Buku Sejarah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci PENULIS : Prof. H. Idris Djakfar, SH Indra Idris, SE. MM. Spn .



2006



Djakfar, I & Idris, I



Pemerintahan



Depati Empat Alam Kerinci



Penulis : Prof. H. Idris Djakfar, SH Indra Idris, SE. MM. Spn



2



Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci Cetakan I, Jakarta 2006 304 hlm, 21 cm Pasal 72 (1) Barang siapa dengan sengaja dan tampa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) di pidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).



UU-RI No. 19 Tahun 2002 PEMERINTAHAN DEPATI EMPAT ALAM KERINCI Hak Cipta dilindungi Undang-Undang pada pengarang : Prof. H. Idris Djakfar, SH & Indra Idris, SE, MM, Spn .



3



PENULIS BUKU



Prof. H. Idris Djakfar, SH



Indra Idris, SE. MM. Spn 4



Pengantar Penulis Sudah cukup lama kami mengumpulkan bahan untuk mewujudkan tulisan ini, baik melalui penelitian literatur (library research) maupun melakukan penelitian lapangan (file research). Sungguh merupakan hal yang melelahkan karena dihadapkan dengan berbagai kendala, terlebih lagi kegiatan ini tidak ada yang membantu pendanaannya. Pada sisi lain, tentunya sejarah yang pernah terukir di Alam Kerinci perlu diketahui masyarakat secara luas. Dalam penelitian literatur, kami mengalami kesulitan mendapatkan buku yang mengungkapkan tentang sejarah daerah Kerinci. Namun kami sedikit terbantu dengan informasi yang sangat terbatas dari beberapa tulisan dalam bahasa Belanda dan Inggeris. Untuk mengimbanginya maka dilakukan penelitian lapangan hampir pada sebagian besar daerah Kerinci Tinggi maupun Kerinci Rendah guna memperoleh informasi langsung dari para tetua dan pemuka adat. Secra keseluruhan tulisan ini mengungkapkan tentang : bukti keberadaan negara, wilayah dan penduduk, pusat pemerintahan, bentuk negara dan penyelenggaraan pemerin-tahan baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah otonom. Kami sangat menyadari bahwa buku ini penulisannya masih belum sempurna mengingat data dan informasi yang dimiliki masih terbatas. Walaupun demikian kami beranggapan lebih baik menulis dengan data yang ada dengan harapan



5



nantinya akan mendapat kritik dan masukan, sehingga buku ini dapat disempurnakan untuk penerbitan berikutnya. Selain itu diharapkan pula buku ini sekaligus dapat memberi motivasi kepada para peneliti lain untuk menggali secara lebih dalam dan mengungkapkan pula dalam bentuk tulisan.



Jakarta, 31 Mei 2006 Penulis : Prof. H. Idris Djakfar, SH Indra Idris, SE.MM.Spn



6



DAFTAR ISI Daftar Isi --- i Kata Sambutan --- v Pengantar Penulis --- vi BAB I. PENDAHULUAN --- 1 BAB II. TERBENTUKNYA NEGARA DEPATI EMPAT --- 7 BAB III. WILAYAH DAN PENDUDUK --- 13 3.1. Lingkup Wilayah --- 33 3.2. Wilayah Menurut Sepanjang Adat --- 42 3.3. Penduduk --- 48 BAB IV. IBU KOTA NEGARA --- 57 BAB. V. PEMERINTAHAN --- 69 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5.



Gambaran Umum --- 69 Struktur Pemerintahan --- 78 Dewan Negara --- 83 Pemerintah Pusat --- 92 Pemerintah Daerah Otonom --- 104



7



BAB VI. TANAH DEPATI ATUR BUMI --- 113 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 6.5. 6.6. 6.7. 6.8.



Tanah Mendapo Semurup --- 119 Tanah Mendapo Kemantan --- 128 Tanah Mendapo Depati Tujuh --- 134 Tanah Mendapo Rawang Mudik --- 139 Tanah Mendapo Rawang Hilir --- 146 Tanah Mendapo Penawar --- 159 Tanah Mendapo Hiang --- 164 Tanah Mendapo Seleman --- 172



BAB VII. TANAH DEPATI BIANG SARI 179 7.1. Tanah Biang --- 180 7.2. Ibu Kota Negara --- 187 BAB VIII. TANAH DEPATI RENCONG TELANG --- 189 8.1. Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar --- 197 8.2. Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri --- 216 8.3. Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus --- 222 BAB IX. TANAH DEPATI MUARA LANGKAP --- 233 9.1. Tanah Muaro di Ateh --- 237 9.2. Tanah Muaro di Bawah --- 242



8



BAB X. DAERAH TIGO DI BARUH KERINCI RENDAH --249 10.1. Tanah Depati Setio Nyato --- 259 10.2. Tanah Depati Setio Rajo --- 271 10.3. Tanah Depati Setio Beti --- 275 BAB XI. DAERAH KHUSUS KERINCI RENDAH --- 279 11.1. Tanah Pemuncak Merangin --- 284 11.2. Tanah Pemerab Merangin --- 286 BAB XII. PENUTUP --- 289 DAFTAR PUSTAKA --- 297 RIWAYAT SINGKAT PENULIS --- 303



9



BAB I Pendahuluan



K



EBERADAAN pemerintahan rakyat bumiputra di Alam Kerinci sudah lama diketahui di manca negara mulai dari Pemerintahan Koying (Kera-jaan Koying), Pemerintahan Segindo (Negara Segindo Alam Kerinci) dan terakhir Pemerintahan Depati Empat (Negara Depati Empat Alam Kerinci). Sebutan Kerajaan Koying (200 SM s.d abad ke 6 M) yang ditemukan dalam beberapa catatan sejarah negeri Cina diduga kuat berada di Alam Kerinci. Kerajaan ini telah melakukan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan tetangga pada masanya baik secara langsung maupun tidak langsung. Demikian pula dengan Negara Segindo Alam Kerinci (abad ke 7 M s.d 1295) mempunyai hubungan dagang pula dengan banyak kerajaan nusantara. Negara ini selalu dilirik karena wilayahnya merupakan salah satu sumber penghasil komoditi dagang pada saat itu. Ketika kerajaan Sriwijaya mulai



10



berjaya, wilayah negara Segindo pernah dikuasai dari tahun 686 (Prasasti Karang Berahi) sampai dengan tahun 1025 yaitu daerah Kerinci Rendah. Penguasaan daerah ini tidak lain untuk mengamankan pasokan komoditi dagang yang dibutuhkan kerajaan Sriwijaya. Setelah kerajaan Sriwijaya dikalahkan kerajaan Colamandala dari India Selatan, rakyat Kerinci Rendah dapat merebut kembali daerahnya dari kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Pemerintahan Depati Empat merupakan pemerintahan rakyat bumiputra yang terakhir di Alam Kerinci dan diperkirakan telah ada sekitar abad ke 13 atau sekitar tahun 1286 M. Pemerintahan ini adalah kelanjutan dari pemerintahan yang telah ada sebelumnya. Keberadaan pemerintahan Depati Empat yang memayungi sebuah negara mardeka dan berdaulat, dapat dikemukakan berdasarkan buktibukti sejarah sebagai berikut : 1. Dr. E. Utrecht, SH dalam bukunya Sejarah Hukum Internasional di Bali dan Lombok (percobaan sebuah studi hukum internasional regional di Indonesia) penerbit Sumur Bandung Tahun 1962, halaman 19 mengatakan bahwa “Tjatatan jang tertua jang kami perhatikan– mungkin ada tjatatan sematjam jang lebih tua



11



jang tidak kami ketemukan–dikemukakan pada tahun 1881, oleh J. E de Strurler dalam tesis Het grondgebied van Netherland ost Indie in verband met de tractaten met Spanje, England en Portugal ditjatat bahwa hubungan-hubungan antara kerajaan-kerajaan dan persekutuan-persekutuan hidup yang lain diluar pulau Djawa dan Pulau Madura pada pihak jang satu dengan Gubernemen pada pihak lain, adalah “van volkenrechtelijken ard, dor tractaten beheerscht (tegasan dari kami), dan disamping keradjaan Atjeh, masih ada lain “onafhankelijke saten of stammen op Sumatra……… zoals Korintji, Kwatan, de Battalanden en andera”. Disini Kerinci dinyatakan sebagai onafhankelijke staat atau negara merdeka, bersama negara lain, seperti Kuantan dan negeri Batak. Tesis J.E de Sturler tersebut dibuat pada tahun 1881 pada masa Negara Depati Empat Alam Kerinci masih merdeka. Belanda baru menjajah Kerinci (baik Kerinci Tinggi maupun Kerinci Rendah) pada tahun 1903. Negara bumiputera diatas telah mengadakan perjanjian antar negara dengan Spanyol, Inggris, Portugal dan yang terakhir dengan pemerintah Hindia Belanda. 2. Sebuah perjanjian antar negara bumiputera pernah dilakukan di atas Bukit Setinjau Laut pada tahun 1530. Negara yang terlibat dalam



12



perjanjian ini adalah : Negara Depati Empat Alam Kerinci, Kerajaan Kakubang Sungai Pagu, Kesultanan Indrapura dan Kesultanan Jambi. Diantara isi perjanjian yang penting terkait dengan perbatasan bagian Utara antara Negara Depati Empat Alam Kerinci dengan bagian Selatan Kesultanan Indrapura. Batas bagian Utara itu menyebutkan bahwa : ”Gunung yang memuncak Depati Empat Punya, Laut Nan Berdabur yang di Pertuan Punya”. Di sini dijelaskan bahwa segala daerah pergunungan Bukit Barisan adalah daerah Negara Depati Empat Alam Kerinci, sedangkan daerah dataran sampai ke pantai dan daerah lautnya sampai ke Lautan Hindia adalah daerah Kesultanan Indrapura. Wilayah pantai yang dimaksudkan adalah mulai dari bagian Utara daerah Lunang sampai ke Air Haji. Sedangkan bagian Selatan mulai dari daerah Batang Selaut sampai daerah Ketahun sepanjang pantai lautan Hindia hingga dan ke pergunungan Bukit Barisan di daerah Tanah Depati Rencong Telang (Tanah Pemuncak Tuo, Pemuncak Tengah dan Pemuncak Bungsu) daerah ini disebut oleh orang Kerinci dengan “daerah Ombak Berdebur Depati Rencong Telang”, yaitu daerah perbatasan Tanah Depati Rencong Telang, sedangkan wilayah Lunang sampai ke Air Haji disebut mereka dengan



13



“daerah Laut Nan Berdebur” Kesultanan Indrapura.



yaitu



daerah



3. Setelah Belanda menguasai Kesultanan Indrapura, lalu timbul keinginan memperluas kekuasaan ke Negara Depati Empat. Untuk maksud ini, Belanda menggunakan strategi memperluas wilayah kesultanan dengan mengambil sedikit demi sedikit bagian daerah negara Depati Empat Alam Kerinci yang berbatasan langsung dengan Kesultanan Indrapura. Asissten Resident Painan P.J Kooreman dan Controluer Indrapura J. van Hengel, lalu menghasut Tuanku Regent Indrapura Sultan Permansyah mengatur perluasan daerahnya ke wilayah Alam Kerinci. Sultan Permansyah yang cukup mempunyai pengaruh dimata para pemangku adat Tanah Selapan Helai Kain atau Tanah Depati Atur Bumi (daerah Kerinci Utara) lalu memainkan peran tipu daya membujuk sebagian dari depati, ninik mamak, orang tuo dan cerdik pandai untuk membuat perjanjian batas baru. Salah satu dari mereka yang berhasil dipengaruhi adalah Pemangku Suko Rami wakil Sultan Indrapura di Tanah Depati Atur Bumi. Dialah yang mengatur strategi mempengaruhi para pemangku adat



14



untuk mau berpihak kepada Sultan Indrapura dan pemerintah Belanda. Selanjutnya perjanjian penentuan batas wilayah lalu dibuat pada 26 Mei 1888 bertempat di Indrapura. Perjanjian ditanda tangani oleh 3 pihak yaitu pemerintah Hindia Belanda, Kesultanan Indrapura dan pihak yang mengatas namakan Depati Empat Alam Kerinci. Pihak Belanda diwakili Asisten Residen Painan P.J Kooreman dan Controleur Indrapura J. Van Hengel. Pihak Kesultanan Indrapuran diwakili oleh Sultan Permansyah, Soetan Gandau, Patih Bandai, Indo Satie, Datoeq Radjo Dindo Tapan, Datoeq Rajo Dindo Loenang, Datoeq Soeko Ramie, Radjo Pelawan, Malintang Boemie, Radjo Nan Kajo, Datoeq Sari di Bandar, Maharadjo Desa, Soeka Dana dan Datoeq Sanding Diradjo. Sedangkan dari pihak yang mengatas namakan Negara Depati Empat Alam Kerinci diwakili oleh Pemangkoe Soeko Ramie, Padoeko Indo, Singarapie, Hadjie Moham-mad Abidin Selapan Loerah, Datoeq Hadjie Pangeran, Dipatie Sagala Poetih, Datoek Soetan Keradjaan, Datoek Radja Tiang Anau, Dipatie Manggala Tjahja Dipatie, Dipatie Moeda Tamanggung, Patih Toea, Hadji Mohd Basir, Rio Bongsoe, Patih Berdiri, Hadjie Akbar, Dipatie Pasak dan Dipatie Soengai Lago Pertama. Untuk mengetahui isi perjanjian secara lengkap dapat dibaca pada



15



surat perjanjian tersebut yang dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Melayu berjudul “Soerat menantoekan watas-watas antara Indra-porea dengan tanah Koerintji dan terjemahannya dalam bahasa Belanda berjudul Geschrift regelende de grenzen van Indrapoera mer Koerintji. Negara Depati Empat tidak mengakui perjanjian ini, karena telah mengambil sebagian wilayah Negara Depati Empat Alam Kerinci, namun pemerintah Hindia Belanda berseteguh memegangnya. Apalagi setelah Belanda dapat mengalahkan Negara Depati Empat dalam Perang Kerinci yang berakhir pada bulan Agustus tahun 1903, maka rakyat Kerinci pasrah tidak dapat berbuat apa-apa. Setelah pemerintah Hindia Belanda menduduki Kerinci lalu melaksanakan penentuan batas dengan membuat patok batas antara Indrapura dan Kerinci. 4. Kerajaan Majapahit ketika menguasai daerah Jambi (1294-1500) mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Negara Depati Empat Alam Kerinci. Kerajaan Majapahit menjalin hubungan perdagangan dan persahabatan dengan Negara Depati Empat Alam Kerinci, terutama dengan daerah Kerinci Rendah. Dalam mempererat



16



hubungan antar negara maka dalam permulaan abad ke 15 kerajaan Majapahit telah minta untuk menempat seorang wakil tetap (duta negara) di Negara Depati Empat. Permintaan ini diperkenankan, duta kerajaan Majapahit diizinkan menempati sebidang tanah di Ujung Tanjung Muaro Mesumai (Bangko). Sebidang tanah yang diberikan dalam seluko adat dinyatakan “kedarat sepengadang ayam kesungai sepengambung jalo” yaitu sebidang tanah cukup untuk mendirikan sebuah rumah kediaman yang layak. Atas persetujuan itu, kerajaan Majapahit mengang-kat pejabat bergelar Pangeran Tumenggung Kabaruh di Bukit sebagai duta negaranya di Alam Kerinci. Setelah dilantik dipusat kerajaan Majapahit di Jawa Timur, lalu yang bersangkutan dikirim ke Ujung Tanjung Muaro Mesumai (Bangko) untuk melaksanakan tugas sebagai duta kerajaan dan sekaligus mewakili daerah Jambi sebagai bagian dari kekuasaan Majapahit. 5. Pada tahun 1500 setelah kerajaan Majapahit melepaskan kekuasaannya atas Jambi dan Orang Kayo Hitam membentuk Kesultanan Jambi, kesultanan inipun bersikap sama terhadap Negara Depati Empat. Kesultanan Jambi mengakui kedaulatan dan kemerdekaan



17



Negara Depati Empat Alam Kerinci. Atas sikap tersebut Sultan Jambi pertama Orang Kayo Hitam, menugaskan Pangeran Temenggung Kabaruh di Bukit yang berada di Ujung Tanjung Muara Mesumai berangkat ke Kerinci menemui Depati Empat menyampaikan tanda pengakuan dari Kesultanan Jambi berupa 4 lembar kain sutera yang diberi nama “kain sabul luki-luki” yang berarti kain bukti pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan. Empat helai kain itu, diserahkan kepada 4 (empat) orang Depati yang memerintah Alam Kerinci yaitu Depati Muara Langkap Tanjung Sekian, Depati Rencong Telang, Depati Biang Sari dan Depati Atur Bumi. Untuk Depati Muaro Langkap Tanjung Sekian di serahkan di dusun Tamiai. Untuk Depati Rencong Telang diserahkan di dusun Pulau Sangkar. Untuk Depati Biang Sari diserahkan di dusun Pengasih, sedangkan untuk Depati Biang Sari diserahkan di dusun Hiang, Ketika Pangeran Tumenggung Kabaruh di Bukit ke negeri Hiang kedatangannya telah dinanti para pemangku adat Tanah Mendapo Nan VIII Helai Kain atau Tanah Depati Atur Bumi di Hiang Tinggi. Di hadapan banyak orang Pangeran Tumenggung Kabaruh di Bukit lalu menerangkan maksud kedatangannya ke Kerinci mewakili



18



Sultan Jambi untuk menegaskan kembali pengakuan daerah Jambi atas kedaulatan Negara Depati Empat Alam Kerinci. Dia telah menyerahkan 3 helai kain sutera “kabul luki luki” kepada Depati Muara Langkap Tanjung Sekian, Depati Rencong Telang dan Depati Biang Sari. Sekarang kain sutera “kabul luki luki” ke 4 akan diserahkan kepada Depati Atur Bumi. Ketika kain sutera “kabul luki luki” akan diserahkan maka tujuh orang depati Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain mengajukan keinginan supaya masing-masing depati memperoleh kain sutera tersebut. Pangeran Tumenggung Kabaruh di Bukit lalu menyatakan bahwa Kesultanan Jambi hanya mengakui Depati Empat yang terhimpun dalam satu wadah pemerintahan yaitu Negara Depati Empat Alam Kerinci. Setelah dilakukan perundingan maka diambil kata sepakat untuk membagi kain sutera “kabul luki luki” sepanjang 2,40 m dan lebar 1 m yang diperuntukkan bagi Depati Atur Bumi atas dua bagian. Sebagian diserahkan kepada Depati Atur Bumi sebagai pemegang wewenang dan kedaulatan dalam Tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo nan VIII Helai Kain. Bagian inipun sekaligus diperuntukkan bagi Depati Batu Hampar sebagai kepala mendapo Hiang.



19



Sebagian lagi dibagi menjadi 7 helai berukuran panjang 1 m dan lebar 15 cm, lalu diberikan pada : (1) kepala mendapo Rawang Mudik, Depati Mudo Menggalo Beterawang Lido. (2) kepala mendapo Rawang Hilir, Depati Cahaya Negeri. (3) kepala mendapo Kumantan Depati Rajo Mudo Pengeran, (4) kepala mendapo Semurup, Depati Kepala Sembah, (5) kepala mendapo Koto Tuo, Depati Kuning atau Depati Tujuh, (6) kepala mendapo Penawar, Depati Penawar Rajo, dan (7) kepala Mendapo Seleman, Depati Taroh Bumi. Ajakan menjalin tali persahabatan yang lebih erat dari Kesultanan Jambi disambut baik para pemangku adat seluruh negeri dalam wilayah Negara Depati Empat Alam Kerinci. Kain sutra “kabul luki-luki” dari Sultan Jambi dijadikan harta pusaka pendandan. Menurut informasi kain tersebut sampai sekarang masih terdapat pada tanah mendapo Rawang Mudik, tanah mendapo Hiang dan tanah mendapo Seleman. Sedangkan yang berada ditangan Depati Rencong Telang dan Depati Biang Sari sudah musnah pada waktu dusun Pulau Sangkar terbakar tahun 1927 dan dusun Pengasih terbakar pada tahun 1957. Sedangkan yang lainnya diduga sudah musnah dimakan zaman akibat lama tersimpan, yaitu lebih dari 490 tahun.



20



6. Keterangan dari Resident Sumatra’s Westkust (Sumatera Barat) yang disampaikan oleh J. Tideman dengan bantuan Ph. FL Sigar dalam buku berjudul “Djambi" pada halaman 39 dan 40 mengatakan : “In Novemver 1890 werd de Engelschman W. Houston Walker, die zisch, niettegens taande hem zulks door het Gouvernemet verboden was, van uit Sumatra’s Weskust naar Boven Djmbi wilde begeven tot het doen van mijnbouwkundige opsporingen on Boekit Sangkar Lajang in het onafnankelijke Soengaikoenjit, waar ook de Sultan van Jambi geen gezag hed, vermoord. Dear hij echter geen loes temming van den Residen had verkregen, gaf deze moodzaak geen aanleiding tot politieke verwikkelingen met Engeland. Terjemahan kalimat diatas secara bebas mengatakan bahwa pada bulan Nopember 1890 seorang Inggris W. Housten Walker, sekalipun telah dilarang pemerintah namun tetap melakukan perjalanan dari Sumatera Barat menuju Jambi Hulu untuk melakukan penyelidikan pertambangan di Bukit Sangkar Layang. Di tepi Sungai Kunyit, sebuah daerah yang masih merdeka dan bukan jajahan dari Sultan Jambi dia ditemukan terbunuh. Dia tidak menggunakan izin dari pemerintah Belanda namun pembunuhan ini tidak menyebabkan



21



adanya gonca-ngan Belanda.



politik antara Inggris dan



Dalam tulisan diatas, jelas diterangkan bahwa Bukit Sangkar Layang di tepi Sungai Kunyit merupakan daerah merdeka bukan merupakan jajahan Sultan Jambi, yaitu daerah yang terdapat dalam Negara Depati Empat Alam Kerinci. Daerah ini berada dalam wilayah Tanah Depati Rencong Telang. Pernyataan Residen Sumatera Barat sekaligus mengatakan bahwa daerah itu bukan termasuk dalam tanah jajahan Hindia Belanda, karena Kerinci pada masa itu belum ditaklukan Belanda. Kerinci Rendah diserang Belanda tahun 1901 dan Kerinci Tinggi pada tahun 1902. Daerah Kerinci dapat dikuasai Belanda pada tahun 1903, dan dapat diamankan setelah tahun 1904. Keterangan Residen Sumatera Barat (1890) yang disampaikan oleh J. Tideman, jelas menerangkan bahwa daerah Kerinci pada saat sebelum kedatangan pemerintah Hindia Belanda merupakan sebuah daerah merdeka. 7. Dalam kata pengantar (inleiding) dari buku berjudul : "Geographisch en Ethnographisch opstel over De Landschappen Korintji, Serampas en Soengai Tenang" karangan E.A Klerks,



22



seorang Controleur terpandang dari pemerintah dalam Negeri Hindia Belanda yang ditempatkan di Muko-Muko pada alinia pertama menyebutkan : “To de streken van den Indischen Archipel van wier bevolking nog zeer winig bekend is, behooren voorzeker de onafhankelijke landschappen Korintji, Serampas en Soengai Tenang. (Terjemahan secara bebas adalah : termasuk daerah Indonesia yang penduduknya sangat kurang dikenal, pasti daerah-daerah merdeka Kerinci, Serampas dan Sungai Tenang). Dari keterangan diatas jelaslah bahwa daerah Kerinci, Serampas dan Sungai Tenang merupakan daerah merdeka. Kekuasaan asing belum sampai ke sana, sebagai mana halnya dengan daerah Muko-Muko pada tahun 1895. Namun daerah disekitarnya seperti : Jambi, Palembang, Bengkulu, Sumatera Barat dan Riau semuanya telah dikuasai Belanda. Sedangkan daerah Kerinci, Serampas dan Sungai Tenang baru 8 tahun kemudian di duduki Belanda. Pengarang buku tersebut, E. A Klerks sebenarnya belum pernah ke Kerinci, Serampas dan Sungai Tenang. Pengetahuan mengenai ketiga daerah di atas didapatnya dari para saudagar dan orang-orang dari ketiga daerah tersebut yang datang ke Muko-Muko untuk berniaga. Berdasar-



23



kan keterangan yang diperoleh lalu ditulisnya menjadi buku. Itu sebabnya dalam buku ini banyak terdapat kesalahan, karena para informan tidak mempunyai pengetahuan yang luas mengenai daerah Kerinci, Serampas dan Sungai Tenang. Sungguhpun demikian yang penting adalah seorang Controleur Belanda yang memerintah pada penghujung abad ke XIX di MukoMuko yang juga merupakan bekas wilayah Negara Depati Empat Alam Kerinci, menyatakan bahwa Negara Depati Empat Alam Kerinci masih berdiri merdeka dan berdaulat di daerah Kerinci, Serampas dan Sungai Tenang. Demikian berberapa bukti yang dapat diungkapkan tentang keberadaan sebuah pemerintahan berdaulat Negara Depati Empat Alam Kerinci. Walaupun kesatuan wilayah Alam Kerinci pernah lepas ketika Kerinci Rendah ditaklukan Kerajaan Sriwijaya pada tahun 686 sampai tahun 1025 semasa pemerintahan Negara Segindo Alam Kerinci, namun pada masa pemerintahan Negara Depati Empat sekitar tahun 1525 dapat disatukan kembali setelah ditandatanganinya kesepakatan Salam Baku, antara seluruh pemangku adat di Kerinci Rendah dengan Depati Empat Alam Kerinci. Kesepakatan ini telah mengembalikan daerah Kerinci Rendah dan



24



Kerinci Tinggi dalam satu payung pemerintahan sebagaimana pada masa-masa sebelumnya. Dari beberapa bukti dan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa Negara Depati Empat Alam Kerinci telah memenuhi persyaratan sebagai sebuah negara dimana : memiliki wilayah yang jelas disebut Alam Kerinci (Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah), memiliki rakyat sebagai warga negara berasal dari komunitas suku bangsa Kerinci, memiliki peme-rintahan berdaulat bernama Negara Depati Empat dan diakui banyak kerajaan baik dalam wilayah Indonesia maupun manca negara.



25



BAB II Terbentuknya Negara Depati Empat



L



EPASNYA Kerinci Rendah kedalam kekuasaan kerajaan Sriwijaya sekitar pertengahan abad ke 7 M telah memberi pengaruh terhadap berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat, baik di Kerinci Tinggi maupun Kerinci Rendah. Negeri-negeri Segindo di Kerinci Tinggi memperlihatkan perkembangan yang semakin baik, sebaliknya negeri-negri Segindo di Kerinci Rendah mengalami kemunduran akibat pergolakan yang tak henti-hentinya. Sejak Kerinci Rendah dikuasai Kerajaan Sriwijaya (686 M), infrastruktur pemerintahan Segindo diwilayah ini boleh dikatakan porak poranda. Kerajaan Sriwijaya telah membuat infrastruktur pemerintahan baru dengan cara



26



membagi-bagi daerah administratif secara teritorial. Pemerintah kerajaan kemudian menunjuk pemimpin daerah administratif yang disebut Datu. Sejak saat itu semua aparat pemerintah sampai ke tingkat dusun dan kampung ditunjuk oleh pejabat di atasnya atas persetujuan penguasa kerajaan Sriwijaya. Keberadaan pemerintah Segindo di daerah Kerinci Rendah sudah tidak diakui lagi. Menjelang abad ke 13 M pemerintahan Segindo hanya ada di Kerinci Tinggi. Perkembangan konstilasi politik nusantara setelah Kerinci Rendah dikuasai Kerajaan Sriwijaya hingga abad ke 10 M khususnya dalam merebut pengaruh menguasai Selat Malaka dari kerajaan-kerajaan besar semakin memanas. Keadaan ini membuat pemerintah Segindo di Kerinci Tinggi memfokuskan diri pada pembenahan urusan dalam negeri bagi kesejahteraan penduduk negerinya, meningkatkan persatuan dan membangun perekonomian rakyat untuk menangkal ancaman yang mungkin datang dari luar. Langkah yang diambil telah membuat negeri-negeri Segindo di Kerinci Tinggi berkembang dengan baik. Perkembangan yang terjadi dapat dilihat antara lain dari : 1.



Penataan dusun-dusun semakin terpola dan terarah, serta bertambahnya dusun-dusun baru



27



di berbagai tempat. Di bagian Utara maupun bagian Selatan Kerinci Tinggi sudah terdapat tidak kurang 100 dusun. Dusun dikembangkan atas dasar pola yang disebut : "dusun yang berparit empat berlawang dua". Dusun-dusun itu telah dihubungkan oleh infrastruktur tradisional jalan setapak dan jalan-jalan kecil yang permanen, sehingga interaksi masyarakat antar dusun dan lalulintas perdagangan berlangsung cukup lancar, baik dalam wilayah negeri-negeri Segindo maupun dengan negerinegeri pada kerajaan lain disekitar Alam Kerinci. 2.



28



Perekonomian masyarakat memperlihatkan kon-disi yang semakin baik dimana rakyat dapat hidup secara wajar tidak kekurangan pangan maupun sandang. Lahan-lahan persawahan dan perladangan sebagai mata pencarian pokok rakyat luasnya semakin bertambah. Dari danau Kerinci ke arah Utara sampai ke kaki gunung Kerinci, dan kearah Selatan di sepanjang sungai Batang Merangin dan anakanak sungainya, sampai daerah Kerinci bagian Selatan (Serampas, Sungai Tenang, Peratin Tuo, Pemerab dan Pemenang) bahkan sampai ke Kerinci Rendah dibawahnya telah menjadi lahan persawahan dan perladangan rakyat.



3.



Terbukanya akses perdagangan melalui pelabuhan -pelabuhan pantai Barat Sumatera, telah menga-tasi isolasi jalur perdagangan pantai Timur yang dikuasai kerajaan Sriwijaya. Arus perdagangan khususnya bagi rakyat Kerinci Tinggi dan sebagian daerah Kerinci Rendah menjadi hidup kembali. Sekarang rakyat membina hubungan dagang dengan negeri-negeri dan kerajaan-kerajaan di sekitar pantai Barat. Perdagangan dengan daerah pantai Barat menunjukkan kemajuan yang semakin berkembang.



4.



Seiring dengan perkembangan masyarakat, tatanan budaya dalam kehidupan menunjukkan kemajuan pula, baik secara publik maupun individu, seperti pengaturan tentang negeri, perkawinan, pengaturan kewarisan, kesenian, perayaan-perayaan adat, dan ketentuan-ketentuan adat lainnya baik terhadap manusia maupun terhadap lingkungan. Peran pemimpin komunitas adat dalam dusun semakin jelas dalam mengatur kehidupan warga dan lingkungan sehari-hari.



5.



Masuknya agama Islam ke Kerinci turut memberi perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Diperkirakan Islam masuk ke



29



Kerinci sekitar pertengahan abad ke 12 M melalui pantai Barat Sumatera (Muko-Muko, Indrapura, Ipuh, Sebelat, dll) di bawa oleh para pedagang Arab dan Turki dan para mubalih (juru dakwah) dari Barus. Pada masa itu, Barus sudah dikenal sebagai sebuah kota dagang dan perkampungan Islam di pantai Barat Sumatera. Di sini banyak bermukim pedagang dari Arab Selatan seperti dari Hendralmaut, Oman, Gujarat, dan India (Tamil). Di Barus ditemukan banyak bekas peninggalan sejarah seperti mushola, mesjid dan makam-makam, termasuk peninggalan keramik dari berbagai situs periode dinasti Tang hingga Ching. Pada sebuah bukit kecil bernama Mahligai terdapat sebuah makam bernama Siti Tuhar Amisuri (612 H atau 1206 M). Demikian pula pada prasasti berbahasa Tamil di Lobu Tuo (abad ke11M) menyebutkan terdapatnya pemukiman Tamil di Barus. Hubungan perniagaan dari orang-orang Kerinci dengan daerah patai Barat Sumatera di atas telah menjadikan penduduk negeri di Alam Kerinci sekitar akhir abad ke 14 M sebagian besar (termasuk daerah Kerinci Rendah) diyakini sudah memeluk agama Islam. Dalam situasi perkembangan sebagaimana disebutkan di atas, telah memberi pengaruh dan



30



perubahan terhadap sistem nilai dalam pola kepemimpinan masyarakat. Implikasi dari berbagai perubahan tersebut telah melemahkan kekuasaan para Segindo dalam mengatur negeri. Tanpa disadari peran mengatur negeri sudah beralih kepada para pemuka adat dusun dan perangkat dusun yang tercipta sesuai dengan tatanan kebutuhan rakyat saat itu. Ikatan komunitas dusun semakin menunjukkan eksestensinya dalam mengatur warga masyarakatnya sendiri. Pada masa terjadinya berbagai perubahan ini, secara perlahan-lahan dan pasti posisi para Segindo dan perangkat pemerintahannya semakin terjepit. Selain itu, berkembangnya agama Islam telah menciptakan nuansa baru dalam kehidupan rakyat. Pada setiap dusun telah berdiri surau dan mesjid tempat masyarakat menjalankan aktifitas keagamaan, seperti : sholat lima waktu, sholat Jum’at, belajar baca Al-Quran, dll. Perubahan yang terjadi membutuhkan pengaturan masyarakat yang memerlukan perangkat pendukung dalam pemerintahan untuk dapat menerapkan ketentuan-ketentuan bernuansa Islami. Dalam komunitas masyarakat dusun misalnya dibutuhkan adanya kadhi (hakim agama), imam mesjid (pemimpin ibadah), khatib (juru dakwah), bilal (penyeru azan), garim (penjaga rumah ibadah), dll. Lain halnya pada masa sebelumnya,



31



pemerintahan negeri hanya diatur oleh para pejabat yang berasal dari kaum adat saja, karena pemerintahan Segindo hanya bersendi pada adat semata. Setelah masuknya Islam, sendi agama tidak dapat ditinggalkan lagi dan mutlak diinginkan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Maka berlakulah secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat di Alam Kerinci yang berazaskan pada : “Adat bersendi syarak (hukum Islam), Syarak bersendi kitabullah (Al Qur’an), Syarak mengato, Adat Memakai.” dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Merespon berbagai perubahan yang terjadi, secara perlahan-lahan para pemuka adat, pemuka agama, para cerdik pandai sepakat untuk melakukan restrukturisai kepemimpinan dalam masyarakat. Melalui proses yang cukup panjang, maka dilakukanlah berbagai langkah menyongsong tatanan perubahan masyarakat baru dengan maksud agar rakyat Kerinci Tinggi tetap berada dalam satu payung pemerintahan yang disepakati semua pihak. Suatu hal yang penting dan mendasar adalah upaya kearah penyempurnaan struktur organisasi pemerintahan rakyat yang dapat diterima semua pihak. Langkah ini ditempuh secara alami dalam kurun waktu yang cukup lama untuk menghindari agar tidak terjadi gejolak dan perselisihan. Melalui pendekatan musyawarah dan kesepakatan maka dapat dihindari



32



perpecahan dalam kelompok masyarakat (pemuka adat, pemuka agama, cerdik pandai) yang saling tarik menarik. Berpegang pada pepatah adat : “Bulat air dek pembuluh, Bulat kato dek mufakat, Kalau bulat dapat digulingkan, Pipih dapat dilayangkan, Putih berkeadaan, Merah dapat dilihat, Panjang dapat diukur, dan Berat dapat ditimbang”, maka satu demi satu masalah dan kekurangan dapat diatasi dan disempurnakan. Berbagai masukkan untuk pengembangan kondisi pemerintahan rakyat yang lebih idial dari pemuka adat, pemuka agama, cerdik pandai negeri maupun dari kerajaan tetangga sekitarnya baik yang diperoleh secara langsung maupun melalui pengamatan dikumpulkan dan disring. Sebelum penghujung abad ke 13 M perubahan ke arah penyempurnaan guna pembentukan suatu tatanan pemerintahan baru yang lebih modern pada prinsipnya telah dianggap selesai. Namun dalam suasana menunggu saat yang tepat untuk mengimplementasikannya, tiba-tiba datang ke Kerinci Tinggi sebagian dari pasukan Ekspedisi Pamelayu (1292) yang tidak mau kembali ke Jawa Timur. Pasukan ini dipimpin Patih Semangat (disebutkan dalam sko pedandan dusun Tanjung Tanah “Kitab Daluwang” bertulisan Jawa Kuno), sedangkan sebagian pasukan yang pulang ke Jawa Timur dipimpin Kebo Anabrang.



33



Patih Semangat lalu menetap di Tanjung Tanah dan kemudian mereka kawin dengan orang Kerinci. Mereka dan keturunannya menjadi “anak betino” atau menantu dari kerabat istri (perut, kelebu dan lurah) dan sekaligus menjadi “anak betino” dari orang dusun, mendapo dan tanah depati yang status kewargaannya disamakan dengan penduduk asli. Dalam posisi sebagai warga negara baru, mereka diminta aktif menyumbangkan pemikirannya bagi penyempurnaan pemerintahan negeri. Kedatangan pasukan Ekspedisi Pamalayu tahun 1292 ke Kerinci untuk meminta perlindungan kepada Negara Segindo mempunyai andil yang cukup besar terhadap perubahan ketatanegaraan terutama dengan masuknya berbagai istilah Jawa. Mereka menyumbangkan gelar bagi pejabat adat sesuai dengan fungsi dan tugas yang diemban, seperti Depati berasal dari kata Adipati, Manggung berasal dari Temenggung, Menti dari kata Permenti, demikian pula dengan kata Rio, Ngabi, Kaluhah, dan Ngalawe. Termasuk Mendapo berasal dari istilah Jawa yang diambil dari kata Pendapa (pendopo). Selain itu, dipakai pula istilah kata yang didapat dari daerah sekitar Kerinci seperti : Rajo, Datuk, Sutan, dll. Untuk pemakaian gelar dikelompokkan pula atas strata (eselon) dimana depati merupakan eselon tertinggi dari jabatan perangkat adat, diikuti ninik



34



mamak sebagai pejabat pelaksana, dan kemudian pembantu pelaksana disebut dengan “uleh jari sambung tangan”. Pembaruan ini sekaligus meninggalkan pemakaian gelar lama seperti Segindo, Tuo, dll. Pembaharuan lainnya masuknya kaum agama dalam pemerintahan dengan mendapat jabatan dan gelar seperti : pegawai syarak dengan gelar kadhi (hakim agama), imam (pemimpin sholat), khatib (pemberi khotbah), bilal (penyeru azan) dan garim (petugas rumah ibadah). Sama halnya denga pemilihan pemangku adat, petugas agama di atas juga dipilih dan diangkat melalui system gilir ganti (sko bergilir sandang berganti). Sebagai pejabat negeri pegawai syarak mengurus urusan yang berhubungan dengan keagamaan dan ibadah yang terkait dengan syariat seperti : perkawinan, zakat, infak, dan sadokah. Sedangkan pemangku adat mengurus urusan keduniaan menurut aturan sepanjang adat. Dalam perkembangan lebih lanjut, maka akhirnya pemerintahan Segindo lalu dihapuskan dan diganti dengan sistem dan struktur pemerintahan baru. Selanjutnya, atas dasar geografis dusun dan geneologis komunitas seketurunan darah maka dibentuklah tanah depati yang terbagi atas 4 besar tanah depati. Hampir sama dengan pemerintahan sebelumnya, ke empat tanah depati membentuk



35



dewan pemerintahan dan memproklamirkan menjadi Negara Depati Empat Alam Kerinci. Adapun tanah depati yang terbentuk di Kerinci Tinggi sebagai cikal bakal dari Negara Depati Empat Alam Kerinci adalah : (1) Tanah Depati Atur Bumi berpusat di negeri Hiang, (2) Tanah Depati Biang Sari berpusat di negeri Pengasih, (3) Tanah Depati Rencong Telang berpusat di negeri Pulau Sangkar, dan (4) Tanah Depati Muaro Langkap Tanjung sekian berpusat di negeri Tamiai. Pada saat Negara Depati Empat dibentuk, daerah Kerinci Rendah belum bergabung. Rakyat Kerinci Rendah masih dalam upaya pembenahan dan pemulihan negeri. Keberadaan pemerintahan baru di Kerinci Tinggi turut mendorong proses reposisi pembenahan kelembagaan rakyat di Kerinci Rendah. Penataan kelembagaan rakyat yang terjadi di Kerinci Tinggi sangat berpengaruh terhadap arah dan kebijakan penataan kelembagaan rakyat di Kerinci Rendah. Hal ini mengingat besarnya keinginan dari sebagian besar rakyat Kerinci Rendah untuk kembali dalam satu payung pemerintahan karena mereka adalah masyarakat serumpun. Rakyat Kerinci Rendah yang pernah dijajah kerajaan Sriwijaya (686 s.d. 1070) dalam proses pembenahan daerahnya memerlukan waktu yang



36



cukup lama. Tahap penyelesaiannya baru dapat dituntaskan dipenghujung abad ke 14. Setelah itu, pada akhir tahun 1524 para pemangku adat dari Kerinci Rendah lalu menyampaikan kepada Depati Empat Alam Kerinci, bahwa penyusunan pemerintahan menurut sepanjang adat telah selesai dilakukan. Oleh sebab itu, mereka meminta kepada Depati Empat Alam Kerinci untuk menyatukan kembali daerah Kerinci Rendah dengan Kerinci Tinggi sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat Kerinci Rendah. Pada tahun 1525 Depati Empat Alam Kerinci berangkat ke Kerinci Rendah untuk melihat sejauhmana kesiapan yang telah dilakukan, serta bagaimana sesungguhnya aspirasi dari rakyat. Bertempat di dusun Salam Baku yang terletak ditepi sungai Batang Mesumai (anak sungai Batang Merangin), lalu diadakan musyawarah antara Depati Empat Alam Kerinci dengan seluruh pemangku adat Kerinci Rendah. Segala persoalan ketatanegaraan terkait dengan Kerinci Rendah dikaji ulang secara mendalam. Atas pertimbangan geografis daerah dimana wilayah Alam Kerinci terbagi atas 2 bagian, yaitu wilayah pergunungan Bukit Barisan dan dataran rendah di sebelah Timur Kerinci pada pergunungan Bukit Barisan disebut dengan Kerinci Tinggi atau daerah Ateh, sedangkan wilayah Kerinci pada



37



dataran rendah sebelah Timur disebut dengan Kerinci Rendah atau daerah Baruh. Ke dua wilayah di atas sejak dulu telah dihuni masyarakat serumpun yang berasal dari keturunan yang sama. Menimbang bahwa penyusunan tata pemerintahan masyarakat wilayah Kerinci Rendah dipandang telah sesuai menurut sepanjang adat, maka keinginan rakyat Kerinci Rendah untuk bersatu kembali sudah dapat direalisir. Akhirnya, musyawarah menyetujui dan menetapkan wilayah Kerinci Rendah bergabung kembali dengan wilayah Kerinci Tinggi. Selanjutnya dalam wilayah Kerinci Rendah diberikan 3 daerah berstatus tanah depati dan 2 daerah berstatus daerah khusus. Meskipun 3 daerah tanah depati di Kerinci Rendah kemajuannya belum setara dengan 4 daerah tanah depati di Kerinci Tinggi, namun dengan diberikan kesetaraan status diharapkan Kerinci Rendah dapat segera mengejar ketertinggalannya. Adanya pemberian status daerah khusus mengingat ke dua daerah tersebut terletak pada sepanjang sungai Batang Merangin yang sangat strategis. Daerah ini merupakan lalulintas keluar masuknya orang–orang yang datang dan pergi ke wilayah Kerinci. Pemberian status daerah khusus dimaksudkan agar lalu lintas perdagangan dan lalu lintas keluar masuknya orang-orang ke daerah



38



Kerinci dapat terawasi dengan baik, sehingga keamanan wilayah dapat terjaga dari pihak-pihak yang bermaksud mempropokasi rakyat maupun dari para penyusup yang ingin menghancurkan kedaulatan negara. Adapun tanah depati yang berada dalam wilayah Kerinci Rendah adalah : (1) Tanah Depati Setio Nyato dengan berpusat di negeri Tanah Renah, (2) Tanah Depati Setio Rajo berpusat di negeri Lubuk Gaung, (3) Tanah Depati Setio Beti berpusat di negeri Nalo Tantan. Sedangkan 2 daerah khusus adalah : (1) Tanah Pemuncak Merangin atau kemudian lebih dikenal dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat di negeri pulau Rengas, dan (2) Tanah Pemerab Merangin atau kemudian lebih dikenal dengan Tanah Pemerab Pemenang berpusat di Pemenang. Daerah khusus yang terletak di aliran sungai Batang Merangin ini, terbagi atas dua bagian yang hampir sama panjang. Batasnya disebut dengan Pulau Tujuh Sangkil Berlarik. Dari sini ke muara sungai Batang Merangin di daerah Sungai Nyamuk dan Batu Kucing termasuk kedalam wilayah Tanah Pemerab Pemenang. Sedangkan dari pulau Tujuh Sangkil Berlarik ke hulu sungai Batang Merangin sampai batas tanah ulayat Bungo Tanjung termasuk kedalam wilayah Pemuncak Pulau Rengas. Pengukuhan 3 tanah depati dan 2 daerah khusus



39



dilakukan menurut sepanjang adat melalui kenduri sko membunuh kerbau seekor dengan beras seratus gantang. Sebagai sebuah negara yang berdaulat, negara Depati Empat Alam Kerinci mempunyai bendera negara berwarna merah putih tersusun ganda, berderet dari atas ke bawah dalam sebuah kesatuan. Bendera dengan warna merah putih dilukis pada sehelai kain atau beberapa lembar kain berwarna merah putih dijahit dan disusun secara terpadu. Bendera pada umumnya dibuat berbentuk empat persegi panjang, selain itu terdapat pula dalam bentuk segi tiga siku-siku. Luasnya tidak ditentukan, hanya dibuat serasi dan indah dipandang. Selain bendera negara, terdapat pula bendera dalam berbagai warna seperti kuning, biru, hijau, ungu, merah, putih atau dalam bentuk warna kombinasi satu dengan lainnya, kecuali untuk warna merah putih. Bendera seperti ini dinamai dengan merawa atau karamintan yang dalam bahasa Indonesia disebut umbul-umbul. Khusus warna merah putih sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Kerinci sampai saat ini. Bila dalam kenduri atau perhelatan adat dan pesta perkawinan serta pada perjamuan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha sajian makanan pasti ditampilkan dalam bentuk masakan gule merah dan gule putih. Gule merah merupakan masakan daging



40



yang dicampur dengan nangka (cempedak) yang rasanya pedas. Gule putih masakan daging dicampur kentang yang rasanya tidak pedas. Tidak hanya mempunyai bendera, negara inipun memiliki mata uang sendiri disebut uang meh, karena dibuat dari emas atau dapat juga disebut dengan uang cincin karena menyerupai sebuah cincin yang berfungsi sebagai alat tukar. Kaum wanita pada masa itu membawa uang dengan mengikat atau menyimpannya pada gulungan ujung selendang (kulok). Sedangkan kaum laki-laki membawa uang dengan memasukkan kedalam pundi-pundi dan biasanya diikat di pinggang celana.



