DInasti Abbasiyah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SEJARAH ASIA BARAT



DINASTI ABBASIYAH



Disusun Oleh:



Farhan Fadillah (1506101020004) Tajul Fazari (1506101020033 ) Ulfa Yanti (1506101020028)



Dosen Pengampu



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2017



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada kami, sehingga makalah ini dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan untuk memenuhi salah satu tugas kami. Makalah ini berjudul “Dinasti Abbasiyah” Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pengasuh mata kuliah Sejarah Asia Barat yang telah memberikan pengetahuan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan memotivasi tim penyusun untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal a’lamiin.



Banda Aceh, 20 November 2017



Tim Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1 C. Tujuan ............................................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3 A. Latar Belakang Terbentuknya Dinasti Abbasiyah .......................................................... 3 B. Sistem Pemerintahan Dinasti Abbasiyah ........................................................................ 5 C. Sistem Ekonomi dan Sosial Dinasti Abbasiyah ............................................................ 10 D. Ilmu Pengetahuan yang Berkembang pada Dinasti Abbasiyah .................................... 13 E. Kehancuran/Kemunduran Dinasti Abbasiyah............................................................... 17 BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 21 A. Kesimpulan ................................................................................................................... 21 B. Saran ............................................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 22



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradaban



Islam



mengalami



puncak kejayaan pada



masa daulah Abbasiyah.



Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-12. Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan Ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Pada masa inilah kejayaan Islam yang mengalami puncak keemasan, pada masa itu berbagai kemajuan dalam segala bidang mengalami peningkatan seperti bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sistem pemerintahannya.



B. Rumusan Masalah a. Apa yang melatar belakangi terbentuknya dinasti Abbasiyah? b. Bagaimana sistem pemerintahan dinasti Abbasiyah? c. Bagaimana sistem ekonomi dan sosial dinasti Abbasiyah? d. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada dinasti Abbasiyah? e. Apa penyebab dari kehancuran/kemunduran dinasti Abbasiyah?



1



C. Tujuan a. Mengetahui latar belakang terbentuknya dinasti Abbasiyah b. Mengetahui pemimpin-pemimpin pada masa dinasti Abbasiyah serta Kebijakankebijakan pemimpin tersebut c. Mengetahui kebijakan ekonomi dan sistem sosial pada dinasti Abbasiyah d. Mengetahui Ilmu-ilmu yang berkembang serta tokoh-tokohnya e. Mengetahui penyebab kehancuran/kemunduran dinasti Abbasiyah.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Latar Belakang Terbentuknya Dinasti Abbasiyah Di antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayah yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij, serta kaum Mawali (orang-orang yang baru masuk Islam yang mayoritas dari Persia). Mereka merasa di perlakukan tidak adil dengan kelompok Arab dalam hal pembebanan pajak yang terlalu tinggi, kelompok inilah yang mendukung revolusi Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu al-Abbas, nama lengkapnya adalah Abdullah asSaffah Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Ia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Ia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M atau 132-656 H. Dinamakan khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad Saw. Pendirian dinasti ini dilatarbelakangi karena kaum Abbasiyah merasa lebih berhak daripada bani umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah bagian dari Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad Saw. Sebelum dinasti Abbasiyah berdiri terdapat tiga poros utama yang masing-masing kelompok memiliki kedudukan tersendirinya di dalam memainkan perannya untuk mendirikan



kekuasaan



dan



terdiri



atas



tiga



tempat



pusat



kegiatan



yaitu,



Humaimah(Yordania), kufah(Irak) dan Khurasan. Humaimah merupakan tempat pemukiman Bani Hasyim, baik dari kalangan pendukun Ali maupun keluarga Abbas. Sedangkan Kufah merupakan wilayah yang penduduknya merupakan penganut aliran syiah, yanng selalu bergolak dengan Bani Umayyah. Sementara Khurasan, meruapakan tempat warga pemberani, kuat fisik, teguh pendirian, tidak terpengaruh nafsu, dan tidak mudah terpengaruh terhadap kepercayaan yang menyimpang. Dalam perkembangannya kota Humaimah dijadikan tempat sebagai pusat perencanaan dan organisasi, kufah sebagai kota penghubung, sedangkan Khurasan adalah sebagai pusat gerakan praktis. Sebenarnya, gerakan Bani Abbasiyah sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah kedelapan Bani Umayyah. Gerakannya begitu rapi dan tersembunyi sehingga tidak diketahui pihak Bani Umayyah. Selain itu gerakan ini juga 3



