Circle Love [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

http://facebook.com/indonesiapustaka



Monica Petra



e l c r e i v C of Lo



Monica Petra



http://facebook.com/indonesiapustaka



http://facebook.com/indonesiapustaka



e l c r e i v C of Lo



Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta



http://facebook.com/indonesiapustaka



Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana: Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).



e l c r e i v C of Lo



http://facebook.com/indonesiapustaka



Monica Petra



Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2011



CIRCLE OF LOVE oleh Monica Petra GM 401 01 11 0041 Desain dan ilustrasi sampul oleh Yustisea Satyalim ([email protected]) © PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Barat 29–37 Blok 1, Lt. 5 Jakarta 10270 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI Jakarta, Desember 2011 208 hlm; 20 cm



http://facebook.com/indonesiapustaka



ISBN: 978 - 979 - 22 - 7777 - 7



Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan



”Banyak orang datang dan pergi dalam hidup kita. Banyak kisah, banyak cinta. Mungkin kita seperti tokoh utama dalam novel ini, ingin mencintai dan dicintai, mengharap seseorang yang terbaik, sering kali terluka dan dikecewakan. But please be sure, one thing that I believe is everything beautiful in His time. Thank you for my beloved Jesus .” Love, cheers and faith,



http://facebook.com/indonesiapustaka



Monica Petra 22 Februari 2011



http://facebook.com/indonesiapustaka



http://facebook.com/indonesiapustaka



”You’re precious, you deserve the best man at the right time. If today is not your time, tomorrow will be yours.” [Gouw Ivan Siswanto]



http://facebook.com/indonesiapustaka



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Keteduhanku bukanlah oleh payung, tapi karena kasihmu aku teduh” [Petra Gilang]



http://facebook.com/indonesiapustaka



PROLOG



http://facebook.com/indonesiapustaka



”WAH, keren ya. Nggak nyangka deh kalo dipikir-pikir lagi, kamu bisa seperti sekarang,” ujar Deasy yang sejak tadi bersandar di jok mobilku. Aku diam tak berkata. Hanya memandangi gemerlap lampu dan lalu lalang kendaraan di jalan raya. Aku melihat baliho iklan wajahku yang terpampang sangat besar di pusat kota. Look at me! Betapa cantiknya diriku... Tidak mungkin cowok-cowok tidak tertarik padaku. Tambahan pula, I’m a smart girl. ”Keren deh,” ujar Deasy lagi. ”’Wonderful Love by Patricia Sarah’,” Deasy membaca tulisan yang tertera di baliho, tanpa sadar membuat pipiku merona. Aku, Patricia Sarah, penulis inspirasional untuk sejumlah penerbit. Buku terbaruku, Wonderful Love meledak di pasaran dan tiba-tiba aku sering diundang untuk wawancara, jumpa penulis, workshop, dan yang paling menyita perhatian saat ini 11



http://facebook.com/indonesiapustaka



adalah bedah buku di dua belas kota di Indonesia. Besok bedah buku di kota terakhir, Denpasar, Bali. ”Patty? Kamu pasti sedih, ya?” tanya Deasy polos, memandangku dengan mata berhiaskan eyeliner hijau gemerlap. Teman karibku ini benar-benar lugu, polos, dan blakblakan. Tapi sekali ini dia mungkin benar. Aku sedih? Ya. Deasy meraih tanganku. ”Lupakan Mas Edo. Ada berjibun cowok yang menantimu di luar sana, oke!” Aku melepaskan tanganku. ”Alright. I’m okay, babe. Pesta pernikahan tadi benar-benar awesome!” ”Haha... oke. Aku setuju. Apalagi saat puisimu menghiasi layar... Umm... membuat kedua mempelai menangis. Aku pun terharu.” Aku dan Deasy baru saja menghadiri pesta pernikahan Edo, kakak tingkatku yang dua tahun lalu lulus dan membuatku patah hati. Dia memang tidak pernah menganggapku spesial. Dia menyukai cewek lain dan hubungan mereka terus berlanjut hingga ke pelaminan hari ini. Tentu saja, dia sudah menjadi masa laluku. Aku tidak pernah mengutarakan perasaanku karena menurutku cewek yang nembak cowok pastilah cewek murahan. Aku tetap berhubungan baik dengan Edo, bahkan ia memintaku membuatkan puisi untuk pernikahannya. Doaku selalu, mereka bahagia. Tanpa terasa kami sudah tiba di pelataran bandara. Ivy, adikku satu-satunya sudah menunggu di lobi bandara. Kami akan langsung terbang ke Bali. Acara bedah buku akan dimulai pukul sebelas besok. 12



http://facebook.com/indonesiapustaka



”hanks, Deasy!” ucapku sambil membanting pintu mobil. ”Kamu yakin nggak ingin diantar sampai dalam?” tanya Deasy. ”Udah cukup di sini aja.” Lalu aku berbalik pada Pak Mamat, sopirku yang sedang mengeluarkan koperku, mengingatkan beliau untuk mengantar Deasy pulang. Saat itu ponselku bergetar di dalam tasku. Tulisan ”HOME” tertera di layar LCD. ”Ya?” aku menjawab telepon sambil melambaikan tangan pada Deasy yang sudah melaju bersama Pak Mamat. ”Iya, udah nyampe bandara. Oke, oke! I love you, Mom!” Secepat kilat aku mematikan ponsel, lalu bersama Ivy melangkah memasuki hiruk-pikuk bandara yang penuh bule.



13



http://facebook.com/indonesiapustaka



1



http://facebook.com/indonesiapustaka



HARD ROCK HOTEL—wow!! It’s the irst time for me. Letaknya sangat strategis, berada tepat di depan Pantai Kuta, di pusat keramaian dan dekat dengan area pejalan kaki yang menjual aneka kerajinan dengan harga miring. Sampai di pintu gerbang, kami disuguhi ucapan selamat datang dengan patung gitar dan ampliier raksasa. Lokasi ini ternyata menjadi salah satu tempat favorit anak-anak muda untuk berfoto ria. Saat kaki melangkah menuju ruangan hotel, kami disambut dengan suguhan musik ringan. Kami sangat menikmati sambutan ini. Aku tahu wajahku berseri-seri sama seperti Ivy. Ketua panitia juga ikut menyambut kami. Mengoceh dan memberondong kami dengan berbagai pertanyaan. Oya, aku belum bercerita soal Ivy. Adikku satu-satunya ini kuliah di universitas yang sama denganku. Dia kuliah di fakultas sastra sementara aku di fakultas ekonomi. Dia selalu penasaran dengan apa yang kukerjakan di balik komputer dengan 15



http://facebook.com/indonesiapustaka



naskah-naskahku. Dia sering mondar-mandir di dekatku dan menggangguku, akhirnya dia menawarkan jasa untuk mengerjakan apa saja. Aku senang Ivy mau membantuku. Mengeprint naskah, mengeposkannya, menelepon editor-editor, membuat sinopsis, dan berbagai pekerjaan lain, sehingga waktuku tidak lagi terlalu tersita ketimbang sebelumnya bila kukerjakan seorang diri. Ivy banyak membantu. Aku memercayainya dan dia sudah bagaikan belahan jiwaku. Ivy hanya setahun lebih muda dariku. Meski kakak-adik, tapi dari segi postur tubuh, Ivy terlihat lebih seperti kakak ketimbang aku. Ivy jangkung sementara aku kecil mungil. Aku dan Ivy ditempatkan di kamar superior. Sepanjang jalan menuju kamar, dipajang berbagai memorabilia artis-artis legendaris dunia. Ruangan kamar terasa simpel dan minimalis dengan gaya Art-Deco berwarna pastel. Lantainya terrazzo berwarna pastel pula. Bersih, funky, dan bersahabat. Ruangan yang nyaman. Ada televisi, minicompo lengkap dengan radio, meja kecil, serta lemari pakaian yang unik. Kami berdua sangat capek sebenarnya, tapi entah kapan kesempatan semacam ini akan datang lagi. Jadi sebelum pagi menjelang, aku mengajak Ivy ke Hard Rock Cafe. Kami menikmati hiburan yang berciri khas Western dengan musik rock and roll itu sambil menenggak segelas martini dingin. Jujur, aku tidak terlalu menikmatinya. Suasana ingar-bingar tidak pernah sesuai dengan jiwaku. Aku hanya ingin mengalihkan perhatianku dari Edo yang bersanding dengan Ella begitu mesra tadi. Mataku menari-nari mengitari seluruh ruangan 16



kafe kalau-kalau ada cowok yang tampangnya cukup bisa menghibur hatiku. Banyak bule di sini. Bule-bule dengan teman wanita mereka. Akhirnya pandanganku mendarat pada cowok Asia yang duduk sendirian. Mungkin dia sedang menunggu teman-temannya. Wajah orientalnya mirip Gong Yoo (baca: Kong Yoo), aktor Korea yang sangat kugilai itu, pemeran utama dalam ilm Cofee Prince. Asyik saja untuk pemandangan mata. Ia mengenakan kalung dengan bandul salib berwarna perak yang sangat besar. Dari dulu aku ingin mengenakan bandul sebesar itu tapi tidak pernah berani. Takut rasanya orang-orang mengecapku fanatik. Bandul itu sebesar telur. Sekilas ia menatap padaku. Aku langsung memalingkan muka. ”Ayo, kita pergi tidur,” ujarku pada Ivy. Aku menenggak sisa martini lalu ngeloyor pergi.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Acara bedah buku berlangsung cukup lancar. Di setiap kota pertanyaan yang diajukan hampir sama. Bila ada hal-hal yang di luar konteks atau sulit kujawab, ada pihak penerbit dan pakar yang siap membantu. Tidak terasa esok hari kami harus kembali ke Solo. Sore ini aku bersenang-senang di Pantai Kuta bersama Ivy dan orang-orang dari penerbit. Ombak di Pantai Kuta sedang bagus. Banyak yang suring. Sepertinya menarik tapi aku takut untuk mencoba. Berkebalikan dengan Ivy yang ngotot ingin 17



http://facebook.com/indonesiapustaka



mencoba. Aku tidak dapat mencegahnya. Ia sudah pergi suring dengan beberapa teman penerbit. Katanya sih ombak di sini bagus untuk peselancar pemula. Sementara Ivy ingin mencoba berselancar, aku berjalan-jalan di pasir putih sambil sesekali memotret. Tidak mungkin aku melewatkan momen Ivy jatuh dari papan selancarnya. Pandanganku beralih pada sosok yang tiba-tiba rasanya tidak asing lagi bagiku. Aku mengamati orang itu. Gong Yoo? Orang yang semalam di kafe. Wow, berjumpa lagi. Aku tidak begitu memperhatikan apa yang sedang dikerjakannya. Aku tahu aku tersenyum tanpa sadar dan segera mengalihkan perhatian kembali pada Ivy yang mulai bisa menguasai papan selancarnya. ”Halo,” sapa sebuah suara. SET. Aku berpaling. OMG! Gong Yoo? How... Aku speechless... Sejak kapan dia berdiri di sampingku? ”Sibuk?” tanyanya dan kujawab dengan gelengan ragu. ”Mau aku tato?” ”Apa?” Akhirnya suaraku berhasil keluar dari kerongkonganku setelah sekian detik tercekat. ”Tato. Seperti ini...” Pria itu menunjukkan lengannya yang bertato. ”Do you like it?” Sekian detik aku kembali kehilangan suaraku dan aku tahu tampangku pasti aneh. Perasaan terkagum-kagum dan heran bercampur jadi satu. ”Nice,” kataku singkat. Tato naga di tangannya tampak sangar tapi juga sungguh menawan. 18



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Do you want one?” Pria itu mengerling padaku. Aku menyipitkan mata. ”No way, pasti sakit.” Aku melipat kedua tangan di depan dada. ”Ini temporer kok. Tujuh hari.” Aku ber-oh singkat. Aku tidak pernah berpikir ingin punya tato permanen. Tapi kalau temporer sepertinya asyik juga. Pria yang belum kutahu namanya itu menyerahkan album foto yang sedari tadi ditentengnya. ”Lihat-lihat saja dulu desainnya.” Entah kenapa aku menuruti saja perkataannya. Mungkin selain karena ada kesempatan berkenalan dengan cowok cakep, aku juga tertarik dengan tato. Kami duduk di tepi pantai. Banyak desain gambar yang bagus-bagus tapi aku ingin sesuatu yang unik. Spesial. Sesuatu yang tidak ada di album. Aku menutup album itu sambil mendengus dan menyerahkannya kembali. ”Kenapa?” tanya pria itu. ”I want something special. Something like...,” aku pura-pura berpikir. Pria itu terus memperhatikanku. ”Ini!” Aku menunjuk bandul salib perak yang dikenakan pria itu. ”Okay,” ujar pria itu sambil mengangkat bahu setelah agak kaget sekian detik. ”Di sini,” aku menunjuk lengan kiriku. ”Kalo tato temporer hanya bisa satu warna saja,” terang pria itu. 19



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Oh ya?” ungkapku sedikit kecewa. Berarti aku tidak akan mendapatkan tato dengan warna yang sama persis dengan bandul milik pria itu. ”Bagaimana?” tanya pria itu minta penegasan. ”Oke deh,” kataku akhirnya. Pria itu mengeluarkan peralatannya. Ada lima warna yang bisa kupilih: merah, kuning, hijau, biru, dan hitam. Tentu saja aku memilih warna hitam. ”Ini namanya tinta Hena,” pria itu menjelaskan tanpa kutanya. Aku hanya mengangguk. ”Kalau tato permanen, apakah menggunakan tinta yang sama?” ”Bukan, kalau permanen pakai tinta jenis Corozumi dan internal.” Sekalipun tidak mengerti, aku tidak bertanya lebih lanjut. Pria itu mulai melukis di lengan kiriku. Kami diam beberapa lama. Aku suka keheningan ini. Sebenarnya banyak pertanyaan yang berkelebat dalam pikiranku tentang pria ini, seperti kenapa dia ada di Indonesia? Apakah dia sudah menetap cukup lama di sini atau bagaimana? Apa ini pekerjaan tetapnya? Dengan siapa dia tinggal? Apa kebangsaannya? Tapi aneh kalau tiba-tiba aku memberondongnya dengan semua pertanyaan itu, jadi aku menepisnya saja. ”Itu tinta berkualitas tinggi. Bisa menghasilkan warna terang dan meresap ke dalam kulit.” Aku hanya nyengir. Tidak sanggup aku membayangkan bagaimana rasanya kulit kita ditato, dilukis dengan menggunakan mesin, permanen seumur hidup. 20



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Kamu tinggal di sini?” tanya pria itu dengan logat Indonesia yang patah-patah. ”No, aku tinggal di Solo.” ”How long will you be here?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaannya. ”Tonight I have to go back,” jawabku. ”Oh… sayang.” Aku tersenyum saja. ”Kamu tau? Kamu mirip aktor…” ”Really? Who’s that? Brad Pitt?” Pria itu mengangkat wajahnya sejenak. Senyumnya sungguh menggoda. ”Bukan. Aktor Korea, Gong Yoo!” ungkapku cepat. ”Gong Yoo?” Belum sempat kami melanjutkan percakapan, ponselku berbunyi dari balik saku celanaku. Aku bergegas meraihnya. Tertera nama Felix di sana. ”Halo?” sapaku, tidak bisa menyembunyikan kegembiraan. ”Hai, girl!” sapa Felix. ”Kamu bersenang-senang ya di sana?” Aku tertawa sesaat. Suaranya yang selalu ceria tidak pernah sulit membuatku bertambah happy. Felix adalah teman dekatku yang sudah seperti saudara sendiri. Saat ini dia sedang menempuh studi di New York University, Amerika. Kami saling mengenal di Facebook. Jangan kaget kalau aku mempunyai banyak teman yang bermula dari Facebook dan tetap dekat sampai sekarang. Aku menghabiskan hampir sepanjang waktuku di depan komputer dan itu juga membuatku sering online. Pantaslah kalau temanku melimpah. Aku dan Felix belum 21



http://facebook.com/indonesiapustaka



pernah bertemu walaupun kami sudah kenal selama setahun ini. Tapi aku percaya, pada waktunya kami akan bertemu. Toh Felix juga berasal dari kota yang sama denganku. ”Iya dong. Hahaha.” ”Yeah, aku bisa mendengarnya, suaramu terdengar bahagia. Berapa hari di sana?” ”Hari ini pulang.” ”Oke, take care ya. Bulan depan aku mungkin pulang.” ”Oke, kita ketemu bulan depan.” ”See you.” Telepon dari Felix meninggalkan seulas senyum di bibirku. Sesaat aku terlupa akan percakapan dengan pria tato tadi. Dia juga tidak melanjutkan percakapan. Ia hanya diam dan meneruskan pekerjaannya. Setelah berkutat selama kuranglebih setengah jam, akhirnya selesai juga tato salib berwarna hitam di lengan kiriku. ”Wow,” ucapku takjub. ”Great job. hanks ya!” Pria itu tersenyum puas. Pasti bangga sekali telah menyelesaikan satu lagi masterpiece-nya. ”Kak Patty!” Ivy datang tergopoh-gopoh menghampiriku dengan tubuh basah kuyup. ”Wow, kamu lukis tato, ya? Coba lihat! Coba lihat! Wah, keren!” Aku tersenyum bangga memperlihatkan tatoku. Sebentar lagi sunset, aku dan Ivy tidak ingin melewatkannya. Konon, sunset paling bagus terlihat dari Pantai Kuta sementara sunrise di Pantai Sanur. Aku kembali mencari-cari sosok Gong Yoo. Dia sudah sibuk menawarkan jasa tatonya pada turis lain. 22



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Ivy, foto kami dong,” pintaku cepat sambil menarik-narik pergelangan tangan Ivy. ”Siapa?” Ivy masih belum mengerti tapi akhirnya dia hanya mengangkat alis. ”Hei!” aku berlari menghampiri Gong Yoo. Ivy mengikuti di belakangku. ”Boleh foto bareng?” tanyaku dengan wajah paling manis. Gong Yoo tersenyum canggung. Tapi ia tidak keberatan. Aku sangat senang. Mungkin aku norak. Tapi aku terkesan dengan pria ini dan anggap saja ini sebagai kenangan. Kami berfoto dengan latar sunset. So sweet...



23



2



http://facebook.com/indonesiapustaka



AKU sungguh tidak ingin terbangun dari mimpi berada di Bali, menghabiskan malam yang lebih panjang bersama pembuat tato itu. Tapi guling tidak bisa terus kupeluk. Ivy menariknya dariku. Ia tahu aku harus ke kampus pagi ini. Aku ada janji dengan dosen pembimbing skripsiku. Sumpah, aku sangat capek dan ingin lebih lama berada di balik selimut. ”Jam berapa sekarang?” tanyaku asal. ”Jam delapan.” Ivy sudah sibuk di depan komputer. Entah apa yang ia kerjakan. Aku bahkan lupa sudah memandatkannya apa hari ini. Aku menguap lebar dan beringsut bangun. Aku harus mempelajari sejenak hasil pemrosesan data iktif dengan SPSS-ku. Dosen pembimbingku yang berkarisma itu memintaku melakukan olah data dengan data iktif untuk menjelaskan semua teori sebelum aku terjun pada penelitian yang sesungguhnya. Untung aku sudah lembur mengerjakannya 24



pada malam hari sebelum ke Bali, sebelum menghadiri resepsi pernikahan Edo. Aku mengerjakannya dua malam berturutturut. Ada seratus data yang harus di-entry dan masing-masing terdiri atas lima variabel dan empat butir pertanyaan. Itu berarti ada dua ribu angka yang harus kumasukkan. Setengah jam aku mempelajari hasil olah dataku dengan cepat lalu menyempatkan diri membuka Facebook. Awalnya aku ragu apakah akan online di jendela chatting atau tidak. Biasanya akan ada beberapa orang yang mengajakku chatting. Jendela chatting-ku lebih sering of daripada on. Tapi entah kenapa meski hanya sebentar aku memutuskan untuk membuka jendela chatting. Ada 149 teman yang online. Baru dua menit aku meng-conirm sepuluh friend request, sudah ada seseorang yang mengajakku chatting. Hanzkruezk: Hay, cantik



http://facebook.com/indonesiapustaka



Begitulah orang itu menyapaku. Namanya tidak begitu jelas, aku yakin dia juga bukan orang yang jelas. Aku hanya menghela napas. Satu lagi jendela chatting terbuka. Lily: Pagi, Kak



Lily, salah seorang pembaca novelku menyapa. Aku membalasnya. Patricia: Pagi juga  25



Lalu satu lagi jendela chatting terbuka dari seseorang bernama Jacky. Belum lama ini kami berkenalan dan aku meladeninya dengan baik seperti kepada teman-teman Facebook-ku yang lain. Dia sopan dan menunjukkan tanda-tanda ingin mengenal lebih dekat meskipun aku tidak begitu tertarik. Jacky: Patty Patricia: Hai



”Hai” adalah jawaban standar-ku saat diajak chatting oleh orang-orang. Lalu aku me-reply Hanzkruezk. Patricia: hai Hanzkruezk: Kamu cantik sekali Patricia: Thx Lily: Gi apa kak? Ganggu gak? Patricia: Ol aja. Gpp kok. Jacky: Gak ke kampus?



http://facebook.com/indonesiapustaka



Patricia: Bentar lagi Hanzkruezk: Kamu menakjubkan Hanzkruezk: Aku mengagumimu gak pa2 kan? Patricia: Makasih Hanzkruezk: Boleh minta nomer hape?



26



http://facebook.com/indonesiapustaka



Ketika mulai ada pembicaraan yang tidak penting seperti itu, biasanya aku langsung menutup jendela chatting. Karena pastilah aku akan menolak memberikan nomor handphone. Biasanya aku akan menjelaskannya, tapi sekali ini aku sedang tidak berminat bicara banyak, jadi aku langsung mundur. Jawaban standarku seperti ini: ”buat apa?” Lalu mereka akan menjawab supaya kenal lebih dekat dan lain-lain lalu aku menjawab lagi: ”Maaf ya tidak bisa. Itu privasi saya. Banyak yang minta nomor hape jadi tidak bisa saya berikan ke semua orang. Semoga kamu menghargai keputusan saya.” Dan cara ini selalu berhasil. Tidak seorang pun dari mereka yang marah. Mungkin saja mereka sebenarnya merasa tidak suka tapi paling tidak mereka tidak menunjukkan ketidaksukaan itu di hadapanku. Aku tidak sembarangan memberikan nomor handphone. Apalagi jika hanya teman di Facebook yang tidak kukenal, cowok, dan baru satu-dua kali chatting sudah berani meminta nomor handphone. Sangat tidak etis bagiku apa pun alasannya. Berbeda jika yang meminta adalah remaja putri yang kulihat butuh untuk sharing, ingin belajar, menyukai karyaku... Biasanya aku lebih terbuka dan bersedia meninggalkan nomor handphone. Aku menganggap mereka adikadikku. Sampai saat ini ada beberapa remaja putri yang memiliki hubungan dekat denganku. ”Handsome guy ya si Gong Yoo itu,” ujarku pada Ivy, masih menghadap laptopku, hendak meng-upload foto saat sunset di Pantai Kuta sebagai proile picture. ”Maksudmu? Tukang tato itu?” Ivy berpaling padaku. 27



”Ck ck, jangan memanggilnya seperti itu, Ivy. Dia sangat berbakat.” Aku tahu mataku berbinar-binar saat membicarakannya. ”Oh ya, siapa namanya tadi? Hong... Hong siapa?” Aku terpana selama beberapa saat seperti tersambar petir. Nama? Apa aku menanyakan namanya? Apa aku mengetahui nama pria itu? ”Oh, tidak! Aku nggak tau namanya!” Aku menatap Ivy kecewa. Ivy menatapku aneh. ”Tadi kamu menyebut-nyebut namanya...” ”Itu bukan namanya, Ivy, aku nggak tanya siapa nama tukang tato itu. Gong Yoo itu aktor Korea pujaanku. Sangat mirip tapi itu bukan namanya! Aaaaaaaakh!!” Aku membenamkan kepalaku ke bantal.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Sehari sesudah pulang dari Bali, aku harus terbang ke Jakarta untuk pemotretan kover sebuah majalah cerpen. Tentu saja aku sangat senang. Ini pertama kalinya bagiku. Aku sih tidak terlalu fotogenik, tapi yah... aku rasa tidak perlu yang mulukmuluk. Toh ini bukan majalah fashion. Aku tetap pede saja dan mengikuti arahan mereka nantinya. Kali ini Ivy tidak bisa ikut karena ada kuis yang tidak bisa ditinggalkan di kelasnya. Jadi aku berangkat sendiri. Aku diberi akomodasi menginap satu hari di sebuah hotel. Segala sesuatunya berjalan di luar dugaan. Pemotretan di 28



http://facebook.com/indonesiapustaka



studio, close up, berkali-kali hanya untuk mengambil satu gambar. Sangat melelahkan tapi juga mengasyikkan, dan aku tidak sabar melihat majalah itu terbit. Rasanya aku bukan diriku lagi. Selain aku, ada Andhika, aktor dan presenter kawakan seusiaku yang juga melakukan pemotretan untuk majalah itu. Kata gosip dia playboy. Seingatku, terakhir Andhika memiliki pacar bernama Priska, seorang aktris. Aku tidak tahu apakah mereka masih langgeng, berhubung sekarang aku jarang menonton infotainment. Andhika mengisi rubrik ”Seleb yang Doyan Baca”. Aku tidak menyangka Andhika aktor yang suka membaca. Aku ingin tahu buku macam apa yang dibacanya. Ia melanjutkan pemotretan dengan interview untuk rubrik itu. Saking ribetnya, aku rasa dia belum melihat, bahkan melirikku satu kali pun. Ironis. Aku berada sedekat ini dengan aktor terkenal tapi hanya bisa gigit jari. Padahal paling tidak aku mungkin bisa minta foto untuk kupamerkan pada Ivy. ”Patricia Sarah,” seseorang menyapaku saat aku mengemasi barangku. Aih! Andhika! Akhirnya? BRAK! Saking gugupnya, aku sampai menjatuhkan beberapa boneka maneken saat hendak menaruh bajuku. Untung Andhika sigap, tangannya segera menangkap maneken yang hampir jatuh. Aku juga. Tangan kami sedikit bersentuhan. Benar-benar seperti adegan di ilm-ilm. Seperti ini rasanya. Aku tidak bisa mengalihkan pandangan dari Andhika. ”Hai,” balasku sambil tersenyum rikuh, berusaha senormal 29



http://facebook.com/indonesiapustaka



mungkin. ”hanks,” ucapku saat dia membantuku membereskan boneka maneken. Aku berharap tidak ada cabe yang nyangkut di sela gigiku sisa makan tadi. ”Hati-hati,” ujar Andhika sambil tersenyum manis. Aku tak kuasa melihat ini semua. ”Kamu penulis itu, ya?” Andhika menyalamiku. Aku berharap tanganku tidak berkeringat dingin atau gemetaran. ”Wah, senang bisa bertemu. Boleh foto sebentar?” ”Ouh... Iya. Ayo...” Semoga aku tidak tampak bodoh. Ini menakjubkan. Seorang Andhika mengajakku foto bareng? Apa tidak terbalik? ”Tolong, ya,” Andhika meminta seorang kru untuk mengambil gambar kami berdua. Rasanya benar-benar seperti mimpi. ”CHEEEERS!” Andhika meletakkan tangannya di pundakku. Hatiku berdebar-debar tak keruan. Tidak menyangka bisa berada dalam jarak sedekat ini dengan Andhika! Aku dapat mencium aroma tubuhnya. Dia tinggi juga. Alangkah keren kalau bisa punya cowok seperti dia. ”hanks ya.” Kami saling mengucapkan terima kasih. ”Aku baca bukumu,” ujar Andhika. ”Oya?” mataku berbinar-binar. ”So inspiring.” ”Makasih...,” jawabku malu-malu. ”Oya, masih ada acara?” Aku menggeleng. 30



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Gimana kalo kita keluar makan?” Andhika menawarkan. What? Oke! Mau! Mau! Ayo! aku bersorak kegirangan dalam hati. ”Oh, oke,” jawabku jaim. Kami pergi berdua saja. Andhika yang menyetir mobil. Kebetulan sekali tidak ada manajernya dan dia tidak mengajak sopir. Kami memutuskan makan di hotel tempatku menginap sambil menikmati fasilitas hot spot. Sekalian mengantarku, katanya. Kami menikmati waktu-waktu kami bersama walau hanya sebentar. ”Wah, sayang ya kamu hanya semalam di sini,” ujar Andhika. ”Coba lebih lama aku ajak kamu jalan-jalan.” ”Ya, andai saja. Tapi begini saja aku sudah senang,” aku berseri-seri. ”Patricia, pacarmu seperti apa?” Andhika memiringkan kepalanya. Aku jadi geli sendiri melihat tampang imutnya. ”Belum punya pacar.” Aku terkikik. ”Kenapa? Kamu sangat pintar. Juga cantik,” Andhika menepikan rambut yang jatuh di dahiku. Pujian, senyum, dan sikapnya benar-benar membuatku hatiku luluh lantak. ”Pasti kamu jual mahal,” terkanya lagi. ”Enggak. Nggak ada yang mau.” ”Hah, memang cowok-cowok bodoh. Kalau aku sih mau jadi pacarmu.” ”Haha... kamu kan sudah punya pacar.” ”Yes. Tapi seandainya tidak, aku pasti akan mengejarmu.” Andhika memajukan tubuhnya. Hatiku berdebar. Aku tahu 31



http://facebook.com/indonesiapustaka



kami memang tidak akan mungkin jadian. So, biarlah kami menikmati masa-masa indah ini. ”Hmm...,” Andhika bergumam sambil memandangi layar laptopnya. ”Kamu sudah baca ini?” ”Apa?” tanyaku penasaran sambil mengintip layar laptop Andhika. Ia menggeser laptopnya agar aku dapat melihatnya juga. Aku melihat artikel yang membahas tentang salah satu bukuku. Aku membaca artikel itu dengan cepat. Aku sangat penasaran dan tampangku pasti sangat serius. Sambil membaca, tanpa terasa setetes air mataku mengalir. Aku tidak bisa mengalihkan perhatian dari layar laptop Andhika. Andhika menyeka air mataku dengan tangannya. ”Kenapa menangis...?” Isi artikel itu membuatku sedih. Aku tidak bisa menahan air mataku. Padahal ini bukan kali pertama aku mendapat kritik atau kata-kata yang menjatuhkan, tapi artikel yang kubaca kali ini memang benar-benar mampu membuatku patah semangat. Si penulis membuatku merasa sangat bodoh. Banyak sekali kritik yang dia berikan dan tidak ada apresiasi sama sekali atas bukuku. Aku sungguh terpukul. ”Selalu ada orang-orang yang seperti itu,” ujar Andhika. Ia menghadapkan kembali laptop ke arahnya. ”Just be yourself. Ambil sisi positifnya saja.” ”Aku tahu. Ini bukan pertama kalinya,” ujarku, ingin menyudahi tangisku. ”Yah, aku rasa begitu.” Andhika tersenyum. ”Kamu tidak 32



http://facebook.com/indonesiapustaka



tampak seperti cewek yang lemah. Pasti kamu bisa mengatasi semuanya dengan baik.” Aku memaksakan diri tertawa. ”Kamu tidak mengerti.” ”Aku mengerti,” ujar Andhika tegas. Ia menatapku tajam. ”Kamu tidak akan mengerti. Kamu bukan penulis. Karyamu tidak pernah dipuji atau dihina orang.” ”Hei... Apa sih yang kamu omongkan ini? Buka hatimu lebar-lebar. Percayalah kamu bukan orang yang paling menderita.” ”Aku tidak minta simpati orang lain dan aku juga tidak merasa diriku paling menderita. Aku hanya... lelah...” ”Aku pernah,” Andhika bicara dengan nada lambat dan pelan, ”dilempar kotoran di muka umum. Orang-orang mengataiku saat aku turun dari podium sesudah promo ilm terbaruku. Apa kamu tau itu? Mereka mengatakan apa pun yang ada di kepala mereka, sementara aku hanya bisa menerimanya walau tidak semua yang mereka katakan benar.” Aku ternganga. Aku belum pernah mendengar kisah itu. Ke mana aku saat ada keributan itu? Bagaimana perasaan Andhika? Tentu dia merasa sangat sakit. Aku belum pernah dihujat di muka umum. ”Lalu?” tanyaku dengan perasaan sedikit malu. ”Lalu? Kamu mengharapkan aku mengatakan apa? Life must go on. Aku hanya berpikir kalau aku cuma ingin menyenangkan orang, aku tahu itu tidak akan ada habisnya. Aku tahu, aku hanya bisa menjadi diriku sendiri entah orang lain 33



http://facebook.com/indonesiapustaka



menyukainya atau tidak. Jadi aku tetap melanjutkan hidup.” Andhika menatap lurus ke depan. ”Jangan biarkan apa pun menghalangi langkahmu. Jangan biarkan apa pun menghalangimu terbang. Pijaklah tanah yang baru, hiruplah udara sebebas mungkin dan sentuhlah langit. Kamu mengerti kan apa yang kumaksud?” Andhika menatapku lembut. Aku mengangguk pelan. Aku tahu apa yang harus kulakukan tapi sering kali aku masih mengeluh. Aku tahu apa yang benar tapi sering kali aku masih saja menangis. Aku tidak menyangka, Andhika orang yang cukup tabah. Aku pikir dia hanya tahu bersenang-senang. Kehidupan glamor para artis. ”Kita akan semakin kuat saat menghadapi hal-hal sulit,” ujarnya. ”Apalagi kita memulai semuanya dari nol, right? Aku tidak pernah menyangka akan sesukses ini. Aku tidak berpikir jadi aktor kondang. Aku hanya ingin mengerjakan bagianku dengan sempurna. Aku bahkan hanya lulus SMA. Aku kerja di restoran, dipecat, nyemir sepatu orang-orang di jalanan, jual koran...” ”Aku baru tau,” ujarku, tidak berani menatap matanya. Aku semakin mengagumi Andhika. Sisi lain hidupnya yang tidak pernah kuketahui sebelumnya. ”Selalu akan ada orang yang suka dan tidak suka pada kita. Kamu harus mengerti itu.” Andhika mematikan laptopnya. ”Hmm... Malam ini pergi pesta sama aku, yuk. Aku jemput.” Aku mengedipkan mata tak percaya. ”Oke... Terus Priska?” 34



