Buku Politik Perpajakan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Afris
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

L\150/\-\.



!p..rJ..!200 b



33 6.2- ; ::'4 I



@p417 Edi Slamet lrianto Syarifuddin Jurdi



.



r 1



p



c.I



POLITIK PERPAJAKAN MEMBANGUN DEMOKRASI NEGARA



Kata Pengantar Dr. Machfud Sidik, MSc. Sambutan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poemomo Sanksi pelanggaran Pasal 72: Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta



Pengantar Ketua MPR RI Dr. HM Hidayat Nurwahid, MA



1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Iima miliar rupiah).



Pengantar Prof. Dr. Gunadi, M.Sc.,Akt



2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Iima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Iima ratus juta rupiah)



ffi UII



Press



/I



Edi Slamet lrianto & Syarifuddin Jurdi Politik Perpajakan: Membangun De mokrasi Negara ;-Yogyakarta: UII Press, 2005



208 hlm .



+ xliv;



15 x 21 cm



11 ISBN 979-3333-78-7 I1



Buku ini dipersembahkan: Kepada dr. Betty Ekawati, 5., Sp. KK., dan Salma Amda. Untuk mereka yang menjadi pemain peradaban masa depan; Cetakan Pertama, Oktober 2005 Penyunting : Sobirin Malian Pracetak : UII Press Pcnerbit : UII Press Yogyakarta (anggota lKAPI) Jl. Cik Di Tiro No.! , Yogyakarta Tel.(0274)547865, Fax.(0274)547864



E-mail: [email protected];[email protected] l lak cipta (tl2005 pada UII Press dilindungiundang-undang.(all rights reserved)



Muham mad Ramdhan Abdurasyid, Hafid Dwi Prasetyo, Try Luthfi Nugroho,lkbar Riztki Hibatullah, Queen Choirunisa Tansa Tresna. dan Ashila Salsabila Syarif, Ahmad Mutawakkil Syarif, Semoga menjadi lebih baik, maju dan berkualitas.



[vi] __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



;;;;;;;; [vii]



Bismillahirrahmanirrahim



KATA PENGANTAR PENULIS



D



en gan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT adalah suatu kalimat pertama yang perlu kami ungkapkan, karena dengan ridho, rahmat, dan hidayah-Nya -buku ini dapat hadir dihadapan pembaca. Pada prinsipnya buku ini membedah persoalan yang masih relatif langka dibahas dan dikaji oleh para ilmuwan sosial politik, ekonomi dan ilmuwan hukum, yakni persoalan politik perpajakan dengan fokus persoalan demokrasi perpajakan yang belum menjadi perhatian rezim politik yang berkuasa. Buku politik perpajakan ini membedah seputar isu-isu penting mengenai aspek politik, demokrasi, sosial, kemanusiaan, teologis dan ekonominya. Kami menyadari menghadirkan wacana politik perpajakan tentu mengundang persetujuan (pro) dan penolakan (kontra), tepatnya kitab ini menghadirkan paradigma berpikir barn tentang pajak yang selama ini hanya menjadi urusan ilmuwan ekonomi dan hukum semata, sementara aspek krusiallainnya yakni politik hampir terabaikan -akibat lebih lanjutnya pajak menjadi elitis, tertutup, dan penuh manipulasi. Buku ini menurut hemat penulis menghadirkan diskursus baru tentang pajak -sebuah diskursus yang bisa dipersoalkan oleh para ilmuwan pajak dan praktisi perpajakan. Mungkin buku ini banyak mengoreksi dan memberikan cara yang sesuai dengan prinsip pengelolaan negara yang demokratis kepada para pelaku perpajakan, terutama -tentu saja -para pembayar



Kata Pengantar



__ fix]



[viii] __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



pajak yang hanya dibebankan oleh negara, sementara mereka sebagai pembayar pajak tidak pemah mengetahui pajak yang telah disetorkan kepada negara, digunakan untuk apa ? Sebagai isu baru dalam aspek politik dan isu baru pula dalam konteks ilmu ekonomi dan hukum, kitab politik perpajakan ini membangun wacana ekonomi politik baru yang akan menjadi acuan dari kebijakan politik rezim. Rezim politik segera memikirkan cara mengelola negara yang demokratis, cara mendesain ekonomi perpajakan yang berjiwa sosial, sehingga proyek demokrasi dapat diwujudkan bersama dengan demokrasi politik. Untuk menghadirkan aspek perpajakan yang demokratis, maka seharusnya pengelola pajak mengemban amanah rakyat dengan baik, memberikan akses informasi yang cukup kepada rakyat untuk mengetahui pemanfaatan keuangan negara yang dikumpulkan dari pajak. Andai saja kondisi tersebut dapat diciptakan, maka pembayar pajak akan menyetorkan uang pajaknya kepada negara secara sukarela -tanpa ada unsur paksaan, tentu dalam hal ini n egara harus menyediakan ruang bagi mereka -terutama ruang informasi yang cukup mengenai pemanfaatan uang .p ajak . Proyek-proyek sosial politik rezim berkuasa yang dibiayai oleh uang pajak, serta sumber keuangan lain yang dihimpun dari b erbagai sumber hams berwajah "manusia". Menutup informasi ten tang pajak, sama dengan membiarkan konsolidasi demokrasi berjalan secara parsial -artinya aspek politik, ekonomi, hukum, dan budaya sudah semakin demokratis, tapi soal ekonomi politik yan g berkaitan dengan p ajak m asih tertutup, tentulah sesuatu yang tidak diinginkan oleh steak holders d alam masyarakat. Pada bagian awal buku ini, kami sengaja menguraikan se cara lebih komprehensif tentang demokrasi menurut akar is tilah nya dan b egitu pula dengan makna empirik dalam kc h id u pan masyarakat In d onesia . Penjelasan demokrasi itu scnd iri diorien tasikan kepada usaha untuk lebih memahami makna-rnakna dasamya d engan tujuan yang lebih jelas yakni



menuju kehidupan ekonomi politik yang lebih terbuka, transparan, akuntabel, dan ruang partisipasi warga secara meluas. Selain itu diuraikan pula tentang desentralisasi yang merupakan isu penting dalam konteks kehidupan politik bangsa agar isu desentralisasi dapat klop dengan usaha demokratisasi bangsa pada semua level kehidupan. Pada bagian-bagian berikutnya, kami menjelaskan makna pajak yang demokratis, pajak yang berwajah " m anusia", pajak yang berdimensi keadilan, pajak yang relevan dengan misi besar bangsa yakni membebaskan manusia dari kemiskinan, kemelaratan dan ketertindasan. Begituah seterusnya kami menguraikan aspek pajak ini, dan bagian tertentu yang mungkin dapat menjadi bahan perbandingan, kami juga menghadirkan isu penting lain yang berpotensi besar menjadi sumber penerimaan negara di masa depail. adalah zakat, yang dalam beberapa hal tentu berbeda dengan pajak. Kitab ini menjadi lebih baik -sekalipun kadamya masih terbatas, tetapi apa yang disajikan terutama isi dan pokok kajiannya telah dibaca oleh beberapa pihak yang menurut hemat kami memiliki kompotensi atas masalah politik, demokrasi, pajak dan birokrasi pemerintahan. Selain itu, buku ini juga telah diberi beberapa catatan dan masukan oleh beberapa pihak sebelum diterbitkan, tegasnya buku ini telah didiskusikan dengan beberapa komponen penting dalam rangka memperoleh tambahan masukan untuk perbaikannya. Kepada beberapa pihak yang telah berpartisipasi atas naskah dasarnya, kami mengucapkan terima kasih, tentu p ertamatama kami menyampaikan terima kasih kepada Dr. H. H id ayat ai Nur Wahid, MA, (selaku Ketua MPR RI maupun sebag pribadi), Prof. Dr. Gunadi, MSc., dan Dr. Mahfud Sid ik, MSc., yang telah m embaca dan memberikan pengantar b agi kitab ini. Kesediaan ketiga orang tersebut untuk m emberikan i pengantar bagi kitab ini mempakan p enghargaan yang tingg buat kami, 'm en gin gat ketiganya masih m enyempatkan diri untuk membac a d an memberi pengantar bagi buku ini d i



__ [xi] Kata Pengantar



Ixl __



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



tengah kesibukan sebagai Pejabat Negara, Akademisi dan Aparatur Birokrasi. Begitu juga dengan Dr. Hadi Poernomo, MBA sebagai Direktur Jenderal Pajak yang telah memberikan kata Sambutan bagi buku ini. Akhirnya penulis ingin mengatakan rasa hutang budi kepada berbagai pihak terutama Promotor kami yakni Prof. Dr. Miftah Thoha, MP A; Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA; Prof. Dr. Warsito Utomo, Prof. Dr. Yahya A Muhaimin dan Prof. Dr. Mardiasmo, MBA. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Dr. Purwo Santoso, MA dan Dr. Erwan Agus Purwanto, atas waktu dan kesempatan berdiskusi dengan kami dalam banyak kesempatan, serta perhatiannya yang besar kepada kami hingga kami sering diberi bahan bacaan bagi kelancaran studi kami. Kepada teman-teman di program S-3 Ilmu Sosial Politik Sekolah Pascasarjana UGM, diantaranya Dr. Noudy P. Tendean, M.5i., Dr. Cand. Fadel Muhammad, Dr. Cand . Hasanuddin, MA, Dr. Cand. Sri Woro Wahyuningsih, MA, dan Ir. Akbar Tandjung, MS, serta yang lainnya yang tidak dapat kami sebutkan semua namanya disini. Terima kasih tentu pantas kami sampaikan kepada keluarga, mereka telah merelakan kami untuk berbagi waktu -bahkan lebih banyak waktu yang kami habiskan untuk mengurus studi daripada bersama dengan keluarga, pengorbanan dan kerelaan mereka itulah yang ikut memacu dan memicu semangat kami dalam menempuh studi dan menyelesaikan kitab sederhana ini. Mereka adalah dr. Betty Ekawati, S., Sp.KK, dan generasinya Muhammad Ramdhan Abdurasyid, Hafid Dwi Prasetyo, Try Luthfi Nugroho, Ikbar Riztki Hibatullah, Queen Choirunisa Tansa Tresna. Juga kepada Salma Amda, SS., dan penerusnya Ashila Salsabila Syarif dan Ahmad Mutawakkkil Syarif. Perlu juga kami tambahkan, bahwa buku ini masih jauh d .1 ri kcscm p u rn aan dan karena itu -kami mengharapkan



adanya kritik dan koreksi yang diberikan oleh para pembaca yang budiman guna memperbaiki buku ini. Khusus kepada penerbit UII Press diucapkan terima kasih atas kesediaannya menerbitkan buku ini. Akhirnya, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang budiman. Bulaksumur, September 2005 Penulis