41



BAB III Wilayah dan Penduduk 3.1. Lingkup Wilayah



S



EBAGAI sebuah negara merdeka Negara Depati Empat Alam Kerinci menempati wilayah yang disebut dengan Alam Kerinci. Wilayah ini sudah didiami oleh penduduk yang berasal dari satu komunitas induk yaitu suku bangsa Kerinci. Mereka telah tinggal dan membangun daerahnya sejak berabad-abad lamanya, diimulai sejak masa sebelum pemerintahan Koying, kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan Segindo dan berlanjut pada masa pemerintahan Depati Empat sampai sekarang. Mereka mendiami daerah asal, yaitu wilayah Kerinci Tinggi yang berada pada bagian Barat dari tanah pergunungan Bukit Barisan dan



42



wilayah Kerinci Rendah pada dataran rendah di sebelah Timur pergunungan Bukit Barisan dan daerah sepanjang aliran sungai Batang Merangin dan sungai Batang Tabir. Wilayah ini berada diantara Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh di sebelah Utara, dengan daerah perbukitan di sebelah Selatan disepanjang wilayah sekitar Bukit Pengganti (321 m), Bukit Bedang (629 m), Bukti Hulu Landas (905 m), Bukit Legak Tinggi (439 m), Bukit Sepah (807 m) dan Gunung Bujang (1951 m). Semua daerah di atas berada di bagian Selatan dari gunung Masurai (2935). Masa pemerintahan Segindo, pada daerah yang disebutkan di atas telah berkembang baik dengan munculnya banyak negeri-negeri baru yang berasal dari komunitas “talang dan koto.” Lahirlah pada saat itu dusun-dusun yang disebut dengan dusun purba baik di daerah Kerinci Tinggi maupun Kerinci Rendah. Penduduk yang terus bertambah dan menyebar telah menjadikan banyak dusun disekitar dusun purba. Dusun-dusun ini kemudian berkembang pula menjadi banyak dusun yang tersebar mengisi wilayah Alam Kerinci yang sebelumnya masih kosong. Diperkirakan sudah terdapat hampir 100 dusun pada daerah bagian Utara danau Kerinci dan demikian pula pada daerah bagian Selatan. Sedangkan di daerah Kerinci Rendah berkembang



43



dusun-dusun baru terutama di sepanjang sungai Batang Merangin dan sungai-sungai disekitar daerah Pangkalan Jambu, Batang Seringet, Batang Mesumai, Batang Tantan, dan Batang Tabir. Selain itu, komunikasi dan interaksi penduduk antar dusun sudah berlangsung baik mengingat jalan-jalan penghubung cukup banyak baik di dalam wilayah Kerinci Tinggi maupun di dalam wilayah Kerinci Rendah, termasuk jalan penghubung antara dusundusun di wilayah Kerinci Rendah dengan dusundusun di wilayah Kerinci Tinggi. Tentang hal ini telah dijelaskan secara rinci dalam buku Seri Sejarah Kerinci 2 bagian 3 sub bagian 2. Menjelang abad ke 14 wilayah Alam Kerinci boleh dikatakan sudah terisi hampir merata. Seluruh penduduk yang mendiami wilayah di atas itulah yang menjadi warga negara dari Negara Depati Empat Alam Kerinci. Walaupun pengertian wilayah Alam Kerinci baik pada masa pemerintahan Koying maupun pemerintahan Segindo masih samar-samar, namun pada masa Negara Depati Empat telah dinyatakan secara lebih jelas. Batas-batas itu ada yang ditetapkan berdasarkan perjanjian dengan negara tetangga, seperti dengan Kesultanan Indrapura, berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah Hindia Belanda dan dalam bentuk batas alam, seperti dengan Kerajaan Sungai Pagu (Muara Labuh) yaitu



44



gunung Kerinci, gunung Tujuh dan danau Tujuh dan dalam bentuk patok alam lainnya seperti bukit, sungai, dll. Pada bagian sebelah Barat Negara Depati Empat berbatas dengan Kesultanan Indrapura dan Kerajaan Menjuto yang berada di bawah pengaruh Pemuncak III Kaum (Muko-Muko). Sedangkan di antara sungai Batang Selaut di Utara sampai sungai Batang Ketahun di sebelah Selatan menurut sepanjang adat dikatakan berbatas dengan “ombak nan berdebur“ atau Lautan Hindia. Namun semenjak daerah pantai barat Sumatera yang terletak antara sungai Batang Selaut dengan sungai Batang Ketahun di kuasai Inggris dan Belanda, maka daerah tersebut menjadi lepas. Kedatangan Inggris dan Belanda pada mulanya hanya untuk maksud berniaga. Mereka diizinkan masuk dengan perjanjian harus membayar uang adat (semacam upati) kepada Depati Rencong Telang sebagai penguasa wilayah. Namun setelah merasa kuat perjanjian yang dibuat dengan Depati Rencong Telang lalu diingkari. Pada bagian wilayah sebelah Timur dari negara ini berbatas dengan daerah otonomi persekutuan Hukum Adat orang Batin Muaro Bungo dan daerah Kesultanan Jambi. Sedangkan batas wilayah bagian Utara adalah Kerajaan Kakubang



45



Sungai Pagu Rantau Alam Minangkabau, dan batas wilayah Selatannya dengan daerah otonomi Persekutuan Hukum Adat orang Batin di Sarolangun yang daerahnya berbatas dengan negari Rejang. Negeri ini disebut orang dengan Rejang Tiang IV atau disebut juga dengan Rejang IV Petulai. Daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat orang Batin di Muaro Bungo yang terletak di Sebelah Timur Laut dari Negara Depati Empat Alam Kerinci terdiri atas kampung dan dusun di sepanjang sungai Batang Jujuhan, Batang Tebo, Batang Bungo, Batang Pelepat, Batang Senamat, dan anak-anak sungai lainnya. Sedangkan daerah persekutuan Hukum Adat Orang Batin di Sarolangun pada bagian paling Selatan Alam Kerinci terdapat kampung dan dusun disepanjang aliran Sungai Batang Limun, Batang Asai dan Batang Tembesi sampai ke muaranya yang berbatas langsung dengan wilayah Kesultanan Jambi yang dihuni oleh komunitas orang Melayu Jambi. Pada kampung dan dusun disepanjang aliran sungai diatas dihuni oleh orang Batin yang nenek moyangnya berasal dari orang Kerinci. Disini mereka membangun kampung-kampung dan dusun-dusun yang mereka namakan dengan negeri. Kumpulan dari beberapa negeri Batin lalu membentuk persekutuan hukum adat yang lebih tinggi disebut dengan persekutuan hukum adat orang Batin. Cerita



46



tentang negeri Batin akan ditulis dalam buku tersendiri. Secara geograpis Negara Depati Empat Alam Kerinci terbagi atas dua wilayah yaitu wilayah Kerinci Tinggi dan wilayah Kerinci Rendah. Wilayah Kerinci Tinggi berada pada pergunungan Bukit Barisan, bagian Utara merupakan daerah aliran sungai (das) Batang Merangin dan bagian Selatannya merupakan hulu daerah aliran sungai (das) Batang Tembesi. Pergunungan Bukit Barisan yang berada di sini merupakan bagian tengah dari Bukit barisan yang membentang dari Utara ke Selatan pulau Sumatera mulai dari Aceh sampai ke Lampung. Daerah ini merupakan kawasan tertinggi di Sumatera dengan puncak-puncak gunung seperti : Gunung Kerinci (3805 m), Gunung Teribun (2691 m), Gunung Ulu Liki (2396 m), Gunung Tujuh (2805 m ), Bukit Sapu (2280 m), Bukit Lumut (2199 m), Gunung Ulu Tebo (2051 m), Gunung Kuduk Jawi (2067 m), Gunung Kransang (2762 m), Gunung Teresik (2050 m), Gunung Raya (2550 m), Gunung Bemban (2169 m), Gunung Kuyit (2403 m), Gunung Tebat Talas (2050 m), Gunung Pandan (2168 m), Gunung Patah Tigo (2300 m), Gunung Sengiri (2112 m), Bukir Lintang (2160 m), Gunung Bungkuk (2130 m), Gunung Sumbing (2507 m), Gunung Ulu Nilo (2469 m), Gunung Masurai (2935 m), dll.



47



Pergunungan tersebut pada masa kerajaan Koying sebagian besar merupakan gunung api yang aktif, namun setelah melalui masa yang panjang dengan adanya perubahan geografis, pergeseran kulit bumi dan sebagainya kini hanya tinggal beberapa gunung saja yang masih aktif. Di sekitar pergunungan di atas terdapat dataran tinggi seperti dataran tinggi Kerinci, Serampas, Sungai Tenang, Siau dan Jangkat. Hamparan dataran tinggi umumnya berbentuk cekungan seperti kuali besar yang dikelilingi pergunungan. Salah satu dataran tinggi terluas adalah dataran tinggi Kerinci yang berada di Selatan Gunung Kerinci dan disekitar danau Kerinci. Di daerah ini bermukim sebagian besar penduduk yang berada di wilayah Kerinci Tinggi. Sedangkan pada dataran tinggi dibagian Selatan hamparannya lebih kecil bila dibandingkan dengan yang berada di Utara. Daerah inipun dihuni penduduk yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Dataran tinggi itu, antara lain berada disekitar Gunung Masurai dan danau Depati Empat (danau Besar). Pada celah-celah pergunungan terdapat lembah-lembah sempit yang di aliri sungai dan anakanak sungai. Baik daerah Utara maupun daerah Selatan, karena letaknya tinggi dari permukaan laut maka mudah dilihat dari berbagai penjuru. Puncakpuncak gunung yang menjulang terlihat jelas dari kejauhan di sepanjang pantai Barat laut Hindia, dari



48



Muaro Bungo dan Sarolangun, dan dari daerah Kerinci Rendah. Dari wilayah Kerinci Tinggi mengalir banyak sungai besar maupun kecil ke pantai Barat Pulau Sumatera dan ke patai Timur melewati dataran rendah Jambi. Pada bagian Timur daerah di atas, terletak hamparan wilayah Kerinci Rendah. Pada daerah ini tidak terdapat gunung-gunung yang tinggi, daerahnya berpematang, berbusut besar, dan berbukit-bukit kecil. Namun daerah ini lebih tinggi dari dataran rendah Jambi yang berada di hilir. Banyak terdapat sungai dan anak sungai yang mengalir dan dikirikanannya terdapat dusun-dusun. Sungai yang disekitarnya terdapat banyak dusun adalah disepanjang das Batang Merangin das Batang Masumai, das Batang Tabir, dan das Batang Tantan. Sedangkan sebagian besar dari anak sungai yang berada di sini adalah anak sungai Batang Merangin yang kebanyakan mengalir ke sungai Batang Hari. Daerah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah merupakan hutan yang lebat. Tanah perswahan dan perladangan hanya terdapat disekitar dusun dan sepanjang jalan raya. Jumlahnya tidak banyak bila dibandingkan dengan kawasan hutan. Sebahagian kawasan hutan masih asli (vergin forest) dengan curah hujan yang cukup tinggi (rain forest), sehingga



49



memberikan kesegaran pada iklim, cuaca, suhu dan udara. Pada daerah ini banyak terdapat potensi bahan tambang seperti emas, batu bara, minyak, air raksa, semen, kapur, marmar, dll yang belum banyak diolah. Hanya emas yang sejak dulu sudah ditambang secara tradisional oleh rakyat terutama di daerah Pangkalan Jambu (Perentak), Sungai Manau, hulu sungai Batang Tabir, Muara Siau, Jangkat, Serampas, Sungai Tenang, dll. Emas merupakan hasil tambang dari Negara Depati Empat yang banyak diekspor. Wilayah Kerinci Tinggi sebagai mana yang telah dikemukakan di atas, sekarang berada dalam daerah kabupaten Kerinci serta kecamatan Muara Siau dan kecamatan Jangkat yang kedua kecamatan ini termasuk dalam kabupaten Merangin. Sedangkan daerah Kerinci Rendah meliputi kecamatan sungai Manau, kecamatan Bangko dan kecamatan Tabir, sekarang berada dalam wilayah kabupaten Bangko.



3.2. Wilayah Menurut Sepanjang Adat



50



P



EMBAGIAN wilayah menurut sepanjang adat dinyatakan dalam seluko adat atau pepatah adat berbunyi : “Negara Depati Empat Alam Kerinci, Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Pemuncak Pulau Rengas, Permarab Pemenang”. Seluko adat tersebut menjelaskan bahwa Negara Depati Empat terbagi atas 2 wilayah besar yaitu wilayah dataran pergunungan yang tinggi atau “atas” yang disebut dengan Kerinci Tinggi dan wilayah dataran pergunungan yang rendah atau “bawah” disebut dengan Kerinci Rendah. Pada daerah Kerinci Tinggi terdapat 4 daerah otonom Tanah Depati, sedangkan pada daerah Kerinci Rendah terdapat 3 daerah otonom Tanah Depati dan 2 daerah khusus. Tanah Depati merupakan daerah otonom lapisan pertama atau bisa disamakan dengan daerah otonom tingkat I, sedangkan daerah khusus yang disebutkan dalam seluko adat di atas statusnya setara dengan daerah tingkat II atau daerah otonom pada lapisan ke dua. Daerah otonom lapisan ke dua dalam struktur kenegaraan berada di bawah pemerintahan Tanah Depati. Adapun 4 daerah otonom di “ateh” atau di daerah Kerinci Tinggi terdiri atas :



51



1. Tanah Depati Atur Bumi wilayahnya berada pada daerah kecamatan Sitinjau Laut, kecematan Sungai Penuh, kecamatan Air Hangat dan kecamatan Gunung Kerinci. Tanah Depati ini memiliki 8 daerah otonom atau daerah tingkat II yang disebut dengan Tanah Mendapo, terdiri atas : (1) Tanah Mendapo Semurup memiliki 28 dusun, (2) Tanah Mendapo Kemantan memiliki 12 dusun, (3) Tanah Mendapo Depati Tujuh memiliki 12 dusun, (4) Tanah Mendapo Rawang Mudik memiliki 18 dusun, (5) Tanah Mendapo Rawang Hlir memiliki 17 dusun, (6) Tanah Mendapo Penawar memiliki 4 dusun, (7) Tanah Mendapo Hiang memiliki 9 dusun, dan (8) Tanah Mendapo Seleman memiliki 7 dusun. 2. Tanah Depati Biang Sari wilayahnya berada dalam daerah kecamatan Gunung Raya, dan sebahagian dari daerah kecamatan danau Kerinci. Tanah Depati ini memiliki 3 daerah otonom atau daerah tingkat II yang disebut dengan Tanah Biang, terdiri atas : (1) Tanah Biang Pengasih memiliki 5 dusun., (2) Tanah Biang Sanggar Agung memiliki 7 dusun, (3) Tanah Biang Ngaol memiliki 14 dusun, (4) Tanah Biang Muaro Kibul memiliki 14 dusun, dan (5) Tanah Biang Rantau Panjang memiliki 14 dusun.



52



3. Tanah Depati Rencong Telang wilayahnya sekarang berada pada daerah kecamatan Gunung Raya, sebahagian daerah kecematan danau Kerinci, kecamatan Muaro Siau, kecamatan Jangkat dan kecamatan Tabir. Tiga kecamatan terakhir berada dalam wilayah kabupaten Merangin. Tanah Depati ini memiliki 3 daerah otonom atau daerah tingkat II yang disebut dengan Tanah Pemuncak, terdiri atas : (1) Tanah Pemuncak Tuo memiliki 35 dusun, (2) Tanah Pemuncak Tengah memiliki 31 dusun, dan (3) Tanah Pemuncak Bungsu memiliki 17 dusun. Sebenarnya tanah Depati ini wilayahnya sampai ke daerah pantai Barat, sering disebut orang dengan “Ombak berdebur Depati Rencong Telang” wilayahnya termasuk mulai dari Lunang, Sungai Manjuto, Air Muko-Muko, Air Dikit (merupakan daerah Tanah Pemuncak Tuo); Air Ipuh, Bantan, Air Tenang (merupakan daerah Tanah Pemuncak Tengah); Seblat dan Ketahun (merupakan daerah Tanah Pemuncak Bungsu). 4. Depati Muara Langkap Tanjung Sekian wilayahnya berada pada sebahagian daerah kecamatan Gunung Raya dan sebahagian daerah kecematan Sungai Manau (kabupaten Merangin). Tanah Depati ini memiliki 2 daerah otonom atau daerah tingkat II yang disebut dengan Tanah



53



Muaro, terdiri atas : (1) Tanah Muaro Ateh memiliki 2 dusun, dan (2) Tanah Muaro Bawah memiliki 6 dusun. Sedangkan 3 daerah otonom di “baruh” yang berada di dataran rendah Kerinci atau Kerinci Rendah adalah : 1. Tanah Depati Setio Nyato wilayahnya berada pada sebagian daerah kecamatan Sungai Manau (kabupaten Merangin). Tanah Depati ini membagi daerahnya atas 4 kawasan yang dibawahnya terdapat dusun dan kampung. Pada tanah depati ini terdapat lebih kurang 32 dusun. 2. Tanah Depati Setio Rajo wilayahnya berada pada sebagian daerah kecamatan Bangko (kabupaten Merangin). Tanah Depati ini dibawahnya langsung terdiri atas dusun dan kampung. Pada tanah depati ini terdapat lebih kurang 10 dusun. 3. Tanah Depati Setio Beti wilayahnya juga berada pada sebagian daerah kecamatan Bangko (kabupaten Merangin). Tanah Depati ini dibawahnya langsung dibagi atas dusun dan kampung. Pada tanah depati ini terdapat lebih kurang 6 dusun.



54



Selain ke 3 tanah depati di atas, dalam wilayah Kerinci Rendah masih terdapat 2 daerah khusus yaitu : 1. Tanah Pemuncak Merangin atau disebut juga dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat di Pulau Rengas. Penduduk yang mendiami daerah ini berasal dari Pemuncak Tuo Pulau Sangkar. Daerah ini tediri atas 6 buah dusun. 2. Tanah Pemerab Merangin atau disebut juga dengan Tanah Pemerab Pemenang berpusat di dusun Pemenang. Penduduk daerah ini berasal dari daerah Sungai Tenang. Daerah ini terdiri atas 10 buah dusun. Wilayah ke dua daerah khusus di atas berada pada sepanjang aliran sungai Batang Merangin hingga sampai kemuara yang masuk ke sungai Batang Tembesi. Tanah Pemuncak Merangin atau Tanah Pemuncak Pulau Rengas dan Tanah Pemerab Merangin atau Tanah Pemerab Pemenang dalam perkembangannya terjadi perubahan dimana masingmasing terdiri atas 9 buah dusun. Oleh Onderafdeeling Bangko lalu disebut dengan daerah Batin Sembilan di Hulu, dan daerah Batin Sembilan di Hilir.



55



Kesatuan wilayah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah tetap terjaga sampai kedatangan Belanda pada tahun 1903. Setelah itu, Belanda lalu memisahkan kembali daerah Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi. Daerah Kerinci Rendah dijadikan Onderafdeeling Bangko tergabung dalam Resedentie Palembang, sedangkan daerah Kerinci Tinggi dijadikan Landschap Korintji yang tergabung dalam Gouverment Sumatra’s Westkust (Sumatera Barat). Sejak kedatangan Belanda maka daerah Kerinci mengalami beberapa kali perubahan penempatan wilayah dan pemerintahan sesuai dengan keinginan pemerintahan Belanda. Sungguhpun demikian kesatuan wilayah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah masih tetap dapat dilihat sampai sekarang bila dilihat dari sudut pandang kesamaan dialek bahasa dan kesamaan adat istiadat masyarakatnya.



3.3. Penduduk



W



IILAYAH Alam Kerinci sudah dihuni sejak abad pertama masehi oleh komunitas induk suku Kerinci. Anak keturunan dari komunitas inilah yang mendiami wilayah Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi. Mereka merupakan warga negara dan penduduk asli dari Negara Depati Empat. Mereka tersebar pada



56



ratusan dusun yang telah mereka buat dan mereka kembangkan sejak zaman nenek moyang dulu. Di sana mereka hidup dan beranak keturunan sebagai warga negara yang terikat dengan ketentuanketentuan hukum adat dan hukum syarak. Selain penduduk asli warga negara juga bisa berasal dari orang luar yang kawin dengan penduduk asli dan orang luar yang menetap di wilayah negara kemudian mengajukan keinginan untuk bergabung menjadi warga negara. Setiap warga negara mendapat perlindungan dari negara, mempunyai hak politis, dapat diangkat sebagai pemangku adat, dan mempunyai kewajiban untuk membela dan mempertahankan kedaulatan negara. Bagi yang bukan berstatus warga negara dan tinggal di wilayah Alam Kerinci, mereka harus tunduk pada hukum adat Kerinci. Tradisi dan hukum adat negeri asal tidak boleh dibawa. Seluko adat menyatakan : •



Di mana batang terguling, di situ cendawan tumbuh







Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung







Di mano tembilang dicacak, di situ tanaman tumbuh







Di mano periuk pecah, di situ tembikar tinggal







Di mano ranting dipatah, di situ air disauk







Di mano negeri ditunggu, di situ adat dipakai



57



Dalam Negara Depati Empat, status sebagai warga negara langsung atau otomatis diperoleh bilamana yang bersangkutan adalah penduduk asli (khalifah dijunjung, waris dijawat). Orang luar baik laki-laki maupun perempuan kawin dengan orang Kerinci atau disebut dengan istilah “menumbuk bandul” maka yang bersangkutan lebur menjadi orang Kerinci. Seorang laki-laki dari luar kawin dengan perempuan Kerinci, maka yang bersangkutan akan menjadi “anak betino” dari komunitas “perut, kelebu, lurah” keluarga si perempuan, demikian pula sebaliknya. Jadi se- seorang yang telah kawin dengan orang Kerinci, dia tidak dipandang lagi sebagai orang luar, tapi sudah dianggap merupakan bagian dari kumunitas dimana yang bersangkutan kawin dan kedudukannya menurut hukum adat sama dengan kerabat lainnya. Pada sebagian besar daerah di Kerinci “anak betino” yang datang dari luar dapat diangkat menjadi pemangku adat. Hal ini telah berlangsung sejak zaman dulu sampai sekarang. Kasus-kasus ini banyak ditemukan pada dusundusun di Kerinci. Di sini pengertian “anak betino” tidak sama dengan pengertian orang “sumando” yang terdapat di Minangkabau, di mana orang “sumando” tetap di anggap komunitas pihak istri sebagai orang luar.



58



Orang luar dari daerah lain yang sudah lama menetap di daerah Kerinci, telah berbaur dengan penduduk asli, menjunjung tinggi tradisi dan hukum adat mereka dapat dinyatakan sebagai warga negara yang tentunya harus dikukuhkan menurut sepanjang adat. Contohnya orang Penghulu yang datang dari Minangkabau yang telah menetap puluhan tahun lamanya di daerah Pangkalan Jambu (Perentak), Seringek Hulu Tabir, dan lainnya. Daerah seperti Pangkalan Jambu, Luhak Nan XVI (Serampas), Sungai Tenang, Siau dan Jangkat penduduk aslinya berasal dari Tamiai. Sedangkan Seringek Hulu Tabir di daerah Air Liki penduduk aslinya berasal dari Pulau Sangkar, Pengasih, Terutung, dan Pulau Pandan. Sekarang dalam perkembangannya, penduduk pada daerah yang disebutkan di atas telah bercampur dan melebur satu dengan lainnya. Aturan adat yang mengatur warga negara di buat akomodatif dan menguntungkan semua pihak, sehingga masyarakat dapat hidup secara harmonis. Solidaritas sosial diantara mereka sangat tinggi dan mereka hidup saling tolong menolong dalam berbagai hal, sebagaimana terkias dalam pepatah adat berikut ini :



59















Tudung menudung bak daun sirih, jahit menjahit bak daun petai Hati gajah samo dilapah, hati tungao samo di cecah Ado samo dimakan, idak samo di cari



Mata pencaharian pokok dari penduduk adalah bertani, terutama mengerjakan sawah dan ladang. Keberhasilan dalam menanam padi baik di sawah maupun di ladang telah membuat Negara Depati Empat dikenal sebagai salah satu daerah lumbung padi di pulau Sumatera. Hasil padi yang berlimpah disimpan dalam lumbung padi (bilik padi) supaya tahan lama. Setiap “tumbi” (keluarga) disamping memiliki rumah juga memiliki bilik padi yang dibuat di depan atau di belakang halaman rumah. Besar atau banyaknya bilik padi yang dimiliki menjadi simbul kemakmuran. Orang Kerinci dikenal sebagai pekerja keras di bidang pertanian. Disamping menanam padi di sawah dan di ladang, mereka juga menanam tanaman seperti pinang, lada, buah-buahan dan aneka macam sayuran. Usaha mengerjakan lahan perladangan dan usaha bercocok tanam pada lahan persawahan dilakukan secara bergantian. Jika perkerjaan di swah telah rampung, maka mereka mengerjakan ladangnya. Selain bertani mereka



60



mengerjakan pekerjaan tambahan untuk mendukung kebutuhan hidup, seperti membuat aneka kerajinan, beternak, mencari ikan dan berburu, mencari hasil hutan dan tambang, serta berdagang. Aneka produk kerajinan biasanya dikerjakan kaum wanita seperti bertenun kain, membuat tikar, jangki, bakul, niru, dll. Kain dibuat dari bahan kapas, dan bahan kulit kayu bercampur bunga ilalang. Ayaman tikar dibuat dari bahan pandan, bigau dan sangkil, sedangkan jangki bakul, niru dibuat dari bahan bambu dan rotan. Kerajinan tembikar dari tanah liat seperti : periuk, belanga, kendi, selabu, tempayan, cerek, dll berkembang pula dengan baik. Selain itu, alat-alat keperluan sehari-hari yang terbuat dari besi juga telah diproduksi sendiri seperti : cangkul, tajak, parang, pisau, garpu, mata waluku, rimbas, keris, dll. Apar (bengkel) atau dapur tempat pandai besi sudah banyak ditemukan pada beberapa dusun. Kaum laki-laki juga mempergunakan waktunya untuk mencari hasil hutan berupa damar, getah perca, ambalau, sarang burung layang-layang, manisan lebah (madu), kemeyan, kapur barus, rotan dan manau. Hasil hutan itu mereka kumpulkan untuk dijual. Pada beberapa daerah mereka menambang dan mendulang emas, seperti di daerah Pangkalan



61



Jambu (Perentak), Tamiai, Batang Asai, Tanah Renah, Sungai Manau, Saringek, Ulu Tabir, dll. Rakyat menambang emas pada kaki-kaki bukit dan mendulang di sungai-sungai. Alam Kerinci yang potensial dan penduduknya yang rajin pada masa itu, telah membuat mereka hidup makmur dan sejahtera. Rakyat dengan kemampuan sendiri dapat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan dengan baik. Mereka melakukan interaksi perdagangan dengan negeri-negeri luar disekitarnya untuk saling melengkapi kebutuhan hidup sehari-hari. Penduduk negeri Alam Kerinci menganut agama Islam, dimana tatanan agama ini telah memberikan kehidupan baru yang lebih baik dan rasional dalam bermasyarakat. Kepercayaan dinamisme dan animisme walaupun masih terdapat pada segelintir masyarakat namun secara pelahanlahan mulai ditinggalkan. Adat yang mereka warisi dari nenek moyang yang selama ini menjadi satusatunya pegangan dalam kehidupan, sekarang telah mendapat pengaruh dan pembaharuan dari berbagai aspek ajaran Islam. Walaupun tidak dapat dimungkiri penguruh adat sangat kental dalam kehidupan masyarakat, sebagaimana dinyatakan : •



62



Orang hidup dikandung adat, orang mati dikandung tanah,











Matri anak gempar serumah, mati adat gempar sebangsa, Biar mati anak daripada mati adat.



Seluko adat di atas menyatakan bahwa pengaruh adat dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat masih amat kental. Kalau adat “mati” atau tidak berfungsi, maka negara dan masyarakat akan kacau. Roda pemerintah tidak bisa dijalankan, hukum tidak bisa ditegakkan, tentunya malapetaka dan kehancuran yang akan terjadi. Peran adat selama ini telah membawa negara dan warganya pada ketentraman, kedamaian, keselamatan dan kebahagiaan. Oleh karenanya, masyarakat memegang teguh adat, yaitu : “Adat yang sebenar adat, Adat yang diadatkan, Adat yang teradat , dan Adat Istiadat”. Adat yang sebenar adat bersumber dari Sunatullah dan Al Qur’an (tanggo batu) dilengkapi dengan Sunnah Rasul (titian teras). Adat yang diadatkan merupakan peraturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan (sekato). Adat yang teradat merupakan kebiasaan yang diangkat menjadi adat. Adat istiadat merupakan peraturan yang lazim ditaati masyarakat dijadikan adat. Tegasnya Negara Depati Empat menjadikan adat sebagai sumber hukum positif yang berlaku dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mengatur hubungan warga dengan negara, mengatur hubungan warga



63



dengan sesama warga, mengatur hubungan warga dengan warga negara lainnya dan mengatur hubungan warga dengan lingkungannya. Semua yang bersifat privat maupun publik tunduk pada ketentuan hukum adat.



BAB IV Pusat Pemerintahan



S



EBAGAI sebuah negara sudah pasti memiliki ibukota pusat pemerintahan. Ibukota negara dalam bahasa Kerinci disebut tanah “kadipan”, tempat di mana kepala negara dan aparatnya menjalankan roda pemerintahan atau tanah sebagai tempat menerima kehadiran petinggi negara baik dari dalam negeri maupun negeri luar. Pada masa Negara Segindo Alam Kerinci pusat pemerintahan (tanah kadipan) terletak disebelah Selatan danau Kerinci yaitu Jerangkan Tinggi di



64



dekat dusun Muak sekarang. Sesudah negara ini berubah menjadi Negara Depati Empat Alam Kerinci (1296), maka ibu kota negara dialihkan kira-kira 5 km kesebelah Timur Jerangkang Tinggi ditepi danau Kerinci dan diberi nama Sanggar Agung. Pemindahan ibukota negara dari Jerangkang Tinggi ke Sanggar Agung dimaksudkan guna mendukung kelancaran kerja pemerintahan pusat, mengingat tempat tersebut letaknya cukup strategis berada di tengah-tengah negara Depati Empat Alam Kerinci. Lokasi ini pada posisi di mana jarak dengan daerahdaerah dalam wilayah negara baik ke sebelah Timur, Barat, Utara dan Selatan berada dalam radius yang hampir sama. Selain itu, daerah ini merupakan tempat yang paling mudah dicapai melalui 2 cara yaitu menggunakan jalan setapak (fotpath) dan berlayar memakai biduk (perahu) di aliran sungai dan danau. Sungai yang dapat dilayari diantaranya sungai Batang Siulak di Utara dan Batang Merangin di sebelah Tenggara. Sedangkan orang-orang pada dusun-dusun disekitar danau Kerinci dapat pula dengan mudah berlayar dengan perahu menuju Sanggar Agung. Pada waktu pemindahan ibu kota negara, tempat ini masih merupakan sebuah pemukiman kecil atau "koto". Sebelumnya hanya merupakan sebuah "talang" yang dibuat oleh orang Pengasih untuk



65



tempat tinggal sewaktu mereka membuka ladang dan sawah. Migrasi yang dilakukan orang Pengasih di sekitar daerah ini, dan ke daerah Pendung Talang Genting, Seleman dan Tebing Tinggi sudah berjalan lama. Perpindahan mereka tidak lain bertujuan untuk mencari tanah guna dijadikan lahan sawah dan ladang, mengingat daerah Pengasih yang terjepit perbukitan tidak memungkinkan lagi untuk perluasan areal persawahan dan perladangan. Pada lokasi baru ini, usaha bersawah dan berladang yang mereka rintis berhasil baik sehingga daerah ini berkembang cepat dan makmur. Setelah Sanggar Agung menjadi ibukota negara, maka banyak penduduk negeri disekitarnya bermukim ke sini terutama dari Jerangkan Tinggi. Perkembangan yang pesat, membuat Sanggar Agung dalam waktu singkat berubah menjadi sebuah dusun besar dan makmur. Dusun Sanggar Agung ditata secara apik dengan larik yang teratur, sekaligus dijadikan sebagai prototif pengembangan dusun-dusun di Kerinci. Sebagai sebuah ibukota negara dusun Sanggar Agung dipimpin seorang Depati dengan gelar Depati Sanggar Agung. Sanggar Agung dalam bahasa keseharian sering diucapkan dengan kata Sangga Agung. Sangga berarti penahan atau penopang agar kuat



66



dan jangan roboh, sedangkan yang ditopang adalah sebuah negara besar atau “agung”. Jadi Sanggar Agung bermakna sebagai tempat menopang atau menyangga sebuah negara, atau dengan kata lain merupakan sebuah ibukota negara yang disebut sebagai Tanah Kadipan. Kata ini berasal dari kausa kata bahasa Kerinci yang merupakan salah satu cabang dari bahasa Melayu. Selama ini banyak terjadi kesalahan dalam menafsirkan kata tersebut, karena tidak tahu persis akan asal usulnya. Mengenai penamaan tempat ini, telah terjadi beberapa kali perobahan dan kesalahan. Pada masa penjajahan Belanda, pemerintahan Belanda mengeluarkan peraturan (G.B van Juli 1907 No. 39 St. No 295) tentang ibu kota Afdeeling Korintji dengan nama Sanggar Agung atau masih seperti aslinya. Peraturan yang menyebutkan penamaan di atas dapat dibaca pada Nota bereffende de afdeeling Korintji, Aflevering VIII dari Mededeelingen van het Bureau voor de Bestuurzaken der Buitenbesittingen bewerk door het Encyclopaedeich Bureau, karangan A. PH Van Aken tahun 1915 halaman 39. Kemudian pada waktu Belanda menetapkan ibu kota dari district Tiga Helai Kain, nama Sanggar Agung dirobah menjadi Sanggaran Agung, dan selanjutnya waktu menetapkan ibu kota inderdistrict Kerinci Hilir nama itu dirobah lagi menjadi Sandaran Agung. Perubahan



67



dari Sanggar Agung menjadi Sanggaran Agung dan berubahan lagi menjadi Sandaran Agung telah menimbulkan kerancuan dalam mengartikan nama tersebut. Kerancuan terjadi disebabkan kesalahan informasi yang diberikan para pemangku adat dusun tersebut pada masa lalu. Kesalahan mencolok terjadi ketika tampat ini disebut orang dengan Sandaran Agung. Menurut mereka kata tersebut berasal dari “sandar dan gung”, yang berarti tempat “sandaran gong”, tafsiran ini jelas mengada-ngada. Setelah itu, pada waktu menetapkan ibu kota Kecamatan Kerinci Hilir nama Sanggaran Agung dipakai kembali sampai sekarang. Kekeliruan sebagaimana disebutkan di atas sebaiknya dibetulkan kembali dan dikembalikan sesuai dengan nama aslinya yaitu Sanggar Agung. Pembetulan diperlukan agar nilai historisnya tetap terjaga, pada sisi lain nama asli tersebut sudah dikenal orang di negeri luar seperti oleh Kerajaan Melayu, Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan di belahan nusantara lainnya. Setelah Kerajaan Majapahit (1377) mengalahkan Kerajaan Sriwijaya, Sanggar Agung menjadi perbincangan banyak kalangan sebagai sebuah ibukota negara pedalaman yang kaya akan hasil buminya. Pada masa itu terdapat tiga buah ibu kota



68



negara pedalaman pulau Sumatera yang sering dibicarakan, pertama Sekala Berak ibukota kerajaan Sekala Berak pada dataran tinggi di Bukit Mesagi dekat danau Ranau, kedua Sanggar Agung ibukota Negara Depati Empat Alam Kerinci di tepi danau Kerinci, dan ketiga Pagaruyung ibukota dari kerajaan Minangkabau pada dataran tinggi sekitar Gunung Merapi. Sebagai ibukota negara, maka tempat ini selalu menjadi ajang pertemuan para petinggi negara, baik para petinggi Negara Depati Empat Alam Kerinci, maupun petinggi kerajaan luar. Para depati dan petinggi pemerintahan dari tanah depati Empat Alam Kerinci datang kesini tentu saja dalam melaksanakan tugas rutin urusan pemerintahan. Para Depati Empat tidak berdiam menetap di ibu kota negara Sanggar Agung, mereka berdomisili di pusat negeri tanah depatinya masing-masing. Depati Atur Bumi menetap di negeri Hiang, Depati Biang Sari di negeri Pengasih, Depati Rencong Telang di negeri Pulau Sangkar dan Depati Muara Lankap Tanjung Sekian di negeri Tamiai. Mereka datang ke Sanggar Agung bila ada urusan kenegaraan yang harus diselesaikan, atau bila ada sidang Depati Empat yang sudah dijadwalkan. Bila pekerjaan dapat dikerjakan dalam waktu singkat, biasanya mereka tidak bermalam di Sanggar Agung. Namun bilamana



69



banyak pekerjaan, baru mereka bermalam di Sanggar Agung, seperti menerima tamu negara, dan menghadiri rapat-rapat penting kenegaraan. Biasanya Depati Atur Bumi dan Depati Biang Sari datang ke Sanggar Agung mempergunakan perahu (biduk). Dari dusun Hiang dan dusun Pengasih ke Sanggar Agung dihubungkan oleh sungai yang cukup tenang. Menggunakan perahu merupakan pilihan yang tepat karena jaraknya cukup dekat. Dari Hiang ke Sanggar Agung dapat mengikuti aliran sungai tanpa mendayung. Sebaliknya dari Pengasih ke Sanggar Agung terpaksa dilakukan dengan mendayung perahu melawan arus di atas sungai Batang Merangin. Selain melalui sungai dapat pula digunakan jalan setapak yang menghubungkan kedua daerah di atas. Sedangkan Depati Muara Langkap Tanjung Sekian dari Tamiai dan Depati Rencong Telang dari Pulau Sangkar selalu berjalan kaki ke Sanggar Agung. Sungai Batang Merangin yang melintasi daerah mereka sulit dilayari karena beriam-riam dengan airnya yang deras dan banyak gelombang. Antara Tamiai dengan Sanggar Agung jaraknnya 19 km dan antara Pulau Sangkar dengan Sanggar Agung berjarak 12 km. Walaupun sedikit jauh, namun jalan setapak ke Sanggar Agung cukup baik dan mudah dilalui. Biasanya rombongan kedua depati selalu bersama-sama ke Sanggar Agung



70



apabila ada tugas kenegaraan karena Depati Rencong Telang akan menunggu di Pulau Sangkar. Petinggi dari negara luar datang ke Alam Kerinci dalam rangka mempererat tali persahabatan, membuat perjanjian antar negara dan berlibur. Raja dan petinggi pemerintahan dari luar yang pernah ke sini diantaranya dari Kerajaan Kakubang Sungai Pagu, Kesultanan Indrapura dan Kesultanan Jambi dll. Para petinggi kerajaan yang berlibur tidak lain untuk beristirahat sekaligus ingin menikmati keindahan pemandangan alam dan seni budaya masyarakat. Dalam posisi Sanggar Agung yang terletak pada sebuah dataran tanah tinggi menjorok ke danau menjadikannya sangat strategis untuk memandang keindahan danau Kerinci yang berada dibawahnya. Memandang bukit barisan melingkari dataran tinggi dan dataran rendah Kerinci disekitarnya. Selain itu, suguhan atraksi kesenian berupa tale atau nyanyian, serta bermacam tari-tarian anak negeri menjadi daya tarik yang memikat pula. Hal itu telah menyebabkan daerah Kerinci tidak hanya dikunjungi para petinggi kerajaan tetangga saja, tepi juga penduduk negeri-negeri yang berada disekitarnya. Sejak dulu dari daerah Muaro Bungo telah ada jalan setapak dari Tanah Tumbuh ke Pungut



71



terus ke Sanggar Agung. Dari daerah Kerinci Rendah terdapat pula dua lintasan dari Ujung Tanjung Muaro Mesumai (Bangko) melalui Sungai Manau, Perentak dan Tamiai; dan lintasan jalan setapak dari Rantau Panjang melalui Air Liki dan Terutung terus ke Sanggar Agung. Dari daerah Sungai Tenang dan Serampas orang dapat pergi melalui Lempur, Lolo dan Jujun terus ke Sanggar Agung. Dari daerah Moko-Moko orang dapat ke Sanggar Agung melalui Sungai Ipuh dan Lempur; dari daerah Indrapura, Tapan dan Lunang dapat melalui Tapan, Muaro Sako, Koto Limau Sering, Sekukung terus ke Rawang dan akhirnya ke Sanggar Agung. Demikian pula dari Muara Labuh, Simpang Koto Baru, Sepanjang Batang Sangir ke Kayu Aro dan kemudian meneruskan perjalanan ke Sanggar Agung. Jalan-jalan penghubung di atas telah memudahkan orang-orang untuk berkunjung ke Sanggar Agung. Disamping rumah rakyat yang ditata secara apik, di Sanggar Agung dibangun pula sebuah Balairung Sari tempat Depati Empat Alam Kerinci bermusyawarah. Disebelahnya terdapat sebuah rumah besar, semacam istana tempat Depati Empat Alam Kerinci bermalam, sekaligus sebagai tempat penginapan tamu negara. Berdekatan dengan kedua bangunan tersebut berdiri sebuah mesjid besar



72



sebagai sarana tempat beribadah dan mengumandakan siar agama Islam. Tiga bangunan utama diatas merupakan sebuah komplek berpekarangan luas. Pelataran pekarangan dimanfaatkan untuk kegiatan upacara keramaian adat dan agama. Di pinggir dusun terdapat sebuah lapangan untuk tempat orang belajar silat, berolahraga seperti bermain sepak raga dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya. Sanggar Agung bisa dikatakan merupakan sebuah dusun yang komplit sebagaimana tergambar dalam pepatah adat: "dusun nan berparit empat, berlawang nan berkatub duo, bermasjid nan berbalai adat, berlarik nan bajajo, berpekarangan nan bertepian dan berlabuh". Sanggar Agung juga disebut sebagai Hamparan Agung, tempat berkumpul pemangku adat seluruh Alam Kerinci. Di sini dibicarakan masalah negeri baik urusan ketatanegaraan maupun pembangunan negara, seperti penetapan uang perkara (uang serah) pada berbagai tingkatan peradilan, sehingga sama diseluruh negeri; penentuan batas tanah depati dan batas dengan negara lain; penentuan keadaan darurat dan perang, seperti pernah dilakukan pada tahun 1901 dalam perang melawan Belanda; hal-hal terkait dengan kepentingan beberapa tanah depati seperti gotong royong (gerbuh) serentak untuk membersihkan, menggali dan memperdalam hulu sungai dan muara danau dengan tujuan agar permukaan air danau cepat turun, dan mengurangi



73



rawa-rawa agar dapat memperluas daerah lahan persawahan dll. Dari beberapa hal yang disebutkan di atas, tampak betapa penting peranan Sanggar Agung sebagai ibukota negara. Peran ini telah berlangsung semenjak tahun 1296 sampai tahun 1910. Setelah itu, kota Sanggar Agung lalu ditinggalkan karena Belanda memindahkan pusat pemerintahan ke Sungai Penuh. Pemindahan ibukota ke Sungai Penuh berdasarkan ketetapan pemerintah Gouvernements Besluit tanggal 3 Nopember 1909 No. 13 (St. No, 523) dengan menyatakan Sungai Penuh sebagai Ibukota. Salah satu bunyi dari amar ketetapan adalah : Voor den bestuurder van Koerintji was reeds bij Goubernements Besluit van 3 November 1909 No. 13 (St. No. 523) Soengai Penoeh als standplaats aan gewezen.



74



BAB V Pemerintahan 5.1. Gambaran Umum



N



EGARA Depati Empat Alam Kerinci (1296) merupakan sebuah negara berdaulat dan merdeka. Pada waktu negara ini terbentuk penduduk negeri Alam Kerinci telah memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, hukum adat dan ajaran Islam menjadi pegangan dalam mengatur negara dan penduduknya. Pengaruh Islam dinyatakan secara jelas dan tegas dalam seluko adat yang berbunyi : “Adat bersendi syarak, Syarak bersendi kitabullah (Al-Qur’an), Syarak mengato, Adat memakai”. Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa Negara Depati Empat Alam Kerinci terbentuk setelah terjadinya pembaharuan dan restrukturisasi dalam organisasi atau institusi masyarakat dari



75



pemerintahan sebelumnya yaitu pemerintahan Segindo. Baik pemerintahan Segindo maupun pemerintahan Depati Empat sebenarnya mempunyai beberapa kesamaan. Negara Segindo dibentuk atas dasar penggabungan dari seluruh negeri-negeri Segindo yang terdapat di Alam Kerinci, sedangkan Negara Depati Empat terbentuk atas dasar penyatuan negeri-negeri hasil restrukturisasi dari negeri-negeri Segindo yang dikelompokkan atas tanah depati. Oleh sebab itu, negeri-negeri yang tergabung dalam tanah depati merupakan struktur kelembagaan pemerintahan rakyat yang baru hasil penyempurnaan dari pemerintahan sebelumnya. Proses penyatuan negeri-negeri khususnya di Kerinci Tinggi menjadi tanah depati dilakukan atas dasar geografis dusun dan geneologis komunitas seketurunan darah. Penataan ini telah menjadikan dalam satu tanah depati terdapat beberapa tanah Segindo beserta komunitas masyarakatnya. Berdasarkan kenyataan di atas dapat dilihat baik Negara Segindo maupun Negara Depati Empat pada prinsipnya merupakan negara kesatuan (unitaris). Awalnya Negara Depati Empat Alam Kerinci terbentuk atas kesepakatan dan penyatuan pemerintah tanah depati di Kerinci Tinggi. Restrukturisasi kelembagaan masyarakat di Kerinci Tinggi telah berhasil membentuk 4 pemerintahan



76



tanah depati. Ke empat tanah depati ini kemudian sepakat untuk bersatu membuat satu pemerintah induk (negara) yang diberi nama Negara Depati Empat Alam Kerinci atau negara yang mempunyai empat tanah depati. Adapun ke empat tanah depati yang dimaksud, adalah : (1) Tanah Depati Atur Bumi, (2) Tanah Depati Biang Sari, (3) Tanah Depati Rencong Telang dan (4) Tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekian. Penyatuan empat pemerintahan tanah depati secara politis dimaksudkan agar daerah Kerinci Tinggi tetap berada dalam satu payung pemerintahan. Hal ini untuk menghindari supaya tidak terjadi perselisihan diantara tanah depati yang akhirnya biasa menyebabkan terjadinya perang dalam merebut pengaruh. Potensi kearah itu cukup tinggi mengingat konstilasi politik nusantara yang tidak kondusif, karena beberapa kerajaan besar sedang memperebutkan posisi dalam menguasai perairan Selat Malaka. Perebutan pengaruh dari kerajaan besar di Selat Malaka cukup berdampak pada kerajaan-kerajaan yang berada di sepanjang pantai Timur dan kerajaan lainnya di pedalaman Pulau Sumatera terutama untuk maksud menguasai sumber-sumber komoditi dagang. Oleh sebab itu, tidak tertutup kemungkinann ketegangan yang sedang terjadi biasa dimanfaatkan pihak-pihak yang



77



ingin mengambil keuntungan memecahkan belah rakyat Kerinci, seperti pernah terjadi sebelumnya pada daerah Kerinci Rendah. Penyatuan pemerintahan tanah depati dalam satu payung pemerintahan merupakan langkah stratiegis guna menghindari politik adu domba dari pihak lain. Negara Depati Empat yang dibentuk merupakan sebuah negara yang telah menerapkan system pemerintahan yang lebih demokratis dan modern dari pemerintahan sebelumnya. Kekuasaan pemerintahan tidak bersifat terpusat atau absulut, akan tetapi dikendalikan secara bersama-sama melalui sebuah dewan. Keputusan dewan menjadi acuan bagi pejabat negara dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, anggota dewan sekaligus bertindak sebagai penyelenggara pemerintahan negara dalam merealisasikan keputusan dewan. Walaupun kelihatan sepertinya tugas eksekutif dan legeslatif saling melekat, namun dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan setiap penjabat yang memegang amanat rakyat dapat membedakan fungsi tersebut dengan baik. Tidak mudah bagi seorang pejabat pemerintahan melakukan tidakan semenamena karena mereka selalu saling mengawasi berdasarkan ketentuan menurut hukum adat yang berlaku.



