Contoh Laporan Praktikum Fisika Dasar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR Untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum Fisika Dasar yang dibina oleh Dosen Pengampu, Ganjar Kurniawan, M.Si.



Disusun Oleh: KELOMPOK 6 HANA ALYANITA



NPM. 1821106



ANDRE YOSEFAN



NPM.1821102



ANDREY FIRMANDO



NPM. 1821405



BAGUS GIANTO



NPM. 1421022



M. IKBAL SEPTIANO



NIM. 1831007



SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MANDALA BANDUNG 2019



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Fisika Dasar pada semester genap 2018/2019. Laporan ini disusun oleh penulis untuk memenuhi nilai akhir Praktikum Fisika Dasar di Sekolah Tinggi Teknologi Mandala Bandung. Penulis juga ingin mngucapkan terima kasih dengan tulus kepada Pak Ganjar Kurniawan, M. Si selaku dosen pengampu praktikum fisika dasar karena telah membimbing penulis dengan baik dalam mempelajari materi serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tentunya laporan ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis menerima dengan tangan terbuka kritik dan saran yang membangun untuk membuat makalah ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang khususnya penulis.



Bandung,



Juli 2019



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ........................................................................................... i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii PRAKTIKUM KE 1 ...............................................................................................1 Rangkaian Listrik Sederhana (Arus Bolak-balik) ................................... 1-16 PRAKTIKUM KE 2 .............................................................................................17 Ketidakpastian Pengukuran ................................................................... 17-26 PRAKTIKUM KE 3 .............................................................................................27 Pegas Spiral ........................................................................................... 27-34 PRAKTIKUM KE 4 .............................................................................................35 Lensa Tipis ............................................................................................ 35-43 PRAKTIKUM KE 5 .............................................................................................44 Angka Muai Panjang ............................................................................. 44-52 PRAKTIKUM KE 6 .............................................................................................53 Pesawat Atwood .................................................................................... 53-62



ii



Tanggal Percobaan : 28 Maret 2019



Hana Alyanita 1821106 S1 – Teknik Elektro



Percobaan ke 1 : Rangkaian Listrik Sederhana (arus bolak-balik) 1. Tujuan Percobaan a. Menentukan besaran-besaran dalam arus bolak-balik b. Mengukur besaran dalam arus bolk-balik



2. Alat-alat yang diperlukan a. Sumber arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC) b. Multimeter digital c. Resistor d. Kumparan/inductor e. Kapasitor f. Signal generator



3. Teori Dasar Arus listrik ada dua macam, yaitu arus listrik searah (DC) dan arus listrik bolak balik (AC). Arus listrik bolak-balik adalah arus listrik yang mengalir dalam dua arah dan besarnya selalu berubah terus menerus sesuai dengan waktunya. Bisa dikatakan bahwa arus ini mirip seperti sebuah fungsi yang nilainya berubah sesuai dengan waktunya. a. Besaran arus dan tegangan bolak-balik Besarnya arus dan tegangan bolak-balik dirumuskan dengan I = Imax sin ωt V = Vmax sin ωt



Besaran arus dan tegangan bolak-balik (AC) bisa diukur dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan osiloskop. Dari pengukuran bolak-balik yang berbentuk mirip dengan kurva/grafik Sinus.



Perhatikan



gambar



1



dibawah



ini



2



Gambar (1) Gelombang Sinusoida Dari kurva diatas terlihat tegangan dari puncak ke puncak (Vpp) = 2 kali tegangan maksimum (Vm). b. Arus dan tegangan efektif? Arus dan tegangan efektif adalah nilai arus dan tegangan bolakbalik yang menghasilkan efek panas (kalor) yang sama dengan suatu nilai arus dan tegangan searah. Apabila tegangan dan kuat arus diukur dengan alat ukur arus bolak-balik seperti voltmeter, amperemeter AC, atau multimeter, maka nilai yang ditunjukkan oleh alat tersebut sebenarnya adalah besar nilai efektifnya. Hubungan matematis antara arus dan tegangan maksimum dan efektif sebagai berikut:



Vmax = Vef √2



Imax = Ief √2



Atau



atau



Vef = Vmax / √2



Ief = Imax / √2



Dengan: Vmax = tegangan maksimal (Volt) Vef = tegangan efektif (Volt) Imax = kuat arus maksimal (Ampere) Ief = kuat arus efektif (Ampere)



3



c. Harga rata-rata arus bolak-balik Harga rata-rata arus bolak-balik adalah harga yang dianggap setara dengan ahrga arus searah yang tetap memindahkan sejumlah muatan yang sama dalam waktu yang sama. Besar tegangan dan kuat arus ratarata dirumuskan Ir = 2 Imax / π Vr = 2 Vmax / π Dengan: Ir = kuat arus rata-rata Vr = tegangan rata-rata



d. Rangkaian arus bolak-balik Yang dinamakan rangkaian arus bolak-balik adalah sebuah rangkaian listrik yang terdiir atas satu atau lebih beban yang dihubungkan dengan sebuah sumber arus bolak-balik.



1. Resistor (hambatan murni) dalam rangkaian arus bolak-balik Rangkaian yang terdiri atas sebuah hambatan atau tahanan R yang dihubungkan dengan sebuah sumber arus AC disebut dengan rangkaian resistif. Perhatikan gambar dibawah ini:



4



Gambar (2) Perbandingan Tegangan dan Arus pada resistor dalam arus bolak-balik (AC)



Pada rangkaian resistif, tegangan dan arus akan mempunyai dase yang sama seperti terlihat pada gambar kurva di atas. Pada rangkaian resistif berlaku rumus V = Vmax sin ωt I = Imax sin ωt Vmax = Imax . R V = I.R



2. Induktor dalam rangkaian arus bolak-balik Rangkaian induktif adalah rangkaian yang terdiri atas sebuah inductor yang dihubungkan dengan sumber tegangan AC. Pada rangkaian induktif, beda fase antara tegangan dan arus adalah π/2 dengan tegangan yang mendahului arus sebesar π/2 dari tegangan. Perhatikan grafik berikut ini:



Gambar (3) Perbandingan Tegangan dan Arus pada induktor dalam arus bolak-balik (AC)



5



Pada rangkaian induktif, apabila arus pada inductor mengalami perubahan, maka akan timbul gaya gerak listrik antara ujung-ujung induktor yang besarnya dirumuskan,



𝜀 = −𝐿



𝑑𝑙 𝑑(𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 sin 𝜔𝑡 = −𝐿 𝑑𝑡 𝑑𝑡



Besar arus dan tegangan pada rangkaian induktif dirumuskan, I = Imax sin 𝜔𝑡 V = Vmax sin (𝜔𝑡 + π/2) V = Vmax cos 𝜔𝑡



Apabila hambatan pada rangkaian induktif yang dilalui arus bolak-balik didefinisikan sebagai reaktansi induktif (XL) maka besarnya XL dirumuskan sebagai berikut: XL = 𝜔𝐿 atau XL = 2πfL Vmax = XL . Imax VL = XL.I



Dengan: 𝜔 = frekuensi sudut (rad/s) 𝑓 = frekuensi (Hz) L = induktansi inductor Vmax = tegangan maksimum pada inductor (Volt) VL = tegangan antara ujung-ujung inductor (Volt)



6



3. Kapasitor dalam rangkaian arus bolak-balik Rangkaian ini disebut rangkaian kapasitif, ia terdiri dari kapasitor C yang dihubungkan dengan sumber tegangan AC. Pada rangkaian kapasitif, beda fase antara tegangan dan arus adalah π/2 dengan arus yang mendahului dari pada tegangan sebesar π/2 (ini terbalik dengan beda fase pada inductor). Grafiknya sebagai berikut:



Gambar (4) Perbandingan Tegangan dan Arus pada Kapasitor dalam arus bolak-balik (AC)



Apabila hambatan pada rangkaian kapasitif yang dilalui arus bolak-balik diartikan sebagai reaktansi kapasitif Xc maka besarnya Xc dapat dirumuskan sebagai



𝑋=



1 1 = 𝜔𝐶 2𝜋𝐹𝐶



C = kapasitas rangkaian (Farad) Pada rangkaian kapasitif juga berlaku rumus-rumus sebagai berikut: I = Imax sin ωt V = Vmax sin (ωt – π/2)



7



Vmax = Xc.Imax Vc = Xc.I Dengan, V = tegangan sesaat pada kapasitor (volt) Vmax = tegangan maksimum pada kapasitor Vc = tegangan antara ujung-ujung kapasitor (Volt)



4. Rangkaian Seri antara R dan L Apabila resistor dan inductor (R dan L) dirangkaian seri lalu dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka rumus yang berlaku



Vr = I.R VL = I.XL 𝑉 = √𝑉𝑟 2 + 𝑉𝑙 2 𝑍 = √𝑅2 + 𝑋𝑙 2 𝑉 = 𝐼. 𝑍 V = Imax Z sin (ωt + 𝜑) 𝑉𝑙



𝑅



Tan 𝜑 = 𝑉𝑟 = 𝑋𝑙 Vmax = Imax Z



Z = impedansi atau hambatan total rangkaian (ohm) 𝜑 = beda sudut fase antara tegangan dan arus



5. Rangkaian seri antara R dan C Apabila hambatan dan kapasitor (R dan C) dirangkai seri lalu kemudian dihubungkan dean sumber tegangan bolak-balik maka:



8



Vc = I.R Vc = I.Xc 𝑉 = √𝑉𝑟 2 + 𝑉𝑐 2 𝑍 = √𝑅2 + 𝑋𝑐 2 V = Imax Z sin (ωt + 𝜑) 𝑉𝑐



Tan 𝜑 = 𝑉𝑟 =



𝑋𝑐 𝑅



Vmax = Imax Z



6. Rangkaian seri R, L dan C Apabila hambatan, inductor dan kapasitor dirangkai seri lalu dihubungkan dengan sumber teganan bolak-balik maka



Vr = I.R Vc = I.Xc VL = I.XL 𝑉 = √𝑉𝑟 2 + (𝑉𝑙 2 − 𝑉𝑐 2 ) 𝑍 = √𝑅2 + (𝑋𝑙 2 − 𝑋𝑐 2) Tan 𝜑 =



𝑉𝑙−𝑉𝑐 𝑉𝑟



=



𝑋𝑙−𝑋𝑐 𝑅



Apabila XL > Xc maka rangkaian bersifat induktif, karena q positif Apabila Xc > XL maka rangkaian bersifat kapasitif, karena q bernilai negatif Apabila XL = Xc maka rangkaian bersifat resistif, terjadi resonansi Z = R, q = 0 dengan frekuensi dan kecepatan sudut resonansi nya dirumuskan,



𝑓𝑟 =



1 1 1 √ 𝑑𝑎𝑚 𝜔𝑟 = √ = 2𝜋𝑓𝑟 2𝜋 𝐿𝑐 𝐿𝑐



9



L = induktansi inductor (H) C = kapasitansi kapasitor (F)



Rangkaian penla penerima gelombang radio terdiri atas kapasitor C yang diubah-ubah dengan kumparan induktansi nya L. Rangkaian ini berfungsi menyamakan frekuensi pesawat penerima radio dengan pemancar gelombang akar bisa terjadi resonansi.



