Co Pewarna [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengaruh Variasi Konsentrasi Pewarna Sintetik (Wantex) Merah Terhadap Frekuensi Pindah Silang (Crossing Over) Pada Persilangan Drosophila melanogaster N♀>< bcl ♂.



Asumsi Penelitian A. Faktor internal seperti umur D.melanogaster yang digunakan dalam penelitian, khusunya saat persilangan F1 dan F2 dianggap sama. B. Faktor abiotik atau faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, intensitas cahaya, pH dianggap sama dan tidak berpengaruh terhadap fenomena yang terjadi dari hasil persilangan. C. Kondisi medium yang digunakan selama penelitian dianggap sama. D. Semua perlakuan yang dilakukan pada setiap ulangan persilangan selama proses penelitian dianggap tidak sama, hal ini disebabkan karena ada perbedaan konsentrasi yaitu: 0%, 0.3%, 0.6%, 0.9 %, 1.2 %, dan 1.5 %. E. Pengambilan data pada hasil persilangan D. melanogaster strain bcl ♂ >< N ♀ untuk F2 didasarkan pada warna tubuh, bentuk sayap,dan jumlah anakan hasil persilangan.



Batasan Penelitian A. Strain yang digunakan adalah N dan bcl. B. Pewarna sintetik yang digunakan adalah pewarna pakaian dengan merek dagang wantex merah. C. Konsentrasi wantex merah yang digunakan dalam penelitian adalah 0%, 0.3 %, 0.6 %, 0.9 %, 1.2 %, dan 1,5%. D. Fenotip yang diamati adalah warna tubuh, dan bentuk sayap,warna mata. E. Pengamatan pada fenotip F2 dilakukan selama tujuh hari, dimana hari pertama pupa berubah menjadi lalat dianggap sebagai hari ke-1.



Definisi Operasional A. Genotip adalah keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung pada suatu makhluk hidup ataupun konstitusi genetik dari suatu makhluk hidup



dalam hubungannya dengan satu atau beberapa lokus gen yang sedang menjadi perhatian (Ayala, 1984 dalam Correbima, 2013; 36). B. Fenotip adalah karakter – karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan berkembang) (Ayala 1984 dalam Correbima, 2013; 36). C. Strain adalah suatu kelompok intraspesifik yang hanya memiliki satu atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya secara genetik dalam keadaan homozigot untuk ciri – ciri tersebut (Indayati, 1999 dalam Muliati, 2000). D. Pindah silang (crossing over) adalah proses penukaran segmen dari kromatidkromatid baik yang bersaudara maupun yang bukan bersaudara dari sepasang kromosom homolog yang memicu munculnya empat jenis turunan, dua jenis akan sama dengan sifat kedua induknya dan duajenis lain akan memiliki sifat yang berbeda dengan sifat kedua induk (Corebima, 2003). E. Tipe parental adalah keturunan yang memiliki fenotip sama dengan induknya (Corebima, 2003). F. Tipe rekombinan adalah turunan yang bukan parental (tidak mirip parental) (Corebima, 2003). G. Chiasma adalah kejadian pemutusan dan penyambungan kembali, yang



diikuti oleh suau pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam bentuk bivalen (Corebima, 2003). H. Frekuensi pindah silang adalah tingkat jumlah terjadinya peristiwa pindah silang (crossing over) dalam satu waktu (Corebima, 2003). I.



Kromosom homolog adalah sepasang kromosom yang mengandung sekuens gen yang sama, masing-masing berasal dari satu induk (Corebima, 2003).



J.



Synaptonemal complex merupakan kromosom-kromosom yang berpasangan di saat profase meiosis sering Saat profase I, kromosom homolog membentuk pasangan yang disebut sinapsis dengan bantuan protein pada kompleks sinaptonemal. Kompleks protein yang amat besar, disebut modul rekombinasi (diameternya kirakira 90 nm) terjadi pada setiap jarak tertentu di sepanjang kompleks sinaptonemal. Masing-masing modul rekombinasi itu diduga berfungsi sebagai “mesin rekombinasi” multienzim yang mempengaruhi sinapsis dan rekombinasi Champbell (2008).



K. Zat pewarna tekstil adalah semua zat berwarna yang mempunyai kemampuan



untuk diserap oleh serap tekstil dan mudah dihilangkan. Selain sebagai fungsi yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai adanya warna yang seragam dan merata. Zat pewarna tekstil dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik anhidrid. Zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri kecil terutama wantex sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik di berbagai negara. Zat ini paling berbahaya bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan pada fungsi hati, kanker hati dan ditemukan bersifat racun (Winarno, 2004).