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Oh, dia nggak di sini sampai bulan depan. Aku bosan.” Wow, great! Aku mengangguk-anggukkan kepala sambil tersenyum bahagia. Entahlah. Mungkin aku sedikit kejam. Apakah ini bisa disebut berselingkuh? Aku tidak bisa menjawabnya. Maka malam harinya, aku dan Andhika pergi ke sebuah event di salah satu mal. Grand-launching produk notebook terbaru keluaran merek terkenal. Dihadiri banyak bintang papan atas. Aku tidak menyangka bisa berada di sini. Andhika menjaga jarak dariku. It’s okay. Pasti dia tidak ingin tepergok infotainment sedang jalan berdua bersama gadis biasa-biasa saja sepertiku. Satu jam kemudian, Andhika mengirimiku SMS. Dia mulai bosan dan ingin pergi sekarang. Kami mengatur rencana. Aku keluar lebih dulu lalu lima menit kemudian Andhika menyusul. Ia berjalan di belakangku. Kami berjalan beriringan menuju basement parkir mobil. Baru tengah jalan, di basement tanpa kusadari, ada seseorang yang sempoyongan mengadang jalanku. Orang itu sepertinya mabuk. Ia mengacungkan tangan. Tampangnya seram dan berewokan. Aku memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung rambut. ”Hai, Nona Cantik! Mau pergi ke mana? Ayo ikut sini,” pria itu mendekat dan berusaha mencolek wajahku. Untung aku berhasil menghindar. ”Ah, jual mahal segala. Sini, Manis...,” Pria mabuk itu meraih tanganku dengan kuat dan aku tidak sempat menghindar lagi. Ini bagaikan mimpi buruk. Aku berada di pelukan pria 35



http://facebook.com/indonesiapustaka



tak dikenal itu. Aku berteriak tapi tidak ada yang mendengarku. Basement ini sangat sepi. Andhika! Di mana Andhika? ”Hei, lepaskan dia!” seru sebuah suara. Andhika berjalan dengan langkah tegap. Matanya menyala marah. ”Siapa kamu, he?!” tantang pria itu. Ia menyingkirkanku begitu saja. Aku langsung berlari berlindung di balik punggung Andhika. ”Kamu nggak pa-pa, kan?” Andhika menanyaiku lirih. Aku mengangguk dengan muka memelas. Aku hanya ingin segera keluar dari tempat ini. ”Aku pacarnya!” ujar Andhika berang. ”Jangan sekali-sekali kamu berani menyentuhnya! Jangan macam-macam!” Andhika maju dan memukul pria berewokan itu. Pria itu jatuh terkapar. Ia berusaha bangkit tapi alkohol telah melumpuhkannya. Andhika memukulnya lagi dan lagi. Setelah puas, Andhika langsung menggandeng tanganku dan kami berlari menuju mobil. Kami meninggalkan pria itu di sana. Napasku ngos-ngosan. Sepertinya barusan nyawaku sudah di ujung tanduk. ”Makasih... Aku nggak tau apa yang terjadi andai kamu datang terlambat sedikit saja...,” ujarku. ”Apa dia menyakitimu? Dia menyentuhmu?” tanya Andhika khawatir. ”Nggak, nggak ada yang terjadi.” ”Syukurlah. Semoga tidak ada infotainment yang memergoki kita tadi.” 36



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Ya. Jadi kita mau ke mana?” tanyaku setelah menarik napas lega. ”Apa ya... Hm... kita belanja aja gimana?” Sesaat kemudian ponsel Andhika berbunyi. ”Halo? Yup. Udah barusan. Ini mau pulang. Sendiri aja. Iya, honey.” Hmm sepertinya Priska yang menelepon. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Selama lima menit yang romantis telingaku terasa panas. Andhika sepertinya tidak merasa bersalah. Soalnya kami memang tidak punya hubungan khusus. Ia bisa tetap dengan santai ngobrol dengan Priska, bahkan berbohong. ”Sudah, ya. Ntar kalo udah di hotel telepon lagi, ya. Oke. Bubye, honey. Love you.” ”Wow,” komentarku. ”Yup. So? Ayo kita bersenang-senang!” Cowok memang aneh dan gila. Lihat saja Andhika. Begitu mudahnya. Dalam sekejap, Priska hilang dalam ingatannya. Kami berdua masuk ke salah satu butik. Andhika memakai topi agar tidak dikenali orang. Aku tidak bermaksud membeli apa-apa di butik mahal itu. Kami hanya melihat-lihat dan mencoba. Tertawa-tawa saat menemukan benda-benda yang kedodoran untuk kami. ”Ini! Ini! Yang ini cocok buat kamu pasti,” seru Andhika bersemangat. ”Sudah ah, aku capek.” Aku terduduk di kursi. Acara kami 37



http://facebook.com/indonesiapustaka



bak fashion show yang cukup melelahkan, sementara aku tahu aku tidak mungkin membelinya. Sebaiknya disudahi saja acara jalan-jalan ini. ”Come on, sekali lagi. Yang ini pasti cocok.” Andhika berlutut di hadapanku lalu menarik tanganku menyuruhku berdiri. Aku menurut saja. Wah, gaun pink sutra yang indah. Selera Andhika memang berkelas. Aku dengan ogah-ogahan dan mupeng masuk sekali lagi ke kamar ganti. Saat aku keluar... ”Wow... Cinderella...,” Andhika mengagumiku. Aku jadi malu. ”Sudah kubilang ini cocok. Mbak, aku ambil yang ini.” Andhika menunjuk gaun yang kupakai. Aku hampir menjerit jangan, tidak usah! Tapi kuurungkan. Hei... Siapa tahu saja dia membeli gaun itu memang bukan untukku, tapi untuk Priska. Ya, aku tidak boleh ge-er. Jadi aku hanya cengar-cengir saja sambil menyerahkan gaun itu kepada pelayan toko. ”Hehe memang cocok untuk Priska. Pasti cocok sekali. Dia kan berkulit putih...,” ujarku saat kami berjalan keluar. ”Siapa bilang buat Priska?” Andhika menyodorkan tas plastik butik itu padaku. ”Hah?” Aku melotot. ”Untukmu.” ”Tapi...” Aku sekarang jadi sungkan dan bingung. Aku tidak memintanya membelikanku gaun mahal ini. ”Ayo, ambillah. Biar kamu punya baju bagus kalau ada acara penting, ya.” Hah, dasar. Ternyata dia bermaksud menghinaku. 38



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Haha... bercanda. Jangan dimasukkan hati.” Andhika menggandeng tanganku yang dingin. ”Mau ke mana?” tanyaku saat Andhika tidak berjalan menuju mobilnya. ”Jalan-jalan.” Aku tersenyum dan terus mengikutinya. Kami berjalan sambil menatap bintang-bintang. ”Kamu tau? Aku senang hari ini,” ujar Andhika. ”Aku juga.” ”Aku menyukaimu.” ”Aku juga. Terima kasih buat gaunnya.” Andhika menghadapkan tubuhku ke arahnya. ”Berjanjilah sampai mati. Ini rahasia kita berdua. Hari ini,” bisiknya. ”Oke. Aku senang kok,” balasku. ”Hehe... kita punya hidup kita masing-masing,” katanya santai. ”Ya,” aku mengangguk. ”Carilah pria yang baik di luar sana. Yang mencintaimu setulus hati.” ”Haha,” jawabku garing. ”Mungkin kita tidak akan bertemu lagi.” Aku tertunduk. Tiba-tiba hatiku terasa pedih. Kami akan berpisah, mungkin untuk selamanya. Ya, dunia kami berbeda. Kami tidak mungkin bersama. Andhika tiba-tiba mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan mengarahkannya kepadaku. CEPRET! Satu foto. 39



”Hei,” protesku sambil berusaha menyita ponsel Andhika. ”Lagi! Lagi!” Andhika berhasil berkelit dengan cepat. Ia mengangkat ponselnya tinggi-tinggi. ”Enggak, ah...” ”Come on, ayo dong senyum.” Aku hanya bisa nyengir kuda. Dua-tiga kali Andhika mengambil gambarku yang kurasa amburadul. Lalu terakhir ia merangkulku dan mengambil foto kami berdua. Semuanya serbaspontan. Aku tidak yakin akan terlihat cantik. Begitulah. Jalan-jalan berakhir dengan kami menyantap martabak telor dan Andhika membelikan kue terang bulan untuk camilanku di hotel. Dia mengucapkan selamat jalan. Dia tidak bisa mengantarku besok. Jadi aku pulang ke Solo dengan kenangan indah akan Andhika, yang bukan siapa-siapa. Namun, rasa sepi yang mengusik hati membuat kami merasa ingin saling memiliki dalam semalam.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ ”Bagus, kan?” Aku memamerkan tato salibku pada temanteman kuliahku. ”Wow, terus kalian ngapain aja di Bali?” tanya Deasy. ”Apa sih?” kataku sewot. Aku kesal mengingat aku tidak mengenal tukang tato itu lebih dekat, bahkan nama pun aku lupa menanyakannya. Mungkin aku terlalu menganggap dia adalah Gong Yoo yang ada di ilm itu. 40



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Iya, kamu kan udah berduaan berjam-jam, foto bareng...,” goda Angela. ”Hei, apanya yang berjam-jam... Cuma setengah jam, gila.” ”Terus gimana pemotretan di Jakarta?” tanya Deasy. ”Ada yang berkesan? Biasanya kamu selalu nemu cowok?” Of course, yes! Tapi aku menahan perasaanku. Cerita tentang aku dan Andhika hanya cerita untuk kami. ”Ah, nggak ada yang istimewa. Aku cuma sehari di sana,” aku tersenyum. ”Aku nggak yakin kamu bagus saat difoto,” ujar Angela sambil menjejalkan tortilla ke mulutnya banyak-banyak. Menyebalkan. ”Intinya sekarang Patricia Sarah jatuh cinta sama tukang tato!” Michelle masih terus berusaha mengintimidasiku. ”Wah turun derajat jauh sekali kamu.” Michelle meletakkan tangannya di bahuku. ”Dari seorang Edo yang manager keuangan itu beralih ke tukang tato,” seloroh Angela sambil meraup segenggam keripik kentang ke dalam mulutnya. Cewek ber-size besar ini tidak pernah berhenti makan. ”Dasar menyebalkan!” Aku semakin jengkel. ”Nggak ada Edo, nggak ada Gong Yoo! Deal?” ”Haha! Dia nggak pernah mau mengakui. Bersikaplah jujur, dear! Kalo nggak bisa-bisa selamanya kamu jomblo terus,” ujar Michelle. ”O, ato siapa sih namanya itu? Felix? Bryan? Jacky? Pacar41



http://facebook.com/indonesiapustaka



pacarmu yang di FB.... Banyak sekali sih...,” Angela tak mau kalah menggodaku. Aku menggelengkan kepala, ”Come on. Kalian iri, kan! Haha!” ”Iri? No... Aku sudah punya satu dan itu cukup,” ungkap Angela lalu tertawa terbahak-bahak. ”Right,” kata Michelle sambil melipat tangan di depan dada. Michelle dan Angela sama-sama sudah memiliki cowok. Aku pikir hanya itulah keunggulan mereka dariku. Cowok Michelle namanya Tian, pemain basket yang sangat jangkung tapi canggung—menurutku. Tapi sangat tajir. Mungkin itulah alasan Michelle berpacaran dengannya. Sementara cowok Angela bernama Doni, seorang... whatever. Tidak begitu jelas dia siapa. Hanya saja orangtuanya mapan dan mereka samasama gila makan. ”Ayo, kita jadi nonton nggak?” tanya Deasy memecah situasi yang sudah terlalu menyudutkanku itu. ”Jadi dong,” ucap Michelle. ”Aku nggak ikut. Aku ada acara sore ini. Sori,” ucapku, bersiap meninggalkan teman-temanku. ”Oh ya? Kenapa baru bilang sih, Patricia Sarah?” Michelle mulai sinis dan berkacak pinggang. ”Aku lupa. Benar-benar lupa.” ”Lupa?! Oh, great! Yah... Patricia Sarah! Sibuk ya ke sana kemari mengurusi bukunya yang sedang populer... Menikmati popularitas...,” ucap Michelle makin sinis. 42



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Malam ini Kak Bryan mengajakku...,” kataku berusaha membela diri. ”Ow... jelas-jelas kamu ada main dengan si Bryan itu tapi masih nggak mau mengakui, ya! Dia udah punya cewek, kan? Bahkan kamu lebih memilih cowok itu, teman Facebook daripada... kita, teman yang sesungguhnya?” serang Angela. Teman yang sesungguhnya? Yang benar saja. Aku tidak merasakan itu. ”Kak Bryan sudah putus dari pacarnya!” kataku nyaris berteriak. ”Kamu nggak pernah cerita apa-apa, honey! Gimana kami tau? Kamu selalu diam tentang hubunganmu dengan cowokcowok yang tiap minggu selalu berganti, selalu bertambah satu tiap tiga hari... Kami hanya tau si A, si B, bla bla...,” kata Angela dengan gaya ceriwis menyebalkan. Apa pentingnya sih? Michelle, Angela, Abu, atau yang lainlain aku tidak menganggap mereka sahabat karib. Jadi apa pentingnya aku bercerita segala hal pribadiku kepada mereka? Mereka hanya teman sekelas dan kenapa sekarang begitu sewot dengan tindak-tandukku? Hanya Deasy sahabat karibku. ”So, sekarang bagaimana?” tanya Angela. ”Siapa yang ikut?” ”Aku nggak ikut,” ucapku lalu pergi. ”Sudah biarkan saja. Dia memang egois,” ujar Michelle dengan suara keras. Sudah dapat kupastikan, Deasy tidak jadi ikut nonton kalau aku tidak ikut. Ia mengikutiku pulang. 43



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Sudahlah, Pat,” hibur Deasy saat kami di mobil. Ia selalu bisa mengerti suasana hatiku. ”You know... Bahkan si Gembrot Angela pun punya pacar!” aku tidak dapat menyembunyikan rasa jengkel dan iriku. ”Bukankah... Aku perfect, Deasy?” ”Pasti akan datang saatnya, Pat. Believe me,” ujar Deasy membesarkan hatiku. ”Aku tau kamu belakangan ini pusing memikirkan status jomblomu.” ”Aku nggak ingin menjadikan ini beban. Tapi itu seperti label di jidatku saat ini. Kenapa sih?” ”Sudahlah,” ujar Deasy ceria. ”Tidak mudah bagiku, Deas...,” kataku suntuk. ”Aku tahu. Lebih baik kita memikirkan mau pakai baju apa nanti malam saat kamu kencan dengan Kak Bryan,” kata Deasy dengan nada menggoda. Aku terkikik geli. ”Deasy, ini bukan kencan. Just... Dia menganggapku adik, you know... Lagi pula dia baru putus dari Shella. Dia hanya sedang tugas di sini dan menyediakan waktu untuk bertemu. Itu saja. Nothing’s special.” Aku berusaha bersikap normal, tapi Deasy tahu jauh di lubuk hatiku, aku berharap malam ini akan menjadi spesial buatku. Hanya saja aku tidak berani berharap terlalu banyak.



44



3



http://facebook.com/indonesiapustaka



AKU janjian dengan Kak Bryan di lobi hotel. Dia adalah pengusaha mebel asal Jakarta yang aku kenal dari Facebook juga. Awal perkenalan kami, aku meng-add dia dari salah satu majalah bisnis yang kubaca. Tak disangka pertemanan berlanjut karena dia tertarik begitu mengetahui aku penulis. Jujur, aku sempat jatuh hati padanya, mungkin sampai sekarang pun iya. Sayangnya, harapanku harus pupus karena Kak Bryan sudah bertunangan dengan Shella. Kurang-lebih dua bulan lalu, Kak Bryan mengabariku bahwa hubungannya dengan Shella sudah berakhir. Pertunangan dibatalkan. Panjanglebar Kak Bryan curhat padaku di telepon waktu itu. Ia bilang Shella terpikat pada pria lain dan memutuskan untuk bersamanya. Aku tidak menyangka, pria sesempurna Kak Bryan masih bisa dicampakkan oleh wanita. ”Sudah cantik kan, aku?” tanyaku untuk keenam kalinya pada Ivy. Aku berputar di hadapannya. Aku ingin menampil45



kan gaya elegan yang tidak mewah. Glamor tapi bersahaja. Aku mengenakan rok terusan sebatas lutut warna kuning gading berkerah V tanpa lengan. Aku merasa sangat manis. Bando hitam berkilau pun tidak lupa bertengger di atas rambutku. Tas, sepatu, parfum semua perfect. ”Yup, yup. Sukses, ya!” KLIK. Aku memotret diriku sebelum berangkat dan mengupload-nya ke Facebook. Aku tidak menyia-nyiakan wajah cantikku untuk dikomentari di Facebook.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Ini kali kedua aku bertemu dengan Kak Bryan. Setengah tahun yang lalu kami pernah bertemu juga di kota ini. Ia memiliki banyak urusan bisnis di berbagai kota. Termasuk salah satunya di Solo, usahanya disambut cukup baik. Waktu itu ia datang bersama Shella jadi aku pernah bertemu dengan Shella sekali. Wanita dewasa dambaan setiap pria. Berkelas, anggun, elegan, cerdas, dan lembut. Satu lagi: berambut panjang. Kak Bryan menyukai cewek berambut panjang. Itulah alasanku dulu hampir memanjangkan rambut. Tapi setelah tahu dia memiliki seorang kekasih, kupotong rambutku sebahu. Shella berbeda dengan diriku yang masih kuliah. Waktu itu aku sangat shock. Kak Bryan tidak pernah bilang ia memiliki kekasih. Tapi aku tetap mengangkat tegak kepalaku dan menunjukkan profesionalismeku sebagai penulis sehingga 46



http://facebook.com/indonesiapustaka



Shella atau siapa pun boleh melihat bahwa Patricia Sarah adalah pribadi yang bangga dengan dirinya. ”Hai, Kak,” sapaku ceria begitu Kak Bryan baru turun dari kamar dan menjemputku di lobi. Tidak berubah dia. Tetap necis dan dewasa, tapi santai. Rambut lurusnya masih tetap sedikit bersemir pirang dan kacamatanya selalu membuatnya tampak brillian. Kak Bryan menyambutku dengan senyuman. Ia mengenakan kemeja biru kotak-kotak malam ini. Tangannya membawa sebuket bunga. ”Ini untukmu,” Kak Bryan menyerahkan buket white roses padaku. Awesome! Ini kali pertama aku menerima bunga dari seorang pria. Hatiku luluh. Pasti akan kusimpan baik-baik di kamarku. Semoga tidak lekas layu. ”Buat adikku yang paling cantik.” ”So sweet... Makasih, Kak.” Kami bercakap sebentar sebelum kemudian memutuskan untuk jalan-jalan keliling kota Solo. Hanya tiga hari Kak Bryan di sini dan aku rasa hanya malam ini aku bisa menghabiskan waktu bersamanya. Tonight will be mine. Besok jadwalnya sudah penuh dengan meeting dan aku memang tidak berharap lebih dari ini. Kami mencari tempat makan yang nyaman untuk bisa ngobrol berlama-lama sehingga aku merekomendasikan Pringsewu. Sebuah resto taman yang cukup asyik menurutku dan suasananya menyenangkan. Tidak terlalu ramai. Lagi pula pelayanan dari para pramusaji sangat ramah. Mereka menyajikan pertunjukan sulap selagi makanan dipesan. 47



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Kamu tatoan sekarang?” tanya Kak Bryan saat melihat lengan kiriku. Aku tahu ia tidak terkesan dan justru sebaliknya, agak terperangah dan tidak senang. ”Tato temporer,” ujarku. ”Waktu di Bali. Bagus?” Kak Bryan hanya mengangguk-angguk tidak jelas tapi aku toh tidak benar-benar ingin menanyakan pendapatnya. Aku hanya suka pamer sesuatu yang kusukai. ”Jadi, sampai mana skripsimu?” tanya Kak Bryan lagi. ”Melangkah bab empat. Tadi pagi dosenku sudah menyetujui proposalku. Aku tinggal meneruskan penelitian.” ”Good. Tentang waralaba itu, kan?” Aku mengangguk sambil menyeruput minumanku. ”Pacarmu boleh juga, ya. Kapan kamu kenalkan padaku, hm?” tanya Kak Bryan. Aku melebarkan mataku. Pacar yang mana lagi nih? Halo, apa dia lupa selama 22 tahun hidupku, aku ini jomblo? ”Aku masih tetap single, Kak,” jawabku santai. ”Really?” tanya Kak Bryan sambil tersenyum lucu. ”Yang kamu pasang di Facebook itu? Proil pic bersama cowok.” ”Just for fun. Biar orang-orang mengira dia pacarku haha...,” jawabku. ”Hahahaha. Dasar.” ”Dia itu tukang lukis tato di Bali. Yang melukis ini,” aku memiringkan lengan kiriku yang bertato. ”Wajahnya sangat mirip dengan aktor Korea kesukaanku. Jadi aku minta berfoto dengannya.” Aku memandangi lekat fotoku yang bersanding 48



dengan Gong Yoo palsu—yang kini terpampang sebagai wallpaper handphone-ku. ”DOR!” ucap Kak Bryan setelah beberapa detik aku tidak bicara lagi. Aku terhanyut memandangi wajah Gong Yoo rupanya. ”Kalian masih berhubungan?” Aku menggeleng lemah. ”Why? Facebook, nomor hape?” kejar Kak Bryan. ”Jangankan itu, namanya saja aku nggak tau. Haha,” tawaku getir. ”But someday... Mungkin kalo dia benar-benar membuatku jatuh cinta, aku akan menjemputnya di Bali... Yeah... Aku akan mengejarnya.” ”Semoga saja dia belum dideportasi,” kata Kak Bryan. ”Haha, kejam.” Makanan datang saat ponselku berbunyi dari dalam tas. SMS dari Felix.



http://facebook.com/indonesiapustaka



Girl, aku kesepian. Chatting yuk haha. Aku tunggu di ym Aku tersenyum sendiri membaca pesan itu. Felix sering begitu. Hari-harinya di Amerika tampaknya banyak ia lalui dengan merindukan teman dan keluarganya di tanah air. ”Aku sudah menemukan pengganti Shella,” ujar Kak Bryan yang kudengar sambil lalu. Sori, bukan saatnya :p 49



http://facebook.com/indonesiapustaka



Aku sedang mengetik kalimat itu saat Kak Bryan bicara. ”Apa?” tanyaku sambil mendongak. ”Iya, begitulah.” ”Bukan, sebelumnya kakak bilang apa?” Aku lg sama bryan hoho Aku kembali mengetik. ”Hmm dengarkan dong kalo orang lagi bicara. Kamu SMS siapa sih?” ”Ehm... Bukan siapa-siapa.” Aku langsung menekan tombol send pada ponselku, mengirim pesan balasan itu untuk Felix. ”Ada wanita cerdas yang menarik hatiku,” ucap Kak Bryan lambat-lambat dan tenang seperti kebiasaannya. ”Dia seusia kamu.” Sekali lagi ponselku berbunyi tapi sekali ini aku langsung mematikan ponselku. Aku tahu itu pesan dari Felix dan aku rasa Felix bisa menunggu hingga aku pulang. ”Terus?” desakku. ”Dia anak salah seorang klienku. Namanya Jenny.” ”Baguslah,” ujarku berusaha tulus. ”Kami sudah berkencan beberapa kali dan sepertinya sambutannya positif.” ”Tinggal nyatakan cinta saja, kan?” tanyaku datar, tapi hatiku hancur. Kak Bryan tersenyum bahagia. Senyum yang sangat bahagia yang belum pernah ia berikan padaku. Bahkan seingatku 50



ketika masih bersama Shella dulu, ia tidak pernah tersenyum semenawan itu. Kak Bryan bercerita banyak tentang Jenny. Aku harus memasang telingaku lebar-lebar walau itu sedikit membuatku sakit. Kak Bryan begitu memuja Jenny. Pastilah gadis bernama Jenny ini sangat luar biasa.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Tadinya Kak Bryan berkeras ingin mengantarku pulang, tapi aku pun berkeras ingin pulang dengan sopir, dan aku yang menang. Sepanjang perjalanan pulang perasaanku campur aduk. Mungkin sedikit banyak aku berharap ada kesempatan untuk mendekati Kak Bryan, tapi kenyataannya Kak Bryan sama sekali memang tidak pernah tertarik padaku. Tidak saat bersama Shella, bahkan setelah mereka putus pun tidak. Bayangkan, hanya dalam waktu dua bulan Kak Bryan sudah mendapatkan pengganti Shella. Semudah itu. Aku tidak kaget sebenarnya, melihat karakter, kesuksesan, dan penampilan Kak Bryan, pasti banyak wanita yang tertarik. Tidak perlu diragukan lagi. Selamanya aku hanyalah adik di hati Kak Bryan dan aku harus puas dengan itu. Betapapun aku menginginkannya. Sudah pukul sepuluh lewat saat aku tiba di rumah. Aku merasa hatiku hampa. Ada lubang yang dulu hampir sembuh kini menganga kembali, bahkan lebih lebar. Ivy sudah tidur sementara aku belum ingin memejamkan mata sekalipun aku merasa sangat lelah. Bunga pemberian Kak Bryan aku letak51



http://facebook.com/indonesiapustaka



kan begitu saja di atas meja. Untuk satu menit yang terasa begitu panjang, aku berdiri memandangi pantulan diriku di depan cermin besar di dinding kamarku. Look at me. Aku memperhatikan setiap jengkal tubuhku yang begitu sempurna dari ujung sepatu hingga ujung rambut. Aku mengagumi kecantikan dan keanggunan diriku sendiri. Aku memiliki rambut lurus yang sehat berkilau dan hitam indah. Aku langsing, tidak terlalu pendek, dengan dengan kulit putih yang sehat dan wajah melankolis yang cantik. Aku smart, punya banyak teman dan saudara melimpah di mana-mana, bisa membawa diri, berprestasi. I’m perfect. Bibir mungilku mengucapkan kalimat itu dengan lirih sekali. Oke, mataku tidak selebar Vicky Zhou dan hidungku tidak mancung seperti orang Barat, but it’s okay. Aku tidak melihat itu sebagai kekurangan. Lagi pula aku kan memang orang Asia. Aku tetap memandang diriku perfect. Berapa banyak sih gadis di dunia ini yang bisa seperti aku? Sejak SD sudah meniti karier di dunia penulisan, dalam usia yang begitu muda seperti sekarang bisa sejajar dengan penulis papan atas yang lain, berwawasan luas, tajam, dan kritis dalam pemikiran, lugas, santun, dan diplomatis dalam berbahasa. Bahkan di Facebook tidak sedikit orang yang mengira aku jauh lebih dewasa dari usiaku sekarang. Feminin, modis, mengerti mode, dan pandai berbusana, tidak norak, tidak lebay. Bahkan kalau toh aku harus menanggalkan semua baju, tas, dan sepatu mewahku ini serta harus menggantinya dengan pakaian compang-camping sekalipun, aku tahu aku akan tetap memesona. Karena aku ibarat ber52



http://facebook.com/indonesiapustaka



lian. Mau dilempar ke tempah sampah sekalipun tetaplah aku bersinar dan orang tahu inilah berlian. Patricia Sarah is more precious than diamond, seorang yang luar biasa dan menakjubkan! I’m the luckiest girl in the world. Hanya pria paling beruntung yang akan mendapatkan diriku. ”Kenapa sih… Susah bagimu untuk mencintaiku?” katakata itu meluncur keluar dari bibirku. Tidak hanya kutujukan untuk Kak Bryan tapi untuk semua pria yang pernah mengenalku dan singgah di hidupku. Aku berkacak pinggang dengan sebelah tangan. Tetap memandangi pantulan diriku dengan tatapan kosong. Tidak ada lagi kata-kata keluar dari bibirku. Tidak ada lagi argumen-argumen dalam kepalaku. Hatiku yang tiba-tiba terasa menganga begitu lebar. Aku merasa hatiku seperti dicabik-cabik dan disayat-sayat menjadi serpihan-serpihan. Air mataku menetes satu demi satu. Aku merasakan kesepian yang dalam. Look at me! Aku tidak segembrot Angela, aku tidak sekasar Michelle, aku tidak selugu Deasy, aku tidak sebodoh Ivy, aku lebih pretty daripada Shella, dan aku yakin aku juga lebih smart daripada Jenny! Aku tidak seperti orang lain yang sering mengeluhkan kekurangan mereka. here’s a hole in my heart....



53



4



http://facebook.com/indonesiapustaka



ADA sebelas comment dan sembilan belas like di proile picture-ku yang baru. Foto berdua bersama Gong Yoo palsu. Salah satu comment datang dari Felix seperti ini: ”gila haha”. Dia cukup mengenal diriku untuk bisa berkomentar seperti itu. Dia tahu aku hanya modal nekat bersama pria itu. Comment yang lain rata-rata memuji kami pasangan serasi, memberikan selamat (dalam rangka apa sih?), dan pastinya ada juga yang mencibir. Aku segera mengetik comment untuk semua: ”thx all like-nya :)”. Hanya itu. Aku merasa tidak perlu memberikan penjelasan tentang siapa pria itu. Bukan urusan mereka. Toh aku tidak berikrar bahwa pria itu pacarku. Mereka yang menyimpulkan sendiri. Aku mengganti proile picture-ku dengan foto yang biasa. Foto diriku dari samping dengan atasan pink dan rompi biru. Hatiku masih tidak menentu gara-gara peristiwa semalam. Bayangan Kak Bryan tidak juga mau hilang dari pikiranku. 54



Aku harus segera mengalihkan pikiranku pada hal lain. Kubuka jendela chatting di Facebook dan Yahoo! Messenger. Mungkin ini bisa agak menghiburku. Ow, tiba-tiba aku teringat ponselku yang masih of sejak semalam. Aku membongkar tasku dan mengaktifkan kembali ponselku. Bodohnya diriku. Mengorbankan Felix hanya demi seorang Bryan. Benar saja tak lama ada sebuah pesan singkat dari Felix yang dikirim semalam. Haha dasar. Senang ya km. Huh ya sudahlah. Khas Felix. Perkataan yang penuh pengertian. Tapi di satu sisi terkadang dia bisa menjadi sangat keras kepala seperti diriku dan sangat menyebalkan. Kami biasanya berbeda pendapat tentang segala hal dan kami akan berdebat sangat lama. Aku lihat Felix sedang online di YM dengan status idle. Aku rasa ini waktu yang tepat untuk mengobrol.



http://facebook.com/indonesiapustaka



me: fel...



Tiga puluh detik berlalu dan belum ada balasan. Felix selalu lama pada sapaan pertama. Aku beralih pada Facebook. Sudah ada dua orang yang menyapaku. Jacky: patty Dea: allo mbk 55



Aku menjawab Jacky. Patricia: halo Jacky: apa kabar? Patricia: baik, kamu? Jacky: Luar biasa



Lalu aku me-reply Dea. Patricia: halo :) Dea: sibuk apa sekarang? Patricia: skripsi aja haha Dea: ooo... gak nulis novel lagi? Patricia: iya masih Jacky: Patty, aku tanya ya. Apa yang memoti­ vasi kamu utk menulis? Patricia: apa ya



http://facebook.com/indonesiapustaka



Lalu satu jendela lagi terbuka. Ali Ingin Dipeluk: cayank.... Ali Ingin Dipeluk: maniez,,, lagi d mn?



I hate this jadi aku mengabaikannya. Aku berkonsentrasi pada pertanyaan Jacky.



56



Patricia: pertanyaan yg sukar dijawab Jacky: kenapa? Patricia: karena nanti jawabanku Alkitabiah Jacky: tidak pa­pa Patricia: hmm Ali Ingin Dipeluk: kok gak jawab sih???



”Ali ingin Dipeluk” bukannya diam malah menjadi-jadi. Kenapa nadanya sekarang seperti marah begitu? Aku yang seharusnya marah. Tapi aku tetap memilih diam. Aku kembali pada Jacky. Jacky: apa jawabannya patrice? Patricia: kenapa kamu tanya seperti itu? Jacky: karena aku ingin belajar. Siapa tau kamu bisa memotivasiku



http://facebook.com/indonesiapustaka



Agak lama aku berpikir. Mengatur kata-kataku lalu mengetik. Patricia: aku ingin tulisanku jadi inspirasi buat orang lain terutama anak2 muda. Supaya mere­ ka hidup tidak sia2. Bisa pandang diri mereka berharga. Tidak mengeluh karena hal2 kecil. Enough? Jacky: hebat 57



Ali Ingin Dipeluk: hfkjtoeuamnwlpzxghajksurwuyiu



Hatiku mulai tak keruan membaca pesan chatting dari ”Ali Ingin Dipeluk.” Apa sih maksudnya? Apa dia sedang mengumpati? Ali Ingin Dipeluk: ******* (kali benar­benar umpatan­umpatan yang ditulis olehnya).



Aku sudah tidak kuat menahan serangan intimidasi ini. Aku mengabari Jacky. Patricia: Jack, kita pindah ym saja. Aku add ym­ mu. Thx. Jacky: oh iya2



http://facebook.com/indonesiapustaka



Aku segera menutup semua jendela chatting di Facebook, log out, dan hanya memperhatikan YM-ku yang sedari tadi sudah online. Ada balasan dari Felix. Sudah agak lama rupanya tapi aku keasyikan mengobrol dengan Jacky sehingga lupa. felix: hei haha felix: gimana semalem? Aku kesepian nih huks me: gak gimana2



Request-ku sudah diterima Jacky. Aku menyapanya. 58



me: hai Jacky: :D Jacky: sekarang kamu lagi apa patrice? me: aku hanya berpikir Jacky: tentang apa? me: love Jacky: wow me: knp cowok2 begitu sulit utk mencintaiku? Jacky: maksudmu? me: ya, aku hanya ingin menjadi spesial di hati seseorang Jacky: kamu sungguh manis me: di dunia ini aku hanya butuh satu pria me: tapi kenapa begitu sulit baginya untuk menemukanku?



