Caries Risk Assessment Tool [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Klinik Lanjut



CARIES RISK ASSESSMENT TOOL



Oleh: Natasha Winona A



021611133027



Fika Aisyah Y D



021611133028



Ailani Sabrina



021611133029



Jesica Ceren K P



021611133030



Ayulfa Putri Ardanti



021611133031



Berliana Ayu P



021611133032



Ayu Vania A



021611133033



Anindita Daraninggar



021611133034



Nia Nur Haliza



021611133036



Tiffany Josephine H



021611133037



Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga 2019



i



DAFTAR ISI



Halaman Cover ................................................................................................................. i Daftar Isi .......................................................................................................................... ii Bab 1 Pendahuluan .......................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2 1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2 1.4 Manfaat ....................................................................................................................... 2 Bab 2 Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 3 2.1 Caries Risk Assessment menurut American Academy of Pediatric Dentistry ........... 3 2.2.1 Kondisi Klinis ....................................................................................................... 3 2.2.2 Karakteristik Lingkungan ..................................................................................... 5 2.2.3 Kesehatan Umum ................................................................................................. 7 2.2 Caries Risk Assessment menurut American Dental Association (ADA) ................. 8 2.3 Caries Risk Management by Risk Assessment (CAMBRA) ...................................... 9 2.4 Kariogram ................................................................................................................ 10 2.5 Manajemen Karies ................................................................................................... 11 Bab 3 Pembahasan ......................................................................................................... 13 Bab 4 Penutup ................................................................................................................ 17 4.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 17 4.2 Saran ........................................................................................................................ 17 Daftar Pustaka ................................................................................................................ 18



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut sering kali bukan menjadi prioritas utama bagi sebagian



orang yang sebenarnya gigi dan mulut adalah “pintu gerbang” masuknya kuman serta bakteri yang dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya. Masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh masyarakat yaitu karies atau gigi berlubang. Karies atau gigi berlubang dapat mempengaruhi kualitas hidup karena mengalami rasa sakit, ketidaknyamanan, infeksi akut maupun kronis yang berhubungan erat dengan penyakit sistemik (Kemenkes RI, 2014). Kesehatan gigi dan mulut pada lansia perlu mendapatkan perhatian, hal tersebut dikaitkan dengan penurunan fungsi dan produktifitas lansia serta penyakit sistemik yang menyertai (Wijayanti, 2008). Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih perlu mendapat perhatian khusus dari tenaga medis gigi (dokter gigi spesialis, dokter gigi, dan perawat gigi). Menurut Riskesdas (2013), prevalensi masalah gigi dan mulut penduduk indonesia yaitu 25,9 persen, dan sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional. Masalah gigi dan mulut penduduk Indonesia yang tertinggi yaitu karies atau kerusakan gigi. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia menyikat gigi pada saat mandi pagi maupun mandi sore sebesar 76,6%. Penduduk Indonesia yang menyikat gigi dengan benar adalah setelah makan pagi dan sebelum tidur malam, untuk Indonesia ditemukan hanya 2,3 persen. (Riskesdas, 2013). Caries Risk Assessment (CRA) merupakan komponen penting dalam manajemen karies gigi. salah satu metode untuk melakukan pemeriksaan risiko karies yaitu Caries-Risk Assessment Tool (CAT).



1



Caries-risk Assessment Tool merupakan metode penilaian resiko karies pada bayi, anak-anak dan remaja. Menurut American Academy of Pediatric Dentistry, Caries-risk Assessment Tool dapat membantu tenaga kesehatan gigi dalam pengambilan keputusan klinis dalam tindakan pencegahan dan perawatan (American Academy of Pediatric Dentistry, 2014).



1.2



Rumusan Masalah



1.2.1 Bagaimana penilaian risiko karies dengan metode Caries-risk Assessment Tool ?



1.3



Tujuan



1.3.1 Menentukan nilai resiko karies dengan metode Caries-risk Assessment Tool.



1.4



Manfaat



1.4.1 Dapat melakukan manajemen karies gigi dengan metode Caries-risk Assessment Tool.



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



AAPD merekomendasikan bahwa penilaian resiko karies (CRA) harus dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan gigi pertama anak untuk memfasilitasi rencana pencegahan individual. Resiko karies keseluruhan anak ditentukan berdasarkan jumlah relatif dari faktor resiko dan perlindungan. Selain menilai resiko karies, CRA juga dapat digunakan untuk membahas strategi pencegahan dan manajemen dengan orang tua (Seow, 2018). Terdapat beberapa pengukuran faktor risiko karies yaitu CAMBRA, Kariogram, ADA, dan AAPD. 2.1



