15 0 1 MB
HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SOSIAL DAN AKTIVITAS MENONTON TELEVISI DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU “BULLYING” DI SD MUHAMMADIYAH 01 KUDUS TAHUN 2015
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S-1)
Oleh Yuli Rakhmayani Aryuanda NIM : III.11.3099
Pembimbing : 1. Indanah M.Kep.Ns. Sp.Kep.An 2. Sri Karyati M.Kep.Ns. Sp.Kep.Mat
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS 2015
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal Skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SOSIAL DAN AKTIVITAS MENONTON TELEVISI DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU “BULLYING” DI SD MUHAMMADIYAH 01 KUDUS TAHUN
2015”
telah
mendapat
persetujuan
oleh
pembimbing
untuk
dipertahankan dihadapan penguji skripsi pada: Hari
:
Tanggal
:
Nama
: Yuli Rakhmayani Aryuanda
NIM
: III.11.3099
Menyetujui: Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Indanah, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An NIDN: 0022037501
Sri Karyati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Mat NIDN: 0602087401
Mengetahui: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus Ketua
Rusnoto, SKM, M.Kes.(Epid) NIDN: 0621087401
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal Skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SOSIAL DAN AKTIVITAS MENONTON TELEVISI DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU “BULLYING” DI SD MUHAMMADIYAH 01 KUDUS TAHUN 2015” telah disetujui dan diseminarkan dihadapan tim penguji skripsi pada: Hari
:
Tanggal
:
Nama
: Yuli Rakhmayani Aryuanda
NIM
: III.11.3099
Tim Penguji: Ketua Penguji
Anggota Penguji
Anny Rosiana M., M.Kep.,Ns.Sp.J NIDN: 0616087801
Sri Karyati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Mat NIDN: 0602087401
Mengetahui: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus Ketua
Rusnoto, SKM, M.Kes.(Epid) NIDN: 0621087401
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SOSIAL DAN AKTIVITAS MENONTON TELEVISI DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU “BULLYING” DI SD MUHAMMADIYAH 01 KUDUS TAHUN 2015” telah mendapat persetujuan oleh pembimbing untuk dipertahankan dihadapan penguji skripsi pada: Hari
:
Tanggal
:
Nama
: Yuli Rakhmayani Aryuanda
NIM
: III.11.3099
Menyetujui: Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Indanah, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An NIDN: 0022037501
Sri Karyati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Mat NIDN: 0602087401
Mengetahui: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus Ketua
Rusnoto, SKM, M.Kes.(Epid) NIDN: 0621087401
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SOSIAL DAN AKTIVITAS MENONTON TELEVISI DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU “BULLYING” DI SD MUHAMMADIYAH 01 KUDUS TAHUN 2015” telah disetujui dan diseminarkan dihadapan tim penguji skripsi pada: Hari
:
Tanggal
:
Nama
: Yuli Rakhmayani Aryuanda
NIM
: III.11.3099
Tim Penguji: Ketua Penguji
Anggota Penguji
Nor Asiyah, S.SiT, M.Keb NIDN: 0601038002
Indanah, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An NIDN: 0022037501
Mengetahui: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus Ketua
Rusnoto, SKM, M.Kes.(Epid) NIDN: 0621087401
v
PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini: Nama : YULI RAKHMAYANI ARYUANDA NIM
: III.11.3099
Menyatakan
bahwa
Skripsi
dengan
judul
“HUBUNGAN
ANTARA
LINGKUNGAN SOSIAL DAN AKTIVITAS MENONTON TELEVISI DENGAN KECENDERUNGAN
MENJADI
PELAKU
“BULLYING”
DI
SD
MUHAMMADIYAH 01 KUDUS TAHUN 2015” merupakan: 1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri 2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar Strata 1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Kudus Oleh karena itu pertanggung jawaban atas Skripsi ini sepenuhnya berada pada diri saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sadar dan terima kasih.
Kudus,
Juli 2015
Penyusun
YULI RAKHMAYANI ARYUANDA NIM: III.11.3099
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama
: YULI RAKHMAYANI ARYUANDA
NIM
: III.11.3099
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, tanggal lahir
: Kudus, 28 Juli 1993
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan Yos Sudarso 1 No. 270 RT 01 RW IV, Desa Burikan Kota Kudus
Institusi
: STIKES Muhammadiyah Kudus
Riwayat Pendidikan
:
1. TK AL-Manaar Tahun 1999 2. MI AL-Manaar Lulus Tahun 2005. 3. SMPN 1 Kudus Lulus Tahun 2008. 4. SMAN 1 Bae Kudus Lulus Tahun 2011. 5. Mahasiswa Semester Akhir Prodi Strata 1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Kudus.
vii
MOTTO
“Always be yourself and never be anyone else even if they look better than you.” “No matter how much knowledge we have, the knowledge will not be useful if we do not practice it” “Success isn’t measured by wealth, success is an achievement that we want” “Tersenyumlah, karena satu senyuman akan menyelesaikan satu masalah” Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat baik terhadap diri sendiri. (Benyamin Franklin)
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya. 2. Bapak, Ibu, kakak dan keluarga besarku yang selalu mendukung, menyayangi dan memberikan bantuan baik moral maupun materiil. 3. Bapak
Rusnoto,
SKM.,
M.Kes
(Epid)
selaku
Ketua
STIKES
Muhammadiyah Kudus yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini. 4. Ibu Indanah, M.Kep.,Ns. Sp.Kep.An selaku pembimbing utama dan penguji anggota yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyusun Skripsi ini. 5. Ibu Sri Karyati M.Kep.,Ns. Sp.Mat selaku pembimbing anggota dan penguji II Proposal Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyusun Skripsi ini. 6. Ibu Anny Rosiana M., M.Kep.,Ns. Sp.Jiwa selaku penguji utama Proposal Skripsi. 7. Ibu Nor Asiyah selaku penguji utama Skripsi. 8. Seluruh jajaran Civitas Akademika STIKES Muhammadiyah Kudus. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Skripsi ini.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SOSIAL
DAN
AKTIVITAS
KECENDERUNGAN
MENJADI
MENONTON PELAKU
TELEVISI “BULLYING”
DENGAN DI
SD
MUHAMMADIYAH 01 KUDUS TAHUN 2015” ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Kudus. Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada: 1. Rusnoto, SKM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Muhammadiyah Kudus
yang
telah
memberikan
kesempatan
pada
penulis
untuk
menyelesaikan Skripsi ini. 2. Indanah, M.Kep.,Ns. Sp.Kep.An selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan Skripsi. 3. Sri Karyati M.Kep.,Ns. Sp.Mat selaku pembimbing anggota skripsi dan penguji II Proposal Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan Skripsi. 4. Anny Rosiana M., M.Kep.,Ns. Sp.Jiwa selaku penguji utama Proposal Skripsi.
x
5. Sugeng Prayitno, S.Pd.I, M.Pd selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 01 Kudus. 6. Sri Kadaryanti, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Pasuruhan. 7. Ibu dan Bapak Dosen serta Staf Program studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Kudus. 8. Seluruh jajaran Civitas Akademika STIKES Muhammadiyah Kudus. 9. Keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis. 10. Sahabat dan teman-teman satu angkatan yang telah memberikan bantuan dan semangat guna terselesaikannya Skripsi ini. Dalam penyusunan Skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Skripsi ini. Penulis juga berharap Skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca.
Kudus,
Juli 2015
YULI RAKHMAYANI ARYUANDA NIM: III.11.3099
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................iv HALAMAN PENGESAHAN................................................................................v PERNYATAAN ..................................................................................................vi RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................vii MOTTO .............................................................................................................viii PERSEMBAHAN ...............................................................................................ix KATA PENGANTAR ..........................................................................................x DAFTAR ISI .......................................................................................................xii DAFTAR TABEL ................................................................................................xv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xvi DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xvii ABSTRAK..........................................................................................................xviii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...........................................................................1 B. Rumusan Masalah ......................................................................8 C. Pertanyaan Penelitian.................................................................8 D. Tujuan Penelitian ........................................................................8 E. Manfaat Penelitian ......................................................................9 F. Keaslian Penelitian .....................................................................9 G. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................10 H. Keterbatasan Penelitian..............................................................11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying .......................................................................................12
xii
1. Pengertian Bullying ...............................................................12 2. Jenis Bullying ........................................................................14 3. Karakteristik Bullyi/Bullies .....................................................15 4. Faktor-faktor penyebab bullying ............................................17 5. Anak dengan Kecenderungan Menjadi Pelaku Bullying ........20 B. Lingkungan Sosial ......................................................................26 C. Aktivitas Menonton Televisi ........................................................28 1. Pengertian ............................................................................28 2. Dampak Aktivitas Menonton Televisi bagi Anak-anak ...........29 D. Perkembangan Sosial dan Emosi pada Anak Usia Sekolah Dasar..........................................................................................30 E. Kerangka Teori ...........................................................................33 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian ......................................................................34 1. Variabel Independen (Bebas) ...............................................34 2. Variabel Dependen (Terikat) .................................................34 B. Hipotesis Penelitian ....................................................................34 C. Kerangka Konsep Penelitian.......................................................36 D. Rancangan Penelitian.................................................................36 1. Jenis Penelitian.....................................................................36 2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data ................................36 3. Metode Pengumpulan Data ..................................................37 4. Populasi Penelitian ...............................................................37 5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian ..............................38 6. Definisi Operasional Variabel ................................................41 7. Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian .............................42 8. Teknik Pengolahan Analisa dan Cara Penelitian...................45 E. Jadwal Penelitian........................................................................51 F. Etika Penelitian ...........................................................................51
BAB IV
HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden.............................................................53 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ..........................53 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...........53 B. Hasil Penelitian ...........................................................................54 1. Analisa Univariat ...................................................................54
xiii