BAB II KAJIAN PUSTAKA



Pada persilangan Drosophila menghasilkan keturunan dengan karakter, proporsi jumlah keturunan yang berbeda untuk setiap jenis persilangan dengan menggunakan strain yang berbeda. Untuk mengetahui peristiwa yang terjadi dalam persilangan Drosophila maka digunakan penanda ciri morfologi yang nampak (fenotip) pada keturunan yang dihasilkan. Fenotip yang muncul merupakan hasil interaksi antara faktor genotip dengan lingkungan mahluk hidup. Faktor-faktor fenotip ini dapat digunakan sebagai pembeda antara sutu individu dalam suatu spesies, selain itu dapat digunakan untuk membedakan karakteristik penampakan morfologi suatu mahluk hidup. A. Deskripsi Drosophila melanogaster Drosophila merupakan jenis lalat buah yang dapat ditemukan di buahbuahan busuk. Drosopjila telah digunakan secara bertahun-tahun dalam kajian genetika dan perilaku hewan, salah satunya D. melanogaster. Drosophila melanogaster masuk ke dalam ordo diptera, yang biasa disebut lalat buah dan merupakan organisme model yang paling banyak digunakan dalam penelitian genetika, fisiologi, dan evolusi sejarah kehidupan. Menurut Stickberger (1962) sistematika dari Drosophilla melanogaster adalah sebagai berikut. Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthropoda



Sub Filum



: Mandibulata



Kelas



: Insecta



Sub Kelas



: Pterygota



Ordo



: Diptera



Sub Ordo



: Cyclorrapha



Induk suku



: Ephydroidea



Famili



: Drosophillidae



Marga



: Drosophila



Gambar 2.1 Drosophila melanogaster Sumber: Yatim, 1995



Genus



: Saphohora



Spesies



: Drosophila melanogaster



D. melanogaster digunakan dalam penelitian genetika karena jenis ini dianggap mudah untuk dibiakkan, memiliki siklus hidup yang pendek, dan menghasilkan banyak keturunan karena individu betina mampu menghasilkan ratusan telur. Kimball (1983) menyebutkan bahwa alasan penggunaan



D.



melanogaster karena ukuran tubuhnya yang relatif kecil, sehingga populasi yang besar mudah dipelihara dalam laboratorium, mudah diamati, mempunyai daur hidup yang sangat cepat, dalam dua minggu dapat dihasilkan satu generasi dewasa yang baru, dan lalat betina menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dan memiliki siklus hidup yang sangat pendek. Menurut Suryo (2010) pada Drosophila melanogaster selain dari keadaan normal (N) ditemukan ada beberapa strain yang merupakan hasil mutasi dan menghasilkan mutan-mutan yang berbeda dari keadaan normalnya. Perbedaan tersebut terutama terkait dengan warna mata, bentuk mata, dan bentuk sayap.Drosophila melanogaster strain N (wild type) memiliki bentuk mata bulat, warna mata merah, warna tubuh kuning kecoklatan, ukuran sayap menutupi seluruh tubuh. Drossophilla melanogaster strain bcl terjadi mutasi pada gen b (kromosom II, lokus 48.5) (kromosom II, lokus 16.5) menyebabkan warna tubuhnya hitam dan matanya bewarna cokelat (Sinnot, 1958).



6



Gambar 2.2 Peta Kromosom pada Drosophila melanogaster Sumber: (Ayala , 1984) Kromosom yang mengandung bahan keturunan pada D.melanogaster berjumlah delapan, yaitu enam autosom dan dua gonosom. Pada kromosom ini terdapat AND (asam deoksiribonukleat) berpilin ganda atau



“doublehelix”



(tergolong asam nukleat selain ARN), yang susunan kimianya terdiri atas gula pentosa (deoksiribosa), asam fosfat dan basa nitrogen. Komposisi basa nitrogen pada D. melanogaster, adalah adenin = 30,7%; guanin = 19,6%; sitosin = 20,2% dan timin = 29,4% (Suryo, 2008). B. Pindah Silang (Crossing Over) Pindah silang atau crossing over ialah proses penukaran segmen-segmen kromatid dari sepasang kromosom homolog. Menurut Suryo (2010) pindah silang terjadi ketika meiosis I (akhir profase I atau permulaan metafase I), yaitu pada