Aku beralih pada Felix. me: semuanya berakhir me: bro, semuanya berakhir me: tentang aku dan bryan me: tidak ada cerita lagi



http://facebook.com/indonesiapustaka



me: done me: aku nggak mau mengingat dia lagi



Aku tidak menunggu jawaban Felix dan Jacky lebih lama. Hampir-hampir aku menangis di depan laptop. Masih menyakitkan untuk mengingat-ingat soal Kak Bryan. Akhirnya aku sign out dari YM tanpa berpamitan pada mereka. Aku 59



sibuk. Aku harus berkonsentrasi pada skripsiku. Memang bukan saatnya berpikir mencari pacar. Lupakan.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Lima puluh responden untuk penelitian skripsiku adalah mahasiswa dan lima puluh responden lagi adalah orang-orang yang sudah bekerja. Sehari ini aku menargetkan untuk menyelesaikan menyebar kuesioner di kampus ke lima puluh responden mahasiswa, maka sejak pagi aku nongkrong di tempat-tempat strategis di kampus sambil menyandang ransel, membawa setumpuk kuesioner, sekotak bolpoin, dan sekotak wafer. Sudah dua belas mahasiswa yang mengisi kuesioner. Aku memastikan mereka mengisinya dengan lengkap, lalu mereka mengembalikan kuesioner dan bolpoin sambil menerima ucapan terima kasih dan satu bungkus wafer dariku. Begitulah prosedurnya. Melelahkan juga mengulang kalimat yang sama, pasang senyum, pasang mata, menjemput ke sana kemari. Matahari semakin merayap naik saat aku menyelesaikan 24 responden. Perutku sudah keroncongan. Tepat saat kelas yang diikuti Michelle dan Angela selesai. Aku berpikir apakah mereka akan kujadikan responden atau tidak, untungnya Deasy datang. Senyumku merekah bak kembang. Setahuku hari ini Deasy harus mengantar surat izin penelitian skripsi ke beberapa UMKM. Entah sudah berapa yang ia selesaikan hari ini. Ia datang bersama Adrian, teman sekelas kami yang 60



http://facebook.com/indonesiapustaka



cukup culun menurutku. Wah ada apa ini? Sepertinya mereka berangkat bersama-sama. Aku cuma tahu bahwa mereka bertetangga. ”Hai!” seruku girang saat melihat Deasy. Segala rasa lelah terhapuskan begitu saja saat kita melihat orang yang kita sayangi. Adrian berjalan lambat-lambat di belakang Deasy lalu mereka berpisah di tikungan lorong. Sepertinya Adrian ada kuliah. ”Apa yang berbeda hari ini?” godaku. ”Nggak ada apa-apa,” ujar Deasy malu-malu menangkap maksud pembicaraanku. ”Motornya Adrian diservis jadi dia minta bareng.” ”Ooooh...,” ucapku, tetap dengan nada menggoda. Deasy duduk di sebelahku. ”Hei, bagaimana Bryan?” Deasy mengedipkan mata padaku. Aku belum bercerita apa-apa padanya tentang Bryan. Aku belum bercerita secara detail tentang malam itu kepada siapa pun. Bahkan pada Ivy, aku hanya bilang bahwa Kak Bryan sudah menemukan tambatan hatinya dan aku tidak pernah berharap sama sekali. Dulu ataupun sekarang. Tapi tentu saja itu semua bohong dan aku rasa Ivy tahu itu. Paling tidak aku tidak harus mengatakan perasaanku yang sebenarnya. Mengakui bahwa aku mengharapkan pria macam Kak Bryan akan berbalik mencintaiku. One day. ”Ayo, kita makan,” ajakku. Deasy menurut. Aku mengajaknya makan di luar area kampus. Aku benar-benar suntuk dengan suasana kampus. Hanya mengingatkanku pada bebanbeban yang harus kuselesaikan. Kami memilih rumah makan 61



http://facebook.com/indonesiapustaka



lesehan yang agak jauh dari kampus, tapi aku tidak peduli. Padahal kalau aku ingin segera menyelesaikan sisa respondenku seharusnya kami makan di tempat sekitar kampus tapi aku tidak peduli. Aku lelah. Selama makan aku tidak banyak bicara. Begitu pun Deasy. Sepertinya Deasy mulai menyadari perasaan hatiku yang sedang labil. ”Apa yang terjadi?” tanyanya. ”Apa aku kelihatan seperti gadis yang bahagia?” aku balik bertanya setelah diam beberapa lama. Belum juga Deasy menjawab pertanyaanku, ponsel Deasy bergetar di atas meja anyaman, mengagetkanku dan Deasy. Ia langsung mengangkat ponselnya. ”Ya? Apa? Wah…,” Deasy garuk-garuk kepala sambil sesekali menatap diriku. Aku langsung pasang tampang cemberut. Aku tahu siapa yang bicara di seberang sana. Mungkin Adrian. ”Aku lagi sama Patty…” ”Siapa, Des?” tanyaku. Deasy tidak menjawab tapi dari jawaban-jawaban Deasy aku tahu itu Adrian. Kurang-lebih sepertinya Adrian ternyata kuliahnya kosong hari ini dan dia mencari Deasy karena ingin pulang. Dasar benalu tidak tahu malu! Entah dorongan energi dari mana, aku bicara dengan suara keras, ”Bilang Adri nanti aku yang antar dia pulang! OKE?” Pembicaraan mereka berakhir. Entah apa deal yang mereka buat. Aku menatap Deasy tajam. Aku tidak ingin ia diman62



http://facebook.com/indonesiapustaka



faatkan oleh cowok-cowok hanya karena dia baik hati. Adrian atau siapa pun mereka hanya harus menghadapi aku lebih dulu. ”Aku habis ini mau melanjutkan mengantar surat perizinan, apa nggak pa-pa kamu...” ”Serahkan Adrian padaku,” ujarku mantap, memotong perkataan Deasy. Deasy mengangkat bahu. ”Yah... Dia masih ada sedikit urusan di perpus. Okelah, mungkin kalian bisa saling menunggu. Sori, ya.” ”It’s okay. Aku memang ingin mengantar Adrian pulang,” ujarku licik. Tiba-tiba saja aku sudah melupakan kesedihanku yang baru saja merayap beberapa menit lalu gara-gara Kak Bryan. Aku merasa ada pekerjaan dan kesibukan baru sekarang.



63



5



http://facebook.com/indonesiapustaka



DEASY pamit lebih dulu dan aku kembali ke kampus untuk menyebar sisa kuesioner. Aku belum bertemu Adrian, sepertinya dia masih sibuk mengurusi segala tetek-bengek entah apa. Ternyata 26 responden yang tersisa tidak terlalu sulit didapatkan. Sekali jalan aku bisa merangkap tiga sampai lima orang. Dua orang sedang berpacaran aku datangi, satu orang sedang melamun, atau lebih tepatnya menunggu seseorang, dan dua orang lagi baru saja duduk di dekat tangga setelah datang dari arah kantin. Kira-kira pukul 15.15 aku sudah menyelesaikan semua sisa responden. Betapa beruntungnya aku. Tidak sesulit yang kubayangkan. Kupikir akan butuh waktu berapa hari. Fiuh. Aku sudah melenggang dengan lelah menuju mobil tapi otakku mengingatkan ada sesuatu yang terlupa: Adrian. Namanya muncul tiba-tiba di jidatku. Aku segera mengambil ponselku dan menghubungi Adrian sambil berkacak pinggang. Nada sambung terdengar di seberang sana. 64



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Kamu di mana?” tanyaku tak sabar begitu telepon dijawab. ”Ini siapa?” suara di seberang balik bertanya. Benar-benar menjengkelkan orang ini. ”Patty!” sentakku galak. ”Kamu di mana? Aku mau pulang sekarang!” ”Oh, oke-oke. Aku juga udah kelar kok. Aku ke sana ya.” TUT TUT TUT. Telepon ditutup begitu saja. Huh, menyebalkan. Seharusnya dia yang menunggu aku di sini, bukan aku yang kelabakan mencari dia saat ini. Mau-maunya sih aku mengantar dia pulang? Untungnya Adrian tidak terlalu lama datang. Wajahnya yang culun tampak santai. Kacamatanya memantulkan sinar agak menyilaukan dari jauh. Astaga, aku tidak menyangka cowok seperti dia bakal bisa bertingkah cool. Aku melipat kedua tangan di depan dada. Aku sangat lelah hari ini. Mulutku yang manyun dan rambut sudah agak berantakan pastilah menggambarkan kesan itu tanpa aku perlu berceloteh lagi panjang-lebar. Aku langsung berjalan memutar menuju ke kursi penumpang. Aku ”mempersilakan” Adrian untuk menyetir. ”Tunggu apa lagi?” jeritku dari dalam mobil, sudah lengkap dengan sabuk pengaman. Adrian mengangkat bahu lalu duduk di sampingku. Baru aku menyandarkan kepala di kursi mobil, menikmati sejuknya AC dan musik instrumental Richard Clayderman yang menenteramkan sambil memejamkan mata, sebuah sen65



http://facebook.com/indonesiapustaka



takan membuatku terbelalak seketika. Hampir saja kepalaku terantuk dasbor mobil. Untung aku sudah memakai sabuk pengaman. Aku menatap Adrian tajam. ”Apa-apaan sih?!” ”Ups, sori. Ini pertama kalinya aku memegang setir. Harap maklum dengan gangguan ini,” Adrian nyengir nakal padaku. ”Hah?! Kamu gila, ya?! Kamu belum pernah nyetir sama sekali?!” aku mulai menjerit-jerit panik dan kesal tapi Adrian tidak menggubrisku. Ia merasa mendapat mainan baru kali ini. Ia mencoba memundurkan mobil dengan kasar. Hampir saja ia menabrak mobil lain yang melintas. Ini belum apa-apa. Selanjutnya, di jalanan ia benar-benar ugal-ugalan sok jadi penyetir ulung. Ia hanya bertanya satu kali padaku tentang rem lalu selebihnya hanya menggunakan insting, ia mengerti dengan sendirinya bagaimana mengemudikan mobil meski caranya agak kasar. Aku tidak henti-hentinya menutupi wajah dengan kedua tangan dan menjerit-jerit. ”Santai saja, Patty. Lihat aku bisa, kan!” ujar Adrian saat kami berhenti di lampu merah. Peluh menetes dari dahinya begitu deras, napasnya tersengal-sengal. Kami di ambang maut. Pastilah ia juga ketakutan sedari tadi, tapi ia berhasil mengatasinya dengan baik, paling tidak menutupinya. Ia seperti sedang berakting bahwa ia jago menyetir. Wajahnya yang culun menampakkan ekspresi bahagia. ”Orang gila!” jeritku masih tidak memercayai semua ini. ”Sini biar aku yang nyetir!” 66



”Eit, tidak bisa.” ”Oh, tidaaaaaaaaaak!” Lima belas menit yang terasa sangat panjang. Satu kali Adrian hampir mengambil jalan yang salah dan beberapa kali memotong jalan. Begitu sampai di rumah, aku segera mengusir Adrian keluar dari mobil dan halaman rumahku. Tidak berniat mengantarnya pulang. Adrian tampak cool saja meski terang-terangan kuusir. Ia hanya angkat bahu dan melenggang santai ke jalan untuk mencari kendaraan umum.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ ”Si Culun itu!” aku mengomel pada Deasy malam harinya. ”Dia hampir membunuhku. Berani sekali sih dia? Huh lihat saja nanti.” Deasy tertawa kencang di seberang sana. Dia pasti sedang membayangkan diriku yang kelabakan di dalam mobil dan betapa tololnya aku memercayai Adrian untuk menyetir. ”Tapi dia jago juga ya. Buktinya kamu baik-baik saja, kan?” ”Huh, lupakan! Kamu jangan bergaul dengan orang seperti itu. Culun, sok tau, menyebalkan.” Aku tidak berminat membahas Adrian lebih lama. Mengingat-ingat perjalanan pulang yang menegangkan tadi bukanlah hal yang menyenangkan. Aku sedang memikirkan cara bagaimana mengirim serangan balik padanya saat ponsel CDMA-ku berbunyi. ”Eh, sudah dulu ya. Ada telepon,” aku memberitahu Deasy. Setelah saling mengucapkan salam sampai jumpa, aku me67



http://facebook.com/indonesiapustaka



nyambar ponselku yang belum berhenti menyanyikan lagu Sherina—Cinta Pertama dan Terakhir. ”Halo,” sapaku dengan suara renyah seperti biasa. ”Hai, girl,” sapa Felix. ”Lagi apa kamu?” Aku merebahkan diriku di ranjang sambil menghela napas panjang. Memandang laptopku yang menyala sejak pulang dari kampus. Di sampingnya bertumpuk lembar-lembar kuesioner yang seharian tadi kubagikan. Aku ingin segera menyelesaikan skripsiku. Aku ingin memasukkan data dengan cepat. Lembur malam ini. ”Ngerjain skripsi.” ”Wow, semangat ya! Well, maksud YM-mu kemarin apa sih?” ”Hmm?” ”Ceritakan yang sebenarnya.” ”Sudahlah, lupakan. Aku nggak pengin mengingatnya. Aku pusing sekarang.” ”Oke.” ”I’ll be ine.” Sesudahnya kami terlibat dalam percakapan panjang tentang banyak hal. Segala macam hal kami bicarakan panjanglebar meski sudah larut malam, tapi aku belum juga ingin memejamkan mata. Felix sangat asyik bercerita tentang iPhone barunya yang ia beli dengan harga murah, ujian yang sedang dihadapinya, dan aku bercerita betapa kesalnya aku pada Adrian, mulai dari sikap Adrian yang parasit pada Deasy sampai nyetir ugal-ugalannya untuk pertama kali. Hingga tan68



pa sadar aku tertidur begitu saja karena kelelahan dengan ponsel masih menyala. Aku bahkan lupa rencana untuk memasukkan data skripsiku. ”Pat? Halo? Kamu sudah tidur?”



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Entah kenapa aku datang lagi ke resto taman yang waktu itu kudatangi bersama Kak Bryan. Pringsewu. Padahal ini bukanlah resto taman dengan harga ekonomis, tapi aku suka suasananya. Aku membawa laptopku dan setumpuk kuesioner yang belum selesai ku-input semalam. Masih 75 responden. Belum ada separuh semalam kukerjakan. Aku memesan segelas jus. Aku memilih tempat di gazebo. Aku butuh suasana. Kebanyakan yang makan di sini adalah pasangan-pasangan atau keluarga besar. Jarang yang sendirian seperti aku. Memperhatikan pasangan-pasangan itu membuatku sedikit iri. Tapi tidak ada waktu lagi untuk memedulikan mereka, aku cuma ingin menyelesaikan skripsiku. Aku sempatkan online sebentar. Ada pesan dari seorang gadis yang tidak kukenal bernama Yessy di Facebook. Begini bunyinya: Kak, boleh minta nomor hapenya? Aku ingin cerita sesuatu. Aku merasa kesepian dan hidup ini tidak ada gunanya buatku. Aku ingin bunuh diri. 69



Sebuah pesan yang sangat mengejutkanku. Aku memperhatikan proil gadis ini dengan cermat. Dia hanyalah anak SMA biasa yang sedang menghadapi masalah, aku rasa. Tidak ada yang tidak bisa diatasi. Tapi memang anak-anak sekarang tidak tangguh. Aku membalas pesannya. Ini nomor kakak 08 XXX XXX. Anytime call me.



http://facebook.com/indonesiapustaka



Tetap semangat ya!



”Silakan,” seorang waiter mengantarkan pesanan jusku. Aku terlalu sibuk sampai-sampai tidak mengangkat wajah meski aku bergumam ”terima kasih”. ”Ada lagi yang bisa dibantu?” tanyanya, masih berdiri di dekat gazebo. Oke, aku tahu dia mencoba menarik perhatianku. Aku mengangkat wajahku dan... ”Adrian?” aku mencoba tidak terlalu terkejut meski sebenarnya aku sangat terkejut juga melihat kehadirannya di sini, memakai seragam waiter dan mengantar minuman untukku. ”Kamu bekerja di sini?” aku mengajukan pertanyaan retoris. ”Sudah lama?” ”Sebulan ini. Paruh waktu.” Adrian memperhatikan kertaskertas yang berserakan di sekelilingku. ”Skripsimu?” ”Menurutmu? Apa ini tampak seperti tumpukan sampah?” Adrian hanya tersenyum sinis. ”Sendirian saja?” tanyanya lagi. Aku hanya angkat bahu. 70



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Di mana pacarmu yang tampan itu?” Aku berpikir sejenak. Setahuku, aku belum memiliki pacar. Tapi sepertinya aku tahu siapa yang dimaksud Adrian. ”Cowok berambut pirang yang bersamaku di sini hari Sabtu lalu? Kamu melihat kami ya waktu itu?” ”Iyalah,” jawab Adrian. ”Bagaimana menurutmu?” tanyaku. ”Apanya?” Adrian balas bertanya. ”Aku dan dia.” Adrian mengangkat bahu. ”Nggak cocok.” ”Uh... Teganya,” kataku cemberut. ”Kamu ingin aku bilang apa? Serasi? Cocok? Menawan?” ”Huh, aku tahu memang seharusnya aku nggak tanya sama kamu. Lupakan.” Aku kembali sibuk dengan skripsi, berusaha berkonsentrasi. ”Yah, lumayan oke.” Aku pura-pura tidak mendengar. ”Aku bicara sejujurnya. Kalian serasi.” Wajahku sedikit memerah. Aku mengangkat wajahku. ”Kamu terobsesi padanya, iya kan?” lanjut Adrian. ”What?” aku terpekik. Apa begitu hinanya aku? ”Terobsesi? Enggaklah! Huh!” ”Sudah, ah. Aku balik kerja dulu.” Adrian beranjak dari tempatnya berdiri. ”Tapi kalau kamu mau mendengar saranku, aku rasa, kamu pantas dapat seseorang yang lebih baik,” ujarnya lagi. ”Maksudmu?” 71



”Yah, seseorang yang lebih baik.” Aku ternganga, menoleh pada sosok Adrian yang sudah berjalan dengan langkah-langkah cepat saat manajernya memanggilnya. Apa sih maksud ucapannya? Apa dia tahu sesuatu di malam itu? Tapi tahu apa dia soal Kak Bryan? Hari-hari berikutnya kuakui aku mulai akrab dengan Adrian. Pertemanan kami sangat aneh. Kami sering bertengkar tapi di satu sisi aku dapat melihat Adrian sering bersikap ”aneh” seperti salah tingkah di waktu-waktu tertentu. Karena aku dan Deasy bersahabat, dan Adrian adalah tetangga Deasy, maka seiring keakrabanku dan Adrian, semakin dekat pula Deasy dan Adrian. Aku mulai menikmati saat-saat bersama Adrian.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ TIIIIIIIIIIIIIIIIIN! Aku menekan klakson panjang di muka rumah Adrian. Semoga ia belum berangkat kuliah. Aku sengaja tidak membuat janji dengannya lebih dulu. Tidak lama Adrian muncul dengan tergopoh-gopoh seperti ingin memukuli orang yang menekan klakson keras-keras itu. ”Ayo, berangkat!” perintahku. ”Jangan berisik di rumah orang!” bentak Adrian, tapi aku tidak peduli. ”Ayo, berangkat!” ulangku lagi. ”Ke mana?” 72



http://facebook.com/indonesiapustaka



Aku mendengus. ”Ke kampuslah! Pak Mamat masih sakit. Bisa kan satu-dua hari kamu gantiin dia nyetir?” ”Jangan main-main.” ”Aku serius!” Adrian tersenyum licik menatapku. ”Bayarannya mahal.” ”I’ll pay you!” aku menantang. Adrian mengangkat bahu tapi lalu ia ikut denganku. Aku tersenyum senang. Adrian masih menyetir agak ugal-ugalan tapi itu bukan masalah. Cowok cepat belajar. ”Hai, Des,” sapa Adrian pada Deasy saat kami tiba di kampus. Deasy sedikit terganga. Ia pasti tidak mengerti kenapa aku dan Adrian bisa berangkat ke kampus bersama-sama. Saat Adrian pergi, aku menceritakan pada Deasy bahwa aku membayar Adrian untuk menggantikan Pak Mamat beberapa hari. ”Oh, apa itu pantas?” Deasy agak tidak senang. ”Apa salahnya?” Hampir saja aku bilang: dia bekerja paruh waktu juga kok. Tapi aku merasa itu bukan hal yang harus diceritakan. ”Ah, whatever. Kamu memang selalu seenaknya.” Kalau boleh jujur, aku tidak tahu kenapa aku ingin menghabiskan sepanjang hari ini bersama Adrian. Aku memutar otak. ”Des, nanti kita jalan-jalan, yuk.” ”Malas.” ”Nonton? Ada ilm yang ingin kamu tonton?” ”Enggak.” Aku mendengus kesal. ”Oke, aku pergi makan siang sama 73



Adrian saja. Hmm... Dia mau tidak ya diajak nonton? Huh...” ”Aku ikut!” Aku agak terkejut dengan reaksi Deasy yang tiba-tiba berubah. Ada apa ini? ”Hmm... Kita jalan-jalan, yuk. Suntuk. Nanti jam dua siang, ya? Oke, aku cari dosen dulu.” Deasy menghilang sekejap mata. Aku tidak sempat berpikir lagi. Aku juga harus segera menemui dosen pembimbing skripsiku sebelum beliau mengajar. Aku mau menunjukkan hasil olah dataku. Semoga beliau menyetujui dan aku bisa mendaftarkan skripsiku untuk ujian skripsi.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Siang itu, Adrian, aku, dan Deasy pergi bersama ke mal. Ternyata tidak sulit untuk menyeret Adrian ikut dengan kami. Aku bertanya mereka ingin makan apa, tidak ada yang menjawab. Jadi aku yang memutuskan untuk makan di KFC. Kuakui, suasana agak canggung. Entah kenapa. Bukankah Deasy dan Adrian bertetangga? Oke, tampaknya aku harus turun tangan. ”Aku senang kita bisa jalan-jalan lagi.” Aku tersenyum lebar pada Deasy yang balas tersenyum. ”Belakangan ini kita hanya mengurusi skripsi, skripsi, dan skripsi.” ”Skripsiku belum selesai,” ujar Deasy. ”Nope...,” aku menghirup Pepsi-ku. Deasy ada sedikit masa74



http://facebook.com/indonesiapustaka



lah dengan skripsinya. Aku sudah menemui dosenku tadi dan beliau menyetujui hasil olah dataku. Aku senang sekali. Aku bisa mulai menyiapkan berkas-berkas untuk mendaftar sidang skripsi. Aku tidak henti-hentinya menceritakan hal ini pada Adrian dan Deasy sampai mereka bosan mendengar. Aku tahu aku harus berhenti bercerita. Ini bukan topik yang terlalu baik karena Adrian paling lambat skripsinya di antara kami bertiga. Bukan karena dia bodoh, tapi dengan statusnya yang bekerja paruh waktu rasanya dia mengalami sedikit kesulitan, aku rasa. ”Oya, gimana buku yang aku pinjam?” Adrian tiba-tiba buka suara bertanya pada Deasy. Mereka lalu terlibat pembicaraan berdua yang tidak kumengerti. Sepertinya tentang skripsi Adrian yang proposalnya saja belum selesai. Tiba-tiba aku menjadi tidak ada. Ini aneh! Aku merasa Adrian berbicara dengan cara yang sedikit berbeda dengan Deasy. Mereka tersenyum dan saling tertawa. ”Adrian, kamu good in English, right?” aku mencoba menarik perhatian Adrian. ”Not really,” jawabnya. ”Wah, kamu bisa bantu aku dong.” ”Apa?” ”Aku sedang menulis buku baru. Aku masukkan beberapa puisiku dalam bahasa Inggris.” Aku cengar-cengir tiada henti. Deasy memandangku dengan wajah konyol. Adrian masih menebak-nebak. Mereka benar-benar penasaran dengan rencanaku. 75



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Tapi aku belum yakin apakah sudah cukup bagus atau belum. Bantu aku koreksi, ya,” pintaku. ”Maksudnya? Aku tidak pandai mengarang. Bagaimana aku mengoreksinya?” tanya Adrian bingung. ”Oi, aku nggak bilang kamu harus mengarang, mengedit isinya... Yah, hanya baca saja. Udah sesuai belum menurutmu. Grammar.” Aku tidak tahu apakah aku terdengar sangat mencari-cari alasan atau tidak. ”Kubantu sebisaku,” jawab Adrian. ”Wah, senang sekali. hanks ya, Adrian!” Aku menampilkan wajah paling bahagia. ”Ehem! Selama ini kamu mengerjakannya sendiri, kan?” ujar Deasy. ”Atau kenapa nggak minta bantuan sama Felix sekalian? Kak Bryan? Mereka kan sering mondar-mandir ke luar negeri.” Aku tidak mengerti mengapa Deasy mesti mengatakan itu semua di depan Adrian. Dia ingin mempermalukanku, ya? ”Yeah, aku pun nggak sejago kamu.” Adrian mulai menunjukkan gelagat tidak enak. ”Kayaknya... Kamu tau kan, Des... Felix sedang sibuk ujian di Amrik dan aku nggak mau mengganggu dia. Kak Bryan juga ngurusin bisnisnya terus, PDKT sama cewek... Aku nggak enak. Nggak pa-pa kan bantu aku, Adrian?” Deasy sudah ingin berkata lagi tapi tampaknya ia menahan dirinya. ”Oke,” jawab Adrian singkat. 76



6



http://facebook.com/indonesiapustaka



INI masih sangat pagi. Mataku belum siap untuk terbuka. Tulang-tulangku masih kaku. Tapi ponselku sudah berbunyi tidak keruan. Ada satu panggilan dari nomor tidak dikenal. Kulihat jam dinding menunjuk pukul 05.50. Dengan lemas kujawab panggilan itu. ”Hallo...” ”Kak... Ini aku, Yessy.” Aku berpikir sejenak. Yessy? ”Yessy siapa, ya?” ”Yang di Facebook. Yang waktu itu minta nomor hape Kakak.” ”Oh... Iya kakak ingat. Hei, apa kabarmu?” Aku bangun, terduduk di ranjang, berusaha menahan kantuk yang masih menggantung. ”Nggak begitu baik.” ”Ada apa? Ayo, semangat. Jangan seperti itu.” 77



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Aku di sekolah, Kak. Sendirian.” ”Jam segini?” ”Iya. Aku sedih, Kak. Cowokku sudah berhari-hari ini cuekin aku. Aku nggak tahan.” ”Oya? Ada masalah apa?” ”Aku juga nggak tau. Tiba-tiba dia seperti itu. Padahal aku sayang banget sama dia.” Aku bingung. Kenapa ada remaja-remaja bodoh yang menyia-nyiakan hidup mereka untuk menangisi seseorang yang bukan siapa-siapa? Bagaimana aku harus bica-ra dengan gadis ini? ”Yessy, dengerin Kakak. Kamu tau nggak, segala sesuatu pasti ada alasannya. Yang namanya hubungan, kalo memang saling sayang, tidak mungkin dia akan mendiamkanmu tanpa alasan...” Kami bicara panjang-lebar. Intinya, aku memberi pengertian bahwa tidak masuk akal cowoknya itu diam begitu saja. Tapi memang begitulah keadaannya dan aku menilai dia bukan cowok baik-baik. Dari semua cerita Yessy, aku berani bertaruh Tian, cowoknya itu bukanlah cowok baik-baik. Aku menyarankan agar Yessy memutuskannya saja tapi Yessy tidak mau. Hampir satu jam Yessy mencurahkan isi hatinya dan aku berusaha semampuku untuk membuatnya tetap ”hidup”.



♥♥♥ Pak Mamat sudah kembali bekerja pagi ini. Ia sudah sehat. 78



http://facebook.com/indonesiapustaka



Aku tidak menyangka beliau akan sembuh secepat ini. Itu artinya, aku tidak bisa meminta Adrian untuk mengantarku lagi. ”Pagi, Non,” sapa Pak Mamat ceria. ”Sudah sehat, Pak?” tanyaku tidak sepenuh hati. Aku menyandarkan diri di jok belakang. Ivy sudah duduk manis juga di sana. ”Kita mampir ke mana dulu, Non?” Pak Mamat melihatku dari kaca spion. Aku berpikir sejenak. ”Ke rumah Deasy, Pak.” Kami tidak janjian, tapi hari ini aku akan menjemputnya lalu kami akan ke rumah Adrian. Tidak lama perjalanan kami menuju rumah Deasy. Aku langsung meneleponnya begitu tiba di muka rumahnya. Pasalnya, aku tidak sabar untuk ke rumah Adrian. ”Tumben. Ada apa?” tanya Deasy. Belakangan ini aku merasa sikapnya semakin menjengkelkan saja. Aku tidak sempat menjawabnya dan sibuk mengarahkan Pak Mamat ke rumah Adrian. ”Ngapain kita?” tanya Deasy penasaran tapi seolah menebak isi kepalaku. Kami tiba saat Adrian sudah memanaskan motornya di luar. ”Ayo ikut!” ajakku yang lebih seperti memerintah. Adrian mendekat. ”Pak Mamat sudah kembali. Kamu nggak perlu dua sopir, kan?” ”Bukan sebagai sopir. Aku berbaik hati mengajakmu ke kampus bareng.” 79



Adrian memperhatikan aku, Deasy, dan Ivy satu per satu. ”Nggak usah, thanks. Aku nggak ke kampus hari ini.” Begitu saja percakapan singkat kami dan ia melaju pergi dengan motornya. Aku tahu, kemungkinan besar Adrian akan berada di tempat kerja. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menahannya. Kenapa sih aku ingin sekali dia ikut? ”Jujur, kamu ada perasaan ya sama Adrian?” tanya Deasy. Aku membelalakkan mata. ”Haha... mana mungkin? You know, temanku memang banyak.” ”Kenapa tidak mungkin? Memangnya begitu hinanyakah Adrian?” desak Deasy. ”Hei, aku tidak bilang begitu. It’s just... kamu tau maksudku. Aku tidak semudah itu mencintai cowok.” ”Tidak mudah untuk jatuh cinta tapi mudah untuk naksir cowok.” Ivy yang sedari tadi diam tiba-tiba angkat bicara. ”Jangan ikut campur, Iv.” Aku melipat tangan di depan dada.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Setelah menurunkan adikku dan Deasy di fakultas masing-masing, aku segera mengajak Pak Mamat cabut. Aku ingin mencari Adrian di tempat kerjanya. Tapi tentu saja aku tidak bilang apa-apa pada Deasy. Ia hanya bengong saat aku tidak jadi ke kampus untuk mengurus pendaftaran sidang skripsi. 80



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Bubye, Des!” Aku mencari tempat biasa di gazebo. Dugaanku benar. Adrian ada di sini. Aku pura-pura tidak melihatnya meski hatiku berbunga-bunga. Aku meminta Pak Mamat untuk pulang. Aku menyalakan laptopku. Kangen untuk bisa online berjam-jam setelah berhari-hari sibuk dengan skripsi. Perjuangan sebenarnya masih belum berakhir, sampai aku benar-benar dinyatakan lulus. Tapi aku ingin refreshing sejenak. Sudah lama juga aku tidak mendengar kabar Felix. Seorang waiter datang membawa daftar menu. Aku berharap, orang itu adalah Adrian. Tapi sayangnya bukan. Aku menghela napas dan tetap mencoba untuk tersenyum. Ini masih pagi dan aku sudah sarapan dari rumah. Jadi aku hanya memesan milk tea. Aku membuka halaman home Facebook. Beberapa temanku mengganti proile picture-nya, termasuk di antaranya Kak Bryan. Ia mengganti fotonya dengan foto seorang cewek. Cewek itu bukan Shella. Ia juga berambut panjang tapi tidak memiliki lesung pipi dan cewek itu memiliki mata lebar yang bersinar. Cewek itu berponi sementara Shella tidak. Kak Bryan mengagumi cewek itu. Begitulah kebiasaannya jika sedang menyenangi sesuatu hal, pasti ia langsung mengganti proile picture-nya dengan gambar itu. Mungkin dia Jenny.... Belum hilang rasa penasaranku, tiba-tiba ponsel yang kuletakkan di atas meja bergetar. Aku segera meraihnya. ”Kak Bryan” nama yang tertera di layar ponsel. Aku ragu-ragu ingin 81



http://facebook.com/indonesiapustaka



mengangkatnya sehingga selama beberapa lama aku hanya memandangi layar ponselku. ”Halo...,” sapaku akhirnya. ”Halo, apa kabar? Kamu sibuk?” tanya Kak Bryan. ”Enggak.” ”Aku punya kabar baik.” ”Apa?” ”Tahu nggak, aku dan Jenny sudah jadian,” katanya dengan nada ceria. ”Oya?” aku sama sekali tidak antusias dengan berita ini, tapi juga tidak merasa sakit hati. Mungkin karena aku sudah kebal. Bahkan sebelum Kak Bryan mengabariku, aku sudah tahu ending-nya akan begini. Jadi reaksiku biasa-biasa saja. ”Congrats!” ucapku datar. Aku tidak tahu bagaimana caranya agar aku terdengar bahagia mengatakan itu. ”Aku ikut senang.” ”hanks. Nanti pasti aku kenalkan. Lagi online?” ”Iya.” ”Bisa lihat proilku? Aku pasang fotonya.” ”Nanti aku lihat.” ”Oh, sudah dulu ya. Ada tamu. Next time kita lanjut. Bye.” TUUUUUUUUT... Panggilan terputus. Ternyata benar, foto cewek cantik itu adalah Jenny. Tiba-tiba aku merasa malas melakukan apa pun. Aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku. Aku hanya diam beberapa saat. Sampai-sampai waiter yang mengantar jus untukku tidak aku pedulikan. 82



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Permisi, Nona, boleh saya menunjukkan sesuatu?” Adrian berdiri di hadapanku. Aku tidak berkata apa-apa dan Adrian sepertinya memang tidak menunggu jawaban dariku. ”Lihat ini baik-baik,” Adrian mengeluarkan sebuah saputangan. ”Satu, dua, tiga.” HAP! Saputangan itu dilempar ke udara dan berubah menjadi setangkai mawar merah. ”For you, beautiful lady,” Adrian menyodorkan bunga mawar itu padaku. So nice. Aku menerimanya dengan senang hati. Permainan klasik tapi sungguh menggugah hatiku. ”Terima kasih,” ucapku lirih. ”Senyumlah. Kamu tidak pantas menangis untuk pria itu,” katanya manis. ”Aku tidak menangis,” sanggahku. ”Kamu memang tidak meneteskan air mata tapi di dalam hatimu.” ”Kak Bryan bukan cowokku,” kataku. ”Aku tau.” Aku menjadi sangat malu karena beberapa waktu lalu aku bertingkah seolah aku ini pacar Kak Bryan. Tapi aku tidak bohong, kan? Aku tidak mengatakan ”ya” atau ”tidak”. ”Kami tidak pacaran. Waktu kami makan di sini, itu hanyalah makan malam biasa.” Hening selama beberapa detik. Aku hanya ingin merasakan hatiku yang beku. 83



”Dia sudah memilih wanita lain. Aku bahagia untuknya,” aku menunduk. Aku tidak tahu bagaimana caranya menyembunyikan kesedihanku. ”Aku kan sudah bilang, kamu pantas mendapat seseorang yang lebih baik. Sudahlah. Mau nonton ilm?” tanya Adrian. Hah? Apa aku tidak salah dengar? Adrian mengajakku nonton? ”Kamu masih lama di sini? Jam tiga aku selesai. Kalo kamu mau.” Jam tiga masih lama! Tapi tentu saja aku mau! ”Oke, aku tunggu,” kataku antusias. ”Sekalian kamu tunjukkan puisimu.”



