Differential Thermal Analysis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISA TERMAL DIFFERENTIAL THERMAL ANALYSIS



UAS KARAKTERISASI MATERIAL



Sigma Rizky (0806315982) Rudiyansyah (0806331973) Vicky Indrafusa (0806455906)



Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia



I.



Latar Belakang Analisa Termal Analisis termal merupakan kelompok teknik karakterisasi material berdasarkan perubahan sifat fisik atau kimia material akibat perubahan temperatur dengan variabel waktu. Analisis termal digunakan untuk mendapatkan sifat termodinamis material sehingga dapat diketahui sifat material dibawah pengaruh pemanasan atau pendinginan, dibawah atmosfer reduksi atau oksidasi dan dibawah tekanan gas[2]. Analisis termal untuk karakterisasi solid diilustrasikan pada Gambar 1.



Gambar 1. Ilustrasi Analisis Termal pada Solid[1]



Terdapat banyak fasa perubahan yang dapat terjadi ketika suatu solid dipanaskan. Setiap fasa tersebut memberikan respon berbeda ketika dilakukan pemanasan. Ketika dipanaskan fasa kristalin mengalami perubahan fasa kemudian terdekomposisi. Sementara fasa amorfus



mengalami perubahan



menjadi fasa glass sebelum



terdekomposisi. Respon ini merupakan pengaruh dari pelepasan atau penyerapan energi panas (entalpi). II. Prinsip Pengujian Differential Thermal Analysis (DTA) Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan analisis termal yang mengukur perbedaan temperatur antara sampel yang akan diukur dan material inert sebagai referensi. Sampel dan material referensi dipanaskan dalam satu dapur yang berisi lingkungan gas yang telah distandarisasi. Perbedaan temperatur yang terjadi direkam selama proses pemanasan dan pendinginan. Lalu ditampilkan dalam bentuk kurva entalpi. Kurva DTA dapat menangkap transformasi saat penyerapan ataupun pelepasan panas. DTA membantu memahami hasil XRD, analisis kimia dan mikroskopis. Kurva



DTA merupakan kurva perbedaan temperatur antara sampel dengan referensi terhadap waktu[2].



Gambar 2. Skematis gambar komponen DTA



DTA mengukur perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi, yang kemudian dikonversi menjadi perubahan entalpi. Perhitungan entalpi DTA dilakukan menggunakan metode perubahan massa. Material referensi merupakan material atau substance yang secara termal inert dan tidak mengalami perubahan fasa pada rentang temperatur tertentu. Material referensi, misalnya safir atau alumina, digunakan untuk mengestimasi faktor konversi. Material inert yang digunakan tidak mengalami perubahan struktur dengan perubahan panas selain panas laten[3]. Perhitungan entalpi DTA ditentukan dengan rumus berikut :



= 1 2



( (



,



) , )



.......................................(1)



Dimana: K1



:



ditentukan dari transfer panas antara furnace ke sampel (tergantung koefisien transfer panas, tidak tergantung temperatur)



K2



:



parameter berkenaan dengan alat (tergantung temperatur)



DTA1-



:



area antara dua kurva DTA



:



massa dari sampel dan material inert



:



specific heat capacity sampel



DTA2 ms,1ms,2 dH/dt



Jika terdeteksi bahwa tidak terdapat perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi berarti sampel tidak mengalami perubahan kimiawi ataupun fisik. Jika terdapat perubahan temperatur, maka sampel dapat teridentifikasi dikarenakan kurva DTA berfungsi selayaknya finger print bagi material.



Gambar 3. Kurva DTA



Kurva endotermik biasanya menandakan adanya perubahan fisik. Sementara kurva eksotermik menandakan adanya perubahan (reaksi) kimia. Kurva endotermik yang tajam menandakan adanya perubahan kristalinitas. Kurva endotermik yang lebar menandakan adanya reaksi dehidrasi. Berikut langkah kerja DTA : Sampel dan material referensi diletakkan pada furnace. Furnace dipanaskan dengan kecepatan pemanasan konstan, tercatat temperatur awal, temperatur akhir dan kecepatan pemanasan. Data yang didapat berupa temperatur sampel dan material referensi terhadap waktu. Lalu



dilakukan pengukuran sifat termalnya, seperti pengukuran Panas



Kristalisasi dan Temperatur Transisi Glass. Perangkat DTA yang digunakan terdiri dari :  Thermocouple, berdasarkan material penyusunnya thermocouple dibagi menjadi base metal dan rare metal thermocouple. Base metal thermocouple digunakan pada temperatur sekitar 1000oC, sedangkan rare metal thermocouple digunakan pada temperatur sekitar 1600oC ke atas.  Pemegang sampel yang terintegrasi dengan termokopel. Umumnya terbuat dari keramik seperti Al2O3 atau blok logam, agar lebih tahan dari kontaminasi.



