Case 1 - Kejang Demam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Program Internship di Rumah Sakit Dr. Suyoto



Diajukan Kepada: Dr. dr. Maria Ekawati, Sp.A



Disusun Oleh : dr. Yudha Prasetya



RUMAH SAKIT DR. SUYOTO PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 04 MEI - 02 AGUSTUS 2020



BAB I PENDAHULUAN Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1 Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.3



2



BAB II KASUS



2.1 Identitas a. Pasien Nama



: An. MAF



Tanggal Lahir



: 09 Juli 2019



Usia



: 11 bulan



Alamat



: Jalan Peninggaran Timur II RT 6 RW 9, Kebayoran lama, DKI Jakarta



No. RM



: 25-24-53



Tanggal masuk



: 04 Juli 2020



Tempat



: IGD RS dr. Suyoto



b. Orang tua Ayah  Nama



: Tn. MA



Usia



: 32 tahun



Pendidikan



: Tamatan SMA



Pekerjaan



: Karyawan Swasta



Alamat



: Jalan Peninggaran Timur II RT 6 RW 9, Kebayoran lama, DKI Jakarta



Ibu  Nama



: Ny. S



Usia



: 30 tahun



Pendidikan



: Tamatan SMA



Pekerjaan



: Karwayan Swasta



Alamat



: Jalan Peninggaran Timur II RT 6 RW 9, Kebayoran lama, DKI Jakarta



3



2.2 Anamnesis (alloanamnesis) a. Keluhan Utama Kejang b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 1 hari yang lalu. Kejang dialami selama kurang lebih 15 menit. Saat kejang pasien melihat ke atas, tangan dan kaki lurus dan mulut kaku, setelah kejang pasien menangis. Hari ini BAB cair 4x, terdapat ampas, tidak ada lendir maupun darah. Pasien rewel dan menangis terus menerus di rumah. Terdapat keluhan demam sejak 7 hari lalu, demam naik turun, membaik dengan pemberian obat penurun panas. Buang air kecil dalam batas normal. Berat badan pasien saat ini 8 kg. Minum susu dan ASI masih baik. c. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya, termasuk asma, kejang. Tidak pernah dirawat sebelumnya dan tidak ada obat rutin yang dikonsumsi. d. Riwayat Penyakit Keluarga Ayah pasien memiliki riwayat kejang demam saat kecil Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal Riwayat kencing manis dalam keluarga diangkal Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal Riwayat penyakit kuning disangkal e. Riwayat pengobatan Obat kejang saat di puskesmas



4



f. Riwayat Kebiasaan 



Anak (Makanan)



Tabel 1. Riwayat makan Umur



ASI



Susu



MPASI



(bulan)



formula 0-3 √ 3-6 √ √ 6- sekarang √ √ √ Pasien minum ASI dan susu formula. Diselingi MPASI berupa bubur. 



Ayah  memiliki kebiasaan merokok di rumah (1 bungkus/hari). Konsumsi alkohol dan penggunaan obat-obat terlarang disangkal







Ibu  Kebiasaan merokok, alkohol dan penggunaan obat terlarang disangkal



g. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Kehamilan: Ibu 30 tahun, G0P3A0, ibu pasien rutin kontrol selama kehamilan ke bidan. Gangguan selama kehamilan disangkal. Kelahiran: Tempat kelahiran



: Puskesmas



Usia ibu saat hamil



: 29 tahun



Penolong persalinan : Bidan Cara persalinan



: Normal



Masa gestasi



: Cukup bulan (39-40 minggu)



Keadaan bayi



: Berat badan lahir 3200 gram Panjang badan lahir 50 cm Langsung menangis Pucat/Biru/Kuning/Kejang tidak ada Kelainan bawaan tidak ada Bergerak aktif



Kesan: Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan



5



h. Riwayat Imunisasi Pasien telah mendapatkan imunisasi : Tabel 2. Riwayat imunisasi Imunisasi dasar



