Dikonversi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • rika
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS POLONIA MEDAN TAHUN 2018



SKRIPSI



Oleh



WINDY RUSWANA NIM : 141000018



PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018



UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



SKRIPSI



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara



Oleh WINDY RUSWANA NIM :141000018



PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018



Pernyataan Keaslian Skripsi Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS POLONIA MEDAN TAHUN 2018” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.



Medan, Desember 2018



Windy Ruswana



i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal : 19 Desember 2018



TIM PENGUJI SKRIPSI Ketua



: Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.



Anggota



: 1. Dr. Asfriyati, S.K.M.,



M.Kes. 2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H.



iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Abstrak Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan dasar yang ada di puskesmas. Tujuan umum program KIA ini adalah meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Untuk itu diperlukan pengelolaan program kesehatan ibu dan anak yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak setinggi-tingginya. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian yaitu pada 3 kegiatan program KIA, antara lain pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil. Diwilayah kerja Puskesmas Polonia didapatkan bahwa masih ada ibu hamil yang tidak mengikuti kegiatan program KIA. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diketahui pelaksaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia Medan. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain penelitian Kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan lengkap tentang pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 7 orang informan dan menggunakan data sekunder dari puskesmas. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan kegiatan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia belum maksimal dikarenakan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan yang masih kurang, sarana dan prasarana tidak lengkap seperti tidak adanya alat untuk skrining HIV, dan partisipasi masyarakat mengikut kegiatan yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan bahwa lebih meningkatkan kualitas tenaga kesehatan dan adanya penambahan petugas sebanyak 2 orang, melengkapi sarana dan prasarana. Peneliti juga menyarankan petugas kesehatan agar lebih meningkatkan komunikasi dengan masyarakat agar masyarakat lebih berpartisipasi dalam kegiatan program kesehatan ibu dan anak. Kata Kunci : Pelaksanaan, Program Kesehatan Ibu dan Anak, Puskesmas



iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Abstract Maternal and child health (MCH) is one of the service efforts at the basis of health center. The general objective of this MCH program is to improve the level of maternal and child health and reduce mortality of the mother and baby. For this reason, management of maternal and child health programs is needed and this aims to improve the health of mothers and children as high as possible. In this study, the focus of the research was on 3 MCH program activities, including antenatal care, screening HIV, and the class of pregnant women. In the working area of the Polonia Health Center it was found that there were still pregnant women who didn’t participate in the MCH program activities. Therefore, in this study will be known the implementation of maternal and child health programs at the Polonia Health Center in Medan. This research is descriptive in nature using a qualitative research design that aims to obtain a comprehensive and complete picture of the implementation of maternal and child health programs at the Polonia Health Center in Medan. Data collection was carried out by in-depth interviews with 7 informants and using secondary data from the health center. The results showed that the implementation of maternal and child health program activities was not maximal because the number and quality of health workers were still lacking, facilities and infrastructure were incomplete such as the absence of tools for screening HIV, and quality of health workers were still lacking, facilities and infrastructure were incomplete, and community participation followed is relatively low. Based on the results of the study it is hoped that it will further improve the quality of health workers and the addition of 2 staff, complement facilities and infrastructure. The researcher also suggested improving communications with the community, so that the community would participate more in the activities of maternal and child health programs. Keywords: Implementation, Maternal and Child Health Program, Public Health Center



v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Kata Pengantar Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah berlimpah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS POLONIA MEDAN TAHUN 2018”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.



Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.



2.



Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.



3.



Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan serta Dosen Pembimbing saya yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.



4.



Dr. Asfriyati, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji I saya yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.



vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



5.



Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Penguji II saya yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.



6.



Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama perkuliahan.



7.



Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat.



8.



Kepala Puskesmas dan pegawai Puskesmas Polonia yang telah membantu dan memberikan arahan kepada penulis selama menjalani penelitian.



9.



Teristimewa kepada Ayahanda Ir. Ruston dan Ibunda Nurmiati Dewi serta Adik Chairunnas Ar Roni yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, perhatian, motivasi, dukungan secara moral dan materil serta doa yang tiada henti kepada penulis.



10. Teruntuk para sahabat - sahabat Rara, Cici, Tari, Putri, Wani, Farra, Mita, Ririn, Dinda, Opit dan semua pihak yang telah banyak membantu dan selalu memberikan semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.



vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan.



Medan, Desember 2018



Penulis



viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Daftar Isi Halaman Halaman Penyataan Keaslian Skripsi Halaman Pengesahan Abstrak Abstract Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Daftar Istilah Riwayat Hidup



i ii iv v vi ix xi xii xiii xiv xv



Pendahuluan Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian



1 1 7 7 7 7 8



Tinjauan Pustaka Puskesmas Pengertian Puskesmas Tujuan Puskesmas Visi Puskesmas Misi Puskesmas Tenaga Kesehatan Pendanaan di Puskesmas Program Kesehatan Ibu dan Anak Petugas KIA Pemantau Wilayah Setempat KIA Pengelolaan PWS KIA Kegiatan Program KIA Pelayanan Antenatal Penyuluhan Kesehatan Skrining HIV Kelas Ibu Hamil Manajemen Puskesmas Kerangka Pikir



9 9 9 9 9 10 11 12 12 12 12 14 15 15 16 17 21 22 29



Metode Penelitian Jenis Penelitian



30 30 ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Lokasi dan Waktu Penelitian Informan Penelitian Definisi Konsep Metode Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data Instrumen Penelitian Metode Pengukuran Triangulasi Metode Analisis Data



30 30 31 32 32 32 32 32 33



Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis Demografis Tenaga Kesehatan Sarana dan Prasana Kesehatan Karakteristik Informan Masukan (Input) Jumlah dan Kualitas Tenaga Sarana dan Prasarana Besar Anggaran Proses (Process) Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Pelaksanaan Skrining HIV Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil Keluaran (Output)



35 35 35 36 37 37 38 38 39 41 43 45 45 48 50 53



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Saran



56 56 57



Daftar Pustaka Daftar Lampiran



59



x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Daftar Tabel No 1



Judul



Halaman



Data Demografi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia



36



2



Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Polonia



37



3



Sarana Kesehatan di Puskesmas Polonia



37



4



Karakteristik Informan



38



xi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Daftar Gambar No



Judul



Halaman



1



Kerangka Pikir Penelitian



29



2



Bangunan Puskesmas Polonia



36



xii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Daftar Lampiran Lampiran



Judul



Halaman



1



Pedoman Wawancara



62



2



Tabel Observasi



69



3



Surat Permohonan Izin Penelitian



72



4



Surat Izin Penelitian Dinkes



73



5



Surat Keterangan Selesai Penelitian



74



6



Dokumentasi Penelitian



75



xiii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Daftar Istilah AKB AKI KB KH KN KIA MDGs Goal PITC PWS SPT WHO



Angka Kematian Bayi Angka Kematian Ibu Keluarga Berencana Kematian Hidup Kunjungan Neonatus Kesehatan Ibu dan Anak Millennium Develpoment Provider Initiated Testing and Counselling Pemantauan Wilayah Setempat Surat Pemberitahuan Tahunan World Health Organization



xiv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Riwayat Hidup Penulis bernama Windy Ruswana berumur 22 tahun, dilahirkan di Medan pada tanggal 02 Oktober 1996. Penulis beragama Islam, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Ir. Ruston dan Ibunda Nurmiati Dewi. Asal penulis dari Kota Medan. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Islam Sahara tahun 2001. Pendidikan sekolah dasar di SD Harapan 3 Medan tahun 2002-2008, Sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Medan tahun 2008-2011, Sekolah menengah atas di SMA Harapan 3 Medan tahun 2011-2014, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.



Medan, Desember 2018



Windy Ruswana



xv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



1



Pendahuluan Latar Belakang Masalah kesehatan yang dihadapi Indonesia kini adalah status kesehatan masyarakat yang rendah, antara lain ditandai dengan angka kematian ibu dan bayi yang tinggi serta masih banyak indikator pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) yang belum ideal. Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan dasar yang ada di puskesmas. Tujuan umum program KIA ini adalah meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Untuk itu diperlukan pengelolaan program kesehatan ibu dan anak yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak setinggi-tingginya (Peraturan Presiden RI, 2012). Program kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas Kementerian Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 - 2025. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia membuat pemerintah menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas dalam pembangunan kesehatan (Renstra Tahun 2015-2019). Tingginya angka kematian ibu dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat kesehatan suatu wilayah. Untuk itu pemerintah berupaya bahu membahu membuat berbagai strategi untuk akselerasi menurunkan AKI.



UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan menunjukkan AKB sebesar 22,23 per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah mencapai target MDG 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015. (Depkes, 2016) Jumlah kematian ibu di Kota Medan (2016) sebanyak 3 jiwa dari 47.541 kelahiran hidup, dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dilaporkan sebesar 6 per 100.000 kelahiran hidup, artinya dari 100.000 kelahiran hidup 6 ibu meninggal saat kehamilan, persalinan atau nifas. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Medan tahun 2016 dilaporkan sebesar 0.09/1000 KH artinya terdapat 0,1 bayi mati per 1000 kelahiran hidup pada tahun tersebut. Jumlah kematian bayi sebanyak 9 bayi dari 47.541 kelahiran hidup. AKI dan AKB di kota Medan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan pelayanan kesehatan ibu dan anak di kota medan yang semakin baik dari tahun ke tahun, termasuk keterjangkauan fasilitas yang memadai di kota Medan. (Depkes, 2017) Untuk menunjang keberhasilan upaya-upaya kesehatan maka pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 menyatakan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat (Pusekesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih



mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Sumber daya manusia puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya diwilayah kerja dan pembagian waktu kerjanya. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) selalu menjadi fokus utama dalam pelayanan kesehatan terutama bagi Puskesmas. Kesehatan ibu, bayi, dan balita menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena ibu, bayi dan balita termasuk dalam penduduk yang rentan terhadap penyakit. Selain itu, Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan indikator derajat kesehatan suatu Negara. Banyak program yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam pelayanan KIA. Sesuai Permenkes No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota yaitu cakupan kunjungan ibu hamil K4 (95%), cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (90%), cakupan pelayanan nifas (90%), cakupan ibu hamil dengan resiko tinggi yang dirujuk (100%),cakupan kunjungan neonatus (90%), cakupan kunjungan bayi (90%), cakupan bayi berat lahir rendah / BBLR yang ditangani (100%). Salah satu pemecahan masalah penurunan AKI dan AKB dilakukan melalui intervensi yang terbukti efektif di Srilangka yaitu semua persalinan harus



