Bunga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bunga: Para Peronda Malam Namaku adalah Bunga Putri Laura, umurku baru saja menginjak 19 tahun, aku memiliki wajah yang dibilang cukup lumayan karena banyak cowok yang melirikku dari yang wajahnya tampan sampai yang wajahnya biasa-biasa saja. Aku sering merawat tubuhku mulai dari menyabuninya dengan sabun khusus, selalu ke spa, fitness, luluran, dan lain-lain sehingga sekarang aku bisa menuai hasil dari kerja kerasku untuk merawat tubuh, kini aku mempunyai kulit yang putih halus, payudara berukuran 34C, dan pantatku yang kencang dan kenyal. Aku memiliki hobi yang aneh sejak kecil, aku suka sekali jika bagian tubuhku terbuka sedikit sehingga para laki-laki melihatku dengan pandangan buas, entah darimana hobiku itu berasal, yang hobiku itu muncul ketika tubuhku sudah mulai berkembang yaitu ketika aku duduk di kelas 2 SMP.Di kampusku juga aku selalu menjadi pusat perhatian, sebetulnya aku tidak menjadi pusat perhatian di kampusku saja, tapi setiap tempat yang kudatangi, para pria langsung melirikku. Aku mempunyai adik perempuan yang bernama Rini. Dia masih duduk di kelas 2 SMP, dia selalu mengikuti gayaku, yah bisa dibilang dia mengidolakanku, maklum namanya juga anak SMP. Suatu hari, Rini sudah selesai ulangan dan hari Sabtu besok dia bagi rapor tengah semester (sistem pendidikan yang sekarang), tapi Sabtu besok kedua orangtuaku ada urusan bisnis jadi terpaksa aku yang disuruh mengambil rapor adikku. “ah,, yah,, males ah,, aku kan mau jalan-jalan besok”. “ntar papa kasih duit deh”. “nah,, kalau itu baru ada pertimbangan, tapi berapa yah?”. “seceng,,”, kata ayahku sambil tersenyum. “yee,, kalo gitu gak jadi”. “cuma be’canda,, ntar papa kasih 200 ribu,, kamu mau gak?”. “ok,, thank’s yah”. Hari Jum’atnya ayah dan ibuku sudah berangkat ke Bandung untuk urusan bisnis, di rumah tinggal aku dan adikku. “kak Bunga, besok kakak jadi kan ke sekolahku?”. “iya,,iya,, bawel,, kenapa sih,, kayaknya kamu seneng banget?”. “aku seneng soalnya aku bisa nunjukkin ke temen-temen kalau kakakku cantik banget”. “muji apa ngeledek nih?”. “ya muji lah,, kakak kan emang cantik”. “yaudah sekarang kamu mau makan apa?”. “mau makan pizza!!!”. “yaudah,, kakak pesen dulu ya”. Lalu aku menelepon salah satu perusahaan pizza yang terkenal. “halo,,”.



“selamat sore,, bisa saya bantu?”. “saya mau pesan pizza”. “oh, maaf Anda salah sambung,, kami tidak menjual pizza,, kami toko bangunan”. “oh maaf,,”, betapa malunya aku, salah sambung rupanya. Setelah kupikir-pikir daripada makan di rumah, mendingan makan di luar sekalian, lagipula masih sore ini. “Rin,, makan di luar yuk”. “ayuk, aku juga bosen di rumah”. Aku dan adikku pergi ke kamar masing-masing untuk berganti baju, aku memakai kaos tanpa lengan yang sangat ketat menempel di tubuhku berwarna putih dan untuk bawahannya aku memakai celana jeans berwarna biru. Aku keluar dari kamarku bersamaan dengan adikku yang memakai kaos berlengan dan rok selututnya, yah tipikal pakaian untuk anak seumuran dia. “yuk kak”. “yuk”. Kami menuju garasi, untungnya aku dibelikan mobil ketika aku berulang tahun yang ke 19, bulan kemarin. Kami masuk ke dalam mobil dan aku langsung menghidupkan mobilku dan langsung menjalankannya keluar dari garasi. Setelah sudah di tengah perjalanan kami mengobrol. “kak Bunga, cantik banget sih”. “dari tadi bilang cantik mulu,, jangan-jangan kamu suka ama cewek ya,,ihhh”. “yee,, enak aja,, aku cuma kagum aja ama kakak,, gak pake make-up kakak tetep cantik”. “makasih,, tapi kamu juga cantik kok,, buktinya kamu selalu dikejar-kejar cowok di sekolah kamu kan”. “hehe,,,”. Akhirnya kami sampai juga di sebuah restoran pizza, kami turun dari mobil setelah aku memakirkan mobilku dengan lancar. Kami masuk ke dalam restoran. Lalu aku mendekati kasir sementara Rini memilih tempat duduk yang didekat jendela. Setelah aku memesan, aku mendekati adikku yang sedang melihat ke arah jalanan. “heh,, bengong aja,, kesambet setan, baru tau rasa deh”. Kami mengobrol, dan tak lama kemudian pizza yang kami pesan datang juga, kami langsung menyantap pizza yang tersaji di meja kami. Setelah selesai, kami langsung mencuci tangan dan setelah beres-beres, kami keluar dari restoran itu. “terima kasih,,”, sapa pelayan yang menunggu di pintu. Kami langsung naik ke mobil. “Rin,, gimana kalau kita jalan-jalan dulu”. “asik,,yuk ke kak,, kita ke mall,, aku juga pengen beli baju baru nih”.



“bentar dulu, mau beli baju, pake duit siapa nih?”. “ya duit kakak dong,, masa pake duitku”. “huu,, untung adek,, kalau gak,, udah kakak jitak”. Kebetulan aku sedang punya banyak duit, dan aku juga sedang bosan di rumah jadi aku pustuskan untuk menyetujui permintaan adikku, dan kami pun pergi ke mall yang tidak jauh dari restoran tadi. Kami menghabiskan sore hingga jam 9 malam di mall itu, biasalah kegiatan cewek, beli baju, anting, kalung, boneka, dan lain-lain. Kami pulang karena kulihat Rini sudah sangat kecape’an. Sedangkan mataku masih terbuka lebar karena sudah terbiasa cape’. Setelah sampai di rumah, aku memakirkan mobilku lalu aku menuntun adikku ke kamarnya, setelah Rini sudah sampai di kamarnya, dia langsung berbaring di ranjangnya. Aku lepaskan sepatunya dan aku tinggalkan dia istirahat. Sementara Rini sudah tertidur lelap, aku masih segar bugar, maklum aku baru merasa ngantuk setelah jam 12 malam. Kulihat jam menunjukkan baru jam 09.30 malam, aku memutuskan untuk menyalakan tv. Ternyata tak ada acara yang bagus, makanya aku langsung mematikan tv. “akh,, acara gak ada yang bagus,, oh iya,, mendingan gue jalan-jalan aje,,”, kataku berbicara sendiri. “apa mendingan gue jalan-jalan di sekitar komplek aje yee”, tambahku sendiri. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kompleks saja. Aku pergi ke kamarku untuk mengganti bajuku dengan yang lebih santai yaitu tank top berwarna ungu dan celana pendek, dan karena kupikir sudah malam jadi aku memutuskan untuk tidak memakai bh sehingga putingku tercetak di tank topku. Aku keluar dari kamarku dan menuju keluar, kemudian aku mengunci pintu depan dan gerbang, lalu aku mulai berjalan mengelilingi kompleks di sekitar rumahku yang memang cukup elit. Agak jauh juga aku berjalan-jalan di sekitar kompleks rumahku. Aku sampai di area dekat pos ronda, tapi aku lumayan jauh dari pos ronda itu. Kulihat ada 4 bapak-bapak di dalam pos ronda tersebut. Penyakitku mulai kambuh, terlintas di pikiranku untuk menggoda 4 bapak-bapak itu, lagipula aku sudah lama tidak bersetubuh semenjak aku putus dengan pacarku 3 minggu yang lalu. Aku berjalan mendekati pos ronda yang bisa disebut rumah ronda karena pos rondanya lumayan besar hampir seukuran rumah, namanya juga kompleks elit, jadi pasti pos rondanya juga elit. Aku mulai berjalan mendekati pos ronda itu, dimana bapak-bapak itu sedang menonton tv yang cukup besar. “tok,,tok,,tok”, aku mengetuk pintu yang terbuka lebar. “permisi,,bapak-bapak”, kataku sambil berdiri di depan pintu. “eh,, neng Bunga, mari silakan masuk”, jawab satpam yang posisi duduknya paling dekat dengan



pintu. Akhirnya aku tau siapa saja yang sedang berada di pos ronda tersebut. Bapak yang paling ujung bernama pak Wawan, orangnya botak & gendut tapi terkenal dengan keramahannya. Sebelahnya bernama pak Maman, berkulit hitam dengan rambut berwarna putih. Lalu ada pak Jono, berkulit hitam dan berbadan kurus dibandingkan dengan lainnya. Dan yang terakhir, si satpam tadi bernama Bara, kumisnya yang tebal menambah kegarangan wajahnya, tapi entah kenapa dia sangat baik kepadaku, bahkan dia kadang-kadang be’canda hal-hal yang porno kepadaku, dan karena aku menyukai hal-hal seperti itu, aku menanggapinya. “neng Bunga, ngapain malem-malem keluar rumah”, sapa pak Wawan. “bosen di rumah pak”. “emangnya gak takut diperkosa malem-malem gini, neng?”, tanya pak Bara. “ah, kan ada bapak-bapak ini, jadi Bunga bisa tenang”, balasku dengan kedua tanganku kutaruh di belakang sehingga dadaku semakin membusung ke depan agar mereka semakin bernafsu. Kelihatannya aku berhasil mengundang nafsu mereka, karena kulihat ke 4 bapak itu memandangi buah dadaku yang membusung itu. “hayo, pada liatin apa? sampe gak kedip gitu”, kataku menggoda sambil pura-pura menutupi payudaraku. Mereka langsung salah tingkah dan pura-pura menonton tv lagi. “oh ya, bapak-bapak, Bunga boleh ikutan nonton gak?”. “emang neng Bunga suka bola ya?”, tanya pak Maman. “suka nonton sih, tapi gak t’gila-gila banget”. “yaudah, yok bareng-bareng nonton ama kita”, balas pak Wawan. Lalu aku mengambil bangku kosong dan duduk tepat di tengah-tengah mereka. Aku menonton bola bersama mereka sambil makan kacang tanpa memikirkan mitos kalau kacang dapat menumbuhkan jerawat, dan juga sambil minum sirup yang dibuatkan pak Bara. Selama menyaksikan bola, tak henti-hentinya mereka mencuri-curi pandang ke pahaku yang putih mulus, dan juga ke ‘bola’ kembarku yang menggantung dengan kencang & indah. Kupikir ini saatnya untuk ‘final step’, aku pura-pura mengantuk lalu akhirnya, aku menutup mataku agar 4 bapak itu merasa lebih leluasa untuk menggerayangiku kalau aku pura-pura tidur. Benar saja, tidak lama kemudian pak Wawan menuju ke belakangku setelah mereka yakin kalau aku tertidur. Aku merasakan tanganku diangkat ke atas, lalu pak Wawan memegangi pergelangan tanganku. Aku tidak tau siapa, tapi ada 2 buah tangan yang menyusup ke dalam kaosku dan meremas-remas kedua buah payudaraku serta memainkan kedua putingku. Sementara itu ada yang menarik celana pendekku dan juga celana dalamku. Lalu aku merasakan benda tumpul, dan basah yang kuduga itu adalah sebuah lidah. Aku pura-pura terbangun dan membuka mataku. “aahh,, pak, jangan!!”, seruku agar tidak terlihat seperti aku yang menginginkannya.



“jangg,,,mmmfff!!!”, kataku terputus karena tiba-tiba mulutku dibekap oleh pak Wawan yang ada di belakangku. Rupanya Maman & Jono yang memainkan kedua buah payudaraku, sedangkan pak Bara yang sedang ‘membersihkan’ vaginaku. “pantes aje,, ada rasa geli-gelinye”, pikirku dalam hati karena kumis pak Bara terus menggesekgesek klitorisku sehingga menimbulkan sensasi yang luar biasa. Akhirnya aku benar-benar larut dalam kenikmatan yang sedang melanda diriku. Pak Maman dan Jono mulai membuka kaosku sehingga kini payudaraku yang putih mulus, kencang dan kenyal dapat terlihat jelas oleh 4 bapak-bapak itu. “waah,, toket neng Bunga montok banget, masih kenceng banget lagi”, komentar pak Maman yang tepat berada di depan payudara kananku. “iya nih,, udah cantik,, toketnya sekel banget,, udah gitu putih banget kayak susu”, tambah si Jono. Karena yakin sudah menguasaiku, Wawan melepaskan bekapannya sehingga aku bisa berbicara lagi. “yaudah, kalau gitu jilatin aja”. “hah,, neng Bunga gak marah kalau kita perkosa?”, tanya Wawan keheranan mendengar perkataanku. “nggak kok, tadi aku cuma kaget aja”. “wah, Man, yang punya udah ngijinin,,”, kata Jono ke Maman. “ok,, kalo gitu neng Bunga,, bang Maman ‘n bang Jono jilatin toket neng dulu ya”. “yaudah silakan”. Mereka tak menyia-nyiakan kesempatan, Maman langsung mengenyot payudara kananku, sedangkan Jono mengenyot payudara kiriku. Pak Bara sama sekali tak mengindahkan pembicaraan kami bertiga, dia terus menerus menyapu sekitar vaginaku dan rongga dalam vaginaku serta menggesek-gesekkan kumisnya ke klitorisku. Pak Maman, Jono, dan Bara sudah mendapat jatah mereka masing-masing, pak Wawan juga tidak mau ketinggalan, kepalaku ditarik ke belakang dengan perlahan sehingga kepalaku agak mendongak ke atas. Pak Wawan langsung mencumbu serta melumat bibirku, lalu dia menyelipkan lidahnya masuk ke dalam mulutku, yang bisa kulakukan hanyalah membuka mulutku dan membiarkan pak Wawan memainkan lidahnya di dalam mulutku. Kini, tubuhku sudah menjadi boneka bagi mereka, karena mereka bisa berbuat sesuka mereka terhadap tubuhku. Mereka menikmati jatah mereka dengan maksimal, pak Maman & pak Jono terus menjilati kedua buah payudaraku serta menggiti kedua putingku. Pak Wawan terus menerus memainkan lidahnya, dan aku membalasnya dengan memainkan lidahku juga sehingga lidah kami saling membelit, dan aku yakin kalau ludah kami sudah saling bercampur karena kami berciuman lama sekali.



Pak Bara lebih membenamkan kepalanya di antara kedua pahaku, dan karena agak geli akupun merapatkan kedua pahaku sehingga kepala Pak Bara terhimpit oleh kedua paha putihku. Menerima 4 serangan birahi dari 4 pria yang berbeda di daerah sensitifku, aku jadi tidak kuat menahan lamalama sehingga dalam waktu 7 menit saja, tubuhku sudah seperti tersengat arus listrik yang menandakan kalau sebentar lagi aku akan orgasme. Benar, tak lama kemudian aku orgasme, tapi tiba-tiba pak Bara mengambil sebuah gelas dan menaruhnya tepat di depan lubang vaginaku. “syuurrr,,,”, cairanku menyemprot keluar dari vaginaku dan langsung menuju gelas. Karena pak Maman & pak Jono terus menjilati payudaraku, cairanku jadi mengalir bagai sungai hingga gelas itu penuh dengan cairanku. Setelah cairanku sudah habis, ke 3 bapak yang masih menggerayangiku menghentikan aktivitas mereka dan langsung mendekati pak Bara yang memegang gelas penuh dengan cairanku. Mereka bergantian meminum cairanku yang ada di gelas, hingga mereka berempat kebagian semua. “wuih neng Bunga,, cairan neng,, manis ‘n gurih banget”, komentar pak Bara. “ahh,, nambah ahhh”, tambah pak Bara. Lalu dia menunduk lagi dan menjilati sisa-sisa cairan vaginaku yang masih ada di sekitar bibir vaginaku. “akh,, curang lo!!”, komentar pak Wawan. “hehehe,,,”, balas pak Bara dengan tawa. “udah,,udah,, gak usah berantem bapak-bapak,, mau nyobain punya Bunga gak?”, tanyaku sambil menunjuk vaginaku. “oh ya,, mau dong Neng”, jawab pak Jono. Lalu mereka langsung buka baju dengan terburu-buru, mungkin karena mereka sudah tak sabar ingin merasakan kehangatan tubuhku yang sudah kupasrahkan untuk mereka berempat. Akhirnya mereka semua sudah telanjang bulat di hadapanku, 4 orang bapak-bapak telanjang dengan penis yang sudah mengacung tegak dan keras di hadapan seorang gadis muda & cantik yang sepantasnya jadi anak mereka. “wah, gede-gede,,”, kataku sambil manja untuk lebih menggoda. “neng Bunga,, kita ke sofa aja yuk, biar lebih enak”, ajak pak Maman. “bapak-bapak,, siapa yang mau duluan nyobain punya Bunga?”, tanyaku. “bapak aja neng”, teriak pak Jono. “bapak dong neng Bunga”, teriak pak Wawan tak mau kalah. Mereka saling berebutan ingin menjadi yang pertama kali mencobloskan penis mereka masing-masing ke dalam vaginaku yang masih merah merekah dan masih sangat sempit. “udah,, udah,, jangan berantem mulu dong,, tar Bunga gak jadi kasih nih”. “jangan marah dong neng Bunga,, iya deh kami gak bakal ribut lagi,,”, jawab Pak Wawan. “yaudah,, kalo gitu,, biar Bunga aja yang milih”.



“boleh juga idenya neng Bunga”, kata pak Jono. Aku melihat ke arah selangkangan mereka dan aku menemukan kalau penis pak Bara-lah yang paling besar di antara yang lain, maka dari itu aku memilih pak Bara untuk mengisi liang vaginaku, lalu aku memilih pak Wawan untuk ditanamkan di dalam anusku karena penisnya yang gemuk seperti badannya. Pak Bara langsung duduk di sofa, aku mendekat ke arahnya dan menaiki sofa, kemudian aku membimbing penis pak Bara ke dalam vaginaku dengan susah payah karena lubang vaginaku masih sempit. Kini penis pak Bara sudah amblas ditelan vaginaku, untungnya tidak terlalu perih sehingga aku bisa menikmatinya. Beberapa detik kemudian, pak Wawan mendorong tubuhku sehingga tubuhku tertekan ke depan dan payudaraku menempel di wajah pak Bara yang tentu saja langsung menjilati payudaraku dan menggesek-gesekkan kumisnya ke putingku membuat birahiku semakin meledak.Pak Wawan memaksakan penis gemuknya masuk ke dalam lubang anusku, aku hanya bisa menggigit bibir bawahku saja untuk menahan rasa pedih, karena dibalik rasa pedih itu mulai muncul rasa nikmat yang tiada tara. Tapi, untungnya pak Wawan dan pak Bara membiarkanku agar terbiasa dengan penis mereka, tapi tetap saja lidah pak Bara tak henti-hentinya bermain di kedua buah payudaraku. “mmmhhhh,,,,”, desahku pelan menerima jilatan demi jilatan pak Bara. Akhirnya setelah beberapa detik, pak Bara dan pak Wawan mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina dan anusku hampir secara bersamaan. Ritmenya pun hampir sama, sudah 3 minggu aku tidak pernah dimasuki 2 penis sekaligus sejak putus dari pacarku karena ketika aku masih berpacaran dengan mantanku, dia selalu mengundang teman-temannya untuk menikmati tubuhku, tapi aku tidak menolaknya karena aku juga ketagihan dengan yang namanya dikeroyok seperti ini. “oohhh,,,aaahhhh,,,yeeaaahhh,,,terrussss”, erangku menerima 2 sodokan di vagina dan anusku secara bersamaan. Tiba-tiba pak Joni dan Maman mendekat dan berjalan ke depanku lalu mereka menyodorkan penis mereka masing-masing ke arahku. Karena tubuhku terdorong ke depan, sudah pasti wajahku berada agak ke depan sehingga aku bisa menggenggam satu penis dan mengulum penis yang satunya lagi. “aaahhh,,,oohhh,,, terruusss neng”, desah pak Maman ketika aku mengemut kepala penisnya serta menyentil-nyentilkan lidahku ke lubang kencingnya. Sementara aku melayani batang kejantanan pak Maman dengan mulutku, aku mengocok penis pak Jono dengan tangan kananku secara perlahan sehingga tanganku yang halus mengelus-elus penis pak Jono. “ooohh,,aaahhh,,,ooohhhh,,,teruusss,,entotin Bunga seepppuuaasssnnyyyaaa”, desahku karena tidak kuat merasakan sensasi luar biasa yang ditimbulkan dari pompaan 2 penis di vagina dan anusku. Menerima serangan dari dua arah, aku pun cepat mencapai orgasme hanya dalam waktu 14



menit, aliran cairan vaginaku tertahan oleh penis pak Bara yang sedang keluar masuk vaginaku sehingga berbunyi kecipak air setiap kali, pak Bara memompa penisnya masuk ke dalam vaginaku. Untungnya, aku masih kuat biarpun sudah mengalami 2 kali orgasme. Sementara itu, pak Maman dan pak Jono menarik penis mereka jauh-jauh dari mulutku karena mereka tidak ingin keluar cepatcepat. Karena tidak ada lagi penis yang harus kukulum, aku jadi bisa mendesah sepuas hati. “mmhhhh,,,aahhhhh,,,,!!!”. Akhirnya 6 menit setelah aku mencapai orgasmeku yang kedua tadi, aku merasakan penis pak Wawan yang sedang mengisi anusku berdenyut-denyut menandakan kalau pak Wawan akan orgasme. Pak Wawan mempercepat sodokan penisnya terhadap anusku yang membuatku ngos-ngosan karena penis gemuknya itu keluar masuk dengan cepat dan kuat, padahal lubang anusku sangat sempit, tapi akhirnya aku menemukan rasa nikmat dibalik rasa ngilu itu. Seolah tak mau kalah, pak Bara pun mempercepat genjotannya terhadap vaginaku sehingga sekarang aku hanya bisa menutup mata sambil merasakan sensasi nikmat. Sementara pak Bara sedang asik menikmati hangat dan sempitnya vaginaku, dan pak Wawan juga sedang menikmati himpitan lubang anusku terhadap penisnya, aku melihat pak Jono dan pak Maman sedang berdiri di hadapanku sambil mengocok penis mereka sendiri, sepertinya mereka sudah tidak sabar ingin mencicipi tubuhku juga. “aahhhh,,,nenggg,,Bunngaaa,,,bapaaakkk,,,kkkellluu aarrrr,,,,!!!”, teriak pak Bara. Dan tak lama kemudian, pak Bara sudah menyemburkan larva putihnya yang hangat ke dalam rahimku, lalu nafas pak Bara tersengal-sengal sehingga dia memutuskan untuk ‘merawat’ payudaraku dengan mulutnya sambil menunggu penisnya memuntahkan semua isinya ke dalam vaginaku. Tak lama kemudian, pak Wawan menghujamkan penisnya dalam-dalam ke anusku, dan terasa lah rasa hangat dari sperma yang keluar dari penis pak Wawan. “hhhh,,,neng Bunga,,,hhheebbaattt”, komentar pak Wawan yang sedang beristirahat juga sekaligus menunggu penisnya menyemburkan sperma ke dalam anusku hingga tetes terakhir. Setelah 2 menit beristirahat, aku bisa mengatur nafasku dan tenagaku untuk menghadapi ronde ke dua yaitu dengan pak Maman dan pak Jono. Pak Wawan mencabut penisnya dari anusku, begitu juga pak Bara, dia membiarkan aku berdiri. Ternyata mereka ada maunya, aku disuruh bersimpuh di hadapan mereka dan bertumpu dengan kedua lututku. Aku mengerti maksud mereka, maka dari itu aku langsung mengambil dua penis yang ada di hadapanku yang berlumuran sperma dan cairan vaginaku. Aku memutuskan untuk membersihkan penis pak Bara terlebih dahulu. Setelah penis pak Bara sudah selesai kubersihkan, aku langsung membersihkan penis pak Wawan hingga kinclong.



Rupanya, pak Jono dan Pak Maman menyiapkan kasur dan bantal untuk menjadi tempat pergumulan kami nanti. “pak Bara, pak Wawan, Bunga udah bersihin ampe kinclong nih, Bunga main ama pak Jono ‘n pak Maman dulu ya,,”, kataku. “makasih ya neng Bunga, yaudah bapak juga mau istirahat dulu”, jawab pak Wawan. Kulihat pak Maman sudah tidur terlentang di kasur kapuk tersebut, dan pak Jono berdiri di dekatnya. Aku pun langsung mendekati mereka yang sudah setia menantiku. “ayo neng Bunga, sini”, ajak pak Maman licik. Aku pun langsung berdiri di atas tubuh pak Maman yang sudah kelihatan bernafsu sekali melihat kemolekan tubuhku yang semakin terlihat seksi karena aku berkeringat sehabis disetubuhi oleh pak Wawan dan Pak Bara. Aku menurunkan tubuhku sambil membimbing penis pak Maman yang sudah tak sabar ingin masuk ke dalam vaginaku. Karena vaginaku sudah banjir dari cairanku sendiri dan juga sperma pak Bara, penis pak Maman jadi dengan mudah masuk melesat ke dalam vaginaku. Setelah penis pak Maman sudah hilang ditelan oleh vaginaku, aku langsung merundukkan tubuhku agar pak Jono yang sudah menunggu di belakangku bisa melihat letak lubang anusku dengan jelas. Tentu saja payudaraku yang tertekan ke wajah pak Maman yang tiduran di bawah tubuhku langsung dimainkan oleh pak Maman dengan mulut dan lidahnya. “mmmm,,,”, desahku pelan menikmati sapuan lidah pak Maman. Sementara itu, pak Jono mulai menyiapkan dan menaruh penisnya di depan lubang anusku yang sudah belepotan sperma dari pak Wawan. Penis pak Jono secara perlahan tapi pasti, mulai masuk ke dalam anusku senti demi senti yang kurasakan dengan penuh penghayatan sampai-sampai dengan tidak sadar, aku menutup mataku. Akhirnya, kini aku sudah diisi oleh 2 penis sekaligus untuk yang kedua kalinya. Lalu mereka mulai menggerakkan penis mereka keluar masuk tubuhku, karena vagina dan anusku sudah dilumasi sperma, jadinya penis pak Maman dan pak Jono dengan mudah keluar masuk vagina dan anusku. “aahhh,,oouuummhh,,mmmhhh,,,hhhhh”, desahku karena tidak bisa menahan kenikmatan yang sedang menyerangku. Pak Jono menghentakkan penisnya masuk ke dalam lubang anusku dengan cepat dan kuat hingga mulai dari kepala penisnya sampai pangkal penisnya tertanam di dalam lubang anusku, lalu dia mengeluarkan penisnya secara perlahan sehingga menimbulkan sensasi tersendiri. Sementara itu, pak Maman menggerakkan penisnya ke dalam vaginaku dengan sangat perlahan dan mencabutnya dengan cepat. Variasi gerakan yang berbeda dari 2 penis yang sedang keluar masuk vagina dan anusku mengantarkanku ke gerbang pintu orgasmeku yang ketiga. Kejutan listrik alias gelombang orgasme mengalir lagi di sekujur tubuhku untuk ketiga kalinya. Beberapa menit ke depan, yang terdengar hanya suara pompaan penis, suara nafas pak Maman dan pak Jono yang saling memburu, dan desahanku. Sementara itu, kulihat pak Wawan dan pak Bara sudah duduk



memakai celana panjang mereka sambil menghisap rokok dan meminum kopi dengan tontonan mereka yaitu aku yang sedang diapit 2 lelaki berkulit hitam alias pak Maman dan pak Jono. 5 menit kemudian, akhirnya pak Maman, dan pak Jono serta aku sendiri saling berlomba menuju orgasme, dan yang paling pertama mencapai orgasme adalah pak Jono, dia menyemprotkan spermanya ke dalam anusku sampai meleleh keluar dari anusku dan mengalir menuju lubang vaginaku, setelah itu pak Jono beristirahat dengan penisnya masih berada di dalam anusku. 2 menit kemudian, aku sudah tidak tahan lagi sehingga aku melepaskan orgasmeku yang keempat bersamaan dengan pak Maman yang menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku. Kini daerah sekitar vagina dan anusku sudah banjir sperma sampai terbentuk aliran seperti aliran sungai yang menghubungkan lubang anusku dan lubang vaginaku. “hh,,,hhhh,,hh”, nafasku tersengal-sengal, begitu juga dengan pak Maman dan pak Jono yang sudah menuntaskan nafsu setan mereka kepadaku. Sambil mengatur nafas, pak Jono menciumi tengkuk leherku dengan lembut, dan pak Maman ingin melumat bibirku tapi aku menolaknya karena aku mau mengatur nafasku dulu sehingga dia jadi menjilati leherku yang jenjang. Setelah nafas kami bertiga sudah normal kembali, pak Jono mencabut penisnya yang sudah lemas dari anusku, kemudian dia berdiri dan berjalan untuk mengambil bajunya. Sedangkan aku berdiri dan mengambil pakaianku yang berserakan di depan tv yang sudah tidak menayangkan acara bola lagi. “udah ya bapak-bapak, Bunga pulang ya”. “jangan dong neng Bunga”. “kenapa? Emang bapak-bapak mau nambah?”. “iya,,”, jawab mereka serempak. “tapi kan anu bapak-bapak udah pada lemes kayak gitu,, lagian Bunga udah capek banget nih”. “kalo gitu doang mah gampang, di rumah bapak punya obat kuat, gimana neng Bunga?”. “bapak-bapak doang yang minum obat kuat, Bunga gimana? Ntar Bunga lemes dong?”. “bapak juga punya obat kuat buat cewek, gimana neng Bunga?”. “gimana ya?”. “ayo dong, neng Bunga, bapak mohon, mau ya”, pinta pak Wawan pura-pura memelas. “iya neng Bunga, temenin kita dong”, ujar pak Jono. “iya, kan dingin kalau kita cuma berempat,, kalau ada neng Bunga kan, bisa menghangatkan diri”, tambah pak Maman. “huu, dasar,, yaudah deh, boleh, asal bapak-bapak mau menuhin syarat dari Bunga”. “apaan tuh neng Bunga?”, tanya pak Bara penasaran. “bapak-bapak jangan bilang-bilang ama orang lain ya, biar jadi rahasia kita berlima aja, gimana?”.