didukung oleh pihak kalangan Syiah. Hal ini bisa dimaklumi karena dalam melakukan aksinya, para aktivisnya membawa-bawa nama Hasyim bukan Abbas. Sehingga secara tidak langsung, orang-orang Syi’ah diikutsertakan dalam perjuangan mereka. Setelah Muhammad bin Ali wafat, ia digantikan oleh anaknya, Ibrahim bin Muhammad. Pada 125 H, saat pemerintahan Bani Umayyah tengah mengalami kemunduran, gerakan bani Abbasiyah



semakin



genjar.



Empat



tahun



kemudian,



Ibrahim



bin



Muhammad



mendeklarasikan gerakannya di Khurasan melalui panglimanya, Abu Muslim Al-Khurasani. Namun gerakan ini diketahui oleh Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah. Ibrahim pun ditangkap dan dipenjara. Posisi Ibrahim digantikan oleh Adiknya, Abdullah bin Muhammad, yang lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas as-Saffah. Bersama rombongan kemudian ia berangkat ke Kufah secara sembunyi-sembunyi. Pada 3 Rabiiul Awwal 132H, Abdullah Assafah dibaiat sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah di Masjid Kufah. Berita ini sampailah ke telinga Marwan bin Muhammad. Bersama pasukannnya, sang khalifah berangkat untuk memadamkan “pemberontakan” As-saffah. Abdullah bin Ali paman As-saffah, bersama pasukannya menghadapi pasukan Marwan di suatu daerah dekat Mosul. Pemberontakan ini merupakan Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Namun Marwan selamat pada saat itu dan kembali ke Syam. Pengejaran dilanjutkan oleh adiknya, Shalih. Akhirnya, Marwan berhasil dibunuh di suatu desa bernama Bushir pada tahun 132H/750M. Dengan terbunuhnya Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah. Bersama dengan itu bangkitlah penguasa baru dari keturunan Hasyim atau keturunan Abbas yang dinamakan dengan kekuasaan dinasti Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Wilayah imperium ini membentang sepanjang 6.500 kilometer dari sungai Indus di India di sebelah timur sampai ke perbatasan barat Tunisia, Afrik Utara, di sebelah barat. Dan seluas 3.000 kilometer dari Aden, Yaman di sebelah selatan sampai pegunungan Armenia, Kaukasia di Utara. Sejumlah propinsi disebutkan Hitti sebagai berikut: Sisilia, Mesir, Suriah, Palestina, Hijaz, Yamamah, Yaman, Mekkah, Madinah, Bahrain, Oman, Basrah, Kufah, Sawad, Mosul, Azerbaijan, Tibriz, Ardabil, Hamadan, Rayy, Isfahan, Ahwaz, Tustar, Syiraz, Karman,



4



Sijistan, Tabaristan, Jurjan, Armenia, Naysabur, Marw, Balkh, Khawarizm, Bukhara, Samarkand, Farganah, Tashken, dll.



B. Sistem Pemerintahan Dinasti Abbasiyah Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman khalifahurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya”. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain: a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali. b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia. d. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya. e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah. Selanjutnya periode II, III, IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaankerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya daulah-daulah kecil, contoh; daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol dan Daulah Fatimiyah. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana menteri) atau yang jabatanya disebut dengan wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu: a.



Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil) yaitu wazir hanya sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah.



b.



Wizaaratut Tafwidl (parlemen kabinet) wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja.