di fasilitas kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Persalinan di fasilitas kesehatan harus didukung oleh tenaga kesehatan yang kompeten, fasilitas kesehatan yang memenuhi standart operasional, manajemen program yang efektif dan dukungan penuh dari semua pengampu (Stakeholder) terkait (Permenkes No 71 Tahun 2013). Berdasarkan data Puskesmas Polonia Medan, wilayah kerja Puskesmas Polonia mencapai 5 kelurahan dan 46 lingkungan. Dengan jumlah penduduk mencapai 55.949 jiwa. Di wilayah kerja Puskemas Polonia terdapat 1087 orang ibu hamil, 1037 ibu bersalin, 979 orang bayi, dan 3970 orang anak balita. Dari jumlah tersebut 698 orang (64,21%) yang melakukan pemeriksaan kehamilan pada kunjungan pertama (K-1). Demikian juga dengan K-4 646 orang (59,42%), pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan 684 orang (62,92%), ibu hamil dengan resiko tinggi yang dirujuk 13 orang, kunjungan neonatus 646 orang (65,98%), kunjungan bayi (80,2%), dan bayi berat lahir rendah / BBLR 1 orang. Berdasaran survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti ada beberapa kegiatan program KIA yang dilaksanakan oleh puskesmas polonia. Fokus penelitian yaitu pada 3 kegiatan. Kegiatan dalam program KIA tersebut antara lain; Pelayanan Antenal, Skrining HIV, dan Kelas Ibu Hamil. Berdasarkan hasil wawancara terhadap ibu hamil yang ada diwilayah kerja puskesmas polonia didapatkan bahwa masih ada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan pada saat terjadi keluhan saja dan tidak mengetahui standart kunjungan pelayanan ANC yang benar. Sebagian ibu hamil tidak mau melakukan skrining HIV dengan alasan takut dan masih kurangnya informasi dari tenaga kesehatan tentang



pentingnya melakukan skrining HIV. Kurang efektifnya kelas ibu hamil yang dilaksanakan di puskesmas polonia yang dilihat dari sarana dan prasarana puskesmas yang masih kurang dengan tidak adanya ruangan untuk kelas ibu hamil sehingga kelas ibu hamil dilakukan di rumah kader wilayah kerja puskesmas polonia. Sejalan dengan penelitian (Dhevy dkk, 2016) menjelaskan tentang implementasi program KIA bidang pelayanan antenatal care dan nifas di puskesmas bandarharjo kota semarang belum maksimal, melihat kondisi sosial seperti tingkat pendidikan yang rendah membuat masyarakat terkesan menyepelekan suatu kegiatan yang diadakan di puskesmas untuk menjaga kesehatan ibu hamil dan sebagian masyarakat tidak mengetahui adanya kelas ibu hamil. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi dan pendampingan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Menurut (Tanjung 2016) tentang implementasi program kesehatan ibu dan anak di era jaminan kesehatan nasional di kabupaten nias, menyatakan bahwa peraturan-peraturan pelaksaan teknis implementasi program kesehatan ibu dan anak masih belum ada. Pemangku kepentingan masih belum memiliki kepahaman dan kepatuhan yang baik terhadap program kesehatan ibu dan anak dan pemangku kepentingan masih ada yang belum mendapat sosialisasi. Kurangnya advokasi berdasarkan data yang rasional dan sosialisasi program kesehatan ibu dan anak dari dinas kesehatan kepada pemangku kepentingan. Komitmen dukungan sumber daya, pengadaan sarana dan prasarana oleh dinas kesehatan masih kurang yang menunjang terlaksananya pelayanan kesehatan ibu dan anak.



Menurut (Hikmah 2017) tentang perlindungan hak asasi manusia bagi ibu hamil dalam pelaksanaan skrining HIV/AIDS untuk pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak di puskesmas kabupaten bantul, menyatakan bahwa ada beberapa faktor penghambat pelaksanaan skrining HIV/AIDS yaitu faktor pelayanan kesehatan yang berpacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang belum terlaksana secara optimal, kurangnya tenaga kesehatan yang mengikuti pelatihan, kurangnya sarana prasarana, kurangnya dukungan sosial berupa penyuluhan, jarak rumah ibu hamil dengan puskesmas yang tergolong jauh menjadi penghambat dalam keikutsertaan ibu hamil untuk melakukan skrining HIV/AIDS selama masa kehamilannya, adanya ibu hamil yang bekerja dan pengetahuan yang masih rendah. Demikian pula penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Ade dkk, 2015) tentang studi implementasi program kesehatan ibu dan anak di puskesmas tlogosari kulon kota semarang, menyatakan bahwa sikap yang petugas berikan menjadi salah satu penghambat pemberian layanan yang prima. Keterbatasan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan juga belum maksimal. Sarana dan prasarana yang kurang memadai juga mempengaruhi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Dan perlu dilakukannya pengawasan rutin yang dilakukan oleh kepala program ataupun kepala puskesmas untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan untuk masyarakat. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia Medan.



Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang ingin diketahui dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana ketersediaan input (jumlah dan kualitas tenaga, besar anggaran, sarana dan prasarana) dalam pelaksanaan program KIA di puskesmas polonia? 2. Bagaimana proses kegiatan pelaksaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 3. Bagaimana cakupan program kesehatan ibu dan anak? Tujuan Penelitian Tujuan umum. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia Medan. Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengidentifikasi Input (jumlah dan kualitas tenaga, besar anggaran, sarana dan prasarana) dalam pelaksanaan kegiatan program KIA di Puskesmas Polonia Medan. 2. Untuk mengidentifikasi proses kegiatan pelaksaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil di Puskesmas Polonia Medan 3. Untuk mengidentifikasi apakah pelaksanaan program KIA sudah mencapai target yang telah ditentukan.



Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman serta keterampilan dalam melakukan penelitian khususnya tentang pelaksaan program kesehatan ibu dan anak. 2. Memberikan hasil kajian sebagai masukan bagi Puskesmas Polonia Medan dalam membangun mutu dan kualitas pelayanan kesehatan. 3. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk menambah wawasan ilmu kesehatan masyarakat terutama di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak.



Tinjauan Pustaka Puskesmas Pengertian puskesmas. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI, 2014). Tujuan puskesmas. Tujuan pembangunan kesehatan yang di selenggarakan puskesmas yang tertera pada peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 75 tahun 2014 Pasal 2 yang mana tujuan tersebut Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; untuk mewujudkan masyarakat yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu; untuk mewujudkan masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat;untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Visi puskesmas. Visi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh Puskesmas adalah pembanguan kesehatan yang sesuai dengan paradigm sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat,



pemetaan, teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan (Permenkes RI No 75, 2014). Misi puskesmas. Dalam misi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya visi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah: 1. Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. 2. Menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. 3. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. 4. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status social, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan. 5. Menyelenggarakan PelayananKesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan. 6. Mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sector serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskemas (Permenkes RI No 75, 2014).



Tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja. Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas: a. Dokter atau dokter layanan primer; b. Dokter gigi; c. Perawat; d. Bidan; e. Tenaga kesehatan masyakat; f. Tenaga kesehatan lingkungan; g. Ahli teknologi laboratorium medic; h. Tenaga gizi; dan i. Tenaga kefarmasian. Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sitem informasi, dan kegiatan opersional lain di Puskesmas. Tenaga kesehatan di Puskemas harus bekerja sesuai dengan standar



profesi. Standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes RI No 75, 2014). Pendanaan di puskesmas. Pendanaan di puskesmas bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) c. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat (Kemenkes RI, 2014) Program Kesehatan Ibu dan Anak Petugas KIA. Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tenaga KIA merupakan seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang KIA seperti bidan desa. Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS KIA). PWS KIA adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi



baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut (Kemenkes, 2010). Menurut WHO, surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan PWS KIA (Kemenkes, 2010). Tujuan PWS KIA: 1. Memantau pelayanan KIA secara individu melalui Kohort 2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur (bulanan) dan terus-menerus. 3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA. 4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indicator KIA terhadap target yang ditetapkan. 5. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan. 6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang potensial untuk digunakan. 7. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya.



8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaat pelayanan KIA. Pengelolaan PWS KIA. Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan. 2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan. 3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat. 6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan. 7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar (Kemenkes, 2010).



Kegiatan program KIA. Untuk menunjang keberhasilan program kesehatan ibu dan anak, ada pelaksanaan kegiatan program KIA didalamnya. Fokus kegiatan program KIA dalam penelitian ini antara lain. Pelayanan antenatal. Pelayanan Antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas: a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan dengan alat timbangan dan mikrotois. b. Ukur tekanan darah dengan alat tensimeter. c. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas) dengan meteran. d. Ukur tinggi fundus uteri. e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin dengan alat stetostop. f. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan dengan alat form skrining. g. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. h. Test laboratorium (rutin dan khusus) i. Tatalaksana kasus. j. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.



Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut: a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama. b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua. c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat (Kemenkes,2010). Penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan bila perlu.



Tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sasaran penyuluhan kesehatan adalah sebagai berikut: a. Sasaran Jangkauan Penyuluhan a. Kelompok umum b. Kelompok khusus b. Sasaran Hasil Penyuluhan Sasaran tersebut di atas yang telah mengalami perubahan pengetahuan sikap dan perilaku, dikaitkan dengan sasaran program (Hartono 2010). Skrining HIV. Uji Tapis/Skrining adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita. Tujuan skrining. Tujuan dari skrining HIV adalah sebagai berikut: 1. Uji Skrining dilakukan untuk mendeteksi secara dini mereka yang diduga menderita penyakit tertentu, agar dapat ditindak lanjuti. 2. Mencegah meluasnya penyakit menjadi lebih serius pada populasi risiko tinggi. 3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin terhadap penyakit tertentu. 4. Mendapatkan gambaran epidemiologis yang mendekati sebenarnya dari penyakit.



Bentuk pelaksanaan skrining HIV. Adapun bentuk pelaksanaan skrining HIV antara lain: 1. Secara massal pada kelompok orang tertentu, misalnya dilakukan skrining terhadap seluruh kelompok masyarakat. 2. Secara selektif pada kelompok resiko tinggi, misalnya dilakukan pada kelompok WTS, tahanan penjara, pengguna jarum suntik dll. 3. Ditujukan untuk suatu penyakit tertentu atau sekaligus pada beberapa penyakit. Dalam skrining HIV/AIDS ini terdapat tiga kriteria untuk penilaian yang harus dipenuhi, yaitu; validitas, reliabilitas dan yield. Dari kriteria validitas adalah untuk memberikan indikasi siapa yang menderita HIV dan siapa yang tidak. Validitas mempunyai dua komponen adalah sensitifitas dan spesifitas. Sensitivitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi orang yang benar-benar sakit dan mana yang tidak (true positive). Spesivisitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi/ menemukan orang dengan tepat yang benar-benar tidak menderita penyakit (true negative). Reliabilitas adalah kemampuan dari alat skrining tersebut untuk memberikan hasil yang sama pada penggunaan lebih dari satu kali dalam keadaan yang sama. Sedangkan yield adalah jumlah kasus yang dahulu tidak diketahui dan sekarang diketahui. Jenis skrining HIV.



