Cekungan Air Tanah Di Kukar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



BAB III POTENSI AIR TANAH 3.1. KETERDAPATAN AIR TANAH Keterdapatan air tanah adalah sebagian dari keterdapatan air di alam yang tidak terpisahkan dari daur peredaran air di bumi yang biasa disebut dengan “Daur Hidrologi”, yaitu siklus peredaran air di bumi yang berlangsung secara alamiah dimana air mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus seperti ditunjukkan pada Gambar III.1.



Gambar III. 1 Siklus Hidrologi (Todd, 1980) Dalam daur hidrologi tersebut, air laut dan sebagian air di daratan menguap membentuk uap air yang terangkat dan terbawa angin di atmosfer, kemudian mengembun dan akhirnya jatuh ke daratan atau laut sebagai air hujan. Air hujan yang jatuh ke daratan, sebagian akan diserap tanaman dan sebagian lainnya menguap kembali ke atmosfer, dan selebihnya mengalir di permukaan tanah lalu masuk ke sungai dan mengalir menuju ke laut, serta lainnya meresap ke dalam tanah. Air yang meresap ke bawah permukaan tanah akan mengisi ruang antara butiran tanah dan disebut proses infiltrasi atau peresapan (infiltration) sehingga sebagian ruang antara akan terisi oleh air dan sebagian lainnya terisi oleh udara dan disebut “zona tak jenuh” atau zone of aeration. Air di dalam zona tak jenuh ini disebut air gantung (vadose water), yang terdiri atas air solum (solumn water) yang berada di



Bab III - 1



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



dekat permukaan tanah dan diperlukan oleh akar tetumbuhan, serta air merambut yang tersimpan dalam capillary zone. Pada kedalaman tertentu air yang meresap ke bawah permukaan ini akan terus mengalir memasuki “zona jenuh’ atau zone of saturation sehingga ruang antara seluruhnya terisi oleh air dan tidak terdapat udara melalui proses yang disebut sebagai proses perkolasi (percolation). Air di dalam zona jenuh inilah yang secara teknis disebut “air tanah” atau “groundwater”. Secara alamiah, proses pembentukan air tanah berlangsung pada suatu wadah yang disebut dengan groundwater basin atau Cekungan Air Tanah (CAT), yakni tempat berlangsungnya proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah. Pada kenyataannya, pembentukan air tanah, sejak dari daerah imbuhan (recharge area) yang kemudian mengalir menuju daerah lepasan (discharge area) dapat terjadi dalam kurun waktu yang berbeda-beda di berbagai cekungan air tanah, yakni dari hitungan hari, bulan, tahun, bahkan dapat hingga berabad-abad lamanya, tergantung pada kondisi geologi setempat. Air tanah yang mengalir menuju ke daerah lepasannya dibeberapa tempat dapat muncul kembali ke permukaan tanah sebagai mata air atau springs. Pemunculan mata air ini karena kondisi geologi tertentu, baik karena struktur geologi maupun susunan perlapisan batuan. Dengan demikian maka mata air termasuk dalam kategori air tanah atau akhir dari proses pengaliran air tanah sebelum berubah menjadi air permukaan 3.1.1. Karakteristik Batuan Terhadap Air Tanah Keterdapatan airtanah di suatu wilayah dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya yaitu faktor geologi, tataguna lahan, bentang alam dan keadaan iklim setempat. Faktor geologi memegang peran penting karena faktor ini merupakan faktor pembatas dalam hal keterdapatan dan penyebaran sumbersumber air, termasuk airtanah dan proses berlangsungnya pengaliran airtanah. Dalam tata geologinya, pengaruh dari faktor geologi tsb. ditentukan oleh susunan litologi batuan, stratigrafi dan struktur geologi di wilayah tsb. Secara hidrogeologi, batuan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu batuan lepas / tak termampatkan (unconsolidated rocks) dan batuan padu / termampatkan (consolidated rocks). Hampir semua batuan mengandung ruang-antara (void space) di dalamnya yang dapat diisi air, gas atau minyak. Perbandingan atau persentase antara volume ruang-antara dengan volume batuannya disebut “kesarangan” (porosity). Kemampuan batuan untuk menyimpan air ditentukan oleh nilai kesarangannya, makin tinggi nilai kesarangannya makin besar pula kemampuan batuan tersebut untuk menyimpan air. Kesarangan batuan dapat dibedakan atas kesarangan primer (primary porosity) yang terbentuk bersamaan dengan saat pembentukan batuan itu