Pengukuran Faktor Risiko Karies Menurut American Academy Pediatric Dentistry (AAPD) AAPD telah menetapkan pengukuran risiko karies yang dapat digunakan oleh klinisi



untuk dapat menetapkan rencana perawatan sesuai dengan tingkat risiko karies anak per individu. Penilaian faktor risiko karies pada anak menurut AAPD berdasarkan atas tiga bagian besar indikator karies, yaitu (AAPD, 2014): 2.2.1 Kondisi Klinis 1) Pengalaman karies Mikroorganisme yang paling umum yang terkait dengan early childhood caries adalah sekelompok bakteri yang sangat acidogenic dan aciduric yang dikenal sebagai mutans streptococci, yang termasuk spesies Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus. Penelitian terbaru menggunakan teknik molekuler telah mengkonfirmasi dominasi 3



Streptococcus mutans pada plak gigi anak-anak dengan early childhood caries. Anakanak yang dijajah dengan mutans streptococci usia dini memiliki risiko lebih tinggi untuk early childhood caries daripada anak-anak yang dijajah pada usia yang lebih tua. Virulensi mutans streptococci dikaitkan dengan kemampuan mereka untuk menghasilkan asam dalam jumlah besar dan toleransi asam tinggi. Selain itu, mutans streptococci menggunakan sukrosa untuk memproduksi polisakarida ekstraseluler dalam jumlah besar yang memungkinkan adhesi seluler kuat ke permukaan gigi dan sangat meningkatkan patogenisitas dari biofilm gigi dengan membatasi difusi asam (Seow, 2018). 2) Kontrol plak Plak yang menempel erat di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut. Indikator kebersihan mulut pada anak yang lebih sederhana dapat digunakan oral hygiene index simplified (OHIS) dari Green dan Vermillon. Skor indeks OHIS adalah skor 0,0–1,2 dikatakan kebersihan mulut baik, skor 1,3–3,0 kebersihan mulut sedang dan 3,1–6,0 kebersihan mulut buruk. Anak yang berisiko karies tinggi mempunyai oral hygiene yang buruk ditandai dengan adanya plak pada gigi anterior disebabkan jarang melakukan kontrol plak (Seow, 2018). 3) Saliva Fungsi saliva adalah sebagai pelicin, pelindung, buffer, pembersih, anti pelarut dan antibakteri. Faktor yang ada dalam saliva yang berhubungan dengan karies antara lain adalah aksi penyangga dari saliva, komposisi kimiawi, aliran (flow), viskositas dan faktor anti bakteri. Anak yang berisiko karies tinggi memiliki aliran saliva yang rendah dimana tingkat unstimulated salivary flow (USF) < 0,1 ml per menit dan stimulated salivary flow (SSF) < 0,5 ml per menit. Hal ini bisa disebabkan oleh penyakit sistemik 4



maupun terapi sinar, kapasitas buffer yang rendah ditandai dengan test buffer yang menggunakan Dentofuff strip didapat pH ≤ 4 dan tingginya S. Mutans diukur dengan menggunakan teknik strip mutans (Dentocult-SM) didapat koloni unit S. mutans > 1 × 106 per ml saliva dan Lactobacilus diukur dengan menggunakan Dentocult-LB pada saliva (Seow, 2018). 2.2.2 Karakteristik Lingkungan 1) Penggunaan fluor Faktor protektif antara lain adanya perawatan gigi di rumah, minum air berfluorida atau menerima suplemen fluoride, dua kali sehari menyikat gigi dengan pasta berfluoridasi, dan menerima fluoride topikal (Seow, 2018). Tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies. Fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit. Reaksi kimia: Ca10(PO4)6.(OH)2 + F → Ca10(PO4)6.(OHF) menghasilkan enamel yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi yang merangsang perbaikan dan penghentian lesi karies (Angela, 2005). Paparan fluoride sebelum dan sesudah erupsi memaksimalkan efek pencegahan karies. Untuk individu yang tinggal di daerah dengan paparan fluoride yang rendah, suplemen fluoride telah menunjukkan pengurangan karies yang signifikan pada gigi sulung dan permanen. Berkenaan dengan pasta gigi fluoridated, penelitian telah menunjukkan pengurangan yang konsisten dalam kejadian karies. Aplikasi fluoride topikal profesional yang dilakukan setiap enam bulan juga mengurangi karies (AAPD, 2014).