78



Para penjabat adat yang mengemban tugas negara dipilih dan diangkat dari bawah melalui seleksi yang ketat. Mereka merupakan orang pilihan yaitu dari orang yang utama dari rakyat yang sama (primus inter parest). Keutamaan seseorang diperoleh atas dasar perjuangan hidupnya yang dinilai baik dan diketahui masyarakat secara luas. Figur atau tokoh itulah yang dipromosikan untuk menjadi pemangku adat dan pegawai syarak guna mengurus kepentingan negara dan warga masyarakat. Semua aparat atau pejabat mulai dari strata pemerintahan terendah sampai ke pejabat negara tertinggi diangkat dan dipilih oleh komunitas masyarakat secara bottom up melalui suatu kerapatan adat. Kedudukan mereka tidak ditentukan atau ditunjuk oleh pejabat yang berada diatasnya melainkan atas dasar pilihan rakyat. Cara yang demikian telah diadatkan semenjak orang Kerinci mulai membentuk negara dan telah dijadikan sebagai "sko purbakala", atau warisan nenek moyang yang selalu ditaati. Berdasarkan lapisan tingkatan pemerintahan yang ada, maka dalam negara Depati Empat terdapat pejabat sebagai pemangku adat dan pegawai syarak dalam kampung dan dusun, pejabat sebagai pemangku adat dan pegawai syarak pada tingkat tanah mendapo, pejabat sebagai pemangku adat dan pegawai syarak pada tingkat tanah depati, dan terakhir pejabat sebagai pemangku adat dan



79



pegawai syarak pada tingkat pemerintahan negara atau pemerintahan pusat. Sejak masa silam mulai dari keberadaan pemerintahan Koying (abad ke II SM a.d abad ke VI M), negara Segindo Alam Kerinci (Abad ke VI M s.d 1296) dan negara Depati Empat Alam Kerinci (1296 s.d 1903), bentuk pemerintahan selalu disusun dari bawah ke atas. Penuyusunan dilakukan bertingkat dan berlapis mulai dari kelompok masyarakat terkecil : talang, koto, kampung dan dusun. Pada setiap kelompok mengangkat pimpinan masing-masing atas dasar orang yang sama diantara mereka dengan memilih yang utama sebagai pimpinan, yang dilukiskan dalam pepatah adat sebagai : “gepuk badannya, simbai ekornya dan langsing kokoknya”. Gepuk badannya dimaksudkan : kuat, sehat fisik dan baik keadaan ekonominya. Simbai ekornya adalah orang yang bersih hatinya, jujur, berpengetahuan, berwibawa dan berkemauan untuk mengurus “anak jantan dan anak batino” atau komunitas masyarakat dilingkungannya. Langsing kokoknya adalah seseorang yang pandai mengemukakan pendapat (berbicara), tahu pada ketentuan hukum dan berani mengungkapkan di muka kerapatan dan pengadilan. Pemilihan dan pengangkatan dengan sistem “seko nan bagilir, sandang nan baganti” oleh “anak



80



jantan dan anak betino”, menyebabkan tidak ada pewarisan gelar adat kepada keturunan atau anak sendiri, seperti seorang raja mewariskan tahta kepada putera mahkota. Jadi sistem pemerintahan dalam masyarakat Kerinci bukanlah merupakan sebuah pemerintahan kerajaan, tetapi sebuah bentuk negara kerakyatan dengan memiliki ciri ketatanegaraan sendiri yang khas. Sistem ini mereka terima sebagai warisan “sko purbakala” dari nenek moyang dan bukan berasal dari negeri luar. Lain halnya dengan sistem kerajaan dan kesultanan yang dipakai negeri tetangga, seperti Kerajaan Minangkabau, Kerajaan Kakubang Sungai Pagu, Kesultanan Indrapura dan Kesultanan Jambi semua berasal dari negeri luar. Sistem kerajaan berasal dari India yang dibawa oleh orang Hindu sekitar abad ke 1 masehi. Sistem kesultanan berasal dari Arab dibawa oleh orang Arab Islam pada sekitar abad ke 8 masehi. Jadi sistem ketatanegaraan Negara Depati Empat Alam Kerinci adalah sistem ketatanegaraan yang spesifik, asli dan berkepribadian Indonesia. Memilih orang yang utama sebagai pimpinan dilakukan melalui sistem pemilihan “sko bagilir sandang nan beganti” pada setiap lapisan atau tingkatan. Pemimpin yang dipilih diantaranya bergelar depati, ninik mamak (permenti), pemangku, rio, ngabi, temenggung (menggung), sutan, rajo,



81



hulubalang, dll. Orang-orang yang terpilih akan memimpin komunitasnya yang berada dalam dusun atau tersebar pada beberapa dusun yang berdekatan secara bersama. Cermin pemerintahan dusun secara bersama (collogial) dalam satu dewan (college) diperlakukan pula pada tingkat pemerintah lebih tinggi, seperti pada pemerintahan tingkat tanah mendapo tanah pemuncak, tanah muaro, tanah biang, dan tingkat tanah depati, serta pada pemerintahan negara. Untuk mendapatkan gambaran atas sistem pemerintahan yang telah disinggung di atas, dapat diambil contoh pemerintah dusun-dusun di Sungai Penuh, dimana terdiri atas 4 buah dusun, yaitu : dusun Pondok Tinggi, dusun Gedang (Sungai Penuh), dusun Baru dan dusun Empeh. Ke empat dusun ini diperintah oleh dewan pemangku adat : Depati nan Bertujuh, Permenti nan Sepuluh, Pemangku nan Duo, Serto Ngabi Teh Sentio Bawo Suluh Bindang dalam negeri. Contoh lain: negeri Semerap diperintah oleh Dewan Pemangku Adat : Depati nan Delapan, Ninik Mamak nan Sepuluh.; dusun Tamiai diperintah oleh Dewan Pemangku adat : Depati nan Empat Belas, Ninik Mamak nan sembilan, Hulubalang Uleh Jari Sambung Tangan nan Berempat; negeri Lempur atau Lekuk 50 Tumbi diperintah oleh Dewan Pemangku adat : Depati nan



82



Sepuluh, Ninik Mamak nan Berenam, Lantak Depati Agung, Cermin Depati Sukobarajo dan Karang Setio Depati Anum. Untuk negeri Siulak oleh Dewan Pemangku Adat : Depati Tigo Siulak Tanah Sekudung, Pemangku nan Berenam dan Permenti nan Delapan. Negeri Lolo diperintah oleh Dewan Pemangku Adat : Depati nan Berenam, Ninik Mamak nan Batigo. Negeri Terutung (lekuk 33 tumbi) diperintah oleh dewan pemangku adat : Depati nan Bertujuh, Ninik Mamak nan Bertujuh. Itulah bentuk system pemerintahan pada tiap-tiap negeri dan dusun pada masa Negara Depati Empat Alam Kerinci, dimana sebuah negeri yang terdiri atas beberapa dusun diperintah secara bersama (collogial) oleh pemangku adat dalam suatu dewan sebagaimana telah digambarkan di atas. Setelah Belanda masuk ke Kerinci, system pemerintahan adat yang demikian dianggap pemerintah Belanda tidak efektif. Sungguhpun demikian pemerintah Belanda pada mulanya membiarkan tanah mendapo, tanah pemuncak, tanah muaro dan tanah biang dalam pemerintah bersama (meerhoofdig bestuur). Kemudian setelah itu, Belanda lalu merubah dengan memakai satu kepala pemerintahan (eenhoofdig berstuur), dengan menunjuk dan mengangkat seorang kepala dusun atau seorang kepala tanah mendapo, tanah



83



pemuncak, tanah muaro, dan tanah biang. Sebagai contoh dewan mendapo (mendaporaad), kemudian dirobah dengan menunjuk seseorang untuk menjadi kepala pemerintahan tanah mendapo, yang disebut dengan kepala mendapo (mendapo hoofd).



5.2. Struktur Pemerintahan



W



ALAUPUN Negara Depati Empat Alam Kerinci merupakan sebuah negara yang dibentuk menurut ketatanegaraan “adat sko purbakala”, namun telah memiliki perangkat organisasi yang memadai untuk penyelenggaraan sebuah pemerintahan yang efektif pada saat itu. Fungsi kekuasaan negara, yaitu : fungsi mengatur (legeslatif), fungsi bertindak (executif) dan fungsi mengadili (yuridis atau yudikatif) telah ada. Perangkat pemerintahan telah terstruktur mulai dari pemerintah pusat sampai ke pemerintahan desa. Sungguhpun pada sisi lain tidak dilakukan pemisahan secara tegas antara fungsi aparat pelaksana pemerintahan satu dengan yang lainnya. Dewan Negara disamping mengerjakan pekerjaan mengatur (legislatif), mengadili pada tingkat tertinggi (yudikatif) juga terkesan melaksanakan fungsi pemerintahan



84



(executif). Hal ini disebabkan karena tugas pemerintahan (executif) diberikan tanggung jawabnya kepada masing-masing depati yang duduk di dewan negara. Sepintas kelihatan bahwa kekuasaan Dewan Depati Empat bersifat absulut dan tumpang tindih. Namun kekuasaan tersebut ternyata dapat dijalankan dengan baik dan adil, karena mereka adalah figure orang yang bijaksana dipilih secara selektif, seperti digambarkan dalam pepatah adat :“Gepuk badannya, Simbai ekornya dan Langsing kokoknya”. Cerita yang ditangkap dari masyarakat tentang perbuatan sewenang-wenang (detournament de pouvoir) atau badan/organ pemerintah menggunakan kekuasaan bertentangan dengan tujuan yang telah digariskan tidak banyak terungkapkan. Perbuatan yang menyimpang dari amanah yang diembankan sangat dicela dalam masyarakat adat Kerinci. Konsekwensinya cukup berat disamping harus diturunkan dari jabatan, yang bersangkutanpun akan tersisih dari pergaulan masyarakat. Inilah yang ditegaskan hukum adat dalam seluko berbunyi : 'Jatuh dipemanjat, hanyut dipelayangan, gugur pusako (gelar) yang dipakai’. Sistem pemilihan dan pengangkatan pemangku adat dan/atau penjabat negara atas dasar “sko nan bagile, sandang nan baganti”, menyebabkan orang akan memegang amanah dengan baik karena bagi



85



yang mengingkari atau berbuat sewenang-wenang (detorunement de pouvoir) dengan kekuasaan yang diembannya dapat diberhentikan dari jabatan oleh “anak jantan dan anak batino” atau masyarakat komunitas yang memilihnya. Walaupun ke 3 fungsi kekuasaan di atas saling melekat pada penyelenggara negara, namun di antara satu fungsi dengan fungsi yang lain dapat terkontrol dan dibedakan secara jelas. Berpijak pada norma-norma yang telah digariskan, maka roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Secara garis besar struktur pemerintahan negara Depati Empat dapat dibagi atas 3 bagian yaitu : (1) Dewan Negara (2) Pemerintahan Pusat, dan (3) Pemerintahan Daerah Otonom. Dewan Negara merupakan pucuk pimpinan negara atau pemegang kekuasaan tertinggi dari Negara Depati Empat Alam Kerinci. Pada tangan dewan negara arah dan kebijaksanaan penyelenggaraan negara ditentukan. Sedangkan pelaksanaan pemerintahan negara diserahkan kepada pemerintah pusat. Aparat tertinggi pemerintah pusat hanya dipegang oleh 4 depati atau depati empat dengan tugas dan kewenangan mengurus urusan negara dalam 4 hal pokok yaitu : (1) urusan dalam negeri, (2) urusan luar negeri, (3) urusan keamanan negara, dan (4) urusan keuangan dan ekonomi negara. Suatu hal yang unit dari Negara



86



Depati Empat adalah anggota dewan negara sekaligus menjadi aparat pelaksana pemerintah pusat. Selain itu Dewan Negara memegang kekuasaan legeslatif dan eksekutif secara kolektif. Pemerintahan daerah otonom merupakan perangkat pemerintahan negara yang ada dibawah pemerintah pusat. Pada lapisan pertama langsung dibawah pemerintah pusat adalah pemerintahan Tanah Depati. Pada lapisan kedua dibawah pemerintahan Tanah Depati disebut dengan pemerintahan Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Muaro dan Tanah Biang. Terakhir pada lapisan 3 disebut dengan pemerintahan dusun. Pemerintahan dusun merupakan ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan rakyat. Pada masing-masing tingkatan di atas dilengkapi dengan aparat penyelenggara pemerintahan dengan tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang telah ditentukan dengan jelas.



Gambaran Struktur Pemerintahan Negara Depati Empat Alam Kerinci



87



5.3. Dewan Negara



D



EWAN Depati Empat Alam Kerinci merupakan pemegang kekuasaan negara dan penentu kebijaksanaan dan arah penyelenggaraan negara. Dewan negara merupakan satu kesatuan yang bulat atau “Catur Tunggal” dengan pemerintahan pusat sebagai penyelenggara negara. Hal ini disebabkan karena anggota dewan negara berbagi tugas dalam mengelola dan mengurus pemerintahan. Pembagian tugas dan kewenangan masing-masing, tercermin dari gelar yang disandang masing-masing depati. Pola kepemimpinan dalam mengurus negara secara bersama berlaku pada setiap tingkatan pemerintah mulai dari bawah ke atas (berjenjang naik) dan dari atas ke bawah (bertanggo turun). Semua ini merupakan ketentuan adat ketatanegaraan yang disepakati dan dijadikan sebagai ketentuan hukum adat dalam mengatur negara dan rakyatnya. Negara Depati Empat dikendalikan secara bersama-sama



88



(collogial) melalui satu majelis, dibawah kendali seseorang.



bukan



berada



Dewan Depati Empat beranggotakan kepala pemerintahan dari Empat Tanah Depati yang membentuk negara. Mereka inilah secara bersamasama memerintah daerah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dari negara. Arah dan kebijakan negara berada di tangan dewan yang memegang kekuasaan antara lain : 1.



2.



3.



4.



Menetapkan kebijakan dan peraturan negara seperti: sumber-sumber keuangan negara, pembelanjaan negara, penetapan mata uang, ketentuan peradilan, dll. Memberi sangsi pada daerah-daerah otonom yang melanggar peraturan negara yang telah menjadi kesepakatan bersama. Menyetujui/menolak perjanjian dengan negara lain, serta mengangkat duta dari dan untuk negara lain. Menyatakan keadaan darurat, perang dan mengerahkan rakyat untuk berperang.



Peraturan dan ketentuan yang bersifat umum dan berlaku menyeluruh dalam negara Depati Empat Alam Kerinci harus mendapat pengesahan dan persetujuan dari dewan negara sebelum diterapkan



89



dalam kehidupan masyarakat seperti terhadap hal-hal yang disebutkan pada point (1). Dewan negara memegang kewenangan dalam memutuskan pengenaan sanksi kepada daerah otonom yang melanggar kesepakatan hukum adat seperti dalam masalah perbatasan, peradilan, perdagangan antar negara dll. Menyetujui/menolak kesepakatan perjanjian dengan kerajaan lain, seperti dilakukan pada perjanjian Bukit Setinjau Laut pada tahun 1530, dimana 4 negara yang terdiri atas : Negara Depati Empat Alam Kerinci, Kerajaan Kakabung Sungai Pagu, Kesultanan Indrapura dan Kesultanan Jambi membuat kesepakatan bersama. Perjanjian ini terkenal kerena diadakan di atas Bukit Setinjau Laut dengan menggelar perhelatan besar “membunuh kerbau dua ekor beras seratus gantang”. Kemudian pernah pula dilakukan perjanjian dengan pemerintah Inggris dan Belanda. Selain itu, Dewan Depati Empat juga telah menyetujui pengangkatan duta asing, seperti yang dilakukan terhadap Pangeran Temanggung Kabaruh di Bukit, yang dikirimkan dari Kerajaan Majapahit. Duta besar kerajaan Majapahit di terima Negara Depati Empat Alam Kerinci dan ditempatkan di Ujung Tanjung Muara Masumai (Bangko) atau di Kerinci Rendah. Mengerahkan rakyat melakukan perang melawan musuh, baik yang datang dari luar maupun yang timbul dari dalam negeri mesti melalui persetujuan dari dewan depati



90



empat. Jika terjadi perang, rakyat harus mematuhi ketentuan hukum adat yang dicetuskan dalam seluko adat berbunyi : Seletus bedil, sealun suhak, Bilo musuh dating dari mudik, Samo-samo menyerang ke mudik, Bilo musuh dating dari hilie, Samo-samo menghalau ke hilie, Bilo musuh datang dari tengah, Samo-samo mengepung ke tengah. Peristiwa terakhir abad 20 yang mendapat rekomendasi dari Dewan Negara Depati Empat adalah pengerahan rakyat melawan Belanda yang meyerbu masuk ke Kerinci Rendah pada tahun 1901, dan pada tahun berikutnya (1902) dikobarkan pula perlawanan melawan Belanda yang menyerang Kerinci Tinggi (Renah Kerinci) dan akhirnya pada tahun 1903 Negara Depati Empat Alam Kerinci mengalami kekalahan. Kekalahan ini sekaligus telah melenyapkan keberadaan Negara Depati Empat sebagai sebuah pemerintahan rakyat bumiputra di Alam Kerinci. Dewan negara juga turut serta dalam urusan peradilan atau dalam menyelesaikan perkara. Pada prinsipnya lembaga peradilan negara hanya



91



menangani perkara besar dalam lingkup terjadinya perselisihan antar tanah depati seperti masalah perbatasan, tanah hak ulayat, pertikaian antar kelompok warga, penguasan sumber barang tambang, potensi hutan, dan potensi alam lainnya, serta menyelesaikan perkara kasasi yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat peradilan tanah depati (tingkat banding). Sebenarnya tidak banyak perkara yang sampai kepada peradilan negara, karena telah ditangani dan diputuskan pada peradilan tingkat bawah. Peradilan tingkat bawah berusaha secara optimal menyelesaikan perkara dengan baik, supaya segala perkara dalam masyarakat dapat memperoleh penyelesaian dengan adil dan tidak perlu dilanjutkan ke peradilan diatasnya atau “hentak tajuk ile/mudik ke Sanggar Agung” atau kasasi kepada Depati Empat Alam Kerinci. Untuk itu telah disiapkan lembaga peradilan tingkat bawah pada setiap dusun guna mengadili berbagai bentuk perkara. Rakyat yang berselisih atau bersengketa dapat menyerahkan perkara mereka pada peradilan adat tingkat dusun untuk diselesaikan. Peradilan adat tingkat dusun dimaksud adalah : 1.



92



Kerapatan Tengganai, yaitu kerapatan yang anggotanya terdiri dari para tengganai, ditambah dengan orang tua dan cerdik pandai dalam suatu lingkup kekerabatan terbatas pada



2.



sebuah dusun. Sedangkan tengganai adalah saudara laki-laki dari ibu/bapak, nenek/kakek dan moyang/puyang. Kerapatan ini mengupayakan penyelesaian secara dini suatu perselisihan atau perkara yang terjadi dalam masyarakat. Kerapatan Ninik Mamak, yaitu kerapatan yang anggotanya para ninik mamak dalam dusun, ditambah dengan orang tua dan cerdik pandai. Kerapatan ini menyelesaikan perkara banding dari suatu perselisihan yang dinilai pihak yang berperkara belum dapat diselesaikan dengan adil pada kerapatan tengganai.



3.



Kerapatan Depati, yaitu kerapatan yang anggotanya terdiri dari para depati yang terdapat dalam dusun, ditambah dengan orang tua dan cerdik pandai. Kerapatan ini menangani perkara banding dari perselisihan/ perkara yang ditangani atau telah diputuskan pada kerapatan ninik mamak yang dinilai pihak-pihak yang berperkara masih belum mendapatkan keadilan.



4.



Kerapatan Pegawai, merupakan kerapatan atau peradilan agama yang mengadili atau menyelesaikan berbagai persoalan seperti perceraian (talak), rujuk, perzinaan, wakaf, dll. Kerapatan ini anggotanya terdiri atas: kadhi,



93



imam, khatib, ulama, para guru agama (uztad) ditambah orang tua dan cerdik pandai yang dipilih oleh kerapatan. Keberadaan peradilan tersebut sangat membantu rakyat dalam menyelesaikan perselisihan, efisien dan efektif karena berada ditengah-tengah masyarakat. Bagi yang berperkara dikenakan biaya persidangan yang disebut dengan uang penyerah. Biaya dibebankan pada kedua belah pihak, yaitu orang yang mendakwakan (pendakwa) dan orang yang didakwa (terdakwa). Pembebanan uang penyerah antara kedua belah pihak (pendakwa dan terdakwa) besarnya sama. Uang penyerah pada masing-masing peradilan berlaku sama diseluruh Alam Kerinci dengan rincian sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.



Pada Kerapatan Tengganai besar Uang penyerah setara Meh Sepitih. Pada Kerapatan Ninik Mamak besar uang penyerah sebanyak Meh Sekunji Pada Kerapatan Depati besar uang penyerah sebanyak Meh Semeh Pada Kerapatan Pegawai besar uang penyerah sebanyak Meh Limo Kupang.



Jadi lembaga peradilan yang menggelar persidangan antara pihak-pihak yang berperkara



94



hanya terdapat dalam dusun. Pada pemerintahan Tanah Mendapo, Tanah Biang, Tanah Pamuncak, dan tanah Muaro dan pemerintahan Tanah Depati tidak diadakan lembaga peradilan yang secara langsung menggelar perkara antara pihak-pihak yang bersengketa baik peradilan adat maupun peradilan agama. Kerapatan yang terdapat pada pemerintahan Tanah Mendapo, Tanah Biang, Tanah Pamuncak, Tanah Muaro dan pemerintahan Tanah Depati tugas pokoknya hanya mengurus soal pemerintahan. Setelah kesekapakan Salam Baku (1525) ditandatangani maka terjadi penambahan 3 tanah depati dan 2 daerah khusus. Sehingga jumlah tanah depati dalam Negara Depati Empat menjadi 7 dengan 2 daerah khusus setingkat mendapo. Perubahan ini berarti terjadinya penabahan daerah kekuasaan dari Negara Depati Empat. Atas perubahan itu, maka dalam seluko adat dinyatakan bahwa kekuasan negara mencakup daerah : “Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Pemuncak Pulau Rengas, Pemerap Pemenag”. atau sering juga dikatakan : “Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Mudik Pemuncak, Hilir Pemerap”. Sungguhpun terdapat penambahan tanah depati dan daerah khusus, namun tidak berpengaruh pada perubahan nama negara. Nama negara tidak diganti menjadi Negara Depati Tujuh Alam Kerinci, tetapi tetap Negara Depati Empat Alam Kerinci



95



sebagaimana mana ikrar pembentukannya. Masuknya wilayah Kerinci Rendah maka dewan depati empat mendapat tambahan 5 (lima) anggota baru yang berasal dari 3 kepala tanah depati dan 2 kepala daerah khusus. Namun anggota dewan yang baru tidak mempunyai status yang sama dengan 4 anggota utama yang telah ada sebelumnya. Mereka hanya mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat dalam sidang dewan, tapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan dewan. Selain itu, dewan negara bila bersidang hanya dipimpin secara bergilir diantara empat kepala tanah depati yang utama, dimulai dari anggota tertua hingga semua anggota dewan utama mendapat giliran. Sedangkan 3 kepala tanah depati dari Kerinci Rendah tidak mendapat hak untuk memimpin sidang dewan. Komitmen ini merupakan bagian dari kesepakatan yang telah disetujui dalam perjanjian Salam Baku. Dalam melaksanakan fungsi dewan, maka pada setiap persidangan keputusan akan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat : “bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mufakat, bulat boleh digulingkan, pipih boleh dilayangkan". Dasar berfikir dan prinsip yang dianut dalam menyelesaikan masalah atau membuat kebijakan atau dalam mengambil suatu keputusan dilandasi pada koridor :



96



“adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah, syarak mengato, adat memakai”. Berpijak pada landasan di atas, perselisihan pendapat akan dapat di atasi. Sungguhpun terjadi perbedaan pendapat maka akan dapat diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. Musyawarah dan mufakat merupakan cara efektif dalam mengambil keputusan menurut sepanjang adat untuk mendapatkan jalan keluar yang bijaksana terhadap penyelesaian suatu permasalahan. Cara voting tidak digunakan karena akan ada pihak yang dikalahkan. Oleh sebab itu, selalu diupayakan agar semua pihak sepakat dengan suatu keputusan yang akan diambil. Berbagai keputusan dan kebijaksanaan yang dibuat Dewan Negara akan dijalankan oleh perangkat pemerintah negara atau pelaksan pemerintah pusat.



5.4. Pemerintah Pusat



P



EMERINTAH pusat adalah pelaksana tugas eksekutif kenegaraan. Kekuasaan negara dipegang langsung oleh dewan negara, sedangkan bidang tugas penting urusan pemerintahan negara dibagi kepada masing-masing anggota dewan negara yaitu kepala Tanah Depati. Dalam hal ini, kelihatan



97



bahwa anggota dewan negara berfungsi ganda, yaitu menjalankan fungsi legeslatif, eksekutif dan juga fungsi yudikatif. Anggota dewan negara sebagai pelaksana kebijakan negara berfungsi sebagai perangkat pemerintahan pusat yang menjalankan fungsi eksekutif dengan pembagian tugas masingmasing yang telah disepakati bersama. Selain itu, mereka juga terkait dengan fungsi yudikatif sebagai perangkat peradilan negara. Ke tiga fungsi tersebut walaupun tidak terpisah namun dapat dibedakan dan akan kelihatan dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Kelihatan bahwa pemerintahan Negara Depati Empat merupakan pemerintahan kolektif dimana ke empat depati bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan bernegara secara bersama-sama. Jadi bisa dikatakan Negara Depati Empat sebelum masuknya daerah Kerinci Rendah merupakan sebuah negara yang diurus, dikomandoi dan dimotori oleh empat depati. Depati Empat selain mengurus kepentingan negara, mereka harus pula melaksanakan tugas sebagai kepala pemerintahan daerah otonom Tanah Depati. Kelihatan di sini kekuasaan mengurus negara dan mengurus Tanah Depati saling melekat satu sama lain. Sungguhpun demikian dalam melaksanakan tugas pemerintahan tidaklah berarti mereka bisa bertindak semena-mena karena diantara



98



mereka saling melakukan kontrol terhadap fungsi dan tugas yang diemban melalui dewan negara. Secara teoritis bentuk penyelenggaraan pemerintahan seperti ini memang tidak ditemukan dalam literature. Kondisi demikian mungkin dikarenakan tugas penyelenggaraan negara pada saat itu belumlah terlalu rumit dan komplek. Masyarakat tidak sulit untuk di atur, mereka patuh kepada pemimpin serta tidak banyak intrik dan kepentingan kelompok yang terjadi. Pada sisi lain kepercayaan masyarakat kepada pemimpin sangat tinggi karena mereka yang terpilih adalah orang yang diyakini akan memegang amanah, jujur, adil dan memiliki pengabdian yang tinggi untuk kepentingan rakyat. Kekuasaan pemerintahan pusat hanya mengatur urusan yang bersifat umum dan menyeluruh, sedangkan pelaksanaan pemerintahan otonom diserahkan pada masing-masing daerah otonom. Pada prinsipnya terlihat bahwa Negara Depati Empat menganut azas desentralisasi. Dalam hal ini, hanya terdapat 4 tugas pokok yang melekat pada pemerintah pusat yaitu : (1) urusan pemerintahan dalam negeri, (2) urusan pemerintahan luar negri, (3) urusan pertahanan dan keamanan, dan (4) urusan keuangan dan ekonomi negara. Sedangkan diluar ke empat urusan pemerintahan di



99



atas penyelenggaraannya diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan daerah otonom masing-masing. Walaupun pengendalian pemerintah pusat berada di tangan dewan negara, namun tidaklah mereka secara serentak atau bersama-sama setiap saat menangani tugas kenegaraan tersebut. Sebagai anggota dewan negara mereka hanya berkumpul sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Sedangkan sebagai kepala tanah depati mereka harus selalu berada ditengah-tengah masyarakat di negeri masing-masing. Oleh sebab itu, untuk efektif dan optimalnya pelaksanaan tugas-tugas negara maka dipilah atau dikelompokkan urusan yang mesti ditangani secara bersama, dan membagi urusanurusan yang menjadi tanggung jawab masing-masing anggota dewan. Melalui kebijakan ini dimaksudkan agar tugas mereka sebagai anggota dewan negara, penyelenggara tugas pemerintahan pusat dan kepala pemerintahan tanah depati dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya sesuai dengan bidang tugas kenegaraan yang menjadi tanggung jawab setiap depati, maka dapat dijalankan dari negeri masing-masing. Sedangkan urusan kenegaraan yang mesti dibicarakan secara bersama terkait dengan berbagai aspek dalam pelaksanaan pemerintahan pusat akan dibahas dalam rapat Dewan Negara di ibukota negara Sanggar Agung.



100



Adapun urusan negara yang disertakan atau dilimpahkan kepada masing-masing depati, tercermin dari gelar yang mereka sandang. Jadi Dewan Depati Empat Alam Kerinci mengurus urusan pemerintah negara secara bersama, dan melimpahkan urusan pemerintah pusat menjadi tugas masing-masing dengan lingkup tugas sebagai berikut : 1.



Depati Atur Bumi memikul tugas mengurus urusan pemerintah dalam negeri (mengatur pemerintah daerah) atau disebut mengatur bumi. Dalam mengatur pemerintahan dalam negeri, Depati Atur Bumi berkewajiban menata tanah depati terutama dalam menghadapi kemajuan negeri-negeri yang sedang berkembang. Salah satu tugas penting yang pernah diemban Depati Atur Bumi adalah menuntun penataan wilayah Kerinci Rendah agar dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana negeri-negeri yang sudah mapan di daerah Kerinci Tinggi sesuai dengan “ico pakai” setempat dan nilai-nilai kultural yang positif dari negeri-negeri yang pernah ada sebelumnya. Stelsel pemerintahan dusun negeri-negeri di Kerinci Rendah pernah dirubah pada masa pendudukan kerajaan Sriwijaya (686–1377). Hal ini perlu dikembalikan sesuai menurut adat ketatanegaraan sko purbakala.



101



Pembenahan baru selesai tahun 1520 dan pada tahun 1525 bertempat di dusun Selembuku (Kerinci Rendah) Depati Atur Bumi melaporkan hasilnya kepada Depati Empat Alam Kerinci dalam musyawarah pemangku adat di Kerinci Rendah, sekaligus menyepakati pembentukan 3 buah tanah depati dan 2 buah daerah khusus diwilayah Kerinci Rendah. Persetujuan Salam Baku ini, telah menjadikan Negara Depati Empat Alam Kerinci mempunyai 7 tanah depati dan 2 daerah khusus. 2.



102



Depati Biang Sari diberi tugas mengurus urusan pemerintahan dengan kerajaan tetangga atau menangani urusan luar negeri dan memantau gerak-gerik negeri luar terutama negara tetangga. Situasi dan kondisi negeri luar harus diamati secara saksama, dalam arti apakah akan memberi dampak positif atau negatif, dan tidak boleh sampai lengah. Membuat langkahlangkah strategis terhadap semua perkembangan yang terjadi, serta melaporkan kepada Depati Empat untuk diambil tindakan, terutama terhadap hal-hal yang dianggap penting bagi kelangsungan kehidupan bernegara. Selain itu, Depati Biang Sari bertugas menyelenggarakan penerimaan tamu negara dan membuat kesepakatan pertemuan



dengan negara lain. Tamu negara yang datang secara resmi akan disambut dengan upacara kenegaraan dan dilayani dengan baik. Setiap tamu negara diharuskan menunjukkan tanda bukti kenegaraan yang menyatakan mereka memang datang dari suatu negara tertentu. Sebagai contoh, kedatangan Raja Kerajaan Kakubang Sungai Pagu dan Sultan Indrapura memperlihatkan “surat lipat”, surat yang menyatakan mereka adalah kepala negara. Sultan Jambi memperlihatkan keris Seginjai sebagai lambang kebesaran Kesultanan Jambi. 3.



Depati Rencong Telang diberi tugas mengurus urusan pertahanan dan keamanan wilayah dari berbagai kemungkinan ancaman yang merusak keutuhan negara baik dari dalam maupun luar. Keamanan dalam nagari harus dapat terjamin dengan baik, demikian pula ancaman dari negeri luar harus diatasi. Persatuan dan kesatuan negeri perlu dijaga, rakyat harus dididik menjadi pembela negara, pemuda dan pemudi harus melatih diri dan memiliki kepandaian/ilmu bela diri, seperti : silat, ilmu kuat, dan ilmu kebal. Pengalaman pahit yang pernah dialami rakyat Kerinci pada masa Negara Segindo adalah kekalahan dalam perang melawan kerajaan Sriwijaya pada tahun



103



686 di Kerinci Rendah, sehingga daerah ini dijajah kerajaan Sriwijaya (686– 377). Kemudian dalam Perang Kerinci (1901-1903) melawan Belanda, Negara Depati Empat mengalami kekalahan. 4.



104



Depati Muara Langkap Tanjung Sekian diberi tugas mengurus urusan keuangan. Muara Langkap berarti pendapatan negara, sedangkan Tanjung Sekian berarti pengeluaran negara. Urusan keuangan negara diberikan kepada Tanah Depati ini, karena daerah tanah depati ini kaya akan potensi bahan galian emas. Sumber tambang emas banyak ditemukan di daerah Tamiai dan Pangkalan Jambu. Ladang emas daerah ini sudah dikenal semenjak zaman purbakala, yaitu semenjak beberapa abad sebelum Masehi. Emas dari daerah ini telah diperdagangkan orang keluar negeri, yaitu kenegeri Cina, India, Persia dan Arab. Jalur perdagangan emas semasa itu menempuh jalan pantai Barat dan Timur pulau Sumatera. Selain itu, Depati Muara Langkap juga diberi tugas membuat mata uang emas yang disebut dengan uang Meh atau uang Cincin. Nilai tukar uang telah ditentukan dalam beberapa jenis, dimana ada yang berharga : meh sepitih, meh sekunji, meh semeh, meh limo kupang dll.



Bahkan ditentukan pula adanya pajak yang harus dipungut seketika diperlukan untuk pembiayaan negara, yang disebut dengan pepan. Pepan merupakan pendapatan negara yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengeluaran negara. Gambaran tugas di atas memperlihatkan bahwa Depati Empat Alam Kerinci mengemban tanggung jawab cukup berat. Ke empat depati duduk dalam Dewan Negara bersama-sama memerintah negara. Masing-masing depati merupakan pelaksana langsung dari pemerintah pusat, selain itu masingmasing mereka adalah kepala pemerintahan tanah depati. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan tugas pemerintah pusat maka Depati Empat Alam Kerinci mengangkat 3 orang pegawai tinggi negara untuk membantu pekerjaan. Pegawai tinggi negara diambil dari pemangku adat dalam dusun tanah depati seperti dari dusun Sungai Penuh (Tanah Depati Atur Bumi), dusun Sanggar Agung (Tanah Depati Biang Sari) dan dari dusun Lolo (Tanah Depati Rencong Telang). Adapun pejabat pegawai tinggi pemerintah pusat dimaksud adalah : 1.



Pegawai Dalam dijabat oleh depati dari dusun Sanggar Agung. yaitu Depati Sanggar Agung. Dia dibantu kembang rekannya atau



105



pasangannya yaitu Depati Rio, para Menggung (Tumenggung) dan Kabidin. Tugas penting dari pegawai dalam adalah mengerjakan tatalaksana administrasi pemerintah negara. Untuk itu, pegawai dalam dipersyaratkan dapat menulis secara baik dalam aksara Tulisan Rencong dan Arab Melayu (Arab Gundul), serta memahami berbagai bahasa seperti bahasa Minangkabau, Indrapura, Jambi dan Rejang. Tugas penting lainnya yang menjadi tanggung jawab pegawai dalam adalah menjaga Balairung Sari Istana, menyelenggarakan penerimaan tamu negara dan menyimpan harta pusaka pendandan negara. Harta pusaka pedadan negara antara lain : (a) Mangkuk Pengarang Setio di Bukit Sitinjau Laut, (b) Keris Penatar Segar Jantan, (c) Keris Malelo Pengarang Setio, (d) Keris Malelo Penikam Batu dari Indrapura. Ke empat barang tersebut merupakan cendra mata dari Sultan Indrapura. Terdapat pula cendra mata dari Raja Jambi berupa : (a) Kalikati Bergombak Emas alat pembelah pinang, dan (b) Tanduk Kijang Bercupang Tujuh. Sedangkan cendra mata dari Raja Sungai Pagu berupa sebuah Tombak Belang. Selain cendra mata di atas terdapat pula harta pusaka pedadan negara berupa : naskah tulisan rencong dan naskah tulisan arab



106



gundul dan lainnya. Semua harta pusaka pedandan di atas disimpan dan diurus oleh Kabidin. 2.



Pegawai Jenang Pegawai Rajo Suluh Bindang dalam Negeri dijabat oleh depati dari dusun Sungai Penuh dari tanah Depati Atur Bumi. Tugas yang diberikan kepadanya termasuk tugas keahlian, karena mengurus urusan protokolair, penerangan dan masalah urusan keagamaan. Orang yang akan memangku jabatan tersebut ditentukan dan ditunjuk oleh Depati Nan Bertujuh, Permenti Nan Sepuluh, Pemangku Nan Duo, Serta Ngabi Teh Setio Bawo. Biasanya yang dipilih untuk jabatan ini adalah depati yang memenuhi syarat untuk tugas di atas. Dia diharapkan dapat menjembatani hubungan tamu negara atau tamu penting lainnya dengan Depati Empat dan pejabat negara lainnnya. Hubungan kejenangan harus dilakukan secara baik dan memberi kepuasan semua pihak. Raja-raja atau sultansultan mesti dilayani menurut aturan yang telah ditetapkan. Dapat memberi penerangan secara baik kepada berbagai pihak tentang kondisi dan situasi negara serta dapat memberi penjelasan tentang sesuatu hal yang dipertanyakan, sehingga orang tidak menjadi ragu. Diantara



107



3.



108



masalah yang sering dikemukakan rakyat pada waktu itu adalah tentang Agama Islam. Ia harus bisa pula menyampaikan fatwa ulama mengenai sesuatu yang memerlukan kejelasan masyarakat. Penyuluhan dan penerangan kepada rakyat berada ditangannya karena fungsinya menjadi suluh bindang dalam negeri . Kelambu Rajo adalah pegawai tinggi yang mengurus tatalaksana pertahanan dan keamanan negara. Menjadi garda terdepan dalam melindungi negara dari berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Tugas ini dijabat oleh depati yang berasal dari dusun Lolo dalam tanah Depati Rencong Telang. Orangnya ditentukan oleh Depati Nan Berenam, Ninik Mamak Nan Batigo dari dusun Lolo (Lolo Kecil, Lolo Gedang dan Lolo Hilir). Menurut yang terjadi, jabatan ini terus menerus dipercayakan kepada Depati Parbo. Tugas yang diemban merupakan tugas lanjutan dari Depati Rencong Telang dalam masalah pertahanan dan keamanan negara. Dalam setiap peperangan Kelambu Rajo menjadi komandan angkatan perang Negara Depati Empat. Ketika perang melawan Belanda tahun 1901–1903 di Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi, rakyat Kerinci dipimpin oleh Kelambu Rajo yaitu



Panglima Perang Depati Perbo dari dusun Lolo. Dalam perang ini Negara Depati Empat Alam Kerinci mengalami kekalahan, sehingga Kerinci dijajah Belanda selama 41 tahun. Depati Perbo dapat ditangkap kemudian diasingkan ke Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara. Setelah Depati Perbo dibuang ke Ternate barulah Kerinci dapat diamankan Belanda.



5.5. Pemerintahan Daerah Otonom



P



EMERINTAH daerah otonom dalam Negara Depati Empat Alam Kerinci terdiri atas : (a) Pemerintah Tanah Depati, (b) Pemerintah Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Biang, Tanah Muaro, dan (c) Pemerintah Tanah Dusun. Pemerintah Tanah Depati merupakan pemerintah otonom lapisan 1 langsung dibawah pemerintah negara atau pemerintah pusat, dimana dibawahnya terdapat pemerintahan yang disebut dengan Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Biang, dan Tanah Muaro. Pemerintahan otonom pada lapisan 2 di bawah tanah depati penamaannya tidak seragam. Pada daerah Kerinci rendah dibawah tanah depati langsung tanah dusun. Namun tanah-tanah dusun tersebut



109



dikelompokkan atas kawasan tanah kampung. Pemerintah tanah depati lalu mengorganisir dusundusun melalui kelompok kawasan yang telah dibuat. Pada sebagian besar tanah depati, menempatkan pemerintahan tanah dusun pada posisi lapisan ke dua setelah Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Biang, dan Tanah Muaro atau dengan kata lain berada pada lapisan keempat dalam struktur pemerintahan negara. Pemerintahan dusun mempunyai peran sangat strategis karena merupakan ujung tombak yang langsung berinteraksi dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Basis dari pemerintahan Negara Depati Empat adalah tanah depati, karena kumpulan dari tanah depati inilah yang membentuk pemerintahan negara di Alam Kerinci. Pada awalnya Negara Depati Empat hanya memiliki empat tanah depati yang berada di daerah Kerinci Tinggi atau di sebut dengan daerah empat di Ateh (di atas). Ke empat tanah depati di Kerinci Tinggi disebut juga sebagai tanah depati yang utama karena merupakan tanah depati yang mulamula dibentuk berdasarkan restrukturisasi tanah Segindo. Setelah daerah Kerinci Rendah bergabung, maka terjadi penambahan 3 tanah depati dan 2 daerah khusus, sehingga jumlah tanah depati menjadi 7. Implikasi atas perubahan ini, maka dalam seluko adat disebutkan bahwa Negara Depati Empat



110



Alam Kerinci terdiri atas daerah :" Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Pemuncak Pulau Rengas, Pemarab Pemenang". Kesemuanya itu adalah daerah otonom dibawah pemerintah pusat. Secara geografis daerah Empat di Ateh berada di Kerinci Tinggi dan merupakan hasil pembagian daerah yang dibuat pada tahun 1296 sewaktu Negara Depati Empat di proklamirkan, sedangkan daerah Tigo di Baruh dengan 2 daerah khusus berada di Kerinci Rendah merupakan daerah yang diintegrasi kemudian pada tahun 1525 berdasarkan perjanjian Salam Baku. Pembagian tanah depati yang di dasarkan atas geografis daerah dan geneologis komunitas kelompok masyarakat, telah menghasilkan luas wilayah anatara satu tanah depati dengan tanah depati yang lain berbeda nyata. Terdapat tanah depati yang cakupan wilayahnya luas, sebaliknya adapula tanah depati yang wilayahnya tidak terlalu luas. Perbedaan luas wilayah diantara tanah depati ini ini terlihat jelas pada daerah Kerinci Tinggi. Sedangkan pada daerah Kerinci Rendah luas wilayah diantara tanah depati boleh dikatakan tidak berbeda jauh. Pembagian daerah otonom Negara Depati Empat Alam Kerinci atas 9 daerah administratif diatas, pada masa Kesultanan Jambi disebut dengan “Pucuk Jambi Sembilan Lurah”. Lurah dimaksudkan



111



sebagai daerah administrasi pemerintahan. Dari sudut geografis ke sembilan daerah di atas berada di wilayah hulu Kesultanan Jambi pada daerah dataran Tinggi Kerinci di pergunungan Bukit Barisan. Posisi geografis tersebut menjadikannya disebut dengan daerah “pucuk” atau daerah yang berada di atas (ateh) atau daerah yang letaknya tinggi. Itulah yang menyebabkannya disebut sebagai “pucuk Jambi”. Jadi yang dimaksud dengan “Pucuk Jambi Sembilan Lurah” adalah Negara Depati Empat Alam Kerinci.



Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pada daerah Kerinci Tinggi atau daerah di Ateh terdapat 4 (empat) Tanah Depati, sedangkan pada daerah Kerinci Rendah atau daerah di Baruh terdapat 3 (tiga) Tanah Depati dan 2 (dua) daerah khusus. Adapun Empat Tanah Depati yang berada di Kerinci Tinggi atau pada daerah di Ateh adalah :



1. 2. 3. 4.



112



Tanah Depati Atur Bumi berpusat di negeri Hiang. Tanah Depati Biang Sari berpusat di negeri Pengasih. Tanah Depati Rencong Telang berpusat di negeri Pulau Sangkar. Tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekian berpusat di negeri Tamiai.



Tiga Tanah Depati yang berada di Kerinci Rendah atau pada daerah di Baruh terdiri atas : 1. 2. 3.



Tanah Depati Setio Nyato berpusat di negeri Tanah Renah. Tanah Depati Setio Rajo berpusat di negeri Lubuk Gaung. Tanah Depati Setio Beti berpusat di Negeri Nalo Tantan.



Sedangkan, 2 (dua) daerah khusus yang berada di Kerinci Rendah atau pada daerah di Baruh adalah : 1.



2.



Daerah khusus Tanah Pemuncak Merangin atau Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat di negeri Pulau Rengas. Daerah khusus Tanah Pemerab Merangin atau Tanah Pemerab Pemenang berpusat di negeri Pemenang.



