Contoh Artikel Opini Tentang Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KILAS BALIK DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA Подвесные унитазы - Интернет магазин игры на дисках- гитара Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para "Nation Builders" Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa negara bersaing di kancah global. Seiring dengan derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun menjadi semakin besar, hal ini yang mendorong para siswa mendapatkan prestasi terbaik. Namun, dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan, jumlah guru yang belum merata, serta kualitas guru itu sendiri dinilai masih kurang. Terbatasnya akses pendidikan di Indonesia, terlebih lagi di daerah berujung kepada meningkatnya arus urbanisasi untuk mendapatkan akses ilmu yang lebih baik di perkotaan. Menurut pegiat pendidikan Indonesia, Anies Baswedan keterbatasan akses pendidikan di daerah menjadi pangkal derasnya arus urbanisasi. "Yang menjadi persoalan, di Jabodetabek jumlahnya sudah proporsional, tapi jangan kita hanya bicara urban. Justru di luar urban itu kita punya masalah dan itu yang menyebabkan migrasi ke Jakarta," ujar Anies. Secara tidak langsung, masyarakat Indonesia didorong untuk melakukan urbanisasi karena keterbatasan fasilitas di daerah. Ia menilai akses pendidikan harus dibuka seluas-luasnya untuk seluruh masyarakat dengan penyediaan fasilitas yang mendukung program tersebut. "Kalau sekolah hanya di ibukota kecamatan, maka yang jauh kan jadi nggak bisa sekolah," tandasnya. Selain itu, jumlah guru yang sesuai dengan kualifikasi saat ini dinilai masih belum merata di daerah. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad saat ini banyak sekolah dasar (SD) di Indonesia kekurangan tenaga guru. Jumlahnya diperkirakan mencapai 112 ribu guru. Untuk mengatasinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan bekerja sama dengan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, dalam hal distribusi guru di daerah-daerah supaya lebih merata. "Jika manajemen guru bisa ditangani lebih optimal, tidak parsial, maka bisa dipindahkan ke kabupaten atau daerah yang berdekatan," ungkap Hamid. Kemudian, untuk meningkatkan kualitas para guru, Kemendikbud akan meningkatkan kualifikasi guru melalui beasiswa S-1 bagi guru SD dan SMP. Hamid menjelaskan, jumlah guru SD di sekolah negeri dan swasta sekitar 1.850 ribu guru. Dari jumlah tersebut, hanya 60 persen guru yang sudah memenuhi kualifikasi dengan gelar S-1, sedangkan 40 persen lainnya belum memenuhi kualifikasi. Tiap tahunnya, Kemendikbud juga menyiapkan beasiswa untuk 100 ribu calon guru guna menempuh pendidikan S-1 melalui bantuan beasiswa S-1 untuk guru SD dan SMP. Di dunia internasional, kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara di seluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan (Education



Development Index, EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 127 negara pada 2011. Di sisi lain, kasus putus sekolah anak – anak usia sekolah di Indonesia juga masih tinggi "Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak setiap tahun tidak dapat melanjutkan pendidikan, Hal ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor ekonomi; anak – anak terpaksa bekerja untuk mendukung ekonomi keluarga; dan pernikahan di usia dini,” menurut Sekretaris Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M. Eng, Sc di Jakarta. Dalam laporan terbaru Program Pembangunan PBB tahun 2013, Indonesia menempati posisi 121 dari 185 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan angka 0,629. Dengan angka itu Indonesia tertinggal dari dua negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia (peringkat 64) dan Singapura (18), sedangkan IPM di kawasan Asia Pasifik adalah 0,683. "Kita harus menyelesaikan permasalahan pendidikan ini, karena kepemilikan atas pengetahuan adalah kunci seseorang mencapai kesejahteraan," menurut figur pendidikan Indonesia, Anies Baswedan. Dalam perkembangan pendidikan Indonesia, pemerintah telah melaksanakan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan guna menghadapi persaingan bebas dunia yang akan segera berlaku dengan terwujudnya komunitas ASEAN pada tahun 2015 mendatang. Untuk meringankan beban serta memperkokoh dasar pendidikan pada siswa Indonesia, Kemdikbud memastikan akan sepenuhnya memberlakukan Kurikulum 2013 mulai tahun 2014, bahkan sudah menyiapkan anggaran untuk mendukung operasional kurikulum tersebut. "Sudah siap dan tahun depan hampir semua (sekolah) bisa melaksanakan Kurikulum 2013," ujar Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Musliar Kasim. Kurikulum 2013 merupakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berfokus pada penguasaan pengetahuan yang kontekstual sesuai daerah dan lingkungan masing-masing. Kurikulum tersebut menitikberatkan penilaian siswa pada tiga hal: sikap (jujur, santun, disiplin), keterampilan (melalui tugas praktek/ proyek sekolah), dan pengetahuan keilmuan. Pada tingkat dasar seperti SD, kurikulum ini lebih fokus pada pembentukan sikap dan keterampilan hidup, sedangkan keilmuannya lebih 'ringan' daripada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pada tingkat lanjutan seperti SMP dan SMA, porsi penguasaan keilmuan lebih ditingkatkan karena pribadi murid dianggap sudah terbentuk pada tingkat dasar. Menurut Musliar, kurikulum baru akan diterapkan pada siswa SD kelas 1, 2, 4 dan 5; siswa SMP kelas 8 dan 9; serta siswa SMA kelas 10 dan 11. Pemerintah tidak akan mencetak buku bahan ajar. Seperti pelaksanaan pada tahun sebelumnya, Kemendikbud akan mengunggah buku bahan ajar ke dalam situs internet. Kemendikbud akan menetapkan harga eceran tertinggi atas buku yang ditargetkan akan beredar bebas tersebut. Kurikulum 2013 sendiri sebenarnya sudah dilaksanakan sejak pertengahan tahun 2013 di sejumlah sekolah yang telah diseleksi, meski sempat dikritik karena pelaksanaannya terkesan dipaksakan. Sebagai lembaga bantuan internasional yang bekerja di sektor pembangunan sosial-ekonomi, USAID Indonesia memberikan penekanan besar pada pengembangan kualitas pendidikan