Pada kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-dinasti lokal sebagai gubernurnya adalah Khalifah. Selain itu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan perang, amirul umara, baitul maal, organisasi kehakiman. Selama Dinasti ini 5



berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode, yaitu : 1. Periode pertama (132-232 H/ 750-847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama. 2. Periode kedua (232- 334 H / 847- 945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama. 3. Periode ketiga (334-447 H/ 945-1055 M), disebut masa kekuasaan dinasti Buwaihi



dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah. Periode ini juga masa pengaruh Persia kedua. 4. Periode keempat (447-590 H/ 1055-1194 M), merupakan kekuasaan dinasti Bani



Seljuk dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah, periode ini disebut pengaruh Turki dua. 5. Periode kelima (590-656 H/ 1194-1258 M), merupakan masa khalifah bebas dari



pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad. Sementara itu, menurut Muhammad Hudlari Bek, masa khalifah Bani Abbasiyah ada lima periode, sebagaimana berikut: 1. Periode kekuatan dan penuh karya, berlangsung 100 tahun (132-232 H/ 750-847 M). 2. Periode berkuasanya Mamalik Turki, berlangsung 102 tahun (232-334 H/ 847-945 M). 3. Periode berkuasanya raja-raja dinasti Buwaihi, berlangsung selama 113 tahun (334447 H/ 945-1055 M). 4. Periode berkuasanya raja-raja dinasti Seljuk, berlangsung 83 tahun (447-530 H/ 10051136 M). 5. Periode Bani Abbasiyah mendapat kemabli pengaruh politiknya, berlangsung 126 tahun (530-656H/ 1135-1258 M). pada periode pertama, pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama.



Periode ini berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode pertama ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulsi menurun dalam bidang politik. Meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Dasar-dasar pemerintahan dinasti Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Khalifah Abul Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur. Sementara itu, puncak keemasan dari dinasti ini berada pada 8 Khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi, Al-Hadi, Harun ar-Rasyid, al-Amin, alMa’mun, al-Mu’tasim, al-Wasiq, dan al-Mutawakkil.



6



Dinasti ini dipimpin oleh 37 Khilafah yang mana berbeda masanya dan berbeda pula cara memimpinnya, sesuai dengan masa saat ia memimpin. 1. Abul Abbas as-Saffah (132-136 H/ 749-754 M) Abul Abbas yang bernama lengkap Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas adalah khalifah pertama dinasti Abbasiyah. Ia lahir di Hamimah pada tahun 104 H dan wafat pada tahun 136H/753M karena penyakit yang dideritanya. Ia adalah anak dari Muhammad bin Ali yang merupakan seorang yang melakukan gerakan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasiyah. Abdullah bin Muhammad mendapat gelar assafah (pengalir darah) karena ia menjadi pengancam dan mengalirkan darah bagi orang yang menentangnya, khususnya Bani Umayyah dan pendukung-pendukungnya. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa gelar as-Saffah diberikan kepadanya karena ia membantai keturunan Bani Umayyah. Pada 3 Rabiul Awwal 132 H ia diangkat menjadi Khalifah pertama dinasti Abbasiyah di Kufah. Dalam perjalanan selanjutnya, ia meninggalkan daerah Kufar dan menuju ke Anbar, sebuah tempat di pinggiran sungai Eufrat yang dikenal dengan Hasyimiyah yang dijadikan pusat pemerintahan. Kemudian dibangunlah sebuah ibu kota yang dikenal hingga kini, yaitu Bagdad. Kota inilah yang menjadi ibu kota dinasti Abbasiyah. Saat kepemimpinannya ia tidak terlalu fokus pada penaklukan wilayah karena pertempuran di kawasan Turki dan Asia Tengah terus bergolak. Belum lagi karena kesibukannya dalam upaya konsolidasi internal untuk menguatkan pilar-pilar negara yang hingga saat itu belum sepenuhnya stabil. Ia bersifat tegas dalam berpolitik, juga dermawan, ingatannya yanng kuat serta keras hati. Masa pemerintahannya hanya 4 tahun 9 bulan. Setelah itu digantikan oleh saudaranya Abu Ja’far al-Manshur. 2. Abu Ja’far al-Mansur (136-158H/754-775M) Abu Ja’far al-Mansur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Ia dilahirkan di Hamimah pada tahun 101 H. Al-mansur adalah saudara Ibrahim alImam dan Abul Abbas as-Saffah. Ketiganya dikenal sebagai tokoh pendiri dinasti Abbasiyah. Al-Mansur merupakan peletak dasar-dasar dan sistem pemerintahan dinasti Abbasiyah. AlMansur dibaiat menjadi khalifah ketita usia 36 tahun, ia menggantikan kedudukan Abul Abbas as-Saffah yang wafat. Di usia yang begitu muda, ia mampu menyelesaikan berbagai persoalan yanng tengah melanda pemerintahan dinasti Abbasiyah yang masih dalam masa transisi.