Menurut UNAIDS/WHO terdapat 4 jenis model



skrining HIV, yaitu: 1. Pemeriksaan dan Konseling HIV (voluntary counselling and testing) Permeriksaan HIV yang didorong oleh kemauan klien untuk mengetahui status HIV-nya ini masih dianggap penting bagi keberhasilan program pencegahan



HIV. Konseling pra-test dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. UNAIDS/WHO mendukung penggunaan uji cepat sehingga hasilnya dapat diketahui segera dan dapat diketahui segera dan dapat ditindaklanjuti langsung dengan konseling pasca test untuk yang HIV positif maupun HIV negative. 2. Pemeriksaan HIV Diagnostic Diindikasikan pada pasien dengan tanda dan gejala yang sejalan dengan penyakit-penyakit yang terkait HIV atau AIDS, termasuk pemeriksaan terhadap tuberkulosis sebagai pemeriksaan rutin.Pada pemeriksaan ini, pasien sebaiknya diberikan informasi yang cukup sehingga pasien dapat memutuskan apakah setuju untuk dilakukan pemeriksaan HIV atau tidak. Untuk keadaan dimana pasien tidak dalam posisi memberikan persetujuan, seperti pasien psikiatrik atau pasien yang tidak sadar, pemeriksaan dapat dilakukan bila hasilnya bermanfaat bagi pasien. Jika ini terjadi, harus ada usaha untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pasien dan memberitahukan hasil tersebut dengan konseling. 3. Pemeriksaan HIV dengan inisiatif dari tenaga kesehatan (ProviderInitiated Testing and Counseling -PITC) Dilakukan pada pasien yang sedang menjalani pemeriksaan terhadap penyakit menular seksual (PMS) di klinik umum atau khusus infeksi menular seksual (IMS), sedang hamil, untuk mengatur pemberian antiretroviral untuk mencegah transmisi dari ibu ke bayi, dijumpai di klinik umum atau puskesmas di daerah dengan prevalens HIV yang tinggi dan tersedia obat antiretroviral, namun tidak memiliki gejala.



Dalam model ini, dibutuhkan mekanisme rujukan yang jelas untuk mendukung sistem perujukan ke pelayanan konseling pasca-tes HIV bagi semua pasien yang diperiksa, yang menekankan pada pencegahan dan pemberian dukungan medis serta psikososial bagi pasien yang hasil tesnya positif HIV. Pada pemeriksaan jenis ini, juga dilakukan konseling sebelum pemeriksaan, hanya saja tidak penuh seperti pada pemeriksaan jenis VCT di atas. Informasi minimal yang harus diketahui pasien pada saat melakukan informed consent adalah: -



Manfaat pemeriksaan tersebut secara klinis dan untuk pencegahan.



-



Hak untuk menolak.



-



Pelayanan tindak lanjut yang ditawarkan.



-



Bila hasilnya positif, diberikan pemahaman untuk mengantisipasi keharusan untuk menginformasikan kepada siapa saja yang berisiko yang mungkin tidak sadar bahwa mereka terpajan dengan HIV. Pada pemeriksaan yang sifatnya ditawarkan oleh tenaga medis,



misalnya untuk tujuan diagnosis, atau untuk mengetahui status HIV-nya. Selain itu tenaga medis juga dapat menawarkan pemeriksaan HIV kepada wanita hamil untuk memberikan profilaksis antiretroviral untuk mencegah transmisi HIV dari ibu ke bayi. Konseling pada situasi ini harus diperbanyak agar bisa sedikit ”memaksa” ibu untuk mengikuti program PMTCM. Meski demikian, dalam semua kondisi tersebut, pasien tetap memiliki hak untuk menolak. 4. Skrining HIV wajib UNAIDS/WHO mendukung diberlakukannya skrining wajib bagi HIV dan penyakit yang dapat ditransmisikan lewat darah bagi semua darah yang



ditujukan



untuk transfusi atau pengolahan produk darah lainnya. Skrining wajib dibutuhkan sebelum dilakukannya prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pemindahan cairan atau jaringan tubuh, seperti inseminasi buatan, graft kornea, dan transplantasi organ. Kelas ibu hamil. Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur kehamilan antara 4 minggu s/d 36 minggu (menjelang persalinan) dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistimatis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil dan Buku senam Ibu Hamil (Kemenkes, 2011). Tujuan kelas ibu hamil. Berdasarkan Kemenkes RI (2011) adalah sebagai berikut; Meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu agar memahami tentang Kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan Nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi baru lahir, mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan akte kelahiran. Sasaran kelas ibu hamil. Peserta kelas ibu hamil berdasarkan buku panduan kelas ibu hamil (Kemenkes, 2011) sebaiknya ibu hamil pada umur kehamilan 4 s/d 36 minggu, karena pada umur kehamilan ini kondisi ibu sudah kuat, tidak takut terjadi keguguran, efektif untuk melakukan senam hamil. Jumlah



peserta kelas ibu hamilmaksimal sebanyak 10 orang setiap kelas. Suami/keluarga ikut serta minimal 1kali pertemuan. Manajemen Puskesmas Manajemen adalah ilmu terapan yang disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi organisasi, bentuk kerja sama manusia yang ada di dalam organisasi tersebut, dan ruang lingkup masalah yang dihadapi. Di bidang kesehatan, manajemen diterapkan untuk mengatur perilaku staf yang bekerja di dalam organisasi (institusi pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan mengatasi gangguan kesehatan pada individu atau kelompok masyarakat secara efektif, efisien dan produktif (Muninjaya, 2011). Manajemen puskesmas terdiri dari P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan Pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian). 1. P1 (Perencanaan) Puskesmas Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas. Rencana tahunan puskesmas dibedakan atas dua macam. Pertama, rencana tahunan upaya kesehatan wajib. Kedua, rencana tahunan upaya kesehatan pengembangan. a) Perencanaan upaya kesehatan wajib Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap puskesmas, yakni promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan. Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan puskesmas adalah:



1. Menyusun usulan kegiatan Langkah pertama yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun usulan kegiatan dengan memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik nasional maupun daerah, sesuai dengan masalah sebagai hasil dari kajian data dan informasi yang tersedia di puskesmas. Usulan ini disusun dalam bentuk matriks (Gant Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. Rencana ini disusun melalui pertemuan perencanaan tahunan puskesmas yang dilaksanakan sesuai dengan siklus perencanaan kabupaten/kota dengan mengikut sertakan BPP serta dikoordinasikan dengan camat. 2. Mengajukan usul kegiatan Langkah kedua yang dilakukan puskesmas adalah mengajukan usulan kegiatan tersebut ke dians kesehatan kabupaten/kota untuk persetujuan pembiayaannya. Perlu diperhatikan dalam mengajukan usulan kegiatan harus dilengkapi dengan usulan kebutuhan rutin, sarana dan prasarana, dan operasional puskesmas beserta pembiayaannya. 3. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan Langkah ketiga yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping). b) Perencanaan upaya kesehatan pengembangan



Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, atau upaya inovasi yang dikembangkan sendiri. Upaya laboratorium medic, upaya laboratorium kesehatan masyarakat dan pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan upaya penunjang yang harus dilakukan untuk kelengkapan upayaupaya puskesmas. Langkah-langkah perencanaan upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh puskesmas mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Identifikasi upaya kesehatan pengembangan Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi upaya kesehatan pengembangan yang akan diselenggarakan oleh puskesmas. identifikasi ini dilakukan berdasarkan ada/tidaknya masalah kesehatan yang terkait dengan setiap upaya kesehatan pengembangan tersebut. Apabila puskesmas memiliki kemampuan, identifikasi masalah dilakukan bersama masyarakat melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan (survey mawas diri). Apabila kemampuan pengumpulan data bersama masyarakat tersebut tidak dimiliki oleh puskesmas, identifikasi dilakukan melalui kesepakatan kelompok (Delbecq Technique) oleh petugas puskesmas dengan mengikut sertakan Badan Penyantun Puskesmas. Identifikasi upaya kesehatan pengembangan dapat pula memilih upaya yang bersifat inovatif yang tidak tercantum dalam daftar upaya kesehatan puskesmas yang telah ada, melainkan dikembangkan sendiri sesuai dengan masalah dan kebutuhan masyarakat serta kemampuan puskesmas.



2. Menyusun usulan kegiatan Langkah kedua dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun usulan kegiatan yang berisikan rincian kegiatan, tujuan sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. Rencana yang telah disusun tersebut diajukan dalam bentuk matriks (Gantt Chart). Penyusunan rencana tahap awal pengembangan program dilakukan melalui pertemuan yang dilaksanakan secara khusus bersama dengan BPP dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam bentuk musyawarah masyarakat. 3. Mengajukan usulan kegiatan Langkah ketiga yang dilakukan oleh puskesmas adalah mengajukan usulan kegiatan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk pembiayaannya. Usulan kegiatan tersebut dapat pula diajukan ke Badan Penyantun Puskesmas atau pihak- pihak lain. Apabila dilakukan ke pihak-pihak lain, usulan kegiatan harus dilengkapi dengan uraian tentang latar belakang, tujuan serta urgensi perlu dilaksanakannya upaya pengembagan tersebut. 4. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan Langkah keempat yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun rencana pelaksanaan yang telah disetujui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau penyandang dana lain (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping). Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara terpadu dengan penyusunan rencana pelaksanaan upya kesehatan wajib.



2. P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) puskesmas Tujuan penggerakan dan Pelaksanaan (P2) puskesmas adalah meningkatkan fungsi puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga puskesmas untuk bekerja sama dalam tim dan membina kerja sama lintas program dan lintas sektoral. Langkah-langkah pelaksanaan adalah sebagai berikut: a) Pengorganisasian Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu dilakukan pengorganisasian. Ada dua macam pengorganisasian yang harus dilakukan. Pertama, pengorganisasian berupa penentuan para penanggungjawab dan para pelaksana untuk setiap kegiatan serta untuk setiap satuan wilayah kerja. Dilakukan pembagian habis seluruh program kerja dan seluruh wilayah kerja kepada seluruh petugas puskesmas dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya. Penentuan para penanggungjawab ini dilakukan melalui pertemuan penggalangan tim pada awal tahun kegiatan. Kedua, pengorganisasian berupa penggalangan kerjasama tim secara lintas sektoral. b) Penyelenggaraan Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah menyelenggarakan rencana kegiatan puskesmas, dalam arti para penanggungjawab dan para pelaksana yang telah ditetapkan pada pengorganisasian, ditugaskan menyelenggarakan kegiatan puskesmas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk dapat terselenggaranya rencana tersebut perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut:



1. Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun, terutama yang menyangkut jadwal pelaksanaan, target pencapaian, lokasi wilayah kerja dan rincian tugas para penanggungjawab dan pelaksana. 2. Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk setiap petugas sesuai dengan rencana pelaksanaan yang telah disusun. Beban kegiatan puskesmas harus terbagi habis dan merata kepada seluruh petugas. 3. Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. c) Pemantauan Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara berkala. Kegiatan pemantauan mencakup hal sebagai berikut: 1. Melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai, yang dibedakan atas dua hal yaitu telaahan internal dan telaahan eksternal. Telaahan internal merupakan telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai puskesmas, dibandingkan dengan rencana dan standar pelayanan. Telahaan bulanan dilakukan dalam lokakarya mini bulanan puskesmas. Telaahan eksternal merupakan telaahan triwulan terhadap hasil yang dicapai oleh sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya serta sektor lain terkait yang ada di wilayah kerja puskesmas. telaahan triwulan ini dilakukan dalam lokakarya mini triwulan puskesmas secara lintas sektor. 3) P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian) Pengawasan merupakan proses memperoleh kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dan pencapaian tujuan puskesmas terhadap rencana dan peraturan perundang-undangan serta kewajiban yang berlaku.



