hubungan antar organisasi dan lingkungan sekitar



Individu mengambil bantuan dari orang lain



Pemimpin teladan yang mendukung pembelajaran



Pemimpin membentuk model pembelajaran, mendukung pembelajaran dan menggunakan pembelajaran saat menentukan strategi



memiliki dan menerapkan visi bersama.



untuk



melihat



pengaruhnya



terhadap



organisasi. Individu mengamati lingkungan dan berbagi apa yang telah mereka pelajari.



terkait dengan pekerjaan.



Ide utama dari organisasi pembelajar adalah belajar sebanyak Anda bisa belajar. Organisasi-organisasi ini terus mencari cara belajar dan karena alasan itulah para pemangku kepentingan selalu berhubungan dan mengembangkan hubungan belajar dan mengajar. Tanggung jawab dari para manajer dalam organisasi pembelajaran adalah untuk membuat sebuah lingkungan untuk mendukung pembelajaran dan mempertahankan lingkungan Hidup. Ketika organisasi belajar dibandingkan dengan mengetahui, memahami dan memikirkan organisasi yang utama perbedaan adalah sikap terhadap perubahan. Belajar organisasi menganggap perubahan sebagai peristiwa yang berkelanjutan. Untuk itu alasan perubahan dianggap sebagai masukan utama untuk pedoman pembelajaran dan pencipta peluang. Karyawan telah menjadi bagian dari proses pembelajaran dan mereka menciptakan visi organisasi bersama (Luthans,1995).



Mengapa organisasi perlu belajar? 1. Kompetisi, 2. Perubahan, 3. Sinergi



130



Contoh Learning Organization di Puskesmas Organisasi pembelajar merupakan ciri Puskemas yang mengimplementasikan struktur, proses, dan budaya organisasi yang bermanfaat bagi pembelajaran individu, kelompok, dan organisasi. Hal ini dapat menyebabkan perubahan permanen dalam perilaku dan proses akreditasi, termasuk : 1. Menciptakan kesempatan belajar yang berkelanjutan 2. Mempromosikan inkuiri dan dialog 3. Mendorong kolaborasi dan pembelajaran tim 4. Membangun sistem untuk menangkap dan berbagi pembelajaran 5. Memberdayakan orang menuju visi kolektif 6. Menghubungkan organisasi dengan lingkungannya 7. Menyediakan kepemimpinan strategis untuk pembelajaran (Robbins, 2013).



Budaya organisasi dapat digambarkan sebagai nilai, norma yang diterima oleh anggota organisasi sebagai iklim organisasi yang akan mempengaruhi strategi organisasi, struktur dan sistem organisasi (Amdani et al. 2019). Puskesmas memberikan akses dan sistem bagi pembelajaran karyawan dan memerintahkan suatu sistem dan teknologi untuk berbagi informasi terkait akreditasi. Puskesmas Sememi secara rutin menggunakan komunikasi dua arah berupa rapat koordinasi, roll-call pagi hari, kelompok media sosial untuk melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan di Puskesmas. Setiap komputer di Puskesmas Sememi dapat dengan mudah diakses oleh karyawan untuk mendapatkan informasi seperti evaluasi program. Ini adalah kondisi dimana Puskesmas memfasilitasi karyawannya untuk mengamati lingkungan dan menggunakan informasi untuk menyesuaikan dengan tugasnya, serta membantu karyawan menentukan dampak pekerjaannya terhadap Puskesmas. Di Puskesmas Sememi, proses membutuhkan peran lintas sektor. Dalam mengembangkan program inovasi, Puskesmas Sememi menyesuaikan diri dengan permasalahan kesehatan yang ada di sekitar lingkungan kerja masyarakat Puskesmas Sememi (Wijayanti, 2020).



131



Oleh karena itu, karyawan dibimbing oleh Kepala Puskesmas dalam membuat program inovasi dan diperlukan kesepakatan dari semua pihak termasuk Puskesmas dan masyarakat agar program tersebut berjalan dengan baik. Ini adalah kondisi dimana Puskesmas memiliki strategi untuk mendukung karyawan untuk terus belajar dan dimana kepemimpinan menempatkan dirinya sebagai teladan. Untuk mencapai tujuan penting dari kelangsungan hidup berkelanjutan dan keunggulan kompetitif (Rahmadani et al. 2020).



