Case Report Salma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Case report



TRAUMA KIMIA EC SEMBURAN BISA ULAR OCULI DEXTRA JUDUL



OLEH



Salma Aulia Rahma 21360201



Preseptor: dr. Melsa Ester Letareni Situmeang, Sp.M



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO 2023



LEMBAR PENGESAHAN Laporan Kasus



“ TRAUMA KIMIA EC SEMBURAN BISA ULAR OCULI DEXTRA”



Dokter Muda Salma Aulia Rahma 21360201



Case Report ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Jendral Ahmad Yani Metro



Metro,



Maret 2023



dr.Melsa Ester Letareni Situmeang, Sp.M



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ” TRAUMA KIMIA EC SEMBURAN BISA ULAR OCULI DEXTRA”. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Jendral Ahmad Yani Metro. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Melsa Ester Letareni Situmeang, Sp. M, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.



Metro,



Maret 2023



Salma Aulia Rahma, S.Ked



iii



DAFTAR ISI JUDUL ..........................................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii DAFTAR ISI ..............................................................................................................iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 BAB II IDENTITAS PASIEN 2.1 Anamnesis ............................................................................................... 3 2.2



Pemeriksaan fisisk ................................................................................... 4



2.3



Resume .................................................................................................... 6



2.4



Diagnosis Kerja ....................................................................................... 6



2.5



Tatalaksana .............................................................................................. 6



2.6



Prognosis ................................................................................................ 7



2.7



Dokumentasi ............................................................................................ 7



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi ...................................................................................................... 8 3.2 Epidemiologi ............................................................................................. 8 3.3 Patogenesis ................................................................................................ 9 3.4 Manifestasi Klinis ................................................................................... 10 3.5 Diagnosis ................................................................................................. 11 3.6 Penatalaksanaan ..................................................................................... 14 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kasus ....................................................................................... 17 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 19 DAFTAR PUSTAKA



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral padaanak dan dewasa muda, karena kelompok usia inlah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami taruma okuli. Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua, yaitu trauma okuli perforans dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme dibagi menjadi trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam) dan trauma kimia (bahan asam dan basa). Trauma semburan bisa ular merupakan bagian dari trauma kimia. Bisa digunakan oleh ular untuk membunuh mangsa dan mempertahankan diri. Bisa ini umumnya dimasukan lewat gigitan ular, namun beberapa jenis ular kobra mengambangkan kemampuan untuk menyemburkan bisa untuk mempertahankan diri. Semburan pertahanan ini dapat mengeluarkan bulir bisa dan mengenai mata hewan atau manusiayang mengancam ular dengan akurasi tinggi. Bulir bisa ini daoat menyebar dan meluas menjadi semburan yang lebih halus dengan jarak yang lebih jauh sehingga memperlebar area kontak dengan target.



1



Kerusakan yang ditimbulkan pada trauma mata akibat semburan bisa ular beragam tergantung dari volume bisa yang masuk ke mata, waktu dari terpapar bisa dengan penanganan, dan penanganan pertama. Walaupun jarang mengancam nyawa tapi kerusakan yang timbul jika tidak ditangani secara tepat akan menimbulkan beberapa komplikasi dari keratitis hingga dapat menimbulkan kebutaan. Trauma mata akibat bisa ular ini sedikit mendapat perhatian. Hal tersebut dapat dilihat dari sedikitnya laporan klinis dan literatur yang menjelaskan efek bisa ular pada mata. Namun meski sedikit yang terdokumentasi, trauma mata akibat bisa ular ini menjadi masalah medis pada beberapa negara tropis. Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai trauma mata akibat smebutan bisa ular pada laki-laki usia 67 tahun.