saat kromosom telah mengganda menjadi dua kromatid, namun pada beberapa organisme pindah silang dapat berlangsung selama mitosis, sebagaimana halnya selama meiosis. Pindah silang mitosis tersebut pertama kali ditemukan oleh C. Stern (1936) pada saat melakukan persilangan yang menggunakan strain-strain Drosophila seperti yellow (y) dan singed (sn). Pindah silang pada mitosis terjadi pada suatu tahap yang serupa atau mirip dengan tahap tetrad meiosis. Dalam hal ini dinyatakan bahwa (sangat jarang) sesudah tiap kromosom mengalami replikasi, mendahului metafase, dua kromatid dari tiap kromosom induk jantan maupun betina berkumpul membentuk suatu tetrad analog dengan bentukan tetrad meiosis, dan pada tahap itulah (semacam tetrad) pindah silang dapat terjadi (Russel, 1992). Proses pindah silang dimulai Tahapan pembelahan meiosis terdiri atas meiosis I dan meiosis II, masing-masing dengan tahap profase, metafase, anafase dan telofase. Meiosis I adalah tahap reduksi kromosom. Tahap profase I (fase terlama meiosis), dibagi lagi menjadi beberapa tahap: 1) Leptoten Kromatin memadat membentuk kromosom. 2) Zigoten yaitu Kromosom homolog saling berdekatan dan menempel (sinapsis). Sentrosom membelah menjadi 2 sentriol, kemudian menuju kutub yang berlawanan. 3) Pakiten yaitu Kromosom homolog saling menempel membentuk struktur tetrad/bivalen dan mengganda. Pindah silang (crossing over) gen pada kromosom homolog terjadi pada kiasma, yaitu bagian lengan dua kromosom yang saling menempel . kiasma memperlihatkan konfigurasi yang menyilang.Tiap silangan itu diinterpretasikan sebagai chiasma yang berarti telah terjadi suatu pemutusan dan penyambungan kembali, yang diikuti pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam bentukan bivalen (satu kromatid bersifat paternal, sedangkan yang lain bersifat maternal)



Rothwell



(1983). Kompleks sinaptonemal , kromosom-kromosom yang berpasangan di saat profase meiosis sering Saat profase I, kromosom homolog membentuk pasangan yang disebut sinapsis dengan bantuan protein pada kompleks sinaptonemal. Kompleks protein yang amat besar, disebut modul rekombinasi



(diameternya kira-kira 90 nm) terjadi pada setiap jarak tertentu di sepanjang kompleks sinaptonemal. Masing-masing modul rekombinasi itu diduga berfungsi sebagai “mesin rekombinasi” multienzim yang mempengaruhi sinapsis dan rekombinasi Champbell (2008). Drosophila melanogaster jantan memiliki jumlah SC yang sedikit, hal Ini bertepatan dengan fakta bahwa pada Drosophila melanogaster jantan tidak pernah terjadi



fenomena



rekombinasi



genetik.Beberapa



protein



SC



dalam



D.



melanogaster telah diidentifikasi dan dicirikan. Berdasarkan studi terbaru menunjukkan bahwa synaptonemal complex (SC) yang dimiliki oleh Drosophila melanogaster betina memiliki struktur yang serupa dengan SC pada eukariota lainnya (Von, 1984). Synaptonemal Complex (SC)



terdiri dari tiga bagian utama pada



kebanyakan eukariota yaitu Lateral Element (LEs), Transverse Filament (TFs), dan Central Element (CE) (Rasmusse, 1973). Menurut Collins, (2014) menyatakan bahwa Synaptonemal complex pada Drosophila melanogaster tersusun dari 5 protein yaitu gen C(3)G, gen C(2)M, gen ORD, gen CONA, dan gen Corolla yang memiliki struktur dan fungsi spesifik di dalam satu susunan tripartit.



Gambar 2.4 Susunan tripartit synaptonemal complex (Sumber : Hemmer, 2016)