melalui sejumlah program yang berjalan sekarang salah satunya adalah melalui program beasiswa S2 USAID-PRESTASI. Pada tahun ini, USAID -PRESTASI memberikan beasiswa S2 kepada 31 profesional Indonesia. Program ini dibuka untuk umum dan diharapkan dapat mendukung pengembangan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya masing – masing yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi positif di lingkungan kerja mereka masing – masing setelah merekakembali ke Tanah Air.



“Kondisi Pendidikan Indonesia Saat ini” Momentum Hari Pendidikan Nasional selalu menjadi sebuah peringatan akan pentingnya pendidikan bagi sebuah bangsa. Peringatan ini juga menjadi perenungan bersama mengenai kualitas pendidikan di negara kita, Indonesia. Lalu, bagaimana kondisi pendidikan Indonesia saat ini? Jika kita lihat saat ini, kondisi pendidikan Indonesia masih saja memprihatinkan, terutama mengenai fasilitas pendidikan di daerah-daerah, baik sarana maupun prasarana pendidikan. Masih saja terdengar kabar ada bangunan sekolah yang tidak layak untuk digunakan. Sebagai contoh, seperti yang BERANI beritakan pada Jumat (30/4). Diberitakan bahwa masih ada sekitar 2.000 ruang kelas di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan kondisi ruang kelas tersebut tidak layak pakai untuk proses belajarmengajar. Tak hanya itu saja, ada pula daerah-daerah yang kekurangan tenaga guru untuk mengajar. Usaha Pemerintah Untuk mengatasi berbagai kekurangan ini, pemerintah pun mengupayakan berbagai hal agar kualitas pendidikan di Indonesia bisa berkembang dan maju. Misalnya, dengan memberikan bantuan-bantuan dalam pos pendidikan untuk meringankan biaya sekolah. Dalam hal ini, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar 20 persen untuk bidang pendidikan. Tak hanya itu saja, kualitas guru pun ditingkatkan dengan berbagai pelatihan untuk menambah kemampuan guru dalam menyampaikan mata pelajaran ke siswa-siswanya. Selain itu, pemerintah juga melakukan pemetaan kondisi pendidikan di setiap provinsi di Indonesia. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kondisi pendidikan di setiap wilayah agar standar pelayanan dan standar nasional pendidikan tercapai. Dengan tercapainya kedua hal ini, tentunya mutu pendidikan secara nasional pun dapat dicapai.



Sistem Pendidikan dan Problematika Pendidikan di Indonesia Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualita SDM bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang supaya bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak semakin tertinggal karena arus global yang berjalan cepat. Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia diperlukan sistem pendidikan yang responsif terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Perbaikan itu dilakukan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus menggunakan sistem pendidikan dan pola kebijakan yang sesuai dengan keadaan Indonesia. Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Hal tersebut dapat kita wujudkan melalui pendidikan dalam keluarga, pendidikan masyarakat maupun pendidikan sekolah. Saat ini pendidikan sekolah wajib di terima oleh seluruh masyarakat Indonesia, karena dengan mengenyam pendidikan kita dapat mengikuti arus global dan dapat mengejar ketertinggalan kita dari bangsa lain. Namun dalam kenyataannya sekarang ini masih banyak orang yang belum dapat mengenyam pendidikan sekolah karena faktor ekonomi. Akan tetapi di dalam era global ini, hal tersebut tidak boleh terjadi karena akan menghambat perkembangan SDM dan bangsa pada umumnya. Maka dari itu, pemerintah Indonesia harus mengambil kebijakan yang dapat mengatasi masalah tersebut.



