Diktat Beton Prategang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



1. PENDAHULUAN Seperti yang telah diketahui bahwa beton adalah suatu material yang tahan terhadap tekanan, akan tetapi tidak tahan terhadap tarikan. Sedangkan baja adalah suatu material yang sangat tahan terhadap tarikan. Dengan mengkombinasikan antara beton dan baja dimana beton yang menahan tekanan sedangkan tarikan ditahan oleh baja akan menjadi material yang tahan terhadap tekanan dan tarikan yang dikenal sebagai beton bertulang ( reinforced concrete ). Jadi pada beton bertulang, beton hanya memikul tegangan tekan, sedangkan tegangan tarik dipikul oleh baja sebagai penulangan ( rebar ). Sehingga pada beton bertulang, penampang beton tidak dapat efektif 100 % digunakan, karena bagian yang tertarik tidak diperhitungkan sebagai pemikul tegangan.



h



c



bagian tekan



grs. netral d



bagian tarik penulangan b



Gambar 001



Hal ini dapat dilihat pada sketsa gambar disamping ini. Suatu penampang beton bertulang dimana penampang beton yang diperhitungkan untuk memikul tegangan tekan adalah bagian diatas garis netral ( bagian yang diarsir ), sedangkan bagian dibawah garis netral adalah bagian tarik yang tidak diperhitungkan untuk memikul gaya tarik karena beton tidak tahan terhadap tegangan tarik.



Gaya tarik pada beton bertulang dipikul oleh besi penulangan ( rebar ). Kelemahan lain dari konstruksi beton bertulang adalah bera t sendiri ( self weight ) yang besar, yaitu 2.400 kg/m3, dapat dibayangkan berapa berat penampang yang tidak diperhitungkan untuk memikul tegangan ( bagian tarik ). Untuk mengatasi ini pada beton diberi tekanan awal sebelum beban-beban bekerja, sehingga seluruh penampang beton dalam keadaan tertekan seluruhnya, inilah yang kemudian disebut beton pratekan atau beton prategang ( prestressed concrete ). Perbedaan utama antara beton bertulang dan beton pratekan. Beton bertulang : Cara bekerja beton bertulang adalah mengkombinasikan antara beton dan baja tulangan dengan membiarkan kedua material tersebut bekerja sendiri-sendiri, dimana beton bekerja memikul tegangan tekan dan baja penulangan memikul tegangan tarik. Jadi dengan menempatkan penulangan pada tempat yang tepat, beton bertulang dapat sekaligus memikul baik tegangan tekan maupun tegangan tarik. Beton pratekan : Pada beton pratekan, kombinasi antara beton dengan mutu yang tinggi dan baja bermutu tinggi dikombinasikan dengan cara aktif, sedangan beton bertulang kombinasinya secara pasif. Cara aktif ini dapat dicapai dengan cara menarik baja dengan menahannya kebeton, sehingga beton dalam keadaan tertekan. Karena penampang beton sebelum beban bekerja telah dalam kondisi tertekan, maka bila beban bekerja tegangan tarik yang terjadi dapat di-eliminir oleh tegangan tekan yang telah diberikan pada penampang sebelum beban bekerja.



01



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Keuntungan Beton Prategang Konstruksi beton prategang ( Prestressed concrete ) mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan konstruksi beton bertulang biasa, antara lain : a. Terhindarnya retak terbuka didaerah tarik, sehingga beton prategang akan lebih tahan terhadap korosi. b. Lebih kedap terhadap air, cocok untuk pipa dan tangki air. c. Karena terbentuknya lawan lendut akibat gaya prategang sebelum beban rencana bekerja, maka lendutan akhir setelah beban rencana bekerja, akan lebih kecil dari pada beton bertulang biasa. d. Penampang struktur akan lebih kecil/langsing, sebab seluruh luas penampang dipergunakan secara efektif. e. Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dari pada jumlah berat besi penulangan pada konstruksi beton bertulang biasa. f. Ketahanan geser balok dan ketahanan puntirnya bertambah. Dengan ini, maka suatu struktur dengan bentangan besar penampangnya akan lebih langsing, hal ini mengakibatkan Natural Frequency dari struktur berkurang, sehingga menjadi dinamis instabil akibat beban getaran gempa atau angin, kecuali bila struktur itu memiliki redaman yang cukup atau kekakuannya ditambah. Bila ditinjau dari segi ekonomis, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan : a. Jumlah voluma beton yang diperlukan lebih kecil. b. Jumlah baja/besi yang dipergunakan hanya 1/5 ∼ 1/3 nya. c. Tetapi biaya awalnya tidak sebanding dengan pengurangan beratnya. Harga baja dan beton mutu tinggi lebih mahal, selain itu formwork dan penegangan baja prategang perlu tambahan biaya. Perbedaan biaya awal ini akan menjadi lebih kecil, jika beton prategang yang dibuat adalah beton pracetak dalam jumlah yang besar. d. Sebaliknya beton prategang hampir-hampir tidak memerlukan biaya pemeliharan, lebih tahan lama karena tidak adanya retak-retak, berkurangnya beban mati yang diterima pondasi, dapat mempunyai bentang yang lebih besar, dan tinggi penampang konstruksinya berkurang. Ada beberapa keuntungan dari beton prategang bila dibandingkan dengan beton bertulang biasa : 1. Karena pada beton prategang dipergunakan material yang bermutu tinggi, baik beton dan baja prategang, maka voluma material yang dipergunakan lebih kecil bila dibandingkan dengan beton bertulang biasa untuk beban yang sama. Menurut pengalaman dengan meningkatkan mutu beton 2x lipat akan menghemat biaya sekitar 30 %. 2. Pada beton prategang seluruh penampang beton aktif menerima beban, sedangkan pada beton bertulang biasa hanya penampang yang tidak retak saja yang menerima beban. 3. Beton pratekan akan lebih ringan atau langsing ( karena volumanya lebih kecil ) sehingga secara estetika akan lebih baik. Untuk bentangan-bentangan yang besar seperti jembatan dimana pengaruh berat sendiri sangat besar, maka penggunaan beton prategang akan sangat menguntungkan, karena lebih ringan dapat menghemat pondasinya. 02



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 4. Karena tidak terjadi retak pada beton prategang, maka baik baja penulangan dan baja prategang akan lebih terlindungi terhadap bahaya korosi, sehingga akan lebih cocok untuk struktur yang bertempat didaerah korosif. 5. Lendutan efektif untuk beban jangka panjang dapat terkontrol lebih baik pada beton prategang penuh maupun prategang sebagian. 2. PRINSIP DASAR BETON PRATEKAN Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang diberikan tegangan tekan internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-eliminir tegangan tarik yang terjadi akibat beban ekternal sampai suatu batas tertentu. Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-sifat dasar dari beton pratekan atau prategang : Konsep Pertama : Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastis. Eugene Freyssinet menggambarkan dengan memberikan tekanan terlebih dahulu ( pratekan ) pada bahan beton yang pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan ( dengan menarik baja mutu tinggi ), beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban eksternal. Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini :



F



F



c



c.g.c



c Tendon konsentris



F M. c + A I GARIS NETRAL



c



+



= c



y M.y/I



F/A



M.c/I



AKIBAT GAYA PRATEGANG F



AKIBAT MOMEN EKSTERNAL M



F + M. c I A F - M.c A I AKIBAT F DAN M



Gambar 002 Akibat diberi gaya tekan ( gaya prategang ) F yang bekerja pada pusat berat penampang beton akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang beton sebaesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton tsb.



03



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Akibat beban merata ( termasuk berat sendiri beton ) akan memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah : M .c I Dimana : M : momen lentur pada penampang yang ditinjau c : jarak garis netral ke serat terluar penampang I : momen inersia penampang.



Tegangan lentur : f =



Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur ini dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah : a.Diatas garis netral : F M .c + → tidak boleh melampaui tegangan hancur beton. fTotal = A I b. Dibawah garis netral : fTotal =



F M .c − ≥ 0 → tidak boleh lebih kecil dari nol. A I



Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul beban tarik.



Konsep Kedua : Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton Mutu Tinggi. Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang biasa, yaitu beton prategang merupakan kombinasi kerja sama antara baja prategang dan beton, dimana beton menahan betan tekan dan baja prategang menahan beban tarik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : q



q C



C



T



T Besi Tulangan



kabel prategang



BETON BERTULANG



BETON PRATEGANG



(B)



(A)



Gambar 003 Pada beton prategang, baja prategang ditarik dengan gaya prategang T yang mana membentuk suatu kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen akibat beban luar. Sedangkan pada beton bertulang biasa, besi penulangan menahan gaya tarik T akibat beban luar, yang juga membentuk kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen luar akibat beban luar.



04 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Konsep Ketiga : Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Disini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat keseimbangan gaya-gaya pada suatu balok. Pada design struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga batang yang mengalami lendutan seperti plat, balok dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan sbagai berikut : Kabel prategang dg. lintasan parabola F h



F



L



F



F Beban merata wb



Gambar 004 Suatu balok beton diatas dua perletakan ( simple beam ) yang diberi gaya prategang F melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang yang terdistribusi secara merata kearah atas dinyatakan : wb = Dimana : wb h L F



8.F .h L2



: beban merata kearah atas, akibat gaya prategang F : tinggi parabola lintasan kabel prategang. : bentangan balok. : gaya prategang.



Jadi beban merata akibat beban ( mengarah kebawah ) diimbangi oleh gaya merata akibat prategang wb yang mengarah keatas. Inilah tiga konsep dari beton prategang ( pratekan ), yang nantinya dipergunakan untuk menganalisa suatu struktur beton prategang.



05 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



3. METHODE PRATEGANGAN Pada dasarnya ada 2 macam methode pemberian gaya prategang pada beton, yaitu : 3.1. Pratarik ( Pre-Tension Method ) Methode ini baja prategang diberi gaya prategang dulu sebelum beton dicor, oleh karena itu disebut pretension method. Adapun prinsip dari Pratarik ini secara singkat adalah sebagai berikut : KABEL ( TENDON ) PRATEGANG ABUTMENT



LANDASAN ANGKER



F



F



(A)



BETON DICOR



F



F



(B)



TENDON DILEPAS GAYA PRATEGANG DITRANSFER KE BETON



F



F



(C)



Gambar 005 Tahap 1 : Kabel ( Tendon ) prategang ditarik atau diberi gaya prategang kemudian diangker pada suatu abutment tetap ( gambar 005 A ). Tahap 2 : Beton dicor pada cetakan ( formwork ) dan landasan yang sudah disediakan sedemikian sehingga melingkupi tendon yang sudah diberi gaya prategang dan dibiarkan mengering ( gambar 005 B ). Tahap 3 : Setelah beton mengering dan cukup umur kuat untuk menerima gaya prategang, tendon dipotong dan dilepas, sehingga gaya prategang ditransfer ke beton ( gambar 005 C ). Setelah gaya prategang ditransfer kebeton, balok beton tsb. akan melengkung keatas sebelum menerima beban kerja. Setelah beban kerja bekerja, maka balok beton tsb. akan rata.



06



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 3.2. Pasca tarik ( Post-Tension Method ) Pada methode Pascatarik, beton dicor lebih dahulu, dimana sebelumnya telah disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Secara singkat methode ini dapat dijelaskan sebagai berikut : BETON DICOR SALURAN TENDON



(A)



TENDON ( KABEL/BAJA PRATEGANG ) ANGKER



F (B)



(C)



F



GROUTING



F



F



Gambar 006 Tahap 1 : Dengan cetakan ( formwork ) yang telah disediakan lengkap dengan saluran/selongsong kabel prategang ( tendon duct ) yang dipasang melengkung sesuai bidang momen balok, beton dicor ( gambar 006 A ). Tahap 2 : Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya prategang, tendon atau kabel prategang dimasukkan dalam selongsong ( tendon duct ), kemudian ditarik untuk mendapatkan gaya prategang. Methode pemberian gaya prategang ini, salah satu ujung kabel diangker, kemudian ujung lainnya ditarik ( ditarik dari satu sisi ). Ada pula yang ditarik dikedua sisinya dan diangker secara bersamaan. Setelah diangkur, kemudian saluran di grouting melalui lubang yang telah disediakan. ( Gambar 006 B ). Tahap 3 : Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya prategang telah ditransfer kebeton. Karena tendon dipasang melengkung, maka akibat gaya prategang tendon memberikan beban merata kebalok yang arahnya keatas, akibatnya balok melengkung keatas ( gambar 006 C ).



07 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Karena alasan transportasi dari pabrik beton kesite, maka biasanya beton prategang dengan sistem post-tension ini dilaksanakan secara segmental ( balok dibagibagi, misalnya dengan panjang 1 ∼ 1,5 m ), kemudian pemberian gaya prategang dilaksanakan disite, setelah balok segmental tsb. dirangkai.



4. TAHAP PEMBEBANAN Tidak seperti pada perencanaan beton bertulang biasa. pada perencanaan beton prategang ada dua tahap pembebanan yang harus dianalisa. Pada setiap tahap pembebanan harus selalu diadakan pengecekan atas kondisi pada bagian yang tertekan maupun bagian yang tertarik untuk setiap penampang. Dua tahap pembebanan pada beton prategang adalah Tahap Transfer dan Tahap Service ( Layan ). 4.1. Tahap Transfer Untuk metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angker dilepas dan gaya prategang direansfer ke beton. Untuk metode pascatarik, tahap transfer ini terjadi pada saat beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini beban yang bekerja hanya berat sendiri struktur, beban pekerja dan peralatan, sedangkan beban hidup belum bekerja sepenuhnya, jadi beban yang bekerja sangat minimum, sementara gaya prategang yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang. 4.2. Tahap Service Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur, maka mulailah masuk ke tahap service, atau tahap layan dari beton prategang tersebut. Pada tahap ini beban luar seperti live load, angin, gempa dll. mulai bekerja, sedangkan pada tahap ini semua kehilangan gaya prategang sudah harus dipertimbangkan didalam analisa strukturnya. Pada setiap tahap pembebanan pada beton prategang harus selalu dianalisis terhadap kekuatan, daya layan, lendutan terhadap lendutan ijin,nilai retak terhadap nilai batas yang di-ijinkan. Perhitungan untuk tegangan dapat dilakukan dengan pendekatan kombinasi pembebanan, konsep kopel internal ( internal couple concept ) atau methode beban penyeimbang ( load balancing method ), yang akan dibahas pada kuliah-kuliah berikutnya.



5. PERENCANAAN BETON PRATEGANG Ada 2 (dua) metode perencanaan beton prategang, yaitu : 1. Working stress method ( metode beban kerja ) Prinsip perencanaan disini ialah dengan menghitung tegangan yang terjadi akibat pembebanan ( tanpa dikalikan dengan faktor beban ) dan membandingkan dengan tegangan yang di-ijinkan. Tegangan yang di-ijinkan dikalikan dengan suatu faktor kelebihan tegangan ( overstress factor ) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang di-ijinkan tersebut, maka struktur dinyatakan aman. 08



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



2. Limit state method ( metode beban batas ) Prinsip perencanaan disini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat dilampaui oleh suatu sistim struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap beban, api , kelelahan dan persyaratan-persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan struktur tersebut. Dalam menghitung beban rencana maka beban harus dikalikan dengan suatu faktor beban ( load factor ), sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan ( reduction factor ). Tahap batas ( limit state ) adalah suatu batas tidak di-inginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan struktur. Kombinasi pembebanan untuk Tahap Batas Kekuatan ( Strength Limit State ) adalah : Berdasarkan SNI 03-2874-2002 1. U = 1,4 D …………………………………………. .. ( 4 ) 2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) ………………. ( 5 ) 3. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 ( A atau R ) ……… ( 6 ) 4. U = 0,9 D ± 1,6 L …………………………………... ( 7 ) 5. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E ………………………….. ( 8 ) 6. U = 0,9 D ± E ………………………………………. ( 9 ) Dimana : U D L A R W E



= = = = = = =



Kuat perlu Dead Load ( Beban Mati ) Live Load ( Beban Hidup ) Beban Atap Beban Air Hujan Beban Angin Beban Gempa



Catatan : a. Jika ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan didalam perencanaan, maka pada persamaan 5, 7 dan 9 ditambahkan 1,6 H, kecuali bila akibat tekanan tanah H akan mengurangi pengaruh beban W dan E, maka pengaruh tekanan tanah H tidak perlu diperhitungkan. b. Jika ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida F diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban fluida 1,4 F harus ditambahkan pada persamaan 4, dan 1,2 F pada persamaan 5. C . Untuk kombinasi beban ini selanjutnya dapat dipelajari dalam buku code beton SNI 03 – 2874 – 2002 Perencanaan struktur untuk tahap batas kekuatan ( Strength Limit State ), menetapkan bahwa aksi design ( Ru ) harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan ∅. Ru ≤ ∅ Rn



( 5.1 )



Dimana : Ru = aksi desain Rn = kapasitas bahan ∅ = faktor reduksi 09



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Sehingga untuk aksi design , momen, geser, puntir dan gaya aksial berlaku : Mu Vu Tu Pu



≤ ≤ ≤ ≤



∅ Mn ∅ Vn ∅ Tn ∅ Pn



Harga-harga Mu, Vu, Tu dan Pu diperoleh dari kombinasi pempebanan yang paling maksimum, sedangkan Mn, Vn, Tn dan Pn adalah kapasitas penampang terhadap Momen, Geser, Puntir dan Gaya Aksial. Faktor Reduksi kekuatan menurut SNI 03 – 2874 – 2002 untuk : Lentur tanpa gaya aksial ……………………………………….. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur …………………….. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur : tulangan spiral … : tulangan sengkang Gaya geser dan Puntir …………………………………………..



: : : : :



∅ ∅ ∅ ∅ ∅



= = = = =



0,80 0,80 0,70 0,65 0,75



Untuk lebih memahami hal ini agar mempelajari sumbernya, yaitu SNI 03−2874−2002 Desain untuk tahap batas kemampuan layan ( serviceability limit state ) harus diperhitungkan sampai batas lendutan, batas retakan atau batasan-batasan yang lain. Untuk batas kekuatan lentur ( bending stress limit ), suatu komponen struktur dianalisis dari tahap awal ( beban layan ) sampai tahap batas ( beban batas/ultimate load ). Sedangkan untuk geser dan puntir , analisis dilakukan pada suatu tahap batas saja, karena pada geser dan puntir batas dari kedua tahap tersebut tidak sejelas pada analisis lentur. Karena kekuatan beton prategang sangat tergantung pada tingkat penegangan ( besarnya gaya prategang ) maka dikenal istilah : Prategang Penuh ( fully prestressed ) dan Prategang Sebagian ( partially prestressed ). Untuk komponen-kompenen struktur dari beton prategang penuh, maka komponen tersebut direncanakan untuk tidak mengalami retak pada beban layan, jadi pada komponen tersebut ditetapkan tegangan tarik yang terjadi = nol ( σtt = σts = 0 ). Dimana : σtt : tegangan tarik ijin pada saat transfer gaya prategang σts : tegangan tarik ijin pada saat servis Untuk kompomen struktur yang direncanakan sebagai beton prategang sebagian, maka komponen tersebut dapat didesain untuk mengalami retak pada beban layan dengan batasan tegangan tarik pada saat layan diperbolehkan maksimum :



σts = 0,50



f c'



( 5.2 )



Dimana : fc′ : kuat tekan beton Oleh karena itu konstruksi beton prategang harus didesain sedemikian sehingga mempunyai kekuatan yang cukup dan mempunyai kemampuan layan yang sesuai kebutuhan. Disamping itu konstruksi harus awet, tahan terhadap api, tahan terhadap kelelahan ( untuk beban yang berulang-ulang dan berubah-ubah ), dan memenuhi persyaratan lain yang berhubungan dengan kegunaannya.