Bab III - 2



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



sendiri dan kesarangan sekunder (secondary porosity) yang terbentuk karena pengaruh luar setelah batuannya terbentuk. Kemampuan batuan untuk meneruskan atau mengalirkan zat cair dibawah tekanan disebut “kelulusan” (permeability). Secara kuantitatif kemampuan ini dinyatakan dalam besaran keterhantaran hidraulik atau daya hantar hidraulik (hydraulic conductivity) dengan symbol “K” dalam satuan meter per hari. Kelulusan atau keterhantaran hidraulik (K) memberikan gambaran tentang kemampuan bahan untuk meneruskan air dalam satuan volume per satuan waktu melalui satuan luas penampang yang tegak lurus arah pengaliran di bawah tekanan menurut satuan kelandaian hidraulik tertentu. Berdasarkan tingkat kemampuannya dalam menyimpan dan meneruskan air, maka batuan yang ada di kerak bumi dapat dibagi menjadi : aquifer, aquiclude, aquifuge dan aquitard yaitu sebagai berikut : 1. Akuifer (Aquifer) yaitu suatu formasi batuan atau lapisan batuan yang mengandung cukup bahan lulus air dan mampu meneruskan/ melepaskan air ke dalam sumur atau mataair dengan jumlah yang secara ekonomis cukup berarti. 2. Akuiklud (Aquiclude)yaitu suatu formasi batuan atau lapisan batuan yang walaupun cukup mengandung bahan lulus air dan mampu menyerap air secara perlahan tetapi tidak mampu meneruskan/ melepaskan air ke dalam sumur atau mataair dalam jumlah yang berarti. 3. Akuifug (Aquifuge) yaitu suatu formasi batuan atau lapisan batuan berupa lapisan yang kedap air sehingga tidak dapat menyimpan atau melepaskan air. 4. Akuitar (Aquitard) yaitu suatu formasi batuan atau lapisan batuan berupa lapisan yang sedikit lulus air dan tidak mampu meneruskan/ melepaskan air dalam arah horizontal tetapi mampu meneruskan/ melepaskan air dalam arah vertikal dengan jumlah yang cukup berarti. Dengan demikian, satuan batuan yang secara litostratigrafi terbagi atas bermacam jenis batuan tsb. selanjutnya dapat dikelompokkan secara hidrostratigrafi (sifat hidrologis batuan) dengan berdasarkan tingkat kemampuan batuan dalam menyimpan dan meneruskan air. Secara hidrogeologi maka bermacam-macam jenis batuan tersebut hanya dibagi menjadi “kelompok akuifer” dan “kelompok non-akuifer”. Lapisan pembawa air tanah atau lapisan akuifer air dapat diberi batasan sebagai suatu formasi, kelompok formasi atau bagian formasi berupa bahan atau batuan lulus air yang jenuh dan yang dapat mengeluarkan cukup air ke sumur dan mata air atau menyerahkan air dalam jumlah yang cukup banyak sehingga satuan formasi tersebut mempunyai nilai ekonomis sebagai sumber air bagi suatu wilayah.