4. Prosedur percobaan 1) Mengukur tegangan efektif sumber arus bolak-balik a. Putar tombol pemilih multimeter pada kedudukan voltmeter AC 30 Volt. Ukur dan catat tegangan yang keluar dari sekunder trafo. Ulangi dengan cara membalikkan probe multimeter tersebut. Berbedakah hasilnya? 2) Mengukur impedansi rangkaian arus bolak-balik a. Ambil induktor dan resistor 100Ω. Putar tombol pemilih multimeter pada kedudukan pengukuran ohmmeter dan tera/kalibrasi kedudukan nol ohm dengan cara menempelkan probe-probe nya. Ukur dan catat hambatan inductor RL dan hambatan resistor R dengan multimeter. b. Susun rangkaian berikut



= : sumber arus searah (DC) L : inductor RL : hambatan dalam inductor R : resistor 100Ω mA : miliamperemeter DC S : saklar/pemutus arus Gambar. 5



10



Putar tombol pemilih multimeter pada kedudukan voltmeter DC 30 volt. Nyalakan sumber arus searah dan ukurlah beda potensial antara titik S-T (ujung-ujung inductor VL), T-U (ujung-ujung resistor VR) dan S-U (ujung-ujung tegangan yang keluar dari sumber Vs) dengan voltmeter dan baca arusnya melalui miliamperemeter.



c. Susun rangkaian arus bolak-balik berikut:



Gambar 6 = : sumber arus searah C : kapasitor 1000µF R : resistor 100Ω S : saklar/pemutus arus mA : miliamperemeter DC



Ukur dan catat potensial Vr, VL, dan Vs dengan multimeter dan arus dibaca melalui miliamperemeter AC. Dari data yang diperoleh, hitunglah reaktansi kapasitif, induktif dan impedansi rangkaian diatas. Apakah VS = VR + VL + VC ?



11



3) Pengaruh frekuensi sumber arus bolak-balik dalam rangkaian a. Susun rangkaian berikut ini mA: miliamperemeter SG: Signal Generator



Gambar 7. Nyalakan SG, amati dan catat harga mA yang terbaca untuk frekuensi SG yang terbaca. Ulangi pengamatan sampai 10 kali untuk harga frekuensi yang berbeda. Usahakan pengamatan dalam jangkauan daerah frekuensi yang luas. Gambar grafik nilai V terhadap Frekuensi; demikian pula grafik antara nilai mA terhadap frekuensi. Tulis pendapat tentang grafik ini.



5. Hasil dan Pembahasan a. Pembahasan Gambar 5 Untuk membuat gambar rangkaian 5, dibutuhkan beberapa komponen. Yang pertama adalah Induktor. Terdapat 3 induktor dengan masing-masing jumlah lilitan berbeda yaitu 250 lilitan, 500 lilitan, dan 1000 lilitan yang berada di laboratorium. Masing-masing induktor dihitung hambatan dalam nya (R L). Induktor dengan 250 lilitan, mempunyai hambatan dalam (R L) sebesar 0,8Ω. Induktor dengan 500 lilitan, mempunyai hambatan dalam (RL) sebesar 4.9Ω dan Induktor dengan 1000 lilitan mempunyai hambatan dalam (RL) sebesar 12.5Ω. Pada percobaan ini, Induktor dengan 1000 lilitan



yang



akan



digunakan



dalam



rangkaian.



12



Pada rangkaian juga dibutuhkan resistor sebesar 100Ω, saklar onoff, dan sumber DC sebesar 5.75 V. Selanjutnya, diukur beda potensial pada titik S-T, T-U dan S-U dan diperoleh data sebagai berikut: a. Pada titik S-T tedapat beda potensial sebesar 0.64V b. Pada titik T-U terdapat beda potensial sebesar 5.06V c. Arus yang terbaca pada multimeter sebesar 50mA = 0.05 A Sebuah induktor jika dihubungkan dengan sumber arus DC arus listriknya konstan terhadap waktu, maka tidak akan timbul tegangan induksi pada induktor dan induktor hanya berfungsi sebagai sebuah penghantar saja. Bila induktor dilewatkan arus AC, maka induktor akan secara berkala menyimpan dan membuang energy dalam bentuk siklus. Sedangkan pada arus DC tidak, sehingga tidak terjadi proses penyimpanan dan pembuangan energy secara berulang-ulang seperti pada arus AC.



b. Pembahasan Gambar 6 Pada gambar rangkaian 6, diperlukan Induktor, resistor, kapasitor, saklar on-off (opsi, jika tidak dipaki pun masih bisa) serta sumber arus AC. Pada percoban kali ini, digunakan Induktor 1000 lilitan dengan hambatan dalam (RL), Kapasitor sebesar 1000µF, Resistor sebesar 100Ω dan sumber tegangan AC sebesar 6,25V. Dari rangkaian, diperoleh dari hasil pengukuran sebagai berikut: a. Beda potensial pada VR didapat sebesar 0,25V b. Beda potensial pada VL didapat sebesar 5,20V c. Beda potensial pada VC didapat sebesar 5,85V d. Arus yang terbaca pada multimeter sebesar 54.5mA Lalu, apakah VS = VR + VL + VC ? Jawabannya adalah tidak. Mengapa? Karena rangkaian R-L-C dipasang secara SERI. Pada rangkaian R-L-C yang dipasang secara seri, Isumber = IR = IL = IC. Tetapi tidak berlaku pada tegangan, karena Vsumber ≠ VR ≠ VL ≠ VC.



13



c. Pembahasan Gambar 7 Terakhir pada percobaan gambar rangkaian 7. Pada rangkaian tersebut, dibutuhkan kapasitor sebesar 1000µF, Induktor 1000 lilitan dengan hambatan dalam (RL) sebesar 12.5Ω dan juga signal generator untuk menetukan frekuensi. Pada signal generator diberikan tegangan sebesar 5V, dan tegangan yang terukur pada rangkaian sebesar 4.14 V serta arus sebesar 272.5mA. kemudian rangkaian tersebut diberi frekuensi yang berbeda-beda sebanyak 10kali untuk mengamati grafik antara nilai V dan Frekuensi, dan juga grafik antara nilai arus dan Frekuensi. Berikut data yang diperoleh sebagai berikut: Frekuensi



Nilai V (Volt)



Nilai Arus (mA)



10 Hz



4.45 V



198.2 mA



20 Hz



4.23 V



242.6 mA



30 Hz



4.11 V



257.7 mA



40 Hz



4.07 V



258.8 mA



50 Hz



4.08 V



260 mA



60 Hz



4.13 V



251.1 mA



70 Hz



4.16 V



244.8 mA



80 Hz



4.21 V



238.7 mA



90 Hz



4.26 V



234.9 mA



100 Hz



4.29 V



225.2 mA



Tabel 1. Hasil Tegangan serta arus dari masing-masing frekuensi



14



Berikut disertakan pula grafik nilai tegangan (Volt) dan arus (mA) terhadap Frekuensi (Hz)



Nilai V (Volt) 4.5



4.45



Nilai V (Volt)



4.4 4.3



4.23



4.2



4.11



4.1



4.07 4.08



4.13



4.16



4.21



4.26



4.29



Nilai V (Volt)



4 3.9 3.8 10



20



30



40



50



60



70



80



90 100



Frekuensi (Hz)



Gambar 8. Grafik Perbandingan Nilai Tegangan (Volt) terhadap Frekuensi (Hz)



Nilai Arus (mA) 300 257.7258.8260 251.1 244.8238.7234.9 242.6 225.2 198.2



Nilai Arus (mA)



250 200 150



Nilai Arus (mA)



100 50 0 10



20



30



40



50



60



70



80



90 100



Frekuensi (Hz)



Gambar 9. Grafik Perbandingan Nilai Arus (mA) terhadap Frekuensi (Hz)



16



6. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan Arus searah (DC) adalah arus yang nilai dan arahnya tetap, sedangkan arus bolak-balik (AC) adalah arus yng nilai dan arahnya berubah. Rangkaian diatas berupa rangkaian RL dan RLC. Rangkaian RL Seri ataupun rangkaian RLC Seri bila dihubungkan dengan sumber arus AC dapat diketahui impedansi (Z) nya. Dari rangkaian diatas juga dapat diketahui apakah rangkaian termasuk rangkaian kapasitif, induktif ataupun resonansi dengan cara mencari X L atau XC nya. Sedangkan resonansi terjadi apabila XL = XC. Rangkaian bersifat kapasitif apabila XC > XL dan rangkaian bersifat induktif apabila XL > XC. Dalam rangkaian RL, tidak ada komponen kapasitor (C) maka nilai X C dan VC = 0, dalam rangkain RC, tidak ada komponen Induktor (L) maka nilai X L dan VL = 0, dalam rangkaian LC, tidak ada komponen Resistor (R) maka nilai R dan VR = 0. Besar sumber frekuensi juga berpengaruh terhadap besar nilai tegangan pada rangkaian RLC seri yaitu semakin besar nili frekuensi, semakin besar pula nilai tegangan induktornya, namun semakin kecil nilai tegangan kapasitornya.



b. Saran Buku panduan percobaan harus disusun lebih baik lagi. Masih banyak langkah-langkah percobaan yang tidak jelas. Selain itu, ketersediaan alat-alat masih kurang sehingga ada beberapa komponen yang tidak bisa mendukung jalannya percobaan. Seharusnya ada lebih dari 1 pembimbing di laboratorium agar praktikum berjalan dengan kondusif dan meminimalisir kesalahan dalam praktikum sehingga hasil laporan yang di dapat sesuai dengan tujuan percobaan.



