Case Panic Attack [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INTERNSHIP RSUD OTANAHA



Nama Peserta : dr. Ardika Kardjono Nama Wahana : RSUD OTANAHA Topik : Serangan Panik Tanggal (Kasus) : 6 Mei 2016 Nama Pasien : Tn. ID, 42 thn



Nama Pendamping : dr. Sandra Dunggio dr. Hanan Zubaidi Tempat Presentasi : RSUD Otanaha Obyektif Presentasi :  Keilmuan



 Keterampilan



 Penyegaran



Tinjauan Pustaka



 Diagnostik



O Manajemen



 Masalah



O Istimewa



O Neonatus



O Bayi



O Anak



O Remaja



 Dewasa



O Lansia



O Bumil



Deskripsi : Laki-laki, 42 tahun, datang dengan paresthesia, dyspnea, sakit perut serta sulit tidur mendadak yang timbul setelah dikelilingi tetangga di rumah, pernah berulang namun tidak pernah tanpa pencetus. Pemeriksaan fisik menunjukkan diaphoresis. Status psikiatri menunjukkan keadaan cemas dengan isi pikir sakit perut dan kesemutan serta diguna-guna oleh orang lain. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Tujuan : Penegakan diagnosis dan tatalaksana yang sesuai. Mengumpulkan referensi ilmiah untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus yang dihadapi dengan solusi yang terbaik Bahan Bahasan



 Tinjauan Pustaka



O Riset



Cara Membahas



 Presentasi dan Diskusi



O Diskusi



 Kasus O Email



O Audit O Pos



1



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



BAB I KASUS



1.1 Identitas  Nama  Usia  Jenis Kelamin  Suku/ Bangsa  Status Pernikahan  Agama  Alamat  Pendidikan  Pekerjaan  Tanggal Masuk  Tanggal Periksa



: Tn. ID : 42 th. : Laki-laki : Indonesia : Menikah : Islam : Libuo : SMP : Swasta : 6 Mei 2016 : 6 Mei 2016



1.2 Anamnesis (Dilakukan secara Alloanamnesis) Keluhan Utama



: Kesemutan jari-jari tangan dan kaki sejak sekitar 30 menit SMRS



Keluhan Tambahan



: Sesak nafas, sakit perut sejak 30 menit SMRS



30 menit SMRS, pasien mengalami kesemutan secara mendadak pada semua jari-jari tangan dan kaki. Selain itu, pasien juga mengalami sesak nafas dan sakit perut yang timbul bersamaan dengan kesemutan tersebut. Gejala-gejala tersebut timbul mendadak, pasien sedang tidak melakukan aktifitas fisik apapun. Untuk mengurangi keluhan-keluhan yang dialaminya, pasien memaksakan dirinya untuk melakukan sendawa dengan sengaja. Pada pagi hari, pasien baru dipulangkan dari rumah sakit setelah dirawat 1 hari dengan penyakit maag. Pasien pulang ke rumah, dan saat di rumah pasien dijenguk oleh beberapa orang tetangga. Setelah dikelilingi oleh tetangga yang menjenguk tersebut, pasien mulai merasa adanya kesemutan, sakit perut dan sesak nafas. Selain itu pasien juga banyak berkeringat dan pasien menjadi lebih sering minum air serta pasien menjadi sulit tidur. Pasien tidak demam, tidak memiliki gangguan buang air kecil dan buang air besar. Dahulu pasien pernah bercerai dengan istri pertamanya oleh sebab pasien memiliki masalah dengan istrinya tersebut dan seringkali pasien merasa tertekan. Sejak saat itu pasien kadangkadang menjadi takut untuk bertemu orang lain. Namun keluhan tsb tidak pernah muncul saat sedang tidur atau mendadak tanpa sebab.



2



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi – Riwayat Diabetes Melitus – Riwayat Alergi Obat – Riwayat Trauma – Riwayat Operasi – Riwayat sakit maag +, sering kambuh bila telat makan. Riwayat penyakit serupa +, hilang timbul dahulu saat ada masalah dengan mantan istri pasien.