2



BAB II LAPORAN KASUS Tanggal Masuk RS



: 19 Februari 2022



No. RM



: 447603



2.1. Anamnesis (Autoanamnesis) A. Identitas Pasien Nama



: Tn. Triedi H



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Tanggal Lahir



: 11 Desember 1955



Umur



: 67 tahun



Status



: Menikah



Agama



: Islam



Alamat



: Batang Hari



B. Riwayat Penyakit Keluhan Utama



: mata kanan perih kurang lebih 1 jam



SMRS Keluhan Tambahan



:



mata



kanan



terasa



panas,



merah,



mengganjal, dan penglihatan menjadi buram. C. Riwayat Penyakit Sekarang Satu jam SMRS pasien sedang berada di masjid sekitar rumah karena mendapat laporan adanya ular kobra di kamar mandi masjid. Pasien kemudian mencoba untuk menangkap ular tersebut dengan peralatan seadanya. Saat ular sudah mulai bisa dikendalikan, ternyata kepala ular belum sepenuhnya terpegang sehingga ular berbalik kehadapan pasien dengan menyemburkan bisa kepada matanya. Setelah terkena bisa ular, pasien kemudian membunuh ular tersebut lalu membasuh matanya menggunakan air. Pasien merasakan panas dan perih pada matanya juga penglihatannya menjadi buram. Lalu pasien menuju IGD RSUD Jend Ahmad Yani setelahnya.



3



D. Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-) E. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama. F.



Riwayat Alergi Obat (-) Makanan (-)



2.2. Pemeriksaan Fisik 2.2.1. Status Pasien Keadaan Umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis



Tekanan Darah



: 165/99 mmHg



RR



: 20 x/menit



Nadi



: 64 x/menit



Suhu



: 36,3°C



SpO2



: 96%



2.2.2. Status Generalis A. Kelainan mukosa kulit / subkutan yang menyeluruh Pucat



: (-)



Sianosis



: (-)



Ikterus



: (-)



Edema



: (-)



Turgor



: < 2 detik



KGB



: (-)



B. Kepala Wajah



: Normocephali



Rambut



: beruban, tidak mudah dicabut



Mata



: SI (-/-), CA (-/-)



Telinga



: Simetris, sekret (-)



Hidung



: Simetris, nafas cuping hidung (-)



Mulut



: Sianosis (-), bibir kering(-)



C. Leher



Ukuran



: Pendek (-)



4



Trakea



: Deviasi (-)



Inspeksi



: Tidak adanya benjolan, kemerahan (-)



Palpasi



: dalam batas normal.



D. Thorax



Bentuk



: Normochest



Inspeksi



: Simetris



E. Jantung Inspeksi



: Ictus cordis tidak terlihat



Palpasi



: Ictus cordis teraba



Perkusi



: Batas jantung normal



Auskultasi



: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)



F. Paru Inspeksi



: Simetris, lesi (-), retraksi (-)



Palpasi



: Massa (-), ekspansi simetris



Perkusi



: Sonor



Auskultasi



: Vesikuler (+/+), wheeing (-/-), ronkhi (-/-)



G. Abdomen



Inspeksi



: Distensi, terdapat luka post op laparotomy



Auskultasi



: Bising usus (+)



Perkusi



: Sonor di seluruh lapang abdomen



Palpasi



: Nyeri tekan (+)



H. Ekstremitas



Akral hangat (+), sianosis (-), edema (-) CRT < 2 detik 2.2.3. Status Oftalmologi Oculi Dextra 6/12 Tidak dilakukan DBN Edem (-), Spasme (-) Edem (-), Spasme (-) DBN Orthoforia (+) Eksoftalmus (-) Strabismus (-) Baik ke segala arah Injeksi konjungtiva (+) Secret (-)



Visus Koreksi Supersilia Palbebra superior Palbebra inferior Silia



Oculi sinistra 6/12 Tidak dilakukan DBN Edem (-), Spasme (-) Edem (-), Spasme (-) DBN



Bulbus oculi



Orthoforia (+) Eksoftalmus (-) Strabismus (-)