16



7. Daftar Pustaka a. http://nyarifisika.blogspot.com/2017/10/rangkaian-seri-rl-rc-dan-rlcpada.html b. http://makalah-elektrical-enginering.blogspot.com/2017/07/rangkaian-rlcpada-mata-kuliah.html c. https://www.academia.edu/35313470/Laporan_rlc d. https://rumushitung.com/2015/03/24/arus-dan-tegangan-bolak-balikfisika-sma/



Tanggal Percobaan : 4 April 2019



Bagus Gianto 1421022 S1 – Teknik Elektro



Percobaan Ke - 2 : Ketidakpastian Pengukuran 1. Tujuan a. Mampu menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran tunggal b. Mampu menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran berulang c. Mampu menghitung ketidakpastian pada akhir percobaan



2. Alat-alat yang diperlukan a. Mistar b. Mikrometer c. Jangka sorong d. Balok e. Bola f. Tabung g. Peralatan tulis menulis



3. Teori Dasar X adalah besaran fisika tertentu yang nilai benarnya X 0 ingin diketahui melalui pengukuran. Contoh : suhu kamar, kelembaban udara, ukuran benda, arus listrik, dalam massa kalorimeternya, dan sebagainya. Asas teori pngukuran berbunyi, “SUATU PENGUKURAN SELALU DIHITUNG”. Asas ini mengatakan bahwa nilai X0 tidak mungkin kita ketahui dengan tepat lewat suatu eksperimen, dari percobaan kita selalu memperoleh nilai X yang tidak tepat sama dengan X0. 3.1 Nilai skala terkecil (least count) NST Alat ukur Pengukuran dilakukan dengan suatu alata ukur , dan SETIAP ALAT UKUR MEMILIKI NILAI SKALA TERKECIL . Setiap alat ukur memiliki skala berupa panjang atau busur. Pada skala terdapat goresan besar dan kecil sebagai pembagi, dibubuhi nilai tertentu. Secara fisik, jarak antara dua goresan kecil bertetangga tidak pernah kurang dari 1 mm. Mengapa demikian?. Karena mata manusia



17



18



agak sukar melihat jarak kurang dari 1 mm dengan tepat. (pada jarak pandang 25 cm, 1 mm adalah resolasi mata normal maksimum). Keadaan menjadi lebih buruk lagi jika ujung/pinggir objek yang diukur tajam. Nilai 1 mm skla inilah yang disebut NST alat ukur.



3.2 Ketidakpastian (KTP) pada pengukuran tunggal Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan satu kali saja, apapun alasannya. Keterbatasan skala alat di atas antara lain merupakan sebab mengapa setiap pengukuran dihinggapi ketidak pastian (KTP). Nilai X sampai dengan goresan mm terakhir kita ketahui dengan pasti , bacaan selebihnya adalah terkaan/dugaan saja, maka bersifat sangat subyektif , hingga patut diragukan. Inilah KTP (X) yang dimaksud, dan pada pengukuran yang tidak diulang, orang bisa mengambil kebijaksanaan sbb: ∆X = ½ NST Bagaimana orang melaporkan hasil pengukuran? Cara yang lazim dipakai : X = {X≠∆X}{X}, dengan X



: besaran fisis yang diukur ;



{X≠∆X}



: hasil pengukuran beserta KTPnya



[X]



: satuan besaran X (gunakan sebanyakbanyaknya satuan SI)



3.3 Ketidakpastian pada pengukuran yang diulang Bagaimana kalau pengukuran diulang? Adakah manfaat pada pengulangan dan ada pula makna pengulangan? Dalam usaha kita mencari nilai X0 dengan mengadakan satu kali pengukuran, hasilnya hanya suatu pernyataan samar-samar saja. Pengulangan diharapkan dapat memberi informasi lebih banyak tentang X0. Maka sering sesuatu nilai dihasilkan dalam pengukuran , makin



yakin



kita



akan



“benarnya”



nilai



itu.



19



Ilmu Statistika mengatakan : (i)



Hasil kali pengulangan x1,x2, ……….xn merupakan suatu sampel dari populasi besaran x ;



(ii)



Nilai terbaik yang mendekati nilai x0 yang dapat diambil dari sampel adalah nilai rata-rata sampel;



𝑋− = (iii)



Karena



X



bukanlah



𝑥1+𝑋2 + ……..𝑋𝑛 𝑁 X0,



padanya



terdapat



suatu



penyimpangan/ketidakpastian. Ketidakpastian pada nilai ratarata sampel X- ini, adalah deviasi standar nilai rata-rata sampel :



𝑆𝑋 =



1 𝑛 ∑ 𝑋1 2 − (∑ 𝑋1 )2 √ 𝑛 𝑛−1



Besaran inilah yang dipakai sebagai x pengukuran berulang. Contoh : Diameter D sekeping mata uang diukur 10 kali menggunakan jangka sorong. Sampel yang dihasilkan : Di = 11,7 - 11,8 – 11,9 – 12,0 – 12,0 – 12,0 – 12,0 – 12,3 – 12,3 mm. Desimal terakhir dalam bilangan – bilangan ini adalah taksiran. Berapakah D = D menurut pengukuran ini ? Jawab : untuk memudahkan perhitungan , data dituangkan dalam sheet kalkulator



20



i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∑



1



Di



Di



11.7 136.89 11.8 139.24 11.9 141.61 12.0 144 12.0 144 12.0 144 12.0 144 12.0 144 12.3 151.29 12.3 151.29 120 1440.32



=



1 . =1 . 1 2 2 1 𝑛 ∑ 1 − ( ∑ 𝑛1 ) = 𝑛 𝑛 −1



=



1 1



1 (1



)− 1 1 −1



= 0.059 berarti , D≠D = (120.00≠0.06)mm



3.4 Angka berarti (Significant figures) Perhatikan penulisan hasil pengukuran arus sebagai I1 = (12=0,5) dan I2 = (12,00 = 0,06) A, sedangkan yang kedua mengandung arti nilai benar arus dalam selang (11,94 – 12,06) Dikatakan, arus pertama diketahui dengan dua angka berarti, sedangkan arus kedua kita ketahui dengan empat angka berarti. Semakin banyak angka berarti yang dapat diikutsertakan dalam pelaporan hasil pengukuran, semakin tepat pengukuran itu telah kita lakukan. Hal ini menjadi jelas lagi dengan menggunakan pengertian “Ketelitian pengukuran” sebagai berikut : Kalau x = x = x, maka x disebut ketidakpastian mutlak besaran x, dan menggambarkan mutu alat ukur yang digunakan. Semakin bermutu alat ukur semakin kecil x yang dilaporkan. Sedangkan x/x disebut ketidakpastian relatif besaran x (ketidakpastian (ktp) relatif sering dinyatakan dalam %, dengan mengalikannya dengan 100



%).



21



Ketidakpastian kecil, ketidakpastian relatif, semakin besar ketelitian yang telah dicapai dalam pengukuran tersebut.



Ketelitian menggambarkan mutu pengukuran



Dari contoh diatas : ∆ I/I = dan ∆ I/I =



0 06 12 00



×1



0 06 12 00



×1



% = % untuk arus pertama



% = 1⁄ % untuk arus kedua (dibulatkan).



Boleh dikatakan, bahwa arus kedua diketahui dengan ketelitian yang (kira-kira) 10 kali lebih besar dari pada arus pertama.



4. Prosedur percobaan a. Mengukur diameter bola dan tebal balok dengan metode pengukuran tunggal ; 1. Ukur diameter bola menggunakan mikrometer, catat hasil pengukuran dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal. 2. Ukur tebal balok menggunakan mikrometer , catat hasil pengukuran dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal. b. Mengukur diameter luar, diameter dalam dan tinggi tabung dengan metode pengukuran tunggal ; 1. Ukur diameter luar tabung menggunakan jangka sorong, catat hasil pengukuran dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal. 2. Ukur diameter dalam tabung menggunakan jangka sorong, catat hasil pengukuran dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal. 3. Ukur diameter tinggi tabung menggunakan jangka sorong, catat hasil pengukuran dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal. c. Mengukur lebar balok diameter dengan metode pengukuran berulang ; 1. Ukur lebar balok menggunakan jangka sorong. Lakukan pengukuran sebanyak 10 kali dengan pendekatan berbeda, catat hasil pengukuran dan



masukan



kedalam



rumus



untuk



pengukuran



berulang.



22



5. Hasil dan Pembahasan a. Pengukuran dengan micrometer 1. Penulisan hasil pengukuran diameter bola (a - 1) a) Skala utama (Su)



= 16 mm



b) Skala nonius (Sn)



= 0,21 mm



c) Skala nilai terkecil (nst)



= 0,01 mm



Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = Db



1



1



NST = 2 ( 2



1) = 0,005 mm



= Su + Sn . nst (mm) Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)



= 16 + 0,21 (0,01) = 16,0021 ± 0,005 (mm)



= 16 + 0,0021



16,0021 + 0,005 = 16,0071 mm



= 16,0021 mm



16,0021 - 0,005 = 15,9971 mm



2. Penulisan hasil pengukuran Tebal balok (a - 2) a) Skala utama (Su)



= 14,5 mm



b) Skala nonius (Sn)



= 0,42 mm



c) Skala nilai terkecil (nst)



= 0,01 mm



Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = Db



1 2



1



NST = 2 (



1) = 0,005 mm



= Su + Sn . nst (mm) Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)



= 14,5 + 0,42 (0,01) = 14,5042 ± 0,005 (mm)



= 14,5 + 0,0042 = 14,5042 mm



14,5042 + 0,005 = 14,5092 mm 14,5042 - 0,005 = 14,4992 mm



23



b. Pengukuran menggunakan jangka sorong 1. Penulisan hasil pengukuran Diameter tabung luar (b – 1) a) Skala utama (Su)



= 3,65 mm



b) Skala nonius (Sn)



= 0,25 mm



c) Skala nilai terkecil (nst)



= 0,05 mm



Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = Db



1 2



1



NST = 2 (



5) = 0,025 mm



= Su + Sn . nst (mm) Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)



= 3,65 + 0,25 (0,05) = 3,6625 ± 0,025 (mm)



= 3,65 + 0,0125 = 3,6625 mm



3,6625 + 0,025



= 3,6875 mm



3,6625 - 0,025



= 3,6375 mm



2. Penulisan hasil pengukuran Diameter dalam tabung (b – 2) a) Skala utama (Su)



= 30 mm



b) Skala nonius (Sn)



= 0,5 mm



c) Skala nilai terkecil (nst)



= 0,05 mm



Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = Db



1 2



1



NST = ( 2



5) = 0,025 mm



= Su + Sn . nst (mm) Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)



= 30 + 0,05 (0,05) = 30,0025 ± 0,025 (mm)



= 30 + 0,0025 = 30,0025 mm



30,0025 + 0,025 = 30,0275 mm 30,0025 - 0,025 = 29,9775mm



24



3. Penulisan hasil pengukuran Tinggi tabung (b – 3) a) Skala utama (Su)



= 50 mm



b) Skala nonius (Sn)