Ke sembilan daerah otonom sebagai mana disebutkan di atas secara hirarki berada langsung dibawah pemerintah pusat. Namun untuk dua daerah khusus, sungguhpun secara hirarki berada langsung dibawah pemerintah pusat namun statusnya sama dengan pemerintahan yang berada pada lapisan 2. Pemerintahan pada lapisan 2 merupakan pemerintahan yang berada dibawah pemerintahan Tanah Depati seperti : Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak,



113



Tanah Biang, dan Tanah Muaro. Jadi pemerintahan Tanah Depati dapat dikatakan sama seperti pemerintah daerah Tingkat I, sedangkan pemerintahan Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Biang, dan Tanah Muaro merupakan pemerintah daerah Tingkat II. Oleh sebab itu, dua daerah khusus di Kerinci Rendah merupakan daerah yang statusnya sederajad dengan daerah Tingkat II dalam Negara Depati Empat Alam Kerinci. Sedangkan lapisan pemerintahan negara paling bawah adalah pemerintahan dusun. Sungguhpun demikian terdapat Tanah Depati yang dibawahnya langsung terdiri atas tanah dusun seperti di daerah Kerinci Rendah. Adanya keragaman ini disebabkan faktor geografis, demografis dan politis, namun semuanya dimungkinkan dalam adat ketatanegaraan rakyat Kerinci, mengacu pada prinsip : "adat serupa ico (pegang) pakai yang berlain-lain". Keberadaan pemerintahan dusun sebagai ujung tombak dalam mengurus rakyat ditopang oleh peran tengganai atau saudara ibu/bapak dari sebuah keluarga (tumbi). Tengganai secara informal mempunyai tanggung jawab penting dalam mengurus anak kemenakan atau komunitas lingkup kecil dari suatu keluarga agar dapat menjadi warga negara yang baik. Tengganai memegang peranan strategis dalam terciptanya kehidupan yang harmonis dari masyarakat dusun, namun secara struktural



114



tengganai bukan merupakan aparat pemerintahan dusun. Pada masing-masing lapisan mulai dari Tanah Depati sampai pada strata lapisan terbawah yaitu Tanah Dusun memiliki struktur dan perangkat pemerintahan tersendiri secara otonom. Jadi pada daerah otonom Negara Depati Empat Alam Kerinci terdapat struktur dan perangkat pemerintahan Tanah Depati, Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Muaro, Tanah Biang dan Tanah Dusun. Oleh sebab itu, dalam Negara Depati Empat terdapat depati yang memerintah Negara; depati memerintah Tanah Depati; dan depati memerintah Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Muaro, Tanah Biang ; dan depati memerintah dalam Tanah Dusun. Gelar depati merupakan jabatan fungsional tertinggi dari pemangku adat yang melekat pada diri seseorang dalam suatu lingkup komunitas masyarakat. Untuk tingkatan struktural dari pemangku adat yang menyandang gelar depati dapat dilihat dari nama depati yang disandangnya. Jadi, bagi seorang yang menyandang gelar depati maka pada dirinya melekat dua jabatan sekaligus yaitu jabatan fungsional dan jabatan struktural pemerintahan bilamana yang bersangkutan berada dalam struktur pemerintahan negara atau sebagai aparat pemerintahan.



115



Struktur dan hirarki pemerintahan Depati Empat sebagaimana digambarkan di atas berlangsung sampai Belanda datang ke Kerinci. Setelah Belanda menguasai daerah Kerinci maka terjadi banyak perubahan, diantaranya Belanda memisahkan kembali Kerinci Rendah dari Kerinci Tinggi, Belanda kemudian tidak mengakui Pemerintahan Depati Empat dan menghapus pemerintahan lapisan ke 1 Tanah Depati dan hanya membiarkan keberadaan pemerintahan lapisan ke 2 di Kerinci Tinggi yang diseragamkan hanya dalam bentuk Tanah Mendapo. Setelah itu, Belanda juga membuat beberapa perubahan dengan melakukan penataan pada berbagai aspek tertentu dan membentuk beberapa mendapo baru. Berbagai bentuk perubahan yang telah dilakukan pemerintahan Belanda terhadap keberadaan Tanah Mendapo di Kerinci Tinggi tidak akan dibahas dan dijelaskan dalam bagian buku ini. Pembahasan dalam buku ini hanya terkait dengan keberadaan daerah otonom berdasarkan struktur dan hirarki pada masa Pemerintahan Depati Empat di Alam Kerinci. Untuk berbagai perubahan yang terjadi setelah masuknya Belanda ke Kerinci akan dibahas dalam buku tersendiri yang akan di tulis kemudian. –



116



BAB VI Tanah Depati Atur Bumi



T



ANAH Depati Atur Bumi merupakan salah satu dari empat tanah depati “Empat di Ateh” (Kerinci Tinggi). Tanah depati ini berbatas : sebelah Utara dengan Kerajaan Kakabung Sungai Pagu (Muara Labuh) Rantau Alam Minangkabau dengan tapal batas Gunung Kerinci, Gunung Tujuh dan danau Gunung Tujuh. Sebelah Barat berbatas dengan Renah pesisir pantai sesuai dengan Perjanjian Bukit Setinjau Laut (1530 M) yaitu : Gunung Nan Memuncak Depati Empat Punyo, Laut Nan Berdabur yang di Pertuan Punyo. Sebelah Selatan berbatas dengan Tanah Depati Rencong Telang dengan tapal batas antara dusun Kumun Hilir dengan Tanjung Pauh Mudik, danau Kerinci, dan Tanah Depati Biang Sari dengan tapal batas (didih temih) di tengah-tengah dusun Seleman dan sejajar



117



dengan batas mudik dusun Tebing Tinggi dengan dusun Cupak. Sebelah Timur berbatas dengan tapal batas daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat Orang Batin Muara Bungo. Batas-batas sebagaimana disebutkan merupakan batas alam yang telah disepakati para pemangku adat kedua belah pihak dan batas-batas tersebut dihapal di luar kepala oleh kedua belah pihak. Tanah Depati Atur Bumi dipimpin oleh kepala pemerintahan yang bergelar Depati Atur Bumi. Tanah depati ini berpusat di negeri Hiang dan terdiri atas 8 (delapan) tanah mendapo, sehingga Tanah Depati Atur Bumi disebut juga dengan Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain. Tentang hal ini dijelaskan dalam seluko adat sebagai berikut : Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain, Tigo di Mudik Empat Tanah Rawang, Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang. Seluko adat di atas menjelaskan bahwa Tanah Depati Atur Bumi terdiri atas 8 (delapan) tanah mendapo, 3 (tiga) berada di daerah mudik, 3 (tiga) berada di daerah hilir dan 2 (dua) lainnya berada di tanah Rawang sebagai batas antara wilayah mudik dan hilir. Oleh sebab itu, dua mendapo di tanah Rawang, satu masuk dalam wilayah Tigo di Mudik



118



yaitu tanah Rawang Mudik dan satu lagi masuk ke dalam wilayah Tigo di Hilir yaitu tanah Rawang Hilir. Adapun tanah mendapo Tigo di Mudik Empat Tanah Rawang yang dimaksudkan adalah :: 1.



2.



3.



4.



Tanah Mendapo Semurup berpusat di dusun Semurup, dipimpin atau sebagai kepala mendapo Depati Kepala Sembah. Tanah Mendapo Kemantan berpusat di dusun Kemantan Kebalai, dipimpin atau sebagai kepala mendapo Depati Rajo Mudo Pangeran. Tanah Mendapo Depati Tujuh berpusat di dusun Koto Tuo, dipimpin atau sebagai kepala mendapo Depati Kuning atau Depati Tujuh. Tanah Mendapo Rawang Mudik, berpusat di dusun Koto Teluk, dipimpin atau sebagai kepala mendapo Depati Mudo Menggalo Beterawang Lido.



. Sedangkan tanah mendapo yang disebut dengan Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang terdiri pula atas :



1.



Tanah Mendapo Selemen, berpusat di dusun Seleman, dipimpin atau sebagai kepala mendapo Depati Taroh Bumi.



119



2.



3.



Tanah Mendapo Hiang, berpusat di dusun Koto Baru, dipimpin atau sebagai kepala mendapo Depati Batu Hampar. Tanah Mendapo Penawar, berpusat di dusun Tanjung Mudo, dipimpin atau sebagai kepala mendapo Depati Mudo Beterawang Lidah atau Depati Penawar. Tanah Mendapo Rawang Hilir, berpusat di dusun Koto Tuo, dipimpin atau sebagai kepala mendapo Depati Mudo Beterawang Lido.



4.



Sungguhpun ada yang beranggapan seluko adat di atas ditafsirkan lain, dimana pada Tanah Rawang Mudik dianggap terdapat 4 (empat) tanah mendapo dan pada Tanah Rawang Hilir terdapat 4 (empat) tanah mendapo pula. Seakan-akan di Tanah Rawang terdapat 8 (delapan) tanah mendapo. Kalau demikian halnya maka pada Tanah Depati Atur Bumi ada sebanyak 14 (empat belas) tanah mendapo, tentunya hal ini sudah tidak sesuai lagi dengan seluko adat yang menyebutkan Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain atau tanah yang memiliki 8 (delapan) kemendapoan. Selain itu, belum ditemukan bukti-bukti dan literatur yang menjelaskan keberadaan ke 14 (empat belas) tanah mendapo tersebut, terutama untuk 8 (delapan) buah mendapo yang ada di Tanah



120



Rawang. Oleh sebab itu, maka tafsiran ini jelas merupakan tafsiran yang keliru.



Sama halnya dengan pemerintah pusat, maka pemerintah Tanah Depati dijalankan pula oleh Dewan Musyawarah Tanah Depati. Adapun anggota Dewan Musyawarah Tanah Depati Atur Bumi atau Dewan Musyawarah Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain anggotanya terdiri dari seluruh kepala mendapo, yaitu : kepala Menadpo Semurup (Depati Kepala Sembah), kepala mendapo Kemantan (Depati Rajo Mudo Pangeran), kepala Menapo Depati Tujuh (Depati Kuning), kepala Mendapo Rawang Mudik (Depati Mudo Menggalo Beterawang Lido), kepala mendapo Rawang Hilir (Depati Beterawang Lido), kepala Mendapo Penawar (Depati Mudo Beterawang Lidah atau Depati Penawar), Kepala Mendapo Hiang (Depati Batu Hampar), kepala Mendapo Seleman (Depati Taroh Bumi), ditambah dengan para ninik mamak, orang tuo, cerdik pandan dan pegawai syarak. Dalam melaksanakan pekerjaan pemerintahan seperti membahas masalah pembangunan, ekonomi, ketertiban dan sosial politik bagi kepentingan seluruh daerah kemendapoan, maka para pemangku adat seluruh Tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain



121



menetapkan Tanah Rawang menjadi Hamparan Besar atau tempat bermusyawarah (bersidang) dan bukan dusun Hiang ibu kota tanah depati. Penetapan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Tanah Rawang letaknya sangat strategis dari segala penjuru. Tanah Rawang terletak di tengah-tengah Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain, mudah dicapai dengan berjalan kaki melalui jalan setapak ataupun berlayar dengan perahu (biduk) melalui jalur sungai dan danau. Selain itu, pada tiap-tiap pusat pemerintahan tanah mendapo, terdapat pula sebuah hamparan panjang tempat pertemuan.



Perlu diketahui bahwa tanah mendapo terdiri pula atas tanah-tanah dusun atau beberapa buah dusun sebagai tingkat pemerintahan paling bawah. Jumlah dusun dalam setiap kemendapoan tidaklah sama. Ada tanah mendapo yang terdiri atas banyak dusun, namun terdapat pula kemendapoan yang hanya terdiri dari beberapa dusun saja. Masingmasing tanah mendapo yang tergabung dalam Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain akan diterangkan satu persatu secara ringkas mencakup aspek geografis, asal usul, ketatapemerintahan, pemangku adat dll. Sedangkan mengenai pemerintahan mendapo dan dusun akan ditulis tersendiri dalam buku lain, karena ada kaitannya dengan Anak Undang Nan Dua Belas tentang Undang-Undang



122



yang takluk dengan kampung nan batuo.



hak



rumah



bertengganai



6.1. Tanah Mendapo Semurup



M



ENDAPO Semurup daerahnya berada pada bagian paling Utara dari Tanah Depati Atur Bumi. Sebelah Utara berbatas langsung dengan Kerajaan Kakabung Sungai Pagu (Muara Labuh) Rantau Alam Minangkabau, dengan tapal batas alam Gunung Kerinci, Gunung Tujuh dan danau Gunung Tujuh. Sebelah Barat dengan Kesultanan Indrapura Rantau Alam Minangkabau dengan tapal batas sisi bukit pergunungan Bukit Barisan atau renah pantai Pulau Sumatera sesuai dengan isi perjanjian Bukit Sitinjau Laut (1530). Sedangkan sebelah Timur berbatas dengan daerah otonomi persekutuan hukum adat Orang Batin Muaro Bungo, dan di sebelah Selatan berbatas dengan Mendapo Depati Tujuh. Mendapo Semurup termasuk tanah mendapo yang terluas dalam Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain. Daerah ini terletak pada dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 900 m diatas permukaan laut.



123



Disini terdapat gunung tertinggi di Indonesia bagian Barat yaitu Gunung Kerinci (3805 m). Menurut legenda masyarakat, nenek moyang mereka berasal dari Koto Limau Sering (Koto Masrin) yang bernama Syekh Mangkudun Sati yang telah menganut agama Islam. Kebenaran ini dapat dilihat dari namanya yang telah memakai kata Syekh dan makam (kuburan) yang menghadap kiblat, seperti layaknya kuburan orang Islam. Kesimpulan sejarah ini tentu saja ditarik atas dasar sejak masuknya Islam ke Kerinci. Selain Syekh Makudun Sati ada lagi seorang nenek yang bernama Rajo Cahayo (Cayo) yang berdiam di Koto Payang Semurup Tinggi diatas dusun Pendung. Syekh Makudun Sati mempunyai adik bernama Mangku Agung Gedang yang berdiam bersamanya. Keturunan mereka ini membentuk lurah Depati Kepala Sembah (keturunan Syekh Mangkudun Sati), lurah Depati Simpan Bumi (keturunan Rajo Cahayo), dan selanjutnya dari keturunan lurah di atas lalu membentuk pula lurah baru, yaitu lurah Depati Mudo. Tigo Depati inilah yang mengurus Mendapo Semurup, dengan kesepakatan dari keturunan tertua yang menjadi kepala mendapo, yaitu Depati Kepala Sembah. Dalam memerintah tanah mendapo, Depati Kepala Sembah dibantu oleh dua depati lainnya yaitu



124



Depati Simpan Bumi dan Depati Mudo, di tambah dengan pemangku adat, ninik mamak, orang tuo, cerdik pandai dan pegawai syarak. Pemekaran dusun-dusun dalam tanah mendapo ini, menyebabkan terjadi pula pemekaran pejabat adat seperti depati, ninik mamak dan pemangku adat lainnya. Pada dusun-dusun yang baru orang membuat pula pemekaran Depati Kepala Sembah, Depati Simpan Bumi dan Depati Mudo, dan mungkin membentuk depati, ninik mamak dan pemangku adat lainnya. Pemekaran dusun dan penyebaran penduduk sebagian besar mengisi daerah kemendapoan bagian selatan, pada daerah dataran tinggi yang datar. Lokasi ini sangat baik untuk persawahan dan disini mereka membuat banyak dusun di tengah persawahan. Kehidupan rakyat yang berhasil dalam menggarap sawah dan ladang telah membuat daerah ini menjadi makmur. Kehidupan rakyat yang berkecukupan terutama dari hasil padi yang melimpah telah menarik perhatian banyak penduduk negri di wilayah Kerinci lainnya untuk pindah pula ke sini. Pada masa berikutnya datang ke sini, migrasi dari penduduk dusun-dusun disekitar daerah dusun purba Jerangkang Tinggi (sebelah selatan danau



125



Kerinci). Penduduk dusun-dusun disekitar Jerangkang Tinggi umumnya hidup dari usaha perladangan, sedangkan usaha persawahan boleh dikatakan tidak bisa dilakukan karena kondisi geografis yang tidak mendukung, sehingga mereka sering kekurangan padi. Mendengar keberhasilan penduduk di kemendapoan Semurup, maka mereka bermaksud pula mengadu nasib ingin meneruko (membuka lahan persawahan) baru bersama-sama. Kelompok migrasi ini lalu datang ke Semurup dan meminta kepada pemangku adat agar dapat diberikan tanah untuk lahan persawahan. Pemangku adat Semurup tidak keberatan, lalu memberi izin untuk menggarap tanah di Ulak Utara atau bagian Utara tanah mendapo Semurup. Tanah yang diberikan disebut dengan Siulak Tanah Sekudung. Maka berdatanganlah mereka pindah kesini meneruko sawah dan mendirikan dusun-dusun baru. Disamping daerah ini cocok untuk lahan persawahan ternyata geografis sebagian daerah yang berbukitbukit sangat baik pula untuk daerah perladangan. Kondisi itu dimanfaatkan dengan baik oleh orangorang yang pindah ke sini. Ketekunan dan kerja keras yang dilakukan menyebabkan dalam kurun waktu tidak begitu lama, mereka dapat mencapai keberhasilan yang sama dan bahkan kemudian lebih makmur dari saudara-saudara mereka di Semurup.



126



Di Siuluk Tanah Sekudung, mereka mendirikan kerukunan persekutuan hukum adat dalam naungan Mendapo Semurup. Persekutuan ini mereka namakan dengan Persekutuan Hukum Adat Depati Tigo Lurah Siuluk Tanah Sekudung. Adapun Depati Tigo Luhah itu adalah :: 1. 2. 3.



Depati Mangku Bumi Kulit Putih Sibo Dirajo. Depati Rajo Simpan Bumi. Depati Intan Gumbalo Bumi.



Setelah terjadi pemekaran dusun, lalu diikuti pula terjadinya pemekaran dari para pemangku adat. Dari Depati Tiga Luhak, Pemangku Nan Berenam dan Permenti Nan Delapan di atas, lalu mekar menjadi beberapa depati, ninik mamak (pemangku, permentil dll) pada dusun-dusun baru yang berkembang. Sebagai contoh di kemukakan di sini sebuah dusun, yaitu dusun Mukai Mudik. Pada dusun Mukai Mudik terdapat 7 depati dan 5 ninik mamak yang semuanya berasal dari Depati Intan. Depati yang bertujuh dusun Mukai Mudik itu adalah : 1. 2. 3.



Depati Intan Kemala Sari Depati Intan Kuala Jambi Depati Intan Tengah Padang



127



4. 5. 6. 7.



Depati Intan Tanah Mataram Depati Intan Tanah Mendapo. Depati Intan Tanah Pilih Depati Intan Tanah Marajo



Sedangkan ninik mamaknya adalah : 1. 2. 3. 4. 5.



Rajo Liko. Jindah Tuo. Pemangku. Rajo Indah. Rajo Penghulu.



Untuk Depati Tiga Luhah Siuluk Tanah Sekudung diberikan tanah hak ulayat : “hilir sehinggo Aro Tebing Tinggi, mudik hinggo Ladeh Bento Gunung Merapi (Gunung Kerinci)”. Tanah ini berada dalam kemendapoan Semurup dan merupakan hak ulayat dari orang Semurup. Kedua komunitas masyarakat di atas bahu membahu bekerja keras membangun Tanah Mendapo Semurup menjadi daerah yang makmur. Pada zaman pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci dusun-dusun dalam Tanah Mendapo Semurup belum begitu meluas penyebarannya seperti sekarang. Di wilayah Siulak Tanah Sekudung bagian Utara, yaitu pada wilayah Perkebunan Teh Nusantara VI Kayu Aro sampai perbatasan dengan



128



Kabupaten Solok (bagian daerah Muara Labuh) Provinsi Sumatera Barat belum terdapat dusundusun. Baru pada masa pemerintahan Hindia Belanda setelah berdirinya perkebunan Teh Kayu Aro pada tahun 1923 muncul perkampungan buruh (koelie contract) yang didatangkan dari Jawa. Perkampungan buruh ini lazim disebut dengan bedeng, seperti : bedeng IV, bedeng V, bedeng VIII dll. Pada sekitar tahun 1945, orang-orang Siulak yang berladang di daerah ini mulai membuat dusun-dusun baru. Pertumbuhan dan perkembangan dusun-dusun disini sangat cepat, sehingga sekarang terdapat banyak dusun di mana-mana. Sedangkan dusun-dusun yang ada dalam tanah mendapo ini antara lain : Dusun Balai, Koto di Air, Koto Baru, Muara Semerah, Koto Cayo, Koto Datuk, Koto Tengah, Koto Mudik, Dusun Baru, Koto Duo, Koto Gedang, Pendung Tinggi, Pendung Ilir, Siulak Gedang, Siulak Kecil, Siulak Panjang, Dusun Baru Siulak, Koto Beringin, Koto Rendah, Koto Kapeh, Siulak Mukai, Sungai Pangeh, Nakal Batakuk, Sungai Lebuh, Lubuk Nan Gedang, Siulak Deras, Siulak Tenang, dan Tanjung Genting. Pemerintahan Mendapo Semurup berpusat di dusun Semurup. Sebagai pegusaha adat tertinggi dan kepala pemerintahan dalam tanah mendapo



129



adalah Depati Kepala Sembah dari dusun Semurup. Depati ini berasal dari pemangku adat yang tertua dari keturunan nenek Koto Limau Sering (Koto Mansering). Depati Kepala Sembah dijadikan sebagai :"orang yang berkata dulu sepatah dan berjalan dulu selangkah" dari pemangku adat lain yang berasal usul dari keturunan yang sama, seperti dari dusun : Koto Beringin, Koto Tengah, Koto Datuk, Muara Semerah, Koto Baru, Beluwi, Tebat Ijuk, Koto Tuo, Sekungkung, Koto Cayo, Kubang dll. Kepala mendapo dalam memerintahan dibantu para pemangku adat utusan dari dusundusun lain. Mereka terhimpun dalam sebuah dewan (raad) yang disebut Dewan Musyawarah Tanah Mendapo (mendaporaad). Diatas sudah disebut bahwa dalam tanah Mendapo Semurup terdapat 28 buah dusun, dengan demikian anggota Badan Musyawarah Mendapo Semurup beranggotakan 28 anggota, ditambah dengan orang tuo, cerdik pandai dan pegawai syarak. Mendaporaad ini diketuai oleh Depati Kepala Sembah. Mengenai pemerintah dusun yang ada dalam Tanah Mendapo Semurup, masingmasing diperintah pula secara bersama oleh pemangku adat yang ada dalam dusun bersangkutan.



130



Tanah Mendapo Semurup dengan Semurup Tigo Luhah, pemangku adat Depati Nan Bertigo, Berduo, Ninik Mamak Permenti Adapun Depati Nan Bertigo adalah : 1. 2. 3.



disebut orang dikelola oleh Pemangku Nan Nan Delapan.



Depati Kepala Sembah Depati Rajo Simpan Bumi Depati Mudo



Pemangku Nan Berduo adalah : 1. 2.



Mangku Rajo Tuo Mangku Melano Tuo



Sedangkan Ninik Mamak Permenti Nan Delapan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Ijung Simpan Depati Ijung Mangku Depati Ijung Dalam Depati Ijung Setio Depati Ijung Panda Rajo Ijung Patu Rio Ijung Pajinak Ijung Pati Jadi



131



Pada beberapa dusun di Semurup Tigo Luhah, terdapat para depati yang mengurus dusun mereka masing-masing, seperti : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.



Depati Semurup Tuo Depati Semurup Anggonalo Depati Semurup Putih Depati Tanah Pilih Depati Au Malelo Depati Simpan Negeri Depati Gindo Putih Tuo Depati Intan Kepalo Sari Depati Sirah Mato Depati Negaro Depati Sigumi Putih Tuo Depati Sigumi Tuo Depati Sigumi Kelaut Cayo Mangkuto Depati Rajo Simpan Bumi



6.2. Tanah Mendapo Kemantan



D



ALAM literatur Belanda nama mendapo ini sering di tulis dengan Kumantan atau Karumantan. Sekarang di tengah masyarakat selalu disebut dengan Kemantan. Mungkin semua kata



132



nama itu telah dipakai pada masa silam. Mendapo Kemantan merupakan tanah mendapo yang kedua di mudik dalam bilangan pepatah adat tentang Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain atau Tanah Depati Atur Bumi. Mendapo Kemantan berbatas di sebelah Timur dengan daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat Orang Batin Muara Bungo (sekarang kecamatan Tanah Tumbuh); sebelah Barat berbatas dengan tanah Mendapo Depati Tujuh; sebelah Utara berbatas dengan tanah Mendapo Semurup; dan sebelah Selatan berbatas dengan tanah Mendapo Hiang. Batas-batas tersebut terang diketahui masing-masing mendapo, dan wilayah dalam batas yang disebutkan di atas merupakan hak ulayat dari Mendapo Kemantan. Tanah Mendapo Depati Tujuh terletak di sebelah Baarat dari Renah Kerinci, sedangkan Tanah Mendapo Kemantan terletak di sebelah Timur dari Renah Kerinci. Sebelah barat Renah Kerinci adalah pergunungan Kerinci Barat, dan sebelah timur Renah Kerinci adalah pergunungan Kerinci Timur. Wilayah pada kedua mendapo ini, daerah pergunungannya jauh lebih luas dari daerah-daerah dataran tingginya. Hampir semua dataran tinggi di sini telah menjadi sawah, sedangkan daerah pergunungannya baru sebagian kecil yang dijadikan lahan perladangan.



133



Pusat kemendapoan Kemantan adalah dusun Kemantan Kebalai, dari tempat ini Depati Rajo Mudo Pangeran beserta aparat adat mengatur pemerintahan tanah mendapo. Depati Rajo Mudo Pangeran merupakan pemangku adat yang berasal dari komunitas tertua dan tertinggi dari keturunan nenek moyang yang datang dari dusun purba Talang Banio. Sebagaimana diketahui bahwa di Selatan Talang Banio tedapat koto Jelatang dan di sebelahnya dekat danau Kerinci terdapat Jerangkang Tinggi. Komunitas masyarakat dari dusun-dusun yang berasal dari Talang Banio dan sekitarnya menyebar ke arah pesisir kaki pergunungan Kerinci Timur pada dataran tinggi yang luas. Di sana mereka membuat dusun-dusun baru diantaranya adalah : Koto Majidin, Kemantan Kebalai, Kemantan Dahek, Ladeh Pauh, Air Angat, Sungai Medang, Sungai Tutung, Dusun Baru, Sungai Abu, Koto Tebat, Pungut Mudik, dan Pungut Ilir. Tanah Mendapo Kemantan terbagi atas 2 (dua) kawasan, yaitu kawasan yang berada di Renah Kerinci dan kawasan di celah pergunungan dusun Pungut. Di celah pergunungan dusun Pungut terdapat sebuah lembah dimana mengalir sungai Batang Sangkir yang bermuara ke danau Kerinci. Pada lembah yang sempit ini, mulanya hanya terdapat 2 (dua) dusun yaitu dusun Pungut Mudik dan



134



dusun Pungut Ilir. Dari ke dua dusun itu, kemudian lalu mekar menjadi sebuah dusun lagi, yaitu dusun Pungut Tengah. Dataran lembah telah dibuat rakyat menjadi persawahan, dan sepanjang pinggir gunung lembah dibuat perladangan. Dari daerah ini dihasilkan padi, cassia vera (kulit manis), kopi, dan berbagai tanaman sayur-sayuran. Kemendapoan Kemantan dipimpin dan diurus oleh pemangku adat Tigo Lurah, Pemangku dan Permenti Nan Berenam. Mereka-mereka itu diantaranya adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Depati Mudo Pangeran Depati Suko Berajo Rajo Mudo Rio Bayang Rio Bayang Hitam Datuk Patih Adil Bicaro Kamingai Patih Agung Seman



Selain itu, pada setiap dusun terdapat pula pemangku adat yang mengurus dusun. Mereka mengatur pemerintahan dusun dan masyarakatnya baik pada tingkat bawah, maupun dengan pemerintahan mendapo pada tingkat diatasnya.



135



Sebagai contoh dapat dikemukakan pemangku adat dalam dusun Sungai Tutung, dimana dusun ini membentuk pemangku adat yang disebut dengan Depati Nan Balimo, Ninik Mamak Nan Balimo, terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5.



Depati Anum Depati Mudo Depati Suko Berajo Depati Riyang Depati Rajo Mudo



Sedangakan Ninik Mamak Nan Balimo adalah : 1. 2. 3. 4. 5.



Rio Jidin Putih Rio Bayang Tuo Rio Kamingai Rio Bayang Mangku Bumi Rio Suko Berajo



Melihat kembali tentang sejarah dusun-dusun dalam tanah mendapo Kemantan, maka pada dusun Air Hangat banyak terdapat peninggalan prasejarah. Di sana terdapat batu perahu situs megalit yang berasal dari zaman batu tengah (mesolitikum) pada masa 4.000 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa. Batu tersebut digunakan sebagai media pemujaan arwah nenek moyang pada zamannya. Selain itu, terdapat



136



pula batu pasu (baskom batu), dan beberapa buah lesung batu yang berasal dari zaman batu baru (neolitikum). Batu pasu digunakan sebagai tempat menampung air, sedangkan lesung batu sebagai alat menumbuk padi. Diperkirakan nenek moyang pada waktu itu telah berladang padi di sekitar dusun mereka. Melihat peninggalan prasejarah yang ditemukan, dapat dikatakan dusun Air Hangat umurnya sudah sangat tua. Di perkirakan jauh lebih tua dari dusun Talang Banio, Koto Jelantang, Koto Limau Seirng (Koto Mansering), Koto Bingin (Koto Beringin) dan Koto Pandan. Dusun Air Hangat diduga umurnya sama dengan Talang Betung dan Jerangkan Tinggi, karena ditempat ini juga terdapat peninggalan prasejarah yang berasal dari zaman yang sama. Selain itu, di daerah ini pada perbukitan pesisir Barat pergunungan Kerinci Timur terdapat banyak sumber air panas yang muncul ke permukaan bumi. Sumber air panas ini menandai bahwa dalam lapisan bumi dibawahnya terdapat magma aktif. Sumber air panas ini ditemukan antara lain di sekitar dusun Sungai Medang dan Sungai Abu.



137



6.3. Tanah Mendapo Depati Tujuh



T



ANAH Mendapo Depati Tujuh disebelah Utara berbatas dengan Tanah Mendapo Semurup. Di sebelah Selatan dengan Tanah Mendapo Rawang Mudik. Di sebelah Timur berbatas dengan Tanah Mendapo Kemantan, sedangkan disebelah Barat berbatas dengan Kesultanan Indrapura. Sebagian daerahnya masih berupa hutan belantara, hanya sebagian kecil saja yang telah didiami orang, yaitu pada daerah dataran tinggi datar yang bisa dijadikan persawahan. Ditengah-tengah persawa= han itulah terletak dusun-dusun dalam Kemenda-poan Depati Tujuh. Sedangkan di daerah perbuki-tan pada pergunungan Kerinci Barat belum terdapat dusun, dan hanya ada sedikit hamparan perladang yang dibuat orang pada pesisir Timur pergunungan ini. Pusat pemerintahan tanah mendapo ini adalah Koto Tuo, terletak pada bagian Timur di dekat sungai Batang Merao (Batang Siulak) dan tidak jauh dari perbatasan dengan Mendapo Kemantan. Dari tempat ini Depati Kuning atau Depati Tujuh memerintah masyarakat negeri. Kepala Mendapo atau disebut mendapo hoof dalam menjalankan



138



pemerintahan dibantu oleh Dewan Musyawarah Mendapo atau disebut dengan mendapo raad. Penduduk kemendapoan Depati Tujuh nenek moyangnya juga berasal dari Koto Limau Sering (Koto Mansering), sama seperti asal penduduk Tanah Mendapo Semurup. Perkembangan keturunan nenek moyang Koto Limau Sering ini menyebar luas kemana-mana, bahkan sampai keluar daerah Tanah Mendapo Semurup dan Tanah Mendapo Depati Tujuh. Adapun dusun-dusun yang termasuk ke dalam Tanah Mendapo Depati Tujuh antara lain : Sekungkung, Beluwi, Tebek Ijuk, Koto Tuo, Koto Payang, Lubuk Suli, Ladeh, Koto Lanang, Kubang Gedang, Koto Panjang, Koto Simpai, dan Dusun Baru. Jika dibandingkan dengan jumlah dusun-dusun yang terdapat dalam Mendapo Semurup, maka jumlah tersebut jauh lebih sedikit. Sungguhpun demikian daerah dalam kemendapoan Depati Tujuh cukup potensial karena merupakan daerah penghasil beras di Kerinci. Kebanyakan nama untuk tanah mendapo diberikan menurut nama dusun tempat pusat pemerintahannya atau berdasarkan nama wilayah, atau menurut nama sesuatu tempat. Akan tetapi nama tanah mendapo ini, menurut legenda yang berkembang dalam masyarakat diambil dari nama



139



nenek moyang mereka yang bertujuh yang menyandang sko gelar depati dan ngabi. Adapun nenek moyang dimaksud adalah : 1. 2. 3. 4.



Nenek Nyonyo yang bergelar Ngabi Putih. Nenek Jabat yang bergelar Depati Sekungkung Jenak Putih Nenek Boho yang bergelar Depati Sekungkung Sigindo Panjang. Nenek Suko Mudo yang bergelar Depati Awang



Nenek yang empat itu adalah nenek Depati Sekungkung Jenak Putih yang berasal dari tanah Jawa (Mataram) dan tinggal di Koto Payang. Selain nenek yang empat di atas, terdapat pula nenek nan bertiga yaitu : 1. 2. 3.



Nenek Tuo bergelar Depati Kuning Tuo, tinggal di Tebat Ijuk Nenek Nengah bergelar Depati Kuning Melentak Bumi, tinggal di Koto Tuo Nenek Bungsu bergelar Depati Kuning, tinggal di Koto Payang.



Setiap dusun dalam wilayah kemendapoan terikat dengan asal usul dan sko gelar dari ke tujuh nenek di atas. Itulah sebabnya orang menyebut tanah mendapo ini dengan nama Tanah Mendapo Depati



140



Tujuh. Menurut mereka nama tanah mendapo Depati Tujuh sudah merupakah nama menurut sepanjang adat, dan itulah yang harus dituturkan kepada anak keterunan. Jadi mendapo Depati Tujuh dikuasai komunitas keturunan dari Depati Sekungkung Jenak Putih dan Depati Kuning. Sama halnya dengan dusun-dusun dalam kemendapoan lain di Kerinci, pemangku adat dalam dusun Mendapo Depati Tujuh mengurus pula pemerintahan dusun masing-masing. Dari 12 (dua belas) dusun yang ada pada waktu itu, sebagai contoh akan dikemukakan dusun Beluwi, namun bukan berarti dusun-dusun lain tidak mempunyai pemangku adat. Semua dusun dalam Mendapo Depati Tujuh telah mempunyai alat perlengakapan pemerintahan dusun yang lengkap terdiri dari pejabat-pejabat depati, ninik mamak, dll. Untuk pemangku adat dusun Beluwi terdiri atas : Depati Nan Berempat Ninik Mamak Nan Bertigo. Adapun Depati Nan berempat adalah : 1. 2. 3. 4.



Depati Kuning dalam Negeri Depati Kuning Kodrat Depati Semurup Depati Mudo



141



Sedangkan Ninik Mamak Nan Bertigo terdiri atas : 1. Rio Karalhih 2. Rio Sukoberajo 3. Mangku Pada awalnya pejabat pemerintahan dusun ini cukup dengan anggota pemangku adat yang disebutkan di atas. Namun lama kelamaan dusun Beluwi tumbuh dan berkembang, sehingga penduduknya menjadi banyak. Perkembangan tersebut memerlukan penambahan pemangku adat untuk mengurus anak jantan dan anak betino dalam negeri. Akhirnya anak jantan dan anak betino dalam dusun Beluwi sepakat mengem-bangkan pemangku adatnya dengan cara menambah jumlah orang yang memangku tiap-tiap jabatan depati dan ninik mamak tersebut sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.



142



Depati Kuning dari 2 (dua) orang menjadi (enam) orang Depati Semurup dari 1 (satu) orang menjadi (enam) orang Depati Mudo dari 1 (satu) orang menjadi (sembilan) orang Rio Karalhih dari 1 (satu) orang menjadi (tujuh) orang Rio Sukoberajo dari 1 (satu) orang menjadi (sembilan) orang



6 6 9 7 9



6.



Mangku dari 1 (satu) orang menjadi 4 (empat) orang



Tanah Mendapo Rawang Mudik



S



ETELAH mengemukakan tentang Tanah Mendapo Semurup, Tanah Mendapo Kemantan dan Tanah Mendapo Depati Tujuh, maka selesailah keterangan Tigo di Mudik dari Tanah Mendapo Delapan Helai Kain. Sebagaimana dinyatakan dalam pepatah adat bahwa Tigo di Mudik disetalikan dengan Empat Tanah Rawang. Empat Tanah Rawang yang dimaksudkan di sini adalah Tanah Mendapo Rawang Mudik yang merupakan Mendapo ke empat dari Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain. Tanah Mendapo Rawang Mudik berbatas di sebelah Utara dengan Tanah Mendapo Depati Tujuh dan Mendapo Kemantan. Di sebelah Timur berbatas dengan Tanah Mendapo Kemantan, disebelah Selatan dengan Tanah Mendapo Rawang Hilir, dan disebelah Barat dengan daerah Kesultanan Indrapura. Keadaan alamnya di bagian Barat berbukit-bukit dan bergunung-gunung, karena



143



termasuk dalam pergunungan Kerinci Barat. Di bagian Timur tanah Mendapo Rawang Mudik berupa tanah dataran tinggi dengan hamparan sawah yang luas, sedangkan dibagian Barat tanahnya berbukit dan bergunung, dimana sebagian telah dibuat orang menjadi ladang. Pusat dari tanah Mendapo Rawang Mudik adalah Koto Teluk. Dari tempat ini kepala Mendapo yang bergelar Depati Mudo Menggalo Beterawang Lido memerintah bersama Dewan Musyawarah Mendapo (mendaporaad). Dewan diketuai oleh kepala mendapo, sedangkan anggota dewan terdiri atas utusan pemangku adat dusun, beserta orang tuo, cerdik pandai dan pegawai syarak yang dipilih dan diangkat oleh dewan. Adapun dusun-dusun yang termasuk ke dalam Mendapo Rawang Mudik diantaranya adalah : Koto Renah, Koto Keras, Koto Lolo, Koto Bento, Sungai Liuk, Koto Duo, Dusun Seberang, Kampung Dalam, Larik Kemahan, Koto Dumo, Koto Beringin, Koto Dian, Koto Teluk, Sungai Deras, Meliki Air, Kampung di Ilir, Dusun di Ilir, dan Koto Baru. Penduduk pada dusun-dusun tersebut, maupun dusun lainnya di Tanah Rawang (Rawang Mudik dan Rawang Hilir) berasal dari keturunan yang sama yaitu dari Koto Pandan dan Koto Bingin (Koto



144



Beringing). Koto Pandan terletak diatas Kota Sungai Penuh di dekat Pondok Tinggi, sedangkan Koto Bingin (Koto Beringin) terletak di bukti diatas dusun Sungai Liuk. Koto Bingin berada di sebelah Utara dan Koto Pandan di Sebelah Selatan. Di Koto Pandan ini, pada zaman dulu pernah berdiam nienek Siak Lengih, sedangkan di Koto Bingin berdiam nienek Tuanku Telago Undang. Kedua mereka ini hidup sezaman dan telah memeluk agama Islam. Anak keturunan mereka ini yang membangun dusun-dusun di tanah Rawang. Kumunitas ini membangun dusun-dusun yang berdekatan letaknya, lalu kemudian terjadi interaksi diantara mereka melalui proses perkawinan yang berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama. Menurut cerita, pada waktu nienek Siak Lengih dan nienek Tuanku Telaga Undang masih hidup, tiga anak laki-laki dari Siak Lengih kawin dengan tiga perempuan Rawang keturunan Tuanku Telaga Undang. Mereka tinggal di tanah Rawang sampai akhir hayatnya. Dari perkawinan itu melahirkan anak keturunan yang banyak. Kini mereka yang berdiam di sini telah menjadi keturunan dari dua nienek diatas, yaitu nienek Koto Pandan (Siak Lengih) dan nienek Koto Bingin (Tuanku Telaga Undang). Itulah sebabnya sampai sekarang penduduk tanah Rawang



145



mengatakan bahwa mereka adalah keturunan dari Depati Duo Nienek. Pada acara kenduri sko di Kerinci, maka dusun yang mengadakan wajib mengudang sanak keluarga dari dusun lain yang seketurunan asal. Misalnya kenduri sko dusun Baru, maka dusun ini harus mengundang banyak orang dari berbagai dusun di Tanah Rawang, seperti : Koro Keras, Koto Lolo, Koto Bento di Rawang Pesisir Bukit ; dan dusun Koto Teluk, Koto Baru, Larik Kemahan, Koto Dian dan lain-lain di Rawang Dayi. Demikian pula sebaliknya, jika dusun-dusun lain mengadakan kenduri sko, maka panggil memanggil dalam komunitas seketurunan dari Depati Duo Nienek menjadi kewajiban untuk dilakukan. Tanah Mendapo Rawang Mudik mendapat keistimewaan, karena di tempat ini yaitu di dusun Meliki Air ditempatkan Hamparan Besar atau tempat permusyawaratan para pemangku adat Tanah Depati Atur Bumi. Hamparan Besar Tanah Depati Atur Bumi ditempatkan di sini karena letaknya sangat strategis berada ditengah-tengah Tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain. Tanah Mendapo Rawang Mudik mudah dicapai dari segala penjuru. Bisa dengan mudah ditempuh dengan berjalan kaki, melalui jalan sungai ataupun danau.



146



Tanah Rawang di aliri sungai Batang Merao (Batang Siulak), dimana orang-orang yang datang dari ulu (Siulak, Semurup dll) dapat mengaliri air sungai dengan perahu (biduk), dan orang-orang di hilir (Seleman, Hiang, Penawar dll) dapat memudiki sungai dan danau dengan perahu pula. Depati Mudo Menggalo Beterawang Lido memerintah dari dusun Koto Teluk. Tiap-tiap dusun yang dibawahinya diperkuat dengan para pemangku adat yang berkewajiban memimpin dan mengurus dusun. Dibawah ini dikemukakan masing-masing 2 (dua) contoh dusun di Dayi (dusun di tepi sungai Batang Merao) dan dusun di Pesisir Bukit (dusun pada daerah pinggiran bukit). 1.



Dusun Koto Baru Rawang di Dayi mempunyai pemangku adat terdiri dari depati dan ninik mamak, antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)



Depati Tembang Bumi Depati Senang Gumi Gedang Rio Bensu Putih Rio Suku Bensu Hitam Rio Balang Kodrat Rio Balang B.T Mangku Benda Mangku Awang



147



2



Dusun Kampung di Ilir di Dayi memiliki pemangku adat terdiri atas : 1) 2) 3) 4) 5)



Depati Bagunjung Mas Depati Niat Depati Pasak Rio Bensu Mas Datuk Kitang



Sedangkan untuk dusun di Pesisir Bukit atau dusun pada sekitar daerah pinggiran bukit dapat dikemukakan pula diantaranya : 1.



Dusun Koto Bento di Pesisir Barat memiliki pemangku adat disebut dengan Depati Nan Berenam, Ninik Mamak Nan Delapan. Adapun Depati Nan Berenam terdiri dari : 1) 2) 3) 4) 5) 6)



148



Depati Singo Lago Kecik Pertama Alam Depati Nyalo Gumi Tuo Sirah Mato Depati Singo Lago Ilang Dilaman Depati Singo Lago Kumbang Depati Singo Lago Pemuncak Alam Depati Singo Lago Gedang Tahan Kilat



Sedangkan Ninik Mamak Nan Delapan adalah : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 2.



Bujang Paniang Putih Anto Tapuro Koto Bingin Bujang Paniang Putih Tanah Mendapo Koto Bingin Bujang Paniang Putih Alang Lapang Bujang Paniang Putih Ilang Dilaman Bujang Paniang Putih Susun Negeri Bujang Paniang Putih Menti Dalam Bujang Paniang Gedang Cayo Negeri Rio Temahak



Dusun Koto Keras di Pesisir Bukit dengan pemangku adapt Depati Nan Berempat Ninik Mamak Nan Bertujuh terdiri atas : 1) Depati Senyato Tuo 2) Depati Koto Keras Panjang Rambut 3) Depati Kemala Rajo 4) Depati Niat Sedangkan Ninik Mamak Nan Bertujuh dusun Koto Keras terdiri atas : 1) 2) 3) 4)



Patih Yo Bensu Suku Bensu Datuk Singo Rajo Putih



149



5) 6) 7)



Mangku Jin Mangku Mudo Mangku Agung



Secara ketatanegaraan tidak ada perbedaan antara pemerintahan dusun yang terdapat di Pesisir Bukit dengan dusun disepanjang tepi sungai Batang Merao Dayi. Setiap dusun baik yang berada di daerah Dayi maupun di daerah Pesisir Bukit menjadi anggota Dewan Musyawarah Mendapo. Walaupun ssecara geografis letaknya sedikit berjauhan dan kondisi alamnyapun berbeda sehingga kelihatan efek sosiologis yang menyebabkan komunitas pada masing-masing daerah terasa lebih kental. Sungguhpun demikian pergaulan antara orang Rawang Pesisir Bukit dengan Rawang Dayi tetap terjalin baik karena mereka berada dalam satu payung Tanah Mendapo Rawang Mudik.



Tanah Mendapo Rawang Hilir



T



ANAH Mendapo Rawang Hilir sengaja diletakkan pada urutan ke lima dalam penjelasan tentang Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain atau Tanah Depati Atur Bumi. Berdasarkan urutan seluko adat



150



“Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang”, seharusnya tanah mendapo ini berada pada urutan ke 8. Mengingat di tanah Rawang terdapat 2 (dua) buah mendapo yaitu tanah Mendapo Rawang Mudik dan tanah Mendapo Rawang Hilir, maka supaya tidak membingungkan sengaja penjelasannya diletakkan setelah tanah Mendapo Rawang Mudik. Keberadaan Mendapo Rawang Hilir ini ada yang meragukannya. Mereka berpendapat bahwa letak daerah Mendapo Rawang Mudik dan Mendapo Rawang Hilir tidak dapat diketahui secara jelas. Menurut mereka di tanah Rawang bukan terdapat dua tanah mendapo, melainkan terbagi atas dua Karis Satio, yaitu : (1) Karis Setio Tap di Koto Baru, dan (2) Karis Setio Balu di Kampung Dalam. Karis Satio yang dua ini terbagi pula atas 4 patli, yaitu : (1) Patli Sungai Liuk, (2) Patli Koto Baru, (3) Patli Kampung Dalam, dan (4) Patli Tanah Kampung. Dalam seluko adat ada dinyatakan : “Keris Setio yang Duo, Petli yang Empat, Mendapo yang satu, yaitu Mendapo Rawang”. Adapun dalam pembagian Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain dimana tanah Rawang disebut dua kali, bukan berarti di tanah Rawang terdapat 2 (dua) buah Mendapo, melainkan 2 (dua) Keris Setio. Masing-masing Keris Setio mempunyai kekuasaan sebagai berikut : (1) Karis Setio Tap mengusai Hutan dan Tanah, dan (2) Karis



151



Setio Balu memegang Undang dan Teliti. Sedangkan isi dari Keris Setio Tap adalah : (1) Depati Awal, (2) Depati Janggut, (3) Depati Punjung, (4) Depati Sino Gumi ; dan isi Karis Setio Balu adalah : (1) Depati Mudo, (2) Depati Nanggalo, (3) Depati Niat, (4) Depati Bendaro. Pendapat yang meragukan keberadaan Mendapo Rawang Hilir sebagai mana dikemukakan di atas, sepenuhnya diserahkan kepada para pembaca untuk menilainya. Namun dalam seluko adat pada masa pemerintahan Negara Depati Empat Alam Kerinci tentang Tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo Nan Delapan Helain Kain secara tegas di katakan : "Tigo di Mudik, Empat Tanah Rawang; Tigo di Hilir, Empat Tanah Rawang". Di sini jelas bahwa Tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain, daerahnya terbagi atas 8 (delapan) kemendapoan. Dimana Tigo di Mudik, Empat Tanah Rawang adalah : 1. 2. 3. 4.