Riwayat Kebiasaan Merokok – Minum Alkohol – Pasien tidak menggunakan obat-obatan apapun selain yang dari dokter. Penggunaan obat-obat terlarang –.



1.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : tampak cemas Kesadaran



: compos mentis, GCS E4 M6 V5 (15)



Tekanan Darah : 130/80 mmHg Laju Nadi



: 100 x/menit



Laju Pernapasan : 24 x/menit Suhu



: 37.3oC



Mata



: Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -



Mulut



: Mukosa Oral Basah



Leher



: Distensi Vena Jugularis -



Cor



: I – Iktus kordis tidak terlihat P – Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis Sinistra P – Kesan kardiomegali – A – S1, S2 Reguler, Murmur -, Gallop –



Pulmo



: I – Gerak napas simetris 3



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



P – Sonor pada kedua lapang paru A – Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/Abdomen



: I – Permukaan datar, sikatriks -, striae – P – Supel. Nyeri Tekan -. Hepar, lien dan vesica urinaria tidak teraba. P – Timpani A – Bising usus +



Ekstremitas



: Akral hangat, CRT < 2s, edema -/-



Diaphoresis +



1.4 Status Psikiatri Deskripsi Umum: Penampilan baik, sesuai usia, tampak pasien mengompol Perilaku/ Psikomotor: kedua tangan pasien membuka dan menggenggam secara bergantian Sikap: Kooperatif Mood: Hipotim Afek: Serasi Pembicaraan: Spontan Gangguan persepsi: tidak ada halusinasi auditorik ataupun visual Proses pikir: baik Isi pikir: Pasien terus memikirkan mengenai sakit perut dan kesemutan. Selain itu pasien merasa diguna-guna oleh orang lain. Pengendalian impuls: baik Daya nilai realitas: baik Tilikan: 1 – pasien tidak merasa dirinya sakit (yang berkenaan dengan kejiwaan) Taraf dapat dipercaya: Pasien dapat dipercaya.



4



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



1.5 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pemeriksaan Hb Ht Lekosit Trombosit



6 Mei 2016 Hasil 17.5 50.4 10.200 279.000



Nilai Normal 11 – 16.5 36 – 45 4.000 – 11.000 150.000 – 400.000



1.6 Resume Laki-laki, 42 tahun, datang dengan paresthesia, dyspnea, sakit perut serta sulit tidur mendadak yang timbul setelah dikelilingi tetangga di rumah, pernah berulang namun tidak pernah tanpa pencetus. Pemeriksaan fisik menunjukkan diaphoresis. Status psikiatri menunjukkan keadaan cemas dengan isi pikir sakit perut dan kesemutan serta diguna-guna oleh orang lain. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. 1.7 Diagnosis & Tatalaksana Diagnosis Kerja  



Serangan Panik Dispepsia



Tatalaksana     



IVFD RL 20 tpm Alprazolam 3 x 0,5 mg Omeprazole 1 x 20 mg PO Antasida 3 x 1 tab k/p Domperidon 3 x 10 mg k/p



1.8 Prognosis  Quo ad Vitam  Quo ad Functionam  Quo ad Sanationam



: Bonam : Dubia ad bonam : Dubia



5



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



Follow-Up 7 Mei 2016 S (-) O Keadaan Umum



: : : : : : : : : :



Tampak sakit ringan Compos Mentis, GCS E4 M6 V5 TD 100/70 mmHg N 76x/menit RR 22x/menit S 36oC Konjungtiva anemis -, Sklera Ikterik – Mukosa oral basah Distensi Vena Jugularis – S1, S2 reguler. Murmur -, gallop – Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Supel, BU +, nyeri tekan -, Hepar/ lien tidak teraba Akral hangat, CRT < 2s



Kesadaran TTV Mata Mulut Leher Cor Pulmo Abdomen Extremitas A Serangan Panik Dyspepsia P IVFD RL  habis, aff Alprazolam 1 x 0.5 mg (malam) Omeprazole 1 x 20 mg PO Domperidon 3 x 10 mg k/p Antasida 3 x 1 tab



8 Mei 2016 S Merasa pusing sedikit O Keadaan Umum



: : : : : : : : : :



