D. AUDIT CODING - Sis Wuryanto, MPH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Audit Coding Diagnoses Oleh : Sis Wuryanto



Pelatihan RMIK : Penggunaan ICD-10 PORMIKI DPD DIY 2015



Audit Coding Diagnoses 



Audit Pemeriksaan dokumen (pertanggungjawaban secara berkala) Pengujian kebenaran, efektivitas rekaman serta penilaian kewajaran informasi hasil olahan rekaman terkait.







Auditing Pelaksanaan audit, suatu sistem penguji kebenaran data secara periodik



Tujuan Coding Diagnoses 







Memenuhi bahwa perekaman, penyimpanan dan prosedur pengambilan kembali data diagnoses terpelihara, dan mampu memenuhi tercapainya:  Standart uniformitas  Komparatabilitas  Kualitas produk rekaman yang telah dihasilkan Demi pemenuhan batasan ini maka diperlukan  standart kualitas data diagnoses yang harus realistik dan layak mewakili suatu kejadian yang nyata.



Diagnose(s) = Pasien 



Diagnoses Adalah kata (phrasa) yang digunakan dokter untuk menyebut suatu penyakit/gangguan kesehatan seseorang, atau keadaan yang menyebabkan seseorang memerlukan/mencari/mendatangi/dan menerima asuhan medis (medical care) dan pelayanan kesehatan (health service).







Diagnoses admisi (masuk) Adalah titik mula segala kegiatan institusi asuhan/pelayanan terhadap pasiennya. Dari mulai di TPP berlanjut sampai ruang rawat beserta segenap pelayanan medis diagnostik, terapi serta penunjang medis, operasi dll.



Diagnose(s) = Pasien (lanjutan…)







Diruang rawat, diagnosa masuk dilanjutkan dengan ditegakkannya  diagnosa diferensial (banding),  diagnose kerja yang akan diterapi medis atau bedah  yang pada akhirnya akan menjadi diagnose akhir (final) (discharge diagnose(s)) saat pasien dinyatakan boleh pulang dan kegiatan kembali ke TPP Dept.Rekam Medis/Informasi Kesehatan.







Berat ringan diagnose final akan menentukan nasib pasien, sembuh, cacat, perlu pengobatan berkelanjutan, perlu dirujuk ke spesialis lebih tinggi, perlu perawatan rumah (home care) lebih lanjut dst atau meninggal.



ICD codes = final diagnoses 



Code ICD mewakili pernyataan diagnoses yang berhasil ditegakkan dokter bagi pasiennya.







Diagnose(s) = keadaan gambaran nyata hasil pemrosesan kumpulan gejala (signs & symptoms) melalui manajemen asuhan medis berdasarkan suatu standart asuhan medis (yang berlaku)  produk final yang diberi sebutan diagnose(s) final.







Diagnose(s) final merupakan produk akhir bukti suatu konsistensi urutan segala tindakan diagnostik/terapi medis-operasi yang telah terjadi = seluruh sumber daya biaya yang diserap pasien.



ICD codes = final diagnoses (lanjutan…) 



Dokter bukan coder  coder bukan tenaga medis.







Dokter menitipkan data diagnose pasien kepada para coder agar diberi nomer code ICD yang akurat.







Coder yang dititipi tugas kerja coding diagnosis  harus kerja tertib, presisi tinggi, akurat sesuai peraturan, pedoman dan konvensi sistem klasifikasi (ICD) yang berlaku/harus diterapkan,  diaplikasikan sesuai peraturan pemerintah yang berlaku.



Pengguna data yang terkode 



Perkembangan saat ini, memanfaatkan data yang terkode untuk :  Peengukuran kualita , keamanan (medical error), dan keefektifan asuhan.  Penentuan keputusan klinis berdasarkan keluaran sistem ganda.  Perancangan sistem pembayaran dan pemrosesan tagihan(claim) untuk bukti rincian penagihan biaya rawat.  Pelaksanaan penelitian, kajian epidemologi dan trial klinis.  Menyusun kebijakan kesehatan.  Perancangan sistem pelayanan kesehatan.  Pemonitoran utilisasi sumber daya  Peningkatan penampilan klinis, financial dan administratif.  Pengenalan adanya mal-praktek atau error.  Pengelolaan asuhan dan proses penyakit.  Penelusuran kesehatan masyarakat dan resiko.  Penyediaan data bagi konsumer terkait biaya dan pilihan keluaran hasil pengobtan.