Ikhtisar Learning Organization (LO) adalah sebuah organisasi, tempat dimana orang-orang



yang



berada



didalamnya



secara



terus



menerus



mengembangkan kapasitasnya untuk mencapai hasil yang benar-benar mereka inginkan. Pembelajaran tim adalah proses pembelajaran kolektif yang membantu tim yang efektif dalam melakukannya; satu alat umum yang digunakan adalah agenda pembelajaran. Kerja tim adalah proses bekerja secara kolektif untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok. Dalam konteks organisasi pembelajaran, anggota tim cenderung berbagi pengetahuan dan saling melengkapi keterampilan masing-masing, jika tidak ada komitmen dan upaya dari anggota tim, maka bekerja dan belajar dari kerja tim mungkin gagal.



132



Praktik



10 Tema Dalam Learning Organization Dalam pembelajaran Learning Organization terdapat 10 tema sebagai berikut: To Change others we may



Structure influences



Have to change ourselves fisrt



Behavior



Learn to listen, listen



To do what is right, you



To learn



Need to know what is



TEAM (Together Everyone



Focus demands sacrifice



Achieves More



Quality costs less



Shared vision allows Ordinary people to do



Leaders are clock



extraordinary things



Embrace Error



Ada 5 pilar atau komponen utama yang harus dimiliki dalam strategic leadership yaitu :



builders, not a Time Tellers



Personal Mastery (Penguasaan pribadi) Model Mental Shared Vision (Visi bersama) Team Learning (Pembelajaran tim) System Thinking (Berpikir sistem)



Untuk dapat menguasai lima pilar tersebut ada hal – hal yang harus dilakukan, yaitu : 1. Keahlian pribadi diperlukan karena kita tidak bisa mengubah orang lain sebelum diri kita sendiri berubah. 2. Model mental mengutamakan kemampuan melakukan dialog dengan benar dimana kita belajar untuk mendengarkan dan mendengar untuk belajar.



133



3. Belajar tim agar bisa bekerjasama dalam suatu tim yang baik karena dengan bersama –sama seseorang dapat mencapai sesuatu yang lebih baik, dan ada transfer skill dan pengetahuan antar anggota. 4. Visi bersama membuat seseorang yang biasa saja bisa melakukan sesuatu yang luar biasa. 5. Berpikir sistem karena struktur dalam suatu sistem bisa mempengaruhi perbuatan kita. Dalam penerapannya di organisasi, ada kerangka kerja yang bisa dijadikan acuan untuk menjadi learning organization, yaitu : Analisis



Desain Strategi



Pengembangan Strategi



Implementasi dan Akuntabilitas



Evaluasi



Keterangan dari kerangka kerja tersebut adalah sebagai berikut : 1. Analisis yang cermat diperlukan untuk dapat melakukan hal yang benar. 2. Dalam mendesain strategi harus tetap fokus dalam hal yang penting meskipun hal itu memerlukan suatu pengorbanan. 3. Strategi yang baik dikembangkan agar dapat menghasilkan kualitas yang baik pula. Dengan kualitas yang baik pada akhirnya biaya yang dikeluarkan menjadi lebih murah. 4. Dalam implementasi dari strategi organisasi dan akuntabilitasnya diperlukan pemimpin yang benar – benar memahami langkah – langkahnya, bukan pemimpin yang hanya bisa bicara tanpa melakukan sesuatu. 5. Melakukan evaluasi untuk merangkum kesalahan yang dilakukan dan melakukan koreksi. Agar bisa menjadi organisasi pembelajar maka kita harus bisa menghilangkan hambatan – hambatan dalam belajar baik sebagai individu maupun hambatan dalam organisasi itu sendiri. Learning organization membutuhkan pemimpin yang memiliki pandangan baru tentang kepemimpinan. Paradigma lama bahwa belajar itu harus duduk dengan serius dikelas dan menjadi wajib karena sudah diperintahkan oleh HRD harus diubah dengan paradigma baru bahwa belajar itu menyenangkan dan bisa dilakukan dimana saja dengan memanfaatkan teknologi. Belajar bukan tanggung jawab HRD melainkan tanggung