Tampak sakit ringan Compos Mentis, GCS E4 M6 V5 TD 100/50 mmHg N 80 x/menit RR 24x/menit S 36oC Konjungtiva anemis -, Sklera Ikterik – Mukosa oral basah Distensi Vena Jugularis – S1, S2 reguler. Murmur -, gallop – Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Supel, BU +, nyeri tekan -, Hepar/ lien tidak teraba Akral hangat, CRT < 2s



Kesadaran TTV Mata Mulut Leher Cor Pulmo Abdomen Extremitas A Serangan Panik Dyspepsia P Alprazolam 1 x 0.5 mg Omeprazole 1 x 20 mg PO Domperidon 3 x 10 mg k/p Antasida 3 x 1 tab



6



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



9 Mei 2016 S (-) O Keadaan Umum



: : : : : : : : : :



Tampak tenang Compos Mentis, GCS E4 M6 V5 TD 100/50 mmHg N 80 x/menit RR 24x/menit S 36oC Konjungtiva anemis -, Sklera Ikterik – Mukosa oral basah Distensi Vena Jugularis – S1, S2 reguler. Murmur -, gallop – Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Supel, BU +, nyeri tekan -, Hepar/ lien tidak teraba Akral hangat, CRT < 2s



Kesadaran TTV Mata Mulut Leher Cor Pulmo Abdomen Extremitas A Serangan Panik Dyspepsia P Alprazolam 1 x 0.5 mg (malam) Antasida 3 x 1 tab



7



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Rasa stres, takut dan anxietas cenderung bersifat interaktif. Komponen utama dari anxietas adalah psikologikal (ketegangan, rasa takut, sulit berkonsentrasi, serta ketakutan akan sesuatu yang belum terjadi) dan somatik (takikardia, hiperventilasi, sesak nafas, palpitasi, tremor, dan berkeringat). Gejala simpatomimetik dari anxietas adalah sebagai respons terhadap keadaan sistem saraf pusat dan reinforcement terhadap anxietas mendatang. Anxietas dapat timbul sendiri (self-generating) karena gejalanya memperkuat reaksi, menyebabkannya untuk ‘spiral’. Hal ini sering menjadi masalah dimana anxietas adalah epifenomenon dari kondisi medis atau psikiatri lainnya.1 Anxietas dapat bersifat free-floating, menghasilkan serangan anxietas akut, terkadang menjadi kronik. Bila mekanisme untuk beradaptasi atau manajemen stres tidak berfungsi, konsekuensinya adalah masalah seperti fobia, reaksi konversi dan keadaan disosiatif. Kurangnya kegiatan yang terstruktur seringkali menjadi masalah yang berkontribusi , sebagaimana dapat dilihat pada orang-orang yang memiliki “Sunday neuroses”. Mereka bekerja dengan baik pada minggu-minggu dengan jadwal kerja yang terencana namun tidak dapat mentoleransi akhir minggu yang tidak terstruktur. Aktifitas yang direncanakan dengan waktu yang baik cenderung untuk mengikat anxietas, dan banyak orang yang memiliki kesulitan apabila hal ini dihilangkan, sebagaimana pada pensiunan.1 Beberapa orang meyakini bahwa berbagai manifestasi dari anxietas bukanlah hasil dari konflik yang tidak disadari namun merupakan ‘kebiasaan’ – pola persisten dari perilaku non-adaptif yang didapatkan melalui pembelajaran. Kebiasaan tersebut, bersifat nonadaptif merupakan cara yang tidak memuaskan dalam menghadapi masalah kehidupan sehingga menghasilkan anxietas. Bantuan dicari apabila anxietas menjadi terlalu menyakitkan. Faktor eksogen seperti stimulan (misalnya kafein atau kokain) harus dipertimbangkan sebagai faktor yang berkontribusi.1



