Dead Conceptus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DEAD CONCEPTUS



I.



Pendahuluan



Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan,seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot. Kematian janin fase awal diartikan sebagai keluarnya hasil konsepsi pada 16 minggu kehamilan dan didiagnosis pertama kali pada pemeriksaan USG1,2. II.



Etiologi



Kematian mudigah tidak jarang menyebabkan terjadinya abortus pada kehamilan muda. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Komplikasi yang berbahaya dari abortus adalah perdarahan, infeksi, perforasi dan syok8. Hal-hal yang menyebabkan kematian mudigah dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini1,2,3: 1. Kelainan Ovum Menurut Hertik dkk, dari 1000 abortus spontan 48,9 % disebabkan oleh Ovum yang patologis. Ovum yang abnormal 6 % diantaranya terdapat degenerasi vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh kelainan ovum berkurang kemungkinannya terjadi abortus kalau kehamilan sudah lebih



dari 1 bulan, artinya makin muda kehamilan saat abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80 %).



2. Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Faktor-faktor yang rnenyebabkan kelainan dalam pertumbuhan hasil konsepsi adalah : a. Kelainan Kromosom Abnormlitas dari kromosom 60% maka terjadi pada trimester pertama dan kemungkinan hidup lahir hanya 0,6%. Kelainan kromosom yang sering ditemukan pada abortus spontana dalah Trisomi, Monosomi, Triploidi, Tetra-ploidi, dan kemungkinan pula kelainan kromosom sek. b. Lingkungan Endometrium KurangSempurna Bilalingkungan endometrium di sekitar tempat implamantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. c. Pengaruh dari Luar Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya didalam uterus. Pengaruh ini dinamakan pengaruh teratogen. d. Kelainan Genitalia Ibu 1. Anomali Kongenital I (Hipoplasia uteri, Uterus bikornis).



2. Kelainan letak uterus seperti retrofleksi uteri fiksata. 3. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum seperti kurangnya progesterone atau estrogen, eridometritis dan mioma submukosa. 4. Servik inkompeten yang disebabkan kelemahan bawaan pada servik, dilatasi serviks yang berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan servik yang tidak dijahit. e. Gangguan Sirkulasi Plasenta Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomaly plasenta dan endateritis yang menyebabkan oksigen isasi plasenta terganggu sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.



3. PenyakitIbu 1.



Penyakit



infeksi



yang



menyebabkan



demam



tinggi



seperti



pneumonia, tifoid, pielitis, rubeladan malaria. Kematian fetus yang di sebabkan karena toksin dan ibu atau invasikumanatau virus kepada fetus. 2.



Keracunan, Nikotin dan Alkohol.



3.



Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasikordis, penyakitparu, dan anemia grafis.



4.



Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan vitamin A, C, atau E danibu yang menderita Diabetes Melitus.



5.



Anthagonis Rhesus Pada anthagonis rhesus darahibu yang melalui plasenta merusak fetus dan berakibat meninggalnya fetus.



6.



Antiphospolipid Syndrome Ada dua macam antibodi antifosfolipid yang telah dikenal yaitu : Lupus Anticoagulant ( LA ), dan Anticardiolipin Antibody ( ACA ). Sedangkan klasifikasi APS terdiri dari APS tanpa penyebab lain disebut sebagai APS primer, sedangkan APS karena penyakit lain seperti SLE dinamakan APS sekunder9.



7.



Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus misalnya terkejut, obatuterotonika, ketakutan, lapartatomi, dan dapat juga trauma langsung terhadap fetus, selaput janin rusak langsung karena instrumen, benda dan obat-obatan.



4. PenyakitBapak



Usia lanjut, penyakitkronis, seperti TBC, anemia, dekompensasikordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan, sinar rontgen dan avitaminosis.



III.



Epidemiologi Anomali kromosom janin merupakan penyebab terbanyak terjadinya



kematian mudigah yakni sebesar 30 - 60%. Perkiraan ini didasarkan pada karyotyping konvensional jaringan janin. Akan tetapi, kemungkinan angka



kejadian yang sebenarnya mungkin lebih tinggi dari kisaran ini. Namun, prevalensi abnomalimitosis kromosom gross pada embriofase praimplantasi juga sangat tinggi, yakni sekitar 90% dari semua embrio, bahkan pada wanita subur muda. IV.