Bab III - 3



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



3.1.2. Lapisan Pembawa Air Tanah Akuifer sebagai formasi batuan penghantar air dapat terdiri dari batuan sedimen lepas seperti lapisan pasir dan kerikil atau dari batuan padu yang mengeras seperti batu gamping dan batuan lava. Batuan sedimen lepas atau kurang termampatkan seperti lapisan kerikil atau pasir merupakan formasi batuan terbaik sebagai lapisan batuan penghantar air tanah karena terbentuk oleh butiran berukuran sedang hingga kasar sehingga memiliki rongga antar butir yang relatif cukup besar. Sebaliknya, batuan lempung atau batuan bersifat lempungan, karena bertambah halus ukuran besar butirannya bertambah kecil pula ukuran rongga antar butirnya, sehingga sebagai lapisan penghantar air kemampuan untuk meluluskan air menjadi berkurang. Pengambilan air tanah di wilayah kedua Kabupaten pada lokasi studi dan daerah sekitarnya, baik dengan cara penggalian maupun pemboran hampir seluruhnya bersumber dari formasi batuan lepas ini. Batuan padu dan mengeras seperti batugamping, batuan lava atau batuan sedimen lain pada dasarnya bersifat sedikit sekali atau sama sekali bukanlah sebagai penghantar air yang baik. Karena sudah termampatkan, batuan semacam ini tidak lagi memiliki rongga antar butir tempat air berada. Sekalipun demikian, batugamping memiliki sifat mudah melarut dalam air, sehingga sering memiliki kekar atau saluran yang cukup lebar dan menjadikan jenis batuan ini secara keseluruhan dapat bertindak sebagai lapisan pembawa air yang cukup baik. Walaupun demikian, di lokasi penyelidikan dan daerah sekitarnya belum ada atau belum dijumpai sumur-sumur air tanah yang ditempatkan pada daerah yang disusun oleh batuan sejenis seperti diuraikan diatas. Berbagai jenis batuan padu lainnya yang berumur relatif tua seperti batuan sedimen terlipat di pegunungan atau batuan breksi vulkanik tua di daerah sekitar gunung api, juga memiliki ciri bukanlah sebagai penghantar air yang baik. Umur batuan juga menentukan pula besar kecilnya kandungan air didalamnya. Formasi batuan yang lebih muda umurnya (Kwarter), yang proses pemampatan belum intensif dapat berfungsi sebagai penghantar air yang jauh lebih baik bila dibandingkan dengan formasi batuan yang lebih tua umurnya (Tersier) yang telah termampatkan dan mengeras batuannya 3.1.3. Jenis Akuifer Air Tanah Secara alamiah, proses pembentukan air tanah berlangsung pada suatu wadah yang disebut dengan groundwater basin atau Cekungan Air Tanah (CAT), yakni tempat berlangsungnya proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah. Pada kenyataannya, pembentukan air tanah, sejak dari daerah imbuhan (recharge area) yang kemudian mengalir pada lapisan akuifer menuju daerah lepasan (discharge area) dapat terjadi dalam kurun waktu yang berbeda-beda di berbagai cekungan air tanah, yakni dari hitungan hari, bulan, tahun, bahkan dapat hingga berabad-abad lamanya, tergantung pada kondisi geologi setempat dan susunan batuan penyusun akuifer. Air tanah yang mengalir melalui lapisan akuifer dari daerah pengimbuhannya menuju ke daerah lepasannya dibeberapa tempat dapat muncul kembali ke



Bab III - 4



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



permukaan tanah sebagai mata air atau springs. Pemunculan mata air ini karena kondisi geologi tertentu, baik karena struktur geologi maupun susunan perlapisan batuan. Dengan demikian maka mata air termasuk dalam kategori air tanah atau akhir dari proses pengaliran air tanah sebelum berubah menjadi air permukaan. Sistem akuifer dalam suatu Cekungan Air Tanah, umumnya terbagi atas 3 (tiga) jenis akuifer yaitu : Akuifer Bebas / Tidak Tertekan (Unconfined Aquifer) Akuifer tidak tertekan ini hanya sebagian saja yang terisi air dan terdapat pada suatu dasar lapisan batuan bersifat kedap air yang mengalasi di bawahnya. Batas bagian atas adalah permukaan air bebas (phreatic surface) yang dipengaruhi oleh tekanan atmosfer. Airnya bersumber dari resapan air hujan yang jatuh atau air permukaan yang terdapat di sekitarnya. Baik kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan setempat. Sebagian besar penduduk di daerah pedesaan dan juga di perkotaan biasa memanfaatkan air yang bersumber dari akuifer tak tertekan ini dengan cara pembuatan sumur gali untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer) Akuifer tertekan ditemukan apabila keberadaan lapisan pembawa air tersebut terapit baik di bagian atas maupun di bagian bawahnya oleh suatu formasi batuan yang bersifat kedap atau sedikit meluluskan air. Airnya, karena bersumber dari resapan air yang jauh, berada dalam kondisi tertekan dengan tekanan lebih besar dari tekanan atmosfer di luar (lebih besar dari satu atmosfer). Sebuah sumur yang menembus akuifer tertekan ini akan menyebabkan permukaan airnya naik lebih tinggi dari kedudukan dasar lapisan kedap air yang menutupinya. Apabila kenaikan permukaan air mencapai di atas permukaan tanah setempat dan air mengalir keluar dengan sendirinya, maka sumur tersebut disebut sebagai “Sumur Artesis”. Perubahan turun naiknya permukaan air pada akuifer tertekan ini lebih banyak disebabkan oleh perubahan tekanan air, karena airnya berasal dari daerah resapan yang jauh letaknya dan lebih tinggi kedudukan elevasinya. Dengan demikian, pengambilan air dengan cara pemboran yang menembus akuifer ini, hanya sedikit pengaruhnya terhadap perubahan simpanan airnya (water storage). Meskipun demikian, pengambilan yang melebihi besarnya resapan air akan mengakibatkan berkurangnya simpanan air tersebut.