a. Lingkungan Sosial...........................................................54 b. Aktivitas Menonton Televisi .............................................54 c. Kecenderungan Pelaku Bullying .....................................55
2. Analisa Bivariat .....................................................................55 a. Hubungan
Antara
Kecenderungan
Lingkungan
Menjadi
Pelaku
Sosial Bullying
dengan di
SD
Muhammadiyah 01 Kudus Tahun 2015 ...........................55 b. Hubungan Antara Aktivitas Menonton Televisi dengan Kecenderungan
Menjadi
Pelaku
Bullying
di
SD
Muhammadiyah 01 Kudus Tahun 2015 ...........................57 BAB V
PEMBAHASAN A. Pembahasan Bivariat..................................................................59 1. Hubungan
Antara
Kecenderungan
Lingkungan
Menjadi
Pelaku
Sosial Bullying
dengan di
SD
Muhammadiyah 01 Kudus Tahun 2015 ................................59 2. Hubungan Antara Aktivitas Menonton Televisi dengan Kecenderungan
Menjadi
Pelaku
Bullying
di
SD
Muhammadiyah 01 Kudus Tahun 2015 ................................63 B. Keterbatasan Penelitian..............................................................65 BAB VI
PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................67 B. Saran..........................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
1.1
Keaslian Penelitian .....................................................................9
Tabel
3.1
Definisi Operasional Variabel......................................................41
Tabel
3.2
Tabel Kisi-kisi Instrumen Penelitian ............................................43
Tabel
4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ....................53
Tabel
4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .....53
Tabel
4.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lingkungan Sosial .................54
Tabel
4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Menonton Teevisi ....54
Tabel
4.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kecenderungan Pelaku Bullying .......................................................................................55
Tabel
4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Sosial dengan Kecenderungan Menjadi Pelaku Bullying .................................... 56
Tabel
4.7
Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas Menonton Televisi dengan Kecenderungan Menjadi Pelaku Bullying .......................57
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Teori ...........................................................................33
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian.......................................................36
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat permohonan calon responden
Lampiran 2
: Lembar persetujuan responden
Lampiran 3
: Lembar kuesioner
Lampiran 4
: Hasil Validitas, dan Reliabilitas
Lampiran 5
: Tabulasi data
Lampiran 6
: Hasil penelitian
Lampiran 7
: Jadwal penelitian
Lampiran 8
: Surat - surat
Lampiran 9
: Lembar konsul
xvii
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus Studi Program S1-Keperawatan Skripsi Keperawatan, Juli 2015 ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SOSIAL DAN AKTIVITAS MENONTON TELEVISI DENGAN KECENDERUGAN MENJADI PELAKU ”BULLYING” DI SD MUHAMMADIYAH 1 KUDUS TAHUN 2015 Yuli Rakhmayani Aryuanda¹, Indanah², Sri Karyati³ vi+ 70 Halaman+ 10 Tabel+ 2 Gambar+ Lampiran Latar Belakang: Bullying adalah penyalahgunaan kekuatan yang disengaja, berulang-ulang dengan maksud menyakiti atau menimbulkan perasaan tertekan/stress (Soejatmiko, 2013). Faktor perilaku bullying disebabkan oleh adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide bahwa bullying bukanlah suatu masalah besar dan merupakan hal yang wajar untuk dilakukan (Rahma, 2008). Survey yang dilakukan Kompas memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya (Saripah, 2006). Tujuan: Mengetahui hubungan antara lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah Kudus Tahun 2015. Metode: Jenis penelitian korelasi analitik. Metode pendekatan Cross Sectional, sampel sebanyak 81 responden dari 434 siswa kelas 1-6 dengan teknik stratified random sampling dengan alat ukur kuesioner. Analisa data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Uji hubungan penelitian menggunakan Chi Square. Hasil: Penelitian tentang hubungan antara lingkungan sosial dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying menghasilkan nilai (r) 0.268 menunjukkan korelasi lemah dan nilai p sebesar 0,022 (0.05). Kesimpulan: Ada hubungan antara lingkungan sosial dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus (Ha diterima, Ho ditolak), dan tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus (Ha ditolak Ho diterima). KATA KUNCI: Lingkungan Sosial, Aktivitas Mnonton TV, Pelaku, Bullying Kepustakaan: 49 (2004 - 2014)
1 Mahasiswa STIKES Muhammadiyah Kudus 2 Dosen STIKES Muhammadiyah Kudus 3 Dosen STIKES Muhammadiyah Kudus
xviii
Institute of Health Sciences Muhammadiyah Kudus Study Program S-1 Nursing Nursing Essay, July 2015
ABSTRACT THE RELATIONSHIP OF SOCIAL ENVIRONTMENT AND WATCHING TELEVISION ACTIVITY WITH A TENDENCY TO BECOME BULLIES IN MUHAMMADIYAH 01 KUDUS ELEMENTARY SCHOOL 2015 Yuli Rakhmayani Aryuanda¹, Indanah², Sri Karyati³ vi+ 70 Page+ 10 Table+ 2 Image+ Annex Background: Bullying is intentional misuse of force, repeatedly with the intent to hurt or cause feelings of depression / stress (Soejatmiko, 2013). The bullying behavior factors is caused by the presence of peers who provide negative influence by spreading the idea that bullying is not a major problem and is a natural thing to do (Rahma, 2005). Compass survey conducted showed that 56.9% of children imitate the mimic scenes movie watched (Saripah, 2006). Objective: To determine the relationship between the social environment and watching television activity with a tendency to become bullies in Muhammadiyah 01 Kudus elementary school 2015. Method: analytical correlation. Cross sectional method, a sample of 81 respondents out of 434 students in grade 1-6 with stratified random sampling technique with a questionnaire measuring instrument. Test research relationships using Chi Square. Results: The study of the relationship between the social environment with a tendency to become bullies generate value (r) 0268 showed a weak correlation and p value of 0.022 ( 0.05). Conclusion: There is a relationship between the social environment with a tendency to become bullies in Muhammadiyah 01 Kudus elementary school (Ha accepted, Ho is rejected). There is no significant relationship between the watching television activity with a tendency to become bullies in Muhammadiyah 01 Kudus elementary school (Ha rejected Ho accepted). KEYWORDS: Social Environment, Watching TV Activity, Actor, Bullying Bibliography: 49 (2004 - 2014)
1 Student STIKES Muhammadiyah Kudus 2 Lecturer STIKES Muhammadiyah Kudus 3 Lecturer STIKES Muhammadiyah Kudus
xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bullying berasal dari kata serapan dalam bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau mengganggu. Bullying adalah perilaku agresi atau manipulasi yang dapat berupa kekerasan fisik, verbal, atau psikologis yang
dengan sengaja dilakukan oleh
seseorang atau
sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa dengan tujuan menyakiti atau merugikan seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya (Trevi, 2010). Bullying dapat dilakukan secara fisik (menampar, menimpuk, menjegal, memalak, melempar dengan barang, dan sebagainya), verbal (memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dan sebagainya), dan psikologis
(memandang
sinis,
mengancam,
mempermalukan,
mengucilkan, mencibir, mendiamkan, dan sebagainya) (Sejiwa, 2008). Perbedaan gender (laki-laki dan perempuan) dalam melakukan bully terletak berdasarkan perbedaan bentuk pergaulannya. Anak laki-laki didefinisikan sebagai seseorang yang terbiasa mengambil tindakan yang beresiko, suka berkelahi, dan terlibat dalam suatu kelompok ‘geng’. Sedangkan anak perempuan didefinisikan sebagai seseorang yang pasif, tidak mandiri, penuh pertimbangan, dan taat pada peraturan. Maka dari itu, bentuk perilaku bullying juga berbeda. Perilaku yang dilakukan oleh anak perempuan biasanya terjadi dalam indirect (tidak langsung) seperti
1
2
verbal dan psikologis, bukan tindakan fisik. Sedangkan, anak laki-laki lebih cenderung melakukan sebaliknya (Aldilla, 2009). Bullying dapat terjadi selama atau setelah jam-jam sekolah. Sementara kebanyakan dari kasus yang dilaporkan mengatakan bullying biasa terjadi di dalam gedung sekolah, dan presentase tempat yang sering terjadi tindakan bullying adalah di tempat bermain dan di dalam bus. Bullying juga dapat terjadi disaat perjalanan menuju atau kembali dari sekolah, di lingkungan, ataupun di internet (Sejiwa, 2008). Bullying disebabkan oleh keadaan lingkungan yang kurang mampu mengendalikan emosi dan akibatnya membentuk kepribadiannya menjadi agresif. Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang kompleks. Faktor-faktor penyebab bullying diantaranya faktor keluarga, teman sebaya atau lingkungan sosial dan pengaruh media (Quiroz, 2006 dalam Anesty, 2009). Dampak negatif dari bullying itu sendiri yaitu, pelaku dan korban bullying akan sama-sama mengalami gangguan dengan kesehatan mentalnya. Pelaku bisa saja seseorang yang hanya mengikuti temannya atas dasar kesetiakawanan agar tetap dianggap teman dan bisa tetap bergaul dengan lingkungannya, pelaku yang sehat secara mental pasti menyadari perbuatannya melakukan bullying adalah salah, sehingga pelaku akan terus diliputi rasa bersalah, tertekan, dan mengalami gangguan mental. Dampak negatif yang dirasakan oleh pelaku bullying jika dilakukan secara terus menerus yaitu anak akan berpotensi menjadi pelaku kriminal sejak dini ataupun di kemudian hari (Levianti, 2008). Badan Pusat Statistik Indonesia melaporkan, hingga awal Oktober 2014, data jumlah penduduk di Indonesia mencapai 238.641.326 juta jiwa. Sementara itu, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5-14 tahun, ada
3
sebanyak 42,8 juta jiwa (Putro, 2013). Menurut data referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bulan April 2013, jumlah anak sekolah dasar di Kota Kudus sebanyak 12.143 anak. Data angka statistik yang menunjukkan jumlah korban kekerasan di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 2.413, tahun 2011 sebanyak 2.508, tahun 2012 sebanyak 2.637, tahun 2013 sebanyak 2.792 dan tahun 2014 dengan data Januari sampai dengan Mei 2014 sebanyak 3.339 (Komisi Perlindungan Anak, 2014). Lingkungan sosial adalah tempat dimana masyarakat saling berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antar sesamamaupun dengan lingkungannya. Lingkungan sosial terdiri dari beberapa tingkat. Tingkat yang paling awal adalah keluarga, dari keluarga kita di ajari cara, sikap, dan sifat untuk berinteraksi dengan saudara jauh, tetangga dan orang-orang yang berada di lingkungan tempat tinggal kita. Tingkat selanjutnya adalah sekolah, dimana kita bisa mengembangkan pelajaran bersosialisasi yang diberikan dari keluarga di rumah ke lingkungan sekolah. Tingkatan paling akhir adalah lingkungan masyarakat yang kita akan temui nanti saat kita sudah cukup siap dan dewasa untuk bisa terjun langsung ke dalamnya (Safitri, 2014). Salah satu faktor dari perilaku bullying disebabkan oleh adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif
dengan cara
menyebarkan ide (baik secara aktif maupun pasif) bahwa bullying bukanlah suatu masalah besar dan merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Pada masanya, anak juga memiliki keinginan untuk tidak lagi tergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Jadi bullying terjadi karena adanya tuntutan konformitas (Ratna, 2005).
4
Beberapa faktor penyebab seseorang melakukan tindakan bullying adalah karena faktor teman sebaya atau lingkungan sosial. Terdapat beberapa penyebab pelaku bullying melakukan tindakan bullying, yaitu pelaku mengalami kecemasan dan perasaan inferior, persaingan yang tidak realistis, perasaan dendam yang muncul karena permusuhan atau juga karena pelaku bullying pernah menjadi korban bullying sebelumnya, dan ketidakmampuan menangani emosi secara positif (Rahma, 2008). Faktor kedua yang mempengaruhi perilaku bullying adalah karena pengaruh media. Di Indonesia, anak-anak usia 6-14 tahun mengkonsumsi media khususnya televisi dan internet lebih tinggi daripada populasi
pada
umumnya.