= 0,5 mm



c) Skala nilai terkecil (nst)



= 0,05 mm



Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = Db



1



1



NST = 2 ( 2



5) = 0,025 mm



= Su + Sn . nst (mm) Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)



= 50 + 0,05 (0,05) = 50,0025 ± 0,025 (mm)



= 50 + 0,0025 = 50,0025 mm



50,0025 + 0,025 = 50,0275 mm 50,0025 - 0,025 = 49,9775mm



c. Pengukuran menggunakan metode berulang 1. Penulisan hasil pengukuran lebar balok menggunakan jangka sorong. Pada pengukuran lebar balok, hasil yang didapat sebanyak 10 pengukuran



25



Pb



Pb2



(mm)



(mm)



1



16,21



262,76



2



15,8



249,64



3



15,79



249,32



4



15,73



248,69



5



15,82



250,27



6



15,89



252,49



7



15,83



250,58



8



15,75



248,06



9



15,87



251,85



10



15,78



249,0



Rata-rata 15,85 ∑



(𝑃𝑏) =



1



258,26



158,51 2512,66 1 1 × ( 51 66) − (158 51)2 √ 1 1 −1



=



6



= Pb ± ∆Pb = 15,851 ± 0,0362 = 15,851 + 0,0362 = 15,8872 mm = 15,851 – 0,0362 = 15,8148 mm



2



𝑛 ∑ 𝐿2𝑝 −(∑ 𝐿𝑝 )



𝐾𝑇𝑃 ( 𝑃𝑏) = 𝑛 √



=



Interval



∑ 𝑃𝑏 158 51 = = 15 851 𝑛 1



𝑛−1



26



6. Kesimpulan dan saran a. Kesimpulan Setelah melakukan praktium mengenai ketidakpastian pengukuran, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap pengukuran selalu menghasilkan ketidakpastian. Semakin kecil NST alat ukur maka semakin tinggi pula tinggkat ketelitiannya dan begitupula sebaliknya. Keterbatasan mata dalam mengamati, penentuan titik nol, dan bergesernya objek pada saat pengukuran merupakan penyebab utama kesalahan dalam pengukuran.



b. Saran Sebaiknya peralatan yang berada di laboratorium dilengkapi lagi sehingga bisa menunjang kelancaran praktikum. Selain itu, akan lebih baik jika terdapat lebih dari 1 pembimbing agar bisa mengarahkan praktikum lebih kondusif sehingga tujuan praktikum dapat tercapai dengan baik dan benar.



7. Daftar Pustaka 1. https://fisikazone.com/ketidakpastian-pengukuran/ 2. https://lecturer.ppns.ac.id/amie/2015/04/29/uncertainty-measurementsketidakpastian-pengukuran/ 3. https://www.siswapedia.com/pengukuran-tunggal-dan-pengukuranberulang/ 4. https://sainsmini.blogspot.com/2015/02/ketidakpastian-pada-pengukurantunggal.html?m=1 5. Buku Petunjuk Praktikum Fisika Dasar Sekolah Tinggi Teknologi Mandala



M. Ikbal S 1831007 Teknik Sipil



Hana Alyanita



Tanggal Percobaan : 11 April 2019



1821106 Teknik Elektro



Percobaan Ke-3 : Pegas Spiral 1. Tujuan Percobaan a. Memahami Hukum Hooka. 1) Mengungkapkan Hukum Hooka untuk sebuah pegas. 2) Menentukan Konstanta pegas. b. Menganalisa getaran pegas 1) Menentukan persamaan gerak pegas. 2) Menentukan hubungan antara waktu getar, konstanta pegas, massa beban dan percepatan gravitasi. 3) Menentukan massa efektif pegas. 2. Alat – alat yang digunakan a. Pegas dan statip untuk menggantungkan pegas b. Ember dan keping – keping beban c. Stopwatch d. Neraca teknis dan batu – batu timbangan



3. Teori Dasar Pegas adalah salah satu contoh benda elastis. Oleh sifat elastisnya ini, suatu pegas yang di beri gaya tekan atau gaya regang akan kembali pada keadaan setimbangnya mula-mula apabila gaya yang bekerja di hilangkan. Gaya pemulih pada pegas banyak dimanfaatkan dalam bidang teknik dan kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam shock breaker dan springbed. Sebuah pegas berfungsi meredam getaran pada roda kendaraan melewati jalan yang tidak rata. Pegas-pegas yang tersusun didalam springbed akan memberikan kenyamanan pada saat orang tidur. ( Mikarajuddin, 2008 )



Jika sebuah benda diberikan gaya maka Hukum Hooke hanya berlaku sepanjang daerah elastis sampai pada titik yang menunjukan batas Hukum Hooke. Jika benda diberikan gaya melebihi batas Hukum Hooke



27



28



dan mencapai batas elastisitas, maka panjang benda akan kembali seperti semula. F = k.ΔL …………….. (1) Berdasarkan persamaan diatas, pertambahan panjang (L) suatu benda bergantung pada besarnya gaya yang diberikan (F), materi penyusun, dan dimensi benda (dinyatakan pada konstanta k). Benda yang dibentuk oleh materi yang berbeda akan memiliki pertambahan panjang yang berbeda walaupun diberikan gaya yang sama, misalnya tulang dan besi. (Giancoli, 2001)



Getaran (oscillation) merupakan salah satu bentuk gerak benda yang cukup banyak dijumpai gejalanya. Dalam getaran sebuah benda melakukan gerak bolak-balik menurut lintasan tertentu melalui titik setimbngnya. Waktu yang diperlukan untuk melakukn satu getaran bolakbalik dinamakan periode (dilambangkan dengan T, satuannya adalah sekon (s)). Simpangan maksimum getaran dinamakan amplitude (Tipler, 1998).



Pegas ada yang disusun secara tunggal, ada juga yang disusun secara seri atau pararel. Untuk pegas yang disusun seri, pertambahan panjang total sama dengan jumlah masing-masing pertambahan panjang pegas. Sehingga pertambahan total x adalah : x = x 1 + x2. Sedangkan untuk pegas yang disusun pararel, pertambahan panjang masing-masing pegas sama, yaitu x1 = x2 = x3 dengan demikian: kp = k1 + k2………………. (2)



Perlu selalu diingat bahwa Hukum Hooke hanya berlaku untuk daerah elasik, tidak berlaku untuk daerah plastik maupun benda-benda plastik. Menurut Hooke, regangan sebanding dengan tegangannya, dimana



29



yang dimaksud dengan regangan adalah persentase perubahan dimensi. Tegangan adalah gaya yang menegangkan per satuan luas penampang yang dikenainya. (Keenan, 1980).



Tentu saja nilai tetapan pegas dari setiap pegas berbeda-beda yang disebabkan oleh berbagai factor. Yang pertama adalah luas permukaan pegas. Semakin besar luar permukaan suatu pegas maka akan semakin besar pula nilai tetapannya, begitu pun sebaliknya. Yang kedua adalah suhu, semakin tinggi suhu yang diterima oleh suatu pegas makan akan semakin kecil nilai tetapannya, begitu pun sebaliknya, saat suhu tinggi, partikel-partikel penyusun pegas mendapat energy dari luar sehingga memberikan energy pula kepada partikel penyusun pegas untuk bergerak sehingga ikatan antar partikel merenggang. Yang ketiga adalah diameter pegas, semakin besar diameter pegas makan akan semakin besar nilai tetapannya, begitu pula sebaliknya. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan nilai tetapan pegas tidak sama, tergantung pada kondisi yang dialami oleh setiap pegas masing-masing (Crowell, 2006).



Jika suatu bahan dapat meregang atau menyusut karena pengaruh gaya dari luar dan dapat kembali ke keadaan semula jika gaya yang bekerja padanya di hilangkan, maka keadaan tersebut dikatakan mempunyai sifat elastis misalnya pegas.



30



Gambar 1. Pegas dibebani dengan sebuah masa



ketika pada sebuah pegas dibebani dengan sebuah massa m1, maka gaya yang menyebabkan pegas bertambah panjang adalah gaya dari massa tersebut, sehingga berlaku : m.g = k.x ……………….(3) dengan g adalah percepatan gravitasi. Selain dengan cara pembebanan, konstanta pegas k dapat dicari dengan cara getaran pegas. Sebuah benda bermassa m di bebankan pada pegas dan simpangkan dari posisi setimbangannya, maka akan terjadi getaran pegas dengan periode getaran T sebagai berikut :



𝑚



𝑇 = 2𝜋√ ……….(4) 𝑘



Dengan nilai pi (π) mendekati 3,14. (Halliday,1997)



4. Prosedur Percobaan a. Timbanglah pegas, ember dan masing-masing keping bebasn (cukup 5 keping beban) dengan menggunakan neraca teknis untuk menentukan massa masing-masing. b. Gantungkan pegas pada statip, dan gantungkan ember pada ujung bawah dari pegas. Berilah simpangan dan lepaskan, sistem akan melakukan ghs. (jika ternyata perioda getarnya terlalu kecil, sehingga sukar diamati, tambahkan beberapa keping beban kedalam ember, dan anggaplah massa dari keping-keping beban + ember sebagai massa “ember kosong”). c. Catatlah waktu dengan stopwatch waktu yang diperlukan untuk melakukan 5 getaran pada waktu “ember kosong”. d. Catatlah waktu yang diperlukan untuk melakukan 5 getaran setelah ember diberi tambahan 2 keping beban, 3 keping beban dan seterusnya sehingga pada akhirnya ember terisi dengan 5 keping beban tambahan.



31



e. Lakukanlah kebalikan dari langkah c dan d, yaitu mencatat waktu untuk 5 getaran dimulai dengan ember berisi 5 keping beban tambahan, kemudian secara berturut-turut setiap kali beban tambahan ini dalam ember dikurangi satu demi satu sehingga akhirnya ember “kosong” kembali.



5. Hasil dan Pembahasan



Objek



Massa



Tabung (Ember)



33 gram



Beban/Keping 1



8 gram



Beban/Keping 2



10 gram



Beban/Keping 3



9 gram



Beban/Keping 4



11 gram



Beban/Keping 5



10 gram



Tabel 1. Keterangan Objek



Massa



Capaian Waktu



Keterangan



33 gram



2.075 detik



Beban hanya ember saja



41 gram



2.4 detik



Ember + keping 1



51 gram



2.5 detik



Ember + keping 1 dan 2



60 gram



2.6 detik



Ember + keping 1, 2 dan 3



71 gram



2.9 detik



Ember + keping 1, 2, 3 dan 4



81 gram



3.15 detik



Ember + keping 1, 2, 3, 4, dan 5



Tabel 2. Capain waktu yang diperoleh oleng masing-masing beban



32



Panjang Pegas 4 cm = 0.04 m Massa



Gaya (F)



Panjang



Panjang



Pertambahan



(kg)



M.g (N)



Awal (Lo)



Akhir (Li)



Panjang (∆𝑳)



1.



