Cerpen 8 Lembar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sehat Itu Mahal Cerpen Karangan: Gany Fitriani Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Nasihat Lolos moderasi pada: 30 May 2016 Terbaringlah di kamarnya yang dipenuhi oleh mainan dan peralatan sekolahnya, juga ada beberapa obat demam dan obat flu yang tampak di kamar Alif. Alif adalah anak dari ibu Ina dan bapak Banu. Karena ia anak tunggal, ia sangat dimanja oleh kedua orangtuanya terutama oleh sang ibu, karena sangat dimanja Alif jadi anak yang bandel dan suka membantah perintah kedua orangtuanya. Kejadiannya tiga hari yang lalu. Waktu itu Alif dan teman-temannya pulang dari sekolah, namun di tengah jalan tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Teman-teman Alif memilih untuk berteduh, namun tidak dengan Alif, ia justru memilih untuk hujan-hujanan daripada berteduh dengan teman-temannya. “Alif, kenapa kamu basah kuyup begini? Kamu habis hujan-hujanan ya?” tanya pak Banu dengan nada marah saat Alif sudah sampai di rumah. “Ayah, anak baru pulang jangan langsung dimarahi, kasihan Alif lagi kedinginan. Nanyanya nanti saja yah, sekarang Alif mandi dulu,” ujar iBu Ina. Alif langsung bergegas mandi dan istirahat. “Tuh kan, Ibu jangan terlalu memanjakan dia, jadi dia suka membantah,” ujar pak Banu pada Bu Ina. “Iya Yah, nanti Ibu akan nasihati dia,” Kemudian ibu membuatkan teh hangat untuk Alif. Saat ibu Ina sudah di kamar Alif, ia melihat Alif yang sedari tadi bersin-bersin dan badannya sangat panas. “Alif kenapa? Alif sakit?” tanya sang ibu. “Alif enggak tahu Bu, tiba-tiba badan Alif jadi panas banget dan dari tadi Alif bersin melulu Bu,” “Ya sudah kita ke dokter saja ya,” saran Bu Ina. “Tidak Bu, Alif tidak mau. Alif ingin makan es krim saja,” “Alif kamu kan lagi sakit, nggak boleh makan es krim dulu ya Nak,” nasihat Bu Ina. “Yah, kali ini saja Bu,” Alif memohon. “Tidak Alif, kalau kamu tidak mau ibu ajak ke dokter, lebih baik kamu istirahat saja. Tapi kamu jangan makan es krim ya. Ibu ke luar dulu, jangan lupa tehnya diminum,” “Iya Bu,”



Akhirnya Alif pun menurut. Tapi sifatnya yang suka membantah perintah ataupun nasihat orangtuanya itu muncul. Pada malam hari ketika ayah dan ibunya tertidur, Alif diam-diam mengendap-endap menghampiri lemari es dan mengambil es krim, lalu melahapnya sampai habis. Pagi harinya, demam Alif semakin parah. Orangtuanya sangat khawatir. Mereka langsung membawa Alif ke dokter. Setelah diperiksa dan diberi obat, Alif mulai menyesali perbuatannya. Melihat Alif yang tampak sedih, ibunya pun bertanya. “Alif kenapa, kok sedih?” “Alif minta maaf Yah, Bu. Tadi malam Alif makan es krim, jadi sakit Alif semakin parah,” “Jadi semalam kamu tidak nurutin nasihat Ibu?” “Iya Bu. Maafin Alif ya, Alif janji deh nggak akan ulangi lagi,” “Iya Nak, Ibu maafin. Tapi kamu nggak boleh ulangi lagi ya, dan jangan suka membantah perintah orangtua,” “Iya Lif, jangan diulangi lagi ya. Kesehatan itu mahal harganya. Di luar sana banyak orang yang sakit parah dan menghabiskan uangnya demi menyembuhkan sakit yang dideritanya karena ingin sehat. Maka dari itu selagi masih diberi kesehatan dari Allah SWT. Kita harus menjaga kesehatan dengan baik,” nasihat pak Banu. “Iya Yah. Sekarang Alif mengerti dan Alif tidak akan membantah Ayah dan Ibu lagi, sekarang Alif akan patuh pada Ayah dan Ibu,” ujar Alif dengan wajah berseri-seri. Kini Alif jadi anak yang penurut, dan ia sering kali memperingatkan teman-temannya untuk menjaga kesehatan. Karena sehat itu mahal. The End