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Rasanya seperti mimpi! Aku baru saja menghabiskan sepanjang sore ini bersama Adrian. Hanya berdua. Tanpa Deasy. Kutaruh mawar pemberian Adrian di dalam vas berisi air di meja belajar. Kupandangi mawar itu lama sekali seolah dengan berbuat begitu mawar tersebut takkan layu. Adrian orang yang baik. Ia mampu membuatku melupakan Kak Bryan hari ini. Aku membuka YM. Sangat bahagia. Di saat seperti ini aku selalu berbagi dengan Felix. Ya, Felix orang yang selalu kucari dalam keadaan apa pun. Entah senang entah sedih, dia yang selalu kuhubungi. Walau Felix bukan orang yang kehadirannya secara isik bisa kurasakan. Belum sempat aku menyapa Felix, sudah ada satu pesan duluan darinya. 84



Felix: allo haha Felix: miss you sist Me: hi Felix: Gimana perasaanmu hari ini? Felix: semoga, lebih baik dari chatting terakhir kita Me: aku senang 



Felix: Ohya haha kenapa? Me: Nothing haha. Aku hang out sama seseorang Felix: Hm, Bryan lagi? Me: bukan. Aku sudah bilang, itu cerita lama Felix: okay Me: Hmm oya Bryan sudah punya pacar baru lagi kok Felix: okay. Felix: So, siapa dia? Cowok yang beruntung pergi denganmu? Me: haha teman kuliah Me: namanya Adrian Felix: wow awal yang baru, cerita baru



http://facebook.com/indonesiapustaka



Hampir kutumpahkan segenap isi hatiku tentang Adrian. Namun, semua pesan langsung mengalihkan seluruh perhatianku. Yessy: Kak Me: hai Me: apa kabar? Yessy: baik Me: great 85



Yessy: hari ini aku melihat dia Me: lalu? Yessy: aku nggak berani bilang apa2 kami masih saling diam. Hatiku sakit Yessy: pulangnya, aku samperin dia Yessy: aku tanya kenapa sikapnya aneh tapi dia malah marah2. Aku bingung, kak, harus gmn? Me: putuskan dia Me: dia tidak serius menjalani hubungan dgnmu Me: percaya sama kakak Felix: minggu depan ulang tahunmu



Aku mengabaikan pesan dari Felix. Aku masih berkonsentrasi pada Yessy. Yessy: gitu ya… Akan aku pikirkan Yessy: makasih ya kak  Me: sama2 



http://facebook.com/indonesiapustaka



Felix: ada rencana apa?



Me: Rencana? Hm dinner  Me: Kamu bisa ikut? Me: 



Felix: sori, aku nggak bisa  Me: 



86



7



http://facebook.com/indonesiapustaka



”HAI, Adrian!” sapaku bersemangat. Tidak menyangka akan bertemu dengannya di kampus hari ini. Saking senangnya aku bahkan melupakan fakta bahwa Deasy juga ada di sana. ”Hai,” aku juga menyapa Deasy. Sepertinya mereka baru saja selesai kuliah. ”Ada rencana apa hari ini?” tanyaku, lebih kepada Adrian. ”Ayo, kita main,” ajakku dengan muka berseri-seri. ”Sure, ayo kita main. Kamu ikut kan, Deas?” Adrian menatap Deasy. ”Oh, aku harus meneruskan skripsiku,” Deasy bergegas mengemasi barang-barangnya. ”Aku benar-benar pusing. Lain kali ya.” ”Oke, sukses ya. Kalo gitu, ayo kita pergi,” aku menarik Adrian yang berjalan sangat lelet. ”Jadi kita mau ke mana?” tanya Adrian di jalan. ”Ke mana ya. Makan siang,” aku terus berseri-seri. 87



http://facebook.com/indonesiapustaka



Hari begitu panas. Kami langsung saja masuk ke mal dan menuju foodcourt. Kami mengobrol. Sesekali Adrian menanyakan tentang Deasy. ”Kalian sangat dekat ya,” ujar Adrian. ”Deasy itu sahabat yang baik. Nggak semua orang bisa seperti dia. You know, dia selalu support aku. Apa pun yang terjadi,” aku tersenyum sendiri. ”Dan aku rasa selamanya kami akan tetap bersahabat.” Adrian manggut-manggut. Dia tampak terpesona. ”Ah, yuk jalan yuk,” ajakku, tidak ingin melamun lebih lama dalam suasana mellow. ”Eh, ke mana?” Aku hanya tersenyum dan berjalan memimpin di depan. Adrian mengikutiku dengan patuh. Aku senang sekali. Lalu aku melihat ada sale besar-besaran di salah satu toko. Wajahku ternganga. Ingin sekali masuk tapi aku tahu aku tidak boleh kalap. Aku hampir melangkah tapi seseorang menarik tanganku. ”Ayo,” ujar Adrian. Aku bahkan lupa bahwa aku bersama Adrian. ”Eit, sebentar aja...” Aku pasang tampang memelas. Adrian melepaskan tanganku dan aku bagai kelinci lepas. Wah... pakaiannya bagus-bagus. Ada yang diskon 50% segala. Aku ingat tahun lalu menginginkan beberapa helai gaun di toko ini tapi aku harus memilih salah satu karena Ivy mengawasiku dengan ketat untuk tidak membeli banyak gaun. Tapi sekarang ini harganya sudah turun. Mungkin aku bisa 88



http://facebook.com/indonesiapustaka



memiliki salah satunya? Atau beberapa? Bisakah aku bergaya di depan Adrian? ”Bagus, kan?” Aku hanya menempelkan gaun itu di tubuhku. ”Ah, sudahlah ayo kita keluar. Apa kamu mau membelinya?” Aku menghela napas. Aku tidak berharap tapi biasanya di ilm-ilm romantis atau di novel dan komik, seorang pria akan membelikan gaun itu di saat kita menginginkannya. Tapi aku tahu Adrian tidak akan melakukannya. Dia sendiri butuh tambahan uang saku. ”Apa kamu membutuhkan gaun baru? Jangan sampai menyesal,” Adrian hanya ingin memperingatkanku dengan gaya bertanya. Tentu saja jawabnya tidak. Aku memiliki beberapa gaun yang masih bagus. Tiap tahun, dua atau tiga kali setidaknya untuk menyambut Natal atau ulang tahun aku membeli gaun. ”Lupakan saja,” aku meletakkan kembali gaun itu di tempatnya. ”Tapiii...,” aku berbalik lagi. ”Diskon setengah harga...” Aku hampir menangis. Adrian hanya angkat bahu. Aku tahu aku harus memutuskan sendiri. Akhirnya dengan berat hati aku membayarnya ke kasir. Oh Tuhan! Aku senang sekali. Tapi sayangnya, bukan hanya satu gaun tapi tiga! Diskon 50%, 25%, dan 25%. Plus, sebuah syal yang tidak diskon. Tapi karena aku menyukainya aku langsung mengambilnya. Rasanya puas setelah berbelanja. Di satu 89



sisi, terkadang aku juga suka menyesali perbuatanku setelah selesai berbelanja. Saat di rumah ketika menyadari apa yang kubeli ternyata tidak terlalu penting atau belum kubutuhkan saat ini. ”Apa Deasy juga suka belanja seperti itu?” tanya Adrian tanpa menatapku. ”Enggak, hohoho. Kami berbeda. Dia tidak terlalu mengikuti fashion. Biasanya dia hanya mengantarku belanja.” Tiba-tiba wajah Adrian berubah, tersenyum dan penuh simpati. Aku tidak tahu apa artinya. ”Wah, tasnya bagus!” aku berlari menuju toko yang lain. ”Hei, ayo pulang!” bentak Adrian galak seperti tempo hari.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku tidak tahu ke mana larinya Adrian yang kemarin bersikap manis. Semua seperti menguap begitu saja. Apa dia lupa ingatan? Dia seperti lupa dengan semuanya, tapi aku tidak. Oke, mungkin Adrian hanya malu. Hari ini, ia dan Deasy tampak sangat dekat. Aku mengendus sesuatu yang tidak biasa tapi aku menepis bayang-bayang itu. Mereka seperti orang pacaran. Tapi aku juga tidak yakin. Aku dan Deasy, tentu saja cowok normal akan lebih memilih aku. Analisisku adalah mungkin Adrian sedang berusaha mendekatiku lewat Deasy juga. Sayangnya, tidak hanya hari ini. Besoknya, besoknya lagi, 90



http://facebook.com/indonesiapustaka



berhari-hari Adrian dan Deasy tetap dekat tak terpisahkan. Akhirnya, aku berinisiatif untuk mendekati Adrian lagi. Mereka sedang ngobrol di dekat tangga. Adrian menemani Deasy mengerjakan penelitiannya. ”Adrian, bisa aku minta tolong?” ”Ya, ada apa?” ”Antar aku pulang, please? Aku tidak bawa mobil hari ini.” Adrian diam sesaat seperti berpikir. ”Sudah, antar Patty pulang,” ujar Deasy tanpa mengalihkan perhatian dari laptopnya. ”Hm, oke.” Adrian membisikkan sesuatu pada Deasy. Aku tidak tahu apa. Yang penting, Adrian sudah beranjak dari sisi Deasy. Sepanjang jalan pulang, kupeluk pinggang Adrian dengan erat. Aku tidak ingin kehilangannya walau sedetik pun. Sungguh, aku merindukan saat-saat bersama kami. ”Ayo, kita makan,” ajakku. ”Hm, tidak. Aku sudah makan.” Dingin sekali. Adrian benar-benar sudah berubah. Apa ini karena Deasy? ”Kalau gitu kita jalan-jalan,” kataku tetap ceria. ”Jalan-jalan? Bukannya kamu tadi mau pulang?” sentak Adrian. ”Tidak apa-apa jalan-jalan sebentar saja.” ”Patty, aku masih ada urusan. Sampai sini saja ya.” Rasanya cepat sekali, kami sudah tiba di depan rumahku. Aku menatap Adrian dengan sedih. 91



”Dua minggu lagi aku ujian skripsi,” kataku lirih. ”Iya, sukses ya,” kata Adrian datar. ”Kamu harus datang support aku.” ”Pasti. Oya, nanti malam kalau tidak ada acara, datang ya ke rumah. Anniversary orangtuaku.” Kali ini dia mengucapkannya sambil menatap mataku. Aku tidak mengatakan apa-apa. Tapi aku senang Adrian mengundangku. Aku tahu ini adalah acara keluarga dan tidak semua teman diundangnya. Tentu saja aku akan datang nanti malam.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ ”Menurutmu, apa Adrian akan mengenalkanku pada orangtuanya?” aku bertanya pada Ivy. ”Nggak tau. Bisa jadi ya bisa jadi tidak.” ”Aku sebaiknya pakai yang ini?” aku menyodorkan gaun putih, ”atau yang ini?” kusodorkan gaun biru. ”Terserah. Yang penting jangan terlalu lebay!” ”No way!” ujarku sambil melempar gaun biru ke atas ranjang. Itu yang kupilih. Aku menyetir sendirian ke rumah Adrian. Di sana tidak terlalu ramai. Hanya keluarga, tetangga sekitar, dan beberapa teman kakak dan adik Adrian. ”Hai, Patty!” sapa Deasy ramah. Aku tidak kaget dia ada di sana, hanya saja aku kurang senang dia juga diundang. 92



http://facebook.com/indonesiapustaka



Deasy memakai gaun putih. Untung saja aku tidak jadi memakai gaun putih. ”Nah, ini dia. Satu lagi teman wanita Adrian,” seorang wanita cantik menyambutku. Dia pasti ibu Adrian. ”Ayo, Patricia, kan? Kamu bisa bantu Tante buat donat?” Aku tersenyum ramah. Donat? Membuat donat? Beliau mengajakku ke dapurnya yang mungil. Deasy mengiringi kami. ”Begini caranya...” Dengan gembira Deasy mengajariku membulat-bulatkan adonan donat lalu melubanginya. Ia memberiku celemek. Okay, I’ll try! Ternyata tidak terlalu silit. Aku sudah membulatkan sekitar sepuluh donat. Saking bersemangatnya, sampai-sampai aku tidak menyadari... ”Ah, apa yang kamu lakukan?!” Deasy menjerit histeris. Aku juga tidak tahu. Berpuluh donat yang sudah matang tanpa sengaja tersenggol tanganku dan jatuh kembali ke dalam wajan panas berisi minyak. Oh, no! ”Aduh, ya ampun! Oke, sudah, sudah,” ujar ibu Adrian dengan sabar. Beliau segera membereskan kekacauan kecil yang aku timbulkan. Deasy membantu ibu Adrian. ”Sori,” ucapku akhirnya saat meninggalkan dapur. Aku benar-benar merasa tidak enak. Wajahku putih terkena tepung. Tapi kita masih bisa makan donat, kan? batinku. Adrian hanya terkekeh-kekeh mendengar apa yang sudah terjadi dari Deasy. Aku benar-benar malu. Aku hanya berdoa, semoga Deasy tidak terlalu melebih-lebihkan ceritanya. 93



Yang lebih membuatku kaget adalah Deasy cukup akrab dengan anggota keluarga Adrian. Mungkin karena mereka bertetangga. Tapi itu membuatku iri. Deasy lebih diterima oleh keluarga Adrian daripada aku. Deasy bisa membantu ibu Adrian di dapur, aku tidak. Deasy disenangi oleh Annisa, adik Adrian. Deasy nyambung ngobrol dengan ayah Adrian. Aku tidak mengikuti acara ramah-tamah keluarga Adrian sampai selesai. Aku berpamitan segera. Kuserahkan undangan ulang tahunku pada Adrian dan Deasy tanpa berkata apa-apa lagi. ”Oke, nanti pasti kami datang,” ujar Adrian.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Setiap tahun aku selalu merayakan ulang tahunku bersama orang-orang dekatku. Tidak selalu meriah dan tidak mengundang banyak orang. Tahun ini hanya adikku dan teman-teman dekatku di kampus. Kak Bryan dan Felix sama-sama tidak bisa datang. Kak Bryan sudah meneleponku tadi pagi untuk mengucapkan selamat. Aku juga mengundang Yessy. Gadis yang frustrasi itu. Aku berharap, menyentuh hidupnya dapat mengembalikan semangat hidupnya. Aku mengenalkannya pada Ivy. Ini pertama kalinya kami bertemu. Aku melihat di wajahnya bahwa dia merasa benar-benar beruntung. Aku menyewa tempat di Pringsewu. Belakangan ini aku sangat tertarik dengan resto ini. Tepatnya setelah aku mendatanginya bersama Kak Bryan. Aku memesan beberapa gazebo 94



http://facebook.com/indonesiapustaka



dan pestanya diatur prasmanan. Deasy dan Adrian datang bersama. Adrian tampak berbeda malam ini. Kacamatanya menghilang entah ke mana. Mereka menyalamiku. ”Patty! Happy birthday!” Michelle yang cerewet itu datang dua detik kemudian, menuntaskan keheningan di antara aku dan Deasy. Michelle datang bersama Tian, pacarnya yang tinggi itu. Ritual biasa, menyanyikan lagu happy birthday, make a wish, dan potong kue. Sederhana saja, tidak ada MC. Aku hanya meminta Adrian untuk membuka dan menutup acara dalam doa. Kue pertama kuberikan pada Ivy. Potongan kedua kuberikan pada Adrian. Semua ramai bersorak-sorai tapi aku tidak peduli. Adrian pun tampak sedikit salah tingkah. Wajahnya memerah. Yessy juga mendapat potongan kue langsung dariku. Lalu kami makan bersama. ”Wow, ini amazing!” seloroh Michelle. ”Kamu bener-bener suka sama Adrian?” Aku membeliakkan mata. ”Aku tau. Kalian kan sahabat dekat. Tentu nggak masalah kan untuk Deasy?” Angela ikut-ikutan nimbrung. ”Maksud kalian apa sih?” Aku memperhatikan Adrian dan Deasy, memastikan mereka tidak mendengar percakapan ini. ”Iya, hubungan kalian bertiga agak aneh sih. Tapi tidak masalah juga karena Deasy sahabatmu jadi meski Adrian dan Deasy jadian...” ”Apa?” aku kaget. 95



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Iya, karena kalian sahabat...” Michelle mengulang ucapannya. ”Seperti ada ungkapan, milikmu milikku tapi milikku ya milikku. Hahahahaha,” Angela tertawa sadis. Adrian dan Deasy jadian? Kapan? Kenapa aku tidak tahu? Kenapa Deasy tidak mengatakan apa-apa padaku? Apa mereka sengaja menyembunyikan ini dariku? Apa aku dibodohi? Tiba-tiba aku langsung merasa lemas dan begitu malu. Aku menatap Adrian dan Deasy dengan benci. Lalu aku langsung mendatangi mereka. ”Deasy, bisa kita bicara sebentar?” Deasy kaget tapi dia harus tahu bahwa aku lebih kaget dan terpukul dengan semua ini. Aku menatap Deasy tajam. Ia mengiyakan dan meletakkan piringnya. Aku mengajaknya keluar. Mencari tempat di taman. ”Kamu jadian ya sama Adrian?” tanyaku tanpa bisa lagi menahan perasaan dan emosi. Rasanya aku benar-benar ingin marah. Deasy tergagap. Aku tidak tahu apakah memang ada yang dia tutupi dariku. Tapi terus-terang aku kecewa dengan semua ini apa pun alasannya. ”Iya.” ”Aku bingung,” kataku. Aku benar-benar bingung mengungkapkan bagaimana perasaanku. Aku benar-benar merasa bodoh. ”Oke, selamat ya,” kata-kataku mulai sinis. ”Kenapa aku tidak tau? Haha. Kenapa sih kamu nggak bilang apa-apa sama aku?” 96



”Pat, sori aku nggak bermaksud...” ”Sudahlah. Kamu tau apa tentang perasaanku. Oke, kamu tau aku mengharapkan Adrian dan aku benar-benar bodoh!”



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku sangat capek setelah pesta itu. Ada satu panggilan tak terjawab dari Felix saat aku sedang bicara dengan Deasy tadi. Pastilah Felix ingin memberi ucapan selamat. Aku memandangi ponselku, berharap akan berbunyi lagi. Seolah mendapat pesan telepati, sedetik kemudian nama ”Felix” muncul di layar. ”Halo.” Mengobrol bersama Felix selalu menyenangkan. ”Hi, dear! Bagaimana pestamu? Happy birthday.” ”hanks.” ”Sori, nggak bisa ada di sana,” kata Felix. ”It’s okay.” ”Aku tunggu foto-fotonya.” ”Pasti.” Hening di antara kami. Sepertinya Felix menungguku bercerita. ”Kamu nggak ingin cerita sesuatu?” ”Apa ya?” tanyaku datar. ”Apa pun. Tentang ulang tahunmu.” Aku masih mengingat dengan jelas, tentang Adrian. Tentang Deasy. Tentang mereka berdua. Hubungan mereka. ”Adrian dan Deasy sudah jadian.” 97



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Oya?” tanya Felix, ada nada khawatir dalam suaranya. ”Yup,” jawabku datar. ”Bagaimana perasaanmu?” selidik Felix. ”Aku benci mereka. Kenapa aku selalu menganggap serius perlakuan cowok padaku. Padahal itu has no meaning. Always.” ”Hm... the best one is still on the way for you,” Felix berusaha membesarkan hatiku. ”Dan… aku berharap… Deasy tidak melakukan ini padaku.” Aku menyeka air mataku yang meleleh. ”It’s…unfair…. Aku merasa dibohongi.” ”Hey, jangan begitu…,” sergah Felix. ”Nggak seorang pun sayang aku.” ”Aku sayang kamu. Kamu tahu itu,” katanya berusaha terdengar ceria. ”Aku nggak berarti.” ”Itu nggak bener.” Perkataan Felix justru membuatku air mataku semakin deras. Sepertinya dia tahu aku menangis di sini. ”Hei, aku punya lagu untukmu. Tunggu, ya.” Aku menunggu beberapa lama lalu terdengar lagu dalam bahasa Korea yang baru pertama kali itu kudengar. Sungguh, aku tidak tahu apa artinya tapi aku mendengarkan lagu itu sampai selesai. ”Hei, bagus, kan? Nothing Better judulnya. Diyanyikan Jung Yup.” ”Yeah. Tentang apa itu?” 98



http://facebook.com/indonesiapustaka



”And now like breathing. If you were to always rest by my side. If you were to always remain this way. Nothing better, nothing better than you…” Felix membacakan selarik arti lagu itu dalam bahasa Inggris dan aku hanya bisa tersenyum.



99



8



BESOK aku akan ujian skripsi. Cepat sekali waktu berlalu. Aku belum bertemu dengan Adrian dan Deasy lagi sejak malam ulang tahunku itu. Aku hanya berkonsentrasi belajar untuk ujian skripsi sesudah hari itu. Aku tidak pernah datang ke kampus sampai tadi siang. Semoga besok semua berjalan dengan lancar. Aku sudah belajar, aku sudah mempersiapkan semuanya, tapi aku gugup. Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada satu pesan.



http://facebook.com/indonesiapustaka



Do your best ya! Semangat :) Dari Felix. Dia bilang akan pulang ke Indonesia mingguminggu ini. Dia sudah memasuki libur semester, tapi dia tidak memberi kepastian kapan tepatnya akan pulang. Sungguh membuat penasaran dan jengkel. Aku harap dia pulang secepatnya. Aku ingin dia ada di saat-saat penting dalam hidupku. 100



Saat ulang tahunku dia sudah tidak datang, aku berharap kali ini dia datang memberi support di sidang skripsiku. hx. Kpn km pulang ke Indonesia? :( Satu menit, dua menit, lima menit belum ada balasan dari Felix. Aku menyalakan laptop sebentar. Aku berharap bisa menemukan Felix online. Tapi tidak ada Felix. Aku sudah hampir oline tapi seseorang menyapaku. Jacky: halo, pat



Jacky: lama tak bersua  Me: hai Jacky: apa kabar? Me: baik Jacky: aku sudah lihat sebagian foto ulang tahunmu di fb Me: Oya Jacky: nice Jacky: really cute Jacky: happy birthday ya



http://facebook.com/indonesiapustaka



Me: thx Jacky: yang mana cowok Patrice di situ? Me: haha cari aja sendiri Me: aku harus ofline sekarang Jacky: okay Me: wish me luck besok ya Me: besok ujian skripsi 101



Jacky: Oh... kamu pasti bisa  Me: tq Jacky: asalkan sudah mengerjakan yang terbaik



Tiba-tiba muncul satu pesan dari Adrian. Sangat tidak biasa. Dia jarang online setahuku. Adrian: patty Me:iya Adrian: ngobrol bentar ya Me: iya Adrian: maafkan aku ya Me: why Adrian: kamu kecewa ya sama aku Adrian: Maaf ya Adrian: kamu jgn menyalahkan deasy



Great! Jadi Deasy mengadu ya pada Adrian? Me: emang deasy bilang apa sama kamu? http://facebook.com/indonesiapustaka



Adrian: itu tidak penting Adrian: tapi semuanya bukan kesalahan deasy Adrian: aku tidak pernah bermaksud mempermainkan hatimu Adrian: perasaanku tulus berteman sama kamu Adrian: sejak dulu yg aku kejar adl deasy Adrian: aku tidak pernah memanfaatkan km Me: semuanya no meaning? 102



Me: arti mawar itu? Me: jg makan dan nonton bareng? Adrian: truly yes Adrian: aku tau km dikecewakan bryan Adrian: dan aku cm ingin menghiburmu Adrian: aku ingin jadi teman yg baik buat km, tidak berantem terus



Adrian:  Me: aku tidak pernah membencimu Adrian: tq



Aku berpikir beberapa lama. Aku memikirkan semuanya. Apakah memang benar perkataan Adrian bisa diterima? Good, I know now. Aku yang terlalu ge-er. Rasanya menyedihkan sekali. Me: aku harus off sekarang Adrian: ok Adrian: sukses untukmu Adrian: aku mendoakanmu



http://facebook.com/indonesiapustaka



Adrian:  Me: 



Me: thx



♥♥♥ ”Patty!” Deasy melambaikan tangannya dari jauh saat aku da103



http://facebook.com/indonesiapustaka



tang. Oh, aku benar-benar tidak mengharapkan ini. Deasy dan Adrian. Michelle dan Angela. Mereka datang untuk mendukungku ujian skripsi hari ini. Tapi mereka sebenarnya justru membuatku merasa sama sekali tidak nyaman. Melihat Deasy dan Adrian membuat konsentrasiku cepat buyar. Aku tidak mengharapkan dukungan mereka. ”Ngapain di sini?” tanyaku datar. ”Aku kan sudah bilang, pasti datang,” Adrian tersenyum. ”Semangat ya! Kamu pasti bisa,” Deasy berseri-seri. Aku mencoba tersenyum tulus tapi sulit. ”Pat, kamu bawa makanan apa? Kamu nggak mikirin nasib kami yang bakal nungguin kamu berjam-jam?” tanya Angela tanpa sungkan. Huh, menyebalkan. Siapa juga yang memintanya datang? Satu setengah jam aku berada di ruang ujian. Tadinya aku cukup pede di awal presentasi. Hanya saja, ada satu dosen penguji, Pak Yanuar, yang cukup jeli dan menguasai bidangku dengan baik. Beliau mengatakan bahwa skripsiku salah. Pemilihan modelnya salah. Aku bingung harus menjawab apa. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku. Akankah aku dinyatakan tidak lulus? Bagaimana kalau aku harus mengulang tahun depan? Tidak! Aku tetap mempertahankan skripsiku di depan dosen penguji. Hingga sampailah Pak Yanuar pada keputusan dengan memberikan dua pilihan kepadaku: pertama, jika aku tetap ngotot dengan skripsiku itu, maka aku dinyatakan tidak lulus saat itu juga. Kedua, aku bisa lulus dengan revisi. Akhirnya, 104



http://facebook.com/indonesiapustaka



aku menyetujui pilihan kedua, bersedia revisi entah apa pun hasilnya. Aku keluar ruangan disambut dengan berbagai pertanyaan dari teman-teman. Aku tidak ingin bicara panjang-lebar. Aku menghela napas dalam-dalam dan mengatakan kita lihat saja nanti. Adrian memberikan tepukan hangat di pundakku. Deasy membawakan sebotol air mineral untukku. Mereka memang baik. Setelah aku, masih ada Joni dan Andre yang diuji. Kami menunggu di luar. Berturut-turut mereka menghabiskan waktu kurang-lebih satu jam. Betapa lama rasanya menunggu keputusan dosen penguji. Belum lagi aku mengenakan rok hitam selutut yang membuatku tidak bisa bergerak sebebas biasanya. Kemeja putih lengan panjang juga membuatku kegerahan. Benar-benar hari yang menyiksa. Akhirnya Andrea selesai juga. Dan kami semua hanya bisa berdoa, agar kami semua lulus. Tak lama, aku, Joni, dan Andre dipanggil kembali. Kami bertiga berdiri di depan ruang ujian menghadap ketiga dosen penguji kami dengan jantung dag-dig-dug. Ketiga dosen penguji juga berdiri di hadapan kami. Mereka memberikan beberapa patah kata dan membacakan hasil secara keseluruhan. ”Kalian bertiga dinyatakan lulus dengan revisi dua minggu.” Betapa gembiranya hati kami bertiga. Aku tahu wajahku berseri-seri. Semua beban selama mengerjakan skripsi seolah langsung terangkat hilang begitu saja entah ke mana. Hatiku terasa ringan dan plong. Teman-teman berjubelan di depan 105



http://facebook.com/indonesiapustaka



pintu kaca yang tertutup rapat. Mereka sangat penasaran sekali dengan hasil ujian kami. Teman-teman menyambut kami dengan pelukan dan ucapan selamat. Deasy pun merangkulku. Perjuangan belum berakhir. Aku harus merevisi hampir sebagian besar skripsiku dan waktunya hanya dua minggu. Belum bisa bersantai-santai. Teman-teman sibuk merencanakan untuk makan-makan melepas stres setelah mengerjakan skripsi merayakan kelulusan Andre dan Joni. Kalau aku, aku ingin segera pulang. Aku tidak ikut. ”Pat, kamu mau pulang?” tanya Deasy saat melihatku tidak berjalan searah dengan mereka. Aku mengangguk. Aku sangat capek. Pikiran dan tubuhku ingin beristirahat. Deasy dan Adrian tidak berkata apa-apa lagi. Aku meninggalkan mereka di belakang. ”Patty!” Deasy mengejarku. Ia memegang kedua tanganku dengan erat. ”Kamu kenapa sih?” Aku menatap Deasy. Matanya berkaca-kaca. Apa yang sedang terjadi? ”Kenapa?” tanyaku dengan nada melengking tinggi. ”Kenapa apanya? Jangan gila kamu, Deas.” Aku menyentakkan tangan Deasy. Sesaat dia terenyak. Aku melanjutkan langkahku. ”Patty, aku minta maaf!” Perkataan Deasy membuat langkahku terhenti. Untuk apa? tanyaku dalam hati. ”Aku minta maaf karena tidak terterus terang padamu. Soal Adrian.” Deasy seolah bisa membaca isi hatiku. Aku terenyak. 106



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Aku tidak ingin membohongimu. Tapi aku tidak tahu bagaimana mengatakannya...” ”Tidak perlu. Aku sudah mengerti.” Aku menoleh. Kulihat Deasy menangis. Aku tidak tahu apa yang dirasakannya. Hatiku terasa beku. Aku mendekat. Aku hanya berkata bahwa semua baik-baik saja. Aku hanya ingin waktu untuk sendiri. Tentu saja aku bahagia jika sahabatku bahagia. Deasy pantas bersama Adrian. Cuaca mendung. Pak Mamat belum menjemputku tapi aku sama sekali tidak berniat menghubunginya. Entah kenapa kakiku terus melangkah. Padahal aku tidak tahu jalur bus ke rumahku. Aku hanya ingin sendiri. Mendung segera berubah menjadi gerimis. Gerimis menjadi hujan. Orang-orang berlarian di sekelilingku tapi aku tidak. Aku tidak takut hujan. Aku basah kuyup tapi aku tidak merasa kedinginan. Sebuah mobil mengikuti dengan lambat dari belakang. Si pengemudi menekan klakson sekali. Aku tidak menoleh. Aku tahu aku tidak menghalangi jalannya. Tapi mobil itu tidak jua menyusulku. Ia terus berjalan di belakangku sampai akhirnya menyamai langkahku yang mulai goyah. Siapa gerangan? ”Patty!” ia memanggilku. Aku menoleh. ”Bener kamu Patty, kan! Patricia Sarah?” Cowok itu begitu antusias. Sepertinya aku mengenali wajah itu. Felix! ”Felix?” tanyaku dengan bibir gemetar. ”Ya, ini aku! Aku pulang!” Felix sangat bersemangat. Matanya berbinar-binar. Aku sangat bingung tapi sekaligus senang. 107



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Kapan kamu pulang?” tanpa sadar aku menjerit. ”Ayo masuk!” Felix membukakan pintu mobil untukku. ”Kamu nggak bilang hari ini pulang?” tanyaku setelah masuk ke mobil. Felix menyodoriku tisu banyak-banyak. ”Haha aku ingin memberi suprise.” Felix bercerita panjang-lebar. Tadinya ia ingin mengejutkanku saat aku di kampus tapi ternyata perhitungannya meleset. Begitu adik laki-lakinya menjemput dengan mobil ini, Felix segera mencari alamat kampusku. Katanya di sana ia beruntung bertemu teman-temanku. Mengetahui aku sudah pulang, ia segera menyusuri jalan-jalan kampus mencariku. Ia tahu aku belum jauh. Aku tersenyum mendengar ceritanya. Ini pertama kalinya kami bertemu. Aku senang sekali bisa melihat Felix dalam jarak dekat, merasakan aroma tubuhnya. Dia benar-benar nice person and cute. ”So, gimana ujiannya? Sori ya aku bener-bener baru bisa datang.” Aku hanya tersenyum dan merangkul leher Felix. Entah ya, aku hanya merasa senang dan senang. Sepertinya Felix memang selalu ada saat aku membutuhkan seseorang. hanks God.