[xii];;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



;;;;; [xiii]



KATA PENGANTAR



S



tu d i tentang politik, demokrasi dan perpajakan, ketigatiganya merupakan isu yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ketiga studi tersebut tidak jarang membingungkan tidak saja bagi masyarakat awam, birokrat, politisi namun juga para akademisi. Penggalian hubungan antara ilmu politik,demokrasi dan perpajakan selalu mengundang kontroversi yang berkepanjangan. Sympton dan bahaya implementasi demokrasi tanpa memperhatikan kemampuan ekonomi suatu bangsa akan membawa keterpurukan, dan kemerosotan kesejahteraan suatu bangsa. Namun, keberhasilan pelaksanaan demokrasi khususnya di negara-negara maju akan membawa bangsa yang bersangkutan ke arah kehidupan pendewasaan demokrasi dan peningkatan kemampuan ekonomi bangsa yang bersangkutan termasuk didalamnya mengoreksi ketimpangan kemampuan ekonomi warga negaranya. Kehidupan demokrasi yang dewasa akan mengurangi kebrutalan dan pemaksaan sekelompok kekuatan politik untuk memarginalkan kelompok minoritas. Studi tentang perpajakan dalam dekade terakhir tidak lepas dari aspek politik dan didalamnya termasuk penerapan prinsip-prinsip demokrasi. Sistem perpajakan di lain pihak merupakan bagian dari instrumen kebijakan fiskal yang ditujukan terutama untuk mencapai kebijakan ekonomi makro yang sasarannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Fenomena dalam dekade 90-an yang terjadi di penjuru dunia menunjukkan bahwa negara-negara



__ lxvl [xiv] __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



yang mengembangkan sistem demokrasi sebagai pilihan mengalami kenaikan dari 60 (enam puluh) negara pada tahun 1989 menjadi 100 (seratus) negara pada tahun 2000. Di antara negara-negara yang menerapkan sistem demokrasi tersebut justru mengalami penurunan kesejahteraan masyarakatnya . yaitu pada tahun 1989, persentase negara miskin yang menerapkan sistem demokrasi sebanyak 15 % dan justru pada tahun 2000 jumlah negara miskin yang menerapkan sistem demokrasi tidak selalu menjamin peningkatan pembangunan ekonomi. Demikian pula, implementasi desentralisasi yang tidak didukung dengan grand strategy yang komprehensif yang ditunjang dengan implementasi yang mempertimbangkan berbagai aspek baik politik, latar belakang kehidupan bangsa, pluralitas etnik, keberagaman kebudayaan, sistem demokrasi dan kemampuan ekonomi bangsa yang bersangkutan akan menambah deretan negara yang gagal dalam melaksanakan proses desentralisasi. Desentralisasi dinilai berhasil bila dalam pelaksanaannya memberikan implikasi meningkatnya pelayanan sektor birokrasi kepada masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan barang publik dan memenuhi preferensi dari masyarakat serta mempromosikan kehidupan yang lebih demokratis. Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi tergantung pada desain desentralisasi itu sendiri, perencanaan strategik, pengembangan kelembagaan dan capacity building dari lingkungan birokrasi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Demikian pula sistem perpajakan yang baik terutama hams memperhatikan aspek kebijakan ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan dalam rangka mensejahterakan masyarakat dan kemampuan administrasi perpajakan itu sendiri. Sistem perpajakan yang baik harus menggali potensi perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang ada,



meminimalkan distorsi terhadap kegiatan ekonomi, memenuhi keadilan di bidang perpajakan serta kemampuan administrasi perpajakan itu sendiri. Kemampuan administrasi perpajakan meliputi kelembagaan, sistem dan prosedur perpajakan, dukungan infrastruktur di dalam melaksanakan administrasi perpajakan dan sumber daya manusia yang kompeten dalam melaksanakan kebijakan perpajakan. Buku Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara yang ditulis saudara Edi Slamet lrianto dan Syarifuddin [urdi merupakan upaya pengkayaan pemikiran yang berkembang baik di negara maju maupun negara berkembang khususnya Indonesia. Salah satu hal baru yang dikupas oleh kedua penulis tersebut adalah mengkaji lebih tajam pemikiran dasar demokrasi perpajakan yang jarang ditulis baik oleh ilmuwan di bidang politik, sosial, keuangan negara maupun perpajakan. Menurut penulis membicarakan demokrasi perpajakan dalam politik nasional, mengingat rezim politik yang berkuasa pada masa lalu tidak pemah membuka peluang bagi adanya mekanisme kontrol, pengalokasian pajak yang dihimpun dari masyarakat. Pajak dilihat dari segi politik dapat dimaknai sebagai investasi politik seorang warga negara kepada negara, investasi dimaksudkan sebagai tabungan rakyat dalam rangka membantu negara dalam membiayai proyek-proyek politiknya sehingga ada preferensi politik bagi warga negara yang bersangkutan dalam setiap proses politik yang diselenggarakan pemerintah, artinya masyarakat pembayar pajak mempunyai hak sama atau dengan kata lain memiliki semacam otoritas untuk mengetahui pengelolaan pajak terutama berkaitan dengan penentuan kebijakan negara mengenai pengumpulan, pengadministrasian dan pemanfaatan pajak. Menurut kedua penulis, demokrasi yang berarti kesetaraan dan partisipasi, maka demokrasi perpajakan dapat dimaknai sebagai terbangunnya sistem perpajakan yang



lxvi]



~



__ [xvii]



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



menggambarkan adanya kesetaraan antara pemerintah dan masyarakat pembayar pajak, sehingga memungkinkan muneulnya partisipasi masyarakat, sejak dari proses pembuatan kebijakan perpajakan, pengumpulan pajak dan pemanfaatan uang pajak.Prinsip demokrasi yang paling urgen adalah meletakkan kekuasaan ditangan rakyat bukan ditangan penguasa. Dengan terbitnya buku PoIitik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara, saya kira akan memberikan tambahan waeana baru kepada pemerintah, masyarakat, legislator dan akademisi yang berminat dalam kajian pengetahuan tentang politik, demokrasi, desentralisasi, dan kebijakan perpajakan dalam suatu analisis yang lebih komprehensif. Jakarta, Agustus 2005



Dr. Maehfud Sidik, M.Se.



SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK



K



ep u tu s a n pemerintah untuk mengubah kebijakan anggaran dari yang berbasis resources ke anggaran yang berbasis pajak, nampaknya merupakan langkah tepat. Sebab sumber daya alam yang kita miliki seperti migas, selain dipengaruhi oleh faktor persediaan yang nilainya semakin menipis juga sangat tergantung kepada pembentukan harga pasar internasional yang sangat fluktuatif. Artinya, situasi tersebut sangat sulit untuk dijadikan referensi ketika kita berketetapan membangun anggaran yang stabil dan dinamis. Sejalan dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bemegara, seeara bertahap peran pajak mengalami pergeseran yang eukup fantastis . Betapa tidak, pajak yang sebelumnya hanya sebagai pelengkap penerimaan dalam negeri kini telah bergeser dan berada pada posisi yang ama t sanga t menentukan. Meskipun masih banyak pihak yang kurang puas terhadap kinerja perpajakan, namun satu hal yang sulit terbantahkan adalah kontribusi penerimaan pajak yang saat ini sudah meneapai 80% terhadap penerimaan dalam negeri. Ke depan peran pajak akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya pemahaman masyarakat dalam mas alah perpajakan. Sudah saatnya, masyarakat mendapatkan p em aham an yang komprehensif ten tang masalah per p aj aka n d alam konteks kehidupan negara yang demokratis. Dal am negara yang modern dan demokratis, pajak dip ahami sebagai kewajiban demokrasi warga negara. Ol eh ka rena itu, pajak bukan hanya menjadi domain pemerintah yang dalam hal ini



Ixviii]



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara iiiiiiiiiiii



Direktorat Jenderal Pajak semata, akan tetapi telah menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa yang menghendaki berjalannya sistem kenegaraan yang demokratis. Pemahaman semacam ini menjadi penting bagi kita sebagai bangsa, agar kita tidak terjebak pada retorika politik yang cenderung saling menyalahkan tanpa memahami esensi posisi kita masingmasing dalam kehidupan bemegara. Oleh karena itu, saya menyambut baik penyusunan buku dengan judul Politik Perpajakan Membangun Demokrasi Negara oleh saudara Edi Slamet Irianto dan Syarifuddin Iurdi. Penulis telah menjadikan teori politik sebagai pendekatan kajiannya, yang menurut hemar saya masih sangat langka dilakukan, karena selama ini pajak baru dikaji dari perspektif ilmu ekonomi dan ilmu hukum. Dengan demikian, buku ini diharapkan akan menambah khasanah bacaan tentang perpajakan baik bagi mahasiswa, dosen, elite politik, elite birokrasi termasuk aparatur perpajakan maupun semua pihak yang berminaj terhadap perpajakan Indonesia.