Gerak bola mata Conjungtiva bulbi Congjungtiva fornices



Baik ke segala arah Injeksi konjungtiva (-) Secret (-)



5



Hiperemi (+) Sikatrik (-) Siliar injeksi (-) Jernih Kedalaman cukup Bening Warna : Hitam, terdapat arcus senilis Bulat, Reguler, Sentral, 3 mm, Reflek Cahaya (+) Shadow test (+) Keruh Tidak diperiksa Tidak diperiksa Tidak diperiksa DBN



Congjungtiva palpebra Sclera kornea



Hiperemi (-) Sikatrik (-) Siliar injeksi (-) Jernih



Camera oculi anterior



Kedalaman cukup Bening



Iris



Warna : Hitam, terdapat arcus senilis Bulat, Reguler, Sentral, 3 mm, Reflek Cahaya (+)



Pupil



Shadow test Lensa Fundus refleks Korpus vitreum Tensio oculi Sistem canalis lakrimalis



Shadow test (+) Keruh Tidak diperiksa Tidak diperiksa Tidak diperiksa DBN



2.3. Resume Pasien datang ke IGD RSUD Ahmad Yani dengan keluhan mata kanan terasa panas, perih, merah, mengganjal, dan penglihatan berkurang, riwayat terkena semburan bisa ular kurang lebih 1 jam SMRS. Pada pemeriksaan fisik mata kanan didapatkan visus 6/12, injeksi konjungtiva (+), iris terdapat arcus senilis, lensa keruh, dan shadow test (+). Pemeriksaan mata kiri visus 6/12, iris terdapat arcus senilis, lensa keruh, dan shadow test (+). 2.4. Diagnosis Kerja •



Trauma kimia ec bisa ular oculi dextra



2.5. Tatalaksana Medikamentosa - Chloramphenicol ED 4x1gtt ODS - Protagenta 8x1gtt ODS - Kalium diclofenac 3x50 mg



6



Non-medikamentosa - Irigasi dengan RL 6 kolf - Jangan menggosok mata bila terasa gatal atau mengganjal - Hindari pekerjaan yang mengancam nyawa - Istirahat yang cukup - Kompres



menggunakan air dingin 24 jam pertama, selanjutnya menggunakan air hangat



2.6. Prognosis Quo ad vitam



: Bonam



Quo ad fungtionam



: Dubia ad bonam



Quo ad sanationam



: Dubia ad bonam



2.7. Dokumentasi



7



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1.



Definisi Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substandi dengan pH yang tingi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Bahan kimia dikatakan bersifat asam apabila mempunyai pH7.1 Trauma kimia karena semburan bisa ular termasuk pada trauma asam karena diketahui pH pada bisa ular itu berkisar antara 5,6-6,5.



3.2.



Epidemiologi Pada umumnya korban gigitan ular adalah laki-laki dengan usia antara 17 tahun keatas, seringkali dalam kondisi mabuk, sedang melakukan aktifitas berkebun, atau sedang menangkap bahkan bermain dengan ular. Waktu gigitan biasanya terjadi pada malam hari dan gigitan lebih sering terjadi pada ekstremitas. Malik dkk, pada tahun 1992 melakukan penelitian terhadap korban gigitan ular, mendapatkan tempat gigitan pada tungkai atau kaki (83,3%) dan lengan atau tangan (17,7%).2 Kejadian trauma semburan bisa ular di Ameriksa Serikat cukup jarang. Umumnya terjadi pada orang yang memiliki pekerjaan dengan lingkungan



kebun



binatang.



Trauma



semburan



bisa



ular



dapat



menyebabkan trauma kimia dengan manifstasi yang beragam, dari konjungtivitis ringan dan inflamasi kornae, ulkus kornea hingga perforasi dan yang paling berat adalah kebutaan.3



8



3.3.