Pengawasan



dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan langsung. Pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas kesehatan kabupaten/kota serta berbagai institusi pemerintah terkait. Pengawasan mencakup aspek administratif, keuangan dan teknis pelayanan. Apabila pada pengawasan ditemukan adanya penyimpangan, baik terhadap rencana, standar, peraturan perundang-undangan maupun berbagai kewajiban yang berlaku, perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai, dibandingkan dengan rencana tahunan dan standar pelayanan. Sumber data yang dipergunakan pada penilaian dibedakan atas dua. Pertama, sumber data primer yakni yang berasal dari SIMPUS dan berbagai sumber data lain yang terkait, yang dikumpulkan secara khusus pada akhir tahun. Kedua, sumber data sekunder yakni data dari hasil pemantauan bulanan dan triwulanan. Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian serta masalah dan hambatan yang ditemukan untuk rencana tahun berikutnya (Permenkes Nomor 75 Tahun 2014).



Kerangka Pikir Fokus penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di puskesmas melalui indikator masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Oleh karena itu, fokus penelitian disusun sebagai berikut: INPUT - Jumlah dan Kualitas Tenaga - Besar anggaran - Sarana dan Prasarana



PROSES - Pelaksanaan pelayanan antenatal - Pelaksanaan skrining Hiv - Pelaksanaan kelas ibu hamil



Gambar 1. Kerangka pikir penelitian



OUTPUT Pencapaian program kesehatan ibu dan anak di puskesmas



Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain penelitian Kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan lengkap tentang Pelaksanaan Program Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2018. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di UPT Puskesmas Polonia Medan dan waktu pelaksanaan penelitian dilakukan sejak bulan Juli 2018 sampai dengan selesai. Informan Penelitian Pemilihan informan berdasarkan asas kesesuaian (appropriateness) dan asas kecukupan (adequacy). Pemilihan informan berdasarkan asas kesesuaian adalah informan yang memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan topik penelitian. Pemilihan informan berdasarkan asas kecukupan adalah informan yang dapat menggambarkan seluruh fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian. Para Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Kepala Puskesmas b. 1 orang Bidan Koordinator, 2 orang bidan/perawat dari ruangan KIA di Puskesmas Polonia. c. Ibu hamil di wilayah kerja puskesmas berjumlah 3 orang.



Definisi Konsep Beberapa definisi konsep yang harus diketahui antara lain adalah: 1. Masukan (input) adalah segala kebutuhan yang dimasukkan dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di puskesmas, sehingga dapat berjalan dengan baik, meliputi: a. Jumlah dan Kualitas Tenaga adalah seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan dibidang kesehatan yang melaksanakan program kesehatan ibu dan anak. b. Besar Anggaran adalah biaya atau materi berupa uang yang digunakan untuk program kesehatan ibu dan anak. c. Sarana, prasarana, dan peralatan adalah sesuatu yang digunakan termasuk didalamnya tempat, media, peralatan pendukung dalam terlaksananya program kesehatan ibu dan anak. 2. Proses (process) merupakan kegiatan-kegiatan dari program kesehatan ibu dan anak yaitu pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil. 3. Keluaran (output) adalah pencapaian hasil kegiatan pelaksanaan kesehatan ibu dan anak di puskesmas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Permenkes No.741 tahun 2008 dengan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 (95%).



Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini digunakan dua sumber data yaitu : 1. Data primer diperoleh melalui hasil observasi/pengamatan dan wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan dengan berpedoman pada panduan pertanyaan yang telah dipersiapkan. Informan diwawancarai pada waktu yang berbeda. 2. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari profil Puskesmas Polonia. Instrumen penelitian. Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yaitu instrument penelitian adalah peneliti sendiri. Dalam wawancara mendalam (Indepth Interview) peneliti menggunakan pedoman wawancara mendalam disertai dengan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi, voice recorder, notes dan alat tulis. Metode Pengukuran Triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi yang digunakan oleh peneliti yaitu triangulasi sumber. Triangulasi sumber berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono, 2012).



Metode Analisis Data Menurut Sugiyono (2012) analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi secara sistematis, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Miles and Huberman (Sugiyono, 2012) mengemukakan terdapat 3 langkah dalam analisis data, yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi data. 1. Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2. Display Data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya dalam analisis data ini adalah display data atau penyajian data. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012) menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan memudahkan dalam merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.



3. Verifikasi Data Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.



Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak geografis. Puskesmas Polonia berdiri pada tanggal 1 Mei 1980, terletak di Kecamatan Medan Polonia tepatnya di Jl. Polonia Gang A Kelurahan Medan Polonia. Jarak Puskesmas dengan Dinas Kota Medan Tingkat II berkisar 44,5 km, sehingga letak Puskesmas Polonia dapat dicapat dengan kendaraan. Batas-batas wilayah kerja puskesmas sebagai berikut: Sebelah Utara



: Kecamatan Medan Polonia



Sebelah Selatan



: Kecamatan Medan Johor



Sebelah Barat



: Kecamatan Medan Baru



Sebelah Timur



: Kecamatan Medan



Maimun Wilayah kerja Puskesmas Poloniadalam melaksanakan kegiatannya mempunyai luas wilayah 892 Ha dengan jumlah lingkungan sebanyak 46 lingkungan yang terbagi menjadi lima wilayah kerja, yaitu: 1. Kelurahan Polonia 2. Kelurahan Anggrung 3. Kelurahan Madras Hulu 4. Kelurahan Suka Damai 5. Kelurahan Sari Rejo.



Gambar 2. Bangunan Puskesmas Polonia Demografis. Puskesmas Polonia memiliki penduduk sebesar 56.880 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 28.903 jiwa dan perempuan sebanyak 28.787 jiwa.



Kelurahan



Tabel 1 Data Demografi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Luas Jumlah Penduduk/Jiwa Jumlah Lingkungan Ha Polonia 13 1.027 9.163 Anggrung 8 94,95 843 Madras Hulu 10 158,74 1.416 Suka Damai 6 298,4 2.662 Sari Rejo 9 1.570 14.005 Medan Polonia 46 3.149 55.949 Sumber: Profil Puskesmas Polonia 2017 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat Kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kelurahan Sari Rejo yaitu 14.005 jiwa dan Kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kelurahan Anggrung yaitu 843 jiwa. Tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Polonia sebanyak 26 orang. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.



Tabel 2 Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Polonia Pendidikan S2 Kesehan Masyarakat S1 Kedokteran Umum S1 Kedokteran Gigi S1 Kesehatan Masyarakat S1 Keperawatan S1 Farmasi D4 Bidan Pendidik D3 Kebidanan D3 Keperawatan D3 Gizi D3 Kesehatan Gigi D3 Analis Kesehatan Sekolah Menengah Farmasi Total Sumber: Profil Puskesmas Polonia Tahun 2017



Jumlah 2 6 1 1 1 1 1 5 2 1 1 1 1 24



Sarana dan prasarana kesehatan. Prasarana yang tersedia untuk kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat di Puskesmas Polonia disediakan 4 unit sepeda motor. Sarana yang terlihat di Puskesmas Polonia dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 Sarana Kesehatan di Puskesmas Plonia Tahun 2018 Sarana Kesehatan Ruang Kepala Puskesmas/TU Ruang Gizi/UKS Ruang Dokter/Poli Umum Ruang Obat Ruang KB/KIA/Imunisasi Ruang Klinik Gigi Ruang Laboraturium Ruang Arsip/Folder Pasien Ruang Tunggu Pasien Ruang Pendaftaran Sumber: Profil Puskesmas Polonia Tahun 2017



Jumlah 1 Unit 1 Unit 2 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit



Karakteristik Informan Jumlah informan penelitian sebanyak 7 informan, yang terdiri dari 1 informan Kepala Puskesmas, 1 informan Bidan Koordinator, 2 informan Bidan/Perawat dari Ruangan KIA, dan 3 informan Ibu Hamil di wilayah kerja Puskesmas. Wawancara terhadap informan dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2018 – 28 November 2018 di wilayah kerja Puskesmas Polonia. Adapun karakteristik informan berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4 Tabel 4 Karakteristik Informan Nama



Umur



Jenis Kelamin



dr. Surya S. Pulungan, M.Kes Rismanidar, AMKeb Eva Judika, AMKeb Meriam P, AMKeb Lia Indriwati Astriani Irnayanti



43 48 45 44 28 35 33



Laki-Laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan



Pendidikan Terakhir



Jabatan



Magister Kesehatan Masyarakat D3 Kebidanan D3 Kebidanan D3 Kebidanan SMA SMA SMA



Kepala Puskesmas Koordinator KIA Bidan Bidan Ibu Hamil Ibu Hamil Ibu Hamil



Masukan (Input) Input merupakan komponen yang memberikan masukan untuk berfungsinya satu sistem seperti sistem pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa aspek yang dikategorikan sebagai masukan (input) dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak yaitu: jumlah dan kualitas tenaga, sarana dan prasarana kesehatan, dan besar anggaran.