5



2) Riwayat sosial Beberapa faktor resiko yang bertindak melalui ibu memiliki peran penting untuk mencegah early childhood caries, karena mereka memberikan perawatan mulut untuk anak-anak mereka. Kesehatan ibu dan keyakinan kesehatan dikaitkan dengan status sosial budaya dan dapat bertindak sebagai hambatan untuk mendapatkan perawatan gigi untuk anak-anak mereka (Seow, 2018). Pengetahuan, sikap dan tindakan ibu akan menentukan status kesehatan gigi dan mulut anak kelak. Ibu harus mengetahui cara merawat gigi anaknya dan harus mengajari anaknya cara merawat gigi yang baik. Masih banyak ibu yang berasumsi bahwa gigi susu hanya sementara dan akan diganti oleh geligi tetap, sehingga para ibu sering beranggapan bahwa kerusakan pada gigi susu yang disebabkan oleh oral higiene yang kurang baik bukan merupakan suatu masalah (Piwitaning, 2013). Tindakan ibu yang kurang benar menandakan bahwa kurangnya kepercayaan terhadap kerentanan penyakit sehingga ibu balita tidak melakukan pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit gigi pada balita, pernyataan tersebut diperkuat oleh teori Health Belief Model mengemukakan bahwa kepercayaan seseorang terhadap kerentanan dirinya dari suatu penyakit dan potensi penyakit, akan menjadi dasar seseorang melakukan tindakan untuk pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit tersebut (Cahyaningrum, 2017). 3) Kebiasaan makan Praktek diet juga memainkan peran penting dalam pengembangan early childhood caries terutama jika mengandung karbohidrat berkadar tinggi; anak berisiko lebih tinggi mengalami karies gigi. Streptococcus mutans mengubah karbohidrat yang dapat 6



difermentasi menjadi asam, yang dapat menghilangkan mineral enamel dan dentin. Praktek pemberian makan yang tidak tepat dapat memperpanjang pemaparan gigi terhadap karbohidrat yang dapat difermentasi yang pada gilirannya dapat memperburuk kemungkinan early childhood caries (Anil and Anand, 2017). Sebuah studi sistematis tentang konsumsi gula dan resiko karies telah menyimpulkan bahwa hubungan antara konsumsi gula dan karies jauh lebih lemah di zaman modern dari paparan fluoride daripada yang diperkirakan sebelumnya (AAPD, 2014). Pemberian susu botol saat tidur telah dikaitkan dengan inisiasi dan pengembangan karies di anak-anak. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa susu sapi memiliki kariogenisitas minimal karena kandungan mineralnya dan tingkat laktosa yang rendah. Iida et al., menunjukkan bahwa pemberian ASI dan durasinya secara independen terkait dengan peningkatan risiko ECC di antara anak-anak berusia 2-5 tahun. Tinjauan sistematis mengungkapkan bahwa menyusui selama lebih dari satu tahun dan pada malam hari mungkin terkait dengan peningkatan prevalensi karies gigi (Anil dan Anand, 2017). Praktik pemberian makan balita seperti sering terpapar gula, sering ngemil, minum minuman manis tempat tidur, berbagi makanan dengan orang dewasa, serta status karies ibu, kebersihan mulut, dan kebiasaan diet yang mempengaruhi kolonisasi Streptococcus mutans awal dan pembentukan jumlah Streptococcus mutans yang tinggi (Anil dan Anand, 2017). 2.2.3 Kesehatan umum Kondisi kesehatan pada anak sangat berpengaruh pada risiko karies. Anak dengan ketidakmampuan mental atau cacat fisik terutama cacat tangan memerlukan perhatian khusus secara terus menerus disebabkan anak ini mempunyai keterbatasan untuk 7



melaksanakan prosedur membersihkan mulutnya dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Ketergantungan anak pada orang lain meningkatkan faktor predisposisi terjadi karies tinggi. Pada anak yang mempunyai penyakit sistemik yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan perubahan pada rongga mulut dan kondisi saliva baik dari segi komposisi maupun aliran saliva. Hal ini akan mengakibatkan tingkat karies anak menjadi lebih tinggi. Pada penelitian Richard et al., (2014) yang membandingkan 4 pendeketan pengukuran tingkat risiko karies yaitu, caries risk assessment tool (CAT) dari AAPD, CAT tanpa status sosial ekonomi, CAT tanpa status sosial ekonomi dan ditambah status S. mutans, dan hanya jumlah S mutans saja, mendapat hasil bahwa CAT dari AAPD ditambah dengan jumlah S. mutans dan tanpa status sosial ekonomi memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi (Seow, 2018). 2.2