134



jawab bersama dan merupakan kebutuhan masing – masing personal. Tiap orang dalam organisasi bekerja bukan hanya karena kewajiban tetapi karena dengan bekerja mereka dapat bebas untuk berkreasi mengekpresikan diri untuk kemajuan organisasi. Pemimpin organisasi memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk terus menerus bertumbuh, berkembang dan memperbesar kapasitas dirinya. Anggota organisasi dapat berkreasi mengembangkan ide-idenya untuk mencapai visi organisasi yang juga ditetapkan bersama. Akan tetapi mereka juga bertanggung jawab untuk menilai dan mengevaluasi apa yang telah dikerjakan. Tidak ada anggota yang disalahkan karena melakukan kekeliruan. Karena bekerja tim untuk mencapai visi bersama maka bila ada suatu kesalahan hal itu merupakan kesalahan bersama yang harus diperbaiki bersama. Pemimpin harus bisa menempatkan anggota sebagai partner dalam mengembangkan organisasi, bukan sebagai bawahan. Oleh sebab itu membentuk suatu learning organization memerlukan komitmen yang kuat dari top manajemen karena untuk menjadi organisasi pembelajar perlu sistem yang mendukung untuk belajar, kompetisi antar bawahan / anggota organisasi untuk mencapai yang lebih baik serta adanya budaya belajar dalam organisasi tersebut. (diambil dari tugas mahasiswa S2 Kajian Administrasi Rumah Sakit. Mata kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem. Ni Nyoman Dwi S, Yekti W Agustini, Nurlaili, Sri Lenita, Jimmy Agung Pambudi).



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN Lakukan diskusi bersama kelompok anda mengenai materi pertemuan kali ini. 1. Apa pendapat anda tentang 10 tema ini? 2. Sejauh mana anda mengerti tema tersebut? 3. Tema mana yang anda paling menyentuh/sukai/ positif/ membangun kekuatan diri anda?



135



AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN Dear all, lakukan diskusi bersama kelompok Anda mengenai materi dari awal perkuliahan sampai sesi terakhir ini. 1. Apa pendapat anda tentang semua tema tersebut? 2. Sejauh mana anda mengerti tema tersebut? 3. Tema manakah yang menurut Anda paling menyentuh/sukai/positif/membangun kekuatan diri anda?



Refleksi Pembelajaran



Pikirkan dan renungkan pembelajaran yang didapat dengan menyimak video yang dapat merefleksikan learning organization adalah : WIAL Learning Organization



Upaya Memahami Sistem dan Interaksinya dalam Learning Organziation Kita berada dalam sebuah sistem yang tergolong dalam sistem mesin. Hal tersebut dikarenakan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan terdekat kita, contohnya yaitu lingkungan keluarga. Dalam keluarga, mayoritas orang tua memiliki kendali penuh dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena orang tua sudah memiliki banyak pengalaman hidup sehingga mereka merasa berhak untuk memutuskan yang terbaik untuk keluarga. Misalnya adalah peraturan jam malam, mengatur minat dan bakat anak, mengatur masa depan anak, kepercayaan agama/budaya tertentu yang dikaitkan dalam kehidupan. Sedangkan interaksi sistem yang diharapkan yaitu interaksi sistem sosial. (Tugas mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Mata Kuliah Organisasi Pembelajar dan Berpikir Sistem: Inayah, Adinda Tri Wulandari, Ariqa Salsabila, Harun Al Rosyid, Nindya Nuriesta Prilly, Retia Rismawati , Sri Karina)