Riset
yang
dilakukan
Nielsen
(2011)
menunjukkan bahwa penetrasi TV di kalangan anak-anak mencapai 98%. Penetrasi TV pada umumnya yaitu 95%. Penonton TV anak laki-laki sedikit lebih banyak daripada anak perempuan yaitu 51% dan 49%, tetapi anak perempuan menonton TV lebih lama daripada anak laki-laki, yaitu 4,75 jam dan 4,2 jam (Hasnawati, 2013). Pengaruh media program televisi yang tidak mendidik tentu akan meninggalkan jejak kekerasan pada benak para pemirsanya. Akan lebih berbahaya lagi jika tayangan yang mengandung unsur kekerasan tersebut ditonton oleh anak-anak prasekolah. Survey yang dilakukan kompas memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya. Umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya (43%) (Saripah, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Pediatrics Investigators Dimitri A. Christakis dan Frederick Zimmerman pada rumah sakit Seattle Children's Hospital Research Institute dan University of Washington School of Medicine menyimpulkan bahwa perilaku agresi
5
yang dilakukan oleh anak-anak berhubungan dengan kebiasaannya dalam menonton tayangan di televisi (Fitriani, 2014). Aktivitas
menonton
televisi
khususnya
tayangan
yang
mengandung unsur kekerasan dapat memicu anak untuk melakukan tindakan bullying kepada siswa lain, pernyataan tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasnawati (2013) seorang mahasiswa program studi S1 Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman, tentang dampak menonton sinetron Putih Abu-Abu, menyimpulkan bahwa dampak menonton tayangan sinetron Putih Abu-Abu terhadap perilaku remaja yaitu berdampak negatif, seperti adanya perilaku meniru adeganadegan bullying yang ditampilkan dalam sinetron Putih Abu-Abu yang meliputi aksi bullying dalam hal kata-kata (verbal) dan dalam hal tindakan. Dalam hal kata-kata (verbal), keseluruhan anak yang menjadi informan cenderung ikut meniru dan memperaktekan kata-kata bullying yang ada dalam sinetron tersebut kedalam kehidupan mereka sehari-hari, misalnya seperti saling mengucapkan kata-kata kamseupay, rakyat jelata dan euh kepada sesama teman dan keluarga mereka. Dalam hal tindakan, sebagian dari mereka mengikuti adegan bullying seperti yang ditayangkan dalam
sinetron
Putih
Abu-Abu,
yaitu
mengerjai
teman
dengan
mengintimidasi, mendiskriminasi dan mengeroyok. Hal tersebut dapat dihindari jika saja saat anak menonton televisi, orang tua dapat mendampingi dan mengawasi anak dan jangan lupa bagi orang tua untuk memperingatkan anak untuk tidak meniru adegan-adegan yang berhubungan dengan kekerasan, sebab anak cenderung meniru pada apa yang ia tonton dan ia mainkan (Agustiono, 2014).
6
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu diantaranya pembakangan, agresi, berselisih/bertengkar, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa, mementingkan diri sendiri, dan simpati . Lingkungan sosial yang memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/budi perkerti, maka anak akan cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois, senang mengisolasi diri/menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku (Yusuf, 2012). Berdasarkan pengkajian awal dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti pada 9-11 Oktober 2014 kepada 15 anak di SD Muhammadiyah 01 Kudus kelas I sampai dengan kelas VI
yang
mempunyai kepribadian agresif dan termasuk ke dalam ciri anak yang berkecenderungan menjadi pelaku bullying, didapatkan data bahwa 80% anak cenderung melakukan tindakan bullying karena kebiasaannya yang sering menonton adegan atau tayangan kekerasan di televisi dan juga adanya pengaruh pada lingkungan tempat ia tinggal yang menganggap
7
bahwa kejadian bullying merupakan hal yang biasa terjadi pada anak-anak untuk proses pendewasaan diri. Padahal perilaku bullying yang terus menerus dibiarkan tersebut memiliki dampak yang akan mempengaruhi kehidupan anak sebagai pelaku bullying dan anak korban bullying. Peran perawat dalam masalah keperawatan anak salah satunya adalah sebagai konselor, yakni berperan dalam membantu pelaku bullying untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan
perkembangan
anak.
Di
dalamnya,
perawat
akan
memberikan dukungan emosional dan intelektual, seperti mengidentifikasi perubahan pola interaksi pelaku bullying, memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada pelaku bullying dalam mengintegrasikan pengalaman-pengalaman yang lalu yang berhubungan dengan kejadian bullying, dan juga membantu dalam memfokuskan penyelesaian masalah bullying (Asmadi, 2008). Dalam penelitian kali ini, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara aktivitas menonton televisi dan lingkungan sosial yang dapat menyebabkan seorang anak mempunyai kecenderungan menjadi pelaku bullying. Peneliti melakukan wawancara kepada wakil kepala sekolah SD Muhammadiyah 01 Kudus yang mengatakan ada anak-anak dari kelas 1 sampai dengan kelas VI yang melakukan bullying seperti mengejek, memukul, melempar barang kepada teman, memusuhi, mendiamkan teman dan hal itu dilakukan kepada teman sebaya maupun adik kelasnya.
8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian “Hubungan antara Lingkungan Sosial dan Aktivitas Menonton Televisi dengan Kecenderungan Menjadi Pelaku “Bullying” di SD Muhammadiyah 01 Kudus Tahun 2015”.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat hubungan aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying? 2. Apakah
terdapat
hubungan
antara
lingkungan
sosial
dengan
kecenderungan menjadi pelaku bullying?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus. b. Mendeskripsikan lingkungan sosial di SD Muhammadiyah 01 Kudus. c. Mendeskripsikan aktivitas menonton televisi di SD Muhammadiyah 01 Kudus.
9
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat a. Sebagai sumber informasi untuk para orang tua dan pemerintah tentang pengaruh lingkungan sosial pada anak sekolah yang cenderung menjadi pelaku bullying. b. Sebagai sumber informasi untuk para orang tua dan pemerintah tentang dampak aktivitas menonton televisi pada anak sekolah yang cenderung menjadi pelaku bullying. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan referensi dan masukan bagi peneliti selanjutnya, agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian dengan variabel yang berbeda. 3. Bagi Institusi Kesehatan a. Mengetahui pentingnya pola asuh orang tua yang baik supaya perkembangan anak tidak mengarah ke arah yang buruk (tindakan bullying). b. Meminimalisir terjadinya perilaku bullying pada siswa sekolah dasar dengan meningkatkan penyuluhan tentang bullying. 4. Bagi Peneliti Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan dan pengalaman nyata dalam melakukan penelitian.
F. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Nama Peneliti Clementia Ardianti
Judul penelitian Identifikasi Faktorfaktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying
Jenis penelitian Analitik Deskriptif
Hasil Hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying adalah
10
Tahun 2009
Nando
Hubungan Antara Perilaku Menonton Film Kekerasan dengan Perilaku Agresi Remaja Tahun 2011
Yuli Rakhmayani Aryuanda
Hubungan Antara Lingkungan Sosial dan Aktivitas Menonton Televisi dengan Kecenderungan Menjadi Pelaku Bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus
Deskriptif Korelasional
penampilan korban, perasaan berkuasa, pengalaman masa lalu, perasaan iri, dan latar belakang keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku menonton film kekerasan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku agresi remaja. Faktor intensitas perilaku agresi di lingkungan keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku agresi remaja pada 0,01. Faktor intensitas perilaku agresi remaja di lingkungan tempat tinggal memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku agresi remaja pada 0,01. Faktor intensitas perilaku agresi oleh teman memiliki hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja pada α 0,05. Faktor situasional juga memiliki hubungan signifikan dengan perilaku agresi remaja pada α 0,01.
G. Ruang Lingkup Penelitian Menyadari adanya keterbatasan dana, sarana, dan tenaga, maka bagi penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
11
1. Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April tahun 2015. 2. Lokasi Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah 01 Kudus. 3. Sasaran Sasaran dari penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas I sampai dengan kelas VI. 4. Lingkup Materi Materi dalam penelitian ini difokuskan pada bidang ilmu kesehatan psikologi anak khususnya perkembangan emosi anak (kecenderungan menjadi pelaku bullying).
H. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain: 1. Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian kuesioner, sehingga peneliti harus melakukan uji validitas dan reliabilitas. 2. Peneliti hanya melakukan penelitian tentang kecenderungan menjadi pelaku bullying dilihat dari faktor lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi. 3. Tempat penelitian yang hanya berlokasi di SD Muhammadiyah 01 Kudus juga belum dapat mewakili keseluruhan anak usia SD yang melakukan bullying di berbagai wilayah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bullying 1. Pengertian Bullying Bullying merupakan kata serapan dalam bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau mengganggu orang (pihak) yang lemah (Safitri, 2014). Menurut UNICEF, “bullying is aggressive behavior that is intentional and that involves an inhabalance of power of strength”, artinya:
bullying
adalah
perilaku
agresif
yang
menyangkut
ketidakseimbangan kekuatan (Unicef, 2014). Menurut Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), sebuah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok orang yang kuat (secara fisik dan mental) menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lebih lemah yang berulang-ulang dan disengaja untuk menunjukkan kekuatannya atau kekuasaannya (Sejiwa, 2008). Bullying adalah penyalahgunaan kekuatan yang disengaja dan berulang-ulang oleh seorang anak atau lebih terhadap anak lain, dengan maksud untuk menyakiti atau menimbulkan perasaan tertekan/stress (Sudjatmiko, 2013). Menurut Ken Rigby (Astuti, 2008) bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,
12
13
biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang (Astuti, 2008). Menurut Barbara Coloroso, seorang peneliti ahli mengenai bullying, bullying atau penindasan adalah aktivitas sadar, disengaja, dan keji yang dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror (Coloroso, 2007). Dalam hal ini, ciri-ciri bullying adalah, bullying dilakukan oleh seseorang (bully)/sekelompok orang (bullies) yang mempunyai posisi dominan, baik secara fisik ataupun mental bahkan keduanya, sehinggga korbannya tidak mampu mempertahankan diri. Bullying berupa tindakan agresif yang dilakukan berulang-ulang. Bullying menyebabkan perasaan tidak nyaman/tidak senang bahkan sakit baik secara fisik ataupun mental bahkan keduanya bagi korbannya, bahkan dalam kasus tertentu dapat menyebabkan kematian. Tindakan dari bullying sekolah tidak sama dengan pertengkaran yang umumnya terjadi pada anak sekolah. Pertengkaran tersebut sebagai hal normal dan membuat anak belajar cara bernegosiasi dan bersepakat satu sama lain. Sedangkan dalam bullying merujuk pada tindakan yang bertujuan menyakiti dan dilakukan secara berulang (Tridhonanto, 2014). Bullying dapat terjadi selama atau setelah jam-jam sekolah. Sementara kebanyakan dari kasus yang dilaporkan mengatakan bullying biasa terjadi di lingkungan sekolah, terutama di tempat-tempat yang bebas dari pengawasan guru maupun orang tua. Guru yang sadar akan potensi bullying harus lebih sering memeriksa tempat-
14
tempat seperti ruang kelas, lorong sekolah, kantin, pekarangan, lapangan dan toilet (SEJIWA, 2008). 2. Jenis Bullying Adapun contoh tindakan menurut Tridhonanto (2014) yang termasuk kategori bullying, pelaku individu dan geng secara menyakiti atau mengancam korban dengan melakukan: a. Menyisihkan seseorang dari pergaulan. b. Menyebarkan gosip, membuat julukan yang bersifat ejekan. c. Mengerjai seseorang untuk mempermalukan. d. Mengintimidasi atau mengancam korban. e. Melukai secara fisik. f.