Bab III - 5



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



Akuifer Setengah Tertekan (Semi Confined Aquifer) Lapisan batuan yang kedap air atau sama sekali tidak meluluskan air sangat jarang ditemukan. Oleh karena itu, semua lapisan batuan pada dasarnya dapat meluluskan air walaupun dalam jumlah yang sangat kecil sekali. Dengan demikian, maka akuifer yang berada dalam kondisi tertekan atau tidak tertekan pada umumnya kurang banyak dijumpai bila dibandingkan dengan lapisan pembawa air yang berfungsi sebagai akuifer setengah tertekan. Akuifer setengah tertekan diartikan sebagai akuifer tertekan yang lapisan penekannya (pengapitnya) mengantar air masuk atau keluar akuifer tersebut dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan sebaran tekanan airnya. Kondisi akuifer yang demikian banyak dijumpai di daerah endapan alluvium atau kaki gunungapi, dimana akuifer yang di sadap terapit oleh lapisan setengah tertekan atau setengah lulus air. Pemompaan air pada sumur akan menyebabkan aliran air bergerak dari dua arah yakni arah mendatar yang bersumber dari akuifer itu sendiri dan dari arah vertical yang bersumber dari lapisan pengapit di atasnya menuju ke lapisan akuifer tersebut. Sesuai hasil penyelidikan potensi air tanah tahap awal yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan di wilayah yang berada pada lengan utara pulau Sulawesi seperi diuraikan pada bagian sebelumnya, maka pembagian satuan hidrogeologi dan keberadaan air tanah pada masing-masing satuan berikut karakteristik lapisan akuifer serta sistem aliran air tanah dan produktivitas akuifer dari tiap satuan hidrogeologi dapat disajikan seperti terlihat dalam Tabel III.1 Dengan mengacu pada hasil-hasil penyelidikan diatas, maka keterdapatan air tanah di lokasi pekerjaan adalah pada lapisan akuifer dengan sistem aliran sebagai berikut : 1. akuifer dengan sistem aliran melalui ruang antar butir, 2. akuifer dengan sistem aliran melalui celah, rekahan dan saluran, 3. akuifer dengan sistem aliran melalui celah dan ruang antar butir, dan 4. akuifer dengan sistem aliran melalui celah atau pori yang langka air tanah Sesuai dengan pembagian sistem aliran diatas maka keterdapatan air tanah dengan produktivitas relatif mencukupi kebutuhan dan mempunyai daerah penyebaran luas, dapat diharapkan berasal dari lapisan akuifer dengan sistem aliran melalui ruang antar butir yaitu melalui ruangan yang ada diantara butiran-butiran penyusun batuan yang membentuk lapisan akuifer tersebut.



Bab III - 6



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



3.2. CEKUNGAN AIR TANAH Berdasarkan KEPRES No. 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah maka keterdapatan air tanah di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, khususnya di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara adalah pada beberapa Cekungan Air Tanah atau CAT yang ada di wilayah ini, yaitu pada CAT Samarinda Bontang, CAT Sendawar, CAT Loahaur, CAT Tenggarong, dan CAT Jonggong, seperti terlihat pada Gambar 2.5



A : CAT Sendawar B : CAT Jonggon C : CAT Tenggarong D : CAT Loahaur E : CAT Samarinda - Bontang



Gambar III. 2 Peta Cekungan Air Tanah di Lokasi Pekerjaan Lapisan akuifer pada wilayah CAT tersebut umumnya terbentuk oleh aluvial, batuan sedimen berumur muda, dan batuan gunungapi. Sistem akuifer yang dibentuk oleh batuan tersebut mempunyai sistem aliran yang melalui : ruang antar butiran; celahan dan ruang antar butiran; serta celahan, rekahan dan saluran pelarutan, serta aliran air tanah terbatas.