Patogenesis Ular dibagi menjadi bracun dan tidak beracun. Ular beracun terdiri tiga jenis : elapids (neurotiksik), ular luat (miotoksik) dan vipers (vaskulotoksik). Namun pada beberapa jenis ular memiliki racun yang mengandung gabungan dari 3 jenis racun, diketahui dari salah satu penelitian yang mendapatkan pasien dengan gejala yang gabungan dari efek neurotoksik, miotoksik, dan vaskulotoksik dengan derajat yang berbeda-beda.3 Penelitian di Afrika Barat, telah diidentifikasi ular yang dapat menyemburkan bisa yaitu Naja nigricollis dan Naja mosambisa dari famili elapids. Ular ini dapat menyemburkan bisa hingga 5 meter dan tepat mengenai mata pemangsanya. Ini disebabkan kekuatan dari kontraksi otot masseter dan racunnya dikeluaran melalui celah pada taring nya.3 Bisa dari ular cobra mengandung cytotoxin, cardiotoxin, beberapa enzim termasuk phospholipase A2 (PLA2) yang ketiganya ini merupakan “three-finger fold” neurotoxin. Sering disebut faktor lisis langsung, racun-racun tersebut merupakan faktor hemolisis yang relatif lemah. Namun dari data yang ada menunjukan racun dalam bisa ular dapat merusak membran yang menyebabkan kemosis.4 Kardiotoksin adalah kandungan yang dapat melisiskan membran yang diketahui bertanggung jawab dapat menyebabkan erosi kornea dan kemosis konjungtiva. Toksin lain yaitu phospolipase A2 tidak berefek pada okular. Selain inflamasi pada konjungtiva dan kelopak mata, racun bisa ular dapat menyebabkan cidera kornea yang perlu diperhatikan karena potensinya pada gangguan visual. Edema kornea disebabkan kombinasi dari hambatan pompa natrium dan kalium oleh kardiotoksin dan keluarnya histamin dan asetilkolin akibat bisa ular, 9



sehingga menghasilkan influks cairan, vasodilatasi dan absorbsi air mata yang hipotonik secara berlebihan. Progresi edema kornea menjadi keruh dan cair ini disebabkan adanya kandungan kolegenase dan proteinase pada bisa ular.5 Pada penelitian terhadap N. nigricollis kerusakan yang diakibatkan racun pada bisa ular disebabkan dua hal yaitu efek vesikular dan nerotising dan akibat timbulnya mediator inflamasi seperti prostglansin dan leukotrien. Selain itu kandungan bisa ular yang mengandung protein bioaktif dapat memberikan efek destruksi lokal. Efek paparan dari bisa ular pada permukaan mata menimbulkan menifestasi edema jaringan lunak periokular, konjungtivitsi dan erosi epitel kornea. Ini memungkinkan cidera okular dapat progresif ke struktur yang lebih dalam dengan keruksakan visual yang lebih signifikan apabila tidak langsung mendapat penanganan. Variasi toksin dan fraksi protein dari bisa ular pada spesies kobra yang berbeda menentukan besarnya perbedaan toksisitas pada mata, contohnya pada penelitian ular Naja atra dilaporkan menyebabkan keratokonjungtivitis, sedangkan pada Naja nigricollis dapat menyebabkan ulserasi kornea dan uveitis anterior.5 3.4.



Manifestasi Klinis Efek okular akibat bisa ular bergantung pada durasi paparan permukaan okular dengan bisa ular. Efek langsung adalah nyeri berat pada mata dan mata berair. Lesi yang memungkinkan pada mata adalah edema kornea, kemosis, konjungtivitis, epifora, blefarospasme, dan ulkus kornea. Efek sistemik pada manusia akibat semburan bisa ular belum dilaporkan.6



Chun et al., mengamati 10 kasus trauma mata akibat semburan bisa ular dan menyimpulkan laporan klinis yang terjadi pada tabel. 4