C(3)G , satu-satunya protein TFs Drosophila yang telah diketahui. Seperti protein lainnya, ia memiliki domain N-terminal dan C-terminal yang berbentuk bulat dan sebuah domain inti melingkar internal (Page, 2004). Molekul gen c(3)G, yang ketiadaannya menguraikan pembentukan kompleks synaptonemal, C(3)G diperlukan untuk synapsis, konversi DSB menjadi crossover dan mungkin konversi gen (Page, 2004). C(2)M, merupakan komponen LEs dan bertanggung jawab atas pembentukan bagian penting suatu kromosom, perbaikan DSB meiosis, dan perakitan CE kontinu (Anderson, 2005). ORD, protein yang menyusun LEs .ORD memiliki fungsi melokalisasi lengan kromosom selama awal profase I yakni diperlukan untuk pemisahan kromosom, pemuatan kompleks kohesi pada sumbu kromosom, rekombinasi meiotik normal, dan stabilitas SC. Hal tersebut menunjukkan bahwa ORD menekan pertukaran kromatid sesaudara (Webber, 2004). CONA, adalah protein mirip pilar yang sejajar di luar CE padat.CONA mempromosikan pematangan DSB menjadi crossover dan synapsis tidak terjadi pada mutan cona (Page, 2004). Selain itu, CONA keduanya bekerja sama dengan C(3)G dan menstabilkan polikompleks C(3)G (Page, 2004). Corolla, CE dibentuk oleh dua protein lain yaitu corona dan corolla. Corona, yang biasa disebut CONA. Corolla juga dilokalisasi di dalam CE dan berinteraksi dengan CONA (Collins, 2014).Semua protein ini memiliki peran eksklusif untuk meiosis betina kecuali ORD, yang juga berfungsi dalam kohesi antar kromatid sesaudara pada Meiosis I dan II dan diperlukan untuk gametogenesis pada kedua jenis kelamin Drosophila (Mason, 1976). Pada dasarnya ATP digunakan individu dewasa untuk perbaikan kerusakan DNA yang akan mengkode pembentukan enzim-enzim yang berperan saat terjadi pembelahan Ketika pindah silang terjadi, ada beberapa gen dan protein yang terlibat yaitu protein synaptonemal complex dan spo11 serta gen mus309, gen MSH4, dan gen MSH5 ( Lewin,2004). Nilai pindah silang , Telah kita ketahui dalam penjelasan sebelumnya bahwa fenomena pindah silang menghasilkan dua jenis keturunan, yaitu tipe parental dan tipe rekombinan. Perbandingan jumlah turunan keduanya dapat



dilihat dengan cara menghitung nilai (persentase) pada turunan rekombinan. Besarnya nilai pindah silang dapat kita tentukan dari perbandingan jumlah individu rekombinan dengan semua individu turunan dikali 100%. Biasanya jumlah perbandingan antara individu tipe parental dengan individu rekombinan terdapat perbedaan yang cukup jauh Suryo (2010),. Menurut Suryo (2010), nilai pindah silang tidak akan melebihi 50%, atau bahkan kurang dari 50%, itu dikarenakan beberapa alasan yaitu: -



Hanya dua dari empat kromatid saja yang ikut mengambil bagian pada peristiwa pindah silang.



-



Pindah silang ganda akan mengurangi banyaknya tipe rekombinasi yang dihasilkan.



-



Penghitungan nilai pindah silang dapat dihitung dengan rumus : Frekuensi turunan tipe rekombinan =



 rekombinan X 100 %  parental   rekombinan



Frekuensi tipe parental =



 totalparental



 total(rekombinan  parental )



x100%



Faktor yang mempengaruhi Crossing over. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peristiwa pindah silang menurut Suryo (2008), kemungkinannya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: Faktor eksternal: 1. Temperatur yang melebihi atau kurang dari temperatur biasa dapat memperbesar kemungkinan terjadinya pindah silang. 2. Zat kimia tertentu dapat memperbesar kemungkinan pindah silang. 3. Variasi konsentrasi pewarna textil merk wantex (0%; 0.3 %; 0.6 %; 0.9%; 1.2%, 1.5%) 4. Penyinaran dengan sinar-X dapat memperbesar kemungkinan pindah silang. Faktor internal: 1. Semakin tua usia suatu individu, makin kurang mengalami pindah silang.



2. Jarak antara gen-gen yang terangkai. Makin jauh letak satu gen dengan gen lainnya, makin besar kemungkinan terjadinya pindah silang. 3. Pada umumnya pindah silang dijumpai pada makhluk hidup betina maupun jantan. Namun demikian ada perkecualian, yaitu pada ulat sutera (Bombix mori) yang betina tidak pernah terjadi pindah silang. C. Pewarna Tekstil wantex Wantex adalah pewarna sintesis untuk pewarna pakaian. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut “Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives” (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas, yaitu : azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid (Siswati, 2006). Wantex memiliki berbagai macam warna dengan kandungan paling banyak yakni terdapat rhodamin B yang terdapat pada semua warna.



Rhodamine B



adalah pewarna sintetis yang biasa digunakan sebagai pewarna tekstil, tetapi banyak juga digunakan masyarakat sebagai pewarna makanan. Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, dalam bentuk larutan pada konsentrasi tinggi berwarna merah keunguan dan konsentrasi rendah berwarna merah terang. Termasuk golongan pewarna xanthenes basa, dan terbuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik anhidrid, suatu bahan yang tidak bisa dimakan serta sangat berfluoresensi (Rothwell, 1983). Rhodamin B digunakan sebagai pewarna kertas, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, sabun dan industri tekstil sebagai pewarna bahan kain atau pakaian dan dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi (reagensia) untuk identifikasi plumbum, bismuth, kobalt, merkuri (Cu), mangan (Mg), thalium (Th) dan sebagai bahan uji pencemaran air. bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut digunakan pula sebagai pewarna makanan (Siswati, 2006).



