Dasar Teori Komposit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KOMPOSIT Pengertian komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang berlainan digabung (Kroschwitz, 1987). K. Van Rijswijk et.al dalam bukunya Natural Fibre Composites (2001) menjelaskan komposit adalah bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik. Ilustrasi ikatan dan sifat fisik polimer dapat dilihat pada gambar 2.1.



fiber (serat)



resin



composite material



Gambar 2.1. Komposisi Komposit (Sumber: K. van Rijswijk, et.al, 2001) Bahan komposit merupakan bahan gabungan secara makro yang didefinisikan sebagai suatu sistem material yang tersusun dari campuran atau kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utama yang secara makro berbeda dalam bentuk dan atau komposisi material yang tidak dapat dipisahkan (Schwartz, 1984). Material komposit



mempunyai



beberapa



keuntungan



diantaranya



(Schwartz, 1997): 1. Bobotnya ringan 2. Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang baik 3. Biaya produksi murah 4. Tahan korosi



5



Universitas Sumatera Utara



6



Sedangkan Peter (2002) menjelaskan keuntungan dan kerugian komposit di dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.1. Keuntungan dan Kerugian dari Komposit Komersial (Jurnal Penelitian Characterization and Treatments of



Pineapple Leaf Fibre



Thermoplastic Composite For Construction Application, Munirah Mochtar, et.al, 2007) Keuntungan



Kerugian



-



Berat berkurang



-



-



Rasio antara kekuatan atau rasio



-



mampu -



Sifat-sifat



yang



beradaptasi:



Kekuatan



kekakuan



dapat



dan fabrikasi -



kekakuan dengan berat tinggi



Biaya bertambah untuk bahan baku Sifat-sifat bidang melintang lemah Kelemahan



matrik,



kekerasan



rendah



atau



beradaptasi -



terhadap pengaturan beban



Matriks



dapat



menimbulkan



degradasi lingkungan



-



Lebih tahan terhadap korosi



-



Kehilangan sebagian sifat dasar -



Analisa sifat-sifat fisik dan mekanik



material



sulit



-



Ongkos manufaktur rendah



efisiensi damping tidak mencapai



-



Konduktivitas



termal



konduktivitas listrik



-



atau



Sulit dalam mengikat dilakukan,



analisis



untuk



konsensus



meningkat



atau menurun Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aplikasi komposit masih terbatas disebabkan oleh faktor ekonomi. Karena komposit menggunakan serat gelas atau material teknik yang lain sebagai penguat, biaya bahan mentah dan biaya fabrikasi akan menjadi tinggi. Hal ini jelas terlihat pada bidang industri yang memanfaatkan material komposit, seperti pada bidang penerbangan dan kelautan. Material komposit terdiri dari dua buah penyusun yaitu filler (bahan pengisi) dan matrik. Adapun definisi dari keduanya adalah sebagai berikut:



Universitas Sumatera Utara



7



1. Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya berupa serat atau serbuk. Serat yang sering digunakan dalam pembuatan komposit antara lain serat E-Glass, Boron, Carbon dan lain sebagainya. Bisa juga dari serat alam antara lain serat kenaf, jute, rami, cantula dan lain sebagainya. 2. Matriks. Gibson R.F. (1994) mengatakan bahwa matriks dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Matriks secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi satu struktur komposit. Matriks memiliki fungsi: 1.



Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur



2.



Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan



3.



Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat



4.



Menyumbangkan beberapa sifat seperti, kekakuan, ketangguhan dan tahanan listrik.



2.1.1 Klasifikasi Komposit Berdasarkan matriks yang digunakan komposit dapat dikelompokkan atas: 1. MMC: Metal Matriks Composite (menggunakan matriks logam) Metal Matriks Composite adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matriks logam. MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah Continous Filamen MMC yag digunakan dalam industri penerbangan 2. CMC: Ceramic Matriks Composite (menggunakan matriks keramik) CMC merupakan material dua fasa dengan satu fasa berfungsi sebagai penguat dan satu fasa sebagai matriks dimana matriksnya terbuat dari keramik. Penguat yang umum digunakan pada CMC adalah; oksida, carbide, nitride. Salah saru proses pembuatan dari CMC yaitu dengan proses DIMOX yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi oksidasi leburan logam untuk pertumbuhan matriks keramik di sekeliling daerah filler.



Universitas Sumatera Utara



8



3. PMC: Polymer Matriks Composite (menggunakan matriks polimer). Polimer merupakan matriks yang paling umum digunakan pada material komposit. Karena memiliki sifat yang lebih tahan terhadap korosi dan lebih ringan. Matriks polimer terbagi 2 yaitu termoset dan termoplastik. Perbedaannya polimer termoset tidak dapat didaur ulang sedangkan termoplastik dapat didaur ulang sehingga lebih banyak digunakan belakangan ini. Jenis-jenis termoplastik yang biasa digunakan adalah polypropylene (PP), polystryrene (PS), polyethylene (PE), dan lain-lain Berdasarkan serat yang digunakan komposit serat (fiber-matriks composites) dibedakan menjadi: 1.



Fibre composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik.



2.



Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.



3.



Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik.



4.



Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal



5.



Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina.



Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit yaitu: 1.



Continuous Fibre Composite Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan.



2.



Woven Fibre Composite (bi-directional) Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah.



3.



Discontinous Fibre Composite Discontinous Fibre Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 : a) Aligned discontinous fibre b) Off-axis aligned discontinous fibre



Universitas Sumatera Utara



9



c) Randomly oriented discontinous fibre Berdasarkan strukturnya komposit dibedakan atas: 1.



Particulate Composite Materials (komposit partikel) merupakan jenis komposit yang menggunakan partikel/butiran sebagai filler (pengisi). Partikel berupa logam atau non logam dapat digunakan sebagai filler.



2.



Fibrous Composite Materials (komposit serat) terdiri dari dua komponen penyusun yaitu matriks dan serat.



3.



Structural Composite Materials (komposit berlapis) terdiri dari sekurangkurangnya dua material berbeda yang direkatkan bersama-sama. Proses pelapisan dilakukan dengan mengkombinasikan aspek terbaik dari masingmasing lapisan untuk memperoleh bahan yang berguna. Untuk lebih jelasnya, pembagian komposit dapat dilihat pada gambar



berikut:



Gambar 2.2. Struktur Bagan Komposit



Universitas Sumatera Utara



10



2.1.2 Faktor Ikatan Fiber-Matriks Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material yang mempunyai perpaduan dua sifat dasar yaitu kuat namun juga ringan. Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matriks yang memudahkan terjadi antara dua fase (Schwartz, 1984). Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matriks berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut (Schwartz, 1984). 2.1.3 Faktor Ikatan Filler-Matriks Dengan adanya partikel berupa filler, maka pada beberapa daerah pada resin sebagai matriks akan terisi oleh partikel, sehingga pada saat terjadi interlamellar stretching, deformasi yang terjadi pada bagian amorph dapat diminimalisir oleh partikel. Mekanisme penguatannya adalah bahwa dengan adanya partikel, maka jarak antara bagian polimer yang strukturnya kristalin (berbentuk seperti lempengan/lamelar) akan diperpendek oleh adanya partikel tadi. Dengan semakin meningkatnya jumlah partikel yang ada (sampai pada batasan tertentu dimana matriks masih mampu mengikat partikel), maka deformasi yang terjadi juga akan semakin berkurang, karena beban yang sebelumnya diterima oleh matriks akan diteruskan atau ditanggung juga oleh partikel sebagai penguat. Ikatan antara matriks dan filler harus kuat. Apabila ikatan yang terjadi cukup kuat, maka mekanisme penguatan dapat terjadi. Tetapi apabila ikatan antar permukaan partikel dan matriks tidak bagus, maka yang terjadi adalah filler hanya akan berperan sebagai impurities atau pengotor saja dalam spesimen. Akibatnya