“yah, itu mah gak usah disuruh neng, masa’ kami bilang-bilang”, jawab pak Wawan. “yaudah, kalo gitu, pak Bara ambil obatnya”. “ok neng, bapak ambil obatnya dulu ya”. Pak Bara pun langsung bergegas memakai pakaiannya yang belum dipakai, lalu secepat kilat dia menuju motornya dan memacunya kencang. Sementara aku masih telanjang bulat dan berada di dalam pos bersama pak Wawan, pak Maman, dan pak Jono yang sudah mulai terangsang lagi melihat tubuhku yang putih dan montok belepotan sperma. “eiit,, jangan,,biar adil, kita mulainya tunggu pak Bara dulu ya”. “yah neng, kami udah gak tahan pengen ngentotin neng Bunga lagi”, kata pak Jono dengan agak kecewa. “yaudah, disini ada kamar mandi gak?”. “ada tuh neng, di belakang”, jawab pak Wawan. “yaudah, Bunga mandi dulu ya, ntar kalau udahan, Bunga panggil atu-atu ya”. “wah, jadi kita satu per satu ngentotin neng Bunga di kamar mandi?”, tanya pak Maman. “yee,,enak aja,, bapak-bapak cuma jilatin punya Bunga doang, tadi kan pak Bara doang”. “yaudah,, gitu juga asik tuh”. “tapi awas ya, kalau ada yang coba-coba mulai ronde, Bunga gak kasih jatah ntar”, ancamku. “siip,,neng Bunga”. Lalu aku masuk dan mulai mengguyur dan membersihkan seluruh bagian tubuhku yang sudah belepotan dengan keringat, air liur juga sperma. Lalu aku mulai memanggil mereka satu per satu dan membiarkan vaginaku menjadi bulan-bulanan lidah mereka, bahkan ketika masing-masing mereka bertiga sudah mendapatkan jatah untuk mencicipi rasa cairan vaginaku, mereka bertiga masuk kembali dan menjilati seluruh tubuhku sehingga tubuhku berlumuran air liur mereka lagi. “aduh,, bapak-bapak bandel banget sih,, badan Bunga kan jadi kotor lagi”. “maap deh neng Bunga”. Lalu aku mendengar suara motor dari arah luar. “tuh, pak Bara udah pulang, udah sana bapak-bapak keluar dulu, Bunga mau mandi lagi, biar fresh lagi”. Pak Wawan, pak Maman, dan pak Jono keluar dari kamar mandi sehingga aku bisa melanjutkan membersihkan tubuhku lagi. Setelah kurasa tubuhku sudah bersih dan fresh lagi, aku keluar dari kamar mandi. “wah, neng Bunga udah seger lagi”, komentar pak Bara. “iya dong, buat bapak-bapak, Bunga harus segar selalu”. “yaudah, ni neng Bunga, obatnya diminum”. Lalu aku meminum obat yang disodorkan pak Bara, tubuhku menjadi ringan sekali setelah meminum obat itu. “yaudah, neng Bunga mulai yuk”.



“yuk,, silakan bapak-bapak entot Bunga sepuasnya”. Lalu dimulailah ronde demi ronde pelampiasan nafsu bejat 4 orang pria tua terhadap seorang gadis cantik dan masih muda belia yaitu aku. Aku disetubuhi oleh 4 bapak-bapak itu di semua sudut pos ronda, juga mereka menikmati tubuhku dengan berbagai posisi. Karena mereka sangat ketagihan dengan himpitan vagina dan anusku, mereka mencoba ide gila mereka yaitu aku dibawa berkeliling kompleks tanpa menggunakan sehelai benang pun, untungnya kompleksku jika sudah lebih dari jam 2 malam lewat, benar-benar sepi. Tapi, tetap saja aku merasa sangat kedinginan. Selama perjalanan, mereka berempat menanamkan penis mereka ke dalam vaginaku secara bergantian sampai satu per satu dari mereka menyemburkan benihnya ke dalam vaginaku. Kami berlima mengelilingi kompleks sebanyak 3 kali, selama perjalanan itulah, vaginaku terus menerus disodok penis dan juga disemprot sperma oleh mereka berempat. Selain itu, aku tidak bisa menghitung lagi sudah berapa kali aku mengalami orgasme. Setelah kami sudah lelah, kami pun kembali ke pos ronda. Sambil beristirahat, kami mengobrol. “neng Bunga, dari tadi dikeluarin di dalem, apa neng gak takut hamil?”, tanya pak Bara yang paling sering menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku. “emang, bapak-bapak pada gak mau tanggung jawab kalau Bunga hamil?”. Muka mereka terlihat pucat dan khawatir mendengar pertanyaanku itu. “hahaha,, tenang aja bapak-bapak,, Bunga udah minum obat pencegah hamil kok”. Aku melihat sudah jam 4.30 pagi. “bapak-bapak, Bunga pulang dulu ya, mau tidur nih”. “tapi, neng Bunga mau gak nemenin kami lagi?”, tanya pak Maman. “boleh aja asal yang ngeronda bapak-bapak berempat”. “itu mah, bisa diatur”, jawab pak Wawan yang mengatur jadwal ronda. “iyah, tapi jangan setiap malam ya, ntar lama-lama Bunga bisa hamil”. “gimana kalau seminggu 3 kali?”, tanya pak Jono. “yaudah, hari Senin, Rabu, ama Sabtu malem aja ya”. “sip neng”. “yaudah Bunga pulang dulu ya”. Aku memakai pakaianku lagi. “dah,,”. “dah neng Bunga”. Aku langsung pulang ke rumah, begitu sampai di rumah, aku masuk ke dalam dan mengunci gerbang serta pintu rumah. Akhirnya aku bisa merebahkan tubuhku yang habis dinikmati oleh 4 pria tua, untungnya aku langsung tertidur karena besok aku harus ke sekolah adikku untuk mengambil rapor. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Berkunjung ke Desa “hhhooaahhmm,,”, aku menguap sehabis bangun tidur. Mataku masih kerenyep-kerenyep sehabis bangun tidur, lalu aku meraih jam dan melihat jam berapa sekarang. “ya ampun, udah jam segini, mampus gue”, aku kaget setengah mati melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi, padahal waktu pengambilan rapor adikku jam 10.15, makanya aku langsung loncat dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi sambil membuka kaosku. Aku mandi cepat-cepat dan membersihkan tubuhku sintalku agar menjadi segar dan wangi. Aku keluar dari kamar mandi dan langsung mengeringkan badanku dengan handuk. Setelah kering, aku langsung memakai baju yang tersisa di lemariku yaitu kaos putih dan celana jeans. Saking terburu-buru, aku lupa memakai cd dan bh sehingga puting dan bentuk payudaraku yang bulat tercetak jelas di kaosku. Aku langsung mengunci pintu rumah, lalu menuju garasi untuk mengeluarkan mobil. Setelah mobilku keluar dari garasi dan sudah berada di depan gerbang rumah, aku keluar kembali untuk mengunci gerbang rumah, kemudian aku langsung masuk ke dalam mobil lagi dan menginjak pedal gas dalam-dalam alias ngebut. Aku yakin bahkan Ananda Nicola pun kalah dengan caraku menyetir, belok sana belok sini untuk menghindari kendaraan lain. Aku memang gila kalau sedang menyetir dengan terburu-buru karena aku diajari oleh mantan pacarku yang kelima. Akhirnya, sampai juga di sekolah adikku yang juga dulu merupakan sekolahku. Aku langsung keluar dari mobil sambil membawa tas tanganku, lalu aku berlari kecil masuk ke dalam sekolah. “fiuuhh,,”, aku lega karena sampai pada waktunya. Aku langsung menuju ke kelas adikku sambil bernostalgia ketika aku masih SMP dulu, dimana aku masih lugu, tomboy, dan badanku masih dalam tahap berkembang. Sambil mengenang masa lalu, tak terasa sudah berada di depan pintu kelas adikku. “tok,,tok,,tok”, aku mengetuk pintu lalu membuka pintu dengan perlahan. “yak, silakan masuk”, sapa bapak yang duduk di meja guru. Spontan, aku langsung jadi pusat perhatian karena ternyata orangtua murid lainnya sudah duduk di bangku yang ada label nama anak mereka masing-masing. “maaf, saya telat”. “oh, gak apa-apa, ini juga baru dimulai, mari, silakan duduk Bu”. “terima kasih”. “ah, enak aja, gue dipanggil ibu, emangnya gue kayak ibu-ibu apa”, gumamku dalam hati. Aku langsung ditunjukkan dimana Rini duduk oleh bapak itu. Ternyata, Rini duduk di barisan depan, tepat di dekat pintu masuk. Aku langsung menuju tempat duduk Rini, disana sudah ada seorang kakek-kakek, ya kira-kira berumur 53 tahunan.



“permisi, pak”. “o, ya, silakan”. Kakek itu berdiri agar aku bisa masuk ke dalam, lalu aku duduk begitu juga kakek itu. “ya, pembagian rapor akan dimulai, orangtua dari Adam Jaya”, lalu orangtua dari Adam Jaya maju ke meja guru, sementara orang tua yang lain bebas melakukan apa saja. Daripada bosan menunggu, aku mengajak ngobrol kakek yang ada disampingku. “maaf pak,, nama anak bapak siapa ya?”. “nama anak saya Dani, nama anak Anda siapa?”, tanyanya balik. “Rini, tapi bukan anak saya”. “jadi?”. “Rini itu adik saya pak”. “sudah saya duga”. “emang kenapa pak?”. “soalnya Anda masih muda jadi gak mungkin kalau Anda seorang ibu”. “ah, bapak bisa aja”. “Dani Adiswara”. Lalu kakek itu maju ke depan, sementara aku jadi sendirian lagi, aku memutuskan untuk mengutak-atik hpku, ternyata ada sms dari Rini, katanya dia sedang ada di depan sekolah bersama teman-temannya. Tak lama kemudian, kakek yang tadi duduk disebelahku selesai menerima rapor anaknya, dan dia pun keluar dari kelas sambil pamit padaku. Lama juga menunggu nama Rini karena Rini absen terakhir di kelasnya. Menit demi menit kulalui dengan kebosanan hingga akhirnya nama Rini dipanggil. Aku langsung berdiri sambil merapikan bajuku yang sangat ketat. Aku duduk di hadapan orang itu, setelah kuperhatikan dengan seksama ternyata wali kelas Rini adalah mantan wali kelasku ketika aku masih kelas 2 SMP dulu. “pak Herman !”, kataku sambil terkejut. “maaf, apa Anda mengenal saya?”, tanyanya heran. “ya ampun, masa bapak lupa sih, ini Bunga, Pak”. “Bunga? eemmm,,”. “iya, Bunga yang dulu tomboi”. “ooh,, Bunga si bintang basket”. “iya pak, akhirnya bapak inget juga”. “maaf loh,, Bapak sampai pangling,, abis kamu berubah banget sih”. “iya dong pak,, masa Bunga jadi tomboy terus”. “sekarang kamu jadi makin cantik”, komentarnya melihat aku dari ujung rambut hingga ujung kakiku terutama payudaraku. Ketika aku masih SMP dulu, aku menjadi ‘objek’ pak Herman, waktu



itu dia suka mencubit pipiku, mengelus-elus rambutku dan kadang-kadang menepuk pantatku, tapi dia tidak melakukan pelecehan terhadapku di sekolah melainkan di rumahnya ketika waktu itu aku sering berkunjung ke rumahnya. “oh jadi Rini itu adik kamu, pantas cantik”. “ye si bapak bisa aja, mana rapor Rini, Pak”. “oh ya, Bapak hampir lupa, ini”, kata pak Herman sambil menyerahkan rapor Rini. Aku langsung membuka rapor Rini karena penasaran, selama aku melihat rapor, aku sempat menangkap pak Herman sedang menatap payudaraku yang tercetak jelas di kaosku begitu juga putingku. “buset, nih pak guru gak berubah, tetep aje mata keranjang”, komentarku dalam hati. “nngg,, Bunga, bapak boleh tau nomer hp kamu?”. “ya bolehlah, masa gak boleh”. Aku meminta hp pak Herman dan memasukkan nomerku. “nih pak, yaudah kalo gitu, Bunga pulang dulu ya”. “kapan-kapan bapak telpon kamu ya”. “sip pak”. Aku meninggalkan pak Herman sambil memperlihatkan pantatku yang bergoyang ke kanan dan kiri kepada pak Herman. Aku keluar dari kelas dan menuju keluar sekolah. Di depan gerbang sekolah, Rini sudah menanti dengan teman-temannya ada yang cewek dan ada beberapa juga yang cowok. “gimana kak, rapor Rini,,??”. “kamu gak naik kelas,,”. “apa kak?!”. “hehe,,nggak cuma be’canda kok, rapor kamu bagus banget malah”, kataku sambil menyerahkan rapor ke Rini. Rini langsung membuka dan melihat rapornya, teman-teman Rini yang cewek memperhatikan rapor Rini yang dihiasi dengan nilai 8 ke atas. Sementara 3 temannya yang cowok hanya berpura-pura melihat rapor Rini karena sebetulnya mereka mencuri-curi pandang ke arahku, entah ke putingku yang tercetak di kaosku atau wajahku. Dan untuk bagian bawah, aku memakai celana jeans panjang, lalu aku memakai parfum dan makeup. Hpku berbunyi lagi. “halo Bunga”, aku melihat nomer yang menelponku nomer pak Herman lagi. “ada apa lagi pak?”. “anu, kayaknya bapak tidak jadi”. “kenapa pak?”. “tiba-tiba bapak ada rapat penting”. “oohh begitu,,”. “maaf ya Bunga”.



“akh, gak apa-apa pak”. Setelah aku menutup telpon, aku bingung mau kemana, kan sayang makeup yang sudah aku poles di wajahku kalau aku tidak kemana-mana. “oh iya,, gue ke desa aja ah,,sekalian refreshing”, kataku. Aku menyiapkan koper dan mengisinya dengan pakaian-pakaianku. Lalu aku mengunci semua jendela dan pintu rumah, kemudian aku langsung menaruh koper di bagasi dan memacu mobilku setelah mengunci gerbang. Dalam waktu 2 jam, aku sampai ke desa tujuanku, untungnya jalanan yang menuju rumahku sudah bagus sehingga mobilku bisa melaju sampai ke rumahku. Di depan rumahku, ada 1 orang kakek yang sedang membersihkan di sekitar rumahku. Kakek itu bernama Mang Karyo, umurnya 62 tahun, dia menjaga rumahku yang ada di desa, tentu sesuai umurnya yang sudah lanjut, wajahnya sudah terlihat tua, badannya kurus, dan kulitnya hitam karena sering terbakar matahari. Aku memberhentikan mobilku tepat di depannya yang sedang mencabuti rumput. Dia berdiri dan memberi salam. “pagi nyonya..”, sapanya. Aku membuka kaca mobilku. “enak aja,, nyonya,, Bunga kan belum nikah”. “eh, non Bunga toh, Mang Karyo kirain nyonya”. “Mang Karyo, Bunga masuk dulu ya”, aku memasukkan mobilku ke dalam garasi dengan sangat perlahan dan hati-hati. Lalu aku turun dari mobil dan menuju ke dalam, tiba-tiba sepasang tangan meremas-remas payudaraku, membuatku kaget. “aduh,, Mang Karyo,,”, kataku manja karena aku tau orang yang ada hanya aku dan Mang Karyo. “non Bunga makin montok aja”. “montok sih montok tapi jangan diremes-remes gini dong,,emangnya dada Bunga mie remes apa”. “yah si non Bunga kok jadi galak gini sih”, katanya protes sambil menjauhkan tangannya dari payudaraku. “bukannya gitu Mang,, Bunga kan baru nyampe,, ntar aja kalau Bunga udah mandi ‘n istirahat”. “oh ya,,maaf ya non,,abis Mang Karyo udah kangen sih ama non Bunga”. “tenang aja Mang,, Bunga bakal nemenin Mang Karyo sampai minggu depan..”. “asikk!!!”, teriaknya kegirangan. “segitu girangnya..”. “ya iyalah,, siapa yang gak girang kalau ditemenin cewek cantik kayak non Bunga”. “aahh,, Mang Karyo bisa aja,, udah Mang, selagi Bunga istirahat, mendingan Mang Karyo terusin cabut rumputnya”. “ok,, tapi abis cabutin rumput,, boleh kan?”. “boleh,,boleh”, jawabku sambil tersenyum. Mang Karyo pun langsung keluar untuk meneruskan aktivitasnya, sementara aku mengambil koperku yang ada di bagasi mobil dan masuk ke dalam. Aku



memang sudah hampir 6 bulan lebih tidak ke rumahku yang ini karena aku selalu malas tapi kali ini selagi 2 minggu ke depan kuliahku libur, dan di rumah yang di kota tidak ada siapa-siapa, jadi aku memutuskan untuk menghirup udara desa yang masih segar. Sudah menjadi kebiasaan kalau aku kesini, aku selalu menyerahkan tubuhku untuk dinikmati Mang Karyo. Aku ingat dia adalah orang yang memerawaniku ketika aku masih kelas 2 SMA, memang pertama kali dia memperkosaku, tapi selanjutnya aku tidak menolak untuk menyerahkan tubuhku kepadanya. Mang Karyo lah yang mengajariku semuanya tentang seks, mulai dari posisi, foreplay, dan lainnya. Penis Mang Karyo adalah penis yang pertama kali memasuki semua lubang-lubangku mulai dari vagina, anus, dan juga mulutku. Sejak saat itu, aku jadi merasa kalau tubuhku memang diciptakan untuk Mang Karyo karena penis-penis lain yang pernah mengisi vaginaku tidak bisa dibandingkan kenikmatannya apabila dibandingkan dengan rasa nikmat ketika penis Mang Karyo mengisi vaginaku. Setelah beristirahat sejenak, aku mandi agar badanku benar-benar terasa segar. Karena aku pikir di rumah hanya ada aku dan Mang Karyo yang sudah sering melihat tubuhku, aku memutuskan untuk tidak memakai apa-apa setelah keluar dari kamar mandi. Setelah aku mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku menuju ke ruang keluarga untuk menonton tv. Tak lama kemudian Mang Karyo masuk ke dalam, dan langsung menuju aku yang sedang menonton tv. “waduh, non Bunga kok nonton tvnya gak pake baju”. “enak Mang,,lebih adem”. “alah, non Bunga ada-ada aja”. “udah nyabutin rumputnya Mang? Kok cepet banget sih?”. “iya, Mang cepet-cepet nyabutin rumputnya, abis udah gak sabar pengen ngerasain memek non Bunga”. “udah Mang Karyo minum dulu sana, ntar baru deh,,”. “ok non”. Lalu dia pergi ke belakang untuk membuat minuman, tak lama kemudian Mang Karyo kembali lagi sambil memegang minuman. Dia berdiri di depan televisi. “non Bunga,, kayaknya kalau diliat-liat,,toket non Bunga jadi tambah gede deh..”, komentar Mang Karyo. “wuih,, iya dong!!”. “jangan-jangan non Bunga disuntik…emm..apa tuh namanya?”. “suntik silikon??”. “nah iya,, itu maksud Mang”. “yee,,enak aja,,ini asli kok,, pegang aja kalo gak percaya”, kataku menggodanya.



Tentu saja Mang Karyo langsung menuju ke arahku yang sedang memegang dan meremas-remas payudaraku sendiri. “eeiitt,,mendingan kita mainnya di kamar aja, Mang”. “bener juga,, yok”. Lalu aku berdiri dan langsung menuju kamar yang ada di lantai 2 dengan Mang Karyo mengikutiku di belakang, sambil menuju ke kamar, Mang Karyo terus mengelus-elus dan sesekali menepuk bongkahan pantatku, mungkin dia gemas melihat bongkahan pantatku yang padat. Begitu sampai, aku langsung mengambil posisi tidur terlentang dan membuka kakiku lebarlebar agar vaginaku yang merupakan tempat bersangkarnya penis Mang Karyo bisa dilihat olehnya. Sementara Mang Karyo dengan terburu-buru membuka baju dan celananya, tak lama kemudian, Mang Karyo sudah bugil di hadapanku sehingga aku bisa melihat badannya yang kurus dan hitam serta benda tumpul yang sudah mengacung tegak di tengah selangkangannya. “non Bunga,, kayaknya Mang Karyo bau matahari deh, kalo mandi dulu gimana?”. “terserah, Mang Karyo, mau mandi apa mau langsung”, kataku sambil mengelus-elus vaginaku untuk membuatnya berpikir dua kali sekaligus untuk merangsang diriku sendiri. “emang gak apa-apa non?”, tanya Mang Karyo. “nggak apa-apa kok,,”. “asik,, non Bunga emang pengertian banget”. Lalu dia naik ke ranjang dan duduk di depan vaginaku. “Mang, terusin dong,,Bunga capek nih”, kataku sambil menghentikan mengelus vaginaku sendiri. “itu mah gak usah disuruh non,,”. Mang Karyo langsung melebarkan kakiku agar dia bisa menyelipkan kepalanya di antara kedua pahaku. Mang Karyo membuka bibir vaginaku dengan jari telunjuk dan tengahnya. Tanpa basa-basi lagi, Mang Karyo mulai menjulurkan lidahnya menyentuh bibir luar vaginaku membuat rasa nyetrum mengalir di sekujur tubuhku, lalu Mang Ucup mulai menjilati daerah selangkanganku, menyapu bibir luar vaginaku dari atas ke bawah dan sebaliknya menggunakan lidahnya. “aahh,,teeruss Mangg,,ennakk”, erangku. Semakin lama, Mang Karyo semakin bernafsu melahap vaginaku sehingga dia lebih membenamkan kepalanya ke selangkanganku, secara spontan, aku merapatkan kedua pahaku sehingga kepala Mang Karyo terhimpit oleh kedua pahaku yang putih mulus. Mang Karyo mendorong kakiku sehingga kini kakiku berada di samping kepalaku, dalam posisi seperti ini dia lebih leluasa untuk memainkan vaginaku baik dengan lidahnya atau jarinya. Aku hanya bisa mengerang keenakan menerima semua serangan mulut dan permainan jari oleh Mang Karyo terhadap vaginaku. Mang Karyo kini tidur terlentang dan menyuruhku untuk menduduki wajahnya, begitu aku duduk di wajahnya, Mang Karyo langsung melanjutkan aktivitasnya. Dan



tanpa sadar aku menggerakkan tubuhku maju mundur untuk menggesek-gesekkan vaginaku ke wajah Mang Karyo. Mang Karyo menahan dan menarik tubuhku ke bawah seolah ingin terus menjilati vaginaku. 5 menit sudah, lidah Mang Karyo bermain-main di selangkanganku, akhirnya aku mencapai orgasmeku yang pertama. Mang Karyo langsung menampung semua cairanku dengan membuka mulutnya, dia pun menyeruput habis semua cairanku hingga tak bersisa. “hhh,,hoshh,,haahh”, nafasku tersengal-sengal setelah orgasmeku yang pertama. Lalu aku agak mundur dan duduk di dadanya. “gimana Mang? Enak gak?”. “enak banget non Bunga, malah tambah manis”. “sekarang gantian ya Mang, Bunga di bawah, Mang Karyo di atas”. “gak berat non?”. “gak apa-apa kali Mang,,”. Lalu kini aku yang berada di bawah dan Mang Karyo menindih tubuhku. Kami saling memainkan alat kelamin, Mang Karyo memainkan vaginaku sementara kepalaku kini berada di selangkangan Mang Karyo yang agak ‘huuff,, gak nahan baunya’, tapi karena aku sudah terbiasa jadi aku tetap menjilati onderdil Mang Karyo hingga ke buah zakarnya dan juga sekitar daerah pantatnya. Aku agak kesusahan melakukan oral service karena penis Mang Karyo berukuran 20 cm dan berdiameter 5 cm. Ketika aku sedang asyik menjilati dan menelusuri batang kejantanan milik Mang Karyo yang ada di hadapanku, aku mengalami orgasme keduaku. Aku cepat mencapai orgasmeku yang kedua karena Mang Karyo memfokuskan permainan lidahnya di klitorisku sehingga aku tidak tahan dan mencapai orgasme dalam waktu yang singkat. Spontan, Mang Karyo langsung agak memajukan tubuhnya sehingga penisnya menggesek wajahku. Mang Karyo menyeruput cairan yang meleleh keluar dari vaginaku dan mengalir ke selangkanganku. “sllurrpp,,sslluurrppp”, bunyi yang keluar ketika Mang Karyo menyeruput semua cairanku. Sambil menunggu Mang Karyo meminum habis cairanku, aku menjulurkan lidahku untuk menyentuh kepala penis Mang Karyo yang ada di mulutku. Setelah Mang Karyo menyimpan semua cairanku di mulutnya, dia langsung memutar badannya sehingga kini wajah kami saling bertemu, Mang Karyo langsung mencium bibirku dan melumat bibirku sehingga aku bisa merasakan cairanku sendiri yang tersisa di bibir Mang Karyo. Lidahnya bergerak-gerak di dalam rongga mulutku, aku pun memainkan lidahku untuk membelit lidahnya, nafasnya terasa bau tapi untungnya aku sudah terbiasa menerima ciuman Mang Karyo. Lalu dia melepaskan ciumannya dan terlihatlah ludah kami saling menempel. “Non Bunga emang mantep ciumannya”. “Mang Karyo, langsung aja yuk,, udah gak tahan nih”. “wah, non Bunga udah kangen ya ama kontol Mang Karyo”. “iya nih, makanya cepetan dong”. Mang Karyo langsung melebarkan kedua pahaku, lalu secara



perlahan dia memasukkan penisnya itu ke dalam vaginaku, penisnya yang berurat bergesekan dengan dinding vaginaku ketika senti demi senti penis Mang Karyo memasuki liang vaginaku. “mmhhh,,”, desahku. Akhirnya, penis Mang Karyo sudah berada di dalam vaginaku. Dari dulu aku sudah menduga kalau vaginaku memang diciptakan untuk menerima penis Mang Karyo karena vaginaku terasa penuh tapi sama sekali tidak terasa perih. Mang Karyo mulai menggerakkan pinggulnya, sementara aku melingkarkan kakiku di pinggangnya. Mang Karyo sengaja menggenjotku dengan perlahan, dia membiarkanku terbiasa menerima penisnya di dalam vaginaku yang sudah 6 bulan tidak dimasuki penis Mang Karyo yang ‘wow’ itu. “aahh,,uummhh,,oohh”, erangku menerima penis Mang Karyo yang keluar masuk vaginaku dengan sangat perlahan seolah Mang Karyo ingin benar-benar merasakan betapa hangat dan sempitnya liang vaginaku. Tentu saja selama memompa penisnya, Mang Karyo melumat habis bibir dan kedua buah payudaraku sehingga bibir dan payudaraku berlumuran air liurnya. Sekarang yang terdengar hanyalah desahan-desahan yang keluar dari mulutku. Orgasmeku yang ketiga sudah di ambang batas ketika setelah 5 menit Mang Karyo menyarangkan penisnya di dalam vaginaku, dan akhirnya aku mendapatkan orgasmeku yang ketiga, tentu saja cairanku tertahan oleh penis Mang Karyo yang mengisi liang vaginaku. Mang Karyo diam sejenak, sambil terus melumat bibirku. “non Bunga, ganti posisi yuk”. Aku hanya mengangguk lemah karena tenagaku belum terkumpul setelah orgasmeku yang ketiga tadi, dia mencabut penisnya dari vaginaku dan menyodorkan ke mulutku, aku langsung menjilati batang Mang Karyo yang berkilauan karena berlumuran cairanku sendiri. Setelah cairanku yang ada di penis habis kujilati sendiri, Mang Karyo langsung tiduran, dan aku menaiki penisnya kemudian aku mulai menurunkan tubuhku sambil membimbing penisnya masuk ke dalam vaginaku. Aku mulai menggerakkan tubuhku naik dan turun, Mang Karyo mendorong tubuhnya ke atas sehingga penisnya sangat terasa masuk ke dalam vaginaku membuat sensasi yang kurasakan menjadi lebih nikmat. Aku memajukan tubuhku agar aku bisa memberikan payudaraku untuk bisa dilumat oleh Mang Karyo. Aku mendapat orgasmeku yang keempat dalam posisi, entah karena aku yang memang gampang mencapai klimaks atau karena penis Mang Karyo yang luar biasa sehingga dalam waktu singkat aku mencapai orgasmeku yang oh my god, udah keempat kali. Aku dan Mang Karyo berhenti bergerak karena nafas kami tersengal-sengal dan tubuh kami sudah basah oleh keringat kami masing-masing. Aku menciumnya, lalu aku bangun dan mengambil posisi menungging. “hhh,,ayo Mang lanjut,,pakee posisi favorit Mang Karyo..”. “asik,, gaya anjing kawin,, non Bunga tau aja deh,,”. “iya duuong,,udah Mang,,ayo cepetan”.