 Dapur pemanas yang memiliki jangkauan luas hingga 2273 K dengan kecepatan pemanasan kurang lebih 50 K/menit. Crucible dari dapur terbuat dari material inert seperti Al2O3, tungsten, platinum atau grafit untuk mengurangi kemungkinan terdegradasi.  Pengatur temperatur  Alat rekam Faktor yang dapat mempengaruhi pengoperasian DTA adalah :  Laju pemanasan Laju pemanasan yang umum digunakan 2 – 20oC/min. Laju pemanasan yang terlalu cepat akan mengurangi resolusi tetapi meningkatkan luas peak, sedangkan laju pemanasan lambat akan menghasilkan peak dengan luas kecil.  Ukuran dan berat sampel, umumnya berat sampel sekitar 1 – 100 mg  Keseragaman ukuran partikel, pretreatment dan packing density Ketiga variabel di atas akan mempengaruhi pertukaran panas antara sampel dan lingkungan sekitar.  Kondisi atmosferik  Peletakan termokopel III. Aplikasi DTA DTA digunakan untuk menentukan sifat termal dari material yang akan diuji. DTA juga dapat dimodifikasi dengan komponen lain untuk mendapatkan sifat termal tertentu. Berikut merupakan beberapa contoh dari aplikasi penggunaan DTA.  Mendeteksi



temperatur



kritis



dari



termal



transisi



dan



secara



kualitatif



mengkarakterisasi temperatur kritis sebagai endotermik (menyerap panas) atau eksotermik (menghasilkan panas)  Umumnya dipasangkan dengan TGA, untuk pengukuran simultan dari transisi fasa logam dan substansi anorganik, seperti keramik dan gelas pada temperatur ~ 1000oC  Menghitung perubahan entalpi suatu material selama proses pemanasan  Membandingkan kemurnian material  Konstruksi dan evaluasi diagram fasa  Identifikasi material IV. Rancangan Desain Penelitian[5]



Tujuan Penelitian : Melakukan pengukuran entalphi selama proses pirolisis rubber (NR, SBR, BR) Alat dan Bahan Pengujian : a. Natural Rubber (NR) vulcanized rubber, Goodyear. b. Styrene-Butadiene rubber (SBR) vulcanized rubber, Goodyear. c. Butadiene Rubber (BR) vulcanized rubber, Goodyear. d. Seiko TG/DTA 220 Prosedur Pengujian : a. Pemotongan bahan NR, SBR, BR menjadi bagian kecil sampel dan dimasukkan ke dalam disk berdiameter 4 mm dengan tinggi chamber disk 0.5 mm – 3 mm. b. Menimbang berat sampel SBR yang dimasukkan kedalam chamber untuk diberi perlakuan pemanasan. c. Pengaturan laju pemanasan TG/DTA dengan mensetting laju pemanasan sebesar 10˚C/menit. d. Membersihkan chamber yang akan diisi oleh sampel dengan gas N2 (kemurnian tinggi) dengan laju pemberian gas sebesar 100 ml/menit dibawah tekanan atmosfer (tekanan normal). e. Catat hasil percobaan dalam thermorecorded, berupa kurva DTA yang mendukung perhitungan perubahan entalpi rubber selama pirolisis. Landasan Teori DTA bisa digunakan untuk melakukan pengukuran perubahan entalpi selama proses pirolisis rubber (NR, SBR, BR). Teknik pengukuran yang dipakai dalam pengukuran perubahan entalpi selama pirolisis rubber adalah dengan menggunakan teknik baseline determination. Teknik baseline determination mampu menentukan baseline pada rentang temperatur pengujian yang luas. Baseline ditentukan dengan menggunakan kurva DTA yang dihasilkan. Teknik baseline determination mampu mengukur secara akurat keseluruhan perubahan entalpi selama proses pirolisis rubber berlangsung. Hasil dan Kesimpulan Hasil dari baseline determination akan dihasilkan data yang mencakup perubahan linier kapasitas panas, puncak reaksi eksotermik dan puncak reaksi endotermik. Puncak reaksi eksotermik dihasilkan dari reaksi kimia dan puncak reaksi endotermik disebabkan oleh evaporasi dari produk pirolisis. Panas dari reaksi sebesar, -164, -560 dan -906 kJ/kg,



untuk NR, SBR dan BR secara berurutan. Panas dari evaporasi bervariasi antara 170-200 kJ/kg. Dari temperatur 30oC sampai 280°C, entalpi endotermik berubah secara linear karena kenaikan kapasitas panas. Antara 300oC sampai 450oC, terjadi reaksi pirolisis rubber sehingga perubahan entalpi bersifat eksotermik. Antara 450oC dan 510oC, perubahan entalpi endotermik karena terjadi evaporasi dari pirolisis produk. Secara keseluruhan selama proses pirolisis rubber (NR, SBR dan BR) pada rentang temperatur 30oC-510oC, perubahan entalpi bersifat endotermik dengan nilai sebesar 870, 550 dan 325 kJ/kg untuk NR, SBR dan BR secara berurutan.



Referensi [1] J. P. Davies. Principles of Thermal Analysis TG, DSC, STA. NETZSCH Instruments [2] Grega Klančnik. Differential Thermal Analysis (DTA) and Differential Scanning Calorimetry (DSC) as a Method of Material Investigation. Materials and Geoenvironment, Vol. 57, No. 1, pp. 127–142, 2010 [3] Shaise Jacob. Differential Thermal Analysis (DTA). Nirmala College of Pharmacy, Kerala, India [4] Jack Cazes. 2005. Ewing’s Analytical Instrumentation Handbook 3rd Edition : Chapter 15. Newyork: Marcel Dekker. [5] J. Yang, C. Roy. A new method for DTA measurement of enthalpy change during the pyrolysis of rubbers. Thermochimica Acta 288 (1996), page 155-168