2.2 Definisi dan pengertian Serangan panik bukanlah suatu gangguan mental dan tidak dapat diberikan kode. Serangan panik dapat terjadi dalam konteks gangguan anxietas ataupun mental lainnya (gangguan depresif, gangguan stres-postraumatik, gangguan penyalah gunaan obat) dan beberapa kondisi medis (misalnya kardiak, respiratori, vestibularis, gastrointestinal). Bila ditemukan serangan panik, sebaiknya disertakan sebagai keterangan yang lebih membuat spesifik (specifier), misalnya gangguan stres post-traumatik dengan serangan panik. Untuk gangguan panik, adanya serangan panik dimasukkan ke dalam kriteria untuk gangguan dan serangan panik tidak digunakan sebagai specifier.2 Istilah serangan panik digunakan bila ada peningkatan mendadak dari rasa takut yang berat atau rasa ketidaknyamanan yang mencapai puncak dalam hitungan menit dan pada saat 4 atau lebih gejala sebagai berikut ditemukan: (Peningkatan mendadak gejala tsb dapat terjadi dari keadaan tenang atauun cemas)2 8



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



1. Palpitasi, dada berdebar, ataupun peningkatan laju jantung. 2. Berkeringat 3. Gemetar 4. Sensasi sesak nafas 5. Perasaan tercekik 6. Nyeri dada atau ketidaknyamanan 7. Mual atau distres abdomen 8. Merasa ‘kepala ringan’ atau pingsan 9. Kedinginan atau Sensasi panas 10. Paresthesia (mati rasa ataupun sensasi tersengat) 11. Derealisasi (perasaan tidak realistis) atau depersonalisasi (merasa terlepas dari diri sendiri) 12. Ketakutan kehilangan kendali atau ‘menjadi gila’ 13. Ketakutan terhadap kematian Catatan: Gejala yang spesifik terhadap suatu adat (seperti tinitus, nyeri leher, sakit kepala, teriakan atau tangisan yang tidak dapat dikendalikan) dapat dilihat. Gejala-gejala tersebut jangan dihitung sebagai salah satu dari 4 gejala yang diperlukan. 2.3 Fitur Klinis Fitur esensial dari serangan panik adalah peningkatan secara cepat dari rasa takut yang berat atau rasa ketidaknyamanan yang berat dalam hitungan menit dan oada saat dimana 4 atau lebih dari 13 gejala fisik dan kognitif tsb terjadi. 11 dari 13 gejala ini adalah secara fisik (misalnya: palpitasi, berkeringat), dan keduanya adalah kognitif (misalnya ketakutan terhadap kehilangan kendali atau ketakutan terhadap kematian). ‘ ketakutan menjadi gila’ adalah frase informal yang sering digunakan oleh individual dengan serangan panik dan tidak dimaksudkan sebagai peyoratif atau istilah diagnostik. Istilah ‘dalam beberapa menit’ berarti bahwa waktu yang diperlukan intensitas tsb mencapai puncak hanyalah beberapa menit. Serangan panik dapat timbul dari keadaan tenang ataupun cemas, dan waktu yang dibutuhkan hingga mencapai intensitas puncak perlu dinilai secara independen, yakni dari sejak dimulainya serangan panik, titik dimana terdapat peningkatan cepat dari ketidaknyamanan. Serangan panik dapat kembali ke keadaan cemas atau keadaan tenang dan berkemungkinan untuk memuncak kembali. Serangan panik dibedakan dari anxietas yang sedang berlangsung berdasarkan waktunya untuk mencapai puncak intensitas, yang terjadi dalam hitungan menit, sifatnya yang diskrit dan keparahan yang lebih berat. Serangan yang memenuhi kriteria lainnya namun memiliki lebih sedikit dari 4 gejala fisik atau kognitif disebut sebagai ‘limited-symptom attacks’.2 Terdapat 2 karakteristik dari serangan panik: expected dan unexpected. Expected panic attacks adalah serangan dimana terdapat pemicu yang jelas sedangkan unexpected panic attacks adalah serangan yang timbul tanpa pemicu yang jelas (misalnya saat sedang bersantai atau saat tidur). Penentuan apakah serang tersebut terkeskpektasi atau tidak dibuat oleh klinisi berdasarkan pertimbangan dari anamnesis serangkaian kejadian yang mendahului serangan oanik tersebut dan pertimbangan individual apakah serangan tersebut memang muncul tanpa sebab yang jelas. Interpretasi kultural dapat mempengaruhi penentuan tsb.2