Umur



Hepatitis B0



0 bulan



BCG, Polio 1



1 bulan



DPT-HB-Hib 1, Polio 2 2 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 3 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4 4 bulan i. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Pertumbuhan Ibu pasien tidak rutin mengukur berat badan anak ke posyandu karena sibuk bekerja. Ibu lupa membawa KIA. BB saat ini 8 kg PB 63 cm Perkembangan Saat ini pasien sudah bisa tengkurap, berguling kanan-kiri, merespon terhadap suara, berdiri j. Riwayat Sosial Pasien anak ke tiga dari tiga bersaudara. Anak pertama usia 5 tahun, anak kedua usia 3 tahun. Pasien tinggal di daerah Kebayoran lama, DKI Jakarta. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya. 2.3 Pemeriksaan Fisik (04 Juli 2020) a. Status Generalis Keadaan umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Kompos mentis (GCS 15)



Tinggi badan / Berat badan



: 63 cm, 8 kg



6



b. Tanda Vital Nadi



: 115 kali/ menit, reguler, teraba lemah



Nafas



: 30 kali/ menit, sifat abdominotorakalis



Suhu tubuh



: 38,8oC



SpO2



: 98%



c. Data Antropometri 



Berat badan



: 8 kg







Tinggi badan



: 63 cm







IMT



: 12.70 kg/m2







Status Gizi



: Normal



d. Pemeriksaan Sistem Kepala



: normosefal, UUB datar.



Rambut



: hitam persebaran merata, tidak mudah dicabut.



Mata



: konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik.



Telinga



: tidak terdapat kelainan pada telinga bagian luar, liang telinga lapang,



Hidung



: tidak terdapat deformitas, tidak terdapat napas cuping hidung



Gigi dan mulut : kebersihan mulut baik, tidak terdapat oral thrush Paru Inspeksi



:tidak tampak sesak, RR 30x/menit, dada simetris saat statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi



Palpasi



: tidak teraba massa, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri tekan, vocal Fremitus simetris kanan dan kiri, ekspansi dada simetris kanan dan kiri.



Perkusi



: perkusi umum paru sonor pada kedua lapang paru



Auskultasi



: bunyi dasar kedua lapang paru vesikuler, tidak terdapat ronkhi, tidak terdapat wheezing



Jantung Auskultasi



: bunyi jantung I/II normal, reguler. Tidak ada murmur atau gallop.



7



Abdomen Inspeksi



: datar, tidak terdapat spider nevi, kaput medusa, venektasi. Tidak tampak tonjolan massa.



Palpasi



: supel, tidak teraba pembesaran hati, nyeri tekan (-)



Perkusi



: timpani.



Auskultasi



: bising usus positif, meningkat.



Ekstremitas Akral hangat, CRTampas O Kesadaran compos mentis GCS : 15 (E4 V5 M6) KU: Sedang TTV : -



Nadi : 100 x / menit Pernafasan : 26 x/menit Suhu : 37,1oC



Status Generalis 



Kepala/Leher



: KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),



pembesaran tiroid (-) Thoraks



: pergerakan dinding dada simetris



Pulmo



: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-



Cor



: S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)







Abdomen



: Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)







Ekstremitas







Superior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Inferior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Jenis Pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai Normal



Feces



A P



Feces Lengkap Warna



Kuning



-



Coklat



Bau Konsistensi Lendir Pus Parasit Eritrosit Leukosit Amuba Sisa Pencernaan Telur Cacing Darah Jamur Lemak Amylum



Kehijauan Khas Lunak -, Negatif -, Negatif -, Negatif 0-1 0-2 -, Negatif -, Negatif -, Negatif -, Negatif -, Negatif -, Negatif -, Negatif



-



Khas feces Lunak -, Negatif -, Negatif -, Negatif 0-1 0-3 -, Negatif -, Negatif -, Negatif -, Negatif -, Negatif -, Negatif -, Negatif



Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam -



Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg



-



Paracetamol 1 cth / 6 jam PO



-



Lacto B 2x1 PO



-



Zink 1x20 mg PO



-



Diazepam 3x2 mg PO



11



Senin, 06 Juli 2020 (Bangsal Kenanga) S Demam (+), diare (+) 2x, kejang (-) O Kesadaran compos mentis GCS : 15 (E4 V5 M6) KU: Sedang TTV : -