Jumlah dan kualitas tenaga. Jumlah dan kualitas tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan yang terlibat dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak, yaitu petugas puskesmas. Hasil wawancara tentang ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas Polonia dijelaskan oleh Kepala Puskesmas sebagai berikut: “Kalau petugas untuk program kesehatan ibu dan anak ada 1 orang bidan koordinatornya. Jika ada kegiatan petugas yang lain ikut serta untuk membantu kegiatan tersebut. Dan sejauh ini saya rasa sudah cukup. Pelatihan untuk tenaga puskesmasnya ada, pelatihan biasanya dinas kesehatan yang mengadakan, yang saya tau sih cuman ada pelatihan tentang pelayanan antenatal, kalau pelatihan skrining HIV dan kelas ibu hamil keknya belum ada” (Informan 1) Sejalan dengan pernyataan oleh bidan koordinator KIA yang mengemukakan: “Petugas untuk program kesehatan ibu dan anak 1 orang dan saya sebagai penanggung jawabnya. Kalau saya sendiri saya keteteranla jadi misalnya ada kegiatan bidan lain juga ikut serta dan bukan cuman saya sendiri. Kalau pelatihan untuk saya sebagai bidan ada waktu saya sekolah dulu, dan kemaren dinas kesehatan juga mengadakan pelatihan cuman saya lupa udah lama.” (Informan 2) Kutipan tersebut ditambahkan oleh bidan pelaksana program KIA yang mengemukakan: “Kalau ada kegiatan seperti kelas ibu hamil aja sih biasanya yang ikut ngebantu. Kalau kegiatannya yang tidak perlu anggota banyak ya kami tidak ikut serta. Palingan kami bekerja sesuai tanggung jawab kami sebagai pemegang program” (Informan 3,4) Berdasarkan kutipan diatas diperoleh informasi bahwa petugas untuk program kesehatan ibu dan anak berjumlah 1 orang. 1 orang petugas tidak cukup untuk melaksanakan kegiatan yang maksimal, jika ada kegiatan program



kesehatan ibu dan anak bidan lain ikut serta untuk melaksanakan kegiatan. Pelatihan tenaga kesehatan tidak diadakan secara berkesinambungan, hanya sesuai panggilan dari Dinas Kesehatan. Menurut agustino (2006) menyatakan bahwa keberhasilan proses implementasi tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya terpenting dalam menentukan keberhasilan dalam proses implementasi, tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kompetensi juga merupakan hal yang sangat penting bagi pelaksanaan kebijakan di lapangan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Menurut Indihano (2009), kegagalan dalam implementasi sering terjadi karena staf tidak mencukupi, tidak memadai ataupun tidak kompeten dibidangnya, penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan atau program itu sendiri. Keberhasilan puskesmas dalam menjalankan program, ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memadai dan berkualitas. Tetapi yang dihadapi puskesmas polonia terkait jumlah tenaga kesehatan pada program KIA yang bertanggung jawab hanya berjumlah 1 orang bidan dibantu dengan bidan lainnya, walaupun pelaksanaan program tersebut dibantu bidan lain tetapi dengan jumlah tenaga kesehatan serta tugas yang dimiliki menyebabkan adanya tugas pokok yang tumpang tindih yang akan membuat pekerjaan menjadi tidak



maksimal dan menimbulkan beban kerja bagi petugas yang dapat mempengaruhi kinerja petugas tersebut. Seharusnya ada penambahan 2 petugas kesehatan untuk program KIA agar tidak terjadi tumpang tindih tugas pokok. Pelatihan tenaga kesehatan juga tidak diadakan secara berkesinambungan. Akibatnya, program kesehatan ibu dan anak belum berjalan dengan efektif. Sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak seperti tempat, media dan peralatan mendukung. Hasil penelitian mengenai sarana dan prasarana program kesehatan ibu dan anak dinyatakan oleh Kepala Puskesmas Polonia sebagai berikut: “Ruangan pemeriksaan KIA ada dan perlengkapan nya pun sudah hampir mencukupi tapi masih ada juga yang kurang. Kalau kelas ibu hamil tidak bisa dilaksanakan di puskesmas karna tidak ada tempatnya, jadi kelas ibu hamil dilaksanakan di rumah kader. Untuk skrining hiv pun disini tidak ada peralatannya jadi kalau mau meriksa di bawa ke puskesmas padang bulan.” (Informan 1) Sejalan dengan pernyataan dari Bidan Koordinator KIA mengenai sarana dan prasarana di Puskesmas Polonia mengemukakan: “Kalau untuk sarana dan prasarana KIA saya rasa sudah hampir cukup, tapi tidak ada alat USG karena juga dokter spesialis obgyn juga tidak ada disini. Ada juga sih sebagian alat yang rusak dan belum diganti. Kalau skrining HIV pemeriksaan nya diluar puskesmas polonia dan biasanya kalau mau meriksa dibawa ke puskesmas padang bulan karna disini juga gak ada peralatan nya. Kelas ibu hamil pun tidak diadakan di puskesmas tapi dirumah kepling atau di klinik karna disini gak ada ruangan buat pelaksanaan kelas ibu hamilnya.” (Informan 2) Berdasarkan pernyataan informan diatas, dapat diperoleh informasi bahwa fasilitas di Puskesmas masih banyak yang harus ditambahkan seperti alat-alat



untuk skrining HIV dan belum tersedia pelayanan pemeriksaan kehamilan menggunakan alat Ultrasonography (USG). Tidak adanya ruangan untuk pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu hamil yang diadakan dirumah kepling di wilayah kerja puskesmas. Jika terdapat kekurangan atau kerusakan pada sarana dan prasarana merupakan tanggungjawab Dinas Kesehatan dalam memenuhi kekurangan tersebut. Menurut Kemenkes RI (2014) ruangan pemeriksaan ibu hamil harus memenuhi standar kesehatan yaitu tersedianya air bersih yang memenuhi syarat fisik kimia dan bakteriologik, pencahayaan yang cukup, ventilasi yang cukup dan terjamin keamanannya, serta ruangan yang luas sehingga memberikan kenyamanan bagi bidan dalam memberikan pelayanan. Menurut penelitian Tanjung (2016) mengatakan bahwa fasilitas kesehatan tingkat pertama di tuntut untuk memenuhi persyaratan untuk memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus bersinergi dalam melaksanakan program pemerintah bidang kesehatan khususnya program KIA, jika sarana dan sumberdaya kesehatan lainnya tidak ada, rusak atau masih kurang harusnya perlu adanya kebijakan pembangunan, peningkatan ataupun perbaikan agar pencapain Program KIA dapat meningkat. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Solang dkk (2012) menyatakan bahwa kurangnya fasilitas yang tersedia di tempat pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi motivasi ibu hamil untuk datang berkunjung memeriksakan kehamilannya.



Kegiatan program KIA seharusnya didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan maksimal. Tujuan program kesehatan ibu dan anak tidak akan tercapai jika sarana dan prasarana tidak mendukung. Dengan demikian, sarana dan prasarana di puskesmas polonia masih perlu ada yang ditambahkan. Sesuai observasi yang dilakukan oleh peneliti diruangan KIA yang digunakan untuk pelayanan antenatal di puskesmas yang dirasa masih kurang luas/sempit dikarenakan banyak barang berukuran besar seperti lemari, meja, dan kursi. Sarana kesehatan yang cukup dan memadai mempunyai peranan besar dalam menunjang pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak. Besar anggaran. Besar anggaran adalah dana yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak. Hasil penelitian mengenai besar anggaran di Puskesmas Polonia untuk pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia sebagai berikut: “Untuk anggaran berasal dari BOK, kalau ditanya cukup atau tidak ya sebenarnya tidak cukup, tapi kita maksimalkan saja dana yang ada, karena minta dana ke Dinas kan tidak mudah.” (Informan 1) Hal tersebut didukung pula oleh informan lain yaitu bidan diruangan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia yang mengemukakan: “Anggaran di puskemas berasal dari BOK. Sebenarnya sih dananya juga masih kurang cuman ya dicukupkan ajalah. Misalnya ada yang kurang tinggal bilang ke kapus aja nanti kapus yang minta ke Dinas nya.” (Informan 2,3,4)



Berdasarkan pernyatan informan diatas, dapat diperoleh informasi bahwa anggaran program kesehatan ibu dan anak berasal dari dana Biaya Operasional Kesehatan (BOK). Sejalan dengan hasil penelitian Mustaqim, dkk (2015) Pelaksanaan program KIA membutuhkan perencanaan dengan tepat dan tanggung jawab seluruh pelaksana kegiatan terutama dukungan pembiayaan dari pemerintah daerah. Sementara itu untuk memberikan kemudahan didalam perencanaan pembiayaan Standar Pelayanan Minimal (SPM kesehatan) di kabupaten/kota Departemen Kesehatan. Berdasarkan UU no. 36 tahun 2009 pasal 170 yang mana sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah. Pemerintah daerah, masyarakat/swasta dan sumber lain. Pembiayaan yang berasal dari pemerintah yaitu APBN. Selain dengan pembiayaan, puskemsas juga menerima biaya dari pasien yang menggunakan jaminan kesehatan yang dimiliki oleh masyarakat seperti BPJS, Askes, Jamkesda dan Jamkesmas. Penggunaan jaminan kesehatan ini diatur dalam PERMENKES Nomor 28 Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional. Adanya keterbatasan sumber dana dapat menghambat pelaksanaan suatu program, semakin besar dana yang dikeluarkan untuk memperbaiki sebuah program maka hasilnya pun akan semakin efektif. Apabila dana yang tersedia kurang, maka program akan berjalan lambat dan tidak ada kemajuan. Diketahui bahwa adanya sedikit permasalahan terkait pendanaan dalam menjalankan program kesehatan ibu dan anak di puskesmas polonia. Puskesmas tidak



mendapatkan pendanaan yang maksimal tetapi puskesmas mencoba untuk memaksimalkannya. Proses (Proccess) Proses merupakan semua aktivitas interaksi dari seluruh karyawan dan tenaga profesi dengan pelanggan, baik pelanggan internal (sesama petugas atau karyawan) maupun pelanggan eksternal (pasien, pemasok barang, masyarakat yang datang ke puskesmas atau rumah sakit untuk maksud tertentu). Untuk melihat baik atau tidaknya dari proses yang dilakukan puskesmas atau Rumah Sakit dapat diukur dari: 1) Relevan atau tidaknya proses yang diterima oleh pelanggan, 2) Efektif atau tidaknya proses yang diterima oleh pelanggan, dan 3) Mutu yang dilakukan. Variabel proses merupakan pendekatan langsung terhadap mutu pelayanan kesehatan. Jika petugas atau profesi semakin patuh terhadap standar pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan yang diberikan akan semakin bermutu pula. (Bustami, 2011) Pelaksanaan pelayanan antenatal. Pelaksanaan pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan ibu selama masa kehamilannya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu hamil beserta janin yang dikandungnya yang dilakukan sesuai standar agar dapat mendeteksi secara dini kelainan dan risiko yang mungkin timbul selama kehamilan sehingga dapat diatasi dengan cepat dan tepat.