9



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



Serangan panik dapat terjadi pada konteks dari gangguan mental (gangguan anxietas, gangguan depresif, gangguan bipolar, gangguan makan dsb) dan kondisi medis tertentu (kardio, respirasi, gastrointestinal dll), dengan mayoritasnya tidak memenuhi kriteria untuk gangguan panik. Untuk mendiagnosis seseorang memiliki gangguan panik, diperlukan adanya serangan panik rekuren yang tidak terekspektasi.2 Serangan panik nokturnal adalah bangun dari tidur dengan keadaan panik, berbeda dengan panik setelah sepenuhnya bangun dari tidur. Serangan panik berkaitan terhadap kemungkinan bunuh diri yang lebih tinggi dan ide bunuh diri apabila komorbiditas dan faktor resiko bunuh diri lainnya tidak diperhitungkan dengan baik.2 2.4 Epidemiologi Pada populasi umum, perkiraan prevalensi jangka waktu 12 bulan untuk terjadinya serangan panik di amerika serikat adalah 11.2 % pada dewasa. Perkiraan estimasi prevalensi dalam 12 bulan tidak tampak berbeda secara signifikan di antara orang amerika-afrika, asiaamerika, dan orang latin. Prevalensi 12 bulan yang lebih rendah diestimasikan pada negaranegara eropa dengan tingkat prevalensi 2.7 hingga 3.3 %. Perempuan lebih sering terkena ketimbang laki-laki, meskipun perbedaan gender tsb lebih penting untuk gangguan panik.2 Serangan panik dapat terjadi pada anak-anak namun jarang hingga anak mencapai usia pubertas dimana prevalensinya meningkat. Prevalensi menurun pada individual yang lebih tua, kemungkinan oleh sebab berkurangnya keparahan hingga ke tingkat subklinis.2 Usia rata-rata dari serangan panik di amerika serikat diperkirakan usia 22-23 tahun di antara dewasa. Namun perjalanan dari serangan panik dapat dipengaruhi oleh kondisi mental lainnya dan kejadian-kejadian yang membuat stres. Serangan panik jarang dan serangan yang tidak terekspektasi langka pada anak-anak di bawah remaja. Remaja lebih tertutup dalam hal menceritakan serangan panik ketimbang dewasa. Rendahnya prevalensi serangan panik pada usia yang lebih tua dapat disebabkan karena lebih lemahnya respon otonom terhadap keadaan emosional dibandingkan individual yang lebih muda. Individual yang lebih tua lebih menggunakan kata ‘tidak nyaman’ ketimbang takut untuk mendeskripsikan serangan panik. Individu yang lebih tua dengan ‘perasaan panik’ dapat memiliki gejala dari limited-symptom attacks dan cemas menyeluruh. Terlebih lagi individu yang lebih tua cenderung mengaitkan serangan panik terhadap situasi yang membuat stres (seperti tindakan medis, dan setting sosial) dan dapat secara retrospektid memberikan penjelasan mengenai serangan panik meskipun hal itu bersifat tidak terekspektasi.2 2.5 Faktor Resiko dan Prognostik 2.8.1 Temperamental Afek negatif (misalnya kecenderungan untuk mengalami emosi negatif) dan sensitifitas terhadap anxietas (misalnya disposisi terhadap keyakinan bahwa gejala dari anxietas itu berbahaya) adalah faktor resiko terhadap onset serangan panik. Riwayat fearful spells (serangan gejala terbatas yang tidak memenuhi kriteria serangan panik) dapat menjadi faktor resiko serangan panik. 2