Sistem Pendidikan yang di Anut di Indonesia Indonesia sekarang menganut sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ada beberapa sistem di Indonesia yang telah dilaksanakan, di antaranya: 



Sistem Pendidikan Indonesia yang berorientasi pada nilai.



Sistem pendidikan ini telah diterapkan sejak sekolah dasar. Disini peserta didik diberi pengajaran kejujuran, tenggang rasa, kedisiplinan, dsb. Nilai ini disampaikan melalui pelajaran Pkn, bahkan nilai ini juga disampaikan di tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.







Indonesia menganut sistem pendidikan terbuka. Menurut sistem pendidikan ini, peserta didik di tuntut untuk dapat bersaing dengan teman, berfikir kreatif dan inovatif







Sistem pendidikan beragam. Di Indonesia terdiri dari beragam suku, bahasa, daerah, budaya, dll. Serta pendidikan Indonesia yang terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal.







Sistem pendidikan yang efisien dalam pengelolaan waktu. Di dalam KBM, waktu di atur sedemikian rupa agar peserta didik tidak merasa terbebani dengan materi pelajaran yang disampaikan karena waktunya terlalu singkat atau sebaliknya.







Sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan zaman. Dalam sistem ini, bangsa Indonesia harus menyesuaikan kurikulum dengan keadaan saat ini. Oleh karena itu, kurikulum di Indonesia sering mengalami perubahan / pergantian dari waktu ke waktu, hingga sekarang Indonesia menggunakan kurikulum KTSP.



Problem di Bidang Pendidikan Problem yang dihadapi bangsa Indonesia di bidang pendidikan mencakup tiga pokok proble, yaitu: a.



Pemerataan Pendidikan Saat ini bangsa Indonesia masih mengalami di bidang pemerataan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan pendidikan di Indonesia hanya dapat dirasakan oleh kaum menengah ke atas. Agar pendidikan di Indonesia tidak semakin terpuruk, maka



pemerintah harus mengambil kebijakan yang tepat. Misalnya, adanya kebijakan wajib belajar 9 tahun. Kebijakan ini dilaksanakan dari mulai bangku SD hingga SMP. Pemerintah membuat kebijakan dengan meratakan tenaga pendidik di setiap daerah. b.



Biaya pendidikan Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk berdampak pula pada pendidikan di Indonesia. Banyak sekali anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan karena biaya pendidikan yang mahal. Maka dari itu, agar bangsa Indonesia tidak semakin terbelakang, Pemerintah mulai mengeluarkan dana BOS, yang diberikan kepada peserta didik di SD dan SMP. Hal tersebut dilakukan dengan membebaskan biaya SPP atau membuat kebijakan free-school bagi pendidikan dasar. Dengan dikeluarkan kebijakan tersebut, di harapkan semua pendidikan dapat dirasakan di semua kalangan masyarakat Indonesia.



c.



Kualitas Pendidikan Selain kedua masalah tersebut, permasalahan yang paling mendasar adalah masalah mutu pendidikan. Karena sekarang ini pendidikan kita masih jauh tertinggal jika di bandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut di buktikan dengan banyaknya tenaga pendidik yang mengajar namun tidak sesuai dengan bidangnya. Selain itu, tingkat kejujuran dan kedisiplinan peserta didik masih rendah. Contohnya: dengan adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan saat mengikuti Ujian Nasional peserta didik cenderung pilih mendapat jawaban secara instan, misalnya dengan membeli jawaban soal UN. Oleh karena itu, mutu pendidikan harus diperbaiki, maka pemerintah membuat kebijakan yang berupa peningkatan mutu pendidik. Yang dilakukan dengan cara mengevaluasi ulang tenaga pendidik agar sesuai dengan syarat untuk menjadi pendidik. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan sarana dan prasarana, misalnya memperbaiki fasilitas gedung, memperbanyak buku, dll.



Pendidikan sangat penting pengaruhnya bagi suatu bangsa. Tanpa adanya pendidikan, maka bangsa tersbut akan tertinggal dari bangsa lain. Sepeti halnya juga bangsa Indonesia, pendidikan merupakan salah satu upaya yang dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain khususnya bangsa-banga ASEAN. Maka pendidikan Indonesia harus diperbaiki, baik dari segi sistem pendidikan maupun sarana prasarana. Indonesia terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Saat ini pemerintah mulai memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia dengan membuat berbagai kebijakan dan merubah sistemnya. Pendidikan Indonesia



saat ini menggunakan sistem nasional yang meliputi sistem terbuka, sistem yang berorientasi pada nilai, sistem pendidikan yang beragam, sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan zaman dan sistem pendidikan yang efektif dan efisien. Untuk menjalankan sistem tersebut, pemerintah mengeluarkan sistem wajib belajar 9 tahun yang ditujukan untuk peserta didik SD dan SMP, adanya free-school. Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan keadaan pendidikan sekarang, memperbaiki sarana-prasarana, mengevaluasi kinerja tenaga pendidik dll. Dengan adanya upaya pendidikan di Indonesia dapat lebih baik agar bangsa Indonesia dapat mengimbangi negara lain terutama negara-negara ASEAN.