Bab III - 7



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



Dari hasil studi potensi air tanah yang dilakukan oleh Badan Geologi, Pusat Lingkungan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, tahun 2009, dapat diketahui jumlah imbuhan air tanah dangkal (Q1) dan imbuhan air tanah dalam (Q2) pada tiap CAT yang ada di lokasi pekerjaan, yaitu sebagai berikut : Tabel III.1 Luas CAT dan Perkiraan Imbuhan Air Tanah No



Nama CAT



1 CAT Sendawar 2 CAT Jonggon -3 CAT Tenggarong 4 CAT Loahaur 5 CAT Samarinda Bontang Total Luas CAT



Luas CAT (Km2)



Imbuhan Q1 (juta m3/thn)



Imbuhan Q2 (juta m3/thn)



10110 284 385 428 7720 9.828



3.791 70 95 106 2.490 6.552



0 52 89 151 569 861



Sumber : Badan Geologi, Dept ESDM, 2009



3.3. PENYEBARAN AIR TANAH Penyebaran air tanah ditentukan oleh penyebaran satuan batuan yang membentuk lapisan akuifer. Penyebaran satuan batuan ditentukan oleh kondisi geologi yang ada dan berbeda pada tiap wilayah sehingga mempunyai karakteristik masing-masing. Dengan demikian, penyebaran air tanah tidak merata dan dibatasi oleh batas-batas satuan geologi yang ada pada suatu wilayah. Batas penyebaran air tanah di lokasi pekerjaan telah ditentukan berdasarkan pada hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan yaitu dalam zona batas-batas wilayah cekungan yang terdiri dari beberapa Cekungan Air Tanah (CAT). Batas cekungan tersebut merupakan garis atau zona yang diperkirakan secara geologi merupakan batas penyebaran batuan, sedangkan secara hidrogeologi juga merupakan batas hidrostratigrafis yang menentukan sistem aliran pada lapisan akuifer. Tabel II.2 Keberadaan Air Tanah dan Produktivitas Akuifer Kelas I IA



IB IC



Unit Hidrogeologi



Karakteristik Akuifer



Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir Akuifer sangat produktif Akuifer dengan keterusan (transmisivitas) sedang dan penyebaran luas sampai tinggi ; muka air tanah atau posometri di dekat atau di atas permukaan tanah ; debit sumur bisa mencapai lebih dari 10 l/det Akuifer produktif luas Akuifer dengan keterusan sedang, muka air tanah atau pisometri di dekat atau di atas permukaan tanah. Debit sumur berkisar antara 5 sampai 10 l/det Akuifer produktif sedang, Akuifer dengan keterusan sedang sampai rendah, dengan penyebaran luas muka air tanah kurang dari 5 – 10 m dibawah



Bab III - 8



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



permukaan tanah. Debit sumur bisa mencapai 5 l/det atau lebih ID Setempat akuifer Umumnya berupa akuifer yang terputus-putus, dengan produktif sedang ketebalan dan keterusan rendah, kedalaman muka air tanah bervariasi, tetapi kurang dari 10 m dibawah permukaan tanah. Debit sumur kurang dari 5 l/det II Akuifer dengan aliran melalui celah, rekahan dan saluran II A Akuifer sangat produktif Akuifer dengan keterusan yang sangat bervariasi, dan penyebaran luas kedalaman muka air tanah juga bervariasi secara luas. Debit sumur > 5 l/det II B Akuifer produktif sedang, Akuifer dengan keterusan yang sangat bervariasi, dengan penyebaran luas kedalaman muka air tanah biasanya besar, debit mata air bisa mencapai > 15 l/det II C Setempat akuifer Akuifer dengan keterusan yang sangat bervariasi ; air produktif tanah biasanya dapat dimanfaatkan karena kedalaman muka air tanah yang sangat besar. Debit mata air setempat bisa mencapai 100 l/det III Akuifer dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir III C Setempat akuifer Aliran air tanah terbatas pada celah, daerah rekahan produktif dan saluran hasil pelarutan; muka air tanah biasanya dalam IV Akuifer (bercelah atau berpori) dengan produktivitas buruk dan wilayah dengan air tanah langka IV C Akuifer dengan Umumnya keterusan sangat rendah, sumber daya air produktivitas kecil, tanah dangkal terbatas, pemakaian lokal, bisa setempat berarti didapatkan pada daerah berbatuan padat yang sudah melapuk IV D Wilayah air tanah langka Sumber : Direktorat Geologi Tata Lingkungan