Patofisiologi Sindrom antibody antifosfolipid (APS) adalah salah satu diantara banyak



penyebab kematian hasil konseptus yang ditandai antibodi multiple yang berbeda yang timbul bersama antibody antifosfolipid dengan thrombosis arteri dan vena. APS dikenal juga sebagai sindrom Hughes.Trombosis telah diketahui secara luas sebagai salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas kehamilan. APS adalah penyebab utama trombosis dalam kehamilan yang bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas janin serta ibu seperti preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat, kematian janin dalam rahim, persalinan preterm dan bahkan gangguan proses implantasi mudigahke dalam endometrium. Jika terjadi kematian janin maka selanjutnya terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing oleh uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan hasil konsepsi tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi khorialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8-12 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan secara sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada



plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya, janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus5 V.



Manifestasi Klinis



Pengeluaran hasil konsepsi biasanya terjadi pada kehamilan sebelum 20 minggu, gejala awal ditandai dengan perdarahan pervaginam yang bisa sedikit atau banyak dan biasanya berupa stolsel (darah beku), rasa mulas dan kram pada daerah simfisis dan sering kali nyeri pinggang, pemeriksaan dalam didapati servik dan teraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servik atau kavum uteri, karena sebagaian dari janin atau jaringan sudah keluar, dan uterus berukuran lebih kecil dari dan seharusnya3.



VI.



Diagnosis



Pemeriksaan Umum I.



Anamnesis



Evaluasi pasien mencakup rincian medis, riwayat bedah, keluarga, genetik, dan riwayat haid, penggunaan obat-obatan, tembakau, alkohol, dan kafein, dan riwayat terpapar zat – zat berbahaya. Semua kehamilan sebelumnya harus diperiksa secara rinci, dengan memperhatikan usia kehamilan saat terjadinya dead conceptus, komplikasi, ultrasonografi, laporan patologi, dan analisis kromosom1,2.



II.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus mencakup evaluasi adanya pembesaran tiroid atau



gondok, evaluasi payudara untuk galaktorea, dan pemeriksaan untuk hirsutisme, yang bisa menunjukkan pasien memiliki disfungsi tiroid atau hiper prolaktinemia. Pemeriksaan panggul harus mencakup evaluasi serviks jika pasien telah terkena DES atau pernah menjalani operasi serviks. Pembesaran ukuran rahim mungkin terkait dengan fibroid, dan pemesaran ovarium mungkin mengindikasikan penyakit ovarium polikistik1,2.



III.



Pemeriksaan Penunjang



I.



Ultrasonografi



Histero salpingografi, saline ultrasonografi tiga-dimensi, resonansi magnetik dan pencitraan dapat membantu mendeteksi kelainan rahim. Histeros kopi dan laparoskopi berguna jika tes lain telah menunjukkan bahwa kelainan harus dikonfirmasi, seperti septum rahim. Di masa depan, prosedur ini cenderung diganti dengan ultrasonografi tiga dimensi atau pencitraan resonansi magnetik. Ultrasonografi harus dilakukan pada 6 sampai 6-1/2 minggu dan diulang setiap 10 sampai 14 hari sampai sekitar 12 minggu kehamilan. Sering ultrasonografi dan awal memiliki beberapa keuntungan yakni : melihat kelayakan janin dan ini merupakan indikator yang baik bahwa kehamilan akan berhasil, meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan plasenta dapat diperoleh untuk analisis kromosom. Malformasi uterus, paling sering didapat adalah arkuata dan septate uteruses (Gambar 1), terdeteksi dalam 10 sampai 25% dari wanita dengan keguguran berulang tetapi hanya 5% dari kontrol, dan evaluasi 20 dari rongga



rahim (terutama untuk mencari septum) yang direkomendasikan oleh organisasi profesipada



wanita



dengan



keguguran



berulang.



Vascular



insufisiensi



diperkirakan mendasari dead kosneptus dalam kasus septate uterus1,2,3.



II.



Laboratorium Test



Uji laboratorium harus dipilih pada dasar temuan riwayat klinis masingmasing pasien dan hasil pemeriksaan. Tes darah mungkin termasuk darah lengkap, jumlah sel darah, antibodi antinuklear, anticardio lipin antibodi, lupus antikoagulan, kadar prolaktin, dan kadar thyrotropin. Kromosom kedua orang tua harus dievaluasi. Evaluasi meliputi uji trombofilia untuk protein C, protein C teraktivasi, faktor V Leiden dan mutasi protrombin, protein S, antithrombin, dan kadar homosistein puasa. Biopsi endometrium dapat membantu mengkonfirmasi ovulasi atau mengevaluasi fase luteal yang cacat. Meskipun prosedur ini kontroversial, tetapi ini merupakan tes terbaik



untuk



mengevaluasi



kelainan



endometrium.