0.033 kg



0.33 N



0.04 m



0.06 m



0.02



2.



0.041 kg



0.41 N



0.04 m



0.065 m



0.025



3.



0.051 kg



0.51 N



0.04 m



0.07 m



0.03



4.



0.06 kg



0.6 N



0.04 m



0.075 m



0.035



5.



0.071 kg



0.71 N



0.04 m



0.08 m



0.04



6.



0.081 kg



0.81 N



0.04 m



0.085 m



0.045



No



Tabel 3. Perhitungan untuk mencari konstanta pegas Dicari konstanta pegas 1. Konstanta pegas dengan massa 33 gram = 0.033 kg F = 0.33 N



∆𝐿 = 0.02



F = k. ∆𝐿 𝑘=



𝐹 0.33 = = 𝟏𝟔. 𝟓 𝑵/𝒎 ∆𝐿 0.02



2. Konstanta pegas dengan massa 41 gram = 0.041 kg F = 0.41 N



∆𝐿 = 0.025



F = k. ∆𝐿 𝑘=



𝐹 0.41 = = 𝟏𝟔. 𝟒 𝑵/𝒎 ∆𝐿 0.025



3. Konstanta pegas dengan massa 51 gram = 0.051 kg F = 0.51 N



∆𝐿 = 0.03



F = k. ∆𝐿 𝑘=



𝐹 0.51 = = 𝟏𝟕 𝑵/𝒎 ∆𝐿 0.03



4. Konstanta pegas dengan massa 60 gram = 0.06 kg F = 0.6 N



∆𝐿 = 0.035



33



F = k. ∆𝐿 𝑘=



𝐹 0.6 = = 𝟏𝟕. 𝟏𝟒 𝑵/𝒎 ∆𝐿 0.035



5. Konstanta pegas dengan massa 71 gram = 0.071 kg ∆𝐿 = 0.04



F = 0.71 N F = k. ∆𝐿 𝑘=



𝐹 0.71 = = 𝟏𝟕. 𝟕 𝟓 𝑵/𝒎 ∆𝐿 0.04



6. Konstanta pegas dengan massa 81 gram = 0.081 kg



∆𝐿 = 0.045



F = 0.81 N F = k. ∆𝐿 𝑘=



𝐹 0.81 = = 𝟏𝟖 𝑵/𝒎 ∆𝐿 0.045



Pertambahan Panjang (∆L)



Hubungan ∆L dengan Massa pegas rapat pada percobaan hukum Hooke 0.05 0.045 0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0



0.081, 0.045 0.06, 0.035 0.041, 0.025 0.071, 0.04 0.051, 0.03 0.033, 0.02



0.033



0.041



0.051



0.06



0.071



0.081



Massa (kg)



Gambar 2. Grafik hubungan ∆L dengan Massa pada percobaan hokum Hooke



34



6. Kesimpulan dan saran a. Kesimpulan Hukum Hooke adalah hukum yang berkaitan dengan benda yang elastis (pegas) yang diberi beban sebagai gaya yang akan mengalami pertambahan panjang. Semakin besar massa beban (gaya) yang digantung pada pegas maka akan semakin besar pertambahan panjangnya (F ~ ∆L). Nilai k (konstanta) pada pegas dapat sedikit perbedaan apabila terjadi kesalahan selama percobaan, yaitu: pengukuran



panjang



pegas



pada



percobaan



Hukum



Hooke



menggunakan mistar terlalu sulit, pegas rapat pada osilasi pegas bergetar terlalu cepat, gaya gesek udara yang membuat pegas mengalami perlambatan dan kesalahan dalam perhitungan.



b. Saran Buku panduan percobaan harus disusun lebih baik lagi. Masih banyak langkah-langkah percobaan yang tidak jelas. Selain itu, ketersediaan alat-alat masih kurang sehingga ada beberapa komponen yang tidak bisa mendukung jalannya percobaan. Seharusnya ada lebih dari 1 pembimbing di laboratorium agar praktikum berjalan dengan kondusif dan meminimalisir kesalahan dalam praktikum sehingga hasil laporan yang di dapat sesuai dengan tujuan percobaan.



7. Daftar Pustaka Mikarajuddin. 2008. Fisika Mekanika Klasik. Jakarta : Esis Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika jilid I. Jakarta : Erlangga Keenan, Charles W. 1980. Fisika untuk Universitas jilid I. Jakarta : Erlangga Haliliday, David. 1997. Fisika Dasar. Jakarta : Erlangga



Tanggal Percobaan : 18 April 2019



Andrey Firmando 1821405 S1 – Teknik Elektro



Percobaan Ke - 4 : Lensa Tipis



1. Tujuan Percobaan a. Menyelidiki hubungan antara jarak benda (s), jarak bayangan (s’) dan jarak titik api (f)



2. Alat-alat yang diperlukan a. 1 Meja optik b. 2 Rel presisi c. 1 Pemegang slide diafragma d. 1 Bola lampu e. 1 Diafragma 1 celah f. 4 Tumpakan berpenjepit g. 1 Lensa f=100mm bertangkai h. 1 Lensa f=200mm bertangkai i. 1 Catu daya j. 1 Kabel penghubung merah k. 1 Kabel penghubung biru l. 1 Tempat lampu bertangkai m. 1 Penyambung rel n. 2 Kaki rel o. 1 Mistar 30cm



3. Teori Dasar Secara umum lensa dibagi menjadi 2 jenis yaitu lensa cembung dan lensa cekung. Pada lensa cekung cahaya yang sejajar dan dekat dengan sumbu optik (paraksial) dibiaskan menyebar seakan-akan berasal dari suatu titik fokus maya di belakang lensa, oleh sebab itu lensa cekung dikatakan bersifat



35



36



divergen. Sedangkan pada lensa cembung cahaya paraksial dibiaskan menuju ke titik fokus nyata di depan lensa, sehingga lensa cembung dikatakan bersifat konvergen. Jarak antara lensa dengan titik fokusnya dinamakan jarak fokus. Bila sebuah benda (obyek) ditempatkan sejauh o dari lensa tipis yang mempunyai jarak fokus f, akan dihasilkan bayangan yang terletak sejauh i dari lensa yang memenuhi persamaan Gauss:



Harga o atau i positif bila benda atau bayangannya bersifat nyata dan negatif bila bersifat maya.



3.1.Menentukan jarak fokus lensa positif (konvergen) a. Bayangan Diperbesar Hubungan antara jarak fokus lensa f, jarak benda S, dan jarak bayangan SI diperoleh dari optik geometris. Tiga berkas cahaya utama, sinar fokus, sinar paralel dan sinar pusat terlihat pada Gambar A.



Gambar A. Arah jalannya tiga berkas cahaya pada lensa



37



Sebuah benda H diletakan disebelah kiri lensa positif dan bayangan sejati H 1 yang terbentuk sebelah kanan dapat diamati pada layar. Berdasarkan hukum kesamaan segitiga, dengan H1 adalah besar bayangan dan H besar objek.



Maka diperoleh persamaan lensa:



Jika m pembesaran bayangan (perbandingan tinggi H dengan H1) ke lensa dan d jarak antara benda ke bayangan (layar), maka jarak fokus lensa f dapat ditentukan dari persamaan:



Jarak fokus f juga ditentukan dengan persamaan:



Dimana S1 ialah jarak bayangan (layar) terhadap lensa (Gambar A) dan m pembesaran bayangan.



b. Bayangan DIperkecil Dalam kasus jarak d yang sama antara objek dan bayangan (posisi I) diperoleh bayangan diperbesar, kita dapat merubah posisi dari lensa sehingga jarak objek dan bayangan berubah (posisi II) hingga diperoleh bayangan yang jelas



namun



diperkecil



seperti



terlihat



dari



Gambar



B.



38



Gambar B. Menentukan jarak fokus metode Bessel



Bila S = SII (jarak objek pada posisi I = jarak bayangan pada posisi II) dan karena S = SII. Sedangkan diketahui S + S1 = d dan S + S1 = e, maka diperoleh hubungan:



Sedangkan persamaan diatas bila disubtitusikan ke persamaan (1), maka akan diperoleh:



3.2.Menentukan jarak fokus lensa negative (divergen)



Gambar C. Menetukan fokus lensa negatif dengan bantuan lensa positif



Dengan pertolongan lensa positif dapat dibuat sebuah bayangan benda pada layar seperti gambar (3). Tempatkan lensa negatif yang akan ditentukan



39



jarak fokusnya diantara lensa positif dan layar. Bayangan pada layar oleh lensa positif merupakan benda dari lensa negatif. Jarak antara lensa negative dan layar (I) adalah S. Geser-geserkan layar sehingga terbentuk bayangan yang jelas pada layar, maka jarak layar (II) dengan lensa negatif dalam hal ini adalah S’. Jarak fokus lensa negatif dapat ditentukan dengan persamaan:



4. Prosedur Percobaan 4.1.Persiapan Percobaan a. Susunlah alat-alat yang diperlukan seperti Gambar 1 di bawah ini, berurutan dari kiri, sumber cahaya, lensa f=100mm, diafragma, lensa f=200mm, meja optik/layar. b. Sebagai benda digunakan diafragma anak panah yang diterangi sumber cahaya. c. Sebagai layar penangkap bayangan digunakan meja optik yang diposisikan berdiri seperti pada Gambar 1.



40



d. Potonglah kertas sehingga ukurannya kira-kira 2cm lebih lebar dari lebar meja optik. e. Lipatlah kelebihan lebar ini masing-masing sekitar 1cm pada tiap sisi. f. Sisipkan kertas itu ke dalam meja optik seperti pada Gambar 2. g. Kertas itu akan bertindak sebagai pelapis layar, agar layar berwarna putih bersih.



Gambar 2 h. Atur kesesuaian sumber cahaya dengan catu daya maupun sumber listriknya (PLN). i. Sambungkan rel presisi yang satu dengan rel presisi yang lain agar diperoleh rel yang lebih panjang. (Penyambungan tidak tergambar dalam Gambar 1).



4.2.Langkah-langkah Percobaan a. Aturlah agar jarak sumber cahaya ke lensa f=100mm sama dengan 10 cm b. Aturlah jarak antara lensa (f=200mm) dengan benda (celah panah) 30 cm sebagai jarak benda (s). c. Geser layar menjauhi atau mendekati lensa sehingga diperoleh bayangan



yang



jelas



(tajam)



pada



layar.