Universitas Sumatera Utara



11



filler akan terjebak dalam matriks tanpa memiliki ikatan yang kuat dengan matriksnya. Sehingga akan ada udara yang terjebak dalam matriks sehingga dapat menimbulkan cacat pada spesimen. Akibatnya beban atau tegangan yang diberikan pada spesimen tidak akan terdistribusi secara merata. Hal inilah yang menyebabkan turunnya kekuatan mekanik pada komposit. Ikatan antar permukaan yang terjadi pada awalnya merupakan gaya adhesi yang ditimbulkan karena kekasaran bentuk permukaan, yang memungkinkan terjadinya interlocking antar muka, gaya elektrostatik yaitu gaya tarik menarik antara atom bermuatan ion, ikatan Van der Waals karena adanya dipol antara partikel dengan resin. Permulaan kekristalan (nukleasi) pada polimer bisa terjadi secara acak di seluruh matriks ketika molekul-molekul polimer mulai bersekutu (nukleasi homogen) atau mungkin juga terjadi disekitar permukaan suatu kotoran (impurities asing), yaitu mungkin suatu nukleator sengaja ditambahkan sehingga terjadi nukleasi heterogen. Jadi partikel yang ditambahkan pada polimer akan berpengaruh terhadap kristalisasi dari polimer itu sendiri. Peningkatan volume filler akan mengurangi deformability (khususnya pada permukaan) dari matriks sehingga menurunkan keuletannya. Selanjutnya, komposit akan memiliki kekuatan lentur yang rendah. Namun apabila terjadi ikatan antara matriks dan filler kuat sifat mekanik akan meningkat karena distribusi tegangan merata. Pola distribusi dari partikel juga akan mempengaruhi kekuatan mekanik. Pola distribusi partikel dalam matriks dapat dianalisa secara sederhana dengan menghitung densitas dari komposit pada beberapa bagiannya dalam satu variabel. Dari hasil perhitungannya, densitas komposit memiliki nilai-nilai yang berbedabeda dalam satu variabelnya. Hal ini menunjukkan pola sebaran dari partikel yang kurang homogen. Pada penelitian ini komposit dianalisa secara makroskopik. Makroskopik adalah menganalisa bahan komposit dengan anggapan bahan komposit bersifat homogen sehingga dalam analisa kekuatan komposit berdasarkan kekuatan komposit secara keseluruhan. Sedangkan tinjauan secara mikroskopik pada



Universitas Sumatera Utara



12



penelitian ini diabaikan. Mikroskopik adalah menganalisa bahan komposit berdasarkan interaksi antara penguat dan matriksnya. 2.1.4 Pembebanan Bahan komposit dibentuk pada saat yang sama ketika struktur tersebut dibuat. Hal ini berarti bahwa orang yang membuat struktur menciptakan sifat-sifat bahan komposit yang dihasilkan. Proses manufaktur yang digunakan biasanya merupakan bagian yang kritikal yang berperan menentukan kinerja struktur yang dihasilkan. Terdapat empat beban langsung utama dimana setiap bahan dalam suatu struktur harus menahannya yaitu tarik, tekan, geser/lintang dan lentur. 1. Tarik Reaksi komposit terhadap beban tarik sangat tergantung pada sifat kekakuan dan kekuatan tarik dari serat penguat, dimana jauh lebih tinggi dibandingkan dengan resinnya. 2. Tekan Sifat daya rekat dan kekakuan dari sistem resin sangat penting. Resin menjaga serat sebagai kolom lurus dan mencegah dari tekukan (buckling). 3. Geser/Lintang Beban ini mencoba untuk meluncurkan setiap lapisan seratnya. Di bawah beban geser resin memainkan peranan utama, memindahkan tegangan melintang komposit. Untuk membuat komposit tahan terhadap beban geser, unsur resin diharuskan tidak hanya mempunyai sifat-sifat mekanis yang baik tetapi juga daya rekat yang tinggi terhadap serat penguat. 4. Lenturan Beban lentur sebetulnya merupakan kombinasi beban tarik, tekan dan geser. Ketika beban seperti diperlihatkan, bagian atas terjadi tekan, bagian bawah terjadi tarik dan bagian tengah lapisan terjadi geser.



Universitas Sumatera Utara



13



2.1.5 Daya Serap Air (Water Absorbtion) Water-absorbtion dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Water-absorbtion pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Water-absorption pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam propertiesnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan interface komposit menyebabkan penurunan properties mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari water-absorption sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka. Salah satu karakteristik serat alami memiliki kemampuan menyerap air yang lebih besar. Adanya serat alam yang memiliki kemampuan menyerap air sebesar 11%- 12% ( Surdia et al), menyebabkan komposit berpenguat serat alami dapat menyerap air lebih. Semakin besar fraksi volume serat pada komposit menyebabkan peningkatan water absorpton. Demikian pula ikatan matrik dengan serat membuat adanya celah yang membuat aliran air dapat masuk secara kapilarisasi Dhakal et.al (2006). 2.2 JENIS-JENIS ATAP Atap merupakan salah satu elemen dari sebuah interior yang saling melengkapi dengan elemen-elemen penunjang lainnya. Selain itu atap berfungsi sebagai pelindung dari berbagai cuaca sehingga konstruksi dan bentuknya haruslah menunjang untuk menghadapi problem yang disebabkan oleh bunyi, panas, dingin, dan hujan. Pemilihan material atap pun harus benar-benar diperhatikan. Kualitas atap dapat dinilai baik, jika mempunyai struktur yang kuat serta tahan lama, sehingga elemen pendukung atap harus dirancang sedemikian rupa agar atap tetap kuat dan awet. Berbagai macam bahan material yang biasa



Universitas Sumatera Utara



14



digunakan sebagai atap antara lain yaitu atap alang-alang, sirap, beton, kaca, asbes, genteng, dan sirap. Beragam material tersebut mempunyai karakteristik tersendiri. Pastikan material yang digunakan dan teknik pengerjaannya kuat, aman, dan tahan lama. Genteng adalah elemen utama pelindung bangunan dari panas dan hujan. Jenis, bentuk, dan warnanya berkembang mengikuti tren desain arsitektur. Fungsinya pun tidak lagi sebatas penutup atap, tapi sekaligus elemen mempercantik. Pemanfaatan teknologi juga tak bisa dikesampingkan. Selain untuk mendapatkan produk kualitas prima, pemanfaatan teknologi merambah pada produk yang ramah lingkungan. Sejak isu pemanasan global mencuat ke permukaan, pemakaian bahan bangunan ramah lingkungan jadi tren di seluruh dunia. Produsen atap tak mau ketinggalan dan berlomba-lomba menawarkan produk atap ramah lingkungan. Ada beberapa pilihan penutup atap yang berkualitas dan murah. Dalam pemilihan jenis penutup atap ini ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan: 1. Tinjauan terhadap iklim setempat 2. Bentuk keserasian atap 3. Fungsi dari bangunan tersebut 4. Bahan penutup atap mudah diperoleh 5. Dana yang tersedia Adapun jenis-jenis atap yang beredar di pasaran antara lain adalah:



1. Atap Sirap Penutup atap yang terbuat dari kepingan tipis kayu ulin (eusideroxylon zwageri) ini ketahanannya tergantung keadaan lingkungan, kualitas kayu yang



Universitas Sumatera Utara



15



digunakan, dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bisa bertahan hingga 25 tahun atau lebih. Bentuknya yang unik cocok untuk rumah-rumah bergaya pedesaan yang menyatu dengan alam. 2. Atap genteng tanah liat tradisional Material ini banyak dipergunakan untuk rumah. Gentang terbuat dari tanah liat yang dicetak dan dibakar. Kekuatannya cukup baik. Untuk memasang genteng tanah liat membutuhkan rangka. Genteng dipasang pada atap miring. Genteng menerapkan sistem pemasangan inter-locking atau saling mengunci dan mengikat. Seiring waktu, warna dan penampilan genteng akan berubah. Pada permukaannya biasanya akan tumbuh jamur. Bagi sebagian orang dengan gaya rumah tertentu mungkin ini bisa membuat tampilan tampak lebih alami, namun sebagian besar orang tidak menyukai tampilan ini. 3. Atap genteng keramik Material genteng ini berbahan dasar tanah liat. Namun genteng ini telah mengalami proses finishing, jadi permukaannya sudah diglasur. Lapisan ini dapat diberi warna yang beragam untuk melindungi genteng dari lumut. Ketahanannya sekitar 20–50 tahun. Aplikasinya sangat cocok untuk hunian modern di perkotaan. 4. Atap genteng beton Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan genteng tradisional, hanya bahan dasarnya berupa campuran semen PC dan pasir kasar, kemudian diberi lapisan tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sedangkan untuk kekuatan, genting beton punya daya tahan cukup lama, yakni 20 tahun. Namun karena bobotnya yang berat, genting beton hanya dapat disandingkan dengan penampang kuat seperti rangka baja ringan. Per meter persegi bidang atap, biasanya dibutuhkan 10 keping genteng beton, sementara bobot perbuahnya sekitar 4 kg- 4,5 kg. Di pasaran, tersedia beragam warna dan bentuk genteng