10



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. : 1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban terbatas ( dead load dan beban konstruksi ). 2. Kehilangan gaya prategang. Untuk perhitungan awal kehilangan gaya prategang ini biasanya ditentukan 25 % untuk sistem pratarik ( pre-tension ) dan 20 % untuk sistem pascatarik ( post-tension ). 3. Pada kondisi servis dengan gaya prategang efektif ( sudah diperhitungkan kehilangan gaya prategangnya ) dan beban maksimum ( beban mati, beban hidup dan pengaruh-pengaruh lain ). 4. Perlu diperhitungkan pengaruh-pengaruh lain yang mempengaruhi struktur beton prategang seperti adanya pengaruh sekunder pada struktur statis tak tentu, pengaruh P delta pada gedung bertingkat tinggi, serta perilaku struktur dari awal sampai waktu yang ditentukan. Tegangan-tegangan yang di-ijinkan beton untuk struktur lentur SNI 03 – 2874 – 2002 A.Tegangan sesaat setelah penyaluran gaya prategang dan sebelum terjadinya kehilangan gaya prategang sebagai fungsi waktu, tidak boleh melampaui : 1. Tegangan tekan serat terluar ……………………………………….. : 0,60 fci′ 2. Tegangan tarik serat terluar ( kecuali item 1 dan 3 ) ………………. : 0,25



f ci'



3. Tegangan tarik serat terluar diujung struktur diatas tumpuan ……… : 0,50 f ci' Apabila tegangan melampaui nilai-nilai tersebut diatas, maka harus dipasang tulangan extra ( non prategang atau prategang ) untuk memikul gaya tarik total beton yang dihitung berdasarkan asumsi penampang penuh sebelum retak. B. Tegangan pada saat kondisi beban layan ( sesudah memperhitungkan semua kehilangan gaya prategang yang mungkin terjadi ), tidak boleh melampaui : 1. Tegangan tekan serat terluar akibat gaya prategang, beban mati dan beban hidup tetap …………………………………………………….. : 0,45 fc′ 2. Tegangan tekan serat terluar akibat gaya prategang, beban mati dan beban hidup total ……………………………………………………… : 0,60 fc′ 3. Tegangan tarik serat terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya mengalami tekanan ………………………………………………….. : 0,50



f c'



Dari uraian-uraian diatas, pada prinsipnya konsep beton prategang dan beton bertulang biasa adalah sama, yaitu sama-sama dipasangnya tulangan pada daerah-daerah dimana akan terjadi tegangan tarik. Bedanya pada beton bertulang biasa, tulangan akan memikul tegangan tarik akibat beban, sedangkan pada beton prategang tulangan yang berupa kabel prategang ( tendon ) ditarik lebih dahulu sebelum bekerjanya beban luar. Penarikan kabel ini menyebabkan tertekannya beton, sehingga beton menjadi mampu menahan beban yang lebih tinggi sebelum retak. Pada dasarnya elemen struktur beton prategang akan mengalami keretakan pada beban yang lebih tinggi dari beban yang dibutuhkan untuk meretakan elemen struktur dari beton bertulang biasa. Demikian pula dengan lendutan, untuk beton prategang lendutannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan beton bertulang biasa, oleh karena itu konstruksi beton prategang itu banyak dipergunakan untuk bentangan-bentangan yang panjang. 11



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 6. MATERIAL BETON PRATEGANG 6.1. Beton Seperti telah di ketahui bahwa beton adalah campuran dari Semen, Agregat kasar ( split ), Agregat halus ( pasir ), Air dan bahan tambahan yang lain. Perbandingan berat campuran beton pada umumnya Semen 18 %, Agregat kasar 44 %, Agregat halus 31 % dan Air 7 %. Setelah beberapa jam campuran tersebut dituangkan atau dicor pada acuan ( formwork ) yang telah disediakan, bahan-bahan tersebut akanlangsung mengeras sesuai bentuk acuan ( formwork ) yang telah dibuat. Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik ( fc′ ) pada usia 28 hari. Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95 % dari pengukuran kuat tekan uniaksial yang diambil dari tes penekanan contoh ( sample ) beton dengan ukuran kubus 150 x 150 mm, atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai-bagai benda uji ( sample ). Benda Uji



Perbandingan Kekuatan 1.00 0.95 0.83



Kubus 150 x 150 x 150 mm Kubus 200 x 200 x 200 mm Silinder ( Dia. 150 ) x ( H = 300 ) mm



Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai umur beton ( benda uji ). 3



7



14



21



28



90



365



0.40



0.65



0.88



0.95



1.00



1.20



1.35



Umur Benda Beton ( hari ) Perbandingan kekuatan



Pada konstruksi beton prategang biasanya dipergunakan beton mutu tinggi dengan kuat tekan fc′ = 30 ∼ 40 MPa, hal ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada pengangkuran tendon ( baja prategang ) agar tidak terjadi keretakankeretakan. Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari kuat tekannya. SNI 03 – 2874 – 2002 menetapkan untuk kuat tarik beton σts = 0,50



f c' sedang-kan



ACI menetapkan σts = 0,60 f c' . Modulus elastisitas beton E dalam SNI 03 – 2874 – 2002 ditetapkan : Ec = (wc )1,5 x 0,043



f c'



Dimana : Ec : modulus elastisitas beton ( MPa ) wc : berat voluna beton ( kg/m3 ) fc′ : tegangan tekan beton ( MPa ) Sedangkan untuk beton normal diambil : Ec = 4700



f c' MPa



12 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 6.2. Baja Prategang Didalam praktek baja prategang ( tendon ) yang dipergunakan ada 3 ( tiga ) macam, yaitu : a. Kawat tunggal ( wire ). Kawat tunggal ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem pra-tarik ( pretension method ). b. Untaian kawat ( strand ). Untaian kawat ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem pasca-tarik ( post-tension ). c. Kawat batangan ( bar ) Kawat batangan ini biasanya digunakan untuk beton prategang dengan sistem pra-tarik ( pretension ). Selain baja prategang diatas, beton prategang masih memerlukan penulangan biasa yang tidak diberi gaya prategang, seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran dan lain-lain. Tabel Tipikal Baja Prategang Jenis Baja Prategang Kawat Tunggal ( wire )



Untaian Kawat ( strand )



Kawat Batangan ( bar )



Diameter ( mm )



Luas ( mm2)



Beban Putus ( kN )



Tegangan Tarik ( MPa )



3 4 5 7 8 9.3 12.7 15.2 23 26 29 32 38



7.1 12.6 19.6 38.5 50.3 54.7 100 143 415 530 660 804 1140



13.5 22.1 31.4 57.8 70.4 102 184 250 450 570 710 870 1230



1900 1750 1600 1500 1400 1860 1840 1750 1080 1080 1080 1080 1080



Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sitem pre-tension adalah seven-wire strand dan single-wire. Untuk seven-wire ini, satu bendel kawat teriri dari 7 buah kawat, sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal. Sedangkan untuk beton prategang dengan sistem post-tension sering digunakan tendon monostrand, batang tunggal, multi-wire dan multi-strand. Untuk jenis post-tension method ini tendon dapat bersifat bonded ( dimana saluran kabel diisi dengan material grouting ) dan unbonded saluran kabel di-isi dengan minyak gemuk atau grease. Tujuan utama dari grouting ini adalah untuk : ∼ Melindungi tendon dari korosi ∼ Mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton sekitarnya.



13



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Material grouting ini biasanya terdiri dari campuran semen dan air dengan w/c ratio 0,5 dan admixe ( water reducing dan expansive agent ) Common Types from CPCI Metric Design Manual Grade Tendon Type



Seven - wire Strand



Prestressing Wire



Deformed



Prestressing Bar



Nominal Dimension



MPa



Size Designation



1860 1860 1860 1860 1760 1550 1720 1620 1760 1080 1030 1100



9 11 13 15 16 5 5 7 7 15 26 26



Diameter ( mm ) 9.53 11.13 12.70 15.24 15.47 5.00 5.00 7.00 7.00 15.0 26.5 26.5



1030 1100 1030



32 32 36



32.0 32.0 36.0



f pu



Mass ( kg/m )



Area ( mm2 ) 55 74 99 140 148 19.6 19.6 38.5 38.5 177 551 551



0.432 0.582 0.775 1.109 1.173 0.154 0.154 0.302 0.302 1.44 4.48 4.48



804 804 1018



6.53 6.53 8.27



Kabel pratekan yang berupa strand atau untaian kawat ASTM A 416 ″ Uncoated seven wire stress relieved strand ″ ini ada 2 macam grade, yaitu : Grade 250 Tegangan tarik batas minimumnya fpu = 250.000 psi ( 17.250 kg/cm2 ) Grade 270 Tegangan tarik batas minimumnya fpu = 270.000 psi ( 18.600 kg/cm2 ) Grade



250



270



Diameter Nominal in 0.250 0.313 0.375 0.438 0.500 0.600 0.375 0.438 0.500 0.563 0.600



mm 6.35 7.94 9.53 11.11 12.54 15.24 9.53 11.11 12.54 14.29 15.24



Luas Penampang Nominal 2



in 0.036 0.058 0.080 0.108 0.144 0.216 0.085 0.115 0.153 0.192 0.216



2



mm 23.22 37.42 51.61 69.68 92.90 139.35 54.85 74.19 98.71 123.87 139.35



Tegangan Tarik Batas f pu ksi 250 250 250 250 250 250 270 270 270 270 270



MPa 1,725 1,725 1,725 1,725 1,725 1,725 1,860 1,860 1,860 1,860 1,860



Berat jenis tendon 7.850 kg/m3 Modulus elastisitas G 250 maupun G 270 adalah : E = 27.500.000 psi = 1,925 x 106 kg/cm2



14 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 1 : Suatu balok beton prategang dengan mutu fc′ = 45 MPa, bentangan L = 10 m, memikul beban hidup WL = 350 kg/m′. Ukuran balok 20 x 60 cm dan diberi gaya prategang P tepat dipusat titik berat penampang balok, seperti sketsa dibawah ini.



A



B



C 5.000



h = 600



W L = 350 kg/m ' x



Titik Kerja Gaya Prategang x



5.000 b = 200



L = 10.000



PENAMPANG BALOK



Gambar 007 Hitung gaya prategang efektif yang diperlukan balok tersebut agar mampu memikul beban hidup WL = 350 kg/m′ dengan catatan tidak diperbolehkan terjadi tegangan tarik pada penampang beton. Penyelesaian : Properti Penampang : Luas penampang Ac = b x h = 20 x 60 = 1.200 cm2 Momen inersia I = 112 b x h3 = 112 20 x 603 = 360.000 cm4 Jarak garis netral keserat terluar atas dan bawah : ya = yb = ½ h = ½ x 60 cm = 30 cm Beban mati ( berat sendiri balok ) : WD = 0,20 x 0,60 x 1,00 x 2.400 = 288 kg/m′ Momen maksimum akibat beban mati : MD = 18 WD L2 = 18 288 x 102 = 3.600 kgm Momen maksimum akibat beban hidup : ML = 18 WL L2 = 18 350 x 102 = 4.375 kgm Momen maksimum akibat Beban Mati dan Beban Hidup : Mu = 1,2 MD + 1,6 ML = 1,2 3.600 + 1,6 4.375 = 11.350 kgm Momen nominal yang dapat dipikul penampang : Mu 11.350 Mn = = = 14.187 kgm φ 0,80 Syarat tegangan tekan pada beton akibat beban mati dan beban hidup pada saat layan yang di-ijinkan sesuai dengan SNI 03 – 2874 – 2002 ( halaman 11 ) adalah : Tegangan tekan maksimum : fcu′ = 0,60 x fc′ = 0,60 x 450 kg/cm2 = 270 kg/cm2 Tegangan tarik pada soal ini tidak diperkenankan. Agar hal ini dapat tercapai, maka diagram tegangan balok akibat beban mati, beban hidup dan gaya prategang harus seperti ganbar 008 dihalaman berikut ini.



15



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Mn .ya I Titik Kerja Gaya Prategang x



h



x



+



GRS. NETRAL



b



+ + Pe /A



PENAMPANG BALOK



Pe Mn .ya + A I



TEG. AKIBAT GAYA PRESTRESS



+



= Mn .yb I



TEGANGAN TOTAL



TEG. AKIBAT MOMEN



Gambar 008 Tegangan tarik pada serat bawah balok : M .y P ft = e − n b = 0 ( tidak diperkenankan terjadi tarik ) Ac I



Pe 1.418.700 x30 − =0 1.200 360.000 Pe = 1.200 x



1.418.700 x30 = 141.870 kg 360.000



Kontrol tegangan tekan pada serat atas balok : M n . ya P 141.870 1.418.700 x30 fca′ = e + = + Ac I 1.200 360.000



fca′ = 118,23 + 118,23 = 236,46 kg/cm2 ≤ fcu′ = 270 kg/cm2 → OK Kesimpulan : Jadi gaya prategang efektif harus diberikan pada balok agar mampu menahan beban hidup WL = 350 kg/m′ adalah : Pe = 141.870 kg Gaya prategang efektif adalah gaya prategang setelah diperhitungkan kehilangankehilangan gaya prategang yang akan dibicarakan pada bab-bab berikut ini.



Contoh Soal 2 : Seperti pada contoh no. 1 diatas, tetapi titik kerja gaya prategang digeser kebawah sejauh 20 cm dari garis netral. Sekarang dengan gaya prategang efektif sebesar Pe = 143.240 kg, maka hitunglah beban hidup yang dapat dipikul oleh balok prategang tersebut. Penyelesaian : Dengan digesernya garis kerja gaya prategang sejauh 20 cm dari garis netral, maka terjadi eksentrisitas terhadap garis netral sebesar : e = 20 cm 16



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



-



+



Me = Pe x e x e



h



x



+



b



Pe



+



+



+



= -



+ Pe /A



Kabel / Baja Prategang



Ttk. Kerja Gaya Prategang



PENAMPANG BALOK



Pe -- Me . ya Mn.ya + A I I



Mn .ya I



Me . ya I



Me. yb I



TEG. AKIBAT GAYA PRESTRESS



Mn .yb I



TEGANGAN TOTAL



TEG. AKIBAT MOMEN BEBAN



Gambar 009 Tegangan pada serat bawah :



M .y M .y Pe + e b − n b = 0 ( dalam soal ini tidak boleh terjadi teg. tarik ). Ac I I



ft =



Me = Pe x e = 141.870 x 20 = 2.837.400 kgcm → Momen akibat eksentrisitas



ft =



M n x30 141.870 2.837.400 x30 + − =0 1.200 360.000 360.000



118,23 + 236,45 −



30 Mn = 0 360.000



360.000 = 4.256.160 kgcm 30 Check tegangan tekan pada serat atas balok : M .y M .y P fca′ = e − e a + n a Ac I I Mn = ( 118,23 + 236,45 ) x



fca′ =



141.870 2.837.400 x30 4.256.160 x30 − + 1.200 360.000 360.000



fca′ = 118,23 − 236,45 + 354,68 = 236,46 kg/cm2 ≤ fcu′ = 270 kg/cm2 → OK Mu = ∅ Mn = 0,80 x 4.256.160 = 3.404.928 kgcm = 34.049,28 kgm Mu = 1,2 MD + 1,6 ML = 34.049,28 kgm ML = 1



8



34.049,28 − 1,2 x3.600 = 18,581 kgm 1,6



WL x L2 = 18.581



8 x18.581 = 1.486 kg/m′ 10 2 Dari sini kelihatan bahwa dengan memberi eksentrisitas e = 20 cm, maka beban hidup yang dapat dipikul balok meningkat dari 350 kg/m′ ( contoh 1 ) menjadi 1.486 kg/m′



WL =



17



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



7. KEHILANGAN GAYA PRATEGANG. Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon pada tahap-tahap pembebanan. Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Immediate Elastic Losses ( Kehilangan Prategang dalam Jangka Pendek ) Ini adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah beton diberi gaya prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini disebabkan oleh : − Perpendekan Elastic Beton ( Elastic shortening ) − Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari tendon, ini terjadi pada beton prategang dengan sistem post tension. − Kehilangan pada sistem angkur, antara lain akibat slip diangkur 2. Time dependent Losses Ini adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang mana hal ini disebabkan oleh : − Rangkak ( creep ) pada beton. − Susut pada beton. − Relaksasi baja prategang. Karena banyaknya faktor yang saling terkait, perhitungan kehilangan gaya prategang ( losses ) secara eksak sangat sulit untuk dilaksanakan, sehingga banyak dilakukan me-toda pendekatan, misalnya metoda lump-sum ( AASHTO ), PCI method dan ASCE-ACI methods. 7.1. Perpendekan Elastis Beton Antara sistem pra-tarik dan pasca tarik pengaruh kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton ini berbeda. Pada sistem pra-tarik perubahan regangan pada baja prategang yang diakibatkan oleh perpendekan elastis beton adalah sama dengan regangan beton pada baja prategang tersebut. 1. Sistem Pra-Tarik Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis ( elastic shortening ) tergantung pada rasio antara modulus elastisitas beton dan tegangan beton dimana baja prategang terletak. Ditinjau balok prategegang dengan sistem pra-tarik ( pretension ) Grs. Netral Pi



Pi L



1/2 ∆ L



1/2 ∆ L



Gambar 010 18 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Suatu balok panjang L diberi gaya prategang Pi yang garia kerjanya tepat digaris netral seperti gambar 010 diatas. Akibat gaya prategang ini balok beton mengalami perpendekan dalam arah axial ( searah panjang balok ). Perpendekan balok beton :



∆ L beton =



Pi .L Ac .Ec



Perpendekan kabel prategang :



∆ L kabel = Dimana :



Pi AC Asp Ec Esp



: : : : :



Pi .L Asp .Esp



Gaya prategang awal. Luas penampang balok beton. Luas penampang kabel prategang. Modulus elastisitas beton. Modulus elastisitas kabel prategang.