Mendapo Semurup Mendapo Kemantan Mendapo Depati Tujuh Mendapo Rawang Mudik



Sedangkan Tigo di Hilir, Empat Tanah Rawang adalah :



152



1. 2. 3. 4.



Mendapo Rawang Mudik Mendapo Penawar Mendapo Hiang Mendapo Seleman



Sekarang yang perlu dijelaskan adalah dimana letak tanah Mendapo Rawang Hilir. Adapun Mendapo Rawang Hilir daerahnya merupakan bagian dari Tanah Rawang yang tidak termasuk ke dalam Mendapo Rawang Mudik, Mendapo Penawar, Mendapo Hiang dan Mendapo Seleman. Daerah tersebut adalah daerah Mendapo Tanah Kampung dan Mendapo Lima Dusun yang merupakan mendapo buatan (kosmatige mendapo) yang dibuat pemerintah Hindia Belanda. Kedua mendapo itu dalam struktur pemerintahan Negara Depati Empat tidak ditemukan. Mendapo tersebut bukan mendapo menurut sepanjang adat yang bernaung di bawah pemerintahan Negara Depati Empat Alam Kerinci. Pada masa Hindia Belanda terdapat beberapa mendapo baru yang sengaja dibuat pemerintah Belanda, seperti Mendapo Keliling Danau, Mendapo Lolo, Mendapo Lima Dusun, Mendapo Tanah Kampung, dan Mendapo Tiga Helai Kain. Tidak hanya itu, malahan pada awal zaman kemerdekaan orang Kerinci sendiri membuat pula tambahan mendapo seperti : Mendapo Siulak,



153



Mendapo Natasari dan Mendapo Lempur. Penjelasan tentang keberadaan dusun dan mendapo di Kerinci akan ditulis dalam buku tersendiri berjudul : Hukum Adat Tentang Pemerintahan Dusun dan Mendapo di Kerinci. Selain itu telah disiapkan terjemahan bebas dan penjelasan dari tulisan "De Mendapo Hiang in het District Korintji, adatrechtelijke Verhandelingen", karangan Dr. H. H. Morison seorang Controleur Belanda yang pernah memerintah di Kerinci. Tanah Mendapo Rawang Hilir pada masa pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci, daerahnya berbatas di sebelah Utara dengan tanah Mendapo Rawang Mudik, disebelah Selatan dengan tanah Mendapo Penawar, tanah Mendapo Hiang dan tanah Depati Rencong Telang (batas antara Kumun Hilir dengan Tanjung Pauh Mudik), disebelah Timur dengan tanah Mendapo Kemantan, dan sebelah Barat dengan daerah Kesultanan Indrapura yang merupakan daerah pergunungan dengan Renah Pesisir (Tapan dan Lunang) di pantai Barat pulau Sumatera. Keadaan alam tanah mendapo ini, pada bagian barat berbukit dan bergunung, bagian dari daerah pergunungan Kerinci Barat dari pergunungan Bukit Barisan. Sedangkan bagian Tumur merupakan dataran tinggi datar, yang semenjak dulu telah dijadikan persawahan. Bentangan persawahan disini dibelah oleh aliran sungai Batang Siulak (Batang



154



Merao), sungai Batang Sangkir dan sungai Batang Bengkal. Pada ke 3 (tiga) muara sungai yang menuju ke danau Kerinci terdapat banyak rawa-rawa seperti di sekitar dusun Debai. Pada daerah dataran tinggi persawahan inilah terdapat banyak dusun, diantaranya: dusun Baru, Pendung, Koto Luar, Koto Dumo, Koto Duwo, Koto Baru, Koto Pudung, Koto Tengah, Koto Serai, Koto Tuo, Koto Renah, Debai, Dusun Baru, dusun Berenak, Sungai Penuh, Pondok Tinggi, dan Kumun. Penduduk yang mendiami dusun-dusun tersebut berasal dari keturunan yang berbeda, diantaranya terdapat yang berasal dari keturunan Depati Duo Nenek, sebagian lainnya berasal dari nenek Talang Betung yang berdiam di atas dusun Kumun dan adapula yang berasal dari nenek Koto Jelatang di Hiang. Orang Kumun dan orang Debai pada umumnya berasal dari nenek Telang Betung. Diduga nenek Talang Betung termasuk nenek yang pertama menurunkan orang-orang disini, di Talang Betung berdapat Batu Besar (megalit) peninggalan prasejarah dari Zaman Batu Tengah (mesolitikum). Zaman Batu Tengah di Kerinci bermula pada tahun 4.000 SM. Sungguhpun dalam kurun waktu yang sangat lama namun perkembangan keturunannya hanya meliputi 2 (dua) dusun saja, yaitu dusun Kumun dan dusun Debai.



155



Menurut legenda orang Sungai Penuh, Pondok Tinggi dan dusun Baru mereka berasal dari nenek Siak Lengih di Koto Pandan, dan dari keturunan Depati Duo Nienek di Rawang. Suatu hal yang menarik di Koto Pinang (sekarang Sumur Ayir) terdapat peninggalan prasejarah yang sangat tua berupa batu Manhir sezaman dengan peninggalan prasejarah di Talang Betung berupa batu media pemujaan arwah nenek moyang pada zaman dulu. Namun orang Sungai Penuh, Pondok Tinggi dan dusun Baru tidak pernah mengatakan bahwa mereka berasal dari nenek yang mempunyai batu menhir itu. Diduga mereka tidak tahu sejarah awal asal usul keturunannya, atau barangkali mereka berpantang (pemali) mengatakan berasal dari nenek yang kafir, karena nenek pemilik batu menhir di Koto Pinang sudah pasti bukan menganut agama Islam. Ke daerah tanah Kampung yang dulunya berupa rawa-rawa datang ke sini nienek dari Hiang (Koto Jelantang) mencari pematang tanah yang tinggi untuk membuat dusun. Dusun pertama yang mereka bangun adalah Koto Tuo, kemudian lalu berdiri pula dusun Koto Panawar, Koto Tengah dan Koto Pidung. Setelah dusun ini berkembang datang pula ke sini orang-orang keturunan Depati Duo Nienek.



156



Mendapo Rawang Hilir juga memperoleh keistimewaan dengan diberikan kedudukan untuk mengisi jabatan menempatkan seorang pegawai tinggi di pusat pemerintahan Negara Depati Empat Alam Kerinci di Sanggar Agung. Jabatan yang dimaksud adalah jabatan Pegawai Jenang Pegawai Rajo Suluh Bindang Dalam Negeri. Jabatan Pegawai Dalam dipegang oleh depati dari Sanggar Agung, sedangkan Kelambu Rajo dijabat depati dari dusun Lolo. Jadi pegawai tinggi itu diberikan kepada 3 (tiga) orang depati dari 3 (tiga) tanah depati yaitu : Tanah Depati Atur Bumi, Tanah Depati Biang Sari, dan Tanah Depati Rencong Telang. Keadaan lingkungan dusun-dusun di Mendapo Rawang Hilir terbagi dua, yaitu lingkungan dusun-dusun di sekitar Pesisir Bukit dan lingkungan dusun-dusung disekitar tanah Dayi. Dusun-dusun dilingkungan pesisir bukit adalah dusun Sungai Penuh, Pondok Tinggi dan dusun Baru di sebelah Utara dan dusun Kumun disebelah Selatan. Sedangkan termasuk dalam lingkungan tanah Dayi adalah semua dusun yang berada di Tanah Kampung. Jarak antara lingkungan Pesisir Bukit dengan lingkungan tanah Dayi hanya dibatasi oleh daerah pertemuan tiga sungai besar di Renah Kerinci, yaitu sungai Batang Merao, Batang Bengkal dan Batang Sangkir. Pada daerah pertemuan ini



157



terdapat rawa-rawa luas, seakan-akan memisahkan daerah Pesisir Bukit dengan daerah tanah Dayi. Rawa-rawa ini tidak bisa ditempuh baik dengan berjalan kaki maupun dilayari dengan biduk (perahu). Kondisi ini menyebabkan hubungan dan kontak antara masyarakat pada ke dua daerah menjadi sulit. Interaksi masyarakat hanya lebih intensif pada lingkungan kawasan masing-masing. Pusat pemerintahan Mendapo Rawang Hilir adalah Koto Tuo, dari sini Depati Mudo Beterawang Lido memerintah Tanah Mendapo Rawang Hilir bersama Dewan Musyawarah Mendapo (mendaporaad) yang di ketuainya. Dewan mendapo sendiri beranggotakan utusan tiap-tiap dusun, para orang tuo, cerdik pandai dan pegawai syarak. Jadi Depati Mudo Beterawang Lido disamping sebagai kepala mendapo dia merangkap sebagai ketua Dewan Musyawarah Mendapo dan sekaligus sebagai pemimpin komunitas orang adat dalam dusun Koto Tuo. Dusun Koto Tuo sendiri sebagai pusat pemerintahan Mendapo Rawang Hilir diperintah oleh Depati Nan Batigo, Ninik Mamak Nan Sembilan Adapun Depati Nan Batigo adalah: 1. Depati Mudo Beterawang Lido 2. Depati Senang Bumi



158



3.



Depati Mudo Perbo Alam



Sedangkan Ninik Mamak Nan Sembilan terdiri atas : 1. Rio Tunggak Rajo Gedang 2. Rio Tunggak Rajo Kecil 3. Rio Tunggak Rajo Menteri Alam 4. Rio Bendaro 5. Rio Titian Dirajo 6. Rio Bensu Panjang 7. Rio Bensu Susun Negeri 8. Rio Pilih Putih 9. Rio Pilih Hitam. Tiap-tiap orang yang memangku jabatan Ninik Mamak Nan Sembilan mengemban tugas mengurus kelebu, dan bersama depati dalam lurah mengurus lurahnya. Untuk melilhat bagaimana pemerintahan dusun diatur, maka dikemukakan lagi sebuah contoh dusun di Dayi yaitu dusun Koto Pendung dengan pemerintahan dusun dipimpin Depati Nan Berempat Ninik Mamak Nan Bertujuh. Perangkat Depati Nan Berempat itu, adalah : 1. 2. 3. 4.



Depati Senang Bumi Hitam Depati Mudo Sirah Dado Depati Singo Lago Kenantan Lidah Depati Lindo Benab.



159



Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan Bertujuh adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Rio Kelurah Rio Bensu Panjang Rio Depati Panjang Rio Bensu Rio Bensu Pandak Rio Suko Rio Temenggung.



Pada setiap dusun dalam kemendapoan memiliki nama atau gelar dari pemangku adatnya, namun kalau hal tersebut diungkapkan satu persatu maka uraiannya akan menjadi panjang. Oleh sebab itu, hanya dikemukakan 2 (dua) dusun saja sebagai contoh pada setiap mendapo. Sesungguhnya ditemukan sedikit perbedaan dalam corak kepemimpinan masyarakat adat pada lingkungan dusun-dusun di Pesisir Bukit dengan dusun-dusun dilingkungan tanah Dayi. Pada lingkungan tanah Dayi tiap-tiap dusun dipimpin oleh sebuah dewan pemangku adat, namun dilingkungan daerah Pesisir Bukit sebuah dewan adat memerintah beberapa buah dusun. Perbedaan seperti ini bisa saja terjadi karena masih sesuai dengan acuan hukum adat yaitu : "Adat serupo, ico dipakai yang



160



belain-lain". Sebagai contoh dusun Kumun dan Debai dipimpin oleh pemangku adat yang tergabung dalam sebuah dewan disebut Depati Empat, Patih Nan Duo, Pemangku Nan Duo. Sedangkan di daerah Sungai Penuh terdiri atas dusun Baru, dusun Sungai Penuh, dusun Pondok Tinggi dan dusun Empeh dipimpin oleh sebuah dewan bernama Depati Nan Bertujuh, Permenti Nan Sepuluh, Pemangku Nan Berduo, Ngabi Teh Sentio Bawo. Adapun perangkat adat Depati Nan Bertujuh terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Depati Santioudo, dusun Sungai Penuh lurah Rio Jayo, larik Iyun Depati Payung, dusun Pondok Tinggi Depati Sungai Penuh, dusun Sungai Penuh larik Baru Depati Pahlawan Negaro, dusun Sungai Penuh larik Pantai Depati Simpan Negeri, dusun Baru Depati Nyato Negeri, Dusun Baru Depati Setio Bawo Larik Baru ?



Perangkat adat Permenti Nan Sepuluh terdiri atas : 1. 2.



Datuk Singarapi, dusun Sungai Penuh Rio Senggaro, dusun Pondok Tinggi.



161



3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Rio Mendaro/Rio Pati, Pondok Tinggi Rio Temenggung, dusun Sungai Penuh Rio Jayo, dusun Sungai Penuh Rio Mendiho, dusun Sungai Penuh Datuk Sepati Gagak, dusun Sungai Penuh Datuk Sepati Uban, dusun Sungai Penuh Datuk Kuning Kodrad, Sungai Penuh Rio Mangkubumi, dusun Sungai Penuh



Sedangkan Perangkat adat Pemangku Nan Berduo terdiri atas: 1. 2.



Mangku Rajo, dusun Sungai Penuh Mangku Depati (Ngabi Teh Satio Bawo) dusun Sungai Penuh.



Keadaan yang hampir sama terdapat pula pada Dewan Depati Nan Empat, Patih Nan Duo, Pemangku Nan Duo yang memerintah dan mengurus dusun Kumun dan Debai sebagaimana telah disebutkan di atas. Adapun Depati Nan Empat adalah: 1. 2. 3. 4.



162



Depati Sempurno Bumi Putih Depati Purwo Negaro Depati Gelang Negeri Depati Nyato Negaro



Sedangkan Patih Nan Duo adalah : 1. 2.



Patih Balang Patih Nyampai



Pemangku Nan Dua adalah : 1. Mangku 2. Mangku Cahayo Depati



6.6. Tanah Mendapo Penawar



D



AHULU Mendapo Penawar disebut orang dengan Mendapo Penuras. Kata penawar dan penuras adalah kuasa kata bahasa Kerinci yang merupakan bagian dari bahasa Melayu. Kedua kausa kata hampir sama artinya dan bersifat religius megish. Penawar dapat diartikan sebagai obat untuk menghilangkan daya kekuatan bisa, racun dan penyakit. Dapat juga berarti mantra atau jampi untuk menghilangkan sesuatu penyakit dari tubuh seseorang. Dari sisi lain dapat pula berarti sesuatu yang dapat membuat orang senang, misalnya penawar hati yaitu membuat hati menjadi senang.



163



Hampir sama halnya dengan kata penuras yang berarti sesuatu pelumas untuk mengobati penyakit. Tanah Mendapo Penawar merupakan tanah mendapo yang wilayah teritorialnya paling kecil dibandingkan dengan tanah mendapo lain. Daerahnya terdiri atas daerah persawahan dan sebagian kecil daerah perladangan pada sekitar lereng Bukit Katenggang. Disekitar persawahan dilereng perbukitan yang datar, rakyat membuat dusun-dusun tempat mereka tinggal. Mata pencarian penduduk boleh dikatakan hanya bersawah dan berladang kecil-kecilan. Tanah Mendapo Penawar berbatas di sebelah Timur dengan Mendapo Hiang dan Mendapo Kemantan. Sebelah Utara dengan Mendapo Rawang Hilir, dan disebelah Barat dengan Mendapo Hiang. Sedangkan disebelah Selatan juga dengan Mendapo Hiang. Disamping wilayah teritorialnya kecil, dusundusun yang terdapat di sini juga berjumlah sedikit. Pada mulanya dusun-dusun dalam tanah mendapo ini hanya berjumlah 4 (empat) buah, yaitu : dusun Pendung Ilir, dusun Pendung Tengah, dusun Tanjung Mudo dan dusun Koto Padang. Kemudian dalam perkembangannya hanya bertambah sebuah dusun saja, yaitu dusun Pendung Mudik. Sedangkan penduduk yang mendiami dusun-dusun dalam



164



kemendapoan Penawar menurut sejarah berasal dari koto Jelatang (Hiang Tinggi) sekitar 3 atau 4 km dari daerah ini. Ke empat dusun yang telah disebutkan di atas mempunyai hubungan kekerabatan dengan orang-orang dusun Pendung Koto Padang, Debai, Pendung, Hiang, Sungai Abu dan Koto Tebat. Hubungan kekerabatan ini secara adat mengikat atau mewajibkan orang Penawar untuk mengun-dang orang-orang dusun-dusun tersebut pada waktu mereka mengadakan kenduri sko dan perhelatan adat lainnya, demikian pula sebaliknya. Penguasa atau pemangku adat yang memerintah dusun-dusun di tanah Penawar adalah dewan Depati Nan Empat, Menti Nan Balimo, dalam lurah Depati Mudo Beterawang Lido dan semua mereka terhimpun dalam satu dewan atau majelis. Pusat pemerintahan tanah Mendapo Penawar adalah dusun Tanjung Mudo, sedangkan sebagai kepala Mendapo adalah Depati Mudo Beterawang Lido. Dari ulasan sebelumnya tampak bahwa gelar Depati Mudo Beterawang Lido juga terdapat di Tanah Mendapo Rawang Mudik dan Mendapo Rawang Hilir. Bagaimana hal ini bisa terjadi dan apakah ada hubungan berdasarkan keturunan darah di antara mereka belumlah dapat di ketahui secara jelas. Atau bisa saja mereka hanya saling meniru satu sama lain.



165



Adapun pemangku adat Depati Nan Empat dari kemen-dapoan Penawar terdiri dari : 1. 2. 3. 4.



Depati Riang Kuning, dari Pendung Mudik Depati Punjung Kecil, dari Pendung Tengah Depati Mudo Lurah, dari Pendung Hilir Depati Riang Berjanggut Hitam, dari Tanjung Mudo



Ke empat depati tersebut dibantu oleh Menti Nan Balimo, yang terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5.



Mangku Mudo Rio Jayo Rio Mulyo Rio Mangku So Patih Paud Patih Dani Datuk Musali



Sama dengan kemendapoan lainnya, pada setiap dusun dibentuk pula pemangku adat untuk mengurus anak jantan dan anak batino dalam dusun. Sebagai contoh di ambil dusun Koto Padang. Di sini orang membentuk pemangku adat tingkat dusun terdiri dari : Depati Nan Bertujuh, Ninik Mamak Nan Sembilan. Adapun perangkat adat Depati Nan Bertujuh adalah :



166



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Depati Mudo Beterawang Lido Depati Penawar Rajo Depati German Besi Depati Metak Bumi Depati Lurah Gedang Depati Penawar Agum Depati Udo



Sedangkan Ninik Mamak Nan Sembilan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Patih Pimpon Rio Sedalam Rio Milijo Rio Bensu Putih Sembah Ajo Rio Mendaro Rio Mulyo Hitam Mangku Tarajo Patih Pimpon Negeri



Perangkat adat sebagaimana di atas terdapat pula pada dusun-dusun lain. Di sini terlihat bahwa dalam masyarakat adat Kerinci ditemukan perangkat adat yang mengurus tanah dusun, tanah mendapo, tanah depati, dan Alam Kerinci.



167



6.7. Tanah Mendapo Hiang



K



EDUDUKAN Mendapo Hiang, baik dalam sejarah maupun dalam ketatanegaraan sangat pen-ting. Daerah ini telah ditetapkan menjadi pusat Tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain. Selain itu, sejarah mencatat bahwa Hiang Tinggi awalnya bernama Koto Jelantang, merupakan tempat asal keturunan orangorang dalam Mendapo Hiang, Mendapo Penawar, sebagian Mendapo Rawang Hilir dan Mendapo Seleman. Berdasarkan legenda yang berkembang dalam masyarakat, menyebutkan nenek moyang mereka bernama Indar Baya dan Sibantut (suami isteri) mempunyai anak Indar Mariam kemudian kawin dengan Sibuku. Lalu melahirkan Indar Jati, kemudian kawin dengan Maya. Suami isteri ini melahirkan anak bernama Semaya. Semaya bersuamikan pula dengan Indar Jati. Perkawinan mereka melahirkan anak bernama Berusu Tunggal dan kemudian kawin pula dengan Sitti Maya. Perkawinan Berusu Tunggal dengan Sitti Maya mempunyai anak sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu :



168



Dayang Endah, Dayang Ruami dan Dayang Rumayah. Dari ke tiga anak perempuan itu melahirkan banyak keturunan, diantara yang terpenting adalah dari keturunan Dayang Endah. Dia bersuami Ilang Dilaman dan mempunyai anak sebanyak 5 (lima) orang, yaitu : Sari Endah, Sari Setu, Meh Cincin, Meh Ripin dan Meh Jeman. Diantara mereka yaitu Meh Jeman mempunyai 2 (dua) orang anak, yaitu : Serunjung Angin dan Sejaman. Sedangkan Sari Endah melahirkan Saindah, Sari Pemantu, dan Inten Pematu. Kemudian Meh Ripin mempunyai anak pula bernama Saipin. Sebagian besar dari keturunan tersebut menetap di negeri Hiang dan Penawar, sedangkan yang lainnya menyebar pada beberapa dusun di Kerinci. Namun, sejauhmana kebenaran cerita ini tidaklah dapat dijelaskan. Tanah Mendapo Hiang di sebelah Utara berbatas dengan daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat Orang Batin Muaro Bungo. Sebelah Selatan berbatas dengan danau Kerinci dan Tanah Depati Rencong Telang (Pemuncak Tuo Pulau Sangkar). Di sebelah Barat berbatas dengan Mendapo Penawar dan Mendapo Kemantan, dan di sebelah Timur dengan Mendapo Seleman. Daerah ini pada bagian Barat merupakan daerah persawahan, dengan dusun-dusun berpenduduk padat.



169



Sedangkan pada bagian Utara merupakan tanah yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung dan masih berupa hutan. Adapun dusun-dusun dalam tanah mendapo ini adalah : Hiang Tinggi, Betung Kuning, Koto Baru, Ambai, Pendung, Semerah, Sebukar, Kayu Aro Ambai dan Bungo Tanjung. Dusun Sebukar, Kayu Aro Ambai, Ambai dan Bungo Tanjung terletak di daerah Tanah Cuguk (bukit kecil yang rendah) posisinya berada di tepi danau Kerinci. Kondisi geografis ini menyebabkan Tanah Mendapo Hiang berbatasan langsung dengan danau Kerinci. Hiang Tinggi, Betung Kuning, Koto Baru dan Ambai berada di kaki bukit pergunungan Kerinci Timur, sedangkan Pendung dan Semerah berada di tengah-tengah daerah persawahan. Pusat pemerintahan Mendapo Hiang adalah Koto Baru. Dari tempat ini Depati Batu Hampar sebagai kepala mendapo memerintah bersama para depati dan ninik mamak sebagai pelaksanan tugas sehari-hari. Terdapat dewan Musyawarah Mendapo (mendaporaad), dengan anggotanya terdiri dari utusan pemangku adat dusun. Selain itu, pada tanah Mendapo Hiang terdapat pula pusat pemerintahan tanah Depati Atur Bumi atau Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain yaitu di Hiang Tinggi. Mengenai Mendapo Hiang pernah ditulis oleh H. Marioson



170



seorang Controluer Belanda yang pernah memangku jabatan sebagai Kepala Daerah Onderafdeeling Kerintji Indrapura dan sebagai Kepala Daerah District Kerinci. Pada dusun Hiang Tinggi pusat Tanah Depati Atur Bumi terdapat penguasa adat Depati Nan Balimo Ninik Mamak Nan Balimo. Mereka secara bersama menjalankan pemerintahan pada tingkat dusun dan tanah depati. Dalam hukum adat Kerinci ditemukan bentuk yang bersifat kebersamaan (komunal) mengutamakan kepentingan bersama atau satu untuk semua dan semua untuk satu. Adapun perangkat Depati Nan Belimo adalah : 1. 2. 3. 4. 5.



Depati Atur Bumi Depati Atur Bayo Depati Nyato Negara Depati Yang Tunggal Depati Tudoh



Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan Balimo adalah : 1. 2. 3.



Mendalo Ajo Cindai Pati Kalukah



171



4. 5.



Kebalo Ajo Depati Ajo



Dalam Ninik Mamak Nan Balimo di atas terdapat seorang ninik mamak bergelar Depati Ajo. Walaupun bergelar depati namun statusnya adalah ninik mamak. Khusus dalam mendapo Hiang banyak depati yang berstatus ninik mamak, hal seperti ini tidak terjadi pada daerah lain. Di Alam Kerinci gelar depati merupakan gelar pejabat adat paling tinggi dalam suatu komunitas masyarakat adat, kemudian dibawahnya baru ninik mamak. Untuk membedakan antara keduanya, maka ninik mamak biasanya diberi gelar lain seperti : Rajo, Sutan, Datuk, Rio, Ngabi, Mangku, Temenggung (Menggung), Patih, Kabalo, Kelukah, Cindai dll. Sedangkan untuk perangkat adat pada tingkat bawah diberi gelar pula seperti : alingan (pesuruh), tukang canang, penggawa (pengao), hulubalang dll. Bila seseorang menyandang gelar tersebut, maka orang dapat mengetahui bahwa yang bersangkutan adalah perangkat adat. Selain dusun Hiang Tinggi dapat pula dilihat dusun Betung Kuning disebelahnya. Dusun ini termasuk dusun lama di Tanah Hiang dan diurus oleh pemangku adat Depati Nan Berempat, Ninik Mamak Nan Berempat. Bilangan depati dan ninik mamak



172



biasanya disesuaikan menurut banyaknya lurah dalam sebuah dusun. Perangkat adat Depati Nan Berempat, adalah : 1. Depati Agung 2. Depati Rajo 3. Depati Anggo Rajo 4. Depati Garmeng Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan berempat terdiri pula atas : 1. 2. 3. 4.



Rio Agung Rio Pati Rio Parbo Rio Karango



Contoh lain dapat dikemukakan pula dua buah dusun di luar negeri Hiang tapi masih dalam satu kemendapoan. Ke dua dusun dimaksud adalah dusun Ambai di lereng bukit pegunungan Kerinci Timur dan dusun Bungo Tanjung di tepi Danau Kerinci. Untuk dusun Ambai pemangku adat atau pejabat adat yang memerintah disebut dengan : Depati Nan Berenam Ninik Mamak Nan Berenam. Adapun perangkat adat Depati Nan berenam adalah :



173



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Depati Intan Depati Mandaro Depati Simpan Negeri Depati Mangkuto Alam Depati Rajo Depati Depati Jayo



Sedangkan Ninik Mamak Nan berenam adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Rajo Mangkuto Sutan Manenggang Rajo Penghulu Depati Suko Berajo Depati Gerah Bumi Depati Bumi Siam



Di atas terdapat 3 (tiga) orang yang bergelar depati, tetapi berstatus ninik mamak. Tampak dalam Mendapo Hiang keadaan seperti itu biasa terjadi, tidak terlalu dibedakan benar. Pada daerah lain seseorang yang menyandang gelar depati harus berstatus depati, dan orang yang menyandang gelar ninik mamak dicarikan pula gelar lain. Pada dusun Bunga Tanjung perangkat adat yang memerintah disebut Depati Nan Berempat Ninik Mamak Nan Berempat. Adapun Depati Nan berempat adalah :



174



1. 2. 3. 4.



Depati Celak Gedang Depati Celak Kecik Depati Celak Putih Depati Celak Itam



Sedangkan Ninik Mamak Nan Berempat adalah : 1. Rajo Gedang 2. Rajo Kecik 3. Rajo Putih 4. Rajo Itam Terlihat sedikit perbedaan gelar-gelar depati dan ninik mamak dari dusun Bungo Tanjung, dimana ke empat depatinya bergelar “Celak” dan ninik mamak semuanya bergelar “Rajo”. Mungkin ini disebabkan pengaruh dari asal usul keturunan orang Bungo Tanjung dari Jerangkan Tinggi, bukan dari Koto Jelatang, sebagai mana kebanyakan dusundusun dalam Mendapo Hiang. Dari 4 (emat) buah dusun dalam Mendapo Hiang, dusun Hiang Tinggi mempunyai 5 (lima) lurah dan masing-masing lurah mempunyai 1 (satu) kelebu, yang diurus oleh 5 (lima) orang depati dan 5 (lima) orang ninik mamak. Dusun Betung Kuning mempunyai 4 (empat) lurah dan 4 (empat) kelebu, diurus oleh 4 (empat) orang depati dan 4 (empat) orang ninik mamak. Dusun Debai mempunyai 6



175



(enam) lurah dan 6 (enam kelebu, diurus oleh 6 (enam) orang ninik mamak. Dusun Bungo Tanjung mempunyai 4 (emapt) lurah dan 4 (empat) kelebu, diurus oleh 4 (empat) orang depati dan 4 (empat) orang ninik mamak.



6.8. Tanah Mendapo Seleman



M



ENDAPO Seleman berbatas sebelah Utara dengan Mendapo Hiang, sebelah Selatan



dengan Tanah Depati Biang Sari, sebelah Barat dengan danau Kerinci, dan sebelah Timur dengan daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat Orang Batin Muara Bungo. Batas mendapo ini dengan Tanah Depati Biang Sari menurut sepanjang adat terletak di tengah-tengah dusun Seleman dan disebut orang dengan “didih temih”, yaitu batas tanah depati dengan tanah depati. Separuh dari dusun Seleman masuk dalam Mendapo Seleman, Tanah Mendapo Nan Delapan Helain Kain atau Tanah Depati Atur Bumi, dan separuh lagi masuk dalam Tanah Depati Biang Sari.



176



Dusun-dusun yang termasuk dalam Mendapo Seleman menurut sepanjang adat adalah : Seleman (Separuh), Tanjung Tanah, Koto Petai, Ujung Pasir, Koto Iman, Koto Salak, dan Cupak. Tentang asal usul penduduk yang mendiami dusun-dusun tersebut berkembang beberapa legenda dalam masyarakat. Salah satunya mengatakan orang yang pertama dikenal di daerah ini adalah nenek Segindo Kuning, atau ada yang menyebutnya dengan Nenek Sagindo Kerau. Namun dari mana asalnya tidak mereka ketahui. Mereka hanya mengatakan nenek Sagindo Kuning atau nenek Segindo Kerau bertempat tinggal di dusun Seleman di tepi Danau Kerinci. Beliau sering berpindah tempat tinggal antara Seleman dengan Tanjung Kerbau Jatuh di Sanggar Agung. Beliau meninggal dan dikuburkan di Seleman. Kuburannya sudah terendam air danau Kerinci. Terlepas dari legenda di atas, perlu untuk digaris bawahi bahwa di dekat daerah ini terdapat dua dusun purba yaitu : Koto Jelantang di Hiang Tinggi dan Jerangkan Tinggi di dekat dusun Muak disebelah Selatan danau Kerinci. Secara logis maka sangat besar kemungkinan asal anak keturunan yang berkembang di sekitar daerah ini, datang dari kedua dusun purba tersebut, baik secara langsung maupun tidak. Mendapo Seleman sebagaimana telah disebutkan di atas berbatas langsung dengan Tanah



177



Depati Biang Sari yang berpusat di dusun Pengasih. Penduduk dusun Pengasih banyak bermigrasi ke Pulau Pandan, Sanggar Agung, dan Pendung Talang Genting. Dari ke 3 (tiga) dusun itu mereka pergi ke dusun Seleman dan Tebing Tinggi. Mereka datang ke sini tidak lain untuk membuat sawah. Selain itu, ke daerah Mendapo Seleman datang pula migrasi dari Koto Jelantang (Hiang Tinggi). Migrasi penduduk bergerak ke Ambai, Cupak, Tanjung Tanah, Koto Iman, Koto Salak, Ujung Pasir dan kemudian ke dusun Seleman. Arus migrasi kemudian bertemu di dusun Seleman, baik yang datang dari keturunan nenek moyang Koto Jelantang maupun dari nenek moyang Jerangkang Tinggi. Lalu secara bersamasama mereka membangun kehidupan dengan membentuk dusun yang disebutkan di atas. Pusat mendapo Seleman adalah dusun Seleman dan dari sini roda pemerintahan dijalankan oleh Depati Nan Delapan Ninik Mamak Nan Delapan. Adapun perangkat Depati Nan Delapan yang memerintah kemendapoan Seleman adalah : 1. 2. 3. 4. 5.



178



Depati Taroh (Sirah) Bumi Depati Tudung Manis Depati Seku Bulan Depati Rio Mudo Depati Selago



6. 7. 8.



Depati Pengasih Depati Segalo Putih Depati Senggaro



Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan Delapan yang membantu tugas para depati dalam mengurus negeri adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Temenggung Rajo Panglimo Sutan Rajo Mudo Putih Rajo Ketib Rajo Tiang Alam Rajo Temenggung Rajo Sari Rajo Negaro



Dusun Seleman selain sebagai pusat kemendapoan, juga merupakan pusat pemerin-tahan dusun. Pemerintah dusun Seleman dijalankan para pemangku adat dusun dan juga dipimpin oleh Depati Taroh Sirah Bumi dan kembarannya serta para depati dan ninik mamak dusun. Dalam menjalankan pemerintahan dusun, pelaksanaan tugas banyak dijalankan oleh kembaran Depati Taroh Sirah Bumi dan kembaran lainnya. Seorang depati dalam sebuah dusun, dimana yang bersangkutan merangkap sebagai pemangku adat dalam kemendapoan maka



179



tugas mengurus dusun dilaksanakan oleh kembarannya. Keadaan yang sama juga berlaku pada dusun-dusun lain, dimana setiap dusun memiliki perangkat pemerintahan dusun. Sebagai contoh dapat dikemukakan dusun Tanjung Tanah dan Dusun Cupak. Pemangku adat yang memerintah dusun Tanjung Tanah disebut dengan Depati Nan Batigo, Ninik Mamak Nan Batigo. Adapun perangkat Depati Nan Batigo terdiri atas : 1. 2. 3.



Depati Talam Depati Kerto Bumi Depati Sikembang



Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan Batigo yang membantu para depati adalah : 1. Rajo Bugis 2. Rajo Mendaro 3. Rajo Mudo. Demikian pula dengan dusun Cupak sekitar 4 (empat) km dari dusun Tanjung Tanah, dimana perangkat pemerintahan dusunnya disebut dengan Depati Nan Berempat Ninik Mamak Nan Berempat. Adapun perangkat Depati Nan Berempat terdiri atas : 1. 2.



180



Depati Mangku Bumi Depati Serah Bumi



3. 4.



Depati Sakarjo Depati Sukoberajo



Perangkat depati tersebut dibantu para Ninik Mamak Nan Berempat terdiri atas : 1. Mangku Rajo 2. Rajo Laksano 3. Rajo Mendaro 4. Rajo Alam Masing-masing perangkat adat yang mengurus kemendapoan dan mengurus dusun mempunyai tugas dan tanggung jawab sendirisendiri. Bila seorang pemangku adat dusun merangkap pemangku adat mendapo, maka tugas dalam mengurus dusun dijalankan kembarannya. Dalam hal ini, posisi depati atau ninik mamak bisa dijabat atau dipangku oleh lebih dari satu orang untuk gelar depati atau gelar ninik mamak yang sama. Penjelasan mengenai hal ini akan ditulis secara tersendiri dalam uraian yang terpisah. Gambaran tentang kemendapoan Seleman di atas, menutup ulasan secara umum mengenai kemendapoan dalam lingkup Tanah Mendapo Nan Delapan Helai Kain atau Tanah Depati Atur Bumi.-



181



BAB VII Tanah Depati Biang Sari



T



anah depati ini memiliki batas, di sebelah Utara dengan Tanah Depati Atur Bumi, dengan tapal batas berada di tengah-tengah dusun Seleman, disebut dengan "didih temih". Batas di sebelah Barat dengan Danau Kerinci dan Tanah Depati Rencong Telang (antara Pidung dengan Keluru) dan sungai Batang Merangin. Di sebelah Selatan dengan Pulau Manis (antara Muan dengan Terutung) Tanah Depati Rencong Telang, dan disebelah Timur berbatas dengan Rantau Nan Tigo Jenjang (Air Liki). Rantau Nan Tigo Jenjang diatas termasuk dalam wilayah adat Tanah Depati Rencong Telang.



182



Jika batas Tanah Depati Atur Bumi dengan daerah Minangkabau (kerajaan Kakabung Sungai Pagu) dalam bentuk batas alam yaitu Gunung Kerinci, maka batas Tanah Depati Atur Bumi dengan Tanah Depati Biang Sari berupa tapal batas buatan berada di tengah-tengah dusun Seleman. Dalam seluko adat disebutkan "batas alam bersuluh matahari, sedangkan batas buatan bersuluh ingatan (fikiran), dimana lantak tidak goyah, cermin tidak kabur".



7.1. Tanah Biang



T



ANAH Depati Biang Sari terdiri atas 5 (lima) tanah pemerintahan lapisan ke 2 (dua) yang disebut dengan “Tanah Biang”, yaitu : 1.



Tanah Biang Pengasih terdiri atas dusun Pengasih, Terutung, Pulau Pandan, Tanjung Batu dan Pidung.



2.



Tanah Biang Sanggar Agung terdiri atas dusun Sanggar Agung, Pendung Talang Genting, Seleman Ilir dan Tebing Tinggi.



183



3.



Tanah Biang Ngaol terdiri atas dusun Telantam, Kandang, Kampung Tengah, Rumah Panjang, Pulau Demat, Tanjung Putus, Lubuk Punti, Sungai Talang, Ngaol, Muaro Berembang, Air Liki, Sarik Belarik, Genting, dan Renah Kepayang.



4.



Tanah Biang Muaro Kibul terdiri atas dusun Batu Gedang, Muaro Lengah, Sungai Ampar, Tanjung Putus, Pulau Tebakar, Muaro Gabah, Kampung Baru, Kampung Tengah, Kampung Aur, Kampung Dalam, Sungai Tabir, Lubuk Resam, Padang Lendir, dan Pulau Lebar.



5.



Tanah Biang Rantau Panjang terdiri atas dusun Rantau Panjang, Pasar Rantau Panjang, Lubuk Bumbun, Tanjung, Belur Panjang, Ulak Makam, Rantau Limau Manis, Kandang, Koto Rayo, Rantau Arau, Muaro Jernih, Pulau Aro, Kapuk dan Seling.



Pusat pemerintahan tanah Depati Biang Sari adalah dusun Pengasih. Dari dusun ini Depati Biang Sari mengkoordinir pememerintahan dusun-dusun yang bearda dalam wilayahnya. Depati Biang Sari adalah kepala tanah depati dan ketua kerapatan adat tanah depati yang beranggotakan para depati dari masing-masing Tanah Biang. Selain dusun Pengasih,



184



dusun yang sangat penting kedudukannya adalah dusun Sanggar Agung, karena dusun ini merupakan pusat pemerintahan Negara Depati Empat Alam Kerinci. Dusun Pengasih disebut sebagai tanah sebingkah atau tempat pusat pemerintahan adat tanah Depati Biang Sari. Dusun Pengasih sekaligus merupakan hamparan besar dari Tanah Depati Biang Sari, tempat para pemangku adat seluruh Tanah Biang dan tanah dusun bermusyawarah dalam mengelola negeri Tanah Biang Sari. Seluko adat yang sering disebut-sebut dalam kehidupan masyarakat Kerinci tentang pentingnya peran Tanah Depati Biang Sari menyebutkan : "Tanah Depati Biang Sari, Hamparan Besar Tanah Pengasih, Sanggar Agung Tanah Kadipan, Tempat Musyawarah Depati Alam Kerinci". Dalam menjalankan roda pemerintahan tanah depati, maka Depati Biang Sari dibantu oleh para depati dan ninik mamak dalam dusunnya dan para depati dan ninik mamak yang terdapat pada Tanah Biang dan tanah dusun lainnya. Kebijakan pembangunan tanah depati dan rakyatnya ditentukan secara bersama oleh para depati yang memerintah, cerdik pandai dan para tetua adat dari Tanah Biang dan dusun-dusun yang tergabung dalam Tanah Depati Biang Sari. Sedangkan implementasi secara langsung terhadap rakyat dilakukan para depati, ninik mamak yang memerintah tanah Biang



185



dan tanah dusun. Perangkat pemerintahan tanah depati hanya bersifat mengawasi, menuntun dan memberi sanksi terhadap penyimpangan dari kebijakan yang telah disepakati. Dusun Pengasih sebagai pusat pemerintahan tanah Depati Biang Sari diperintah oleh Depati Nan Berempat, Ninik Mamak Nan Berempat, terdiri atas : Depati Nan Berempat adalah : 1. Depati Biang Sari. 2. Depati Pengasih 3. Depati Parwo 4. Depati Sukoberajo Sedangkan Ninik Mamak Nan Berempat adalah : 1. Rio Depati 2. Suko Berajo 3. Singo Negaro 4. Raji Temenggung Pada dusun Pendung Talang Genting susunan pemerintah dusun terdiri atas Depati Nan Beduo Ninik Mamak Nan Beduo. Adapun Depati Nan Berduo terdiri atas : 1. 2.



186



Depati Biasan Depati Rio Suto



Sedangkan Ninik Mamak Nan Berduo adalah : 1. 2.



Rio Ginggang Rio Laksano



Sedangkan pada dusun Tebing Tinggi yang terletak di bagian Timur Laut dari Tanah Depati Biang Sari (dibawah kaki bukit Seru) diperintah pula oleh pemangku adat Depati Nan Berduo Ninik Mamak Nan Berduo. Adapun Depati Nan Berduo terdiri atas : 1. 2.



Depati Mongem Depati Parbo



Sedangkan Ninik Mamak Nan Berduo adalah : 1. 2.



Rajo Muto Alam Rajo Laksano



Posisi Tanah Depati Biang Sari berada di sebelah Timur dari danau Kerinci dan sungai Batang Merangin. Perkembangan penduduk yang mendiami daerah ini, sebahagian banyak yang pindah ke arah Barat menyeberangi sungai Barang Merangin masuk ke darah tanah Depati Rencong Telang disebelah Selatan danau Kerinci. Di tepi danau Kerinci mereka



187



membangun dusun Tanjung Batu dan Pidung. Orang yang datang dari tanah Depati Biang Sari itu, dalam seluko adat disebut : "belalang Depati Biang Sari, padang Depati Rencong Telang”. Daerah atau “padang” yang dihuni orangorang yang berasal dari tanah Depati Biang Sari batasnya ditentukan oleh Depati Rencong Telang sebagai pemilik tanah hak wilayat adat. Batas dibuat antara dusun Tanjung Batu dengan dusun Muak, dan diantara dusun Pidung dengan dusun Keluru. Untuk menjaga batas daerah tersebut supaya tidak dilanggar, maka Depati Rencong Telang lalu menunjuk penjaga batas atau wali tanah di ke dua tempat. Wali tanah untuk dusun Muak diangkat Rio Genti Merajo dan untuk dusun Keluru diangkat Rio Gilang. Keduanya berkewajiban menjaga batas sesuai dengan yang telah ditentukan agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari diantara ke dua tanah depati (lantak nan tidak goyah, cermin nan tidak kabur). Daerah yang harus mereka awasi meliputi daerah di atas tebing terjal dipinggir danau Kerinci berupa dataran tinggi berbukit-bukit kecil meluas ke arah Selatan sampai pada pergunungan yang melintang dihadapannya yaitu anak pergunungan dari Gunung Patah Tiga dan Gunung Sumbing. Gunung dan pergunungan ini membatasi daerah



188



Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri di Serampas. Kedua daerah pemuncak itu termasuk ke dalam Tanah Depati Rencong Telang. Sedangkan patahan tebing di pinggir danau Kerinci itu ,dimulai sejak dusun Benik sampai ke Sanggar Agung. Sendangkan pingggiran danau Kerinci dimulai dari dusun Pulau Tengah sampai ke Tanjung Pauh Mudik. Sepanjang pinggir danau yang kondisi daerahnya landai itu merupakan tempat dusun-dusun di atas berada. Keadaan alam sepanjang tepi danau Kerinci seperti itu telah dibentuk pada zaman kwarter kira-kira 600.000 tahun yang silam.



7.2. Ibu Kota Negara



D



USUN Sanggar Agung merupakan sebuah dusun yang istimewa dalam Tanah Depati Biang Sari, karena merupakan pusat Negara Depati Empat Alam Kerinci. Pada dusun ini ditegakkan pemangku adat yang memerintah dusun Sanggar Agung sebagai pusat pemerintahan negara Depati Empat Alam Kerinci. Pemangku adat dusun dipimpin oleh Depati Sanggar Agung dengan para ninik mamaknya terdiri atas : (1) Rio Depati, (2) Kamidin dan (3)



189



Menggung. Aparat ini telah dianggap cukup pada masa itu untuk memerintah dusun Sanggar Agung yang baru tumbuh. Dalam urusan pemerintahan Negara Depati Empat Alam Kerinci Depati Sanggar Agung ditetapkan sebagai Pegawai Dalam, dibantu Pengawai Jenang dan Pegawai Rajo dari dusun Lolo. Mengenai hal ini telah diterangkan pada awal tulisan tentang pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan berbagai aktivitas kenegaraan di Sanggar Agung, aparat pemerintahan selalu mendapat bantuan dari dusun-dusun di sekitar Tanah Depati Biang Sari, antara lain dari : dusun Pulau Pandan, Tanjung Batu dan Pendung Talang Genting. Diantara kerja besar yang pernah dilakukan berupa kenduri sko dusun Sanggar Agung, dan menerima tamu negara, seperti : Raja Kerajaan Kakubung Sungai Pagu, Sultan Kesultanan Indrapura dan Sultan Kesultanan Jambi, Duta Kesultanan Jambi Pangeran Temenggung Kabaruh di Bukit dll. Sanggar Agung sebagi ibukota Negara Depati Empat Alam Kerinci merupakan tempat pertemuan para petinggi negara baik dari dalam maupun dari luar. Petinggi negara dalam hirarki kepangkatan di Kerinci mulai dari depati, baik yang berada pada lapisan stuktuktur pemerintahann terbawah sampai



190



teratas (negara) disebut dengan “kedepatian”, dan tempat pertemuannya disebut dengan “kadipan”.