Potret Dunia Pendidikan di Indonesia By Pendidikan Indonesiaat 08.22



Yang Merupakan salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah merupakan ruang utama di mana para "Nation Builders" Indonesia di inginkan akan berjuang mengambil negeri beradu di kancah global. Seiring dgn derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan juga jadi makin gede, aspek ini yg mendorong para peserta didik meraih prestasi paling baik. Tetapi, dunia pendidikan di Indonesia tetap mempunyai sekian banyak rintangan yg mengenai dgn kualitas pendidikan diantaranya merupakan keterbatasan akses kepada pendidikan, jumlah guru yg belum merata, juga mutu guru itu sendiri dinilai masihlah kurang. Terbatasnya akses pendidikan di Indonesia, apalagi lagi di daerah berujung pada meningkatnya arus urbanisasi buat mendapati akses ilmu yg lebih baik di perkotaan. Menurut pegiat pendidikan Indonesia, Anies Baswedan keterbatasan akses pendidikan di daerah jadi pangkal derasnya arus urbanisasi. "Yang jadi persoalan, di Jabodetabek sejumlah telah proporsional, namun janganlah kita cuma berkata urban. Justru di luar urban itu kita miliki masalah & itu yg menyebabkan migrasi ke



Jakarta," ucap Anies. Dengan Cara tak serentak, warga Indonesia didorong buat jalankan urbanisasi dikarenakan keterbatasan sarana di daerah. Beliau menilai akses pendidikan mesti di buka seluas-luasnya utk semua warga dgn penyediaan alat yg memberi dukungan acara tersebut. "Kalau sekolah cuma di ibukota kecamatan, sehingga yg jauh kan menjadi nggak mampu sekolah," tandasnya.



Foto Siswa Ingin Belajar Diluar itu, jumlah guru yg serasi dgn kualifikasi sekarang ini dinilai masihlah belum merata di daerah. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan basic(Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad diwaktu ini tidak sedikit sekolah basic (SD) di Indonesia kekurangan tenaga guru. Banyaknya diperkirakan mencapai 112 ribu guru. Buat mengatasinya, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (Kemendikbud) bakal bekerja sama bersama pemerintah daerah, baik tingkat propinsi ataupun kabupaten/kota, dalam aspek distribusi guru di daerah-daerah biar lebih merata. "Jika manajemen guru mampu ditangani lebih optimal, tak parsial, sehingga sanggup dipindahkan ke Kab atau daerah yg berdekatan," ungkap Hamid. Setelah Itu, utk meningkatkan mutu para guru, Kemendikbud bakal meningkatkan kualifikasi guru lewat beasiswa S-1 bagi guru SD & SMP. Hamid memaparkan, jumlah guru SD di sekolah negara & swasta lebih kurang 1.850 ribu guru. Dari jumlah tersebut, cuma 60 prosen guru yg telah memenuhi kualifikasi dgn gelar S-1, sedangkan 40 % yang lain belum memenuhi kualifikasi. Tiap tahunnya, Kemendikbud pun menyiapkan beasiswa utk 100 ribu calon guru guna menempuh pendidikan S-1 lewat pertolongan beasiswa S-1 utk guru SD & SMP. Di dunia internasional, mutu pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negeri di semua dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan



(Education Development Index, EDI), Indonesia berada kepada peringkat ke-69 dari 127 negeri terhadap 2011. Di sudut lain, kasus putus sekolah anak – anak umur sekolah di Indonesia serta tetap tinggi "Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak tiap-tiap thn tak mampu menyambung pendidikan, Perihal ini disebabkan oleh tiga factor, merupakan aspek ekonomi; anak – anak terpaksa bekerja utk beri dukungan ekonomi keluarga; & pernikahan di umur dini,” menurut Sekretaris Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Dr. Ir. Patdono Suwignjo, Meter. Eng, Sc di Jakarta. Dalam laporan paling baru Acara Pembangunan PBB thn 2013, Indonesia menempati posisi 121 dari 185 negeri dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dgn angka nol,629. Bersama angka itu Indonesia tertinggal dari dua negeri tetangga ASEAN yakni Malaysia (peringkat 64) & Singapura (18), sedangkan IPM di kawasan Asia Pasifik yaitu nol,683. "Kita mesti menyelesaikan permasalahan pendidikan ini, dikarenakan kepemilikan atas wawasan yakni kunci satu orang mencapai kesejahteraan," menurut figur pendidikan Indonesia, Anies Baswedan. Dalam perkembangan pendidikan Indonesia, pemerintah sudah jalankan bermacam kebijakan buat meningkatkan mutu pendidikan guna menghadapi persaingan bebas dunia yg dapat serentak berlaku bersama terwujudnya populasi ASEAN terhadap th 2015 akan datang.