∆ L beton = ∆ L kabel Pi .L = Ac .Ec



Pi .L As .E s



E sp Pi Esp Pi x =n = → Asp Ec Ac Ec



Pi P P = n i → Kehilangan tegangan pada kabel : i Asp Asp Ac ∆ fp = n . fc′



( 7.1.1 )



Prosentase kehilangan prategang : ES =



∆f p fp



x 100 % → fp =



p Asp



Dimana : ∆ fp = kehilangan prategang fc′ = tegangan beton ditempat baja prategang. n = ratio antara modulus elastisitas baja prategang dan modulus elastisitas beton. ES = prosentase kehilangan prategang akibat. P = gaya prategang fp = prategang. 19



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Jika gaya prategang ditransfer ke beton, maka beton akan memendek ( perpendekan elastis ) dan di-ikuti dengan perpendekan baja prategang yang mengikuti perpendekan beton tersebut. Dengan adanya perpendekan baja prategang maka akan menyebabkan terjadinya kehilangan tegangan yang ada pada baja prategang tersebut. Tegangan pada beton akibat gaya prategang awal ( Pi ) adalah :



Pi Ac + n. Asp



fc′ =



→ Jika luas penampang kabel diperhitungkan



Sehingga kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis dapat dirumuskan sebagai berikut :



n.Pi Ac + n. Asp



∆ fp =



( 7.1.2 )



Prosentase kehilangan prategang : ES =



∆f p fp



Dimana : ∆ fp Pi Ac Asp n



x 100 % = = = = =



kehilangan prategang gaya prategang awal luas penampang beton luas penampang baja prategang ratio antara modulus elastisitas baja ( Esp ) dan modulus elastisitas beton pada saat transfer gaya ( ECi ) ES = prosentase kehilangan prategang akibat perpendekan elastis



Jika kabel prategang dipasang eksentris seperti gambar 011 dibawah ini :



+



cgc



e



y



h



Tendon



+ b



Pi Ac



P i . e. y I



Penampang Beton



Tegangan akibat Pi



Tegangan akibat Pi.e



Gambar 011



20



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Dari persamaan ( 7.1.1 ) diatas kehilangan gaya prategang adalah : ES = n fc′ Dimana : fc′ adalah tegangan beton akibat gaya prategang Pi dilevel ( posisi ) kabel prategang. Jadi dalam hal ini besarnya tegangan beton pada level kabel prategang adalah :



fc′ =



Pi P .e. y + i Ac I



 P P .e. y   ∆ fp = n  i + i I   Ac



( 7.1.3 )



Dimana : e = eksentrisitet gaya prategang terhadap cgc I = momen inersia penampang y = jarak dari serat dimana tegangan beton fc′ diukur dari cgc. disini kebetulan y = e



Contoh Soal 3 : Suatu balok pratekan dengan sistem pratarik ( pretension method ) ukuran 25/60 cm. Dipasang kabel prategang dengan lintasan ( trace ) lurus dan eksentrisitas 10 cm dari garis netral ( cgc ). Gaya prategang awal Pi = 30 ton, sedangkan mutu beton K 350 dan mutu kabel prategang G 270 dengan modu-lus elastisitas Esp = 2,03 x 106 kg/cm2. Luas penampang kabel atau baja prategang Asp = 376 mm2. Hitunglah kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton. Penyelesaian :



Pi



cgc



Pi



h



Kabel Prategang



e b L



Gambar 012 Properti penampang beton : Ac = b x h = 25 x 60 = 1.500 cm2 I = 112 b x h3 = 112 25 x 603 = 450.000 cm4 Mutu beton K 350 ( PBI 71 → Contoh benda uji kubus 15 x 15 x 15 cm ) Jadi : fc′ = 0,83 x 350 = 290,5 kg/cm2 ( benda uji silinder )



21



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Modulus elastisitas beton : Ec = 4.700



f c ' = 4.700



29,05 = 25.332 MPa



Ec = 253.320 kg/cm2 2.030.000 = 8 253.320 Tegangan tekan beton pada level ( posisi ) kabel prategang : P P .e. y 30.000 30.000 x10 x10 fc′ = i + i = + Ac I 1.500 450.000 n=



fc′ = 20 + 6,67 = 26,67 kg/cm2 Kehilangan prategangan akibat perpendekan elastis : ∆ fp = n . fc′ = 8 x 26,67 = 213,36 kg/cm2 Jadi prosentase kehilangan prategangan : 213,36 ES = x 100 % = 2,67 % 30.000 3,76



2. Sistem Pasca –Tarik ( Post Tension ) Pada methode post tension ( pasca – tarik ) yang hanya menggunakan kabel tunggal tidak ada kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton, karena gaya prategang di-ukur setelah perpendekan elastis beton terjadi. Jika kabel prategang menggunakan lebih dari satu kabel, maka kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan memakai harga setengahnya untuk mendapatkan harga rata-rata semua kabel. Kehilangan gaya prategang pada methode post tension dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : ∆ fp = ∆ fc′ = Dimana : ∆ fp fc′ Pi Ac



= = = =



n.Pi Ac



( 7.1.4 )



kehilangan prategangan tegangan pd penampang beton pada level baja prategang. gaya prategang awal luas penampang beton E n = sp Ec



Es = modulus elastisitas kabel/baja prategang Ec = modulus Elastisitas beton Atau secara praktis untuk beton prategang dengan methode pasca tarik kehi-langan gaya prategang dapat dihitung dengan persamaan :



∆ fp = 0,5



ES fc EC



( 7.1.5 ) 22



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Dimana : ∆ fp = kehilangan prategangan fc ′ = tegangan pada penampang beton pada level baja prategang. Es = modulus elastisitas kabel/baja prategang Ec = modulus elastisitas beton



Contoh Soal 4 Suatu balok prategang dengan sistem pasca tarik ( post tension ) ukuran penampang 400 x 600 mm. Kabel prategang terdiri dari 4 bh kabel prategang yang dipasang secara sentris dengan lintasan lurus dengan luas penampang kabel masing-masing Asp = 195 mm2. Kabel prategang ditarik satu persatu dengan tegangan sebesar 1.035 N/mm2. Modulus elastisitas beton Ec = 33.000 N/mm2 dan modulus elastisitas kabel prategang Esp = 200.000 N/mm2. Hitunglah kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton. Penyelesaian : Luas penampang beton Ac = 400 x 600 = 240.000 mm2 Esp 200.000 = 6,06 n= = Ec 33.000 Kehilangan prategang pada kabel 1 Ini disebabkan oleh gaya prategang pada ketiga kabel lainnya Gaya prategang pada ke 3 kabel : Pi = 3 x Asp x fpi = 3 x 195 x 1.035 = 605.475 N Kehilangan prategang pada kabel 1 dapat dihitung dengan persa-maan ( 7.1.4 ) ∆ fp1 =



n.Pi 6,06 x605.475 = = 15,29 N/mm2 Ac 240.000



Kehilangan prategang tendon 2 Kehilangan gaya prategang pada tendon 2 ini diakibat gaya prategang pada kedua kabel pratengan yang ditarik kemudian. Dengan cara yang sama seperti diatas dapat dihitung gaya prategang pada ke 2 tendon yang akan ditarik setelah tendon ke 2, yaitu : Pi = 2 x 195 x 1.035 = 403.650 N Kehilangan prategang pada kabel 2 : ∆ fp2 =



6,06 x 403.650 = 10,19 N/mm2 240.000



23



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Kehilangan prategang tendon 3 Gaya prategang pada kabel ke 4 ( yang terakhir ditarik ) Pi = 1 x 195 x 1.035 = 201.825 N ∆ fsp3 =



6,06 x 201.825 = 5,10 N/mm2 240.000



Kehilangan prategang tendon 4 Pada kabel yang ditarik terakhir tidak terjadi kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton. Jadi kehilangan gaya prategang rata-rata : ∆ fp =



15,29 + 10,19 + 5,10 + 0 = 7,64 N/mm2 4



Jadi prosentase kehilangan prategang : ES =



∆f p



f pi



x 100 % =



7,64 x 100 % = 0,74 % 1.035



Kehilangan gaya prategang rata-rata ini mendekati ½ nya kehilangan gaya prategang pada tendon ke 1, yaitu : ½ x ∆ fp1 = ½ x 15,29 = 7,65 N/mm2 Kalau dihitung dengan menggunakan persamaan ( 7.1.5 ), sebagai berikut. Gaya prategang total Pi = 4 x 195 x 1.035 = 807.300 N Jadi : fc′ =



Pi 807.300 = = 3,36 N/mm2 AC 240.000



Jadi : ∆ fp = 0,5 x



ES x fc′ = 0,5 x 6,06 x 3,36 = 10,18 MPa EC



Presentase kehilangan prategangan : ES =



10,18 x 100 % = 0,98 % 1.035



Jika dibandingkan dengan hasil diatas, ternyata lebih besar.



24



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Contoh Soal 5 : Suatu balok prategang dengan sistem ″Post Tension″ ukuran balok 30 x 60 cm mutu beton K 350. Kabel prategang dengan mutu G 270 terdiri dari 3 buah kabel dengan trace lurus dan dipasang dengan eksentrisitas e = 20 cm dari cgc. Diameter kabel prategang ∅ 1/2″, dan modulus elastisitas baja prategang adalah Es = 2,00 x 106 kg/cm2. Kabel ditarik satu persatu dengan prategangan awal sebesar 13.230 kg/cm2. Hitunglah prosentasi kehilangan prategangan. Penyelesaian :



0.600



Mutu beton K 350, jadi : fc′ = 0,83 x 350 = 290,5 kg/cm2 Properti penampang : 0.200



cgc



2 3



1



Kabel prategang 0.300



Ac = 30 x 60 = 1.800 cm2 I = 112 30 x 603 = 540.000 cm4 Ec = 4.700



29,05 = 25.332 MPa



Ec = 253.320 kg/cm2 n=



Es 2.000.000 = 7,90 = Ec 253.320



Gambar 013 Sesuai dengan tabel dihalaman 14 diktat ini, maka untuk mutu G 270 dan 1/2″ → As = 98,71 mm2 ( untuk satu kabel ) Gaya pratekan awal ( untuk 1 kabel ) : Pi = fpi x As = 13.230 x 0,9871 = 13.059 kg







Tegangan beton pada level/lokasi kabel : P P .e. y 13.059 13.059 x 20 x 20 fc′ = i + i = + Ac I 1.800 540.000



fc′ = 7,26 + 9,67 = 16,93 kg/cm2 Kabel no. 1 ditarik dan di-angkur Tidak ada kehilangan prategangan akibat perpendekan elastis beton Kabel no. 2 ditarik dan di-angkur Kehilangan prategang pada kabel 1 ∆ fp1,2 = n . fc′ = 7,90 x 16,93 = 133,75 kg/cm2 Kehilangan prategang pada kabel 2 tidak ada.



25



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Kabel no. 3 ditarik dan di-angkur Kehilangan prategang pada kabel 1 ∆ fp1,3 = n . fc′ = 7,90 x 16,93 = 133,75 kg/cm2 Kehilangan prategangan pada kabel 2 ∆ fp2,3 = n . fc′ = 7,90 x 16,93 = 133,75 kg/cm2 Pada kabel 3 tidak ada kehilangan prategangan akibat perpendekan elastis. Total kehilangan prategangan : Kabel no. 1 = 2 x 133,75 = 267,50 kg/cm2 Kabel no. 2 = 133,75 kg/cm2 Kabel no. 3 = 0,00 kg/cm2 Total = 401,25 kg/cm2 Kehilangan prategang rata-rata : ∆ fsp = 13 x 401,25 = 133,75 kg/cm2 Prosentase kehilangan prategang :



ES =



∆. f sp



f pi



x 100 % =



133,75 x 100 % = 1,01 % 13.230



Dapat pula penyelesaian dilakukan langsung dengan persamaan ( 7.1.5 ) Gaya prategang awal total adalah : Pi = 3 x Asp x fpi = 3 x 0,9871 x 13.230 = 39.178 kg Tegangan beton akibat Pi pada posisi/level kabel prategang :



fci′ = −



Pi P .e. y 39.178 39.178 x 20 x 20 − i = + = 50,79 kg/cm2 Ac I 1.800 540.000



Kehilangan prategang : E ∆ fp = 0,50 x s fc′ = 0,50 x 7.90 x 50,79 = 200,62 kg/cm2 Ec Prosentase kehilangan prategang : ∆f p 200,62 ES = x 100 % = x 100 % = 1,52 % f pi 13.230 Kesimpulan : Sama dengan pada contoh soal 4, kalau kehilangan prategangan dihitung dengan persamaan ( 7.1.5 ) hasilnya akan selalu lebih besar.



26



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Sistim Pasca Tarik dengan kabel yang lintasannya melengkung Pada umumnya pada konstruksi beton prategang dengan sistem pasca tarik ( post tension method ) lintasan kabel prategangnya tidak lurus akan tetapi melengkung seperti pada gambar 014 dibawah ini.



1 1



A Kabel 3



B



D



/2 L



1



3



2



b



/2 L



1



SECTION D f C rata2



f CA



2



eb



h



cgc



Kabel 2



ea h



Kabel 1



3



b SECTION A & B



f CD



Teg. Beton pd saat kabel ditarik



Gambar 014 Pada saat kabel 1 ditarik dan diangkur tidak terjadi kehilangan prategang. Pada saat kabel 2 ditarik, terjadi kehilangan gaya prategang pada : Kabel 1 akibat gaya prategang pada kabel 2. Tegangan beton pada level kabel 1 akibat gaya prategang pada kabel 2



P .e .e Pi − i b b Ac I



Ditengah bentang ( D ) :



fCD1 = −



Ditumpuan ( A )



fCA1 = −



:



P P .e .(−ea ) Pi + i b =− i Ac I Ac



Ditumpuan A eksentrisitas kabel 2 eb = 0 cm Tegangan beton akibat gaya prategang pada posisi kabel 1 rata-rata :



fc1′ = − [ fCA1 +



2



3



( fCD1 – fCA1 ) ] karena lintasan kabel Parabola.



Sehingga kehilangan prategang pada kabel 1 : ∆ fp1,2 = n fc1′ Dimana : Pi = gaya prategang awal pada kabel 2 eb = eksentisitas kabel 1 dan 2 ditengah-tengah bentangan ea = eksentrisitas kabel 1 ditumpuan A atau B fCD1 = tegangan beton pada level kabel 1 akibat gaya prategang pada kabel 2 ditengah-tengah bentangan. fCA1 = tegangan beton pada level kabel 1 akibat gaya prategang pada kabel 2 ditumpuan A. fc1′ = tegangan beton rata-rata pada level kabel 1 akibat gaya prategang dikabel 2. ∆ fp1,2 = kehilangan prategang kabel 1 akibat gaya pratekan pada kabel 2. 27



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Kabel 2 tidak ada kehilangan prategang, akibat gaya prategang pada kabel 2. Pada saat kabel 3 ditarik dan diangkur, terjadi kehilangan prategang pada : Kabel 1 akibat gaya prategang pada kabel 3 Dengan cara yang sama seperti dijelaskan diatas : Sehingga kehilangan prategang pada kabel 1 : ∆ fp1,3 = n fc1′ Kabel 2 akibat gaya prategang pada kabel 3 Tegangan beton pada level kabel 2 akibat gaya prategang pada kabel 3. Ditengah bentang ( D ) :



fCD2 = −



P .e .e Pi − i b b Ac I



Ditumpuan ( A )



fCA2 = −



Pi → Eksetrisitas kabel 2 ditumpuan 0 Ac



:



Tegangan beton akibat gaya prategang pada posisi kabel 2 rata-rata :



fc2′ = − [ fCA2 +



2



3



( fCD2 – fCA2 ) ]



karena lintasan kabel Parabola.



Sehingga kehilangan prategang pada kabel 2 : ∆ fp2,3 = n fc2′ Kabel 3 tidak ada kehilangan prategangan akibat gaya prategang pada kabel 3 Jadi total kehilangan prategang adalah : ∆ fp = ∆ fp1,2 + ∆ fp1,3 + ∆ fp2,3 Dimana : ∆ fp = kehilangan prategang total. ∆ fp1,2 = kehilangan prategang pada kabel 1 akibat gaya prategang pada kabel 2. ∆ fp1,3 = kehilangan prategang pada kabel 1 akibat gaya prategang pada kabel 3. ∆ fp2,3 = kehilangan prategang pada kabel 2 akibat gaya prategang pada kabel 3.



28



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 6 Suatu konstruksi balok beton prategang dengan bentangan L = 10 m dan ukuran balok b = 20 cm , h = 50 cm. Mutu beton K 350, sedangkan baja prategang mutu G 270 dan methode prategang menggunakan pasca tarik ( post tension ). Tiap kabel terdiri dari 2 strand ∅ 1/2″. Lintasan ( trace ) kabel parabola, dengan posisi kabel sebagai berikut : Ditengah-tengah bentangan Kabel 1 dari serat/sisi bawah balok 15 cm Kabel 2 dari serat/sisi bawah balok 10 cm Kabel 3 dari serat/sisi bawah balok 5 cm Ditumpuan balok Kabel 1 dari serat/sisi bawah balok 35 cm Kabel 2 dari serat/sisi bawah balok 25 cm Kabel 3 dari serat/sisi bawah balok 5 cm Hitunglah % ( presentase ) kehilangan prategang pada masing-masing kabel bila kabel distressing secara bergantian mulai dari kabel 1,2 dan 3 Penyelesaian :



Kabel 1 Kabel 2 Kabel 3 cgc



A



C 1/2 L = 5.000



1/2 L = 5.000



B



h



h



1 2



1 2 3



3



b



b



SECTION C



SECTION A & B Gambar 015



Luas penampang beton : Ac = b x h = 20 x 50 = 1.000 cm2 Momen inersia



I =



1 12



b h3 =



1 12



20 x 503 = 208.333 cm4 29



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Mutu beton K 350 → fc′ = 0,83 x 350 = 290,5 kg/cm2 Modulus elastisitas beton Ec = 4.700



f c ' = 4.700



29,05 = 25.332 MPa



Setiap kabel terdiri dari 2 strand ∅ 1/2″, dari tabel halaman 14 untuk Grade 270 luas penampang 1 ( satu ) kabel 98,71 mm2. Jadi luas penampang kabel : Asp = 2 x 0,9871 = 1,974 cm2 Tegangan tarik batas untuk Grade 270 → fpu = 18.600 kg/cm2 Sesuai dengan SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 20.5 dan SNI T 12 2004 pasal 4.4.3.2 maka tegangan tarik maksimum pada saat pengangkuran 0,70 x fpu Jadi prategangan awal yang dapat diberikan pada kabel : fp = 0,70 x 18.600 = 13.020 kg/cm2 Pi = Asp x fp = 1,974 x 13.020 = 25.701 kg n=



Esp Ec



=



2.000.000 = 7,9 253.320



Kabel 1 ditarik/distressing Tidak ada kehilangan prategang pada kabel 1 Kabel 2 ditarik/distressing Kehilangan prategang pada kabel 1 Ditengah bentang ( Titik C ) Tegangan beton pada level kabel 1 ditengah-tengah bentang ( Titik C ) fC1,2 = −



Pi P .e . y 25.701 25.701x(25 − 10) x(25 − 15) − i 2 1 =− = −44,21 kg/cm2 − Ac I 1.000 208.333



Ditumpuan A Tegangan beton pada level kabel 1 ditumpuan A



fA1,2 = −



Pi P .e . y 25.701 25.701x(0) x(35 − 25) + i 2 1 = − + = −24,70 kg/cm2 Ac I 1.000 208.333



Tegangan beton rata-rata : fc1,2 = fA1,2 +



2



fc1,2 = 24,70 +



3 2



( fC1,2 – fA1,2 ) 3



( 44,21 – 24,70 ) = 37,71 kg/cm2



Kehilangan prategang pada kabel 1 akibat stressing kabel 2 : ∆ fp1,2 = n x fc1,2 = 7,9 x 37,71 = 297,91 kg/cm2



Kehilangan prategang pada kabel 2 Tidak ada kehilangan prategang pada kabel 2 akibat stressing pada kabel 2 Kabel 3 ditarik/distressing Kehilangan prategang pada kabel 1 Ditengah bentang ( Titik C ) fC1,3 = −



Pi P .e . y 25.701 25.701x(25 − 5) x(25 − 15) - i 3 1 =− = −50,37 kg/cm2 Ac I 1.000 208.333 30



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Ditumpuan A



P .e . y Pi 25.701 25.701x(25 − 5) x(35 − 25) − i 3 1 = = 1,03 kg/cm2 − Ac I 1.000 208.333



fA1,3 =



Tegangan beton rata-rata : fc1,3 = fA1,3 +



2



fc1,3 = 1,03 +



2



3 3



( fC1,3 – fA1,3 ) ( 50,37 – 1,03 ) = 33,92 kg/cm2



Kehilangan prategangan pada kabel 1 akibat stressing kabel 3 ∆ fp1,3 = n . fc1,3 = 7,9 x 33,92 = 267,97 kg/cm2



Kehilangan prategang pada kabel 2 Ditengah bentang ( Titik C ) fC2,3 =



Pi P .e . y 25.701 25.701x(25 − 5) x(25 − 10) + i 3 2 = = 62,71 kg/cm2 + Ac I 1.000 208.333



Ditumpuan A



fA2,3 = −



Pi Ac



Pi .e3 . y2 25.701 25.701x(25 − 5)(0) + = 25,70 kg/cm2 = I 1.000 28.333



Tegangan beton rata-rata : fc2,3 = fA2,3 +



2



fc2,3 = 25,70 +



3 2



( fC2,3 – fA2,3 ) 3



( 62,71 – 25,70 ) = 50,37 kg/cm2



Kehilangan prategangan pada kabel 2 akibat stressing kabel 3 ∆ fp2,3 = n . fc2,3 = 7,9 x 50,37 = 397,92 kg/cm2



Kehilangan prategang pada kabel 3 Tidak ada kehilangan prategang pada kabel 3 akibat stressing pada kabel 3 Jadi total kehilangan prategang pada masing-masing kabel : Kabel 1 : ∆ fp1 = ∆ fp1,2 + ∆ fp1,3 = 297,91 + 267,97 = 565,88 kg/cm2 Kabel 2 : ∆ fp2 = 397,92 kg/cm2 Kabel 3 : ∆ fp3 = 0 Prosentase kehilangan prategang : ES1 = ES2 =



∆f p1



fp ∆f p 2



fp



x 100 % =



x 100 % =



565,88 x 100 % = 4,35 % 13.020 397,92 x 100 % = 3,06 % 13.020



31



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 7.2. Geseran ( Friksi ) sepanjang kelengkungan Pada struktur beton prategang dengan tendon yang dipasang melengkung ada gesekan antara sistem penarik ( jacking ) dan angkur, sehingga tegangan yang ada pada tendon atau kabel prategang sehungga akan lebih kecil dari pada bacaan pada alat baca tegangan ( pressure gauge ). Kehilangan prategang akibat gesekan pada tendon akan sangat dipengaruhi oleh :  Efek gerakan/goyangan dari selongsong ( wobble ) kabel prategang, untuk itu dipergunakan koefisien wobble K .  Kelengkungan tendon/kabel prategang, untuk itu digunakan koefisien geseran µ . Untuk tendon type 7 wire strand pada selongsong yang fleksibel, harga koefisien wobble K = 0,0016 ~ 0.0066 dan koefisien kelengkungan µ = 0,15 ∼ 0,25 Kita tinjau gambar 016 dibawah ini.