10



Tabel 1. Laporan kronologis tanda dan gejala klinis pasien semburan bisa ular : Waktu Sesaat setelah tersembur bisa ular



Tanda dan Gejala Klinis - Nyeri hebat - Injeksikonjungtiva - Edema kornea - Kemosis - Blepharospasme - Epifora - Sekret keputihan - Hilangnya sensasi kornea - Kekeruhan kornea - Keratitis superfisial yang luas - Keratitis numularis Hari ke dua setelah semburan bisa - Iritis ular - Photophobia - Injeksi silier - Hypopyon - Miosis iris - Defek epitel kornea Hari ke lima sampai ke sembilan - Nyeri setelah tersembur bisa ular - Visus turun hingga persepsi cahaya (tidak pada semua kasus) - Regenerasi abnormal epitel kornea - Kembalinya sensasi kornea Hari ke 14 setelah tersembur bisa - Resolusi kerusakan mata ular - Perbaikan visus hingga 6/6, penurunan visus terdapat pada satu kasus - Kekeruhan kornea dan keratitis superfisial luas dapat menetap



3.5.



Diagnosis



3.5.1. Anamnesis Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma, benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya



11



benda yang mengenai mata, bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah cair atau padat. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah



penurunan penglihatan itu terjadi sebelum atau



sesudah kecelakaan. Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya. 7 Dari anamnesis bisa kita dapatkan dari pasien. Kasus terbanyak diketahui penyebabnya



adalah



pasien



memiliki



pekerjaan



yang



memungkinkan paparan dengan ular, sehingga umumnya genusnya diketahui. Waktu terjadinya serangan juga perlu diketahui. Untuk mengobservasi kemungkinan adanya proses lokal atau sistemik yang berkembang.7 Beberapa hal yang perlu diperhatikan: -



Deskripsi dari ular atau bila memungkinkan mengambil gambar dari ular, sehingga dapat menentukan kandungan bisa



-



Menilai waktu terjadinya dan onset dari gejala yang tampak.



-



Edema, nyeri dan parestesi lokal mungkin ditemukan.



-



Gejala sistemik seperti mual, pingsan dan gangguan menelan hingga bernafas.



-



Menanyakan adanya riwayat alergi obat maupun antibiotik untuk menentukan tatalaksana yang diberikan



12



3.5.2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga ½ kejadian trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu pemeriksaan neurologis dan sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental, fungsi, jantung dan paru serta ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat dimulai dengan 7: 1.



Menilai



tajam



penglihatan,



bila



parah:



diperiksa



proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik dan defek pupil aferen. 2.



Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk mencari defek pada tepi tulang orbita.



3.



Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi



4.



Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak



5.



Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan



6.



Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata yang lain)



Untuk pemeriksaan fisik dibutuhkan pemeriksaan fisik menyeluruh. Perlu diperhatikan pasien yang mengalami serangan akut butuh dilakukannya stabilisasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan : •



Tanda-tanda vital: stabilisasi umum pada pasien serangan akut, seperti airway breathing dan circulatian.







Destruksi jaringan lokal



13







3.6.