Foto Perjuangan Siswa Untuk Sekolah Utk menolong beban pula memperkokoh basic pendidikan terhadap peserta didik Indonesia, Kemdikbud menentukan dapat sepenuhnya memberlakukan Kurikulum 2013 sejak mulai th 2014, bahkan telah menyiapkan biaya utk beri dukungan



operasional kurikulum tersebut. "Sudah siap & th depan nyaris seluruhnya(sekolah) dapat lakukan Kurikulum 2013," tutur Wakil Menteri Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia Musliar Kasim. Kurikulum 2013 yakni Kurikulum Tingkat Unit Pendidikan (KTSP) yg berfokus kepada penguasaan wawasan yg kontekstual cocok daerah & lingkungan masing-masing. Kurikulum tersebut menitikberatkan penilaian peserta didik kepada tiga perihal : sikap (jujur, santun, patuh aturan), keterampilan (lewat pekerjaan praktek/ proyek sekolah), & wawasan keilmuan. Kepada tingkat basic seperti SD, kurikulum ini lebih konsentrasi terhadap pembentukan sikap & keterampilan hidup, sedangkan keilmuannya lebih 'ringan' daripada Kurikulum Tingkat Unit Pendidikan. Terhadap tingkat lanjutan seperti SMP & SMA, porsi penguasaan keilmuan lebih dioptimasi dikarenakan pribadi murid dianggap telah terbentuk terhadap tingkat basic. Menurut Musliar, kurikulum baru dapat diterapkan terhadap peserta didik SD kelas 1, 2, 4 & 5; peserta didik SMP kelas 8 & 9; pula peserta didik SMA kelas 10 & 11. Pemerintah tak dapat menempa buku bahan ajar. Seperti pengerjaan terhadap thn diawal mulanya, Kemendikbud bakal mengunggah buku bahan ajar ke dalam web internet. Kemendikbud dapat menetapkan harga eceran paling tinggi atas buku yg ditargetkan dapat beredar bebas tersebut. Kurikulum 2013 sendiri sebenarnya telah dilaksanakan sejak pertengahan thn 2013 di banyaknya sekolah yg sudah diseleksi, biarpun pernah dikritik lantaran pelaksanaannya terkesan dipaksakan. Sbg dinas pertolongan internasional yg bekerja di bagian pembangunan sosialekonomi, USAID Indonesia memberikan penekanan akbar terhadap pengembangan mutu pendidikan lewat sebanyak acara yg terjadi saat ini salah satunya ialah lewat acara beasiswa S2 USAID-PRESTASI. Terhadap thn ini, USAID -PRESTASI memberikan beasiswa S2 terhadap 31 profesional Indonesia. Acara ini di buka utk umum & diinginkan mampu memberi dukungan pengembangan sumber daya manusia yg kompeten di bidangnya masing – masing yg kepada hasilnya bakal memberikan kontribusi positif di lingkungan kerja mereka masing – masing sesudah merekakembali ke Tanah Air.



Keadaan pendidikan saat ini Oleh Marsigit, UNY Pendidikan di Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan dan tantangan yang kompleks dan mendasar, sekaligus menyongsong harapan di tengan era global. Bangsa Indonesia dengan pasti tidak dapat menghindar dari pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang mempengaruhi segala aspek berkehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sebagai bangsa yang relatif muda (belum sampai berumur satu abad), tentulah jika masa depan kita berorientasi kepada kecenderungan modus (standar) internasional dewasa ini, akan banyak dijumpai kekurangankekurangan yang bersifat ontologis baik yang menyangkut sumber daya manusia maupun penguasaan teknologi. Derasnya aliran barang, jasa, pengetahuan, dan teknologi dari luar negeri tidak diimbangi dengan kesadaran adanya aliran pemikiran/paham, karakter atau gaya hidup yang tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa. Sehingga bangsa dan masyarakat Indonesia dewasa ini bersifat terbuka absolut dari pengaruh luar. Hal inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia dewasa ini seakan mengalami disorientasi baik dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan. Dewasa ini Indonesia sedang mengalami disorientasi epoleksosbud. Revolusi mental yang digulirkan oleh Presiden Joko Widodo kiranya patut direnungkan, digali dan diimplementasikan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan. Revolusi mental perlu didukung dengan penguatan 4 (empat) pilar yaitu: Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, NKRI dan BhinekaTunggal Ika. Kegamangan pendidikan salah satunya disebabkan oleh keraguan menetapkan komitmen terhadap konsep pendidikan yang berkarakter Indonesia. Selama ini bangsa Indonesia telah terbuai dengan janji dan implementasi berbagai konsep pendidikan dari