Jakarta, Agustus 2005 Direktur Jenderal Pajak Hadi Poemomo NIP.060027375



[xix]



PENGANTAR: MENCARI KEADILAN POLITIK MELALUI PAJAK Oleh: Dr. HM. Hidayat Nurwahid, MA Ketua MPR RI



P



en gelola an negara modern selalu didasarkan kepada prinsip-prinsip keterbukaan (transparansi), efektif dan . efisien. Sebuah negara dengan sistem politiknya yang demokratis akan memberi ruang bagi partisipasi warga dalam seluruh proses politik yang berlangsung. Ketika partisipasi dan ruang publik untuk rakyat ditutup dan disumbat oleh mesinmesin politik dan mesin-mesin teror dan penindas, maka pengelolaan negara yang transparan sulit diharapkan. Dalam sejarahnya politik kenegaraan yang dibangun selama ini menempatkan penguasa dalam konteks yang istimewa, sementara rakyat berada dalam posisi kooptasi negara, dengan kata lain -rakyat tidak berdaya ketika berhadapan dengan penguasa negara. Kondisi politik demikianlah yang ingin dirubah oleh reformasi politik yang telah berlangsung, agar terjadi suatu pola hubungan antara rakyat dan negara (pemerintah) yang seimbang, rakyat memiliki sejumlah hak dan kewajiban yang harus ditunaikan sebagaimana negara memiliki keharusan melindungi, mengayomi, d an mensejahterakan rakyatnya. Negara modern diikat oleh berbagai .p e rjan jia n yang dibangun sebagai syarat terciptanya suatu keseimbangan sosial, ekonomi, politik dan hukum dalam suatu negara yang beradab. Perjanjian itu sendiri terkait dengan adanya



__ [xxi] [xx] ;;;;;;;;



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



hubungan timbal balik antara negara dengan masyarakat. Dengan memakai cara berpikir yan g lazim, bahwa negara bisa ada karena ada rakyat dan rakyat sendiri membutuhkan pemimpin (negara) untuk mengatur kelangsungan hidup bersama agar beradab. Kebiadaban tentulah sesuatu yang tidak diinginkan dalam kehidupan bersama, tanpa negara keadaban rasanya sulit tercipta. Dalam mengikat hubungan yang saling membutuhkan itu, praktek politik negara-negara modem cenderung menerapkan pola yang lazim dipakai yakni negara memiliki sejumlah kewenangan yang absah kepada rakyat sebagaimana rakyat memiliki hak yang dituntut kepada negara. Dalam hal inilah, pajak menjadi media yang menghubungkan antara kepentingan negara dengan rakyat dan pajak menjadi syarat lain bagi terciptanya suatu keseimbangan antara negara dan rakyat. Rakyat membayar pajak kepada negara dan sebagai imbalan jasa yang diperoleh rakyat, terutama golongan kaya yang membayar pajak lebih banyak berupa perlindungan atas segala kepentingan umum, dengan mewajibkan untuk mengadakan perjanjian perlindungan wajib antara negara dengan warganya dan negara memperoleh modal untuk membiayai proyek sosial kemanusiaannya. Keadilan politik hanya mungkin diperoleh dengan memberikan hak-hak dasar warga negara secara proporsional seperti hak untuk hidup secara layak, hak-kemanusiaan, hak untuk memperoleh keadilan, hak untuk menikmati kemerdekaan dan pembangunan, itulah hak-hak dasar yang diperoleh rakyat dari negara, sebab dengan memberikan hakhak tersebutlah - rakyat memperoleh keadilan. Esensi negara didirikan adalah melindungi kepentingan bersama dan menjamin kesejahteraan sosial rakyat. Atas beberepa kemudahan yang diberikan negara -rnaka rakyat harus pula memenuhi ketentuan yang tetap oleh negara yakni membayar pajak. Dalam pengelolaan negara



Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak



modem, pajak menjadi sumber pembiayaan politik negara terut~ma membiayai proyek-proyek sosial rezim, sebab tanpa adanya konstribusi real dari rakyat, negara juga tidak akan bisa menyukseskan agenda kerja pemerintahan yang diprogramkan secara nasional melalui komunikasi politik dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada dalam negara tersebut. Memang pajak merupakan hal penting dalam urusan bemegara, sebab dengan pajak itulah distribusi keadilan sosial dapat dilakukan. Negara 'd en gan pajak akan dapat mengurangi tingkat kecemburuan sosial sosial warga negara yang tidak memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai. Sumber kekayaan yang dimiliki oleh segelintir manusia harus disesuaikan dengan kondisi riil yang ada dalam masyarakat. Dalam kondisi tertentu pajak dalam jenis dan kadar apapun sudah mulai dipikirkan oleh para ilmuwan agar jenis kekayaan yang dimiliki oleh warga bemilai sosial dan ekonomi. Tampaknya, saya sependapat dengan gagasan yang dibangun dalam buku ini, bahwa pajak sudah harus dikelola menurut standar dan aturan yang lebih terbuka dan demokratis. Selama ini pajak bersifat tertutup dan mengandung unsur manipulasi dan segala macamnya, namun pajak inipun belum sepenuhnya dapat menghasilkan keseimbangan sosial yang adil dalam masyarakat.



Negara, Rakyat dan Pajak Pajak telah berfungi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Salah satu pembiayaan negara yang penting dalam hal ini adalah pembangunansosial kemanusiaan, selain pembiayaan Iainnya.



__ [xxiii]



[xxii] ;;;;;;;;;;



Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



Dalam teori negara, bahwa negara melakukan fungsinya untuk melayani kebutuhan masyarakat, tidak untuk kepentingan pribadi. Maka kepentingan umum didahulukan atas kepentingan pribadi dan golongan. Dengan luasnya medan tanggungjawab negara -rnaka negara membutuhkan dukungan finansial dari rakyat, maka negara membuat ketentuan yang akan dijadikan pijakan untuk mengimbangi ketimpangan sosial dalam masyarakat dengan pajak. Tegasnya negara, punya beban sosial kemanusiaan dan untuk memenuhinya negara membuat ketentuan untuk mewajibkan warga negara atas dasar kedaulatan menanggung pembiayaan itu sesuai dengan kemampuan. Kerelaan rakyat membayar pajak sesungguhnya bagian dari komitmen rakyat untuk menciptakan keseimbangan dan keadilan sosial dalam masyarakat, itulah yang menjadi inti dari makna sosial pajak. Dalam hal ini, negara membatasi yang kuat dengan diwajibkan membayar pajak dan melindungi yang lemah dengan mendistribusikan uang pajak kepada mereka yang lemah ini secara merata dan adiL Dalam batas-batas tertentu, rakyat juga merasa kurang begitu percaya lagi kepada pemerintah yang diberi tugas mengelola negara, akiba t cara penguasa mengelola negara yang cenderung korup, penuh manipulasi dan praktek kolusi dalam pengelolaan pajak. Terkadang dalam kadarnya yang minimalis, penguasa memberikan beberapa keringanan kepada wajib pajak sesuai dengan keinginan dan selera mereka yang berkuasa, akibatnya rakyat yang lain -dimana negara memberikan beban kepada mereka untuk membayar pajak menjadi kurang aktif dan bahkan cenderung menghindar dari kewajiban tersebut. Untuk mengurangi ketegangan tersebut, negara harus menerapkan pola kerja yang memenuhi beberapa syarat; pertama, negara dalam memungut pajak harus adil (syarat



keadilan) merupakan tujuan dari pajak, artinya wajib pajak dikenakan sesuai dengan standarnya yakni secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masingmasing. Kedua, mereka yang diberi tugas (Dirjen Pajak) harus memungut pajak berdasatkan Undang-Undang (Syarat Yuridis). Ketiga, negara perlu menerapkan standar kerja yang akan dilakukan dengan menggunakan uang pajak, sebab ada kesan selama ini, negara menggunakan uang pajak secara elitis sehingg a rakyat tidak mengetahui uang pajak dipergunakan untuk keperluan apa. Sesuai amanat konstitusi dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2, bahwa negara harus memberikan jaminan yang adil kepada rakyat dengan menggunakan uang pajak. akar dari sejumlah kekerasan, konflik dan protes rakyat se lama ini adalah persoalan ketidak-adilan secar a ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Maka sud ah saatnya negara mengubah cara berhubungan dengan rakyat agar sesuai dengan standar keadilan dan kemanusiaan, negara perlu memperhatikan rakyat miskin (desa dan kota), sebab [umlah mereka yang miskin dan terlantar ini semakin bertambah, maka negara dengan beberapa kewenangan yang dimiliki perlu menerapkan cara kerja yang optimal untuk mengurangi kemiskinan, sekaligus berupaya untuk membendung kekerasan dalam masyarakat. Pada prinsipnya kehidupan ini telah diciptakan oleh Allah secara seimbang, adapun kekacauan, ketimpangan dan kemiskinan itu terjadi -karena ada manusia yang men gambil lebih dari hak yang semestinya diperoleh, maka dari itu negara menjadi fasilitator antara kalangan yang memiliki kekayaan dengan yang tidak. Kekayaan itu sendiri memberikan manfaat dibidang sosial dan ekonomi kepada pemiliknya, karena dengan kekayaan -ia akan memperoleh kesempatan untuk