Kepastian diagnoses dan ketepatan code 















Ketepatan diagnoses dan ketepatan code sangat diperlukan agr informasi morbiditas/mortalitas relevan dapat dipertanggung jawabkan, memaparkan kualitas fakta yang telah terjadi. Ini akan memungkinkan : retrieval informasinya dapat memenuhi kebutuh manajemen pasien, institusi, edukasi, riset maupun kebutuhan pihak ketiga yang lebih luas. Mampu melindungi kepentingan provider pelayanan (dokter) pemilik institusi maupun pasien sendiri sebagai konsumen pelayanan. Code akurat akan mampu menekan resiko manajemen (management risk)



Arti informasi klinis Informasi diagnose(s) adalah: Indikator penampilan klinis  Paparan peringkat mutu produk asuhan medis-pelayanan rumah sakit.  Data input yang memenuhi persyaratan ke SIK(Sistem Informasi Kesehatan) yang lebih luas. Contoh SIK DepKes, ataupun SIM (Sistem Informasi Manajemen) rumah sakitnya. 



Diagnoses = Keputusan Dokter = Nasib Pasien = Biaya 











Chiron Diagnostic Coorp menyebut (dalam brosur peralatan medis) “ diagnostik adalah upaya menjawab salah satu pertanyan penting yang berkaitan dg masalah kesehatan, kelangsungan hidup seseorang dan bukan hanya sekedar test2 diagnostik biaya tinggi ”. Harus diterima bahwa peningkatan dan pengembangan IPTEK kedokteran diagnostik dan terapi cenderung meningkatkan biaya yang jauh tinggi diluar jangkauan masyarakat umum di Indonesia. Meski demikian penentu nasib seseorang tidak dapat dilalaikan, usaha harus dijalankan dengan kontrol berkesinambungan, agar paparan outcome produk betul-betul efisien dan efektif dalam batasan kebijakan, dan perundangundangan yang berlaku.



Apa yang diperlukan untuk pembuktian ?? Untuk upaya ini diperlukan informasi yang relevans, akurat dan tepat waktu  untuk kajian kepastian mutu  lakukan audit coding diagnoses.  Karena diagnoses = status kondisi pasien, maka: 







Bukti otentik (BOTH) segala yang terjadi hendaknya ada di suati good medical- health record yang terkelola dengan sistem yang baik, serta terpelihara baik dan kerahasiaannya terjamin.



Siapa yang harus mengenal ICD ??? 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.



Manajer senior Personil sistem informasi Personil manajeman utilisasi Personil dept. penunjang Personil securitas data analist data Personil billing Personil compliance. Personil manajemen mutu Klinikus Personel pelepasan informasi Personil manajemen kualitas data. Peneliti Personel akuntansi Auditor



Sasaran Audit Coding Sasaran  Mengevaluasi kualitas data klinis yang tercode dengan mengkomparasi antara informasi yang terkandung dlm sistem Admisi Pasien (PAS)/Resume dgn informasi yg terekam di lembar catatan klinis dan di lembar ringkasan keluar rekam mediskesehatan pasien. 



Audit juga mengevaluasi proses informasi yang terkait didalam perekaman aktivitas pasien rawat inap.







Untuk upaya ini diperlukan informasi yg relevan, akurat, dan tepat waktu  untuk kajian kepastian mutu  lakukan audit coding diagnoses







Karena diagnoses = status kondisi pasien, Bukti otentik (BOTH) segala yang terjadi hendaknya ada di suati good medical- health record yang terkelola dengan sistem yang baik, serta terpelihara baik dan kerahasiaannya terjamin.



Tujuan Audit Coding Diagnoses 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Mereview dan menganalisis error yg ditemukan dan berusaha menelusuru sumber errornya. Mengkomparasi informasi yg dihasilkan coder (di lembar resume pulang) saat dicoding dg informasi yg tertera di lembar-lembar catatan klinis saat coding dijalankan. Mereview informasi untuk suatu akurasi & dikaitkan dg standart nasional yg diberlakukan. Mengidentifikasi area praktek coding yg perlu peningkatan Mereview kualitas dan kelengkapan sumber informasi(lembar resume dan lembar catatan klinis) Meningkatkan temuan persilangan interpretasi antara tenaga klinikus dg coder kllinis. Membuat rekomendasi, bila perlu, untuk peningkatan kualitas dari code data klinis.