Hasil wawancara mengenai pelaksanaan pelayanan antenatal dijelaskan oleh petugas Puskesmas Polonia yang mengemukakan: “Pelaksanaan pelayanan antenatal sudah bagus dan sudah terlaksana 10T. Ibu hamil di wilayah kerja puskesmas pun rajin memeriksakan kehamilan mereka. Ada juga yang mau meriksa USG cuman kan disini tidak ada alatnya dan dokter spesialis obgyn nya yah jadi tidak bisalah.” (Informan 2) Berikut ini pernyataan dari ibu hamil yang rutin meriksa kehamilan di Puskesmas Polonia yang mengemukakan: “Saya rajin memeriksakan kehamilan saya tiap bulan. Pelayanan dipuskesmas juga bagus. Setiap saya meriksa juga dikasih vitamin gitu sama bidannya. Biasa saya juga melakukan USG di rumah sakit karena kan di puskesmas tidak ada alatnya.” (Informan 5,6) Berikut ini pernyataan dari ibu hamil yang tidak rutin meriksa kehamilan di Puskesmas Polonia yang mengemukakan: “Saya periksa kalau saya ada keluhan aja, kalau tidak kenapa napa saya tidak ke puskesmas la” (Informan 7) Berdasarkan pernyataan informan diatas, dapat di peroleh informasi bahwa tidak ada masalah atau kendala apapun pada kegiatan pelayanan antenatal. Bidan sudah melaksanakan standart pelayanan ANC yaitu 10T. Tetapi masih ada ibu hamil yang masih tidak rutin memeriksakan kehamilan nya dan melakukan pemeriksaan pada saat terjadi keluhan saja. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sriwahyu (2013), yang menunjukkan bahwa ibu yang berpengetahuan baik lebih banyak memanfaatkan pelayanan antenatal dikarenakan ibu yang berpengetahuan



baik, lebih peduli terhadap kesehatannya terutama terhadap kesehatan kehamilannya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 tahun 2014 Pelayanan Kesehatan Masa Hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas. Keuntungan layanan antenatal care sangat besar karena dapat mengetahui resiko komplikasi sehingga ibu hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan ke rumah sakit. Manfaat dari deteksi dini diharapkan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut atau meminimalkan risiko akibat terjadinya komplikasi (Feryanto, 2013). Pelaksanaan kegiatan pelayanan antenatal di Puskesmas Polonia sudah terlaksana dengan baik dan bidan sudah melaksanakan standar pelayanan antenatal 10T. Tetapi masih ada ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan ANC secara lengkap dan teratur disebabkan karena kunjungan ANC itu tidak terlalu penting dan belum mengetahui dengan jelas manfaat dari dilakukannya kunjungan Antenatal Care sehingga para ibu malas untuk melakukan kunjungan ANC secara teratur dan lengkap kecuali ketika mengalami keluhan sakit saja. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan pelayanan antenatal adalah melaksanakan sosialisasi tentang usaha-usaha peningkatan pemanfaatan pelayanan antenatal care oleh petugas kesehatan. Peningkatan pendekatan kepada masyarakat sangat penting sehingga



petugas kesehatan mampu menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada masyarakat dalam setiap kesempatan. Pelaksanaan skrining HIV. Skrining HIV adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan untuk mengdiagnosis orang yang baru terinfeksi virus HIV. Hasil wawancara mengenai pelaksanaan skrining hiv dijelaskan oleh petugas Puskesmas Polonia yang mengemukakan: “Kalau pelaksanaan skrining hiv kami hanya melakukan penyuluhan, sosialisasi dan mengajak pasien untuk melakukan skrining hiv. Jadi misalnya ada pasien yang mau meriksa barulah diambil sampel darahnya lalu diantar ke puskesmas padang bulan kalau di puskesmas ini tidak ada pemeriksaan. Lagian banyak juga ibu hamil yang tidak mau skrining hiv karena mereka takut dan mereka merasa kalau kita mengecek hiv seolah- olah kita sudah terkena hiv.” (Informan 2,3,4) Berikut pernyataan dari ibu hamil mengenai pelaksanaan skrining HIV sebagai berikut: “Saya tidak tau tentang skrining hiv. Saat saya melakukan pemeriksaan kehamilan pun bidan gak ada ngasih tau. Lagian pun kalau ada juga tes hiv saya tidak beranilah.” (Informan 5,6,7) Berdasarkan kutipan informan di atas dapat diperoleh informasi bahwa pelaksanaan skrining HIV tidak dilaksanakan di Puskesmas Polonia. Puskesmas hanya mengambil sampel darah atau mengajak pasien ke Puskesmas Padang Bulan untuk melakukan pemeriksaan. Dan informan ibu hamil di wilayah kerja puskesmas tidak ada yang melaksanakan skrining HIV karena alasan mereka takut dan masih kurangnya informasi yang diberikan petugas kepada ibu hamil tentang skrining HIV.



Sejalan dengan hasil penelitian Setiyawati, dkk (2015) mengatakan bahwa penyebab yang diduga menjadi penyebab masih sedikitnya ibu hamil yang melakukan tes HIV adalah mayoritas ibu memiliki persepsi bahwa dirinya tidak berisiko tertular HIV. Tidak dapat dipungkiri bahwa stigma HIV masih sangat kental di masyarakat yang menjadikan ibu hamil merasa takut mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV atau tidak. Terdapat hubungan antara inisiasi pemberi layanan, ketersediaan informasi dari keluarga dan kader kesehatan. Inisiasi pemberi layanan untuk melakukan tes HIV merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku tes HIV pada ibu hamil. Penyuluhan HIV merupakan pintu gerbang utama atau sebagai kunci pembuka program penanganan HIV. Dan dalam suatu program atau layanan kesehatan diperlukan sarana prasarana yang menunjang untuk berlanjutnya suatu layanan atau program. Pelaksanaan kegiatan skrining HIV di Puskesmas Polonia belum berjalan dengan maksimal karena tidak adanya sarana dan prasarana untuk mendukung pemeriksaan skrining HIV. Jika ada yang ingin melakukan skrining HIV petugas hanya mengambil sampel darah atau mengajak pasien ke puskesmas padang bulan untuk melakukan pemeriksaan. Konseling dan penawaran tes HIV pada semua ibu hamil dapat menurunkan stigma dan diskriminasi masyarakat. Semua ibu hamil harus dilakukan PICT agar petugas kesehatan dapat mengetahui status pasien sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan secara tepat. Apabila diketahui status HIV pada ibu hamil, maka risiko penularan HIV dari Ibu ke Anak saat kehamilan maupun persalinan dapat dicegah. Puskesmas sudah memberikan penyuluhan tentang skrining HIV tetapi informasi tentang skrining HIV tidak



diberikan secara merata dan ibu hamil masih kurang pengetahuan tentang skrining HIV. Pelaksanaan kelas ibu hamil. Pelaksanaan kelas ibu hamil merupakan sarana belajar kelompok tentang kesehatan ibu hamil dalam bentuk tatap muka melalui praktik, belajar bersama, diskusi, dan tukar pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak (KIA). Hasil wawancara mengenai pelaksanaan kelas ibu hamil di Puskesmas Polonia dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Polonia sebagai berikut: “Kelas ibu hamil diadakan dua kali dalam sebulan. Biasanya diminggu pertama. Kalau untuk harinya tanyakan langsung dengan petugas nya sendiri, karena harinya dapat berubah-ubah.” (Informan 1) Sejalan dengan pernyataan dari petugas program kesehatan ibu dan anak mengenai kelas ibu hamil yang mengemukakan: “Kelas ibu hamil biasanya diadakan pada hari kamis minggu pertama dan minggu ketiga dua kali dalam sebulan. Tapi lebih sering sekali dalam sebulan. Tetapi harinya dapat berubah karena disesuaikan dengan waktu tenaga puskesmasnya. Informasinya hanya disampaikan di Puskesmas. Biasanya ibu ibu hamilnya juga antusias buat ikut kelas ibu hamil kadang pun mereka nanya kapan kelas ibu hamil lagi bu. Yah tapi jadwal nya harusnya disesuaikan dengan petugas. Kelas ibu hamil tidak dilaksanakan di puskesmas, dilaksanakannya dirumah kepling/klinik di kelurahan sari rejo dan kelurahan polonia” (Informan 2) Hal tersebut juga didukung oleh informan lain yaitu pernyataan bidan pelaksana kegiatan kelas ibu hamil yang mengemukakan: “Yang ikut kelas ibu hamil palingan tidak sampai 20 orang. Tapi seberapa pun yang datang kalau sudah dijadwalkan ya tetap kami laksanakan. Biasanya kami juga sosialisasi tentang KB dan imunisasi pada ibu hamil yang datang.” (Informan 3,4)



Berikut pernyataan ibu hamil yang pernah mengikuti kelas ibu hamil yang mengemukakan: “Saya tau ada kegiatannya di puskesmas, taunya dari petugas saat saya periksa hamil, jadi disuruh ikut. Tapi saya ikutnya juga gak rutin karena tidak sempat. Jadwalnya juga gak teratur gitu jadi kadang saya males. Kegiatannya sih sebenernya bagus ada senam ibu hamil dan bidannya juga sosialisasi tentang KB nya gitu. Cuman itulah saya gak sempat terus pun jadwal nya berubah-ubah gak tetap gitu.” (Informan 5) Berikut pernyataan informan yang tidak pernah mengikuti kegiatan kelas ibu hamil yang mengemukakan: “Saya tidak tahu kalau ada kegiatan kelas ibu hamil. Waktu saya periksa hamil dipuskesmas pun bidan tidak ada memberi tahu kalau ada kegiatan kelas ibu hamilnya.” (Informan 6-7) Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat diperoleh informasi bahwa kegiatan kelas ibu hamil di Puskesmas Polonia diadakan dua kali setiap bulan pada minggu pertama dan minggu ketiga, penentuan hari ditentukan oleh jadwal petugas puskesmas. Kegiatan kelas ibu hamil meliputi metode praktik dan metode ceramah. Penyampaian kelas ibu hamil hanya dilakukan di puskesmas. Satu informan ibu hamil mengatakan pernah mengikuti kegiatan walaupun tidak rutin karena waktunya tidak cocok dengan ibu. Informasi kegiatan didapatkan dari petugas puskesmas saat sedang melakukan pemeriksaan kehamilan. Sedangkan 2 informan ibu hamil lainnya mengatakan tidak mengetahui adanya kegiatan kelas ibu hamil. Komunikasi antara petugas dan masyarakat dirasakan masih kurang. Kelas ibu hamil merupakan kelompok belajar ibu-ibu hamil, di kelas ibu hamil ibu-ibu hamil akan belajar bersama, berdiskusi dan saling bertukar pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan



dilaksanakan secara terjadwal. Kelas Ibu hamil bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu agar memahami tentang kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, KB pasca persalinan perawatan bayi baru lahir, mitos/kepercayaan, adat istiadat, setempat, penyakit menular, dan akte kelahiran. (Kemenkes, 2011) Mengacu pada buku panduan peserta kelas ibu hamil dan ibu balita Kemenkes (2011) materi yang diberikan mengenai buku KIA, materi masa hamil, persalinan, pelayanan setelah persalinan, jenis imunisasi, ASI eksklusif, gizi, senam hamil. Waktu penyelenggaraan kelas ibu hamil dan ibu balita ditentukan oleh fasilitator, metode ceramah tidak lebih dari 25% dari total waktu sesi kelas. Seorang fasilitator kelas ibu hamil dan ibu balita harus sudah menguasai buku KIA. Pelaksanaan kelas ibu hamil di Puskesmas Polonia belum terlaksana secara terarah hal ini sebagaimana disebutkan informan bahwa pelaksanaan kelas ibu hamil tidak terjadwal kemudian kurangnya informasi dari petugas mengenai kapan diadakan kelas ibu hamil yang membuat ibu-ibu banyak yang tidak menyisihkan waktunya untuk kelas ibu hamil sehingga banyak ibu tidak hadir, bahkan ada diantara beberapa ibu yang tidak pernah mengikuti kelas ibu hamil. Banyak manfaat yang didapat dalam kegiatan kelas ibu hamil yang bertujuan untuk menambah pengetahuan ibu hamil dan kegiatan yang dilaksanakan dengan metode ceramah dan praktik. Namun penyampaian informasi kegiatan tidak