Mang Karyo langsung menancapkan penisnya ke vaginaku dengan kencang hingga terasa mentok di dalam vaginaku. Lalu aku bertumpu pada kedua tanganku, dan Mang Karyo mulai menggenjot vaginaku tanpa ampun karena dia memompa vaginaku dengan cepat dan menekannya kuat-kuat ke dalam vaginaku. Anehnya, aku sangat menikmati permainan cepat Mang Karyo bahkan aku sampai berteriak. “teeruuss Mang,, entotin Bunggaa,, jangan berhentii…hamilin Bunga,,oohhh”. Seperti mendapat semangat dariku, Mang Karyo menambah kecepatan genjotannya menjadi 2 kali lipat, bahkan dia memompa vaginaku dengan cara menekan penisnya kuat-kuat ke dalam vaginaku dan menariknya hingga keluar dari vaginaku dengan sangat perlahan, cara ini terus ia lakukan hingga 10 menit ke depan. “aawwhh,,”, erangku kencang setiap kali Mang Karyo menghujamkan penisnya ke vaginaku dengan kuat. Kemudian Mang Karyo mengganti teknik menguleknya. Kali ini Mang Karyo tetap mendorong penisnya dan mengeluarkan seperti sebelumnya, tapi setelah Mang Karyo mencabut penisnya keluar dari vaginaku, dia langsung menghujamkan batangnya ke dalam lubang anusku. Secara spontan, aku berteriak kaget karena tiba-tiba benda tumpul milik Mang Karyo menyeruak masuk ke dalam anusku tanpa permisi. Aku hampir mencapai orgasmeku yang kelima, tapi aku berusaha mati-matian menahannya agar aku bisa mencapai klimaks bersamasama dengan Mang Karyo. 5 menit kemudian, Mang Karyo lebih memfokuskan untuk menghujamkan penisnya ke dalam vaginaku dan mempercepat irama genjotannya yang menandakan sebentar lagi kalau dia akan orgasme dalam posisi yang pertama yaitu aku di bawah dan Mang Karyo di atas. “akkhh,,keluaarr non,,oohh”, erangnya ketika Mang Karyo orgasme dan memuntahkan lahar putihnya ke dalam vaginaku, bersamaan dengan itu aku melepas orgasmeku yang kutahan-tahan dari tadi sehingga di dalam vaginaku bercampur antara cairanku dengan sperma Mang Karyo. Mang Karyo menciumi dan menjilati wajahku, sementara aku memeluknya dengan erat, sambil menunggu Mang Karyo selesai menyemburkan spermanya. Lebih dari 5 kali, Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku. Setelah kami sudah bisa mengatur nafas kami masing-masing dan penis Mang Karyo sudah kembali ke ukuran semula, Mang Karyo mencabut penisnya dan langsung menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, tanpa disuruh lagi, aku langsung membersihkan penis Mang Karyo sebersih mungkin hingga akhirnya kinclong kembali. Lalu, Mang Karyo tidur di sebelahku dan menghadap ke arahku, dan akupun menghadap ke arahnya. “non Bunga emang mantep banget maennya,,”. “Mang Karyo juga,, gak berubah,, selalu bikin Bunga puas banget”. “iya dong,,Mang Karyo!!”, dia berkata dengan sombongnya. “oh ya Mang, kayaknya peju Mang Karyo banyak banget deh..”.



“iya, kan udah 6 bulan lebih, si Otong gak ngeluarin isinya”. “ah, yang bener, emang Mang Karyo gak ‘jajan’?”. “nggak lah non,, tar takut kena AIDS,, lagian gak ada yang secantik non”. “ah, Mang Karyo bisa aja,,”. “o ya non, non Bunga ngapain bawa baju? kan di rumah ini, non Bunga gak boleh pake baju”. “yee,,Mang Karyo gimana sih, emangnya Bunga gak mau jalan-jalan keluar,, kalau di dalam rumah sih,, udah pasti Bunga gak bakalan pake baju”. “o iya ya..”. “o ya Mang, kita kan udahan ngentotnya, mendingan kita ke rumah Mang Karyo, udah lama gak ketemu Mbok Parti”. “yaudah yuk, tapi non Bunga pake baju ya.. Tar istri Mang Karyo pingsan..hehe”. “ya iyalah, masa Bunga keluar gak pake apa-apa”. Lalu aku masuk ke kamar mandi, dan Mang Karyo keluar dari kamarku. Setelah aku mandi dan berpakaian rapih, aku keluar dimana Mang Karyo yang sudah memakai bajunya menungguku. “yuk Mang”. Selama berjalan, aku disapa oleh penduduk desa yang sudah kenal denganku. Akhirnya, aku dan Mang Karyo sampai juga di rumah Mang Karyo. “bu, bu,,”, teriak Mang Karyo memanggil-manggil istrinya. “iya,,iya,, ada apa si pak?”. “ini toh Bu, ada non Bunga,,”. Lalu istri Mang Karyo sampai di hadapan kami. “waduh, non Bunga,, apa kabar,, udah lama gak keliatan”. “iya nih mbok, hehe,, udah 6 bulan gak kesini nih..”. Lalu kami mengobrol sambil duduk dan minum teh, sementara Mang Karyo mandi. “non Bunga tambah cantik aja,,”. “ah Mbok, bisa aja,, oh ya, si Mamat mana?”, aku menanyakan anak mereka yang berumur 15 tahun. “ya lagi sekolah toh non,,”. “oh ya lupa,,hehe”. “gimana kerjaan Karyo?”. “rapih Mbok,,”. “lo gak tau aja,, suami lo kerjanya nabung peju mulu di rahim gue”, kataku dalam hati. Mang Karyo keluar dengan dandanan rapi. “bu,, bapak mau ke rumah non Bunga, tadi belum selesai kerjanya”, katanya sambil melirik ke arahku. “huu,,dasar,, bilangnya mau kerja lagi,, padahal mau ngentotin gue lagi tuh..”, kataku dalam hati



lagi. “iya,, tadi ada yang belum diberesin”, kataku ke Mbok Parti sambil tersenyum ke arah Mang Karyo, dan dia pun membalas tersenyum. “yaudah,, tapi besok pulang ya pak”. “iya bu, tenang saja, yaudah bu, bapak berangkat dulu ama non Bunga”. “ya Mbok, kami berangkat dulu..”. “ati-ati di jalan ya”. Lalu kami pulang tapi kali ini, kami mengambil jalan yang lebih sepi, bahkan tidak ada orang sama sekali. “Mang, ngapain lewat sini sih, kan jauh?”. “supaya Mang Karyo bisa grepe-grepe non Bunga”. “yee, Mang Karyo,, entar aja di rumah,, jangan disini”. “ah,, Mang Karyo udah gak tahan”. Lalu Mang Karyo pun langsung berjalan di belakangku dan menyusupkan tangannya ke dalam kaosku, dan karena aku tidak memakai bh jadi Mang Karyo bisa langsung meremas-remas payudaraku. “aduhh,, Mang Karyo,, jaangann,,”. Bukannya berhenti, Mang Karyo malah memelintir kedua putingku dengan tangannya, dan dia juga mencium dan menjilati kuping kananku membuat birahiku memanjat ke ubun-ubun kepalaku dengan sangat cepat. “Mang,,sstopp”, kunaikkan nada bicaraku. Untungnya dia masih agak hormat kepadaku sehingga dia menghentikan aktivitasnya. “kenapa non, kok marah?”. “siapa yang marah..”. “oo jadi non mau diterusin nih digrepe-grepe ama Mang Karyo?”. “eh, bukan gitu maksud Bunga”. “jadi, gimana?”, tanya Mang Karyo sambil tangannya tetap memegangi kedua buah payudaraku. “maksud Bunga tuh, dilanjutin di rumah aja,, kan lebih bebas..”. “tapi, Mang Karyo boleh kan ngentotin non Bunga terus-terusan sampe besok?”. “ya elah Mang, kayak baru kenal Bunga aja. Ya boleh lah, pokonya ampe Mang Karyo gak bisa ngaceng lagi”. “bener ya?”. “suer deh,,”. “asik,,”. “asik si asik, tapi lepasin dulu tangan Mang Karyo, masa toket Bunga dipegangin terus”. “hehe,, maaf non,, abisnya toket non Bunga kenyel banget sih, jadi enak meganginnya”.



“yaudah, sekarang lepasin, abis itu, di rumah, Mang Karyo bisa megangin toket Bunga seharian”. Lalu Mang Karyo mengeluarkan tangannya, dan aku merapikan kaosku, kemudian kami mulai berjalan lagi sambil mengobrol. “non Bunga, gimana kalau non Bunga jadi istri Mang Karyo aja..”. “sekarang aja, Bunga udah kayak istri kedua Mang Karyo..”. “oh iya,, ya,,betul juga.. Oh ya non, ada 1 lagi,, non Bunga emang gak takut hamil? kan Mang Karyo sering ngeluarin peju di dalam memek non..”. “gak Mang, Bunga kan udah minum obat pencegah hamil,, tapi, emang kalo Bunga hamil, Mang Karyo mau punya anak dari Bunga?”. “mau dong, kalo ibunya cakep pasti anaknya nanti juga cakep..”. “haha,, Mang Karyo bisa aja,, tar ya Mang,,kalo Bunga udah siap punya anak..rahim Bunga bakal Bunga kasih cuma buat Mang Karyo seorang”. Tak terasa, kami sudah berada di depan rumah, kami bergegas masuk ke dalam rumah. “nah, Mang Karyo, sekarang Bunga mau buka baju dulu ya,,”. “sini non,,biar Mang yang bukain..”. “yaudah,,”. Aku memang sudah biasa ditelanjangi oleh Mang Karyo, jadi ketika dia membuka kaos dan celana panjangku aku tidak canggung lagi. “sekarang Bunga kan udah telanjang,, gantian ya,, Bunga yang buka baju Mang Karyo”. “ok non, dengan senang hati”. Lalu aku mulai menelanjangi Mang Karyo, tentu saja selama aku sibuk membuka pakaian Mang Karyo, dia juga sibuk meremas-remas pantat kenyalku, dan memasukkan satu jarinya ke dalam anusku. Tak lama kemudian, Mang Karyo sudah telanjang dan kami pun saling berciuman sehingga tubuh putih mulusku yang sangat kontras dengan tubuh hitam Mang Karyo bersatu dalam luapan birahi dan luapan cinta. Dengan ciuman itu, aku sudah resmi menjadi budak seks Mang Karyo untuk seminggu ke depan. Dan Mang Karyo pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas yang kuberikan, dia menyetubuhiku selama 30 menit dan berhenti 30 menit untuk istirahat, begitu seterusnya hingga malam hari. Selama beristirahat, kami makan, bercanda, mengobrol, dan lain-lain. Entah darimana, Mang Karyo mempunyai energi yang luar biasa itu. Mungkin kalau aku tidak minum obat anti hamil pasti besok aku sudah mengandung anak dari Mang Karyo karena entah sudah berapa trilyun sperma Mang Karyo yang berenang-renang di rahimku. Akhirnya Mang Karyo ngantuk juga dan memutuskan untuk tidur. Aku senang sekali karena tubuhku seperti sudah remuk mengalami berpuluh kali orgasme. Aku melihat ke arah jam. “buset,, udah jam 2 pagi,, Mang Karyo emang hebat banget udah kayak Superman,, mendingan tidur aja ah,, supaya besok bisa muasin Mang Karyo,, suami gelapku”, kataku dalam hati sambil tersenyum ke wajah Mang Karyo yang ada di hadapanku. Tiba-tiba, Mang Karyo membuka matanya lagi. “ada apa non? belum tidur?”. “cium Bunga dulu dong,,katanya Mang Karyo nganggep Bunga istri..”.



“oh ya,,nih Mang cium deh,,non Bungaku tersayang”, katanya sambil mencium bibir lembutku. “nah, gitu dong,, baru kayak suami istri,, yaudah Mang, kita tidur yuk,,besok kita lanjutin lagi maen suami-istrinya”. “ok non,,”, lalu kami saling berpelukan dan kemudian menutup mata untuk menghadapi esok hari.



“kukuruyuk,,kukuruyuk”, bunyi ayam berkokok di pagi hari membangunkanku pada hari ke 4 aku berkunjung ke desa sekaligus menjadi tempat penyimpanan sperma Mang Karyo. Kulihat Mang Karyo dan penisnya masih tertidur sehabis menyerangku seharian seperti hari-hari sebelumnya. “hmm,, Mang Karyo masih tidur, mendingan gue bikin sarapan deh,,”, kataku dalam hati. Aku bangun dari ranjang dan melangkah keluar dari kamar menuju ke dapur, aku membuat roti dilapisi selai kacang dan juga teh manis untuk Mang Karyo. Kalau dipikir-pikir aku memang sudah seperti istri Mang Karyo karena aku melakukan hal-hal yang dilakukan seorang istri kepada suaminya, seperti melayaninya kapan pun dia mau, membuatkannya sarapan, makan siang dan makan malam bahkan aku memandikannya setiap kali ia mandi. Setelah selesai, aku menata rapi sarapan yang kubuatkan untuk Mang Karyo di meja makan. Aku merasakan dan melihat noda sperma yang telah mengering di daerah sekitar vaginaku. “anjrit,, Mang Karyo emang tua-tua keladi, makin tua makin hebat aja,, perasaan dulu gak segini banyak”, aku berbicara sendiri. “ah, udah ah, mendingan gue bangunin Mang Karyo daripada makanannya tar dingin”. Lalu aku menuju kamar kembali untuk membangunkan Mang Karyo. “ah, gue banguninnya beda ah,,”. Lalu aku berdiri di tepi ranjang dan agak membungkuk untuk mendekatkan wajahku dengan penis Mang Karyo. Aku menjulurkan lidahku dan menyentuhkan lidahku ke lubang kencing Mang Karyo, dia hanya bergerak sedikit dan bergumam tapi matanya tetap terpejam. Aku mengemuti kepala penisnya, dan Mang Karyo langsung terbangun. “eh, non Bunga, bandel ya,,”. “hehe,,gimana cara bangunin Bunga yang baru,, mantep kan?”. “mantep,,mantep,,”. “Mang Karyo, tuh udah Bunga bikinin sarapan,,”. “ok,,yuk”. Lalu kami berjalan ke luar dan duduk di meja makan. “ayo Mang,, dimakan rotinya,”. “ok non,,”. “o ya Mang,, mau makan roti yang itu apa rotinya Bunga?”, tanyaku sambil mengolesi payudaraku yang putih mulus dengan selai kacang. “wah,, kalo dua-duanya gimana?”. “yee, Mang Karyo maruk ah,, tapi gak apa-apa deh, Mang Karyo makan roti yang itu dulu abis itu baru roti punya Bunga”. “ok non,,”. Lalu Mang Karyo memakan rotinya lagi sambil memperhatikanku yang sedang mengolesi kedua buah payudaraku dengan selai kacang. Mang Karyo selesai memakan sarapannya juga meminum tehnya. “udah Mang, makannya?”. “udah non,, sini dong non, biar Mang Karyo bisa makan roti lagi,,hehe”. Aku langsung mendekatinya, dan duduk di pangkuannya tapi aku tak memasukkan penis Mang Karyo ke dalam



vaginaku. “ayo, Mang Karyo, silakan dimakan rotinya”. Mang Karyo memegang kedua buah payudaraku dengan tangannya dan menggerakkan lidahnya menjelajahi setiap senti payudaraku yang terbalut selai kacang. Tanpa sadar aku menekan kepala Mang Karyo. “ahh,,mmhh,,teerus,,Mang,,”, desahku menerima sapuan lidah Mang Karyo di payudaraku yang bergerak ke atas, bawah, kanan, kiri, dan memutar. Seiring dengan naiknya birahiku, aku juga merasakan batang Mang Karyo sudah mengeras dan mencapai ukuran maksimal. Ketika aku menutup mata untuk meresapi nikmatnya jilatan Mang Karyo, tapi tiba-tiba Mang Karyo menghentikan aktivitasnya, spontan aku membuka mataku dan bertanya padanya. “kenapa berhenti, Mang?”. “ini non,, kasian si otong,, kedinginan, pengen masuk ke sarangnya”. “oouu,, kasian,, si otong kedinginan ya,,sini biar Bunga masukkin ke sarangnya”. Lalu aku sedikit mengangkat tubuhku, dan meraih penis Mang Karyo dan menuntunnya ke pintu masuk lubang vaginaku, setelah kepala penisnya sudah berada di dalam vaginaku, aku langsung menurunkan tubuhku secara perlahan sehingga akhirnya penis itu sudah berada di dalam vaginaku yang memang merupakan soulmate dari penis Mang Karyo. “nah, sekarang otong Mang Karyo kan udah gak kedinginan,,lanjutin dong jilatin toked Bunga”. “itu mah gak usah disuruh lagi non,,”. Mang Karyo melanjutkan membersihkan payudaraku, dia mainkan kedua putingku dengan tangan dan mulutnya, juga kadang-kadang ia menggigit kecil kedua putingku secara bergantian. “awwhh,,”, desahku manja ketika Mang Karyo menggigit kecil putingku. Setelah payudaraku bersih dan terlihat putih mulus lagi, Mang Karyo dengan nakalnya menggerakkan pinggulnya sehingga penis Mang Karyo yang ada di dalam vaginaku juga ikut bergerak. “ehh,, Mang Karyo nakal ya,, si otong digerakkin”. “ah,, nggak kok,, si otong bergerak sendiri,,hehe,, jawabnya sambil tertawa kecil. “bisa aja Mang Karyo,,emang Mang Karyo mau sekalian nih,,hmm?”. “boleh juga nih..”. Lalu aku memutuskan untuk menggerakkan tubuhku naik turun, dan Mang Karyo pun mendorong penisnya ke atas sehingga terasa lebih masuk ke dalam vaginaku. “oohh,,ahh,,”, desahku. Payudaraku berguncang naik-turun seiring tubuhku yang juga bergerak naik-turun. Mungkin Mang Karyo ngiler melihat payudaraku yang sekal dan putih mulus bergerak naik turun, jadi Mang Karyo langsung memegang payudaraku dan menyentil-nyentilkan lidahnya ke putingku. Mungkin 10 menit, kami bersetubuh dalam posisi duduk seperti ini. “Mang, kita terusinnya sambil mandi yuk,,kayaknya badan Bunga udah bau nii,,”. “iya,,non Bunga udah bau peju,,”. “yee,,ini kan bau peju Mang Karyo,,”. “hehe,,yuk non,,badan Mang Karyo juga udah bau keringet nih”. “yaudah,,Bunga bangun dulu ya,,”. “gak usah non,,biar Mang Karyo gendong non Bunga ampe kamar mandi”. “emang Mang Karyo kuat?”. “ngentotin non seharian aja kuat,,masa cuma gendong doang gak kuat..”. “yaudah,,tapi ati-ati ya,, Bunga jangan ampe jatoh..”.



“sip non,, sekarang non Bunga peluk Mang Karyo deh,,”. Lalu aku melingkarkan tanganku ke leher Mang Karyo, sementara Mang Karyo mulai berdiri dengan perlahan. Dan aku juga melingkarkan kakiku ke pinggang Mang Karyo. Kemudian, Mang Karyo mulai berjalan ke kamar mandi, tentu saja selama bergerak, penis Mang Karyo juga bergerak-gerak di dalam vaginaku membuat sensasi tersendiri. Kadang-kadang Mang Karyo memeluk dan mendekatkanku sehingga dia bisa mencium dan melumat bibirku, aku menjulurkan lidahku agar Mang Karyo bisa mengemut dan menggigit lidahku. Begitu juga Mang Karyo, dia mengeluarkan lidahnya agar aku bisa mengemutnya. Akhirnya kami sampai di kamar mandi. “Mang,, Bunga turun dulu ya..”. Lalu aku turun dari tubuh Mang Karyo, dan otomatis penis Mang Karyo tercabut dari vaginaku. “siapa yang mandi duluan nih, Mang Karyo apa Bunga duluan?”. “gimana kalau non Bunga duluan?”. “ok,,tapi Mang Karyo mau kan mandiin Bunga?”. “mau banget dong non,,tapi abis itu non Bunga mandiin Mang Karyo ya..”. “ok,,Mang, beres”. Lalu aku duduk di kursi kecil yang sudah disiapkan oleh Mang Karyo. Aku duduk di kursi kecil, lalu Mang Karyo mengguyur tubuhku dengan air. “dingin Mang,,,”, kataku karena airnya memang terasa dingin. Kemudian, Mang Karyo menggosokgosok sabun di tangannya hingga tangannya berbusa. Mang Karyo bergerak ke depan dan duduk bersila di hadapanku. “sini non, kaki non taro di sini”, katanya sambil menepuk kedua pahanya. Aku menaruh kakiku di pahanya. Mang Karyo langsung mengusapkan kedua tangannya yang berlumuran sabun ke kaki kananku, dan dia benar-benar membersihkan kakiku dengan telaten. Setelah kakiku berlumuran sabun, Mang Karyo mengurut betisku, lalu dia melanjutkan membersihkan kaki dan betis kiriku. Mang Karyo mengguyur kakiku untuk membilas sabun. “nah,,kaki non udah bersih lagi, sekarang badan non..”. “loh bukannya paha Bunga dulu,,kan tanggung..”. “itu mah belakangan,,hehe,,”. “oh, Bunga ngerti,,yaudah, Mang Karyo tolong bersihin badan Bunga ya”. Lalu Mang Karyo berjalan ke belakangku, dia menggosok-gosokkan sabun ke tangannya kemudian Mang Karyo mulai mengelap bagian perutku yang langsing. Mang Karyo menyabuni perut, leher, tangan, serta punggungku. Lalu ketika tiba saatnya untuk menyabuni payudaraku, Mang Karyo langsung semangat memijat dan meremas kedua buah payudaraku. Sambil menyabuni payudaraku, Mang Karyo menggesek-gesekkan penisnya ke punggungku. “Mang Karyo ngapain sih??”. “hehe,,lagi nyikatin badan non Bunga pake kontol Mang Karyo”. “ada-ada aja Mang Karyo,,yaudah,,lanjutin aja,,”. “ok non,,,”, katanya sambil meneruskan menggesek-gesekkan penisnya ke atas dan ke bawah punggungku. Setelah itu, Mang Karyo membilas tubuhku yang seluruhnya sudah tertutupi sabun kecuali wajahku dengan air. “nah, sekarang memek non,,”. Aku disuruh masuk ke dalam bathtub yang sudah diisi dengan air. Aku masuk ke dalam bathtub yang memang agak besar dari bathtub-bathtub umumnya. Dengan



perlahan, aku duduk dan menaruh kepalaku di bantal yang sudah disiapkan di kepala bathtub. Lalu Mang Karyo juga masuk ke dalam bathtub dan duduk di depan selangkanganku. Kemudian aku menaruh masing-masing kakiku di pinggiran bathtub sehingga vaginaku yang setengahnya terendam air bisa terlihat oleh Mang Karyo. Lalu Mang Karyo langsung meraba-raba dengan tangannya yang bersabun, mulai dari lututku, tangan Mang Karyo terus merembet ke pahaku yang putih mulus hingga ke vaginaku. Dia bersihkan bibir luar vaginaku dan klitorisku serta daerah pantatku, Mang Karyo juga memasukkan dua jarinya untuk membersihkan bagian dalam vaginaku sekaligus memainkan vaginaku. Aku berpegangan pada pinggiran bathtub agar tidak jatuh sebab tubuhku menggelinjang karena Mang Karyo dengan gencarnya menggerakkan 2 jarinya keluar masuk vaginaku. “oouhh,,Mang,,mmhh,,!!”, erangku ketika aku orgasme. “yee,, si non,,lagi dibersihin malah ngencrot”. “lagian si Mang Karyo,,memek Bunga pake diobok-obok segala..”. “emang kenapa non?”. “pake belaga pilon,,kan enak,, jadi ngencrot deh..”. “hehe,,yaudah tar Mang Karyo bersihin memek non Bunga lagi deh,, sekarang gantian dong..”. “iya,,Mang Karyo,, suami bo’onganku,,sabar dong”. Lalu kami berdua keluar dari bathtub dan kini Mang Karyo yang duduk di kursi kecil. Aku mengguyurnya dan mulai menggosok-gosokkan sabun ke tanganku, tapi aku punya ide lain, aku menggosok-gosokkan sabun ke payudaraku hingga kedua buah payudaraku penuh dengan busa. “Mang Karyo,, kalo Bunga nyikatin badan Mang Karyo pake toket Bunga, boleh gak?”. “boleh banget,,”. Dan aku pun mulai menempelkan payudaraku di punggung Mang Karyo dan mulai menggerakkannya ke atas dan ke bawah secara perlahan. “wah,,enak banget disabunin pake toket non Bunga,,empuk banget”. Dipuji seperti itu, aku semakin semangat menyabuni Mang Karyo dengan payudaraku, aku menggesek-gesekkan payudaraku ke kedua tangan dan kedua kakinya. Setelah itu Mang Karyo melebarkan kakinya agar aku bisa membersihkannya. Aku urut semua bagian selangkangannya dengan tanganku yang bersabun, apalagi penisnya, aku mengurutnya dari pangkal hingga ke kepalanya berulang-ulang kali sampai dia terlihat ngilu. “uudahh noon,,nggiluu,,”. “Mang Karyo,,kalo nyemprot peju ke memek Bunga aja bisa terus-terusan,,masa gini doang ngilu”, kataku sambil terus mengurut penis Mang Karyo. “kaann bedaa,,”, balas Mang Karyo sambil menahan ngilu dengan mati-matian, aku menghentikan aktivitas karena kasihan melihat Mang Karyo. “gini aja, Mang. Gimana kalo penis Mang Karyo, Bunga jepit pake toket Bunga”. “wah,,setuju tuh non,,”. “yaudah,, sekarang Mang Karyo diri,,”. Mang Karyo berdiri, dan aku langsung bertumpu pada kedua lututku agar payudaraku sejajar dengan penis Mang Karyo. Mang Karyo langsung menaruh penisnya di belahan payudaraku, kemudian Mang Karyo menggerakkan penisnya ke atas dan bawah di belahan payudaraku, aku merapatkan kedua buah payudaraku agar penis Mang Karyo terjepit di tengah-tengah payudaraku. “aduuh non,,empuk ‘n anget banget”. Karena payudaraku penuh dengan busa dari sabun, maka