10



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



2.8.2 Lingkungan Merokok adalah faktor resiko serangan panik. Sebagian besar individu melaporkan adanya stresor yang dapat teridentifikasi pada bulan-bulan sebelum serangan panik (misalnya adanya stresor interpersonal dan stresor yang berkaitan terhadap masalah kesehatan, seperti pengalaman negatif dengan adanya penyalahgunaan obat, penyakit ataupun kematian di keluarga). 2 2.6 Permasalahan Diagnostik 2.8.1 Diagnostik yang berkaitan dengan adat Sindrom kultural mempengaruhi presentasi dari serangan panik sehingga menghasilkan gejala yang berbeda pada kelompok kultural yang berbeda. Misalnya serangan khyal (angin), sindroma kultural orang Cambodia meliputi sensasi berputar, tinitus dan nyeri pada leher; dan serangan trunggio (berkenaan dengan angin), sindroma kultural orang viatnam yang berkaitan dengan sakit kepala. Klarifikasi detail gejala kultural tsb dapat membantu menentukan apakah serang panik termasuk terekspektasi atau tidak. 2 2.8.2 Diagnostik yang berkaitan dengan gender Serangan panik lebih sering pada wanita ketimbang pada laki-laki, tetapi fitur klinis atau gejala dari serangan panik tidak banyak berbeda di antara laki-laki ataupun perempuan.2 2.7 Konsekuensi Fungsional dari Serangan Panik Dalam konteks komorbiditas dengan gangguan mental lainnya, termasuk gangguan panik, gangguan depresif, gangguan bipolar dan lain sebagainya, serangan panik berkenaan dengan peningkatan keparahan gejala, peningkatan komorbiditas dan kemungkinan bunuh diri serta repon pengobatan yang lebih buruk. Serangan panik dengan gejala yang terpenuhi lebih berdampak buruk daripada serangan yang limited-symptom.2 2.8 Diagnosis Diferensial 2.8.1 Episode Paroksismal lainnya Serangan panik jangan didiagnosis apabila serangan tidak meliputi fitur esensial dari peningkatan rasa takut yang berat dan cepat atau ketidaknyamanan yang intens, tetapi karena keadaan emosi lainnya (misalnya serangan kemarahan/ anger attacks).2 2.8.2 Gangguan Anxietas karena Kondisi Medis lainnya Kondisi medis yang dapat mempengaruhi atau misdiagnosis serangan panik meliputi hipertiroid, hiperparatiroid, feokromositoma, disfungsi vestibularis, gangguan kejang, dan kondisi kardiopulmoner (seperti aritmia, takikardia supraventrikuler, asma, penyakit paru obstruktif kronik). Pemeriksaan fisik dan laboratorium perlu dilakukan untuk menyingkirkan kondisi medis lainnya.2 2.8.3 Gangguan Anxietas karena obat/ zat Intoksikasi sistem saraf pusat dengan zat stimulan (seperti kokain, amfetamin, kafein) atau kannabis dan withdrawal dari depresan sistem saraf pusat (seperti alkohol dan barbiturat) dapat mempresipitasi serangan panik. Fitur seperti usia lebih dari 45 tahun atau adanya gejala atipikal saat serangan panik (seperti vertigo, kehilangan kesadaran, inkontinensia, gangguan bicara atau amnesia) menandakan adanya kemungkinan bahwa kondisi medis lain atau zat tertentu menyebabkan serangan panik.2 11