136



Cara Menghadapi Difficult Person dalam Tim 1. Mendekati orang tersebut agar dapat tau cara memperilakukan dia dengan baik dan sesuai. 2. Mengusahakan agar orang tersebut nyaman dengan kelompok. 3. Menghargai pendapat orang tersebut. 4. Memberikan tugas yang penting agar dia merasa dibutuhkan dalam kelompok. 5. Memberikan kesempatan pada orang yang difficult untuk melihat sesuatu dari perspektifnya. 6. Menggunakan mental model dengan lensa yang jernih. (Tugas mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Mata Kuliah Organisasi Pembelajar dan Berpikir Sistem: Adinda Tri Wulandari, Aulia Anisya , Baiq Nurlusi Alvina, Fanesya Nuur Haniifah , Hunafa Nur Izzati, Khanza Nadhifa, Lia Permata Br Kar, Nabilatus Syarifah, Sri Karina) Dalam hidup yang harus anda atau tim anda hadapi, kompetisi adalah nyata dan perubahan itu suatu hal yang pasti. Sebuah tim dalam organisasi atau perusahaan perlu untuk terus belajar agar tetap bisa berkompetisi dan membuat perubahan yang berdampak baik. Dalam learning organization, organisasi akan memfasilitasi anggotanya secara terus menerus untuk aktif belajar, adaptif terhadap tantangan perubahan dan dinamis dalam merespon setiap hal. Akumulasi dari setiap individu yang tidak berhenti belajar itulah yang disebut team learning dan proses ini membuat kapasitas individu dalam tim berkembang dengan cepat serta kemampuan organisasi dalam memecahkan masalah menjadi lebih baik. Kenapa? Karena setiap individu mendapatkan hal baru dari belajar yang merangsang daya pikirnya dan akses kepada pengetahuan kepakaran semakin luas. Bank BTPN mungkin hanya akan dikenal sebagai bank pensiunan jika mereka tidak mau belajar dan berkembang, menyerah pada perubahan yang dinamis dan kompetisi yang nyata, hingga mereka mengeluarkan Jenius. Jenius yang menarik hati para millennials karena kemudahan pembukaan rekening, fitur-fitur menarik yang kekinian juga desain yang eye catching dan memberi warna baru. 137



Tak hanya disebabkan oleh kompetisi dan perubahan, bersinergi juga menjadi alasan sebuah organisasi perlu untuk terus belajar. Dalam penanganan Covid-19, Sumatera Barat termasuk daerah yang berhasil menekan angka kasus Covid-19, perlahan namun pasti. ‘Kuncinya ada disitu. Tracing, diswab kemudian sampelnya dites di labor. Ada yang positif ditracing lagi, diswab dan diperiksa lagi. Begitu seterusnya,’ kata dr. Andani Eka Putra (Kutipan Berita Kompas, 11/07/2020). Pada ajang penghargaan Indonesia Award 2020, saat dr Andani mendapatkan penghargaan kategori professional, dr. Andani menyampaikan ‘terakhir, yang paling saya hormati, yang paling saya sayangi adalah tim kita di laboratorium, Tim Covid Hunter Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, kita bekerja hampir 24 jam, mulai dari 200 sampel, 2000 sampel, 3000 sampel dan terakhir kita bisa menyelesaikan 5400 sampel per hari. Ini adalah suatu yang kita dasarkan pada semangat bagaimana kita membayangkan membutuhkan hasil yang sangat cepat, hasil yang banyak sehingga upaya kita dalam memutus mata rantai itu (Covid 19) dapat terlaksana dengan baik.’ Keberhasilan



dr. Andani dan timnya meningkatkan jumlah



spesimen yang dapat diperiksa adalah bukti sebuah learning organization, terlihat dari kesatuan visi yang disampaikan dengan jelas oleh pemimpin tim tersebut, mental model yang dibangun dan kerjasama tim yang dilakukan dengan baik. Upaya-upaya itu pada akhirnya Tantangannya adalah terbatasnya waktu dan kesempatan mengumpulkan ke enam infinity stones tersebut. Kerja sama tim dan rasa saling percaya antar anggota diperlukan saat itu agar tugas selesai dengan cepat dan efisien. Percaya bahwa masing-masing dari mereka akan kembali dengan membawa infinity stone yang mereka cari. Jika ada banyak asumsi dan praduga yang tidak diklarifikasi, satu sama lain tidak akan pernah puas dengan pekerjaan teman lainnya, pekerjaan akan semakin lama selesai dan belum tentu tujuan dapat digapai. Tidak mudah memang menyatukan para superhero yang memiliki latar belakang, karakter dan kemampuan berbeda-beda. Masing-masing dari mereka percaya diri dengan kemampuannya dan mengesampingkan ego bukanlah hal yang mudah. Perbedaan kebiasaan sebelumnya terkadang memicu perselisihan yang harus segera diatasi. Dalam kasus The Avengers, terpecah dua kubu yaitu kubu Tony Stark dan kubu Captain America. Captain America yang terbiasa berkoordinasi