♥♥♥ ”Cake is My Life”- sebuah cangkir lucu bertuliskan kalimat itu ada di tanganku saat ini. Cangkir dengan gambar sangat imut. Seorang gadis kecil berambut kuning di atas cake ber108



http://facebook.com/indonesiapustaka



warna kuning. Aku memutar-mutar cangkir itu sembari sebelah tanganku memegang telepon. Di ujung sambungan ada Kak Bryan. ”Oke, sekali lagi selamat ya. Aku akan datang.” Aku mengangkat cangkir itu tinggi-tinggi. ”Pat,” Felix memanggilku dari sisi rak yang lain. Aku dan Felix sedang berada di toko yang khusus menjual aneka barang dengan desain kreasi sendiri. Felix menunjukkan dua cangkir yang lucu dengan gambar Angus and Cheryl. Tokoh kartun, dua bersahabat yang terkenal itu. Mereka selalu bertengkar. Di Indonesia dikenal dengan nama Vicky and Johnny. Setiap pagi jika tidak kuliah aku menyempatkan diri menonton Angus and Cheryl yang diputar di salah satu stasiun televisi. Felix tahu aku suka kedua tokoh itu. Kami sedang mencari sesuatu yang bisa kami gunakan bersama. Sesuatu untuk dikenang. Aku mengakhiri percakapanku dengan Kak Bryan dan menyambar cangkir di tangan Felix. ”Yang ini!” seruku bahagia. Kami berbelanja, makan, tapi belum juga aku mengutarakan perihal percakapanku dengan Kak Bryan pada Felix. Ada suatu perasaan yang membuatku malas untuk membicarakan hal itu. Aku ingin mengabaikannya tapi tidak bisa. ”Ayo, kita pulang,” ajak Felix. ”Tunggu!” cegahku, membuat Felix duduk kembali. Ia menatapku lekat seolah tahu ada yang ingin kukatakan. Felix memahami diriku. Ia diam dalam keramaian di sekeliling kami. 109



Aku menunduk, melipat-lipat tisu di tanganku. Bingung harus berkata apa, bagaimana mengatakannya. Maksudku, aku tidak ingin terlihat kecewa atau berusaha tegar. Aku ingin semua cepat berlalu. Sudah cukup bagiku menyaksikan semua ini. ”Tadi Kak Bryan menelepon. Besok Sabtu dia akan bertunangan. Dengan Jenny. Ia memintaku datang. Karena aku adiknya. Aku akan datang tapi aku nggak ingin sendiri. Maksudku, aku...” ”Ya. Aku akan menemanimu. Bagaimana? Oke?” Felix menunjukkan ekspresi senang. Ia tidak sedang ingin menghiburku atau semacamnya. Dia benar-benar tulus. Setelah itu, aku merasa sangat lega.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku dan Felix terbang ke Jakarta Jumat malam. Kak Bryan tidak memberiku alamat apa-apa. Dia bilang, dia sendiri yang akan menjemputku. Aku dan Felix tidak perlu menunggu lama karena Kak Bryan sudah menunggu kedatangan kami di bandara. ”Hai, Pat!” Kak Bryan menyambutku dengan pelukan hangat. Ia tampak sangat bahagia. Kak Bryan memperhatikan T-shirt yang kukenakan sambil menatap aku dan Felix. Yah, tentu saja. Aku dan Felix memakai T-shirt yang sama. Hanya berbeda warna, T-shirt-ku berwarna putih, sedang Felix berwarna hitam. Ini ide Felix. T110



http://facebook.com/indonesiapustaka



shirt yang dibelinya di New York. Oleh-oleh untukku. T-shirt itu bertuliskan ”I love New York”. T-shirt yang sangat terkenal dan digandrungi banyak orang itu. Felix mendapat harga hanya $9.99 melalui online shop. Selain T-shirt, masih ada oleholeh lain yang dibawa Felix dari New York, boneka Teddy Bear dengan tulisan I Hate You. Boneka berwarna putih dengan pita biru dan merah di lehernya. Sangat lembut untuk dipeluk. Pertama kali menerima itu, langsung kulempar boneka itu ke wajahnya. Tapi diam-diam aku masih menyimpannya dan membawanya serta bersamaku sampai di tempat ini. Felix tidak tahu itu. ”Kenalkan ini Felix.” Aku mengenalkan Felix. Mereka berjabat tangan dan saling tersenyum. Aku tahu, Felix seharusnya bisa lebih ramah dari ini. Dia selalu banyak bicara tapi kali ini dia diam. Kami tiba di hotel dan mendapat kunci kamar kami masing-masing. Single room. Malam telah larut tapi para kerabat kedua calon mempelai masih terjaga dan ribut mengobrol. Aku dan Felix jelas tidak terlalu tertarik. Kami hanya mengenalkan diri secara singkat sebagai teman Bryan saat baru tiba dan itu juga tidak terlalu banyak menarik perhatian yang lain. Terlalu banyak orang. Kak Bryan berulang kali menyebut bahwa aku adalah adiknya setiap ada kesempatan. Aku dan Felix hanya sebentar bergabung di pertemuan dua keluarga itu, lalu kami segera menghilang di balik pintu kamar masing-masing. Aku belum melihat Jenny, mungkin besok Kak Bryan akan mengenalkanku padanya. 111



http://facebook.com/indonesiapustaka



Baru satu menit kepalaku menyentuh bantal, seseorang sudah mengetuk pintu kamarku. Aku menduga itu Felix. Aku membiarkannya. Ada-ada saja tingkahnya. ”Patricia. Buka pintunya, Dik.” Itu suara Kak Bryan. Ternyata dia yang mengetuk pintu kamarku sedari tadi. Aku membuka mata. Ada apa ya? ”Ya?” tanyaku saat membuka pintu kamar. ”Sori mengganggu. Sudah tidur, ya? Boleh masuk? Bicara sebentar? Tidak enak di sini,” Kak Bryan melongok kirikanan. Aku mempersilakannya masuk. ”Patty, sori sekali kamu nggak keberatan kan kalo harus pindah kamar?” ”Pindah kamar? Maksudnya?” ”Iya, ada saudara Jenny yang datang dari Bali. Tidak terduga sih. Kami nggak booking kamar buat dia. Kamu pindah ke kamar Jenny ya, is it okay?” Kak Bryan menanyaiku hati-hati. Bukan masalah besar sih buatku. ”Oh, nggak pa-pa. Oke,” ujarku sambil mengemasi barangbarangku. Kak Bryan membantuku. Aku menuju kamar Jenny. Ia menempati double room. Aku berharap kami bisa akrab. Aku berharap Jenny orang yang menyenangkan. Kubuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Sepi. Tidak ada orang. Jenny masih mengobrol di luar tentunya. Ya sudah aku tidur saja.



112



9



http://facebook.com/indonesiapustaka



DUGAANKU benar. Pagi ini, saat sarapan Kak Bryan mengenalkanku pada Jenny. Tadi pagi aku tidak jua melihat Jenny di kamar. Dia sudah tidak ada saat aku membuka mata. Pastilah dia tidak sabar menyambut hari ini sehingga tidak penting baginya untuk tidur cukup. Menurutku, secara isik Jenny tidaklah jauh berbeda dengan Shella. Begitulah tipe wanita yang disukai Kak Bryan. Berambut panjang dan tinggi semampai, tentu saja dengan wajah oriental yang manis. Hanya saja Jenny jauh lebih agresif dan cerewet dibanding Shella. Mungkin juga karena umurnya jauh lebih muda. ”Jenny, ini adikku yang kuceritakan itu. Namanya Patricia. Dia penulis novel,” Kak Bryan memperkenalkanku. Jenny bergelayut manja di lengan Kak Bryan seolah ia takut aku atau seseorang akan merampas Kak Bryan dari sisinya. Andai saja aku memang bisa melakukan itu. ”Hai,” sapa Jenny singkat. Dia tersenyum sangat ramah. Aku membalas sapaannya. 113



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Lalu dia?” tanya Jenny saat melihat Felix. ”Apa dia pacarmu?” ”Iya, kenalkan namaku Felix,” jawab Felix cepat. Aku terkesima dan mematung. Usai makan, Jenny dan keluarga besarnya dihebohkan dengan kehadiran salah satu kerabat mereka yang datang dari Bali semalam. Aku hanya sekilas melihat cowok yang mirip aktor Korea itu, lalu kerabatnya mengerubunginya, mencecar dengan berbagai pertanyaan dalam bahasa Inggris. Whatever, gara-gara cowok inilah aku harus pindah kamar semalam. Aku dan Felix menghilang segera dari tempat itu. Felix mengajakku bermain biliar tapi aku sedang malas bermain. Aku ingin pergi mencari minuman saat Kak Bryan meneleponku. ”Kamu lagi sama Felix?” ”Yap.” ”Bisa ngobrol sebentar? I miss you, Dik. Oke? Jangan ajak Felix ya... Kita ketemu di lobi hotel.” ”Oke.” ”Jadi mau biliar atau boling?” tanya Felix yang masih menunggu keputusanku. ”None,” jawabku sambil lalu. ”Aku ada urusan. Kamu jangan ikut.” ”Huh, dasar.” Felix menggerundel tapi ia segera berlalu dari hadapanku. Kami berjalan berlawanan arah. Tadinya aku pikir, di lobi akan ada Jenny dan yang lainnya. Tapi dugaanku salah. Kak Bryan sendirian. Sepertinya Jenny 114



http://facebook.com/indonesiapustaka



masih sibuk mengurusi kerabatnya tadi itu. Entah mengapa aku bersyukur memiliki waktu seperti itu. ”Mau minum?” ajak Kak Bryan sambil bangkit berdiri. Aku mengiyakan dan kami pergi ke bar hotel. Kami duduk di bar. Aku langsung memesan segelas red wine pada bartender, mengabaikan tatapan tidak suka Kak Bryan. ”Jadi si Felix itu memang benar pacarmu?” tanya Kak Bryan to the point. Aku harus menjawab apa? Apa kami ketahuan berbohong? Aku menenggak minumanku dengan cepat sebelum menjawab. ”Ya.” ”Kamu yakin?” Kak Bryan membelalakkan matanya. Aku tahu, dia hanya khawatir. Sikapnya memang benar-benar khas seorang kakak laki-laki yang pada fase tertentu mereka cemburu saat adik perempuan mereka mulai berpacaran. Aku tersenyum mencibir. ”Memangnya kenapa? He’s a good guy!” Aku merasa aku sedikit mabuk. Aku memesan segelas red wine lagi walaupun aku bukan peminum berat. ”Kamu kenal dia dari mana? Dia sepertinya bukan tipe orang yang serius, hati-hatilah,” kata Kak Bryan memperingatkan. ”Huh, aku kenal dari Facebook. Dia memang suka bercanda orangnya. Sangat baik. Trust me.” ”Hah? Dari Facebook? Kamu tidak seharusnya percaya orang begitu saja lewat dunia maya!” sentak Kak Bryan. ”Kita kenal kan juga dari Facebook,” aku mengingatkan. 115



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Iya, tapi ini berbeda,” Kak Bryan berkeras. ”Nggak juga...” Aku hampir menenggak Baileys-ku lagi tapi Kak Bryan mencegahku. ”Sudah, sudah. Pokoknya aku akan mengawasi kalian. Hah, sudah jam segini.” Kak Bryan melihat jam tangannya. ”Jenny minta ditemani ke salon. Ayo, kita balik.” Aku sedikit pening tapi masih sober. Aku masih bisa berjalan tegak, bahkan jika harus menyetir, aku tahu aku akan baik-baik saja. ”Honey! Kamu ke mana saja?” Jenny menyambut dengan berisik. ”Ayo kita pergi.” Jenny sempat menatap ke arahku. Ia tidak mengatakan apa-apa tapi matanya berkata banyak. Aku terduduk di kursi lobi hotel. Ada seseorang sedang membaca koran di hadapanku. Dia kerabat Jenny yang dari Bali itu. Benar-benar orang asing. Sedetik kemudian, aku merasa pernah mengenali orang itu. Aku memajukan wajahku, menatap orang itu sambil memiringkan kepala. ”What?” Pria itu mengangkat wajahnya. ”Kayaknya aku pernah lihat,” aku bicara pada diriku sendiri. Rasanya aku mabuk sungguhan. Dunia terasa lebih sempit dan menyenangkan. Segala hal terasa menggembirakan sekalipun aku sedang bersedih.



♥♥♥ Aku baru selesai mandi dan mengenakan gaun pestaku. Gaun 116



http://facebook.com/indonesiapustaka



anggun selutut berwarna abu-abu terbuat dari bahan sifon dan satin. Jenny sudah berdandan sejak dua jam yang lalu tapi belum juga selesai. Kamarku, maksudku kamar kami, tiba-tiba menjadi penuh sesak. Saudara-saudara Jenny keluar-masuk ingin melihat penampilan Jenny. Aku pun tidak ingin berlamalama di sini. Aku ingin segera menyusul Felix. ”Oke, beb. Kami tunggu di luar, ya!” salah seorang sahabat Jenny keluar kamar. Satu per satu mereka pergi. Kamar mulai sepi. Kini hanya tinggal aku dan Jenny. Benar-benar hanya kami berdua. Aku belum pernah dihadapkan pada situasi seperti ini. Aku masih mengeringkan rambutku dengan hairdryer. Acaranya setengah jam lagi. Kuakui, Jenny sangat cantik dengan long dress pink tanpa lengannya. Gaun itu terbuka di bagian dada. Berhiaskan manik-manik yang berkilau cemerlang dan bunga-bunga kecil di bagian pinggangnya . ”Bagaimana menurutmu?” tanya Jenny, berbalik ke arahku. ”Awesome,” ujarku sambil tersenyum. Aku ingin setulus mungkin. ”Ini hari bahagiaku.” Wajah Jenny terus berseri-seri. ”Aku tidak menyangka hari ini cepat datang.” ”Selamat, ya.” ”Aku sangat beruntung.” ”Kak Bryan pun beruntung. Memiliki kekasih secantik dirimu,” kataku manis. ”Boleh aku tanya?” senyum di wajah Jenny sekejap menghilang. ”Ya?” jawabku. 117



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Seberapa dekat kamu dan Kak Bryan?” Aku mengangkat bahu. ”Dia kakakku.” Entah kenapa statement itu yang keluar dari mulutku. Aku hanya meniru Kak Bryan yang selalu mengatakan aku ini adiknya. ”Benar-benar seperti seorang kakak?” Sejujurnya, Kak Bryan-lah yang menganggapku sebagai adiknya sendiri. Tapi sulit bagiku untuk menganggapnya kakak. Apa Jenny sedang menginterogasiku? Apa dia cemburu? ”Kalian kenal di mana?” selidiknya. Belum juga satu pertanyaan kujawab, Jenny sudah menyerbuku dengan pertanyaan lain. ”Lewat Facebook,” kataku jujur. ”Oya?” ”Apa Kak Bryan tidak pernah cerita?” Aku sudah selesai mengeringkan rambutku dan kini menyisirnya. ”Dia cerita. Kak Bryan banyak bercerita tentangmu.” Jenny berjalan ke arah jendela. ”Tapi aku tidak habis pikir. Menurutku hubungan kalian aneh. Bagaimana mungkin?” ”Tapi memang begitulah keadaannya. Kamu hanya perlu memercayainya,” aku tersenyum. ”Kak Bryan orang yang baik. Dan tulus.” Jenny terdiam. Saat dia ingin membuka mulut lagi untuk menginterogasiku, aku buru-buru keluar kamar. Resepsi pertunangan Kak Bryan dan Jenny sangat meriah. Banyak tamu undangan yang datang. Aku dan Felix bagaikan 118



http://facebook.com/indonesiapustaka



kembar siam yang tidak terpisahkan. Aku sungguh terkejut saat memasuki ruangan dan melihat seorang presenter kawakan bersiap untuk naik ke panggung. Dia Andhika. Aku tidak memercayai penglihatanku. Ternyata kami bertemu lagi. Aku bengong. Oke, memang tidak sulit bagi keluarga Jenny atau Kak Bryan untuk mengundang presenter tenar. ”Ehm, itu Andhika, ya? Aktor terkenal itu?” tanyaku pada Felix. ”Yup. Ternyata tidak setampan di televisi. Yah, kamera memang banyak menipu.” ”Benar-benar Andhika?” Aku masih tidak percaya. Rasanya ingin berlari naik ke atas panggung dan memeluknya. ”Yup. Jangan bilang kamu nge-fans berat sama dia dan ingin foto berdua.” Andhika! I’m here! Aku berharap Andhika melihat aku di sini. Pandanganku tidak bisa lepas darinya. Di saat seperti itu seseorang melintas di hadapanku. Aku kembali melihat kerabat Jenny yang sepertinya pernah kukenal. Aku memperhatikan pria tampan itu dengan saksama. Oh my God! Aku tahu sekarang. Dia adalah pelukis tato temporer di Bali itu! Senyum gembira mengembang di wajahku. Kuhampiri pria itu dan kutinggalkan Felix. ”Do you remember me?” tanyaku ceria. ”Have we met before?” Pria itu tampak bingung. Aku mengangguk mantap. ”Kamu ingat ini?” Aku menunjukkan lengan kiriku, tempat tato salib dulu dilukis tapi aku lupa tato itu sudah lama 119



http://facebook.com/indonesiapustaka



luntur. Lalu aku menggambarkan salib dengan telunjukku. Pria itu masih bingung lalu aku mengeluarkan ponselku. Aku menyimpan foto kami berdua saat di Pantai Kuta. ”Ini!” aku menunjukkan foto kami berdua. Segera pria itu ber-oh. Akhirnya! Tuhan mendengar doaku. Aku bertemu kembali dengan si pembuat tato itu. ”Ya, aku ingat kamu. Apa kabar?” Pria itu mulai tersenyum ramah. ”Baik.” Kami berjabat tangan sambil sama-sama masih semringah. Felix ikut bergabung. Aku lupa telah meninggalkannya. ”Ah, Felix, kenalkan ini kenalanku sewaktu di Bali yang membuatkanku tato.” Aku menggandeng lengan Felix. ”Tato?” Felix menatapku. ”Clyde,” cowok itu mengenalkan diri pada kami. ”Patricia,” aku menjabat tangannya sambil tetap cengar-cengir. ”Ow, well aku harus pergi sekarang,” ujar Clyde setelah melihat jam tangannya. ”Oh, oke,” ujarku sedikit kecewa. Sepertinya Clyde buruburu. Aku tidak tahu dia mau pergi ke mana. Kenapa dia tidak menunggu sampai acara usai? Bukankah dia kerabat Jenny? Singkat sekali perjumpaanku dengannya. Yah, paling tidak sekarang aku tahu namanya. Sesudahnya waktu terasa berputar sangat lama. Kak Bryan berbaur bersama tamu-tamu undangan. Ia berkeliling. Jenny 120



http://facebook.com/indonesiapustaka



bersama sahabat-sahabat centilnya. Bahkan Andhika pun turun untuk ikut makan. Mungkin inilah kesempatanku. ”Hai, Patty...!” Kak Bryan memanggilku. Tepat saat aku ingin menghampiri Andhika. ”Selamat ya, Kak, akhirnya Kakak menemukan seseorang yang terbaik!” ujarku. ”Terima kasih, adikku sayang!” ”Oh, Kak. Itu Andhika! Aku mau ketemu dia. Antar aku...” Aku memasang tampang memelas pada Kak Bryan. Aku tidak tahu bagaimana reaksi Andhika jika aku langsung menghampirinya. Jadi mungkin lebih aman kalau aku mengajak tuan rumah dan pura-pura tidak kenal pada Andhika. ”Wah... Kamu nge-fans Andhika juga, ya? Sama seperti Jenny. Oke, ayo kita foto!” Kak Bryan menarik tanganku, sementara Felix kali ini terlupakan. Maafkan aku, Felix. Lagi pula Kak Bryan ternyata tidak terlalu suka pada Felix. Demi kisah lamaku dengan Andhika, aku ingin tahu apakah ia masih mengingatku atau tidak. ”Halo, bisa kita berfoto?” Kak Bryan menyapa Andhika. ”Ini adikku, Patricia.” Wajah Andhika yang tadinya tersenyum berubah menjadi sedikit aneh. Pasti dia sedang mengingatku. ”Apa kabar?” ujarku sambil tersenyum dan mengulurkan tangan. ”Dia penulis lho,” ujar Kak Bryan. ”Ah, iya,” Andhika seolah tersadar dan segera menyambut uluran tanganku. ”Ya, saya tahu. Penulis Wonderful Love.” 121



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Wah, kamu terkenal ya,” ujar Kak Bryan sambil menyikutku. Ya, aku dan Andhika memiliki sebuah rahasia lebih dari yang orang lain tahu. Andai aku boleh mengatakan hal itu pada semua orang. ”Ah, aku ingat kita pernah bertemu di pemotretan majalah, right?” aku memancing Andhika. ”Ya,” Andhika tersenyum lucu padaku. ”Waktu itu aku melihatmu.” Bukan hanya melihat tapi juga mengajak berkenalan dan menghabiskan waktu berdua. ”Oya? Ayo kita foto!” Kak Bryan mengingatkan. JEPRET! Sebuah foto bertiga. Sebuah foto berdua, aku dan Andhika. Seolah mengulang memori kami dulu. ”Terima kasih. Saya ke sana ya,” ujar Andhika. Aku masih penasaran. Sementara Kak Bryan sibuk mengobrol, aku mengikuti Andhika. Dia mengambil segelas punch. Aku juga. ”Tolong jangan mengikutiku,” ujar Andhika. What? Belum sempat aku mengatakan apa-apa dia sudah menegurku seperti itu. ”Aku tidak mengikutimu,” ujarku berbohong tentu saja. ”Aku hanya ingin tahu apa kamu masih mengingatku?” Andhika memandangku sekilas. ”Ya, tentu. Dan itu hanya kesenangan saat itu. Aku harap kamu mengerti.” Hah, menyebalkan sekali orang ini. Manusia memang mudah sekali berubah. 122



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Sudah ya. Sebaiknya jangan terlalu dekat. Aku tidak mau kita digosipkan.” ”Hei, dengar ya. Aku rasa kamu salah paham. Dengar ya, aku tidak pernah naksir kamu. Hari ini pun tidak. Sayang sekali,” aku nyengir. ”Hm. Bagus. Okelah kalau begitu.” Andhika beranjak meninggalkanku. Aku benar-benar kesal. Bodoh sekali. Kenapa aku seolah memujanya? Oke, aku memang bangga bisa kenal dengan aktor sekelas Andhika. Aku tersanjung dia mengingatku tapi bukan berarti aku memujanya seperti cewek-cewek lain! Akan kulupakan cowok itu mulai sekarang. Sebenarnya aku ingin menuang segelas punch ke atas kepalanya tapi aku masih menahan diriku. Aku tidak mau masuk ke majalah infotainment dengan tingkah seolah aku sudah gila. Aku juga tidak mau membuat malu Kak Bryan. Toh aku tidak mencintai Andhika. Aku kembali bergabung dengan Kak Bryan yang sangat bahagia. Wajahnya berseri-seri dan ia memelukku erat. Kami ngobrol sangat akrab dan dekat sembari aku berusaha melenyapkan bayangan wajah Andhika. Kak Bryan sangat bersemangat. Kami tertawa. Kami berbisik-bisik. Wajah kami sangat dekat hingga aku bisa mencium aroma napasnya. Kami berfoto. Aku dan Kak Bryan berkali-kali. Lalu aku, Kak Bryan, dan Felix. ”Hei, waw! Kalian melupakan aku ya,” Jenny tiba-tiba mun123



http://facebook.com/indonesiapustaka



cul bagai angin berembus. Ia menyelinap kasar di antara aku dan Kak Bryan. Hampir saja ia membuatku terjatuh. ”Oh, ya. Ayo foto! Kali ini lengkap!” Kak Bryan merangkul Jenny. ”Patty, Felix, mendekatlah ayo!” ”O, thanks,” Felix mencoba menolak tapi dia tetap diseret. ”Oke, honey rasanya sudah cukup kangen-kangenan adik dan kakak, ya!” ujar Jenny. Sungguh, tidak menyenangkan nada bicaranya. Apa ia hanya ingin menyindir? Sebenarnya aku muak dengan Jenny. Aku lelah menghadapi sikap cemburunya. ”Ayo, kita foto bersama keluarga,” Jenny menggandeng tangan Kak Bryan. ”Oh, ayo, Patty ikut!” Kak Bryan mengajakku. ”Jangan!” sentak Jenny yang jelas membuat Kak Bryan kaget. ”Kenapa? Patty adikku. Dia juga keluarga.” ”Nggak, Kak, aku tidak ikut dulu. Come on, kalian berfoto saja dua keluarga,” aku mencoba tersenyum. ”Tidak Patty. Kamu adikku,” Kak Bryan bersikeras. ”Bukan adik dalam arti yang sebenarnya!” ujar Jenny yang mulai tidak tahan. ”Patricia bukan siapa-siapa!” ”Sudah jangan banyak tingkah,” ujar Kak Bryan gemas. ”Kenapa sih kamu, Jen?” nada suaraku meninggi. ”Berhentilah cemburu!” ”Oke, cukup!” Felix menengahi. Tamu-tamu mulai memperhatikan kami. 124



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Aku cemburu? Jangan bermimpi! Kak Bryan milikku! Dia memilihku dan bukan kamu!” Jenny malah menyahutiku. ”Oke, lalu apa masalahmu, hah?” tantangku. ”Berhentilah mendekati Kak Bryan!” PYAR! Jenny mengambil gelas di dekatnya dan menuang isinya ke wajahku hingga membasahi gaunku. Aku tidak percaya dia bisa bersikap seperti ini. Sungguh mengerikan. ”Hei, Jenny!” Kak Bryan menjauhkan Jenny dariku. Hatiku terasa sangat pedih. ”Kamu membelanya?” Jenny mulai merengek. ”Siapa yang Kakak pilih? Aku ini calon istrimu!” ”Jenny, kamu harus ingat,” Kak Bryan mencengkeram lengan Jenny. ”Kamu harus mengerti duniaku. Ini hidupku. Sebelum mengenal kamu pun, aku sudah menganggap Patty adik.” ”Kamu nggak pa-pa?” Felix memberiku saputangan. Aku tidak ingin berkata-kata. Aku hanya menyambar tasku dan meninggalkan ruangan itu. Aku adalah tamu kedua yang pergi setelah Clyde.



125



10



http://facebook.com/indonesiapustaka



AKU sangat malu. Malu sekali. Aku berjalan di sepanjang lorong hotel dengan berlinang air mata. Tidak ada yang mengejarku. Felix pun tidak. Aku tidak ingin lebih lama lagi berada di sini. Aku tidak akan berani menghadapi keluarga besar Jenny. Aku merasa seperti wanita perebut kekasih orang lain yang berkedok ”adik”. Apa memang hubunganku dan Kak Bryan tidak wajar? Aku memanggil taksi. Aku ingin pulang malam ini. Bahkan aku tidak peduli dengan barang-barangku yang masih berada di kamar hotel. Aku tidak peduli Felix atau Kak Bryan akan mencariku. Tidak penting lagi bagiku. Aku merasa sendiri. Di bandara, aku menimbang-nimbang sebaiknya ke mana aku terbang malam ini? Benarkah tindakanku kalau aku pulang ke rumah dalam keadaan begini? Tidakkah Ivy dan orangtuaku akan mengkhawatirkan aku? Should I call Felix and go home with him? Aku duduk di lobi saat mataku menangkap sosok yang tidak asing bagiku. Clyde? 126



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Clyde? Where are you going?” Aku menyeka sisa-sisa air mataku. ”Hey, what... happened?” Clyde terperanjat melihat wajah senduku yang make-up-nya luntur kena air mata. Aku menggeleng dan Clyde menjawab pertanyaanku. ”I’m going home.” ”Ke mana?” ”Bali.” ”Take me with you...,” ujarku memelas. Clyde sedikit bingung tapi dia tidak ambil pusing. Dia tersenyum dan menjawab, ”Oke.” Unbelievable! Aku langsung memesan tiket ke Bali. Aku akan pergi ke Bali bersama Clyde! Oh, apa ini mimpi? ”Hei, apa kamu tidak dingin?” Clyde menunjuk bagian atas gaunku yang basah karena disiram oleh Jenny tadi. ”I don’t care.” Clyde melepas jaketnya dan memberikannya padaku. Aku ragu-ragu tapi kuraih juga jaketnya. ”hanks,” ujarku lirih. ”Make yourself comfortable.” Di pesawat aku banyak diam. Aku merasa sangat lelah. Clyde juga sangat tenang di sampingku. Entah apa yang dipikirkannya saat ini. Bagiku, dia sangat misterius. Semua tentangnya masih misteri. Aku tidak tahu apakah keputusan melibatkan diri dengannya ini tepat. Terkadang aku memang suka nekat. 127



http://facebook.com/indonesiapustaka



’”So, apa yang terjadi? Di mana pacarmu itu?” tanya Clyde, tiba-tiba memecahkan keheningan. ”Pacarku? Oh, Felix... Dia bukan pacarku,” jawabku tergagap. ”Oh ya?” Clyde menatapku lalu hanya mengangkat bahu. ”Apa kalian baru saja putus?” Clyde berusaha mencari tahu. Pastilah dia penasaran kenapa aku tiba-tiba pergi dari pesta dalam keadaan amburadul. ”No... Dia memang bukan pacarku,” aku berusaha menerangkan. ”Hm... pasti kalian terlibat hubungan yang rumit, I guess.” ”Yeah... Tapi tidak serumit hubunganku dengan Kak Bryan,” kataku. Clyde hanya angkat bahu. Sudah pasti dia tidak mengerti. Hubungan Kak Bryan dan Clyde tidak terlalu dekat, kurasa. Bahkan menurut pengamatanku mereka belum sempat mengobrol. Kami tidak bicara banyak. Selebihnya aku tertidur di dalam pesawat. Penerbangan Jakarta-Bali memakan waktu kuranglebih satu setengah jam. Rasanya aneh. Felix-lah yang selama ini menjadi pelarianku tapi tiba-tiba kini ada seorang makhluk cakep di sampingku dan aku tidak merasa ingin berbagi dengannya. Clyde membangunkanku saat kami sudah tiba di Bandara Ngurai Rai, Denpasar. ”Jam berapa sekarang?” tanyaku sambil mengucek mata. ”Sebelas lebih,” jawab Clyde. 128



Aku mengaktifkan kembali ponselku. Ada sebuah pesan suara dari Felix. ”Pat, kamu di mana? Kabari aku segera, oke?” Ada sebuah pesan teks dari Andhika. Aku tidak menyangka aku ternyata masih menyimpan nomornya. Tapi Andhika sendiri juga masih menyimpan nomorku. Begini isi pesannya:



http://facebook.com/indonesiapustaka



Pat, km baik2 saja, kan? Please forgive me. Aku tidak bermaksud menyakitimu Km tau kita masing2 public figure. Aku sangat menjaga itu Apalagi aku sudah punya Priska Aku harap masalahmu segera selesai Aku senang ketemu kamu lagi hari ini  nite Haih... Tidak kusangka. Beginikah tingkah cowok yang sok kecakepan? Aku tidak menghiraukan pesan itu. Pesan suara Felix pun tidak kuhiraukan. ”Kita ke mana?” tanyaku pada Clyde. Mungkin aku sedikit egois tapi aku lelah malam ini. Aku hanya ingin segera tidur. ”Ke rumahku. Apa kamu keberatan?” tanya Clyde. Aku berpikir sejenak. Aku sih tidak masalah, tapi bagaimana dengan keluarga Clyde? Dengan siapa dia tinggal? ”Atau... kamu mau menginap di hotel?” Clyde menawarkan pilihan lain. 129



http://facebook.com/indonesiapustaka



”No, it’s okay. Aku tidak mengganggu keluargamu?” tanyaku. ”Take it easy. Aku tinggal sendirian.” Clyde memanggil taksi. Rumahnya ada di daerah Tuban, Kuta. Sekitar sepuluh menit dari bandara. Aku melihat sebuah rumah dengan gaya Eropa. Lokasinya pun cukup strategis. Aku menaksir harga rumah itu ada pada kisaran dua miliar. Rumah itu memiliki dua lantai. Garasinya cukup untuk dua mobil, walau hanya satu mobil yang kulihat di sana. Ruang makan cukup untuk delapan orang, dengan mini bar menghiasi ruangan. Aku jadi penasaran, apa sih pekerjaan Clyde? Apa memang seniman tato sanggup membeli rumah semewah ini? Jangan-jangan dia orang yang sangat terkenal di negaranya? ”Hei!” Clyde menegurku karena lama terbengong. ”Are you okay?” ”Yes, I’m ine. I’m just... sleepy,” aku mencoba tersenyum. ”Kamarku ada di lantai atas. Kamu bisa pakai.” ”Oh...,” aku mulai berpikir lagi. Ada berapa kamar di rumah sebesar ini? Kenapa aku tidur di kamarnya? Tidak punyakah ia kamar tamu? ”Hanya ada satu kamar yang bisa digunakan. Itu kamarku tapi boleh kamu pakai,” ujar Clyde seolah bisa membaca isi pikiranku. ”Don’t worry about me. Okay?” Clyde tidak bicara lagi. Ia merebahkan diri di sofa tamu yang tampaknya masih jauh lebih nyaman daripada ranjang di kamarku. Tapi tetap saja aku merasa tidak enak. Clyde ti130



dur dalam sekejap. Aku tidak ingin mengganggunya. Jadi aku benar-benar naik ke lantai atas. ”Anggap saja rumah sendiri. Kalau lapar, kamu bisa cari makanan di dapur. Kita ngobrol besok aja ya,” kata Clyde sambil tetap memejamkan mata. ”Oke,” kataku lirih hampir tidak terdengar.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku terbangun karena ponselku berbunyi sangat keras di sampingku. Entah pukul berapa sekarang. Aku melihat nama ”Kak Bryan” di layar monitor. Segera aku mengangkatnya. Aku seolah diingatkan aku belum memberi kabar pada Felix atau Kak Bryan. ”Ya?” jawabku lemah. ”Kamu di mana, Dik?” tanya Kak Bryan tenang. ”Aku... di...,” aku ragu-ragu menjawab. Apakah aku harus mengatakan sesuatu tentang Clyde, kerabat Jenny itu? ”Kata Felix kamu udah balik ke Solo gitu aja. I’m so sorry. Sori ya, Dik, atas sikap Jenny...,” kata Kak Bryan. What? Kenapa Felix bisa mengatakan hal seperti itu? Huh. ”Hm... Aku belum pulang ke Solo. Tapi aku akan segera pulang. I’m just... yah sedikit berlibur di Bali.” ”Bali? Sendirian? Wah... Hati-hati, Dik. Cepat pulang. Anyway, kamu berbohong pada Felix? Kenapa?” tanya Kak Bryan khawatir. 131



”Oh, aku... tidak bermaksud,” aku merasa linglung. ”Dia pacarmu, kan?” kejar Kak Bryan. ”Bukan.” Entah kenapa aku tidak ingin kebohongan ini berlarut-larut. ”Well? Kamu membohongiku? Oh, ini lebih buruk. Kalian hanya teman, sahabat? Tapi pergi bersama-sama?” tanya Kak Bryan gusar. Aku seketika memutus pembicaraan. Aku sedang tidak ingin diceramahi olehnya. Secercah cahaya matahari memasuki celah jendela. Kubuka jendela. Sudah pagi. Apa acara hari ini bersama Clyde? Aku penasaran. Aku bergegas berlari ke bawah. ”Morning!” sapaku. Clyde sudah bangun. Dia sedang asyik mengisap rokok. Oh, aku tidak tahu Clyde merokok. ”So, ke mana kamu ingin pergi hari ini?” tanya Clyde santai. ”Hm,” aku mengangkat bahu. ”Ubud mungkin.” ”Okay. Let’s go.” ”Hore!” aku naik lagi ke atas untuk bersiap-siap.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Banyak yang bilang Ubud adalah desa seni yang sangat indah. Itulah sebabnya aku ingin sekali berkunjung ke sana. Dan sekali ini kesampaian. Ubud memiliki udara lebih sejuk dari daerah dataran Bali selatan. Lingkungannya masih alami dan indah. Daerah ini merupakan sumber inspirasi bagi para se132



http://facebook.com/indonesiapustaka



niman, baik seniman dalam maupun luar negeri—terutama seniman Eropa. Hampir sepanjang jalan dipadati restoran, hotel, dan penjual kerajinan lokal. Terdapat banyak penginapan, mulai dari homestay sampai hotel berkelas internasional. Clyde mengajakku mengunjungi Ubud Art Market, pasar tradisional yang menjual produk-produk hasil kerajinan dengan harga murah. Ada ukiran kayu, tas, lukisan, pakaian… Aku sudah memilih pakaian untuk baju gantiku serta oleholeh untuk Ivy, dan sedang menimbang apakah Deasy perlu kubawakan oleh-oleh juga saat ponselku bergetar di dalam tasku. ”Halo,” jawabku tanpa sempat melihat nama si penelepon. ”Patty!” Seseorang berteriak. Itu suara Felix. ”Kamu di Bali??” Nada suaranya terdengar frustrasi. ”Kenapa kamu pergi sendirian? Bryan yang memberitahu dan aku seperti orang bodoh!” ”Sori, sori! Aku nggak bermaksud meninggalkanmu. Aku hanya ingin berlibur,” kataku cepat-cepat. ”Aku jemput di sana!” kata Felix tegas. ”Jangan, nggak usah!” cegahku. ”Kenapa? Kamu sendirian di sana!” ”Sejujurnya,” aku menyingkir dari Clyde, ”aku bersama Clyde…,” aku memelankan suaraku. ”Oya, kamu mau oleholeh apa? T-shirt? Topi?” ”What?? Kenapa kamu bisa pergi bersama orang asing itu?” Felix tidak menggubris pertanyaanku tentang oleh-oleh. 133



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Dia orang baik!” aku ngotot. ”Kamu lebih percaya dia daripada aku? Kamu di mana sekarang?” tanya Felix sewot. ”Dengar! Aku pulang besok pagi. Kita bertemu di Solo. Oke? See you.” Aku memutus pembicaraan. Felix berusaha menghubungiku lagi tapi aku tak mengacuhkannya. ”Any problem?” Clyde menghampiriku. ”No…,” jawabku sok santai. ”Felix?” terka Clyde. ”I think he loves you... hm….” Clyde menggodaku. ”No…we're just friend, you know. Good friend, best friend… Like brother and sister,” aku buru-buru berkelit. ”Kenapa kamu tidak mengizinkannya kemari? I’m worry if you must go back alone,” kata Clyde. ”Hahaha… I'm a big girl, I'll be okay,” kataku. Aku melihat-lihat sebuah kios yang menjual aneka aksesoris dari perak. Pandanganku tertarik pada sebuah cincin yang simpel tanpa batu apa pun. ”Do you like it?” tanya Clyde. ”Of course,” ujarku sambil mencoba-coba cincin itu di jariku. ”Itu cincin pasangan,” ujar si penjual. ”Oh…,” sahutku sedikit kecewa. Aku meletakkannya kembali. ”Kalian pasangan serasi. Cocok memakai cincin ini,” ujar si 134



http://facebook.com/indonesiapustaka



penjual lagi. Ia menatap kami dengan pandangan penuh harap. Aku hanya nyengir saja. Clyde bukan pacarku. Entah bagaimana perasaan Clyde saat ini. ”Hehe terima kasih,” ucapku lalu melangkah pergi. ”Ayo, Clyde.” Aku sudah ingin makan siang.