Pengukuran Faktor Risiko Karies Menurut American Dental Association (ADA) Pengukuran faktor risiko karies berdasarkan form yang diterbitkan oleh ADA untuk



anak usia 0-6 tahun menilai tiga kondisi, yaitu kondisi yang mengkontribusi, kondisi kesehatan umum pasien, dan kondisi klinis (ADA, 2009): a. Kondisi yang berkontribusi (contributing conditions), menilai program fluoride, jenis diet (mencakup jus, soft drink) baik yang tidak berkarbonat maupun berkarbonat, program pemerintah, pengalaman karies ibu atau pengasuh bayi, riwayat pasien ke dokter gigi. Pengambilan data diperoleh dengan proses wawancara. b. Kondisi kesehatan umum, meliputi kondisi fisik, mental yang dapat menghambat proses pemeliharaan oral hygiene pasien atau ibu, dilakukan dengan proses wawancara. c. Kondisi klinis, meliputi pemeriksaan visual atau radiografi mengenai ada atau tidaknya restorasi dan lesi kavitas, lesi non-kavitas, kehilangan gigi akibat karies, plak yang terlihat, perawatan ortodonti, dan laju alir saliva. Risiko karies akan dikategorikan 8



menjadi risiko rendah, sedang, dan tinggi. Penetapan kategori sesuai dengan form. Pemberian instruksi ke pada ibu atau pengasuh bayi dilakukan setelah analisis klinis (ADA, 2009). 2.3



Caries Risk Management by Risk Assessment (CAMBRA) Pengukuran faktor risiko karies dengan metode CAMBRA merupakan salah satu



metodologi yang digunakan oleh klinisi untuk mengidentifikasi penyebab karies dengan melihat faktor risiko per individu. Berdasarkan adanya faktor risiko, klinisi dapat merekomendasikan perawatan yang spesifik dan tepat yang mencakup kebiasaan, komponen kimia, dan dengan prosedur minimal invasif. Terdapat dua form CAMBRA, yaitu untuk usia enam tahun ke atas dan untuk bayi berusia 0-5 tahun. Pada form untuk bayi berusia 0-5 tahun, yang nantinya akan dikategorikan risiko rendah, sedang, tinggi, dan ekstrim yang berisi klinis (ADA, 2009): a. Caries disease indicator, berisi observasi yang mengidentifikasikan ada atau tidaknya gejala atau lingkungan yang menandakan anak akan terkena karies, misalnya, restorasi, status sosial ekonomi dengan cara mewawancarai ibu. b. Caries risk factor (biologis), mencakup frekuensi mengonsumsi makanan manis, kebiasaan tidur, obat-obatan yang dapat mengurangi laju alir saliva, dan penggunaan botol susu dengan cara mewawancarai ibu. c. Protective factor (nonbiologis), prosedur kontrol plak anak dengan melihat apakah rutin menyikat gigi dengan pasta gigi fluor, atau pengaplikasian fluor secara berkala, xylitol, dan kalsium fosfat dengan cara mewawancarai ibu. d. Caries disease indicators and clinical examination, pemeriksaan klinis untuk mengobservasi adanya white spot atau dekalsifikasi, kuantitas plak, pendarahan gingiva, mulut kering, atau perawatan ortodonti. 9



Penggunaan CAMBRA sebagai metode pengukuran tingkat risiko karies pada anak usia 12-13 tahun mendapat hasil bahwa 19,44% diklasifikasikan risiko rendah, 22,22% berisiko sedang, dan 58,33% berisiko tinggi. CAMBRA memiliki hasil yang valid dan dapat memprediksi risiko karies pada 72 anak yang digunakan sebagai sampel (Sudhir et al., 2016). 2.4