Gejala sistemik : hipotensi, petekie, epistaksis, hemoptisis



Penatalaksanaan Trauma akibat semburan bisa ular tergolong dalam kasus trauma kimia mata yang merupakan kegawat daruratan mata. Penanganan pertama memegang peranan penting karena semakin lama mata terpapar bisa ular maka semakin luas kerusakan yang terjadi, semakin banyak komplikasi, dan meningkatkan resiko kebutaan.5 Terapi medis awal bertujuan agar permukaan bola mata segera mengadakan reepitelisasi penyembuhan kornea dengan membantu produksi keratosit dan kolagen dan memperkecil terjadinya inflamasi.8 Pertolongan pertama yang terpenting dalam kasus ini adalah irigasi mata sedini mungkin selama 30 – 60 menit, kelopak mata atas dan bawah juga tidak lupa untuk dibalik untuk menghilangkan partikel yang terperangkap pada fornik. Irigasi yang diberikan dapat mengencerkan dan mengeluarkan bisa ular yang terpapar pada mata. Hal ini menentukan dalam meminimalisir kerusakan yang dapat terjadi. Telah diketahui bahwa bisa ular mengandung gabungan dari bahan kimia, yang harus dibilas melalui irigasi. Irigasi dapat menggunakan normal saline (0,9% NaCl) yang merupakan standart untuk irigasi. Pasien berbaring dengan posisi supine dan infus set telah disiapkan untuk irigasi langsung mata setelah sebelumnya mata telah diteteskan tetes mata anestesi topikal, dan juga diletakkan cawan ginjal untuk menampung air yang telah terkontaminasi.5 Selain irigasi mata dapat pula diberikan analgesik dengan vasokontriktor



dengan



aktifitas 14



midriasis



yang



lemah



(seperti



epinephrine) dan anastesi topikal terbatas (seperti tetracaine), eksklusi abrasi kornea dengan pewarnaan flouresin dengan pemeriksaan slitlamp dan



pemberian



antibiotik



topikal



profilaksis.



Antibiotik



topikal



(contohnya kloramfenikol) dapat digunakan pada pasien dengan erosi kornea ekstensif untuk mencegah infeksi sekunder.5 Pasien juga dapat diberikan vitamin C dengan tujuan meningkatkan produksi kolagen dan mempunyai kelebihan dapat menekan perforasi kornea. Setelah terapi inisial dan irigasi, pasien harus diobservasi ketat untuk melihat kemungkinan terjadinya sequelae injury seperti ulserasi kornea, dry eye, malposisi dari kelopak mata akibat adanya sikatrik.9 Pemberian sikloplegik topikal ditujukan untuk mencegah sinekia posterior, spasme silier dan mengurangi nyeri. Antihistamin dapat di berikan jika terdapat keratokonjungtivitis alergi. Bebrapa dokter spesialis mata merekomendasikan untuk menutup mata dengan kasa setelah penanganan awal.5 Heparin telah digunakan untuk tatalaksana trauma semburan bisa ular pada mata. Penggunaannya berdasarkan fakta kardiotoksin pada bisa ular dapat berikatan dengan molekul heparin dan sehingga menyebabkan inaktifnya kardiotoksin. Topikal vasokonstriktor dan penutup mata juga dapat mengurangi nyeri. Bila menganut pedoman WHO yang diterbitkan pada 2010 menyarankan untuk tidak menggunakan SABU



topikal



maupun IV dan juga kortikosteroid topikal. Aktivitas kolegenase. kornea meningkat pada penggunaan steroid topikal dan bila disertai adanya defek epitel dapat menyebabkan pencairan kornea. Pada penelitian



15



lain steroid topikal diberikan setelah pemulihan permukaan epitel untuk mencegah terjadinya symblepharon, namun pengguanaanya masih kontroversial. Penggunaan SABU menurut penilitian tidak memberikan manfaat.5 Untuk pencegahan dapat diberikan edukasi pada pekerjaan yang memungkinkan terpapar dengan ular seperti pawang ular untuk dapat menggunakan kacamata google, selanjutnya juga selalu mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun setelah terpapar dengan bisa ular. 5



16



BAB IV ANALISA KASUS 4.1 Analisis Kasus Keterangan Gejala



Berdasarkan teori - Nyeri hebat - Injeksikonjungtiva - Edema kornea - Kemosis - Blepharospasme - Epifora - Sekret keputihan - Hilangnya sensasi kornea - Kekeruhan kornea - Keratitis superfisial yang luas - Keratitis numularis



Pemeriksaan fisik



1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik dan defek pupil aferen. 2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk mencari defek pada tepi tulang orbita. 3. Pemeriksaan segmen anterior mata