Melakukan pemalakan. Menurut Tridhonanto (2014) berdasarkan tipe bullying, ada tiga
yaitu: a. Bullying secara verbal, misalnya dengan cara berkata-kata atau menuliskan sesuatu bermuatan sindiran, mengejek, komentar yang tidak pantas, dan ancaman. b. Bullying secara sosial, kadang-kadang disebut relational bullying. Tindakan ini mengakibatkan rusaknya reputasi seseorang atau hubungan. Intimidasi sosial ini misalnya, mengajak anak-anak lain untuk tidak berteman dengan seseorang, menyebarkan rumor tentang seseorang, mempermalukan seseorang di depan umum. c. Bullying secara fisik. Tindakan ini menyakiti seseorang secara fisik. Intimidasi fisik ini meliputi, misalnya, menekan, menendang, mencubit, meludah, mendorong, mengambil atau merusak harta benda seseorang, melakukan tindakan yang kasar.
15
Menurut Susan (2013) mengklasifikasikan bullying sebagai berikut: a. Bullying verbal: seorang siswa dipanggil dengan sebutan nama atau menggoda siswa lain secara menyakitkan. b. Bullying rumors: seorang siswa yang menjadi target desas-desus palsu atau bohong. c. Bullying exclusion: seorang siswa ditinggalkan dengan sengaja atau benar-benar diabaikan. d. Bullying sexual: seorang siswa diganggu menggunakan kata-kata atau gerakan dengan makna seksual. e. Bullying racial (suku): seorang siswa dijadikan fokus dari tindakan bullying secara verbal. f.
Bullying
fisik:
seorang
siswa
memukul,
menendang
atau
mendorong siswa lain. g. Bullying threat: seorang siswa diancam atau dipaksa melakukan hal-hal yang beresiko terhadap dirinya. h. Bullying cyber: seorang siswa yang dibully melalui telepon seluller maupun jaringan komputer. i.
Bullying damage: seorang siswa merusak atau mengambil barang milik siswa lain.
j.
Bullying another way: seorang siswa yang diintimidasi dengan cara apapun yang tidak disebutkan di atas.
3. Karakteristik Bullyi/Bullies Perbedaan gender (laki-laki dan perempuan) dalam melakukan bully terletak berdasarkan perbedaan bentuk pergaulannya. Anak lakilaki didefinisikan sebagai seseorang yang terbiasa mengambil tindakan yang beresiko, suka berkelahi, dan terlibat dalam suatu
16
kelompok ‘geng’. Sedangkan anak perempuan didefinisikan sebagai seseorang yang pasif, tidak mandiri, penuh pertimbangan, dan taat pada peraturan. Maka dari itu, bentuk perilaku bullying juga berbeda. Perilaku yang dilakukan oleh anak perempuan biasanya terjadi dalam indirect (tidak langsung) seperti verbal dan psikologis, bukan tindakan fisik. Sedangkan, anak laki-laki lebih cenderung melakukan sebaliknya (Aldilla, 2009). Menurut Astuti (2008), pelaku umumnya temperamental. Mereka melakukan bullying
terhadap
orang
lain
sebagai pelampiasan
kekesalan dan kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa tidak punya teman, sehingga in menciptakan situasi bullying supaya memiliki “pengikut” dan kelompok sendiri. Pelaku bullying bisa jadi takut menjadi korban bullying, sehingga lebih dulu mengambil inisiatif sebagai pelaku bullying untuk keamanan dirinya. Pelaku bullying kemungkinan besar juga sekedar mengulangi apa yang pernah ia lihat dan alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin ia sendiri dianiaya orang tuanya di rumah. Ia juga mungkin pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang lebih kuat darinya di masa lalu (SEJIWA, 2008). Menurut Astuti (2008), ciri pelaku bullying antara lain: a. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah. b. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah/sekitarnya. c. Merupakan tokoh populer di sekolah. d. Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan/melecehkan.
17
4. Faktor-faktor penyebab bullying Faktor-faktor yang mempengaruhi bullying adalah: a. Faktor Keluarga Kompleksitas masalah keluarga seperti ketidakhadiran ayah, ibu menderita depresi, kurangnya komunikasi orang tua dan anak, terjadinya perceraian, adanya ketidakharmonisan orang tua, dan ketidakmampuan sosial ekonomi (Astuti, 2008). Menurut Clara (2009), anak bullying itu biasanya datang dari beberapa
macam
keluarga
yaitu,
keluarga
yang
sangat
memanjakan anak, keluarga yang terlihat baik-baik saja, dan keluarga yang tidak berfungsi atau broken home. Anak yang melihat orang tua atau saudara melakukan bullying akan mengembangkan perilaku yang sama. Ketika anak menerima pesan negatif, mereka cenderung lebih dulu menyerang daripada diserang. Bullying dimaknai sebagai kekuatan melindungi diri dari lingkungan yang mengancam. Seringnya terjadi percekcokan antara ayah dan ibu yang dilakukan di depan anak serta orang tua yang sering memarahi anaknya menyebabkan emosional anak tidak stabil dan menjadi agresif (Agustiono, 2014). Orang tua juga harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya, jangan sampai orang tua salah dalam mendidik anak yang justru malah menyebabkan anak melakukan tindakan bullying. Orang tua yang memiliki kesehatan mental dan jiwa yang kurang baik berpotensi besar memiliki anak yang melakukan tindakan bullying (Agustiono, 2014).
18
b. Faktor Sekolah Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono (2007) terjadinya bullying atau aksi initimidasi fisik, verbal, maupun psikologis yang terjadi di sekolah akibat krisis pendidikan karakter dan budi pekerti. Menurut Ponny Retno Astuti (2008), bullying juga disebabkan oleh faktor eksternal yaitu lingkungan sekitarnya serta faktor internal, antara lain: 1) Lingkungan sekolah yang kurang baik. 2) Senioritas tidak pernah diselesaikan. 3) Guru memberikan contoh kurang baik pada siswa. 4) Ketidakharmonisan di rumah. 5) Karakter anak (faktor internal). Kemudian menurut Abu Huraerah (2007) dalam bukunya Child Abuse (Kekerasan terhadap Anak), kekerasan di sekolah bisa terjadi karena beberapa faktor: 1) Karena kebanyakan guru kita (di Indonesia) kurang menghayati pekerjaanya sebagai panggilan profesi, sehingga cenderung kurang memiliki kemampuan mendidik dengan benar serta tidak mampu menjalin ikatan emosional yang konstruktif dengan siswa (Mulyadi, 2006). 2) Demi dalih kedisiplinan siswa. Guru kerapkali kehilangan kesabaran hingga melakukan hukuman fisik, atau melakukan tindakan-tindakan ynag tidak terpuji dan melanggar batas etika dan moralitas, seperti memukul, meninju, dan menendang (kekerasan fisik) serta mengeluarkan kata-kata yang tidak
19
mendidik, yang dapat menyinggung perasan siswa (kekerasan verbal/kekerasan psikologis/kekerasan emosional). 3) Kurikulum terlalu padat dan kurang berpihak kepada siswa, sehingga
mengakibatkan
guru
cenderung
menjalankan
tugasnya sekedar megejar target kurikulum. Ini tentu terkait dengan belum optimalnya upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan siswa (Mulyadi, 2006). Bullying menjadi lebih sering terjadi justru karena tidak ada atau minimnya respon dari orang tua dan guru. Asumsi demikian juga dikemukakan oleh Stevens dalam penelitiannya tentang bullying di sekolah. Dapat diasumsikan bahwa terjadinya bullying di sekolah antara lain dapat disebabkan oleh: 1) Tradisi senioritas. 2) Ekonomi agama, gender, etnisitas, atau rasitas. 3) Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban. 4) Keluarga yang tidak rukun seperti perceraian, masalah keluarga, perselisihan, kurangnya komunikasi orang tua dan anak. 5) Situasi yang tidak harmonis dan diskriminatif. 6) Karakter individu atau kelompok (dendam atau iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik dan psikis, untuk meningkatkan popularitas di kalangan sebaya). c. Peran Kelompok Teman Sebaya Menurut Verlinden (2000) dalam Agustiono (2014), teman sebaya memainkan peranan yang tidak kurang pentingnya terhadap perkembangan dan pengukuhan tingkah laku bulli, sikap anti sosial dan tingkah laku lain di kalangan anak-anak.
20
Maraknya kasus bullying, antara lain dipicu oleh belum adanya persamaan persepsi antara pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat dalam melihat pentingnya permasalahan bullying serta penanganannya. Belum adanya kebijakan secara menyeluruh dari pihak pemerintah dalam menanganinya menambah semakin tersulutnya bullying (Astuti, 2008). d. Media yang agresif (televisi, permainan elektronik, komik atau bacaan) Berbagai
media
seperti
game,
televisi
dan
film
sering
menampilkan tayangan perang dan kekerasan. Maka dari itu orang tua harus mendampingi dan mengawasi anak saat bermain game ataupun menonton film dan jangan lupa bagi orang tua untuk memperingatkan anak untuk tidak meniru adegan-adegan yang berhubungan dengan kekerasan, sebab anak cenderung meniru pada apa yang ia tonton dan ia mainkan (Agustiono, 2014). 5. Anak dengan Kecenderungan Menjadi Pelaku Bullying a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying Setiap individu yang melakukan bullying dapat terjadi tidak secara independen tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di sekitar bullying. Jika diidentifikasi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya perilaku bullying, diantaranya: 1) Kontribusi Anak Maksud dari kontribusi anak adalah hal-hal yang terdapat didalam diri anak yang dapat mempengaruhi tingkah lakunya (Pearce, 2002). Jenis kelamin dan temperamen merupakan contoh dari kontribusi anak. Penelitian Maccoby dan Jaklin
21
(Pearce, 2002) menjelaskan bahwa baik manusia maupun binatang yang berjenis kelamin laki-laki/jantan lebih agresif dibandingkan dengan perempuan/betina (Latip, 2013). Temperamen merupakan karakteristik individu yang secara potensial telah dimiliki dari sejak lahir, banyak teori yang menjelaskan bahwa temperamen sebagai bentuk keturunan seperti yang diyakini oleh Hurlock (2006). Oleh karena itu faktor temperamen ini tidak dapat dipungkiri diasumsikan menjadi salah satu dari penyebab terjadinya bullying pada semua tingkatan usia sekolah seperti TK, MI/SD, SMP, SMA, dan bahan perguruan tinggi. Adapun yang dimaksud dengan anak yang temperamen adalah anak yang emosional, pemarah, sensitif, dan lepas kendali (Budiman, dkk., 2006). 2) Pola Asuh Keluarga Faktor lain yang juga penting untuk diidentifikasi yang dapat mempengaruhi perilaku bullying adalah pola asuh keluarga, karena pola asuh dan masalah dalam keluarga dapat mendorong perilaku bullying pada anak (Pearce, 2002). Oleh karena itu, dapat diterima jika sekolah dengan tingkat bullying yang tinggi, relatif memiliki jumlah anak yang mengalami pengasuhan yang kurang memuaskan dan mengalami banyak masalah
keluarga.