Gara Gara Selfie Cerpen Karangan: Rezliani Salsabila Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Penyesalan Lolos moderasi pada: 17 December 2016 “satu… dua” ckret, bunyi kamera milik seorang perempuan. namanya Agnes Julia. ia memang suka selfie. ia mulai suka selfie sejak kelas 5 sd, sekarang Agnes kelas 8. Keesokan harinya… “agnes, tolong ibu nak” ucap ibu meminta tolong. “bentar bu… selfienya belum kelar” balas Agnes. sekarang Agnes memang malas kalau dimintai tolong ia selalu mementingkan selfienya. Ibu dan ayahnya pernah marah sama Agnes karena setiap malam Agnes tidak belajar ia malah membuka facebook dan mengirim foto-fotonya ke teman temanya. Di sekolah Agnes memang menonjol, ia selalu dapat juara satu, tak pernah turun. “hari ini ibu akan membacakan hasil nilai ulangan kalian.” Ucap bu guru. “Agnes… nilai kamu 75” ucap bu guru lagi. tetapi Agnes tak mendengar ia malah asyik selfie di dalam kelas tanpa sepengetahuan bu guru. Malamnya, Agnes masih saja selfie selfie. Agnes sekarang mulai jadi anak yang pemalas, ibunya menjadi tambah geram. “Agnes!!!… bentar lagi kamu tuh ujian akhir, jadi jangan malas-malasan. cepat belajar sana” ucap ibu marah. Agnes terpaksa menuruti perintah ibunya. Ujian akhir semakin dekat, semua orang di sekolah mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian. kecuali Agnes. Agnes memang belajar tapi tak serajin dulu ia tetap aja rajin selfie. Agnes menganggap remeh ujian kali ini. “ah aku kan udah pintar” ucapnya sombong. dulu Agnes selalu takut menghadapi ujian, apalagi ujian akhir. tapi semenjak adanya kamera yang dibelikan pamanya Agnes menjadi sangat pemalas. Ujian akhir pun tiba, semua anak sekolah siap. kecuali Agnes. ia baru menyadari apa yang selama ini telah ia lakukan. saat soal dibagikan, Agnes kesulitan, hanya beberapa soal yang dapat ia jawab. Pada saat pembagian rapot, agnes kehilangan harapan untuk dapat juara satu pada semester ini. ia menyesal dengan apa yang telah ia lakukan. Agnes menangis saat ia mendengar bahwa ia ranking 17. lalu ia membanting kameranya sampai hancur Agnes merasa menyesal, ia berjanji untuk tidak pernah selfie lagi.