[xxiv] __ Poliiik Perpajakan: M embangun Demokrasi Negara



b erusaha dibandingkan d eng an orang lain ya ng tid a k memilikinya. Dalam konteks pemerataan itulah, kekayaan d ikenakan paj ak. Negara m enerapkan sistem -dimana pemilik modal atau golongan kaya diwajibkan m embayar pajak atas kekayaannya kepada n egara, tujuan untuk meneiptakan keadilan sosial. Negara m enjadi m edia pengh ub ung an tara warga negara yang memiliki kekayaan dengan warga yang membutuhkan uluran tangan neg a r a u ntu k m eny antun i m er ek a ya ng lemah, must ad 'afin, dan tertindas. Warga negara yang telah menunaikan kewajiban pajaknya, maka negara harus memberikan kepastian, kelayakan, keadilan, dan ekonomi kepada warganya. Dala m sistem pemerin tahan modem dimanap un di dunia ini tetap menerapkan sistem bayar pajak, dengan jalan demikianlah negara dengan berbagai proyek sosial kemanusiaannya dapat dijalankan, sebab rakyat punya kewajiban sosial untuk membantu pembiayaan negara - tentu bantuan itu sangat disesuaikan dengan tingkat kemampuannya. Selain itu, pajak juga harus dikelola oleh negara dengan jelas dan pasti, tidak boleh ada keraguan dalam pengelolaan pajak, sebab tanpa kepastian tentulah akan mengganggu jalannya pemerin tahan terutama fungsi negara untuk menjmain keadilan dan kesejahteraan warga melalui distribusi pajak. melalui distribusi pajak yang meratalah akan dapat mengurangi kesenjangan sosial dalam masyarakat, dengan begitu pajak akan meningkatkan taraf hidup rakyat ekonomi lemah. Sekalipun pajak tidak begitu banyak dibahas da lam doktrin teologi Islam, tapi Islam pun memberikan beberapa ketentuan yang tegas mengenai hal ini terutama negara dalam kondisi yang tidak stabil. Dalam hal ini, Islam memberikan beberapa kvtcntuan kepada uma t Islam agar membayar pajak sesuai d" 11 1\;1I1 konteksnya harus memenuhi syarat seperti yang d i k.J lclkan oleh Yusuf Al-Qardawi (2004: 1079-1085); periama,



Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak



iiiiiiiiiiiiiii



[xxv]



pajak itu benar-benar dibutuhkan dan negara tidak lagi memiliki sumber keuangan la in. Berdasarkan hal tersebut, negara boleh membebankan p ajak kepada war ga negara asalkan negara tersebut tidak lagi memiliki sumber keuangan yang dapat m enutupi an ggara n negara. Kedua, p embagian beban pajak yan g adil. Dengan bersumber pada kekurangan su mber an ggar an n egara, maka raky at wajib membayar paj ak kep ada n egara agar diberikan se ear a adil. Ketiga, paj ak h endaknya di pergunakan untuk kep entingan umat (rakyat) d an bukan u n tu k m aksiat d an h aw a nafs u. Pajak h arus dikelola dengan p rinsip kejujuran, keadilan, dan sikap ama nah p ara pemimpin negara, dengan begitu p ajak akan memenuhi ketentuan yang disyara tkan yakni bukan untuk kepen tin gan p rib adi, golongan, dan ma ksiat serta memperkaya diri para p ejabat, melainkan untuk membangun infrastruktur sosial yang bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat banyak. Keempat, pajak sebelum dilakukan perlu memperoleh persetujuan para ahli d an eendekia . Sebelum sesua tu pajak dikenakan perlu memperoleh analisa, kajian, dan pendapat para ahli mengenai besar dan keeil pajak yang akan dipungut dari masyarakat. Pajak merupakan bagian dari sejumlah ikatan an tara rakyat dengan negara, karena ia jenisnya ikatan, m aka pajak menjadi sarana komunikasi antara rakyat yang memiliki sejumlah k elebihan harta dengan mereka yang a kan memperoleh keadilan ekonomi melalui sarana negara. Dalam beberapa s egmen, rakyat selalu menj adi bagian d a ri pengelolaan negara, artinya negara dapat tegak oleh karen a adanya rakyat dan rakyat membutuhkan n ega r a untu k mengatur d an mengelola kehidupan menjadi lebih bermoral dan beradab. Selain untuk menciptakan kehidupan yang be radab, pajak juga berfungsi sebagai sumber-sumber keuangan negara yang akan dapat digunakan untuk me m b ia yai p engeluaran p em erin tah . Pajak digunakan sebagai ala t untuk mengatur



[xxvi] ;;;;;;;;;;;;



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



kebijaksanaan negara dalam memperbaiki atau mengarahkan aktivitas sektor swasta, karena sektor swasta tidak dapat mengatasi masalah perekonomian sehingga perekonomian tidak mungkin diserahkan sepenuhnya kepada sektor swasta. Pembangunan sosial kemasyarakatan dan ekonomi merupakan perhatian utama negara, sebab dimensi inilah yang akan menjamin kelangsungan sebuah bangsa. Oleh karena itu, negara perlu mewujudkan keeukupan (sustenance) yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Keeukupan yang dimaksud tidak sekedar menyangkut kebutuhan makanan semata, melainkan juga kebutuhan dasar lainnya seperti sandang, pap an, kesehatan dan keamanan; perlu negara memberikan jati diri (self-esteem) yaitu menjadi manusia seutuhnya yang merupakan dorongan diri sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri dan merasa diri pantas untuk melakukan dan meraih sesuatu, serta adanya kebebasan (freedom) yaitu kebebasan atau kemampuan untuk memilih berbagai hal atas sesuatu yang dianggap coeok untuk dirinya dan merupakan salah satu hak azasi manusia.



Pajak dan Zakat dalam Politik Nasional Dalam bagian ketiga buku ini dibahas tentang zakat, suatu konsep ekonomi kerakyatan yang diwajibkan dalam Islam. Tentu hadirnya pembahasan zakat ini menarik, terutama gagasan yang dikemukakan ten tang perlunya negara memikirkan alternatif sumber keuangan negara, dimana potensial menjadi sumber keuangan negara, hal penting yang diinginkan oleh penulis buku ini -sekalipun mungkin gagasannya perlu diperdebatkan seeara akademik -yakni negara meski terlibat langsung dalam mengelola zakat. Dalam Islam, zakat merupakan salah satu kewajiban yang dianjurkan oleh agama bahkan kata shalat dan zakat diulangi oleh Allah dalam Qur'an beberapa kali, artinya zakat merupakan kewajiban agama yang agung dan utama dalam soal ibadah.



Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak



- ;;;;;;;;;;;; [xxvii]



Zakat selain menunaikan kewajiban teologis, juga telah mengamalkan tradisi sosial kemanusiaan yang esensial. Dengan zakat yang diperintahkan oleh agama, banyak kaum miskin, anak yatim dan terlantar dapat ditolong. Zakat berbeda dengan pajak, karena zakat hanya diorientasi untuk memenuhi ketentuan membantu golongan miskin dan mustad'afin. Sementara pajak memiliki fungsi yang jauh lebih besar seperti membiayai proyek sosial dan eadangan devisa negara. Zakat dibatasi pada harta yang berkembang, meskipun harta itu dibiarkan oleh pemiliknya, tapi terus mengalami perkembangan, Islam juga mewajibkan zakat atas harta baik sedikit maupun banyak. Sementara pajak dikenakan kepada barang-barang, harta milik yang telah ditentukan menurut Undang-undang negara. Untuk memenuhi ketentuan yang adil dalam soal zakat dan pajak, dimana pengelolanya terdiri dari manusia yang jujur, adil, dan amanah -barangkali ada baiknya dikutip pendapat Abu Yusuf yang berkata kepada al-Rasyid: "Wahai Amirul Mu'minin! Perintahkanlah untuk memilih orang yang dapat dipereaya, jujur, suka memelihara diri, juga suka memberikan nasihat, jujur kepada paduka dan kepada rakyat paduka. Tugaskanlah orang yang demikian untuk mengumpulkan sedekah di negeri ini. Dan perintahkan kepada mereka tentang mazhab dan cara-cara mereka serta kejujuran mereka, sehingga mereka kumpulkan sedekah negeri-negeri itu dan diserahkan kepadanya. "Samp ai berita kepada saya bahwa petugas-petugas kharaj mengatur orang-orang mereka untuk mengumpulkan sedekah, kemudian mereka berbuat semena-mena dan aniaya. Mereka datang dengan harta yang tidak halal dan tidak meneukupi. Oleh karena itu sepantasnya orang yang memungut sedekah itu orang yang suka memelihara dirinya dan mau berbuat kebajikan". Dalam Islam sangat jelas imbalan atas mereka yang menunaikan tugas yang diberikan oleh negara seperti petugas



[xxviii] ;;;;;;;