138



berseteru dengan Tony Stark yang terbiasa bekerja sendiri. Namun, ketika muncul masalah yang lebih besar yaitu Thanos, keduanya mampu mengesampingkan ego mereka untuk bersatu dan bahu-membahu melawan Thanos. Mereka berhenti untuk saling menonjolkan diri sendiri demi pemecahan masalah bersama. Meskipun saling berbeda, mereka mulai untuk saling percaya, membawa nilai-nilai bersama, berbagi visi bersama dan berbesar hati untuk bergerak sebagai sebuah tim. Dalam sebuah tim yang anda berada didalamnya, setiap anggota berangkat dengan ide dan mimpinya masing-masing, maka mulailah untuk berbagi mimpi, membuka dialog tentang ide-ide kreatif, berceritalah. Saling berbicara akan memutus rantai asumsi yang akan menjadi penghalang sebuah tujuan besar bersama. Jernihkan lensa pandang anda dalam melihat sebuah realita dan merespon sebuah perubahan.



PENERAPAN PEMBELAJARAN 1 Kepatuhan terhadap penggunaan masker. Masyarakat cenderung masih abai dalam memenuhi protokol kesehatan penggunaan masker saat beraktifitas diluar rumah yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai bentuk proteksi diri dalam masa pandemi Covid-19. Dilihat dari sisi shared vision, masyarakat dan pemerintah belum memiliki kejelasan visi bersama dalam penanggulangan pandemi Covid-19 melalui kebijakan penggunaan masker saat keluar rumah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Menteri Kesehatan yang sempat menyatakan “siapa suruh beli masker mahal-mahal yang diperuntukkan orang sakit?” dan WHO berulang kali mengubah kebijakan standar masker yang dapat dipergunakan oleh masyarakat dalam situasi Covid 19. Dilihat dari sisi mental model, ketidakpatuhan ini dapat terjadi karena lensa yang dipakai adalah lensa yang belum jernih, belum memiliki tanggung jawab bersama dan saling tunjuk-menunjuk. Masyarakat menunjuk pemerintah karena tidak memberikan kejelasan informasi tipe masker dan pemerintah menganggap masyarakat tidak tunduk terhadap regulasi. Dilihat dari berpikir sistem, ketidakpatuhan adalah dampak dari sebuah proses dimana sejak awal seorang pemimpin tidak bersikap tegas terhadap upaya preventif yang sederhana dimulai dari penggunaan masker sehingga informasi ini gagal dipahami oleh masyarakat dan berakibat terhadap sikap atau perilaku yang diambil oleh masyarakat di Indonesia. Seorang pemimpin dapat menjadi contoh bagi pengikutnya dengan 139



mengedukasi masyarakat melalui perbuatan dan tutur kata, sehingga nantinya masyarakat mampu mencerna informasi dengan tepat dan mematuhi kebijakan penggunaan masker. Tingginya angka kematian akibat Covid-19 pada tenaga medis Indonesia menempati urutan pertama positive rate tertinggi di Asia. Dilihat dari sisi shared vision, bagaimana Indonesia



mengambil



langkah



untuk



menanggulangi pandemi Covid-19 ini apakah memprioritaskan menyelaraskan



kepentingan dengan



kesehatan



kepentingan



atau



ekonomi.



Dilihat dari berpikir sistem, apabila ingin menekan angka kematian Covid-19 pada tenaga medis yang merupakan outcome atau impact dari sebuah proses yang dimulai dari input, maka proses dan inputnya menjadi hal penting untuk dipertimbangkan. Penyebutan tenaga medis adalah garda terdepan merupakan suatu kesalahan dimana seharusnya kekuatan promotif preventif melekat pada masyarakat dapat menjadi ujung tombak. Penyebutan tenaga medis adalah garda terdepan merupakan suatu kesalahan dimana seharusnya kekuatan promotif dan preventif melekat pada masyarakat dapat menjadi ujung tombak. Dilihat dari sisi mental model, angka kematian Covid-19 pada tenaga medis dapat terjadi karena lensa yang digunakan pemerintah maupun masyarakat Indonesia untuk memandang adalah lensa yang belum jernih, belum memiliki rasa tanggung jawab bersama, masyarakat menyalahkan tenaga medis dan begitu pula sebaliknya, pemerintah pusat menyalahkan pemerintah daerah dengan segala kebijakan-kebijakannya. Salah satu contohnya hal yang terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah DKI Jakarta. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak adanya dialog antara kedua belah pihak. Seharusnya kedua pihak berdialog dan membangunnya sebagai sebuah personal mastery dan seharusnya dalam koordinasi dikuatkan work as a team. Dengan demikian, secara bersama-sama dapat menganalisis akar permasalahan timgginya angka kematian Covid-19 pada tenaga medis berdasarkan Root Cause Analysis.