Together Forever Cerpen Karangan: Ayu Kusumaningdiyah Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Sedih Lolos moderasi pada: 18 April 2013 Waktu telah menunjukkan pukul 15.30 WIB. Anisa sudah siap dengan sepeda dan nasi goreng buatannya yang telah dibungkus. Sore ini, Anisa, Zahra, Shafa, dan Nabila akan piknik di taman kota. Anisa ditugaskan untuk membawa makanan. Zahra membawa kamera untuk foto-foto. Nabila membawa minuman. Sedangkan Shafa, bertugas membawa tikar sebagai alas. “Assalamu‘alaikum! Anisa!” panggil Shafa. “Wa‘alaikumsalam! Iya, tunggu!” balas Anisa. Anisa pun segera berpamitan kepada kedua orang tuanya dan segera berangkat menuju taman kota bersama ketiga sahabatnya dengan menaiki sepeda masing-masing. Setibanya di taman kota, mereka segera menggelarkan tikar milik Shafa dan segera duduk. Kemudian, mereka makan nasi goreng buatan Anisa yang Anisa buat sendiri. “Wah, Anisa! Nasi goreng buatanmu benar-benar Cettarr Membana Badai Menggeleggarr! Semakin Terpampang Nyata!” puji Zahra. Anisa hanya tersenyum dan tersipu malu. Kemudian, dilanjutkan dengan minum jus jambu biji buatan Nabila. Setelah itu, mereka pun berfoto-foto ria menggunakan kamera milik Zahra. Pukul 17.00 WIB, mereka segera membereskan barang-barang. Setelah semuanya siap, mereka pun berfoto-foto lagi. Namun, ada yang aneh dengan Zahra. Wajahnya pucat. “Teman-teman, kita foto lagi, yuuk!!!” ajak Zahra kepada Anisa, Shafa, dan Nabila. Anisa, Shafa, dan Nabila pun setuju. Setelah itu, mereka berempat pun berfoto. Namun, entah mengapa, saat mereka berfoto, seakan-akan ada yang akan berpisah untuk selama-lamanya. Setelah itu, Zahra mengajak Anisa, Shafa, dan Nabila untuk ber-tos. “ONE FOR ALL, AND ALL FOR ONE!!!” seru mereka berempat sambil ber-tos dengan cara menumpuk tangan kanan mereka menjadi satu. Tiba-tiba, Zahra memeluk mereka berempat dengan penuh kasih sayang. Tidak hanya itu juga, Zahra menitipkan kamera miliknya kepada Anisa. Saat di jalan menuju rumah mereka masing-masing, Anisa melihat Zahra yang wajahnya pucat. Tiba-tiba, di pertigaan jalan, Zahra berhenti pas di tengah-tengah pertigaan jalan. Ia memegang kepalanya seakan-akan ia sedang pusing. Kemudian, dari arah samping kanan, muncul sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Hal yang tak diinginkan pun terjadi. Brakkk!!! “ZAHRA!!! TIDAK!!!” Anisa, Shafa, dan Nabila menjerit lalu berlari menghampiri Zahra yang terbaring di aspal jalan dengan darah dimana-mana. Pengemudi mobil itu tidak bertanggung jawab dan langsung melarikan diri. “An, Anniissaa, Shhaffaa, Nabbillaa, aaaku mintaa maafff, yaa, kkallau akuu punnyaa salah samaa



kalliiaan. Sammpaaiikkan jugga permintaann maafku keppadddaa kedduua ooraang tuakkku dan yang lainnya. Jangannn pppernah lupaainn persahabbaatttan kiitta sellamannyaa. Jangan perrnahh luppaiinn kennangann kkkiitta sellamaaannnyyaaa. Jangannn pperrnah lupaiinn akkkuu, yaaa, sseellamanyaaa. Akuu sayyanggg kallliiann semmmuuaa. I LLLOOVVEE YYOUU, MY BESTT FRIENNDDSS!” kata Zahra. Setelah itu, Zahra menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan ketiga sahabatnya. Tangisan Anisa, Nabila, dan Shafa semakin histeris. “Kami adalah sahabat untuk selamanya! Tak akan terpisahkan untuk selama-lamanya! Meski salah satu dari kami telah pergi!” kata Anisa, Shafa, dan Nabila. “ONE FOR ALL, AND ALL FOR ONE!!!” seru Anisa, Shafa, dan Nabila bersama sambil meneteskan air mata. *** Sahabat Meski langit terbelah, kau akan tetap menjadi sahabatku selamanya Meski bumi bergoncang, kau akan selalu menjadi sahabatku selamanya Kita adalah satu Kita adalah sahabat Because, We are Best Friends Forever One for All, and All for One … ***