Politik Perpajakan: M embangun Demokrasi Negara



pajak dan zakat, bahwa mereka ini merupakan golongan yang berjuang untuk melindungi yang lemah dan membatasi yang kuat dengan cara yang adil dan jujur. Dalam salah satu riwayat Rasulullah saw. berkata; "Orang yang bekerja memungut sedekah dengan benar adalah seperti berperang di jalan Allah (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah berkata pula kepada salah seorang amil zakat; "Bertakwalah hai Abu Wahid, jangan sampai engkau datang pada hari kiamat nanti beserta unta yang menguak, sapi yang melenguh atau kambing yang mengembik" (HR Tabrani). Zakat dapat memberantas sistem rentenir, upeti dan riba, sebab zakat berbeda dengan pajak yang mendasarkan sesuatu kepada ketentuan yang dipaksakan dan tidak bertendensi pahala bagi yang mengeluarkan pajak. Dalam hal tertentu pajak m emakai mesin-mesin politik negara, artinya pemungutan pajak sangat ditentukan oleh kebijakan dan kekuatan penguasa baik mengenai objek, prosentase, harga dan ketentuannya - ap ab ila sang penguasa menghendaki sesuatu badan atau seseorang dibebaskan dari pajak, atau dikurangi jumlah kewajiban pajak sebagaimana ditentukan oleh UU negara, maka sang penguasa dapat melakukan tindakan tersebut. Dalam zakat, seseorang tidak dibenarkan mengubah (menambah atau mengurangi) ketentuan yang telah diwajibkan oleh agama, Allah memberikan ketentuan kewajiban zakat itu dari seperlima, sepersepuluh, separuh sampai seperempat puluh (lihat hal. 139-140). Posisi zakat dalam kehidupan umat Islam tetap akan ada, dan tidak ada satu penguasa pun yang menghapusnya, karena zakat perintah Allah, ia memiliki posisi seperti shalat, ia bersifat abadi hingga akhir zaman. Sementara pajak tidak bersifat abadi dan tetap, karena pajak dapat saja dikurangi, dinaikkan dan atau dihapuskan -sangat tergantung kepada penguasa. Kalau penguasanya kaum borjuasi (kapitalis) maka pajak akan



Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak



;;;;;;; [xxix]



dinaikkan prosentasenya atau ada kebijakan khusus dari rezim, tapi kalau penguasanya sosialis (komunis) dengan sistem politiknya, maka pajak ditiadakan, karena tidak ada kepemilikan pribadi -semua yang ada milik bersama (diktator proletariat) (lihat hal. 140). Dalam praktek politik negara-negara modern, pajak menjadi sumber devisa negara yang akan dimanfaatkan untuk membiayai proyek-proyek sosial, politik, kemanusiaan dan pembangunan masyarakat lainnya, dimana rezim meminta persetujuan faksi politik (partai politik, ormas danstake holders lainnya). Negara mendasarkan kebijakan atas aspirasi publik yang luas. Dalam hal zakat, pengeluarannya ditentukan oleh perintah agama, ia harus terpisah dari keuangan umum negara -sasaran zakat yang penting adalah kemanusiaan dan keIslaman. Pos-pos pengeluaran pajak dan zakat sebetulnya sama yakni untuk kepentingan bersama, tapi pajak lebih menekankan kepada "kompromi" politik penguasa dengan faksi-faksi politik sedangkan zakat sudah jelas dialokasikan untuk dunia kemanusiaan. Setelah keluarnya UU No. 38 tahun 1999 ten tang pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di daerah-daerah, ini berarti ada keinginan negara untuk terlibat dalam pengelolaan zakat, bahwa zakat harus dikelola secara profesional. Di zaman Nabi pengelola zakat ini sudah dilakukan secara profesional seperti pengelolaan pajak -hal itu dilakukan untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan dan penyelewengan oleh oknum-oknum tertentu dalam negara. Sebelum mengakhiri pengantar, saya m era sa p crlu memberikan apresiasi kepada penulis buku ini, karcna telah menghadirkan suatu paradigma perpajakan ya n g jauh lebih relevan dengan arus perubahan dan r eformasi bangsa. Tawaran-tawaran yang dihadirkan dalam buku ini sangat penting untuk rekonstruksi pengelolaan pajak yang



[xxx] __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



demokratis. Selama ini pajak hanya dimaknai secara ekonomi dan hukum, maka sisi demokrasi dan politik dari pajak itu sendiri belum banyak dibahas, maka buku inilah yang pertama mengetengahkan isu dan wacana itu. Oleh karena itu buku ini harus direspons dengan baik untuk kemudian mendiskusikan secara akademik dan bila perlu menjadi satu bahasan penting dalam dunia akademik atau misalnya sudah saatnya menyediakan Mata Kuliah khusus tentang Politik Perpajakan, sebab hal ini penting untuk diajarkan kepada generasi bangsa ini. Akhimya selamat membaca dan saya tidak perlu menyimpulkan isi buku ini, arifnya pembaca sendirilah yang menyimpulkan.



Oiiiiiiiiiiiii



[xxxi]



.Pengantar



DEMOKRASI PERPAJAKAN: MENCARI KEMUNGKINAN BARU DALAM POLITIK NASIONAL Oleh: Prof. Dr. Gunadi, M.Se., Akt.



D



alam beberapa literatur pajak (West n: 1993) terdapat adagium yang mengatakan "no tax representation" yang maksudnya adalah tiada perwakilan (di parlemen dalam kegiatan politik) tanpa membayar pajak. Adagium ini mencoba mencari tali-temali antara kegiatan politik (demokrasi) dengan hak untuk membayar pajak . Kalau masyarakat ingin berdemokrasi dengan baik dan melaksanakan hak-hak politiknya (ikut pemilihan umum dsb), biaya demokrasi (politik) yang terjadi karena kegiatan dimaksud harus dapat ditutup dari pembayaran pajak para anggota masyarakat. Walaupun telah 6 tahun Pemerintah memberlakukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (yang kernudian diubah dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004), namun mencari simpul korelasi anta r a pajak d engan demokrasi masih menjadi wacana yang relatif masih langka dalam konteks kehidupan politik bangsa ini. Artinya negara mempunyai kewenangan memungut paj ak dari rakyat yang dijalankan menurut aturan dan norma yang telah ditentukan secara bersama, melalui proses politik yaitu oleh wakil rakyat



__ [xxxiii]



[xxxii] ;;;;;;;;



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



dan pemerintah. Dalam sistem negara modern, pajak dikenakan kepada penduduk yang memiliki sumber daya dalam berbagai bentuk termasuk penghasilan, pengeluaran dan kekayaan. Pajak diadakan oleh negara dari rakyat dan untuk kemaslahatan bersama seluruh rakyat atau dalam bahasa buku ini sebagai "kontrak sosial" antara negara dengan rakyat. Pajak menempati posisi sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai wahana untuk menyeimbangkan simpulsimpul politik, ekonomi, sosial dan yang berserakan dalam masyarakat. Dengan pajak yang dipungut dari rakyat yang memiliki kewajiban bayar pajak, negara kemudian membuat proyek kemaslahatan umum yang bernuansa sosial, ekonomi, politik, dan budaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan bangsa. Pajak menjadi salah satu sumber dana untuk pembiayaan pembangunan nasional termasuk pembangunan infra-struktur sosial dan pelaksanaan tugas kepemerintahan. Oleh sebab itu diperlukan usaha untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutannya. Keberhasilan usaha tersebut ditentukan oleh kesadaran setiap anggota masyarakat untuk membayar kewajiban pajak, kesungguhan dedikasi dan sikap aparat pengelola pajak dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, transparan, dan efektif, administrasi dan sistem perpajakan yang efektif, serta bantuan positif seluruh warga dan lembaga negara dan masyarakat. Ada kesan selama ini, bahwa pajak hanya urusan ilmuwan ekonomi, hukum, dan administrasi. Namun sejatinya pajak mempunyai aspek sosial, politik dan demokrasi. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa penulis buku ini berusaha untuk menghadirkan suatu paradigma baru dalam memahami sisi lain perpajakan dari aspek sosial politiknya. N amun demikian, aspek kemanusiaan, sosial, dan demokratis yang manakah y an g belum tersentuh oleh pengelolaan pajak selama ini,



Demokrasi Perpajakan



sehingga diperlukan reorientasi kembali aspek perpajakan yang sesuai dengan standar demokrasi bangsa? Hemat saya, buku ini telah mengisi ruang dari pertanyaan itu -walaupun disadari bahwa pengelola an pajak yang didesain dalam bingkai demokrasi belumlah terjadi dalam sistem perpajakan Indonesia. Permasalahan yang dihadirkan dalam buku ini nampaknya harus direspons secar a hati-hati dan akademik, sebab asumsi berpikir yang digunakan sangatlah politik. Buku ini memahami pajak dalam dimensi moral, etika, politik. demokrasi dan kemanusiaan, sehubungan dengan adanya fakta bahwa ketimpangan dalam perpajakan sering menlgikan negara secara keseluruhan, termasuk rakyat yang menjadi tujuan distribusi pajak. Dimensi ini sangat dominan dan menarik untuk dicermati lebih jauh oleh mereka yang mengelola pajak termasuk saudara Edi Slamet lrianto salah seorang penulis buku ini sebagai pelaku perpajakan agar dapat mendesain kembali wajah dan pola perpajakan yang relevan dengan arus perubahan sistem politik bangsa. Tanpa mendesain kembali cara pengelola an pajak yang sesuai konteks perubahan, akan menempatkan pajak tidak mengikuti irama perubahan. Artinya perubahan yang akan mendesain pajak termasuk menggusur seluruh kelemahan dan kekurangan praktek pengelolaan perpajakan selama ini. Pajak dapat diartikan sebagai suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif negara atau iuran yang dibayarkan oleh rakyat didasarkan pada undang-undang, yang dapat dipaksakan tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk. Mainstream pemikiran tersebut telah mendorong para pcngelola pajak berlaku kurang mencerminkan semangat berbangsa dan bemegara yang berjiwa demokratis. Negara-bangsa yang baru merdeka hanya membagikan buah secar a selektif dan timpang kepada rakyat. Pergantian



iiiiiiiiiiiiij;



[xxxiv]



iiiiiiiiiiiiij;