penis Mang Karyo juga tertutupi sabun. “nah ****** Mang Karyo kan sekarang udah kena sabun tuh,, Bunga siram ya,,”. Lalu aku menyiram badan Mang Karyo dan menyiram tubuhku sendiri. “nah,,non Bunga,,Mang Karyo punya ide nih..”. “apaan tuh Mang?”. “gimana kalo Mang Karyo bersihin bagian dalem memek ‘n pantat non Bunga,, pake kontol Mang Karyo”. “boleh juga tuh,,yok”, lalu aku mengurut penis Mang Karyo lagi dengan sabun hingga penis Mang Karyo mengkilat dan licin. Setelah itu, aku membelakangi Mang Karyo dan menaruh tanganku di tembok, lalu Mang Karyo mulai mendekatkan tubuhnya kepadaku yang sudah siap menerima penisnya di lubang anusku atau vaginaku. Mang Karyo menancapkan penisnya dalam-dalam ke anusku secara tiba-tiba sehingga spontan aku berteriak kecil. “awwhh,,Mang Karyo nakal nih,,”, omelku. “maaf non,,si otong udah gak sabar pengen masuk pantat non”. “huu,,dasar,,yaudah, sekarang gosokkin pantat Bunga ya,,”. “siap,,non”. Mang Karyo langsung memompa penisnya keluar masuk anusku, karena licin, penis Mang Karyo dengan mudah bergerak keluar masuk anusku. “aahh,,oouhh,,yeeaahh!!”, racauku tak jelas. Tak henti-hentinya Mang Karyo menghujamkan penisnya ke dalam anusku, dan juga Mang Karyo meremas-remas kedua buah payudaraku yang menggelantung dengan indah. 15 menit kulayani penis Mang Karyo dengan anusku hingga akhirnya aku mencapai orgasme dan cairanku ada yang mengalir melalui pahaku dan ada juga yang langsung menetes ke lantai. Mang Karyo mencabut penisnya dari anusku yang sudah dilumasi sabun dari batang penis Mang Karyo. “non,,olesin sabun lagi dong”. “ok deh, Mang Karyo,,”. Aku berbalik badan dan berjongkok di hadapan Mang Karyo lagi. Aku urut lagi penis Mang Karyo hingga pangkal penis Mang Karyo sampai helmnya mengkilat dan licin kembali. “ok Mang,, udah siap lagi,,sekarang bersiin memek Bunga ya,,”. “dengan senang hati,,”. Aku membalikkan tubuhku lagi, tapi kali ini aku dipeluk oleh Mang Karyo. Mang Karyo memelukku dengan menaruh tangan kirinya di bawah kedua buah payudaraku, sementara tangan kanannya menuntun penisnya sendiri ke pintu masuk vaginaku. Lalu Mang Karyo mulai mendorong penisnya masuk ke dalam vaginaku dengan perlahan. Setelah penis Mang Karyo sudah klop di dalam vaginaku, Mang Karyo langsung menggerakkan penisnya tapi kali ini dengan sangat perlahan sehingga urat-urat yang menonjol di batang penis Mang Karyo bergesekkan dengan dinding vaginaku menimbulkan sensasi luar biasa. Kadang-kadang aku menolehkan kepalaku ke belakang agar Mang Karyo bisa melumat-lumat bibirku. Dan selama Mang Karyo memompa penisnya keluar masuk vaginaku, dia juga meremas-remas payudaraku dan memilin-milin serta menarik-narik putingku. “enngghh,,Mang Karyo,,oohh,,aahh”. “non Bunga,,ookkhh!!”, erang Mang Karyo mencapai puncaknya setelah 15 menit menyarangkan penisnya di dalam vaginaku. Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku ketika aku



juga mencapai orgasme sehingga cairanku dan sperma Mang Karyo bercampur di rahimku. Sambil menunggu Mang Karyo selesai menyemprotkan benihnya ke dalam rahimku, aku membiarkan Mang Karyo menjilati tengkuk leherku dan daun telingaku. Setelah selesai, Mang Karyo langsung mencabut penisnya dan membasuhnya dengan air. “non,,boleh gak memek non Bunga,, Mang Karyo semprot pake shower?”. “yee bolehlah,,kan Bunga istri Mang Karyo,,jadi terserah Mang Karyo mau ngapain..”. “bener non?”. “bener,,tubuh Bunga boleh diapain aja ama Mang Karyo..”. “asiik,, kalo gitu non Bunga buka dikit pahanya,,”. Aku merenggangkan pahaku agar Mang Karyo bisa leluasa menyemprot vaginaku dengan memakai shower. Lalu Mang Karyo mendekatiku lagi dan sudah membawa shower yang memancurkan air. Kemudian Mang Karyo berjongkok di depan vaginaku dan Mang Karyo pun langsung menaruh shower di depan lubang vaginaku sehingga air masuk ke dalam vaginaku. “aduuhh,,Mang,,hihi,,gelii,,”, kataku sambil menahan geli. Tak lama kemudian, Mang Karyo menjauhkan shower dari vaginaku. “udahan yuk non,,lama-lama dingin juga nii,,”. “yaudah,, Mang Karyo duluan aja,,Bunga mau pake obat buat memek Bunga,, biar keset ‘n wangi gitu deh..”. “ooh,,yaudah,,Mang Karyo duluan ya..”. Lalu Mang Karyo keluar dari kamar mandi, dan aku memakai obat khusus vagina. Setelah itu aku keluar dari kamar mandi, mengeringkan tubuhku dan menyusul Mang Karyo yang sedang menonton tv di ruang tamu. Aku langsung menaruh kepalaku di paha Mang Karyo yang sedang menonton tv, dan otomatis di samping kepalaku adalah penis Mang Karyo. “Mang,,Bunga pengen nanya nih,,”. “nanya apa non Bungaku yang cantik?”. “Mang Karyo pake apa sih,, kok bisa ngentotin Bunga terus-terusan padahal kan Mang Karyo udah tua”. “emang Mang Karyo belum pernah cerita ya..”. “belum,,dari dulu,,setiap Bunga nanya,,pasti Mang Karyo bilangnya rahasia perusahaan,, sekarang kasih tau dong,, kalo gak,, Mang Karyo gak boleh ngentotin Bunga lagi..”. “waduh non Bunga,,ancemannya nyeremin banget..Iya deh, Mang Karyo ceritain,,”. Mang Karyo bercerita kepadaku kalau dia mendapatkan stamina yang luar biasa itu dari seorang kakek. Kakek itu juga warga desa dan dikenal sangat baik dan sering menolong warga desa sewaktu ia muda, tapi setelah ia ditinggal mati oleh istrinya, ia lebih suka menyendiri, dan hanya Mang Karyo yang menjenguknya seminggu 1 kali. “terus,, Mang Karyo ngapain bolak-balik ke rumah kakek itu?”. “bantuin bikin jamu,,”. “jamu apa?”. “jamu pasak bumi,,”. “hah?! Ooh pantes aja,, jangan-jangan Mang Karyo minum jamu itu ya,,”. “iya,,”.



“huu,,dasar,,berarti bukan kemampuan sendiri dong,,”. “biarin aja,, yang penting non Bunga,,suka kan?”. “iya sih,,hehe”. “o ya,, non, Mang Karyo kan ceritanya mau ngasih tanda terima kasih ke kakek itu,,tapi apa ya?”. “kasih apa ya? Haduh,,Bunga jadi bingung”. “gini non,,rencananya Mang Karyo pengen ngasih non Bunga ke dia..”. “hah?! maksud Mang Karyo,, Bunga dijadiin kado?”. “iya,,maaf non Bunga,,abisnya dikasih duit atau makanan dia gak mau, jadi ini jalan satu-satunya”. “yaudah,,gak apa-apa,,itung-itung berbakti ama suami..Haha..”. “si non bisa aja,,yaudah yuk non,,kita berangkat,,”. Aku bangun dan menuju kamarku untuk memakai baju begitu juga dengan Mang Karyo. Kemudian setelah memakai baju, kami berangkat ke rumah kakek-kakek yang diceritakan Mang Karyo. Agak jauh berjalan, akhirnya kami sampai di rumah kakek itu. “punten,,Mbah Tanto,,punten,,”, Mang Karyo berteriak sambil mengetuk pintu. Tak lama kemudian, ada yang membuka pintu, terlihat kakek yang umurnya mungkin 70an. “oohh,,Karyo toh,,ada apa yo??”. “nggak mbah,,saya mau minta jamu mbah lagi..”. “wah,,wah,,lo mau bikin anak lagi yee Yo,, ama istri lo si Parti?”. “bukan Mbah,,bukan ama si Parti,,”. “loh,,terus lo mau bikin anak ama siapa lagi?”. “ama ini nih Mbah,,”, kata Mang Karyo sambil menggeser badannya dan mendorongku ke hadapan Mbah Tanto. “wah,,sopo iki,,cakep banget,,”. “ini namanya neng Bunga,,Mbah,,majikan sekaligus simpenan saya Mbah”. “simpenan lo? muka jelek kayak lo masa bisa punya simpenan cakep banget kayak gini,,”. “yee,,si Mbah,,kalo gak pecaya,,tanya aja sendiri,,”. “emang bener neng?”, tanya Mbah Tanto kepadaku, aku hanya membalasnya dengan sedikit mengangguk dan tersenyum. “tuh kan,,Mbah,,gak pecaya sih..”. “tau deh,,terus ngapain lo bawa neng Bunga ke sini”. “gini Mbah,, saya ada urusan sampe ntar sore..neng Bunga gak mau di rumah sendirian,,jadi saya bawa aja kesini,,gak apa-apa kan Mbah?”. “ya,,nggak apa-apa toh,,”. “yaudah Mbah Tanto,,saya pergi dulu..”. Lalu Mang Karyo pergi menjauh dari rumah Mbah Tanto. “ayo neng Bunga,,masuk ke dalam..”. “oh iya kek,,”. Aku menyusulnya masuk ke dalam rumah. “ayo neng,,silakan duduk,,”. “oh ya kek,,makasih”, lalu aku duduk di hadapan Mbah Tanto. “neng Bunga, mau minum apa nih..”. “apaan aja,,”. “kalau gitu,, Mbah bikinin teh ya..”. “maaf kek,,ngerepotin..”.



“ah,,nggak apa-apa,,tunggu sebentar ya..”. Tak lama kemudian, Mbah Tanto datang dengan membawa minuman. “ini minumannya,.ayo neng Bunga,, diminum”. “makasih kek,,jadi gak enak nih ngerepotin..”. “gak apa-apa neng,,oh ya neng,,panggilnya Mbah Tanto aja,,”. “ok deh Mbah,,”, sambil terus mengobrol dia tidak henti-hentinya mengambil kesempatan untuk melihat ke arah payudaraku dan juga kaki jenjangku yang putih mulus. “maaf ni Mbah,,tapi kata Mang Karyo,,istri Mbah udah meninggal ya?”. “iya,,5 tahun yang lalu,,”. “pantes aja,,ngeliat gue langsung jelalatan matanya,,”, kataku dalam hati. “terus Mbah gak nyari penggantinya?”. “wong Mbah udah tua,,ngapain nyari istri lagi..”. “kirain Bunga, Mbah mau nyari lagi,,”. “neng Bunga sendiri, bener,,jadi simpenannya si Karyo?”. “bener,,”. “kok bisa?”. “ceritanya panjang deh Mbah,,pokonya dari SMA dulu”. “hah?! pas neng Bunga masih SMA,,berarti udah lama dong,,sialan tuh Karyo,,punya simpenan cakep banget gak bilang-bilang,,eh maaf, neng Bunga”, ucapnya keceplosan. “gak apa-apa Mbah,, oh ya, katanya Mbah Tanto jago mijet ya?”. “jago si nggak,,cuma bisa dikit,,kenapa, neng Bunga mau dipijet?”. “iya nii Mbah,,badan Bunga pegel-pegel”. “kalo gitu,,neng, tunggu di kamar Mbah aja..”. “dimana kamarnya, Mbah?”. “di sana neng”, katanya sambil menunjuk ke sebuah kamar. “terus Bunga harus buka baju gak, Mbah?”. “terserah neng Bunga deh,,”. Aku menuju kamar Mbah Tanto, ternyata lumayan juga kamarnya, rapih, bersih, dan kasurnya juga besar. Untuk membuat Mbah Tanto semakin tergoda dengan kemulusan tubuhku, aku memutuskan untuk menelanjangi diriku hingga tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh sekalku. Lalu aku tengkurap dan menutupi tubuhku dengan kain yang ada di dekatku, tak lama kemudian Mbah Tanto datang. Dia langsung duduk di tepi ranjang dan mulai menggosok-gosokkan minyak ke tangannya. Kemudian, Mbah Tanto mulai memijat leher dan bahuku. “mmm,,enak banget pijetan Mbah Tanto”. “makasih,,”. Tak begitu lama, Mbah Tanto selesai memijat leherku. “udah,,neng Bunga,,”. “yah,,tanggung,,kalau gitu, semuanya aja deh,,abis Mbah Tanto jago mijet sih”. “tapi gak apa-apa neng? ntar badan neng Bunga keliatan?”. “udah,,gak apa-apa”. “yaudah,,Mbah buka kainnya ya,,”. Lalu Mbah Tanto mulai membuka kain yang menutupi tubuhku hingga akhirnya tubuhku yang putih terlihat oleh Mbah Tanto yang tertegun melihat pantatku yang putih nan kenyal.



“kenapa, Mbah? kok diem?”. “nggak,,badan neng Bunga bagus banget..”. “ah,, Mbah bisa aja,, Mbah,,ayo dong mulai pijetnya,,”. Lalu, Mbah Tanto mulai memijat punggungku sampai ke pinggangku, setelah selesai, Mbah Tanto naik ke ranjang dan duduk di dekat kakiku. Dia memijiti kakiku, betisku, pahaku, hingga akhirnya tangannya merembet ke daerah dekat vaginaku yang tentunya dapat terlihat oleh Mbah Tanto. Mbah Tanto sengaja berulang-ulang menyentuhkan tangannya ke pangkal pahaku sehingga jarinya ada yang menyentuh bibir luar vaginaku. Aku pura-pura tidak sadar, dan membiarkannya, padahal birahiku sudah mulai naik. Mbah Tanto memindahkan kedua tangannya dan memulai memijit pantatku. Sepertinya Mbah Tanto gemas melihat pantatku yang kenyal sehingga dia terus menerus meremas-remas pantatku. Tiba-tiba dia menggulingkan tubuhku, dan langsung menaiki tubuhku dan memegangi kedua tanganku. “Mbah,,jangan,,jangan”, teriakku seolah tak menginginkan hal ini. Tanpa menjawabku, Mbah Tanto langsung menyerangku dengan melumat habis bibirku, dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulutku. Kemudian, Mbah Tanto menurunkan ciumannya ke leherku yang jenjang, turun hingga ke payudaraku. Yakin sudah menguasaiku, Mbah Tanto melepaskan pegangannya terhadap tanganku dan mulai mengeksplorasi kedua buah payudaraku dengan lidahnya dan mulutnya yang ompong. Geli sekaligus nikmat menjalar di sekujur tubuhku saat Mbah Tanto mengemut-emut dan menyentilnyentilkan lidahnya ke kedua putingku secara bergantian. Setelah puas bermain-main dengan payudaraku, Mbah Tanto menurunkan jilatan dan ciumannya ke perutku lalu dia menjulurkan lidahnya ke pusarku. “Mbah,,jangannn,,”. Tapi dia tidak mengindahkanku, malah dia menurunkan mulutnya ke daerah selangkanganku. Mbah Tanto menelusuri pangkal paha kanan dan kiriku secara bergantian membuatku semakin pasrah saja, lalu Mbah Tanto memanjakan vaginaku dengan lidahnya. “oohh,,ahh,,mmhh,,ahh,, teruuss,,Mbaahhh”. Mbah Tanto semakin semangat membenamkan wajahnya diantara pahaku sampai akhirnya 5 menit kemudian aku mengalami orgasme pertamaku. Tentu saja, Mbah Tanto tanpa pikir panjang lagi langsung menyeruput cairan vaginaku yang ada di sekitar bibir vaginaku dan juga di dalam vaginaku. Setelah selesai mencicipi cairanku yang cukup manis dan gurih, Mbah Tanto langsung menggulingkan tubuhku ke samping kanan sehingga sekarang tubuhku berada di tepi ranjang. Mbah Tanto tidur di belakang tubuhku dan mengangkat kaki kananku ke atas, lalu dia menuntun penisnya ke lubang vaginaku. Setelah berada tepat berada di depan lubang vaginaku, dia mengeluseluskan penisnya ke bibir vaginaku membuat vaginaku semakin gatal saja karena sudah ngiler ingin ditanami penis Mbah Tanto. Mbah Tanto mencoblos vaginaku dengan kuat. “aawwhh,,”, teriakku agak manja. Ternyata setelah penis Mbah Tanto ada di dalam vaginaku, aku baru sadar kalau penis Mbah Tanto cocok sekali dengan vaginaku sama seperti penis Mang Karyo. Mbah Tanto terus menerus memompa penisnya ke vaginaku, dan kadang-kadang dia mencium tengkuk leherku membuat bulu kudukku berdiri, seiring dengan birahiku yang semakin tinggi. Entah berapa lama Mbah Tanto menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku, yang pasti kini aku sudah mengalami orgasmeku yang kedua sehingga di kamar Mbah Tanto hanya muncul 3 suara yaitu suara kecipak air ketika Mbah Tanto memompa penisnya, suara desahanku, dan juga bunyi nafas kami yang saling memburu.



Mbah Tanto mencabut penisnya dan menarik tubuhku kebelakang sehingga kini aku tidur terlentang dengan pasrah lagi di hadapan Mbah Tanto. Ternyata benar, penisnya hampir sama dengan penis Mang Karyo, tapi urat-urat yang menghias batang penis Mbah Tanto lebih banyak daripada milik Mang Karyo. “pantes aja,,lebih mantep,, ternyata kontol Mbah Tanto lebih berotot daripada kontolnya Mang Karyo”, gumamku dalam hati. Mbah Tanto melebarkan kakiku, dan tanpa membuang 0,1 detik pun, Mbah Tanto langsung menancapkan penisnya lagi ke dalam vaginaku. Dan dimulailah pemompaan terhadap vaginaku oleh Mbah Tanto. “emmhh,,aaoohh,,uuhh”, desahku tak karuan karena rasa nikmat yang kuterima memang senikmat ketika aku disetubuhi oleh 2 orang. Mbah Tanto pun meracau. “oohhh,,neng Bungaa,,sempiit baangeet”. Mbah Tanto terus menyetubuhiku dalam posisi seperti ini hingga aku mencapai orgasmeku yang ketiga. Akhirnya Mbah Tanto bosan dengan posisi ini sehingga dia memutuskan untuk mencabut penisnya dari vaginaku, aku bisa melihat penisnya sangat mengkilat karena sudah disembur oleh vaginaku sebanyak 2 kali. Mbah Tanto mendorong kedua kakiku ke depan sehingga kedua kakiku tertekan ke dadaku. Dia setengah berdiri dan memegangi kedua kakiku, lalu burung Mbah Tanto keluar masuk lagi ke tempat persembunyiannya yaitu vaginaku. Selama menggerakkan penisnya, Mbah Tanto menjilati telapak kakiku membuatku geli tidak karuan. Detik demi detik penis Mbah Tanto tak bosan-bosannya keluar masuk vaginaku hingga penis Mbah Tanto kusiram lagi dengan cairan vaginaku dalam orgasmeku yang keempat. Tak lama setelah itu, kurasakan penis Mbah Tanto berdenyut-denyut yang menandakan kalau sebentar lagi dia akan orgasme. Menyadari dirinya akan orgasme, Mbah Tanto mencabut penisnya dan membiarkanku menurunkan kakiku lagi, sementara dia langsung bergerak dengan cepat untuk mendekatkan penisnya ke wajahku. Setelah penisnya berada di depan wajahku, Mbah Tanto mengocok penisnya dengan tangannya sendiri hingga penisnya sudah siap memuntahkan isinya. “croot,,croot,,crot”, semburan hangat sperma Mbah Tanto menerpa seluruh wajahku hingga ke rambutku. Dan karena kadang-kadang Mbah Tanto mengincar mulutku, aku membuka mulutku lebar-lebar agar semprotan lahar putih Mbah Tanto bisa masuk ke dalam mulutku. Hampir seluruh wajahku tertutupi sperma Mbah Tanto yang kental itu, dan itu pun dia masih menyemburkan spermanya ke wajahku. Akhirnya, penis Mbah Tanto sudah selesai mengosongkan isinya, Mbah Tanto langsung membanting dirinya sendiri ke samping tubuhku, dan nafasnya tersengal-sengal sama sepertiku. Setelah 3 menit beristirahat, nafasku dan nafas Mbah Tanto sudah kembali normal. “maaf neng Bunga,,Mbah gak tahan ngeliat badan neng,,mulus banget,,”. “ah,,nggak apa-apa Mbah,,Bunga juga seneng”. “maksud neng Bunga?”. “sebenarnya tuh,, Mang Karyo nganterin Bunga ke sini,,supaya Bunga bisa ngelayanin Mbah Tanto”. “yang bener neng?”. “bener,,Bunga itu sebenernya kado dari Mang Karyo buat Mbah Tanto”. “wah,,jadi Mbah boleh ngapa-ngapain neng Bunga dong?”. “ya boleh lah,, terserah Mbah Tanto..”. “asik banget,,oh ya,,maafin Mbah ya,,buang pejunya di muka neng Bunga,,jadi kotor gitu deh,,”. “gak apa-apa kalee,,Mbah,,itung-itung facial”, kataku sambil meratakan sperma Mbah Tanto ke



seluruh wajahku. “sebenernya kalo Mbah mau buang peju Mbah di dalem memek Bunga juga gak apa-apa,,”, tambahku. “wah,,gak nyangka,,neng Bunga kan cantik banget,,kok mau sih ama macem kayak Mbah ‘n si Karyo?”. “gak tau de,,Mbah,,Bunga juga bingung,,kayaknya sih Bunga diciptain emang buat Mbah ‘n Mang Karyo..”. “tapi kan neng Bunga cantik ‘n badan neng Bunga juga seksi banget,,masa gak ada cowok ganteng yang ngelirik,,”. “banyak banget,,saking banyaknya,,Bunga jadi bosen sendiri,,”. “oohh,,gitu,,berarti Mbah ama Karyo beruntung banget dong,,bisa dilayanin cewek idaman semua lelaki kayak neng Bunga,,”. “aah,,bisa aja Mbah mujinya,,”, tak disangka sudah 15 menit kami berdua mengobrol. Kulihat penis Mbah Tanto sudah mulai bangun lagi. “wah,,****** Mbah Tanto udah bangun lagi,,cepet banget ya”, kataku. “iya dong,,”. “tapi kalo Mang Karyo bangunnya abis 30 menit..”. “kalo si Karyo kan murid gue,,”. “oh iya ya,,”. “gimana,,neng Bunga,,boleh gak Mbah entot lagi?”. “boleh aja Mbah,,terus-terusan ampe sore juga gak apa-apa,,”. “kalo Mbah nyobain pantat neng,,boleh gak?”. “ya elah,,si Mbah,,gini aja deh,,anggep aja Bunga itu istri Mbah,,jadi Mbah boleh ngapain aja,,”. “asik,,”. “yaudah,,tapi Bunga cuci muka dulu ya,,biar bersih”. “ok,,”, lalu aku pergi ke kamar mandi dan mencuci mukaku. Setelah cuci muka, aku kembali ke kamar Mbah Tanto. “ok,,mbah,,kita mulai ronde ke 2,,”. Setelah itu, dimulailah persetubuhan antara seorang kakek perkasa dengan gadis muda dan cantik yang mau diapain aja. Ternyata Mbah Tanto tau caranya memanjakan wanita, dia menelusuri lekuk tubuhku dengan lidahnya tanpa terkecuali karena katanya dia sangat kagum dengan keindahan dan kemulusan tubuhku. Karena perlakuannya itulah, timbul rasa sayang di dalam diriku terhadap Mbah Tanto sama seperti rasa sayangku terhadap Mang Karyo. Setiap 1 ronde, Mbah Tanto bisa menyetubuhiku selama 45 menit, dan aku bisa orgasme 4 kali atau lebih, setelah Mbah Tanto menyemburkan spermanya baik ke dalam anus, mulut, ataupun vaginaku, kami beristirahat selama 15 menit sebelum memulai ronde berikutnya. Bayangkan saja, dari jam 10 pagi hingga jam 6 sore, Mbah Tanto melampiaskan nafsu setannya yang selama 5 tahun lebih terpendam terhadap diriku sehingga Mbah Tanto terus menerus menyetubuhiku hingga aku tidak bisa menghitung sudah berapa ronde kami bermain, sudah berapa puluh kali aku orgasme, dan entah sudah berapa liter sperma Mbah Tanto yang masuk ke dalam tubuhku baik masuk lewat mulut, anus, ataupun vaginaku. Jam 6 sore lewat sedikit, Mang Karyo kembali ke rumah Mbah Tanto.



“punten,,Mbah,,”. “siapa?”, teriak Mbah Tanto yang sedang duduk di ruang tamu sambil menghisap rokok. “Karyo,,Mbah,,”. “oh,,masuk aja Yo,,gak dikunci,,”. “gimana,,Mbah,,kado dari saya?”. “lo kalo mau kasih kado yang enak banget,,bilang-bilang dulu,,jadinya kan Mbah bisa siap-siap”. “tapi,,enak kan Mbah?”. “bukannya enak lagi tapi mantab,,makasih ye Yo,,gara-gara lo,,gue bisa ngerasain memek lagi,,memek gadis kota lagee”. “sama-sama Mbah,,gara-gara Mbah,,saya bisa dapet simpenan yang cantik dan mau diapain aja,,”. “gimana kalo simpenan lo alias neng Bunga kita pake bareng-bareng?”. “boleh aja sih,Mbah,,tapi non Bunganya sekarang ada di mana?”. “nih disini,,”, kata Mbah Tanto sambil membuka sarungnya sehingga aku yang sedang mengulum penis Mbah Tanto bisa dilihat oleh Mang Karyo. “oh,,non Bunga lagi asik karaokean ya,,”. Aku mengeluarkan penis Mbah Tanto yang sudah berlumuran air liurku, kemudian berdiri dan duduk di kursi. “eh, Mang Karyo,,udah balik lagi,,”. “eh non Bunga,,tuh,masih ada peju di mulutnya”. Aku menyeka sisa sperma yang ada di mulutku dengan punggung tanganku. “gile lo Yo,,berarti dari 4 hari yang lalu,,lo ******* ama neng Bunga terus dong?”. “iya dong Mbah, makanya saya jarang pulang ke rumah,,”. “oh ya,,neng Bunga gak takut punya anak dari Mbah atau si Karyo?”. “nggak apa-apa Mbah,,pokoknya Bunga gak bakal hamil”, balasku. “oh ya Mbah, ngomong-ngomong jamunya mana?”, tanya Mang Karyo. “oh ya,,sebentar,,Mbah ambil dulu,,”, lalu Mbah Tanto meninggalkan aku dan Mang Karyo. “gimana non,,si Mbah?”. “kuat banget,,Bunga sampe kewalahan..”. “coba non,,liat dong memek non Bunga”. “nih,,”,kataku sambil melebarkan pahaku sehingga daerah selangkanganku yang belepotan dengan sperma bisa terlihat. “wuih,,ampe belepotan kayak gitu..”. “ah,,Mang Karyo juga kalo ngentotin Bunga kan ampe belepotan begini..”. “emang iya ya,,hehe,,Mang Karyo gak nyadar,,”. “oh ya Mang Karyo kenapa manggil Mbah Tanto pake Mbah? padahal kan umur Mang Karyo ama Mbah Tanto gak terlalu jauh beda,,”. “iya sih,,tapi kan Mbah Tanto udah kayak guru Mang Karyo,,jadi Mang Karyo manggil Mbah aja,,daripada manggil master atau guru..Iya, kan?”. “iya juga,,”, tak lama kemudian Mbah Tanto kembali dengan memegang sesuatu. “nih Yo,,jamu lo,,”. “kayaknya beda dari jamu kemaren,,”. “iya,,ni jamu racikan gue yang baru,,”. “efeknya apa Mbah?”.