Kariogram Kariogram merupakan pengukuran faktor risiko karies menggunakan ilustrasi grafis



berbentuk diagram bulat per individu yang menilai (Holgerson et al., 2009): a. Pengalaman karies, merupakan skor dmft anak. b. Penyakit lainnya, merupakan penyakit yang berhubungan dengan terjadinya karies, yang memuat informasi tentang perawatan medis dan obat-obatan yang dikonsumsi. c. Jenis diet, estimasi makanan kariogenik yang dikonsumsi anak. d. Frekuensi diet, estimasi jumlah makanan kariogenik yang dikonsumsi anak. e. Bakteri S mutans, uji jumlah bakteri S mutans yang diisolasi dari plak. f. Program fluoride, tentang program fluoride yang dilakukan oleh pasien. g. Sekresi saliva, dinilai dari laju alir saliva. h. Kapasitas buffer saliva. i. Clinical judgement. Pernilla LH et al., meneliti tentang tingkat risiko karies pada anak pra sekolah sebanyak 125 orang mendapat hasil bahwa anak memiliki kesempatan rendah (0-20%) untuk mencegah karies baru. Terdapat perbedaan signifikan pada anak usia tujuh tahun dengan anak pada grup kontrol yang memiliki risiko karies rendah. Penelitian Bratthall et al., yang melakukan penelitian tentang tingkat risiko karies pada 438 anak, menyatakan bahwa kariogram dapat mengelompokkan risiko per individu menjadi risiko kelompok yang mencerminkan risiko



10



karies secara signifikan. Selain itu, kariogram juga dapat mengidentifikasikan pencegahan dan perawatan yang tepat bagi para klinisi dalam merawat pasien (Holgerson et al., 2009). 2.5



Manajemen Karies



2.5.1 Manajemen Klinis Pencegahan primer untuk karies anak usia dini atau early childhood dentistry (ECC) sebaiknya dimulai sebelum inisiasi penyakit dan merupakan kunci untuk mengurangi prevalensi ECC di seluruh dunia. Penyampaian informasi edukasi dan terapi pencegahan yang tepat waktu kepada orang tua/pengasuh telah terbukti efektif dalam mengurangi prevalensi ECC. Pencegahan sekunder untuk ECC adalah mencegah perkembangan, atau menstimulasi regresi (remineralisasi) karies, sebelum tahap kavitasi lesi. Deteksi dini karies adalah kunci pencegahan kavitasi. Selain pendekatan pencegahan utama yang tercantum di atas, aplikasi fluoride varnish yang lebih sering, seperti empat kali per tahun, dan pemberian pit dan fissure sealant pada molar suseptif adalah tindakan non-invasif yang efektif untuk mencegah perkembangan karies. Semen ionomer kaca digunakan untuk sealant gigi memiliki beberapa sifat yang menguntungkan untuk digunakan pada anak-anak pra-sekolah, seperti pelepasan fluoride, ikatan kimia dengan enamel dan dentin, serta mengurangi sensitivitas kelembaban. Pencegahan tersier untuk ECC dapat melibatkan manajemen preventif non-invasif dan invasif ketika ada lesi dentin. Selain semua pendekatan pencegahan primer dan sekunder, perak diamin fluorida (silver diamine fluoride) baru-baru ini telah mendapatkan popularitas untuk penahanan lesi yang berkavitasi (Tinanoff et al., 2019). 2.5.2 Manajemen Masyarakat Program masyarakat untuk mengelola ECC umumnya menargetkan masyarakat berisiko tinggi, dengan sosial ekonomi rendah, dan kurang berhasil menggunakan metode pencegahan karies yang telah ada. Program-program yang secara budaya kompeten dengan



11



partisipasi berbasis masyarakat dan penyelarasan dengan budaya komunitas telah berhasil mengurangi ECC di komunitas adat, berpenghasilan rendah, dan migran di seluruh dunia. Demikian pula, pendekatan personal seperti kunjungan rumah dan telepon kontak dapat mengurangi ECC dengan meningkatkan literasi kesehatan pengasuh dan kesadaran diri untuk mengubah perilaku untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut bayi mereka (Tinanoff et al., 2019).