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



2.8.4 Gangguan Panik Untuk dikatakan sebagai gangguan panik, diperlukan serangan panik yang tidak terekspektasi yang berulang. Namun untuk mendiagnosis gangguan panik, harus memenuhi kriteria diagnosistik dari gangguan panik secara penuh, yakni:2 A. Serangan panik yang tidak terekspektasi rekuren. (kriteria serangan panik sama dengan yang dibahas sebelumnya) B. Minimal salah satu serangan telah diikuti selama 1 bulan atau lebih dari 1 atau seluruhnya dari hal berikut ini: 1. Kekhawatiran persisten tentang serangan panik tambahan dan konsekuensinya (kehilangan kendali, memiliki serangan jantung, atau menjadi gila). 2. Perubahan maladaptif signifikan pada perilaku yang berkaitan dengan serangan (misalnya perilaku untuk menghindari serangan panik, seperti menghindari olahraga atau situasi yang tidak familiar) C. Gangguan bukan karena efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis tertentu (kardiopulmoner, hypertiroid dll). D. Gangguan tidak dapat dijelaskan secara lebih baik oleh gangguan mental lainnya (misalnya serangan panik tidak terjadi hanya pada respon terhadap situasi sosial yang ditakuti, seperti pada gangguan anxietas sosial. Dalam response terhadap situasi atau objek fobik seperti pada fobia spesifik. Dalam respons terhadap obsesi seperti pada gangguan obsesif-kompulsif. Dalam respons terhadap pengingat kejadian traumatik seperti pada gangguan stres post-traumatik. Atau sebagai respons terhadap separasi dari figur yang terpisah, seperti pada separation anxiety disorder). 2.9 Tatalaksana Dalam semua kasus, adanya gangguan medis yang mendasari harus disingkirkan seperti gangguan kardiovaskuler, endokrin, respirasi dan neurologis serta gangguan dari zat tertentu.1 Pasien yang komorbid dengan penyakit organik perlu juga mendapatkan terapi sesuai dengan penyakit organik tsb. Serangan panik diobati dengan beberapa cara. Alprazolam dapat diberikan secara sublingual sebanyak 0.5-1 mg atau clonazepam 0.5-1 mg untuk tatalaksana secara cepat. Berbeda dengan gangguan panik yang bersifat kronik, gangguan kronik memerlukan penanganan yang berkesinambungan sehingga cenderung memerlukan obat dalam jangka waktu yang lebih lama. Contoh obat yang digunakan untuk gangguan panik adalah obat dengan golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Antidepresan dan benzodiazepin dapat menyebabkan reaksi withdrawal bila dihentikan secara mendadak oleh sebab itu harus selalu dilakukan taperring down.1 Penggunaan obat golongan benzodiazepin juga hendaknya memperhatkan reaksi obat yang dapat timbul seiring dengan pemberiannya secara bersamaan dengan obat jenis lain. Beberapa contoh dari reaksi interaksi obat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.1



12



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



Interaksi obat golongan Benzodiazepin dengan medikasi lainnya.1 Terapi perilaku dapat dilakukan seiringan dengan terapi farmakologis dalam membantu terapi gangguan anxietas. Terapi relaksasi dapat mengurangi rasa anxietas. Terapi desensitasi dengan cara menghadapkan pasien pada hal-hal yang dapat mencetuskan rasa anxietas secara bertahap dapat membantu pasien. Emotive imagery dapat dilakukan, yakni pasien membayangkan situasi dan kondisi yang dapat menimbulkan rasa cemas, seiringan dengan itu pasien belajar untuk relaksasi sehingga pasien lebih dapat menghadapi situasi tersebut di dunia nyata. Segala persepsi pasien yang buruk perlu untuk dirubah agar dapat mengurangi kemungkinan timbulnya kecemasan. Modifikasi sosial dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan konseling keluarga agar keluarga dapat mengerti kondisi dan menerima keadaan pasien. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, baik terapi farmakologis, sosial, ataupun perilaku perlu dilakukan secara menyeluruh dan tidak hanya berdiri sendiri.1 .