Oleh sebab itu, potensi keterdapatan sumber air tanah yang dapat direncanakan pendayagunaannya adalah pada wilayah terbatas yang disebut dengan Cekungan Air Tanah (CAT) yang secara hidrogeologi mempunyai cadangan air tanah dengan jumlah imbuhan tahunan yang telah diperkirakan berdasarkan kondisi hidrologi sesuai daur peredaran air di wilayah bersangkutan menurut Siklus Hidrologinya. Secara umum, penyebaran air tanah pada suatu wilayah sesuai keberadaannya secara alamiah dapat dibedakan atas : 1. Sistem Air Tanah Dangkal, terdapat pada lapisan tanah alluvium (lapisan akuifer bebas) atau endapan hasil pelapukan batuan, mulai dari permukaan tanah sampai kedalaman 1 s/d 15 meter dibawah permukaan tanah, baik di wilayah CAT maupun di luar wilayah CAT. Air tanah ini berasal dari resapan air hujan yang jatuh diatas permukaan tanah ditambah oleh resapan air sungai yang kemudian mengisi dan menambah cadangan air tanah pada sistem akuifer dangkal di wilayah yang bersangkutan (recharge) yang dapat ditunjukkan dari naiknya permukaan air tanah. Pada musim kemarau, air tanah dangkal ini akan keluar dari akuifer dan mengurangi cadangan air tanah (discharge) yang dapat ditunjukkan dari turunnya permukaan air tanah. Sebagian akan diserap oleh akar tumbuhBab III - 9



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



tumbuhan, sebagian akan menguap (evaporasi) dan sebagian lainnya akan mengalir menuju ke aliran sungai sebagai baseflow. 2. Sistem Air Tanah Dalam, terdapat dalam lapisan batuan atau jebakan air tanah di dalam lapisan akuifer yang relatif cukup dalam. Air tanah ini berasal dari sebelah hulu yaitu dari sisem air tanah dangkal yang ada di daerah imbuhan (recharge area). Di dalam lapisan akuifer, air tanah dangkal ini kemudian mengalir ke arah hilir dan kemudian sampai ke lapisan akuifer dalam yang ada dalam wilayah CAT sehingga menambah cadangan air tanah di dalam wilayah CAT (recharge). Di bagian hilir cadangan air tanah ini keluar dari sistem akuifer dalam pada wilayah CAT bersangkutan (discharge). Sebagian akan kembali mengisi lapisan akuifer dangkal di wilayah hilir dan sebagian lainnya akan masuk ke aliran sungai pada lokasi-lokasi tertentu sebagai baseflow. Dengan demikian, penyebaran air tanah pada sistem air tanah dangkal mempunyai penyebaran yang cukup luas, hampir di seluruh wilayah, yaitu pada daerah yang disusun oleh batuan bersifat akuifer, maupun pada daerah yang disusun oleh batuan bersifat non-akuifer (baik di wilayah CAT maupun di luar CAT). Air tanah pada wilayah yang disusun oleh batuan bersifat akuifer terdapat pada lapisan akuifer dengan ketebalan relatif terbatas, sehingga jumlah cadangan per luas wilayahnya juga relatif terbatas. Sedangkan air tanah pada wilayah yang disusun oleh batuan bersifat non-akuifer terdapat pada lapisan top soil dan zona pelapukan batuan dasar, sehingga jumlah cadangan relatif sangat terbatas. Selanjutnya, penyebaran air tanah pada sistem air tanah dalam hanya terdapat pada wilayah CAT, yaitu pada batuan bersifat akuifer yang membentuk lapisan-lapisan akuifer yang umumnya berlapis jamak (bersifat multilayers), sehingga jumlah cadangan air tanah per luas wilayahnya juga cukup mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam suatu program pengembangan air tanah Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, penyebaran potensi air tanah di lokasi pekerjaan terdapat pada beberapa CAT, yaitu pada CAT Samarinda Bontang, CAT Sendawar, CAT Loahaur, CAT Tenggarong, dan CAT Jonggong. Sesuai potensi imbuhan air tanah yang telah diperoleh berdasakan hasil penyelidikan sebelumnya yang relatif mencukupi, maka ketersediaan air tanah di wilayah CAT yang besangkutan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk minum dan air irigasi. Kemudian, mengacu pada kebutuhan air minum yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan air irigasi maka ketersediaan air tanah pada sistem air tanah dangkal yang relatif terbatas di wilayah Non-CAT, diharapkan masih memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai sumber air baku, khususnya di daerah dengan susunan batuan yang dapat membentuk lapisan akuifer dangkal. Berdasarkan keterdapatan dan penyebaran air tanah di lokasi pekerjaan, sementara ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku domestik yang tingkat kebutuhannya relatif kecil dapat dilakukan hampir di seluruh wilayah, Bab III - 10