Universitas Sumatera Utara



16



beton. Mulai dari warna natural, seperti terakota dan coklat, sampai ke warnawarna cerah semisal biru dan hijau. Dari bentuknya, terdapat dua jenis genting beton, yaitu flat (rata) dan bergelombang. Genteng flat, biasa digunakan untuk rumah bergaya modern minimalis 5. Atap seng Atap ini terbuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan seng secara elektrolisis yang tujuannya untuk membuatnya jadi tahan karat. Jadi, kata 'seng' berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan seng ini belum hilang. Jika sudah lewat masa itu, atap akan mulai berkarat dan bocor. 6. Atap dak beton Atap ini biasanya merupakan atap datar yang terbuat dari kombinasi besi dan beton. Penerapannya biasanya pada rumah-rumah modern minimalis dan kontemporer. Karena konstruksinya kuat, atap ini dapat digunakan sebagai tempat beraktivitas, misalnya untuk menjemur pakaian dan bercocok tanam dengan pot. Kebocoran pada atap dak beton sering sekali terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan pada bagian cor-nya dan pada saat memasang lapisan waterproof pada bagian atasnya. 7. Atap genteng metal Atap ini berbentuk material lembaran, mirip seng. Hanya jenis bahan dasar yang membedakan. Genting metal terbuat dari logam, dengan bobot ringan. Ada dua jenis bahan pelapis yang dipakai, baja ringan dan galvanis. Dipasaran beredar dua jenis genting metal, yang berlapis pasir dan tidak. Lapisan pasir berfungsi untuk menahan panas, dan harganya pun lebih mahal sekitar Rp100 ribuan per keping di banding yang tidak berpasir. Untuk pemasangan genting metal



Universitas Sumatera Utara



17



memerlukan peralatan khusus. Kalau menggunakan rangka atap baja ringan, diperlukan paku galvanis dan sekrup baja. Genteng ini ditanam pada balok gording rangka atap dengan menggunakan sekrup. Pemasangannya tidak jauh berbeda dengan genteng tanah liat. Ukurannya lebih besar dari genteng tanah liat, yakni sekitar 60–120 cm, dengan ketebalan 0,3 mm. 8. Atap Genteng Aspal Material genteng yang satu ini bersifat transparan, terbuat dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Ada dua model yang tersedia di pasaran. Pertama, model datar bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka, dan jenis yang kedua, model bergelombang yang pemasangannya cukup disekrup pada balok gording. Atap ini biasanya dipilih dan dipasang untuk memberi penerangan alami dalam rumah pada siang hari. Biasanya dipasang pada bagian rumah yang tidak mendapatkan cahaya langsung dari jendela, atau sebagai aksen yang melengkapi desain sebuah rumah. Bentuknya pun bermacam macam, ada yang berbentuk lembaran kaca atau genteng kaca sesuai kebutuhan. 9. Atap Polikarbonat Atap ini berbentuk lembaran besar yang dapat dipasang tanpa sambungan. Keunggulan polikarbonat adalah pada kualitas materialnya dan ketahanannya terhadap radiasi matahari. Atap jenis ini biasanya dipakai pada kanopi atau atap tambahan. Atap polikarbonat dapat dipasang dengan mudah dan cepat, namun harganya memang lebih mahal dari atap lainnya.



Universitas Sumatera Utara



18



2.3 ASPAL Aspal dalam bahasa yang umum dikenal juga dengan "tar". Untuk kata "tar" atau "aspal" sering digunakan secara bergantian, mereka memiliki arti yang berbeda. Salah satu alasan untuk kebingungan ini disebabkan oleh fakta bahwa,



di



antara negara-negara lain, ada perbedaan substansial dalam arti



dihubungkan dengan periode yang sama. Sebagai contoh, aspal minyak di Amerika Serikat disebut dengan aspal, sedangkan di Eropa "aspal" adalah campuran agregat batu dan aspal yang digunakan untuk pembangunan



jalan.



Di Eropa, istilah aspal menunjukkan residu dari penyulingan minyak bumi. Bitumen adalah campuran hidrokarbon yang tinggi berat molekul. Rasio persentase antara komponen bervariasi, sehubungan dengan asal-usul minyak mentah dan metode distilasi. Bahkan, aspal sudah dikenal sebelum awal eksploitasi ladang minyak sebagai produk asal alam, yang disebut dalam hal ini adalah aspal asli. 2.3.1 Sumber Aspal Sumber aspal dari kilang minyak (refinery bitumen). Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai residual bitumen, straight bitumen atau steam refined bitumen. Isitlah refinery bitumen merupakan nama yang tepat dan umum digunakan. Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi minyak bumi. Proses o



penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350 C di bawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah) dan gas oil. (Wignall, 2003). 2.3.2 Kandungan Aspal Kandungan aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan maltene. Asphaltenes merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon, yang terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang, serta amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium.



Universitas Sumatera Utara



19



Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturates, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, Fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (01%). Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak (Nuryanto, A. 2008). 2.3.3 Jenis – Jenis Aspal Secara umum jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu sebagai berikut : 1.



Aspal alamiah merupakan aspal ini berasal dari berbagai sumber alam, seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting.



2.



Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil.



3.



Aspal minyak bumi pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal



Universitas Sumatera Utara



20



sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah (Oglesby, 1996). Aspal penetrasi 60/70 asal iran merupakan salah satu jenis aspal minyak bumi yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang dipergunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini yaitu aspal penetrasi 60/70. Untuk data jenis pengujian dan data persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70 (sumber: Spesifikasi Bidang Jalan dan Jembatan Dep. PU, 2005)



Sifat



Ukuran



Spesifikasi



Standar Pengujian



o



Densitas pada T 25 C o



kg/m



3



1010 - 1060



ASTM-D71/3289



Penetrasi pada T 25 C



0,1 mm



60/70



ASTM-D5



Titik leleh



oC



49/56



ASTM-D36



Daktilitas pada T 25 C



cm



Min. 100



ASTM-D113



Kerugian pemanasan



%wt



Max. 0,2



ASTM-D6



o



Universitas Sumatera Utara



21



Penurunan pada penetrasi



%



Max. 20



ASTM-D6&D5



Titik nyala



oC



Min. 250



ASTM-D92



Kelarutan dalam CS2



%wt



Min. 99,5



ASTM-D4



Negatif



AASHO T102



setelah pemanasan



Spot Test



Universitas Sumatera Utara



2.4 PASIR Pasir adalah butiran halus yang terdiri dari butiran berukuran 0,15-5 mm yang didapat dari hasil desintregrasi batuan alam atau juga dari pecahan batuan alam (Tjokrodimuljo, 1996). Menurut



asalnya



pasir



alam



digolongkan



menjadi



3



macam yaitu (Tjokrodimuljo, 1996): 1. Pasir galian yaitu pasir yang diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya berbutir tajam, bersudut, berpori dan bebas kandungan garam. 2. Pasir sungai yaitu pasir yang diperoleh langsung dari dasar sungai yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Bila digunakan sebagai bahan susun beton daya lekat antar butirannya agak kurang, tetapi



karena butirannya yang bulat maka cukup baik untuk



memplester tembok. 3. Pasir laut yaitu pasir yang diambil dari pantai, butirannya halus dan bulat karena gesekan.



