Cerita Fantasi Lisa [PDF]

  • Author / Uploaded
  • irfan
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Cerita Fantasi



Alarm Tiga hari Aminah sulit tidur. Padahal dia tidak memiliki beban pikiran apapun. Dia mendapat beasiswa di perguruan tinggi yang diinginkannya, hubungan dengan keluarga dan teman-temannya pun baik-baik saja. Sekitar pukul 00.30 WIB, mata Aminah masih nampak fresh. Berkali-kali ia mencoba memejamkan mata, tapi tak kunjung terlelap. “Daripada tidak bisa tidur, lebih baik Kubaca novel, lumayan buat pengantar tidur,” ujar Aminah sembari cengingisan sendiri. Lalu diraihnya novel pada rak buku miliknya. Kemudian ia mulai membaca. Lembar per lembar halaman telah dibaliknya. Nampaknya Aminah salah, baca novel yang dikira dapat menjadi pengantar tidur berbalik menjadi obat tahan kantuk. Maklum saja, Aminah sangat hobi baca novel. Apalagi novel itu adalah yang terbaru dibelinya. Beberapa saat kemudian, lambat laun kesunyian dan keheningan malam mulai tak terasa. Satu per satu ayam berkokok, yang sesekali diselingi kicauan burung. Terdengar lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dari pengeras suara masjid, pertanda hari telah masuk sepertiga malam dan saatnya sahur. Kala itu, mata dan kepala Aminah terasa berat. Tetapi ibunya tak henti mengetuk pintu kamarnya. Sehingga ia pun beranjak dari posisi duduknya, lalu melangkah membuka pintu, menuju kamar mandi untuk berwudhu kemudian sholat tahajjud, lalu sahur. Selang beberapa menit terdengar adzan subuh, Aminah berwudhu lagi dan sholat subuh. Selepas itu adalah saat-saat yang dinantikannya, kembali ke kamar untuk memejamkan mata. Meskipun Aminah tidak tidur semalaman, ia tidak mau tidur dalam waktu yang lama. Sejam atau lebih tepatnya jam 06.00 WIB sudah cukup membuatnya fresh kembali. Agar tidak terlambat bangun, Aminah menyetel alarm ponselnya. Kemudian cepat-cepat ia memejamkan mata dan dalam sekejap sudah terdengar dengkuran yang tak lain adalah Aminah yang tidur teramat pulas. Detik yang terus berlalu, menit per menit pun kian bertambah. Tiba-tiba sebelum jarum jam menunjukkan pukul 06.00 WIB, Aminah beranjak dari tempat tidurnya. Ia melangkah mengikuti teman-temannya bermain. Ia berlari ke sana kemari, tertawa lepas. Dan di tengah keseruannya itu, ia mendengar sesuatu yang tidak asing baginya. “Tit tit tit tit…” “Kalian mendengar itu?” Tanya Aminah pada teman-temannya. “Iya, bunyi apa ya itu?” Salah seorang temannya berbalik tanya. “Di taman kok ada bunyi seperti ini ya? Ada yang bawa HP?” Teman yang lain menimpali. Aminah dan teman-teman yang lain menggelengkan kepala. “Ya sudah biarkan saja,” ujar salah seorang teman Aminah. “Main lagi yok,” jawab yang lain. Mereka bermain kembali. Tetapi Aminah masih penasaran dengan bunyi itu. Ia merasa setiap hari mendengar bunyi itu, tapi baru kali ini terdengar keras dan lama. Kemanapun, bunyi itu masih terdengar. “Kawan, sepertinya aku mengenal bunyi ini,” Suara Aminah yang tiba-tiba menghentikan aktivitas mereka. Teman-temannya saling berpandangan. Sementara Aminah berusaha mengingat-ingat bunyi itu.



“O iya! Itu alarm ponselku,” seru Aminah hingga membuat teman-temannya terkejut. Tanpa berpikir panjang, Aminah lantas berlari menuju kamarnya dan segera mematikan alarm itu. Tetapi sesuatu yang aneh terjadi. Sesaat Aminah hendak kembali bermain, alarm itu bunyi lagi. “Padahal sudah Kumatiin,” geming Aminah. Tetapi ia segera menepis kebingungannya. Ia kembali mematikan alarm itu. Ketika ponselnya diletakkan kembali di atas tempat tidurnya, alarm itu bunyi lagi. Aminah terkejut. Ia raih ponsel itu dan mematikan alarm tapi kembali berbunyi. Aminah mulai takut. “Ada apa dengan ponselku?” Batin Aminah. Antara takut dan heran, berulangkali alarm itu dimatikan, berulangkali pula berbunyi, makin keras. Lama-kelamaan, kepala Aminah terasa berat, matanya tiba-tiba terpejam. Sekuat tenaga ia berusaha membuka matanya tapi tidak bisa. Lantas ia berteriak memanggil-manggil ibunya tapi suaranya seakan tertahan. Ia berusaha menjerit, tapi sesuatu seakan seolah membungkam mulutnya, nafasnya terengah-engah. Di saat yang menegangkan itu, tiba-tiba terdengar ketukan pintu kamarnya yang teramat keras. Aminah makin panik. “Aminah, bangun nak! Sudah jam 6 lebih!” Teriak suara di balik pintu yang tidak lain adalah ibunya. Tanpa disadari, dalam sekejap, mata Aminah terbuka. Dilihatnya langit-langit kamarnya yang masih terang karena cahaya lampu. Tepat di sisi kanannya terdapat ponsel yang tak henti berbunyi. Ia lantas duduk dan mematikan alarm ponsel itu. “Ternyata hanya mimpi,” ujar Aminah seraya menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. “Aminah, Aminah, bangun!” Ibunya terus membangunkan Aminah sembari mengetuk pintu kamar putri semata wayangnya itu. “Iya bu! Iya!” Jawab Aminah, seraya beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya.