140



PENERAPAN PEMBELAJARAN 2 Menerapkan Prinsip Team Learning & Learning Organization dalam Project OPBS: Pilahmakanmu.id Pilahmakanmu.id merupakan suatu project edukasi kesehatan mengenai fenomena makanan dan perilaku makan serta kaitannya terhadap kejadian penyakit tidak menular di masyarakat. Project ini diinisiasi oleh 6 orang mahasiswa dan menggunakan platform Instagram sebagai media edukasi. Pilahmakanmu.id berawal dari keresahan sekelompok mahasiswa akan meningkatnya masyarakat yang menderita penyakit tidak menular dan tak jarang salah satu penyebabnya berasal dari pola makan yang tidak seimbang sehingga mereka berharap dengan adanya project ini mereka dapat membantu mencerdaskan masyarakat agar lebih bijak dalam memilih makanan yang dikonsumsi melalui konten-konten yang telah diberikan. Dalam menggerakkan project ini, kelompok juga menerapkan salah satu disiplin ilmu Peter Senge, yakni team learning. Project ini bermula dari diskusi interaktif yang dilakukan oleh kelompok untuk membentuk ide, konsep, materi konten, dan pembagian peran untuk setiap anggota secara online dengan memaksimalkan penggunaan group chat (mengirim pesan secara daring) dan group call (bercakapcakap dari jarak jauh) untuk menyelaraskan dan menggali setiap pandangan tiap anggota. Lalu, kelompok menentukan satu orang untuk menjadi pemimpin project untuk membimbing kelompok mulai dari diskusi awal hingga terciptanya konten dan desain secara bertanggung jawab dengan secara aktif mendengarkan pendapat anggota kelompok. Beberapa anggota kelompok yang lain belajar menjadi anggota yang kooperatif, dengan interaktif memberikan pendapat, menghargai pendapat teman yang lain dan tidak memotong pembicaraan, menciptakan atmosfer saling mendukung agar individu yang tadinya tertutup dapat turun serta untuk aktif mencari ide-ide yang kreatif dan bermanfaat sehingga diskusi yang dilakukan



141



dapat terlaksana secara interaktif. Walaupun dalam keadaan pandemi, seluruh anggota kelompok tetap mengoptimalkan peran dan mengerjakan bagian masingmasing dengan maksimal agar tujuan kelompok dapat terpenuhi. Kelompok juga tetap mengusahakan pengembangan kapasitas dan kualitas tim agar dapat menciptakan kebermanfaatan bagi masyarakat melalui proses pembelajaran dan tantangan yang dihadapi oleh kelompok selama project berlangsung.



PENERAPAN PEMBELAJARAN 3 Kelompok Tani Ternak yang berada di dusun Timuk Belimbing, Pringgasela Timur, kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, jauh dari Mataram,mencapai hingga 50 km dari pusat ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)-, sekilas terlihat biasa saja dan tidak ada hal istimewa yang membedakan dengan kelompok tani lainnya. Kelompok Tani ini mungkin tidak mendapatkan pembelajaran formal mengenai cara berorganisasi dan mengelola sebuah perkumpulan. Namun ternyata mereka memiliki jiwa dan semangat untuk terus menerus melakukan perbaikan di desanya, bahkan dengan cara-cara dan pendekatan yang lazimnya dilakukan oleh mahasiswa yang mengenyam pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Pembelajaran dapat dilakukan dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun. Struktur organisasi yang dibentuk sederhana, rapih dan ramping yang menandakan keefektifan sebuah organisasi dan mudah beradaptasi dalam melakukan sebuah inovasi. Kelompok Tani Ternak Kebon Telaga sedang mempelajari sebuah inovasi teknologi pembiakan “Satu Induk Satu Anak Satu Tahun” yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sapi potong agar dapat meningkatkan pendapatan peternak. KTT Kebun Telaga menjadi sebuah kelompok percontohan untuk melakukan demonstrasi di Lombok Timur (Bardono, 2020).