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



sedangkan pemanfaatan air tanah untuk irigasi yang tingkat kebutuhannya relatif cukup besar, hanya memungkinkan untuk dilakukan pada wilayah CAT. Walaupun demikian, pemanfaatan air tanah baik dari sistem air tanah dangkal maupun dari sistem air tanah dalam, perlu direncanakan berdasarkan hasil studi potensi air tanah secara lebih detail dengan metoda pemboran eksplorasi/pembuatan sumur uji sehingga kapasitas sumur, kualitas air, serta kontinuitas aliran dapat diketahui. 3.4. POTENSI KETERSEDIAAN AIR TANAH Pengertian ketersediaan airtanah pada suatu wilayah dimaksudkan sebagai jumlah airtanah yang dapat diambil dan boleh dieksploitasi untuk digunakan memenuhi kebutuhan secara berkelanjutan tanpa menyebabkan kerusakan pada lingkungan di sekitarnya baik pada masa sekarang maupun pada waktu yang akan datang. Untuk itu maka keseimbangan pada sistem CAT perlu dijaga melalui pengaturan jumlah pengambilan airtanah sehingga tidak melampaui jumlah ketersediaannya dan tidak mengurangi cadangan airtanah yang ada di cekungan tsb. Dalam menentukan batas pengambilan air tanah yang diijinkan di suatu wilayah perlu dipertimbangkan bahwa setiap pengambilan airtanah akan mengurangi cadangan airtanah di wilayah tsb. Pengurangan cadangan ini harus dapat digantikan kembali dalam jumlah yang sama melalui peresapan air hujan dan proses infiltrasi serta perkolasi untuk pembentukan cadangan air tanah baru sesuai hukum siklus hidrologi yang berlaku di wilayah yang bersangkutan. Pada perencanaan eksploitasi sumber air tanah biasa digunakan persamaan neraca air sesuai konsep yang disusun oleh Dunne, Leopold, 1978, yaitu sebagai berikut : P = R + Eat + U ± S Dimana : P = R = Eat = U = S =



Curah hujan tahunan rata-rata (mm) LImpasan permukaan (mm) Evapotranspirasi (mm) Peresapan air tanah (mm) Perubahan cadangan air tanah (setiap tahun tetap/konstan)



Dari persamaan diatas telah disyaratkan bahwa jumlah cadangan air tanah tahunan harus tetap tidak berubah (tidak boleh berkurang atau konstan setiap tahun), sehingga perubahan jumlah cadangan akibat pengambilan air tanah yang akan dimanfaatkan pada suatu lokasi harus disesuaikan dengan jumlah atau kapasitas peresapan maksimum (recharge) yang memungkinkan terjadi di lokasi bersangkutan sehingga kekurangan akibat pengambilan dapat terisi kembali.



Bab III - 11



Laporan Draft Akhir (Draft Final Report)



Dengan demikian maka jumlah ketersediaan air tanah adalah sebagian dari volume cadangan air tanah yaitu berupa jumlah air tanah yang dapat diambil dan dapat digantikan kembali melalui imbuhan air tanah hasil proses peresapan air hujan dalam siklus hidrologi di wilayah tersebut. Secara teoretis, metoda yang bisa digunakan untuk memperkirakan jumlah ketersediaan air tanah di suatu cekungan adalah melalui pemantauan fluktuasi kedudukan muka air tanah yang terjadi pada cekungan tersebut, yang dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan antara volume cadangan air tanah pada musim hujan dan volume cadangan air tanah pada musim kemarau (fluktuasi tahunan volume cadangan airtanah) yang akan digunakan dalam persamaan berikut : Qexpl