Gambar 2.3 Struktur Kimia Rhodamine Sumber: Siswati, 2006. Di dalam struktur Rhodamin B terdapat ikatan dengan senyawa klorin (Cl) dimana atom klorin tergolong sebagai senyawa halogen dan sifat halogen yang berada di dalam senyawa organik sangat berbahaya dan memiliki reaktivitas yang tinggi untuk mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara berikatan terhadap senyawa-senyawa di dalam tubuh yang menimbulkan efek toksik dan memicu kanker (Kusmayadi dan Sukandar 2009). Menurut Mcheck (2013) di dalam struktur Rhodamin B juga terdapat ikatan dengan senyawa klorin (Cl) di mana atom klorin tergolong sebagai senyawa halogen dan bersifat berbahaya apabila terdapat di dalam tubuh makhluk hidup dapat memicu kanker dan Luthana (2008) mengemukakan bahwa unsur Cl dapat menyebabkan gangguan sintesis protein, dapat bereaksi dengan asam nukleat, purin dan pirimidin, sehingga dapat mengganggu regulasi gen, menginduksi asam deoksirilbonukleat (DNA) dengan diiringi kehilangan kemampuan DNAtransforming, serta menjadi penyebab timbulnya penyimpangan kromosom. Terdapat pula senyawa Alkilating (CH3-CH3 ) dan bentuk struktur kimia yang poli aromatik hidrokarbon (PAH) dimana bentuk senyawa tersebut bersifat sangat radikal, menjadi bentuk metabolit yang reaktif setelah mengalami aktivasi dengan enzim sitokrom P-450. Bentuk radikal ini akan berikatan dengan protein, lemak dan DNA. Menurut Poedjiadi (2006), secara garis besar senyawa poli aromatik hidrokarbon (PAH) yang merupakan radikal bebas juga akan berikatan dengan atom H yang ada di DNA yang secara langsung akan merubah komposisi



dari DNA sehingga DNA mengalami kerusakan dan menyebabkan fungsi dari DNA tersebut terganggu. D. Pengaruh pewarna terhadap Crossing Over Konsentrasi pewarna wantex berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang, maka senyawa yang terkandung dalam pewarna wantex yang termakan oleh D. melanogaster akan mengganggu serta merusak gen-gen pengkode protein synaptonemal complex. Oleh sebab itu, terjadi gangguan yang menurunkan frekuensi pindah silang. Selain itu, apabila gugus H pada gen-gen pengkode protein synaptonemal complex berikatan dengan gugus N maka gen gen tersebut tidak akan terekspresikan menjadi protein synaptonemal complex yang secara otomatis akan mempengaruhi terjadinya proses pindah silang (Adrian, 1973). ATP digunakan untuk perbaikan kerusakan DNA yang akan mengkode pembentukan enzim-enzim yang berperan saat terjadi pembelahan Ketika pindah silang terjadi, ada beberapa gen dan protein yang terlibat yaitu protein synaptonemal complex dan spo11 serta gen mus309, gen MSH4, dan gen MSH5. Jika konsentrasi berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang, maka senyawa yang terkandung dalam pewarna wantex yang termakan oleh D. melanogaster akan menyerang gen-gen pengkode protein synaptonemal complex. Oleh sebab itu, terjadi gangguan yang menurunkan frekuensi pindah silang. Selain itu, apabila gugus H pada gen-gen pengkode protein synaptonemal complex berikatan dengan gugus N maka gen gen tersebut tidak akan terekspresikan menjadi protein synaptonemal complex yang secara otomatis akan mempengaruhi terjadinya proses pindah silang (Adrian, 1973). E. Hipotesis Ada pengaruh pemberian macam konsentrasi pewarna sintetis wantex (0%; 0.3 %; 0.6 %; 0.9%; 1.2%, 1.5%) terhadap frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan Drosophila melanogaster ♀ N>< ♂bcl.



F. Kerangka Konseptual Pindah silang (crossing over) merupakan pemotongan kromosom dan penyambungan kembali yang terjadi pada Drosopila melanogaster selama profase meiosis I, dimana dalam proses tersebut terjadi pertukaran gen



Terdapat faktor eksternal dan faktor internal yang mempengaruhi pindah silang (crossing over)



faktor eksternal:



faktor internal:



 Temperatur  Zat kimia  Penyinaran sinar X



 Usia  Jarak antar gen yang terangkai  Jenis kelamin



Pemberian variasi konsentrasi pewarna textil merk wantex (0%; 0.3 %; 0.6 %; 0.9%; 1.2%, 1.5%) pada persilangan Drosophila melanogaster N♀>< ♂bcl.



c.