luar yang ternyata hanya menjauhkan atau mencerabut marwah ke Indonesiaan dari generasi ke generasi berikutnya. Sudah saatnya kita menggali, mengembangkan dan mengimplementasikan harta karun konsep pendidikan asli Indonesia yaitu yang salah satunya telah digagas dan diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Hanya di Indonesialah terdapat konsep ing ngarsa sung tuladha dan tut wuri handayani. Sementara di negara-negara Barat, mereka hanya unggul ing madya mangun karsa. Jelaslah kiranya bahwa konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara cukup menjanjikan solusi untuk mengatasi krisis multidimensi bangsa. Adalah tantangan dan tugas kita semua, para pelaku dan stake holder pendidikan untuk mampu menggali dan mengimplementasikannya; sementara pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional diharapkan mampu memfasilitasi dan membuat kebijakan kependidikan yang selaras dengan semangat tersebut. Ditengah kegamangan politik, ekonomi, sosial dan budaya maka dalam bidang pendidikan terdapat pertanyaan guru seperti apakah dewasa yang dianggap ideal bagi bangsa ini? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa selama ini, walaupun telah mengalami berbagai fase perubahan kurikulum yang dibarengi dengan berbagai macam peraturan perundangan, masih saja kualitas pendidikan belum seperti yang diharapkan, terutama jika dilihat dari prestasi yang dibandingkan dengan prestasi pendidikan bangsa-bangsa lain. Walaupun hasil penelitian OECD tahun 2015 menunjukkan adanya inovasi pembelajaran, tetapi herannya mengapa prestasi belajar masih belum memuaskan? Disorientasi bidang epoleksosbud ditengarai sebagai biangnya segala persoalan yang muncul dalam bidang pendidikan. Disorientasi epoleksosbud menyebabkan timbulnya anomali paradigma kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, yang pada gilirannya menghasilkan ketidakteraturan pola kehidupan masyarakat yang dapat berujung pada perikehidupan yang anarkhis. Pengembangan pendidikan di Indonesia terkendala oleh adanya anomali paradigma pendidikan yaitu: pendidikan jangka panjang versus pendidikan jangka pendek, pendidikan terdesentralisasi versus pendidikan terpusat, pendidikan terbuka versus pendidikan tertutup, inovasi pendidikan versus status quo pendidikan, pendidikan sebagai kebutuhan versus pendidikan sebagai investasi, pendidikan yang melestarikan versus pendidikan yang konstruktif, pendidikan berorientasi proses versus pendidikan berorientasi hasil, pendidikan untuk semua versus pendidikan terkanalisasi, dst. Selama anomali paradigma tersebut belum memperoleh solusinya maka selama itu pula persoalan pendidikan masih bersifat imanent dan latent. Akibat lanjut dari adanya persoalan pendidikan yang belum tuntas maka berdampak pula pada pengembangan kualitas pendidikan, profesional guru dan prestasi belajar. Anomali paradigma pada gilirannya juga muncul dalam pengembangan pendidikan guru di Indonesia, misalnya: guru sebagai pengembang pendidikan versus guru sebagai pelaksana pendidikan, guru kelas versus guru mata pelajaran, guru pusat versus guru daerah, pendidikan guru concurant versus pendidikan guru consecutive, tanggung jawab masyarakat versus tangung jawab pemerintah, idealitas pendidikan versus pragmatisme pendidikan, dst. Dengan kondisi seperti tersebut di atas maka banyak persoalan pendidikan yang menghadang didepan kita: kegamangan penerapan kurikulum, kontroversi (fungsi) ujian nasional, persoalan sertifikasi guru dan dipenuhinya jam mengajar, penguatan peran LPTK, sinergitas antar lembaga birokrasi pendidikan, persoalan penempatan guru, pengembangan profesionalitas guru, peran lembaga penjaminan mutu yang overlaping dengan peran LPTK, reformasi pendidikan, overlaping permendiknas, sustainabilitas dan auntabilitas pendidikan, pemerataan pendidikan, partisipasi pendidikan, standar nasional pendidikan guru, pendidikan karakter dan karakter bangsa, dst. Keadaan tambah runyam dikarenakan adanya fenomena The Death Blow of Humanistic Sciences, yaitu ditetapkan dan dikukuhkannya The Naturalistic Sciences sebagai the Knightnya