“sama kayak jamu yang udah-udah,,tapi jamu yang ini bisa bikin ****** lo ngaceng terus,,”. “wah,,ini dia jamu yang saya tunggu-tunggu,,tapi berhasil gak?”. “itu dia,,Mbah belum nyoba ni jamu,,jadi Mbah gak tau ini berhasil apa gak,,”. “loh,,bukannya Mbah udah nyoba ama non Bunga?”. “nggak,,tadi saking udah nafsu banget ama neng Bunga, Mbah jadi lupa minum jamu itu,,”. “jadi tadi Mbah belum minum jamu?”, tanyaku. “belum, abis ngeliat bodi neng Bunga yang mulus banget,,Mbah jadi lupa deh”. “gak minum jamu aja bisa ngentotin Bunga dari jam 10 ampe jam 6,,gimana kalo udah minum?”, tanyaku nakal. “ya paling-paling,,neng Bunga gak bisa turun dari ranjang”. “emang kenapa tuh?”, tanyaku menggoda. “ya Mbah entotin terus,,haha”, jawab Mbah Tanto yang diiringi gelak tawa kami, sambil tertawa aku memakai bajuku lagi. “yaudah Mbah,,kami pulang dulu ya,,mau nyobain jamu”, kata Mang Karyo sambil minta izin ke Mbah Tanto. Kulihat muka Mbah Tanto sedikit sedih, aku mencolek Mang Karyo dan memberikan isyarat kepada Mang Karyo, untungnya Mang Karyo langsung mengerti maksudku. “emm,,Mbah,,Mbah mau nyobain jamu ini juga”. “emang boleh Yo?”. “ya bolehlah,,kan Mbah yang bikin jamu ini”. “terus cobain ke siapa?”. “yee,,si Mbah pake nanya,,yaa kita cobain efek jamu ini ke non Bunga lah”. “emang neng Bunga mau?”. “mau aja,,tapi jangan disini mendingan di rumah Bunga aja”, jawabku. “ok kalo gitu,,yuk Mbah,,kita bareng-bareng,,”, ajak Mang Karyo. “bentar, Mbah pake baju dulu”. Setelah Mbah Karyo sudah memakai baju dan mengganti sarungnya dengan celana panjang, kami pun langsung berangkat. Selama perjalanan, tak hentinya mereka berdua meraba-raba payudara dan pantatku. Aku tidak keberatan karena sudah jam 6 sore sehingga jalanan sepi, hal ini disebabkan karena menurut tradisi desa ini, warga desa tidak boleh keluar rumah kecuali ada urusan yang penting. Akhirnya kami sampai di rumahku dan begitu aku sudah ada di dalam rumah, aku langsung melepas bajuku sendiri yang membuat Mbah Tanto kebingungan. “loh,,neng Bunga kok tiba-tiba buka baju?”. “gini Mbah,,saya buat peraturan,,kalo di dalem rumah,,non Bunga gak boleh pake baju,,”, jawab Mang Karyo. “wah,enak banget si lo,,padahal neng Bunga majikan lo,,tapi lo yang buat peraturan,,”. “hehe,,”, Mang Karyo hanya tertawa. “ok,,neng Bunga,,kita mulai sekarang aja,,”. “eiit,,tar dong,,Bunga mandi dulu biar wangi lagi,,”. “yaudah,,sana non Bunga mandi dulu,,ayo Mbah,,sambil nungguin non Bunga selesai mandi mendingan kita minum jamu ‘n nyantai dulu”. “bener juga,,neng Bunga mandinya jangan lama-lama ya,,****** Mbah udah gak sabar nih pengen



ngumpet lagi di dalem memek neng,,”. “ok deh,,Mbah,,yaudah, Bunga mandi dulu ya”. Lalu aku menuju kamar mandi untuk membersihkan noda sperma yang telah mengering, juga untuk membuat tubuhku wangi kembali. Setelah mandi, aku langsung menuju Mang Karyo dan Mbah Tanto yang sudah tidak sabar menunggu untuk memasukkan penisnya ke dalam mulut, anus, atau vaginaku. Karena jamu Mbah Tanto, mereka yang tadinya sudah perkasa dalam hal menyetubuhiku, kini mereka tambah perkasa karena penis mereka tidak bisa tidur alias ngaceng terus sehingga mereka terus memompakan penis mereka dan mengosongkan air mani mereka ke dalam tubuhku hingga berjam-jam nonstop, sampaisampai aku pingsan karena sudah tidak ada tenaga lagi. Karena itu aku tidak tau apa yang mereka lakukan terhadapku karena aku sudah tidak sadarkan diri. Aku hanya bisa berharap agar lubang vagina dan anusku tidak luka. Tiba-tiba aku tersadar dan bisa membuka mataku, aku menyadari kalau aku tidur dengan dihimpit oleh Mang Karyo yang ada di depanku dan Mbah Tanto yang ada di belakangku. Tapi, tetap saja efek jamu itu belum habis karena aku merasakan kalau penis Mang Karyo yang masih menancap di dalam vaginaku dan juga penis Mbah Tanto yang masih tertanam di dalam anusku masih berada pada ukuran maksimalnya, tapi karena aku sudah lemas dan ngantuk sekali aku tidak memikirkan itu, dan aku menutup mataku agar badanku bisa segar dan bisa melayani mereka lagi esok hari --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Menuju Pernikahan 1 tahun sudah berlalu setelah aku berlibur di desa sambil membiarkan Mang Karyo dan Mbah Tanto mendepositkan benihnya ke dalam rahimku. Aku beraktifitas seperti biasa, pergi kuliah, jalanjalan, shopping, dan kadang-kadang kalau aku libur lebih dari 2 hari, aku langsung pergi ke desaku untuk melepas rindu terhadap Mang Karyo dan Mbah Tanto, juga seperti yang telah aku janjikan setiap hari Senin, Rabu, dan Sabtu aku harus menemani pak Bara, pak Maman, pak Wawan, dan pak Jono ngeronda tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhku. Kebetulan hari ini, aku sedang rajin kuliah, dan semua dosen mata kuliahku pun masuk semua hingga aku pulang agak sore dari biasanya. Aku langsung pulang ke rumah karena badanku sudah terasa pegal bukan kepalang. Setelah sampai di rumah, aku memakirkan mobilku ke garasi, lalu aku masuk ke dalam dan karena ibu sedang mengantar Rini les piano, aku mengunci pintu dan menuju kamar. “akhirnya,,”, kataku setelah membanting tubuhku ke ranjangku yang terasa sangat nyaman. Tanpa sadar, dalam 1 menit mataku sudah tertutup rapat dan aku sudah melanglang buana di alam mimpi. Akhirnya aku bangun setelah tidur dari jam 5 sore hingga jam setengah 11 malam. Aku



melihat ke kamar Rini ternyata dia sudah tidur, lalu aku turun ke bawah sambil menggunakan pakaian bekas kuliah tadi karena aku belum ganti pakaian. Ternyata, ada seseorang yang sedang menonton tv. “oh,,papah..kirain siapa..”. “eh,,Bunga,,kamu belum tidur?”. “udah pah,,dari sore,,sekarang jadinya udah seger lagi deh”. “yaudah,,mending temenin papa nonton bola..”. “ok,,”, lalu aku duduk disamping ayahku dan menonton bola sambil makan kacang. Ini sudah biasa bagiku, karena sewaktu aku lahir, ayah menginginkan anak laki-laki tapi yang keluar malah anak perempuan. Jadi, ayahku mendidik aku seperti anak laki-laki, alhasil sampai SMP aku menjadi anak yang tomboi, untungnya sejak SMA aku mulai sadar dan menghilangkan sifat tomboiku. “Bunga,,papa mau nanya”. “nanya apaan, Pah?”. “kamu masih inget ulang tahun perusahaan papa,,2 bulan lalu..”. “iya Pah,,kenapa?”. “kamu inget gak pak Danu?”. “o iya,,yang gendut itu kan?”. “hush..itu rekan bisnis papa yang penting tuh..”. “hehe,,iya,,maap deh Pah,,emang kenapa si Pah,,tiba-tiba nanyain pak Danu?”. “waktu itu kan kamu dikenalin ama anaknya,,inget gak?”. “oh iya,,iya,,nama anaknya Tomi kan?”. “iya,,semenjak ketemu kamu,,si Tomi jadi tegila-gila ama kamu..”. “ah,,yang bener, Pah?”. “bener, malah,, waktu si Tomi tidur,,ngigaunya nama kamu,,”. “buset,,ampe segitunya,,”. “mendingan besok malem,,kamu nemuin dia,,”. “yaudah,,Bunga sih mau-mau aja..”. “ok,,tar papa ama pak Danu yang ngatur”. Lalu kami berdua melanjutkan nonton bola hingga selesai. “hhoaahmm,,papa ngantuk nih..papa tidur duluan ya..”. “yaudah,,inget,,mamah jangan diapa-apain,,hehe”. “bisa aja kamu,,udah ah,,papah tidur dulu”. Lalu ayahku masuk ke kamarnya, sementara aku bingung mau ngapain. “oh iye,,hari ini kan hari Sabtu,,berarti gue harus ngeronda dong..”, kataku sendiri. “kalo gitu,,gue mandi dulu ah,,biar wangi,,”.



Setelah mandi, aku memakai baju yang lebih santai dan memakai wewangian. Lalu aku keluar dan berjalan malam-malam menuju pos ronda. “misi,,”, kataku sambil mengetok pintu pos ronda. “eh,neng Bunga udah dateng..masuk neng..”, kata pak Bara mempersilakanku masuk. “hmm,,neng Bunga,,emang wangi mulu..”, komentar pak Jono. “emang beda kalau cewek cantik..wanginya enak banget..”, tambah pak Wawan. “aahh,,bapak-bapak bisa aja nih ngerayunya..bunga jadi malu..”. “tapi emang bener kok neng..”, balas pak Maman. “ah,,udah ah,,gimana nih, mau mulai sekarang?”. “tar dulu deh neng..lagi seru nih bolanya..”, kata pak Bara sambil duduk dan mulai menonton lagi. “yaudah, Bunga bikin kopi dulu deh buat bapak-bapak..”. “makasih ya neng Bunga,,”. “neng Bunga emang istri idaman deh..”, tambah pak Wawan sambil tertawa. Setelah aku selesai membuat kopi, aku menaruh nampan di meja yang ada di hadapan mereka dan aku pun ikut duduk di sofa untuk menonton bola. “bukannya udah abis ya?”. “kalau yang ini lain lagi neng..”. “emang neng Bunga yang tadi nonton?”, tanya pak Jono. “iya,,Bunga nonton ama papah..”. “ooh,,”. Lalu kami serius menonton pertandingan yang sedang berlangsung, dan tak heran, pak Maman dan pak Wawan yang berada di samping kanan dan kiriku meremas-remas payudaraku jika pertandingan sedang tidak seru. Tak lama kemudian, pertandingan berakhir sehingga kini aku harus siap-siap melayani mereka berempat. Dengan serentak, mereka berempat langsung mengerubungiku. Pak Bara berada di belakangku, dia menarik kepalaku ke belakang sehingga lidahnya bisa bereksplorasi di wajahku dan tentu saja di dalam rongga mulutku. Pak Wawan dan pak Maman dengan kompak menyingkap kaosku ke atas dan langsung menyerbu payudaraku dengan mulut mereka. Sementara celana pendekku yang memang mudah dilepaskan sudah berada di bawah dan kini pak Jono sudah asyik menjilati vaginaku. Aku sudah terbiasa dikerubungi oleh mereka seperti ini. Mereka menyerang bagian-bagian sensitifku, apalagi pak Jono, dia menyapu vaginaku dari atas ke bawah, bawah ke atas dan seterusnya, tak jarang juga ia memasukkan lidahnya ke dalam vaginaku, karena itu aku mencapai orgasme dalam waktu yang singkat. Pak Jono yang mendapat vaginaku berkomentar setelah menyeruput habis cairanku. “si neng Bunga,,makin hari,,memeknya makin manis aja..”. “mana,,mana,,gantian Jon,,gue juga pengen ngerasain”, sela pak Maman.



“yaudah tuh,,”. Mereka berganti posisi sehingga pak Jono kini mencupangi payudara kananku dan pak Maman mencicipi vaginaku. Terus menerus tubuhku dimainkan oleh mereka hingga air liur mereka berempat bercampur di vaginaku. “udah puas jilatin memek Bunga belum?”, tanyaku. “emang kalau belum, kenapa neng?”, tanya pak Bara yang merupakan orang terakhir yang menjilati vaginaku. “ya gak apa-apa lanjutin aja”. “gimane, mau lanjutin apa langsung?”, tanya pak Bara ke pak Wawan, Maman, dan pak Jono. “langsung aja dah,,”, jawab pak Wawan. “iye bener..”, tambah pak Maman. “yaudah, kalau pada mau langsung..yuk..”, jawabku. “sip neng Bunga, kontol kita-kita udah gak sabar pengen masuk ke kandangnya..”, balas pak Jono. “emang kandangnya dimana tuu?”, balasku menggoda mereka. “ya di memek neng Bunga lah..”, jawab pak Jono. “haha..bisa aja nih bapak-bapak..”, jawabku sambil diiringi gelak tawa kami berlima. Setelah puas tertawa, aku tidur terlentang di tikar yang telah mereka sediakan, siap memberikan tubuhku untuk mereka. Pak Bara langsung tidur di bawahku dan memasukkan penisnya ke dalam anusku, lalu pak Jono menanamkan penisnya ke dalam vaginaku. Mereka mulai menggenjot penisnya dengan nafsu yang memburu. “ayo teruss,,aahh,,mmhh,,ohh”, desahku menerima serangan 2 penis di 2 lubangku secara bersamaan. Ketika aku sedang asik menikmati penis pak Jono yang keluar masuk vaginaku dan penis pak Bara yang juga keluar masuk anusku, tiba-tiba pak Wawan menarik tangan kiriku dan pak Maman menarik tangan kananku, aku langsung mengerti maksud mereka. Mereka berdua mendekatkan tanganku ke penis mereka masing-masing, aku pun langsung mengocok penis mereka berdua dengan tanganku. Aku terus mengocok penis pak Wawan dan pak Maman sementara vagina dan anusku terus dipompa oleh pak Jono dan pak Bara. 15 menit kemudian, pak Bara mempercepat penisnya yang keluar masuk anusku dan tak lama kemudian pak Bara menyemburkan spermanya yang hangat ke dalam anusku. “ooh,,oohh neng Bunga !!”, teriak pak Bara sambil terus menyemprotkan spermanya ke dalam anusku hingga semburan terakhir. Tak lama kemudian, pak Jono pun menyusul mencapai klimaksnya dan menembakkan lahar putihnya yang kental ke dalam vaginaku. Sambil menunggu pak Jono dan pak Bara menanamkan benihnya ke dalam tubuhku, aku yang sedari tadi mengocok sambil menjilati batang penis pak Maman dan pak Wawan secara bergantian tetap melanjutkan aktivitasku



hingga penis mereka berdua berlumuran air liurku. Setelah pak Jono dan pak Bara sudah berhenti menyemprotkan spermanya, mereka langsung mencabut penis mereka sehingga sperma mereka berdua meleleh keluar dari vagina dan anusku. Dengan cepat, pak Wawan menggantikan posisi pak Bara dan pak Maman menggantikan posisi pak Jono. Dengan mudah, penis pak Maman menyusup ke dalam vaginaku karena vaginaku sudah dilumasi sperma pak Jono dan juga cairan vaginaku sendiri, selain itu batang penis pak Maman juga sudah berlumuran air liurku sehingga semakin mudah dan licin untuk keluar masuk vaginaku. Sementara pak Wawan juga mudah menanamkan penisnya karena anusku sudah dilumasi sperma pak Bara. Lalu mereka mulai memompa penis mereka dan aku pun hanya bisa mendesah keenakan menerima 2 penis yang keluar masuk vagina dan anusku dengan ritme genjotan yang hampir bersamaan. Sementara itu pak Bara dan pak Jono mendekatkan penis mereka yang berkemilauan karena sperma mereka sendiri ke wajahku. Aku meratakan sperma yang ada di penis pak Bara dengan tangan kananku sementara aku memegang tangan kiriku dan mulai menjilati penis pak Jono dari kepala hingga pangkal batang penisnya. Setelah selesai aku langsung memalingkan wajahku dan mulai membersihkan penis pak Bara. Tiba-tiba aliran listrik menjalar di sekujur tubuhku yang menandakan kalau aku mencapai orgasmeku yang keenam kali. “mmhh,,teruuss,,aahh,,oohh!!!”, desahku merasakan kenikmatan yang tiada duanya. Pak Wawan dan pak Maman mempercepat genjotannya dan tak lama kemudian mereka memuntahkan lahar putih mereka masing-masing di waktu yang hampir bersamaan. Setelah pak Maman dan pak Wawan menguras habis persediaan sperma ke dalam vagina dan anusku, mereka langsung mencabut penis mereka. “gila, neng Bunga emang tau banget gimana caranya muasin pria..”, komentar pak Maman. “iya nih,,kita udah sering ngentot ama neng Bunga,,tapi gak pernah bosen,,”, ujar pak Jono. “iye..bener neng Bunga,,soalnya memek ama lobang pantat neng Bunga sempit ‘n peret banget,,bikin ketagihan..Hehe,,”, tambah pak Bara. “ah,,bisa aja nih bapak-bapak,,Bunga seneng kok kalau bisa muasin bapak-bapak”, jawabku. “haha,,kalau dipikir-pikir neng Bunga tuh udah kayak istri bersama ya..haha”, komentar pak Wawan. “bener juga ya,,Bunga jadi istri bapak-bapak..Haha”, kataku sambil tertawa. “neng Bunga,,kayaknya udah seger lagi nih..boleh ronde ketiga gak?”, tanya pak Bara sudah tidak sabar. “ya bolehlah..kayak baru pertama kali aja..”, jawabku. “siplah kalo gitu,,mulai lagi yuk,,”, ajak pak Bara ke teman-temannya. Lalu dimulailah ronde



ketiga, kali ini pak Bara tetap tidur di bawah tapi kali ini aku menaiki tubuhnya dan menuntun penisnya ke dalam vaginaku. “mmmhhh,,,”, desahku pelan ketika dengan perlahan penis pak Bara memasuki liang vaginaku. Dan tak lama kemudian, penis pak Bara sudah bersembunyi di dalam vaginaku. “neng Bunga..memek neng Bunga anget banget..”, komentar pak Bara. Aku hanya memberikan senyuman saja, lalu aku menurunkan tubuhku sehingga payudaraku tertekan ke wajah pak Bara dan lubang anusku dapat terlihat jelas. “ayo pak Jono, silahkan dicoblos,,”, kataku menggoda pak Jono. “beres neng Bunga,,gak usah disuruh lagi,,hehe”, balas pak Jono. Melihat lubang anusku yang terbuka, pak Jono langsung menghujamkan penisnya ke dalam anusku hingga benar-benar masuk ke dalam anusku. Setelah penis pak Jono dan pak Bara sudah berada di dalam pos mereka masing-masing, mereka dengan kompak mulai memompa penis mereka dengan irama yang sama sehingga memberikan rasa nikmat yang tiada tara. Sementara itu, pak Bara menggelitikku dengan menggesek-gesekkan kumisnya ke puting kanan dan puting kiriku secara bergantian. Seterusnya hanya terdengar desahan-desahan yang keluar dari mulutku dan juga nafas pak Bara dan pak Jono yang memburu seperti kesetanan. Dan kadang-kadang pak Wawan dan pak Maman bergantian mengangkat kepalaku dan memasukkan penisnya ke dalam mulutku. 10 menit kemudian, aku mencapai orgasmeku yang ketujuh dan menyiram penis pak Bara yang sedang keluar masuk vaginaku dengan cairan vaginaku yang hangat. Pak Wawan dan pak Maman kelihatan sudah tidak sabar ingin menikmati jepitan dinding vaginaku dan anusku. 5 menit berlalu setelah aku mendapat orgasmeku yang ke tujuh, pak Bara dan pak Jono sedang mengosongkan lagi spermanya ke dalam tubuhku. Setelah mereka telah menyemburkan air mani mereka hingga tetes terakhir ke dalam vagina dan anusku dan beristirahat sebentar, pak Jono dan pak Bara langsung digantikan oleh pak Wawan dan pak Maman yang sedari tadi memang sudah tidak sabar ingin menanamkan benih mereka ke dalam rahim dan anusku untuk kedua kalinya. Tapi kali ini pak Wawan yang mengisi vaginaku dengan penisnya dan pak Maman yang mengisi anusku dengan penisnya. 16 menit kemudian, mereka telah selesai menyemprotkan benihnya dan meninggalkanku istirahat di tikar dengan anus dan vagina yang banjir dengan sperma mereka berempat. Beginilah aktivitasku kalau ngeronda bersama pak Maman, pak Wawan, pak Jono, dan pak Bara. Memang, tubuhku seperti hanya sebagai penghangat untuk mereka dan mulut, anus serta vaginaku hanyalah ibarat hotel bagi penis mereka karena penis mereka bisa keluar masuk kapan saja, tapi aku senang bisa melayani mereka lagipula aku tidak akan hamil oleh mereka. Sepanjang malam itu, mereka menyetubuhiku setiap kali nafsu mereka bangkit lagi, dan pada jam 1 malam, mereka melakukan aktivitas lainnya yang juga sudah biasa kami lakukan yaitu satu per satu



mengajakku keliling kompleks dan aku sama sekali tidak menggunakan sehelai benangpun sehingga siapapun dari mereka yang berjalan bersamaku bisa menyetubuhiku kapanpun mereka mau meskipun di depan rumah orang. Memang terasa dingin dan takut ketahuan orang, tapi rasa takut ketahuan orang lain membuatku merasa lebih bergairah daripada biasanya. Setelah semua sudah berpatroli denganku, aku disetubuhi lagi oleh mereka di dalam pos ronda, tapi kali ini mereka menyemprotkan sperma mereka ke wajahku, dadaku, perutku, dan pahaku. Jam 5 pagi mereka puas melampiaskan nafsu setan mereka terhadapku, dan kini tubuhku beraromakan sperma juga penuh noda sperma di seluruh tubuhku baik yang sudah mengering ataupun yang masih hangat. “bapak-bapak,,Bunga pulang dulu ya”, kataku meminta izin. “oh ya neng Bunga,,makasih banyak ya udah nemenin kami ngeronda,,hehe”, balas pak Bara. “iya,,Bunga juga seneng bisa nemenin bapak-bapak ngeronda,,”, kataku sambil memakai baju untuk menutupi tubuh putihku yang banyak noda-noda sperma. “yaudah bapak-bapak, Bunga pulang dulu ya..mau mandi terus tidur deh..”, kataku setelah selesai memakai baju dan celanaku. “oh iya neng,,makasih banyak ya neng Bunga,,jangan bosen nemenin kami ngeronda ya,,”, ujar pak Wawan. “tenang aja bapak-bapak,,Bunga gak bakalan bosen kok..yaudah..Bunga pulang ya..dah”, kataku sambil keluar dari pos ronda ditemani pak Jono. “neng Bunga,,mau dianter ampe rumah?”, tanya pak Jono. “ah,,gak usah pak,,tar kalau ada yang ngeliat,,kita dicurigain”. “oh ya bener..tapi kalau ada orang jahat terus merkosa neng Bunga gimana?”, tanya pak Jono balik. “kan rumah Bunga deket lagipula sekarang Bunga juga baru diperkosa ama pak Jono dan kawankawan..”. “oh iya,,ya,,haha,,neng Bunga bisa aja..”. Aku melangkah dengan badan yang terasa lengket dimana-mana. Akhirnya aku sampai di rumah, aku langsung mengunci gerbang dan pintu rumahku lalu menuju kamarku. Karena mataku sudah sangat berat, aku memutuskan tidak jadi mandi dan langsung tidur meskipun badanku lengket karena keringat dan juga noda sperma. Setelah puas tidur, aku bangun dan membuka mataku, kulihat sudah pukul 11 pagi. Aku merenggangkan tubuhku, menurunkan celana pendekku sehingga aku bisa melihat daerah sekitar vaginaku banyak noda-noda sperma yang telah mengering. “buset,,memek gue kotor banget,,”, kataku berbicara sendiri. “mandi dulu,,aahh”. Aku mematikan ac dan membuka hordeng dan jendela, lalu aku membuka pakaianku dan mandi, setelah mandi aku bergaya-gaya di depan kaca tanpa memakai baju. Aku melihat tubuhku yang putih mulus dan juga sambil memegang kedua buah payudaraku yang



berukuran 34C. Tiba-tiba handphoneku berbunyi, aku lupa ditaruh dimana handphoneku, makanya aku repot mencarinya, tapi akhirnya aku bisa menemukan hpku. “halo”. “halo, ini Bunga bukan?”. “ya, ini siapa ya?”. “Tomy,,”. “emm,,Tomy siapa? Tomy Rafael?”. “Tomy anaknya Danu Wicaksono..”. “oh..tomy anaknya pak Danu,,”. “akhirnya inget juga..”. “ada apa Tom?”. Lalu dia dan aku mulai mengobrol lewat telepon sampai 1 1/2 jam. “oh iya Tom,,lo dapet nomer gue dari mana?”. “dari bokap gue..”. “oh,,”. “oh iya Bunga,,boleh gak gue ngajak lo ketemuan?”. “kenapa tiba-tiba ngajak gue ketemuan?”. “emang lo gak mau ya?”. Aku teringat kalau papaku menyuruhku untuk menemui Tomy malam ini, tapi kupikir mendingan bertemu sekarang lagipula aku sedang tidak ada rencana siang ini. “mau kok,,tapi lo jemput gue ya..gue males bawa mobil..hehe,,btw, udah tau belum rumah gue dimana?”. “gue tau,,kan bokap gue pernah ke rumah lo..”. “oh iye..lupa gue..maaf nih Tom,,gue ngerepotin..”. “gak kali Bunga,,malah gue seneng banget bisa jemput lo..’n thank’s banget ya Bunga,,lo mau gue ajak ketemuan..”. “ya ilah..nyantai aja,,gue seneng kok bisa jalan-jalan ma lo..yaudah,,cepetan ya..gue tunggu..”. “OK,,”. Karena tadi terlalu lama menelpon, aku memutuskan untuk mandi lagi agar segar dan wangi kembali. Lalu selesai mandi, aku memakai kaos yang tidak terlalu ketat tapi tidak longgar juga dan untuk bawahannya aku memakai celana jeans. Tak lama, suara klakson mobil terdengar, aku pun segera bergegas dan mengunci pintu karena ayah, ibu, dan Rini sedang pergi jalan-jalan. Karena sudah biasa, aku menaruh kunci di bawah pot bunga yang ada di dekat pintu. Aku berlari kecil menuju mobil bmw merah yang sudah berada di depan gerbang. Setelah mengunci gerbang, aku langsung masuk ke dalam mobil Tomy. “sori ya Tom, lo jadi nunggu..”.