12



BAB 3 PEMBAHASAN



Meskipun karies gigi dan penyakit menular dikatakan dapat dicegah selama bertahuntahun, hasil berdasarkan strategi pengendalian preventif dan korektif oleh dokter gigi sangat minim hingga saat ini. Kebanyakan dokter gigi akan setuju bahwa proses karies secara efektif dapat kembali. Oleh karena itu, Caries Risk Assessment Tool secara klinis menjadi strategi intervensi minimal yang penting, maka harus menggabungkan identifikasi dan manajemen faktor etiologi utama dari penyakit pada diagnosis yang paling awal (Soxman, 2010). Seperti penyakit menular dari tubuh manusia yang lain, jika faktor etiologi tidak diidentifikasi dan dikelola dengan tepat, penyakit akan terus berlanjut. Caries Risk Assessment Tool dapat digunakan untuk menentukan karies seseorang dalam beberapa tahun kedepan berdasarkan pengalaman selama periode waktu tertentu dan kemungkinan munculnya karies yang baru, serta perkembangan karies pada suatu lesi (Morou-Bermudez et al, 2011). Caries Risk Assessment Tool untuk kedepannya juga akan memfasilitasi pengembangan dari Minimum Intervention Dentistry (intervensi minimal di kedokteran gigi), dengan rencana perawatan pemberian resep untuk terapi non operatif, intervensi bedah minimal, dan sebagai periode pengingat yang optimal untuk setiap individu. Pada kasus pasien anak, Caries Risk Assessment Tool dapat dilakukan oleh dokter gigi umum, spesialis kedokteran gigi anak, atau dengan alat bantu yang sekarang direkomendasikan sebelum usia satu tahun.



Selain dokter gigi, perawat kesehatan anak, dan dokter anak



sering kontak sebelumnya dengan anak, sehingga Caries Risk Assessment Tool dapat ditempatkan dengan baik selama periode pemeriksaan anak. Identifikasi anak dan keluarga berisiko tinggi karies dapat dengan mudah diselesaikan oleh petugas kesehatan anak, dengan



13



menggunakan format standar kuesioner. Alat ini dapat mencakup riwayat diet anak, paparan fluoride, frekuensi kebersihan mulut, pemanfaatan layanan gigi dan status kesehatan gigi dan mulut pada orang tua (Hallet, 2013). Meskipun Caries Risk Assessment Tool secara dini dilakukan oleh petugas kesehatan professional atau dokter anak, merupakan alat skrining yang penting untuk risiko karies gigi anak, hal itu bukan pengganti pemeriksaan gigi yang seharusnya dilakukan pada dua belas bulan pertama oleh dokter gigi spesialis anak. Sekitar hampir 20% anak-anak berisiko tinggi mengalami karies gigi dalam dua tahun pertama dan memiliki hubungan yang buruk pada perilaku makan, sehingga dapat menginisiasi karies anak usia dini sebelum usia dua tahun. Seperti yang disebutkan sebelumnya, status risiko dapat dengan cepat berubah seiring berjalannya waktu. Dalam hal risiko karies, timbulnya kondisi medis yang kronis, perubahan keadaan sosial keluarga, dan perubahan dalam diet yang terkontrol atau kebersihan mulut saat dewasa muda yang meninggalkan rumah orang tua, dapat dengan cepat meningkatkan perkembangan risiko karies kedepannya (Hallet, 2013). Caries Risk Assessment Tool dikembangkan oleh The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) yang kemudian disahkan oleh National Interprofessional Initiative on Oral Health (Originating Council). Alat ini digunakan untuk membantu dalam pelaksanaan penilaian risiko kesehatan mulut selama kunjungan pengawasan kesehatan. Tiga bagian besar sebagai indikator untuk penilaian risiko karies pada anak menurut AAPD yaitu kondisi klinik, karakteristik lingkungan, dan kondisi kesehatan. Selain itu, penilaian risiko karies gigi juga berdasarkan usia anak, faktor biologis, faktor protektif, dan temuan klinis yang harus menjadi komponen rutin pemeriksaan secara berkala oleh tenaga kesehatan gigi dan penyedia medis. Caries Risk Assessment Tool dimaksudkan untuk mendokumentasikan risiko karies maupun faktor-faktor dan temuan lain pada anak, dua faktor risiko didasarkan pada ibu atau pengasuh kesehatan mulut. Apabila pada anak dengan risiko karies tinggi yang mutlak terdapat