BAB VIII Tanah Depati Rencong Telang



T



ANAH Depati Rencong Telang berpusat di Pulau Sangkar. Tanah Depati Rencong Telang dalam seluko adat disebut juga dengan "Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum, Pemuncak Tuo Pulau Sangkar, Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri, Pemuncak Bungsu Koto Tapus". Jadi Tanah Depati Rencong Telang sama dengan Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum. Tanah depati ini merupakan tanah depati yang terluas dalam Negara Depati Empat Alam Kerinci. Apa lagi bila dimasukkan rantau dari Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar yaitu Rantau Menjuto. Wilayah Tanah Depati Rencong Telang terdiri dari daerah pergunungan,



191



dataran tinggi, dataran rendah dan daerah pantai. Tiga lingkungan tersebut telah mempengaruhi kehidupan dan mata pencaharian rakyat. Sungguhpun demikian mata pencaharian pokok rakyat tetap bertani dengan mengerjakan sawah dan ladang. Sedangkan mata pencaharian tambahan adalah mencari ikan, mendulang emas, dan mencari hasil hutan, dll. Tanah Depati Rencong Telang termasuk Rantau Menjuto dan Rantau Nan Tigo Jenjang, berbatas di sebelah Utara dengan Tanah Depati Biang Sari dan Tanah Depati Atur Bumi. Bagian Barat Laut berbatas dengan Kesultanan Indrapura dan bagian Barat Daya dengan Lautan Hindia. Sebelah Selatan berbatas dengan daerah Otonomi Persekutuan Hukum Adat Orang Batin Sarolangon, dan di sebelah Timur berbatas dengan daerah Kerinci Rendah. Tanah Depati Rencong Telang berada dibawah pemerintahan atau kendali dari Pemuncak Tuo Pulau Sangkar. Tanah Depati ini dibagi atas 3 (tiga) Tanah Pemuncak, yang menurut sepanjang adat disebut dengan Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum, yaitu : 1. Tanah Pemuncak Pulau Sangkar dipimpin/ diperintah oleh Pemuncak Tuo, yang sekaligus sebagai Depati Rencong Telang memerintah



192



seluruh Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum atau Tanah Depati Rencong Telang. 2. Tanah Pemuncak Tanjung Kaseri, dipimpin/ diperintah oleh Pemuncak Tengah, memerintah negeri-negeri disekitar Tanjung Kaseri yaitu di daerah Serampas sekarang. 3. Tanah Pemuncak Koto Tapus, dipimpin/ diperintah oleh Pemuncak Bungsu, memerintah negeri-negeri di sekitar Koto Tapus (Jangkat) di daerah Sungai Tenang sekarang. Hirarki pemerintahan pada Tanah Depati Rencong Telang dari atas ke bawah terdiri dari : tanah depati, tanah pemuncak dan tanah dusun. Untuk dusun di sini ada yang terbagi atas larik, dan ada pula atas kampung. Bila komunitas masyarakat berada pada satu kelompok besar maka dusun dibagi atas larik, namun bila komunitas masyarakat menyebar terpecah-pecah maka dusun dibagi atas kampung-kampung. Tentang riwayat Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum diceritakan bahwa Pemuncak Asal berasal dari Jerangkang Tinggi dan telah lama memerintah disana secara silih berganti. Jadi Pemuncak merupakan gelar pemimpin negeri-negri pada masa itu yang



193



memerintah suatu hamparan wilayah tertentu. Pada suatu ketika Pemuncak Asal yang terakhir menelusuri sungai Batang Merangin kemudian mendapatkan sebuah delta yang dikelilingi sungai lalu mendirikan dusun yang kemudian diberi nama Pulau Sangkar. Pemuncak Asal mempunyai 3 (tiga) orang anak lakilaki dan setelah dewasa mereka diberi tugas membantu dalam urusan pemerintahan. Anak lakilaki tertua di beri tugas membantu memerintah di Pulau Sangkar, anak yang tengah ditugaskan memerintah di daerah Serampas sekarang, dan anak yang bungsu di tempatkan di Koto Tapus (daerah Jangkat sekarang). Pada hari tua dimana Pemuncak Asal tidak memungkinkan lagi untuk memerintah, lalu dibaginya Tanah Pemuncak yang diperintahnya menjadi 3 (tiga) bagian, namun tetap tergabung dalam payung pemerintahan Pemuncak Asal. Pembagian ini disebut dengan “Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum”. Sedangakan untuk memerintah seluruh Tanah Pemuncak Asal diserahkan kepada anak laki-laki tertua. Jadi anak tertua memikul dua tugas, yaitu sebagai kepala pemerintahan Tanah Pemuncak Asal atau Tanah Depati Rencong Telang dan sebagai kepala pemerintahan Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar. Penduduk Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum menurut asalnya datang dari Jerangkang Tinggi,



194



dekat Muak di sebelah Selatan danau Kerinci. Dulu dari Jerangkang Tinggi orang berpindah menyebar ke daerah sebelah Timur, Barat dan Selatan danau Kerinci, bahkan sampai kesebelah Utara derah Gunung Kerinci. Dari dusun purba Jerangkang Tinggi terdapat sebagian orang berhijrah menyusuri Sungai Batang Merangin ke hilir hingga sampai ke sebuah delta yang merupakan daerah pertemuan Sungai Batang Air Lingkat masuk ke sungai Batang Merangin. Di atas delta itu kemudian mereka membuat sebuah dusun yang di beri nama Pulau Sangkar, karena delta itu berbentuk menyerupai sebuah sangkar. Dusun Pulau Sangkar merupakan tepat yang dikelilingi sungai Barang Air Lingkat dan sungai Batang Merangin. Lingkaran sungai di sekitar delta dijadikan parit yang bersudut empat. Diluar sungai yang melingkar itu orang membuka sawah dan membuat ladang. Sebagai sebuah dusun kecil tentunya dusun Pulau Sangkar mempunyai daya tampung terbatas. Penduduk yang bertambah dengan cepat telah membuat banyak diantara mereka melakukan migrasi ke tempat lain. Migrasi dilakukan ke daerah Selatan, yaitu ke daerah Tanjung Kaseri (Serampas), Koto Tapus (Jangkat), Muaro Siau dan Sungai Tenang. Dari sini mereka melanjutkan perpindahannya kedaerah Batang Asai



195



dan Batang Limun. Orang Kerinci yang pindah ke daerah Batang Asai dan Batang Limun menyatakan diri sebagai Orang Batin. Perpindahan ke Selatan hanya sampai ke daerah Batang Asai dan Batang Limun saja, karena daerah Selatan telah banyak di isi oleh orang Rejang. Orang Rejang telah hidup berkelompok membuat kampung, bahkan mereka telah mendirikan persekutuan hukum adat yang lebih besar disebut dengan “Rejang Empat Petulai”. Mereka telah menduduki daerah yang luas di Lebong, Rejang, Lais, dll. Orang dari Tanah Pemuncak yang lain melakukan pula pengembaraannya ke daerah pantai Barat pulau Sumatera. Mereka menelusuri beberapa hulu sungai yang terdapat di daerah ini yang bermuara ke pantai Barat. Pada sepanjang daerah hulu-hulu sungai itu, mereka mendirikan kampungkampung atau dusun-dusun kecil. Mereka lalu disebut dengan orang hulu sungai, karena kedatangan mereka berasal dari daerah hulu sungai. Komunitas masyarakat yang mendiami daerah huluhulu sungai kemudian membuat persekutuan hukum adat orang hulu sungai. Komunitas masyarakat adat ini oleh orang luar dikenal sebagai kerajaan Hulu Sungai. Kemudian dalam perjalanan sejarah yang panjang kerajaan Hulu Sungai lalu dikenal dengan sebutan Kerajaan Menjuto.



196



Migrasi penduduk dari dusun Pulau Sangkar berlangsung terus. Tercatat pula perpindahan 33 tumbi (keluarga) ke daerah Terutung sekarang. Kemudian mereka bermigrasi pula ke hulu sungai sungai Batang Tabir dengan membangun beberapa buah dusun. Dusun-dusun itu dulunya berada di bawah naungan dari Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar. Untuk mengurus pemerintahan dusun disini Depati Rencong Telang mendelegasikan kekuasaannya kepada Depati Bendaro Langit dari dusun Terutung. Setelah itu berpindah lagi orang dari dusn Pulau Sangkar ke dusun Lolo. Kemudian diikuti pula dengan berpindahnya 50 Tumbi orang dusun Pulau Sangkar ke sebuah lembah di sebelah barat dusun Lolo, yang diberi nama dengan Lekuk 50 Tumbi. Nama ini kemudian berubah menjadi dusun Lempur. Demikian cerita asal usul nenek moyang yang mendiami Tanah Pemuncak Tigo Kaum, daerah Orang Batin Batang Asai dan Limun, daerah Rantau Negeri Menjuto dan Rantau Nan Tigo Jenjang. Tanah Depati Rencong Telang sebagaimana disebut diatas diperintah dari dusun Pulau Sangkar. Tanah depati ini dipimpin oleh Depati Rencong Telang sebagai penguasa tertinggi beserta kembang rekannya yang terdiri atas para depati dan ninik mamak, yang disebut dengan Depati Nan Berenam



197



Ninik Mamak Nan Delapan. Adapun Depati Nan Berenam adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Depati Telago Pemuncak Alam Depati Agung Depati Anggo Depati Kerinci Depati Kalinggo Depati Sangkar



Sedangkan Ninik Mamak Nan Delapan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Rajo Depati Bagindo Sutan Mas Kiyai Ngabi Rajo Mudo Rajo Batuah Rajo Alam Mantiko Alam Bagindo Rajo Mudo



Selain Ninik Mamak Nan Delapan terdapat pula Mangku dari dusun Pondok, karena dusun ini masih merupakan satu kesatuan dengan dusun Pulau Sangkar. Mangku ini disebut orang dengan Kayu Tinggi, sebab kepadanya diberi tugas untuk melindungi dan mengurus dusun satelit Pulau Sangkar itu. Sebenarnya masih terdapat depati-



198



depati lain dalam dusun Pulau Sangkar, seperti : Depati Permai, Depati Cahayo Negaro dll, tetapi mereka tidak menjadi kembang rekan dari Depati Rencong Telang dalam memerintah, namun hanya ikut memerintah dalam tanah dusun saja.



8.1. Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar



T



ANAH Pemuncak Tuo Pulau Sangkar atau Tanah Pemuncak Pulau Sangkar berbatas sebelah Utara dengan Tanah Depati Atur Bumi (Mendapo Rawang Hilir) dan danau Kerinci, sebelah Timur dengan danau Kerinci dan Tanah Depati Biang Sari dan Kesultanan Jambi, sebelah Selatan dengan Tanah Depati Muaro Langkap Tanjung Sekian dan Tanah Pemuncak Tanjung Kaseri, sedangkan sebelah Barat dengan Lautan Hindia (Ombak Nan Berdebur). Daerah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar terbagi atas 2 (dua) daerah, yaitu daerah Asal dan daerah Rantau. Daerah Asal adalah daerah asal mula keturunan komunitas orang Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum, yaitu dari Jerangkang Tinggi dan Pulau Sangkar. Sedangkan daerah Rantau adalah daerah



199



yang letaknya sudah jauh dari daerah Asal yang didatangi oleh komunitas orang-orang dari daerah asal. Daerah asal secara geografis terbagi atas daerah di tepi sungai Batang Merangin dengan segala anak-anak sungainya, dan daerah di tepi danau Kerinci. Pada daerah sepanjang tepi sungai Batang Merangin dengan anak-anak sungainya terdapat dusun-dusun, antara lain : Muak, Dusun Pondok, Pulau Sangkar, Lempur Mudik, Lempur Tengah, Lempur Hilir, Selempaung, Lubuk Paku, Terutung, Lolo Gedang, Lolo Kecil, Talang Kemuning, dan Lolo Hilir. Sedangkan dusun-dusun disepanjang tepi danau Kerinci adalah : Jujun, Benik, Keluru, Koto Dian, Koto Tuo, Lempur Danau, Semerap, Tanjung Pauh Hilir, Tanjung Pauh Mudik, dan Pondok Sibuang. Menurut sepanjang adat secara “berjenjang naik bertanggo turun (hirarki)” pemerintahan terdiri atas : kampung (larik), dusun, Tanah Pemuncak dan Tanah Depati, dan demikian sebaliknya dari atas ke bawah. Dalam hirarki dari atas ke bawah Depati Rencong Telang duduk sebagai kepala Tanah Depati Rencong Telang, atau kepala dari Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar dan kepala dari dusun Pulau Sangkar. Dalam memerintah Tanah Depati, maka Depati Rencong Telang mambawahi pemerintahan 3 (tiga) Tanah Pemuncak sebagai mana telah



200



disebutkan. Dalam memerintah Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar, maka Depati Rencong Telang membawahi 23 (dua puluh tiga) pemerintahan tanah dusun di daerah asal dan berpuluh-puluh dusun di daerah rantau (Rantau Menjuto dan Rantau Nan Tigo Jenjang). Tiap jenjang pemerintahan tersebut, masingmasing diberikan otonomi luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dengan begitu tiap-tiap daerah tidak bergantung kepada daerah lain, atau dari daerah yang lebih tinggi dari daerahnya. Kebebasan bergerak telah memberi peluang kepada masingmasing daerah untuk mandiri. Dusun-dusun pada daerah Asal dapat mengatur daerahnya sendirisendiri dengan leluasa. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini dusun Terutung, Lolo dan Lempur. Terutung merupakan sebuah dusun penting, sebab dusun ini, pertama ditugaskan sebagai Tunggu Tanah (grondvoegd) yang menjaga batas tanah antara Tanah Depati Rencong Telang dengan Tanah Depati Biang Sari. Batas tanah kedua tanah depati ditentukan berdasarkan batas alam yaitu sungai Batang Air Selai yang terletak antara Pengasih Baru dengan Terutung. Tugas kedua adalah mengurus daerah Rantau Nan Tigo Jenjang dan tugas ketiga mengurus dusun Terutung sendiri. Tugas-tugas



201



tersebut dijalankan oleh pejabat pemangku adat Depati Nan Tujuh, Ninik Mamak Nan Tujuh. Adapun Depati Nan Tujuh adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Depati Langit Kecik Depati Paduko Rajo Depati Mendaro Udo Depati Langit Gedang Depati Mudo Depati Suko Berajo Depati Sungai



Sedangkan Ninik Mamak Nan Tujuh adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Pendekar Alam Rajo Depati Kelurah Paduko Rajo Rajo Temenggung Paduko Garang Rio



Susunan pemangku adat Depati Nan Tujuh, Ninik Mamak Nan Tujuh sudah dianggap mampu menjalakan tugas pemerintahan yang diemban, yaitu sebagai Tunggu Tanah (grondvoegd), mengurus Rantau Nan Tigo Jenjang dan mengurus dusun



202



Terutung sendiri. Dusun Terutung letaknya tidak berapa jauh dari dusun Pulau Sangkar yang merupakan dusun induknya, karena sebanyak 33 Tumbi orang Pulau Sangkar pindah ke Terutung dalam rangka mencari tanah sawah. Itulah sebabnya dusun Terutung bernama Lekuk 33 Tumbi, namun kemudian berubah menjadi Terutung. Konon perubahan nama tersebut disebabkan karena orang ingin menyebut dengan nama yang lebih ringkas atau pendek. Perubahan nama ini diambil dari pohon durian besar yang bernama durian Terutung. Dusun lain yang penting kedudukannya adalah dusun Lempur. Dusun ini nama asalnya Lekuk 50 Tumbi, karena yang membuat dusun ini adalah 50 Tumbi migran yang datang dari Pulau Sangkar untuk meneroko sawah dan membuka ladang. Dusun Lempur terletak pada persimpangan jalan kecil atau jalan setapak bersimpang tiga, menuju ke Pulau Sangkar, Tanjung Kaseri (Serampas) dan ke MukoMuko daerah Rantau Menjuto di pesisir pantai pulau Sumatera. Simpang arah ke Serampas berarti ke Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri, selanjutnya bisa ke Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus (Jangkat) di Sungai Tenang, seterusnya ke Selatan daerah orang Batin di Sarolangon. Simpang kedua dapat terus ke Rantau Menjuto (Kerajaan Menjuto) di pesisir pantai Barat pulau Sumatera.



203



Sedangkan simpang ketiga menuju ke Pulau Sangkar pusat pemerintahan Tanah Depati Rencong Telang. Dalam posisi strategis itu, maka dusun Lempur (Lempur Mudik dan Lempur Hilir atau sekarang Lempur Tengah) diperkuat dengan depati dan ninik mamak yang cukup andal disebut dengan Depati Nan Sepuluh, Ninik Mamak Nan Enam, Lantak Depati Agung, Cermin Depati Suko Berajo, Karang Setio Depati Anum. Sungguhpun sebutannya Depati Nan Sepuluh, namun bilangannya dalam kenyataan ternyata berbeda. Dalam dusun Lempur Mudik terdapat 12 (dua belas) depati, terbagi atas 6 (enam) depati berasal dari dusun Pulau Sangkar dan 6 (enam) depati berasal dari dusun Serampas. Adapun 6 (enam) nama depati yang berasal dari dusun Pulau Sangkar adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Depati Telago Pemuncak Alam Depati Anggo Depati Kerinci Depati Sangkar Depati Belinggo Depati Agung



Sedangkan 6 (enam) depati yang berasal dari dusun Serampas adalah :



204



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Depati Serampas Depati Ketau Depati Naur Depati Karamo Depati Payung Depati Pulang



Depati yang 12 (dua belas) ini mereka sebut saja dengan Depati Nan Enam, karena 6 (enam) depati berasal dari Pulau Sangkar dan 6 (enam) depati lagi berasal dari Serampas. Di Lempur Hilir (sekarang Lempur Tengah) terdapat 4 (empat) orang depati yang asal kedatangannya dari berbagai dusun seperti : Pulau Sangkar, Lolo, Serampas dan Tamiai. Adapun depati yang berempat di Lempur Hilir adalah : 1. Depati Suko Berajo dari Pulau Sangkar 2. Depati Mudo dari Lolo 3. Depati Nalo dari Serampas 4. Depati Muncak dari Tamiai Depati yang 4 (empat) ini mereka gabungkan dengan yang 6 (enam) dari Lempur Mudik, sehingga menjadi 10 (sepuluh). Inilah yang mereka sebut dengan Depati Nan Sepuluh, walaupun sebenarnya adalah 16 (enam belas), karena di Lempur Mudik terdapat 12 (dua belas0 depati. Adapun mengenai Ninik Mamak Nan Enam, memang jumlahnya secara



205



riel adalah 6 (enam) orang, terdiri atas 3 (tiga) orang ninik mamak di Lempur Mudik dan 3 (tiga) orang ninik mamak di Lempur Hilir (sekarang Lempur Tengah). Adapun Ninik Mamak Nan Bertigo dari Lempur Mudik adalah : 1. 2. 3.



Kedemang Seri Menanti Kedemang Seri Menato Seri Paduko Rajo



Sedangkan 3 (tiga) ninik mamak di Lempur Hilir adalah : 1. 2. 3.



Rajo Depati Rajo Bujang Rajo Mangkuto Alam



Demikianlah gambaran keadaan susunan para pemangku adat di Lempur. Daerah ini kemajuannya berjalan cukup cepat. Dimulai dari penduduknya 50 (lima puluh) Tumbi (keluarga) yang datang dari Pulau Sangkar, kemudian di tambah dengan kedatangan orang dari Serampas dan Sungai Tenang, serta orang-orang dari Sungai Ipuh (pantai Barat pulau Sumatera), telah menjadikan negeri ini berkembang dan makmur.



206



Sebuah dusun tetangga Lempur yang patut menjadi perhatian adalah dusun Lolo, karena peranannya sebagai “Kelambu Rajo” dan komando Lasykar Rakyat Negara Depati IV Alam Kerinci. Sekarang negeri Lolo terdiri atas : Lolo Kecil, Lolo Gedang dan Lolo Hilir (Lolo Tamiang). Diantara ke 3 (tiga0 dusun yang ada, Lolo Gedang merupakan dusun terbesar. Pemerintahan Lolo Gedang menurut sepanjang adat disebut dengan Depati Nan Berenam Ninik Mamak Nan Bertigo. Adapun Depati Nan Berenam adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Depati Perbo Panjang Depati Bento Depati Lolo Depati Kerto Udo Depati Yudo Depati Jayo



Sedangkan Ninik Mamak Nan Bertigo adalah : 1. 2. 3.



Rajo Batuah Rajo Tiang Alam Sutan Bagindo



Keadaan negeri Lolo hampir sama dengan negeri Lempur, alamnya berbukit-bukit dan



207



berlembah-lembah kecil. Bukitnya dapat dijadikan ladang sedangkan hamparan lembahnya dapat dibuat sawah. Pada kenyataannya disini persawahan lebih sedikit jika dibandingkan dengan perladangan yang memenuhi hampir sebagian besar bukit-bukit disekitarnya. Selain dusun-dusun di tepi sungai Batang Merangin dengan anak-anak sungainya, terdapat pula dusun-dusun dalam Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar yang berada di tepi danau Kerinci. Dusun sepanjang danau ini berbaris dari Utara ke Selatan diantaranya : Tanjung Pauh Mudik, Tanjung Pauh Hilir, Pondok Sibuang, Semerap, Lempur Danau, Koto Tuo, Koto Dian, Benik, Jujun dan Keluru. Semua dusun-dusun diatas berada di antara tepi danau dengan kaki bukit dihadapannya. Hamparan lahan sampai ke kaki bukit sudah diteruko atau dibuat menjadi sawah. Mata pencaharian penduduk disini hidup bertani dengan mengerjakan sawah dan ladang serta mencari ikan di danau. Dusun penting lainnya adalah dusun Jujun dengan bagiannya dusun Koto Agung dan Talang Lindung. Ke tiga dusun terletak pada sebuah lereng bukit yang membentang ke pinggir danau. Mata pencaharian penduduk disini bertani dengan mengutamakan ladang, sawah dan mencari ikan di



208



danau. Namun lahan persawahan jumlahnya sangat terbatas. Ke tiga mata pencaharian itu, cukup memberi kehidupan yang baik kepada warga dusun. Dusun Jujun diperintah oleh Depati Nan Delapan, Ninik Mamak Nan Delapan. Adapun susunan pemangku adat Depati Nan Delapan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Depati Jujun Depati Jayo Depati Sti Depati Tarajo Depati Iman Depati Kuju Depati Manco Depati Matan



Sedangkan perangkat Ninik Mamak Nan Delapan adalah : 1. Rajo Batuah 2. Rajo Mudo 3. Rajo Tiang Alam 4. Imam Pati 5. Rajo Pati 6. Jati 7. Rajo Mangkuto Alam 8. Sutan Bagindo Mas



209



Selain Jujun, dusun utama lainnya adalah dusun Pulau Tengah yang terbagi atas : Koto Dian, dusun Baru dan Koto Tuo. Dusun Pulau Tengah yang tiga diatas masing-masing mempunyai pemerintahan adat sendiri-sendiri. Pemerintah adat Koto Dian disebut dengan Depati Nan Berempat, Ninik Mamak Nan Batigo. Adapun para depatinya adalah : 1. Depati Mudo 2. Depati Citam 3. Depati Cayo 4. Depati Telago Ninik Mamak Nan Batigo adalah : 1. Mangku (Nan 30) 2. Malin Sutan 3. Malin Besar Pemerintahan adat Dusun Baru disebut dengan Depati Nan Baduo, Ninik Mamak Nan Baduo. Adapun Depati Nan Baduo adalah : 1. Depati Gayur 2. Depati Mudo Sedangkan Ninik Mamak Nan Baduo adalah : 1. Rio Tino 2. Rio Jenang



210



Pemerintahan adat dusun Koto Tuo disebut dengan Depati Nan Bertigo, Ninik Mamak Nan Bertigo. Adapun yang disebut Depati Nan Bertigo adalah : 1. 2. 3.



Depati Citam Depati Suko Berajo Depati Gento Menggalo



Sedangkan Ninik Mamak Nan Bertigo adalah : 1. 2. 3.



Pranomanti Pemangku Rajo Pati



Pejabat adat pada tiap-tiap dusun diatas merupakan pejabat adat tertinggi dalam dusun. Mereka dibantu pejabat adat atau pegawai adat pada tingkat dibawahnya yang merupakan uleh jari atau sambungan tangan seperti : juru tulis dusun, tukang canang, alingan (pesuruh), hulubalang, penggawa dan lainnya. Selain itu terdapat pula para tetua negeri (orang tuo) yang berpengalaman dalam menerapkan hukum adat, dan cerdik pandai (orang muda yang berilmu pengetahuan) sebagai penasehat yang duduk dalam kerapatan adat baik eksekutif maupun legeslatif. Dalam dusun juga terdapat pegawai syarak terdiri atas : Kadhi (hakim agama), imam, khatib dan



211



bilal. Mereka dibantu para ulama, ustadz dan para guru mengaji, yang ada dalam dusun. Tugas mereka menyelenggarakan urusan keagamaan dalam masyarakat seperti : pendidikan agama, pengajian, mesjid, surau dan urusan kematian. Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar mempunyai 2 (dua) tanah rantau, yaitu tanah Rantau Menjuto atau disebut orang Kerajaan Menjuto atau sebelumnya dikenal dengan Kerajaan Hulu Sungai, dan Tanah Rantau Nan Tigo Jenjang. Kedua rantau ini terpisah jauh satu sama lain. Rantau Menjuto terletak di sebelah Barat dari Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar, yaitu di pesisir Barat pantai pulau Sumatera, sedangkan Rantau Nan Tigo Jenjang terletak di sebelah Timur, di sepanjang Sungai Batang Tabir. Kerajaan Menjuto telah dibangun semenjak masa Negara Segindo Alam Kerinci. Dimulai dengan gerakan migrasi yang dilakukan penduduk Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri (Serampas) dan Pemuncak Bunsu Koto Tapus (Sungai Tenang) ke daerah pesisir pantai Barat pulau Sumatera yaitu ke negeri Lunang dan Selaut, dan ke Utara ke negeri Ketahun pada bagian Selatannya. Migrasi ini juga dilakukan orang Pemuncak Tuo Pulau Sangkar bersama dengan orang-orang Kerinci Utara dari daerah Semurup,



212



Kemantan, Koto Tuo, Rawang dan Sungai Penuh. Cerita perpindahan meraka di catat dalam beberpa naskah tulisan rencong yang di tulis di atas tanduk kerbau dan disimpan sebagai pusaka pedandan di beberapa dusun di Kerinci. Gerakan migrasi ke daerah diatas banyak dilakukan sesudah Kerajaan Sriwijaya menduduki Kerinci Rendah pada tahun 686 (Prasasti Karang Berahi). Migrasi ini telah melahirkan dusun-dusun di daerah Lunang dan sepanjang sungai Batang Air Selaut, dan Sepanjang Batang Air Selegen seperti : Pondok Kopi, Teras Terunjam, Pondok Baru, Sungai Ipuh, Sungai Gading, Sungai Jerinjing, Sungai Bungkal, Lubuk Sahung dan Penarik. Sepanjang Batang Air Dikit antara lain: Air Dikit, Pondok Lunang, Tanah Relah, Pondok Batu, Tanjung Mulya, Pauh Terenja, Lubuk Sansi, Dusun Baru, Pelekan dan Ujung Padang. Sepanjang sungai Batak Retak Mudik dan Batang Air Manau diantaranya : Tunggang, Pondok Sugah, Air Berau, Bungo Tanjung, Bantal, Pondok Baru, Air Bikuk dan Air Putih. Sepanjang sungai Batang Air Selat seperti : Karang Pulau, Karang Tengah, Air Pelai, Air Muring, Air Putih, Talang Arah, Seblat dan Air Pandan. Selain dusun-dusun diatas masih banyak lagi dusun lainnya yang terdapat pada sungai-sungai lain.



213



Dusun di sepanjang aliran sungai di atas satu sama lainnya membuat persekutuan hukum adat dengan negeri asalnya yaitu Segindo Balak di Tanjung Kaseri, Segindo Elok Misai di dusun Sungai Tenang dan Segindo Batinting di dusun Pulau Sangkar. Pada mulanya di zaman Negara Segindo Alam Kerinci Kerajaan Menjuto disebut orang dengan Kerajaan Ulu Sungai, dan diperintah oleh Segindo Balak dari Tanjung Kaseri, hal ini disebabkan karena banyak penduduk negeri ini berasal dari daerah Tanjung Kaseri (Serampas). Pemerintahan di bawah Segindo Balak berjalan lama dan baru berakhir ketika Negara Segindo berubah menjadi Negara Depati Empat Alam Kerinci. Ketika terjadi perubahan ini pada tahun 1296, Segindo Balak menyerahkan daerah rantau Kerajaan Hulu Sungai kepada Segindo Batinting, yang pada waktu itu telah diangkat menjadi Depati Rencong Telang, yang memerintah seluruh Tanah Depati Rencong Telang atau Tanah Pemuncak Tigo Kaum. Dalam memimpin Rantau Menjuto, Depati Rencong Telang dibantu beberapa penguasa adat yang berdekatan dengan daerah rantau itu. Pengusaha adat yang membantu adalah para depati dan ninik mamak dari dusun Lempur, Sungai Ipuh, Serampas dan Sungai Tenang.



214



Daerah rantau kedua dari Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar adalah Rantau Nan Tigo Jenjang. Daerah rantau ini berada di sepanjng sungai Batang Tabir yang hulunya berada di daerah Terutung dan muaranya masuk ke Sungai Batanghari di dusun Peninjauan. Pada daerah aliran sungai ini, nenek moyang pada zaman dulu berdiam dengan membuat 3 (tiga) kelompok komunitas masyarakat adat (adat groep) di sebut dengan Rantau Nan Tigo Jenjang. Jenjang pertama adalah kelompok masyarakat adat (adat groep) daerah Tabir Hulu Adapun kampung-kampung dan dusun-dusun dalam kelompok masyarakat adat (adat groep) Tabir Hulu adalah : Telentam, Kandang, Kampung Tengah, Rumah Panjang, Pulau Damar, Tanjung Putus, Lubuk Punti, Sungai Talang, Ngaol, Muara Berembang, Air Liki, Sarik Belarik, Genteng, dan Renah Kepayang. Semua dusun dan kampung diatas terletak di sepanjang hulu Sungai Batang Tabir dan anak-anak sungai disekitarnya seperti anak sungai : Petelah, Air Liki, Berembang, Ngaol, Telentam dan Temelan. Dusun dan kampung disana letaknya ada yang berdekatan, tetapi banyak pula yang berjauhan sehingga sulit dijangkau orang. Hubungan hanya bisa melalui jalan setapak dan melalui sungai dengan mempergunakan perahu atau biduk.



215



Jenjang ke dua adalah kelompok masyarakat adat (adat groep) Tabir Tengah. Situasi dan kondisi daerahnya tidak banyak berbeda dengan daerah Tabir Hulu. Semua dusun dan kampung terletak pada Sungai Batang Tabir dengan anak-anak sungainya. Adapun dusun dan kampung pada sungai Batang Tabir dengan anak-anak sungainya yang termasuk dalam Tabir Tengah adalah : Batu Gedang, Muaro Langeh, Sungai Ampar, Tanjung Putus, Pulau Terbakar, Muaro Gobah, Kampung Baru, Kampung Tengah, Kampung Aur, Kampung Dalam, Sungai Tabir, Lubuk Resam, Padang Lendir, dan Pulau Lebar. Jenjang ke tiga adalah kelompok masyarakat adat (adat groep) Tabir Hilir. Daerah Tabir Hilir juga disebut orang dengan Batin V, karena kelompok masyarakat adat di sini dibentuk oleh 5 (lima) negeri asal. Situasi dan kondisi daerah ini sedikit berbeda dengan Tabir Hulu dan Tabir Tengah. Daerah ini merupakan dataran rendah, air sungai mengalir tidak begitu deras seperti di Tabir Hulu dan Tabir Tengah. Dusun dan kampung terletak di sepanjang sungai Batang Tabir dengan anak-anak sungainya. Adapun dusun dan kampung yang termasuk dalam Tabir Hilir adalah : Rantau Panjang, Lubuk Bumbun, Tanjung, Belur Panjang, Ulak Makam, Rantau Limau Manis,



216



Kandang, Koto Rayo, Rantau Arau, Muaro Jernih, Pulau Aro, Kapuk, dan Seling. Ke 3 (tiga) kelompok adat di atas mempunyai pusat negeri atau disebut sebagai “pucuk jalo” dari segala kampung-kampung dan dusun-dusun yang terdapat di wilayah masing-masing. Kelompok adat Tabir Hulu berpusat di Ngaol, Tabir Tengah di Muaro Kibul dan Tabil Hilir di Rantau Panjang. Rantau Nan Tigo Jenjang mempunyai ikatan adat dengan dusun Terutung dan Pulau Sangkar, karena daerahnya termasuk dalam daerah Pamuncak Tuo Pulau Sangkar. Pada waktu penjajahan Belanda, daerah Rantau Nan Tigo Jenjang hendak digabungkan dengan Afdeeling Korintji. Namun karena keadaan geographis daerah ini termasuk ke dalam daerah Kerinci Rendah, maka untuk kepetingan pelaksanaan administrasi pemerintahan agar lebih praktis, maka Belanda memasukkan ke dalam Onder Afdeeling Bangko. Pemerintahan dusun dan kampung disini dibentuk sebagaimana bentuk dan susunan pemerintahan menurut hukum adat Kerinci baik yang berlaku di Kerinci Tinggi maupun di Kerinci Rendah. Depati Rencong Telang dalam memerintah daerah Rantau Nan Tigo Jenjang mendelegasikan



217



kekuasaan dan kewenangannya kepada Depati Mendaro Langit dari dusun Terutung.



8.2. Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri



T



ANAH Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri atau Tanah Pemuncak Tanjung Kaseri merupakan tanah pemuncak yang luas wilayahnya paling kecil. Daerahnya di bagian Utara diapit oleh Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar, di bagian Timur dan Selatan oleh Tanah Pemuncak Bensu dan di bagian Barat oleh Rantau Menjuto (Kerajaan Menjuto). Dalam sejarah masa silam daerah ini memainkan peranan penting, terutama dalam terbentuknya rantau Kerajaan Hulu Sungai. Migrasi yang pertama bergerak berasal dari tanah pemuncak ini. Berabad lamanya Segindo Balak penguasa daerah ini pada zaman Negara Segindo Alam Kerinci membangun tanah rantau Hulu Sungai. Setelah rantau ini terbentuk baru berdatangan migrasi dari tanah pemuncak lain, yaitu dari Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar dan Pemuncak Bensu Koto Tapus. Orang pemuncak Tengah Tanjung Kaseri berasal dari tanah pemuncak asal di Jerangkang



218



Tinggi dan Pulau Sangkar. Pada zaman Pemuncak Asal, orang Pulau Sangkar berdatangan ke Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri. Disini mereka membuat talang, koto dan kampung dan kemudian menjadi dusun purba. Dusun purba yang terdapat di daerah Serampas anatara lain : Renah Punti, Talang Menggalo dan Muaro Penon. Cukup lama dusun purba di sini bertahan, diantaranya ada yang lenyap namun terdapat pula dusun purba yang kemudian melahirkan banyak dusun disekitarnya. Beberapa dusun hasil pemekaran dari dusun purba di daerah ini, antara lain : Rantau Kermas, Renah Kemumu, Tanjung Kaseri, Renah Alai, Lubuk Muntilan, Muaro Sungai Lindung, Talang Menggalo, Tanjung Agung, Koto Muring, dan Tanjung Menuang. Semua dusun-dusun diatas disebut dengan Tanah Serampas. Dengan demikian Tanah Serampas sama dengan Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri. Jadi antara kedua nama di atas objek daerahnya sama. Pemukiman disini terletak pada dataran tinggi yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung, dan salah satu gunung yang tertinggi disini adalah Gunung Masurai (2935m). Daerah Serampas terletak di sebelah Tenggara dari gunung Masurai dengan pemandangan alam yang indah.



219



Dusun di sini satu sama lainnya berjarak cukup jauh, namun telah dihubungkan dengan jalan pintas setapak. Mata pencaharian rakyat bersawah dan berladang. Hasil panen sawah cukup berlebih sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan dan keperluan sehari-hari dengan baik. Kelebihan padi mereka simpan dalam lubung padi (bilik padi). Mereka menyimpan padi sampai puluhan tahun lamanya dan padi yang sudah lama tersimpan itu bila dijadikan beras disebut dengan beras usang. Beras seperti ini mengandung vitamin B yang bergizi tinggi. Pemuncak Tuo Pulau Sangkar dengan Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri dan Pemuncak Bensu Koto Tapus letaknya berjauhan. Dipisahkan oleh Gunung Patah Tigo dan Gunung Sumbing serta pergunungan yang menghubungkan kedua gunung itu. Sedangkan antara Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri dengan Pemuncak Bensu Koto Tapus letaknya berdekatan. Kedua daerah mengelilingi Gunung Masurai, sehingga yang boleh dikatakan berada dalam lingkungan geographis yang unik. Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri dan Pemuncak Bensu Koto Tapus membentuk sebuah kerukunan kekerabatan adat yang dinamakan dengan Luak Nan Enam Belas (XVI) yang terdiri atas



220



6 (enam) induk dan 10 (sepuluh) anak negeri. Induk negeri yang 6 (enam) terdiri atas : Tiang Pumpung, Pratin Tuo, Sungai Tenang, Pemarap, Senggrahan, dan Serampas. Sedangkan 10 (sepuluh) anak negerinya, yaitu : Rangkiling (Depati Kecik, Batin Enam (VI) Mandiangin), Dusun Ngai (Depati Agung Tiang Pumpung ), Muaro Siau (Depati Mudo), Pematang Pauh (Depati Renah Udo, Sungai Tenang), Dusun Kabu (Depati Tiang Menggalo, Sungai Tenang), Dusun Gedang (Depati Kerto Dewo, Sungai Tenang), Serampas (Depati Sungai Menggalo), Rantau Suli (Depati Siang Dito, Sungai Tenang), Dusun Tuo (Depati Agung, Pratin Tuo). Luak Nan Enam Belas (XVI) bukan merupakan daerah administrasi pemerintahan, tetapi merupakan organisasi pangguyuban kerukunan dan kekerabatan belaka. Mereka membuat kerukunan kekerabatan yang berjauhan letaknya bukan atas dasar administrasi pemerintahan. Rangkiling dalam Batin Enam (VI) Mandiangin terletak di hilir sungai Batang Tembesi berjauhan dengan negeri Serampas dan Sungai Tenang yang berada di pergunungan Bukit Barisan. Pemerintahan Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri dipimpin oleh Depati Sri Bumi Pemuncak Alam, dengan kembang rekannya atau para



221



pembantu aparat pemerintah di Tanah Serampas. Diantara kembang rekannya terdapat depati-depati dari Tanah Serampas sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Depati Serampas Depati Ketau Depati Naur Depati Karamo Depati Payung Depati Pulang



Ke 6 (enam) depati tersebut gelarnya dipakai pula oleh orang Serampas yang pindah ke dusun Lumpur. Banyaknya orang Serampas yang pindah ke dusun Lumpur menyebabkan tiap-tiap lurah dari depati-depati terdapat pula di dusun Lempur. Mereka masing-masing dapat menegakkan depati yang sama disana, seperti Depati Sri Bumi Pemuncak Alam berasal dari keturunan Segindo Segerinting (Batinting) dari Jerangkang Tinggi. Keturunan ini berdiam di pulau Sangkar dan kemudian pindah ke Tanjung Kaseri untuk memerintah disana. Sebelum dibentuk pemerintahan tanah depati dari negara Depati Empat Alam Kerinci, keturunan ini telah memerintah di Tanah Serampas. Dalam pemerintahan adat, terdapat dewan kerapatan Adat Tanah Pemuncak Tengah Tanjung



222



Kaseri yang dipimpin langsung oleh Depati Sri Bumi Pemuncak Alam. Dewan beranggotakan depati dan ninik mamak utusan dari tiap-tiap dusun. Mereka akan berkumpul untuk mengadakan rapat di dusun Tanjung Kaseri. Dusun ini merupakan Hamparan Panjang dari Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri. Semua keputusan dewan akan dijalankan oleh Depati Sri Bumi Pemuncak Alam dan segala para pemangku adat yang tersebar di setiap dusun. Keputusan dewan menjadi adat yang diadatkan, adat yang menjadi pegang pakai anak jantan dan anak batino dalam kehidupan sehari- hari.



8.3. Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus



K



ELOMPOK lain dari migrasi yang datang dari Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar mendirikan pula beberapa buah dusun purba seperti Durian Tinggi dan Sungai Kuyung di daerah Muaro Siau, dusun purba Koto Mutun di daerah Jangkat dan dusun purba Renah Lipai Tuo di daerah dusun Tuo. Dusun-dusun yang lahir dari dusun purba di atas kemudian bergabung dalam Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus. Tanah pemuncak ini luasnya berimbang dengan Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar.



223



Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus berbatas sebelah Barat dengan Rantau Negeri Menjuto (Kerajaan Menjuto), disebelah Timur dengan Daerah Otonomi Persekutuan hukum Adat Orang Batin Sarolangon, di sebelah Utara berbatas dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas, Tanah Depati Setio Nyato, Tanah Depati Muaro Langkap Tanjung Sekian dan Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar. Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus merupakan sebuah dataran tinggi yang berbukit dan bergunung. Gunung tertinggi di daerah ini adalah gunung Masurai (2935 m). Di sekeliling gunung merupakan hamparan dataran tinggi datar yang luas. Dataran tinggi yang ada disini merupakan sambungan dari dataran tinggi di sebelah Selatan danau Kerinci. Hampir berdekatan dengan Gunung Masurai terdapat danau Kecil dan danau Pauh. Disebelah baratnya pada perbatasan dengan Rantau Menjuto terdapat danau Depati Empat dan merupakan danau terbesar di daerah ini. Danau Depati Empat diapit oleh gunung Pandan Tuo dan gunung Pandan Bensu. Danau Depati Empat pantainya landai tidak bertebing, berpasir dan berkerikil putih. Airnya jernih dan bening, sehingga ikan yang berenang didalamnya kelihatan. Mungkin karena airnya jernih dan pantai berpasir bersih maka



224



tidak terdapat disini ikan yang bersisik seperti belut, limbat, tilan dan baung. Makin ke Timur daerahnya makin landai dan kemudian turun menuju ke lembah sungai Batang Merangin. Disekitar lembah sungai Batang Merangin terdapat pula pemukiman penduduk. Daerah ini di isi oleh orang-orang dari hulu sungai seperti dari Pulau Sangkar, Tamiai dan dari Tanah Depati Tigo di Baruh, serta dari daerah Muaro Siau, Jangkat, Sungai Tenang dan Serampas. Dusun-dusun dalam Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapaus, berasal dari penduduk sekitar daerah Jangkat dan daerah Muaro Menderas di antara dusun tersebut, adalah: Sungai Tenang, Koto Tamiang, Rantau Suli, Tebat Lukung, Beringin Tinggi, Koto Mengkirai, Tanjung Mudo, dusun Renah, Tanjung Beringin, Tanjung Menuang, Pulau Tengah, Talang Tembago, Muaro Menderas, Koto Rawang, Lubuk Tunggu, Koto Teguh, Tanjung Alam, Tanjung Hara, Tanjung Jati, Koto Tapus, Jangkat, Muaro Tangi, Jambu Tutuh, dan Rantau Jering Banyak sekali terdapat dusun-dusun yang berasal dari kelompok daerah Jangkat di sebelah Timur sampai ke Pulau Tengah di sebelah Barat. Umumnya dusun-dusun itu telah dihubungkan oleh



225



jalan kecil. Selain dusun diatas masih terdapat lagi beberapa dusun kecil seperti : dusun Pematang Pauh, dusun Baru, dusun Gedang, dll. Mengenai bentuk dan susunan pemerintahan Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus boleh dikatakan sama seperti Tanah Pemuncak lainnya. Pusat pemerintahan dari Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus adalah Koto Tapus atau Jangkat. Dari sini Depati Kerto Dewo sebagai pucuk pimpinan pemerintahan memerintah negeri dibantu para depati terdiri atas : 1. 2. 3. 4.



Depati Kerto Dewo dari dusun Gedang Depati Siang Dito dari dusun Rantau Suli Depati Naudo dari dusun Pematang Pauh Depati Tiang Menggalo dari dusun Baru



Koto Tapus atau Jangkat disebut sebagai Hamparan Panjang, yaitu tanah tempat persidangan para pemangku adat dari seluruh negeri. Menurut sepanjang adat tempat persidangan para pemangku adat cukup diadakan di rumah adat, yaitu rumah lurah pertama dari keturunan nenek moyang yang pertama dalam sebuah dusun. Rumah adat ini disebut juga dengan Rumah Ketelai, Rumah Jenang, Rumah Rajo, yaitu rumah adat tempat bermusyawarah bagi kerapatan adat dalam dusun.



226



Dalam perjalanan sejarah yang panjang penduduk Tanah Pemuncak Tengah Tanjung Kaseri dan Pemuncak Bensu Koto Tapus semakin bertambah. Sebahagian dari mereka lalu mengisi daerah kosong disekitarnya dengan membangun dusun baru seperti ke daerah Pratin Tuo, Tiang Pumpung, Senggerahan dan Pemarab Guguk. Salah satu daerah yang banyak di isi adalah Pratin Tuo, mungkin disebabkan karena daerah ini mudah untuk di capai. Daerah Serampas dan Sungai Tenang berada di sebelah Barat gunung Masurai, sedangkan daerah Pratin Tuo berada di sebelah Timur gunung Masurai. Adapun kampung dan dusun yang muncul karena migrasi ke Pratin Tuo diantaranya adalah : Dusun Tuo, Tanjung Berugo, Nilo Dingin, Dusun Baru, Koto Rami, Sungai Dilin, Dusun Rancan, dan Dusun Tiaro. Menurut bukti peninggalan sejarah yang terdapat di dekat sebelah hilir dusun Nilo Dingin terdapat bekas peninggalan dusun purba kampung Renah Lipai Tuo. Selain itu, di sini terdapat pula kuburan Segindo Kuning, nenek moyang asal penduduk di sekitar tempat ini. Nenek Segindo Kuning berasal dari Pulau Sangkar, bukti ini menjelaskan arus migrasi yang mula-mula ke tempat tersebut berasal dari orang Kerinci dan Serampas.



227



Dari perkembangan anak keturunan nenek Segindo Kuning melahirkan dusun-dusun diatas. Keturunan beliaulah yang membuat organisasi kampung dan dusun di daerah ini dengan mengangkat pemimpin kelompok komunitasnya yang diberi gelar Depati Setio Manggalo Pemuncak Alam, dimana kemudian keturunannya (4 orang anak) diangkat masyarakat menjadi pemimpin dusun, yaitu : 1. 2.