142



Focus Group Discussionini luar biasa, dapat mengubah sumber daya non-materi menjadi tindakan nyata dengan kualitas pidato dan bercerita oleh ketua kelompok yang dengan cara yang sederhana dan rendah hati, kita bisa merasa kecil sebagai penonton yang menyaksikan jalan yang mencerahkan untuk kebaikan bersama. Seorang akademisi yang bernama Dr NH pun turut kagum dengan Pak Kadis yang membuatnya terharu. Hal tersebut merupakan softskil yang tidak bisa kita dapatkan hanya dengan belajar dari guru ataupun dosen, namun juga dengan pengembangan diri, praktik, peka dan peduli dengan lingkungan sekitar. Walau sederhana dan berada di sebuah dusun, foto yang memperlihatkan adanya 3 laptop dengan layar terkembang penanda level yang berbeda, menghadirkan magnitudo gejolak kesibukan yang dahsyat didampingi oleh kacang dan singkong rebus serta kopi menambah asyiknya rapat di lokasi tersebut.



143



DAFTAR PUSTAKA American Debate League. What is Debate? [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from: http://www.americandebateleague.org/what-is-debate.html. Anderson R, Baxter LA, Cissna KN. (2004). Dialogue: Theorizing Difference in Communication Studies. United Kingdom: Sage Publication. Anoop R.Menon.(2017). Rationalizing Outcomes : MentalModel-Guided Learning in Competitive Marke : Harvard Bussiner School Barnard, A. (2010). Continuous Improvement and Auditing. Di dalam J. F. Cox III & J. G. Schleier Jr (Eds.), Theory of Consraints Handbook (pp. 404): McGraw Hill. Bass BM, Bass R. (2008). The Bass Handbook of Leadership [Internet]. Fourth Edi. Free Press. Available from: ‫ﻓﺮﻫﻨﮓ‬ ‫و‬ ‫رﺳﺎﻧﻪ‬ ‫=ﻫﺎی‬http://www.ghbook.ir/index.php?name option=com_dbook&task=readonline&book_id=13650&page=73&chk&‫ﻧﻮﯾﻦ‬ hashk=ED9C9491B4&Itemid=218&lang=fa&tmpl=component Bass, B.M & Riggio,R.E.(2006).Transformational leadership. New Jersey: LEA. Publlisers Marwah Bass, B.M.(1990). Bass & Stogdill’s : Handbook of leadership. Theory,research & managerial application”. 3 rd Ed. New York : The Free Press : A division of Macmillan, Inc. Bertocci, David I. (2009). Leadership in Organizations: There Is a Difference between Leaders and Managers. New York: University Press of America. Bohm, Saral. (2004). David Bohm on Dialogue. Routledge. New York. Cambridge Dictionary. Conversation [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from: https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/conversation. Chris Argyris. (2017). Integrating The Individual and The Organization. New York: Taylor & Francis. Decuyper, S., Dochy, F., & Van Den Bossche, P. (2010). Grasping The Dynamic Complexity of Team Learning: An Integrative Model for Effective Team Learning in Organizations. Educational Research Review. 5 (2): 111–133. doi:10.1016/j.edurev.2010.02.002. Dettmer, H. W. (2007). The logical thinking process. A Systems Approach to Complex Problem Solving. American Society for Quality. Doggett, A. M. (2005). Root Cause Analysis: A Framework for Tool Selection. Quality Management Journal, 12(4), 34-45. Douglas J.Gilan.(2018). Mental Models: Structural Differences and the Role of Experience: Journal Of Cognitive EngineeringAnd Decision Making Vol 12, Issue 4, 2018 Ernawati, E., Rachmi, A. T., & Wiyanto, S. (2014). Penerapan hand hygiene perawat di ruang rawat inap rumah sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 89-94. Gharajedaghi J. (2012). System Thingking: Managing Chaos and Complexity. Vol. 66. Elsevier. 37–39 p. Goldratt, E. M. (2010). Introduction to TOC-My Perspective. Di dalam J. F. Cox III & J. G. Schleier Jr (Eds.), Theory of Consraints Handbook (pp. 3-9): McGraw Hill. Goldratt, E. M., & Cox, J. (2016). The goal: A process of ongoing improvement. Routledge. Goldratt, EM. (1999). Theory of Constraint. Goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee A. Leadership for A Better World. Vol. 53. Journal of Chemical Information and Modeling. San Fransisco: 2019. 1689–1699 p. Hughes, Richard L., Beatty, Katherine Colarelli. (2005). Becoming a Strategic Leader: Your Role in Your Organization’s Enduring Success. Jossey-Bass. USA. Indi Young. (2008). Mental Models: Aligning Design Strategy with Human Behavior. New York: Rosenfeld Media.