Pasir ini



merupakan jenis



pasir



yang paling



jelek dibandingkan pasir galian dan pasir sungai. Apabila dibuat beton maka harus dicuci terlebih dahulu dengan air tawar karena pasir ini akan menyerap banyak kandungan air di udara dan pasir ini selalu agak basah, juga menyebabkan pengembangan volume pasir bila sudah menjadi bangunan. 2.5 POLIPROPILEN (PP) Polipropilen merupakan hasil reaksi polimerisasi monomer propilen. PP yang diperdagangkan umumnya dalam bentuk pellet (butiran memanjang). Polipropilen dapat digunakan untuk membuat barang-barang seperti botol, kotak aki, tikar, rafia, dan karung plastik. Bahan baku polipropilen didapat dengan menguraikan petroleum (naftan) dengan cara yang sama seperti pada etilen. Menurut proses yang serupa dengan metoda tekanan rendah untuk polietilen, mempergunakan katalis Zieger – Natta,



polipropilen dengan keteraturan ruang dapat diperoleh dari propilen. Polipropilen ataktik tanpa keteraturan ruang dan mempunyai titik lunak rendah dipisahkan oleh ekstraksi dengan pentan dan disisihkan.(Ghanie, 2011) 2.5.1 Sifat - Sifat Polipropilen Sifat – sifat polipropilen serupa dengan sifat – sifat polietilen. Massa 3



jenisnya rendah (0,90 – 0,92 g/cm ). Termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer. Dapat terbakar jika dinyalakan, titik lunaknya tinggi sekali (176°C, Tm), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekakuannya lebih tinggi, tetapi ketahanan impaknya rendah terutama pada suhu rendah. Sifat tembus cahayanya pada pencetakan lebih baik daripada polietilen dengan permukaan yang mengkilap, penyusutannya pada pencetakan kecil, penampilan dan ketelitian dimensinya lebih baik. Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas. Pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan resin termoset. Sifat-sifat listriknya hampir sama dengan sifat – sifat listrik polietilen. Ketahanan kimianya kira – kira sama bahkan lebih baik daripada polietilen massa jenis tinggi. Ketahanan retak – tegangannya sangat baik. Dalam hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon yang terklorinasi, larut pada 80°C atau lebih, tetapi pada suhu biasa hanya memuai. Oleh karena itu sukar untuk diolah dengan perekatan dan pencapan seperti halnya dengan polietilen yang memerlukan perlakuan tertentu pada permukaannya. Polipropilen merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilen memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilen dibawah



0°C



dapat dihilangkan



dengan



penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi yang baik. Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti



polipropilen (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya. Polipropilen mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahanan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilen juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi. Seperti polyolefin lain, polipropilen juga mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan sebagainya. Tetapi polipropilen dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras (Ahmad Hafizullah, 2011). 2.5.2 Mampu Cetak Polipropilen mempunyai sifat mampu cetak yang baik seperti halnya polietilen. Seperti telah diutarakan di atas polipropilen mempunyai faktor penyusutan cetakan yang lebih kecil dibandingkan dengan polietilen yang bermassa jenis tinggi, pada kondisi optimal dapat diperoleh produk dengan ketelitian dimensinya baik dan tegangan sisa yang kecil. 2.5.3 Penggunaan Polipropilen Hampir sama seperti polietilen, popliropilen banyak digunakan sebagai bahan dalam produksi peralatan meja makan, keranjang, peralatan kamar mandi, keperluan rumah tangga, mainan, peralatan listrik, barang – barang kecil, komponen mobil, dan seterusnya. Penggunaan yang luas itu berkat mampu



cetaknya yang baik, permukaannya yang licin, mengkilap dan tembus cahaya. Film yang diregangkan pada dua arah sumbu kuat dan baik ketahanan impaknya pada suhu rendah. Untuk memperbaiki permeabilitas gas dan ketahanan terhadap panas telah dikembangkan berbagai macam laminasi film. Benang celah dibuat dengan cara meregangkan film sampai putus pada panjang yang sama, dan benang pisah dengan robekan yang banyak, dipakai untuk membuat tali dan pita untuk keperluan pengepakan. Serat dipergunakan untuk tambang, karpet, tirai dan bahkan yang dicetak tiup untuk berbagai macam botol (Ghanie, 2011). 2.6. SERAT Serat merupakan bahan yang kuat, kaku, dan getas. Karena serat yang terutama menahan gaya luar, ada dua hal yang membuat serat menahan gaya yaitu: 1. Perekatan (bonding) antara seart dan matriks (intervarsial bonding) sangat baik dan kuat, sehingga tidak mudah lepas dari matriks (debonding) 2. Kelangsingan (aspect ratio) yaitu perbandingan antara panjang serat dan diameter serat yang cukup besar. Arah serat penguat menntukan kekuatan komposit, arah serat sesuai dengan arah kekuatan maksimum. Arah serat mempengaruhi jumlah serat yang dapat diisikan ke dalam matriks. Makin cermat penataannya, makin banyak penguat dapat dimasukkan. Bila sejajar berpeluang sampai 90%, bila separuh separuh saling tegak lurus peluangnya 75%, dan tatanan acak hanya berpeluang pengisian 15 sampai 50%. Hal tersebut menentukan optimum saat komposit maksimum (Surdia, 1995).



2.6.1 Efek Orientasi Serat Terhadap Kekuatan Komposit diperkuat serat kontinu pada arah yang sama dengan arah tegangan kerja kekuatan komposit adalah kekuatan maksimal. Kekuatan komposit tipe anisotropik ini bervariasi secara linier dengan fraksi volume serat. Apabila orientasi serat membuat sudut



dengan arah tegangan tarik yang diterapkan,



maka terjadi penurunan gradient kurva kekuatan untuk nilai Vf (fraksi volume serat) yang lebih besar dari Vmin. Efek pengurangan ini diperoleh dengan memasukkan faktor orientasi ή dalam persamaan kekuatan dasar yang menghasilkan:



...............................................................................2.1 Dimana: = Tegangan (kekuatan) komposit = Faktor orientasi = Tegangan (kekuatan)serat = Fraksi volume serat Vm = Fraksi volume matrik = Tegangan dimana matrik mulai mengalami deformasi plastis dan pengerasan–regangan. Bila sudut orientasi serat



bertambah mulai dari nol, maka faktor



orientasi η turun menjadi kurang dari satu. Untuk menyajikan analisis yang lebih rinci dari variasi kekuatan komposit dengan orientasi serat, lazim diterapkan teori “tegangan maksimum” berdasarkan kenyataan bahwa ada tiga mode kegagalan komposit. Selain sudut orientasi serat , terdapat tiga sifat komposit lain : kekuatan parallel dengan serat ( kekuatan geser matrik parallel dengan serat serat



),



, dan kekuatan tegak lurus pada



. Setiap mode kegagalan dinyatakan dengan persamaan yang



menghubungkan kekuatan komposit



dengan tegangan terurai.



Untuk model kegagalan pertama, yang dikendalikan oleh perpatahan serat akibat tegangan tarik, berlaku persamaan: ...................................................................................... 2.2 Persamaan kegagalan yang dikendalikan oleh geseran pada bidang parallel dengan serat adalah : ................................................................................ 2.3 Apabila temperature dinaikkan. Mode kegagalan ini lebih mudah terjadi pada komposit “off-axis” karena kekuatan geser



turun lebih cepat dari



.



Pada mode kegagalan ketiga, terjadi rupture transvers, baik di matrik atau antar muka serat/matrik (debonding). Persamaan yang berlakua ialah : ...................................................................................2.4



Kekuatan komposit



Kegagalan dalam arah longitudinal



Kegagalan geser



Kegagalan dalam arah transvers



0



5



0



0



0



Sudut orientasi serat



Gambar 2.3 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat (diagram skematik untuk komposit serat kontinu satu arah) (Smallman, 2000)



Gambar 2.3 memperlihatkan bentuk karakteristik dari hubungan kekuatan komposit dan orientasi serat. Selain memperlihatkan ciri anisotropik tinggi dari penguatan-kontinu satu arah, juga memperlihatkan manfaat apabila nilai rendah. Perkiraan berdasarkan penerapan teori tegangan maksimum, dan hasil eksperimen menunjukkan kesesuaian dan memastikan validasi umum kurva ini. (Untuk perhitungan ini diperlukan nilai terukur dari



). Mode



kegagalan ditentukan oleh persamaan yang menghasilkan nilai kekuatan komposit paling rendah, berarti bahwa rupture transvers dominan apabila nilai



besar. Untuk



yang relative rendah, kekuatan komposit turun dengan cepat, hal ini



berkaitan dengan transisi dari kegagalan – tarik ke kegagalan geser pada serat. Dengan eliminasi



dari dua persamaan pertama dari ketiga persamaan



tadi dihasilkan sudut kritis untuk transisi ini:



..........................................................................2.5



Apabila kekuatan longitudinal sekitar sepuluh kali kekuatan geser matrik, 0



maka sudut kritis ini adalah sekitar 6 . Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa mode kegagalan akibat pengaruh orientasi serat pada kekuatan komposit serat kontinyu adalah sebagai berikut: 1.



Kegagalan tarik (baik serat atau matriks) akan tergantung pada kombinasi tertentu dari bahan serat dan matriks serta fraksi volume serat



2.



Keruntuhan geser dari matriks sebagai akibat dari tegangan geser besar bertindak sejajar dengan serat



3.