peradaban dunia; sehingga sepak terjang peradaban bangsa-bangsa di dunia dianggap dapat dituntun oleh hegemoni ilmu-ilmu dasar (Basic Sciences) saja yang didefinisikan sebagai Fisika, Biologi, Kimia dan Matematika Murni; dengan serta mengabaikan (kematian) Humanistic Sciences, yang meliputi Agama, Budaya, Seni, Social Sciences, Psychology, dst. Sehingga puncak sistemik di Indonesia terjadi pada gerakan Back to Basicnya Wardiman (Mendikbud mantan Menristek), bahwa anak SD tak perlu macam-macam yang penting Calistung (Baca, Tulis dan Hitung saja); dan yang terakhir pada Kurikulum 2013 dengan ketetapan bahwa semua Mapel menggunakan pendekatan Saintifik. Untuk membangun peradaban yang adil diperlukan redefinisi perihal apa yang dimaksud dan disebut sebagai Basic Sciences; menurut saya Basic Sciences juga harus meliputi the basicnya dari Ilmu-ilmu Humaniora. Terdapat harapan dari apa yang disampaikan oleh Mendikbud Anies Baswedan bahwa pengembangan pendidikan guru akan dilakukan dengan memperkuat kompetensi kepala sekolah, guru, dan pemangku kepentingan lainnya; meningkatkan kualitas dan akses; dan meningkatkan efektivitas birokrasi pendidikan dan pelibatan publik dalam penyelesaian persoalan pendidikan. Yogyakarta, 27 April 2015 Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/marsigit/keadaan-pendidikan-saatini_5535b99c6ea834f62ada42f6



Wajah Sistem Pendidikan di Indonesia untuk waktu Saat ini December 19, 2015 by Andriany | Keuangan Pendidikan Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia diperlukan sistem pendidikan yang responsif



terhadap



perubahan



dan



tuntutan



zaman. Membicarakan



dunia



pendidikan Indonesia memang selalu memunculkan perdebatan. Terutama jika menyangkut sistem pendidikan di Indonesia ini sudah tepat atau belum. Ada sebagian kalangan yang menganggap bahwa sistem pendidikan Indonesia sudah bagus tapi dalam penerapannya di lapangan belum berjalan dengan baik. Ada juga yang mengatakan bahwa sistem pendidikan yang dianut Indonesia masih jauh dari kata bagus sehingga kondisinya menyedihkan.



Di dalam membahas pendidikan Indonesia secara keseluruhan, sistem pendidikan di Indonesia adalah salah satu komponen yang tidak bisa dipisahkan. Ibarat rumah, sistem ini layaknya pondasinya. Kuat tidaknya sebuah rumah tergantung dari pondasinya. Pondasi yang bagus dan kokoh akan membuat rumah menjadi kuat dan tidak mudah rusak. Sebaliknya jika pondasi tidak kokoh maka akan menghasilkan rumah yang tidak kuat. Dengan kata lain mutu siswa ditentukan oleh baik buruknya sistem pendidikan yang dipakai di Indonesia.



Wajah Sistem Pendidikan di Indonesia Pemerintah selaku pihak yang berwenang telah mengatur sistem pendidikan di Indonesia salah satunya dengan merancang kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pada dasarnya cita-cita pendidikan Indonesia ini ingin bisa melahirkan manusia yang beriman, berudi pekerti luhur, cerdas, kreatif, mandiri, bertanggungjawab, sehat jasmani dan rohani, berdaya saing, dan bermanfaat bagi banyak orang. Tapi kenyataannya cita-cita ini belum bisa terwujud karena dalam pendidikan formal tidak ada upaya yang kuat untuk mewujudkan murid yang memilik kriteria di atas.



Pemerintah memang tidak tinggal diam dengan fakta ini. melalui para pakar yang masuk ke menjadi perumus kurikulum mulai memasukkan komponen tersebut ke dalam kurikulum terbaru. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kurikulum lama masih belum bisa mendukung cita-cita itu. Sehingga muncullah beberapa kali perubahan dari kurikulum 1994, lalu Kirukulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hingga kurikulum terbaru Kurikulum 2013 (K13) yang mengundang banyak kontroversi. Dari perubahan kurikulum satu ke kurikulum lainnya, pasti ada perubahan mendasar. Salah satunya terjadi karena kurikulum sebelumnya belum bisa menggapai cita-cita dari pendidikan Indonesia. Secara



kontekstual



sistem



pendidikan



di



Indonesia



memang



sudah



mulai



menampakkan perubahan dengan pergantian kurikulum tersebut. Perubahan paling besar terjadi ketika Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) disahkan. Perubahan paradigma di KTSP ini meliputi masalah tidak adanya lagi istilah teaching learning, yang membuat proses belajar mengajar terpusat pada guru. Guru mengajarkan ilmu kepada anak didiknya. Melalui KTSP ini proses belajar mengajar menyebutkan bahwa guru juga belajar bersama dengan anak-anak. Sehingga dengan perubahan istilah ini diharapkan guru tidak seperti orang yang paling pandai tetapi bisa memancing siswa untuk aktif dalam mengemukakan pendapatnya. Penghapusan istilah teaching learning diperkuat dengan perubahan dari instruktif ke fasilitatif yang artinya guru tidak boleh lagi memberikan instruksi kepada siswa harus begini dan harus begitu. Guru kini bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk melakukan percobaan seperti yang mereka inginkan. Ketika siswa dianggap keliru, guru bisa memberikan pancingan apakah cara itu benar atau salah tanpa melakukan instruksi. Dengan langkah ini maka siswa akan lebih aktif dalam proses belajar mengajar. Sehingga ketika masuk kelas, bukan hanya murid yang belajar tapi guru juga belajar. Siswa yang aktif kadang bisa memberikan pelajaran baru baik murid itu sendiri dan juga gurunya. Sayangnya dalam pelaksanaan kurikulum ini di lapangan, masih jauh dari cita-cita para perumus. Proses belajar mengajar masih sama seperti kurikulum sebelumnya yang mengedepankan teaching learning. Murid dijadikan sebagai obyek pendidikan yang akan dijadikan pintar, akan dijadikan hebat dan akan dijadikan hal-hal lainnya.