Rahasia di Balik Rintik Hujan Langit mendung sore itu. Gumpalan abu-abu gelap seperti sudah mewanti-wanti semua yang dinaunginya bahwa sebentar lagi ia akan menumpahkan bawaannya. Eros bukannya tidak menyadari itu semua. Ia tahu jelas. Ia pun sedang memerhatikan orangorang yang berjalan cepat dari balik kaca sebuah kedai kopi yang ia diami hampir satu jam terakhir. Ia membenarkan posisi duduknya. Dan kemudian menyesap hangat gelas kopi ketiganya sore itu. Bergelas-gelas kopi yang telah ia teguk masih belum bisa membenarkan benang-benang kusut di pikirannya saat ini. Hanya penghibur sementara. Dan ketika tetes-tetes kopi itu hilang ke dalam pencernaannya, ia seketika bisa melihat adegan-adegan yang dengan susah payah berusaha ia lupakan dengan jelas. Seperti sebuah proyektor yang menampilkan gambargambarnya. Memaksa untuk diperhatikan.Ia menyesap lagi kopinya. Di mulai dari yang terbaru. Yang terhangat. Yang menjadi alasannya berada di kedai kopi ini. Aga mengiriminya pesan singkat berisi perintah untuk ada disini jam dua siang. “ada yang perlu kita bicarakan.” Tutupnya. Aga adalah teman sebangku Eros sejak SMP. Dia adalah the partner in crime milik Eros. Yang setia menemaninya di ruang BK jika ia terkena masalah. Menelan makianmakian yang sama dari gurunya. Di balik semua itu, mereka memiliki obsesi yang sama persis: mendirikan sebuah usaha kain batik. Aneh memang. Saat semua orang bermimpi menjadi raja minyak, pemain saham sukses, dan omong kosong lainnya, Eros dan Aga hanya ingin melestarikan budaya legendaris asal negrinya. Karena mereka tau, batik bukan hanya berasal dari coretan canting. Bukan pula dari tetesan malam. Tapi dari butiran keringat sang pelukis. Dari keinginan dan tekad yang besar untuk duduk berjam-jam dengan tekun dan sabar. Dari lepuhan kulit yang terkena minyak panas. Dari sana, lahirlah sebuah kain. Tidak besar, tidak megah. Tapi cukup untuk melukiskan sebuah identitas. Bahwa negeri ini ada dan punya identitasnya sendiri. Mimpi Eros dan Aga akhirnya terwujud lima tahun yang lalu. Sebuah galeri kecil bertajuk “Batik Batavia” lahir. Mereka merintis dari nol. Dari dua hingga hampir lima puluh pekerja. Eros dan Aga lama kelamaan tinggal sepasang rekan bisnis. Salahkan kenalan yang makin lama makin tak terhitung. Salahkan semangat bisnis yang tak kunjung padam. Itu juga alasan di balik kalimat Aga setelah ini. “Kita bangkrut.” Tembaknya. Eros sudah bisa menebak berita itu. Kalimat Aga hanya sebuah perwakilan. Karena Eros sendiri tak akan sanggup mengucapkan dua kata sial itu. Tapi sementara Aga sudah memiliki banyak usaha lain, Eros hanya menggantungkan pencahariannya pada Batik Batavia. Disanalah cintanya. Aga menepuknya di bahu sebelum meninggalkannya bersama secangkir kopi. Tidak. Eros belum mau meninggalkan tempat ini. Ia akan membiarkan kesedihannya larut bersama kopi-kopinya.



