Case Ortopedi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI



CASE REPORT



FAKULTAS KEDOKTERAN



JANUARI 2017



UNIVERSITAS HASANUDDIN



CLOSED FRACTURE LEFT INTERTROCHANTER FEMUR



OLEH : Yusran Ady Fitrah C111 11 107



PEMBIMBING: dr. Handoko dr. Randy Octavianus



SUPERVISOR: dr. Muhammad Ihsan Kitta, M.Kes, Sp.OT



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017



HALAMAN PENGESAHAN



Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:



Nama



: Yusran Ady Fitrah



Judul laporan kasus



: Closed Fracture Left Intertrochanter Femur



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.



Makassar,



Januari 2017



Mengetahui,



Pembimbing I,



Pembimbing II,



(dr. Handoko)



(dr. Randy Octavianus)



Supervisor,



dr. Muhammad Ihsan Kitta, M.Kes, Sp.OT



CASE REPORT



1.



2.



IDENTITAS Nama



: Mr. AD



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Umur



: 77 Tahun



No. Rekam Medik



: 616829



ANAMNESIS Keluhan Utama



: Nyeri pada pangkal paha kiri



Anamnesis Tambahan : Dialami sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit akibat terpeleset. Pasien sedang berjalan di rumah dan tiba-tiba terpeleset dengan posisi terduduk. Setelah kejadian pasien sadar dan mengeluh nyeri paha kiri atas, sulit digerakkan, mati rasa (-), kesemutan (-), mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-). Pasien kemudian dibawa keluarganya ke pengobatan alternatif, setelah tiga kali datang, keluhan tidak berkurang. Pada hari Selasa, 13 Desember 2016 (14 hari kemudian sejak jatuh) pasien di bawa keluarganya ke IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma sebelumnya



:(-)



Riwayat patah tulang



:(-)



Riwayat darah tinggi



:(+)



Riwayat gangguan perdarahan



: (-)



Riwayat diabetes mellitus



: (+)



Riwayat alergi obat



: (-)



Environment



: Di luar dengan dasar batu, tidak terdapat benda tajam



disekitarnya Riwayat penyakit keluarga Riwayat kanker tulang



: (-)



Riwayat Hipertensi



: (-)



Riwayat Sosial Ekonomi Pasien sudah tidak bekerja. Biaya pengobatan ditanggung oleh pribadi 3.



PEMERIKSAAN FISIS Primary Survey  Airway



:



Bebas



 Breathing



:



RR



20x/menit



reguler,



spontan,



tipe



thoracoabdominal, simetris  Circulation :



BP 150/90 mmHg, HR 90x/menit reguler, kuat



angkat  Disability



:



GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, Ø 2.5 mm/2.5 mm,



refleks cahaya +/+  Exposure



:



Suhu Axilla = 36,7oC



Secondary Survey Regio Femur Sinistra Inspeksi



: deformitas (+), edema (-), hematom (-), luka (-)



Palpasi



: nyeri tekan (+)



Pergerakan



: Gerak aktif dan pasif pada hip dan knee joint sulit dinilai karen nyeri.



NVD



: sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibia posterior teraba, CRT < 2 deti



R



L



ALL



90 cm



88 cm



TLL



80 cm



78 cm



LLD



2cm



4.



FOTO KLINIS Anterior View



Lateral View



Medial View



5. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Radiologi



Foto Femur Sinistra AP/Lateral



Foto Pelvic AP b. Pemeriksaan Laboratorium 



WBC



: 15,5 103/mm3







HGB



: 13,9 g/dL







HCT



: 41,6 %







PLT



: 231 x 103/mm3







HbsAg



: non reactive







BT



: 2’00







CT



: 8’00







GDS



: 187 mg/dL







Ur



: 44 mg/dL







Cr



: 1,42 mg/dL







SGOT



: 22 U/L







SGPT



: 29 U/L







Na/K/Cl



: 138/5,3/100 mmol/L



6.



RESUME Seorang pria, 77 tahun masuk Rumah Sakit diantar keluarganya dengan keluhan nyeri pada pangkal paha kanan. Dialami sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit akibat terpeleset. Pasien sedang berjalan di rumah dan tiba-tiba terpeleset dengan posisi terduduk. Setelah kejadian pasien sadar dan mengeluh nyeri paha kiri atas, sulit digerakkan, mati rasa (-), kesemutan (-), mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-). Pasien kemudian dibawa keluarganya ke pengobatan alternatif, setelah tiga kali datang, keluhan tidak berkurang. Pada hari Selasa, 13 Desember 2016 (14 hari kemudian sejak jatuh) pasien di bawa keluarganya ke IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Pada pemeriksan fisis, inspeksi diperoleh deformitas, tidak udem dan tidak ada hematoma. Pada palpasi diperoleh nyeri tekan. Pada pemeriksaan neurovascular distal diperoleh sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibia posterior teraba, CRT < 2 detik. Gerak aktif dan pasif left hip joint sulit dinilai karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologi foto femur AP/lateral dan foto pelvis AP didapatkan kesan fraktur intertrochanter femur sinistra



7.