R



R



α



Ujung pendongkrakan



P1 1



P1 α



P2



µ P1 α



α P1



2



α L



P2 Tekanan Normal Akibat Gaya Prategang



Kehilangan Gaya Prategang Akibat Gesekan µ P1 α



Gambar 016 Kehilangan Gaya Prategang total akibat geseran disepanjang tendon yang dipasang melengkung sepanjang titik 1 dan 2 adalah : P1 − P2 = − µ P1 α → α = Jadi :



P1 − P2 = − µ P1



L R



( 7.2.1 )



L R



Untuk pengaruh gerakan/goyangan selongsong ( wobble ) seperti yang telah dijelaskan di-atas, disubstitusikan : K L = µ . α pada persamaan ( 7.2.1 ), sehingga didapat : P1 − P2 = − K L P1



( 7.2.2 )



32



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Persamaan ( 7.2.1 ) adalah kehilangan gaya prategang akibat geseran disepanjang tendon, sedangkan peramaan ( 7.2.2 ) adalah kehilangan gaya prategang akibat pengaruh gerakan/goyangan dari selongsong kabel prategang ( cable duct ). Jadi kehilangan gaya prategang total sepanjang kabel akibat lenkungan kabel adalah : P1 − P2 = − K L P1 − µ P1 α



P1 − P2 =−KL−µα P1 Dimana :



P1 P2 L α µ K



= = = = = =



( 7.2.3 )



gaya prategang dititik 1 gaya prategang dititik 2 panjang kabel prategang dari titik 1 ke titik 2 sudut pada tendon koefisien geseran koefisien wobble



Tabel koefisien Wobble ( K ) dan Koefisien Friksi ( µ ) Jenis Baja



Koef. Wobble



Koef. Friksi



Prategang



K ( 1/m )



Tendon Kawat



0,0033 − 0,0049



(µ) 0,15 - 0,25



0.0003 − 0,0020



0,08 - 0,30



Batang Kekuatan Tinggi



Tendon tanpa Lekatan



Strand 7 Kawat



0,0016 − 0,0066



0,15 − 0,25



Mastic



Tendon Kawat



0,0033 − 0,0066



0,05 − 0,15



Coated



Strand 7 Kawat



0,0033 − 0,0066



0,05 − 0,15



Pre greassed



Tendon Kawat



0,0010 − 0,0066



0,05 − 0,15



Strand 7 Kawat



0,0010 − 0,0066



0,05 − 0,15



Menurut SNI 03 – 2874 – 2002 kehilangan gaya prategang akibat geseran pada tendon post tension ( pasca tarik ) harus dihitung dengan rumus : Ps = Px e ( K Lx + µ α )



( 7.2.4 )



Jika nilai ( K Lx + µ α ) < 0,3 maka kehilangan gaya prategang akibat geseran pada tendon dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini : Ps = Px ( 1 + K Lx + µ α )



( 7.2.5 )



Dimana : Ps = gaya prategang diujung angkur Px = gaya prategang pada titik yang ditinjau. K = koefisien wobble



33 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo µ α Lx e



= = = =



koefisien geseran akibat kelengkungan kabel. sudut kemiringan tendon panjang tendon dari angkur sampai titik yang ditinjau. 2,7183



Koefisien friksi tendon pasca tarik untuk persamaan ( 7.2.4 ) dan ( 7.2.5 ) dapat digunakan Tabel Koefisien Wobble dan Koefisien Friksi diatas. Sedangkan menurut ACI 318, kehilangan gaya prategang akibat gesekan pada tendon dapat dihitung dengan persamaan : Ps = Px . e − µ ( αt + βp Lpa )



( 7.2.6 )



Dimana : Ps = Px = Lpa = αt =



gaya prategang di-ujung angkur gaya prategang pada titik yang ditinjau jarak dari tendon yang ditarik jumlah nilai absolut pada semua deviasi angular dari tendon sepanjang Lpa dalam radian. βp = deviasi angular atau dalam wobble, nilainya tergantung pada diameter selongsong ( ds ). Untuk sbenelongsong berisi strand & mempunyai diameter dalam : ds ≤ 50 mm → 0,016 ≤ βp ≤ 0,024 50 mm < ds ≤ 90 mm → 0,012 ≤ βp ≤ 0,016 90 mm < ds ≤ 140 mm → 0,008 ≤ βp ≤ 0,012 Selongsong metal datar → 0,016 ≤ βp ≤ 0,024 Batang yang diberi gemuk ( greased ) dan dibungkus βp = 0,008 µ = koefisien geseran akibat kelengkungan, dengan nilai : µ ≈ 0,2 untuk strand dengan selongsong besi yang mengkilap dan dilapisi zinc. µ ≈ 0,15 untuk strand yang diberi gemuk dan dibungkus. µ ≈ 0,5 untuk strand pada selongsong beton yan tidak dibentuk ( unlined ).



34



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



0.60



0.60



Contoh Soal 7 Suatu komponen struktur beton prategang dengan bentangan 18,30 m diberi gaya prategangan dengan kabel/tendon yang dipasang melengkung seperti gambar dibawah ini.



A



α1



B 5.35



D α



C 3.80



3.80



5.35



18.30



Tentukan kehilangan gaya prategang total akibat geseran pada tendon, jika koefisien geseran µ = 0,4 dan koefisien wobble K = 0,0026 per m. Penyelesaian : Segmen A – B ( Tendon lurus ) Tegangan dititik A : PA = 1,0 L = 5,35 m → K L = 0,0026 x 5,35 = 0,014 PB − PA = − K L = − 0,014 PA Kehilangan gaya prategang : PB – 1 = − 0,014 Tegangan dititik B : PB = 1 – 0,014 = 0,986 Segmen B − C ( Tendon melengkung ) L = 2 x 3,80 = 7,60 m 0,60 α1 = = 0,066 → α = 2 x α1 = 2 x 0,066 = 0,132 5,35 + 3,80



PC − PB = − KL − µ α PB Kehilangan gaya prategang : PC − PB = − ( K L + µ α ) x PB = − ( 0,0026 x 7,60 + 0,4 x 0,132 ) x 0,986 = − 0,072 Tegangan dititik C : PC = PB – 0,072 = 0,986 – 0,072 = 0,914



35



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Segmen C – D ( Tendon lurus ) L = 5,35 m → K L = 0,0026 x 5,35 = 0,014 PD − PC = − KL = − 0,014 PC Kehilangan gaya prategang : PD − PC = − 0,014 x 0,914 = − 0,013 Tegangan dititik D : PD = 0,914 – 0,013 = 0,901 Jadi kehilangan prategang total dari titik A sampai dengan titik D : PA − PD = 1 – 0,901 = 0,099 atau



PA − PD 0,099 x 100 % = x 100 % = 9,9 % PA 1 Cara penyelesaian diatas dihitung segmen per segmen, tetapi dapat pula dihitung sekaligus seperti dibawah ini : L = 5,35 + 3,80 + 3,80 + 5,35 = 18,3 m α = 0,132 ( sudah dihitung diatas ) Dengan menggunakan persamaan ( 7.2.3 ) PD − PA = − K L − µ α = − 0,0026 x 18,3 − 0,4 x 0,132 = − 0,10 atau 10 % PA



36 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



TENDON : 10 Ø1/2" STRAND



0,2794



R = 103,504



Contoh Soal 8 Suatu balok beton prategang pasca tarik dengan bentangan L = 15,20 m. Tendon terdiri dari 10 ∅ ½ ″ Baja ASTM A 416 Grade 270 ( lihat tabel halaman 14 ). Lintasan kabel berbentuk lingkaran R = 42 m dan eksentrisitas ditengah – tengah bentangan e = 27,94 cm, seperti sketsa dibawah ini. Gaya prategang awal Pi = 1.378 kN



Pi



Pi



cgc



α



C B



A 1/2 L = 7,600



1/2 L = 7,600



Hitunglah kehilangan prategang akibat gesekan tendon Penyelesaian : Asp = 10 x 98,71 = 987,1 mm2 Prategang awal : fi =



Pi 1.378.000 = 1.396 MPa = Asp 987,1



1 x15, 20 L = 2 arc sin 2 = 8,4217 derajat R 103,504 8,4217 8,4217 α= x2π= x 2 π = 0,1470 rad 360 360



α = 2 x arc sin



1



2



Dari tabel pada halaman 33 dapat diambil Koefisien wobble K = 0,0066 Koefisien friksi µ = 0,20 Sehingga kehilangan prategang akibat friksi sepanjang tendon : ∆ fPS = fpi ( µ α + K L ) = 1.396 ( 0,20 x 0,1470 + 0,0066 x 15,2 = 181,09 Mpa Prosentase kehilangan prategang : ∆f PS 181,09 x 100 % = x 100 % = 12,97 % f pi 1.396



37



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 7.3. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Slip di Pengangkuran Hal ini terjadi pada saat baja/kabel prategang dilepas dari mesin penarik ( dongkrak ) kemudian kabel ditahan oleh baji dipengangkuran dan gaya prategang ditransfer dari mesin penarik ke angkur. Besarnya slip pada pengankuran ini tergantung pada type baji dan tegangan pada kabel prategang ( tendon ). Slip dipengangkuran itu rata-rata biasanya mencapai 2,5 mm. Besarnya Perpanjangan Total Tendon : fC L ES



∆L=



( 7.3.1 a )



Kehilangan gaya prategang akibat slip : Dimana : ANC: ∆L : fc : ES : L : Srata2 :



ANC =



S Rata− Rata x 100 % ∆L



( 7.3.1 b )



prosentasi kehilangan gaya prategang akibat slip diangkur. deformasi pada angkur tegangan pada beton modulus elastisitas baja/kabel prategang panjang kabel. harga rata-rata slip diangkur



Kehilangan gaya prategang akibat pemindahan gaya dapat digambarkan seperti gambar diagram dibawah ini : P



Ps Px - Ps



B Ps(X)



1/2



Ps ges e



Z



Px A



r



C



D



L 1/2 X X



Diagram kehilangan Tegangan Gambar 017 Garis ABC adalah tegangan pada baja prategang ( tendon ) sebelum pengangkuran dilaksanakan. Garis DB adalah tegangan pada tendon setelah pengangkuran tendon dilaksanakan. 38



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Disepanjang bentangan L terjadi penurunan tegangan pada ujung pengangkuran dan gaya geser berubah arah pada suatu titik yang berjarak X dari ujung pengangkuran. Karena besarnya gaya geser yang berbalik arah ini tergantung pada koefisien geseran yang sama dengan koefisien geseran awal, maka kemiringan garis DB akan sama dengan garis AB akan tetapi arahnya berlawanan. Perpendekan total tendon sampai X adalah sama dengan panjang penyetelan angker ( anchorage set ) d, sehingga kehilangan tegangan pada ujung penarikan kabel dapat dituliskan sebagai berikut : P s = 2 Ep



d X



( 7.3.2 )



Dimana : Ps : Gaya prategang pada ujung angkur Ps = Px . e – ( µ α + K Lx ) Px : Tegangan pada baja prategang pada ujung pengangkuran. L : Panjang bentang, atau jarak yang ditentukan sepanjang kabel ( dengan asumsi kabel ditarik dari satu sisi saja ). K : Koefisien wobble µ : Koefisien geseran tendon Lx : Panjang tendon dari angkur sampai titik yang ditinjau. d : Penyetelan angkur ( Anchorage Set ) Ep : Modulus Elastisitas Baja Prategang Nilai X tergantung dari tegangan pada tendon akibat gaya penarikan tendon Px dan karateristik gesekan dari tendon ( λ ) yang didapat pada tabel 7.3. dibawah ini : Tabel 7.3. Nilai λ dan X untuk Berbagai Profil Tendon ( Naaman, 1982 )



Linear



X



X jika kurang dari L



λ= K X



Ps Ps



X=



Ep d K Px



b



R



Ps



2µa



λ=



a



Parabolis



Melingkar



µα + K X



λ=



Gambar



Profil Tendon



b



λ=



µ R



2



+K



X=



X =



+K



Ep d



(2µ a/b +K ) Px 2



Ep d ( µ/R + K ) P x



Px



λ= z



Bentuk Lain



( ZL ) P1



x



X=



Ep d ( Z/L )



L X



Kehilangan tegangan sepanjang L :



Z = Px − P s ( L ) 39



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 9 Tentukan kehilangan tegangan akibat slip pada angkur, jika panjang tendon L = 3 m, tegangan beton pada penampang fc = 1.035 N/mm2. Modulus elastisitas baja prategang Es = 200.000 N/mm2 dan harga rata-rata slip adalah 2,5 mm. Penyelesaian : Perpanjangan kabel tendon total : f 1.035 ∆L= C L= x 3.000 = 15,53 mm ES 200.000 Jadi prosentase kehilangan gaya prategang akibat slip diangkur : 2,5 x 100 % = 16,10 % ANC = 15,53 Contoh Soal 10 Suatu balok prategang sistem post-tension dengan lintasan kabel parabolis seperti gambar sketsa dibawah ini.



0.45



TENDON PARABOLIK



7,50



7,50



Tegangan tendon pada ujung pengangkuran Px = 1.200 N/mm2 . Modulus elastisitas baja prategang Ep = 195.000 MPa, koefisien wobble K = 0,0025/m, koefisien geseran tendon µ = 0,15 / rad. Jika anchorage set d = 5,0 mm, maka : a. Tentukan nilai X dan gaya prategang pada ujung angkur ( Ps ) b. Tentukan nilai tegangan di pengangkuran. c. Gambar diagram tegangan sebelum dan sesudah pengangkuran. Penyelesaian : Pada gambar diatas dapat diketahui : a = 0,45 m dan b = 7,50 m Penyetelan angkur ( anchorage set ) : d = 5,00 mm = 0,005 m Dari tabel 7.3 untuk untuk profil tendon parabolik diperoleh : λ=



2 µ .a 2 x0,15 x0,45 +K= + 0,0025 = 0,0049 2 b 7,50 2



Px = 1.200 N/mm2 = 1,2 x 109 N/m2 Ep = 195.000 N/mm2 = 1,95 x 1011 N/m2



40 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Dari tabel 7.3 diatas, untuk profil tendon parabolik diperoleh X=



E p .d  2 µ.a   2 + K .PX  b 



=



E p .d



λ.PX



=



1,95 x1011 x0,005 = 12,88 m 0,0049 x1,2 x109



Dari persamaan 7.3.2, diperoleh : Gaya prategang di ujung angkur : PS = 2 Ep



d 0,005 = 151,4 MPa = 2 x 1,95 x 1011 x X 12,88



Px – Ps = 1.200 – 151,4 = 1.048,6 MPa



A Ps = 151,4



P x = 1.200



Px - Ps = 1.048,6



∆ Ps



B



Ps ( X )



1/2 Ps



Ges e



D



Z = 151,4 MPa r



C



X = 12,88 m



L = 15 m



X 2



Diagram diatas adalah diagram kehilangan tegangan akibat slip diangkur pada saat pemindahan ( transfer ) gaya prategang.



41



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 7.4. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Creep ( Rangkak ) Kehilangan Gaya Prategang yang diakibatkan oleh Creep ( Rangkak ) dari beton ini merupakan salah satu kehilangan gaya prategang yang tergantung pada waktu ( time dependent loss of stress ) yang diakibatkan oleh proses penuaan dari beton selama pemakaian. Ada 2 cara dalam menghitung kehilangan gaya prategang akibat creep ( rangkak ) beton ini, yaitu : 7.4.1.



Dengan methode regangan rangkak batas. Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat creep ( rangkak ) dapat ditentukan dengan persamaan : ∆ fCR = εce . fc . Es Dimana : ∆ fCR εce fc Es



7.4.2.



: : : :



( 7.4.1 )



Kehilangan tegangan akibat creep ( rangkak ) Regangan elastis Tegangan beton pada posisi baja prategang. Modulus elastisitas baja prategang.



Dengan mothode koefisien rangkak Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat creep ( rangkak ) dapat ditentukan dengan persamaan : ∆ f CR = εcr . Es = ϕ



ϕ=



ε cr ε ce



→



fc E Es = ϕ fc s = ϕ fc n Ec Ec εcr = ϕ . εce = ϕ . n=



Dimana : ϕ εcr εce Ec Es fc n



: : : : : : :



( 7.4.2 )



fc Ec



Es Ec



koefisien rangkak regangan akibat rangkak regangan elastis modulus elastisitas beton modulus elastisitas baja prategang tegangan beton pada posisi/level baja prategang angka ratio modular



Creep ( Rangkak ) pada beton ini terjadi karena deformasi akibat adanya tegangan pada beton sebagai fungsi dari waktu. Pada struktur beton prategang creep ( rangkak ) mengakibatkan berkurangnya tegangan pada penampang.



42



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Untuk struktur dengan lekatan yang baik antara tendon dan beton ( bonded members ) kehilangan tegangan akibat rangkak dapat diperhitungkan dengan persamaan : ∆ fCR = Kcr Dimana :



Es ( fci − fcd ) Ec



( 7.4.3 )



∆ fCR : kehilangan prategang akibat creep ( rangkak ) Kcr : koefisien rangkak, yang besarnya :  pratarik ( pretension ) : 2,0  pasca tarik ( post-tension ) : 1,6 Es : modulus elastisitas baja prategang Ec : modulus elastisitas beton fci : tegangan beton pada posisi/level baja prategang sesaat setelah transfer gaya prategang. fcd : tegangan beton pada pusat berat tendon akibat beban mati ( dead load ).



Untuk struktur dimana tidak terjadi lekatan yang baik antara tendon dan beton ( unbonded members ), besarnya kehilangan gaya prategang dapat ditentukan dengan persamaan : ∆ fCR = Kcr



Es fcp Ec



( 7.4.4 )



Dimana : fcp : tegangan tekan beton rata-rata pada pusat berat tendon Kcr : koefisien rangkak, yang besarnya :  pratarik ( pretension ) : 2,0  pasca tarik ( post-tension ) : 1,6 Es : modulus elastisitas baja prategang Ec : modulus elastisitas beton



43



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Contoh Soal 11 Suatu balok beton prategang dimensi 250 x 400 mm dengan lintasan tendon berbentuk parabola. Sketsa penampang balok ditengah-tengah bentangan seperti gambar dibawah ini.



200



Modulus elastisitas beton : Ec = 33.330 MPa



75



200



TENDON 5 Dia 12,7 mm



250



Modulus elastisitas baja prategang : Es = 200.000 MPa Tendon terdiri dari 5 buah kawat, masing-masing dg. Diameter 12,7 mm Posisi tendon ditengah-tengah bentang seperti gambar disamping.