Keluarga Penyihir Pagi yang cerah, aku bangun karena teriakan mamaku yang menggema di seluruh ruangan, namaku nia putri stefanny aku biasa dipanggil fanny, aku berumur 12 tahun aku mempunyai adik namanya isyana stefanny, dia biasa dipanggil ana, adikku itu berumur 10 tahun, papaku dan mamaku adalah keturunan penyihir oleh karena itu aku dan adikku juga mempunyai kekuatan sihir, kami tinggal di dunia sihir putih, kami bersekolah di magic is everything.



Hari ini hari senin, aku dan adikku bersiap untuk pergi ke sekolah “ana cepat sedikit kita sudah terlambat” katakku “terserah aku dong kak” kata ana “sudah tidak usah bertengkar ana kamu tidak boleh bicara seperti itu kepada kakakmu dan kamu fanny sabar sedikit ana kan masih makan” seru mamaku Aku kesal dengan adikku itu. Ketika kami sudah pulang dari sekolah aku disuruh mamaku untuk mengerjakan PR ku, memeng aku punya PR yaitu melipat gandakan televisi menjadi 10. Setelah selesai mengerjakan PR ku aku pun lekas mendi “fanny, ana kalian mau ikut mama apa nggak mama mau ke mall” teriak mamaku “mau ma” aku dan ana menjawab secara serempak. Ketika di mall kami membeli banyak barang seperti tongkat sihir, baju, handphone dan masih banyak lagi, kami pun lekas pulang dan ternyata papaku sedang memasak, memang sih papaku lebih jago memasak dari mamaku, kami pun lekas makan dan tidur. Tamat



Halusinasi Ada seorang anak bernama Awan, ia tinggal di sebuah desa terpencil yang jauh dengan namanya teknologi. Pada suatu ketika awan disuruh orangtuanya untuk mencari rumput untuk sapi di rumahnya. Ia pun berangkat untuk mencari rumput. Di perjalanan awan melihat hamparan sawah dan rerumputan, sejenak ia berpikir “sapi-sapiku saja yang kubawa kesini, jadi pulang aku enteng gak bawa beban” begitulah pikirnya. Awan dengan tergesa gesa pulang dan mengambil sapinya. Setelah sapinya diambil Awan membawa sapi tersebut ke hamparan rumput yang luas tadi. Tetapi hamparan tersebut tidak kunjung terlihat. Awan pun terus mencari hamparan rumput dengan menaiki sapinya. Di tengah perjalanannya ia bertemu dengan seorang yang sudah tua berdiri dengan tongkat di pinggir jalan. Awan menghampiri orang tua tersebut lalu bertanya akan hamparan rumput yang luas tadi. Orang tua tersebut bertanya kepada Awan “kenapa kau anak muda mencari hamparan rumput tersebut?” kata orang tua itu dengan penasaran. Awan “Saya mau memberi makan sapi saya ini kek” dengan mengelus sapinya. Orang tua tersebut menjelaskan bahwa hamparan rumput tersebut hanyalah bayangan, dan apabila ada orang yang melihatnya kemudian mengambilnya maka yang mengambil akan mempunyai banyak keuntungan. Awan pun hanya bisa terdiam dan berterimakasih kemudian pulang dengan rasa kekecewaan. Sesampainya di rumah, awan ditanya oleh ibunya “wan, sapinya gimana? Sudah diberi makan banyak?” Awan hanya bisa terdiam. Ibunya pun melihat Awan, kemudian awan bercerita tentang hamparan rerumputan yang diceritakannya tadi, sampai cerita yang dikatakan orang tua di pinggir jalan tadi. Ibunya pun mengangguk, dan besoknya ia dan ibunya menyusuri hamparan yang dilihat anaknya saat itu, dan mereka berdua menemukannya. Ibunya berkata kepada Awan “ambilah sapinya kesini nak, ibu akan menjaga hamparan rerumputan yang luas ini agar tidak hilang” Awan “Baiklah bu” dengan berjalan meninggalkan ibunya. Sesampainya di rumah Awan bergegas mengambil sapinya yang kelaparan dan membawanya ke hamparan rumput yang telah dijaga ibunya itu. Tetapi sesampainya disana Awan sangat terkejut akan kehilangan hamparan rumput yang luas itu, dan Awan juga melihat Ibunya yang tertidur di tepi jalan. Awan srjenak berfikir “Kenapa bisa begini ya, ketika saya membawa sapi kesini hamparan tersebut hilang, tetapi ketika saya tak membawa apa-apa hamparan tersebut jelas terlihat. Dan Ibuku pun dibuat tertidur di tepi hamparan tadi” begitulah pikir Awan. Setelah itu awan bergegas membangunkan ibunya dan ibunya sangat terkejut akan kehilangan hamparan yang baru saja dilihatnya. “Hamparanya pindah kemana wan?!” dengan nada terkejut. “Pindah ke mimpi” kata Awan dengan nada kesal. Kemudian mereka pun mencari rumput seadanya untuk memberi makan sapi dan keesokan harinya, Awan teringat dengan perkataan orang tua di pinggir jalan dengan membawa tongkat dan Awan kembali ke hamparan rumput tersebut dan Awan pun mengerti perkataan dari Orang tua tersebut. Bahwasanya dalam hidup kita harus usaha, kita tidak boleh mengambil jalan pintas. Rumput dicari, bukan sapinya yang digiring ke rerumputan. Begitulah artinya Awan pun mengambil rumput dan dibawalah pulang untuk sapinya.