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



pemerintah yang kurang demokratis tidak secara otomatis membawa perubahan ke arah perbaikan status sosial, perempuan, kelas sosial pekerja, atau petani dan kalangan miskin dan duafa . Proses perubahan yang terjadi baru bermanfaat secara sosial, ekonomi, politik dan budaya bagi rakyat kebanyakan - kalau negara memberikan pelayanan dan pembangunan yang merata tanpa pilih kasih, walaupun pendekatan prioritas sikap selektif untuk suatu kebijakan politik tetap diperhitungkan, namun kebijakan dimaksud tetap berorientasi kemanusiaan secara menyeluruh, dengan begitu akan memberikan dampak sosial yang positif bagi akomodasi simpul-simpul kultural dan kohesi sosial menjadi kuat. Kemerdekaan yang hakiki adalah terbebasnya manusia dari penindasan, keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan. Negara dalam konteks yang lebih luas harus memainkan peran-peran penting dalam rangka mengangkat keterpurukan bangsa untuk memberikan kemerdekaan baru bagi kemanusiaan, memperbaiki infrastruktur sosial dan perbaikan ekonomi masyarakat. Reformasi yang telah berlangsung mestinya memberikan arah yang jelas bagi pembangunan kembali simpul-simpul sosial kultural. Reformasi belum memberikan kontribusi realnya atas bangunan sosial yang dimaksud, bahkan reformasi yang telah berumur sewindu ini mengukuhkan praktek politik kaum elite yang cenderung korup, manipulatif dan jauh dari semangat demokratis yang menjadi cita-cita dasar reformasi. Di tengah kondisi politik demikian, praktek perpajakan . yang agak "bermasalah" harus segera menyadari "bom waktu" perubahan yang terus berlangsung. Unsur ekonomi penting yang menyumbang keberlangsungan negara adalah paj ak, Kalau pajak masih dikelola dengan cara-cara lama, m.ika akan memperoleh berbagai tekanan dari kalangan sosial Il ( ) Ii I i k. Reorientasi pajak agar menjadi lebih demokratis seperti



[xxxv]



Demokrasi Perpajakan



yang diinginkan oleh penulis buku ini -tentu juga merupakan keinginan banyak orang menjadi penting untuk segera dilakukan. Tanpa melakukan perbaikan dalam konteks perubahan tersebut, pajak akan dirombak oleh mesin perubahan yang siap sedia untuk memperbaikinya. Pergantian kepemimpinan yang terjadi setelah kejatuhan Orde Baru belum dapat memberikan arah politik perpajakan yang memadai bagi terciptanya suatu mekanisme kerja perpajakan yang memenuhi ketentuan demokrasi. Kepercayaan publik terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif lebih baik dan legitimat dibandingkan dengan dua pemerintahan sebelumnya. Modal trust yang dimiliki oleh pemeritahan SBYjauh lebih mungkin melakukan serangkaian geb rakan moral dan politik terhadap kejahatan korporasi termasuk kejahatan yang mungkin terjadi dalam perpajakan. Dalam hitungan ekonomi politik, suatu pemerintahan yang legitimasinya langsung diterima dari rakyat akan jauh lebih besar kekuatannya untuk memperbaiki sistem politik dan ekonomi bangsa, terutama sistem pajak yang perlu d idesain kembali agar dapat menjadi lebih baik dan mampu membiayai anggaran negara, terutama pemb iayaan proyek yang berhaluan kemaslahatan sosial. Sekalipun demikian, pajak yang diimpikan menjadi sumber utama dalam rangka kemandirian anggaran negara belum dapat maksimal dikelola oleh pemerintah. Cara-cara pengelolaan pajak yang penuh bias dan cenderun g menyimpang harus ditinggalkan dengan melakukan perbaikan internal pajak menuju Good Governance. Sungguhpun begitu, kalangan pajak sendiri harus ditekan oleh kekuat an negara agar mereka yang diberi tugas m engelola sumbe r keuangan negara tersebut dapat menunjukkan perilaku yan g demokratis. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah soal keadilan. Aspek keadilan yang perlu dipenuhi oleh pajak, antara lain



;;;;;;;;;;; [xxxvii]



[xxxvi] ;;;;;;;;;;;



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



bahwa beban pajak harus dipikul secara merata dan sesuai dengan kemampuan pembayar setiap wajib pajak. Prinsip kesamaan/keadilan (equity), menghendaki bahwa perbedaan dalam level penghasilan harus mewarnai distribusi pajak. Selain itu, dalam kebijakan pajak harus melekat aspek kepastian (certainty). Pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti dan bukan hanya sekedar tuntutan negara kepada masyarakat untuk membayar pajak, melainkan negara harus memberikan manfaat sosial (social benefits) yang layak kepada yang memerlukan. Dari penerimaan pajak negara harus dapat menyediakan sejumlah kemudahan bagi rakyat untuk mendapat manfaat ekonomi dan sosial dari pengalokasian pajak yang dimaksud. Dalam kasus-kasus tertentu, setelah membayar pajak kepada negara, rakyat tidak memperoleh informasi tentang untuk apa penerimaan pajak dibelanjakan. Bahkan lebih baik lagi apabila rakyat diajak dialog mengenai pengalokasian uang pajak, apalagi memperoleh imbalan atau manfaat yang diberikan negara, melainkan dimanfaatkan untuk pembiayaan negara. Dalam soal ini negara menunaikan sejumlah kewajiban publik untuk melindungi, mengayomi dan memberikan rasa aman kepada warga negaranya. Ketika ketidak-nyaman, ketakutan dan ketidak-pastian terjadi, masyarakat berhak menuntut negara untuk memberikan jaminan keamanan atas usa ha, kegiatan dan kehidupan mereka. Atas dasar itu, dengan meminjam cara berpikir penulis buku ini menggunakan teori negara dan demokrasi, nampaknya praktek bemegara yang demokratis itu haruslah sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi yang eksis dalam masyarakat. Model kehidupan bemegara yang baik adalah yang memungkinkan mengadakan kompromi moral dalam



Demokrasi Perpajakan



tatanan kehidupan bebas dari rekayasa dan urusan kurang terpuji, penuh dengan rasa keadilan dan bebas dari usaha untuk memaksakan keyakinan moral kepada orang lain (Franz Magnis-Suseno, 1995: 67). Rakyat dan negara merupakan dua unsur yang menyatu. Karena itu, adalah kurang bijak untuk menempatkan negara dalam posisi sebagai pihak yang menguasai rakyat. Dalam sistem politik otoriter, negara seringkali menerapkan pola penaklukan atas rakyat, dan rakyat hanya menjadi obyek dan bukan sebagai partner. Akibatnya, kebijakan publik bersifat tertutup dan rakyat hanya "pasrah" menerima kebijakan tersebut tanpa ada partisipasi. Dalam tahun 1999, Pemerintah juga memberlakukan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Pemberlakuan ini mungkin dimaksudkan untuk menggairahkan pelaksanaan kewajiban syariat Islam untuk membayar zakat, memobilisasi dana zakat, mengelola dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan umum. Baik pajak maupun zakat adalah sama-sama merupakan instrumen pemerataan penguasaan sumberdaya ekonomi dengan menarik dari yang mampu untuk kemaslahatan bersama dan penyediaan santunan untuk yang kurang mampu. Untuk meringankan daya serap tersebut (tream - up effect) pemerintah berupaya mencari titik integerasi dari keduanya,. Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, titik integrasi tersebut dijembatani dengan mengurangkan zakat dari penghasilan kena pajak pembayar zakat. Hal ini mengindikasikan bahwa negara ikut berpartisipasi dalam pembayaran zakat maksimal sebanyak 35% dan p embayar zakat hanya menanggung sisanya. Sebagai in strumen mobilisasi dana masyarakat, dengan adanya zakat dan pajak secara kumulatif akan terdapat dana yang lebih banyak tersedia untuk kemaslahatan umum.



iiiiiiiiiii



[xxxviii]



iiiiiiiiiii



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



Buku ini hadir tidak terlepas dari kegelisahan yang muncul dari para pengelola pajak terutama saudara Edi Slamet Irianto yang punya persepsi pengelolaan pajak yang selama ini kurang transparan dan tidak demokratis, harus segera dilakukan perbaikan-perbaikan agar memenuhi standar demokratis, standar keadilan, dan standar kemanusiaan. Kegelisahan serupa nampaknya juga muncul dari kalangan masyarakat , luas dalam melihat pengelolaan dan pemanfaatan pajak yang kurang transparan dan bias tersebut. Ikhtiar yang dilakukan oleh penulis buku ini nampaknya akan memberikan arah baru bagi format politik perpajakan yang lebih baik di masa depan. Format itu sendiri terkait langsung dengan rekonstruksi sejumlah "kekurangan" yang dirasakan oleh masyarakat dalam pengelolaan pajak. Mereka mengharap bahwa bangsa ini harus di "bangunkan" dari segala kemunduran dan sikap yang kurang terpuji, karena kemajuan hanya dapat diraih dengan menyadari kekeliruan dan kesalahan dan segera memperbaikinya agar lebih berkualitas. Semakin berkualitasnya pengelola pajak tentu akan mengubah citra dan stigma "bermasalah" yang dikesankan masyarakat. Perspektif pajak yang relatif baru ini diharapkan dapat menambah khasanah literatur ekonomi dan hukum. Dalam dimensi sosial politiknya, pajak perlu direkonstruksi agar berlandaskan pada kepentingan publik yang luas. Perlu dicatat bahwa pajak bukan soal kewajiban warga negara kepada negara saja, tetapi pajak m enjadi media penghubung sosial antara kelompok the have dengan th e have not. Tampaknya aspek ini belum banyak disentuh oleh ilmuwan ekonomidan hukum yang melihat dari sisi fiskal semata dan normatif, padahal esensinya pajak juga dapat dipandang dari kacamata kemanusiaan, sosial dan politik (demokratis). Pemikiran yang ditawaran dalam buku ini menjadi bahan penting bagi pelaku perpajakan dan pengambil kebijakan