Masalah coding klinis di Indonesia     



Coding diagnose dan masalah terkait kesehatan dg ICD-10, WHO belum difahami scr benar. Coding tindakan medis-operasi dg ICOPIM, WHO tdk disosialisasika lagi. Kecuali utk pelaporan RL, informasi diagnoses tidak/blm dimanfaatkan utk manajemen. Standart pelayanan medis disusun oleh depkes & IDI blm 100 % dijalankan di rumah sakit. Standart pengukuran kualitas coding blm pernah ada yang menyusun.



Masalah coding klinis (lanjutan) 



Hasil coding diagnoses di institusi pelayanan blm ada yg mengontrol/mengaudit secara rutin(internal/eksternal)  RM yang dikembangkan belum semua dijalankan sesuai peraturan menkes yang ada.  Apakah di masing-masing rumah sakit tersedia a good medical-health record , masig satu tanda tanya.  Apakah data diagnoses yang tertera dlm rekam medis-informasi kesehatan siap dikode utk diaudit ???????...................



Contoh-Contoh Error     







Tulisan diagnose : intoksikasi jam…diartikan coder intoksikasi jamu, padahal yg dimaksud adalah jamur. Vulnus leceratum  vulva leceratum, padahal pasien pria. Semua GED dikode A09, padahal ada pasien perinatal, atau food intoxication zat kimia. Obs.febris selalu diberi kode typhoid fever(A01.0) harus didukung oleh hasil lab:salmonela typhosa (+ Semua TB diberi nomor A15-yg adalah nomor TB respiratoris apabila didukung oleh hasil BTA laboratoris atau histologis. Obs.kejang bayi baru lahir diberi nomor utk tetanus neonaturium  mutu pelayanan yg sangat jelek.



Contoh-Contoh Error 



    



Ibu post partum sehat tdk bisa pulang krn bayi sakit. Diberi nomer diagnosa persalinannya  meninggikan LOS kebidanan. Abses dimanapun diberi nomor kode dg alfabet L(kulit). DM diberi nomor dg penulisan E14.Banyak diagnose bernomor code dengan .9 (unspecified). Alergi oleh kesalahan terapi dan alergi reaksi internal pasien diberi nomor code yg sama. ISPA ada yg mengartikan sebagai Infeksi Saluran Pernafasan Atas, namun ada juga yg menyebut sbg Infeksi Saluran Pernafasan Acute.



Persiapan Proses Audits Coding Diagnoses  



Mendisain dan memelihara suatu program pemanfaatan sistematis untuk mengukur kualitas coding klinis. Harus tersedia:  RM yg baik, akurat dan lengkap, memenuhi peraturan yg berlaku  Manajer departemen informasi klinis yg mampu memastikan bahwa semua sistem siap memfasilitasi ketepatan waktu terlengkapinya RM yg baik.  Standart yg disepakati dan ditaati bersama.  SDM yg bertanggung jawab menjalankan tugas coding dg presesi, disiplin tinggi dan handal.  Komitmen tinggi dari tenaga klinikus dokter.  SDM dengan uraian tugas sebagai pengontrol internal hasil coding.  Ketentuan jadwal waktu kerja yg pasti.  Direktur atau pimpinan tertinggi yg berminat dan memanfaatkan hasil coding bagi manajemen.



Persiapan Audit Coding di Indonesia Minimum yg mungkin bisa dikerjakan adalah  Coder bekerja harus barpatokan dengan Klasifikasi penyakit (ICD-10) dan Klasifikasi Tindakan (ICOPIM/ICD9CM/CCHI)  Coder memahami betul rules bagi coding morbiditas dan mortalitas ICD-10.  Sediakan fasilitas coding yg memadai(diantaranya buku ICD10 vol.1, 2, 3, ICOPIM/ICD9CM) dsb. Serta ada sebutan diagnoses di RM pasien  Manfaatkan produk proses coding bagi kepentingan manajemen klinik dan institusi  Pimpinan institusi (manajemen) harus memiliki minat terhadap produk coding.  Ada dukungan dr tenaga medis, dokter. Menyiapkan diri sebelum ada tekanan external.



Prosedur sederhana pengukur kualitas code dpt dikembangkan dengan : Menyediakan personel untukberperan sebagai:



1. 1.



2. 3.



2. 3.