135



11



http://facebook.com/indonesiapustaka



KAMI makan siang di Tropical Bale Restaurant yang bernuansa persawahan. Hatiku sedikit tenang saat ini. Mungkin hijaunya Ubud ikut menenteramkan hatiku. Aku mengajak Clyde berfoto. Ini akan menarik. Senang rasanya bisa menghabiskan waktu bersama orang setampan dia. Aku betah memandangi wajahnya. Benar-benar bagaikan kencan dengan aktor impian. Terkadang kami saling memandang. Mungkinkah dia jodoh yang dikirimkan Tuhan untukku? ”For you,” Clyde menyodorkan sesuatu padaku. ”Hah?” Sebentuk cincin perak yang kuinginkan tadi. Ternyata Clyde membelinya untukku. Aku senang tapi… aku juga sungkan. Aku sudah hampir menolaknya tapi Clyde mencegahku seolah tahu isi pikiranku. ”Jangan ditolak. Aku hanya ingin membelikanmu sedikit oleh-oleh.” ”hanks.” Aku memakainya di jari manisku. ”Anyway, cincin 136



http://facebook.com/indonesiapustaka



ini, kan, sepasang?” aku penasaran apakah Clyde membelinya juga sepasang. ”Yeah… Aku memaksa membeli satu haha.” ”Haha,” tampaknya aku memang terlalu ge-er. Tapi aku senang Clyde begitu baik. ”Well, sedekat apa hubunganmu dengan Jenny?” tanyaku. ”Dia sepupuku,” jawab Clyde datar. ”Oh….” ”Tapi kami tidak terlalu dekat. Kami jarang berkumpul. Masa kecilku kuhabiskan di hailand. Ayahku kebangsaan hailand, so do I.” Aku mengangguk-anggukkan kepala. ”So, how do you know Bryan?” tanyanya penasaran. ”Haha. Everyone ask me the same question,” kataku sambil tertawa garing. Aku bosan juga mendengar semua orang menanyakan hal yang sama. ”Yeah, I want to know. Why he calls you ’little sister’?” kejar Clyde tidak mau menyerah. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Aku tahu untuk beberapa orang ini adalah hubungan yang aneh. ”FB. Saling kenal lewat FB. hen, hm… hubungan kami berjalan baik bagaikan saudara. Begitulah,” jawabku sambil mengangkat bahu. Clyde mengangkat alisnya tinggi-tinggi. ”Really? Aku rasa kamu memiliki sedikit rasa cinta untuknya.” 137



http://facebook.com/indonesiapustaka



”I’m not… Jangan ngawur,” jawabku buru-buru sambil menggeleng. ”Hm… You love him,” Clyde masih menggoda. Menatapku penuh arti. ”No,” wajahku bagai terbakar. ”Well, yes—in the past. Now, not at all. Okay?” ”Oh, I see.” Clyde bersandar pada kursinya sambil terus menatapku. Aku menghela napas dalam-dalam. ”Aku rasa, Bryan dan Jenny sebenarnya bukan pasangan serasi,” ungkap Clyde jujur. ”Haha... kenapa kamu bisa bilang begitu?” tanyaku penasaran. ”Ha… You know that. You hate her,” kata Clyde sambil mengangkat bahu. ”Haha... no. I… I just… Sikapnya… Semalam… Kami bertengkar di pesta,” aku akhirnya bercerita tentang kejadian semalam. ”Oh?” tanya Clyde, alisnya terangkat tinggi. ”Yeah… Dia pikir aku mencintai Kak Bryan. But it’s not true.” ”Aaah… I can imagine. Begitulah Jenny.”



♥♥♥ Malam itu hujan turun dengan sangat deras. Aku dan Clyde hanya mendekam saja di rumah. Clyde sedang mandi saat aku 138



http://facebook.com/indonesiapustaka



melihat ruang-ruang yang ada di rumahnya. Ada sebuah kamar di dekat dapur yang aku yakin itu kamar pembantu. Tapi nyatanya Clyde tidak memiliki pembantu. Pintu kamar itu sedikit terbuka, tidak lebar tapi mengundang perhatianku untuk menengok ke dalamnya. Aku penasaran, seperti apa rupa kamar pembantu itu. Aku melihat ada benda-benda yang tertutup dengan kain putih. Aku tidak tahu itu apa. Sepertinya Clyde sengaja menutupinya agar tidak diketahui oleh orang lain. Mungkin barang-barang miliknya yang sangat pribadi dan rahasia. Entah lukisan atau apa ya? Mungkin pemberian dari orang-orang terdekatnya? Aku tidak berminat menyelidikinya lebih lanjut. Aku menjauh. Clyde tetaplah orang asing bagiku walau aku sebenarnya tertarik padanya. ”Hi, dear,” sapa Clyde yang baru selesai mandi. Ia sudah berpakaian dan rambutnya masih basah. ”Mau kopi?” ”Tidak.” Aku berjalan mendekatinya yang tengah menyeduh kopi. ”Hei, kenapa kamu tidak buatkan aku tato lagi?” tanyaku bersemangat. ”Sure,” Clyde mengangkat bahu dengan santai. ”he same tato?” Aku mengangguk mantap. Aku tidak tertarik dengan gambar tato yang lain, tidak tertarik mencoba sesuatu yang baru. Aku dan Clyde duduk di sofa tamu. Clyde melukis di lengan kiriku seperti dulu, sesuai permintaanku. Kami diam dalam keheningan selama menit-menit pertama. Clyde orang yang suka merenung sama sepertiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. Aku sedikit berdebar-debar berada di dekatnya. 139



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Rumahmu sangat indah,” kataku lirih. ”hanks.” ”Kamu seniman berbakat tentunya,” ujarku memancing pertanyaan tentang pekerjaan. Tidak ada jawaban. ”Hei, aku belum tau nama lengkapmu,” aku bertanya lagi. ”Clyde Tangsuphoom.” Lalu dia kembali asyik menyelesaikan tatoku. Aku sendiri jadi bingung dan jengah untuk memecah keheningan lagi. ”Well, sebentar lagi temanku datang. Apa kamu keberatan kalau aku minta kamu di kamar saja nanti?” Clyde menengadah setelah menorehkan garis terakhir pada tato temporerku. ”Oh, kenapa?” Jujur, aku sedikit kaget. Tapi otakku berputar cepat. Sepertinya itu hal yang wajar karena Clyde tinggal sendirian. Tentu aneh kalau ada cewek menginap di rumahnya. Tapi dia tidak perlu bercerita macam-macam, kan? But it’s okay. Clyde benar. ”He’s a bad boy. I’m worry about you.” Jawaban Clyde terdengar hanya seperti mencari-cari alasan saja. Tapi aku tidak membantahnya. ”I see. Aku ingin tidur lebih awal kok. Aku capek hari ini tapi sungguh menyenangkan,” aku tersenyum.



♥♥♥ Hujan tidak kunjung reda. Aku sudah mengurung diri di kamar Clyde. Rasanya bosan sekali meskipun Clyde mengizin140



http://facebook.com/indonesiapustaka



kanku menyalakan TV, memakai laptop, atau apa pun yang aku inginkan. Memang aku menyalakan TV tapi aku tidak menyimaknya. Aku juga tidak sedang ingin online. Aku mengantuk tapi tidak ingin tidur karena besok aku sudah harus kembali ke Solo. Lagi pula, aku diam-diam masih menunggu teman Clyde datang. Teman seperti apa yang dia maksud dan apa keperluannya? Telingaku rasanya menjadi lebih peka seratus kali lipat. Aku mendengar deru mobil di halaman rumah. Mungkin itu teman Clyde. Aku benar-benar penasaran. Apakah teman hai atau Indo? Cakepkah? Tapi aku tidak boleh membuat gerakan-gerakan yang mencurigakan. Menengok dari balik jendela pun aku tidak berani. Apa boleh buat. Aku harus puas hanya dengan mendengar suara-suara saja. Kumatikan televisi yang sedari tadi tidak kutonton. Sudah setengah jam, aku tidak mendapati tanda-tanda ada sesuatu yang menarik. Aku bahkan mulai terusik dengan semua ini. Ada apa sebenarnya? Aku teringat Felix. Sekarang aku ingin pulang. Aku menghubungi Felix tapi ponselnya tidak aktif. Menyebalkan sekali. Kucoba empat-lima kali tetap tidak ada hasilnya. Akhirnya aku mengiriminya SMS: Felix =( km di mana? Aku pengin pulang sekarang. Aku di rumah Clyde. Tuban, Kuta Tiba-tiba terdengar suara tembakan. Keras sekali. Aku benar-benar ketakutan sekarang. Apa yang terjadi di bawah? 141



Apakah teman Clyde itu orang jahat? Aku ingin bersembunyi. Di bawah ranjang, di dalam lemari... Tapi aku tahu aku harus turun. Clyde ada di bawah. Aku berlari turun. Kulihat Clyde mencoba berdiri dengan susah payah. Pundaknya berlumuran darah. Dan seorang cowok tegap yang aku rasa adalah temannya berdiri sambil membawa pistol. Dialah yang menembakkan pistol tadi. Aku membekap mulutku. Air mataku berjatuhan dan aku tidak sanggup berbicara. Apa yang terjadi? jeritku dalam hati.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Duniaku benar-benar jungkir-balik. Aku tidak lagi mengantuk. Semalaman aku diinterogasi polisi di kantor polisi. Aku merasa sendirian dan benar-benar sendirian. Clyde adalah tersangka. Dia menyelundupkan narkoba dari negaranya. Sekarang aku mengerti kenapa Clyde bisa kaya raya. Polisi menyita beberapa jenis narkoba dari rumah Clyde, dari kamar pembantu. Barang-barang yang tertutup kain putih tadi, itu adalah narkoba. Teman yang dimaksud Clyde ternyata adalah polisi yang menyamar. Tadinya Clyde hendak melakukan transaksi dengannya. Clyde ditembak karena berusaha melawan. Pikiranku benar-benar kacau. Banyak wartawan yang menunggu di luar. Benar-benar memalukan dan di luar dugaan. Aku merasa sakit. Aku merasa dikhianati oleh Clyde. Aku tidak pernah menyangka dia adalah bandar narkoba. Aku merasa telah memercayai orang yang salah. Mungkin se142



http://facebook.com/indonesiapustaka



harusnya aku tidak datang ke Bali. Mungkin seharusnya aku tidak datang ke Jakarta. Aku tidak melihat jam. Tapi aku menduga sudah pukul lima pagi saat interogasi selesai. Aku kedinginan sepanjang malam sampai detik ini. Aku sangat capek. Aku tidak melihat Clyde meski aku ingin mengatakan sesuatu padanya. Apakah Clyde akan berakhir di balik jeruji besi? Aku merasa ada lubang di hatiku. Aku bingung mau ke mana. Aku tidak bisa berpikir jernih. Tiba-tiba seseorang menarik tanganku. ”Patty, aku di sini.” Felix? Apa aku bermimpi? Felix berdiri di hadapanku saat ini. Bukankah seharusnya dia ada di Jakarta? Tapi aku sangat bersyukur. Tuhan sungguh baik. Aku hampir menangis. Felix memberiku jaket, merangkulku dan kami berlari ke mobil. Aku akhirnya menangis. Perasaanku tidak terlukiskan. Semuanya terjadi begitu cepat. ”Aku membaca SMS-mu,” kata Felix. ”Aku sudah dalam perjalanan ke Bali. hanks untuk alamatnya.” Felix adalah sahabatku. Dia selalu baik. Dia menyusulku ke Bali meski aku melarangnya. Dia menyewa mobil ini untuk mencariku. ”Kita pulang sekarang?” tanya Felix. Aku mengangguk mantap.



♥♥♥ Setelah berita penangkapan Clyde beredar di media massa 143



http://facebook.com/indonesiapustaka



dan elektronik, aku jarang keluar rumah. Aku malas menghadapi orang-orang terdekatku, teman-temanku. Deasy dan Adrian berulang kali menelepon tapi tidak satu pun yang kuterima. Aku tidak mematikan ponselku atau mengganti nomornya. Aku hanya mendiamkan ponselku, tidak peduli seberapa sering ponsel itu bergetar di atas meja. Jika aku tidak ingin menjawabnya, tidak akan aku jawab. Michelle dan Angela sekali mengirimiku SMS. Ivy masih terus menanyaiku setiap hari tapi aku belum juga bercerita padanya. Mama memarahiku karena pergi ke Bali dengan orang tak dikenal hingga terlibat kasus narkoba. Beliau tampak kecewa. Beliau khawatir dengan keselamatanku. Aku tidak bisa membantah apa-apa. Aku yang salah. Seharusnya aku tidak memutuskan keluar dari hotel malam itu. Tapi aku tidak menyesal telah mengenal Clyde. Aku tahu dia tulus. Hanya saja dia mencari uang dengan cara tidak halal. Cincin yang dia beri masih aku pakai, membuat hatiku semakin perih saat melihatnya. Kak Bryan juga berulang kali mencoba menghubungiku. Ada sebelas SMS darinya, belum lagi di YM dan Facebook. Sudah tiga hari aku menghilang dari peredaran tapi hatiku belum juga membaik. Aku masih shock. Sayangnya, hidup tidak berhenti sampai di sini. Aku masih mengingat banyak hal, tapi di satu sisi rasanya aku juga melupakan banyak hal, my real life. Setelah tiga hari, aku menjadi kurus kering. Aku tahu aku harus melanjutkan hidup. Aku senang sewaktu Ivy memberitahuku akan ada wawancara dengan salah satu sta144



siun radio lokal minggu depan. Itu akan membuatku kembali merasa hidup. Selama tiga hari ini, Ivy sesekali menerima telepon untukku. Dari situ dia mendapat kabar tentang interview radio. Aku sangat berterima kasih pada Ivy. Oke, bukankah semuanya sudah berlalu? Aku hanya ingin bertemu dan bicara dengan Felix. Aku tahu dia tidak akan menyalahkanku. Hanya Felix yang selama tiga hari ini tidak menghubungiku. Dia memang cukup memahami diriku. Aku mengiriminya SMS.



http://facebook.com/indonesiapustaka



Ayo kita main :)



145



12



http://facebook.com/indonesiapustaka



FELIX menjemputku. Senyum hangat menghiasi wajahnya. Aku duduk di kursi mobilnya yang nyaman. Felix menanyaiku ingin ke mana, tapi aku tidak memiliki rencana. Aku biarkan saja mobilnya melaju. Tahu-tahu kami sudah dalam perjalanan menuju pantai. Sudah dekat dengan pantai. Tanpa terasa sudah hampir dua jam perjalanan. Rasanya bukan ide yang buruk juga ke pantai di sore hari. Aku membuka jendela mobil. Begitu mobil diparkir, aku langsung berlari sambil bertelanjang kaki di sepanjang pantai. Senang. Rasanya sudah lama tidak menghirup udara kebebasan. Kulempar jaketku. Rasanya belum lama kami bermain air di pantai, tapi tahu-tahu sudah magrib. Pakaianku basah kuyup. Begitu juga Felix. Padahal kami tidak membawa pakaian ganti. Tapi kami senang. ”Sudah sunset. Ayo pulang,” ajak Felix yang lebih ingat waktu daripada aku. 146



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Sebentar lagi,” kataku. Aku merebahkan tubuhku di atas pasir pantai yang lembut. ”Tato itu apakah Clyde yang buat?” tanya Felix. Ia duduk di sampingku dengan posisi menekuk lutut. ”Iya. Aku sedang memikirkan sesuatu,” ujarku. Aku menutupi mataku dengan telapak tangan. ”Apa itu?” ”Entahlah.” Aku merentangkan sebelah tanganku yang memakai cincin pemberian Clyde ke udara. ”Sebenarnya… Apa yang terjadi hari itu?” tanya Felix. ”Kamu belum cerita apa-apa.” Dari nada bicaranya aku tahu Felix mulai kesal. ”You know, kamu selalu berbohong, dan aku…” ”Kamu tahu?” aku bangun dan menatap Felix lekat-lekat. ”Cincin ini Clyde yang belikan. Cincin perak. Bagus, kan?” Aku memamerkannya pada Felix tapi tidak kuizinkan dia menyentuhnya seujung jari pun. Aku mencoba tersenyum ceria, tapi tidak bisa. Air mataku akhirnya tumpah. ”Felix, I’m sorry,” ujarku sambil meneteskan air mata. ”I’m sorry… Aku sangat sedih karena Kak Bryan akan menikah dengan orang lain, tapi di satu sisi kamu tahu, aku ingin dia bahagia. Aku marah saat Jenny menuduhku. Aku tidak pernah berusaha mendekati Kak Bryan atau merebutnya dari sisi Jenny… Tapi apa yang dia katakan, bahwa aku masih mencintai Kak Bryan, mungkin benar…” Aku menangis tanpa ditahan-tahan. Untung sudah tidak terlalu banyak orang. ”Aku marah malam itu, aku memutuskan ingin pulang, tapi aku 147



bertemu Clyde di bandara. Dia mau pulang ke Bali, dan aku memintanya mengajakku. Aku sama sekali tidak pernah takut



http://facebook.com/indonesiapustaka



pada Clyde. Aku tahu dia teman sejati…” Felix diam dan terus menatapku dengan lembut. Tapi aku merasa, dia tetap tidak memahami apa yang kukatakan. ”Clyde teman yang baik. Dia mengajakku ke rumahnya, dia memberikan kamarnya untukku, dia mengajakku jalan-jalan, membelikan cincin, melukiskan tato… Aku sedih waktu Clyde memintaku untuk tidak keluar kamar, lalu kudengar suara tembakan dan aku sangat ketakutan kalau Clyde terluka… Aku tidak pernah menyangka siapa Clyde sebenarnya… Aku tidak menyangka Clyde membawaku sangat dekat dengan maut…” Aku menangis tersedu-sedu. ”I know…,” Felix mendekatkan kepalaku ke dadanya. Tibatiba hujan turun dengan derasnya. ”Dan sekarang saat kusadari dia tidak di sini, hatiku terasa sakit. Tadinya kupikir, akhirnya aku menemukan seseorang yang tepat…” ”Dear, you’re precious. You deserve the best man. At the right time, if today is not your time, tomorrow will be yours.” Kata-kata Felix sungguh membuatku tenang.



♥♥♥ Kepalaku terasa berat sekali setelah bermain di pantai bersama Felix kemarin. Aku baru bangun pukul sepuluh pagi. Itu 148



http://facebook.com/indonesiapustaka



pun lantaran ada telepon dari Kak Bryan. Aku tahu ini sudah saatnya bicara. Kujawab teleponnya. ”Halo?” ”Patty! Oh… Ya ampun akhirnya kamu angkat juga! Ke mana saja, eh? Aku benar-benar khawatir…” ”Hehe... I’m okay. Maaf sudah membuat khawatir.” ”Kamu baru bangun? Ya sudah. Aku cuma ingin tahu keadaanmu. Fiuh… Senang bisa mendengar suaramu. Aku kaget juga, ternyata kamu pergi bersama Clyde. Maafkan Jenny ya, pasti gara-gara dia…,” kata Kak Bryan panjang lebar. ”Hei, bukan. Tidak, Kak, sungguh. Aku sendiri yang memutuskan pergi ke Bali. Aku bertemu Clyde di bandara. Itu saja,” sergahku. ”Hah… Kamu tau aku khawatir setiap hari? Kamu membuatku tidak bisa tidur, tau,” kata Kak Bryan. ”It’s okay, Kak. Haha. Ada Felix yang menjagaku,” kataku mencoba membuat semua ini terdengar ringan, bukan masalah besar. ”Oke, kapan pun butuh bantuan, telepon aja ya,” kata Kak Bryan. ”Okay, thank you,” janjiku. ”Take care.” ”Take care.”



♥♥♥ 149



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Fel…,” ujarku lirih di suatu pagi saat kami sedang lari pagi. ”Yup?” Felix menatapku. ”Ayo, sampai sana ya!” ”Hei!” Dasar Felix menyebalkan. Dia tahu aku mau bicara serius tapi dia justru mengajakku balapan. Padahal aku tidak pernah menang lomba lari darinya. Benar-benar curang. Tapi mau tidak mau aku berlari juga mengejarnya. Aku sudah lelah sebenarnya. Ini akan menjadi putaran terakhirku, huh. ”Haha aku menang lagi!” Felix bersorak-sorak. ”Ini nggak adil. Jangan pernah ajak aku lomba lari lagi,” kataku sambil mengelap peluh di dahiku dengan tangan. ”Haha ayo kita cari sarapan. Lapar,” kata Felix sambil merangkulkan tangannya di leherku. ”Fel,” kataku menyingkirkan tangan Felix. Aku benar-benar ingin bicara serius. ”Dengarkan aku.” Aku menatap kedua bola mata Felix. ”Aku ingin sekali… Bertemu Clyde.” ”Hah, omong kosong apa lagi ini?” Felix tidak memedulikanku. Dia melangkah meninggalkanku. ”Please!” aku mengejar Felix beberapa langkah. ”Kamu ingin aku menemanimu?” Felix menatapku. Aku hanya bisa mengangguk. ”Lupakan saja!” Felix berlari-lari kecil. Hah, tega sekali Felix berkata seperti itu? Benar-benar cowok egois! Oke, terpaksa aku pergi sendiri. ”Ya, sudah! Aku bisa pergi sendiri!” Felix menghentikan larinya. ”Kamu yakin?” tanyanya sambil menghampiriku. 150



”YA! Aku bisa pergi sendiri!” kataku benar-benar marah. ”Kamu yakin mau ketemu dia?” Felix menyipitkan matanya. ”Aku merindukannya…,” kataku lirih. Felix menghela napas panjang. ”Oke. Aku ikut.” Di wajahku langsung terkembang senyum lebar. ”Hore! Asyik! hank you, Felix! Aku tau kamu pasti bersedia hahahahaha.” Aku memeluk Felix erat.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku tidak percaya akan kembali ke sini untuk menemui Clyde. Aku sangat gugup. Perasaanku tak keruan. Aku tidak tahu harus berkata apa bila bertemu Clyde. Tiba-tiba saja rasanya aku justru ingin pulang. Perutku rasanya bergolak. Bagaimana ini? ”Are you okay?” tanya Felix begitu kami turun dari pesawat. Aku hanya diam. Aku benar-benar tidak yakin sekarang. Aku menggenggam tangan Felix. Tanganku terasa sedingin es kutub. ”Hei, kamu baik-baik saja?” Felix mengulang pertanyaan yang sama. Tampak dia mulai khawatir. ”Ayo kita makan dulu.” ”Aku tidak lapar,” tolakku. ”Aku lapar,” ujar Felix.



151



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Ini sungguh menyebalkan. Aku dan Felix sudah terbang kemari untuk menemui Clyde tapi petugas sipir bilang bahwa Clyde tidak ingin ditemui olehku. Aku sangat, sangat terluka. Kenapa? Apa salahku? Betapa bodohnya. Seharusnya memang aku tidak datang ke sini. Aku merasa sangat konyol. Ingin sekali aku memukul wajah Clyde sampai hancur. ”Benar-benar tidak mau bertemu?” tanya Felix sekali lagi. ”Tolonglah.” Sudah cukup. Felix memohon-mohon seperti ini demi aku, sungguh tidak pantas. ”Ayo kita pulang,” ujarku hampir tidak bisa menahan tangis. Lagi-lagi aku ditolak. Apa sih istimewanya Clyde? Tidak ada. ”Patty, kita sudah jauh-jauh datang ke sini. Tunggu sebentar,” ujar Felix. Ia bicara dengan sangat tegas. Oke, memang aku awalnya ingin menemuinya tapi apa yang bisa dilakukan sekarang? Clyde tidak ingin menemuiku bahkan petugas sipir pun belum tentu sanggup menyeretnya keluar. Apa yang bisa kami lakukan? God tell me! ”Tolong bilang padanya, dia harus menemui Patty sekarang juga! Kami ke sini benar-benar ingin bertemu Clyde, tidak ada niat jahat. Kami bukan teman yang membahayakan, kami…” ”Maaf sekali,” petugas sipir menggeleng. Ia mempersilakan kami pergi. Pedih sekali hatiku. Aku menarik tangan Felix. 152



”Biarkan aku yang menemui Clyde langsung. Antar aku ke selnya, cepat!” Felix terus ngotot. ”Sudah, Felix! Kita pulang!” Aku tahu aku tidak bisa menyeretnya. Jadi aku pergi mendahului Felix. Kudengar Felix memanggil namaku. Mau tak mau dia akhirnya mengikutiku juga. ”Pat! Kenapa kamu pergi gitu aja sih?” Felix tampak geram. ”Aku bisa menyeret Clyde keluar!” ”Sudahlah, Fel…” Aku merasa sangat lemah. ”Come on, kamu yang mati-matian memohon padaku ingin bertemu Clyde…” Sudah hampir sampai mencapai gerbang, seorang petugas memanggil-manggil kami. ”Kalian! Tadi yang mau bertemu napi. Dipanggil Pak Sipir. Kalian bisa bertemu,” ujar petugas itu. Aku dan Felix berpandangan dengan takjub. Aku tidak berkata apa-apa dan langsung berlari kembali ke dalam.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ ”Hai,” sapa Clyde. Ia mencoba tersenyum tapi gagal. Aku tidak tahu apa yang membuatnya mengubah keputusan untuk mau menemui kami. Suasana hening untuk sekian detik. ”Apa kabar?” tanyaku. ”Seperti yang kamu lihat,” jawab Clyde. Ia masih tidak ba153



http://facebook.com/indonesiapustaka



nyak berubah. Kecuali mungkin karakternya. ”Kenapa kamu ke sini?” Clyde tampak tidak senang. ”A…,” aku bingung. Ini bukan Clyde. Aku merasa agak konyol Clyde menolak kedatanganku. Felix hanya diam. Dia tidak membantuku mengatasi perasaanku. Dia sama sekali tidak mau berbicara dengan Clyde. Ini membuatku makin frustrasi. Aku harus menghadapi keadaan ini seorang diri. ”Kamu masih pakai cincin itu?” Clyde menatap cincin di jariku. Pemberiannya. ”Buang saja.” ”Kenapa sih kamu…,” sergahku, emosiku mulai tersulut. ”Hah…,” Clyde menggaruk kepalanya. ”Somehow… Dengar, lupakan aku. Aku bersalah sudah melibatkanmu. Aku minta maaf buat semuanya. Oke?” Clyde kali ini tersenyum. Tulus. Tapi aku justru ingin menangis. ”Kenapa? Kita kan teman. Aku tidak membencimu,” kataku dengan suara bergetar. ”Aku tau.” ”Aku senang sekali kita menghabiskan waktu bersama beberapa hari lalu,” kataku dengan suara makin bergetar. ”Terima kasih. Tapi aku nggak ingin melukaimu lagi,” kata Clyde datar. ”Aku memang terluka. Tapi aku bisa menghadapinya. Aku ingin kita bisa seperti dulu lagi,” kataku. Clyde tersenyum sambil tertunduk. ”Janji, saat kau bebas nanti, kita ketemu lagi.” Clyde diam beberapa lama. 154



”Ya. Cewek bodoh yang kukenal di Bali, kita ketemu lagi kalau aku sudah bebas.”



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku tahu, aku tidak boleh terus-terusan memikirkan Clyde. Aku senang sudah bertemu dengannya walau tanggapannya benar-benar di luar dugaan. Hei, sudah lama aku tidak menulis sejak aku pergi ke Jakarta. Sore ini Angela meneleponku. Aku bahkan lupa hari ini ulang tahunnya. Ia mengundangku makan malam di rumahnya. Ia juga memberi kabar bahwa Michelle sudah putus dari pacarnya karena cowok itu menghamili cewek lain. Aku tidak dapat membayangkan betapa sedihnya Michelle belakangan ini. Di akhir teleponnya, ia tidak lupa mengatakan, ”Ehm, Patty, apakah kamu dan bandar narkoba itu… Yah, kalian tidak melakukan sesuatu yang bukan-bukan, kan, di Bali?” Hah? Yang benar saja! Apa sih maksudnya? Aku tahu Angela sudah pasti berpikir yang bukan-bukan. BRAK! Kubanting gagang telepon. Benar-benar menyebalkan. Apa aku ini tampak seperti cewek murahan? Huh, sudahlah. Aku tidak peduli Angela mau berpikir apa. Yang jelas, aku harus menghubungi Felix sekarang. Aku harap dia tidak ada acara malam ini dan bisa menemaniku ke ulang tahun Angela. Aku hanya tidak ingin sendirian. Apalagi Adrian akan datang bersama Deasy. Hm... aku merindukan mereka juga sih sebenarnya! 155



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku sedang menunggu Felix menjemputku. Tidak disangkasangka sebuah mobil yang cukup asing bagiku berhenti untuk menjemputku. Penumpangnya adalah Adrian dan Deasy. Hei, apa kabar mereka? Aku lupa memberitahu mereka bahwa aku berangkat dengan Felix. Lebih tepatnya memang aku tidak pernah berkomunikasi dengan Deasy lagi sekarang. Tapi dia tetap sahabatku. Aku hanya kehabisan waktu—kalau alasan ini bisa diterima. ”Hai,” Deasy menyapaku. Mereka mungkin mengira aku menjadi gila gara-gara pertunangan Kak Bryan lalu peristiwa dengan Clyde. Pokoknya aku merasa mereka sedikit prihatin denganku. Lupakan saja. Felix tidak pernah menganggapku seperti itu. ”Sori ya tidak memberitahumu sebelumnya. Mau bareng kami?” Deasy tersenyum. Begitu pun Adrian. Entah kenapa aku merasa seperti orang gila. Atau orang yang kesepian? ”Kamu kurusan, ya?” ujar Adrian. ”hanks, aku bersama… Felix,” jawabku lirih. ”Siapa?” Adrian mendesis pada Deasy. ”Temannya yang waktu itu,” jawab Deasy juga sambil mendesis seolah mereka pikir aku tidak mendengar. Di tengah percakapan itu mobil Felix datang. Lega rasanya. Aku pikir kami akan segera meluncur sendiri-sendiri. Tapi Felix menjadikan semuanya berbeda. 156



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Hai,” Felix justru turun dari mobil lalu menyapa Adrian dan Deasy dengan ramah. ”Ini Felix. Kenalkan ini Adrian dan Deasy,” aku mengenalkan mereka satu sama lain. ”Ah, ya masih ingat aku? Waktu ujian skripsi itu…,” ujar Felix. ”Iya,” ujar Deasy tersenyum. ”Patty suka cerita tentangmu. Akhirnya kalian bertemu di dunia nyata, ya.” ”So, kita berangkat sama-sama aja?” Felix menawarkan. Adrian dan Deasy saling pandang. Mereka sepertinya juga tidak keberatan. ”Oke aja. Ayo,” ujar Adrian. Yah, selagi dia bisa membawa mobil papanya, why not? Biasanya mobil ini tidak pernah nganggur di garasi rumah Adrian. Suasana di mobil tidak terlalu canggung meski Felix orang baru dan aku tidak berminat ngobrol terlalu banyak. Felix ngobrol sepanjang perjalanan dengan Adrian, dengan Deasy. Denganku juga, dia memaksaku bicara. Menjawab pertanyaanpertanyaannya yang tidak penting. Rumah Angela sangat megah. Makan malam diadakan di halaman rumahnya yang penuh bunga-bunga cantik. Michelle sudah menunggu kami dengan bosan. Dia sendirian saja berayun-ayun di ayunan seperti boneka. Sementara Angela sibuk dengan pacarnya, Doni. Mereka membawa makanan-makanan ke meja, mengaturnya berulang kali… Aku tidak tahu kenapa mereka terus-menerus keluar-masuk, tapi kalau boleh kutebak pasti karena makanan-makanan itu habis mereka cicipi. 157