14



faktor-faktor risiko atau temuan klinis, ditandai dan didokumentasikan ‘yes’ pada formulir. Jika tidak adanya faktor risiko atau temuan klinis, dokter dapat menentukan anak yang berisiko karies tinggi dengan berdasarkan satu tanggapan positif atau lebih terhadap faktor risiko atau temuan klinis lainnya. Faktor pelindung harus diperhitungkan sesuai dengan faktor risiko atau temuan klinis dalam menentukan risiko tinggi atau rendah. Pada risiko rendah karies, kondisi klinisnya yaitu tidak ada gigi yang karies selama 24 bulan terakhir, tidak ada demineralisasi enamel (karies enamel white spot lesion), dan tidak dijumpai plak, maupun tidak ada gingivitis. Sedangkan karakteristik lingkungan pada risiko rendah karies, yaitu keadaan optimal dan penggunaan fluor secara sistemik maupun topikal, mengkonsumsi sedikit gula atau makanan yang berkaitan erat dengan permulaan karies terutama pada saat makan, status sosial ekonomi yang tinggi, dan kunjungan berkala ke dokter gigi secara teratur. Pada risiko karies sedang, kondisi klinisnya yaitu ada karies selama 24 bulan terakhir, terdapat satu area demineralisasi enamel (karies enamel white spot lesion), dan terdapat gingivitis. Sedangkan karakteristik lingkungan pada risiko karies sedang yaitu keadaan yang suboptimal pengguna fluor secara sistemik dan optimal pada penggunaan topikal aplikasi, sekali-sekali (satu atau dua) diantara waktu makan terkena gula sederhana atau makanan yang sangat berkaitan terjadinya karies, status sosial ekonomi menengah, dan kunjungan berkala ke dokter gigi tidak teratur. Pada risiko tinggi karies, kondisi klinisnya yaitu ada karies selama 12 bulan terakhir, terdapat satu area demineralisasi enamel (karies enamel white spot lesion), secara radiografis dijumpai karies enamel, dijumpai plak pada gigi anterior, banyak jumlah S. mutans, dan menggunakan alat ortodontik. Sedangkan karakteristik lingkungan pada risiko tinggi karies yaitu penggunaan topikal fluor yang suboptimal, sering memakan gula atau makanan yang sangat berhubungan dengan karies di antara waktu makan, status sosial ekonomi yang rendah,



15



karies aktif pada ibu, dan jarang ke dokter gigi. Keadaan kesehatan umum risiko tinggi karies yaitu anak-anak dengan membutuhkan pelayanan kesehatan khusus dan kondisi yang mempengaruhi aliran saliva. Dari jurnal mengenai model caries risk assessment oleh Gao et al., (2010), pengambilan data diawali dengan memberikan orang tua kuesioner yang berisi tentang (a) latar belakang demografis anak-anak (usia, jenis kelamin, ras, dan negara kelahiran), (b) status sosial ekonomi (pendidikan orang tua dan kondisi perumahan), (c) praktik kesehatan mulut anak-anak (riwayat makan, kebiasaan makan, tindakan oral hygiene, aplikasi fluoride), (d) penyakit sistemik, dan (e) pengetahuan dan sikap orang tua terhadap kesehatan mulut. Setelah itu pasien diperiksa oleh pemeriksa yang sama dengan cara, pasien didudukan pada kursi dental dengan cahaya fiber-optik. Prosedur dan kriteria diagnostic WHO digunakan untuk pemeriksaan karies. Tidak ada radiografi yang diambil. Skor dmft dihitung untuk setiap anak. Status kebersihan mulut dievaluasi berdasarkan Indeks Plak Silness-Löe yang dimodifikasi (Silness dan Löe, 1964), dengan 6 gigi indeks (1E, 1B, 2D, 3E, 3B, dan 4D). PH plak di 6 lokasi (permukaan mesial gigi seri tengah kanan atas dan kiri bawah dan molar pertama di setiap kuadran) diukur dengan set mikroelektroda (Beetrode®, World Precision Instruments Inc., Sarasota, FL, USA). Laju aliran saliva yang distimulasi diukur setelah anak-anak mengunyah selama 5 menit dengan pellet paraffin. Kapasitas penyangga air liur dan tingkat Streptokokus mutans dan Lactobacilli dinilai dengan Dentobuff® Strip, Dentocult® SM Strip mutans, dan kit Dentocult® LB (Orion Diagnostica, Espoo, Finland). Seorang perawat gigi terlatih dan seorang asisten menyelesaikan pengumpulan sampel biologis. Pemeriksaan karies diulang setelah 12 bulan dengan kriteria dan prosedur yang sama. Peningkatan karies satu tahun (Δdmft) dihitung. Informasi mengenai perawatan gigi yang diterima oleh anak dalam periode 12 bulan juga diambil. s