Untuk apa ia pulang? Ia hancur. Kehancuran adalah rumahnya yang baru. Ia tiba-tiba teringat akan Kirana. Satu-satunya cinta selain Batik Batavia. Namun nasib sepertinya bersekongkol menyiksa Eros. Ketika Batik Batavia baru didirikan, Kirana adalah rekan pertamanya setelah Aga. Eros memang sudah lama mengenalnya. Pada sebuah pameran batik di Solo. Mereka bertukar kartu nama. Namun baru dua tahun kemudian Eros teringat untuk menghubunginya. Entah siapa yang memantrai, keduanya tiba-tiba saling mengungkap cinta di sebuah kedai kopi. Ya, disini. Namun ternyata memang Eros belum ditakdirkan untuk bahagia. Suatu malam, ia hendak memberi kejutan untuk Kirana dengan mendatangi apartmentnya. Aneh, pintunya tidak dikunci. Ia masuk ke dalam dan langsung tersedak minuman yang ketika itu dibawanya. Ia tak akan melupakan apa yang dilihatnya malam itu. Ketika ia mendapati Kirana sedang asyik bercumbu dengan orang lain. Dengan PEREMPUAN lain. Keesokan harinya Kirana menjelaskan bahwa ia seorang lesb*an. Dan memacari Eros hanya untuk menutupi kemungkinan dicurigai orang lain. Eros melangkah pergi saat itu juga. Kembali ke sore ini. Waktu menunjukkan pukul lima sore. Awan memenuhi janjinya. Hujan turun sangat deras, membangkitkan kesedihan. Eros memutuskan untuk meninggalkan tempat ini. Ketika ia berada di ambang pintu, ia memutar balikkan badannya. Menghadap orang-orang yang sedang asyik dengan kegiatannya masing-masing. Lihat sekelompok remaja di pojok sana. Menertawakan entah apa sambil menunjuk-nunjuk. Apakah cara berpakaian seseorang? Atau sebuah tingkah konyol ulah salah satu dari mereka kah? Lalu liat sepasang kakek nenek di tengah sana. Memandang sinis ke arah satu sama lain. Apa kira-kira masalah suami istri yang sudah renta seperti itu? Perbedaan pendapat menentukan tempat kuliah si bungsi mungkin. Mereka semua terlihat ‘biasa’. Dan mereka juga pasti melihat Eros sesosok yang juga ‘biasa’. Hanya bisa menerka-nerka apa yang ada dalam pikirannya. Mereka tak akan bisa menebak apa yang akan ia lakukan setelah ini. Ia mundur selangkah.. dua langkah.. tiga langkah. “BRAKK!!”. Tepat sasaran. Ia sempat melihat sekelompok remaja tadi menoleh kaget kearahnya sebelum badannya menghempas aspal. Ia tersenyum seraya merasakan seluruh badannya remuk. Ia masih sempat merasakan tubuhnya dikerumuni banyak orang. Tapi hal terakhir yang diingatnya adalah seorang wanita menyeruak di antara kerumunan itu dan berteriak disampingnya. “Ros!! Eros!! Sadar!! Kamu gak bangkrut! Dan aku bukan seorang lesb*an! Aku dan Aga yang mengatur semua ini.. untuk.. ulang tahunmu..” Kirana. Suaranya melemah di akhir kalimat. Namun Eros memejamkan matanya. Dan ia tidak kunjung membukanya kembali.



Masa Kecilku Cerpen Karangan: Yasinta Ayu Lestari Kategori: Cerpen Cinta Lolos moderasi pada: 28 April 2015 Disaat kecil aku pernah punya phobia terutama sama anjing, dari sejak itu kalau aku melihat anjing aku bakal lari, tapi kata orang itu salah, karena apa? Karena anjing mengangap itu hanya main kejar kejaran. tapi itu berubah ketika kejadian ini Di perjalanan pulang yasinta, nanda, ifa, nabilah, qori bertemu dengan penjaga anjing penjaganya malah seakan akan sengaja nyodorin anjingnya kan semuanya pada takut nah waktu itu kita berlima mencar semuanya pada ninggalin yasinta, nah pas yasinta masuk gang kedua tiba tiba ada 3 anjing liar langsung ngejar, karena takut yasinta langsung lari sekenceng kencengnya anjingnya pun lari dengan kuat. Dan yasinta pun jatuh anjing makin mendekat yasinta pun berusaha berdiri waktu berdiri yasinta ditarik oleh seorang cowok di balik pohon“Syut diam yah kamu tenang ya kita jongkok terus bawa batu” Ucap cowok itu “Iya, eh Kamu kenapa kok disini juga?” Ucap yasinta“Aku disini juga terperangkap sama 3 anjing itu. menurut temen aku sih dia bisa nerawang katanya 3 anjing itu dikirim penjaga anjing buat nakut nakutin kita” jelas cowok itu “Ohh, makasih ya. aku takut banget sama anjing. oh iya nama kamu siapa?” Tanya yasinta



“Namaku rendy, kamu siapa” tanyanya



“Nama ku yasinta”



ucap yasinta Ketika itu rendy menerima sms dari temannya tersebut yang berisi mengerjai anjing tersebut. Ketika anjingnya datang yasinta & reny pun menjalankan taktik tersebut dan berhasil dan kemudian cara dan kemudian anjing anjing tersebut mengejar penjaga anjing yasinta & rendy pun tertawa dengan riang. “Hahaha makasih ya rendy” ucap yasinta “Iya. Sekarang aku anter pulang kamu ya” tawar rendy “Hmm, iya deh lagian aku juga masih takut sama anjing tersebut” ucap yasintaDan yasinta pun masuk ke mobilnya rendy dan setengah jam kemudian sampai di depan rumah yasinta, namun rendy tampak mengenali rumah ini. setelah dibuka pintunya satu persatu dijelaskan sama yasinta dengan detail sampai waktunya kenalin rendy. Ketika ibu yasinta bertemu dengan rendy ia menjelaskan bahwa rendy itu calon tunangannya dan yasinta kaget banget waktu itu. Seminggu kemudian yasinta tunangan dengan rendy dan teman temannya yasinta & yasinta pun mengerti “dibalik masalah itu di dalamnya ada hal yang sangan manis” seperti yasinta dalam hal ketakutannya sendiri dia menemukan jodohnya disitu