Kurang
puasnya
pengasuhan
yang
dirasakan anak terjadi akibat ia merasa hanya sedikit mendapatkan
cinta,
perhatian,
dan
pengawasan
serta
pengasuh anak tidak memberikan batasan yang jelas tentang tingkah laku yang dilarang yang disebut dengan pola asuh permissive
(permissive
parenting).
Penyebab
terjadinya
22
permissive parenting yang kemudian berdampak pada bullying pada anak dapat saja karena masalah keluarga seperti berupa pertengkaran
diantara
orang
tua,
perceraian,
penyakit
psikiatris, penyalahgunaan alkohol, dan sebagainya (Latip, 2013). Disamping pola asuh permissive yang dapat mempengaruhi perilaku
bullying
(authoritarian
dapat
juga
dari
pola
asuh
parenting).
Pola
asuh
oteriter
ini
otoriter sangat
mementingkan kepatuhan anak terhadap orang tua (Slavin, 2007) pola asuh seperti akan terjadi pemaksaan kehendak dari orang tua yang tidak menutup kemungkinan berbenturan dengan kesiapan anak sehingga anak akan mengalami trauma atau melakukan perlawanan dalam bentuk substitusi atau pengalihan perlawanan dengan melakukan bullying pada anak lain yang memiliki kekuatan lemah (Latip, 2013). Sebanding dengan pola asuh di atas, pola asuh yang mengabaikan (uninvolved parenting) juga dapat menjadi faktor yang mendorong terjadinya bullying pada anak, seperti dijelaskan
oleh
Steninberg,
(1999)
bahwa
pola
asuh
mengabaikan tidak berpusat pada apa yang baik untuk anak, melainkan hanya berpusat pada keinginan dan kepentingan orang tua. Pola asuh seperti ini mengakibatkan anak bertindak tanpa kendali dan jika dibiarkan dapat terjerembab kedalam tindakan bullying.
Hasil penelitian yang
dilakukan oleh
Patterson, dkk. (1997) menjelaskan bahwa anak dengan pola asuh mengabaikan memiliki kecenderungan terlibat dalam kenakalan remaja dan bertingkah laku antisosial (Latip, 2013).
23
3) Konformitas Teman Sebaya Anak usia MI/SD secara sosial dikenal sebagai fase awal untuk berkelompok dan memiliki banyak teman sehingga dikenal dengan gang age, oleh karena itu konformitas teman sebaya atau peer lebih memiliki pengaruh terhadap perilaku anak oleh karena itu memilih teman dan kelompok yang baik menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditawarkan untuk menghindari perilaku anak dari tindakan negatif, dan apabila lepas kendali dari cara berteman dan berkelompok yang salah dipastikan anak anak terlibat dalam tindakan negatif seperti bullying seperti yang dijelaskan oleh Lowestein (2002) menyatakan bahwa konformitas terhadap peer merupakan peran-peran sentral di dalam proses pembentukan bullying. Hal tersebut juga didukung oleh Sullivan (2000) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying adalah pengaruh teman sebaya (Latip, 2013). 4) Media Saat ini media menjadi komponen kehidupan yang dapat mempengaruhi pola kehidupan sesorang baik itu media cetak maupun elektronika, pengaruh yang ditimbulkan dapat saja positif atau negatif tergantung pada pengguna dari media tersebut. Oleh karena itu menggunakan media sesuai fungsi utamanya yaitu menjadi sumber belajar harus menjadi pilihan utama pula dalam membimbing anak, sebab jika lepas kendali akan dapat dipastikan anak memilih informasi dan tontonan yang dapat merusak moral dan prilakunya. Diantara pengaruh negatif yang langsung atau tidak langsung adalah tindakan
24
kekerasan atau bullying yang terjadi pada peserta didik anak usia MI/SD seperti hasil penelitian internasional Olweus (1993) mengindikasikan bahwa anak dan remaja yang melihat kekerasan yang ada di TV, video, dan film seringkali menjadi agresif dan memiliki empati yang lebih rendah pada korban agresifitas (Latip, 2013). Hal tersebut didukung oleh Pearce (2002) yang menyatakan bahwa bagi beberapa anak yang menonton TV dapat memancing agresivitas mereka. Dengan demikian benar yang disimpulkan oleh Rahmadara (2012) bahwa media dapat menimbulkan tindakan bullying yang meningkat pada anak. Oleh karena itu sejatinya para pengelola media dan orang tua dapat memberikan dan mengontrol tontonan dan bacaan peserta didik anak usia MI/SD untuk kebaikan yang lebih utama dimasa yang akan datang (Latip, 2013). 5) Iklim Sekolah Iklim sekolah atau school climate adalah kondisi dan suasana sekolah sebagai tempat belajar bagi peserta didik anak usia MI/SD. Sekolah bagi anak usia MI/SD adalah rumah kedua yang kondisinya harus diciptakan senyaman mungkin seperti berada di rumah. Dan jika kondisi yang terjadi malah sebaliknya, sekolah justru akan menjadi tempat berlatih untuk bertindak negatif, maka iklim sekolah seperti ini akan merusak dan bahkan menghancurkan masa depan anak. Jika demikian maka sekolah memegang peranan penting dalam membentuk anak menjadi pelaku bullying (Pearce, 2002). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Pearce (2002) menjelaskan indikasi
25
bullying di sekolah yaitu moral yang rendah pada staf-stafnya, tingkat pergantian guru cukup tinggi, standar tingkah lakunya tidak jelas, metode disiplin tidak konsisten, organisasinya buruk, pengawasan tidak ketat, dan kurang mengawasi anak sebagai individu. Dengan demikian iklim sekolah yang didesain dengan baik aman dan nyaman akan menciptakan output bahkan outcome yang baik pula dan tentu saja semua komponen pendidikan berharap generasi emas kita menjadi pendulang emas bagi kesejahteraan mereka dimasa yang akan dan terutama bagi kemajuan bangsa ini (Latip, 2013).
b. Agus Sampurno menjelaskan, ada beberapa tanda–tanda pelaku dan karakteristik anak di sekolah terjadi bullying (dalam Trevi, 2010), yakni sebagai berikut: 1) Sikapnya agresif dan perilaku mendominasi terhadap orang lain, menjengkelkan. 2) Bersifat rahasia dan sulit untuk dilakukan pendekatan. 3) Secara teratur memiliki perhiasan, pakaian atau uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 4) Ada laporan dari anak-anak lain tentang perkelahian atau tindak kekerasan anak tertentu sengaja menyakiti anak lain. 5) Memiliki bukti bahwa milik seorang anak telah dirusak atau merusak milik seseorang. 6) Menggunakan orang lain untuk mendapatkan apa yang ia suka. 7) Terus-menerus menceritakan kebohongan tentang perilakunya. 8) Ketika ditanya, anak memperlihatkan perilaku yang tidak pantas dan sering bermuka masam.
26
9) Menolak untuk mengakui melakukan sesuatu yang salah atau menerima kesalahan, tetapi ketika mengakui kesalahan, tidak ada penyesalan nyata atau rasa empati. 10) Tampak menikmati menyakiti orang lain dan melihat mereka menderita, melihat teman yang lebih lemah sebagai mangsa. 11) Menceritakan cerita atau membuat komentar menghasut (menyalahkan, mengkritik, dan tuduhan palsu) tentang orang lain yang tidak benar untuk menempatkan mereka ke dalam kesulitan. 12) Anak-anak lain yang diintimidasi menjadi gugup atau diam dalam kehadiran anak tertentu. 13) Anak-anak lainnya berbohong untuk melindungi anak tertentu. 14) Tidak punya gambaran ke depan untuk mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya. 15) Menolak untuk mengambil tanggung jawab atas tindakantindakan yang sudah dilakukannya.
B. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah tempat dimana masyarakat saling berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antar sesama maupun dengan lingkungannya. Lingkungan sosial terdiri dari beberapa tingkat. Tingkat yang paling awal adalah keluarga, dari keluarga kita di ajari cara, sikap, dan sifat untuk berinteraksi dengan saudara jauh, tetangga dan orang-orang yang berada di lingkungan tempat tinggal kita. Tingkat
selanjutnya
adalah
sekolah,
dimana
kita
bisa
mengembangkan pelajaran bersosialisasi yang diberikan dari keluarga di rumah ke lingkungan sekolah, kita bisa berinteraksi dengan guru,
27
karyawan sekolah, teman-teman sekolah maupun pedagang yang menjajakkan jualannya di depan sekolah. Ada pula dari tingkatan sekolah yang tertinggi yaitu perkuliahan, lalu ada tingkatan saat kita berada di lingkungan kerja. Tingkatan paling akhir adalah lingkungan masyarakat yang kita akan temui nanti saat kita sudah cukup siap dan dewasa untuk bisa terjun langsung ke dalamnya, kitapun akan bisa lebih mengetahui bagaimana sikap, sifat dan masalah-masalah di dalam lingkungan masyarakat yang saat kita berada di tingkat keluarga maupun sekolah belum kita temui dan kita bisa terjun langsung ke dalam masyarakat dengan bekal apa yang kita pelajari dari lingkungan sosial kita terdahulu yaitu keluarga dan sekolah. Lingkungan rumah memang sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku bullying. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang sering terjadi perkelahian atau permusuhan, berlaku tidak sesuai dengan norma, tentu dia akan merasa bersalah. Begitu pun sekolah, bisa memicu anak jadi melakukan bullying. Misalnya, guru berbuat kasar kepada siswa, guru kurang memperhatikan kondisi anak, baik dalam sosial ekonomi maupun prestasi anak atau perilaku sehari-hari di kelas atau di luar kelas, bagaimana dia bergaul dengan teman-temannya. Teman yang sering meledek dan mengolok-olok, menghina, mengejek dan sebagainya (Safitri, 2014). Salah satu faktor dari perilaku bullying disebabkan oleh adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif
dengan cara
menyebarkan ide (baik secara aktif maupun pasif) bahwa bullying bukanlah suatu masalah besar dan merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Pada masanya, anak juga memiliki keinginan untuk tidak lagi tergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman
28
dari kelompok sebayanya. Jadi bullying terjadi karena adanya tuntutan konformitas (Ratna, 2005). Berkenaan dengan faktor teman sebaya dan lingkungan sosial, terdapat beberapa penyebab pelaku bullying melakukan tindakan bullying adalah: 1. Kecemasan dan perasaan inferior dari seorang pelaku. 2. Persaingan yang tidak realistis. 3. Perasaan dendam yang muncul karena permusuhan atau juga karena pelaku bullying pernah menjadi korban bullying sebelumnya. 4. Ketidakmampuan menangani emosi secara positif (Rahma, 2008).
C. Aktivitas Menonton Televisi 1. Pengertian a. Aktivitas Pengertian aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup (Towarto, 2007). b. Televisi Menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar (Nugroho, 2009).