16



BAB 4 PENUTUP



4.1



Kesimpulan Caries Risk Assessment Tool dapat digunakan untuk menentukan karies seseorang



dalam beberapa tahun kedepan berdasarkan pengalaman selama periode waktu tertentu dan kemungkinan munculnya karies yang baru, serta perkembangan karies pada suatu lesi (MorouBermudez et al, 2011). Caries Risk Assessment Tool untuk kedepannya juga akan memfasilitasi pengembangan dari Minimum Intervention Dentistry (intervensi minimal di kedokteran gigi), dengan rencana perawatan pemberian resep untuk terapi non operatif, intervensi bedah minimal, dan sebagai periode pengingat yang optimal untuk setiap individu. Caries Risk Assessment Tool dimaksudkan untuk mendokumentasikan risiko karies maupun faktor-faktor dan temuan lain pada anak, dua faktor risiko didasarkan pada ibu atau pengasuh kesehatan mulut. Apabila pada anak dengan risiko karies tinggi yang mutlak terdapat faktor-faktor risiko atau temuan klinis, ditandai dan didokumentasikan ‘yes’ pada formulir. Jika tidak adanya faktor risiko atau temuan klinis, dokter dapat menentukan anak yang berisiko karies tinggi dengan berdasarkan satu tanggapan positif atau lebih terhadap faktor risiko atau temuan klinis lainnya. Faktor pelindung harus diperhitungkan sesuai dengan faktor risiko atau temuan klinis dalam menentukan risiko tinggi atau rendah.



4.2



Saran Pemeriksaan karies diulang setelah 12 bulan dengan kriteria dan prosedur yang sama.



Peningkatan karies satu tahun (Δdmft) dihitung. Informasi mengenai perawatan gigi yang diterima oleh anak dalam periode 12 bulan juga diambil.



17



DAFTAR PUSTAKA



American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on caries-risk assesment and management for infants, children, and adolescents. Clin Practice Guidelines 2014;37(6):132-9. American Dental Association. (2009). Caries Risk Assessment Form (Age 0-6). https://www.ada.org/~/media/ADA/Member%20Center/FIles/topics_caries_under6.as hx (25 September 2019). Angela A. (2005). Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Maj. Ked. Gigi. 2005;38(3):130-4. Anil, S., and Anand, P.S. (2017). Early Childhood Caries: Prevalence, Risk Factors, and Prevention. Journal Frontiers in Pediatrics 5:517. doi: 10.3389/fped.2017.00157. Cahyaningrum, A.N. (2017). Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Balita Di Paud Putra Sentosa. Jurnal Berkala Epidemologi, Volume 5 Nomor 2, 142151. doi: 10.20473/jbe.v5i2.2017.142-151. Gao, X., Hsu, C., Xu, Y., Hwarng, H., Loh, T. and Koh, D. (2010). Building Caries Risk Assessment Models for Children. Journal of Dental Research, 89(6), pp.637-643. Hallett KB. 2013. The application of caries risk assessment in minimum intervention dentistry. Aust Dent J. doi: 10.1111/adj.12047.p. 28 Holgerson P. L, Twetman S, Stecksen-Blicks C. Validation of an age-modified caries risk assessment program (cariogram) in preschool children. Acta Odontologica Scandinavica 2009;67:106-12. Piwitaning. (2013). Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Status Kesehatan Gigi Anak Balita Usia 3-5 tahun (Studi di Desa Pohjejer Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto. Skripsi. FKM Universitas Airlangga. Morou-Bermudez E, Billings RJ, Burne RA, Elias-Boneta A. 2011. Caries risk pyramid: a practical biological approach to caries management by risk assessment. P R Health Sci J;30:165–166. Seow, W.K. (2018). Early Childhood Caries. Elsevier Pediatric Clinic N Am, 941-954. doi: 10.1016/j.pcl.2018.05.004. Soxman JA. 2010. Improving caries diagnosis and early interventionin the primary and young permanent dentition. Gen Dent.;58:188–193. Sudhir KM, Kanupuru KK, Fareed N, Mahesh P, Vandana K, Chaitra NT. Cambra as a tool for caries risk prdiction among 12-to 13-year-old institutionalised children-a a longitudinal follow-up study. Oral Health and Preventive Dent. 2016;14(4):355-62. Tinanoff, N., Baez, R., Diaz Guillory, C., Donly, K., Feldens, C., McGrath, C., Phantumvanit, P., Pitts, N., Seow, W., Sharkov, N., Songpaisan, Y. and Twetman, S. (2019). Early childhood caries epidemiology, aetiology, risk assessment, societal burden, management, education, and policy: Global perspective. International Journal of Paediatric Dentistry, [online] 29(3), pp.238-248. Available at: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/ipd.12484 [Accessed 25 Sep. 2019].



18