41



d. Ukur jarak layar ke lensa sebagai jarak bayangan (s’) dan isikan hasilnya ke dalam tabel pada kolom hasil pengamatan. e. Ulangi langkah b sampai d untuk jarak-jarak benda seperti yang tertera dalam tabel di bawah. f. Lengkapi isian tabel di bawah dengan hasil perhitungan yang berkaitan dengan data.



5. Hasil dan Pembahasan a. Tabel data jarak benda (s) dan jarak bayangannya (s’) serta perhitungan lainnya No. s (cm)



1/s



s’ (cm) 1/s’



1/s + 1/s’



1/f



1.



30



1/30



5,5



1/5,5



1/30 + 1/5,5



0,215



2.



35



1/35



5,3



1/5,3



1/35 + 1/5,3



0,217



3.



40



1/40



5



1/5



1/40 + 1/5



0,225



4.



45



1/45



4,9



1/4,9



1/45 + 1/4,9



0,226



5.



50



1/50



5



1/5



1/50 + 1/5



0,22



b. Hubungan antara 1/s + 1/s’ dengan 1/f Seperti yang sudah dinyatakan pada dasar teori bahwa jarak antara lensa dengan titik fokusnya dinamakan jarak fokus, maka hubungan antara 1/s’ terhadap 1/s dapat dilihat di point c.



42



c. Grafik hubungan 1/s’ terhadap 1/s



Line 0.210 0.205 0.200



1/s'



0.195 0.190 0.185



Line



0.180 0.175 0.170 0.165 0.033



0.029



0.025



0.022



0.020



1/s



Berdasarkan data yang diperoleh dan tergambar pada grafik diatas, dapat diketahui hubungan antara 1/s’ terhadap 1/s yakni semakin jauh jarak benda (s), maka semakin kecil jarak bayangannya (s’).



6. Kesimpulan dan Saran 6.1.Kesimpulan Setelah melakukan percobaan dengan topik jarak benda, jarak bayangan dan jarak titik api, kita dapat mengetahui hubungan antara jarak benda (s), jarak bayangan (s’) dan jarak titik api (f). Jarak benda berbanding terbalik dengan jarak bayangannya terhadap titik api. Sifat bayangan lensa positif (konvergen) yaitu nyata, terbalik, dan diperkecil. 6.2.Saran Buku panduan percobaan sebaiknya lebih disesuaikan dengan ketersediaan alat-alat dan bahan di ruang praktikum, selain itu komunikasi dengan dosen harus lebih ditingkatkan agar praktikum berjalan baik, tidak



43



ada kesalahan prosedur, dan hasil percobaan tidak menyimpang dari target yang ditentukan.



7. Daftar Pustaka a. Halliday, David dan Resnick, Robert. 1978. Fisika Jilid 2 Edisi ketiga (terjemahan). Jakarta: Erlangga b. https://dokumen.tips/documents/lensa-positif-dan-negatif.html



Tanggal Percobaan : 25 April 2019



Andre Yosefan 1821102 S1 – Teknik Elektro



Percobaan Ke – 5 : Angka Muai Panjang 1. Tujuan a. Untuk menentukan koefisien muai panjang dari beberapa jenis logam b. Memahami pemuaian pada zat padat



2. Alat-alat yang diperlukan a. Pipa logam yang akan diukur ( 2 buah ) alumunium dan tembaga. b. Thermometer c. Tiang dan tempat pipa yang memiliki Skala penunjuk perubahan panjang d. Ketel uap dengan pipa karet e. Kompor listrik f. Air



3. Teori Dasar Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Pemuaian terjadi pada 3 zat yaitu pemuaian pada zat padat, pada zat cair, dan pada zat gas. Pemuaian pada zat padat ada 3 jenis yaitu pemuaian panjang (untuk satu demensi), pemuaian luas (dua dimensi) dan



pemuaian volume (untuk tiga



dimensi). Sedangkan pada zat cair dan zat gas hanya terjadi pemuaian volume saja, khusus pada zat gas biasanya diambil nilai koofisien muai volumenya sama dengan 1/273. Pemuaian yang terjadi pada tiga zat yaitu: 1.



Pemuaian pada zat padat Dalam Pemuaian pada zat padat terbagi menjadi 3 jenis, yaitu : a. Pemuaian panjang b. Pemuaian luas c. Pemuaian volume



2.



Pemuaian pada zat cair



Ternyata Pada zat cair, hanya terjadi pemuaian volume. Khusus untuk air, pemuaian tidak berlaku pada suhu 0°C sampai dengan 4°C karena pada selang



44



45



suhu tersebut volume air mengalami penyusutan. Sifat air itu dinamakan anomali air. 3.



Pemuaian pada zat gas



Seperti halnya zat cair, zat gas pun juga hanya mengalami pemuaian volume. Pemuaian zat padat adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Pemuaian pada zat padat ada 3 jenis yaitu pemuaian panjang, pemuaian luas, dan pemuaian volume. Pemuaian panjang adalah bertambahnya ukuran panjang suatu benda karena menerima kalor, pada pemuaian panjang nilai lebar dan tebal sangat kecil jika dibandingkan dengan muai panjang benda tersebut, sehingga lebar dan tebal dianggap tidak ada atau bisa diabaikan. Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi oleh panjang awal benda tersebut, koefisien muai panjang sendiri dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan yang digunakan. Nilai koefisien muai panjang alumunium dan tembaga menurut standar internasional adalah sebesar 1.2x10 -5 /°C dan 1.7x10 -5 /°C (Joseph, 1978 :197). Ketika sebuah benda mengalami pemanasan, volumenya selalu meningkat dan setiap dimensi meningkat bersamaan. Pada tingkat mikroskopis kita dapat menentukan sebuah ketepatan antara hubungan panjang pada obyek dengan perubahan suhu, penambahan pada ukuran dapat dipahami pada istilah peningkatan energi kinetik akibat setiap molekul bertubrukan sangat kuat dengan molekul disebelahnya. Molekul-molekul berhasil mendorong satu sama lain sampai terpisah dan mengembangkan benda (Joseph, 1978 : 198). Jika temperatur benda padat dinaikkan maka benda padat tersebut akan memuai. Dapat diamati dari sebuah batang logam yang memiliki panjang [L] dan pada suhu atau temperatur [T] tertentu. Jika temperatur atau suhunya berubah maka perubahan panjang akan sebanding dengan perubahan suhu dan panjang mula-mula. Pernyataan ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ΔL = ᾳ Lo ΔT



46



dengan ΔL adalah perubahan panjang, Lo adalah panjang mula-mula, ᾳ adalah koefisien pemuaian panjang, dan ΔT adalah perubahan pada suhunya ( Tippler, 1998 : 368 ) . Koefisien pemuaian panjang biasanya dihitung berdasarkan persamaan empiris antara rapat massa dan suhu pada tekanan konstan. Jika metode ini tidak memungkinkan digunakan metode optik yang melibatkan faktor intenferensi cahaya koefisien muai panjang tidak bebas dari pengaruh perubahan dari tekanan. Suatu zat padat atau zat cair mengalami perubahan volume apabila suhunya berubah sebesar dt, karena skala derajat kelvin dan skala derajat celcius merupakan selang suhu yang sama harganya. Lambang koefisien pemuaian panjang adalah ᾳ, koefisien pemuaian panjang (linear) besarnya diukur dengan memakai Iner Vero Meter ( Zemansky, 1999 : 387 ). Bila ingin menentukan panjang akhir setelah pemanasan maka digunakan persamaan sebagai berikut: L = ΔL + Lo L=Lo(1+ᾳ. ΔT)



ΔL = Pertambahan panjang (m) Lo = Panjang awal (m) L = Panjang akhir ᾳ = Koefisien muai panjang (/C) ΔT = Perbedaan suhu akhir dan awal



Manfaat Pemuaian Dalam kehidupan sehari-hari kita, kita dapat menemukan beberapa contoh dari manfaat pemuaian tersebut. Berikut ini adalah beberapa manfaat pemuaian yang ada



dalam



kehidupan



sehari-hari



kita



yaitu:



47



1. Pemasangan Roda Baja Ban baja yang berdiameter lebih kecil dari pelek roda ketika ingin dipasang harus dimuaikan lebih dulu untuk mempermudah. 2. Pengelingan Pengelingan adalah proses penyambungan dua plat logam menggunakan palu khusus. Kedua plat yang akan disambung. Paku keling yang sudah dipanaskan hingga membara kemudian digunakan untuk menyambung, setelah itu dipukul hingga rata. Pada saat dingin kembali, paku menyusut dan kedua plat dapat tersambung erat. Pengelingan sering dilakukan pada pembuatan jembatan, pabrik otomotif, pembuatan badan kapal laut, mobil, dan pesawat terbang. 3. Membuka tutup botol logam Botol kaca yang memiliki tutup logam sering kali sukar untuk dibuka. Untuk membukanya, tutup botol dipanaskan terlebih dahulu dengan api. Ketika dipanaskan, tutup botol logam akan memuai lebih cepat dari pada botol kaca sehingga tutup akan longgar dan mudah dibuka. 4. Keping bimetal Bimetal artinya dua buah logam. Keping bimetal adalah dua keping logam yang memiliki koefisien muai panjang berbeda (biasanya kuningan dan besi) yang dikeling menjadi satu. Keping bimetal sangat peka terhadap perubahan suhu. Pada suhu normal panjang kedua logam sama, jika suhunya naik, kedua logam memuai dengan pertambahan panjang yang berbeda, akibatnya keping bimetal membengkok ke arah logam yang mempunyai koefisien terkecil. Pembengkokan bimetal dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya saklar alarm bimetal, atau termometer bimetal.



48



Gejala Pemuaian dalam Kehidupan Manusia Pemuaian pada benda-benda memiliki pengaruh yang berbeda-beda. Ada yang dampaknya baik bagi manusia, namun ada pula yang tidak baik. Berikut ini adalah beberapa contoh dari gejala pemuaian dalam kehidupan manusia seperti: 1. Pemuaian pada sambungan rel kereta api Pemasangan sambungan rel kereta api dibuat dengan renggang, agar terdapat ruang untuk pemuaian rel di siang hari. Hal ini dilakukan untuk mencegah agar rel kereta tidak melengkung ketika memuai karena dapat membahayakan perjalanan kereta api. 2. Sambungan jembatan baja dan konstruksi baja bangunan Di antara sambungan baja pada jembatan dan konstruksi bangunan selalu dibuat celah, karena celah itu dipergunakan untuk memberikan ruang bagi pemuaian disiang hari. 3. Kabel telepon atau listrik Kabel telepon atau listrik yang dipasang di antara dua tiang selalu dibuat kendor, untuk mencegah agar kabel tidak putus ketika terjadi penyusutan di malam hari karena turunnya suhu. 4. Pemuaian kaca jendela Ukuran bingkai jendela selalu dibuat sedikit lebih besar daripada ukuran kaca. Hal ini terjadi dimaksudkan untuk memberi ruang bagi pemuaian kaca di siang hari. Jika tidak ada ruang untuk pemuaian maka, kaca bisa pecah saat terjadi pemuaian. 4. Prosedur percobaan



1. Memasangkan logam besi dengan panjang mula-mula 600 mm, dan suhu awalnya



30,2°C



pada



penjepit



logam.