29
c. Pengertian Menonton Televisi Kebanyakan
aktivitas
menonton
berawal
dari
sebuah
kebutuhan akan informasi yang kemudian berpola dan menjadi semacam ritual keseharian. Aktivitas menonton televisi adalah suatu proses yang rumit, terjadi dalam praktik domestik, yang hanya dapat dipahami dalam konteks kehidupan sehari-hari (Triwardani & Wicandra, 2007). Pengertian menonton televisi adalah suatu tindakan yang menarik yang tidak lepas dari dorongan dari masing-masing individu untuk menikmati apa yang ditayangkan oleh televisi, atau dengan kata lain tindakan menonton televisi adalah kesadaran seseorang terhadap sesuatu yang berhubungan dengan dorongan yang ada dalam diri individu sehingga seseorang memusatkan perhatiannya terhadap acara televisi dengan senang hati serta dengan perasaan puas sehingga pemirsa dapat menikmati apa yang ditayangkan televisi tersebut (Ahmad, 2012). Jadi, pengertian aktivitas menonton televisi adalah suatu proses yang memerlukan energi dimana manusia melakukan suatu tindakan yang menarik yang tidak lepas dari dorongan masingmasing individu dengan senang hati serta dengan perasaan puas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 2. Dampak Aktivitas Menonton Televisi bagi Anak-anak Sejak
akhir
1990-an,
semakin
banyak
orang
tua
yang
mengizinkan bayinya menonton televisi seiring dengan semakin banyaknya
produk
DVD
yang
diiklankan
dapat
membantu
perkembangan bahasa dan kognitif bayi. Namun, tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa menonton televisi sejak usia dini dapat
30
meningkatkan perkembangan berbahasa anak. Sebaliknya, bukti ilmiah menunjukkan bahwa bayi yang menonton DVD semacam itu memiliki kemampuan berbahasa yang lebih rendah. Demikian pula, semakin banyak anak menonton televisi sebelum usia 3 tahun, semakin tinggi kemungkinannya mengalami masalah perhatian pada usia 7 tahun (Christakis, 2009). Menonton acara televisi yang berkualitas dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak usia prasekolah (Fisch dan Truglio, 2001 dalam Wikipedia, 2014). Melalui televisi, anak-anak juga dapat belajar mengenai perilaku anti kekerasan, empati, toleransi kepada orang dari ras atau etnis lain, dan rasa hormat kepada orang yang lebih tua. Namun, menonton televisi juga berpotensi memberikan dampak negatif
bagi
anak-anak
dan
remaja,
seperti
perilaku
agresif,
penyalahgunaan zat, aktivitas seksual yang berisiko, obesitas, gangguan pola makan, dan menurunnya prestasi di sekolah. Bila di dalam kamar anak terdapat televisi, risiko anak mengalami kelebihan berat badan dan kemungkinan anak merokok meningkat, anak menjadi kurang membaca dan melakukan hobi lainnya, serta waktu tidur anak berkurang (Strasburger dkk, 2010).
D. Perkembangan Sosial dan Emosi pada Anak Usia Sekolah Dasar Masa sekolah (school age) ditandai dengan adanya kecenderungan anak yang aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi dipihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan
pengetahuannya
kadang-kadang
dia
menghadapi
kesukaran,
31
hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri (Sumanto, 2014). Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap bekerja sama atau mau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (geng), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya (Yusuf, 2012). Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan pelatihan (pembiasaan). dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil. Akan tetapi, apabila kebiasaan rang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil dan kurang kontrol (seperti, melampisakan kemarahan dengan sikap agresif, mudah mengeluh, kecewa, atau pesimis dalam menghadapi masalah), maka perkembangan emosi anak cenderung kurang stabil. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia
32
sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (Yusuf, 2012). Peran guru di sekolah seyogianya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Upaya yang dapat dilalukan, antara lain mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan
(seperti,
guru
dalam
bersikap
atau
tidak
judes),
memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri (seperti, tidak menganaktirikan atau menganakemaskan anak, tidak mencemoohkan anak, dan menghargai pendapat anak), memberikan nilai secara obyektif, menghargai hasil karya peserta didik, dan sebagainya (Yusuf, 2012).
33
E. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying: 1. Kontribusi Anak 2. Lingkungan Sosial a. Pola Asuh Keluarga b. Iklim Sekolah c. Kelompok Teman Sebaya 3. Media a. Televisi b. Video c. Film d. Internet Keterangan : Diteliti Tidak Diteliti Sumber : (Astuti, 2008), (Agustiono, 2014), (Clara, 2009), (Huraerah, 2007), (Latip, 2013), (Trevi, 2010), (Swasono, 2007), (Mulyadi, 2006).
Bullying
1. Jenis Bullying: a. Bullying Verbal b. Bullying Fisik c. Bullying Sosial 2. Karakteristik Pelaku Bullying: a. Agresif b. Introvert c. Memiliki barang-barang yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan d. Suka berkelahi e. Merusak barang milik orang lain f. Memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan keinginannya g. Berbohong tentang perilakunya h. Perilaku tidak sopan i. Tidak mau mengakui kesalahan/tidak merasa bersalah j. Suka menyakiti orang lain k. Menceritakan kebohongan
Gambar 2.1 Kerangka Teori
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah ciri atau ukuran yang melekat pada objek penelitian baik bersifat fisik (nyata) maupun psikis (tidak nyata) (Putra, 2012). Pengertian lain menjelaskan bahwa variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek lain (Sastroasmoro, 2011). Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: 1. Variabel Independen (Bebas) Variabel bebas adalah variabel yang apabila ia berubah akan mengakibatkan perubahan pada variabel lain. Variabel bebas sering disebut dengan banyak nama lain, seperti variabel independen, predictor, risiko, determinan, atau kausa (Sastroasmoro, 2011). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini yaitu lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi. 2. Variabel Dependen (Terikat) Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Putra, 2012). Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini yaitu kecenderungan menjadi pelaku bullying.
B. Hipotesis Penelitian Secara etimologi, hipotesis berasal dari bahasa Yunani (hypo= di bawah dan thesis= pendirian, pendapat yang ditegakkan). Artinya hipotesis merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka
34
35
kegiatan ilmiah dengan mengikuti kaidah-kaidah berpikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah (Putra, 2012). Sedangkan menurut Sastroasmoro (2011), hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, yang harus diuji validitasnya secara empiris. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesa alternatif (Ha) Hipotesa alternatif biasa dinyatakan dalam kalimat positif. Ha1: Terdapat
hubungan
antara
lingkungan
sosial
dengan
kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus. Ha2: Terdapat hubungan antara aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus. 2. Hipotesa nol (H0) Hipotesa nol dinyatakan dalam kalimat negatif H01: Tidak terdapat hubungan antara lingkungan sosial dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus. H02: Tidak terdapat hubungan antara aktivitas menonton televisi dengan
kecenderungan
Muhammadiyah 01 Kudus.
menjadi
pelaku
bullying
di
SD
36
C. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen (Bebas)
Variabel Dependen (Terikat)
Lingkungan Sosial Kecenderungan menjadi pelaku bullying
Aktivitas Menonton Televisi
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
D. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik korelasional yang bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya (Sastroasmoro, 2011). Penelitian ini bersifat korelasional
yang
bertujuan
mendapatkan
gambaran
tentang
hubungan antara dua atau lebih variabel penelitian (Putra, 2012). 2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu data yang dikumpulkan sesaat atau diperoleh saat itu juga. Cara ini dilakukan dengan melakukan survey, wawancara, atau dengan menyebarkan kuesioner kepada responden penelitian (Putra, 2012). Dalam penelitian kali ini, peneliti akan menggunakan metode kuesioner. Pada jenis pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis (Nursalam, 2013).
37
3. Metode Pengumpulan Data a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama, atau dengan kata lain data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh peneliti secara langsung seperti hasil wawancara dan hasil pengisian angket (kuesioner) (Widoyoko, 2012). Data primer dari penelitian ini didapatkan secara langsung dengan cara mengisi angket (kuesioner) yang diberikan pada siswa-siswi SD Muhammadiyah 01 Kudus. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua. Data yang dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain, dengan kata lain bukan data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti (Widoyoko, 2012). Data
sekunder
dari
penelitian
ini
didapatkan
dari
pendokumentasian yang telah dilakukan oleh bagian kesiswaan SD Muhammadiyah 01 Kudus berupa absensi siswa. 4. Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Saryono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1 sampai 6 baik lakilaki maupun perempuan di SD Muhammadiyah 01 Kudus, dengan jumlah siswa pada tahun ajaran 2014 yaitu sejumlah 434 siswa.
38
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian a. Sampel Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan
cara
tertentu
hingga
dianggap
dapat
mewakili
populasinya (Sastroasmoro, 2011). Bila populasi besar dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat mengunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010), dalam menentukan besar sampel untuk skala kecil ( 0.60. 8. Teknik Pengolahan Analisa dan Cara Penelitian a. Teknik Pengolahan Data Menurut Notoatmojo (2010), dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting. Data yang telah dikumpulkan masih dalam bentuk data mentah (raw data), maka harus diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian (Riyanto, 2010). Menurut
Notoatmodjo
(2010)
dan
Riyanto
(2010),
pengolahan data terdiri dari 5 tahap, yaitu: 1) Editing (Pemeriksaan Data) Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isi kuesioner sudah diisi lengkap, jelas jawaban dari responden, relevan jawaban dengan pertanyaan, dan konsisten. 2) Coding (Pemberian Kode) Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Tujuannya adalah mempermudah pada saat analisis data dan juga pada saat memasukkan data.
46
a) Variabel Lingkungan Sosial Lingkungan Sosial kurang baik
: kode 1
Lingkungan Sosial baik
: kode 2
b) Variabel Aktivitas Menonton Televisi Kebiasaan menonton TV kurang baik : kode 1 Kebiasaan Menonton TV baik
: kode 2
c) Variabel Pelaku Bullying Kecenderungan menjadi pelaku : kode 1 Tidak cenderung menjadi pelaku : kode 2 3) Scoring (Penilaian) Kegiatan melakukan scoring terhadap jawaban dari kuesioner. Pemberian skor atau nilai pada jawaban pertanyaan yang telah diterapkan. Pemberian skor dalam penelitian ini dikatakan sebagai kecenderungan pelaku bullying jika: a) Lingkungan sosial kurang baik: memperoleh skor b) Lingkungan sosial baik: memperoleh skor
Mean.
Mean.
c) Kebiasaan menonton TV kurang baik: memperoleh
skor
Mean. d) Kebiasaan menonton TV baik: memperoleh skor e) Kecenderungan menjadi pelaku: memperoleh skor f)
Mean. Mean
Tidak cenderung menjadi pelaku: memperoleh skor Mean.
4) Processing (Memasukkan Data) Setelah merubah data menjadi angka, selanjutnya data dari kuesioner dimasukkan ke dalam program komputer.