Memberi label tanggal persilangan dan jenis persilangannya.



d.



Membuat ulangan sebanyak 4 kali untuk setiap persilangan.



e.



Melepas induk jantan setelah persilangan berumur dua hari.



f.



Menunggu munculnya pupa . Perlakuan hanya sampai botol A



g.



Mengampul anakan F1.



h.



Mencari anakan F1 yang ♀N untuk disilangkan dengan jantan resesif dari stock.



6. Persilangan P2 a.



Menyilangkan hasil ampulan F1 ♀N dengan jantan resesif dari stock sebanyak 4 kali ulangan. Dengan menggunakan perlakuan penambahan wantex pada medium sesuai konsentrasi pada P1.



b.



Melepas induk jantan setelah umur persilangan berusia dua hari.



c.



Menunggu sampai muncul larva dan induk betina dipindah ke medium B sampai D induk mati.



d.



Mengamati dan menghitung fenotip yang muncul sebagai F2.



e.



Mencatat hasil pengamatan pada tabel pengamatan.



G. Teknik pengumpulan data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terambil fenotipe Perhitungan F2 pada persilangan N ♀ dan bcl ♂dengan empat ulangan selama 7 hari berturut – turut.



Tabel 3.1 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0 % Persilangan Fenotip



N F1♀>< ♂bcl stok



Konsentrasi Wantex 0% U1 U2 U3 U4



N b bcl cl



∑ Total Tabel 3.2 . Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.3% Persilangan Fenotip



N F1♀>< ♂bcl stok



Konsentrasi Wantex 0.3% U1 U2 U3 U4



N b bcl cl



∑ Total Tabel 3.3 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.6% Persilangan Fenotip



N F1♀>< ♂bcl stok



Konsentrasi Wantex 0.6% U1 U2 U3 U4



N b bcl cl



∑ Total Tabel 3.4 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.9% Persilangan Fenotip



N F1♀>< ♂bcl stok ∑ Total



N b bcl cl



Konsentrasi Wantex 0.9% U1 U2 U3 U4



Tabel 3.5 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 1.2%



Persilangan Fenotip



Konsentrasi Wantex 1.2% U1 U2 U3 U4



N b bcl cl



N F1♀>< ♂bcl stok ∑ Total



Tabel 3.6 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 1.5% Persilangan Fenotip



Konsentrasi Wantex 1.2% U1 U2 U3 U4



N b bcl cl



N F1♀>< ♂bcl stok ∑ Total



Teknik analisis data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rekonstruksi persilangan F1 sampai F2, dilanjutkan dengan membandingkan rasio dari kedua persilangan. Pada persilangan yang menunjukkan fenomena pindah silang, maka dilakukan perhitungan frekuensi pindah silang. Selain itu, jika data yang diperoleh sudah mencukupi akan dilakukan analisis data secara statistika yaitu menggunakan Anava. Adapun rumus untuk menghitung frekuensi pindah silang : Frekuensi turunan tipe parental =



parental  rekombinan X 100 %  parental   rekombinan



Frekuensi turunan tipe rekombinan =



 rekombinan X 100 %  parental   rekombinan



BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Data Hasil Pengamatan 4.1.1. Data hasil perhitungan anakan F2 Sumber data dari keompok 12 off kesehatan 2017 Tabel 4.2 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0 % Persilangan Fenotip



N F1♀>< ♂bcl stok



N b bcl cl



∑ Total



Konsentrasi Wantex 0% U1 U2 U3 U4 32 17 0 0 18 12 0 0 14 5 0 0 19 3 0 0 83 37 0 0



Tabel 4.3 . Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.3% Persilangan Fenotip



N F1♀>< ♂bcl stok



N b bcl cl



∑ Total



Konsentrasi Wantex 0.3% U1 U2 U3 U4 49 92 69 0 16 37 28 0 21 32 39 0 40 51 59 0 126 212 195 0



Tabel 4.4 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.6% Persilangan Fenotip



N F1♀>< ♂bcl stok



N b bcl cl



∑ Total



Konsentrasi Wantex 0.6% U1 U2 U3 U4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0



Tabel 4.5 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.9% Persilangan Fenotip



N F1♀>< ♂bcl stok



N b bcl cl



Konsentrasi Wantex 0.9% U1 U2 U3 U4 14 0 0 0 6 0 0 0 7 0 0 0 10 0 0 0



∑ Total



37



0



0



0



Tabel 4.6 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 1.2% Persilangan Fenotip