tersampaikan secara menyeluruh kepada semua ibu hamil yang ada di wilayah keja Puskesmas Polonia. Keluaran (Output) Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. Keluaran yang diharapkan dari program kesehatan ibu dan anak ini adalah terlaksananya program kesehatan ibu dan anak yang optimal untuk mencapai target cakupan K4 dan dapat melihat hambatan ketika melaksanakan kegiatan program tersebut. Hasil wawancara mendalam tentang output pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak sebagai berikut: “Kalau program kesehatan ibu dan anak saya rasa sudah berjalan cukup baik. Kendalanya yang kami hadapi biasanya kemauan ibu untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang kami berikan masih kurang, kalau kegiatan-kegiatan dari puskesmas pasti kami lakukan semaksimal mungkin walaupun kami masih punya banyak kekurangan seperti sarana prasaranya dan sebagainya. Dan monitoring biasanya saya melakukan pembicaraan kepada penanggung jawab program apakah sasaran cakupan program sudah cukup atau tidak dan dicari kendalanya lalu diselesaikan apa yang menjadi hambatannya.” (Informan 1) Hasil wawancara dengan kepala puskesmas menunjukan kurangnya kemauan ibu dalam kegiatan puskesmas dan puskesmas sebagai pelayan kesehatan selalu berupaya semaksimal mungkin dalam pelaksaan kegiatan. “Kalau untuk cakupan K4 program kesehatan ibu dan anak saya rasa sudah hampir mencapai target dan tidak pernah dibawah 50%. Hambatannya kalau ibu-ibu tidak mau mengikuti kegiatan atau pemeriksaan itulah yang menjadi tantangan kita untuk memberikan penyuluhan lagi agar supaya mereka mengerti, mungkin selama ini mereka tidak mau itu karena mereka tidak mengerti dan kita wajib untuk terus melakukan penyuluhan dan sosialisasi sehingga mereka mengerti dan mereka mau.” (Informan 2)



Hasil wawancara dengan koordinator KIA juga menunjukkan kurangnya partisipasi ibu-ibu untuk mengikuti kegiatan program kesehatan ibu dan anak dikarenakan masih kurangnya pengetahuan tentang kegiatan program kesehatan ibu dan anak yang dilaksanakan oleh puskesmas. Berdasarkan kutipan diatas diperoleh informasi bahwa pelaksanaan kegiatan program kesehatan ibu dan anak sudah berjalan dengan baik namun belum maksimal. Cakupan ibu hamil K4 di wilayah Puskesmas Polonia sebesar 74,1% belum mencapai target nasional yaitu 95%. Hal ini dikarenakan kegiatan yang belum maksimal, sarana prasarana kurang, kesadaran dan pengetahuan masyarakat kurang karena partisipasi masyarakat mengikut kegiatan rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ade dkk (2015), semakin banyak beban kerja, kurangnya penyuluhan ditambah lagi dengan keterbasan dana dan sarana pendukung yang kurang memadai akan menghambat pencapaian kinerja yang optimal. Tujuan program kesehatan ibu dan anak ini adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.



Hal yang dapat mempengaruhi belum tercapainya cakupan kunjungan ibu hamil K4 yaitu diketahui bahwa puskesmas tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, keterbatasan dana, kurangnya peran petugas puskesmas dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat yang tidak merata dan mengajak masyarakat tersebut agar mau ikut berpartisipasi, sehingga ibu hamil tidak aktif mengikuti kegiatan yang diadakan puskesmas serta kurangnya pengetahuan ibu tentang kegiatan program kesehatan ibu dan anak yang ada di Puskesmas Polonia.



Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia Medan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Jumlah tenaga kesehatan untuk program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia hanya 1 orang. Pelatihan untuk tenaga kesehatan tidak rutin dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan jumlah dan kualitas tenaga yang dimiliki mengakibatkan suatu program tidak berjalan dengan maksimal. 2. Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Polonia masih ada yang belum lengkap dan tercukupi seperti ruangan KIA yang dirasa masih kurang luas/sempit, tidak adanya ruangan khusus untuk kelas ibu hamil, dan tidak adanya alat-alat untuk skrining HIV. 3. Besar anggaran untuk program kesehatan ibu dan anak belum mendapatkan pendanaan yang maksimal tetapi puskesmas mencoba untuk memaksimalkannya. Sumber biaya program KIA berasal dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). 4. Pelaksanaan pelayanan antenatal sudah baik dilakukan oleh bidan dan sudah melaksanakan standar pelayanan ANC yaitu 10T. Tetapi masih ada ibu hamil yang tidak rutin memeriksakan kehamilannya. 5. Pelaksanaan skrining HIV di Puskesmas Polonia belum berjalan dengan baik dikarenakan tidak adanya alat-alat untuk melakukan skrining HIV dan



pemeriksaan dilakukan di Puskesmas Padang Bulan. Penyuluhan dan informasi



tentang pentingnya skrining HIV tidak diberikan secara merata dan masih minimnya pengetahuan ibu hamil tentang skrining HIV. 6. Pelaksanaan kelas ibu hamil sudah dilakukan setiap bulan namun informasi hanya disampaikan di puskesmas dan penyampaian dilakukan tidak merata ke semua ibu hamil. 7. Cakupan ibu hamil K4 di Puskesmas Polonia sebesar 74,1% belum mencapai target nasional yaitu 95%. Terdapat beberapa kendala yang menyebabkan hasil yang dicapai belum maksimal. Saran 1. Adanya penambahan 2 petugas pada program kesehatan ibu dan anak. Pelatihan untuk tenaga kesehatan diadakan setahun sekali dan berkesinambungan untuk menambah kualitas dan pengetahuan petugas dalam memberikan penyuluhan informasi dan edukasi kepada masyarakat. 2. Dapat melengkapi sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak, seperti alat-alat untuk skrining HIV agar skrining HIV dapat dilaksanakan di Puskesmas Polonia. Melaporkan kerusakan dan kekurangan alat-alat agar dapat ditambahkan dan digantikan. 3. Diharapkan Puskesmas Polonia lebih meningkatkan komunikasi dengan masyarakat seperti memberikan penyuluhan tentang pentingnya memeriksakan kehamilan, sosialiasi mengenai skrining HIV dan informasi kapan diadakan kegiatan kelas ibu hamil, dengan demikian masyarakat dapat menyisihkan waktunya dan memiliki kemauan atau kesadaran untuk mengikuti kegiatan- kegiatan di puskesmas.



4. Bagi masyarakat diharapkan lebih aktif dan ikut berpartisipasi dalam mengikuti kegiatan- kegiatan yang diadakan oleh puskesmas.



Daftar Pustaka Ade P., Dewi R., Aloysius R., & Aufarul M. (2015). Studi implementasi program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. Jurnal Administrasi Publik Diponegoro. 9, (2) 76-87. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/11172 Agustino, L. (2006). Dasar-dasar kebijakan publik. Bandung: Alfabeta Azis, N. A. (2017). Gambaran manajemen pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Kampili Kab. Gowa Tahun 2016 (Skripsi). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Makassar. Bustami. (2011). Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dan akseptabilitasnya. Jakarta: Erlangga. Budiarto, E., & Dewi A. (2002). Pengantar epidemiologi (Edisi kedua). Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan RI. (2010). Prinsip pengelolaan program KIA. Jakarta: Anonim. Departemen Kesehatan RI. (2011). Pedoman pelaksanaan kelas ibu hamil. Jakarta: Anonim. Departemen Kesehatan RI. (2016). Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Anonim. Departemen Kesehatan RI. (2016). Program pengendalian HIV/AIDS dan PIMS di fasilitas tingkat pertama. Jakarta: Anonim. Dhevy, F. N., & Aufarul M. (2016). Implementasi program KIA bidang pelayanan antenatal care dan nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Diponegoro. 12 (4), 71-89. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/17582 Dinas Kesehatan Kota Medan. (2017). Profil kesehatan kota Medan tahun 2016. Medan: Anonim Fitrayeni, S., & Rizki M. F. (2015). Penyebab rendahnya kelengkapan kunjungan antenatal care ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pegambiran. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 10 (1), 101- 107. http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/170



Hartono, B. (2010). Promosi kesehatan di puskesmas dan rumah sakit. Jakarta: Rineka cipta. Hikmah, T. F. (2017). Perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi ibu hamil dalam pelaksanaan skrining HIV/AIDS untuk pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak di Puskesmas Kabupaten Bantul (Tesis). Program Studi Ilmu Hukum Kesehatan, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Semarang Indiahono, D. (2009). Kebijakan publik berbasis dynamic policy analisy. Yogyakarta: Gaya Media. Iswarno, M. H., & Lutfan L. (2013). Analisis untuk penerapan kebijakan: analisis stakeholder dalam kebijakan program kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Kapahiang. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. 2 (2) 7785. https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/view/3218 Kementerian Kesehatan. (2008). Peraturan menteri kesehatan No. 741 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota. Jakarta: Anonim. Kementerian Kesehatan. (2009). Undang-undang republik Indonesia No. 36 tentang kesehatan. Jakarta: Anonim. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Peraturan menteri kesehatan RI nomor 71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan nasional. Jakarta: Anonim. Kementerian Kesehatan RI. (2014). Undang-undang republik Indonesia No.75 tahun 2014 tentang Pusat kesehatan masyarakat. Jakarta: Anonim. Kementerian Kesehatan RI. (2015). Rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2015-2019. Jakarta: Anonim. Kementerian Kesehatan RI. (2016). Undang-undang republik Indonesia No.43 tahun 2016 tentang Standar pelayanan minimal bidang kesehatan. Jakarta: Anonim. Moloeng, L. J. (2012). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muninjaya, A. (2004). Manajemen kesehatan (Edisi kedua). Jakarta: EGC. Muninjaya, A. (2011). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Jakarta: EGC.