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Haaaaaaai!” Angela berteriak dengan heboh. Kami baru akan beranjak mendekati Angela, namun Michelle menyeretku. ”Damn! Patty!” ia mendesis. ”Siapa cowok tampan itu?” Yang dimaksud Michelle adalah Felix. Aku heran, rasanya sedari tadi ia masih mematung bagai boneka, tapi mengapa begitu melihat Felix dia jadi bersuara dan hidup? ”Felix,” jawabku. ”Dia saudaraku.” Aku ingin jawaban yang aman. Aku tidak mau diinterogasi terlalu banyak. Aku tidak mau Michelle mengira yang bukanbukan. Aku tidak ingin menghadapi sesuatu yang lebih rumit lagi dari kemarin. Lagi pula, Felix juga menganggapku sebagai saudara, kurasa. ”Oh, kenapa aku tidak pernah lihat? Saudara sepupu? Saudara tiri? Saudara jauh?” Michelle mulai antusias. Whatever. ”Dia kuliah di Amrik.” ”Oh, great! So cute! Aku mau dia! Muaaaaaaaaah!” Michelle langsung mencium pipiku dan bergabung dengan yang lain. HALO, apa ada kesalahan? Apa Michelle sudah gila? Baru saja aku mau bersimpati padanya, memeluknya karena pacarnya telah menghamili anak orang, takut dia akan trauma untuk jatuh cinta... Eh, ternyata Michelle justru bersikap di luar dugaanku! Hei, kenapa aku cemas sekarang? Bagaimana kalau dia benar-benar mendekati Felix? Mungkin, bisa jadi Felix akan tertarik. Yah, sejauh ini banyak cowok mengantre ingin menjadi pacar Michelle. Dia sangat cantik dan menawan. 158



http://facebook.com/indonesiapustaka



Kami makan sepuas-puasnya setelah tentu saja Angela make a birthday wish. Michelle tak pernah lepas memandang Felix. Saat Felix menoleh, Michelle pura-pura tidak melihat. Sungguh konyol. ”Ayo kita main!” Angela berteriak. ”Truth or dare!” ”Hukumannya apa?” tanya Adrian. ”Jangan yang aneh-aneh,” sahutku pula. ”Hukumannya… terserah yang kena giliran kasih hukuman dong. Tapi kali ini pertanyaannya adil kok. Ini sudah ada nama kita bertujuh, kita acak.” Angela mengacak kartu bertuliskan nama kami di atas meja. ”Sekarang, masing-masing satu kartu. Jangan dibuka.” Semua memilih kartu dengan cepat. Menariknya ke hadapan masing-masing. Yang mendapat kartu sisa adalah aku dan Deasy. It’s okay. Bukankah kita juga tidak bisa memilih nama? ”Sekarang, masing-masing boleh bertanya apa saja pada nama orang di kartu yang kalian ambil. Dimulai dari aku, ya!” ujar Angela bersemangat. ”Gimana kalau ternyata namanya sendiri yang diambil?” tanya Adrian kritis. ”Ya harus ditukar dong,” jawab Angela tak sabar. Ia membuka kartunya. ”Adrian,” ujar Angela lirih. Semua bernapas lega bukan nama mereka yang muncul. Kita tidak pernah tahu pertanyaan jail apa yang sedang dipersiapkan Angela. ”Hmm… Biar aku pikirkan. Satu pertanyaan. Hmm… Apakah kamu dan Deasy sudah berciuman?” 159



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Waooow!” seru Doni. Yang lain juga ribut. Aku diam. ”Kalau dare apa?” tanya Adrian. ”Pulang ke rumah sambil merangkak!” ujar Angela mantap. Sudah pasti Adrian memilih truth. ”Of course… Yes.” ”OMG tidak kusangka,” ujar Michelle. ”Wow, kurang detail! Di bagian mana kamu menciumnya?” tanya Angela lagi. ”Bukankah hanya satu pertanyaan?” sergah Adrian. Hatiku sesak entah mengapa. Aku tahu aku harus menikmati permainan ini jadi aku mencoba have fun. Aku memandang Deasy yang tersipu. Kupandang Felix yang ternyata juga sedang memandangku. Aku tahu, dia pasti menangkap gelagat resah dariku. ”Oke, sekarang aku,” Adrian membuka kartunya. Ia hanya menunjukkan kartunya pada kami tanpa menyebut nama. ”Patricia,” Michelle yang membacanya. ”Aku?” ujarku. Oh, kenapa aku jadi seperti orang bodoh? Apa ya kira-kira yang akan ditanyakan Adrian? ”Jangan tegang, aku nggak akan tanya yang aneh-aneh,” ujar Adrian. Aku tidak tahu wajahku harus bagaimana. Aku tahu Adrian tidak mungkin kejam. Tapi aku mungkin masih shock soal kebenaran Adrian dan Deasy pernah berciuman. Tidak pernah terbayangkan olehku. Mungkin aku terlalu naïf. Mereka kan pacaran. Tapi aku berharap Adrian adalah cowok baik-baik. Begitu pun Deasy. Kupikir mereka akan berpacaran dengan tidak melakukan ”apa pun”. Bisa, kan? 160



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Hm... bagaimana perasaanmu jalan-jalan ke Bali kemarin?” Adrian merasa telah memilih pertanyaan yang tepat. Tapi Felix dan yang lainnya tahu, itu bukan pertanyaan yang terlalu indah untuk kujawab. ”Jalan-jalan?” Angela bicara dengan nada tak percaya. Maksudnya, itu tidak bisa dibilang jalan-jalan. ”A…,” aku kehilangan kata-kata. Tentu saja aku langsung teringat Clyde. Narkoba. Penembakan. Semua hal menyakitkan yang terjadi di sana. ”Dare…,” ujar Felix lirih. ”Dare-nya kamu bisa pulang naik taksi bersama Felix kok,” Adrian merasa salah tingkah. Aku tidak memedulikan temantemanku. Aku mulai bicara. ”Aku sangat senang. Aku senang bisa ke Ubud. Aku suka Ubud. Aku suka udaranya. Aku suka keseniannya. Aku suka…,” aku menghela napas panjang. ”Seseorang membelikanku cincin ini…,” aku mengangkat jemariku, ”aku suka…” Semuanya diam. ”So, dari siapa cincin itu?” tanya Doni entah karena benarbenar tidak tahu atau apa, tapi Angela langsung menyikutnya. Aku tidak ingin merusak pesta ini. Aku membuka kartuku. Felix, nama yang tertulis. Aku belum menunjukkan kartuku pada teman-teman. Aku belum juga mengucapkan namanya. ”Siapa?” tanya Deasy penasaran. ”Felix,” aku menghadapkan kartuku pada semua. Felix berseri-seri. Baginya mungkin ini akan lucu. Awas, ya. Aku ber161



http://facebook.com/indonesiapustaka



pikir sejenak. Aku memandang Michelle. Dia memandang Felix seperti ingin memangsanya. ”Ehem… Cewek seperti apa yang akan menjadi pacarmu?” tanyaku. Michelle tampak sangat tertarik. Deasy dan Adrian saling lirik dengan aneh. Mereka pikir aku naksir Felix. ”Haha apa ya,” Felix menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ”Someone who… deserves to be loved.” ”Seperti...?” tanyaku mengejar. ”Hanya satu pertanyaan. Sekarang gi…” ”Hei, curang! Kamu tidak menjawab pertanyaanku! Apa itu Someone who deserves to be loved. Terlalu abstrak!” ”Iya sebutkan ciri-ciri dong,” Michelle ikut sewot. Hei, seharusnya yang mencak-mencak itu memang Michelle, bukan aku. ”Tadi kan cewek seperti apa, bukan sebutkan ciri-ciri cewek yang akan menjadi pacarmu,” Felix terus berusaha ngeles. ”Udah lanjut!” Felix membuka kartunya. ”Michelle,” ujarnya sambil mengacungkan kartu. Aku melihat Michelle langsung berseri-seri wajahnya. ”Hm… Kita baru mengenal hari ini jadi sebenarnya mungkin bisa jadi ada banyak pertanyaan,” Felix bercanda dahulu. Sungguh manis. ”Haha tentu saja. Aku layani semua pertanyaanmu,” Michelle tampak sangat genit. ”Ehem bisa-bisa semalaman kami hanya menonton kalian tanya-jawab,” ujar Angela menunjukkan gelagat bosan karena sedari tadi belum ada yang kena hukuman. 162



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Apa kamu single?” What?? Aku tidak salah dengar, kan? HALO, aku tahu Felix memiliki selera humor yang tinggi. Aku juga tahu dia masih normal dan suka pada cewek-cewek cantik, kadang menggoda mereka… Sikap ini pun sebenarnya masih menunjukkan keaslian Felix tapi… Dia menanyakan hal iseng itu pada cewek yang berkomitmen ingin menjadikannya pacar? Dan rasanya itu bukan pertanyaan yang cukup tepat sekarang… Kami menatap Michelle waswas. Tidakkah ia teringat mantan pacarnya, Tian, yang menghamili cewek lain? Michelle mengangkat bahu. Wajahnya sedikit sedih tapi kami tahu dia ingin terlihat tegar. ”Ya, aku single. Hehe. Tepat beberapa hari yang lalu.” ”Oh, sori,” ujar Felix. ”Nggak pa-pa. Dia memang cowok brengsek.”



163



13



http://facebook.com/indonesiapustaka



”MAU mampir?” tanyaku basa-basi pada Felix saat Adrian dan Deasy sudah memulangkan aku dan Felix di rumahku. ”Next time,” Felix masuk ke mobilnya. Ia tidak segera menyalakan mesin mobilnya dan justru berpaling menatapku. ”Truth or Dare. Seperti apa sosok Felix di mata seorang Patricia Sarah?” DEG! Rasanya jantungku berhenti berdetak. Haruskah aku menjawab pertanyaan ini? ”Permainannya sudah selesai,” ujarku. ”Satu pertanyaan. Aku... menurutmu?” Felix menunggu jawaban dariku. Entah kenapa hatiku berdebar-debar. Aku belum pernah memikirkan Felix begitu detail dan mendalam. Tapi saat ini aku jadi memandang wajahnya begitu lekat. ”Felix itu sahabatku,” jawabku. ”Kepribadiannya, penampilannya, isiknya?” Aku seolah terhipnotis. Aku tidak ingin berbohong. Ya, aku hanya ingin mendeskripsikan Felix. 164



”Dia orang yang sangat menyenangkan. Meskipun… sangat cerewet juga… Hmm…cute… agak pendek… Tapi… karena dia selalu ada saat aku butuh… itulah mengapa aku sangat menyukainya…” Mungkin wajahku sedikit bersemu merah saat ini. Felix tersenyum. ”hank you. Aku pulang dulu, ya.” Aku seperti baru saja terlepas dari jerat hipnotis. ”Hei, curang! Aku tidak sedang memujimu!” ”Kalau Patty itu menurutku… Hm… Cewek yang mandiri. Dia butuh seorang cowok yang bisa memahami dirinya. Patty itu sebenarnya sangat kesepian dan berkali-kali patah hati. Tapi dia punya sahabat yang sangat setia dan selalu menjaganya, yaitu Felix.” ”Ngomong apa sih kamu?” ”Pendapatku tentang Patricia Sarah. Adil, kan? Apa kamu tidak ingin dengar?” Felix menyalakan mesin mobilnya. ”Good night, ya.”



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ ”Kenapa, ya…” Aku termenung di depan laptopku. Ivy sedang sibuk bersiap pergi ke kampus. ”Kenapa lagi?” tanya Ivy. ”Aku tidak mengerti. Hatiku berdebar-debar. Felix memang baik tapi aku tidak ingin menyalahartikan kebaikannya,” kataku lalu menghela napas panjang. 165



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Kenapa sih?” Ivy mendekatiku. Ia melihat mataku berkacakaca. ”Aku nggak tahu... Aku… Aku nggak ingin patah hati lagi…” Ivy menatapku penuh simpati. Entah apa yang dia tafsirkan. Aku sedang tidak ingin membuka hatiku untuk seorang cowok pun. Setelah kejadian Clyde, aku harap itu adalah terakhir kalinya aku patah hati. Tapi belakangan ini aku merasa, aku mulai memandang Felix sedikit berbeda. Dia mulai sering membuatku terpana dan bergetar. Semua kebaikannya sangat menyentuh hatiku lebih daripada yang dulu aku rasakan. Aku takut, aku mencintai Felix. Aku takut mencintainya dan terluka seperti yang sudah-sudah. Sebelum hal itu terjadi, aku harus menutup hatiku rapat-rapat. Aku harus menolak Felix. Ponsel di sampingku berbunyi, mengejutkanku. Nama ”Felix” tertera di layarnya. Aku senang tapi juga aku merasa ragu untuk mengangkat telepon darinya. ”Angkat dong,” ujar Ivy yang merasa terganggu dengan nada dering ponselku. Setelah aku mengangkatnya, Ivy berpamitan berangkat ke kampus. ”Ya?” sapaku pada Felix. ”Hi, girl! Malam ini kamu di rumah, kan? Ayo kita bersenang-senang,” ajaknya ceria. ”Bersenang-senang apa?” tanyaku datar hampir sinis. ”Yah, mumpung aku belum balik ke Amrik. Hang out dengan teman-temanku. Aku kenalkan sama mereka,” katanya santai. 166



http://facebook.com/indonesiapustaka



Apa-apaan lagi ini? Aku hanya menggeleng meski aku tahu Felix tidak melihatku. Memangnya dia ingin mengenalkanku sebagai apa? Aku merasa ini bukan ide yang bagus. Aku tahu Felix hanya menganggapku teman dan aku tidak suka itu. Aku sudah muak dengan segala hubungan yang rumit dan aneh. ”Sori, aku nggak bisa ikut…” Hening di seberang sana. Aku tidak ingin membayangkan. Ini pertama kalinya aku menolak ajakan Felix. ”Oh, jadi kamu ada acara malam ini? Oke. Kalau begitu besok saja…,” kata Felix dengan nada bertanya. ”Besok aku juga tidak bisa.” ”Kenapa?” Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku sedih membuatnya sedih. ”Lusa?” tawarnya lagi. ”Mulai sekarang, besok, besoknya lagi, besok besok besoknya lagi… Selamanya jangan ajak aku pergi lagi.” ”Aneh. Ada apa?” ”Nggak ada apa-apa,” kataku datar. ”Kekanak-kanakan.” ”Biarin,” kataku dengan kesal. Felix menghela napas panjang. Tidak tahukah dia bahwa hatiku juga merasa tersiksa saat ini karena harus menolaknya? Tapi aku benar-benar tidak mau lebih terluka lagi. ”Kamu ajak aja Michelle,” ujarku lancar. Aku tidak tahu kenapa aku bisa berkata seperti itu. 167



”Michelle? Kamu gila ya? Hahaha,” kata Felix geli. ”Gimana Michelle menurutmu?” Tidak ada jawaban. ”Kenapa kamu tidak cari pacar sih, Fel? Michelle misalnya.” ”Kenapa sih? Kamu sekarang ngributin Michelle?” ”Yah, Michelle itu cantik. Dan dia nggak jahat kok. Cuma memang agak ceplas-ceplos dan usil dan…” TUT… TUT… TUT… Felix menutup teleponnya begitu saja. Sepertinya dia marah. Apa aku menyebalkan? I don’t care. Aku hanya mengatakan yang sejujurnya. Aku tahu hubunganku dengan Felix juga tidak berujung. Aku tidak pernah beruntung dalam mencintai seorang cowok. Aku tidak ingin Felix masuk dalam salah satu daftar nama cowok yang mencampakkanku, meninggalkanku. Aku tidak boleh jatuh cinta padanya.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Dua hari sudah Felix benar-benar tidak menghubungiku. Aku merindukannya tapi aku harus menepis perasaan itu jauhjauh. Hari ini aku ada janji dengan Jacky, teman chatting-ku di Facebook. Dia ada perlu di kota ini, menghadiri pernikahan temannya dan sekalian ingin mendistribusikan jahe racikannya di kota ini. Ya, Jacky mengelola bisnis minuman jahe bersama temannya. Sebuah home industry. Dia menyempatkan diri juga untuk menemuiku. Tentu saja aku mengiyakan untuk bertemu. Aku suntuk belakangan ini. Mungkin dengan adanya 168



http://facebook.com/indonesiapustaka



Jacky, aku sedikit bisa mengalihkan perhatianku dari Felix. Kami bertemu di Pringsewu. Aku tidak melihat Adrian, bukan jam kerjanya mungkin. Jacky bukan tipe cowok idealku. Kami nyambung menjadi teman. Dia cowok yang introvert dan serius. Kacamatanya agak tebal. Dia juga sangat religius. Bisa mati bosan aku bersamanya. ”Patrice, kamu lebih cantik dari fotonya, ya,” puji Jacky. Di antara orang-orang yang mengenalku hanya Jacky yang memanggilku Patrice. Rasanya aneh tapi aku tidak menghiraukannya. Entah kenapa aku tidak merasa tersanjung ketika Jacky memujiku barusan, tapi aku tetap mengucapkan thanks untuk basa-basi. Lalu datang pasangan yang ceweknya amat sangat cerewet. Entah mengapa di setiap rumah makan pasti ada saja tamu yang seperti itu. Membuat telingaku panas. Aku bisa membayangkan, si cewek berpakaian sangat minim dan seksi sementara si cowok adalah tipe yang sok cool. ”Ah, di sini saja. Bersih. Kamu mau makan apa? Aku sedang diet. Aku pesan apa saja deh boleh, tanpa nasi. Aku sudah bawa lemon. Eh, jangan lupa mintakan sumpitnya,” si cewek bicara tanpa jeda. Aku menoleh. Ternyata pasangan cewek berpakaian sangat minim dan cowok sok cool itu adalah Michelle dan Felix. Aku mati kutu. Tidak tahu harus menyapa atau pura-pura tidak tahu. Aku tidak tahu bahwa Felix benar-benar berpacaran 169



http://facebook.com/indonesiapustaka



dengan Michelle. Hatiku sakit. Tapi tidak boleh. Bukankah aku sudah tahu semuanya akan begini? Aku tidak berharap sejak awal. Aku sudah menolaknya sejak awal. ”Hei, Patty! Wah, senangnya bertemu!” seru Michelle. Dia langsung merapat kepadaku. ”Ehem, jadi ini nih yang baru? pengganti Clyde?” Michelle berbisik di telingaku. ”Ah, hahahaha teman kok...” Aku bingung apakah harus mengenalkan Jacky atau tidak, sementara Felix entah bagaimana berusaha tidak memperhatikanku. ”Ah, duluan. Yuk...” Aku berdiri dari dudukku sambil menggamit tangan Jacky. ”Kami harus pergi nih.” Aku tidak sanggup menatap Felix. Kami benar-benar tidak saling menyapa. Jacky tersenyum pada Michelle dan Felix, meski Felix tidak memperhatikannya. ”Hati-hati di jalan,” seru Michelle. Iya, aku tahu. Pada akhirnya semua selalu begini. Mudah bagi Michelle untuk menemukan seorang kekasih. Tian boleh saja meninggalkannya demi cewek lain tapi Michelle mendapatkan seseorang yang benar-benar lebih keren. Salah tadinya kalau aku mengira Michelle akan sedih berlarut-larut dan butuh dihibur. Tidak, Michelle tidak butuh dihibur dan dikasihani. Justru akulah yang perlu dihibur. ”Hei, tunggu!” Felix mencegah kami. ”Ayo kita nonton bareng.” Felix menatapku tajam. Hatiku berdebar-debar. Aku membayangkan ini ajakannya secara pribadi. ”Double date? Boleh-boleh saja,” Michelle menimpali. ”Tapi katanya tadi mau makan?” 170



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Mumpung ada Patty, kita nonton saja,” ujar Felix datar dan tegas. Ia mendahului kami keluar restoran. Michelle terpaksa berlari-lari kecil di belakangnya. Aku nyengir saja pada Jacky. Habis bagaimana lagi? Jacky juga senang-senang saja diajak nonton. Apalagi dia memang tidak ada tujuan setelah ini. Kami nonton ilm romantis pilihan Michelle. Ini terasa sangat menjemukan bagiku. Michelle terus ngoceh sepanjang ilm diputar sementara Jacky sesekali sibuk dengan iPad-nya. Aku yakin Felix sebenarnya tidak tahan Michelle terus mengoceh di sampingnya. Dan aku agak tidak tahan juga dengan silaunya cahaya dari iPad milik Jacky yang tiap sepuluh menit menyala. ”Aduh, Patrice… Sori, aku nggak bisa nemenin sampai selesai,” Jacky berbisik di telingaku. ”Ada urusan bisnis. Temanku sudah menunggu di hotel, oke? Trims ya. Aku buru-buru.” Jacky beranjak pergi. Hah, bagus. Sekarang aku justru seperti obat nyamuk di dekat Michelle dan Felix. Ini terlalu menyedihkan. Aku selalu sendiri. Apa aku ikut keluar saja tadi, ya? Selesai nonton, Michelle merengek lapar dan mengajak kami makan. Aku juga amat sangat kelaparan. Begitu pun Felix. Waktu kami seharusnya makan siang di Pringsewu tadi tiba-tiba tergantikan dengan nonton ilm yang tidak kusukai. Apalagi Felix, kurasa. Kami mampir ke Pizza Hut. Baru saja kami hendak masuk, tiba-tiba Michelle berbalik lagi. ”Ehm, kita makan di tempat lain saja,” Michelle menarik 171



http://facebook.com/indonesiapustaka



tangan Felix. Tapi Felix tidak merespons saking kelaparannya. ”Kenapa sih? Udah sampai sini,” Felix balas menarik Michelle. Mesranya mereka. Aku juga tidak mengerti kenapa Michelle tiba-tiba berubah sikap. Tidak seperti Michelle yang biasanya ceria dan tak kenal takut. Aku melongokkan kepala. Tidak ada yang aneh kurasa. Sampai pandanganku terpaku pada sepasang kekasih yang cowoknya tidak asing lagi bagiku. Tian. Ya, Tian mantan pacar Michelle dan calon istrinya yang hamil kira-kira empat bulan sedang membayar di kasir. Hatiku ikut panas membara. Aku tidak suka Tian mengkhianati Michelle dengan sangat kejam. Rasanya aku ingin maju dan menonjok Tian di depan umum. ”Ayo, Michelle kita masuk. Kamu, kan, bersama Felix,” aku membesarkan hati Michelle. Felix tidak mengerti. Ia menatapku dan Michelle bergantian. Tapi sepertinya Felix mulai mengerti saat ia melihat cewek yang perutnya membuncit bersama pasangannya. Akhirnya pasangan itu keluar dan kami bertiga masuk. Tian tidak memperhatikan kami tapi Michelle tidak bisa berhenti menatap Tian. Hatinya pasti sangat hancur. Aku tidak bisa membayangkan. Cowok yang kita cintai menghamili cewek lain. Kami bertiga mencari tempat duduk. Michelle jadi sangat berubah. Ia tidak cerewet seperti tadi. ”Excuse me,” pamit Felix dan ia berlari keluar. Aku dan Michelle tidak sempat bertanya ke mana ia pergi. Tapi aku 172



http://facebook.com/indonesiapustaka



melihatnya dari balik jendela. Felix menyusul Tian. Ia tidak mengatakan apa-apa, lalu memukul wajah Tian. Calon istrinya menjerit. Tidak ada perlawanan dan Felix kembali masuk ke Pizza Hut. Sepertinya ia memang tidak bermaksud membuat Tian babak belur. Felix hanya ingin melampiaskan kekesalannya. Iyalah. Aku saja geram melihat Tian. Apalagi Felix, pacarnya Michelle. Aku senang Michelle menemukan seseorang yang baik dan tulus, walau di satu sisi aku juga merasa pedih. Belum pernah Felix membelaku seperti itu. Belum pernah ada cowok yang membelaku seperti itu. Aku ingin dicintai seperti itu. Seperti aku berharap Clyde akan mencintaiku. Seperti Adrian pada Deasy. Seperti Kak Bryan pada Jenny. Dan kini seperti Felix pada Michelle…



173



14



http://facebook.com/indonesiapustaka



”APA Kakak yakin?” tanya Ivy saat aku bersiap untuk interview di radio. ”Yup.” ”Tapi kakak tidak tanya langsung? Mereka juga tidak bilang apa-apa, kan?” kejar Ivy. ”Tapi mereka mesra. Aku lega sih, Michelle menemukan seseorang yang lebih baik dari Tian.” ”Tidak bisa begitu. Aku rasa Kak Felix memang suka menggoda cewek-cewek, tapi untuk pacaran dia akan berpikir panjang. Come on, tidakkah kakak merasa dia baik?” kejar Ivy lagi. ”Iya, aku sangat tahu,” kataku tenang. ”So?” ”Maksudmu?” aku balik bertanya. ”Kenapa kalian nggak pacaran aja sih? Aku senang punya kakak ipar yang keren kayak Felix,” kata Ivy. 174



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Ada-ada saja,” aku menepis permintaannya. ”Patricia sudah siap?” tanya seorang penyiar yang akan mewawancaraiku. Dia bernama Andrew. Lagi-lagi cowok tampan. Dia cukup menarik, tapi sepertinya dia lebih tertarik pada Ivy. Lagi pula dia memang brondong seumuran Ivy. Ya sudahlah. ”Ivy, kamu bisa menunggu di dalam kalau mau?” Andrew menawarkan. ”Oh, oke. Aku tidak akan mengganggu. Aku akan mengambil beberapa foto dan keluar,” jawab Ivy berseri-seri. ”Nice sister,” Andrew balas berseri-seri. Lalu mereka saling tatap beberapa lama. HALO, mungkin kalau aku tidak di sini mereka sudah bertukar nomor HP dan kencan. Aku ingin menghilang ditelan bumi saja. Awalnya aku cukup canggung. Ini kali pertama aku interview on-air di radio. Tapi melihat Andrew yang rileks dan profesional aku pun mulai menyesuaikan. Dan ini tidak terlalu buruk meski awalnya aku merasa sangat malas untuk interview ini. Sangat berat rasanya saat suasana hati sedang kacau dan tahu-tahu kita harus berkonsentrasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan sepenuh hati. Memberi salam tak peduli apa pun yang terjadi dengan hidup kita. Inilah dunia yang kujalani. Andrew berhasil membangkitkan mood-ku. Pertanyaan demi pertanyaan mengalir dan kujawab dengan lancar. Pertanyaan semacam: mulai kapan suka menulis? Bagaimana jika kehabisan ide? Dari mana mendapat inspirasi? adalah beberapa pertanyaan yang mulai membuatku cukup bosan menjawabnya. Tapi aku berusaha sebaik mungkin. 175



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ ”Ya, ada pertanyaan yang masuk ke SMS, kita jawab dulu ya, Patty,” ujar Andrew dengan suara renyah. ”Dari Anna, Hai, Patricia Sarah…” ”Hai,” balasku. ”’Beberapa waktu lalu ada heboh berita di media kamu tertangkap bersama bandar narkoba di Bali, apakah benar?’” Andrew menatapku. Aku melotot. Kenapa bisa ada pertanyaan seperti itu? Yah, oke mungkin inilah kelemahan on-air. Tapi seharusnya Andrew bisa menyortir pertanyaan yang masuk. Okelah. Lidahku kelu, tidak tahu harus menjawab apa. Andrew sepertinya mengerti ketidaksiapanku menjawab pertanyaan ini. ”Waow, hm... to the point juga ya si Anna ini. Oke, mungkin Patricia ingin memberikan klariikasi? Mungkin ada halhal yang tidak benar diberitakan, nah... ini kesempatan untuk meluruskan ke Lovemania semua di rumah.” Andrew bicara sangat cepat layaknya penyiar radio kebanyakan. ”Hmm…,” aku diam cukup lama, ”Iya. Memang benar itu saya yang diberitakan. Jadi memang waktu itu saya ada di Bali bersama teman saya. Dan saya tidak pernah menyangka di seorang bandar narkoba.” ”Hm, oke semoga menjawab ya, Anna. Jadi saat itu Patricia memang bersama temannya dan kejadiannya seperti yang diberitakan ya. Tapi ingat, Patricia bukan tersangka lho. Bukan user, bukan pengedar karena cewek sekreatif Patty ini ti176



http://facebook.com/indonesiapustaka



dak mungkin dong melakukan hal-hal semacam itu. Kalo ada waktu senggang pasti digunakan untuk menulis, ya kan?” Aku cuma bisa tersenyum. Aku tahu Andrew hanya ingin membelaku—karena dia penyiar, tapi aku justru merasa malu sendiri. ”Dan…,” aku menambahkan. Entah kenapa aku merasa belum puas. Aku merasa terkadang orang-orang hanya ingin menjatuhkanku. Aku rasa Anna dan beberapa orang lain berpikir aku ini cewek nakal. Mungkin mereka berpikir aku dan Clyde adalah sepasang kekasih dan melakukan hal-hal yang amoral. Mungkin mereka pikir aku user. Tapi kenyataannya, mungkin aku memang jauh lebih buruk. Aku dan Clyde bukan sepasang kekasih tapi kami pergi hanya berdua, aku menginap di rumahnya. Itulah fakta yang bahkan tidak pernah kuungkapkan. ”Honestly, saya menyayangi Clyde tulus. Dia teman yang sangat baik. Sampai hari ini pun saya masih mengingatnya. Saya bukan orang yang beruntung dalam percintaan, tadinya saya mulai tertarik pada Clyde tapi semuanya berakhir. I don’t know. Tapi saya belajar, tidak ada yang abadi di dunia ini. Orang-orang yang saya cintai datang dan pergi begitu saja. Meninggalkan kenangan. Saya senang mengenal Clyde secara pribadi dan saya tidak pernah menganggap dia jahat atau buruk. Banyak cowok menyakiti saya dengan cara yang berbeda. Tapi hidup terus berjalan, kan? Saya tidak memungkiri Clyde pernah mengisi hari-hari saya dan saya pernah bahagia 177



bersamanya,” aku tersenyum mengingat semuanya. Termasuk saat terakhir aku menemuinya di sel. ”Wow, spektakuler. Pengakuan langsung dari Patricia Sarah tentang sosok Clyde. Salut! Yup, bener banget karena pada saatnya nanti pasti Patricia menemukan seseorang yang lebih KEREN! So, pastinya sekarang aja penggemar Patricia bejibun kalau mau, gampang tinggal pilih kan bisa ya. Tapi memang tidak segampang itu jadi kekasih seorang Patricia Sarah. Oke, Lovemania, lagu berikutnya dari Justin Bieber. Cekidot.” Saat lagu Justin Bieber diputar, aku dan Andrew bisa beristirahat sejenak. Kami melepas headset dan mengobrol. ”Seru juga, ya,” ujarku. ”Iya, haha. Kamu nggak pengin nulis kisah di Bali jadi novel?” tanya Andrew. ”Ide bagus. Tapi tidak sekarang...”



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ ”Terima kasih banyak ya,” ujar Andrew sopan saat interview selesai. Aku balas mengucapkan terima kasih. ”Kapan-kapan ke sini lagi, ya. hanks juga buat buku dan tanda tangannya,” Andrew semringah. Lalu Andrew beralih pada Ivy. Mereka ngobrol. Aku sudah dapat menduga sebelumnya ending-nya bakal begini. Sesi PDKT dimulai juga. Aku memberi mereka sedikit ruang, aku keluar tepat saat sebuah pesan masuk ke ponselku. Dari Felix. 178



Semangat terus buat my dear. I listened to your interview Someday you’ll find someone who really care about you Even if that guy is not me :) Apa maksudnya? Aku menangis membaca SMS Felix. Ya, I know kamu tidak akan pernah mencintaiku. Aku tidak berharap lebih. Tapi kenapa aku juga tidak bisa mengubur perasaan ini?



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku bergabung dengan salah satu situs jodoh online di internet. Aku hanya iseng. Belum pernah aku melakukan ini sebelumnya. Aku selalu menganggap semua situs jodoh online berbahaya. Tapi kenyataannya? Aku sekarang justru sengaja melibatkan diri. Memang gampang bergabung di situs semacam itu. Register, upload foto, biodata, veriikasi… selesai. Aku ingin berkencan dengan seorang pria. Entah kenapa timbul sense of naughty girl dalam diriku. Hanya dalam semalam aku menerima banyak tanggapan. Bermacam-macam pria tertarik padaku, tapi tidak satu pun yang membuatku tertarik pada mereka. Aku bukan tipe orang yang senang berkenalan cepat seperti ini—sama sekali belum pernah mengenal sebelumnya. First, aku pasti melihat tampang. Mau bagaimana lagi? Belum pernah bergaul secara langsung, jadi aku lebih suka menilai mereka dari tampang. Aku lebih senang bergaul dengan orang 179



berwajah menyenangkan. Beberapa yang memenuhi standar cute-ku, aku lihat proilnya. Dari lima belas orang, setelah uji tampang, tersisa lima orang. Dari lima orang itu aku perhatikan proil mereka. Ada yang jarang ke gereja, ada yang kadang-kadang merokok, ada yang tidak minum, ada yang suka banyak bicara, ada yang kamarnya selalu rapi… Akhirnya setelah seleksi ketat hanya tersisa satu orang yang memenuhi kriteriaku. Lumayan. Not bad. Tapi juga belum begitu memuaskan. Namanya Paul. Usia 28 tahun. Single. Profesinya di bidang keuangan. Tidak merokok, tidak minum. Sering bepergian ke luar negeri. Atletis. Aku merespons pesan darinya. Tapi kurang seru kalau aku hanya menanggapi Paul. Jadi beberapa yang lain juga aku respons sekadarnya. Ini sangat menantang. Hm! Lihat saja nanti apa yang terjadi.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Tidak kusangka hubunganku dengan Paul bisa terus berlanjut. Beberapa kali dia meneleponku. Dia mengajak untuk kopi darat. Dia tinggal dan bekerja di Malang tapi akhir pekan ini dia sangat ingin bertemu denganku. Dia bilang dia sedikit terobsesi padaku. Entah apa maksudnya. Mungkin hanya bercanda tapi bagiku cukup mengerikan juga. Aku mengiyakan. Kami akan bertemu di salah satu kafe yang ditunjuk Paul. Dia cukup mengenal Solo karena beberapa kerabatnya ada di sini. Semoga semuanya berjalan lancar. 180



http://facebook.com/indonesiapustaka



Aku tidak jatuh cinta pada Paul walau ia tampan. Aku hanya ingin have fun. Aku tidak terlalu menganggap serius semua ini. Meski begitu aku tetap saja harus berdandan cantik seolah-olah aku akan kencan dengan pria idamanku di malam minggu. ”Perfect!” aku berseru di depan cermin sementara Ivy setengah percaya tidak percaya dengan tindakanku. ”Berhati-hatilah, Kak,” wejangnya. ”Come on, ini bukan pertama kalinya aku kopi darat. Kak Bryan? Felix?” aku menantang Ivy. ”Jelas berbeda. Mereka orang baik.” ”Paul juga orang baik.” ”Menurutmu. Aku pikir ini masih terlalu cepat,” kata Ivy. ”Tidak juga. Kami kan berteman,” bantahku. ”Halo… Perlu diingat kembali ya, kamu kenal Paul melalui situs jodoh! Orang-orangnya sebagian besar memang memiliki tujuan ke arah ’sana’, you know. Beruntung kalau bertemu orang baik, kalau tidak?” kata Ivy sebal. ”Oke, thanks buat nasihatnya!” Aku mengecup jidat Ivy, yang membuatnya bergidik, lalu beranjak pergi.