Belum Berakhir Cerpen Karangan: Mirani Kategori: Cerpen Cinta Lolos moderasi pada: 13 November 2016 “Aku tak mengerti mengapa hubungan kita harus berakhir” katakata itu muncul di kepalaku seolah aku telah menyesal memutuskan hubunganku dengannya. Ya, hubunganku dengan Yoan. Aku dan yoan dulu adalah pasangan kekasih yang benar benar romantis. Tapi, entah mengapa hubungan kami harus berakhir. Tak ada lagi kontak dengannya seakan-akan semuanya benarbenar sudah berakhir. Tapi dihari ini dia mengomentari fotoku di facebook yang seakan-akan menyindirnya. Kami pun berkelahi saling memaki dan aku menangis. ‘Tuhan, mengapa ini harus terjadi? Mengapa aku dan Yoan harus bertengkar?’ Aku menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba ada yang memanggilku lewat Messenger. ‘Klenteng’ hpku bergetar bertanda ada pesan yang masuk. Kulihat pesan itu berisi ‘”Fy?” From Yoan Pramana’ Aku terkejut sontak berkata ‘Yoan?’ Tanpa kusadari kumenekan notifikasi dan mengetik kata ‘ya’ lalu kirim. Dan ia sedang mengetik pesan lalu hpku berbunyi lagi “Fy, maafin aku soal kemarin. Aku gak bermaksud buat kamu nangis aku bener bener kebawa emosi. Aku minta maaf ya fy.



Oiya aku juga minta maaf kemarin aku gak jawab pesan kamu. Walaupun kita gak pacaran lagi, tapi aku tetap sayang sama kamu. Selalu. Gak akan berhenti.” Aku membacanya dan air mataku mulai berjatuhan. Aku mengetik pesan yang berisi “Iya, yo. Aku juga minta maaf aku terlalu egois. Iya gak papa kok. Sayang? Kamu masih sayang sama aku? Kamu yakin? Tapi, kalo aku boleh jujur aku juga masih sayang sama kamu yoan. Tapi, maaf rasanya kita gak bisa ditakdirin bersama lagi. Maaf ya yoan” Lalu aku mengirim pesan itu. Ia mengetik lagi. Tak lama kemudian ia menjawab “Iya Ify, gak papa kok. Aku yakin kita lebih bahagia kalo berteman. Aku sayang kamu fy.” Aku tersenyum lalu menghapus air mataku. “Tuhan? Apakah ini mimpi? Ia masih mencintaiku? Jika ini mimpi jangan bangunkan aku tuhan. Aku sangat bahagia!” Hatiku berkata. Aku menjawab “Aku juga sayang kamu yoan”. Setelah hari itu terlewatkan aku dan Yoan semakin akrab. Semakin hari aku semakin sayang dengannya. Hari-hari itu kami lewatkan bersama sebagai teman. Dan aku percaya kisah cinta ini Belum Berakhir.