N b bcl cl



N F1♀>< ♂bcl stok ∑ Total



Konsentrasi Wantex 1.2% U1 U2 U3 U4 95 56 77 0 34 29 45 0 59 40 54 0 55 43 67 0 243 168 243 0



Tabel 4.7 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 1.5% Persilangan Fenotip



N b bcl cl



N F1♀>< ♂bcl stok ∑ Total



Konsentrasi Wantex 1.5% U1 U2 U3 U4 3 46 0 0 1 13 0 0 3 22 0 0 4 38 0 0 11 119 0 0



4.2 Analisa Data 1. Rekonstruksi Kromosom Normal P1



: ♀N >< 𝑏𝑐𝑙



𝑏+𝑐𝑙+



𝑏𝑐𝑙



: b+, cl+, b, cl



Gamet



𝑏+𝑐𝑙+



F1



:



P2



: ♀N (dari F1) >< ♂bcl resesif (dari stok)



Genotipe



𝑏𝑐𝑙



(N heterozigot) rasio 100%



𝑏+𝑐𝑙+



:



𝑏𝑐𝑙



𝑏𝑐𝑙



>
< ♂bcl



Genotipe



: 𝑏+𝑐𝑙+>< ♂bcl resesif (dari stok)



Genotipe



:



cl+



(N heterozigot) rasio 100%



𝑏+𝑐𝑙+ 𝑏+𝑐𝑙+



𝑏𝑐𝑙



>
< N♀ menunjukan data frekuensi pindah silang tipe parental untuk konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 61,44 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 45,94% untuk ulangan 3 dan 4 belum mendapatkan data.



Konsentrasi 0.3% ulangan 1



menunjukan nilai pindah silang 70,63% ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 67,45% untuk ulangan 3 menunjukan nilai pindah silang 65,64% dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.6% masih belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 64,86% untuk ulangan 2,3 dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 1.2 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 61,72 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 58,92% untuk ulangan 3 menunjukan nilai pindah silang 59,25%



dan 4 belum



mendapatkan data. Konsentrasi 1.5 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 63,63 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 70,58% untuk ulangan 3 dan 4 belum mendapatkan data. Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukan bahwa perhitungan F2 persilangan pada bcl ♂ >< N♀ menunjukan data frekuensi pindah silang tipe rekombinan untuk konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 38,55 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 54,05% untuk ulangan 3 dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.3% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 29,36% ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 32,54% untuk ulangan 3 menunjukan nilai pindah silang 34,35% dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.6% masih belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 35,13% untuk ulangan 2,3 dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 1.2 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 38,27 % % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 41,07% untuk ulangan 3 menunjukan nilai pindah silang 40,74% dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 1.5 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 36,36 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 29,41% untuk ulangan 3 dan 4 belum mendapatkan data.



BAB V PEMBAHASAN



Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi pewarna sintetik



merah



merk wantex terhadap frekuensi pindah silang pada Drosophila



melanogaster.Variasi perlakuan wantex dengan berbagai konsentrasi yaitu: 0%; 0,3%; 0,6%; 0,9%; 1,2%; dan 1,5%. Peristiwa pindah silang terjadi selama sinapsis dari kromosomkromosom homolog pada zygoten dan pachyten dari profase I meiosis. Kromosom-kromosom yang berpasangan pada saat meiosis sering memperlihatkan konfigurasi menyilang (Gardner et all, 1991). Pada waktu kromosom-kromosom hendak memisah, kromatid-kromatid yang bersilang itu melekat dan memutus dibagian chiasma, kemudian tiap potongan itu melekat pada kromatid sebelahnya (homolognya). Dalam hal ini chiasma mempunyai arti bahwa telah terjadi suatu pemutusan dan penyambungan kembali, yang diikuti oleh suatu pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam bentukan bivalen (Corebima ,2003). Ketika kromosom homolog pertama muncul sebagai pasangan selama profase I, suatu perlengkapan protein yang dinamakan sinaptonemal (Synaptonemal complex) menggabungkan kromosom sehingga kuat satu dengan yang lainnya. Penelitian ini belum mendapatkan data yang cukup sehingga tidak dapat melakukan uji analisis anava. Oleh karena itu pada penelitian ini tidak dapat diketahui secara nyata apakah pemberian variasi konsentrasi pewarna sintetik wantex merah berpengaruh pada frekuensi peristiwa pindah silang. Maka dengan demikian akan dibahas adanya pengaruh dan tidak adanya pengaruh pemberian variasi konsentrasi pewarna sintetik wantex merah terhadap frekuensi peristiwa pindah silang “crossing over” pada persilangan Drosophila melanogaster strain N dan bcl. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap persilangan D. melanogaster strain N♀>< bcl♂