Jacobus.(2016). Leading in a VUCA World. Contributions to Management Science Jenlink PM, Banathy BH. (2008). Dialogue as a Collective Means of Design Conversation. 1–385 KBBI. Debat [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from: https://kbbi.web.id/debat. KBBI. Diskusi [Internet]. Available from: https://www.kbbi.web.id/diskusi Laura Edgar, EdD, CAE. Better Decision-Making: Shared Mental Models and the Clinical Competency Committee Marquardt, Michael J. (2002). Building the Learning Organization: Mastering the 5 Elements for Corporate Learning. USA: Davies-Black Publishing, Inc. Masa Magzan. (2012). Mental Models For Leadership Effectiveness: Building Future Different Than The Past. Journal Of Engineering Management And Competitiveness (Jemc) Vol. 2. No. 2. 2012. 57-63 p. Master Facilitator Journal. Evolution of Dialogue [Internet]. (2001). [cited 2019 Oct 17]. Available from: http://www.masterfacilitatorjournal.com/dialogue.html Mc Tear, Michael F. (2004). Spoken Dialogue Technology: Toward the Conversational User Interface. Ireland: Springer. Natalie A. Jones, Mental Models: An Interdisciplinary Synthesis of Theory and Methods. Ecology and Society16 (1): 46. [online] Available from: http://www.ecologyandsociety.org/vol16/iss1/art46/ Oxford Learning Dictionary. Debate [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from: https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/debate_. Oxford Learning Dictionary. Debate [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from: https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/debate_1 Oxford. (2020). Constraint. Retrieved from https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/constraint Pertiwi, A. S., & Rochmah, T. N. (2019). Implementation of Theory of Constraint on Waiting Time of Prescription Service. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 7(1), 1-8. Scouller, J. (2011). The Three Levels of Leadership: How to Develop Your Leadership Presence, Knowhow and Skill. Cirencester: Management Books 2000. Senge P. The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization. Vol. 66. (2012). 37–39 p. Senge, P. M. (2014). The fifth discipline field book: Strategies and tools for building a learning organization. Currency. Senge, Peter M. (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization. Currency Doubleday. New York. Senge, Peter M. (2004). The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization. New York: Doubleday. Shane Parrish. (2019). The Great Mental Models: General Thinking Concepts. Ottawa: Latticework Publishing Inc. Suprayogi, R. A. (2008). Mentransformasikan Organisasi menjadi Leanrning Organizations, www.sditalqalam.wordpress.com The Co Intelligence Institute. Dialogue [Internet]. (2003). [cited 2019 Oct 16]. Available from: https://www.co-intelligence.org/P-dialogue.html. Thompson, Leigh. (2011). Making the team. Chapter II Performance and Productivity: Team Performance Criteria and Threats to Productivity." Van Der Vegt, Gerben; Bunderson, J. Stuart. (2005). "Learning and Performance in Multidisciplinary Teams: The Importance of Collective Team Identification" (PDF). Academy of Management Journal. 48 (3): 532–547. doi:10.5465/AMJ.2005.17407918. [Accessed on October 12 2015]. Wadhwa, G. (2010). Viable Vision for Health Care Systems. Di dalam J. F. Cox III & J. G. Schleier Jr (Eds.), Theory of Consraints Handbook (pp.906-9): McGraw Hill.