Tegangan tarik pada tendon akibat gaya prategang awal fi = 1.200 N/mm2. Regangan elastis εce = 35 x 10 – 6 dan kosfisien rangkak ϕ = 1,6 maka : Hitunglah kehilangan gaya prategang akibat creep ( rangkak ) dengan cara regangan rangkak batas dan dengan cara koefisien rangkak. Penyelesaian : Perhitungan section properties penampang Luas penampang beton : Ac = 250 x 400 = 100.000 mm2 Momen inersia : I = 112 250 x 4003 = 1,33 x 109 mm4 Section Modulus : W = 1 6 250 x 4002 = 6,67 x 106 mm3 Eksentrisitas tendon : e = ½ x 400 – 75 = 125 mm Luas penampang total kabel prategang : Ap = 5 x ¼ π 12,72 = 633,4 mm2 Gaya prategang awal : Pi = Ap x fi = 633,4 x 1.200 = 760.080 N Jadi tegangan beton ditengah-tengah bentangan balok P P .e. y 760.080 760.080 x125 x125 fc = i + i = + = 7,60 + 8,93 = 16,53 N/mm2 Ac I 100.000 1,33 x10 9 Perhitungan dengan regangan rangkak batas Dari persamaan ( 7.4.1 ), kehilangan tegangan pada baja prategang : ∆ fCR = εce . fc . Es = 35 x 10-6 x 16,53 x 200.000 = 115,71 N/mm2 Jadi prosentase kehilangan prategang terhadap tegangan awal tendon : CR =



∆f CR 115,71 x 100 % = x 100 % = 9,64 % fi 1.200



44



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Perhitungan dengan koefisien rangkak Dari persamaan ( 7.4.2 ) diatas, kehilangan tegangan pada baja prategang : Es 200.000 = 1,6 x 16,53 x = 158,70 N/mm2 Ec 33.330 Jadi prosentase kehilangan tegangan pada baja prategang : ∆ fCR = ϕ fc



CR =



∆f CR 158,70 x 100 % = fi 1.200



x 100 % = 13,23 %



Contoh 12 Suatu simple beam prategang dengan sistem post tension bentangan 19,80 m. Dimensi penampang ditengah-tengah bentangan seperti sketsa dibawah ini.



400



100



600



TENDON PRATEGANG



Beban mati ( Dead Load ) : 6,9 kN/m dan beban mati tambahan : 10,6 kN/m Balok tersebut diberi gaya prategang sebesar 2.758 kN. Modulus elastisitas baja prategang : Es = 189.750 N/mm2 Modulus elastisitas beton : Ec = 30.290 N/mm2



Tegangan tarik batas ( ultime tensile stress ) kabel prategang fpu = 1.862 N/mm2 Kosfisien rangkak ( creep coefficient ) Kcr = 1,6 Hitunglah prosentase kehilangan tegangan pada baja pratrgang akibat rangkak. Penyelesaian : Section Properties : A = 400 x 600 = 240.000 mm2 I = 112 x 400 x 6003 = 7,20 x 109 mm4 W =



1



6



x 400 x 6002 = 24 x 106 mm3



Eksentrisitas tendon ditengh bentang : e = ½ x 600 – 100 = 200 mm Kita ambil tegangan awal kabel prategang 75 % dari tegangan tarik batas prategang, jadi : fsi = 75 % x fpu = 75 % x 1.862 = 1.396,50 N/mm2 Momen akibat beban mati ( dead load ) : Mg = 18 x 6,9 x 19,802 = 338,13 kNm Momen akibat beban mati tambahan : Ms = 18 x 11,6 x 19,802 = 568,46 kNm 45



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Tegangan beton pada pusat baja prategang ( tendon ) akibat gaya prategang : TEKAN



P.e W



Mg W TARIK



y



TEKAN



100



P P.e 2 fcp = + A W .y fcp =



2



P/A



TEKAN



y



TARIK



P



e



e



600



neutral axis



M g. e W. y



P.e W.y



DIAGRAM TEGANGAN



DIAGRAM TEGANGAN



AKIBAT GAYA PRATEGANG



AKIBAT DEAD LOAD



→ lihat diagram tegangan diatas.



2.758 2.758 x 200 2 + = 1,15 x 10-2 + 1,53 x 10-2 = 2,68 x 10-2 kN/mm2 240.000 24 x10 6 x300



fcp = 26,8 N/mm2 ( tegangan tekan ) Tegangan beton pada pusat tendon akibat beban mati ( Dead Load ) fg =



M g .e W .y



=



338.130 x 200 = 9,39 x 10-3 kN/mm2 = 9,4 N/mm2 ( tegangan tarik ) 6 24 x10 x300



Jadi tegangan beton di pusat tendon pada saat transfer gaya prategang : fci = fcp − fg = 26,8 – 9,4 = 17,4 N/mm2 Tegangan beton di pusat tendon akibat beban mati tambahan : fcd =



M S .e ( ingat rumusnya sama dengan untuk Mg ) W .y



fcd =



568.458 x 200 = 1,58 x 10-2 kN/mm2 = 15,80 N/mm2 6 24 x10 x300



Kehilangan tegangan pada tendon akibat rangkak dapat dihitung dengan persamaan ( 7.4.3 ), diperoleh : ∆ fCR = Kcr



Es 189.750 ( fci − fcd ) = 1,6 ( 17,40 – 15,80 ) = 16,04 N/mm2 Ec 30,290



Jadi presentase kehilangan tegangan pada tendon adalah: CR =



∆f CR 16,04 x 100 % = x 100 % = 1,15 % f si 1.396,50 46



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



7.5. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Penyusutan Beton Seperti telah dipelajari dalam Beton Teknologi, penyusutan beton dipengaruhi oleh :  Rasio antara voluma beton dan luas permukaan beton.  Kelembaban relatif waktu antara akhir pengecoran dan pemberian gaya prategang. Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton dapat dihitung dengan persamaan : ∆ fSH = εcs . Es



( 7.5.1 )



Dimana : ∆ fSH : kehilangan tegangan akibat penyusutan beton Es : modulus elastisitas baja prategang εcs : regangan susut sisa total beton Untuk pra-tarik ( pre-tension ) εcs = 300 x 10-6 Untuk pasca tarik ( post-tension ) εcs =



200 x10 −6 log10 (t + 2)



( 7.5.1a )



Dimana t adalah usia beton ( hari ) pada waktu transfer gaya Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton dapat pula dihitung dengan persamaan ∆ fSH = εsh . Ksh . Es



( 7.5.2 )



Dimana : ∆ fSH : Kehilangan tegangan pada tendon akibat penyusutan beton Es : Modulus elastisitas baja prategang εsh : Susut efektif yang dapat dicari dari persamaan berikut ini : V  εsh = 8,2 x 10-6 1 − 0,06  ( 100 – RH ) S  V S RH Ksh



: : : :



( 7.5.3 )



Volune beton dari suatu komponen struktur beton prategang Luas permukaan dari komponen struktur.beton prategang Kelembaban udara relatif Koefisien penyusutan, harganya ditentukan terhadap waktu antara Akhir pengecoran dan saat pemberian gaya prategang, dan dapat diPergunakan angka-angka dalam tabel dibawah ini. Tabel Koefisien Susut Ksh



Selisih waktu antara pengeciran dan Prategangan ( hari ) Ksh



1



3



5



7



10



20



30



60



0.92



0.85



0.80



0.77



0.73



0.64



0.58



0.45



47



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 13 Suatu komponen struktur berupa balok beton prategang. Gaya prategangan diberikan setelah ± 48 jam setelah pengecoran beton. Kelembaban udara relatif 75 % dan ratio voluma terhadap luas permukaan V/S = 3. Tegangan tarik batas ( ultimate tensile stress ) baja prategang fpu = 1.862 N/mm2 dan modulus elastisitas baja prategang adalah Es = 189.750 N/mm2 Hitunglah prosentase kehilangan gaya prategang akibat penyusutan beton : Penyelesaian : Gaya prategang diberikan 48 jam setelah pengecoran atau 2 hari setelah pengecoran, jadi menurut persamaan ( 7.5.1a ) diatas, diperoleh : Regangan susut sisa total : 200 x10 −6 → t = 2 hari log10 (t + 2)



εcs =



200 x10 −6 εcs = = 0,00033 log10 (2 + 2) Jadi kehilangan tegangan pada baja prategang akibat penyusutan beton dapat dihitung dengan persamaan ( 7.5.1 ) sebagai berikut : ∆ f SH = εcs x Es = 0,00033 x 189.750 = 62,62 N/mm2 Kita ambil tegangan awal baja prategang 75 % dari tegangan batas kabel prategang, jadi, tegangan awal : fsi = 75 % x fpu = 75 % x 1.862 = 1.396,5 N/mm2 Jadi prosentase kehilangan tegangan pada baja prategang akibat penyusutan beton adalah : SH =



∆f SH 62,62 x 100 % = x 100 % = 4,48 % f si 1.396,5



Sekarang dicoba dengan menggunakan persamaan ( 7.5.2 ) Penyusuan efektif dihitung dengan persamaan ( 7.5.3 ), diperoleh : V  εsh = 8,2 x 10-6 1 − 0,06  ( 100 – RH ) S  -6 εsh = 8,2 x 10 ( 1 – 0,06 x 3 ) ( 100 – 75 ) = 1,68 x 10-4 Dari tabel koefisien susut ( Ksh ) untuk pemberian gaya prategang setelah 2 hari diperoleh : Ksh = 0,885 ( dengan interpolasi linear ), sehingga kehilangan tegangan pada baja prategang adalah : ∆ fSH = εsh . Ksh . Es = 1,68 x 10-4 x 0,885 x 189.750 = 28,21 N/mm2 Jadi prosentase kehilangan gaya prategang : ∆f 28,21 SH = SH x 100 % = x 100 % = 2,02 % f si 1.396,5



48



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



7.6. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja Prategang Relaksasi baja prategang terjadi pada baja prategang dengan perpanjangan tetap selama suatu periode yang mengalami pengurangan gaya prategang. Pengurangan gaya prategang ini akan tergantung pada lamanya waktu berjalan dan rasio antara prategang awal ( fpi ) dan prategang akhir ( fpy ). Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat relaksasi baja prategang dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini : ∆ fCE = C [ Kre – J ( ∆ fSH + ∆ fCR + ∆ fES) ]



( 7.6.1 )



Dimana : ∆ fCE : Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang C : Faktor Relaksasi yang besarnya tergantung pada jenis kawat/ baja prategang. Kre : Koefisien relaksasi, harganya berkisar 41 ~ 138 N/mm2 J : Faktor waktu, harganya berkisar antara 0,05 ~ 0,15 ∆ fSH : Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton. ∆ fCR : Kehilangan tegangan akibat rangkak ( creep ) beton ∆ fES : Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis Kehilangan tegangan akibat relaksasi terhadap prosentase nilai prategangan awal dapat pula ditentukan dengan persamaan berikut ini :  2 xECS   RE = R 1 −   f pi   Dimana : RE : R : ECS : fpi



:



( 7.6.2 )



Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang Relaksasi yang direncanakan ( % ) Kehilangan tegangan akibat rangkak ditambah akibat penyusutan. Tegangan pada tendon sesaat setelah pemindahan gaya gaya prategang.



49



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



8. TATA LETAK KABEL ( TENDON ) PRATEGANG Tegangan tarik pada serat beton yang terjauh dari garis netral akibat beban layan tidak boleh melebihi nilai maksimum yang di-ijinkan oleh peraturan yang ada, seperti pada SNI 03 – 2847 – 2002 menetapkan : Tegangan tarik serat terluar akibat beban layan ≤ ½



f c ' ( lihat halaman 10 )



Oleh karena itu perlu ditentukan daerah batas pada penampang beton, dimana pada daerah tersebut gaya prategang dapat diterapkan pada penampang tanpa menyebabkan terjadinya tegangan tarik pada serat beton.



TENDON



c.g.c



e



ct



P



e



cb



b x Gambar 018 Tegangan pada serat beton paling atas pada gambar 018 diatas : fct = − Dimana : fct e Ac Ic ct cb P



: : : : : : :



P.e.ct P + ……… ( 8.1 ) Ac Ic



tegangan pada serat beton paling atas. eksentrisitas kabel prategang. luas penampang beton. momen inersia penampang beton. jarak serat beton paling atas ke garis berat ( cgc ) jarak serat beton paling bawah ke garis berat ( cgc ) gaya prategang



Seperti telah diketahui didalam ilmu mekanika teknik : r=



Ic Ac



→ r : jari-jari inersia



Ic = r2 . Ac → Kalau disubstitusikan kedalam persamaan ( 8.1 ) didapat fct = −



P.e.c e.c  P  P + 2 t =  − 1 + 2t  Ac r . Ac Ac  r 



Jika tegangan pada serat paling atas beton harus nol, maka batas besarnya eksentrisitas dapat dihitung sebagai berikut : 50



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



P  e.ct  P ≠ 0. maka : 1 − r  = 0 → Ac  r  Ac 1-



e.ct r2 = 0 → e = r2 ct



Jadi batas paling bawah letak kabel prategang agar tidak terjadi tegangan tarik pada serat paling atas beton adalah : r2 ct



kb =



……….. ( 8.2 )



Tegangan pada serat beton paling bawah : fcb = −



P.e.cb P.e.c P  e.c  P P − =− − 2 b = − 1 + 2b  Ac Ic Ac r . Ac Ac  r 



Tegangan pada serat beton paling bawah harus sama dengan nol : e.cb =0 r2



1+



-e=



r2 → tanda minus berarti posisi e diatas cgc cb



Jadi batas paling atas letak babel prategang agar tidak terjadi tegangan tarik pada serat paling bawah beton adalah : r2 cb



kt =



………...( 8.3 )



Untuk penampang persegi dengan lebar b dan tinggi h, maka : r2 =



I = A



bh 3 = bh



1 12



Jadi : kt = kb = Inti ( Kern )



/ b



16



ct h



kt kb



cb



1 12



.h 2 = 1 .h 2



1 12



h2 → ct = cb = ½ h 1



6



h



Dengan cara yang sama batas kiri dan kanan dapat ditentukan yaitu sebesar 1/6 b Selama gaya tekan pada beton C akibat prategangan berada didalam inti ( kern ) tidak akan terjadi tegangan tarik pada serat beton terluar.



b



Gambar 019 51



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



8.1. Daerah batas eksentrisitas disepanjang bentangan Eksentrisitas rencana dari tendon ( baja prategang ) harus sedemikian rupa , sehingga tegangan tarik yang timbul pada serat penampang pada titik-titik kontrol sepanjang bentang balok sangat terbatas ( tidak melampaui peraturan yang ditetapkan ) atau sama sekali tidak ada ( nol ). Jika : MD : momen akibat Dead Load ( beban mati ) dan MT : momen total akibat Dead Load dan Live Load ( beban hidup ) Sedangkan lengan momen antara garis pusat tekan ( C line) dan garis tendon ( cgs ) akibat MD adalah amin, maka : MD Pi



amin =



→ Ini terjadi pada saat transfer gaya prategang.



Nilai ini menunjukan jarak maksimum dibawah batas bawah ( kern ) dimana cgs harus ditempatkan agar C – line tidak jatuh dibawah garis terendah kern. C Line



Kalau ini dilakukan tegangan tarik pada serat teratas tidak terjadi. Sehingga batas ekstrim bawah :



cgc kb



C cgs



a min



Pi



eb



eb = amin + kb



Gambar 020 Lengan momen akibat MT adalah amaks, sehingga : amaks =



MT → Ini terjadi pada saat layan. PE



Ini menunjukkan jarak minimum dibawah batas teratas daerah kern, dimana cgs harus ditempatkan agar C – line tidak jatuh diatas garis teratas daerah kern. C Line



Kalau ini dilakukan, maka tegangan tarik pada serat terbawah tidak akan terjadi . Sehingga batas eksentrisitas atas :



C kt



cgc



a maks et cgs



et = amakx - kt



PE



Gambar 021 Tegangan tarik dengan nilai tertentu, biasanya di-ijinkan oleh beberapa peraturan yang ada, baik pada saat transfer maupun pada kondisi beban layan. Jika ini diperhitungkan, maka cgs dapat ditempatkan sedikit diluar batas eb dan et. 52



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 9. PERENCANAAN UNTUK KEKUATAN LENTUR dan DAKTILITAS Analisa penampang akibat lentur pada bagian-bagian diatas berdasarkan theori elastis. Berdasarkan SNI 03 – 2874 – 2002 pasal 20.7 kekuatan lentur penampang beton prategang dapat dihitung dengan methode kekuatan batas seperti pada peremcanaan beton bertulang biasa. Dalam perhitungan kekuatan, tegangan pada tendon prategang diambil sebesar fps, seba-gai gantinga fy, dimana fps adalah tegangan pada tendon prategang pada saat tercapainya kekuatan nominal penampang. Nilai fps dapat dihitung dengan methoda kompatibilitas regangan. Sebagai alternatif jika tegangan efektif ( setelah kehilangan prategangan ) fse ≥ 0,5 fpu, maka fps dapat dihitung sebagai berikut : a. Untuk tendon dengan lekatan penuh ( bounded )  γp fps = fpu 1 −  β1



  f pu d + (ω − ω ') ρ p fc ' d p  



( 9.1 )



Dimana : fps = tegangan pada tendon pada saat penampang mencapai kuat nominalnya ( MPa ). fpu = kuat tarik tendon prategang yang disyaratkan ( MPa ). fse = tegangan efektif pada baja prategang ( tendon ) sesudah memperhitungkan total kehilangan prategang yang terjadi ( MPa ). γp = suatu faktor yang memperhitungkan tipe tendon prategang f py untuk ≥ 0,80 → γp = 0,55 f pu untuk untuk



f py f pu f py f pu



≥ 0,85 → γp = 0,40 ≥ 0,90 → γp = 0,28



fpy = kuat leleh tendon prategang ( MPa ) β1 = suatu faktor yang besarnya sesuai SNI 03 – 2875 - 2002 pasal 12.2, dimana : Untuk fc′ ≤ 30 MPa → β1 = 0,85 Untuk 30 < fc′< 55 MPa → β1 = 0,85 − 0,008 ( fc′ - 30 ) Untuk fc′ ≥ 55 → β1 = 0,65 fc′ = kuat tekan beton ( MPa ). d = tinggi effektif penampang ( jarak dari serat tekan terjauh dari garis netral kepusat tulangan tarik non prategang ). dp = jarak dari serat tekan terjauh kepusat tendon prategang



53



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



ρp = ratio penulangan prategang, ρp =



Aps b.d p



Aps = luas penampang baja prategang. b = lebar efektif flens tekan dari komponen struktur. ρ. f y A ω = → ρ = s fc ' b.d



ω′ =



ρ '. f y



→ ρ′ =



fc '



As ' b.d



As = luas penulangan tarik non prategang As′ = luas penulangan tekan non prategang Jika dalam menghitung fps pengaruh tulangan tekan non prategang diperhitungkan, maka suku :



f pu d   (ω − ω ') ≥ 0,17 dan d′ ≤ 0,15 dp + ρ p f c ' dp   b. Untuk tendon tanpa lekatan Dengan ratio antara bentangan dan tinggi komponen ≤ 35



fps = fse + 70 +



fc ' ≤ fy atau ≤ fse + 400 700.ρ p



( 9.2 )



Dengan ratio antara bentangan dan tinggi komponen > 35



fps = fse + 70 +



fc ' ≤ fy atau ≤ fse + 200 300.ρ p



( 9.3 )



Untuk menjamin terjadinya leleh pada tulangan non prategang, maka SNI membatasi indeks tulangan sebagai berikut 1. Untuk komponen struktur dengan tulangan prategang saja :



ωp ≤ 0,36 β1 → ωp = ρp



f ps fc '



( 9.4 )



2. Untuk komponen struktur dengan tulangan prategang, tulangan tarik dan tulangan tekan non prategang :



ωp + ( ω - ω′ )



d ≤ 0,36 β1 dp



( 9.5.)



54 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



3. Untuk penampang bersayap



ωpw + ( ωw − ωw′ ) Dinama :



d ≤ 0,36 β1 dp



( 9.6 )



ωpw, ωw, ωw′ adalah indeks tulangan untuk penampang yang mempunyai flens, dihitung sebagai ωp, ω dan ω′ dengan b sebesar lebar badan.