Murid yang dijadikan sebagai obyek dan bukan subyek membuat murid tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Murid tak ubahnya seperti robot yang akan diisi program di dalamnya. Jika kondisi seperti di atas terus berlangsung maka, sistem pendidikan di Indonesia akan melahirkan generasi bangsa yang hanya bisa menuruti perintah saja tanpa memiliki gagasan. Apa yang diajarkan di sekolah sangat membekas sehingga mempengaruhi pikiran siswanya. Salah satunya terciptanya lulusan yang hanya bisa menjadi orang yang disuruh. Padahal secara jelas sudah disebutkan dalam cita-cita pendidikan nasional adalah untuk melahirkan generasi bangsa yang berkompeten dan memiliki daya saing. Dengan kata lain konsep pendidikan yang terjadi saat ini tidak akan mampu menggapai cita-cita pendidikan nasional. Jika membandingkan sistem pendidikan di Indonesia dengan sistem pendidikan yang diterapkan negara lain, dapat disimpulkan beberapa poin kelemahan sistem pendidikan kita. Kelamahan tersebut hingga saat ini masih menjadi momok terbesar masalah pendidikan di Indonesia. Akreditasi Sebagai bahan penilaian apakah sekolah sudah menjalankan pendidikan secara baik dan benar adalah dengan adanya akreditasi sekolah. Secara umum akreditas sekolah terbagi menjadi Akreditas A, B, dan C. Sekolah dengan nilai sangat baik akan mendapatkan akreditasi A. Sedangkan sekolah dengan nilai baik akan mendapatkan nilai B dan nilai C untuk sekolah dengan nilai cukup atau kurang. Sistem akreditasi yang berlaku saat ini masih menggunakan pejabat berwenang untuk menilainya. Pejabat berwenang yang kadang datang dari pejabat di tingkat provinsi tentu hanya dapat menilai sekolah dalam satu hari itu saja tanpa melihat keseharian sekolah tersebut. KTA Hal inilah yang menjadi kelemahan penilaiannya. Memang dalam menilainya, tim penilai akan mengulas secara mendalam apa saja komponen penilaiannya. Tapi hal ini dirasa masih kurang pas.



Finlandia sebagai negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia, akreditasi sebuah sekolah tidak dinilai oleh pemerintah melainkan dari masyarakat secara langsung. Masyarakat yang menyekolahkan anaknya di sana dapat memberikan penilaian apakah sekolah tersebut sudah menjalankan pendidikan dengan baik atau belum. Penilaian ini dianggap lebih baik karena berasal dari mereka yang melihat dan merasakan proses pendidikan di sekolah tersebut secara langsung.



Baca Juga: Membangun Karakter dengan Pendidikan Anak Usia Dini Kurikulum Kurikulum sejak lama memang masih menjadi problema di dunia pendidikan. Tentunya masih ingat dengan jelas bagaimana Kurikulum 2013 (K13) seakan dipaksakan dilaksanakan padahal pemerintah belum siap mendukung pelaksanaan itu. Kurikulum 2013 yang menggunakan pelajaran tematik membuat seluruh buku pelajaran lama tidak bisa digunakan. Sedangkan kontribusi buku ke sekolah belum lancar dan kurikulum sudah harus diterapkan. Akibatnya guru sebagai pihak yang menjalankan proses belajar mengajar menjadi bingung. Murid pun menjadi bingung, tak terkecuali orang tua siswa juga menjadi bingung dengan perubahan ini.



Masalah mendasar kenapa kurikulum pendidikan di Indonesia sepertinya terlihat kurang tepat adalah penyeragaman kurikulum bagi seluruh wilayah Indonesia. Padahal Indonesia sebagai negara dengan banyak pulau dan sukunya, memiliki potensi lokal yang berbeda. Akibat keseragaman kurikulum ini, maka siswa di daerah harus mengikuti standar siswa yang ada di kota. Yang terjadi tentu tidak semudah orang mengucapkan. Ibaratnya makanan khas orang Betawi Jakarta harus dipaksakan untuk dimakan oleh siswa asli dari Papua. Tentu akan sulit bukan untuk menikmatinya? Itulah beberapa gambaran sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Semoga dengan penjabaran di atas dapat menjadi bahan pertimbangan para pemangku kebijakan dalam melakukan perubahan sistem pendidikan di Indonesia.



Sumber: Taralite.com