3.



4.



Depati Agung, memimpin dusun Tuo Depati Karti Udo, memimpin dusun Tanjung Berugo (meliputi dusun Baru, dan dusun Nilo Dingin). Depati Penganggun, memimpin dusun Koto Rami (meliputi dusun Rancan dan Sungai Dingin) Rio Perbo Nyato, memimpin dusun Tiaro



Disamping itu, di daerah Sungai Tenang terdapat dusun Tiang Pumpung yang mekar menjadi banyak kampung dan dusun sebagai akibat banyaknya orang-orang dari sungai Tenang ke sana. Adapun kampung dan dusun dimaksud antara lain : Talang Paruh, Talang Asal, Durian Mukut, Muaro Kelukup, Peradun Temeras, Muaro Siau, Teluk Sikumbang, Rantau Bayur, Rantau Macang, Sepantai, Rantau Bidaro, Air Lago, Rantau Panjang, Pulau Raman, Sekancing, Alam Paruh, Beringin



228



Sanggul, dusun Baru, Rantau Limau Kapas, Pulau Bayur, dan Selango. Menurut penuturan masyarakat, orang yang menyempurnakan organisasi pemerintahan adat di daerah ini bernama Syekh Rajo yang kemudian diberi gelar Depati Sembilan Tiang Pumpung. Dia mempunyai 2 (dua) orang saudara, yaitu : Syekh Biti yang memerintah di dusun Guguk dan Syekh Bita yang memerintah di dusun Nilo (Sanggerahan). Dalam memerintah daerah ini Depati Sembilan Tiang Pumpung dibantu para pemangku adat : 1.



2. 3. 4. 5.



Depati Majuang di Muaro Siau dengan kampung-kampung dibawahnya : Teluk Sikumbang, Rantau Bayur, Rantau Macang, Sepantai, Rantau Panjang, Rantau Bidaro, dan Air Lago. Depati Purbo Alam di dusun Baru dengan kampung Beringin Sanggul. Depati Agung dengan kampungnya pulau Reman, Rio Depati Datuk Panglimo di Sekancing dengan kampungnya Alam Paruh. Depati Permai Yudo di Pulau Bayur meliputi kampung Rantau Limau Kapas.



229



6.



Depati Suko Berajo kampung Muaro Inum.



di



Selango,



dengan



Di sebelah daerah Tiang Pumpung dan Pratin Tuo terdapat pula daerah Senggerahan, dimana pada daerah ini terdapat dusun-dusun seperti : Dusun Kandang, Lubuk Beringin, Lubuk Birah, dan Durian Rambun. Dusun dan kampung disini tidak begitu banyak, karena sudah jauh dari pusat penyebaran. Setiap dusun dan kampung diatas dipimpin oleh pemangku adat seperti depati dan ninik mamak, di bantu para juru tulis dusun, hulubalang, penggawa, alingan dan tukang canang. Selain itu, orang tuo, cerdik pandai dan pegawai syarak (kadhi, imam, khatib dan bilal) turut aktif pula dalam membangun masyarakat. Beberapa depati yang patut untuk dikemukakan pada 4 (empat) buah dusun diatas adalah : 1. 2. 3.



Depati Surau Depati Tiang Manggalo Depati Karamo



Daerah pinggiran lain adalah daerah Pemerab, dimana jumlah dusun dan kampungnya tergolong sedikit, seperti pada daerah Sanggerahan. Orang daerah Pemerab merupkan campuran dari orang-orang yang datang dari sungai Tenang,



230



Serampas, Tiang Pumpung dan dari daerah hulu sungai Batang Merangin, terutama dari Kerinci Rendah seperti dari Tanah Depati Setio Nyato, dan Tanah Depati Setio Rajo. Bahkan ada juga yang datang dari Kerinci Tinggi, seperti dari dusun Pulau Sangkar. Adapun dusun-dusun yang menjadi bagian dari Tanah Pemarab ini adalah : Guguk, Parit, Ujung Tanjung, Air Batu, dusun Baru, dan dusun Kebun. Sedangkan asal usul dari ke enam dusun tersebut adalah dari dusun purba Pelegai Panjang. Dusun ini mekar menjadi dusun Guguk dan dusun Kebun. Ke tiga dusun masih ada, tetapi penduduknya sepi. Selain itu, ketiga dusun ini melahirkan dusun Parit, Ujung Tanjung, Air Batu dan dusun Baru. Ke enam dusun yang telah disebut di atas terletak di tepi sungai Batang Merangin. Para depati yang mengurus dusun-dusun diatas adalah : 1. 2. 3. 4. 5.



Depati Suko Berajo atau Depati Mangku Yudo di dusun Guguk Depati Malindan di dusun Parit Depati Karang Sari di dusun Air Batu Depati Purbo Nyato di dusun Baru Depati Anom di dusun Ujung Tanjung



231



Demikianlah beberapa hal yang dapat dikemukakan mengenai Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus yang merupakan Tanah Pemuncak ke tiga dalam Tanah Depati Rencong Telang atau Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum. Dari sini dapat diketahui bahwa orang- orang yang terhimpun dalam Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum merupakan satu kerabat besar yang mempunyai ikatan pertalian darah satu dengan yang lainnya (genealogish). Rasa pertalian darah ini sampai sekarang tetap terpatri pada setiap orang dalam Tanah Pemuncak Nan Tigo Kaum atau Tanah Depati Rencong Telang. Bila orang dari daerah Serampas, Sungai Tenang, Muaro Siau, Jangkat dan dusun lainnya datang ke Tanah Pemuncak Tuo Pulau Sangkar, seperti mengunjungi dusun Lempur, Lolo, Pulau Sangkar dll, maka mereka menyambutnya dan berkata : “ hai lah tibo sanak kandung kami dari dusun Serampas, Sungai Tenang, Muara Siau, Jangkat dll, ...... naik lah kayo ke rumah kami “. demikian pula sebaliknya. Selain itu, dalam hal tanah adat atau tanah hak ulayat adat, diantara ketiga Tanah Pemuncak tidak di buat orang batasnya, semua mereka berada dalam satu tanah adat atau tanah ulayat. Bagi masing-masing mereka secara adat boleh saja mengambil tanah untuk digarap



232



dengan memberi tahu kepada pemangku adat setempat.



Bab IX Tanah Depati Muaro Langkap



T



ANAH Depati Muaro Langkap atau sering disebut juga dengan Tanah Depati Muaro Langkap Tanjung Sekiau merupakan tanah depati yang ke empat dari Negara Depati Empat Alam Kerinci yang berada di daerah Kerinci Tinggi. Tanah depati ini membagi daerahnya atas 2 wilayah yaitu : (1) Tanah Muaro di Ateh atau Tanah Tamiai dan (2) Tanah Muaro di Bawah (di Baruh) atau Tanah Pangkalan Jambu. Tanah Muaro di Ateh daerahnya berada dalam wilayah Kerinci Tinggi, sedangkan Tanah Muaro di Bawah berada di daerah Kerinci Rendah. Pusat pemerintahan Tanah Depati Muara



233



Langkap adalah dusun Tamiai. Dari sini Depati Muara Langkap memerintah tanah depati beserta dusundusun yang terdapat dalam wilayahnya. Di dusun Tamiai ditempatkan hamparan besar tempat persidangan atau permusyawaratan pemangku adat negeri-negeri dari tanah depati ini. Dalam memerintah Depati Muara Langkap didampingi oleh sebuah kerapatan Adat Tanah Depati. Kerapatan beranggotakan seluruh pemangku adat wakil dari Tanah Muaro di Bawah dan Tanah Muaro di Ateh dan utusan dari tiap-tiap dusun dan kampung. Sedangkan ketua kerapatan Adat Tanah Depati adalah Depati Muara Langkap sendiri. Keanggotaan kerapatan adat yang dibuat luas mencakup sampai pada tingkat dusun dan kampung dikarenakan daerah Tanah Depati Muara Langakap wilayahnya tidak begitu luas. Tanah Depati Muaro Langkap berbatas di sebelah Utara dengan Tanah Depati Rencong Telang, sebelah Barat juga berbatas dengan tanah Depati Rencong Telang (Tanah Paemuncak Nan Tigo Kaum), disebelah Timur dengan Tanah Depati Setio Nyato Kerinci Rendah, dan disebelah Selatan dengan Tanah Pemuncak Bensu Koto Tapus, yang juga merupakan Tanah Depati Rencong Telang. Pada mulanya Tanah Depati Muara Langkap daerahnya hanya Tanah Muaro di Ateh saja yaitu



234



Tanah Tamiai yang batasnya ke arah Barat (Kerinci Rendah) sampai ke sungai Batang Air Miai (sungai yang terletak di antara Kabupaten Kerinci dengan Kabupaten Merangin) sekarang. Adanya Tanah Muaro di Bawah disebabkan terjadinya suatu peristiwa (kasus) pidana pembunuhan pada daerah ini. Sebelumnya daerah tersebut merupakan wilayah Tanah Depati Setio Nyato dari Tanah Renah (Sungai Manau) yang masih kosong, hanya didiami sedikit orang pada daerah hulu sungai Kunyit, yang juga merupakan daerah dari hulu-hulu sungai di daerah Pangkalan Jambu. Daerah hulu sungai Kunyit didiami orang-orang yang berasal dari Tamiai. Menurut cerita, pada suatu ketika datang ke daerah Pangkalan Jambu seorang anak buah dari Depati Muara Langkap yang bernama Rio Tunai. Pada sebuah anak sungai kecil yang ada disini, Rio Tunai bertemu dengan seorang yang datang dari Tanah Renah atau Sungai Manau. Kemudian terjadi pertengkaran di antara mereka, yang diakhiri dengan perkelahian. Dalam perkelaian ini Rio Tunai terbunuh, dan mayatnya dibiarkan orang terbujur disana. Oleh Depeti Muara Langkap kasus pidana ini dimintakan penyelesaiannya kepada Depati Setio Nyato di Tanah Renah. Depati Setio Nyato ternyata tidak dapat menemukan siapa pembunuh Rio Tunai,



235



akibatnya beliau tidak dapat meminta pertanggung jawaban pidana kepada siapapun. Ke tidak beresan penyelesaian kasus pidana ini, lalu diadukan kepada Depati Empat Alam Kerinci di Sanggar Agung. Depati Muara Langkap meminta kepada Depati Empat Alam Kerinci, agar Depati Setio Nyato bertanggung jawab atas delik yang menimpa anak buahnya. Depati Empat Alam Kerinci lalu meminta pertanggung jawaban kepada Depati Setio Nyato. Namun Depati setio Nyato tetap tidak dapat menemukan siapa sipembunuh Rio Tunai. Untuk mempertanggung jawabankan kasus ini, maka Depati Setio Nyato lalu menyerahkan pampasan tanah sebagai konsekwensinya mulai dari sungai dimana mayat tadi terbujur sampai ke batas tanahnya di sungai Batang Penetai, yaitu batas dengan Tanah Depati Muara Langkap. Penyerahan tanah ini dimaksudkan sebagai ganti dari anak buah Depati Muara Langkap yaitu Rio Tunai yang telah terbunuh. Penyerahan tanah ini diterima dengan baik oleh Depati Muara Langkap dan kasus ini dianggap selesai. Tempat ditemukan mayat Rio Tunai terbunuh dinamai dengan Sungai Bujur, karena di tempat itu dia mati terbujur. Dengan penyerahan tanah tersebut, maka daerah itu menjadi bagian wilayah baru dari Tanah Depati Muara Langkap dan diberi nama Tanah Muaro di Bawah Pangkalan Jambu.



236



9.1. Tanah Muaro di Ateh



P



ENDUDUK Tanah Muaro di Ateh berasal dari dusun purba Jerangkang Tinggi. Dari Jerangkang Tinggi penduduk asal itu berpindah ke dusun purba di Muara Sekiau, yang terletak di pinggir sungai Batang Merangin pada muara sungai Batang Air Miai. Dusun purba dimaksud sudah lama lenyap karena ditinggalkan orang, sedangkan penduduknya pindah ke dusun Tamiai sekarang. Selain itu, ada pula diantara mereka melanjutkan perpindahannya dan kemudian membuat dusun di Barung Pulau hulu sungai Batang Air Imat. Barung Pulau adalah sebuah dusun dengan 2 buah kampung, yaitu Kampung Barung Pulau Mudik dan Barung Pulau Hilir. Pada masa lalu mata pencaharian rakyat di Tanah Muaro di Ateh hanya bertani (bersawah dan berladang). Di daerah ini sangat banyak sumber air, sehingga orang mudah membuat saluran air (irigasi) untuk persawahan. Tanahnya subur sehingga hasil pertanian terutama sawah sangat memuaskan. Sedangkan usaha perladangan kebanyakan hanya



237



dikerjakan sekedar untuk memenuhi kebutuhan sendiri saja. Dusun Tamiai memegang peranan penting karena merupakan pusat pemerintahan Tanah Muaro di Ateh dan pusat pemerintahan dari Tanah Depati Muaro Langkap. Sebagai pusat pemerintahan Tanah Depati maka dusun Tamiai beserta perangkat adatnya merupakan penopang secara langsung dari pemerintahan Tanah Depati. Pada dusun ini perangkat adat yang dibentuk disebut orang dengan : “Depati Nan Empat Belas, Ninik Mamak Nan Sembilan, Hulubalang Nan Berempak Uleh Jari Sambungan Tangan”. Adapun Depati Nan Empat Belas terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.



238



Depati Bendaro Langkap Depati Nanggung Depati Miti Depati Suko Berajo Depati Anum Depati Muncak Depati Karto Udo Depati Birau Depati Malau Depati Singo Depati Karamo



12. 13. 14.



Depati Mudo Depati Kecik Depati Tiang Kayo



Sedangkan Ninik Mamak Nan Sembilan terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Tiang Bungkuk Ngabih Kelurah Siding Rajo Kedemang Kecik Ki Sutan Bujang Rajo Pati Sri Mangku Bumi Ki Sutan Bungsu



Adapun Hulu Balang Nan Berempak Uleh Jari Sambungan Tangan adalah : 1. 2. 3. 4.



Meninding Alam Ngalawe Rajo Tiang Alam Rajo Batuah



Susunan pemangku adat dusun Tamiai di atas merupakan tulang punggung dari Depati Muara Langkap karena merekalah yang membantu dalam melaksanakan tugas harian dari pemerintahan Tanah



239



Depati Muara Langkap. Para pemangku adat dari daerah ini terkenal militan dalam menja-lankan tugas untuk kepentingan negara. Dalam sebuah legenda diceritakan bahwa pada suatu ketika tersebar isu yang disampaikan salah seorang raja Kerajaan Jambi yang pada waktu itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit tentang keinginan Kerajaan Majapahit akan melebarkan wilayah kekuasaannya ke Alam Kerinci. Tentu saja isu ini mendapat tanggapan yang emosional dari seluruh rakyat Kerinci. Salah seorang pemuka adat Tanah Depati Muaro Langkap yaitu Tiang Bungkuk lalu tampil mengumandangkan perlawanan rakyat. Dia menyatakan perlawanan terhadap Kerajaan Majapahit dengan memancung segala tandan pisang dan ayam jago yang berkokok menghadap ke Jambi. Atas gerakan perlawanan yang dipimpinnya rakyat lalu memberi gelar kepadanya dengan Tiang Bungkuk Mendugo Rajo. Isu ini telah merusak hubungan baik Kerajaan Jambi yang berada di bawah kekuasaan Majapahit dengan Negara Depati Empat Alam Kerinci. Raja Jambi terpaksa meredam gerakan Tiang Bungkuk Mendugo Rajo dengan mengirim misi rahasia untuk menangkap Tiang Bungkuk Mendugo Rajo ke Tamiai. Usaha licik ini berhasil, Tiang Bungkuk Mendugo Rajo dapat dibawa dengan rakit ke Jambi. Sepanjang



240



perjalanan dia ditikam dan direndam dalam air di bawah rakit, namun karena dia seorang keramat maka dia tidak sedikitpun luka. Tetapi dengan tipu daya, akhirnya dia dapat dibunuh dengan kerisnya sendiri. Ada sebagian orang yang mengatakan setelah dibunuh lalu dikuburkan di Jambi disuatu tempat yang dirahasiakan. Hal ini dimaksudkan agar kuburan-nya tidak diketahui, karena Raja Jambi takut keturunannya akan datang meminta keramatnya supaya dapat membalas dendam. Namun ada pula yang mengatakan bahwa Tiang Bungkuk Mendugo Rajo dapat meloloskan diri, kemudian kembali ke Tamiai lalu setelah tua meninggal di Tamiai dan dikuburkan di dekat Batang Merangin. Sekarang ini di desa Batang Merangin terdapat kuburan keramat yang dikatakan sebagai kuburan keramat Tiang Bungkuk Mendugo Rajo.



9.2. Tanah Muaro di Bawah



T



ANAH Muaro di Bawah sebagaimana telah disebutkan sebelumnya merupakan daerah kosong. Kemudian datang ke daerah ini orang Tamiai yang mengisi daerah disekitar daerah hulu sungai Pangkalan Jambu. Mereka datang kesini mencoba



241



untuk mencari penghidupan dengan membuka lahan sawah dan ladang. Selain itu, mereka juga menemukan mata pencarian baru yaitu mendulang emas. Usaha ini ternyata cukup berhasil dan kemudian lalu tersebar berita keberbagai pelosok bahwa di daerah Pangkalan Jambu banayak terdapat emas. Berita terdapatnya emas di daerah Pangkalan Jambu menyebabkan banyak orang datang ke daerah ini. Dari Minangkabau datang sekelompok orang di bawah pimpinan Datuk Putih berasal dari Tanah Datar, kemudian disusul oleh Datuk Mangkuto Merajo dari Lima Puluh Koto. Mereka mendirikan dusun Nangko dan Bungo Tanjung dan beberapa dusun lainnya. Kelompok masyarakat yang datang dari Minang-kabau lalu kemudian menamakan diri dengan orang Penghulu. Setelah banyak berdiri dusun-dusun maka datang pula kemudian orang dari Luak Nan Enam Belas dan orang dari Tamiai. Mereka bergabung menjadi satu dengan orang Penghulu dan menamakan diri dengan orang Pangkalan Jambu. Jadi di daerah Tanah Muaro di Bawah mata pencarian rakyat selain bertani (bersawah dan berladang), rakyat umumnya mendulang emas di sungai-sungai kecil yang banyak terdapat disini. Selain mencari emas di sungai, di antara mereka ada juga yang membuat tambang-tambang emas di kakikaki bukit. Ternyata daerah ini kaya akan kandungan emas, sehingga hasil mendulang emas cukup banyak



242



didapatkan. Emas yang diperoleh mereka jual keluar daerah dan ke mancanegara. Pemerintahan adat yang dibentuk masyarakat di daerah ini dikenal dengan nama pemerintahan Datuk Nan Berempat Menti Nan Bertigo. Pemerintahan ini dimintakan pengesahannya kepada Depati Empat Alam Kerinci dalam kenduri adat "sko naik sko turun" dengan menyembelih kerbau seekor beras 100. Kenduri besar dihadiri oleh : 1. 2. 3.



Depati Empat Alam Kerinci Utusan dari Luak Nan Enam Belas Pemerintahan Pemuncak Nan Tigo Kaum



Dalam kenduri adat ini, Depati Empat Alam Kerinci mengukuhkan berdirinya pemerintahan Datuk Nan Berempat Menti Nan Bertigo, sebagai pemerintahan setempat di Pangkalan Jambu yang termasuk ke dalam pemerintahan Tanah Depati Muara Langkap. Depati Empat Alam Kerinci juga menegaskan, bahwa orang Penghulu yang datang dari Minangkabau, tidak boleh membawa “cupak membawa gantang” dari negerinya dan harus memakai adat istiadat setempat. Artinya orang Penghulu tidak boleh membawa dalam kehidupan sehari-hari adat istiadat Minangkabau, dan mereka harus menegakkan adat istiadat setempat, yaitu adat



243



istiadat Kerinci (dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung; dimana sumur disauk, disitu ranting dipatah; dimana negeri dihuni, disitu adat istiadatnya dipakai). Setelah pemerintahan adat Tanah Muaro di Bawah berdiri, maka sejak saat itu, Tanah Depati Muaro Langkap dinyatakan dalam seluko adat dengan "Tanah Nan Duo Kabung, Sekabung di Ateh Tanah Tamiai, Sekabung di Baruh Tanah Pangkalan Jambu" Adapun pemerintah adat Datuk Nan Berempat Menti Nan Batigo sebagaimana di sebutkan di atas adalah : Datuk Nan Berempat terdiri atas : 1. Datuk Penghulu Mudo, alur Tanah Datar 2. Datuk Penghulu Rajo, alur Tanah Datar 3. Datuk Bendaro Kayo, alur Tiga Puluh Koto 4. Datuk Rajo Bantan, alur Tiga Puluh Koto Sedangkan Menti Nan Bertigo terdiri pula atas : 1. 2. 3.



Rio Niti, alur Patah Rantau Rio Gemalo, alur Patah Rantau Rio Sari, alur Patah Rantau



Jika orang Kerinci membagi kelompok seketurunan darah (genealogisch) dengan luhak (lurah), maka orang di Pangkalan Jambu



244



membaginya dengan sebutan "alur". Jadi alur sama dengan luhak (lurah), icu pakai yang demikian dibenarkan dalam hukum adat Kerinci atau dalam seluko adat dikatakan “adat serupo ico (pegang) pakai nan balain-lain”. Alur yang terdapat di Pangkalan Jambu ada 3 (tiga), yaitu Alur Tanah Datar, Alur Tiga Puluh Koto dan Alur Patah Rantau. Kepada Alur Tanah Datar dan Alur Tigo Puluh Koto diberikan kedudukan sebagai datuk Nan Berempat, dimana masing-masingnya memperoleh 2 orang datuk, sedangkan Alur Patah Rantau mendapat 3 orang Menti. Menurut sepanjang adat Datuk Penghulu Mudo bertugas mengurus hubungan dengan negerinegeri lain, mengurus kesejahteraan sosial dan mengurus orang keluar masuk Pangkalan Jambu. Dalam bertugas dia dibantu oleh datuk Rajo Menanti. Sedangkan tugas Datuk Penghulu Rajo adalah mengurus keramaian (kenduri atau perhelatan adat), yang diadakan di daerah ini. Dalam bertugas dia dibantu oleh Datuk Sempurno Kayo yang bertanggung jawab dalam soal keamanan negeri dibantu oleh Datuk Rajo Malindan. Sedangkan Datuk Rajo Bantan bertugas mengurus pertambangan emas dengan pembantunya Datuk Rajo Malintang. Untuk Manti Nan Bertigo diberi tugas mengepalai kampung dan mengurus tanah yang termasuk dalam wilayah



245



Pangkalan Jambu. Disamping itu, mereka bertindak sebagai "tunggu tanah" yang mengawasi batas-batas wilayah dengan daerah lain. Kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Datuk Nan Berempat Manti Nan Bertigo terletak ditangan mereka bertujuh. Mereka bersama dengan pemangku adat lainnya membentuk kerapatan yang menentukan keputusan untuk mengurus dan memimpin Tanah Muaro di Bawah atau daerah Pangkalan Jambu. Sejak dulu daerah ini banyak menghasilkan emas, hal ini telah menjadi mata pencaharian tambahan rakyat. Hampir pada setiap sungai di daerah sekitar Pangkalan Jambu terdapat kandungan emas diantaranya : Sungai Sipanin, Sungai Tajeh, Sungai Peniun, Sungai Ludan, Batang Langen, Batang Birun dll. Selain itu, emas juga ditemukan dikaki gunung dan bukit sekitarnya. Terdapatnya kekayaan emas dalam jumlah yang cukup besar menyebabkan perlunya penguasa adat yang diberi tugas mengurus dan mengelola masalah pertambangan emas, yaitu Datuk Rajo Bantan yang dibantu oleh Datuk Langkap Tanjung Sekiau. Negara Depati Empat Alam Kerinci mengeluar dan mengedarkan uang yang terbuat dari emas murni dengan mutu 23 dan 24 karat kebanyakan bahan baku logam emasnya berasal dari Tanah Muaro di



246



Bawah Pangkalan Jambu yang merupakan salah satu bagian dari Tanah Depati Muara Langkap. Akhir dari ulasan mengenai Tanah Depati Muaro Langkap ini, maka daerah Empat di Ateh telah dikemukakan semua, sedangkan untuk daerah Tigo di Baruh, serta daerah khusus Tanah Pemuncak Merangin atau disebut juga dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas dan Tanah Pemerab Merangin atau disebut Tanah Pemerab Pemenang akan dikemukakan pada bagian berikutnya.



247



BAB X Daerah Tigo di Baruh Kerinci Rendah



T



ANAH Depati Tigo di Baruh berada di Kerinci Rendah yaitu pada daerah Alam Kerinci yang terletak di sebelah Timur dari Kerinci Tinggi atau pergunungan Bukit Barisan. Daerah ini berada pada ketinggian lebih kurang 100 m dari permukaan laut. Topografi daerahnya datar dan banyak pematang besar (busut) dan hanya sedikit terdapat bukit-bukit, namun terdapat banyak aliran sungai dan anak-anak sungai. Diantara sungai yang mengalir di sini adalah sungai Batang Merangin, sungai Batang Tembesi, sungai Batang Mesumai, sungai Batang Tabir, sungai Batang Tantan dan sungai-sungai kecil lainnya. Semua sungai-sungai di atas berasal dari pergunungan Bukit Barisan atau dari daerah Kerinci Tinggi. Secara geographish daerah Kerinci Tinggi dan daerah Kerinci Rendah merupakan satu kesatuan yaitu Alam Kerinci, hanya saja sebagian dari



248



wilayahnya terletak lebih tinggi dari bagian wilayah lainnya. Bagian wilayah yang tinggi disebut dengan Kerinci Tinggi, sedangkan bagian wilayah yang rendah disebut dengan Kerinci Rendah. Perbedaan ini dalam kehidupan masyarakat sehari-hari kelihatan jelas dengan adanya istilah di Ateh atau Pucuk untuk Kerinci Tinggi dan di Baruh atau di Bawah untuk Kerinci Rendah. Pergi ke Ateh atau ke Pucuk berarti pergi ke Kerinci Tinggi seperti ke Sungai Penuh, Serampas, Sungai Tenang, Muara Siau, Jangkat dll. Sedangkan pergi ke Baruh atau ke bawah berarti pergi ke Kerinci Rendah seperti ke Bangko, Rantau Panjang, Pemenang, Sarolangon dll. Istilah ini sampai sekarang masih berlaku dalam percakapan sehari-hari, baik pada komunitas masyarakat Kerinci yang berada di Kerinci Tinggi maupun yang berada di Kerinci Rendah. Daerah Kerinci Rendah pernah diduduki Kerajaan Sriwijaya pada tahun 868 M dan baru mardeka kembali tahun 1025 M, setelah Kerajaan Sriwijaya meninggalkan daerah ini. Selama Kerajaan Sriwijaya berada di Kerinci Rendah telah terjadi banyak pergeseran dalam aspek tatanilai kehidupan masyarakat, dimana tatanan adat masyarakat di daerah ini telah dirubah dengan aturan dan ketentuan yang dibuat dan diarahkan oleh penguasa. Kekerabatan yang bersifat genealogisch yang terbentuk selama ini telah luluh dan hilang. Sebagai contoh, pola kepemimpinan dalam masyarakat yang



249



sebelumnya dipilih oleh anggota komunitas secara demokratis yang berpijak pada aturan “sko bergilir sandang berganti” tidak diberlakukan lagi dan dirubah dengan cara penunjukkan langsung oleh penguasa Kerajaan Sriwijaya. Pembenahan tatanan adat rakyat Kerinci Rendah dilakukan kembali setelah Kerajaan Sriwijaya meninggalkan daerah ini (1025 M). Perbaikan untuk mengembalikan tatanan rakyat Kerinci Rendah sesuai dengan tatanan “adat sko purbokalo” cukup rumit, karena berbagai perubahan selama keberadaan Kerajaan Sriwijaya telah menjadi tatanilai baru yang dipakai cukup lama dalam kehidupan masyarakat. Namun dengan tekad yang bulat rakyat berupaya keras dengan tujuan agar adat lama yang merupakan tatanilai asli mereka bisa ditegakkan kembali. Pemerintah desa dan para pejabat atau pemangku adat mulai dibentuk dan disusun kembali dari bawah. Para pemangku adat dipilih kembali dari anak jantan yang utama dari yang sama, dengan sistem pemilihan “sko bergilir sandang berganti”. Proses evolusi pembenahan dan penataan ini berlangsung cukup lama. Sebelum daerah Kerinci Rendah bergabung dengan Negara Depati Empat, di daerah ini sudah terdapat pemerintah rakyat yang disebut pemerintahan Pemuncak Alam, terdiri atas : pemerintahan Batin Pemangku Alam Mesumai,



250



pemerintahan Pemuncak Alam Tanah Renah, dan pemerintahan Pemangku Alam Batang Tantan. Pemerintahan Batin Pemangku Alam Mesumai berkedudukan di Renah Limau Abung sebagai cikal bakal pemerintahan Tanah Depati Setio Rajo. Daerahnya meliputi : Lubuk Gaung Kering, Cuban, Sekorahi, Tanjung Mudo, Peninjauan, Lubuk Puri, Dusun Tinggi, Gelanggang, Tanjung Hutan Udang, Dusun Potlob. Semua dusun-dusun itu sudah tidak ada lagi, karena sudah ditinggal orang. Perubahan ke tiga tanah Pemuncak Alam tersebut menjadi tanah depati Tigo di Baruh berlangsung dalam proses cukup panjang. Dalam hal ini disebutkan peranan dari seseorang yang bernama “Karenggo Bungkuk Timpang Dado”. Cerita mengenai Karenggo Bungkuk Timpang Dado, orang Kerinci Rendah mengatakan bahwa dia berasal dari Pulau Sangkar (Tanah Depati Rencong Telang) di Kerinci Tinggi. Pada suatu ketika dia menelusuri sungai Batang Merangin, masuk ke Batang Tembesi dan terus ke Batanghari dan kemudian singgah di Tanah Pilih ibu kota Kesultanan Jambi. Karenggo Bungkuk adalah orang yang cakap dan berakhlak baik, sehingga dalam pergaulan dia dikenal, mulai dari kalangan bawah sampai ke kalangan istana. Raja Jambi sangat simpati padanya, dia boleh saja bebas keluar masuk istana, karena telah dianggap sebagai keluarga istana. Setelah lama berdiam di Tanah Pilih, lalu dia menyatakan kepada Raja Jambi



251



hendak pulang ke tempat asalnya di mudik atau Kerinci Tinggi. Raja Jambi terperangah mendengar keinginan Karenggo Bungkuk untuk kembali, sebab dia sudah menyayanginya dan telah menganggap sebagai anaknya sendiri. Walaupun harus berpisah namun Raja Jambi menghendaki supaya hubungan kekeluargaan tetap terjalin dan tidak putus begitu saja. Oleh sebab itu, sebelum dia pulang raja lalu mengawinkan dengan anak angkatnya yang bernama Puteri Lelo Beruji, karena anak kandung raja sudah semuanya bersuami. Setelah kawin keduanya lalu berangkat ke mudik dan kemudian sampailah mereka di Lubuk Gaung. Di sini mereka bermaksud untuk menetap sementara. Untuk menopang kehidupan mereka ikut bertani dan mendulang emas di sungai Batang Mesumai sebagai mata pencaharian. Berkat kerja keras mereka dapat hidup berkecukupan dan bahkan dapat membantu banyak orang dilingkungannya. Setelah sekian lama, Puteri Lelo Beruji lalu melahirkan anak laki-laki kembar tiga. Seorang lahir pada waktu pagi, seorang lahir pada waktu siang dan seorang lagi lahir pada waktu petang hari. Anak yang lahir pagi atau yang tertua diberi nama Setio Nyato, yang lahir siang diberi nama Setio Rajo dan yang lahir petang hari atau sibungsu diberi nama Setio Beti. Nama itu diberikan dengan harapan supaya



252



kelak mereka berkelakuan sesuai dengan nama yang disandangnya. Setio Nyato diharapkan akan mengabdi penuh kepada negeri dan rakyatnya, Setio Rajo akan setia kepada pemerintahan yang adil (raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah), dan Setio Beti diharapkan menjadi pemersatu dalam masyarakat. Ketiganya dididik dengan baik, berwawasan luas tentang masyarakat, memahami adat istiadat, etika, sopan santun, berkerja keras dan mau mengabdi bagi kepentingan orang banyak. Setelah sampai masa waktu berumah tangga, maka Setio Nyato Kawin dengan gadis Tanah Renah, Setio Rajo kawin dengan gadis Lubuk Gaung dan Setio Beti kawin dengan gadis Nalo. Di tempat lingkungan kerabat isteri masingmasing mereka menjadi orang yang terpandang (anak betino yang bijak), karena suka mengurus kepentingan masyarakat. Lalu mereka diangkat menjadi pemangku adat dari puak isterinya, dan menurut sepanjang adat dibenarkan. Dalam kiprahnya ketiganya berperan dan berhasil membangun organisasi pemerintahan setempat. Negeri menjadi tertib, maju, dan rakyat hidup dalam keadaan rukun, damai dan makmur. Diperkirakan Karenggo Bungkuk Timpang Dado dan Puteri Lelo Beruji sampai di Lubuk Gaung sekitar tahun 1480 M. Di Lubuk Gaung mereka hidup dalam tatanan masyarakat setempat dan ikut membangun daerah tempat mereka tinggal.



253



Kerenggo Bungkuk yang banyak tahu tentang pemerintahan karena lama tinggal dilingkungan istana Kerajaan Jambi menyumbangkan pengetahuannya untuk menata dan membenahi pemerintahan negeri di sini. Waktu itu di tempat ini telah ada pemerintahan negeri yaitu : pemerintahan Batin Pemangku Alam Mesumai, pemerintahan Pemangku Alam Tanah Renah dan pemerintahan Pemngku Alam Batang Tantan. Selama upaya penataan yang dilakukan Karenggo Bungkuk, dia selalu mengikut sertakan 3 orang anak laki-laki kembarnya untuk berperan pada masing-masing negeri. Ke 3 anak Kerenggo Bungkuk mempunyai perhatian besar pada kepentingan masyarat dan rela berkorban untuk itu. Penataan yang dilakukan berpedoman pada pola dan sistem pemerintahan negeri-negeri di Kerinci Tinggi. Atas kerja keras itu, mereka diberikan penghargaan dengan menjadikan nama ketiganya sebagai nama Tanah Depati dan sekaligus mengangkat ketiganya menjadi pemimpin Tanah Depati yang pertama. Mereka hidup rukun dan damai dalam memimpin Tanah Depati. Ke tiga tanah depati yang dipimpin saudara kandung ini, tidak membagi hak ulayat atas tanah yang mereka pimpin secara terpisah. Rakyat dari ketiga Tanah Depati dapat saja mengambil tanah di mana saja, tidak perlu “mengisi cupak dengan gantang” atau membayar uang adat, cukup dengan memberi tahu kepada pengusaha adat setempat.



254



Jadi antara tanah depati yang satu dengan tanah depati yang lain tidak terdapat tapal batas yang disebut dengan “didih temih”. Setelah pembenahan tatanan masyarakat adat Kerinci Rendah berhasil dilakukan, maka dalam tahun 1525 M diadakan Kerapatan Besar yang dihadiri seluruh Pemangku Adat Kerinci Rendah dengan Depati Empat Alam Kerinci di dusun Salam Buku. Tempat ini terletak antara dusun Titian Teras dengan Ujung Tanjung Muara Mesumai (Bangko). Kerapatan besar ini menghasilkan Persetujuan Salam Buku 1525 M yang isinya menerima dan menetapkan 3 (tiga) buah tanah depati dan 2 (dua) buah daerah khusus di Kerinci Rendah menjadi bagian dari Negara Depati Empat. Selain itu, dikukuhkan pula anak dari Karenggo Bungkuk Timpang Dado, dengan Putri Lolo Beruji, bernama Setio Nyato diangkat menjadi depati pertama untuk memimpin Tanah Depati Setio Nyato yang berpusat di Tanah Renah dengan gelar Depati Setio Nyato; anak ke dua bernama Seto Rajo diangkat menjadi depati pertama Tanah Depati Setio Rajo yang berpusat di Lubung Gaung dengan gelar Depati Setio Rajo; dan anak ke tiga bernama Setio Beti diangkat menjadi depati pertama memimpin Tanah Depati Setio Beti yang berpusat di Nalo Tantan dengan gelar Depati Setio Beti. Disamping itu diangkat pula pemangku adat dari dusun Pemenang menjadi kepala Tanah Pemerab Merangin atau Tanah Pemarap Pemenang dan



255



pemangku adat dusun Pulau Rengas menjadi kepala Tanah Pemuncak Merangin atau Tanah Pemuncak Pulau Rengas. Persetujuan Salam Baku sekaligus meresmikan penggabungan Kerinci Rendah ke dalam Negara Depati Empat Alam Kerinci. Jadi ketika Negara Depati Empat Alam Kerinci terbentuk pada tahun 1296 M daerah Kerinci Rendah belum masuk ke dalam struktur pemerintahan. Semenjak adanya persetujuan Salam Buku, maka pemerintahan tanah depati dari Negara Depati Empat Alam Kerinci menjadi bertambah. Jika sebelumnya hanya terdapat 4 (empat) tanah depati, maka sekarang telah menjadi 7 (tujuh) tanah depati dan ditambah lagi dengan 2 (dua) daerah khusus, sehingga seloko adat tentang administrasi pemerintahan daerah dinyatakan menjadi : Depati Empat Alam Kerinci, Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Mudik Pemuncak, Hilir Pemarab, Seloko adat ini sering pula diucapkan dengan : Negara Depati Empat Alam Kerinci, Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Pemuncak Pulau Rengas, Pemarab Pemenang.



256



Tanah depati di Kerinci Tinggi (Empat di Ateh) telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, ssdangkan tanah depati di Kerinci Rendah (Tigo di Baruh) yang akan dikemukakan dalam ulasan selanjutnya adalah : 1. 2. 3. 4.



5.



Tanah Depati Setio Nyato berpusat di Tanah Renah dekat Sungai Manau Tanah Depati Setio Rajo berpusat di Lubuk Gaung Tanah Depati Setio Beti berpusat di Nalo Tantan Daerah khusus Tanah Pemuncak Merangin atau Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat di Pulau Rengas Daerah khusus Tanah Pemerab Merangin atau Tanah Pemarab Pemenang berpusat di Pemenang



Mengenai ke 7 (tujuh) tanah depati di Alam Kerinci ini, sering juga disebut orang dengan : “Tanah Depati Empat Selo atau Tanah Depati Empat Helai Kain di Ateh” untuk tanah depati di Kerinci Tinggi, sedangkan untuk tanah depati di Kerinci Rendah disebut juga “Tanah Depati Tigo Selo atau Tanah Depati Tigo Helai Kain di Baruh”. Selepas itu yang dimaksud dengan Hilir Pemarab adalah daerah khusus Tanah Pemarab dan Mudik Pemuncak adalah daerah khusus Tanah Pemuncak, dimana ke dua daerah khusus ini terletak di tepi sungai Batang



257



Merangin. Itupula sebabnya kedua daerah khusus itu, disebut juga dengan Tanah Pemuncak Merangin dan Tanah Pemerab Merangin.



10.1. TANAH DEPATI SETIO NYATO



T



ANAH Depati Setio Nyato merupakan salah satu atau satu-satunya tanah depati di Kerinci Rendah yang berbatas langsung dengan Kerinci Tinggi. Daerahnya bersebelahan dengan daerah Pangkalan Jambu (daerah Muaro di Bawah), yang merupakan bagian dari Tanah Depati Muara Langkap. Tanah Depati Setio Nyato pada sisi bagian baratnya adalah sungai Batang Merangin. Letak daerahnya memanjang dari arah Barat ke Timur. Adapun batasbatas daerah tanah depati ini adalah: sebelah Utara dengan Tanah Depati Setio Beti, sebelah Selatan dengan daerah khusus Tanah Pemarab Pemenang, sebelah Timur dengan Tanah Depati Setio Rajo, sedangkan sebelah Barat berbatas dengan Tanah Muaro di Bawah daerah Pangkalan Jambu. Pusat pemerintahan Tanah Depati Setio Nyato adalah dusun Tanah Renah dekat dusun Sungai Manau. Disini berkedudukan Depati Setio Nyato sebagai kepala pemerintahan, bersama



258



kembang rekannya dan aparat pemerintahan lain, serta didampingi sebuah dewan kerapatan tanah depati. Dusun Tanah Renah sekaligus menjadi Hamparan Besar tempat bertemunya para pemuka negeri. Daerah Tanah Depati Setio Nyato tidak begitu luas, diperkirakan sekitar 560 km2, merupakan dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut di bawah 100 m dan tanahnya berpematang besar dan berbukit-bukit yang merupakan lanjutan dari perbukitan pergunungan Bukit Barisan. Perbukitan yang terdapat disini diantaranya : Bukit Aur, Bukit Pematang Panjang, Bukit Melintang (bukit Nangko), Bukit Gedung dan Bukit Kapur, dll. Diantara bukit tersebut yang tertinggi adalah Bukit Pematang Panjang. Jika dibandingkan dengan Empat di Ateh daerah ini hampir sama luasnya dengan Tanah Depati Biang Sari. Kampung dan dusun didalamnya tidaklah begitu banyak. Keadaan yang serupa berlaku pula terhadap tanah depati lainnya di Kerinci Rendah. Mungkin disebabkan hal tersebut, maka pola dan struktur tanah depati Tigo di Baruh meniru pola dan susunan Tanah Depati Biang Sari di Kerinci Tinggi. Melalui sungai Batang Merangin dari danau Kerinci yang melewati dusun pulau Sangkar pengaruh dari daerah di Ateh merembes masuk ke



259



daerah Kerinci Rendah. Baru setelah itu datang pengaruh Hindu Budhis (868 M) yang dibawa Kerajaan Sriwijaya. Secara ethnologis (antropologis), sosial politik dan kebudayaan semuanya datang dari Kerinci Tinggi, baru pada tahun 1343 M masuk pengaruh dari Minangkabau dengan kedatangan orang Penghulu. Tanah di daerah ini cukup subur, baik tanah kering maupun tanah basah seperti rawa-rawa dll., sehinggga dapat dijadikan lahan persawahan dan perladangan yang baik. Keadaan alam tersebut telah menjadi daya tarik bagi orang Pulau Sangkar untuk pindah ke tempat ini pada masa lalu. Migrasi telah berlangsung semenjak zaman purbakala, dan terus berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama. Pada mulanya mereka membuat talang dan berkebun, kemudian membuka koto dan dusun purba. Dusun purba ini sekarang sudah tidak ada lagi, karena telah lama ditinggalkan orang. Pemekaran dari dusun-dusun purba yang pernah terdapat di sini, telah melahirkan dusun dan kampung baru diantaranya : Sungai Jering, Sungai Mati, Sungai Ipuh, Rumah Gedang, Lubuk Gelam, Bukit Batu, Air Batu, Lubuk Cempedak, Sungai Nilau, Sungai Manau, Sungai Pinang, Palipan, Muara Seringek, Dusun Pulau, Sungai Kelumpang, Gelanggang, Tiangko, Tiangko Ulu, Ulu Tanjung, Muaro Tiangko, Durian Lecah, Kampung Tengah,



260



Kampung Seringek, Koto Jayo, Benteng, Lubuk Sepuh, Muaro Panco, Durian Batakuk, Talang Segegah, Tanah Renah, Muaro Bantan, Dusun Parit, Dusun Kebun, Dusun Baru, Guguk, dll. Letak dusun dan kampung diatas berada pada sepanjang daerah aliran sungai Batang Merangin di sisi bagian Selatannya dan pada sepanjang sungai Batang Pangkalan Jambu dan sungai Batang Seringat. Kedua sungai ini, bertemu dan sama-sama bermuara ke Sungai Batang Mesumai. Sungai Batang Mesumai bermuara di Ujung Tanjung Muaro Mesumai atau koto Bangko sekarang. Dusun dan kampung tersebut berada dibawah payung pemerintahan Tanah Depati Setio Nyato. Dalam memerintah Depati Setio Nyato dibantu oleh kembang rekannya dan para pembantu pemerintahan yang diangkat dari para depati dan pemuka adat, dan didampingi oleh sebuah dewan kerapatan adat. Kembang rekan pembantu Depati Setio Nyato dalam memerintah menurut sepanjang adat disebut dengan Rio Nan Berempat, terdiri atas : 1. 2. 3. 4.



Cinto Berajo Pemangku Rio Seri Penghulu Besar



261



Pada Rio Nan Berempat di atas, Depati Setio Nyato mempercayakan pelaksanaan tugas pemerintahan (eksekutif) sehari-hari. Struktur pemerintahan di Kerinci Rendah, dibawah Tanah Depati adalah pemerintahan dusun yang terbagi atas beberapa buah kampung. Masing-masing Rio Nan Berempat diberi kekuasaan mengkoordinir sebuah kawasan yang terdiri atas dusun dan kampung. Tanah Depati Setio Nyato di bagi atas 4 kawasan pemerintahan dusun dan kampung, sebagai berikut : 1.



Kawasan Rio Cinto Berajo mengkoordinir dan bertanggung jawab atas pemerintahan dusun Tanah Renah meliputi dusun dan kampung antara lain : Tanah Renah, Durian Batakuk, Muaro Bantan, Talang Segegah, Dusun Baru, Dusun Guguk, Dusun Parit Dulu daerah dusun Baru, dusun Guguk dan dusun Parit termasuk dalam Tanah Depati Setio Nyato. Ke tempat ini kemudian datang orang Pemarab disebelahnya (seberang Batang Merangin) menetap dan membuat ketiga dusun tersebut. Akibatnya menim-bulkan perubahan administrasi pemerin- tahan secara adat dengan daerah ketiga dusun tersebut. Jadi ke 3 dusun itu, padang dari dusun Tanah Depati Setio Nyato, tetapi belalangnyo (orang yang ada disana) berasal dari Tanah Pemarab. Dalam aspek kewilayahan secara adat daerah tersebut



262



tunduk pada aturan Tanah Depati Setio Nyato, namun aspek kemasyarakatan adatnya mengacu pada “icu pakai” atau tata nilai masyarakat adat Tanah Pemerab. Kemudian, ketika terjadi kasus pembunuhan Rio Tunai (warga Tanah Depati Muara Langkap), lalu menyebabkan Depati Setio Nyato harus menyerahkan Tanah Pangkalan Jambu sebagai “tanah bangun” kepada Depati Muara Langkap. Akibat dari ke dua kasus itu, menyebabkan Tanah Depati Setio Nyato menjadi berkurang. Pengendalian dusun dan kampung diatas dilakukan dari dusun Tanah Renah. Untuk pengurusannya terdapat 3 penjabat adat yang ditugaskan , yaitu : 1)



Depati Setio Nyato memerintah seluruh Tanah Depati



2)



Cinto Berajo menjadi Kepala Dusun Tanah Renah. Disamping sebagai kepala dusun sewaktu-waktu dia juga dapat mewakili Depati Setio Nyato bila mana yang bersangkutan berhalangan. Hal ini disebabkan Cinto Berajo dan Depati Setio Nyato masih sakelebu (sepuak ) dalam kekerabatan.