Mustaqim H., Julita H., & Muhammad A. B. (2015). Analisis pembiayaan kesehatan program kesehatan ibu dan anak (KIA) berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM) di Kabupaten Nunukan. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM. 4 (3), 80-89. https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/view/36106 Presiden Republik Indonesia. (2012). Peraturan presiden republik Indonesia nomor 72 tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional. Jakarta: Anonim. Presiden Republik Indonesia. (2014). Peraturan presiden nomor 32 tahun 2014 tentang pengalokasian dan pemanfaatan dana kapitasi jaminan kesehatan tingkat pertama (FKTP) milik pemerintah dan dukungan biaya operasional FKTP milik pemerintah daerah. Jakarta: Anonim. UNAIDS, WHO (2008). AIDS Epidemic. Diakses dari http://www.who.int Setiyawati, N., & Niken M. Determinan perilaku tes HIV pada ibu hamil. Jurnal Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta. 9 (3), 201-106. http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/565 Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta. Solang, S.L, Anastance, P., & Atik. (2012). Hubungan kepuasan pelayanan antenatal care dengan frekuensi kunjungan ibu hamil di Puskesmas Kombos Kecamatan Singkil Kota Manado. Jurnal Hubungan Kepuasan Pelayanan. 4 (1), 349-357. http://download.garuda.ristekdikti.go.id Tanjung, I. R. (2016). Implementasi program kesehatan ibu dan anak di era jaminan kesehatan nasional di Kabupaten Nias (Tesis). Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan. UPT Puskesmas Polonia. (2017). Profil Puskesmas Polonia. Medan: Anonim Wibowo. (2014). Manajemen kinerja (Edisi keempat). Jakarta: Rajawali Pers.



Lampiran 1. Pedoman Wawancara PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW) PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS POLONIA MEDAN TAHUN 2018 1. Daftar pertanyaan untuk informan Kepala Puskesmas Polonia Medan A. Identitas informan 1. Nama



:



2. Umur



:



3. Jenis kelamin



:



4. Pendidikan terakhir



:



5. Tanggal Wawancara



:



B. Pertanyaan Input 1. Apakah tenaga kesehatan program KIA sudah mencukupi? Berapa jumlah tenaga kesehatan untuk program KIA? 2. Apakah sudah pernah ada pelatihan bidan khususnya tentang pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 3. Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana program KIA di wilayah kerja puskesmas polonia? Apakah sudah mencukupi? Jika belum cukup, apa yang akan ditambahkan untuk menunjang kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil?



4. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? Proses 1. Bagaimana dengan pelaksanaan pelayanan antenatal? 2. Bagaimana dengan pelaksanaan skrining HIV 3. Bagaimana dengan pelaksanaan kelas ibu hamil? 4. Apakah pihak puskesmas melakukan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang 3 kegiatan tersebut? 5. Apakah pelaksanaannya sudah maksimal yang dirasakan sampai saat ini? Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan tersebut? 6. Menurut bapak, bagaimana cara yang efektif untuk mempromosikan 3 kegiatan tersebut? 7. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil dari kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 8. Bagaimanakah monitoring dan evaluasi kegiatan pelayanan antennal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? Output 1. Apakah program KIA diwilayah kerja puskesmas sudah terlaksana dengan baik? Bagaimana dengan target cakupan program KIA di puskesmas?



2. Daftar pertanyaan untuk informan koordinator KIA Puskesmas Polonia A. Identitas informan 1. Nama



:



2. Umur



:



3. Jenis kelamin



:



4. Pendidikan terakhir



:



5. Tanggal Wawancara



:



B. Pertanyaan Input 1. Apakah dinas kesehatan melakukan pelatihan bagi petugas puskesmas untuk pelaksanaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 2. Berapa tenaga puskesmas yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan program KIA? 3. Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana program KIA di wilayah kerja puskesmas polonia? Apakah sudah mencukupi? Jika belum cukup, apa yang akan ditambahkan untuk menunjang kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 4. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? Proses 1. Bagaimana dengan pelaksanaan pelayanan antenatal? 2. Bagaimana dengan pelaksanaan skrining HIV? 3. Bagaimana dengan pelaksanaan kelas ibu hamil?



4. Apakah pihak puskesmas melakukan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang 3 kegiatan tersebut? 5. Apa saja tantangan internal maupun eksternal yang dialami dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 6. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala? 7. Menurut ibu, bagaimana kesadaran masyarakat untuk mengikuti pelaksanaan 3 kegiatan tersebut? 8. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil dari kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 9. Bagaimanakah monitoring dan evaluasi kegiatan pelayanan antennal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 10. Berapakah target cakupan program setiap bulannya? Output 1. Apakah program KIA diwilayah kerja puskesmas sudah terlaksana dengan baik? Bagaimana dengan target cakupan program KIA di puskesmas?



3. Daftar



pertanyaan untuk informan pelaksanana program KIA



(bidan/perawat) Puskesmas Polonia A. Identitas informan 1. Nama



:



2. Umur



:



3. Jenis kelamin



:



4. Pendidikan terakhir



:



5. Tanggal Wawancara



:



B. Pertanyaan Input 1. Apakah dinas kesehatan melakukan pelatihan bagi petugas puskesmas untuk pelaksanaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 2. Berapa tenaga puskesmas yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan program KIA? 3. Bagaimana dengan ketersediaan sarana dan prasarana program KIA di wilayah kerja puskesmas polonia? Apakah sudah mencukupi? Jika belum cukup, apa yang akan ditambahkan untuk menunjang kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 4. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? Proses 1. Bagaimana dengan pelaksanaan pelayanan antenatal? 2. Bagaimana dengan pelaksanaan skrining HIV?



3. Bagaimana dengan pelaksanaan kelas ibu hamil? 4. Apakah pihak puskesmas melakukan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang 3 kegiatan tersebut? 5. Apa saja tantangan internal maupun eksternal yang dialami dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 6. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala? 7. Menurut ibu, bagaimana kesadaran masyarakat untuk mengikuti pelaksanaan 3 kegiatan tersebut? 8. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil dari kegiatan pelayanan antenatal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 11. Bagaimanakah monitoring dan evaluasi kegiatan pelayanan antennal, skrining HIV, dan kelas ibu hamil? 12. Berapakah target cakupan program setiap bulannya? Output 1. Apakah program KIA diwilayah kerja puskesmas sudah terlaksana dengan baik? Bagaimana dengan target cakupan program KIA di puskesmas?



4. Daftar pertanyaan untuk ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Polonia A. Identitas informan 1. Nama



:



2. Umur



:



3. Jenis kelamin



:



4. Pendidikan terakhir



:



5. Tanggal Wawancara



:



B. Pertanyaan 1. Apakah yang ibu ketahui tentang pemeriksaan kehamilan? Dimanakah biasanya ibu melakukan pemeriksaan kehamilan? 2. Sudah berapa kali ibu melakukan kunjungan ke puskesmas? Apakah ibu rutin memeriksakan kehamilan ibu? 3. Apakah ibu memiliki buku KIA? Apakah ibu mengetahui kegunaannya? 4. Bagaimana pelayanan antenatal di puskesmas polonia? 5. Apa manfaat yang ibu harapkan setelah ibu melakukan pemeriksaan kehamilan? 6. Apakah petugas kesehatan pernah memberikan informasi mengenai kegiatan pelayanan antenatal, skrining/tes HIV dan kelas ibu hamil? 7. Apakah ibu melakukan skrining HIV? 8. Apakah ibu mengikuti kelas ibu hamil? 9. Apakah selama melaksanakan kelas ibu hamil, ibu sudah merasakan manfaat? 10. Materi apa saja yang ibu dapat selama kelas ibu hamil? 11. Dimanakah pelaksanaan kelas ibu hamil yang ibu ikuti?



Lampiran 2. Tabel Observasi Tabel Observasi Sarana Prasarana Ruangan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) No Jenis Peralatan I. Set Pemeriksaan Kesehatan Ibu 1 ½ Klem Korcher 2 Anuskop 3 Bak Instrumen dengan tutup 4 Baki Logam tempat Alat Steril Bertutup 5 Doppler 6 Gunting Benang 7 Gunting Verband 8 Korcher Tang 9 Mangkok untuk Larutan 10 Meja Instrumen / Alat Meja Periksa Ginekologi dan Kursi 11 Pemeriksa 12 Palu Refleks 13 Pen Lancet 14 Pinset Anatomi Panjang 15 Pinset Anatomi Pendek 16 Pinset Bedah 17 Silinder Korentang Steril 18 Sonde Mulut 19 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Besar 20 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Kecil 21 Spekulum Vagina (Cocor Bebek) Sedang 22 Spekulum Vagina (Sims) 23 Sphygmomanometer Dewasa 24 Stand Lampu untuk Tindakan 25 Stetoskop Dewasa 26 Stetoskop Janin / Fetoscope Sudip Lidah Logam / Spatula Lidah 27 Logam panjang 12cm Sudip Lidah Logam / Spatula Lidah 28 Logam panjang 16,5cm 29 Tampon Tang 30 Tempat Tidur Periksa 31 Termometer Dewasa



Ketersediaan ADA TIDAK                               



32 Timbangan Dewasa 33 Torniket Karet II. Set Pemeriksaan Kesehatan Anak 1 Alat Pengukur Panjang Bayi 2 Flowmeter anak (high flow) 3 Flowmeter neonatus (low flow) 4 Lampu periksa 5 Pengukur lingkar kepala 6 Pengukur tinggi badan anak 7 Sphygmomanometer dan manset anak 8 Stetoskop pediatric 9 Termometer Anak 10 Timbangan Anak 11 Timbangan Bayi III. Perlengkapan 1 Ari Timer 2 Bantal 3 Baskom Cuci Tangan 4 Celemek Plastik 5 Duk Bolong, Sedang 6 Kasur 7 Kotak Penyimpan Jarum Bekas 8 Lemari Obat 9 Lemari Alat 10 Meteran (untuk mengukur tinggi Fundus) 11 Perlak 12 Pispot 13 Pita Pengukur Lila 14 Pompa Payudara untuk ASI 15 Sarung Bantal 16 Selimut 17 Seprei 18 Set Tumbuh Kembang Anak 19 Sikat untuk Membersihkan Peralatan Tempat Sampah Tertutup yang dilengkapi 20 dengan injakan pembuka penutup 21 Tirai



 



          



                    



22 Toples Kapas / Kasa Steril 23 Tromol Kasa / Kain steril 24 Waskom Bengkok Kecil IV. Meubelair 1 Kursi Kerja 2 Lemari Arsip 3 Meja Tulis 1/2 biro V. Pencacatan & Pelaporan 1 Buku KIA 2 Buku Kohort Ibu 3 Buku Register Ibu Formulir dan surat keterangan lain sesuai 4 kebutuhan pelayanan yang diberikan 5 Formulir Informed Consent 6 Formulir Laporan 7 Formulir rujukan 8 Bagan Dinding MTBS 9 Bagan MTBS 10 Buku Register Bayi Formulir deteksi dini tumbuh kembang 11 anak Formulir kuesioner pra skrining 12 perkembang (KPSP) 13 Formulir Laporan kesehatan bayi



  



  



            



Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian



Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Dinkes



Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian



Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian



Gambar 1. Wawancara langsung dengan informan



Gambar 2. Wawancara langsung dengan informan



Gambar 3. Wawancara langsung dengan informan



Gambar 4. Wawancara langsung dengan informan



Gambar 5. Ruangan KIA bagian luar



Gambar 6. Ruangan KIA bagian dalam