Pengujian



untuk



sitomegalovirus, listeria, dan toksoplasmosis dapat juga dilakukan mungkin, tetapi umumnya tidak dianjurkan1.



V.



Tata Laksana



I.



Antikoagulan Theraphy Di antara wanita yang mengalami dead conceptus berulang dan positif



terdapat antibodi antifosfolipid tes, dua uji klinis menunjukkan perbaikan tingkat



kelahiran hidup dengan penggunaan dosis profilaksis unfractionated heparin (misalnya, 5000 U subkutandua kali sehari) dan aspirin dosis rendah, dibandingkan dengan aspirin alone. Strategi ini menjadi pengobatan standar karena sindrom antifosfolipid, namun percobaan yang lebih baru yang melibatkan beberapa wanita dengan sindrom ini tidak menunjukkan peningkatan angka kelahiran hidup secara signifikan dengan penggunaan dosis profilaksis rendah heparin dan aspirin dosis rendah. Dengan demikian, peran perawatan ini khusus untuk pencegahan keguguran berulang masih kontroversial1,10.



II.



Manajemen Kelainan Genetik Prognosis bervariasi tergantung pada kelainan. Risiko bayi lahir-hidup



dengan translokasi trisomi adalah rendah, umumnya kurang dari 1%. IVF dengan diagnosis genetik praimplantasi telah digunakan dalam upaya untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Namun, kemungkinan jumlah keturunan karyotypically yang normal dalam intervention ini membuat kegunaannya dipertanyakan1. III.



Intervensi Imunologic



Meskipun allo immunity telah diduga menjadi kemungkinan penyebab dead conseptus yang berulang, sebuah uji coba secara acak dari leukosit ayah immunilisasi menunjukkan ada perbaikan dalam tingkat kelahiran yang hidup1.



IV.



Penanganan Aktif a. Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan dilatasi atau kuretase. b. Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan serviks dengan pemasangan kateter foley intra uterus selama 24 jam7.



DAFTAR PUSTAKA



1. Branch Ware, Gibson Mark, Robbert Silver. Reccurent Miscarriage. The New England Journal Of Medicine 2010;363(18) 1740-7. Available at : http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp1005330 2. Kiwi, Robert. Recurrent pregnancy loss: Evaluation and discussion of the causes and their management.Cleveland Clinic Journal Of Medicine 2007;73(10) 913-20. Available at : http://www.ccjm.org/content/73/10/913.full.pdf 3. Silver, Robert M. Fetal Death. Obstetric and Gynecology 2007;109 (1) . Available at : http://utilis.net/Morning%20Topics/Obstetrics/Fetal%20Death.pdf 4. Pharoah POD, S.V. Glinianaia, J. Rankin. Congenital anomalies in multiple births After early loss of a conceptus. Human Reproduction, 2009;24, (3) pp. 726–731. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2646789/pdf/den436.pdf 5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. In: William’s Obstetrics. Ed 23. The Mc Graw-Hill Companies. New York, 2010 6. Salker, et al. Natural Selection Of Human Embryos: Impaired Decidualization Of Endometrium Disables Embryo-Maternal Interactions And Causes Recurrent Pregnancy Loss. Plos One 2010;5 1-7. Available at : http://www.plosone.org/article/fetchObjectAttachment.action?uri=info%3Adoi %2F10.1371%2Fjournal.pone.0010287&representation=PDF 7. Manuaba. Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-Ginekologi Sosial untuk profesi bidan. Jakarta : EGC ; 2008 8. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu bedah Kebidanan. Jakarta: Bina PustakA ; 2010 9. Haram Kjell, Eva-Marie Jacobsen and Per Morten Sandset. Antiphospholipid Syndrome in Pregnancy,Antiphospholipid Syndrome. Intech (Ed);2012. Available at: http://www.intechopen.com/books/antiphospholipid-yndrome/antiphospholipidsyndrome-in-pregnancy 10. Erkan D, Patel S, Nuzzo M, Gerosa M, Meroni PL, Tincani A, et al. Management Of The Controversial Aspects Of The Antiphospholipid Syndrome Pregnancies: A Guide For Clinicians And Researchers. Rheumatology (Oxford) 2008 Jun;47 Suppl 3:iii23-iii27.