Coder A=coder rutin Coder B=coder pengontrol internal Coder C=coder penengah/penentu (external auditor)



Menentukan jumlah sample. Menentukan Kriteria standart pengukuran yg digunakan.



Ada baiknya bila akan melaksanakan audit coding adakan dulu human resource audit bagi calon coder!!!



AUDIT CODING METHOLOGY



Audit Methodology  



 



Harus diadakan persetujuan bersama tentang metodologi dan tipe error yang akan digunakan dalam laporan. Harus diadakan pertemuan post-audit untuk mengkaji temuan yang disetujui sebagai error dan yang diterima bukan senagai error. Bila ada silang pendapat maka temuan harus diserahkan kepada badan pengaudit yang lebih tinggi. Diadakan komparasi antara code di lembar catatan klinik pasien yang ditentukan coder, dengan informasiyang didapat dari lembar resume pulang, serta informasi yang disediakan oleh badan pengguna code melalui ringkasan yang dihasilkan oleh PAS (Patient Admission System)







Contoh jumlah sampel ; 83 rekam medis diaudit



34 dari penyakit dalam  49 dari obstetri, ginecology, THT, bedah umum, orthopedi. (Bisa juga semua sampel dari RM SMF yg sama) 



 Waktu



episode audit adalah 8 bulan setelah pasien dinyatakan pulang  Setiap episode dibuatkan lembar standart coding



Akurasi Code Code pada PAS /resume dianggap akurat bila itu sesuai dengan kondisi pasien dengan segala tindakan yang terjadi, lengkap sesuai aturan klasifikasi yang digunakan.  Ada 3 dimensi yang perlu diperhatikan 



  



Code tunggal/individual  apakah sesuai dengan keadaan klinis?? Code multiple/menyeluruh  apakah mewakili status klinis yang sebenarnya?? Pengurutan(squensing)code2  apakah sesuai dengan rules, devinisi dan konvensi dari klasifikasi yang digunakan tentang diagnosis primer??



Akurasi adalah KEHARUSAN 



Informasi hasil koding data klinis digunakan manajemen/pemerintah untuk menganalisis penampilan, dan tingkat pencapaian program, untuk menunjang inisiatif pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui indikator dan kepengurusan (governance) klinik.







Code yang memenuhi syarat adalah code yang tepat, yaitu ICD- Code diagnoses pasien discharge















Mengingat bahwa semua informasi berasal dari tenaga klinikus, oleh karea itu esensial bila semua data/informasi tentang pasien terekam dalam rekam medis-kesehatan pasien terkait dengan jelas, akurat dan lengkap. Tepat waktu, otentik, dan legal. Coder harus paham di form-2 mana saja dari rekam medis harus ditemukan diagnoses pasien yang akan digunakan sebagai bahan analisis kualitatif. Apa tersedia informasi terkait ???  a good MR/HR ???



Evaluasi Coding Error Evaluasi coding error, kemungkinan ditemukan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Pemilihan/pembacaan/interpretasi diagnosis yg salah. Pemilihan diagnosis utama morbiditas salah Pemilihan kode dengan bab yg berbeda Katerori 3-karakter yang salah Kategori 4-karakter yang salah Kode diagnosis/tindakan yang hilang Code-code yang tidak diperlukan direkam. Pengurutan code diagnostik yang salah.



(apabila menggunakan sistem klasifikasi ICD-10)



Audit hendaknya tidak hanya melihat hasil coding, namun juga menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi codingnya.  Tanpa mempelajari gambaran jelas tentang bagaimana informasi direkayasa demi kepentingan coding, kita tidak mungkin memperoleh gambaran realistik faktor-faktor yang menentukan akurasi coding itu sendiri.  Audit memastikan apakah ada kesalahan, kekurangan atau penyimpangan yang seharusnya tidak terjadi. 



Area lain yang bisa diteliti Bisa ditemukan adanya : Isue Dokumentasi . Dokumen tidak lengkap . Dokumen tidak konsisten, kurang/tidak jelas. . Terminologi kurang/tidak jelas . Informasi yang berkaitan dg episode pelayanan tdk terekam dalam catatan klinis. Isue Tindakan . Kurang/tidak terekam ket. tindakan yg bisa dicode . Kurang/tdk terekam tindakan utk mereview lembar catatan klinik . Code konsultan spesialis menyalahi peraturan sistem klasifikasi. penyakit yang digunakan. Isue Istilah klinis • Istilah pd lembar resume pasien pulang, menghasilkan code salah. • Mapping yang salah



Cara mencari kode ICD yang benar (sesuai aturan konvensi yang ada di volume 2) 1. 2. 3. 4. 5. 6.