49



2. Memasang logam besi dengan selang yang menghubungkan pada ketel uap dan gayung. 3. Menghubungkan bagian tengah besi pada bangian ujung dari thermocouple. 4. Memasangkan ketel uap hingga pipa memuai dan menggerakkan jarum pada skala penunjuk perubahan panjang. 5. Mengamati jarum yang bergerak hingga mencapai angka maksimum serta suhu akhir yang dihasilkan dan mencatat hasilnya. 6. Mencatat perubahan panjang dan perubahan suhu dari batang logam besi. 7. Menghitung koefisien pemuaian panjang dari logam besi dengan menggunakan rumus yang telah ada. 8. Melakukan percobaan 1 sampai 7 pada batang logam tembaga.



5. Hasil dan Pembahasan



No.



Pipa



ΔL (m)



Tₒ (°C)



T 1 (°C)



ΔT (°C)



1



Alumunium



0.013



26



92



66



2



Tembaga



0.013



27



95



68



Perhitungan koefisien pemuaian panjang (ᾳ) pada logam alumunium Diketahui : ΔL = 0.013 Lₒ = 0.6 m



50



Tₒ = 26 °C T1 = 92 °C ΔT = (T1 - Tₒ) = (92 – 26) = 66 °C Jawab : ΔL = ᾳ Lₒ ΔT 0.013 = ᾳ 0.6 . 66 0.013 = ᾳ . 39.6 ᾳ = 3.28 x 10−4 °C



Perhitungan koefisien pemuaian panjang (ᾳ) pada logam Tembaga Diketahui : ΔL = 0.013 Lₒ = 0.6 m Tₒ = 27 °C T1 = 95 °C ΔT = (T1 - Tₒ) = (95 – 27) = 68 °C Jawab : ΔL = ᾳ Lₒ ΔT 0.013 = ᾳ 0.6 . 68 0.013 = ᾳ . 40.8 ᾳ = 3.18 x 10−4 °C



51



Setelah dilakukan perhitungan pemuaian panjang dari kedua jenis pipa logam tersebut, maka hasil dari koefisien pemuaian panjang dari pipa alumunium adalah 3.28 x 10−4 °C dan dari pipa tembaga adalah 3.18 x 10−4 °C , dapat diketahui bahwa koefisien muai panjang pada logam jenis alumunium dalam standar internasional adalah 1.2 x 10-5 °C. Dan koefisien muai panjang pada logam jenis tembaga dalam standar internasional adalah 1,7x10-5 °C. Dapat dilihat perbedaan dari hasil percobaan terhadap standar internasional, hal ini dapat disebabkan oleh faktor yang dapat mempengaruhi dalam percobaan, seperti kurangnya ketelitian, tingkat kepresisian alat, dalam pengukuran perubahan suhu dari kedua pipa tersebut, sehingga didapatkan dalam perhitungan koefisien pemuaian panjang yang lebih kecil dibandingkan dengan koefisien muai panjang pada standar internasional. Pemuaian Panjang adalah bertambahnya ukuran panjang suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Praktikum pemuaian bertujuan untuk mengetahui pemuaian yang terjadi pada benda padat. Percobaan dimulai dengan mengukur panjang awal benda pada kedua pipa tersebut yang memiliki panjang yang sama sebesar 500 mm yang dijepit pada tiang penjepit yang terdapat jarum penunjuk, dengan suhu awal pengukuran yaitu 26 C untuk pipa alumunium dan 27 C untuk pipa tembaga. Pipa tersebut dihubungkan pada selang pada ketel, dan ketel yang sudah diisi dengan air tersebut dipanaskan pada kompor listrik hingga suhu mendekati titik didih. Berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan ini, masing-masing pipa mengalami perubahan panjang dan perubahan suhu yang berbeda. Hal ini membuktikan adanya perbedaan penyerapan kalor atau panas pada pipa. Setelah dipanaskan mencapai titik didih suhu yang dicapai sebesar 92 C pada jarum penunjuk menunjukan angka 1,3 cm pada pipa alumunium. Sedangkan pada pipa tembaga suhu yang dicapai sebesar 95 C pada jarum penunjuk yang menunjukan angka 1,3 cm. Setelah didinginkan kedua jenis pipa mengalami perbedaan. Yakni, untuk pipa alumunium untuk mencapai angka semula, suhu yang diukur sebesar 30 C.



52



Sedangkan untuk pipa tembaga untuk mencapai angka semula, suhu yang diukur sebesar 36 C. Hal ini menunjukan bahwa perubahan kembali setelah didinginkan untuk pipa jenis tembaga lebih cepat dibandingkan dengan pipa alumunium. Namun apabila dipanaskan, pipa alumunium lebih cepat untuk mengalami pemuaian pertambahan panjang bila dibandingkan dengan pipa tembaga.



6. Kesimpulan dan Saran



1. Kesimpulan a. Berdasarkan hasil pengamatan, benda dapat mengalami pemuaian ketika benda tersebut dipanaskan, yang mana pemuaian tersebut dapat diamati dengan adanya perubahan panjang dan suhu. b. Pemuaian terjadi pada pipa alumunium dengan koefisien pemuaian panjang adalah 3.28 x 10−4 °C sedangkan koefisien pemuaian pada pipa tembaga hanya 3.18 x 10−4 °C.



2. Saran Pada praktikum secara keseluruhan berjalan dengan baik meskipun terdapat kendala dalam hal pengukuran dengan skala, namun untuk mendapatkan hasil percobaan sesuai dengan harapan maka harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati, alat yang mumpuni, serta manfaatkan waktu dengan sebaiknya sehingga memperoleh hasil yang diinginkan.



7. Daftar Pustaka



Joseph, W. Kone. 1998. Fisika dasar. Jakarta : Erlangga Tippler, A Paul. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid I. Jakarta : Erlangga Zears, Zemansky. 1998. Fisika untuk Universitas. Jakarta : Erlangga



Hana Alyanita



Andre Yosefan



1821106



1821102



Tanggal Percobaan : 2 Mei 2019



S1 – Teknik Elektro



Percobaan ke 6 : Pesawat Atwood 1. Tujuan a. Mempelajari penggunaan Hukum-hukum Newton b. Mempelajari gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan c. Menentukan momen inersia roda atau katrol



2. Alat-alat yang diperlukan a. Pesawat Atwood yang terdiri dari 1. Tiang berskala R yang pada ujung atasnya terdapat katrol P 2. Tali penggantung yang massanya dapat diabaikan 3. Dua beban M1 dan M2 berbentuk silinder dengan massa sama masingmasing M yang diikatkan pada ujung-ujung tali penggantung 4. Dua beban tambahan dengan massa masing-masing M1 dan M2 5. Genggaman C dengan pegas S, penahan beban B, penahan beban tambahan A yang berlubang. b. Stop watch



3. Teori Dasar a. Pengertian Gerak Apa yayang menyebabkan sebuah benda dapat bergerak. Benda dikatakan bergerak ketika ada gaya yang diberikan sehingga gaya dapat dikatakan sesuatu yang menyebabkan sebuah benda bergerak lebih cepat. Gerak dibagi atas 2 yaitu gerak linier dan gerak rotasi, gerak linier adalah gerak yang dilakukan secara lurus atau perpindahan lurus, sedangkan gerak rotasi adalah gerak yang bergerak secara menggelinding Galileo melakukan pengamantan mengenai benda-benda jatuh bebas. Ia menyimpulkan dari pengamatan-pengamatan yang dia lakukan bahwa benda-benda berat jatuh dengan cara yang sama dengan bendabenda ringan. Tiga puluh tahun kemudian. Robert Boyle, dalam sedertan eskperimen



yang



dimungkinkan



53



oleh



pompa



vakum



barunya,



54



menunjukkan bahwa pengamatan ini tepat benar untuk benda-benda jatuh tanpa adanya hambatan dari gesekan udara. Galileo mengetahui bahwa ada pengaruh hambatan udara pada gerak jatuh. Tetapi pernyataan nya walaupun mengabaikan hambatan udara, masih cukup sesuai dengan hasil pengukuran dan pengamatannya dibandingkan dengan yang dipercayai orang pada saat itu (tetapi tidak diuji dengan eksperimen) yaitu kesimpulan Aristoteles yang menyatakan bahwa, “Benda yang beratnya sepuluh kali benda lain akan sampai ke tanah sepersepuluh waktu dari waktu benda yang lebih ringan.” (Karami, 2008). Ilmu yang mempelajari tentang gerak dengan memperhitungkan gaya penyebab dari gerak tersebut dinamakan dinamika gerak. Seperti yang telat disebutkan tadi bahwa orang yang sangat berjasa dalam kajian Fisika tentang dinamika adalah Sir Isaac Newton.



b. Hukum Newton Dalam mempelajari konsep dinamika gerak, teori yang palin penting dan yang banyak dipki adalah hukum Newton. Hukum Newton dibagi atas Hukum Newton 1, Newton 2, dan hukum Newton 3. Ketiga hukum Newton diatas dijelaskan sebagai berikut: 1) Hukum Newton 1 Menyatakan bahwa, “Jika resultan gaya yang bekerja pada suatu sistem sama dengan nol, maka sistem dalam keadaan setimbang.” ∑F = 0………. (1) Keterangan: ∑F = Jumlah gaya yang bekerja 2) Hukum Newton 2 Menyatakan bahwa, “Bila gaya resultan F yang bekerja pada suatu benda dengan massa ‘m’ tidak sama dengan nol, maka benda resebut mengalami percepatan kearah yang sama dengan gaya”. Percepatan a berbanding lurus dengan gaya dan berbanding terbalik dengan massa benda.