Kegagalan antarmuka matriks atau serat/matriks saat tarikan tegak lurus terhadap serat Apabila penerapan yang meliputi tegangan kerja yang tidak bekerja dalam



satu arah, maka masalah anisotropi dapat diselesaikan secara efektif atau diminimalkan dengan penggunaan serat-kontinu dalam bentuk tenunan kain atau laminasi. Meskipun bentuk ini lebih isotropik dibandingkan komposit satu arah, selalu terjadi penurunan kekuatan sedikit tetapi masih wajar dan penurunan kekakuan yang tak terelakkan. Salah orientasi serat sering terjadi pada komposit, yang seringkali merupakan hasil fabrikasi yang tidak dapat dihindari (Smallman, 2000). Orientasi yang



harus



serat



adalah



diperhitungkan



bagian



untuk



penting



menganalisis



dari



informasi



kinerja



struktural



dari bagian dicetak komposit, tetapi umumnya diabaikan. Variasi tegangan regangan pada serat yang diorientasikan dapat digambarkan pada grafik berikut ini.



Gambar 2.4 Grafik regangan-tegangan pada serat dengan variasi orientasi (Sumber: The Madison Group: Polymer Processing Research Corporation)



2.6.2 Serat Nanas Serat alam (natural fibre) adalah jenis-jenis serat sebagai bahan baku industri tekstil atau lainnya, yang diperoleh langsung dari alam. Berdasarkan asal usulnya, serat alam dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu serat yang berasal dari hewan, bahan tambang, dan tumbuhan (Kirby, 1963). Serat daun nanas (pineapple–leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman nanas. Tanaman nanas yang juga mempunyai nama latin, yaitu Ananas Cosmosus, (termasuk dalam family Bromeliaceae), pada umumnya termasuk jenis tanaman semusim. Menurut sejarah, tanaman ini berasal dari Brazilia dan dibawa ke Indonesia oleh para pelaut Spanyol dan Portugis sekitar tahun 1599. Di Indonesia tanaman tersebut sudah banyak dibudidayakan, terutama di pulau Jawa dan Sumatera yang antara lain terdapat di daerah Subang, Majalengka, Purwakarta, Purbalingga, Bengkulu, Lampung dan Palembang, yang merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup berpotensi (Anonim, 2006). Tanaman nanas akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru, oleh karena itu limbah daun nanas terus berkesinambungan sehingga cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai produk tekstil yang dapat memberikan nilai tambah. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm. Di samping species atau varietas nanas, jarak tanam dan intensitas sinar matahari akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan panjang daun dan sifat atau karakteristik dari serat yang dihasilkan. Intensitas sinar matahari yang tidak terlalu banyak (sebagian terlindung) pada umumnya akan



menghasilkan serat yang kuat, halus, dan mirip sutera (strong, fine and silky fibre) (Kirby, 1963, Doraiswarmy et al., 1993). Terdapat lebih dari 50 varietas tanaman nanas di dunia, beberapa varietas tanaman nanas yang telah dibudidayakan di Indonesia antara lain Cayenne, Spanish/Spanyol, Abacaxi dan Queen. Tabel 1 memperlihatkan sifat fisik beberapa jenis varietas lain tanaman nanas yang sudah banyak dikembangkan (Doraiswarmy et al., 1993). Tabel 2.3 Karakteristik Fisis Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993) Physical Characteristics Varietas Nanas



Length (cm)



Width(cm)



Thickness(cm)



Assam local



75



4.7



0.21



Cayenalisa



55



4.0



0.21



Kallara Local



56



3.3



0.22



Kew



73



5.2



0.25



Mauritius



55



5.3



0.18



Pulimath Local



68



3.4



0.27



Smooth Cayenne



58



4.7



0.21



Valera Moranda



65



3.9



0.23



Daun nanas mempunyai lapisan luar yang terdiri dari lapisan atas dan bawah. Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai serat (bundles of fibre) yang terikat satu dengan yang lain oleh sejenis zat perekat (gummy substances) yang terdapat dalam daun. Karena daun nanas tidak mempunyai tulang daun, adanya serat-serat dalam daun nanas tersebut akan memperkuat daun nanas saat pertumbuhannya. Dari berat daun nanas hijau yang masih segar akan dihasilkan kurang lebih sebanyak 2,5 sampai 3,5% serat daun nanas. Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun nanas



yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh (short, coarse and brittle fibre). Oleh sebab, itu untuk mendapatkan serat yang kuat, halus dan lembut perlu dilakukan pemilihan pada daun-daun nanas yang cukup dewasa yang pertumbuhannya sebagian terlindung dari sinar matahari. 2.6.2.1 Ekstrasi Serat Daun Nanas Pemisahan atau pengambilan serat nanas dari daunnya (fiber extraction) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tangan (manual) ataupun dengan peralatan dekortikator (Kirby, 1963). Cara yang paling umum dan praktis adalah dengan proses water retting dan scraping atau secara manual. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh micro-organism (bacterial action) untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy substances) yang berada disekitar serat daun nanas, sehingga serat akan mudah terpisah dan terurai satu dengan lainnya. Proses retting dilakukan dengan cara memasukkan daun-daun nanas kedalam air dalam waktu tertentu. Karena water retting pada dasarnya adalah proses micro-organisme, maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari retting water, pH air, temperatur, cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration, macro-nutrients, jenis bacteri yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses. Daun-daun nanas yang telah mengalami proses water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau pengerokan (scraping) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel atau tersisa pada serat, sehingga serat-serat daun nanas akan lebih terurai satu dengan lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan. Karena dilakukan dengan tangan (manual), proses water retting dan terutama pada proses scraping diperlukan keahlian



dan



kesabaran



seseorang



untuk



mengerjakannya.



Penelitian



menunjukkan kadang proses water retting ini akan menghasilkan warna serat daun nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya proses mikro-organisme yang tumbuh



pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat (Kirby, 1963). Cara extraction serat daun nanas dapat juga dilakukan dengan peralatan yang disebut mesin dekortikator, prosesnya disebut dengan dekortikasi. Mesin dekortikator terdiri dari suatu linder atau drum yang dapat berputar pada porosnya. Pada permukaan silinder terpasang beberapa plat atau jarum-jarum halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada daun nanas, saat silinder berputar (Doraiswarmy et al.,1993). Gerakan perputaran silinder dapat dilakukan secara manual (tenaga manusia) atau menggunakan motor listrik. Saat silinder berputar, daun-daun nanas, sambil dipegang dengan tangan, disuapkan diantara silinder dan pasangan rol dan plat penyuap. Karena daun-daun nanas yang disuapkan mengalami proses pengelupasan, pemukulan dan penarikan (crushing, beating and pulling action) yang dilakukan oleh plat-plat atau jarum-jarum halus (blades) yang terpasang pada permukaan silinder selama berputar, maka kulit daun ataupun zat-zat perekat (gummy substances) yang terdapat disekitar serat akan terpisah dengan seratnya. Pada setengah proses dekortikasi dari daun nanas yang telah selesai, kemudian dengan pelan, daun nanas ditarik kembali. Dengan cara yang sama ujung daun nanas yang belum mengalami proses dekortikasi disuapkan kembali ke silinder dan pasangan rol penyuap. Kecepatan putaran silinder, jarak setting antara blades dan rol penyuap, serta kecepatan penyuapan akan mempengaruhi terhadap keberhasilan dan kualitas serat yang dihasilkan. Untuk memudahkan pemisahan zat-zat yang ada disekitar serat dan menghindari kerusakan pada serat, proses dekortikasi sebaiknya dilakukan pada kondisi daun dalam keadaan segar dan basah (wet condition). Daun-daun nanas yang telah mengalami proses dekortikasi, kemudian dicuci dan dikeringkan melalui sinar matahari, atau dapat dilakukan dengan cara-cara yang lain.