Nadi : 112 x / menit Pernafasan : 26 x/menit Suhu : 36,9oC



Status Generalis 



Kepala/Leher



: KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),



pembesaran tiroid (-) Thoraks



: pergerakan dinding dada simetris



Pulmo



: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-



Cor



: S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)







Abdomen



: Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)







Ekstremitas







Superior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Inferior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Jenis Pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Elektrolit Natrium Kalium Chlorida



A P



Hasil Satuan HEMATOLOGI 11.5 g/dL 33 % 9.500 /uL 286.000 /uL KIMIA 138 5,0 107



mmol/L mmol/L mmol/L



Nilai Normal 11.7 – 15.5 35 - 47 3.600 – 11.000 150.000 – 440.000



135-147 3,4-4,7 100-110



Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam -



Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg



-



Paracetamol 1 cth / 6 jam PO



-



Lacto B 2x1 PO



-



Zink 1x20 mg PO



-



Diazepam 3x2 mg PO



12



Selasa, 07 Juli 2020 (Bangsal Kenanga) S Demam (+), diare (-), kejang (-) O Kesadaran compos mentis GCS : 15 (E4 V5 M6) KU: Sedang TTV : -



Nadi : 102 x / menit Pernafasan : 27 x/menit Suhu : 37,5oC



Status Generalis 



Kepala/Leher



: KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),



pembesaran tiroid (-) Thoraks



: pergerakan dinding dada simetris



Pulmo



: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-



Cor



: S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)







Abdomen



: Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)







Ekstremitas







A P



Superior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Inferior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam -



Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg



-



Paracetamol 1 cth / 6 jam PO



-



Lacto B 2x1 PO



-



Zink 1x20 mg PO



-



Diazepam 3x2 mg PO



13



Rabu, 08 Juli 2020 (Bangsal Kenanga) S Demam (-), diare (-), kejang(-) O Kesadaran compos mentis GCS : 15 (E4 V5 M6) KU: Sedang TTV : -



Nadi : 102 x / menit Pernafasan : 24 x/menit Suhu : 36,9oC



Status Generalis 



Kepala/Leher



: KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),



pembesaran tiroid (-) Thoraks



: pergerakan dinding dada simetris



Pulmo



: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-



Cor



: S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)







Abdomen



: Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)







Ekstremitas







Superior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Inferior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Jenis Pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit



A P



Hasil Satuan HEMATOLOGI 10,5 g/dL 31 % 6.300 /uL 231.000 /uL



Nilai Normal 11.7 – 15.5 35 - 47 3.600 – 11.000 150.000 – 440.000



Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam -



Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg



-



Paracetamol 1 cth / 6 jam PO



-



Lacto B 2x1 PO



-



Zink 1x20 mg PO



-



Diazepam 3x2 mg PO



14



Kamis, 09 Juli 2020 (Bangsal Kenanga) S Demam (-), diare (-), kejang(-) O Kesadaran compos mentis GCS : 15 (E4 V5 M6) KU: Sedang TTV : -



Nadi : 100 x / menit Pernafasan : 24 x/menit Suhu : 36,8oC



Status Generalis 



Kepala/Leher



: KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),



pembesaran tiroid (-) Thoraks



: pergerakan dinding dada simetris



Pulmo



: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-



Cor



: S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)







Abdomen



: Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)







Ekstremitas







A P



Superior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Inferior



: akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-



Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang - Pasien sudah dapat pulang -



Parasetamol sirup 3x1Cth



-



Diazepam 3x2 mg



-



Stesolid Supp bila ada bangkitan kejang



15



16



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. 3 Derajat tinggi suhu ya ng dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4 3.2 Epidemiologi3,5 Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki. 3.3



Etiologi Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak,



tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai



17



peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.3 Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 6 3.4



Patofisiologi7 Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air.



Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : 



Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular







Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya







Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15



% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi



18



artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.



3.5



Klasifikasi



Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua 4 1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut) -



Berlangsung singkat



-



Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit



-



Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal



-



Tidak berulang dalam waktu 24 jam



2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) -



Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit



-



Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial



-



Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang.