terlihat adanya fenomena pindah silang yang ditandai dengan munculnya strain



rekombinan pada hasil persilangan F2. Strain rekombinan dari hasil persilangan N♀>< bcl♂ adalah strain b dan cl. Kami mendapatkan data dari kelompok 12 off kesehatan 2017. Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukan bahwa perhitungan F2 persilangan pada bcl ♂ >< N♀ menunjukan data frekuensi pindah silang tipe parental untuk konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 61,44 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 45,94% untuk ulangan 3 dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.3% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 70,63% ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 67,45% untuk ulangan 3



menunjukan nilai pindah silang 65,64% dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.6% masih belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 64,86% untuk ulangan 2,3 dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 1.2 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 61,72 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 58,92% untuk ulangan 3 menunjukan nilai pindah silang 59,25% dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 1.5 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 63,63 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 70,58% untuk ulangan 3 dan 4 belum mendapatkan data. Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukan bahwa perhitungan F2 persilangan pada bcl ♂ >< N♀ menunjukan data frekuensi pindah silang tipe rekombinan untuk konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 38,55 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 54,05% untuk ulangan 3 dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.3% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 29,36% ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 32,54% untuk ulangan 3 menunjukan nilai pindah silang 34,35% dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.6% masih belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 35,13% untuk ulangan 2,3 dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 1.2 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 38,27 % % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 41,07% untuk ulangan 3 menunjukan nilai pindah silang 40,74% dan 4 belum mendapatkan data. Konsentrasi 1.5 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 36,36 % ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 29,41% untuk ulangan 3 dan 4 belum mendapatkan data. Menurut Ayala (1984), pindah silang pada umumnya terjadi selama meiosis pada semua makhluk hidup berkelamin betina maupun jantan dan antara semua pasangan kromosom homolog. Tetapi pada individu jantan dalam banyak jenis Diptera termasuk Drosophila, peristiwa pindah silang tidak pernah terjadi. Hal ini berarti bahwa dikalangan Drosophila, rekombinasi gen-gen hanya terjadi pada individu betina. Pindah silang hanya terjadi pada Drosophila betina karena pada individu betina mempunyai Sinaptonemal complex yang merupakan struktur yang memperantarai terjadinya pindah silang. Struktur ini terdiri dari protein dan RNA (Gardner, 1991). Pindah silang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: (1) Temperatur. Temperatur yang melebihi atau kurang dari temperature biasa dapat memperbesar kemungkinan terjadi pindah silang. (2) Umur. Makin tua umur suatu individu maka terjadinya pindah silang semakin berkurang. (3) Zat kimia tertentu dapat memperbesar terjadinya pindah silang. (3) Penyinaran dengan sinar-X akan memperbesar kemungkinan pindah silang. (4) Jarak antar gen-gen yang terangkai. Makin jauh letak satu gen dengan gen



lainnya, makin besar kemungkinan terjadinya pindah silang. (5) Jenis kelamin. Pada umumnya pindah silang dijumpai pada makhluk betina maupun jantan. Namun demikian ada pengecualian yaitu pada ulat sutera (Bombox mori) yang betina tidak pernah terjadi pindah silang (Suryo, 2010). Banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan pindah silang secara internal akibat pengaruh pemberian wantex dengan berbagai konsentrasi. Pindah silang hanya terjadi pada Drosophila betina karena pada individu betina mempunyai Sinaptonemal complex yang merupakan struktur yang memperantarai terjadinya pindah silang. Struktur ini terdiri dari protein dan RNA (Gardner, 1991). Synaptonemal compleks adalah sebuah aparatus protein yang mempunyai fungsi untuk membawa kromosom pada ikatan yang kuat. Struktur aparatus protein tersebut merupakan struktur gabungan dari RNA dan protein untuk memperkuat chiasma (Campbell, 2002). Selain synaptonemal complex, struktur lain yang diyakini bertanggung jawab dalam peristiwa pindah silang adalah recombination nodules. Recombination nodules merupakan struktur sementara yang hadir ketika pembelahan sel dalam tahap pakiten yang berasosiasi dengan synaptonemal complex. Recombination Nodules muncul sebagai struktur sementara yang hadir hanya dipertengahan tahap pakiten; dengan demikian meiotic crossing over dapat diperkirakan terjadi dalam batasan waktu tersebut (Carpenter, 1975). Variasi konsentrasi wantex berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang D. melanogaster N♀>