2.6.2.2 Komposisi Kimia Hampir semua jenis serat alam, khususnya yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibres), abaca, henequen, sisal, yute, rami, daun nanas dan lidah mertua, komposisi kandungan serat secara kimia yang paling besar adalah cellulose, meskipun unsur atau zat-zat lain juga terdapat pada serat tersebut, misal fats dan waxs, hemicellulose, lignin, pectin dan colouring matter (pigmen) yang menyebabkan serat berwarna. Komposisi kandungan zat-zat tersebut pada umumnya sangat bervariasi tergantung dengan jenis atau varietastanaman nanas yang berbeda. Zat-zat tersebut perlu dihilangkan atau dikurangi pada proses selanjutnya (degumming) agar proses bleaching ataupun dyeing lebih mudah dikerjakan. Tabel 2.4 memperlihatkan perbandingan komposisi kimia yang terkandung pada beberapa jenis serat alam, nanas, kapas dan rami (Anonim, 2006). Sedang Tabel 2.5 menunjukkan komposisi kimia dari hasil proses pemisahan serat yang berbeda, decortication dan water retting, pada serat nanas (Doraiswarmy et al., 1993). Tabel 2.4 Komposisi Kimia Serat Nanas (sumber: Anonim, 2006) Komposisi Kimia



Serat Nanas (%)



Serat Kapas



Serat Rami



(%)



(%)



Alpha Selulosa



69,5 – 71,5



94



72 – 92



Pentosan



17,0 – 17,8



-



-



Lignin



4,4 – 4,7



-



Pektin



1,0 – 1,2



0,9



3 – 27



3,0 – 3,3



0,6



0,2



0,71 – 0,87



1,2



2,87



4,5 – 5,3



1,3



6,2



Lemak dan Wax Abu



0-1



Zat-zat lain (protein, asam organik, dll.)



Tabel 2.5 Komposisi Kimia Serat Nanas pada Metode Proses Pemisahan Serat yang Berbeda (Doraiswarmy et al., 1993) Komposisi Kimia



% Komposisi Decortication



Water Retting



Alpha cellulose



79,36



87,36



Hemi cellulose



13,07



4,58



Lignin



4,25



3,62



Ash



2,29



0,54



Alcohol-benzene extractions



5,73



2,72



Sama halnya dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf fibres), secara morphology jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa ikatan serat (bundle of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat (multi-celluler fibre). Berdasarkan pengamatan dengan microscope, cell-cell dalam serat daun nanas mempunyai ukuran diameter ratarata berkisar 10 μm dan panjang rata-rata 4.5 mm dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter adalah 450. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8.3 μm. Sebagai perbandingan, ketebalan dinding sel ini terletak antara serat sisal (12.8 μm) dan serat batang pisang (1.2 μm), dan secara umum sifat atau karakteristik serat daun nanas dapat ditunjukkan pada Tabel 2.7 (Doraiswarmy et al., 1993). Meski akan mempengaruhi terhadap physical maupun mechanical properties serat (terutama berat, kekuatan tarik dan mulur serat), penelitian menunjukkan bahwa treatment yang dilakukan pada serat daun nanas tersebut, hasil dari proses dekortikasi ataupun water retting, dengan bahan kimia misal NaOH, H2SO4 atau bahan-bahan kimia lainnya dengan konsentrasi tertentu, akan memudahkan dalam penguraian atau pemisahan antar serat dari ikatannya (bundle of fibres), hal ini disebabkan terlepasnya beberapa impurity materials atau gummy substances yang terdapat pada ikatan serat nanas tersebut. Perubahan komposisi kimia setelah serat daun nanas mengalami proses water retting dan degumming dapat dilihat pada Tabel 2.6.



35



Tabel 2.6 Perubahan Komposisi Kimia Serat Daun Nanas setelah Proses Water Retting dan Degumming Komposisi Kimia



% Komposisi Water



Degumming



Retting Alpha cellulose



87,36



94,21



Hemi cellulose



4,58



2,26



Lignin



3,62



2,75



Ash



0,54



0,37



Alcohol-benzene extractions



2,72



0,77



Tabel 2.7. Karakteristik Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993) Ultimate Cell



Length L (mm)



3-9



Width W (12.8 μm)



4-8



L/W



450



Degree of polymerisation of



1178 - 1200



alpha cellulose



Filament



Bundle



Tenacity (MN/m2)



710



Extension at break (%)



2–6



Torsional rigidity (MN/m2)



360



Flexural rigidity (MN/m2)



3–8



Length (cm)



55 - 75



Transverse swelling in water (%)



18 – 20



Tenacity (MN/m2)



370



True density (Kg/m3)



1480



Apparent density (Kg/m3)



1350



Porosity (%)



9,0



MR at 65% RH



11,8



MR at 100% RH



41,0



36



Pengamatan yang dilakukan dengan sinar-X menunjukkan bahwa serat daun nanas mempunyai derajat kristalitas (degree of crystallanity) yang tinggi dengan sudut puntiran serat sekitar 150. Treatment dengan acid dan alkali pada serat daun nanas menunjukkan perubahan yang sangat tinggi pada daerah-daerah amorphous dibanding serat yang belum di treatment (Doraiswarmy et al., 1993). Hal ini menunjukkan bahwa serat yang sudah mengalami proses treatment mempunyai kemampuan daya serap yang tinggi pada proses pewarnaan. Namun demikian, sifat-sifat flexural rigidty dan torsional rigidity pada serat daun nanas relatif lebih tinggi dibanding serat kapas. Hal ini menyebabkan resistensi yang besar terhadap twisting ataupun bending dan serat cenderung untwist (melawan puntiran) segera setelah twist diberikan, menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan kekompakan benang yang diinginkan. Adapun perbandingan sifat-sifat serat nanas dengan serat lainnya ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 2.8 Sifat-sifat Beberapa Jenis SeratAlam (Soumitra Biswas, et.al, 2009) Sabut



Sifat



Rami



Pisang



Sisal



Nanas



Diameter (mm)



-



80-250



50-200



20-80



100-450



1,3



1,35



1,45



1,44



1,15



8,1



11



10-22



14-18



30-49



61/12



65/6



67/12



81/12



43/45



-



8-20



9-16



34-82



4-6



Keuletan (MN/m )



440-533



529-754



568-



413-



640



1627



Pemuluran (%)



1-1,2



1-3,5



3-7



0,8-1,6



3



Kerapatan (g/cm ) 0



Sudut Serat Mikro ( ) Selulosa/ Kandungan Lignin (%) Modulus Elastisitas 2



(GN/m ) 2



Kelapa



131-175 15-40



37



2.6.2.3 Durability Serat Daun Nanas Properties lain dari serat daun nanas adalah penurunan kekuatan serat alam kondisi basah (wet conditions), seperti terlihat pada Tabel 2.9. Penurunan kekuatan pada kondisi ini mungkin disebabkan adanya penetrasi molekul-molekul air kedalam rantai molekul multicellular cellulose serat, sehingga menimbulkan penggelembungan (swelling) pada serat dan mengakibatkan terjadinya slip antar molekul-molekul serat pada saat diberi beban. Tabel 2.9 Tenacity dan Elongation Serat Daun Nanas pada Kondisi Kering dan Basah (Doraiswarmy et al., 1993) Sifat Mekanik



Kondisi Serat



38



Untreated



Degumming



Tenacity (CN/tex) - Dry



38,4



36,5



- Wet



16,6



16,2



- Dry



2,9



3,3



- Wet



2,7



2,9



Breaking elongation (%)



Sama halnya dengan serat-serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibres), penurunan kekuatan serat daun nanas juga terjadi apabila serat tersebut dipendam didalam tanah. Penelitian menunjukkan pemendaman serat daun nanas dalam tanah selama 3 hari mengakibatkan penurunan kekuatan serat berkisar 37.1%, penurunan kekuatan ini masih lebih baik dibanding dengan serat sisal dan jute yang mengalami penurunan dramatis, yaitu 75.9% dan 80% (Kirby, 1963). Hal ini dapat dipahami karena hampir semua serat-serat alam (natural fibres) dengan kondisi atau penyimpanan yang kurang baik akan rentan terhadap serangan micro-organism, jamur maupun bakteri-bakteri pembusuk lain yang dapat menyerang cell-cell cellulose serat.