“ah,,nggak kok, baru aja..oh ya, mau jalan-jalan kemana nih?”. “kemana aja deh..terserah lo..”. “Ok,,kalo gitu..”. Lalu dia membawa ke tempat-tempat yang harganya sangat mahal. “beh,,emang beda deh keluarga yang punya unlimited money..”, kataku dalam hati. Aku diajak ke bioskop, makan, dan dibelikan pakaian, semuanya dengan harga yang menurutku mahal. Wajah Tomy memang tidak ganteng malah boleh dibilang culun, badannya juga kurus, tapi dia enak diajak ngobrol dan juga sangat baik kepadaku. Tak sadar, kami berdua jalan-jalan sampai jam 8 malam. Lalu aku diantar pulang olehnya, dan semenjak itu dia sering mengajakku jalan-jalan. Suatu hari, kami berjalan-jalan hingga jam 9 malam, dan karena orangtuaku serta Rini sedang mengunjungi rumah nenek dan kakekku, aku jadi takut tinggal sendiri di rumah. Kami sampai di depan rumahku jam 10 malam. “Bunga, kayaknya rumah lo sepi banget?”. “iya nih..bonyok ama adek gue lagi ke rumah kakek gue”. “lo gak takut sendirian di rumah?”. “takut sih..cuma mau gimana lagi..”. “kalo gue temenin boleh?”. “mmm,,,”, otakku langsung bekerja memikirkan pikiran nakal, dan juga aku sangat penasaran dengan rumor kalau orang kurus mempunyai penis yang besar. Sampai sekarang aku belum mengecek rumor itu, karena aku lebih sering melihat penis bapak-bapak, dan penis temanku yang berbadan atletis ataupun gendut, tapi belum pernah melihat yang kurus. Maka dari itu aku berniat menyetujuinya. “mm..gimana ya??”. “ya,,kalo lo gak mau..gak apa-apa sih..”. “boleh deh..daripada gue sendirian,,tapi jangan macem-macem ya..”. “iya,,iya,,gue gak bakal ngapa-ngapain lo kok”. “yaudah,,masukin mobilnya..”. “ok..”. Setelah memasukkan mobil ke dalam garasi, kami langsung masuk ke dalam rumah. Aku menyuruh Tomy duduk di ruang tamu, sementara aku membuatkan minuman untuk kami berdua. “ni Tom, minumannya,,”. “makasih banyak ya Bunga..”. “oh iya,,katanya lo mau nemenin gue,,otomatis lo gak pulang ke rumah dong??”. “iya,,kenapa emangnya??”. “emang lo gak dicariin ama bonyok lo??”. “nyokap gue lagi keluar negeri,,bokap lagi ngurusin cabang perusahaannya yang ada di Inggris..”.



“oh..”. Kami mengobrol sambil meminum minuman yang telah aku buat. Aku memutuskan untuk mulai menggodanya dan menjalankan rencana pertamaku yaitu membiarkan Tomy mendapatkan pemandangan pahaku yang putih mulus. Aku bergerak-gerak sehingga makin lama, celana pendekku semakin terangkat ke atas dan tentu kini pahaku yang putih mulus bisa dilihat oleh Tomy, tentu Tomy tidak menoleh dari pahaku. Aku memutuskan untuk langkah kedua yaitu membuat air minum tumpah ke kaos putihku sehingga payudaraku tercetak di kaos putihku yang menjadi transparan, tapi rupanya dia hanya berani curicuri pandang saja ke payudaraku. “mmm..susah juga..cara pasif gagal..kalo gitu agresif aja deh..”, kataku dalam hati. “Tom,,lo udah berapa kali pacaran?”. “cuma 8 kali..kalo lo?”. “ah..jangan ditanya deh..”. “kenapa..saking banyaknya gak keitung ya?”. “asal nebak aja lo,,”. “oh ya Bunga,,boleh nanya yang lebih pribadi gak?”. “boleh aja..nyantai aja ama gue..mau nanya apa?”. “lo udah pernah gituan belom?”. “hmm..gimana ya jawabnya?”. “dia mulai kepancing nih”, kataku dalam hati lagi. “udah,,kenapa?”. “ah..nggak,,berarti lo udah gak perawan dong?”. “ya nggak lah,,lo udah pernah juga?”. “belum,,”. “wah..berarti masih perjaka dong?”. “hehe,,iya,,”. “aduh kasian..Hahaha..”. “iya,,gak ada yang mau..”. “kalo ama gue..mau?”. “hah?! yang bener?”. “bener..”. “cewek secantik lo masa mau gue apa-apain?”. “sebenernya si gak mau..cuma kasihan aja ama lo..haha”. “ah,,lo mah,,tapi gapapa deh..yang penting lo serius kan?”. “serius gue..lo tunggu di kamar gue aja..naik ke atas terus kamar yang paling pojok..”.



“ok Bunga..”. Tomy pun langsung bergegas naik ke atas, sementara aku mandi di kamar mandi bawah agar tubuhku terasa segar dan wangi. Setelah selesai, aku memakai kimono yang biasa kupakai setelah mandi untuk menutupi tubuh putihku yang masih basah. Aku mengeringkan rambutku, lalu aku naik ke atas dan menuju kamarku. Sebelum sampai di kamarku, aku berdiri di depan pintu kamarku dan berteriak ke Tomy yang sedang menungguku di dalam kamar. “Tom..tutup mata lo kalo pengen gue masuk ke dalem..!!”, kataku. “iye,,iye,,Bunga!!”, balasnya dengan agak teriak mungkin dia takut tidak terdengar olehku. Aku mengintip ke dalam lewat celah-celah pintu, ternyata Tomy benar-benar menutup matanya dan menunggu. Aku bisa melihat Tomy sudah tidak sabar menungguku, karena raut wajahnya yang terlihat gelisah. Lalu aku berdiri di depan Tomy yang sedang duduk di tepi ranjang, aku pun melepaskan kimonoku dan membiarkannya turun ke bawah sehingga kini tubuhku benar-benar sudah telanjang bulat di depan Tomy yang masih menutup matanya. “ayo Tom..sekarang buka mata lo”. “o..o..kee”, dengan perlahan Tomy membuka matanya sampai matanya benar-benar terbuka lebar. Tomy pun tercengang dan melongo tanpa berkedip sekalipun, karena tubuh putihku yang tanpa tertutupi sehelai benang pun berada tepat di hadapannya. Kulihat Tomy menelan ludahnya dan dia benar-benar tidak berkedip sama sekali. “Tom,,kenape lo Tom..kok bengong gitu? body gue jelek ya?”, tanyaku. “…”, dia tidak menjawab karena sepertinya dia masih terbengong sambil menikmati tubuh telanjangku yang ada di hadapannya dari ujung kepala hingga ujung kakiku. “woy,,Tom..bengong aja..jawab dong!!”. “bagus parah bodi lo..seksi banget..”. “ah..yang bener? makasi ya..”. “mantep banget bodi lo..sumpah deh..”. “gak nyesel kan lo bisa kenalan ma gue..”. “he eh..boleh gak gue megang-megang lo?”. “mmm…boleh kok..”. “wah..beneran nih? kok kayaknya lo gampang banget ngebolehin gue grepe-grepe lo?”. “jadi,,gak mau nih?”, tanyaku untuk lebih menggodanya. “beh..mau banget..tapi gue penasaran aja..”. “gue kasian aja ama lo yang belum pernah megang-megang cewek”. “oh…gitu..jadi malu gue..”. “lo beneran belum pernah gituan ama cewek kan?”. “beneran,,tapi kalau nonton bokep udah sering banget..”.



“oh,,bagus deh..kalau gitu gue gak perlu ngajarin dari dasar”, kataku sambil menaruh kedua tangannya di pantatku dan kutekan kepalanya sehingga wajahnya menempel di perutku. Tanpa kusuruh lagi, dengan instingnya, Tomy mulai meremas-remas kedua bongkahan pantatku yang kenyal dan kencang. “ya,,bagus Tom,,terus,,”. Lalu aku melepaskan tanganku dari kepalanya, dan dia pun agak menjauhkan wajahnya dari perutku. “Bunga,,pantat lo enak banget buat diremes-remes..”. “hehe..makasih..ayo dong..apalagi yang lo tau..”. Tanpa sepengetahuanku, dia sudah menjulurkan lidahnya dan mulai memasukkannya ke dalam pusarku yang memberikan sensasi geli. “mmmhh..terusss..”, desahku. Setelah ‘membersihkan’ pusarku dengan lidahnya, dia mencium pusarku lalu tetap mencium sambil terus turun kebawah hingga akhirnya ketika ciumannya mengenai klitorisku, dengan spontan aku mendesah. “aaahhh..”. Tomy langsung menghentikan kegiatannya seolah-olah dia bingung. “kok berhenti?”, tanyaku. “kayaknya lo kesakitan?”. “bukan dodol, justru enak banget..”. “enak banget? jangan-jangan ini yang namanya klitoris ya?”. “nah tu,,lo tau..anak pintar..hehe..”, kataku untuk meledeknya. “awas lo ya..”, balas Tomy dengan menyentil-nyentil klitorisku dengan lidahnya sehingga secara spontan rasa nikmat yang seperti aliran listrik menjalar di sekujur tubuhku. Sepertinya insting sudah mengambil alih Tomy. Karena tanpa kusuruh lagi, dia mulai menjelajahi bibir vaginaku dan daerah selangkanganku dengan lidahnya membuat sensasi nikmat yang tiada tara. “ohh..terusss..!!”, desahku kencang. Sementara vaginaku terus dijelajahi lidahnya, Tomy terus meremas-remas pantatku dengan perlahan tapi kuat. Tak kuat lagi menahan gelombang demi gelombang rasa nikmat dari pengeksplorasian Tomy terhadap vaginaku, aku pun melepaskan desakan orgasme pertama yang dari tadi ingin meledak sehingga cairan vaginaku ada yang memancar keluar dan meleleh keluar dari vaginaku. Tapi, anehnya Tomy malah mundur dan membiarkan cairanku menetes ke lantai dan mengalir ke bawah melalui pahaku. “loh..Tom..kok malah mundur?”. “gue belum pernah ngerasain cairan vagina..jadi gue agak jijik..”. “oh iya ya,,lo kan baru kali ini ngesex..”, kataku sambil mencolek sedikit cairan vaginaku. “nih,,cobain deh..”, tambahku sambil menyodorkan jariku ke mulutnya.



“hah?! gak apa-apa nih?”, tanyanya. “cobain aja dulu..lu gak bakal mati kok..haha”. Dengan perlahan dia menjulurkan lidahnya untuk mencicipi sedikit cairan yang ada di telunjukku. Setelah mencicip sedikit sambil mengecap-ngecap bibirnya. “kok rasanya gini ya,,gurih,,agak asin,,tapi manis,,jadi bingung”. “lah,,dia malah bingung,,hahaha,,nih masih ada di jari gue,,cobain aja lagi..”. “ok,,kalo gitu..”, kali ini dia langsung memasukkan jariku ke dalam mulutnya dan mengulum jariku untuk merasakan sisa cairan vaginaku. “oi udah oi,,jari gue diemut terus ntar keriting jari gue..”, kataku sambil meledeknya karena dia terus mengulum jariku. “abisnya,,rasanya enak sih,,”. “ketagihan nih ceritanya?”. “iya,,”, jawabnya. “yaudah,,jari gue lepasin,,jilatin dari sumbernya aja lah,,”. “oh iya ya,,”. Tomy langsung jongkok dan menempatkan dirinya di antara selangkanganku, aku pun melebarkan kakiku agar dia lebih leluasa menikmati cairan vaginaku yang ada di paha kiriku dan di sekitar vaginaku. “mmhh..oohh..”, desahku ketika Tomy sedang mengubek-ngubek vaginaku dengan lidahnya demi untuk mengais sisa-sisa cairan yang ada di dalam vaginaku. Ini malah membuatku mencapai orgasme keduaku sehingga Tomy semakin puas saja merasakan cairan vaginaku yang mengalir keluar dari vaginaku. “sslluurrpp,,”, bunyi yang keluar ketika Tomy terus menyeruput cairan vaginaku hingga benar-benar kering. “woy,,udah,,masa jilatin memek gue terus,,”. “abisnya enak banget sih rasanya,,”. “yah,,dia ketagihan,,tadi aja ogah,,”. “tadinya kan,,belum tau rasanya,,eh taunya enak banget,,hehe”. “huu,,dasar,,yaudah,,sekarang lo buka baju dong,,masa gue doang yang telanjang,,”. “iya,,iya,,tapi jangan ketawa..”. “he?kenapa emang?”. “badan gue kurus,,’n punya gue kecil..”. “alah, itu mah gak penting,,udah, cepet buka baju lo”. Tomy membuka bajunya dan terlihatlah olehku tubuhnya yang kurus. “nah,,sekarang gue buka celana lo,,ya”.



“eh,,jangan,,biar gue sendiri aja,,”. “udah,,gak usah malu,,biar gue aja,,”. Aku mulai membuka celananya hingga tinggal celana dalamnya yang melindungi penis Tomy. Kulihat tonjolannya cukup besar. “katanya kecil,,ini lumayan gede kok,,”, kataku sambil mengecup dan menjilati penis Tomy yang masih terbungkus celana dalamnya. “aah,,enak,,”. “gue buka ya cd lo,,”, ujarku sambil membuka celana dalamnya, begitu kuturunkan celana dalamnya, penis Tomy pun langsung menyembul keluar. “tuh,,kata siapa kecil,,ini normal kok,,”, kataku sambil melihat penisnya yang panjangnya kira-kira 15 cm. “ouh,,segini normal toh,,abisnya gue liat di video bokep,,kontolnya gede-gede banget,,”. “ya lo bandingin ama kontol orang bule,,ada-ada aja”, kataku sambil menggenggam penisnya dengan tangan kananku. “lo mau ngapain kontol gue?”. “mau,,gue emut,,”, kataku dan tanpa basa-basi lagi aku mengemut kepala penisnya membuat Tomy meliak-liukkan badannya mungkin karena menahan rasa ngilu. Aku tak menghiraukan Tomy yang sedang merasa ngilu yang terasa teramat sangat. Aku terus mengemut kepala penisnya, menjilati dari atas ke bawah, dan melahap kantung buah zakarnya hingga dia mendesah keenakan. “aahh,,enaak banngett,,”, desah Tomy. Aku menghentikan aktifitasku karena mulai dari kepala penisnya hingga ke buah zakarnya sudah berlumuran air liurku. “gimana,,enak gak?”. “gila,,jago banget mulut lo,,”. “iya donk,,”, kataku. Lalu aku menaruh penisnya di belahan dadaku, dan aku merapatkan payudaraku sehingga penis Tomy terhimpit oleh payudaraku. “ayo Tom, gerakkin kontol lo,,”. “anget banget memek gue,,”. “ya iyalah,,udah,,sekarang gerakkin kontol lo”. “ok,,”. Tomy mulai menggerakkan penisnya ke atas dan ke bawah sehingga penisnya bergesekkan dengan kulit payudaraku yang putih dan mulus. Aku melepaskan himpitan payudaraku sehingga kini Tomy mengelus-eluskan penisnya ke permukaan payudaraku yang kencang, dan juga dia mengeluseluskan penisnya ke kedua putingku. Penis Tomy yang tadi diselimuti oleh air liurku kini telah kering lagi karena payudaraku dijadikan alat pengelap olehku sendiri. “nah,,sekarang kontol lo udah bersih,,”.



“oh jadi dari tadi buat ngebersihin kontol gue toh,,”. “yup,,sekarang ke ranjang yuk,,”. “asiik..”, kata Tomy kesenangan. Tomy tidur terlentang sementara aku menaiki badannya dan duduk di pahanya. “oh iya,,Bunga,,gue gak pake kondom nih?”. “ah,,gak usah,,enakan gak pake kondom,,lebih kerasa,,”. “tapi lo gak takut kena penyakit??”. “itu seninya kalee,,”. “eh,,serius gue,,”. “tenang aja,,gue udah kebal ama penyakit kelamin,,”. “lho? kok bisa? apa rahasianya?”. “ada deh,,udah ah,,lo mau ngobrol doang jadinya nih?”. “eh,,gak dong,,gue mau ngerasain memek lo,,”. “yaudah,,kalo gitu jangan banyak tanya,,”. “iya,,maap deh Bunga,,”. “ok kalo gitu,,mulai ya,,”. Kini aku berada di atas penis Tomy yang sudah mengacung tegak dan tidak sabar ingin menjelajahi vaginaku. Aku memegang penis Tomy dan mengarahkannya ke vaginaku, lalu aku mulai menurunkan tubuhku secara perlahan sambil membimbing penis Tomy masuk ke vaginaku. Tak lama kemudian, penisnya sudah amblas ditelan vaginaku. “jadi gini rasanya,,anget ‘n sempit banget,,”, komentarnya. Aku tak berkata apa-apa tapi aku menggerakkan tubuhku naik turun, dan Tomy memegang pinggangku. “mmmhh,,”, desahku pelan ketika aku terus menggerakkan tubuhku naik turun. Sepertinya Tomy sudah menguasai ritmenya sehingga dia kini menyodokkan penisnya ke dalam vaginaku dengan sangat kuat, tapi anehnya bukan terasa sakit tapi malah terasa nikmat tiada tara. Aku menghentikan gerakanku sehingga tubuhku kini bergerak sesuai irama sodokan penis Tomy, tentu saja ini membuat payudaraku berguncang naik-turun, dan sepertinya Tomy gemas melihat payudaraku sehingga dia langsung meremas-remas kedua buah payudaraku. Setelah puas memainkan kedua buah payudaraku, Tomy memegang pinggangku tapi aku menurunkan tubuhku agar Tomy bisa menjilati kedua putingku, dan dengan insting kelaki-lakiannya, dia mulai menjilati seluruh permukaan kedua buah payudaraku yang putih mulus, dan juga kedua putingku. 7 menit kemudian, kami berganti posisi dan kali ini aku langsung mengajarinya posisi doggystyle, posisi yang paling disenangi oleh para cowok yang pernah menyetubuhiku.



Selama menggenjotku, Tomy memegangi dan meremasi payudaraku serta memelintir kedua putingku. “aaahhh,,”, desahku ketika melepas orgasmeku yang ketiga kalinya membasahi penis Tomy yang sedang bergerak keluar masuk vaginaku. Dan tak beberapa lama kemudian, kurang lebih 5 menit kemudian tepatnya, Tomy mencapai puncaknya dan menyemburkan lahar putihnya yang kental ke dalam vaginaku. Biarpun tak terlalu lama dia bisa menyutubuhiku, tapi jumlah semburan spermanya lebih dari 6 kali semburan. Setelah penisnya benar-benar sudah mengosongkan isinya, diapun mencabut penisnya dan langsung tiduran di ranjang, sementara aku masih menungging untuk mengatur nafasku. Tomy tidur terlentang di ranjang dengan pemandangan aku yang masih menungging sehingga vaginaku yang terbuka dan sperma yang meleleh keluar hingga ke pahaku dapat dilihat jelas oleh Tomy. Setelah nafasku teratur lagi, aku bergerak dan tidur di sampingnya. “gile Bunga,,lo jago banget maennya..hhh”, katanya sambil ngos-ngosan. “lo juga lumayan buat orang yang baru pertama kali ngeseks,,”. “oh iya,,gue nyemprot di dalam memek lo,,gak apa-apa?”. “hamil maksud lo? gak apa-apa ko’,,gue udah ada obat penangkalnya..”. “wah,,sedia payung sebelum hujan..hahaha”. “bisa aja lo,,”. “oh iya Bunga,,ntar boleh lagi nggak?”. “yah dia ketagian maen ama gue,,”, ledekku. “iya nih,,enak banget sih memek lo,,”. “iya,,iya,,boleh kok,,lo nginep kan,,”. “iya,,sekalian ajarin gue ya,,”. “ok deh,,”. Sampai keesokan hari, Tomy terus kuajari berbagai hal tentang sex. Aku pun menjadi guru sexnya selama 3 bulan hingga akhirnya dia mampu bertahan hingga 30 menit dalam satu ronde. Dan setelah kejadian sex perdana bagi Tomy, kami berpacaran. Pada saat kami telah 6 bulan berpacaran, keluargaku pindah ke luar negeri karena urusan bisnis, tapi aku tidak pindah ke luar negeri karena aku tidak mau. Sementara itu, keluarga Tomy memang sudah di luar negeri sejak Tomy berumur 18 tahun. Selama berpacaran dengan Tomy, aku tetap mencuri-curi waktu untuk pergi ke desa dan bertemu Mang Karyo dan Mbah Tanto. Selain itu aku tetap melaksanakan janjiku untuk menemani pak Bara, pak Wawan, pak Maman, dan pak Jono ‘ngeronda’. Tomy benar-benar sayang kepadaku karena dia mau membelikan apa saja dan mau menemaniku kemana saja yang kumau. Tapi, aku merasa tidak enak juga jadi aku membiarkan tubuhku untuk didominasi oleh Tomy jika sedang di ranjang. Kami berpacaran hingga 1 tahun, dan ketika itu istri Mang Karyo meninggal dunia karena sakit, sehingga aku membawa Tomy dan



akhirnya Tomy, Mang Karyo, dan Mbah Tanto saling berkenalan. 1 bulan setelah istri Mang Karyo meninggal, tanpa kuduga Tomy melamarku ketika sedang makan di restoran mahal seperti impianku, tapi sayangnya yang melamarku bukan pria ganteng. “Bunga,,mau gak kamu jadi istriku?”. “hah?! Kamu ngelamar aku nih ceritanya?”. “iya,,”. “tapi kan kamu udah sering ngentotin aku,,entar kalo udah nikah,,terus kamu bosen ma aku gimana?”. “nah,,itu dia,,gak tau kenapa..aku gak pernah bosen ngeliat wajah kamu, denger suara kamu, apalagi ngeliat kamu telanjang,,”. “hahaha,,bisa aja kamu,,”. “jadi mau gak?”. “aku mau,,”. “asiik,,”. “tapi ada 2 syarat,,”. “apa syaratnya, sayang?”. “syaratnya,,”. “apa syaratnya sayang?”. “yang pertama,,kamu masih inget kan Mang Karyo ama Mbah Tanto??”. “oh yang waktu itu ada di desa kamu ya?”. “iya,,”. “terus apa hubungannya ama kita??”, tanya Tomy. “kamu harus rela membagi tubuhku dengan mereka”. “kenapa begitu?”. “soalnya aku janji ke mereka kalau aku akan jadi istri mereka kalau aku udah siap”. “…”. “yang kedua, kamu aku anggep suami ketigaku, jadi yang dapet jatah pertama kali pas malam pertama itu Mang Karyo terus Mbah Tanto baru deh kamu”. “…”. “gimana? setuju gak?”. “mmm,,”. “mau mikir dulu,,yaudah,,ntar-ntar aja jawabnya,,sekarang kita makan dulu,,”. “ok,,”. Lalu kami makan makanan yang baru saja terhidang di depan kami, dan kami tidak berbicara selagi makan karena aku juga mengerti kalau Tomy sedang serius berpikir. Tak lama kemudian, kami selesai makan makanan utama setelah itu kami makan hidangan penutup. “sayang,,”. “apa,,”, kataku sambil menyendok hidangan penutupku. “kayaknya aku setuju ama syarat yang kamu ajuin,,”, ujar Tomy. “yakin,,udah bener-bener dipikirin?”, tanyaku menanyakan keputusannya. “yakin,,seyakin-yakinnya”. “deal kalo gitu deh..berarti mulai sekarang kamu udah resmi jadi tunanganku”, kataku.



“asik,,oh ya sayang nih cincin tunangan kamu,,”, katanya sambil menyerahkan cincin permata berlian. “wah,,ini kan cincin mahal,,gak apa-apa nih buat aku?”. “cincin ini gak indah kalau dibandingin ama kamu yang sangat cantik,,”. “ah,,bisa aja kamu,,”, kataku tersipu malu sambil memakai cincin berlian itu di jari manisku. Setelah itu kami berciuman tapi tanpa nafsu karena kami sedang berada di restoran jadi kami hanya saling mengecup bibir. Tapi, tetap saja banyak yang memperhatikan kami karena cowok yang bertampang culun seperti Tomy bisa mencium cewek cantik sepertiku. Setelah selesai, kami pulang ke rumah, dan selama perjalanan aku menceritakan semua pengalamanku dengan Mang Karyo dan Mbah Tanto kepada Tomy. “oh,,jadi yang merawanin kamu tuh Mang Karyo,,wah enak banget si Mang Karyo,,”. “tapi waktu itu aku diperkosa,,”. “oh,,terus kamu gak marah?”. “gak,,abis enak sih,,hehe”. “aku gak nyangka lho,,cewek cantik ‘n dari keluarga baik-baik kayak kamu bisa liar banget,,”. “iya nih,,tapi aku beruntung ada cowok baek kayak kamu yang nerima aku apa adanya,,”. “justru aku yang beruntung bisa punya tunangan yang cantik banget kayak bidadari”, katanya sambil mencubit pipi kananku. “ah,,bisa aja”. “oh iya,,aku juga punya rahasia lho,,”. “emm?apa rahasianya?”. “aku udah lama pengen ngeliat kamu dientotin 2 orang sekaligus,,”. “ha?! yang bener? jangan-jangan itu alasan kamu nerima syarat dari aku?”. “iya,,aku mau ngomong dari dulu tapi aku takut kamu marah ‘n mutusin aku,,”. “terus alesan kamu pengen ngeliat aku dientot 2 orang sekaligus kenapa?”. “abisnya kamu cantik banget udah gitu kulit kamu putih mulus ‘n body kamu bohay banget,,jadinya aku sering ngebayangin kamu dijepit ama 2 cowok kulit item,,”. “wah,,wah,,muka kamu alim tapi fantasi kamu kemana-mana,,kayaknya kita emang jodoh nih,,haha”. “iya donk sayang,,kita emang jodoh..”. “yank,,maen yu,,”, kata Tomy. “huu,,dasar,,belum jadi suami udah minta maen mulu,,”. “abisnya Tomy junior udah gak sabar pengen ngumpet di memek kamu apalagi lobang pantat kamu yang sempitnya minta ampun,,”. “alah,,ada-ada aja,,iya,,iya,,di rumahku ya,,jangan di apartemen kamu,,takut kedengeran ama yang lain”. “ok honey bunny sweetieku,,”. Tomy mengemudikan mobilnya menuju ke rumahku, selama sisa perjalanan, aku menyelipkan tanganku ke dalam celananya untuk mengelus-elus penis Tomy sementara Tomy pun meremas-remas dadaku dan juga kadang-kadang mengelus-elus vaginaku yang masih terbungkus celana dalam. Akhirnya kami berdua sampai di rumahku, kami turun dari mobil setelah Tomy memarkirkan mobilnya. Setelah berada di dalam, kami duduk di ruang tamu sambil menonton tv untuk mengistirahatkan badan kami dulu.



“yank, kok kamu cantik banget sih?”. “lah,,mana aku tau,,emangnya aku milih muka aku sendiri? ada-ada aja nih nanyanya,,hahaha”. “abisnya,,cantiknya gak ketolongan sih..”. “dasar,,ayangku ada-ada aja”. “yank,,aku cium kamu ya,,”, tanya Tomy. “cium aja,,biasanya juga maen nyosor bibir aku,,”, jawabku. “oh iya ya,,”, jawabnya dan dia pun langsung mendekat ke arahku. Tomy langsung memeluk diriku dan memagut bibirku, aku membiarkannya melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulutku sesuka hatinya. Tomy langsung menyambar dan mengemut-emut lidahku yang sengaja kukeluarkan. Setelah 3 menit berciuman, kini giliranku untuk melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Tomy barusan. Lalu, Tomy meremas-remas payudaraku dengan kedua tangannya, sementara aku melepas cumbuanku sehingga terlihatlah air liur kami yang saling menyatu dan bercampur. “mmhh,,bibir kamu emang manis banget,,”, komentar Tomy. “bisa aja nih ayangku,,”. “ayang,,mulai yuk,,udah nyut-nyutan nih pengen masuk ke sarangnya”. “apa tuh yang nyut-nyutan?”, kataku menggodanya. “biasa,,si Tomy Jr.”. “aduh,,aduh,,kacian,,yuk di kamar mandi aja”, kataku sambil mengelus-elus penis Tomy yang masih terbungkus celananya. “lho? kok di kamar mandi?”. “iya,,aku sekalian mau mandi..”. “oh gitu,,ide bagus tuh,,ayuk”, Tomy mendorong tubuhku agar aku berjalan lebih cepat. Sesampainya di depan pintu kamar mandi, kami langsung melepaskan pakaian kami masing-masing agar lebih cepat. Setelah kami bertelanjang ria, kami masuk ke kamar mandi, sementara aku mengisi air di bathtub, Tomy menyiapkan sabun mandi. Tak lama kemudian, air di bathtub sudah penuh sehingga aku harus sedikit membungkukkan badanku untuk mematikan keran. Tiba-tiba pantatku ditepuk kencang oleh Tomy. “aw,,sakit tau,,”. “sori deh abisnya pantat kamu semok banget,,”. “semok sih semok,,tapi kan sakit tau,,dasar”. “maap deh,,sayang”, katanya lalu dia mencium pantatku. “iihh,,pantat aku kok dicium,,”. “abisnya,,aku gemes banget ngeliat pantat kamu,,”. Setelah itu, kami membasuh badan kami masing-masing dan saling menyabuni. Vagina dan anusku dibersihkan dengan jari Tomy dan tentu saja Tomy menyodok-nyodokkan penisnya ke vagina dan anusku sampai dia menyemburkan spermanya di dalam anusku hingga luber dan meleleh keluar dari lubang anusku. “yank,,udah yuk mandinya,,dingin juga lama-lama di kamar mandi,,”, ajakku. “ok,,tapi lagi ya,,”. “iya,,iya,,pokoknya sampe kamu puas deh,,tapi liat tuh, kontol kamu aja masih lemes gitu”. “ya iyalah,,isinya kan baru ditelen ama lubang pantat kamu,,”. “siapa suruh dimasukkin,,hehe”.