9.1. Proses Desain Penampang Dalam desain komponen struktur prategang terhadap lentur , harus bisa menjamin agar batasan tegangan ijin tidak dilanggar ( dilampaui ), defleksi atau lendutan yang terjadi masih dalam batasan yang di-ijinkan dan kompomen struktur mempunyai kekuatan yang cukup. Kita lihat penampang beton prategang seperti dibawah ini : ε'cu = 0,003



d



a



dp



Grs. Netral Grs. Berat



Ap



εi



∆εp



As



εy



C's



fs'



f ps fy



C'c



Tp



Z p = d p - a /2



h



c



As



ε's



Z s = d - 1/2 a



d' '



0,85 fc'



d - d'



Ts



b



Gambar 022 Dari keseimbangan : Cs′ + Cc′ = Tp + Ts Dimana : Cs′ = As′ x fs′ Cc′ = 0,85 fc′ a b Tp = Ap x fps Ts = As x fy Keseimbangan momen terhadap garis berat ( titik berat ) :



h a Mn = Cc′  −  + Cs′ 2 2



h h h     − d '  + Ts  d −  + Tp  d p −  2 2 2   



( 9.1.1 )



55



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Bila penulangan tekan diabaikan : Momen luar hanya ditahan oleh tulangan tarik dan baja pratekan : Mn = Ts . Zs + Tp . Zp Mn = Ts ( d – ½ a ) + Tp ( dp – ½ a ) Dimana : Ts ( d – ½ a ) : momen nominal yang dipikul tulangan tarik Tp ( dp – ½ a ) : momen nominal yang dipikul baja prategang Prosentasi pratekan :



ρ=



Tp (d p − 12 a) T p (d p − 12 a ) + Ts (d − 12 a )



100 %



Bila merupakan Prategang Penuh ( tulangan non prategang tidak diperhitungkan ), momen nominal hanya dipikul oleh baja prategang Mn = Tp ( dp – ½ a )



Contoh Soal 14 : Suatu balok beton prategang dengan penampang berbentuk I dengan system ″ Bonded Pre– stressing Tendon ″ Mutu kabel prategang sesuai ASTM A 416 grade 270 sedangkan mutu beton K 350. Jumlah kabel 1, jumlah kawat untaian 18 ∅ 1/2″ dalam kabel. Loss of prestress ≈ 15 %. Bentangan balok 18 m, sedangkan posisi kabel ditengah-tengah bentang berjarak 10 cm dari serat bawah penampang. Dimensi penampang seperti pada sketsa dibawah ini, dan tulangan biasa ( non prategang ) tidak diperhitungkan. Hitunglah momen batas yang dapat dipikul oleh penampang.



175



TENDON



550



150



175



TENDON



C A



9.000



450



9.000



B



100



POTONGAN C



Penyelesaian : Mutu kabel G 270 → Tegangan tarik batas fpu = 18.900 kg/cm2 Luas penampang kabel : Ap = 18 bh x 98,71 mm2 = 1.777 mm2 Tegangan tarik yg di-ijinkan pada tendon :



fs = fi = 0,70 x fpu = 0,70 x 18.900 = 13.230 kg/cm2 Kehilangan tegangan ( loss of prestress ) ≈ 15 %, maka : Tegangan tarik efektif tendon : fse = 0,85 fi = 0,85 x 13.230 = 11.245,50 kg/cm2



56



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Mutu Beton K 350 → fc′ = 0,83 x 350 = 290,5 kg/cm2 = 29,05 MPa ≤ 30 MPa → β1 =0,85 Perhitungan Tegangan Tarik Nominal Kabel Prategang : Karena tegangan efektif : fse = 11.245,50 kg/cm2 > 0,5 fpu = 0,5 x 18.900 = 9.450 kg/cm2, maka tegangan nominal dapat dihitung dg. persamaan ( 9.1 ) SNI 03 – 2874 – 2002 Karena : fpy = 0,85 fpu → γp = 0,4 dp = ( 17,5 + 55 + 17,5 ) – 10 = 80 cm Rasio kabel prategang : Ap 17,77 ρp = = = 0,00494 bxd p 45 x80 Persamaam ( 9.1 ) SNI 03 – 2874 – 2002 diatas :



 γp fps = fpu 1 −  β1 



  f pu d + − ρ ( ω ω ' )  p   fc ' d p   



 0,4  18.900    = 16.041,45 kg/cm2 fps = 18.900 1 − 0,00494   290,5    0,85  Check apakah ″ under reinforcement ″ Sesuai SNI 03 – 2874 – 2002 Pasal 20.8 mengenai batasan penulangan ( termasuk baja prategang ), maka : f ps ωp = ρp . < 0,36 β1 Persamaan ( 9.4 ) halaman 63 diatas. fc ' 0,00494



16.041,45 < 0,36 x 0,85 290,5



0,273 < 0,306 → OK Menentukan Momen Batas : Anggap garis neutral memotong flens, seperti gambar dibawah ini GRS. NETRAL 0,85 f'c



d p -- 1/2 a



a



C



550



GRS. BERAT 150 P



175



dp



c



175



450



Gaya Tarik pd. Tendon : P = Aps . fps P = 17,77 x 16.041,45 = 285.056,57 kg Gaya Tekan pd. Beton : C = 0,85 . fc′ . a . b C = 0,85 x 290,5 x a x 45 C = 11.111,63 a kg Karena keseimbangan, maka : C = P



450



57



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



11.111,63 a = 285.056,57 → a = c=



a



β1



=



285.056,57 = 25,65 cm 11.111,63



25,65 = 30,18 cm > hf = 17,50 cm 0,85



Jadi ternyata letak garis netral dibawah flens, ini berarti balok I murni Sehingga asumsi diatas tidak benar. GRS. NETRAL b- bw 2



0,85 f'c



b- bw 2



0,85 f'c



0,85 f'c



bw C1



C2



a



hf



c



a



175



450



bw



150



+



d p - 1/ 2 a



=



d p - 1/ 2 h f



GRS. BERAT



550



dp



175



P1



450



P2



b



Menentukan posisi garis neutral : Dari keseimbangan gaya : C = P C1 + C2 = P 0,85 fc′ hf ( b – bw ) + 0,85 fc′ a bw = Aps . fps 0,85 x 290,5 x 17,5 x ( 45 – 15 ) + 0,85 x 290,5 x a x 15 = 17,77 x 16.041,45 129.635,63 + 3.703,88 a = 285.056,57 a= c=



285.056,57 − 129.635,63 = 41,96 cm 3.703,88



a



β1



=



41,96 = 49,36 cm → OK Penampang I murni 0,85



Momen nominal yang dapat dipikul : C1 = 0,85 fc′ hf ( b – bw ) = 0,85 x 290,5 x 17,5 x ( 45 – 15 ) = 129.635,63 kg C2 = 0,85 fc′ a bw = 0,85 x 290,5 x 41,96 x 15 = 155.414,60 kg Mn = C1 ( dp – ½ hf ) + C2 ( dp – ½ a ) = 129.635,63 x ( 80 – ½ 17,5 ) + 155.414,60 x ( 80 – ½ 41,96 ) = 9.236.538,64 + 9.172.569,69 = 18.409.108,33 kgcm Momen batas yang dapat dipikul penampang : Mu = ∅ Mn = 0,80 x 18.409.108,33 = 14.727.286,67 kgcm = 147.272,87 kgm



58



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo BALOK KOMPOSIT Didalam praktek dilapangan, pada umumnya balok beton prategang ( precast ) dikombinasikan dengan plat ( konstruksi lantai ) yang dicor setempat, sehingga kombinasi plat dan balok merupakan suatu konstruksi komposit. Balok prategangnya pada umumnya berbentuk I. Setelah balok prategang dipasang pada posisinya, kemudian form work untuk plat dipasang seperti pada gambar dibawah ini. PLAT LANTAI BETON PENULANGAN PLAT PAPAN FORM WORK STEK



RANGKA FORM WORK B



B



BALOK PRATEGANG PRECAST



Gambar 023 Setelah rangka dan papan formwork terpasang, kemudian penulangan plat lantai dipasang sesuai gambar perencanaan. Setelah penulangan selesai dipasang baru pengecoran lantai dilaksanakan. Didalam skesa gambar diatas tidak diperlukan perancah ( penopang ) untuk memikul pelat lantai yang akan dicor, tetapi memanfaatkan balok prategang yang telah dipasang lebih dahulu untuk menopang formwork. Untuk menahan geseran horisontal antara balok prategang dan pelat beton pada balok prategang dipasang stek-stek yang akan berfungsi sebagai shear connector. PLAT LANTAI BETON PENULANGAN PLAT PAPAN FORM WORK STEK



BALOK PRATEGANG PRECAST



TIANG PERANCAH



Gambar 024 Pada gambar 025 diatas, formwork dan balok prategang precast disangga oleh tiang-tiang perancah untuk pelaksanaan pengecoran plat lantai. Perancah dan formwork baru dibongkar setelah pelat beton cukup kuat untuk memikul beban. 59



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Pada kedua methode diatas perlakuan beban pada balok prategang precast sangat berbeda, yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Methode tanpa perancah : 1. Pada saat transfer gaya prategang : Konstruksi belum berlaku sebagai komposit Beban yang harus dipikul balok : a. Berat sendiri balok ( g ) b. Gaya prategang awal ( Pi ) 2. Pada saat pengecoran plat sampai curing : Konstruksi belum berlaku sebagai komposit Beban yang harus dipikul balok : a. Berat sendiri balok ( g ) b. Berat sendiri plat cor setempat ( gc ) c. Berat formwork ( gfw ) d. Gaya prategang efektif ( PE ) c. Beban-beban lain ( beban konstruksi ) yang diperkirakan terjadi pada saat pelaksanaan pengecoran ( gk ). 3. Pada saat layan : Konstruksi berlaku sebagai komposit Beban yang harus dipikul balok : a. Berat sendiri balok ( g ) b. Berat sendiri plat cor setempat ( gc ) c. Beban finishing seperti keramik ( gedung ), lapisan perkerasan asphalt ( untuk jembatan ). d. Beban hidup ( gL ). Catatan : Tegangan-tegangan yang diperhitungkan sebagai balok komposit hanya akibat : Beban mati tambahan seperti finishing dan Beban Hidup Methode dengan perancah : 1. Pada saat transfer gaya prategang : Konstruksi belum berlaku sebagai komposit Tegangan yang terjadi akibat : a. Berat sendiri balok ( g ). b. Gaya prategang awal ( Pi ). 2. Pada saat pengecoran plat sampai curing : Konstruksi belum berlaku segabai komposit Karena disangga perancah praktis balok tidak memikul beban. Sama seperti diatas, pada tahap 1 dan 2 konstruksi belum bersifat sebagai komposit. 3. Pada saat layan : Konstruksi bersifat komposit Tegangan yang terjadi akibat : a. Berat sendiri balok ( g ). b. Berat pelat beton ( gc ). c. Beban mati tambahan seperti finishing ( gfs ) d. Gaya prategang efektif ( PE ). e. Beban hidup ( gL ). Catatan : Tegangan-tegangan yang diperhitungkan sebagai balok komposit adalah akibat : Berat plat cor setempat, Beban mati tambahan ( finishing ) dan Beban Hidup. 60



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Pada saat bekerja sebagai balok komposit ( composite action ) lebar flens ( pelat ) efektif dapat ditentukan sebagai berikut : BE



BE tf



Bo



b



Bo



Bo



Gambar 025



SNI 03 – 2847 – 2002 Balok Tengah : BE ≤ ¼ L } BE ≤ Bo } → ambil yang terkecil BE ≤ 8 tf } Balok Tepi



:



BE ≤



1 12



L



}



BE ≤ ½ Bo + b } → ambil yang terkecil BE ≤ 6 tf }



Properti Penampang Komposite : Balok prategang komposit diasumsikan elastis pada beban kerja, sehingga akibat momen lentur distribusi regangannya linear sepanjang penampang. Karena disini ada 2 ( dua ) macam material yang berbeda yang disatukan yang mempunyai harga modulus elastisitas yang berbeda, maka tegangan yang berbeda akan terjadi pada regangan yang sama. Untuk mengatasi perbedaan ini, salah satu elemen ditransformasikan kedalam elemen fiktif yang mempunyai harga modulus elastisitas yang sama. Seperti gambar 026 diatas untuk balok tengah, pelat dengan tebal tf dan lebar BE ditransformasikan menjadi penampang ekuivalen dengan tebal/tinggi tf dan lebar transformasi BTR, dimana : E BTR = BE Pelat = BE . nc E Balok Dimana : BTR BE EPelat EBalok nc



: Lebar penampang transformasi. : Lebar efektif : Modulus Elastisitas Pelat : Modulus Elastisitas Balok : Rasio modulus elastisitas pelat dan modulus elastisitas balok.



61



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 15 Suatu konstruksi jembatan komposit diatas 2 tumpuan ( simple beam ) dengan bentangan L = 25 m, dan jarak antara balok induk B = 1,85 m seperti gambar dibawah . LAPISAN ASPAL TEBAL RATA-RATA 7,5 cm PLAT BETON 20 cm COR SETEMPAT 6.250 BESI SANDARAN Ø3 '' TIANG SANDARAN



6.250



0.300



C L



DIAFRAGMA COR SETEMPAT BALOK INDUK BETON PRATEGANG PRECAST PONDASI SUMURAN 2 Ø 300 cm, KEDALAMAN = 200 cm



25.000



POTONGAN MEMANJANG 1.000 LAPISAN ASPAL TEBAL RATA-RATA 7,5 cm



0.150



7.000



0.150



1.000 PLAT BETON 20 cm COR SETEMPAT



CL



DIAFRAGMA COR SETEMPAT



1.150 1.850



1.850



1.850



1.850 1.150



BALOK INDUK BETON PRATEGANG PRECAST



POTONGAN MELINTANG



Gambar 026 Mutu Beton



: Balok Prategang Precast K 450 Pelat dan diafragma yang dicor setempat K 225 Baja Prategang : ASTM A 416 Grade 270 Kehilangan gaya prategang total 15 % Pembebanan : RSNI T – 02 – 2005 ( Standard Pembebanan untuk Jembatan ). Rencanakan : Balok Jembatan tersebut dan tentukan posisi serta kabel prategangnya untuk ditengah-tengah bentangan, jika pada saat pelaksanaan pengecoran pelat lantai jembatan tidak dipergunakan perancah untuk penyokong (unpropped).



Penyelesaian : Perhitungan modulus elastisitas beton : Balok beton prategang precast : K 450 → fc′ = 0,83 x 450 = 373,50 kg/cm2 wc = 2.500 kg/m3 ( untuk beton prategang ) EBalok = 0,043 wc1,5



f c ' MPa



EBalok = 0,043 2.5001,5 EBalok = 328.491 kg/cm



37,35 = 32.849,12 MPa 2



62



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Pelat Beton cor setempat : K 225 → fc′ = 0,83 x 225 = 186,75 kg/cm2 Wc = 2.400 kg/m3 ( untuk beton normal ) EPelat = 0,043 wc1,5



f c ' = 0,043 2.4001,5



EPelat = 21.848,20 MPa = 218.482 kg/cm Ratio modulus elastisitas : nc =



18,675



2



E Pelat 218.482 = = 0,665 E Balok 328.491



Perhitungan Live Load : Sesuai RSNI T – 02 – 2005 beban hidup untuk balok jembatan ( Beban D ) seperti skesa dibawah ini : BEBAN GARIS ( BGT )



p kN/m ARAH LALU LINTAS q kPa



BEBAN MERATA



JUR LA



( BTR )



Gambar 027 Lebar lajur ditetapkan 2,75 m 1. Beban merata (BTR) : Untuk bentangan L ≤ 30 m → q = 9 kPa = 900 kg/m2 900 Beban per m′ lebar jembatan q = = 327,27 kg/m′ 2,75 Beban hidup merata per m′ panjang balok induk tengah qL = 327,27 x B = 327,27 x 1,85 = 605,45 kg/m′ 2. Beban garis (BTG) : Intensitas beban garis ditetapkan p = 4,9 kN/m′ = 4.900 kg/m′ Beban titik untuk balok induk tengah : PL = B x p = 1,85 x 4.900 = 9.065 kg Faktor Beban Dinamis ( FBD ) : Sesuai pasal 6,6 RSNI T – 02 – 2005 besarnya FBD untuk L ≤ 50 m adalah 40 % Jadi momen total akibat beban hidup ditengah-tengah bentangan : ML = 18 x qL x L2 + ( 1 + FBD ) x ¼ x PL x L ML =



1



8



x 605,45 x 252 + ( 1 + 0,40 ) x ¼ x 9.065 x 25 = 126.619,53 kgm



63



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Estimate Penampang :



Yp



15



1 2



7.5



35



2



17 yt



125



105



3



Xp



Xp



grs. berat prefab.



4 12.5



4 5



22.5



yb



65



Yp Gambar 028 Perhitungan Properti Penampang Precast Bagian



2



Luas ( cm )



1



Jarak titik berat



Statis momen thd.



bagian ke serat bawah



Serat bawah ( cm )



3



262.50



121.25



2



67.50



115.00



7,762.500



3



1,785.00



65.00



116,025.000



4



240.00



15.83



3,799.200



5



812.50



6.25



5,078.125



Total



3,167.50



yb =



164,492.950



164.492,950 = 51,93 cm 3.167,50 2



Bagian 1 2 3 4 5



Io 1,230 211 1,639,969 1,333 10,579



31,828.125



Luas (cm ) A 262.50 67.50 1,785.00 240.00 812.50



yt = 125 – 51,93 = 73,07 cm



Jarak ke pusat berat y ( cm ) 69.32 63.07 13.07 36.10 45.68



A.y



2



I = Io + A y



2



1,261,381 268,503 304,922 312,770 1,695,413



1,262,611 268,714 1,944,891 314,103 1,705,992



Ixp



5,496,313



64 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Ac = 3.167,50 cm2



Sb =



I xp yb



=



5.496.313 = 105.840,80 cm3 51,93



St =



I xp yt



=



5.496.313 = 75.219,83 cm3 73,07



Perhitungan Properti Penampang Komposit Lebar pelat effektif sesuai SNI 03 – 2847 – 2002 untuk balok induk tengah : BE ≤ ¼ L = ¼ x 25 = 6,25 m = 625 cm BE ≤ Bo = 1,85 m = 185 cm BE ≤ 8 tf = 8 x 20 = 160 cm Diambil yang terkecil : BE = 160 cm Untuk penampang transformasi : BTR = nc x BE = 0,665 x 160 = 106,4 cm. B TR = 106,4



20



ytc yt



125



grs. berat komposit



grs. berat prefab.



ybc



yb



65



Gambar 029



Bagian



Luas Penampang 2



A ( cm )



Jarak kesisi bawah y ( cm )



Statis momen 3



A . y ( cm )



Pelat



2,128.00



135.00



287,280.00



Balok



3,167.50



51.93



164,488.28



Total



5,295.50



ybc =



451.768,28 = 85,31 cm 5.295,5



451,768.28



ytc = 125 – 85,31 = 39,69 cm 65



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



2



4



4



Luas ( cm )



Jarak ke pusat berat



I ( cm )



A



y ( cm )



A y



Pelat



2,128.00



49.69



5,254,237



70,933



5,325,170



Balok



3,167.50



33.38



3,529,306



5,496,313



9,025,619



Total



5,295.50



Bagian



S bc =



Io



2



Ixc ( cm ) 4



Io + I



( cm )



Ixc



I xc 14.350.788 = = 168.219 cm3 ybc 85,31



S tc =



14,350,788



I xc 14.350.788 = = 361.572 cm3 ytc 39,69



Perhitungan Berat Sendiri pada saat layan :



∑ Berat balok : 0,317 x 1,00 x 2.500 = ∑ Berat pelat : 1,85 x 0,20 x 1,00 x 2.400 = ∑ Berat aspal : 0,075 x 1,85 x 1,00 x 2.240 =



792 kg/m′ 888 kg/m′ 311 kg/m′



gD = 1.991 kg/m′ Dimensi diafragma ( diestimasi ) = 30 x 102,50 cm Panjang diafragma : l = 1,85 – 0,17 = 1,68 m Berat diafragma : PD = 0,30 x 1,025 x 1,68 x 2.400 = 1.239,84 kg Perhitungan Momen akibat Berat Sendiri : PD



PD



PD



PD



PD



gD



C



A



B



0.006 L



0.006 L 1/8



L



1/8



L



1/4 L



GARIS PENGARUH M c 0.300



6.250



6.250



6.250



6.250



0.300



L = 25.000



Gambar 030 MD = gD { ( ½ x L x ¼ L ) – 2 x ½ 0,30 x 0,006 L } + PD { 2 x ( 1/8 L ) + ¼ L } MD = 1.991 { ( ½ x 25 x ¼ x 25 ) – 2 x ½ x 0,30 x 0,006 x 25 } + 1.239,84 { 2 x 1/8 x 25 + ¼ x 25 } MD = 155.457,28 + 15.498 = 170.955,28 kgm MU = MD + ML = 170.955,28 + 126.619,53 = 297.574,81 kgm Momen nominal penampang pada saat layan : M 297.574,81 Mn = U = = 371.968,51 kgm φ 0,80 66



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Perkiraan Gaya Prategang : B TR F ts 20 ytc



TEKAN



c.g.c'



yt



c.g.c ybc



e



yb



TARIK Ap Fbs



DISTRIBUSI TEGANGAN PADA KONDISI LAYAN



Gambar 031 Sesuai dengan SNI 03 – 2847 – 2002 Tegangan yang di-ijinkan pada saat layan : Tegangan tarik ijin pada serat bawah : Fbs = ½



fc ' = ½



373,50 = 9,66 kg/cm2



Tegangan tekan ijin pada serat atas : Fts = 0,60 fc′ = 0,60 x 373,50 = 224,10 kg/cm2 Kita tetapkan e = 36 cm dari c.g.c Pada saat komposite ec = ybc – (yb – e ) = 85,31 – ( 51,93 – 36 ) = 69,38 cm Tegangan tarik pada sisi bawah : P xe M P Fbs = E + E c - n A S bc S bc 9,66 =



PE P x69,38 37.196.851 + E − 3.167,50 168.219 168.219



9,66 = 0,00032 PE + 0,00041 PE – 221,12 9,66 + 221,12 PE = = 316.137 kg 0,00032 + 0,00041 Tegangan tekan pada sisi atas : P P x69,38 M n Fts = E − E + A S tc S tc 224,12 =



PE P x69,38 37.196.851 − E + 3.167,50 361.572 361.572



224,12 = 0,00032 PE − 0,00019 PE + 102,88 224,12 − 102,88 PE = = 935.154 kg 0,00032 − 0,00019 67 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Diambil yang terkecil : PE ≈ 316.137 kg Gaya prategang awal : Pi = 1,15 x 316.137 kg = 363.557 kg Baja prategang dipakai Grade G 270 → fpu = 1.860 MPa = 18.600 kg/cm2 Sesuai SNI T -12 – 2004 ( Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan ) Prategang maksimum fpmaks = 0,74 x fpu = 0,74 x 18.600 = 13.764 kg/cm2 Luas baja prategang yang diperlukan : Pi 363.557 Ap-perlu = = = 26,41 cm2 f pmaks 13.764 Dipasang 3 buah tendon, masing-masing berisi baja/kawat prategang 9 ∅ 1/2″ Ap = 3 x 9 x 0,9871 = 26,65 cm2 Gaya Prategang Awal Maksimum : Pi = Ap x fpmaks = 26,65 x 13.764 = 366.811 kg



Kontrol Tegangan pada saat Transfer F ti TARIK yt TEKAN



c.g.c yb



e



grs. berat prefab.