7.



Sesuaikan ejaan istilah dengan ejaan ICD. Tentukan kata yang dijadikan “lead-term” Pilih di daftar indeks volume 3 istilah yang sebutannya sama seperti yang dicari. Perhatikan dan jalankan segala note, perintah yang ada pada code yang dipilih. Pilih code yang akurat. Kontrol dengan yang di volume 1, apakah perlu dengan digit ke-4, -5, atau -6??code tambahan (additional code) dan sebagainya. Apakah perlu klasifikasi pada tanda degger(!) dan asterik(*) Kontrol dengan yang ada di catatan klinis dan resume pasien.



Hal-hal yang mungkin terjadi saat mencari code 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Tidak ditemukan istilah diagnosa yang sama seperti yang tertulis pada rekam medis pasien. Untuk mengejar waktu pelaporan, walau tidak ada tulisan diagnose pasien, coder berinisiatif menentukan sendiri istilah diagnose dengan codenya. Tidak tersedianya fasilitas yang memadai untuk proses coding yang di haruskan. Para dokter tidak mengenal sistem klasifikasi ICD  menulis sequence diagnose tak sesuai rules yang ada di ICD-10. Ada ketidak cocokan antara diagnose dengan tindakanyang terekam (analisis kualitatif) Ada data yang tidak terbaca oleh dokter. Tidak ada rekaman tentang diagnosepasien pada lembar resume maupun catatan klinis. De eL eL



Hal-hal yang mungkin terjadi saat mencari code



apapun yang terjadi : coder TIDAK BERHAK menentukan sendiri istilah diagnose pasien  coder harus menghubungi : -dokter yg mengasuh pasien terkait, atau - komite rekam medis /komite medik



Diagnosses yang harus di code 











Informasi yang direkam adalah diagnose primer dan sekunder.  “ the main condition treated or investigated during the relevant episode of care. Where there is no definitive diagnosis, the main symtom, abnormal finding or problem should be selected as the main condition ” (batasan ini sesuai dengan ICD-10 vol.2) Yang termasuk diagnose sekunder adalah  Conditions or problem dealt with during the episode of care.  Conditions which pre-exist in the patient.  Patient status ie. Dependence on dyalisis, IDDM, etc Diagnose sekunder perlu direkam agar akurat dan mencerminkan tindakan-tindakan yang telah diterima pasien, serta utk memastikan besar jumlah pengambilan biaya tagihan yang ditargetkan.



Secondary Diagnoses (diagnose sekunder) 



Diagnose sekunder yang perlu direkam adalah:  



Kondisi tambahan (additional codes) yang timbul saat pasien diadmisi yg memerlukan terapi. Kondisi pre-exsiting (co-morbid) yang memerlukan perawatan berkelanjutan saat admisi mempengaruhi manajemen pasiennya. 







Diantaranya : Diabetes mellitus, hypertension, riwayat sakit lalu atau terdahulu, status pasien saat admisi, lingk.sosial, dsb



Penulisan sequence code yang akurat akan dapat membedakan nama primary, mana secondary atau additional, suplementary codes, mana optimal codes dst







Diagnose sekunder bisa menimbulkan pengaruh yang meninjol pada :   







Jenis/model terapi atu perawatan pasien. Lama hari rawat pasien. Tujuan discharge khususnya yang berkaitan dengan pengukuran indikator dan governance klinis yang diterapkan. Besarnya alokasi sumber daya pelayanan.



 Yang pada akhirnya mempengaruhi besarnya biaya yang harus ditagih kembali dan paparan peringkat produk mutu asuhan/pelayanan.



Informasi hasil audit coding 



Informasi hasil keluaran audit harus mampu mengukur kualitas coding untuk membedakan antara masalah yang timbul :  Akibat ketidak mampuan atau keteledoran coder A dengan  akibat coding system yang kurang memadai atau dipahami secara bersama antara coder dengan dokternya.







Untuk menciptakan audit coding yang berkesinambungan maka metode CQI (Continuous Quality Improvement) hendaknya digunakan untuk mengkaji suatu proses sebagai suatu sistem yang menyeluruh.



Sis Wuryanto Hp : 08122742787, 085742225553 Email : [email protected] Facebook : Sis Wuryanto