“sambil nunggu aku ‘bangun’ lagi,,aku mainin memek kamu ya,,”. “kamu kira memek aku mainan,,hahaha,,cuma becanda yank,,iya,,iya boleh,,kamu boleh mainin memek aku sesukamu,,”. “asik,,sini aku gendong ampe ke kasur,,”. “halah,,mana kuat,,badan kamu kurus gitu,,udah,,gak usah,,kamu ambil maenannya aja,,”. “ok,,ada maenan baru beli soalnya,,”. “hah?! baru beli lagi? perasaan maenan kita udah lebih dari 10 deh?”. “abisnya enak sih maenin memek kamu pake mainan baru…hehe”. “huu,,dasar,,yaudah sana ambil dulu,,”. “ok sayang,,”. Lalu dia keluar kamar sementara aku langsung tidur terlentang di ranjang. Tak lama kemudian, Tomy masuk kembali dengan membawa dildo berkepala 2. “wah,,ayang udah siap rupanya”. “iya donk,,oh itu mainan barunya,,ada 2 gitu kepalanya,,syerem”. “iya,,jadi bisa masuk ke memek ‘n lubang pantat kamu sekaligus,,”. “hadoh,,hadoh,,makin canggih aja mainan kamu,,”. “udah ah,,aku udah gak sabar pengen nancepin ni dildo ke memek kamu,,”. “yaudah,,”. Aku menekuk kakiku dan melebarkan selebar-lebarnya hingga membentuk huruf M, Tomy langsung duduk di depan vaginaku. Dia langsung memasukkan dildo berkepala 2 itu, yang batangnya panjang ke dalam vaginaku sedangkan yang agak pendek ke dalam anusku. “uummmhhh,,,”, desahku pelan ketika senti demi senti kedua dildo itu menembus masuk ke dalam vagina dan anusku secara bersamaan, dan akhirnya kedua dildo itu sudah tertanam di dalam vagina dan anusku sehingga hanya tinggal pegangan saja yang tertinggal. Tomy menekan suatu tombol di pegangan itu, tiba-tiba kedua dildo itu bergerak-gerak dan bergetar kencang di dalam vagina dan anusku. “aaahhhh,,,”, desahku spontan. Tomy tidak memberi waktu untuk aku mengeluarkan desahan karena dia langsung melumat bibirku dan memainkan lidahnya di rongga mulutku sementara tangannya sibuk meremas-remas payudaraku serta memilin-milin putingku. Setelah puas bermain lidah denganku, dia pun langsung melepaskan cumbuannya dan beralih ke payudaraku, dia telusuri belahan dadaku juga seluruh permukaan payudaraku. Ketika lidahnya sampai di putingku, dia melingkari daerah kedua putingku yang sangat sensitif dengan lidahnya secara bergantian, Tomy juga menggigiti dan kadang-kadang menarik kedua putingku dengan perlahan tentunya. Sementara itu, dia menggerakkan jari telunjuk tangan kanannya untuk mengelus-elus klitorisku sehingga membuatku yang memang dari tadi sudah benarbenar keenakan menjadi sangat keenakan. Oleh karena itu, aku tidak dapat menahan lagi, dan kukeluarkan ledakan orgasme bersamaan dengan eranganku. “ooohhh,,,!!!”. Tomy berhenti dan berbicara. “wah,,kamu udah orgasme ya,,asik,,aku bisa minum cairan kamu yang enak banget”. Aku hanya tersenyum ke arahnya, lalu Tomy mencabut dildo dari kedua lubangku sehingga terlihatlah dildo yang mengaduk-aduk vaginaku terselimuti cairanku sehingga dildo itu tampak berkilauan. “sayang,,mau cobain cairan kamu juga?”, tanya Tomy. Aku mengangguk pelan sambil tersenyum. Tomy menekan tombol off sehingga dildo itu berhenti bergerak dan bergetar, lalu dia menaruh



dildo itu di tanganku sementara dia berpindah ke daerah selangkanganku yang masih terbuka lebar. Aku memasukkan dildo itu ke dalam mulutku sehingga aku bisa merasakan cairan vaginaku sendiri. Tomy juga sedang sibuk menanamkan kepalanya ke selangkanganku, aku merapatkan pahaku sehingga kini kepala Tomy terhimpit kedua pahaku yang putih mulus. Saking nafsunya dia mengangkat pahaku dan mendorongnya ke depan sehingga kedua kakiku berada di samping tanganku, Tomy melanjutkan mengais-ngais sisa cairanku yang masih ada di dalam vaginaku dengan lidahnya dan kadang-kadang dia mengorek-ngorek vaginaku dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Setelah yakin cairanku sudah tak ada lagi, Tomy melepas kakiku sehingga aku bisa menurunkan kakiku. Lalu Tomy tidur di sampingku, kami saling berhadapan dan saling memeluk. “yank,,masih lemes?”. “iyaa,,ntar dulu ya”, jawabku dengan pelan. Setelah 3 menit beristirahat, tenagaku sudah pulih dan nafasku sudah normal kembali. “yank,,ayuk sekarang,,”, kataku. “asik,,ayuk,,ayuk,,”. “apaan nih gayanya?”. “gaya favorit aku,,”. “oh,,ok,,”. Lalu aku bertumpu pada tangan dan lututku alias posisi doggystyle. Tomy langsung mendorong penisnya masuk ke dalam vaginaku yang sudah menanti penisnya. Kini, penisnya sudah bergerak keluar masuk vaginaku dengan akselerasi yang terus bertambah hingga kecepatan sodokannya mencapai maksimum. Kadang-kadang Tomy sengaja menekan penisnya ke dalam vaginaku dengan sangat kuat sehingga aku berteriak kecil, lalu dia diam sejenak sambil membiarkan penisnya terdiam di dalam kehangatan vaginaku. “hhh,,,hhh”, nafasku berat karena aku sudah mencapai klimaks tadi. “yank,,ganti posisi yuk,,udah 15 menit nih,,bosen,,”. “ok deh sayangku,,”, jawabku. Tomy mencabut penisnya dan menyuruhku tidur menyamping lalu dia tidur di belakangku dengan posisi menyamping juga. Dia mengangkat kaki kananku, Tomy mulai mendorong penisnya untuk bersembunyi di dalam vaginaku lagi. Setelah sudah klop, Tomy mulai menggenjot vaginaku dengan posisi menyamping. “mmmhhh,,aaahhh”, desahku menerima serangan penis Tomy yang tanpa henti. Sementara aku sedang menghayati kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuhku, Tomy menyentil-nyentil daun telingaku dengan lidahnya sehingga aku semakin horny dan horny terus. 7 menit kemudian, Tomy mencabut penisnya dan menurunkan kakiku lalu Tomy meminta aku menaiki tubuhnya. Aku langsung berada di atasnya dan memposisikan vaginaku tepat di atas penis Tomy yang berkemilauan karena sudah disiram dengan cairan vaginaku beberapa kali. Aku membimbing penis Tomy dan menurunkan tubuhku sehingga penisnya sudah bersemayam di dalam vaginaku lagi. Tomy memegang pinggulku dan mulai mendorong penisnya ke atas sementara aku menekan tubuhku ke bawah sehingga dengan cara ini penis Tomy lebih terasa menusuk vaginaku. “ooohhh,,terusss Tom,,”, teriakku karena sebentar lagi aku merasa akan mencapai orgasme yang entah sudah keberapa kali. Sekitar 8 menit kemudian, Tomy semakin gencar dan cepat mendorong penisnya ke atas juga nafasnya yang semakin memburu. Aku tau kalau sebentar lagi Tomy akan menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku, jadi aku menggerakkan pinggulku lebih hebat lagi.



Tak beberapa lama, Tomy menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku dan karena aku juga mengalami orgasme, cairanku dan sperma Tomy bercampur aduk di dalam vaginaku. Kami berdua berdiam sambil menunggu penis Tomy selesai menyemburkan sperma dan sekaligus kami berdua mengatur nafas kami masing-masing. Beberapa menit kemudian, penis Tomy mengecil dengan sendirinya sehingga langsung lolos keluar dari vaginaku. Aku bangun dari atas tubuh Tomy lalu aku membersihkan sisa-sisa sperma yang masih ada di penis Tomy. “emang bener-bener enak banget kalo maen ama kamu,,”. “iya donk,,siapa dulu,,Bunga gitu loh…”, kataku sambil menjilati jari-jariku yang ada sedikit sperma Tomy karena tadi sambil membersihkan penisnya, aku sempat memegangnya. “oh ya,,besok kamu ada acara gak?”, tanyaku. “ada,,kenapa?”. “yah,,padahal tadinya aku mau ngajak kamu ketemu Mang Karyo dan Mbah Tanto,,”. “oh,,mau ngomongin masalah pernikahan ya?”. “iya,,emang besok gak bisa diwakilin aja ama anak buah kamu?”. “gak bisa,,klien aku mintanya aku ngawasin langsung sampe minggu depan,,”. “oh,,yaudah,,”. “kamu marah ya?”. “nggak,,yauda,,berarti minggu depan ya..”. “okeh,,sweety,,”. “yank,,pulang sana,,udah jam 12 malem tuh”. “ngusir nih?”. “kalo iya kenapa,,wee,,hehe,,becanda..tadi kan kata kamu, besok ada urusan, jadi kan harus tidur yang cukup”. “tapi aku maunya nginep disini..”. “kan dokumen-dokumen dan yang lainnya ada di apartemen kamu,,”. “oh iya ya,,”. “lagian kalo nginep di sini, adanya kamu malah ‘ngerjain’ aku semaleman,,ya kan?”. “hehehe,,iya juga sih,,yaudah deh,,aku pulang aja”. Tomy bangun dari tempat tidur dan memakai pakaiannya lagi sementara itu, aku juga bangun dari tempat tidur dan duduk di tepian ranjang. “pulang dulu ya,,”, kata Tomy setelah selesai memakai bajunya. “aku anterin ampe depan ya,,”. “nggak usah,,”. “udah,,gak apa-apa..aku juga sekalian mau ngunci pintu”. “oh,,yaudah,,”. “bentar ya,,aku make baju dulu”, aku memakai kaos yang kebesaran sehingga bisa menutupi pantat dan vaginaku. “yuk,,”. “lho,,kamu gak pake celana?”. “nggak ah,,males,,”. “terserah kamu aja deh..yok turun,,”. Lalu kami berjalan ke luar rumah, sebelum masuk mobil, Tomy mencium jidatku. “pulang dulu ya sayang..”.



“ati-ati ya nyetirnya..jangan ngebut-ngebut ya..”. “iya,,oh ya,,jangan lupa mandi ya..”. “hah? mandi?”. “iya,,supaya memek kamu gak lengket,,”. “oh..nggak ah,,dingin tau mandi jam segini..”. “tapi gapapa tuh? ntar jadi ada noda-noda di selangkangan kamu,,”. “gak apa-apa,,kan peju kamu ini,,lagian besok pagi bisa aku bersihin kok..”. “hahaha,,bisa aja,,yaudah deh,,aku pulang dulu,,gud nite,,sweet dream ya..dah”. “dah..”. Lalu Tomy mengendarai menjauhi rumahku, aku pun terus melambaikan tanganku sampai mobil Tomy tidak terlihat lagi olehku, kemudian aku masuk ke dalam rumah setelah mengunci pintu gerbang. Aku mengunci pintu depan rumah dan langsung menuju kamar untuk tidur. Tapi, sebelum tidur aku membuka kaosku karena aku merasa lebih nyaman dengan tidur tanpa mengenakan apaapa. Aku langsung tidur karena aku memang capek. Jam 10 pagi aku terbangun, aku ngulet untuk meregangkan tubuhku setelah tidur. “hhooaahhmm,,nym,,nym”, gumamku. “jam berapa nih?oh jam 10,,,”, kataku pelan karena belum benar-benar melek. Setelah 10 menit mengumpulkan kesadaran akhirnya aku tidak merasa ngantuk lagi. “mandi ah,,”, lalu aku mandi untuk menyegarkan badan sekaligus membersihkan daerah selangkanganku dari noda-noda sperma Tomy yang sudah mengering. Setelah selesai mandi, aku keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan tubuhku dengan handuk. “oh iya,,gue nemuin Mang Karyo ‘n Mbah Tanto aja ah,,”, kataku berbicara sendiri. Aku memakai baju dan rok mini, setelah itu aku mengunci pintu-pintu dan jendela. Kemudian, aku langsung mengeluarkan mobil dari rumah dan aku pun memacu mobilku setelah mengunci pintu gerbang. Tak beberapa lama, aku sampai dan memakirkan mobil di garasi rumahku. “Mang Karyo !!”, teriakku memanggil Mang Karyo. “Mang Karyo,,”, teriakku lagi karena tak ada jawaban. “ah,,mungkin lagi keluar”, aku masuk ke dalam rumah. Aku langsung duduk di sofa dan menyalakan tv untuk mengistirahatkan badanku setelah menyetir. 10 menit kemudian, aku mendengar pintu terbuka dan orang itu masuk ke dalam rumah, untungnya orang itu Mang Karyo bukan maling. “oh,,Mang Karyo,,kirain maling,,hehe”. “eh,,ada non Bunga toh,,enak aja Mang Karyo disangka maling,,”. “iya,,iya,,maap,,kan Bunga cuma becanda,,”. “oh ya,,non Bunga tumben,,mau kesini gak bilang-bilang dulu,,”. “emang kenapa kalau Bunga bilang-bilang dulu??”. “kan Mang Karyo bisa nyiapin ranjang dulu…”. “huu..dasar..Mang Karyo pikirannya ke ranjang mulu..”. “hehehe,,ya iyalah,,ngeliat non Bunga,,siapa sih yang gak kepikiran kayak gitu..”. “yee..perasaan baru minggu kemaren ketemu deh..”. “iya sih,,tapi udah kangen ama non Bunga,,”. “kangen ma Bunga apa memek Bunga?hmm?”. “kangen ma non Bunga donk,,soalnya kan kalau kangen ama non Bunga,,udah pasti kangen ama memek non Bunga..”.



“oh iya ya,,,hahaha..Mang Karyo pinter juga ya..”. “Mang Karyo gitu loh,,”. “oh ya,,Bunga mau ngomong serius nih..yuk duduk,,”. “ok,,tapi non Bunga mau ngomong apa? tumben pake acara serius segala..”. “gini Mang,,waktu itu kan Mang Karyo pengen nikah ‘n punya anak dari Bunga,,”. “iya,,iya,,terus?”. “Mang Karyo masih pengen nikahin Bunga?”. “iya,,Mang Karyo malah semakin ngebet pengen punya anak dari non Bunga..abisnya anak Mang Karyo diambil ama mertua Mang Karyo sejak istri Mang Karyo meninggal,,”. “wah kasian Mang Karyo,,jadi sendirian terus donk kalau Bunga gak kesini?”. “iya,,makanya Mang Karyo pengen banget jadiin non Bunga jadi istri biar tiap malem ada temen,,hehehe”. “sip dah Mang Karyo,,Bunga bakal jadi istri yang baik,,tapi ada masalah lain..”. “apa?”. “Bunga pengen ada 2 orang lagi yang jadi suami Bunga..”. “siapa?”. “Mbah Tanto ama satu lagi,, kenalan Bunga”. “oh,,kalo Mbah Tanto mah juga udah setuju ama Mang Karyo..”. “ha?maksudnya?”. “Mang Karyo jadi suami pertama non Bunga,,terus Mbah Tanto jadi suami kedua non Bunga,,”. “wah,,jadi Mbah Tanto pengen nikah ma Bunga juga?”. “iya,,sejak kenal ama non Bunga,,kata Mbah Tanto pengen tau kalau punya anak dari cewek cantik, gimana jadinya,,gitu katanya..”. “kenapa Mbah Tanto gak bilang ke Bunga aja?”. “takut marah katanya,,”. “berarti kalau nambah satu lagi,,gak apa-apa kan?”. “kalau Mang Karyo sih gak apa-apa,,asal bisa bikin generasi baru ama non Bunga,,”. “kenalan Bunga juga udah setuju,,berarti udah fixed ya,,ok deh,,”. “kalo gitu,,sekarang udah boleh?”. “boleh ngapain?”. “boleh ngelepas rindu ama non Bunga,,”. “oh,,itu,,iya,,iya,,boleh kok”. “asik,,tapi Mang Karyo mau nelpon Mbah Tanto,,biar kesini..”. “ok,,Bunga mandi dulu aja ya,,biar wangi ‘n fresh..”. “perlu dimandiin?hehehe..”. “yee,,katanya mau nelpon Mbah Tanto..”. “iya,,iya,,yaudah non Bunga mandi sana..”. Aku langsung pergi ke kamar mandi sementara Mang Karyo mulai menekan tombol-tombol telpon untuk menelpon Mbah Tanto. Ketika keluar dari kamar mandi, Mang Karyo dan Mbah Tanto sudah berdiri menungguku di depan pintu kamar mandi. “haduh,,Mang Karyo ngagetin aja,,Mbah Tanto juga ikut-ikutan lagi,,”, protesku. “hehe,,abisnya udah gak tahan nungguin Neng Bunga mandi,,lama banget,,”, jawab Mbah Tanto.



“yee,,Bunga lama kan biar badan Bunga wangi,,cium aja coba,,”. Mereka berdua langsung mendekati tubuhku dan mengendus tubuhku dari kepala hingga daerah vaginaku. “hmm,,bener-bener wangi,,”, komentar Mang Karyo. “iya bener,,apalagi memeknya,,”, tambah Mbah Tanto. “kok cuma ampe situ ngendusnya?”. “iya donk,,lutut ke bawah enggak penting,,hehe”, balas Mbah Tanto. “yee,,ada ada aja nih Mbah Tanto,,”, kataku. “non,,udah yuk,,ke kamar,,udah gak tahan,,”, pinta Mang Karyo. “aduh,,ntar dulu dong,,belom juga dikeringin pake handuk,,”. “yaudah,,biar Mang Karyo ama Mbah Tanto aja yang ngelapin badan non Bunga,,”. “yaudah,,”. Lalu Mang Karyo dan Mbah Tanto mengambil handuk, mereka mulai mengeringkan tubuhku. Mang Karyo mengeringkan tubuh bagian depanku sementara Mbah Tanto mengeringkan tubuh bagian belakangku. Mbah Tanto menyusupkan tangannya dan meraih payudara kananku dengan tangannya yang tertutup handuk, sementara Mbah Tanto mengeringkan sambil memainkan payudara kananku, Mang Karyo melakukan hal yang sama terhadap payudara kiriku. Mereka berdua memainkan putingku dengan memilin-milin kedua putingku. “aduuhh,,udaah donghh,,geli nih,,”, desahku pelan. “kan biar bersih ‘n gak ada kumannya non,,hehe”, jawab Mang Karyo. Akhirnya, mereka menyudahi memainkan putingku dan melanjutkan mengeringkan tubuhku. Terasa geli ketika Mang Karyo mengeringkan daerah vaginaku bersamaan dengan Mang Karyo yang mengeringkan pantatku. Lalu mereka melanjutkan mengeringkan pahaku sampai kakiku. Tiba-tiba Mang Karyo dan Mbah Tanto berdiri, mereka menaruh handuk di antara kedua paha putihku. Mang Karyo menarik handuk ke arahnya dan dibalas oleh Mbah Tanto yang menarik handuk ke belakang membuat handuk itu bergesek-gesekkan dengan vaginaku seperti gerakan orang yang sedang menggergaji. “uuummhh,,”, erangku keenakan karena handuk itu terus bergesek-gesekkan dengan vaginaku, itu membuat kakiku terasa lemas, untungnya di depanku ada Mang Karyo jadi aku bisa berpegangan padanya agar aku tidak jatuh. Aku menunjukkan wajahku yang sedang merasa keenakan kepada Mang Karyo yang ada di hadapanku. Dan akhirnya, tubuhku gemetar hebat yang menandakan aku mengalami orgasme dan cairanku mengucur ke handuk yang memang sengaja mereka hentikan untuk menampung cairan vaginaku. Setelah bagian tengah handuk sudah basah gara-gara cairanku, mereka menggantinya dengan handuk yang tadi Mbah Tanto pakai untuk membersihkan bagian belakang tubuhku. Mereka melakukan hal yang sama seperti tadi, tapi kali ini Mang Karyo melumat bibirku sedangkan Mbah Tanto menjilati tengkuk leherku dan juga kedua telingaku yang memberikan sensasi geli-geli nikmat. Aku hanya bisa meliuk-liukkan tubuhku dan aku tidak bisa mendesah yang merupakan nyanyian jiwa karena aku sedang sibuk bermain lidah di dalam rongga mulutku dengan Mang Karyo. Tidak butuh waktu lama untuk membuatku mengeluarkan cairan vagina lagi sehingga handuk kedua juga basah. “hhh,,udah donk,,lemes nih,,”, protesku setelah Mang Karyo melepaskan cumbuannya terhadapku. “abisnya enak sih mainin memeknya neng Bunga,,”, jawab Mbah Tanto.



“iya,,tapi jangan lama-lama,,lemes tau,,”, kataku. “iya iya maap non Bunga,,”. “yaudah,,ga papa,,oh iya,,katanya mau ngelepas kangen ama Bunga?”, tanyaku untuk menggoda mereka berdua. “oh iya,,ayo non ke kamar,,”. Mereka berdua memapahku ke kamar, selama memapahku menuju kamar, mereka sering mencium dan menjilati pipiku yang putih sehingga pipi kiriku basah oleh air liur Mbah Tanto dan pipi kananku basah oleh air liur Mang Karyo. Setelah sampai di kamar, mereka menaruh tubuhku di atas ranjang. Mereka membuka baju mereka masing-masing dengan tergesagesa, mungkin mereka sudah tak sabar ingin melepas rindu kepadaku yang tergolek lemas dan pasrah menunggu mereka. Dalam waktu sebentar, Mang Karyo dan Mbah Tanto sudah telanjang sehingga penis mereka yang sudah biasa menghuni vagina, anus, dan mulutku bisa terlihat olehku mengacung tegak ke arahku seolah menantangku. “ayo sini,,”, kataku. Mereka berdua langsung naik ke atas ranjang. Mereka langsung membagi jatah atas tubuhku menjadi 2, Mang Karyo menjilati bagian tubuh kananku dan Mbah Tanto menjilati bagian tubuh kiriku. Mereka berdua menjilati dari jidatku hingga ke jari-jari kakiku, tapi mereka sengaja melewatkan daerah vaginaku mungkin sengaja untuk saat terakhir. “ih,,gak jijik apa jilatin kaki Bunga?”, tanyaku setelah mereka membuat jari-jari kakiku basah oleh air liur mereka. “gak apa-apa,,non Bunga mah dari ujung rambut ampe ujung kaki,,wangi,,”. “nah,,neng Bunga gak jijik,,badan neng jadi ludah semua g,,”. “ah gak papa,,udah biasa kena ludah Mbah Tanto ama Mang Karyo,,lagian Bunga seneng kok,,”. “non Bunga,,udah siap memeknya dijilatin?”. “udah siap dari tadi,,silakan,,”, kataku mempersilakan mereka untuk menjilati daerah vaginaku. Mang Karyo menekuk kedua kakiku dan melebarkan kakiku sehingga terlihat seperti huruf M, Mang Karyo menaruh kepalanya di depan vaginaku. Mang Karyo langsung menjilati vaginaku sedangkan Mbah Tanto menjilati klitorisku. “eemmhhh,,,oohhh”, desahku pelan sambil bernafas dengan nafas yang memburu. Mbah Tanto menyapu bibir luar vaginaku dari atas ke bawah dan sebaliknya. Mbah Tanto mengimbangi permainan lidah Mang Karyo dengan menyentil-nyentil klitorisku membuatku semakin menggelinjang keenakan. Tak beberapa lama, Mang Karyo sedang menyeruput cairanku karena aku sudah orgasme. Setelah Mang Karyo selesai, dia gantian dengan Mbah sehingga aku juga memberi minum Mbah Tanto dengan cairan vaginaku 5 menit kemudian. Mang Karyo dan Mbah Tanto menghimpit tubuhku dengan Mang Karyo yang mengisi vaginaku dengan penisnya berada di bawah tubuhku sedangkan Mbah Tanto yang mengisi liang anusku dengan penisnya berada di atasku alias menindih tubuhku. Tubuh putih mulusku dihimpit kedua lelaki yang sudah biasa menghujamkan penisnya ke dalam tubuhku. Mang Karyo dan Mbah Tanto memang paling suka membuatku terhimpit di antara mereka berdua. Aku mengalami orgasme dan menyiram penis Mang Karyo yang sedang mengaduk-aduk vaginaku. Suasana di luar sangat hening sehingga aku bisa mendengar suara desahanku, suara pompaan penis Mang Karyo dan Mbah Tanto, serta nafas memburu mereka berdua karena mereka sangat bernafsu menyetubuhiku.



Akhirnya, mereka menyelesaikan ronde pertama dengan menembakkan sperma ke dalam vagina dan anusku. “heemhh,,hhh,,”, nafasku berat. Mbah Tanto mencabut penisnya setelah penisnya selesai memuntahkan isinya ke dalam anusku. Mang Karyo menurunkanku dari tubuhnya dan membuatku tidur terlentang di ranjang. “emang enak banget ngentotin neng Bunga,,”. “bener kata Mbah Tanto,,gak ada bosen-bosennye,,”, tambah Mang Karyo. “bisa aja,,oh iya,,Mang Karyo ato Mbah Tanto,,tolong ambilin minum dong,,aus nih,,”. “oke tuan putri,,hehe”, kata Mang Karyo keluar dari kamar sementara Mbah Tanto bergabung denganku di ranjang dan kami berdua saling berhadap-hadapan. “Mbah Tanto,,pijitin Bunga dong,,udah lama gak dipijit Mbah Tanto,,”. “oke deh neng Bunga yang cantik kayak bidadari,,”. Aku langsung tidur tengkurap, Mbah Tanto naik ke atas tubuhku dan mulai memijat dari bahuku, punggungku, pinggangku. Ketika tangan Mbah Tanto sampai di pantatku, bukannya memijat, Mbah Tanto malah menepuk-nepuk pantatku seperti sedang bermain gendang. “kok pantat Bunga dijadiin gendang?”. “abisnya pantat neng Bunga kenyel banget,,jadi enak buat dimaenin,,”. “Mbah Tanto payah,,masa maenannya nepokin pantat orang,,woo,,hehehe”. “biarin,,oh ya neng Bunga kok lobang pantatnya keliatan masih sempit sih? padahal udah berkalikali Mbah Tanto ‘n Karyo ngaduk-ngaduk pantat neng Bunga?”, kata Mbah Tanto sambil melebarkan pantatku yang kenyal dan putih mulus sehingga lubang anusku yang belepotan sperma bisa terlihat oleh Mbah Tanto. “gak tau deh,,dari sananya,,tapi bagus kan kalo kayak gitu,,”. “iyalah,,”. “si Mang Karyo mana? lama amat ngambil minum doang?”. “tau,,si Karyo mane nih,,”. Mang Karyo masuk ke dalam kamar. “panjang umur banget lo Yo,,”, kata Mbah Tanto. “non Bunga udah nunggu lama ya,,”. “iya nih,,tenggorokan Bunga udah kering,,mana minumannya?”. “ada di meja makan,,kita sekalian makan aja,,”. “wah,,pas banget,,Bunga juga udah laper nih,,tau aja Mang Karyo,,jadi makin sayang deh,,hehe”. “kok neng Bunga sayangnya ama Karyo doang,,ama Mbah Tanto nggak?”. “iya,,Bunga juga sayang kok ama Mbah Tanto,,”, kataku sambil mencubit pipi kempot Mbah Tanto. Mbah Tanto dan Mang Karyo memakai celana pendek mereka sementara aku bangun dari tempat tidur. “yok,,makan yuk,,”, kataku sambil menarik tangan mereka keluar dari kamar. “lah,,non Bunga gak pake baju?”. “gak usah,,kan cuma kita betiga ini,,lagipula lebih adem kalo kayak gini,,hehe”. “neng Bunga udah cantik, sexy, nakal lagi,,jadi makin gemes,,”, kata Mbah Tanto sambil menepok pantatku. “hehe,,udah yuk ah,,mari kita makan,,”. “oke non Bunga,,”. Kami mulai makan makanan yang telah Mang Karyo siapkan di meja makan.