TENDON PRATEGANG



F bi DISTRIBUSI TEGANGAN SAAT TRANSFER



Gambar 032 Momen luar yang bekerja hanya akibat berat sendiri balok dengan tumpuan diujung-ujung balok : MG = 18 792 25,602 = 64.881,64 kgm Tegangan tekan pada serat bawah : P P xe M 366.811 366.811x36 6.488.164 fbi = i + i − G = + − 105.840,80 A Sb Sb 3.167,50 105.840,80



fbi = 115,80 + 124,76 − 61,30 = 179,26 kg/cm2 ≤ 0,60 x 373,50 = 224,10 kg/cm2 → OK Tegangan tarik pada serat bagian atas : P P xe M 366.811 366.811x36 6.488.164 fti = i − i + G = − + 75.219,83 A St St 3.167,50 75.219,83 fti = 115,80 − 175,55 +86,26 = 26,51 kg/cm2 ( tekan ) ≤ 224,10 kg/cm2 → OK 68



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Kontrol Tegangan Pada Saat Pekerjaan Pelar Estimasi berat formwork : 150.00 PLAT TEBAL 3,5 cm



2 x 6/12



98.86



6 x 12 6 x 12



6 x 12 2 x 6/12



168.00



185.00 RANGKA FORMWORK SETIAP 0,50 M



Gambar 033 Berat volume kayu : γ = 750 kg/m Berat setiap rangka : 2 x 0,06 x 0,12 x 1,50 x 750 = 16,20 kg 2 x 0,06 x 0,12 x 1,68 x 750 = 7,34 kg 2 x 0,06 x 0,12 x 1,00 x 750 = 10,80 kg 1 x 0,06 x 0,12 x 1,90 x 750 = 10,26 kg Total ……. = 44,60 kg Berat formwork per m′ panjang gelagar : Rangka formwork : 2 x 44,60 = 89,20 kg/m Papan : 0,035 x 1,50 x 1,00 x 750 = 39,38 kg/m Total Formwork …. = 128,58 kg/m 3



Dead Load : Berat balok prategang : 0,31675 x 1,00 x 2.500 Berat pelat beton : 0,20 x 1,85 x 1,00 x 2.500 Berat formwork ……………………………………. qD



= 791,87 kg/m = 925,00 kg/m = 128,58 kg/m = 1.845,45 kg/m



Live Load : Pada pelaksanaan pengecoran diperhitungkan 75 kg/m2 Beban hidup per m′ balok qL = 1,85 x 75 = 138,75 kg/m′ qL



qD



A



C



0.006 L



B 0.006 L



1/4 L



GARIS PENGARUH M c 0.300



0.300 L = 25.000



Gambar 034 69



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Momen akibat Dead Load : MD = qD { ( ½ L x ¼ L ) − ( 2 x ½ x 0,30 x 0,006 L ) } MD = 1.845,45 { ( ½ 25 x ¼ 25 ) – ( 2 x ½ x 0,30 x 0,006 x 25 ) } = 144.092,74 kgm Momen akibat Live Load : ML = qL { ½ L x ¼ L } = 138,75 { ½ 25 x ¼ 25 } = 10.839,84 kgm Momen total : MTotal = MD + ML = 144.092,74 + 10.839,84 = 154.932,58 kgm Pada saat pelaksanaan pekerjaan pelat di-estimate kehilangan gaya prategang sudah mencapai 25 % dari total kehilangan gaya prategang. Gaya Prategang : Po = ( 1 – 0,25 x 0,15 ) x Pi = 0,9625 x 366.811 = 353.056 kg Dalam tahap ini konstruksi belum sebagai balok komposit, sehingga : Tegangan pada serat bawah : P P xe M 353.056 353.056 x36 15.493.258 + − f b = o + o − Total = A Sb Sb 3.167,50 105.840,80 105.840,80



fb = 111,46 + 120,09 – 146,38 = 85,17 kg/cm2 ( Tekan ) ≤ 224,10 kg/cm2 → OK Tegangan pada serat atas : P P xe M 353.056 353.056 x36 15.493.258 f t = o − o + Total = − + A St St 3.167,50 75.219,83 75.219,83 ft = 111,46 – 168,97 +205,97 = 148,46 kg/cm2 ( Tekan ) ≤ 224,10 kg/cm2 → OK



Kontrol Tegangan pada Saat Layan B TR F ts 20 ytc



TEKAN



c.g.c'



yt



c.g.c yb



ybc



e



TARIK Ap Fbs



DISTRIBUSI TEGANGAN PADA KONDISI LAYAN



Gambar 035 PE = 0,85 x Pi = 0,85 x 366.811 = 311.789 kg Tegangan pada serat bawah : P xe M P 311.789 311.789 x69,38 37.196.851 f bc = E + E c − n = + − = 5,9 kg/cm2 A S bc S bc 3.167,50 168.219 168.219



f tc =



PE PE xec M n 311.789 311.789 x69,38 37.196.851 = − + = 141,48 kg/cm2 − + A S tc S tc 3.167,50 361.572 361.572



Ternyata kedua tekan dan ≤ 224,10 kg/cm2 → OK 70



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Perhitungan Kekuatan Batas ( Ultimate Design ) untuk Balok Komposit Perhitungan kekuatan batas untuk balok komposit dapat dilakukan berdasarkan Code ACI 318 maupun SNI 02 – 2874 – 2002, dengan mengasumsikan bahwa pemindahan gaya geser horisontal dapat dilakukan dengan baik, sehingga seluruh penampang komposit dapat diperhitungkan dengan teori kekuatan batas ( ultimate theory ). Oleh SNI 02 – 2874 – 2002, persamaan yang dipergunakan untuk menghitung kekuatan batas penampang komposit seperti persamaan ( 9.1 ) dihalaman 62, yaitu :



 γ  f  d f ps = f pu 1 − p  ρ p pu' + (ω − ω ') fc d p   β1  Dimana : fps : tegangan pada tendon saat penampang mencapai kuat nominalnya ( MPa ) fpu : kuat tarik tendon yang disyaratkan ( MPa ) γp : suatu faktor bila : f py ≥ 0,80 → γp = 0,55 f pu f py f pu f py f pu



≥ 0,85 → γp = 0,40 ≥ 0,90 → γp = 0,28



fpy : kuat leleh baja prategang ( MPa ) β1 : suatu faktor yang besarnya : untuk fc′ ≤ 30 MPa → β1 = 0,85 30 < fc′ < 55 MPa → β1 = 0,85 – 0,008 ( fc′ - 30 ) fc′ ≥ 55 MPa → β1 = 0,65 fc′ : kuat tekan beton ( MPa ). d : tinggi effekif penampang komposit ( jarak dari serat tekan terjauh dari garis netral komposit kepusat tulangan tarik non prategang ). dp : jarak dari serat tekan terjauh kepusat tendon prategang. A ρp : ratio penulangan pratekan : ρp = ps b.d p Aps : luas penulangan baja prategang. b : lebar effektif flens tekan. ρ. f y A ω= → ρ = s ' fc b.d ω′ =



ρ '. f y f c'



→



ρ'=



As' b.d



As : luas penulangan tarik non prategang As′ : luas penulangan tekan non prategang 71



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



300



125



300



150



125



2.500



900



100



TENDON



100



600



150



150



Contoh Soal 16 Suatu balok prategang komposite diatas dua tumpuan dengan bentangan L = 16,5 m dan jarak antar balok B = 2,5 m, seperti sketsa dibawah ini.



300



2.500



Gambar 038 Balok dari beton prategang pracetak dengan fc′ = 40 MPa, sedangkan plat lantai dicor setempat dengan fc′ = 35 MPa. Tendon 14 ∅ 12,7 mm dengan fpu = 1.720 MPa ditempatkan 12,5 cm dari sisi bawah balok pracetak ditengah-tengah bentangan. Tentukan kekuatan lentur batas dari penampang tersebut. Penyelesaian : Luas penampang baja prategang : Ap = 14 x ¼ π 1,272 = 17,73 cm2 Penentuan lebar efaktif plat lantai BE ≤ ¼ L = ¼ x 16,5 = 4,125 m BE ≤ B = 2,50 m BE ≤ 16 hf + bf = 16 x 0,15 + 0,30 = 2,70 m Diambil yang paling kecil : BE = 2,50 m Mutu beton plat : fc′ = 35 MPa → EPlat = 4.700 35 = 27.805,57 MPa Mutu beton balok pracetak : fc′ = 40 Mpa → EBalok = 4.700 40 = 29.725,41 MPa E 27.805,57 = 0,935 n = plat = Ebalok 29.725,41 Lebar plat penampang transformasi : BTR = n x BE = 0,935 x 2,50 = 2,34 m 0,85 fc'



B TR = 2.340



C 150 a



150 600



Z



GRS. NETRAL 100 T 150



Ap



125 fps



300



PENAMPANG TRANFORMASI



Gambar 039



dp = ( 90 + 15 ) – 12,5 = 92,5 cm Ap 17,73 ρp = = BTR .d p 234 x92,5 ρp = 0,00082 Karena penampang sudah diTransformasikan ke balok, maka mutu beton semua disamakan dengan mutu beton balok : fc′ = 40 MPa > 30 MPa



β1 = 0,85 − 0,008 ( fc′ − 30 ) = 0,85 − 0,008 ( 40 − 30 ) = 0,77 72



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Sesuai dengan SNI T – 12 – 2004 pasal 4.4.3.2.1, untuk semua strand dan tendon baja fpy = 0,85 fpu → γp = 0,40 Tegangan tendon pada saat penampang mencapai kuat nominal :  γ  f  d f ps = f pu 1 − p  ρ p pu' + (ω − ω ') fc d p   β1  Karena baik penulangan tarik maupun penulangan tekan non prategang tidak diperhitungkan untuk memikul beban, maka : ω = 0 dan ω′= 0  0,40  1720  f ps = 1720 1 − 0,00082  = 1.688,49 MPa 40   0,77  T = Ap x fps = 17,73 x 16.884,90 = 299.369,28 kg Diasumsikan a < tf = 15 cm C = 0,85 fc′ BTR a = 0,85 x 400 x 234 x a = 79.560 a kg Dari keseimbangan gaya : ∑ H = 0 → C = T 79.560 a = 299.369,28 299.369,28 = 3,76 cm < tf = 15 cm → Asumsi sudah benar a= 79.560 Lengan momen : Z = dp – ½ a = 92,5 – ½ x 3,76 = 90,62 cm Momen nominal penampang : Mn = T x Z = 299.369,28 x 90,62 = 27.128.844,15 kgcm = 271.288,44 kgm Jadi kekuatan lentur batas dari penampang : Mu = ∅ . Mn = 0,80 x 271.288,44 = 217.030,75 kgm



73



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Kuat Geser Balok Komposit Agar terjalin kerjasama yang baik antara balok pracetak dan pelat lantai yang dicor setempat dalam memikul beban, maka gaya geser horisontal antara kedua komponen tersebut harus ditahan oleh ″ Shear connector ″ Telah diketahui didalam ilmu mekanika teknik, tegangan geser horisontal ( τ ) akibat gaya geser V adalah : V .S I .b gaya geser horisontal gaya geser pada penampang yang ditinjau statis momen penampang terhadap garis berat momen inersia penampang lebar bidang kontak



τ=



Dimana : τ V S I b



: : : : :



Sesuai dengan SNI 03 – 2874 – 2002 Besarnya tegangan geser horisontal ( τ ) diperhitungkan sebagai berikut :



τ= Dimana : τ Vu ∅ b d



: : : : :



Dimana : Av ∅ fy µ



: : : :



Vu φ .b.d



gaya geser horisontal gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau faktor reduksi kekuatan ( ∅ = 0,85 ) lebar bidang kontak tinggi balok komposit efektif, diukur dari serat tertekan keluar sampai kepusat penulangan tarik non prategang. Kebutuhan tulangan geser dapat dihitung dengan persamaan : Vu Av = φ . f y .µ luas penulangan geser yang diperlukan faktor reduksi kekuatan ( ∅ = 0,85 ) tegangan leleh dari tulangan geser. kosfisien geser, dimana besarnya : Untuk beton yang dicor pada balok beton pracetak µ = 0,10 Untuk beton yang dicor pada metal/baja sheet bergelombang µ = 0,70



74



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 17 Jika pada contoh soal 16 ( halaman 72 ) dipergunakan besi ulir dengan tegangan leleh jy = 390 MPa untuk shear connector ( tulangan geser horizontal ), maka rencanakan shear connectornya. Penyelesaian :



qu



L = 16,5 m Gambar 040 Dari perhitungan pada contoh soal 17 didapat momen maksimum yang dapat dipikul oleh penampang : Mu = 217.030,75 kgm. Mu =



1



8



qu L2



Jadi beban merata ( termasuk berat sendiri ) yang dapat dipikul konstruksi adalah : 8.M 8 x 217.030,75 qu = 2 u = = 6.377,40 kg L 16,52 Gaya geser maksimum : Vu = ½ qu L = ½ x 6.377,40 x 16,5 = 52.613,55 kg Sesuai dengan SNI 03 – 2874 – 2002 Vu φ .b.d Dimana : b = 10 cm, diambil tebal webnya karena tulangan geser ( shear connector) ditanam sampai di webnya, jadi tidak hanya di flens balok. d = ( 90 + 15 ) – 5 = 100 cm, tinggi effektif balok komposit, dihitung dari serat tertekan paling atas kepusat tulangan tarik non prategang, disini jarak pusat tulangan tarik tsb. dari sisi bawah balok diperhitungkan 5 cm.



Tegangan geser horisontal : τ =



52.613,55 = 61,90 kg/cm2 0,85 x10 x100 Untuk shear connector dicoba dengan D 13



τ=



As = 2 x ¼ π d2 = 2 x ¼ π 1,32 = 2,65 cm2 Jarak shear connector : f . A 3.900 x 2,65 = 16,69 cm → diambil s = 15 cm s= y s = bxτ 10 x61,90 Jadi shear connector dipakai : D13 – 15



75



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Perencanaan Balok Komposit Perencanaan balok komposit dapat dilakukan baik dengan pendekatan theori elastis maupun dengan pendekatan theori kekuatan batas. Bila perencanaan dilakukan dengan pendekatan theori elastis, maka untuk pengecekan kapasitas penampang sebaiknya dilakukan dengan pendekatan theori kekuatan batas, demikian pula sebaliknya. Design dengan pendekatan theori elastis. BTR = n . BE



Plat cor ditempat t ya



fa



+



+



k a c.g.c kb



h e



yb



fa



c.g.s Balok Pracetak



f 'a c.g.c



f b'



C



za



Pi



(A)



f b'



(B)



C Pe



zb



+



fb



(C)



Gambar 041 Pada gambar 041 diatas suatu struktur komposit terdiri dari balok prategang pracetak dan plat beton yang dicor ditempat. Pada umumnya mutu beton pracetak lebih tinggi dari mutu plat beton yang dicor ditempat, sehingga disini ada 2 material dengan modulus elastisitas yang berbeda bekerja sama dalam memikul beban. Tahapan-tahapan analisa : Gambar 041 A Tahap ini pada saat transfer gaya prategang, jadi tegangan-tegangan yang timbul pada penampang diakibatkan oleh : • Gaya prategang awal ( Pi ) • Momen akibat berat sendiri balok pracetak ( MG ) Tegangan Tekan pada sisi bawah balok Pracetak fb ′ =



− Pi Pi xe M G − + A Sb Sb



→ Tanda – ( minus ) tekan dan + ( positip ) tarik



Tegangan Tarik pada sisi atas balok Pracetak fa =



− Pi Pi xe M G + − A Sa Sa



Dimana : Pi : A : e : Sa : Sb : MG :



I



gaya prategang awal luas penampang bruto balok pracetak eksentrisitas tendon terhadap pusat berat balok pracetak ( c.g.c ) modulus penampang ( section modulus ) atas balok pracetak modulus penampang ( section modulus ) bawah balok pracetak momen akibat berat sendiri balok pracetak I I Sa = dan Sb = ya yb



: momen inersia penampang balok pracetak



76 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Disini momen luar MG di-imbangi oleh internal momen kopel Pi x za atau C x za. Selama posisi C berada dibawah batas kern bawah kb, maka pada serat atas ( sisi atas ) balok pracetak akan terjadi tegangan tarik. Jika posisi C tepat berada pada batas bawah kern kb tegangan tarik pada sisi atas = 0. Besarnya lengan kopel momen za tergantung pada besarkecilnya MG. Tegangan tarik pada sisi atas balok pracetak diperbolehkan asal tidak melampaui tegangan tarik yang di-ijinkan sesuai code atau peraturan yang dipergunakan untuk perencanaan ( ACI atau SNI ). Demikian pula untuk tegangan tekan pada sisi bawah balok pracetak fb′ tidak diperbolehkan melebihi tegangan tekan yang di-ijinkan.