Senyummu Salsa “Sal, gue sayang sama lo,” kata Rio. Salsa berhenti berlari. Pasir-pasir yang ia injak ia rasakan semakin halus dan seperti ingin menghisapnya hidup-hidup. Salsa berbalik dan menatap Rio dalam. Hening. Hanya deburan ombak saja yang mengisi. Setelah berusaha mencerna kalimat Rio dalam-dalam, Salsa mengambil napas panjang dan berkata tegas, “Enggak bisa.” Senja di atas mereka seperti runtuh. Paling tidak itu yang Rio rasakan. Rio bertanya, “Kenapa?” Salsa menatap Rio lebih dalam lagi, seperti ingin mencari apa yang Rio pikirkan sehingga Rio bisa berkata seperti itu. Lalu Salsa menggeleng. “Lo gak bisa sayang sama gue karena kita beda.” Itu lagi. Lagi-lagi alasan Salsa adalah ‘karena kita beda’. Salsa mungkin penganut ajaran Islam yang taat, dan Rio adalah seorang Kristiani. Tapi Rio tidak mengerti kenapa Salsa tidak pernah mencoba mencintainya dulu sebelum memutuskan. “Kenapa lo gak pernah coba sayang sama gue?” tanya Rio. Salsa duduk di atas pasir. Ia tidak perlu berlari jika ingin lelah. Cukup bicara dengan orang se-frontal Rio jika ia ingin beristirahat dan tidur, lalu bangun minggu depan agar lelahnya hilang. “Kenapa lo gak pernah coba sayang sama gue?” tanya Rio mengulang pertanyaannya. Tiba-tiba angin bertiup, membuat kaos biru muda longgar yang Rio kenakan seperti berterbangan. “Gue juga sayang sama lo,” kata Salsa. “Tapi lo nggak ngerti kalau kita beda.”



“Gue ngerti,” ujar Rio seraya duduk di sebelah Salsa. “Gue sangat ngerti gimana kekhawatiran lo kalau kita ngelanjutin perasaan kita.” “Mama gue dulu Kristen,” kata Salsa berusaha menjelaskan semuanya. Walaupun ia sadar bahwa penjelasannya itu tidak penting sekarang. “Mama diusir dari keluarganya. Gue gak mau sejarah kelam di keluarga gue itu terulang.” “Terus gue harus berbuat apa supaya gue bisa dapetin lo?” tanya Rio sekenanya. “Berusaha deketin Nyokap lo sama keluarganya? Gitu?” Salsa menggeleng tegas. “Kalau lo mau sama gue, pindah ke Islam. Selanjutnya kita gak punya masalah lagi.” Rio terkesiap. Pindah ke Islam? “Gue nggak bisa, Sal,” kata Rio pelan. “Gue juga nggak bisa,” ujar Salsa. “Gue gak bisa berkorban. Lo juga gak bisa. Dan selamanya kalau kita kayak gini terus, kita gak akan pernah bisa bersatu. Untuk apa kita mulai dengan bersatu tapi akhirnya kita akan berpisah? Itu cuma nambah sakit hati aja, Ri.” Rio menggenggam tangan Salsa. “Kita coba dulu. Kita pasti bisa.” “Optimis sama berkhayal itu beda tipis, Ri,” kata Salsa. “Masalah ini gak bisa kita hadapin dengan ‘mencoba-coba’. Kita harus tahu ke mana kita akan melangkah. Kita harus tahu segala resikonya dan kita harus siap dengan semuanya.” Rio tidak bisa berkata-kata lagi. Ia sudah tidak bisa membujuk gadis paling keras kepala yang pernah ia temui ini. “Lo harus belajar terima Raisa,” kata Salsa pelan. Genggamannya pada tangan Rio ia kuatkan. “Raisa berani berkorban untuk lo dan gue gak akan pernah bisa kayak dia.”



“Dia satu keyakinan dengan gue,” kata Rio. “Dia gak berkorban apa-apa demi gue.” “Mungkin sekarang belum,” balas Salsa. “Tapi nanti pasti iya.” Rio melirik Salsa di sampingnya. Rio berpikir, “Untuk apa diri gue sama Raisa sementara hati gue sama lo, Sal?” Salsa, yang sadar bahwa Rio meliriknya sedari tadi, langsung menunduk. Tiba-tiba Salsa berdiri, lalu menyodorkan tangannya pada Rio untuk membantu Rio berdiri. Rio menengadah menatap Salsa. Rambut panjang sepunggungnya. Mata cokelatnya yang dalam. Bibirnya yang terbelah dua dan garis wajahnya yang tegas. Semua berpadu dengan indah di bawah senja ini. Salsa tersenyum. “Ayo, gue bantu bangun. Kita main lagi.” Walaupun hati Rio menangis, jika ia melihat Salsa tersenyum, ia tidak akan pernah bisa mengeluarkan air matanya tersebut. Salsa berlari-lari lagi di atas pasir. Ia membiarkan Rio sibuk mengejarnya dengan penuh tawa. Biar. Biar cinta ini tidak bisa bersatu. Asal Rio masih bisa melihat senyum Salsa di waktu-waktu selanjutnya.