[xxxix]



Demokrasi Perpajakan



untuk segera melakukan pembenahan dan perbaikan agar wajah perpajakan menjadi lebih transparan dan demokratik. Pajak sebagai bagian dari "kontrak sosial" antara negara dengan warganya haruslah dapat terpenuhi oleh warganya berdasar aturan yang memenuhi rasa keadilan dan dapat menyediakan yang cukup untuk kemaslahatan umum. Akhimya, kami ucapkan selamat kepada sdr. Edi Slamet Irianto dan Syarifuddin [urdi yang telah berhasil dengan baik menyusun buku ini. Semoga karya tulis yang sedikit bemuansa "provokatif" ini dapat membuka lembaran diskursus baru dalam dunia ekonomi politik, terutama isu-isu penting yang berkaitan dengan perpajakan. Hemat saya, buku ini telah memperkaya ruang diskursus yang selama ini masih relatif belum "disinggung" oleh ilmuwan dengan tidak sengaja tanpa menyentuh dimensi demokrasi perpajakan. Selamat membaca semoga bermanfaat, bagi para stakeholders perpajakan dan mereka yang berminat dan peduli pada isu perpajakan. Jakarta, Agustus 2005



;;;;;;;; [xli]



[xl];;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR PENULIS



vu



KATA PENGANTAR



xiii



SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK



xvii



PENGANTAR: MENCARI MELALUI PAJAK



KEADILAN



POLITIK xix



PENGANTAR DEMO_KRASI PERPAJAKAN: MENCARI KEMUNGKINAN BARU DALAM POLITIK NASIONAL xxxi DAFTAR ISI........................................................................... xli Bagian Pertama: DEMOKRASI DAN POLmK KEBANGSAAN: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA 1 PENGANTAR......................................................................



1



KONSEP DASAR DEMOKRASI.....................................



3



Mencari Akar Demokrasi



3



Demokrasi Normatif dan Empirik



9



DESENTRALISASI DAN DEMOKRASI POLITIK



16 23



Munculnya Desentralisasi



23



Desentralisasi Demokrasi.....................................................



30



Desentralisasi dan Civil Society..........................................



38



Desentralisasi dan Gerakan Sosial Lokal



43



DEMOKRASI BAGI INDONESIA



47



Beberapa Asumsi Teoritik dan Empirik



47



Menuju Rezim Yang Demokratis



Daftar Isi ;;;;;;;; [xliii]



[xlii] ;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



Rezim Otoriter Memacetkan Demokrasi 53 Demokrasi dan Elite Politik 57 Bagian Kedua: NEGARA, DEMOKRASI DAN PAJAK 61 PENGANTAR...................................................................... 61 MENUJU POLITIK PERPAJAKAN 62 Formula Mencari Keadilan Politik 62 Pajak: Keseimbangan Pusat dan Daerah 67 EKONOMI POLITIK NEGARA ~........................ 75 Pajaksebagai Sumber Ekonomi Politik 75 Politik Keadilan Dalam Perpajakan 78 Negara dan Politik Perpajakan: Beberapa Asumsi Teoritik 80 DEMOKRATISASI PERPAJAKAN 90 Pemikiran Dasar Demokrasi Pajak 90 Membangun Demokrasi Perpajakan 93 Bagian Ketiga: OTONOMI FISKAL, PAJAK DAN ZAKAT 101 PENGANTAR 101 OTONOMI FISKAL DAN KEBIJAKAN FISKAL 103 Perangkat UU Fiskal 103 Otonomi Fiskal dan Nilai Lokal 106 Bagaimana Semestinya Politik Perpajakan? 109 PAJAK: "KONTRAK SOSIAL" NEGARA DAN RAKYAT 112 Pajak: Sumber Pembiayaan Politik 112 Pajak: "Kontrak Sosial" Negara dan Rakyat 115 Dialektika Politik Perpajakan di Indonesia 124 ZAKAT SEBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN 135 Zakat: Pengertian dan Permasalahannya 135 Zakat Altematif Sumber Kas Negara 147 Beberapa Persamaan dan Perbedaan Pajak dan Zakat153 Zakat dan Pajak: Bagaimana Seharusnya? 158 ~



Bagian Keempat: KONTROL RAKYAT TERHADAP PAJAK: 165 SYARAT DEMOKRATISASI PERPAJAKAN PENGANTAR 165 HAK POLITIK RAKYAT ATAS PAJAK 167 Hak Politik Rakyat Atas Pajak 16 7



Kelemahan Kontrol Problematika Kontrol di Indonesia Implikasi Politik dari Kontrol Pajak WUJUD PAJAK YANG DEMOKRATIS Adanya Legitimasi dan Keterbukaan Distribusi Pajak yang Merata DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT SINGKAT PENULIS



l!s



172 17 4 179



· 185 185 192 201 205



[xliv ] ~ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



~



[1]



Bagian Pertama



DEMOKRASI DAN POLITIK KEBANGSAAN: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA Demokrasi telah. menjadi piCilian utama para pemimpin negara-negara modern -6ai/(yang sudah. maju maupun yang setfang 6er~m6ang, sebab demokrasi memberikan jaminan 6agi pluraiisme. 'J{amun demokrasi telah. menjadi semacam uiacana poCiti/( semata, sebab negara-negara maju yang memelopori demokjasi tidak; /(unjung memperllhatkan si/(ap dan. tindakiut yang demokjiuis, sekalipun. j uga suatu negara menganut sistem demokrasi, tetapi demokjasi lianya ada daiam catatan Iembaran negara -sementara pra/(Je/( politik;pemerintahan sebuah. tezim ya ng 6er/(uasa sangat 6ertentangan denqan prinsip demokrasi. 'J{ampaIQ1ya angin perubahan yang "menerpa JJ Indonesia telah. membuka /(pta/( pnadora demokrasi itu, seningga masa konsotidasi demokrasi unr uk; mencap ai demokjasi yang 6er/(uaCitas tenqah. di[a/(u/(an -ididahului denqan. sefeiqi pemimpin, dimana raRyat ierlibat [ansgung dalam meneniuka n. Presiden dan. Wakj[nya, 'J(jpa[a '1Jaera!i dati Wakj[nya - semog a masa iransisi ini segera 6erak:fzir menuju demokjasi yang diimpikan. bersama yang berjiuia Indonesia, 6er/(ara/(Jer rdigius dan berdim ensi teoloqis.



PENGANTAR



G



elomban g baru demokrasi yang terjadi sejak tahun 1998 sebagai titik sentral dari kuatn ya d esakan untuk melakukan reformasi politik, ekonomi, hukum, dan mi liter sebab selama ini rezim menggunakan instrumen-instrumen tersebut untuk mengkooptasi rakyat, demokrasipun mengalami



[2];;;;;;;;



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



kemacetan dan stagnan, karena itu yang perlu dikerjakan oleh kekuatan pro-demokrasi dan kekuatan civil society adalah mendesakkan adanya perubahan sistem politik, ekonomi, hukum, budaya dan tata kerja militer yang selama ini dinilai terlampau banyak mencampuri wilayah sipil. Wujud minimalis dari demokrasi yang didesakkan tersebut memang sebagian telah dirasakan oleh rakyat seperti pemilihan umum yang semakin terbuka ya~g diikuti dengan pemilihan Presiden secara langsung yang disusul kemudian dengan pemilihan Kepala Daerah langsung yang serentak digelar mulai [uni 2005 serta dipilihnya pula wakil-wakil daerah oleh rakyat secara langsung yang duduk di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Perubahan-perubahan tersebut ten tu membawa "berkah" bagi usaha untuk membangun demokrasi kerakyatan yang mencerminkan nilai-nilai sosial kultur masyarakat. Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan sejumlah hal yang berkaitan dengan konsep-konsep dasar tentang demokrasi -baik yang bersifat normatif dan empirik dan dalam beberapa hal kemungkinan akan menyinggung makna demokrasi langsung. Berbagai dialektika demokrasi yang terjadi sebagai akibat dari banyaknya ragam konsep, pemikiran dan praktek demokrasi dalam alam kehidupan negara-bangsa (nation-state) modern. Oleh karena itu, penulis tidak akan menampilkan konsep-konsep ekonomi politik terutama konsep tentang perpajakan yang menjadi isu sentral dalam buku ini. Hal ini sengaja dilakukan, agar diperoleh sejumlah kerangka pemikiran teoritik tentang demokrasi dan desentralisasi -tujuannya untuk menemukan kerangka kerja perpajakan yang demokratis yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya. Ruang publik (public sphere) yang terbuka luas dan bebas hams digunakan untuk membangun basis-basis demokrasi yang mampu menaikkan posisi sosial, ekonomi dan politik rakyat. Selain dimensi ekonomi politiknya tetap memperoleh



Demokrasi dan Politik Kebangsaan



;;;;;;;; [3]



bagian terbesar dan selebihnya mengarahkan persoalan demokrasi kepada upaya untuk menciptakan keadilan sosial, keadilan ekonomi, keadilan kultural dan keadilan politik agar tercipta keseimbangan sosial yang baik dalam masyarakat. Sebab ketidak-adilan akar dari banyak masalah yang akan mungkin dan berkembang dalam masyarakat, dengan menjawab tuntutan demokratislah yang akan mengurangi "p emberontakan politik".