Setelah makan dan istirahat sebentar agar makanan yang baru kami makan turun ke perut. Aku melihat Mang Karyo dan Mbah Tanto mencampur sesuatu ke minuman mereka kemudian mereka meminumnya. “wah,,minum apa tuh? minum jamunya Mbah Tanto ya?”. “iya non,,”. “ah curang,,”. “abisnya pengen lepas kangen ama neng Bunga seharian,,”, tambah Mbah Tanto. “besok,,Bunga juga masih ada disini,,”. “besok juga seharian,,hehe”. “huu,,dasar,,hahaha,,”. “jadi non Bunga gak mau nih?”, tanya Mang Karyo. “Bunga kan mau jadi istri yang baik,,masa Bunga nolak,,”. “oh iya ya,,”. “jadi tambah gak sabar pengen nikah ama neng Bunga,,bisa puas tiap hari,,hehe”, tambah Mbah Tanto. Ronde kedua dimulai, kali ini Mbah Tanto yang mengisi liang vagina dan Mang Karyo yang mengisi anusku. Aku melayani mereka seharian hingga tubuhku benar-benar lemas bagaikan tak bertulang karena entah sudah berapa kali aku orgasme. Untung keesokan harinya, Mang Karyo dan Mbah Tanto sedang ada urusan di kelurahan sehingga dari pagi sampai sore, aku bisa bersantai dan mengobrol dengan warga desa yang lain, aku lumayan terkenal karena sejak kecil sampai sekarang aku sering mengobrol dan membantu warga desa. Para lelaki di desaku, tidak ada yang tidak mengenalku karena meskipun mereka sering menggodaku dan berbicara jorok kepadaku, aku tidak marah, malah aku menanggapi mereka sehingga mereka nyaman mengobrol denganku. Mang Karyo dan Mbah Tanto pulang sore-sore, aku langsung masuk kandang dan tidak keluar rumah lagi karena harus melayani Mang Karyo dan Mbah Tanto. Aku pulang setelah 5 hari aku menjadi tempat penyimpanan sperma Mang Karyo dan Mbah Tanto. Aku memberi tau ke seluruh keluargaku kalau aku akan menikah 2 minggu lagi dengan Tomy. Mendengar kabar itu, orang tuaku dan seluruh keluargaku sangat bahagia. Orang tuaku berencana pulang untuk mempersiapkan pernikahan dengan Tomy. Sedangkan Tomy, aku menyuruhnya untuk mengakrabkan diri dengan Mang Karyo dan Mbah Tanto. Awalnya, aku takut kalau Tomy susah mengakrabkan diri dengan Mang Karyo dan Mbah Tanto karena perbedaan usia, tapi tak kusangka, mereka jadi sangat akrab bagaikan teman yang sudah lama tak bertemu. Yang membuat mereka jadi sangat akrab adalah aku karena mereka saling bertukar pengalaman bagaimana pertama kali bertemu denganku. Setidaknya, itulah yang kudengar dari Tomy. Ketiga calon suamiku sudah akrab, kedua keluarga juga sudah ada di Indonesia, undangan sudah disebar, dan segala persiapan sudah selesai sehingga tinggal pelaksanaannya saja. Gaun pernikahan pun sudah kubeli bersama teman-temanku. Hari H datang, meskipun aku sudah tau Tomy luar dalam, tapi aku tetap deg-degan mungkin inilah perasaan seorang wanita jika menikah. Akhirnya, aku resmi menjadi istri Tomy, sekarang tinggal makan-makan dan foto-foto. “wah,,kembang kampus ngeduluin kita nih,,”, kata temanku yang bernama Nina. “hahaha,,bisa aja lo Nin,,”. “padahal tadinya gue mau pdkt ke lo,,”, kata Agus yang merupakan temanku juga. “hahahaha,,lo sih gak bilang-bilang,,”.



“eh,,lo gak salah pilih suami? lo kan cantik banget,,tapi maap ya,,suami lo gak ganteng sih?”, tanya Dewi, temanku. “ya mau gimana lagi,,udah cinta sih,,kan cinta itu buta”. “ahaha,,bisa aja lo,,”. Aku dan teman-temanku mengobrol sambil tertawa-tawa, begitu juga Tomy. Aku mengenalkan teman-temanku ke teman-teman Tomy. Pesta berakhir saat sore hari, para tamu pulang, begitu juga keluargaku dan keluarga Tomy kembali ke luar negeri. “Tom,,kamu udah siapin rumah kita kan?”. “udah,,mendingan kita langsung nemuin Mang Karyo ‘n Mbah Tanto,,”. “oh iya,,yuuk,,”. Kami berangkat ke desa dengan mobil Tomy. Hari itu, aku menikah 3x, tentu saja pernikahan dengan Mang Karyo dan Mbah Tanto tidak resmi, tapi hanya pernikahan sirih saja karena aku takut repot nantinya dan keliatannya Mang Karyo juga Mbah Tanto tidak keberatan jika tidak menikah resmi denganku. Aku, Tomy, Mang Karyo, dan Mbah Tanto langsung pergi ke rumah yang akan menjadi rumah kami. Tomy menyetir, Mang Karyo dan Mbah Tanto duduk di kursi belakang sementara aku duduk di samping Tomy. “akhirnya,,bisa bikin anak juga,,”, kata Mbah Tanto. “iya,,tapi inget ya,,ntar Mang Karyo duluan,,abis itu Mbah Tanto,,terakhir Tomy,,”, kataku. “oke,,”, jawab Tomy. “kamu gak apa-apa Tom dapet terakhir?”, tanyaku takut Tomy tidak senang. “gak apa-apa kok,,kan Mang Karyo udah kenal kamu dari SMA,,”. “dek Tomy bener gak apa-apa? kalo mau duluan,,gak apa-apa kok dek Tomy”, tanya Mang Karyo. “gak ko Mang,,Mang Karyo yang pertama ntar,,”. Kami sampai juga di rumah baru kami yang sudah tertata rapi karena Tomy sudah menyiapkan rumah ini seminggu sebelumnya. Aku, Mang Karyo, dan Mbah Tanto keluar dari mobil sambil menunggu Tomy selesai memarkir mobil. Setelah Tomy selesai memarkir mobil, kami berempat masuk ke dalam rumah. “Bunga mandi dulu ya,,”. “yaudah,,kita juga mau istirahat dulu,,iya kan Mang Karyo, Mbah Tanto?”. “he eh,,”, jawab mereka berdua. Tomy tidak tanggung-tanggung membeli rumah, rumah ini terdiri dari ruang dapur yang besar, ruang makan, ruang santai, ruang keluarga, ruang tamu, 2 kamar pembantu, 2 kamar tamu, 2 kamar kosong, 3 kamar, 1 kamar yang sangat besar, dan kamar mandi di setiap kamar. Aku menggunakan kamar mandi yang ada di kamar besar. Begitu aku masuk ke kamar yang paling besar, ada 1 ranjang yang sangat besar, 1 lemari pakaian, 1 buah tv yang sangat besar, meja rias dengan segala alat-alat kecantikan, cermin yang bisa menunjukkan dari kepala sampai kaki, dan hal-hal cewek lainnya. Setelah mandi dan mengeringkan tubuhku, aku langsung keluar tanpa memakai apa pun dan menuju ke 3 suamiku yang sedang duduk dan menonton tv di ruang keluarga. “Bunga mau nanya sesuatu nih?”, aku duduk di samping Mang Karyo. “nanya apa?”, jawab mereka serentak. “kan kita berempat udah nikah nih,,mau manggil Bunga apa?honey, sayang, apa mami?”. “kalau aku,,mimi aja ah,,”, kata Tomy. “oke,,kalau Mang Karyo ama Mbah Tanto?”. “tetep aja deh,,”, kata Mang Karyo.



“iya,,sama ama Karyo”, kata Mbah Tanto. “ha? tetep? yakin? sekarang boleh manggil apa aja kok,,”. “nggak ah,,”. “oh yaudah,,tapi Bunga boleh kan manggil papa ke kalian semua,,”. “boleh lah,,”, jawab mereka serentak “oh iya,,papa-papa sekalian jangan ada yang minum obat kuat ya,,soalnya Bunga pengen malem pertama yang alami,,”. “beres,,”, jawab mereka bertiga. “nah,,ayo sekarang papa Karyo duluan yuk,,”, kataku sambil menarik tangan Mang Karyo ke kamar yang paling besar. “duluan ya,,”, kata Mang Karyo mengejek Mbah Tanto dan Tomy. “dasar,,”, kata Tomy. Aku dan Mang Karyo bercinta dengan penuh gairah, dan malam itu sperma Mang Karyo yang pertama kali mencoba menembus sel telurku. Setelah beristirahat sejenak sehabis bercinta dengan Mang Karyo, aku keluar dari kamar dan menuju ruang keluarga bersama Mang Karyo dengan penis yang sudah lemas. “ayo,,sekarang giliran papa Tanto,,”, aku menarik tangan Mbah Tanto “dek Tomy,,yang sabar ya,,”, kata Mbah Tanto mengejek Tomy. “aduh jadi gak sabar,,”, kata Tomy. Mbah Tanto menyetubuhiku dengan sangat bernafsu. Mbah Tanto menanamkan benihnya ke dalam vaginaku untuk membantu sperma Mang Karyo menembus sel telurku. Tubuhku sudah berpeluh keringat akibat begitu ‘panas’nya persetubuhanku dengan Mang Karyo dan Mbah Tanto. Aku keluar bersama Mbah Tanto ke ruang keluarga lagi. “nah,,sekarang giliran papa Tomy deh,,”, kataku. “asik,,akhirnya,,”. Di ranjang, Tomy menciumi dan menjilati seluruh bagian tubuhku yang sudah berkeringat, dia seperti memujaku bagaikan dewi. Satu bagian yang tidak ia jilati yaitu daerah selangkanganku karena sudah sangat belepotan sperma Mang Karyo dan Mbah Tanto. Aku memberinya kesempatan 2 kali untuk menembakkan spermanya ke dalam vaginaku karena aku kasihan padanya yang menunggu paling lama. Jadi, sekarang di dalam rahimku, sel telurku sedang dikeroyok oleh sperma dari 3 orang, mudah-mudahan bisa tembus sehingga aku bisa cepat mempunyai anak. Aku kembali ke ruang tamu dengan vagina yang sangat belepotan sperma. “fiiuhh,,capek juga ya punya 3 suami,,”, kataku sambil duduk di samping Tomy. “mudah-mudahan bisa cepet,,”, kata Mang Karyo. “oh iya,,Bunga mau ngatur jadwal nih buat papa-papa,,”. “jadwal apa?”, tanya mereka serempak. “jadwal jatah lah,,”. “oh,,”. “gini,,kamar utama ada 4 kan,,masing-masing papa nempatin 1 kamar,,”. “terus?”, tanya mereka serempak. “hari Senin,,Bunga ngelayanin papa Karyo seharian penuh,,hari Selasa Bunga milik papa Tanto,,hari Rabu Bunga punya papa Tomy,,terus Kamis ama Jumat,,kita maen rame-rame deh”. “terus Sabtu Minggu?”, tanya Mbah Tanto ingin tau. “Sabtu Minggu bebas,,boleh jalan-jalan atau maen bareng lagi,,”. “terus kalo misalnya papa Karyo ada urusan pas hari senin? jadi gak dapet jatah yang sendirian itu



dong?”. “nah,,Sabtu Minggu kan ada tuh,,”. “oh iya,,iya,,ngerti”, jawab Mang Karyo. “yah,,Mimi,,berarti lama dong,,papa Tomy dapet jatah sendiriannya?”. “nggak,,minggu depannya digeser,,hari Senin papa Tanto, hari Selasa papa Tomy, hari Rabu papa Karyo, terus minggu depannya digeser lagi deh,,gimana,,adil kan?”. “tapi boleh diganggu gak pas jatah sendiri?Hehehe”, tanya Mang Karyo. “namanya juga jatah sendirian,,masa masih mau diganggu juga,,papa Karyo maruk ih,,hehehe”. “abisnya pengen ngentotin non Bunga tiap hari,,”. “yee,,dasar,,papa Karyo maruk,,woo,,udah ya,,Bunga mau tidur dulu,,”. “yah kok tidur,,”, kata Mang Karyo kecewa. “iya,,mending kita usaha bikin anak lagi,,”, tambah Tomy. “katanya mau jadi istri yang baik,,”, Mbah Tanto menambahkan. “biarin,,wee”, kataku sambil memeletkan lidahku. “yee ngeledek,,yauda,,kita perkosa aja nih istri kita yang cantik tapi bandel ini”, kata Mang Karyo. “ayo,,”, jawab Mbah Tanto dan Tomy serentak. “aduh,,jangan dong,,ternyata ganas-ganas nih,,”, kataku sambil cekikikan. Aku diserang mereka bertiga, penis Mang Karyo di vaginaku, penis Mbah Tanto di anusku, dan penis Tomy di mulutku. Setiap 5 menit, mereka berganti lobang sehingga mereka bertiga kebagian semua lubangku. Setelah 30 menit, mereka bertiga menyemburkan sperma sekitar 3x semburan ke wajahku secara bersamaan, dan menyemprotkan sisanya ke payudaraku. Aku meratakan sperma yang ada di wajah dan payudaraku sehingga wajah dan payudaraku terlihat mengkilap. “udah puas belum?”, tanyaku. “belum sih,,tapi kasian non Bunga capek,,”, kata Mang Karyo. “iya,,neng Bunga tidur aja,,”. “kita mau nonton bola,,Mimi tidur duluan aja,,”. “yaudah,,oh iya Bunga tadi cuma becanda,,Bunga gak bakal nolak ngelayanin papa-papa, jadi papa Karyo, papa Tanto, sama papa Tomy jangan ‘jajan’ diluar ya,,ntar kena AIDS,,”. “udah pasti,,kalau istri secantik Mimi mah gak mungkin jajan diluar,,”. “iya,,bener kata si Tommy,,”, tambah Mang Karyo. “yaudah,,Bunga tenang,,Bunga tidur dulu ya,,dadah,,papa-papaku yang tersayang”. “dah,,”. Aku tidur di kamar besar yang menjadi tempat malam pertamaku dengan 3 suamiku sehingga sambil mencoba untuk tidur aku bisa mencium aroma keringat dan sperma, ditambah lagi sperma yang ada di wajah dan payudaraku mulai mengering. Tapi, itu semua tidak membuatku susah tidur karena aku memang sudah capek. Selanjutnya, aku membagi jatah tubuhku sesuai jadwal yang kubuat sendiri. Karena pada setiap hari aku dibuahi seharian penuh, dalam waktu 3 minggu saja aku mulai mual-mual dan setelah diperiksa dokter kandungan ditemani Tomy, aku resmi mengandung anak dari benih gabungan antara Mang Karyo, Mbah Tanto, dan Tomy. Tapi, tetap saja mereka menyetubuhiku hingga usia kandunganku mencapai 2 bulan. Aku sudah menyewa 2 pembantu wanita untuk bantu-bantu membersihkan rumah, dan 2 orang satpam. Awalnya mereka bingung kenapa aku punya 3 suami, tapi lama kelamaan mereka terbiasa. Mang Karyo, Mbah Tanto, dan Tomy memperlakukan aku bagai putri, segala keinginanku mereka penuhi,



mereka juga mampu menahan nafsu mereka sehingga aku merasa nyaman. Selama mengandung, Mbah Tanto membuatkan jamu agar nanti aku melahirkan dengan mudah. Sampai bulan ke 7, aku mengidam yang biasa-biasa saja seperti makan yang asam, ingin merasakan masakan yang anehaneh dan sebagainya. Tapi, awal bulan ke 8 mulai aneh, aku mengidam hal-hal yang berhubungan dengan sperma, contohnya aku mengidam minum sperma memakai gelas, memakan roti atau biskuit dengan sperma, dan sebagainya. Aku takut kalau nanti anakku perempuan dan jadi sepertiku yang senang dengan kesenangan surga dunia, tapi aku tidak memikirkannya karena takut ketulah dan jadi kenyataan. Akhirnya, waktu melahirkan tiba setelah air ketubanku pecah. “mmmfffhh,,”, suaraku menekan bayiku keluar. “ayo teruss,,kamu bisa,,”, dukung Tomy yang ada di sampingku dan menggenggam tanganku dengan erat. Mungkin karena jamu Mbah Tanto hanya dengan 3x dorongan bayiku sudah keluar. “selamat,,nyonya Bunga,,anak anda perempuan,,”. “hfffhh,,terima kasih dok”. Lalu tim dokter membawa bayiku ke ruang inkubator setelah dibersihkan. Tomy mengelap keringatku dan mengecup keningku. “akhirnya,,anak kita berempat lahir,,”. “iyaahh,,”, kataku lemah. Keluargaku dan keluarga Tomy datang keesokan harinya untuk menjenguk bayiku. Aku mengurus bayiku yang kuberi nama Monissa Putri Indriani di rumah keluargaku karena keluargaku memaksa ingin merawat bayiku, keluarga Tomy juga kadang-kadang berkunjung ke rumah untuk melihat bayiku. Aku ke rumahku bersama Tomy untuk menemui Mang Karyo dan Mbah Tanto. Untung, mereka mengerti dan tidak marah kalau bayi kami masih ada di rumah keluargaku, malah Mbah Tanto membuatkanku jamu untuk melangsingkan tubuh sehabis hamil. Kalau diliat-liat, tubuhku memang bertambah besar sehabis persalinan. “papa Tanto bisa bikin jamu apa aja ya?”. “ya lumayan bisa banyak macem bikin jamunya,,”. “wah,,gak nyangka papa Tanto hebat,,”. “oh iya,,jangan lupa ngurusin badan ya,,”. “iya,,iya,,Bunga bakal ngurusin badan,,biar papa-papa nafsu lagi,,”. “bagus deh,,tapi toketnya jangan ya,,bagus nih”, kata Mang Karyo sambil memegang payudaraku yang kini 36 C karena penuh susu. “iya nih,,bagus,,”, tambah Mbah Tanto sambil menarik kaosku ke atas sehingga payudaraku yang semakin besar tapi tetap kencang bisa dipegang-pegang oleh Mang Karyo dan Mbah Tanto. Ketika mereka berdua meremasnya, susu langsung terpancar keluar dari kedua putingku. “wih,,sekarang ada susunya,,bagi ya,,”, kata Mang Karyo. “yaudah,,tapi jangan banyak-banyak ya,,ntar dedek bayi gak kebagian,,”. “iya,,iya,,”. Aku merasa geli dan nikmat ketika mereka berdua menghisap keluar susu dari kedua putingku. Tomy datang dan melihat Mang Karyo juga Mbah Tanto sedang menyusu kepadaku. “wah,,Mimi lagi bagi-bagi susu ya,,”. “enak aja,,emangnya aku tukang susu,,nih papa Karyo ‘n papa Tanto pengen minta susu,,papa Tomy mau juga?”. “mau dong,,”.



“yaudah,,tapi abis papa Tanto ya,,”, mereka berdua menyedot susuku selama 5 menit. “papa Tanto,,papa Karyo,,udahan dong,,jangan diabisin,,”, kataku sambil menepuk-nepuk kepala mereka berdua. Ketika Mbah Tanto selesai, Tomy langsung menggantikan posisinya meminum susu dari payudara kiriku. “maap non Bunga,,abisnya susu non Bunga manis banget,,”. “iya,,masih seger lagi,,langsung dari sumbernya,,”, tambah Mbah Tanto. Setelah 5 menit, Tomy selesai meminum susuku. “udah kan,,Bunga pulang dulu ya,,papa Karyo,,papa Tanto,,”. “jangan lama-lama ya pulangnya,,gak sabar pengen ngerawat dedek bayi,,”, kata Mang Karyo. “oke,,daah,,”. Selama sebulan, aku merawat bayiku bersama keluargaku hingga keluargaku kembali ke luar negeri karena proyek ayahku disetujui dan harus cepat dilaksanakan. Aku kembali ke rumahku untuk merawat buah hatiku bersama Mang Karyo, Mbah Tanto, dan Tomy. Mang Karyo dan Mbah Tanto keliatan sangat senang karena mereka memang baru melihat buah hati kami. “ternyata bener ya Yo,,”. “kenapa Mbah?”. “kalo cewek cantik pasti anaknya juga cantik ya,,”. “iya Mbah,,masih bayi aja udah cantik ‘n lucu begini,,”. “papa Karyo,,papa Tanto bisa aja,,ini kan hasil kita berempat,,”. “oh iya non Bunga,,kayaknya badannya udah bagus lagi tuh,,”. “ini gara-gara Bunga minum jamu papa Tanto ‘n sering olahraga,,oh iya,,papa Karyo sama papa Tanto manggil Bunga jangan kayak dulu dong,,”. “emang kenapa?”, tanya Mbah Tanto. “ntar anak kita kalo udah gede bingung,,”. “iya juga sih,,terus manggil apa?”, tanya Mang Karyo. “papa Karyo panggil mami.,papa Tanto manggil mama,,”. “tapi susah,,gak biasa,,”. “ya harus dibiasain,,demi anak kita,,okeh.?”. Sejak saat itu Mang Karyo dan Mbah Tanto mulai belajar menyebutku dengan Mami dan Mama. Dalam waktu 2 bulan, tubuhku sudah kembali ke bentuk semula malah kali ini, tubuhku semakin montok karena kedua buah payudaraku kini bertambah besar menjadi 36 C dan pantatku juga semakin bulat dan kenyal, mungkin hasil dari fitness dan jamu buatan Mbah Tanto. Aku meminum obat anti hamil lagi karena mereka mulai melampiaskan nafsu padaku lagi sedangkan aku tidak mau hamil lagi sampai umur anakku 2 tahun. Tentu saja, susuku tidak disia-siakan oleh 3 suamiku, tapi aku tidak memberikannya kecuali bayiku sudah meminum susu. Seperti rumah tangga pada umumnya, Tomy dan aku sering berselisih paham, tapi karena kemampuan Mang Karyo yang hebat menenangkan orang serta Mbah Tanto yang bijaksana membuat aku dan Tomy bertengkar paling lama hanya 2 hari, sedangkan Mang Karyo dan Mbah Tanto tidak pernah marah-marah kepadaku. Jika aku sedang bete karena haid, Mang Karyo dan Mbah Tanto malah memanjakanku yang membuatku jadi tidak marah lagi. Aku menanyakan kenapa mereka tak pernah marah-marah kepadaku.



Jawaban yang mereka berikan karena mereka sangat mencintaiku dan sama sekali tidak mau menyakitiku. Oleh sebab itu, pernikahan kami tidak mengenal dan tidak pernah terucap yang namanya kata cerai karena kami hidup harmonis. Aku tidak tau apakah mereka bertiga ‘jajan’ di luar atau tidak, tapi yang pasti aku selalu mencuci penis mereka bertiga dengan telaten setiap mereka bertiga pulang dari suatu tempat. 2 tahun lewat, aku siap untuk hamil yang kedua kalinya karena itu aku tidak meminum obat anti hamil lagi. Dalam waktu 1 bulan, aku sudah mengandung dan melahirkan 9 bulan setelahnya dengan normal tanpa operasi cesar mungkin karena jamu Mbah Tanto. Bayi keduaku adalah laki-laki dan kami beri nama Agus Putra Widyanto . Aku membiasakan kedua anakku untuk memanggil Mang Karyo dengan sebutan Papi, Mbah Tanto dengan sebutan Papa, dan Tomy dengan sebutan Ayah. Semakin besar, mereka bertanya-tanya kenapa ayah mereka ada 3. Aku hanya menjawab aku cinta kepada 3 ayah mereka. Aku mengikuti program KB sehingga aku tidak bisa hamil lagi, tapi tetap saja Mang Karyo, Mbah Tanto, dan Tomy tidak bisa melampiaskan nafsu mereka kepadaku dengan mudah seperti dulu karena kini, ada 2 anak yang selalu membuntutiku. Mereka mulai beranjak remaja, aku menjelaskan kenapa mereka mempunyai 3 ayah. Aku mengira mereka akan menganggap aku pelacur atau semacamnya karena mempunyai 3 suami, tapi mereka malah bersyukur karena mempunyai 3 orang ayah sehingga kasih sayang yang mereka dapat 3x lebih banyak. Aku lega sekali karena rahasia yang kusimpan dari 2 anakku sedari dulu akhirnya kuceritakan dan mereka menerima keadaan ibu mereka dengan senang hati. Tomy menjadi penerus dari perusahaan-perusahaan ayahnya yang telah merajai pasar dunia, Mbah Tanto membuka perusahaan jamu dengan modal dari Tomy, Mang Karyo malah menjadi ahli jiwa meskipun tidak mempunyai gelar sarjana psikologi tapi semua pasien yang pernah datang kepadanya merasa masalah mereka bisa terpecahkan setelah berkonsultasi dengan Mang Karyo, sedangkan perusahaan ayahku, kuberikan posisiku ke adikku karena dia selalu ingin memimpin perusahaan ayah. Mang Karyo, Mbah Tanto, dan Tomy sukses dalam bidangnya masing-masing serta adikku selalu memberikan 40% keuntungan perusahaan setiap tahunnya kepadaku. Itu semua membuat keluargaku sangat kaya, tapi untungnya aku selalu membiasakan kedua anakku untuk hidup sederhana sehingga mereka tidak menjadi anak manja yang kerjanya menghabiskan uang. Mbah Tanto memberikan jamu ‘pembentuk tubuh’ kepada Monissa sehingga tubuhnya berkembang menjadi tubuhku yang dulu malah lebih sintal dan putih. Agus diberikan jamu ‘perkasa’ oleh Mbah Tanto sehingga badannya atletis dengan sendirinya. Monissa tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan sexy, sementara Agus tumbuh menjadi pemuda yang tampan, gagah, dan macho. Mbah Tanto menurunkan kemampuannya membuat jamu ke Monissa sedangkan Mang Karyo menurunkan kemampuannya mencari solusi ke Agus. Tomy telah memutuskan penerus perusahaan adalah Agus. Adikku juga memberikan setengah kekuasaan perusahaan keluarga kami ke Monissa. Kami menjadi keluarga yang harmonis dan sejahtera. Mbah Tanto meninggal, disusul Mang Karyo 5 tahun kemudian sehingga tinggal aku dan Tomy saja yang melihat kedua anak kami menikah dengan orang baik-baik. Aku lega karena Monissa tidak menjadi sepertiku. Tomy meninggal lebih dulu daripadaku. Aku menyusul 4 tahun kemudian sehingga aku bisa berkumpul lagi dengan Mang Karyo, Mbah Tanto, dan Tomy. Kami melihat kehidupan kedua anak kami dari atas dan kami bahagia karena masingmasing dari mereka mempunyai keluarga yang harmonis juga. “Non Bunga,,maen yuk,,udah lama gak maen,,”, kata Mang Karyo yang dalam keadaan muda.



“iya nih,,udah lama gak maen ama neng Bunga,,”, tambah Mbah Tanto yang kini dalam keadaan muda juga. “aku ikutan juga dong,,”, ujar Tomy. “ayo,,papa-papaku,,”, kataku yang dalam keadaan umur 18 tahunan. Kami menutup pintu rumah akhirat kami dan terdengarlah suara yang tidak asing lagi. THE END