Guru Hari ini aku kembali mengingatnya.. sesosok pahlawan tanpa tanda jasa yang telah tiada, ibu ke dua bagiku, guru ku yang tercinta, yang bernama Ibu Teti Khodijah. Beliau adalah sosok guru yang baik dan cantik, dia mengajar ku 2 kali, namun yang ke 2 itu hanya sesaat. Baiklah akan ku ceritakan.



Hari ini aku duduk di bangku kelas 2 SD. aku dengan teman teman ku yang berjumlah 65 kembali bersama sama, tapi sayangnya kami dibagi menjadi 2. “65 dibagi 2 menjadi 32-33.. baik yang 32.. [….]” ucap salah satu guru yang mungkin akan menjadi wali kelas ku saat itu.



Aku ternyata masuk kelas B, dengan jumlah murid 32, aku pikir aku akan masuk A, tapi masuk B.. aku senang karena aku bisa menjadi anak kelas 2.. dan aku mendapatkan wali kelas yang yang bernama “Teti Khodijah” Beliau adalah sesosok guru yang baik nan cantik, aku yang terkadang selalu lupa atau tidak bisa selalu ia ingati, aku pun senang belajar bersama nya hingga kelas 2 itu usai aku tidak kembali diajar oleh nya.



2 Tahun kemudian Kini aku telah kelas 5 dan aku kembali bersama teman teman lama ku, namun kini jumlahnya hanya ada 59 saja. sedih pikir ku banyak yang keluar dan sekarang wali kelas ku ada 2 orang, aku senang saat melihat wali kelas ku itu, ia dia adakah ibu Teti dan dia sangat baik kepadaku.



“Ri.. Ri..” ucap teman ku dan aku menjawab “Hah apaan ki?” dia pun berbicara “Ibu teti baik yah” sembari tersenyum… aku pun tersenyum dan berkata “Iyalah dia sangat baik”. kami pun akhirnya keasyikan mengobrol dan sampai tegor oleh guru yang lainnya.



Sampai pada suatu saat salah satu wali kelas ku berkata “Anak-anak, ibu teti sedang berada di rumah sakit, dia sakit.. tapi tenang aja yah beliau pasti akan baik-baik saja kok.. dan ini pengganti nya, ibu sri” Kami pun serentak mengucapkan “Selamat pagi bu sri” Ibu Sri ini pun langsung tersenyum. aku senang memiliki guru yang baik hati kembali, tapi aku rindu dengan ibu Teti



4 Bulan berlalu aku masih belajar dengan Ibu Sri, kenapa dengan ibu teti? ada apa dengan nya? kenapa masih belum mengajar kami, akhirnya kami pun menanyakan keadaan Ibu Teti keapada wali kelas ku



“Bu.. bu teti udah sembuh belum bu?” ucap salah satu teman ku dengan nada sedih. aku waktu itu bertanya tanya, kenapa teman ku ini bertanya dengan nada sedih ada apa dengan nya? Dan wali kelas ku itu menjawab “Gak apa apa.. gak apa apa kok ibu teti mah” Aku yang mendengar itu merasa senang. dan aku pun pulang



Malam harinya aku tidur dan bermimpi kalau ibu teti menghampiri ku dan berkata “Ri.. jangan pernah menyerah, kamu pasti bisa yah nak, ibu akan selalu di samping kamu” Aku pun langsung terbangun dan… hari sudah pagi, aku pun berangkat ke sekolah, namun apa yang aku lihat, sekolah begitu sedih, seperti suasana berkabung dan aku tanyakan kepada teman ku ada apa dengan ini semua dan dia menjawab kalau ibu teti telah tiada, aku yang mendengar ini sedih.. tangisan mata ini selalu muncul ketika mengingat kebaikan nya, aku senang dan sedih.. senang bisa membawa nya hingga tempat terakhir dan sedih karena ibu ke dua ku telah tiada Kini aku akan menjadi anak yang lebih bisa, aku yakin beliau ada di samping ku untuk menyemangati ku saat ini