2.6.2.4 Pemanfaatan Serat Daun Nanas Dari beberapa sifat, terutama physical dan mechanical properties, yang dimiliki serat daun nanas, sangat memungkinkan serat tersebut untuk dapat dipintal menjadi benang. Namun demikian, mengingat physical properties serat daun nanas, khususnya sifat elasticity, torsional dan flexural rigidity, yang sangat berbeda dengan serat cotton, maka diperlukan modifikasi peralatan pemintalan yang digunanakan, baik menggunakan sistem cotton, rotor ataupun dengan sistem spinning yang lain. Meski hanya mampu untuk pembuatan benang dengan nomor-nomor yang masih kasar, dari beberapa penelitian (Doraiswarmy et al., 1993) sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.9, menunjukkan bahwa pemintalan dapat dilakukan dengan 100% terdiri dari serat daun nanas maupun dengan cara blending (campuran dengan serat lain), misal polyester, cotton, ataupun serat wool. Untuk mengurangi sifat flexural rigidty dan torsional rigidity pada serat daun nanas yang relatif cukup tinggi, penambahan bahan-bahan softener, misal oil-water emulsion, pada serat sebelum diproses menjadi sangat diperlukan. Tabel 2.10 Properties Benang yang dibuat dari Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993) Linear Density (tex)



196,8



295.3



System



Cotton



Rotor system



system with



with



modification



modification



Fibre length (mm)



38,0



50,0



Yarn Tenacity (CN/tex)



4,2



6,0



Extension at break (%)



4,2



4,9



CV of strength (%)



27,0



18,3



Quality Attributes:



Dengan beberapa kelebihan properties yang dimiliki oleh serat daun nanas, disamping pemanfaatan utama untuk industri tekstil, serat dari daun nenas dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal sebagai bahan baku kertas (pulp), dikembangkan sebagai bahan komposit sebagai reinforced plastics ataupun roofing (eternit). 2.6.3 Serat Gelas Serat gelas (glass fiber ) adalah bahan yang tidak mudah terbakar. Serat jenis ini biasanya digunakan sebagai penguat matrik jenis polimer. Komposisi kimia serat gelas sebagain besar adalah SiO dan sisanya adalah oksida-oksida alumunium (Al), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), dan unsur-unsur lainnya. Berdasarkan bentuknya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain (Santoso, 2002). 1. Roving Berupa benang panjang yang digulung mengelilingi silinder. 2. Woven Roving (WR) Serat gelas jenis anyaman (woven roving) mempunyai bentuk seperti anyaman tikar, serat gelas yang teranyam dibuat saling bertindih secara selang seling ke arah vertikal dan horisontal (0° dan 90°). Berdasarkan jenisnya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain: a. Serat E-Glass Serat E-Glass adalah salah satu jenis serat yang dikembangkan sebagai penyekat atau bahan isolasi. Jenis ini mempunyai kemampuan bentuk yang baik. b. Serat C-Glass Serat C-Glass adalah jenis serat yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap korosi. c. Serat S-Glass Serat S-Glass adalah jenis serat yang mempunyai kekakuan yang tinggi.



Adapun perbandingan antara serat alami dan serat gelas ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 2.11 Perbandingan antara serat alami dan serat gelas (Santoso, 2002) Serat alami



Serat gelas



Massa jenis



Rendah



2x serat alami



Biaya



Rendah



Rendah, lebih tinggi dari SA



Terbarukan



Ya



Tidak



Kemampuan didaur ulang



Ya



Tidak



Konsumsi Energi



Rendah



Tinggi



Distribusi



Luas



Luas



Menetralkan CO2



Ya



Tidak



Menyebabkan abrasi



Tidak



Ya



Resiko Kesehatan



Tidak



Ya



Limbah



Biodegradable



Tidak Biodegradable



Serat gelas mempunyai banyak macam keuntungan, sebagai ahan penguat karena : 1. Mudah ditarik menjadi serat berkekuatan tinggi dari keadaan lunak. 2. Mudah didapat dan dipabrikasi menjadi plastik yang diperkuat dengan serat gelas 3. Sebagai serat ia kuat, dan bila disatukan dengan matriks plastik akan memberikan komposit yang mempunyai kekuatan tinggi 4. Sangat berguna pada lingkungkungan yang korosif. 2.7 PENGUJIAN SAMPEL Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada beberapa jenis uji yang akan dilakukan, yaitu uji fisis yang meliputi uji porositas dan daya serap air, uji mekanis yang



meliputi uji lentur, uji impak, dan uji tarik, dan uji termal yang meliputi uji titik nyala dan uji titik bakar. 2.7.1 Uji Fisis 2.7.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang termasuk dengan pori – pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan Metode Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (JIS A 5908-2003)



.....................................................................................................2.6



Dimana: 3



= densitas (gr/cm ) m= Massa sampel (gram) 3



v = volume (cm ) 2.7.1.2 Pengujian Daya Serap Air Pada saat terbentuk sampel, kemungkinan terjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral yang pembentuk akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat (pori). Pori dalam sampel bervariasi dan menyebar diseluruh butiran. Pori-pori mungkin menjadi reservoir air bebas didalam agregat.



Presentase berat air yang mampu diserap agregat dan serat didalam air disebut daya serapan air, sedangkan bnayaknya air yang terkandung dalam agregat dan serat disebut kadar air. Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada, berikut data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat sampel basah. Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada masing – masing sampel pengeringan. Lama perendaman dalam air adalah selama 24 jam dalam suhu kamar. Massa awal sebelum direndam diukur dan massa sesudah perendaman. Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:



.......................................................2.7 dimana: Mb = Massa sampel dalam keadaan basah (gr) Mk = Massa sampel dalam keadaan basah (gr) Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian, dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam. 2.7.2 Sifat Mekanik 2.7.2.1 Kekuatan Lentur



Pengujian Kekuatan Lentur (UFS) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap pembebanan. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Pada permukaan bagian atas cuplikan yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada permukaan bawah sampel akan terjadi tarikan. Pada pengujian ini terhadap sampel uji diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus



terhadap sampel. Jika batang uji diberikan pembbanan pada kedua ujungnya dan beban patah (P) diberikan ditengah, tegangan tekuk maksimum (σ) pada titik nol di tengah adalah:



...............................................................................................2.8 dimana: P = beban patah (N) L = jarak span (10 cm = 0,1 m) b = lebar (m) d = tebal (m) Kekuatan tekuk berubah menurut ukuran batang uji L/d, oleh karena itu, umumnya ditentukan pada L/d = 15 – 17. Modulus Young pada lenturan Ef didapat dari persamaan: ...............................................................................................2.9



Dimana P adalah beban lentur, δ adalah defleksi dan P/ δ didapat dari gradient garis lurus pada kurva beban vs defleksi. Umumnya pada bahan polimer modulus lastik untuk tekan berbeda dengan untuk tarik, tegangan tekan yyang besar terjadi pada bagian yang mengalami tegangan tekan. Kekuatan tekan jauh lebih besar dari pada kekuatan tarik, hal ini yang menyebabkan patah karena tekukan pada bagian yang mengalami tegangan tarik. 2.7.2.2 Kekuatan Impak Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan polimer. Pengujian impak Charphy, Izod, dalam hal ini sering dipakai. Untuk melihat pengaruh takikan ada cara pengujian dengan takikan pada batang uji. Umumnya kekuatan impak bahan polimer lebih kecil dibandingkan logam.



Pengujian impak ini dilakukan untuk mengetahui ketangguhan sampel terhadap pembebanan dinamis. Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan



merupakan ukuran ketahanan



impak atau



ketangguhan bahan tersebut, setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan tersebut tangguh maka makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.



Gambar 2.5. Alat Pengujian Impak (sumber: http://faraland.wordpress.com) Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 150 mm sesuai dengan standart ASTM D–638. Kemudian sampel diletakkan pada alat penumpu dengan jarak span 80 mm. Godam pada posisi awal dengan sudut 160°, kemudian godam dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menumbuk sampel Sebelum dilakukan pengujian sampel terlebih dahulu dilakukan percobaan tanpa



sampel penguji. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang hilang akibat gesekan pada porosnya dan gesekannya dengan udara. Setelah penumpukan sampel hingga sampel patah/retak maka pengukuran dilakukan dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk skala. Pengujian impak dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut: 1. Bahan-bahan digunakan untuk membangun struktur yang menahan suatu beban. Seorang insinyur perlu mengetahui jika bahan akan bertahan pada kondisi dimana struktur akan dipergunakan. 2. Faktor yang penting yang mempengaruhi ketangguhan dari sebuah struktur meliputi pengujian temperatur rendah, pembebanan lebih, dan laju regangan tinggi terhadap angin atau impak (benturan) dan efek dari konsentrasi tegangan seperti takikan dan retakan Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energy serap (Es) dengan luas penampang (A). Kekuatan impak dapat dihitung dengan persamaan:



Is



......................................................................................................2.10



dimana: 2



Is = Kekuatan impak (kJ/m ) Es = Energi serap (kJ) 2



A = Luas permukaan (m ) 2.7.2.3 Kekuatan Tarik Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya dimana gaya tarik yang diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifatsifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan panjang (Δl) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji



disebut deformasi. Regangan merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula. Regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen (Sears, 2002). Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan. Hubungan tegangan-regangan pada tarikan memberikan nilai yang cukup berubah tergantung pada laju tegangan, temperature, kelembaban, dan seterusnya. Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping sampel dengan dimensi yang seragam. Tegangan tarik ζ, adalah gaya yang diaplikasikan, F, dibagi dengan luas penampang A yaitu: .......................................................................................................2.11 Satuan yang dipakai adalah dyne per sentimeter kuadrat (CGS) atau Newton per meter kuadrat (MKS). Perpanjangan tarik ε adalah perubahan panjang (∆l) sampel dibagi dengan panjang awal (l): .......................................................................................................2.12



Perban dingan ta tegang E an (ζ) terhada p perpanj angan (ε) disebut modulu s



....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... ....... .....2 .13



(Sum ber:



http:// www. alatuji .com/ katego ri/143/ univer saltesting machi ne)



Modulus tarik E menggambarkan ukuran ketahanan terhadap tegangan tarik.