♥♥♥ Paul memang lebih tampan dari aslinya. Benar-benar pria dewasa. Aku sampai meleleh. Bisa-bisa aku benar-benar jatuh cinta padanya. Aku sedikit grogi. Benar-benar di luar perhitunganku. Aku jadi mengkhawatirkan make-up-ku. Apa aku 181



http://facebook.com/indonesiapustaka



sudah cukup cantik? Atau berlebihan? Bagaimana aku kelihatannya? Oh, God! ”Baby,” dia memanggilku di sela-sela acara makan malam kami. ”Ada yang ingin kusampaikan padamu.” ”Oh, langsung saja,” aku berseri-seri. ”Apa kau serius dengan hubungan kita?” ”Ahmm… Aku perlu sedikit waktu lagi, hehe,” aku nyengir aneh. ”Bagus kalau begitu. Tapi ada yang harus kamu ketahui. Aku harap kamu bisa menerimanya dengan lapang hati,” katanya hati-hati. ”Yup,” aku merasa sangat siap. ”Aku duda.” ”Hah?” Aku rasa rahangku hampir copot, dan tiba-tiba aku merasa aku tidak menginginkannya. Aku kan hanya mainmain di kontak jodoh itu. ”Dan aku punya satu anak yang masih kecil.” ”What?” Bukankah di situs jodoh dia tulis single? Tidak punya anak? Apa-apaan ini? Berani benar! Penipuan! ”Bisakah kau menerima mereka?” Paul harap-harap cemas. TIDAK! Oke, cukup! Aku harus mengakhiri main-main ini. ”Well, aku rasa, Paul, kita masih perlu lebih banyak waktu...,” kataku cepat. ”Oke. Tapi kita akan menikah, kan?” Paul meraih tanganku. 182



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Ehm, mungkin, tidak. Hm, I don’t know.” Tiba-tiba aku merasa takut pada pria ini. Aku merasa harus segera pergi. Sepertinya dia tipe yang nekat dan tidak bisa menerima penolakan. Aku harus mencuri kesempatan. ”Aku harus ke kamar mandi!” ujarku. ”Nanti saja.” Paul benar-benar ingin menahanku. Mungkin dia orang stress. Apa aku harus berteriak sekarang? ”Lepaskan tanganmu,” ujar seseorang sambil menyentakkan tangan Paul. Felix! Oh Tuhan, terima kasih! ”Apa yang kamu lakukan pada pacarku?” Felix menggandengku. Tangannya dingin sekali. Dia mungkin sedikit merasa takut. ”Dia ini calon istriku,” ujar Paul sambil bangkit berdiri. ”Jangan sembarangan. Aku dan Patty sudah bertunangan! Besok kami menikah. Ayo, Patty kita pergi,” Felix berkata dengan tegas. Aku menyambar tasku dan kami berlari keluar dari kafe itu. Tentu saja Paul mengejar kami. Untungnya kami berhasil mencapai mobil Felix sebelum semua terlambat.



♥♥♥ Wow, wow! Tidak kusangka. Ekstrem juga perkataan Felix. Aku jadi malu sendiri membayangkan aku dan Felix benarbenar bertunangan dan besok akan menikah. Ups! Aku menutup mataku rapat-rapat. Aku harus menepis semua pe183



mikiran itu. Aku tahu bukan itu kenyataan yang kuhadapi sekarang. Itu hanya bualan Felix.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ ”Hampir saja,” aku menyandarkan diri di kursi mobil. Felix tidak berkata apa-apa. Wajahnya tampak dingin, tegang, dan serius. Mengeras seperti batu. Sepertinya dia marah. Marah kenapa? Aku kan tidak memintanya datang? ”hanks udah datang,” ujarku datar. ”Nggak masalah. Ivy yang kasih tau. Dia khawatir.” Felix masih tetap dalam ekspresi kemarahannya. ”Kenapa kamu mau datang?” tanyaku lirih. Tiba-tiba Felix membanting setir mobilnya. Mobil berbelok tajam dan berhenti di tepi jalan. Felix benar-benar marah. ”Kamu ini benar-benar cari mati, ya? Kenapa jadi cewek gampangan? Pergi dengan sembarangan orang, hah?” amuk Felix. Pertama kalinya dalam hidupku Felix membentak-bentakku. Aku langsung menangis di depannya. Aku kesal sekali tapi kenapa aku hanya bisa menangis? Sungguh cengeng. ”Bukan urusanmu. Kenapa nggak kamu urusi aja Michellemu itu? Apa yang aku lakukan nggak ada hubungannya denganmu! Aku nggak pernah berharap kamu peduli dengan hidupku!” Aku keluar dari mobil Felix. Tentu saja apa yang kukatakan tidak sama dengan hatiku. Tentu saja aku berharap Felix masih peduli terhadapku. Tentu saja aku berharap Felix 184



melakukan itu semua karena cinta. Tentu saja aku senang saat dia datang. ”Patty!” Felix memanggil dan mengejarku. Bahkan aku tidak menyangka Felix masih mau mengejarku. Kupikir dia benar-benar sudah menganggapku sampah. Felix sudah berhasil membuat aku merasa tidak berguna. Aku sangat sedih. Aku tahu aku salah, tapi aku tidak berharap begini. ”Sori, aku minta maaf. Aku salah. Iya, aku memang sudah mencampuri hidupmu. Maaf, ya. Tidak akan kuulangi lagi. Ayo pulang,” ajak Felix lembut. Felix berhasil meluluhkan hatiku. Apa arti perkataannya? Apakah dia akan berhenti khawatir padaku? Apakah dia tidak akan muncul lagi di saat-saat aku membutuhkannya? Apakah dia akan diam melihatku melakukan apa pun yang kusuka? Apakah aku akan kehilangan Felix? Apakah dia akan pergi dari hidupku?



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Besok aku wisuda. Cepat rasanya waktu berlalu. Besok juga Felix akan kembali ke Amerika. Dia memang tidak berencana menghabiskan seluruh libur semesternya di Indonesia. Sedih sekali tidak ada cowok yang spesial di sisiku saat wisuda besok. Kenapa hubunganku dan Felix justru menjadi semakin renggang? Apakah aku mengacaukan segalanya? Tapi tidak apa-apa. Paling tidak, keluargaku dan Deasy pasti akan datang. Dan begitulah adanya esok harinya. 185



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Selamat ya. Pasti kami akan segera menyusulmu,” ujar Deasy berseri-seri. Adrian dan Deasy memberiku bunga mawar. Bahkan Angela juga, tapi aku tidak melihat reaksi Michelle sama sekali. Dia sedikit aneh. Yah, pasti karena Felix kembali ke Amerika hari ini. Pasti dia sedih. Tapi aku salut Michelle masih menyempatkan diri untuk menghadiri wisudaku. Michelle hanya menatapku dari jauh lalu pergi tanpa menemuiku. Releks, aku mengejarnya. Ini menyedihkan. Apa tidak cukup, aku kehilangan Clyde, Felix… setiap cowok yang aku harap bisa aku cintai dalam hidupku? Jangan sampai aku kehilangan teman-temanku juga. Apa aku egois? Sebenarnya high heels dan kebaya yang dibalut toga sungguh membuatku susah berlari. Tapi Michelle masih dapat kukejar. Kutarik tangannya. ”Hei,” Michelle menoleh. Ia menatapku sebal tapi bibir mungilnya tidak berkata-kata. ”Jadi?” ujarku. ”Felix berangkat hari ini, kan? Sampaikan salamku.” Napasku ngos-ngosan. Kenapa aku justru membicarakan ini? Bukankah aku hanya ingin menyapa Michelle dan sekadar bercanda menagih ucapan selamat darinya. Ini sungguh konyol. ”Sampaikan saja sendiri kalau kamu tidak ingin dia pergi. Masih ada kesempatan mengejarnya di bandara,” ujar Michelle dingin. ”Aku tidak mengerti. Kenapa kamu tidak mengantar Felix? Dia kan pacarmu?” ”Pacar? Yang benar saja. Kami tidak pernah berpacaran. 186



Lagi pula, kenapa kamu harus berbohong kalau Felix itu saudaramu?” Michelle menatapku tajam. ”Ini menyebalkan,” ujarnya lalu dia memakai kacamata hitamnya. ”Jadi?” aku bingung. ”Jujurlah pada dirimu sendiri. Felix menolakku. Sudahlah,” Michelle membiarkanku bengong.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Berita yang kudengar dari Angela sungguh membuatku ham-pir pingsan. Michelle ditemukan mencoba bunuh diri di kamarnya dengan menelan lima belas butir obat sakit kepala. Sekarang ia berada di unit gawat darurat. Aku bergegas menjenguknya di rumah sakit. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku berharap nyawa Michelle terselamatkan. Aku tidak ingin kehilangannya meski harus menukarnya dengan Felix atau membunuh Tian. Pasti aku relakan. Apa pun asal Michelle bahagia. Angela, Adrian, dan Deasy sudah berkumpul di ruang tunggu UGD. Kami berpelukan. Michelle masih tidak sadarkan diri. Aku meneteskan air mata. Aku ingin menghubungi Felix tapi aku tidak memiliki tenaga untuk mengangkat ponsel. Tubuhku lemas sekali. Dua hari kemudian, keadaan Michelle membaik. Semua racun dalam tubuhnya berhasil dikeluarkan. ”Aku tidak mengerti,” Michelle menatap lurus ke jendela. ”Kenapa semua orang meninggalkanku?” Aku tahu ini berlebihan tapi mau bagaimana lagi? Memang 187



http://facebook.com/indonesiapustaka



seperti itulah yang dirasakan Michelle. Aku tidak tahu bagaimana harus berempati padanya. Aku juga merasa tidak patut memberi nasihat. Aku merasa Michelle tidak ingin mendengar petuah apa-apa saat ini. Aku sendiri juga berkali-kali gagal dalam percintaan. Tapi memang aku tidak pernah merasakan ditinggalkan pacar karena menghamili cewek lain. ”Jangan begitu. Masih ada kami,” ujar Deasy lembut. Aku sudah menghubungi Felix kemarin. Tentu saja Felix sangat kaget. Dia bilang sungguh prihatin. Aku tidak tahu pasti apakah Felix juga ikut andil dalam peristiwa ini. Hari ini aku menghubungi Felix lagi, mengabari bahwa Michelle sudah bisa ditemui dan menawarkan apakah dia mau bicara padanya. ”Michelle, ada yang mau bicara sama kamu,” aku menyodorkan ponselku. ”Siapa? Aku sedang tidak ingin diganggu.” ”Dari Felix.” Aku berharap-harap cemas. Michelle menoleh. Dia mulai bereaksi. Pandangan matanya hidup. Aku tahu Felix berarti baginya. Sesaat aku melihat kehidupan di mata Michelle tapi segera meredup seolah menyadari bahwa Felix telah menolaknya. ”Aku tidak mau. Kenapa dia tidak menelepon ke hapeku?” tanya Michelle. ”Oh ya...” Aku menarik kembali ponselku. Aku bingung sendiri. ”Hei, Michelle jangan begitu,” ujar Deasy tetap tenang dan lembut. ”Patty bermaksud baik. Dia mengabari Felix keadaanmu dan sekalian saja Felix ingin bicara. Mau tidak?” 188



Michelle diam beberapa detik. ”Sampaikan saja, aku tidak mati. Dan tidak perlu merasa bersalah. Ini semua bukan karena dia. Aku tidak lemah.” Aku tersenyum dan keluar. ”Fel, Michelle tidak mau bicara denganmu.” ”Kenapa?” tanya Felix. Entah kenapa air mataku mengalir. ”Dia bilang dia melakukan ini bukan karena kamu. Dia tidak mati.” ”Iya. Aku cuma ingin kasih support. Aku tau Michelle gadis yang kuat. Sampaikan selalu salam manisku padanya,” kata Felix. Entah kenapa perasaanku sangat bergejolak. Aku tidak mengerti. Aku seperti tidak memiliki tempat untuk berpijak. Aku sendirian. ”Patty? Apa kamu menangis?” Aku merasa sangat sedih. Tapi aku tidak bisa menganalisis mengapa perasaanku sedih. Apakah karena Michelle? Apakah karena Felix? Apakah karena diriku sendiri? Aku berjongkok di salah satu sudut rumah sakit.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku sedang tidur siang dan bermimpi tentang pangeran impian saat Mama mengetuk pintu kamarku dan berteriak-teriak bahwa Deasy datang ke rumah. Aku belum juga beranjak sampai lima menit kemudian. ”Patty!” teriak Mama lagi. 189



Aku lalu bangun dan menemui Deasy yang menungguku di teras. Sebenarnya aku tidak terlalu mengantuk tapi sudah kebiasaanku bermalas-malasan di siang hari yang panas—tentu saja saat tidak kuliah. Apalagi sekarang aku sudah lulus. ”Hai,” aku menyapa Deasy. Sudah lama kami tidak ngobrol berdua sejak banyak hal terjadi. Tapi saat ini aku tidak ingin bicara serius tentang apa pun. ”Sudah lama ya kita nggak hang out berdua,” ujar Deasy lebih ceria daripada biasanya. Aku hanya bisa menggaruk kepala. Ternyata dia memiliki pemikiran yang sama denganku. ”Hari yang membosankan, ya belakangan ini,” ujarku. ”Suntuk…” ”Cari makan yuk?” ajaknya. ”Jalan-jalan?” Aku menatap Deasy beberapa lama. ”Oke,” jawabku. ”Tunggu, ya...” Aku segera masuk ke dalam untuk berdandan.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Kami duduk berhadapan di sebuah toko donat. Aku dan Deasy sama-sama menyukai donat yang dijual di sini. ”Aku heran... Kita ke sini lagi,” kataku sambil memutarmutar gelas milkshake-ku. Deasy mengangguk setuju. ”Kamu tidak mengajak Adrian?” tanyaku. Deasy menggeleng. 190



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Aku hanya ingin bersamamu,” ujar Deasy nyengir. ”Kurasa, Felix cowok baik-baik” ”Iya, aku rasa juga,” aku nyengir. ”Kenapa kalian nggak jadian?” ”Haha,” aku mengibaskan tanganku. ”Nggak usah ngomongin dia, ah.” Hening. Aku tahu, Deasy merasa tidak enak saat ini. Aku juga jadi merasa tidak enak. ”Ada diskon di butik MP. Aku ingin melihat-lihat, mau temani aku?” Aku menjadi sedikit bergairah saat teringat iklan diskon yang kubaca di surat kabar pagi ini. Wajahku langsung berseri-seri. Meski begitu, aku rasa, apa pun yang kulakukan tidak pernah bisa mengusir segala kegalauan hatiku. Tentang hidupku. Tentang perasaanku. Tentang banyak hal. ”Oke. Sepatu, baju, tas… Whatever…” Aku tahu Deasy pasti bersedia menemaniku. Aku benarbenar bahagia. ”Haha. Lalu kita ke salon setelah belanja, bagaimana? Oya, apa ada ilm yang ingin kautonton?” tanyaku beruntun. ”Hm… Minggu lalu aku baru nonton dengan Adrian. Eh, ada salon yang baru buka. Diskonnya lumayan juga. Gimana kalau nanti ke sana?” ”Oya? Wah, boleh juga sih. Mudah-mudahan saja benarbenar memuaskan, ya. Setauku belum ada salon lain sebagus salon langgananku. Benar, kan?” Deasy angkat bahu. ”Udah dapat kabar tentang Michelle lagi?” 191



”Kemarin aku telepon tidak dijawab,” ujarku datar. ”Lalu pagi ini aku telepon mamanya, katanya Michelle akan keluar rumah sakit beberapa hari lagi.” ”Oya? Syukur deh.” Kami sama-sama tersenyum bahagia. ”Ow. Ei, lihat tuh! Ada anjing lucu!” Deasy tiba-tiba menunjuk ke luar jendela. ”Mana? Mana? Waw!” Sekarang aku tahu. Aku tidak pernah kehilangan Deasy hanya karena kami pernah mencintai cowok yang sama dan cowok itu lebih memilih Deasy.



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Hidup terus berjalan dengan banyak kisah mewarnainya. Suka, duka, senang, susah, pahit, manis… Setelah Clyde, setelah Felix, aku rasa hidupku mulai normal kembali. Aku tidak pernah berhubungan dengan seorang cowok pun. Aku konsentrasi untuk mencari pekerjaan di samping menulis dan mengajukan beasiswa S2 ke Jepang. Alangkah terkejutnya ternyata aku berhasil mendapatkan beasiswa itu. University of Tokyo. Aku tidak menyangka. Tapi aku senang sekali. Tidak akan kusia-siakan kesempatan ini. Aku tidak lagi memiliki ikatan yang erat dengan orangorang di sekitarku saat ini. Aku banyak menutup diri terutama terhadap para cowok. Entahlah. Nanti pasti akan ada waktunya aku bisa membuka hatiku kembali untuk mereka. Seperti dugaanku, Ivy berkencan dengan Andrew. Mereka memang 192



http://facebook.com/indonesiapustaka



serasi. Aku mencoba melupakan Paul ”pria gila” itu. Aku tidak jatuh cinta padanya. Aku masih merasa kesal jika mengingatnya. Kak Bryan akan menikah awal tahun depan. Dia sesekali masih meneleponku dan kami mengobrolkan banyak hal. Aku tidak tahu apakah Jenny masih mencemburuiku atau tidak. Tapi Kak Bryan bilang semua baik-baik saja. Deasy dan Adrian juga masih awet. Mereka sudah menyelesaikan sidang skripsi dan bisa wisuda sama-sama. Sementara hubunganku dan Michelle, kami masih sering pergi bersama, merayakan hidup dan patah hati, mengingat Felix, clubbing. Aku sudah membuang cincin dari Clyde, walau aku berharap akan bisa bertemu lagi dengannya saat dia bebas nanti. Aku berharap, hati kami akan tertata lebih baik jika saat itu tiba. Sekarang aku hanya bisa menyimpan nama Clyde di sudut hatiku. Michelle kencan dengan banyak cowok, tapi tidak satu pun mampu menggantikan Felix. Atau mungkin lebih tepatnya TIAN. Michelle belum benar-benar menghapus Tian dari hatinya. Sesekali aku melihatnya masih menangisi Tian. Felix semakin jarang menghubungiku setelah peristiwa Michelle mencoba bunuh diri. Aku rasa dia sibuk dengan skripsinya. Kami hanya berkirim satu atau dua pesan melalui YM. Tidak ada lagi telepon, tidak ada lagi chatting panjang-lebar. Lalu soal Andhika, tidak ada yang berkesan lagi di hatiku. Tentu saja aku masih ingat kebersamaan kami di Jakarta, tapi itu hanyalah kisah sekali kencan. Sampai sekarang aku masih menjaga rahasia itu. Aku heran, bisa bertahan untuk tidak mengatakannya pada siapa pun. Atau mungkin bisa jadi tidak 193



http://facebook.com/indonesiapustaka



ada yang percaya, kalau aku bilang pernah berkencan dengan Andhika. Dengan adanya bukti foto-foto di ponselku sekalipun. Orang-orang mungkin hanya akan mengira itu foto biasa saja antara fans dan idola. Yah, mau bagaimana lagi. Spesialnya hubungan kami hari itu mungkin juga sudah dilupakan Andhika. Biarlah semua yang sudah terjadi, menjadikanku lebih dewasa dalam mengarungi hidup ini. Aku tahu badai pasti berlalu. ”Kakaaaaak!” Ivy menggedor-gedor pintu kamar mandi saat aku sedang asyik-asyiknya membasahi diri di bawah shower. ”APA??” omelku kesal. ”FELIX CALLING!! Oh, my God! Cepat dijawab! Keluarlah!” ”WHAT??” seruku lagi. ”Kamu bisa kan angkat?” ”Cepaaaaaat!” Ivy terus menggedor-gedor pintu. Oke, aku tahu aku tidak benar-benar berharap Ivy akan mengangkat teleponnya. Aku ingin mengangkatnya sendiri! Aku menyambar handuk, melilitkannya sembarangan di tubuhku dan bergegas keluar kamar mandi. Tidak kuhiraukan tetes-tetes air yang membasahi lantai. Tanganku gemetar meraih ponselku dari tangan Ivy. ”Halo…,” sapaku. Ivy menatapku harap-harap cemas. Aku mendengarkan sejenak. ”Oh ya? Oke.” Hanya begitu saja pembicaraanku dengan Felix. Sebenarnya bisa kan dia mengirimiku SMS dan tidak mengganggu acara mandiku? 194



”Apa? Apa katanya?” Ivy mendesakku. ”Felix… Di Indonesia. Dia ingin bertemu.”



http://facebook.com/indonesiapustaka



♥♥♥ Aku menunggu Felix di taman kota. Tidak berubah. Felix selalu terlambat saat janjian. Dia belum datang. Aku dapat merasakan rintik-rintik hujan yang membasahi kepalaku. Baru saja hujan lebat tadi. Aku merapatkan jaketku. ”Patty,” sebuah suara memanggil. Felix menyapaku dengan ceria. Wajahnya berseri-seri. Ia tidak berubah. Ia semakin tampan. Aku heran kenapa dia bisa begitu senang sementara hari-hari terakhir kami bertemu sangat penuh dengan konlik. Pasti karena Felix sudah semakin dewasa. Bagaimana dengan diriku? Apakah Felix sudah punya pacar? Apakah pacarnya cantik? Apakah seperti Michelle? Hei, jangan-jangan dia kembali ke Indonesia untuk menyatakan perasaannya pada Michelle? ”Hei, kenapa kamu cemberut begitu? Aku merindukanmu,” ujar Felix lucu. Felix yang selama ini selalu menghibur dan ada di sisiku kini telah kembali. ”Haha,” aku tertawa pahit. ”Aku juga,” ujarku sambil tertunduk. ”Bohong,” goda Felix sambil menyenggol tubuhku ke samping, membuatku hampir jatuh ke tanah becek. ”Apa kamu sehat-sehat, dear?” tanya Felix hangat. Aku mengangguk mantap. Entah kenapa aku ingin menangis. 195



http://facebook.com/indonesiapustaka



Mungkin karena aku merindukan saat-saat bersama Felix seperti ini. Dulu sebelum aku memendam perasaan padanya. Kami bergaul tanpa beban. Felix menempelkan kepalanya ke kepalaku. Aku tidak beranjak. Kepala kami saling menyandar. ”Apa kamu sudah menemui Michelle?” ”Belum terlintas di benakku.” ”Oh.” ”Aku hanya ingat kamu.” Tuhan, please jangan seperti ini lagi. Perasaanku tak keruan. Aku masih mengharapkan Felix, Engkau tahu itu. ”Apa dia baik-baik?” tanya Felix. ”Kurasa.... tidak... Dia membutuhkan seseorang.” ”Dan orang itu bukan aku.” ”Kenapa kamu menolak Michelle?” tanyaku hati-hati. ”Karena aku tidak mencintainya,” kata Felix mantap. ”Kenapa?” ”Aku tidak tahu. Kamu sendiri, apa kamu sudah menemukan pangeranmu?” Felix malah mengejarku. ”Belum.” ”Kenapa?” ”Karena Tuhan belum mengirimnya untukku,” kataku lirih. ”Karena kamu tidak membuka hatimu.” Karena aku takut terluka… Aku hanya mengatakannya dalam hati. Aku takut air mataku menetes jika mengatakannya dan merasakan kembali luka-luka itu. 196



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Aku sudah lulus,” ujar Felix. ”Bulan depan aku wisuda. Kamu mau kan datang ke New York?” Aku menjauhkan kepalaku dari kepala Felix. ”Wah, selamat ya,” aku mencoba tersenyum. ”Tapi sayang sekali aku nggak bisa datang.” ”Kenapa?” Felix tampak kecewa. ”Karena kamu juga tidak datang waktu aku wisuda dulu,” aku berpura-pura ngambek. ”Hei, masa gitu?” ”Haha... bukan. Karena bulan depan aku ke Jepang,” kataku sambil tersenyum. ”Hah?” Felix tampak bingung. ”Iya, aku dapat beasiswa. Ke Jepang.” Senyumku makin lebar. Felix masih tampak bingung. Padahal dia hanya perlu memberiku selamat, itu saja. ”Kenapa kamu nggak pernah bilang?” Nada suara Felix meninggi. ”Kenapa? Kenapa aku mesti bilang?” Nada suaraku tak kalah tinggi. ”Kamu ini kan bukan apa-apaku? Bukan pacarku, bukan saudaraku!” ”Oh… Jadi begitu, ya! Oke! Pergi saja sana sesukamu!” Felix membalikkan badan. Aku tidak menyangka reaksinya akan seperti ini. ”Ya! Sesukaku!” Aku membalikkan badan juga. Aku tidak peduli dengan Felix. ”Patty!” Felix memanggilku. Aku tetap melangkah. 197



http://facebook.com/indonesiapustaka



”Patricia Sarah!” Felix memanggil sambil mengejarku. Ia mendekapku erat. ”Kamu ini kenapa? Kamu sudah berubah. Kamu selalu mengabaikanku, kenapa? Kamu sudah tidak ingin berada di dekatku?” Aku melepaskan dekapan Felix. ”Selama ini… Aku tulus… Jadi sahabatmu… Kamu sangat baik. Baik sekali. Kamu ada di saat-saat sulit dalam hidupku. Clyde, Kak Bryan, Adrian… Mereka boleh datang dan pergi tapi kamu… tidak… Aku nggak pengin kehilangan kamu, Felix. Apa kamu tau itu?” ”Lalu? Kenapa kamu menghindariku? Sejak pulang dari ulang tahun Angela kamu berubah. Kamu tahu aku akan selalu di dekatmu…,” kata Felix. ”Aku tahu. Karena kita ini sahabat. Tapi aku sadar, aku ingin lebih dari itu. Aku tahu, kalau aku selamanya jadi sahabatmu, selama itu pula kita nggak bisa bersama. Aku tahu suatu hari nanti kamu akan menemukan seseorang dan bahagia bersamanya. Sementara aku? Orang yang aku inginkan adalah kamu. Apa kamu mengerti itu? Aku menghindarimu karena aku ingin membuang perasaan ’aneh’ ini. Aku nggak ingin kecewa lagi, Felix… Aku nggak ingin terluka…” Aku menangis. Felix diam. Dia tidak berkata apa-apa. Aku tahu dia sedang berpikir. Aku sedih karena aku tidak pernah mendapatkan happy ending seperti kisah-kisah cinta di novel atau ilm lainnya. Aku berharap Felix akan berkata, ”Ya, dear… Aku pun mencintaimu. Selama di Amrik aku mulai menyadari perasaan198



ku. Bahwa kamu yang selalu ada di hatiku. Dan aku ke sini untuk menjemputmu…” Atau kata-kata semacam itu. Tapi tidak, Felix hanya diam dan luka hatiku kembali menganga. Tapi aku tetap ingin bilang, ”Terima kasih Tuhan.” Aku masih terus mengingat kata-kata Felix saat kami di pantai…



http://facebook.com/indonesiapustaka



”You’re precious, you deserve the best man at the right time, If today is not your time Tomorrow will be yours.”



199



EPILOG



http://facebook.com/indonesiapustaka



”OKE, Andrew aku titip Ivy ya. Jaga dia baik-baik.” Aku melambaikan tangan pada Ivy dan Andrew. Hari ini aku berangkat ke Jepang dan Felix sepertinya besok upacara wisudanya. Hanya Andrew dan Ivy yang bisa mengantarku. Lagi pula aku juga tidak berharap siapa pun. Bahkan orangtuaku. Mereka ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda. It’s okay for me. ”Hati-hati ya, Kak. Sering-sering telepon. Aku bakal kangen pasti,” kata Ivy, matanya mulai berkaca-kaca. ”Oke, see you next time!” Aku membalikkan badan. Langkahku terasa sangat ringan. Walau hatiku terasa berat meninggalkan semua di belakang. Banyak kenangan di negeri ini. Aku masih tetap merasa sepi dan sendiri tapi aku ingin membuka lembaran baruku. Aku ingin menyembuhkan lukaku. Aku ingin berhenti berandai-randai, mengimpikan seseorang yang 200



tidak bisa kupeluk, mengharapkan seseorang yang tidak ada di sisiku. Tanpa terasa, air mata mengalir lembut di pipiku. Semoga saat aku kembali ke sini, hatiku sudah lebih tertata...



♥♥♥ Semester tiga—University of Tokyo



http://facebook.com/indonesiapustaka



Hidup tanpa Felix tidak membuatku mati. Aku tahu hidupku tidak akan pernah normal, tapi seperti quote salah satu penulis, Monica Petra, ”Being normal is unnormal but being imperfect is perfect.” Tapi tiba-tiba aku ingin bertemu Felix sekarang. Aku sedang mengetik naskah novel dengan laptopku saat sebuah e-mail dari Felix kuterima. Mataku terbelalak. Sudah lama sekali kami tidak berhubungan. Dearest Patty, Aku sangat bingung harus memulai dari mana. Memang kita sudah lama tidak berhubungan dan tidak bertemu  (kamu pasti betah di sana ya sampai tidak pernah pulang) dan you know, selama waktu2 hidupku tanpa kamu, aku banyak berpikir. Setelah perpisahan di malam itu, aku benar2 merasakan hidup tanpa dirimu. You know, I guess, I really really miss you! Aku ingin bertemu 201



denganmu lagi entah bagaimana caranya. Di saat aku sudah kembali ke Indonesia, kamu justru memutuskan



kuliah di tempat yang jauh . Hatiku sedih karena kita selalu hidup berjauhan begini. Aku tidak tahan tidak melihatmu, tidak mendengar suaramu di sekitarku. Aku tidak pandai merangkai kata2, tapi aku ingin sampaikan, selama ini aku mengenalmu—meski hubungan kita lebih banyak di dunia maya—aku sadari kamu telah banyak menyentuh hidupku. So much ;) Ya, kita memang bersahabat tulus. Kita dekat seperti saudara. Aku selalu ingin men-support-mu di saat2 sulitmu (kau tau itu). Aku tidak ingin melihat Patty bersedih. Setiap kamu merasa dikhianati seorang cowok, aku merasa hatiku ikut terkoyak  Aku selalu berdoa untuk kebahagiaan Patty. Dulu aku pernah bilang: ”Someday, you’ll ind someone who really cares about you, even if that guy is not me :).” Tapi sekarang aku ingin bilang: ”I hope that guy is me...”



http://facebook.com/indonesiapustaka



See you ya! Love, Felix Aku tidak mengerti. Sebenarnya apa sih yang ingin disampaikan Felix? Tapi hatiku sungguh merasa hangat. Aku meng202



angkat wajahku. Kunikmati pemandangan sekeliling kampusku. TAP TAP TAP. Langkah-langkah kaki orang berlari. Ini mimpi? Bukan mimpi? Felix berlari menuju ke arahku. Dia membawa tas dan berpakaian rapi seperti akan kuliah. ”Fe...,” aku terbata. ”Akhirnya... Aku pikir terlambat masuk kelas...” ”A...?” ”Hajimemashite! Aku mahasiswa baru di sini. Semester satu. Salam kenal, kakak kelas,” Felix membungkukkan badan seperti adat orang Jepang. Apa artinya ini? Felix juga kuliah di sini? Aku tak percaya. ”Semoga kamu bisa membuka hatimu untukku lagi, ya. Aku tidak ingin hubungan yang sama seperti yang dulu. Hubungan yang biasa-biasa saja, hubungan yang rumit. Aku akan menunggumu. Izinkan aku jadi yang terakhir buatmu. See you.” Felix melambaikan tangan lalu kembali berlari. Ia bergegas mengejar sekumpulan mahasiswa yang mungkin teman http://facebook.com/indonesiapustaka



sekelasnya. Hampir-hampir aku tidak memercayai pendengaranku. Apakah itu pernyataan cinta? Atau hanya candaan? Aku mengenal Felix. Dia tidak pernah mempermainkan perasaan wanita. Dan aku rasa... memang seperti itulah cara Felix mengajak seorang wanita yang dicintainya untuk mau serius dengannya. 203



http://facebook.com/indonesiapustaka



Hal-hal semacam itu. Hal-hal luar biasa. Hal-hal di luar nalar. Hanya dalam sekejap Felix bisa muncul di hadapanku. Sepertinya aku merasakan tangan Tuhan menepuk pundakku saat ini.



204



http://facebook.com/indonesiapustaka



Tentang Pengarang



Monica Petra lahir pada 13 Februari 1988. Mulai menulis sejak SD, tapi dia baru menulis novel saat SMA. Ia merasa segala hal yang ia terima dalam hidupnya “only by Grace.” Kunjungi website-nya: www. monicapetra.com Facebook fan page: Monica Petra. Dia telah menerbitkan beberapa novel, antara lain: 1 Februari 2008: Novel He Loves Her Till he End diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. 2. September 2009: Novel Never be the Same diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. 3. Desember 2010: Novel Home diterbitkan oleh Elex Media Komputindo.



http://facebook.com/indonesiapustaka



4. Maret 2011: Novel Journey to hee diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.



http://facebook.com/indonesiapustaka



Gramedia Pustaka Utama



http://facebook.com/indonesiapustaka



Gramedia Pustaka Utama



http://facebook.com/indonesiapustaka



Patricia Sarah mahasiswi semester akhir yang tengah



sibuk



menyusun



skripsi.



Sebagai



novelis muda berbakat, karier dan kesibukan membuatnya belum memiliki pacar. Rupanya perjalanan cintanya tak semulus perjalanan karier dan studinya. Beberapa pemuda membuat Patricia tertarik, di antaranya Clyde— pemuda warga negara hailand yang ia temui teman di dunia maya. Belum lagi ada Adrian dan Felix yang juga memberi warna dalam hidup Patricia. Tetapi, siapakah yang benar-benar mampu memenangkan hati seorang Patricia Sarah? Novel ini wajib dibaca oleh semua wanita single yang masih menunggu cinta sejatinya. Pahit manis cinta akan selalu ada, tetapi kehidupan tidak akan http://facebook.com/indonesiapustaka



pernah berhenti berjalan.



Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I, Lantai 5 Jl. Palmerah Barat 29-37 Jakarta 10270 www.gramediapustakautama.com



“Cerita yang menyentuh dan romantis. Monica Petra tidak cuma piawai mengarang novel teenlit, tapi juga metropop.” Glenn Alexei–penulis “Mencari cinta sejati selalu menghadirkan kisah menarik, dan Monica Petra berhasil menuliskannya dengan apik.” Daniel Jeferson Siahaan –Produser Dreamlight World Media



Circle of Love



di Bali, Andhika—aktor terkenal, dan Bryan—



“Patty berusaha terlalu keras mencari pasangan hidupnya. Padahal, dia hanya perlu membuka mata hatinya, dan pasangan hidup yang didambakan ternyata berada di dekatnya. Gaya penulisan Monica yang detail membuat Circle of Love teramu dengan manis.” Irena Tjiunata–penulis



Monica Petra



e l c r e i v o C of L