KONSEP DASAR DEMOKRASI Mencari Akar Demokrasi Rezim politik yang berkuasa sangat menentukan arah dari perjalanan suatu bangsa, apakah suatu negara menjadi negara yang demokratis atau menjadi diktator-otoriter? Dimensi kepemimpinan politik dalam partai politik, birokrasi pemerintahan, dan lembaga sosial kemasyarakatan akan sangat memberikan warna dan cerminan bagi perjalanan demokrasi. Sebagai contoh, ketikabangsa ini pada dekade 1950-an dalam Majelis Konstituante -dimana para wakil rakyat hampir memperoleh sebuah kesepahaman politik untuk membangun Indonesia yang demokratis, bebas dan liberal. Namun sikap otoriter Soekarno sudah mulai menunjukkan wujudnya sejak tahun 1958 dengan memberikan pidato yang kurang mencerminkan sikap sebagai pemimpin yang demokratis. Puncak dari akumulasi sikap tersebut, tahun 1959 dengan berbagai dalih dan alasan serta dukungan kuat yang diberikan oleh Militer - Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dengan mengajak para faksi-faksi politik di Majelis tersebut untuk kembali kepada UUD 1945 yang dijiwai oleh Piagam [akarta.' I. Ajakan kembali kepada UUD 1945 diterima baik oleh kekuatan militer ang memang sudah sangat "muak" menyaksikan perdebatan para politisi ang belum juga menemukan jalan keluar atas rumusan dasar negara yang



[4];;;;;;;;



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



Banyak pihak yang menyebut, bahwa sikap otoriter Soekarno tersebut lebih banyak disebabkan oleh lobi-lobi "luar , pagar" kalangan Islam tertentu, militer dan pihak komunis . yang semakin menguatkan dugaan itu, tahun 1960 -Soekarno ' m emb ub arkan Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi) sebagai sayap politik kaum muslim modernis dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai sayap politik kaum nasionalis kritis, oleh rezim dan militer ketika itu, kedua partai ini dianggap menfasilitasi pemberontakan lokal seperti PRRI dan Permesta. Dalam sejarah perpolitikan nasional diawal kemerdekaan, kedua partai itu merupakan penyokong utama demokrasi, elite-elitenya berpolitik secarba cerdas dan menjauhkan diir dari cara-cara berpolitik yang tidak demokratis. Sungguhpun demikian, sikap tegas rezim juag dimaknai sebagai ketidak-mampun partai-partai politik untuk mengatasi fokus pada kepentingan partai dan mencapai wawasan kepentingan nasional." Di tingkat elite juga terjadi perbedaan pandangan, umpamanya Hatta menegaskan sikapnya, bahwa rakyat menurutnya harus dididik agar mampu berdemokrasi, agar para partisipan belajar bertanggungjawab dan ' bertoleransi terhadap pendapat-pendapat yang berbeda-beda dan belajar menjadi mampu beroposisi." Pendapat Hatta sejalan dengan pandangan Sjahrir salah seorang tokoh PSI yang menganggap diperlukan adanya proses berpolitik yang cerdas dengan mendidik rakyat supaya dapat ber-demokrasi baru . Me skipun begitu, sejumlah pihak mengatakan, bahwa Majelis Konstituante yang ditugaskan merumuskan UUD tersebut sudah hampir final menyepakati naskah perubahan, artinya konsensus demokrasi dasar antara Masyumi dan PNI waktu itu masih ada, terus menipis, namun ketidaksabaran militer dan kelompok-kelompok tertentun dalam masyarakat menyebabkan Soekarno bertindak otoriter -itulah yang menjadi awal dari demokrasi Terpimpin. 2. Franz Magnis Suseno,Mencari Format Demokrasi: Sebuah Telaah Fi/osofis (jakarta: Gramedia, 1995), hIm . 72 3. Lihat kutipan tentang pendapat Hatta yang dikutip oleh Franz MagnisSuseno, Ibid.



Demokrasi dan Politik Kebangsaan



;;;;;;;; [5]



dengan bertanggungjawab. Mengajarkan rakyat mengenai .politik atau political education merupakan sesuatu yang penting untuk membiasakan suasana demokratis dalam masyarakat. Demokrasi juga akan dapat berjalan apabila dibangun sebuah budaya komunikasi demokratis. Budaya itu termasuk kemampuan untuk menerima kekalahan dalam pertandingan demokratis dan tetap mendukung usaha bersama. Diperlukan kemampuan untuk bertoleransi serta untuk menjunjung tinggi [aimees.: Di tengah multi-kulturalisme model Indonesia diperlukan juga budaya demokrasi yang memuat budaya konflik demokratis. Para politisi dan warga negara harus belajar mengemukakan pandangan dan kepentingan yang bertentangan dengan tetap menghayati persatuan yang lebih mendalam -sungguhpun ideologi dan kepentingan yang berbeda. Kemampuan untuk berhadapan dengan lawan politik tidak sebagai musuh, melainkan sebagai sarna-sama warga negara, merupakan unsur hakiki dalam budaya demokrasi. 5 Dengan membiasakan diri semacam itulah nilai-nilai demokrasi akan dapat tercipta dengan tersedianya ruang publik - dimana dialog, debat dan diskusi tentang sejumlah persoalan pada ranah publik yang bebas - baik menyangkut kepentingan bersama maupun kepentingan pribadi dan golongan, sangat mendukung terciptanya suatu sistem demokrasi yang baik. Sesuatu yang belum muncul dalam politik Indonesia adalah kurang "dewasa"nya elite politik dalam merespons perbedaan, bahkan pihak yang berbeda dengan sang elite akan dianggap sebagai musuh, bukan sebagai sahabat atau warga negara yang memiliki hak dan kepentingan yang sama. Demokrasi yang hendak dibangun mengalami kemacetan sejak itu, bahkan demokrasi hanya menjadi impian semata bagi bangsa ini -selepas kekuasaan dari Seokarno beralih dengan Ibid. s lbid.



4.



[6];;;;;;;;;;;;;



Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara



sua tu tragedi politik dan kemanusiaan - pemerintahan dikendalikan oleh Presiden Soeharto yang ketika itu masih berpangkat Mayor Jenderal. Soeharto kemudian mengendalikan kekuasaan, dengan gaya militernya, rezim Orde Baru menerapkan pola stabilitas politik guna menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi dan untuk itu -negara melakukan depolitisasi tahun 1973 dengan memfusikan partaipartai Islam kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai non-Islam kedalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Tentu saja, fusi politik ini sebagai upaya negara untuk mempersempit ruang konflik dan sekaligus memudahkan negara untuk mengontrol partai politik. Dalam hal ini, nampak jelas, bahwa negara dengan penguasanya telah melakukan langkah diktator dengan memaksa kelompok-kelompok politik menyatu dalam lembaga politik yang dipaksakan untuk memenuhi selera penguasa. Padahal syarat utama dari terciptanya budaya demokrasi, tersedianya perbedaan antara kelompok masyarakat yang menyatu dalam wadah politik yang dibentuk atas dasar kepercayaan, kepentingan, dan harapan sektarian. Banyak pihak yang menyebut, bahwa keberhasilan negara menciptakan konsensus demokratis masyarakat juga ikut ditentukan oleh kelompok minoritas -apakah mereka sudah merasa cukup aman dan diakui identitasnya. Tentu ini juga, merupakan sikap yang perlu diperhatikan dalam rangka membangun tradisi berbudaya demokrasi yang sejati, sungguhpun begitu yang mayoritas tetap memperoleh ruang yang besar atas budaya demokratis itu, tanpa mengabaikan hak dan kepentingan kelompok minoritas. Dalam rangka melihat kemungkinan tercipta tradisi ini, Franz Magnis" mengemukakan pandangan, menurutnya, etika politik akan membantu dengan membedakan antara



6.



Ibid., him. 74-75.



Demokrasi dan Politik Kebangsaan



;;;;;;;;;;;;; [7]



demokrasi secara formal dan secara substansial. Demokrasi formalmerupakana necessary, tetapi bukana sufficient condition bagi demokrasi secara substansial. Tanpa lembaga-Iembaga demokratis tidak mungkin ada demokrasi. Tetapi apakah adanya lembaga-Iembaga demokratis sudah menunjuk pada adanya demokrasi -jadi apakah dengan adanya demokrasi formal sudah terdapat demokrasi substansial-tergantung dari apakah lembaga-Iembaga itu melakukan fungsi demokratis yang menjadi maksud objektif mereka. Dengan demikian, demokrasi bukan sekedar masalah simbol dan formalisme kelembagaan, melainkan realisasi demokratis dari kelembagaan itu yang justru ditunggu-tunggu oleh rakyat. Sekalipun secara formal dan prosedural misalnya rezim Orde Baru, tetapi makna empirik dalam realitas -demokrasi justru tidak berjalan sesuai konsep dasarnya demokrasi itu dilembagakan. Demokrasi dalam kadarnya yang minima lis telah dikembangkan oleh elite-elite politik, elite agama dan intelektual pada dekade sebelum kemerdekaan -semangat demokratis itu berkembang dalam skalanya yang formal setelah Indonesia merdeka dan terlembaga melalui partai politik yang berdiri dengan berbagai motif dan kepentingan. Masyumi, sekalipun watak Islamnya kelihatan menonjol tapi sebetulnya mengembangkan konsep dasar demokrasi yang sejati -dimana perbedaan dikelola untuk menjadi kekuatan dalam rangka memperluas wilayah kerja partai. Elite-elite Masyumi berbeda pendapat dengan elite-elite politik nasionalis (PNI dan PSI misalnya) dalam merekonstruksi bangsa ini, tapi tidak membuat mereka saling membenci atau persahabatan diantara mereka menjadi putus lantaran perbedaan pandangan diantara mereka mengenai bangunan demokrasi dan politik bangsa. Semangat demokratis serupa berkembang dalam partaipartai nasionalis seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan



[8]