Gambar 041 B Tahap ini sesaat setelah transfer gaya prategang selesai, jadi pada tahap ini kehilangan gaya prategang sudah harus diperhitungkan. Tegangan-tegangan yang timbul pada balok pracetak diakibatkan oleh : • Gaya prategang efektif ( Pe ) • Momen akibat berat sendiri balok pracetak ( MG ) Tegangan Tekan pada sisi bawah balok Pracetak − Pe Pe .e M G − + A Sb Sb



fb ′ =



Tegangan Tarik pada sisi atas balok Pracetak fa =



− Pe Pe .e M G + − A Sa Sa



Gambar 041 C Tahap pekerjaan plat lantai yang dicor setempat. Disini pekerjaan plat diperhitungkan tanpa perancah, jadi disini belum terjadi composite action. Tegangan pada balok pracetak yang diakibatkan oleh momen akibat berat plat yang dicor ditempat ( MP ) adalah : Tegangan Tarik pada sisi bawah balok Pracetak : fb =



MP Sb



Tegangan Tekan pada sisi atas balok Pracetak : fa′ = −



MP Sa



Dimana : Mp : momen akibat berat plat yang dicor ditempat. Catatan : Disini berat formwork tidak diperhitungkan karena tegangan-tegangan ini akan dijumlahkan dan dikontrol terhadap tegangan yang di-ijinkan secara total pada saat layan dimana pada saat tersebut formwork sudah dibongkar. Tetapi bila berai formwork tersebut cukup signifikan perlu dikontrol tersendiri pada saat setelah tahap pengecoran selesai apakah tegangan pada balok pracetak ada yang melebihi tegangan yang di-ijinkan. 77



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo BTR = n . BE



ya'



yb'



t k' a '



h



kb



e'



f 'a



-



- f'



ze Pe



+ +



Balok Pracetak



Cu



a



C



-



c.g.c' c.g.c c.g.s



0,85 fc'



f 'a



z



Plat cor ditempat



fb



fb



(D)



(E)



Pe f ps



(F)



Gambar 042



Gambar 042 D Pada tahapan ini konstruksi sudah berfungsi sebagai struktur komposit. Tegangan –tegangan yang timbul pada balok komposit akibat beban mati tambahan ( finishing dll ) dan beban hidup adalah : Tegangan Tarik pada serat bawah Balok Komposit : fb =



MS Sb'



Tegangan Tekan pada serat atas Balok Komposit : fa′ = −



MS S a'



Dimana : MS : momen pada balok komposit akibat beban mati tambahan ( finishing lantai, plafond yang digantung dibawah lantai dll ) dan momen akibat beban hidup maksimum. Sa′ : modulus penampang ( section modulus ) atas balok komposit. Sb′ : modulus penampang ( secion modulus ) bawah balok komposit. S a′ =



Ic I dan Sb′ = c ya ' yb '



Ic : momen inersia penampang balok komposit Catatan : Untuk pengecoran plat lantai dengan penyokong ( perancah ), maka tahap gambar 041 C ditiadakan, dan langsung kegambar 042 D dengan MS adalah momen akibat berat plat yang dicor setempat + beban mati tambahan ( finising dll ) + beban hidup maksimum.



Gambar 042 E Diagram tegangan disini merupakan resultante tegangan-tegangan pada gambar 041 B + gambar 041 C + gambar 042 D, jadi : Tegangan Tarik pada serat bawah balok komposit : fb =



− Pe Pe .e M G M P M S − + + + A Sb Sb Sb Sb '



(I)



78



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Tegangan Tekan pada serat atas balok Komposit fa′ = −



MS ( II ) → tegangan tekan pada permukaan atas plat Sa '



Tegangan Tekan pada serat atas balok Pracetak f′= −



Pe Pe .e M G M P M S ( ya '−t ) + − − − A Sa Sa Sa Ic



( III )



Dari ketiga persamaan diatas I, II, III dikontrol agar tegangan yang terjadi fb, fa′ dan f ′ tidak melampaui tegangan yang di-ijinkan oleh code ( ACI dan SNI ) yang dipergunakan dalam desain. Untuk pengecoran plat yang menggunakan penyokong atau perancah, persamaan menjadi : Tegangan Tarik pada serat bawah balok Pracetak − Pe Pe .e M G M S fb = − + + (A) A Sb Sb Sb ' Tegangan Tekan pada serat atas balok Komposit M fa′ = − S ( B ) Sa ' Tegangan Tekan pada serat atas balok Prategang P P .e M M ( y '−t ) f′= − e + e − G − S a (C) A Sa Sa Ic Dalam hal ini MS adalah momen yang diakibatkan oleh berat pelat lantai dengan finishingnya dan beban hidup diatas pelat lantai. Sama seperti pada pengecoran yang tanpa perancah diatas, dari ketiga persamaan A, B dan C dikontrol agar tegangan yang terjadi fb, fa′ dan f ′ tidak melampaui tegangan yang diijinkan oleh code ( ACI atau SNI ) yang dipergunakan dalam desain.



Gambar 042 F Diagram tegangan dengan methode kekuatan batas untuk mengontrol kapasitas balok dalam memikul momen. Tegangan pada baja prategang saat balok mencapai kuat nominalnya ( fps ) dapat dihitung dengan rumus ( 9.1 ) pada halaman 62 diatas. Dengan luas penampang baja prategang yang dipasang ( Ap ) dapat dihitung : Pe = AP x fps Diasumsikan a ≤ t → dimana t = tebal plat yang dicor ditempat Jadi : C = 0,85 fc′ BTR a Ap . f ps ∑ H = 0 → C = Pe → a = 0,85. f c '.BTR Bila : a ≤ t → Asumsi betul → Z = dp + t – ½ a → Mn = Pe x Z → Mu = ∅ Mn Bila : a > t → Asumsi salah, dihitung sebagai balok T murni (lihat contoh-contoh diatas)



79



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Contoh Soal 19 Suatu jembatan simple beam dengan bentangan L = 25 m, jarak antara balok induk prategang pracetak B = 1,80 m. Plat lantai yang dicor ditempat tanpa perancah tebalnya adalah t = 25 cm, sedangkan lapisan perkerasan aspal tebal rata-rata 7 cm, sketsa seperti gambar dibawah ini. Mutu balok pracetak K 500 dengan berat wc = 2.500 kg/m3.



LAPISAN ASPHALT PLAT DICOR SETEMPAT



0.25



Mutu plat yang dicor ditempat K 250 dengan berat wc = 2.400 kg/m3. h



Baja prategang dipergunakan : ASTM A 416 Grade 270 fpu = 1.860 MPa Kehilangan gaya prategang total 15 %



BALOK PRACETAK



1.80



Gambar 043



0.25



0.15



1. Rencanakan dengan pendekatan theori elastis balok pracetak tersebut, gaya prategang yang diperlukan, ukuran baja prategangnya dan posisi tendon untuk ditengah-tengah bentangan balok. 2. Bila untuk penulangan geser dipergunakan besi ulir dengan fy = 3.900 kg/cm2, rencanakan shear connectornya. 3. Kontrol kapasitas balok pracetak tsb. dengan pendekatan theori kekuatan batas. Penyelesaian : Estimasi penampang balok pracetak : 0.60



Bagian



Luas ( cm2 ) A



Jarak kesisi bawah y ( cm )



Statis M omen A xy



A B



ya



B C



1.35



c.g.c 0.20



D



D 0.35



E



yb



A



900.00



127.50



114,750.00



B



200.00



116.67



23,334.00



C



1,900.00



72.50



137,750.00



D



200.00



28.33



5,666.00



E



1,500.00



12.50



18,750.00



Jumlah



4,700.00



300,250.00



0.25



0.60



Luas penampang balok pracetak A = 4.700 cm2 Gambar 044



yb =



300.250,00 = 63,88 cm 4.700,00



dan



ya = 135 – 63,88 = 71,12 cm



80



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Io ( cm4 )



Bagian



Luas ( cm2 )



Jarak ke c.g.c



I ( cm4 )



A



y ( cm )



Io + A . y 2



A



16,875.00



900.00



63.62



3,659,628.96



B



1,111.11



200.00



52.79



558,467.93



C



1,428,958.30



1,900.00



8.62



1,570,136.66



D



1,111.11



200.00



35.55



253,871.61



E



78,125.00



1,500.00



51.38



4,037,981.60



4,700.00



Jumlah



10,080,086.76 10,080,087.00



Sa =



I 10.080.087 = = 141.734 cm3 ya 71,12



Sb =



I 10.080.087 = = 157.797 cm3 yb 63,88



Perhitungan lebar efektive plat ( BE ) BE ≤ ¼ L = ¼ x 25 = 6,25 m } BE ≤ B = 1,80 m } diambil BE = 1,80 m BE ≤ 16 t + bf = 16 x 0,25 + 0,60 = 4,60 m } Plat K 250 → fc′ = 0,83 x 250 = 207,5 kg/cm2 = 20,75 MPa Ept = 0,043 wc1,5



f c ' = 0,043 ( 2.400 )1,5



20,75 = 23.030 MPa



Balok K 500 → fc′ = 0,83 x 500 = 415 kg/cm2 = 41,50 MPa Eblk = 0,043 wc1,5 n=



f c ' = 0,043 ( 2.500 )1,5



41,50 = 34.626 MPa



E pt 23.030 = = 0,665 → Btr = n BE = 0,665 x 1,80 = 1,196 m ≈ 1,20 m Eblk 34.626



0.25



PLAT COR DITEMPAT B tr = 1.20



y'a ya



c.g.c'



Bagian



A



1.35



c.g.c y'b



yb



Luas ( cm2 ) Jarak kesisi bawah y ( cm )



M omen A.y



Plat



3,000.00



147.50



442,500.00



Balok



4,700.00



63.88



300,236.00



Jumlah



7,700.00



742,736.00



BALOK PRACETAK



Gambar 045 yb′ =



742.736,00 = 96,46 cm 7.700,00



ya′ = ( 135 + 25 ) – 96,46 = 63,54 cm



81



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo



Io ( cm4 )



Bagian



A



Jarak ke c.g.c' y ( cm2 )



Ic = Io + A y 2 ( cm4 )



156,250.00



3,000.00



51.04



7,971,494.80



10,080,086.76



4,700.00



32.58



15,068,931.84



Plat Balok



Luas ( cm2 )



7,700.00



Jumlah



23,040,426.64 23,040,427.00



S a′ =



Ic 23.040.427 = = 362.613 cm3 ya ' 63,54



Sb′ =



Ic 23.040.427 = = 238.860 cm3 yb ' 96,46



Perhitungan Beban Mati ( Dead Load ) Berat sendiri ( self weight ) balok pracetak : gblk = A x 1,00 x wc = 0,47 x 1,00 x 2.500 = 1.175 kg/m′ MG = 18 gblk L2 = 18 1.175 252 = 91.796,875 kgm = 9.179.687 kgcm Berat plat lantai yang dicor ditempat : gpl = t x B x 1,00 x wc = 0,25 x 1,80 x 1,00 x 2.400 = 1.080 kg/m′ MP = 18 gpl L2 = 18 1.080 252 = 84.375 kgm = 8.437.500 kgcm Berat lapisan asphalt : gasp = t′ x B x 1,00 x γaspal = 0,07 x 1,80 x 1,00 x 2.240 = 282,24 kg/m′ Masp = 18 gasp L2 = 18 282,24 252 = 22.050 kgm Perhitungan Beban Hidup ( Live Load ) a. Beban Merata Untuk L ≤ 30 m → q = 900 kg/m2 Beban merata per m′ panjang balok pracetak : gL = 1,80 x 900 = 1.620 kg/m′ b. Beban Garis p = 4.900 kg/m′ lebar jembatan Beban titik pada balok pracetak : P = 1,80 x 4.900 = 8.820 kg Faktor beban dinamis ( FBD ) untuk L ≤ 50 m → FBD = 40 % Jadi : ML = ML =



1



8



1



8



gL L2 + ( 1 + FBD ) x ¼ x P x L 1.620 252 + ( 1 + 0,40 ) x ¼ x 8.820 x 25 = 203.737,50 kgm



MS = Masp + ML = 22.050 + 203.737,50 = 225.787,50 kgm = 22.578.750 kgcm Resume Momen akibat beban : Akibat berat sendiri balok pracetak : MG = 9.179.687 kgcm Akibat plat cor ditempat : MP = 8.437.500 kgcm Akibat beban pada plat : MS = 22.578.750 kgcm Dari ketiga beban ini, karena pengecoran plat tanpa perancah, maka aksi komposit baru terjadi pada MS.



82



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 0.25



PLAT COR DITEMPAT B tr = 1.20



y'a ya



c.g.c'



1.35



c.g.c



e = yb – do = 63,88 – 15 = 48,88 cm



20



y'b



e



yb



25 do



Dicoba untuk ditengah-tengah bentangan posisi tendon do = 15 cm dari sisi bawah balok pracetak. Jadi eksentrisitas :



35



BALOK PRACETAK



Ap 60



Gambar 046 1. Tegangan Tarik Total pada serat bawah balok pracetak : fb = −



PE PE .e M G M P M S − + + + ≤ Fts A Sb Sb Sb Sb '



Sesuai dengan SNI 03 – 2847 – 2002 tegangan tarik yang di-ijinkan pada saat service atau layan : Fts = ½ f c ' = 1 2 41,50 = 3,22 1 MPa = 32,21 kg/cm2 −



PE P .48,88 9.179.687 8.437.500 22.578.750 − E + + + = 32,21 4.700 157.797 157.797 157.797 238.860



− 0,000213 PE − 0,000310 PE + 58,17 + 53,47 + 94,53 = 32,21 0,000523 PE = 58,17 + 53,47 + 94,53 – 32,21 58,17 + 53,47 + 94,53 − 32,21 PE = = 332.619,50 kg 0,000523 Tegangan Tekan Total pada serat atas balok pracetak : fa = −



PE PE .e M G M P M S .( ya '−t ) + − − − A Sa Sa Sa Ic



fa = −



332.619,50 332.619,50 x 48,88 9.179.687 8.437.500 + − − 4.700 141.784 141.784 141.784



22.578.750 x(63,54 − 25,00 ) 23.040.427 fa = − 70,77 + 114,67 − 64,74 − 59,51 − 37,77 = − 118,12 kg/cm2 ( tekan ) Sesuai SNI 03 – 2847 – 2002 tegangan tekan ijin pada saat service adalah : Fcs = 0,60 x fc′ = 0,60 x 415 = 249 kg/cm2 fa = 118,12 kg/cm2 < Fcs = 249 kg/cm2 → OK −



83



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Kontrol tegangan tekan pada sisi atas plat : 22.578.750 M fa′ = S = = 62,27 kg/cm2 ≤ Fcs = 249 kg/cm2 → OK Sa ' 362.613 Kehingan gaya prategang total 15 % Pi = 1,15 x PE = 1,15 x 332.619,50 = 382.512,42 kg fpy = 0,85 x fpu = 0,85 x 1.860 = 1.581 MPa = 15.810 kg/cm2 P 382.512,42 Ap-perlu = i = = 24,19 cm2 f py 15.810 Dipakai kawat ∅ 1,25 cm → Ap-tunggal = ¼ π 1,252 = 1,227 cm2 A 24,19 = 19,71 ≈ 20 buah Jadi diperlukan : np = p − perlu = Ap − tunggal 1,227 Dipasang 2 tendon @ berisi 10 ∅1,25 Gaya prategang awal maksimum yang dapat diberikan : Pi-mak = fpy x Ap-terpasang = 15.810 x 20 x 1,227 = 387.977 kg Tegangan Tarik pada sisi atas balok pracetak pada saat transfer fa = −



Pi − mak P i − mak xe M G + − A Sa Sa



387.977 387.977 x 48,88 9.179.687 + − 4.700 141.784 141.784 = − 82,55 + 133,75 − 64,74 = − 13,54 kg/cm2 ( tekan ) Jadi tidak terjadi tarikan disisi atas, dan tegangan tekan yang terjadi ≤ Fci → OK Dimana : Fci = tegangan tekan ijin pada saat transfer = 0,60 x 415 = 249 kg/cm2 =−



Tegangan Tekan pada sisi bawah balok pracetak pada saat transfer fb = −



Pi − mak Pi − mak xe M G − + A Sb Sb



387.977 387.977 x 48,88 9.179.687 − + 4.700 157.797 157.797 = − 82,55 − 120,18 + 58,17 = − 144,56 kg/cm2 ( tekan ) < Fci = 249 kg/cm2, OK Kesimpulan : Design penampang, Gaya Prategang dan Baja Prategang telah OK = −



2. Perencanaan Shear Connector PL qT



A L = 25 m



qT = gblk + gpl + gasp + gL B qT = 1.175 + 1.080 + 282,24 + 1.620 qT = 4.157,24 kg/m′ PL = 8.820 kg Faktor Beban Dinamis ( FBD ) = 40 %



1,00 Grs. Pengaruh Reaksi A



84 [email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo Gaya geser maksimum : Vu = ½ x 1,00 x L x qT + ( 1 + FBD ) x PL Vu = ½ x 1,00 x 25 x 4.157,24 + ( 1 + 0,40 ) x 8.820 = 64.313,50 kg Sesuai dengan SNI 03 – 2874 – 2002 Vu φ .b.d Dimana : b = 20 cm, diambil tebalnya web, karena shear connector-nya ditanam di-webnya d = tinggi effektif balok komposit, dihitung dari serat tertekan paling atas kepusat tulangan tarik non prategang. Jarak pusat tulangan tarik non prategang dari sisi bawah balok pracetak 7,5 cm. Tegangan geser horisontal : τ =



d = 135 + 25 – 7,5 = 152,50 cm ∅ faktor reduksi untuk geser ≈ 0,85 Vu 64.313,50 = = 24,81 kg/cm2 φ .b.d 0,85 x 20 x152,5



τ=



Untuk shear connector dicoba dengan D 13 As = 2 x ¼ π d2 = 2 x ¼ π 1,32 = 2,65 cm2 Jarak shear connector : f . A 3.900 x 2,65 = 20,82 cm → diambil s = 20 cm s= y s = bxτ 20 x 24,81 Jadi shear connector dipakai : 2 D13 – 20 0.25



PLAT COR DITEMPAT 0,85 f'c



B tr = 1.20



C



a



t 2 Ø13 - 20 ya



ya'



c.g.c' Z



1.35



c.g.c 20 yb



y'b



e 25



15



35 fps



T



BALOK PRACETAK



2 Tendon @ 10 Ø12.5 60



TEGANGAN THEORI KEKUATAN BATAS



Gambar 047



85



[email protected]



Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 3. Kontrol Kapasitas Penampang Kapasitas penampang dikontrol dengan pendekatan theori kekuatan batas Tegangan tendon pada saat penampang mencapai kekuatan nominal, dapat dihitung dengan rumus dari SNI 03 – 2874 - 2002



 γ  f  d f ps = f pu 1 − p  ρ p pu' + (ω − ω ') fc d p   β1  Untuk : fpy = 0,85 fpu → γp = 0,40 fc′ = 415 kg/cm2 = 41,50 MPa ≤ 30 MPa β1 = 0,85 – 0,008 ( fc′ - 30 ) = 0,85 – 0,008 ( 41,50 – 30 ) = 0,758 Ap → Ap = Ap-terpasang = 20 x 1,227 = 24,54 cm2 ρp = BTR .d p dp = 135 + 25 – 15 = 145 cm 24,54 = 0,001394 120 x145 Karena baik penulangan tarik maupun penulangan tekan non prategang tidak diperhitungkan untuk memikul beban, maka : ω = 0 dan ω′= 0 ρp =



 0,40  1.860  2 fps = 1.8601 − 0,001394  = 1.798,66 MPa = 17.987 kg/cm 41,50   0,758  T = Ap x fps = 24,54 x 17.987 = 441.401 kg Di-asumsikan a ≤ t = 25 cm → C = 0,85 fc′ Btr a = 0,85 x 415 x 120 a ∑ H = 0 → C = T 0,85 x 415 x 120 a = 441.401 a=



441.401 = 10,43 cm < t = 25 cm → OK 0,85 x 415 x120



Lengan momen Z = 135 + 25 – 15 – ½ x 10,43 = 139,8 cm = 1,398 m Mn = T x z = 441.401 x 1,398 = 617.078 kgm Momen maksimum yang dapat dipikul penampang : Mu = ∅ Mn = 0,80 x 617.078 = 493.662 kgm Aktual momen yang harus dipikul : Maktual = MG + MP + MS Maktual = 91.796,87 + 84.375 + 225.787,50 = 401.959,37 kgm < Mu → OK



86



[email protected]