13



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



Agen antianxietas dan hipnotik yang umum digunakan.1



14



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



BAB III PEMBAHASAN Diagnosis pada kasus ini adalah serangan panik. Sebagamana telah dijabarkan pada BAB II, serangan panik ini lebih kepada suatu kondisi timbulnya gejala-gejala yang cepat hingga memuncak dalam waktu singkat. Serangan panik dapat dijumpai pada banyak kondisi mental lainnya dan biasanya tidak berdiri sendiri. Dasar dari diagnosis serangan panik adalah kriteria 4 dari 13 poin yang ada, dalam hal ini yang terpenuhi pada pasien adalah kesemutan, sesak nafas, sakit perut dan keringat yang timbul dengan cepat saat pasien dikelilingi oleh tetangga pasien yang datang berkunjung. Perlu dibedakan antara apakah suatu gejala benar karena masalah psikiatri atau karena kondisi fisiknya atau bisa saja komorbid keduanya. Secara usia, pasien memang mulai memiliki resiko dalam hal penyakit kardiopulmoner, namun gejala-gejala yang diutarakan pasien tidak khas atau spesifik mengarah ke suatu diagnosis fisik tertentu. Adapun yang biasa dialami pasien adalah nyeri ulu hati karena dispepsianya. Pasien juga tidak mengkonsumsi obat-obatan. Hanya saja pada pasien ini terdapat tanda-tanda yang lebih mengarahkan masalah utama ini ke psikiatri (serangan panik), yakni dilihat melalui keadaan saat masuk, pasien terus menerus berpikiran mengenai penyakitnya, memaksakan dirinya untuk bersendawa agar sakit yang dialaminya berkurang, kedua tangan pasien yang menggenggam dan membuka secara bergantian terus-menerus serta dari celana pasien yang tampak mengompol. Hal-hal ini menandakan bahwa pasien cenderung ke arah cemas. Diagnosis ini juga didukung dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin yang masih dalam batas normal. Salahnya mendiagnosis serangan panik pada pasien-pasien dengan penyakit yang murni secara fisik dapat berakibat buruk. Misalnya perlu diperhatikan apakah sakit dada dan sesak karena infark miokard atau bukan karena bila salah mendiagnosis pasien berarti tidak mendapatkan terapi yang seharusnya. Pada anamnesis didapatkan bahwa dahulu pasien pernah memiliki masalah dengan mantan istrinya (istri pertama) yang berlarut-larut hingga akhirnya pasien merasa terkekang dan pernah mengalami keluhan serupa serta pernah menjadi tidak nyaman bila bertemu dengan banyak orang. Pada saat pasien datang ke rumah sakit, kejadian yang serupa timbul kembali saat pasien dikelilingi tetangganya. Pasien tidak pernah mengalami timbulnya gejala ini tanpa pencetus (unexpected panic attack) sehingga dengan ini tidak memenuhi kriteria gangguan panik. Perlu dibedakan antara serangan panik dan gangguan panik dimana gangguan panik umumnya lebih bersifat kronik dan terapinya pun dalam jangka waktu yang lebih lama. Sementara serangan panik dapat timbul pada berbagai diagnosis gangguan jiwa. Oleh sebab itu seharusnya pada pasien ini perlulebih dilakukan penggalian ke arah suatu gangguan jiwa tertentu agar mendapatkan gambaran klinis yang lebih jelas dan dapat memberikan terapi pada gangguan mental lainnya itu. Data yang masi perlu digali berupa: riwayat masa kecil, riwayat keluarga, riwayat pendidikan, riwayat trauma mental dan lain sebagainya. Untuk terapi pada pasien ini bertujuan untuk menekan gejala akut yang muncul karena serangan paniknya, ditambah dengan terapi simtomatik untuk mengurangi gejala dispepsia 15



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



pasien. Yang digunakan adalah alprazolam 3 x 0,5 mg tappering down yang hanya diberikan bila timbul serangan panik (berbeda dengan gangguan panik yang dapat diberikan obat antidepresan seperti SSRI). Pada follow-up pasien didapatkan perbaikan klinis dan pasien dipulangkan. Pasien juga telah dilakukan edukasi mengenai kondisi yang dimilikinya dan diharapkan dapat dilakukan adaptasi yang baik. Bila diperlukan dapat dilakukan terapi non-farmakologis lainnya seperti terapi perilaku.



16



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Serangan panik didiagnosis bila memenuhi kriteria diagnostik sebagaimana terdapat di DSM-5 dan dengan menyingkirkan kelainan organik. 2. Serangan panik dapat menyertai berbagai kelainan mental lainnya, didiagnosisnya serangan panik berarti perlu menggali lebih dalam akan kemungkinan adanya kelainan mental lainnya. 3. Hati-hati dalam penggunaan istilah gangguan panik dan serangan panik sebab keduanya menunjuk pada kondisi yang berbeda. 4. Penggunaan benzodiazepin perlu dilakukan tappering down. 4.2 Saran 1. Perlu terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih maksimal.



17



INTERNSHIP RSUD OTANAHA



DAFTAR PUSTAKA 1. Current Medical Diagnosis and Treatment 2016. Chapter 25: Anxiety Disorders. 2. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition.



18