55



F = m.a …… (2) Keterangan: F = Gaya a = Percepatan m = massa benda Hukum Newton 2 memberikan pengertian bahwa: a) Arah percepatan bend sama dengan arah gaya yang bekerja pada benda b) Besarnya percepatan berbanding lurus dengan gaya nya. c) Bila gaya bekerja pada benda maka benda mengalami percepatan dan sebaliknya bila benda mengalami percepatan tentu ada gaya penyebabnya. 3) Hukum Newton 3 Setiap gaya yang diadakan pada suatu benda, menimbulkan gaya lain yang sama besarnya dengan gaya tadi, namun berlawanan arahnya. Gaya reaksi ini dilakukan benda pertama pada benda yang menyebabkan gaya. Hukum ini dikenal dengan Hukum Aksi Reaksi. Hukum ini dirumuskan sebagai berikut: Faksi = -Freaksi ……. (3) Keterangan: Faksi = gaya yang diberikan pada suatu benda -Freaksi = gaya yang diberikan benda



c. Gerak lurus Dinamika gerak mempelajari tentang berbagai jenis gerak. Konsep yang harus dipelajari adalah konsep gerak lurus. Gerak lurus adalah suatu objek yang lintasannya berupa garis lurus. Dapat pula jenis gerak ini disebut sebagai suatu translasi beraturan. Pada rentang waktu yang sama terjadi perpindahan yang besarnya sama (Andriasani, 20130.



56



1) Gerak Lurus Beraturan (GLB) Gerak lurus suatu objek dimana dalam gerak ini kecepatannya tetap atau konstan sehingga jarak yang ditempuh dalam gerak lurus beraturan adalah kelajuan kali waktu S = v.t …….. (4) Keterangan: S = jarak tempuh (m) v = kecepatan (m/s) t = waktu (s) 2) Gerak Lurus Berubah Beraturn (GLBB) Gerak lurus suatu ibjek dimana kecepatanna berubah terhadap waktu akibat adanya percepatan yang tetap. Akibat adanya percepatan jumlah jarak yang ditempuh tidak lagi linier melainkan kuadratik. Pada umumnya GLBB didasari oleh Hukum Newton 2 (∑F = 0) (Tunissa, 2014) Vt = Vo + at ……….. (5) Vt2 = Vo2 + 2at ……...(6) S = Vot + 1/2t2 ….......(7) Keterangan: Vo = kecepatan awal (m/s) Vt = kecepatan akhir (m/s) a = percepatan (m/s2 ) t = waktu (t) s = Jarak yang ditempuh (m)



3) Momen inersia Bila sebuah benda berputar melalui porosnya, maka gerak melingkar ini berlaku persamaan-persamaan gerak yang ekivalen dengan persamaan-persamaan gerak linier. Dalam hal ini besaran fisis momenmomen inersia (I) yang ekivalen dengan besaran fisis massa (m) pada gerak linier. Momen inersia suatu benda terhadap pors tertentu nilainya



57



sebanding dengan massa benda tersebut dan sebanding dengan massa benda tersebut dan sebanding dengan kuadrat dari ukuran atau jarak benda pangkat dua terhadap poros (Brainly, 2009). Untuk kantrol dengan beban maka persamaan yang berlaku adalah sebagai berikut: a=



(𝑚 + 𝑚1) ± 𝑚2 𝑔 … … … . . (8) 𝑚 + 𝑚1 + 𝑚2 + 𝐼/𝑟2



Keterangan: a = percepatan gerak m = massa beban I = momen inersia katrol r = jari-jari katrol g = percepatan gravitasi



4) Pesawat Atwood Pesawat atwood adalah alat yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tegangan, energy potensial dan energy kinetic dengan menggunakan 2 pemberat (massa berbeda) dihubungkan dengan tali pada sebuah katrol. Benda yang lebih berat diletakkan lebih tinggi posisi nya disbanding yang lebih ringan. Jadi benda yang berat akan turun karena gravitasi dan menarik benda yang lebih ringan karena adanya tali dan katrol. Dengan menggunakan pesawat atwood memungkinkan kita untuk mengamati bagaimana sebuah benda bergerak lurus beraturan (GLB) dan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) (Anonym, 2011).



58



4. Prosedur Percobaan a) Ukur berapa panjang jari-jari roda katrol b) Menimbang massa beban tambahan m, M1 dan M2 pada neraca teknis c) Mengunci M1 pada pengunci G, kemudian memasang beban tambahan m pada M2 d) Atur jarak antara A dan B sejauh 30 cm e) Lepas pengunci G dan sistem akan bergerak f) Catat waktu yang diperlukan untuk bergerak dari titik A menuju titik B g) Sekarang kunci kembali M1 dan lepaskan M2 h) Atur jarak antara A dan B sejauh 40 cm i) Kemudian lepaskan pengunci G maka sistem akan bergerak j) Catat waktu yang diperlukan untuk bergerak dari titik A menuju titik B



5. Hasil dan Pembahasan Hasil dari percobaan penulis mendapatkan data sebagai berikut 1) GLBB (Gerak Lurus Berubah Beraturan) Diketahui: M1 = M2 = 103gr



59



m = 5gr r = 6.5cm = 0,065 m titik A di 74 cm titik B di 99 cm ∆x = 99-74 = 25 cm a) Pada bandul 5 gram dengan jarak 25 cm: s = 25 cm t = 1,27 detik 𝑎=



(2)(25) 2𝑠 50 = = = 31,1 𝑐𝑚/𝑠 2 2 2 𝑡 1,27 1,6129



𝑣 = 𝑎 𝑥 𝑡 = 31,1 𝑥 1,27 = 39,497 𝑐𝑚/𝑠 𝐼 = (( 𝐼 = ((



𝑚. 𝑔 ) − (2𝑀 + 𝑚)) 𝑥 𝑟 2 𝑎



5 𝑥 980 ) − (2 𝑥 103 + 5)) 𝑥 6,52 31,1



𝐼 = ((



4900 ) − 211) 𝑥 42,25 31,1



𝐼 = 2258,26 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 b) Pada bandul 5 gram dengan jarak 30 cm: s = 30 cm t = 2,2 detik 𝑎=



(2)(30) 2𝑠 60 = = = 12,396 𝑐𝑚/𝑠 2 2 2 𝑡 2,2 4,84



𝑣 = 𝑎 𝑥 𝑡 = 12,396 𝑥 2,2 = 27,271 𝑐𝑚/𝑠 𝐼 = (( 𝐼 = ((



𝑚. 𝑔 ) − (2𝑀 + 𝑚)) 𝑥 𝑟 2 𝑎



5 𝑥 980 ) − (2 𝑥 103 + 5)) 𝑥 6,52 12,396



𝐼 = ((



4900 ) − 211) 𝑥 42,25 12,396



𝐼 = 7785,83 𝑔𝑟/𝑐𝑚2



60



No 1 2



Massa



a



S (cm)



t (s)



25 cm



1,27



31,1



39,497



2258,26



30 cm



2,20



12,396



27,271



7785,83



x



1,735 21,748



33,384



5022,045



∆x



0,216 87,459



37,368



7.638.507,526



Keping (gr) 5 gr



v (cm/s)



(cm/s2)



2) GLB (Gerak Lurus Beraturan) a) Pada bandul 5 gram dengan jarak 25 cm s = 25 cm t = 0,72 detik 𝑣=



𝑠 25 = = 34,722 𝑐𝑚/𝑠 𝑡 0,72



b) Pada bandul 5 grm dnegan jarak 30 cm s = 30 cm t = 0,55 detik 𝑣=



𝑠 30 = = 54,545 𝑐𝑚/𝑠 𝑡 0,55



No 1 2



Massa Keping (gr) 5 gr



S (cm)



t (s)



v (cm/s)



25 cm



0,72



34,722



30 cm



0,55



54,545



x



0,635 44,633



∆x



0.007 98,237



I (gr/cm2)



61



Dalam percobaan ini, pesawat atwood lengkap yang terdapat 2 buah bandul dengan massa 103 gram dan jari-jari katrol pada pesawat atwood yang digunakan yaitu 6,5 cm. Percobaan ini dilakukan dengan kepingan seberat 5 gram. Setelah kepingan bermassa 5 gram disatukan dengan benda, maka benda meluncur. Dan ketika kepingan menyangkut pada ring maka dari saat benda mulai meluncur sampai dengan menyangkut pada ring tersebut terjadi Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB), ring pertama pada jarak 25 cm didapat waktu sebesar 1,27 detik sehingga menghasilkan I (inersia) sebesar 2258,26 gr/cm2, lalu pada jarak 30 cm didapat waktu 2,2 sehingga menghasilkan I (inersia) sebesar 7785,83 gr/cm2. Setelah kepingan lepas dengan benda, jarak antara ring pertama dan terakhir dengan menggunakan rumus GLB. Waktu yang diperoleh pada jarak 25 cm adalah 0,72 detik sehingga menghasilkan kecepatan sebesar 34,722 cm/s dan waktu yang diperoleh pada jarak 30 cm adalah 0,55 detik sehingga menghasilkan kecepatan sebesar 54,545 cm/s.



6. Kesimpulan a. Kesimpulan Pesawat Atwood merupakan alat yang dapat dijadikan sebagai aplikasi atau sebagai alat yang dapat membantu dalam membuktikan hukum-hukum Newton ataupun gejala-gejala lainnya. Melalui pesawat atwood ini dapat mengetahui nilai kecepatan, percepatan, gaya gesek gravitasi, dan momen inersia dari suatu benda. Pada pesawat atwood semakin berat beban yang digantung disalah satu tali maka semakin cepat pula gerakan tali yang akan turun dan sebaliknya jika kedua ujung tali tersebut diberi beban yang sama atau sedikit berbeda maka gerakannya akan dipercepat. Adanya hasil nilai perhitungan dalam bentuk negative



62



terjadi karena adanya beberapa hal yaitu kesalahan sdm dalam mengukur atau kurangnya presisi alat dan pengaruh dari gaya lain.



b. Saran c. Buku panduan percobaan harus disusun lebih baik lagi. Masih banyak langkah-langkah percobaan yang tidak jelas. Selain itu, ketersediaan alatalat masih kurang sehingga ada beberapa komponen yang tidak bisa mendukung jalannya percobaan. Seharusnya ada lebih dari 1 pembimbing di



laboratorium



agar



praktikum



berjalan



dengan



kondusif



dan



meminimalisir kesalahan dalam praktikum sehingga hasil laporan yang di dapat sesuai dengan tujuan percobaan.



7. Daftar Pustaka https://www.hajarfisika.com/2017/09/laporan-praktikum-pesawat-atwood.html https://www.academia.edu/30226424/Laporan_fisika_dasar_pesawat_atwood



Rahman, Yuzrizal.2009.Fisika Dasar 1 : Edisi 1.Jakarta : Universitas Terbuka Tipler, Paul A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga Buku Praktikum Fisika Dasar Sekolah Tinggi Teknologi Mandala