3.6



Manifestasi Klinis8 Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu



badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi



19



tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti : 1. Anak hilang kesadaran 2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak 3. Sulit bernapas 4. Busa di mulut 5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan 6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat. 3.7



Diagnosis6,9,10 Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang



dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. 1.



Anamnesis -



waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang



-



sifat kejang (fokal atau umum)



-



Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)



-



Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)



-



Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)



-



Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)



-



Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi)



-



Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi) 20



2.



-



Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan



-



Trauma kepala Pemeriksaan fisik



-



Tanda vital terutama suhu



-



Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.



-



Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.



-



Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.



-



Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.



-



Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.



-



Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)



-



Pemeriksaan refleks patologis



-



Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)



3.



Pemeriksaan laboratorium -



Darah tepi lengkap



-



Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.



-



Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme



-



Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.



4.



Pemeriksaan penunjang



21



-



Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.



-



EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.



-



CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial.



3.8



Diagnosis Banding3 Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah



penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam. Tabel Diagnosa Banding No



Kriteri Banding



Kejang Demam Epilepsi



Meningitis Ensefalitis



1. 2. 3. 4. 3.9



Kejang



Pencetusnya



Tidak



berkaitan Salah satu gejalanya



Kelainan Otak Kejang berulang Penurunan kesadaran



demam (-) (+) (+)



dengan demam (+) (+) (-)



demam (+) (+) (+)



Penatalaksanaan4,10



Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :



22



1. Mengatasi kejang secepat mungkin Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal 2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit 2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit. Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 2. Pengobatan penunjang Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. 23



Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. 3. Memberikan pengobatan rumat Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: 



Profilaksis intermitten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat



campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh ≥ 38,50C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. 



Profilaksis jangka panjang



24



Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut: 1. Kejang demam ≥ 2 kali dalam 24 jam 2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan 3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1).           Fenobarbital Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur. 2).           Sodium valproat / asam valproat Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis. 3).           Fenitoin Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. 4. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang 25



intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.



2. 10



Prognosis6,11



1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %. 2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama. 3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS



tergantung



a.   riwayat b.   kelainan



penyakit dalam



kepada kejang



perkembangan



tanpa atau



kelainan



faktor demam sebelum



dalam anak



: keluarga



menderita



KDS



c.    kejang berlangsung lama atau kejang fokal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas. 4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.



26



27



BAB IV Analisis Kasus Penegakan diagnosis kejang demam kompleks dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien mengalami kejang saat demam sebanyak 2 x dalam waktu 24 jam, dengan lama rata-rata 15 menit. Kejang bersifat umum yang didahului kejang parsial. Selama kejang pasien tidak sadar dan pasien sadar diantara dua serangan kejang. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam kompleks. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk mensingkirkan diagnosis epilepsi. Dari pemeriksaan fisik tidak adanya kaku kuduk, rangsang meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal. Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan adanya peningkatan kadar leukosit dalam darah (12.600/uL) dan Netrofil (77,9%). Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang. Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus Kaen 1B. Hal ini untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk ke ruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,20C dapat diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang dapat diberikan kepada pasien saat pulang. Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien diberikan antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi bakteri dan untuk mengatasi demamnya diberikan obat penurun panas berupa parasetamol.



28



BAB V KESIMPULAN Pasien anak laki-laki usia 11 bulan dengan berat 8kg (status gizi baik) datang dengan kejang, demam dan diare. Target pengobatan jangka pendek adalah memperbaiki kondisi dehidrasi, bangkitan kejang, dan mengatasi diare. Sedangkan target jangka panjang adalah pencegahan terjadinya diare dan infeksi berulang dengan edukasi terkait higenitas sumber makanan dan minuman, imunisasi lengkap dan edukasi agar orangtua juga memantau kejadian kejang saat demam. Prognosis pasien ad vitam bonam, ad functionam bonam dan ad sanationam dubia ad bonam.



29



DAFTAR PUSTAKA 1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060 2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 – 8. 3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 20592067. 4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14. 5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006. 6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada tanggal 9 Februari 2013. Didapatkan dari: www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm 7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90. 8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002 9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-2. 10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia medical association. 2010. 11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada tanggal 9



Februari



2013.



Didapatkan



dari:



www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm



30