263



3)



Tuo Kampung yang menjadi kampung Tanah Renah.



kepala



Mereka dibantu oleh kembang rekan masingmasing dan para pejabat lainnya yang lebih rendah seperti : ninik mamak, tengganai, hulubalang, penggawa, alingan (pesuruh), tukang canang dll, sebagai “uleh jari sambungan tangan”. 2.



Kawasan Pemangku mengkoordinir dan bertanggung jawab atas pemerintah dusun Muaro Panco dengan beberapa kampung dibawahnya seperti : Muaro Ponco, Batu Kijang, Palipan, Seringat, Sungai Lempur, Sungai Kelumpang (Gelanggang), Durian Lecah, Kampung Tengah, Benteng Di dusun Muaro Panco merupakan tempat kedudukan pejabat adat yang mengurus kawasan Pemangku. Dusun Muaro Panco letaknya tidak berapa jauh dari dusun Tanah Renah pusat pemerintahan Depati Setio Nyato. Sehingga para pejabat adat daerah Muaro Panco dengan mudah dapat berhubungan dengan Depati Setio Nyato. Adapun pejabat adat yang mengurus Kawasan Pemangku adalah :



264



1)



Pemangku sebagai kepala dusun Muara Panco.



2)



Pemangku sebagai Kunci Bilik Dalam bagi Depati Setio Nyato. Berfungsi menampung terlebih dahulu segala urusan dari bawah yang akan disampaikan kepada Depati Setio Nyato dan urusan Depati Setio Nyato yang patut diurusnya atau yang diminta oleh Depati Setio Nyato untuk ditangani.



3)



Tuo kampung sebagai kepala kampung Muaro Panco, khusus mengurus urusan dalam kampung Muaro Panco saja.



Pemangku dan Tuo kampung di atas masingmasing mempunyai kembang rekan sebagai pembantu tugas sehari-hari. Mereka merupakan pejabat adat bawahan, seperti : ninik mamak yang mengepalai kelebu (pauk), tengganai yang memimpin perut (piak), hulubalang, penggawa, alingan (pesuruh) dan tukang canang, dimana semuanya merupakan “uleh jari sambungan tangan”. Pada setiap dusun atau kampung dalam Tanah Depati Setio Nyato terdapat pejabat yang disebut pegawai syarak, yaitu pejabat agama Islam yang mengurus urusan agama. Pegawai



265



syarak ini mengurus urusan keagamaan mulai dari urusan mesjid, menjadi Imam, Khatib dan Bilal. Selain itu, juga mengurus urusan diluar mesjid sebagai hakim agama atau disebut khadi. Sebagai hakim agama, khadi mengepalai kerapatan agama yang disebut dengan Kerapatan Pegawai Syarak. 3.



Kawasan Rio Seri memerintah dan mengkoordinir dusun Sungai Manau dengan kampung di antaranya : Sungai Manau, Sungai Nilau, Sungai Jering, Sungai Mati, Bukit Batu, Tanjung Mudo, Rumah Gedang, Lubuk Cempedak, Muaro Seringat. Dusun Sungai Manau letaknya juga berdekatan dengan Tanah Renah pusat pemerintahan Tanah Depati Setio Nyato. Semua dusun dan kampung yang disebutkan diatas berada di sepanjang sungai Batang Pangkalan Jambu dan Batang Mesumai. Sedangkan Muaro Seringat terletak pada pertemuan muara sungai Batang Pangkalan Jambu dengan muara sungai Batang Seringat yang masuk ke dalam sungai Batang Mesumai. Pada das ketiga sungai ini banyak terdapat dusun dan kampung yang dikelilingi sawah.



266



Sungai Manau berstatus sebagai dusun dan kampung, maka di sini terdapat 2 kedudukan pejabat adat, yaitu sebagai : 1.



Rio Seri sebagai kepala dusun mengkoordinir pemerintahan kampung yang terdapat dikawasan tersebut.



2.



Tuo Kampung sebagai kepala kampung mengurus kampung masing-masing terutama urusan pemerintahan ke dalam.



Mereka dibantu kembang rekannya masingmasing dan para pejabat adat lainnya yang lebih rendah, seperti ninik mamak yang memimpin kelebu (puak), dan para tengganai yang mngurus perut (piak) beserta dengan hulubalang, penggawa, alingan dan tukang canang sebagai “uleh jari sambungan tangan”. 4.



Kawasan Penghulu Besar mengkoordinir pemerintahan dusun Tiangko Panjang dan kampung yang berada di bawahnya, seperti : Tiangko Panjang, Tiangko Tengah, Sungai Pinang. Dusun dan kampung tersebut terletak di sepanjang sungai Batang Tiangko dengan jarak yang berdekatan. Di antara Tiangko Panjang dengan Tiangko Tengah terbentang lahan persawahan. Dusun Tiangko Panjang



267



merupakan pusat koordinasi pemerintahan kawasan ini, tempat penghulu besar kepala dusun berada. Oleh sebab itu, disini terdapat 2 (dua) pejabat adat : 1)



Penghulu Besar sebagai kepala dusun Tiangko Panjang dan sekaligus koordinator dari kampung di bawahnya.



2)



Tuo Kampung sebagai kepala kampung Tiangko Panjang yang mengurus urusan pemerintahan ke dalam.



Dua pejabat diatas mempunyai kembang rekan masing-masing dan dibantu para pejabat adat dibawahnya, seperti: ninik mamak mengepalai kelebu (pauk) dalam kampung, para tengganai memimpin perut (piak), hulubalang, penggawa, alingan dan tukang canang, termasuk pegawai syarak, yaitu imam, khatib, bilal dan kadhi. Masing-masing pusat pemerintahan Rio Nan Berempat merupakan induk dari kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Kampung-kampung itu merupakan pecahan dari kampung yang semula telah ada, sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan penduduk. Semua kampung yang ada dalam masing-masing kawasan Rio Nan Berempat disebut dengan dusun. Nama dusun diambil dari nama kampung yang mula-mula terbentuk. Dalam



268



Tanah Depati Setio Nyato kampung awal atau kampung induknya adalah : Tanah Renah, Muaro Panco, Sungai Manau dan Tiangko. Dalam menjalankan pemerintahan, Rio Nan Berempat bertanggung jawab kepada Depati Setio Nyato. Pemerintahan pada setiap kampung dijalankan oleh kepala kampung yang dulu disebut dengan Tuo Kampung. Kepala kampung dalam menjalankan pemerintahan bertanggung jawab kepada masing-masing Rio Nan Berempat. Kampung-kampung dalam kawasan Rio Nan Berempat merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum. Itulah gambaran bentuk dan susunan organisasi pemerintahan mesyarakat hukum adat Tanah Depati Setio Nyato.



10.2. TANAH DEPATI SETIO RAJO



T



ANAH Depati Setio Rajo letaknya diapit dua tanah depati dan satu daerah khusus di Kerinci Rendah. Daerahnya berada pada lingkungan sungai Batang Mesumai. Dusun dan kampung umumnya tersusun dari Barat ke Timur. Adapun batas-batas dari Tanah Depati Setio Rajo, sebelah Utara berbatas dengan Tanah Depati Setio Beti atau daerah Nalo



269



Tantan, sebelah Selatan berbatas dengan daerah Khusus Pemuncak Pulau Rengas, sebelah Timur juga berbatas dengan daerah Khusus Pemuncak Pulau Rengas, sedangkan sebelah Barat berbatas dengan Tanah Depati Setio Nyato terutama dengan daerah Sungai Manau dan Tanah Renah. Tanah Depati Setio Rajo berpusat di dusun Lubuk Gaung. Dari sini Depati Setio Rajo memerintahan, bersama dengan kembang rekannya dan didampingi sebuah dewan Kerapatan Hamparan Besar tanah depati. Tanah Depati Setio Rajo merupakan tanah depati yang terkecil diantara yang lain. Luasnya diperkirakan 169 km2, jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Tanah Depati Setio Nyato (560 km2) dan Tanah Depati Setio Beti (418 km2). Daerahnya merupakan dataran rendah, dengan tinggi dari permukaan laut hanya sekitar 75 m. Tanahnya merupakan tanah pematang besar pada daerah aliran sungai Batang Mesumai. Semua Tanah Depati Nan Tigo di Baruh termasuk ke dalam pengaruh alam lingkungan sungai Batang Merangin. Daerahnya subur, berhutan lebat dan banyak terdapat aliran sungai. Sungai-sungai yang mengalir di sini antara lain: Batang Mesumai, Batang Salam Buku dan Batang Nibung, dan anak-anak sungai lain yang dapat dipergunakan untuk mengairi sawah. Kondisi alam yang mendukung membuat daerah ini menjadi daerah persawahan dan perladangan yang



270



subur. Selain itu, pada sungai-sungai di sini terdapat banyak kandungan biji emas, sehingga rakyat banyak yang mendulang emas di sungai. Penduduk daerah ini juga berasal dari orang Pulau Sangkar di Kerinci. Tinggi. Baru jauh kemudian datang migrasi orang Minangkabau pada tahun 1343. Mereka merupakan orang pelarian, karena tidak menyukai Aditiyawarman menjadi Raja Minangkabau. Pada waktu itu Aditiyawarman seorang bangsawan Kerajaan Majapahit menguasai Minangkabau dan menduduki Pagaruyung. Orang pelarian Minangkabau ini disebut dengan orang Penghulu. Orang penghulu mencari tempat kediaman di tengah orang Kerinci di Kerinci Rendah, pada dusun dan kampung di daerah Pangkalan Jambu (Tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekian), dan di daerah Nibung, Seringat dan Ulu Tabir (Tanah Depati Setio Nyato). Diantara mereka adapula yang pindah ke daerah Muaro Bungo pada ulu sungai Pelepat, Sinemat dan tempat lain. Lebih jauh lagi mereka sampai ke daerah Batang Limun, Batang Asai dan Kampung Nan Empat di Sarolangon (Sungai Baung, Sungai Abang, Panti, Tinting dan Bernai). Migrasi penduduk kesini tidak lain karena melihat daerah ini memiliki prospek yang baik untuk membuka lahan persawahan dan perla-dangan. Orang yang mula-mula datang ke daerah ini yang



271



membuat dusun purba Muaro Semukun, Lubuk Buluh dan Demahu adalah dari Pulau Sangkar. Dari dusn purba itu, lalu mekar dan berganti menjadi dusundusun baru yang merupakan tempat kediaman orang Tanah Depati Setio Rajo. Pada tanah depati ini terdapat sedikit perbedaan, dimana dusun tidak lagi terbagi atas kampung-kampung. Setiap dusun dikepalai oleh seorang kepala dusun, yang bergelar Rio atau Datuk. Adapun dusun-dusun dalam Tanah Depati Setio Rajo adalah : Lubuk Gaung, Pulau Layang, Kampung Baru, Kederasan Panjang, Rantau Alai, Nibung, Pelangki, Tambang Besi, Titian Teras, Salam Buku. Pusat pemerintahan tanah depati ini, adalah dusun Lubuk Gaung tempat Depati Setio Rajo dan kembang rekannya memerintah. Lubuk Gaung juga merupakan Hamparan Besar tanah depati, tempat para pemangku adat bermusyawarah atau bersidang. Dalam memerintah Depati Setio Rajo dibantu para pejabat adat terdiri dari: 1. 2. 3.



Rio Sidik Alam dari dusun Pulau Layang Rio Gemam dari dusun Tambang Besi Rio Ibu dari dusun Lubuk Gaung Sendiri



Rio Sidik Alam dan Rio Gemam dalam kesehariannya bertugas dalam urusan pertahanan, keamanan dan ketentraman negeri. Dalam adat dikatakan “Hilir Pasak, Mudik Kunci “ yang berarti



272



bilamana ada musuh dari hilir, maka Rio Gemam dari Tambang Besi yang menghadapinya, dan kalau ada musuh dari mudik maka Rio Sidik Alam dari Pulau Layang yang menghadapinya. Kalau musuh berda di tengah maka dikepung bersama. Rio Ibu dari dusun Lubuk Gaung bertugas mendampingi Depati Setio Rajo dalam melaksanakan pekerjaan rutinnya memimpin tanah depati. Rio Ibu mengomandoi kembang rekan atau aparat pemerintahan Depati Setio Rajo, membawa mereka untuk sehilir semudik dalam menyelesai-kan berbagai persoalan terutama dalam tugas yang dipikul bersama. Untuk tugas yang melekat pada masingmasing maka menjadi urusan dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Jadi tugas bersama dipertanggung jawabkan oleh Rio ibu, dan tugas masing-masing dipertanggung jawabkan sendiri kepada Depati Setio Rajo. Seperti sudah disebutkan bahwa dusun dikepalai oleh seorang kepala dusun. Seorang kepala dusun harus menyandang jabatan adat dengan gelar Rio. Dalam kehidupan sehari-hari kepala dusun dipanggil dengan sapaan Datuk. Dia dipilih dan diangkat menurut sepanjang adat “sistem sko bergilir sandang baganti”. Dalam memerintah kepala dusun dibantu para ninik mamak sebagai kepala dari “kelebu (puak)”. Para ninik mamak dibantu pula oleh para tengganai yang memimpin “perut”. Selain itu



273



terdapat pula pejabat adat berupa hulubalang, penggawa, alingan dan tukang canang sebagai “uleh jari sambungan tangan” dari mereka.



10.3. TANAH DEPATI SETIO BETI



T



ANAH Depati Setio Beti merupakan tanah depati yang ketiga di Kerinci Rendah. Daerah tanah depati ini berbatas, sebelah Utara dengan daerah orang Batin V Tabir dan Rantau Nan Tigo Jenjang, sebelah Selatan dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas dan Pemarap Pemenang (di sepanjang sungai Batang Merangin), sebelah Barat dengan Tanah Depati Setio Rajo dan Tanah Depati Setio Nyato, sedangkan sebelah Timur dengan Tanah Kalebu Air Hitam daerah Kesultanan Jambi. Luasnya lebih kurang 418 km2. terdiri dari dataran rendah sepanjang sungai Batang Tantan dan selebihnya berupa tanah yang berbukit dan berlembah. Batang Tantan adalah sungai yang terbesar dalam Tanah Depati Setio Beti, yang mengalir memanjang dari Barat ke Timur. Sungai ini bermuara ke dalam sungai Batang Merangin di Pulau Tujuh Sangkil Berlarik. Pulau Tujuh Sangkil berlarik merupakan tapal batas alam antara Tanah Pemuncak Pulau Rengas di Mudik dengan Tanah Pemarap



274



Pemenang di Hilir. Sungai Batang Tantan merupakan prasarana lintas air dalam tanah depati Setio Beti yang dapat dilayari dengan perahu dan rakit mulai dari dusun Baru Nalo dihulu, sampai ke dusun Telun di muaranya. Di sepanjang tepi Batang Tantan berjejer dusun dan kampung dari hulu sungai sampai ke hilirnya. Adapun dusun ysng terdapat dalam tanah depati ini adalah : dusun Dalam, Nalo Gedang, dusun Telun, dusun Danau, Aur Baduri, dan Sungai Ulak. Pusat Tanah Depati Setio Beti adalah dusun Nalo Gedang. Dari sini Depati Setio Beti dan para pembantunya memerintah tanah depati. Nalo Gedang merupakan hamparan Besar tanah depati, tempat para pemangku adat, mulai tingkat bawah sampai tingkat tanah depati bermusyawarah. Kerapatan Tanah Depati dipimpin oleh Depati Setio Beti sendiri. Sedangkan dalam memerintah negeri Depati Setio Beti dibantu “kembang rekannya” sebagai berikut : 1. 2. 3.



Depati Sekerat Kain dari dusun Sungai Ulak Pemangku dari dusun Lubuk Gedang Gelegah Sange dari dusun Telun dan dusun Danau, kedua mereka juga kepala dusun dari masing-masing dusun tersebut.



Penduduk yang mendiami daerah ini, asalnya sama dengan penduduk tanah depati yang lain, yaitu dari daerah Pulau Sangakar. Tentang cerita lainnya tidak berbeda, karena Depati Setio Beti satu asal



275



yaitu dari keturunan Karenggo Bungkuk Timpang Dado dengan isterinya Puteri Lelo Beruji yang mempunyai anak kembar tiga (Setio Nyato, Setio Rajo dan Setio Beti). Semula Setio Beti berangkat dari Lubuk Gaung ke Nalo dan Menetap di Muaro Semukun. Di Muaro Semukun dia diangkat oleh Pemangku Muaro Semukun menjadi anak angkat. Kemudiam dia pindah ke Nalo dan disana kawin dengan gadis Nalo. Setelah kawin di Nalo dia bekerja keras bersama masyarakat ikut menyempurnakan bentuk dan susunan pemerin-tahan yang ada disini. Atas keberhasilannya lalu namanya diabadikan sebagai nama tanah depati dan sekaligus diangkat menjadi orang pertama yang memimpin negeri ini. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya ke tiga anak kebar Karenggo Bungkuk Timpang Dado dengan isterinya Puteri Lelo Beruji mempunyai andil besar dalam pembenahan tata pemerintahan masyarakat adat di Kerinci Rendah. Atas jasanya itu, maka nama mereka dijadikan gelar tanah depati di Kerinci Rendah dan ketiganya merupakan kepala tanah depati di Kerinci Rendah yang pertama.



276



BAB XI Daerah Khusus Kerinci Rendah



S



ELAIN tiga Tanah Depati di Kerinci Rendah, terdapat pula dua daerah khusus yang ditempatkan dalam bilangan sembilan daerah administrasi Negara Depati Empat Alam Kerinci. Hal ini tercermin dalam “seloko adat” ketatanegaraan yang menyebutkan: “Negara Depati Empat Alam Kerinci, Empat di Ateh, Tigo di Baruh, Mudik Pemuncak, Hilir Pemarab”. Dimaksud dengan Mudik Pemuncak adalah daerah khusus Tanah Pemuncak Merangin atau disebut juga dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat di dusun Pulau Rengas dan yang dimaksud dengan Hilir Pemarab adalah daerah khusus Tanah Pemerab Merangin atau disebut juga dengan Tanah Pemarab Pemenang berpusat di dusun Pemenang. Kedua daerah terletak di sepanjang sisi kiri dan kanan tepi Sungai Batang Merangin, daerah Merkeh dan daerah hilir sungai dari dusun Merkeh ke Batu Kucing.



277



Sungguhpun merupakan daerah khusus, namun status yang diberikan setingkat dengan tanah mendapo atau daerah lapisan ke dua setelah pemerintah pusat. Ke dua daerah bukan merupa-kan daerah istimewa, sebab dalam segala hal baik ethnik, adat istiadat, bahasa, agama dll sama dengan dengan daerah lainnya. Penduduk pada ke dua daerah ini juga berasal dari daerah Pulau Sangkar Kerinci Tinggi. Walaupun terdapat pergeseranpergeseran dalam penerapan adat istiadat namun secara prinsip tidak terdapat perbedaan yang berarti atau “adat serupo, ico pakai nan balaian-lain”. Tentang bahasa dalam pergaulan sehari-hari tidak berbeda dengan bahasa orang Pulau Sangkar dan daerah sekitarnya. Kekhususan diberikan karena daerah ini merupakan salah satu pintu masuk utama ke wilayah Negara Depati Empat Alam Kerinci baik melalui sungai maupun jalan setapak, sehingga daerah ini perlu mendapat pengawasan yang ketat. Orang Kerinci pada masa pemerintahan Koying, pemerintahan Segindo dan pemerintahan Depati Empat mengadakan hubungan perdagangan dengan Kerajaan Melayu, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Colamendala, Kerajaan Singosari, Kerajaan Majapahit dan Kesultanan Jambi terutama mengandalkan jalur sungai Batang Merangin yang bisa menembus daerah hulu membawa barang-



278



barang. Sungai ini merupakan sungai yang cukup besar dengan kedalaman yang memadai sehingga barang-barang dalam jumlah banyak dapat diangkut. Lama setelah Kerajaan Sriwijaya meninggalkan Kerinci Rendah (1025 M) tanpa diduga daerah Teluk Sungai Lintang mendapat serangan dari Palembang dan serangan terhebat terjadi di Pulau Rengas. Berkat tampilnya pemuka adat bernama Syekh Rajo dan isterinya bernama Panatih Lelo Beruji, mereka dapat mengobarkan semangat rakyat melawan agresi. Para penyerang dari Palembang dapat dipukul mundur dan daerah ini aman kembali. Keberhasilan Syekh Rajo menjadi kebanggaan rakyat Pulau Rengas, sehingga dia mendapat penghargaan yang tinggi dari penguasa adat di Teluk Sungai Lintang. Sehubungan dengan peristiwa tersebut, rakyat dusun Pulau Rengas meminta sebuah status pemerintahan adat yang berkedudukan sama dengan pemerintahan di Teluk Sungai Lintang. Aspirasi rakyat itu kemudian dikabulkan sebagai hadiah atas keberhasilan menahan gempuran musuh. Lalu daerah Teluk Sungai Lintang dibagi atas dua bagian dengan batas antara keduanya ditetapkan di Pulau Tujuh Sangkil Belarik. Tempat ini terletak di muara Batang Tantan yang aliran sungainya masuk ke dalam sungai Batang Merangin. Pada saat itu, pemerintahan adat di Teluk Sungai Lintang



279



membawahi 9 (sembilan) buah dusun, yaitu dusun : Biuku Tanjung, Kungkai, Pulau Rengas, Bangko Tinggi, Tanjung Lamin, Pemenang (Teluk Sungai Lintang), Jelatang, Papit, dan Limbur Merangin. Dusun di atas termasuk dalam kelompok dusun lama di daerah hilir sungai Batang Merangin. Setelah tanah pemerintahan adat Teluk Sungai Lintang di bagi menjadi 2 (dua) daerah pemerintahan maka disebut dalam seluko adat dengan “mudik Pemuncak Hilir Pemerab“. Pemerintahan Mudik Pemuncak atau Pemuncak Merangin berpusat di dusun Pulau Rengas, sehingga sering disebut juga dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas. Pemerintah Hilir Pemarab atau Pemerab Merangin berpusat di dusun Pemenang, kerenanya sering juga disebut dengan Tanah Pemarab Pemenang. Pada waktu itu di Tanah Pemuncak Merangin atau Tanah Pemucak Pulau Rengas hanya terdapat 5 buah dusun saja, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.



280



Biuku Tanjung Kungkai Pulau Rengas Bangko Tinggi Tanjung Lamin



Demikian pula di Tanah Pemerab Merangin atau Tanah Pemarab Pemenang juga terdapat 5 buah dusun pula, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.



Pemenang Jelatang Papit Limbur Merangin Tanjung Lamin



Terhadap dusun Tanjung Lamin sebahagian dimasukkan ke dalam Mudik Pemuncak (Pemuncak Pulau Rengas) dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam Hilir Pemarab (Pemarab Pemenang). Oleh sebab itu, menurut sepanjang adat kedua pemerintahan adat ini disebut dalam seluko adat : “Empat di Mudik, Empat di Hilir dengan Tanjung Lamin”. Pembagian daerah bagian hilir sepanjang aliran sungai Batang Merangin yang dilakukan pemangku adat setempat, baru mendapat pengesahan dari Depati Empat Alam Kerinci setelah penandatanganan Persetujuan Salam Buku (1525 M). Sejak ini maka resmi kedua daerah bagian hilir aliran sungai Batang Merangin menjadi 2 (dua) daerah khusus di bawah naungan Negara Depati Empat. Dalam perkembangannya semasa pemerintahan Belanda pada saat dibentuknya Onderafdeeling Bangko nama Tanah Pemuncak Pulau Rengas ditukar dengan Batin Sembilan Hulu



281



dan Tanah Pemerab Pemenang dengan Batin Sembilan Hilir.



11.1. Tanah Pemuncak Merangin



T



ANAH Pemuncak Merangin atau juga dikenal dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas seluruhnya berada di sepanjang bagian hilir sungai Batang Merangain mulai dari Merkeh sampai ke Pulau Tujuh Sangkil Berlarik. Daerahnya berbatas di sebelah Barat dengan Tanah Depati Setio Nyato, disebelah Timur dengan Tanah Pemarab Pemenang. Sebelah Utara berbatas dengan Tanah Depati Setio Rajo dan Tanah Depati Setio Beti, dan di sebelah Selatan dengan Tanah Depati Rencong Telang. Wilayahnya merupakan daerah perbukitan yang dibelah oleh sungai Batang Merangin, dan sebagian lagi merupakan dataran rendah dengan pematang-pematang besar yang dilalui sungai Batang Merangin dan cukup baik dijadikan ladang. Mata pencaharian rakyat berladang menanam padi, dan tanaman perladangan lainnya, dan selain itu berburu binatang di hutan dan menagkap ikan di sungai.



282



Dari 5 (lima) dusun pada Tanah Pemuncak Merangin yang telah disebutkan di atas yaitu : Biuku Tanjung, Kungkai, Pulau Rengas, Bangko Tinggi dan dusun Tanjung Lamin, kemudian hanya bertambah 2 (dua) buah dusun saja yaitu : dusun Bangko Rendah, dan dusun Mudo. Daerah ini ternyata perkembangannya tidaklah begitu pesat. Tanah Pemuncak Pulau Rengas berpusat di dusun Pulau Rengas. Tempat ini juga merupakan Hamparan Besar dari Tanah Pemuncak, tempat Depati Suko (Sebo) Berajo memerintah bersama kembang rekannya yang terdiri atas : Rio Jemenang Rajo, Mangku dan Hulubalang Batin dan lainnya. Selain itu, juga terdapat Dewan Kerapatan Tanah Pemuncak Pulau Rengas. Walaupun daerahnya kecil, namun peranannya dalam menjaga konstilasi hubungan dengan negeri luar cukup penting. Di sini berdiam duta kerajaan yang mewakili kepentingan Kerajaan Jambi dan Kerajaan Majapahit bergelar Pangeran Temenggung Kabaruh di Bukit. Penempatan duta ini atas permintaan atau diajukan oleh Kerajaan Majapahit. Depati Empat menyerahkan penem-patan dan pengaturannya kepada Depati Tigo di Baruh dan Kepala Pemuncak Pulau Rengas dan Pemarab Pemenang. Pilihan tempat kediaman jatuh pada sebidang tanah di Ujung Tanjung Muaro Mesumai. Tanah yang diberikan luasnya disebutkan dalam seluko adat “kedarat sepengadang ayam dan ke



283



sungai sepengambun jala”. Di tempat ini Pengeran Temenggung Kabaruh di Bukit melaksanakan tugasnya sebagai duta untuk Negara Depati Empat Alam Kerinci. Dia bertugas sebagai penghubung antara Raja Jambi dengan petinggi Negara Depati Empat Alam Kerinci, baik di Kerinci Rendah maupun Kerinci Tinggi. Demikian pula sebaliknya, bilamana Negara Depati Empat Alam Kerinci hendak berurusan dengan Raja Jambi atau Kerajaan Majapahit maka Pangeran Temenggung Kebaruh di Bukit yang mengaturnya.



11.2. Tanah Pemerab Merangin



T



ANAH Pemerab Merangin atau dikenal juga dengan Tanah Pemerab Pemenang daerahnya sama-sama berada di sepanjang aliran sungai Batang Merangin pada bagian hilir. Daerahnya lebih luas dari Pemuncak Pulau Rengas, berbatas di sebelah Utara dengan Ketemenggungan (kerajaan, kalebu) Air Hitam dari Kesultanan Jambi, di sebelah Selatan dengan daerah Batin Delapan Tanjung (Sarolangun), di sebelah Barat dengan Tanah Pemuncak Pulau Rengas, dan di sebelah Timur dengan daerah Pauh.



284



Dari 5 (lima) buah dusun pada waktu daerah ini dikukuhkan yaitu : Pemenang, Jelatang, Papit, Limbur Merangin dan Tanjung Lamin, daerah ini lalu berkembang menjadi 16 dusun. Adapun dusun yang terbentuk kemudian adalah : Karang Anyer, Karang Berahi, Muaro Belengo, Keroya Ulu, Keroya Hilir, Tanjung Gedang, Empang Benoa, Sungai Nyamuk, Pangkal Bulian, Kubang Ujo, dan Kasang Melintang. Pusat pemerintahan Tanah Pemarab Pemenang adalah dusun Pemenang. Letak dusun Pemenang cukup strategis, karena berada di tengahtengah diantara banyak dusun baik ke bagian arah hulu maupun ke bagian arah hilirnya. Semua dusundusun disini terletak di pinggir Batang Merangin. Meskipun ada jalan kecil dan jalan setapak yang menghubungkan dusun-dusun itu, namun jalur transportasi yang dominan dilakukan dengan perahu dan kapal kayu. Perahu dan kapal kayu dapat berlayar dengan bebas, sebab sungai Batang Merangin disini sudah lebar dan dalam. Pemerintah Tanah Pemerab dipimpin oleh Pemerab yang menyandang gelar Rio Depati Suko Lamo (Rio Kepala). Dalam memerintah Rio Depati Suko Lamo dibantu “kembang rekannya” atau para pembantunya yang terdiri atas : Rio Senduk Pemangku Leka, Mangku dan Hulubangan Batin serta orang Tuo dan Cerdik Pandai. Selain itu, didukung pula petugas adat bawahan yang menjadi



285



“uleh jari sambungan tangan” seperti : juru tulis, penggawa, alingan, dan tukang canang. Di sini juga terdapat kerapatan adat Tanah Pemerab Pemenang yang turut mengurus masyarakat daerah ini. Kerapatan ini beranggotakan Rio Kepala dari 16 (enam belas) dusun yang ada, ditambah dengan para pemangku adat lain. Keputusan kerapatan merupakan keputusan tertinggi yang harus dipatuhi Rio Depati Suko Lamo dan segala pemangku adat lainnya. Para Rio Kepala yang memimpin dusun akan menerapkan keputusan-keputusan tersebut ditengah masyarakat sebagai aturan hukum adat yang harus ditaati.



BAB XII Penutup



D



alam beberapa literatur yang ditulis para ahli sejarah dari negeri Cina, Belanda, Inggeris, maupun Indonesia telah disebutkan dengan jelas bahwa pada masa silam di Alam Kerinci terdapat pemerintahan berdaulat yang mempunyai rakyat, wilayah luas dan telah mengadakan hubungan dagang, serta membuat perjanjian dengan



286



kerajaan sekitarnya dan diperbincangkan banyak kerajaan dari negeri luar seperti dari daratan Cina dan India, serta diakui oleh kerajaan yang ada disekitarnya seperti Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Indrapura, Kerajaan Melayu Jambi dan termasuk oleh Kerajaan Majapahit di pulau Jawa. Pada sisi lain, di Alam Kerinci sejak dulu sampai sekarang tidak pernah ada bentuk kepemimpinan dalam masyarakat yang diwariskan secara turun temurun, melainkan dipilih secara demokratis berjenjang menurut ketentuan adat mulai dari tingkat paling bawah dalam bentuk komunitas keluarga, lurah, dusun, kampung, tanah mendapo (tanah Biang, tanah Pemuncak, tanah Muaro) dan Tanah Depati. Oleh sebab itu, maka lebih tepat dipakai kata negara bukan kata kerajaan untuk mengaktualisasikan bentuk pemerintahan rakyat bumiputra yang pernah ada di daerah ini. Beberapa hal yang perlu digaris bawahi sehubungan dengan ulasan dalam buku ini adalah : 1.



Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci sebagai sebuah pemeritahan rakyat bumiputra telah memenuhi persyaratan sebuah negara karena : mempunyai wilayah, penduduk, dan pemerintahan yang jelas, serta diakui oleh banyak kerajaan pada waktu itu. Negara ini merupakan sebuah negara kesatuan (unitaris) yang menyatukan empat Tanah Depati dengan



287



berlandaskan pada “Adat bersendi syarak, Syarak bersendi kitabullah (Al-Qur’an)”. .Ke 4 Tanah Depati tersebut merupakan daerah otonom tingkat pertama yang terletak di Kerinci Tinggi, kemudian ditambah dengan 3 Tanah Depati dan 2 daerah khusus setelah bergabungnya kembali daerah Kerinci Rendah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. 2.



Negara Depati Empat terbentuk karena perkembangan konstilasi politik nusantara disekitar Alam Kerinci dan perkembangan penduduk yang mendiami wilayah Alam Kerinci yang menuntut berdirinya sebuah pemerintahan bumiputra yang lebih modern dari pemerintahan sebelumnya.



3.



Sebagai sebuah negara, Sanggar Agung ditetapkan menjadi pusat pemerintahan. Sanggar Agung, Sekala Berak (ibukota kerajaan Sekala Berak), Pagaruyung (ibukota kerajaan Minangkabau) merupakan pusat pemerintahan negara pedalaman Sumatera yang sering dibincangkan pada masa itu.



4.



Daerah Empat di Ateh di Kerinci Tinggi merupakan tanah depati yang mula-mula dibentuk sebagai hasil kesepakatan rakyat terhadap restrukturisasi institusi Tanah Segindo.



288



Ke Empat Tanah Depati di Kerinci Tinggi itu disebut Tanah Depati Utama yang kemudian sepakat membentuk sebuah pemerintahan atau disebut dengan Pemerintahan Depati Empat (1296 M). Pemberian nama pemerintahan/ negara Depati Empat bermakna pemerintahan/ negara yang memiliki Empat Tanah Depati sebagai wilayah kekuasaannya. 5.



Pemerintah otonom dibawah pemerintah pusat masing-masing menyelenggara pemerintahan sendiri sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan negara mulai dari pemerintah tanah depati, tanah mendapo dan tanah dusun. (pemerintahan daerah otonom akan dibahas pada buku berikutnya).



6.



Tanah Depati merupakan daerah otonom lapisan pertama setelah pemerintah negara atau bisa dikatakan pemerintahan tanah depati sama dengan pemerintahan daerah Tingkat I. Pada lapisan ke dua atau sama dengan daerah Tingkat II terdapat peme-rintahan Tanah Mendapo, Tanah Pemuncak, Tanah Biang dan Tanah Muaro, sedangkan pada lapisan paling bawah atau lapisan ke tiga terdapat pemerintahan dusun. Namun pada Tanah Depati Tigo di Baruh dibawahnya terdapat pemerintahan kampung yang meng-koordinir beberapa dusun.



289



7.



Tanah depati Tigo di Baruh dan dua daerah khusus di Kerinci Rendah merupakan daerah otonom dari Negara Depati Empat yang bergabung kemudian setelah ditandatangani Perjanjian Salam Baku (1525 M). Perjanjian ini mempunyai arti dan nilai sejarah yang tinggi bagi rakyat Kerinci saat itu, karena kembalinya rakyat Kerinci Rendah dalam satu payung pemerintahan yang sama dengan rakyat Kerinci Tinggi sebagaimana masa-masa sebelumnya.



8.



J.E. Sturler (1881) seorang Belanda mengatakan Negara Depati Empat adalah sebuah negara mardeka seperti Kuantan dan negeri Batak. Ketiganya pernah mengadakan perjanjian antar negara dengan Spanyol, Inggeris, Portugal dan Belanda. Selain itu, E. A. Klerks dalam bukunya mengatakan pula bahwa Kerinci merupakan sebuah daerah mardeka.



9.



Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci hanya berlansung sampai tahun 1903, karena pada tahun ini Belanda telah menguasai seluruh daerah Kerinci. Belanda menyerang Kerinci Rendah tahun 1901 dan menyerang Kerinci Tinggi tahun 1902. Setelah itu, Belanda tidak mengakui lagi keberadaan Negara Depati Empat, namun para depati yang memerintah daerah Kerinci untuk sementara masih diberi



290



kewenangan memerintah tanah depati masingmasing. 10.



Belanda kemudian mulai melakukan penataan ulang daerah Kerinci. Untuk kepentingan pengendalian dan pengawasan wilayah, maka daerah Kerinci Tinggi dan daerah Kerinci Rendah dipisahkan kembali. Pemisahan ini juga dalam rangka politik “devide et impera” dimana sengaja dilakukan untuk memecah belah kesatuan rakyat. Kerinci Rendah dijadikan Onderafdeeling Bangko yang tergabung dalam Resedentie Palembang, sedangkan Kerinci Tinggi dijadikan Landschap Korintji (daerah swapraja Kerinci) disatukan ke dalam Gouvernement Sumatra’s Westkust (Sumatera Barat).



11.



Keberadaan pemerintahan lapisan ke dua (dalam bentuk tanah mendapo) dan pemerintahan dusun tetap dipertahankan, namun keberadaan pemerintahan Tanah Depati secara perlahan dihilangkan. Pada tahun 1906 Belanda mengeluarkan Jambi dari Keresidenan Palembang dan membentuk keresidenan baru yaitu Keresidenan Jambi. Landschap Kerinci lalu dipindahkan ke dalam Keresidenan Jambi. Bersamaan dengan ini secara resmi Belanda memberhentikan Depati Empat Alam Kerinci dan Sultan Jambi dari Jabatannya.



291



12.



Sejak saaat itu keberadaan pemerintahan Tanah Depati resmi dihilangkan. Khusus di daerah Kerinci Tinggi sebutan pemerintahan tanah Biang, tanah Pemuncak dan tanah Muaro ditiadakan dan diseragamkan menjadi tanah Mendapo. Belanda membagi daerah Kerinci Tinggi atas distrik Kerinci Hilir dan distrik Kerinci Hulu.



13.



Distrik Kerinci Hilir dijadikan 6 daerah kemendapoan yaitu : Mendapo Sungai Penuh, Mendapo Rawang, Mendapo Depati Tujuh, Mendapo Kemantan, Mendapo Semurup dan Mendapo Pasar Sungai Penuh. Sedangkan distrik Kerinci Hulu dibagi atas 10 kemendapoan yaitu : Mendapo Sanggaran Agung, Mendapo Pengasih, Mendapo Pulau Sangkar, Mendapo Tamiai, Mendapo Lolo, Mendapo Seleman, Mendapo Penawar, Mendapo Hiang, Mendapo Tanah Kampung dan Mendapo Pasar Sanggaran Agung. Selama pemerintahan Belanda berada di Kerinci perubahan dan pengaturan wilayah seperti di atas selalu dilakukan sampai tahun 1945.



___000___



292



Daftar Pustaka Abdullah Siddik, Prof. Dr. H. : Hukum Adat Rejang , PN. Balai Pustaka, Jakarta 1980. Agus Kamin,: Mendapo Semurup, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973. Aken, A. PH. Van, : Nota Betreffende de Afdeeling Koerintji, Encyclopaedisch Koerintji, Encyclopaedisch, Bureau, Afl, VIII, 1915. Amiruddin Z, : Marga Sungai Tenang, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1971. Anthony J. Whitten, dkk. 1987. Sumatera, University Press Gadjah Mada, Yogyakarta. -----------, 1930. Catatan Keputusan Kerapatan Mendapo, Kepala Dusun dan Pemangku Adat (Depati,Ninik Mamak, Orang Tuo dan Cerdik Pandai) seluruh Onderafdeeling Kerintji, Sungai Penuh. Datoek Toeah, H, : Tembo Alam Minangkabau, Cetakan ke lima, Koto Nan Gadang, Payakumbuh, Percetakan Limbago (tidak bertahun). Graaf, S. De en Stible, D. G. : Encycllopaedie van Nederlandsch Indie, Gravenhage, Tweede druk, 1921. Hilman Hadikusumah, Prof, H. SH, : Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1992.



293



Idris Djakfar, Prof. H, SH, dkk. : Hukum Waris Adat Kerinci, Pustaka Anda, Sungai Penuh Kerinci, 1993. ----------,Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci, Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci, Sungai Penuh 2002. ----------,Pemerintahan Koying dan Segindo di Alam Kerinci, Penerbit PD. Lega Hati, Jambi, 2003. ----------,Hukum Adat Tentang Pemerintahan Dusun dan Mendapo di Kerinci, Skripsi Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang 1966. ----------,Perkembangan Hukum Adat di Jambi, Prasaran Musyawarah Lembaga Adat Jambi 24-25 April 1985. ----------,Nilai dan Manfaat Sastra Daerah Jambi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 1994. ----------,Undang-Undang Jambi, Sebuah Himpunan Hukum Raja dari Kesultanan Jambi, Makalah Seminar Persuratan Johor II, Johor Bahru, Malaysia 1997. Iskandar Zakaria. 1974. Tembo Sakti Alam Kerinci, Sungai Penuh (buku stensilan). Ismail Hussein , dkk. 1977. Temadun Melayu Menyongsong Abad ke Dua Puluh Satu, Edisi ke dua, Penerbit University Malaysia, Bangi, bab 2 Tamadun Melayu dan Pembinaan Abad ke Dua Puluh Satu, Wan Hashim Wan The.



294



Idris Suid : Marga Batin III Ulu, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Jaspen, Prof, 1962. Keradjaan Sriwidjaja Tidak Sampai Kepedalaman, Mimbar Minggu, Padang 30-31 Desember 1962. Jasmani : Kemendapoan Kemantan, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Kemas Sulaiman Hs. : Marga Nalo Tantan, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Kosasih Husin : Marga Pemerap, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Klerks, E. A, : Geografisch en Ethnographisch opste lover de Landschappen Korintji, Serampas en Soengai Tenang, Batavia 1895. Mansoer, Drs. M. D. dkk, : Sejarah Minangkabau, Bharata, Jakarta 1970. Majid Isrin, : Marga Tanah Renah, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Marjani Ibrahim, : Kemendapoan Depati VII, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973. Morison, Dr. H.H, : De Mendapo Hiang in het District Korintji, Adatrechtelijke Verhandelingen, Proefschrift, 1940. Mohamad Idris, : Marga Ulu Tabir, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Moehamad M, : Marga Tanah Sepenggal, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.



295



Muhamad Abu Bakar, : Marga Simpang III Pauh, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Muhamad Ripin Abdul Saman, : Marga Peratin Tuo, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Nasaruddin. A. Mukti, : Jambi Dalam Sejarah, Buku Stensilan 1989. Navis. A.A., : Alam Takambang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau, Grafiti Press, Jakarta 1984. Nosky Roesam, : Marga Batin VII, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Nursali Gani, : Marga Lubuk Gaung, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Rusli, : Mendapo Tanah Kampung, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973. Qadri, H. Depati Intan, : Hukum Adat Sakti Alam Kerinci, Suatu Pedoman dan Ico Pakai di Tigo Luhak Tanah Sekudung, Siulak Mukai 1995. Rachman Hs. R.A., : Kemendapoan Seleman, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973. Rahmanuddin,: Kemendapoan Rawang, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973. Rapilus, : Kemendapoan Keliling Danau, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973. Rizal Ramli, : Marga Pangkalan Jambu, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.



296



Sagimun M. D. (editor) : Adat Istiadat Daerah Jambi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jambi 1985. Sjahril, : Marga Batin II, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Sjofjan AR., : Marga Pelepat, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Sjarif Asjura, : Marga Batin V Tabir, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Soenarko, Mr., : Dasar Dasar Umum Tatanegara, Penerbit Djambatan, Djakarta 1951. Slamet Muljono, Prof. Dr. : Menudju Puntjak Kemegahan, sedjarah keradjaan Madjapahit, PN.Balai Pustaka, Djakarta 1965. Ter Haar, Mr.B. Bzn, : Azas Azas dan Susunan Hukum Adat (Beginselen en Stelsel van het Adatrecht), terdjemahan K.Ng. Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita 1958. Tideman, J. : Djambi, Koninkelijke Vereeniging, Koloniaal Instituut, Amsterdam 1938. Utrecht, Dr.E.SH., : Sedjarah Hukum Internasional di Bali dan Lombok (Pertjobaan sebuah study hokum Internasional Regonal di Indonesia, Bandung 1962. Wahab Moehib, A. : Marga Batin III Ilir, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970. Willinck, Mr.G.D, : Het Rechtleven bij sche Malaiers, Leiden 1912.



Menangkabau-



Yatim Abbas, BA., : Meninjau Hukum Adat Kerinci, Koto Keras 1985 (belum dicetak).



297



Zainal Arifin Adnan, H., : Mendapo Hiang, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1973. Zulkarnain B., : Marga Tiang Pumpung, Skripsi Sarjana Muda Ilmu Pemerintahan, APDN Jambi, 1970.



298



Riwayat Singkat Penulis .H. Idris Djakfar, SH, lahir 2 September 1927 di Pulau Sangkar (Kerinci). Sebelumnya berkiprah di dunia pendidikan sebagai dosen pada Fakultas Hukum Universitas Jambi dan pensiun sebagai Guru Besar Hukum Adat. Kegiatan selama menjalani masa pensiun diisi dengan mendalami berbagai aspek sosial budaya daerah Provinsi Jambi terutama bidang hukum adat. Publikasi ilmiah yang pernah di tulis dalam bentuk buku tentang daerah Kerinci diantaranya : (1) Hukum Waris Adat Kerinci (1995), (2) Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci (2001), (3) Pemerintah Koying dan Segindo di Alam Kerinci (2003), dan (4) Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci (2006). Sebagai putra Kerinci pernah ditunjuk pemerintah mewakili Provinsi Jambi menyelesaikan masalah perbatasan Letter W dengan Provinsi Sumatera Barat. Selama mengabdi pada negara telah dianugerahkan tanda jasa : Satya Lencana Perang Kemerdekaan I, Satya Lencana Perang Kemerdekaan II, Bintang Gerilya, Satya Lencana Sapta Marga, Satya Lencana Penegak, Satya Lencana Karya Satya, Satya Lencana Veteran RI dan mendali Pejuang Angkatan 45. Selain itu, diberi gelar oleh komunitas adat Provinsi Jambi sebagai Adipati Suryo Negoro dan komunitas adapt negeri Pulau Sangkar sebagai Depati Agung. Menetap di Jambi, alamat Komplek Dosen Universitas Jambi RT.08 RW.03 No.17 Telanaipura Kodya Jambi (36122), Telp. 0741-61328.



299



Indra Idris, SE,MM,Spn, tinggal di Jakarta, peneliti dan pemerhati tentang social ekonomi kerakyatan dan aktif dalam berbagai kegiatan penelitian, Ikut tertarik mendalami aspek budaya masyarakat bumiputra dalam daerah Provinsi Jambi. Bersama Prof. H. Idris Djakfar, SH telah menulis beberapa buku tentang daerah Kerinci antara lain : (1) Hukum Waris Adat Kerinci (1995), (2) Menguak Tabir Prasejarah di Alam Kerinci (2001), (3) Pemerintah Koying dan Segindo di Alam Kerinci (2003), dan (4) Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci (2006). Alamat : Komplek Bintara Jaya Permai RT.06, RW.11 Blok C.157 Cibening Bekasi Barat (17136), Telp. 021-8645465.



--------------oOo---------------



300