DIAGNOSA Closed Fracture Left Intertrochanter Femur



8.



PENATALAKSANAAN a. IVFD b. Analgesik c. Skin Traksi load 3 kg at left lower limb d. Plan for ORIF



DISKUSI: FRAKTUR INTERTROCHANTER FEMUR I.



PENDAHULUAN Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Berbagai penelitian di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa resiko terjadinya patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa tulang, melainkan juga oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kerapuhan fisik (frailty) dan meningkatnya risiko untuk jatuh. Densitas massa tulang dan ayunan tubuh (sway), keduanya, merupakan faktor prediktor untuk risiko terjadinya patah tulang yang lebih tinggi.(1,2) Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah mengalami proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma multipel, kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya. Trauma ringan saja sudah dapat menimbulkan fraktur.(1) Kebanyakan fraktur terjadi secara tiba-tiba dan trauma, yang terlalu banyak mungkin terjadi secara direct atau indirect. Trauma langsung (direct) menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung (indirect) disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.(1,3) Fraktur intertrokanter, secara definisi adalah fraktur ekstrakapsular. Seperti halnya fraktur collumna femoris, merupakan hal yang umum pada usia lanjut, penderita osteoporosis; sebagian besar penderita adalah wanita pada dekade kedelapan. Namun, berbeda dengan fraktur intrakapsular, fraktur tulang trokanter ekstrakapsular cukup mudah menyatu dan jarang menyebabkan nekrosis avaskular.3 Fraktur intertrokanter terjadi di antara trokanter mayor dan trokanter minor pada os. femur proksimal, kadang-kadang meluas ke daerah subtrokanter. Fraktur



ini merupakan fraktur ekstrakapsular yang terjadi pada tulang cancellous dengan suplai darah yang melimpah. Sehingga, non union dan osteonekrosis bukan masalah besar, seperti pada patah collumna femoris. Otot yang mengalami kelainan biasanya akan menyebabkan shortening. 3



II.



ANATOMI Bagian-bagian khas dari tulang panjang terdiri dari 3 bagian: 5,6 a. Diafisis (batang) adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar dan tebal, penuh dengan sumsum tulang. Pada anak-anak sumsum merah mengisi sebagian besar bagian dalam tulang panjang, tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasanya anak tersebut.Sumsum kuning yang terdapat pada diafisis tulang orang dewasa, terutama terdiri dari sel-sel. b. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang kanselus (tulang trabekular atau tulang spongiosa) yang mengandung sel-sel hematopoetik. Pada orang dewasa, aktifitas hematopoietik menjadi terbatas hanya pada sternum dan krista iliaka, walaupun tulang-tulang yang lain masih berpotensi untuk aktif lagi bila diperlukan. Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlengketan tendon dan ligamen pada epifisis. c. Epifisis adalah tulang akhir (biasanya artikular), bentuk dari pusat osifikasi sekunder. Sumsum merah terdapat juga di bagian epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan hilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis. Sehingga, pertumbuhan memanjang tulang berhenti.



Gambar 1. Struktur Tulang6



Gambar 2. Tulang Femur6



Gambar 3. Tulang Femur dan Hip potongan lateral6



Gambar 4. Hip Ligament6



Gambar 5. Vaskularisasi pada proximal femur 6 Kaput femur mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu: 1, 6



a. Pembuluh darah intramedular di dalam leher femur, arteri sirkumflex lateral yang mensuplai daerah anterior, arteri sirkumflex medial yang mensuplai daerah posterior. b. Pembuluh darah servikal asendens dalam retinakulum kapsul sendi. Di sepanjang



extracapsularfemoral



neck,



merupakan



percabangan



dari



extracapsular ring. Di sepanjang intracapsular femoral neck, lanjutan intracapsular pada arteri servikal untuk second intracapsular ring pada dasar caput. c. Pembuluh darah dari ligamentum teres (arteri teres kapitis). Melewati ligamentum teres pada percabangan fovea interosseous terminal. Pada saat terjadi fraktur pembuluh darah intramedular dan pembuluh darah retinakulum selalu mengalami robekan, bila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh serta hambatn dari cairan sinovia.1



III.