Terapi



-



-



irigasi mata sedini mungkin selama 15 – 30 menit, menggunakan normal saline 0.9% dapat pula diberikan analgesik dengan vasokontriktor dengan



17



Berdasarkan kasus - Mata panas - Mata terasa mengganjal - Mata perih - Mata merah - Penglihatan menjadi buram



Pada pemeriksaan fisik pasien di dapatkan : - Visus OD 6/12, KBM orthophoria, GBM baik ke segala arah, TIO=N+0 - Segmen anterior OD : palpebra tenang, konjuntivatampak injeksi bulbi (+), hiperemi (+), perdarahan (-), kornea jernih, BMD sedang, Iris terdapat arcus senilis, lensa keruh, pupil dalam batas normal - Irigasi dengan RL 6 kolf - Cloramphenicol ED 4x1gtt ODS - Protagenta 8x1gtt ODS - Kalium diclofenac



-



-



-



-



aktifitas midriasis yang lemah (seperti epinephrine) dan anastesi topikal terbatas (seperti tetracaine) Antibiotik topikal (contohnya kloramfenikol) dapat digunakan pada pasien dengan erosi kornea ekstensif untuk mencegah infeksi sekunder Vitamin c untuk meningkatkan produksi kolagen dan dapat menekan perforasi kornea. Antihistamin dapat di berikan jika terdapat keratokonjungtivitis alergi Heparin telah digunakan untuk tatalaksana trauma semburan bisa ular sehingga menyebabkan inaktifnya kardiotoksin



18



3x50 mg



BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Trauma mata akibat semburan bisa ular merupakan salah satu kegawat daruratan mata yang memerlukan penganganan pertama sedini mungkin untuk mencegah progresifitas kerusakan mata dan mencegah timbulnya komplikasi. Trauma semburan bisa ular dapat menyebabkan trauma kimia dengan manifstasi yang beragam, dari konjungtivitis ringan dan inflamasi kornea, ulkus kornea hingga perforasi dan yang paling berat adalah kebutaan. Penangan awal berupa irigasi mata selama 30 menit. Selain irigasi dapat ditambahkan dengan midriatikum, anastesi topikal, antibiotik topikal, vitamin C, heparin. Beberapa dokter spesialis mata merekomendasikan untuk menutup mata dengan kasa setelah penanganan awal.



19



DAFTAR PUSTAKA



1. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and traumatic onjuries of the anterior segment: External Disease and Cornea. BSSC, section8.2012.p353-359. 2. Nianasari N., Latief A., 2003, Sari Pediatri. Vol 5, No. 3:92-98. 3. Goldman Darin, W Andrew, Seefeld, 2010. Ocular Toxicity Associated with Indirec Exposure to African Spitting Cobra Venom. Wilderness & Environmental Medicine Vol.21, 134-136. 4. Abrurrauf M., 2016, Jurnal Kedokteran Syi’ah Kuala Vol 16, Nomor 3. 5. Fung Hin, Lam Ka, Wong Oi et al, 2010.local Antivenom Treatment for Ophtalmic Injuries Caused by a Naja atra. J. Med Toxicol Vol. 6, 147-149. 6. Sharma Lt dan Baranwal Col, 2015. Case report: Snake Venom Ophtalmia. Medical Journal Armed Forces India, 197-198. 7. Ang Leslie, Sanjay Srinivasan, Sangtam Tiakumzuk, 2014. Ophtalmia Due to Spitting Cobra Venom in an Urban Setting – A Report of Three Cases. Middle East African Journal of Ophtalmology Volume 21, 259-261. 8. Paluo R, Minget T, M Ruizi. Chemical Burn: Patophysiology and Treatment. J Burns. 2010; 36(3): 293-304 9. Fish R, Davidson R. Management of Ocular Thermal and Chemical Injurty Including Amniotic Membran Therapy. J Curr Opin opthalmol. 2010; 21(4): 31721.



20