47
5) Cleaning (Pembersihan Data) Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan, untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan
kode,
ketidaklengkapan,
kemudian
dilakukan
pembetulan atau koreksi. b. Analisa Data Data yang telah diolah tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis. Tujuan dari analisis data adalah untuk memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian, membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, dan memperoleh kesimpulan secara umum (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan: 1) Analisa Univariat Menurut Notoatmodjo (2010), analisa univariat adalah analisa yang dilakukan pada tiap variabel. Analisa ini menghasilkan data numerik dan kategorik berupa distribusi frekuensi atau prosentase. Adapun untuk skala data yang bersifat numerik akan menghasilkan analisis deskriptif dalam bentuk sebagai berikut: a) Mean Menurut Sugiono (2007), mean adalah konstanta yang paling banyak dipergunakan yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan semua nilai pengamatan dibagi jumlah semua pengamatan dalam agregat. Rumusnya sebagai berikut:
48
Keterangan : n
: Jumlah
X : Nilai rata-rata x
: Jumlah skor
b) Median Median merupakan nilai observasi yang terletak di tengah setelah seri pengamatan diurutkan menurut besarkecilnya (Array data). Rumusnya sebagai berikut :
Keterangan : n
: Jumlah
Me : Nilai Median c) Modus Modus adalah nilai yang memiliki frekwensi terbanyak atau tersering muncul dalam kelompok tersebut. Rumus Modus dari data yang telah dikelompokkan dihitung dengan rumus: b1 Mo b p b1 b 2
Keterangan: Mo : Modus b
: Panjang kelas interval dengan frekuensi terbanyak
p
: Panjang kelas interval dengan frekuensi terbanyak
49
b1 : Frekuensi pada kelas modus (frekuensi pada kelas interval terdekat sebelumnya) b2 : Frekuensi kelas modus dikurangi kelas interval berikutnya d) Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku Menurut Sugiyono (2007) standar deviasi adalah akar variasi data pada kelompok tertentu. Varian digunakan untuk mengetahui homogenitas kelompok dengan cara menjumlah kuadrat semua deviasi nilai individual terhadap rata-rata kelompok. Rumus standar deviasi adalah sebagai berikut ; S = √∑ Keterangan: X
: Data ke n
x bar : x rata-rata = nilai rata-rata sampel n
: banyaknya data
2) Analisa Bivariat Analisis bivariat adalah analisa pada dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Analisa dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus yang diolah secara
statistik
menggunakan program komputer dengan uji statistic chisquare.
50
Rumusnya: ∑ Keterangan: = chi kuadrat/ chi square f0= frekuensi observasi fh = frekuensi harapan Aturan pengambilan keputusan: a) Ha diterima dan H0 ditolak jika
hitung >
tabel, berarti
ada hubungan antara lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus tahun 2015. b) Ha ditolak dan H0 gagal ditolak bila
hitung
0,05. Ini berarti H0 diterima dan berarti pula bahwa rata-rata bullying di MI sama dengan rata bullying di SD yang disebabkan oleh faktor pola asuh orang tua/ keluarga di MI/SD. Dari faktor konformitas teman sebaya didapatkan hasil nilai p 4,067 (p>0,05), maka digunakan t pada equal variance not assumed -2,042 dengan taraf signifikasi 0,044. Maka probabilitas 0,044 < 0,05. Ini berarti H0 ditolak dan berarti pula bahwa rata-rata bullying di MI berbeda dengan rata bullying di SD yang disebabkan oleh faktor konformitas teman sebaya. Dan yang terakhir adalah ditinjau dari faktor lingkungan sosial yaitu faktor iklim sekolah, dengan hasil nilai p 0,388 (p>0,05), maka digunakan t pada equal variance not assumed
-1,923 dengan taraf signifikasi 0,057.
Maka probabilitas 0,057 > 0,05. Ini berarti H0 diterima dan berarti pula bahwa rata-rata bullying di MI sama dengan rata bullying di SD yang disebabkan oleh faktor iklim sekolah. Menurut Tirta Raharja dan Sulo dalam Agustiono (2014), suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang perorang (pendidikan individual) maupun pendidikan sosial. Keluarga adalah tempat yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi anak-anak tapi juga
61
remaja. Peran orang tua sebagai penuntun, sebagai pengajar dan pemberi contoh. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Clara dalam Agustiono (2014), anak bullying itu biasanya datang dari beberapa macam keluarga, yaitu keluarga yang sangat memanjakan anak, kemauan anak yang selalu dituruti dapat menjadikan anak bersifat over confident atau terlalu percaya diri dan selalu berkeinginan untuk mengatur teman-temannya. Yang kedua berasal dari keluarga yang terlihat baik-baik saja tetapi kenyataan yang ada banyak kebutuhan emosional yang tidak didapat anak, seperti disayang, diperhatikan juga rasa dihargai. Yang terakhir berasal dari keluarga yang tidak berfungsi atau broken home, pada keluarga ini anak memang kurang perhatian, akibatnya anak memiliki sikap rendah diri dan konsep dirinya pun menjadi negative, saat anak berda di luar rumah, anak menjadi semacam over
kompensasi dengan mencari pengakuan dan
penghargaan diri dari lingkungan sekitarnya. Anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah kadangkala terdorong untuk melakukan bullying dalam usaha membuktikan bahwa anak bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun anak sendiri merasa tidak nyaman (Agustiono, 2014). Dalam penelitian Soejatmiko, dkk (2013), mereka melakukan wawancara terhadap 9 guru SD tentang persepsi mereka terhadap bullying. Mayoritas guru tersebut menganggap bullying merupakan hal yang lumrah terjadi dalam interaksi antar anak saat bermain dan bagian dari proses pendewasaan seorang anak. Mereka tidak menganggap bullying sebagai perilaku yang bertentangan dengan norma sosial. Beberapa diantaranya bahkan melakukan bullying veral,
62
fisik, maupun psikologis terhadap muridna sebagai upaya penegakan disiolin sekolah. Ada pula guru yang mempraktikan bullying sebagai sanksi terhadap pelaku bullying (mengatasi bullying dengan bullying), bahkan memerintahkan siswanya melakukan bullying terhadap siswa lain. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan SEJIWA (2008) memperlihatkan tidak semua guru tanggap dan bereaksi positif terhadap perilaku kekerasan yang terjadi di sekolah. Persepsi, sikap dan tindakan guru yang salah terhadap perilaku ini mengakibatkan rendahnya rasa percaya murid terhadap institusi pendidikan dan menyuburkan perilaku bullying di sekolah. Padahal, kemampuan guru untuk menumbuhkan rasa percaya murid dan meniadakan jarak antara guru dan murid merupakan modal dasar untuk memerangi bullying di lingkungan sekolah. Penelitian yang dilakukan di SD Muhammadiyah 01 Kudus menunjukkan adanya hubungan antara lingkungan sosial dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying, lingkungan sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga yang biasanya berpengaruh dari pola asuh keluarga terhadap anak, jika keluarga mengajarkan perilaku baik maka anak juga akan berperilaku baik, tapi sebaliknya apabila keluarga biasa mengajarkan perilaku yang kurang baik, maka anak juga akan mencontoh perilaku keluarganya yang kurang baik tersebut. Dari hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan di SD Muhammadiyah 01 Kudus, diperoleh hasil dari jawaban questionnaire tentang lingkungan sosial yang berasal dari lingkungan teman sebaya yang lebih cenderung mempengaruhi seorang anak menjadi pelaku bullying, jika seorang anak memilih teman sebaya yang berperilaku
63
baik, anak juga akan cenderung berperilaku baik, hal tersebut dapat terlihat dari sikap anak-anak yang sering meniru perilaku teman sebayanya, oleh karena itu penting sekali untuk mengajarkan seorang anak agar berteman dengan anak yang baik perilakunya. Lingkungan sosial yang selanjutnya adalah lingkungan sosial yang berhubungan dengan iklim sekolah, jika di sekolah mempunyai iklim pembelajaran yang kondusif, tidak terlalu memaksakan tugas sekolah sebagai beban anak, dan disaat ada anak yang bertengkar dapat diselesaikan secara adil maka anak juga akan berperilaku sesuai aturan yang ditetapkan oleh sekolah tersebut. Tetapi jika dalam iklim sekolah membiasakan terjadinya kejadian bullying sebagai hal untuk mendewasakan anak, anak juga tidak akan ragu untuk melakukan bullying kepada teman-temannya. 2. Hubungan
Antara
Aktivitas
Menonton
Televisi
dengan
Kecenderungan Menjadi Pelaku Bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus Tahun 2015 Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus. Penelitian ini menggunakan uji korelasi kontingensi koefisien diperoleh hasil nilai korelasi (r) sebesar 0,121 yang menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat lemah, sedangkan pada nilai p diperoleh hasil p 0,383 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus.
64
Hasil uji crosstabulasi pada tabel 4.7 didapatkan hasil siswa dengan aktivitas menonton televisi kurang baik dan baik dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying masing-masing sebanyak 22 responden (27,15%), sedangkan siswa dengan aktivitas menonton televisi baik dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying sebanyak 14 responden (17,3%) dan tidak kecenderungan menjadi pelaku bullying sebanyak 23 responden (28,4%). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Asep Ediana Latip (2013) yang berjudul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying pada peserta didik anak usia MI/SD dari faktor media didapatkan hasil nilai p 7,34 (p>0,05), maka digunakan t pada equal variance not assumed 5,43 dengan nilai signifikasi 0,000. Maka probabilitas 0,000 < 0,05. Ini berarti H0 ditolak dan berarti pula bahwa rata-rata bullying antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh faktor pengaruh media tidak ada bedanya dengan tingkat signifikasi yang sama di MI/SD. Penelitian yang dilakukan di SD Muhammadiyah 01 Kudus menunjukkan tidak adanya hubungan antara aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying. Berbagai macam faktor mungkin dapat menjadi penyebab seorang anak menjadi pelaku bullying, saat anak menonton televisi meskipun tayangan yang ditonton mengandung unsur kekerasan, tetapi apabila anak sudah terbiasa diajarkan oleh orang tuanya tentang perilaku yang baik dan tidak baik, anak dapat memilih acara TV yang baik untuk ditonton atau tidak. Anak juga akan dapat memilah untuk meniru adegan yang ditampilkan di televisi.
65
Aktivitas menonton televisi yang dilakukan oleh anak perempuan dan laki-laki juga cenderung berbeda, anak laki-laki biasanya menyukai
adegan-adegan
yang
lebih
keras
sedangkan
anak
perempuan menyukai tayangan televisi yang menyenangkan dan menghibur daripada adegan kekerasan. Maka dari itu orang tua harus mendampingi dan mengawasi anak saat bermain game atau menonton televisi/film dan jangan lupa bagi orang tua untuk memperingatkan anak untuk tidak meniru adegan-adegan yang berhubungan dengan kekerasan, sebab anak cenderung meniru pada apa yang ia tonton dan ia mainkan. Dari hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan di SD Muhammadiyah 01 Kudus, diperoleh hasil dari jawaban questionnaire tentang aktivitas menonton televisi yang berasal dari kebiasaan dalam menonton televisi dan jenis tayangan sudah baik, meskipun orang tua tak selalu mengawasi anak saat menonoton televisi, tetapi orang tua telah
memberikan
nasehat
kepada
putra-putrinya
untuk
tidak
menonton atau meniru adegan-adegan kekerasan atau bullying yang dilakukan di televisi.
B. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari bahwa penelitian ini memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan diantaranya adalah : 1. Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian kuesioner, sehingga peneliti harus melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner yang peneliti susun karena sebelumnya belum pernah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
66
2. Peneliti hanya melakukan penelitian tentang hubungan lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus Tahun 2015, sebaiknya dilakukan penelitian mengenai pengaruh lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi terhadap kecenderungan menjadi pelaku bullying. 3. Tempat penelitian berlokasi di SD Muhammadiyah 01 Kudus, sehingga hasil penelitian belum dapat dijadikan kesimpulan karena banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying. Sedangkan untuk lokasi tempat penelitian juga belum dapat mewakili keseluruhan anak usia SD yang melakukan bullying di berbagai wilayah.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan judul tentang Hubungan antara lingkungan sosial dan aktivitas menonton televisi
dengan
kecenderungan
menjadi
pelaku
bullying
di
SD
Muhammadiyah 01 Kudus Tahun 2015, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kejadian bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus menunjukkan bahwa dari 81 responden, sebagian besar responden sejumlah 36 responden (44,4%) mempunyai kecenderungan menjadi pelaku bullying. 2. Lingkungan sosial di SD Muhammadiyah 01 Kudus menunjukkan bahwa dari 81 responden, sebagian besar responden sejumlah 46 responden (56,8%) mempunyai lingkungan sosial kurang. 3. Aktivitas
menonton televisi
menunjukkan
bahwa
di
sebagian
SD
Muhammadiyah
besar
responden
01
Kudus
sejumlah
44
responden (54,3%) mempunyai aktivitas menonton televisi kurang baik 4. Terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD Muhammadiyah 01 Kudus dengan p 0,022 (p < 0,05) dan nilai korelasi r 0,268 dengan hasil kekuatan nilai korelasi lemah. 5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas menonton televisi dengan kecenderungan menjadi pelaku bullying di SD
67
68
Muhammadiyah 01 Kudus dengan p 0,383 (p > 0,05) dan nilai korelasi r 0,121 dengan hasil kekuatan nilai korelasi sangat lemah. B. Saran 1. Bagi Peneliti Melihat dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti, diharapkan peneliti dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai deskripsi tentang seberapa besar dampak yang akan diperoleh oleh pelaku bullying dalam kehidupannya sekarang dan dimasa depan. Peneliti juga harus mempertimbangkan tentang penyebab pelaku melakukan
bullying,
agar
dapat
mengatasi
perilaku
tersebut
berdasarkan masalah-masalah yang dialami oleh pelaku bullying. 2. Bagi masyarakat a. Diharapkan
untuk
para
orang
tua
hendaknya
dapat
mengembangkan kecerdasan emosional anak sejak dini. Caranya, dengan mengajarkan anak untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain, dan menyadarkan anak bahwa dirinya adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. b. Diharapkan para orang tua di rumah juga harus memainkan perannya dengan menciptakan komunikasi yang baik dengan anak-anak dan membekali anak dengan pemahaman agama yang cukup dan menanamkan ahlakul karimah yang selalu dilaksanakan di lingkungan rumah, karena anak akan selalu meniru perilaku orang tua. Orang tua juga harus ingat, bahwa memberi teladan kepada anak akan jauh lebih baik dari memberi nasihat. c. Diharapkan pemerintah juga dapat memiliki program yang tegas, jelas dan terarah, untuk membantu masalah bullying ini agar tidak
69
terkesan membiarkan atau melegalkan tradisi bullying di sekolah tersebut. 3. Bagi Institusi Kesehatan a. Diharapkan bagi Institusi Kesehatan yang ada di sekolah, misalnya UKS, dapat menerapkan program konseling kepada para orang tua, guru maupun anak baik sebagai pelaku ataupun korban bullying tentang bagaimana cara mengatasi bullying yang terjadi di sekolah tersebut. b. Diharapkan bagi Institusi Kesehatan yang ada di sekolah, misalnya UKS, dapat segera menolong apabila sampai terjadi kejadian bullying yang dapat mengancam keadaan fisik para korban bullying seperti memar-memar dan terluka. c. Diharapkan
dengan
mengetahui
dampak
bullying,
institusi
kesehatan yang ada di seokolah dapat mengadakan penyuluhanpenyuluhan tentang bullying, seperti membentuk program dan kegiatan anti bullying di sekolah. 4.
Bagi Institusi Pendidikan a. Diharapkan dalam rangka menanggulangi bullying di sekolah, sekolah perlu mengadakan upaya-upaya bimbingan konseling yang terintegrasi kepada siswa sebagai pelaku dan penderita bullying. Guru-guru dan staf sekolah, juga bisa memberikan konseling
kelompok
atau
konseling
indivudual.
Bimbingan
kelompok secara tidak langsung dapat mengubah sikap dan perilaku siswa melalui penyajian informasi yang teliti, atau menekan dorongan untuk berfungsinya kemampuan-kemampuan kognitif. Selain itu, sekolah juga dapat menggunakan media
70
elektronik seperti pemutaran film tentang proses tejadinya bullying dan dampak terhadap kehidupan seseorang penderita bullying. b. Diharapkan perlu adanya kebijakan yang bersifat menyeluruh di sekolah. Kebijakan itu harus dapat melibatkan semua komponen dari guru sampai siswa dan dari kepala sekolah sampai orang tua murid. Kerja sama antara guru, orang tua dan masyarakat atau pihak lain yang terkait seperti kepolisian, aparat hukum dan sebagainya juga sangat diperlukan dalam menangani masalah bullying tersebut agar dapat mengatasi dan mencegah masalah bullying yang ada di sekolah. Kebijakan yang ada di sekolah yang dapat dilakukan oleh guru misalnya dengan membuat kegiatan bagi para murid bersamasama, membentuk kelompok belajar ataupun kelompok bermain saat jam pelajaran olahraga agar tidak terdapat lagi perbedaan antara anak yang sering melakukan bullying maupun yang menjadi korban bullying. Dengan begitu anak juga pasti sadar bahwa tidak semua orang dapat hidup secara individual karena dalam hidup seseorang juga membutuhkan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiono. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bullying pada anak sekolah di MTS Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Klambu Kabupaten Grobogan. Skripsi. Aldilla, N. (2009). Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Kriminolog Indonesia Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia. Anesty, E. (2009). Konseling Kelompok Behavioral Untuk Mereduksi Perilaku Bullying Siswa Sekolah Menengah Atas (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bandung). Skripsi. Ardianti, C. (2009). Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying. Skripsi. Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. Astarini, K. (2013). Hubungan Antara Perilaku Over Protective Orang Tua dengan Bullying pada Siswa SDN Bendan Ngisor Semarang. Skripsi. Astuti, P. R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak. Jakarta: PT. Grasindo. Astuti, P. R. (Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak). 2008. Jakarta: PT. Grasindo. Coloroso, B. (2007). Stop Bullying: Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Djuwita, R. (2005). Kekerasan Tersembunyi di Sekolah: Aspek-Aspek Psikososial dari Bullying. Masalah Tersembunyi dalam Dunia Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Kompas. Fitriani, B. S. (2014). Hubungan Kebiasaan Menonton Tayangan Sinetron dengan Perilaku Bullying Siswa Serta Implikasinya bagi Bimbingan dan Konseling. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia. Hasnawati. (2013). Dampak Menonton Tayangan Sinetron Putih Abu-Abu Terhadap Perilaku Anak di Kelurahan Sidodamai Samarinda: Studi Pada Adegan Aksi Bullying Dalam Sinetron Putih Abu-Abu di SCTV. Jurnal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. Hidayat. (2008). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Surabaya: Health Books Publishing.
Hidayat, A. A. (2010). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Huraerah, A. (2007). Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak). Bandung: Nuansa. Hurlock, E. B. (2006). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Latip, A. E. (2013). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Peserta Didik Anak Usia MI/SD. Penelitian Individu: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Levianti. (2008). Konformitas dan Bullying pada Siswa. Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008: Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul Jakarta. Nando. (2011). Hubungan Antara Perilaku Menonton Film Kekerasan dengan Perilaku Agresi Remaja. Skripsi. Nielsen. (2011, Maret 15-31). Nielsen Newsletter: Data Highlights: Memahami Kebiasaan Konsumsi Media Perempuan. Jakarta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi 3. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, A. (2009). Aktivitas Menonton Televisi dan Peningkatan Motivasi (Pengaruh Aktivitas Menonton Siaran Sepakbola di Televisi terhadap Peningkatan Motivasi Berlatih pada Siswa SSB Ksatria Surakarta dengan Lingkungan sebagai Variabel Moderating). Skripsi. Nursalam. (2009). Konsep dan Penelitian: Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Putra, S. R. (2012). Panduan Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah. Yogyakarta: D-Medika. Quirozl, H. (2006, Oktober 09). Bullying. Retrieved from www.schoolsafety.us: http://www.schoolsafety.us/publifiles/bullyingchalktalk.pdf Rahma, A. N. (2008). Perilaku Bullying di SMP (Penelitian Studi Kasus pada Kelas IX SMP FA Tahun Ajaran 2006/2007). Skripsi. Riyanto, A. (2010). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Saripah, I. (2006). Program Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak. Skripsi.
Saryono, S. (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Sastroasmoro, S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto. Savitri, I. (2014, Oktober). Fenomena Bullying di Sekolah. Nyata, p. 34. SEJIWA. (2008). Bullying! Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: PT. Grasindo. Soejatmiko, N. H. (2013). Gambaran Bullying dan Hubungannya dengan Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak Sekolah Dasar. Jakarta: Sari Pediatri Vol 15 No 3. Strasburger. (2010, September 30). Health of Media on Children and Adolescents. Retrieved from pediatrics.aappublications.org: http://pediatrics.aappublications.org/content/125/4/756.full.pdf Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian Kesehatan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sulistyaningsih. (2011). Metode Penelitian Kebidanan Kualitatif-Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sullivan, K. (2000). The Anti Bullying Handbook. United Kingdom: Oxford University Pers. Sumanto. (2014). Psikologi Perkembangan: Fungsi dan Teori. Yogyakarta: CAPS. Susan. (2013). Bullying in U.S. Schools 2012 Status Report: Assessed using data collected from Olweus Bullying Questionnairel. United States of America: Hazelden Foundation. Towarto, W. (2007). Kebutuhan Dasar dan Proses Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Trevi. (2010). Sikap Siswa SMK terhadap Bullying. Skripsi. Tridhonanto, A. (2014). Mengapa Anak Mogok Sekolah. Jakarta: Gramedia. Triwardani, R. d. (2007). Kajian Kritis Praktik Anak Menonton Film Kartun di televisi dalam Aktivitas Keseharian di Banyuwangi. Jurnal: Nirmana Vol 9 No 1, 46-56. UNICEF. (2014, September 30). The State of The World's Children. Retrieved from Chapter 2: Children's Right in Urban settings:
http://www.unicef.org/sowc/files/SOWC_2014Main_Report_EN_21Dec 2011.pdf Widoyoko, E. P. (2012). Teknik Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Penyusunan
Instrumen
Penelitian.
Yusuf, S. (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.