ETIOLOGI Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma dapat bersifat :3 a. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. b. Trauma tidak langsung Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan extensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa: 



Tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik







Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal







Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi







Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada bahan vertebra.







Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z







Fraktur oleh karena remuk







Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.



III.



EPIDEMIOLOGI Insidensi fraktur intertrokanter hampir berjumlah 50% dari keseluruhan fraktur pada femur proksimal. Usia rata-rata pasien yang mengalami fraktur ini berkisar antara 66 hingga 76 tahun (usia penderita lebih muda dibandingkan dengan pasien pada fraktur



neck femur) dengan rasio perbandingan antara pria dan wanita yaitu 2:1 hingga 8:1 yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perubahan metabolism tulang postmenopause.4 Di Amerika Serikat, setiap tahun, rata-rata angka kejadian fraktur intertrokanter adalah sebanyak 63 per 100.000 angka kejadian pada wanita lanjut usia dan 34 per 100.000 pada pria lanjut usia. Beberapa hal yang berhubungan dengan fraktur intertrokanter antara lain usia lanjut, meningkatnya kebutuhan akan bantuan orang lain dalam aktivitas sehari-hari, dan adanya riwayat osteoporosis.4



IV.



GAMBARAN KLINIS Pasien biasanya berusia tua dan tidak dapat berdiri. Secara umum memiliki gambaran klinis yang sama dengan fraktur collumna femoris, yaitu : a. Pasien biasanya tidak dapat berjalan, tampak shortening (pemendekan) dan rotasi eksternal ekstremitas bawah. Pasien juga mungkin tidak dapat mengangkat tungkai bawahnya. Pasien dengan impact fracture atau stress fracture mungkin saja tidak memiliki gambaran klinis yang khas, seperti nyeri tekan kapsula anterior, nyeri saat kompresi, dan kurangnya deformitas, dan mereka mungkin mampu menanggung berat badan.3,4 b. Terdapat nyeri pada pemeriksaan ROM sendi panggul, terdapat pula nyeri pada kompresi dan nyeri tekan saat palpasi selangkangan. 4



V.



KLASIFIKASI Klasifikasi Evans 



Klasifikasi ini didasarkan pada stabilitas sebelum dan sesudah reduksi, yaitu, konvertibilitas konfigurasi fraktur yang tidak stabil ke reduksi yang stabil.







Dalam pola fraktur yang stabil, korteks posteromedial tetap utuh atau memiliki kominutif minimal, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan dan mempertahankan reduksi.







Pola fraktur yang tidak stabil yang ditandai dengan fraktur kominutif lebih besar dari korteks posteromedial. Meskipun secara inheren tidak stabil, patah



tulang ini dapat dikonversi ke posisi stabil jika oposisi kortikal medial diperoleh. 



Pola reverse obliquity secara inheren tidak stabil karena kecenderungan perpindahan medial poros femoralis.







Penerapan sistem ini penting tidak hanya karena menekankan perbedaan penting antara pola fraktur yang stabil dan tidak stabil, tetapi juga karena itu membantu menentukan karakteristik reduksi.



Gambar 6 Klasifikasi Evans untuk fraktur intertrokanter. Pada pola fraktur yang stabil, korteks posteromedial tetap stabil atau memiliki fraktur kominutif minimal yang membuat tipe fraktur ini untuk mempertahankan reduksi. Pada pola faktur yang tidak stabil, sebaliknya, dikarakteristikkan dengan adanya fraktur kuminutif pada korteks posteromedial. Pada fraktur reverse obliquity, termasuk dalam tipe tidak stabil karena adanya kecenderungan untuk pergeseral caput femoris ke arah medial.



Gambar 7 Klasifikasi Fraktur Intertrokanter. Tipe 1 hingga 4, semakin ke atas tipe fraktur ini, maka derajat instabilitas dan kompleksitas frakturnya juga semakin meningkat. Tipe 1 dan 2 adalah yang terbanyak (hampir 60%). Tipe reverse obliq digambarkan pada tipe 4; yang menyebabkan sulitnya difiksasi.



Gambar 8 Klasifikasi Boyd-Griffin untuk Fraktur Intertrokanter. Fraktur ini berdasarkan terhadap terdapat atau tidak terdapatnya fraktur kominutif dan keterlibatan regio subtrokanter.



Gambar 9 Klassifikasi AO Muller untuk fraktur proximal femur.



VI.