Gambar 2.7 Grafik Tegangan-Regangan (Sumber: Nesti Prianti Nababan, 2011) 2.7.3 Pengujian Termal (Kemampuan Nyala dan Katahanan Nyala) Pengujian ketahanan nyala api dilakukan sesuai sifat bahan yang sangat mudah menyala seperti bahan yang terkandung didalamnya yaitu seluloid dan yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walaupun api dipadamkan setelah penyalaan (polikarbonat). Pengujian nyala api dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan polimer dan serat-serat yang tak dapat nyala. Dengan mengembangkan polimer dan serat yang tak dapat nyala dapat mengurangi gas-gas berasap dan beracun yang



terbentuk selama proses



pembakaran. Ketahanan nyala api dilakukan dengan cara membakar ujung bahan dengan api yang berasal dari pembakar bunsen. Cara ini telah ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Waktu yang diperlukan agar spesimen



menyala disebut waktu penyalaan dan panjang spesimen yang terbakar disebut jarak bakar. Adapun kategori kemampuan nyala dapat di kategorikan : 1). Mampu nyala : terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala. 2). Habis terbakar : jarak bakar lebih dari 25 mm tapi kurang dari 100mm. 3). Tak mampu nyala : jarak bakar kurang dari 25 mm.



Gambar 2.8 Skema kerja alat uji nyala (Surdia, 1995) 2.7.4 Scanning Electron Microscopy Scanning Elektron Microscope (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada SEM suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang akan terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan



yang hampir tiga dimensi. SEM memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å (Stevens, 2001). SEM adalah jenis mikroskop elektron yang gambar permukaan sampel dipindai dengan menggunakan sinar elektron berenergi tinggi dalam pola pemindai pixel Mikroskop Pemindai Elektron SEM adalah mikroskop yang menggunakan hamburan elektron dalam membentuk bayangan. Elektron berinteraksi dengan atom-atom yang membentuk sampel menghasilkan sinyal yang berisi informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifatsifat lain seperti konduktivitas listrik Alat ini memiliki banyak keuntungan jika dibandingkan dengan menggunakan mikroskop cahaya. SEM menghasilkan bayangan dengan resolusi yang tinggi, yang maksudnya adalah pada jarak yang sangat dekat tetap dapat menghasilkan perbesaran yang maksimal tanpa memecahkan gambar Persiapan sampel relatif mudah Kombinasi dari perbesaran kedalaman jarak fokus, resolusi yang bagus, dan persiapan yang mudah, membuat SEM merupakan satu dari alatalat yang sangat penting untuk digunakan dalam penelitian saat ini Konsep awal yang melibatkan teori Scanning Elektron Microscope (SEM) pertama kali diperkenalkan di Jerman (1935) oleh M. Knoll. Konsep standar dari SEM modern dibangun oleh von Ardenne pada tahun 1938 yang ditambahkan scan kumparan ke mikroskop elektron transmisi. Desain SEM dimodifikasi oleh Zworykin pada tahun 1942 ketika bekerja untuk RCA Laboratories di Amerika Serikat. Desain kembali direkayasa oleh CW pada tahun 1948 seorang profesor di Universitas Cambridge. Sejak itu, semakin banyak bermunculan kontribusi signifikan yang mengoptimalkan perkembangan modern mikroskop elektron.



Kelebihan dari SEM adalah bahwa tidak diperlukan penyiapan sampel secara khusus Tebal sampel tidak masalah bagi SEM seperti halnya pada Transmission Electron Microscopy (TEM). Oleh karena itu sampel tebal dapat juga dianalisa dengan SEM asalkan dapat ditaruh di atas tatakan sampelnya Hampir semua bahan non-konduktor yang dianalisa dengan SEM perlu dilapisi dengan lapisan tipis pada permukaannya dengan bahan konduktor Lapisan ini penting untuk meniadakan atau mereduksi muatan listrik yang tertumpuk secara cepat dibahan non-konduktor pada saat disinari dengan berkas elektron energi tinggi Bahan pelapisan yang biasa dipakai adalah emas atau karbon Bila lapisan ini tidak ada maka pada sampel non-konduktor akan menghasilkan distorsi, kerusakan thermal dan radiasi yang dapat merusak material sampel Pada situasi yang ekstrim, sampel dapat memperoleh muatan yang cukup untuk melawan berkas elektron yang jatuh padanya sehingga sampel ini bertindak sebagai cermin Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain memerlukan kondisi vakum, hanya menganalisa permukaan, resolusi lebih rendah dari TEM, dan sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis logam seperti mikroskop cahaya dengan elektron. Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column dan display console. Electron column merupakan model electron beam scanning. Electron column memiliki piranti-piranti sebagai berikut 1. Pembangkit elektron electron gun dengan filamen sebagai pengemisi elektron atau disebut juga sumber iluminasi Filamen biasanya terbuat dari unsur yang mudah melepas elektron misal tungsten. 2. Sebuah sistem lensa elektromagnet yang dapat dimuati untuk dapat memfokuskan atau mereduksi berkas elektron yang dihasilkan filamen ke diameter yang sangat kecil 3. Sebuah sistim perambah scan untuk menggerakan berkas elektron terfokus tadi pada permukaan sampel



4. Satu atau lebih sistem deteksi untuk mengumpulkan hasil interaksi antara berkas elektron dengan sampel dan merubahnya ke signal listrik 5. Sebuah konektor ke pompa vakum Sedangkan display console merupakan elektron sekunder. Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar pada pemanfaatan arus. Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut: 1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. 2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel. 3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai. 4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor atau Cathode Ray Tube (CRT). Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh Gambar 2.9.



Gambar 2.9. Skema Scanning Elektron Microscope (SEM) (sumber:iastate.edu)



Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyalsinyal tersebut dijelaskan pada Gambar 2.10.



Gambar 2.10. Sinyal-Sinyal Yang Dihasilkan SEM (sumber:iastate.edu) Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah sebagai berikut: 1. Elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. 2. Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom-atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. Contoh perbandingan gambar dari kedua sinyal ini disajikan pada Gambar 2.11.



Gambar 2.11. Contoh Perbandingan Gambar dari Sinyal-Sinyal Yang Dihasilkan SEM (sumber:iastate.edu) Mekanisme kontras dari elektron sekunder dijelaskan pada Gambar 2.12. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau datar.



Gambar 2.12. Mekanisme Kontras dari Elektron Sekunder (sumber:iastate.edu) Sedangkan mekasime kontras dari backscattered elektron dijelaskan dengan Gambar 2.13 yang secara prinsip atom-atom dengan densitas atau berat molekul lebih besar akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak lebih cerah dari atom berdensitas rendah. Maka teknik ini sangat berguna untuk membedakan jenis atom.



Gambar 2.13. Mekasime Kontras Dari Backscattered Elektron Sekunder (sumber:iastate.edu) Namun untuk mengenali jenis atom di permukaan yang mengandung multi atom para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive Spectroscopy). Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak-puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda-beda dari masing-masing elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dari persentase masing- masing elemen. Contoh aplikasi EDS digambarkan pada diagram di bawah ini.



Gambar 2.14. Contoh Diagram hasil EDS (sumber: umich.edu)



Gambar 2.15. Contoh Hasil EDS (sumber: umich.edu) Dapat dirangkum beberapa aplikasi dari teknik SEM-EDS adalah sebagai berikut: 1. Topografi yaitu menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas, dsb) 2. Morfologi yaitu menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel 3. Komposisi yaitu menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif



dan



kualitatif.