DIAGNOSIS Diagnosis fraktur intertrokanter dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, dalam hal ini adalah pemeriksaan radiologi. a. Anamnesis Pertama-tama klinisi dapat menanyakan usia penderita, selanjutnya mekanisme terjadinya cedera, yaitu pada orang berusia muda, disebabkan oleh adanya high-energy injury, misalnya oleh karena kecelakan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian, sedangkan pada orang usia tua 90% diantaranya disebabkan oleh jatuh. Kebanyakan fraktur intertrokanter disebabkan oleh dampak langsung trauma di daerah trokanter. Dapat pula ditanyakan adanya nyeri, kesulitan untuk berjalan. Selain itu dapat juga ditanyakan tentang adanya faktor risiko, meliputi osteoporosis, riwayat fraktur panggul sebelumnya, dan risiko jatuh. b. Pemeriksaan Fisis Pada inspeksi, pasien biasanya tidak dapat berjalan, tampak shortening (pemendekan) dan rotasi eksternal ekstremitas bawah. Pada palpasi, terdapat nyeri pada kompresi dan nyeri tekan saat palpasi selangkangan. Pemeriksaan pergerakan, terdapat nyeri pada pemeriksaan ROM sendi panggul. Pasien mungkin tidak dapat menggerakkan dan mengangkat tungkai bawahnya. c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dalam hal ini meliputi : 1. Foto X-ray Fraktur yang stabil dan tidak bergeser dapat tampak tidak lebih dari sebuah garis retakan tipis sepanjang garis intertrokanter, tentu saja, kadang-kadang terdapat keraguan apakah tulang tersebut benar-benar patah sehinggan terkadang diagnosis harus dikonfirmasi dengan MRI. Lebih sering, fraktur tersebut bergeser dan dapat dipertimbangkan sebagai fraktur kominutif. Trokanter mayor dan minor dapat diidentifikasi sebagai fragmen terpisah dan hal ini membutuhkan perhatian lebih.



Adapun posisi-posisi pengambilan gambar radiologi X-Ray dalam hal ini adala sebagai berikut : - Foto Pelvis anteroposterior (AP) - Foto Femur anteroposterior (AP)/lateral - Foto Hip anteroposterior (AP)/lateral 2. MRI atau bone scan Magnetic Resonance Imaging (MRI) saat ini merupakan alat pencitraan pilihan dalam menemukan fraktur yang nondisplaced atau fraktur tersembunyi pada X-Ray. Bone scan atau CT scan dapat digunakan untuk pasien yang memiliki kontraindikasi untuk dilakukan MRI. VII.



PENATALAKSANAAN Fraktur intertrokanter hampir selalu ditatalaksana dengan fiksasi internal segera, bukan karena fraktur ini gagal menyatu dengan tatalaksana secara konservatif, tetapi untuk memperoleh posisi yang terbaik dan agar pasien dapat berjalan sesegera mungkin sehingga dapat mencegah komplikasi yang berhubungan dengan tirah baring lama. Non-Operatif 1. Hal ini diindikasikan untuk pasien yang berisiko tinggi untuk menjalani operasi (tidak dapat menjalani anestesi), hal ini juga biasanya dipertimbangkan untuk pasien rawat jalan dengan nyeri panggul ringan. 2. Fraktur nondisplaced (tidak bergeser) dapat dipertimbangkan untuk perawatan secara non-operatif. 3. Mobilisasi pasien yang cepat penting untuk mencegah meningkatnya risiko dan komplikasi akibat tirah baring yang lama, seperti atelektasis, stasis vena, dan dekubitus. Operatif Tujuannya adalah untuk fiksasi internal stabil yang memungkinkan mobilisasi dini dan agar pasien dapat segera berjalan. Stabilitas fiksasi raktur tergantung pada kualitas tulang, pola fraktur, reduksi fraktur, model implant, penempatan implant.



dan



1. Sliding Hip Screw - Teknik ini telah lama digunakan secara umum pada fraktur baik yang tidak stabil maupun yang stabil. Alat ini tersedia dalam 2 sudut, yaitu 130 hingga 150 derajat. - Aspek terpenting dalam memasang screw adalah (1) diletakkan dalam 1 cm tulang subkondral untuk memeroleh fiksasi yang aman dan (2) dipasang pada sentral caput femoris (Tip Apex Distance)



Gambar 9 Sliding Hip Screw - Jarak antara puncak dan dasar dapat digunakan untuk menentukan posisi lag screw dalam caput femoris. Pengukuran ini digambarkan dalam millimeter, adalah jumlah jarak dari puncak lag screw hingga ke dasar caput femoris pada posisi AP dan lateral. Jumlah jarak sebaiknya