7



Pada awal kepemimpinannya, al-Mansur melakukan perubahan mendasar bagi perkembangan dinasti Abbasiyah sehingga dinasti ini menjadi negara adikuasa di masa mendatang. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut: 



Pada tahun 762M, al-Mansur memindahkan ibu kota pemerintah Islam dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad, dekat dengan Ctesipn, bekas ibu kota Persia. Dengan demikian, ibu kota pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.







Mengangkat sejumlah personil atau aparat untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.







Di bidang pemerintahan, al-Mansur menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak dari Balkh, Persia.







Membentuk lembaga protokol negara dan sekretaris negara.







Membentuk kepolisian negara dan membenahi angkatan bersenjata.







Menunjuk Muhammad bin Abdur Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.







Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Umayyah perannya ditingkatkan dengan tambahan beberapa tugas. Jika pada dinasti Umayyah hanya bertugas mengantar surat, maka pada masa al-Mansur jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada Khalifah.



Sistem pemerintahan pada masa ini secara perlahan membaik. Ketika itu, jalur-jalur administrasi pemerintahan mulai dari pusat hingga ke daerah ditata dengan rapi sehingga sistem roda pemerintahan berjalan dengan baik. Kebijakannya ini menimbulkan dampak yang positif di kalangan para pejabat pemerintahan, karena koordinasi dan kerja sama yang baik di antara mereka. Beliau juga menaklukan kembali daerah-daerha yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat dan memantapkan keamanan daerah pembatasan. Di antara usahausahanya tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Sicilia pada tahun 756-758 M. 3.



Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi(158-169H/775-785M)



4.



Abu Muhammad Musa Al-Hadi (169-170H/785-786M) 8



5.



Abu Ja’far Harun ar-Rasyid (170-193H/786-809M)



6.



Abu Musa Muhammad al-Amin (193-198H/809-813M)



7.



Abu Ja’far Abdullah al-Ma’mun (198-218H/813-833M)



8.



Abu Ishaq Muhammad al-Mu’tashim (218-227H/ 833-842M)



9.



Abu Ja’far Harun al-Watsiq (227-232H/ 842-847M)



10. Abu Fadl Ja’far Muhammad al-Mutawakkil (232-247H/847-861M) 11. Abu Ja’far Muhammad al-Muntashir (247-248H/861-862M) 12. Abu Abbas Ahmad al-Musta’in (248-252H/862-866M) 13. Abu Abdullah Muhammad al-Mu’tazz (252-255H/866-869M) 14. Abu Ishaq Muhammad al-Muhtadi (255-256H/869-870M) 15. Abu Abbas Ahmad al-Mu’tamid (256-279H/870-892H) 16. Abu Abbas Muhammad al-Mu’tadhid (279-289H/ 892-902M) 17. Abu Muhammad Ali al-Muktafi (289-295H/ 902-908M) 18. Abu Fadl Ja’far al-Muqtadir (295-320H/908-932M) 19. Abu Mansur Muhammad al-Qahir (320-322H/932-934M) 20. Abu Abbas Ahmad ar-Radhi (322-329H/934-940M) 21. Abu Ishaq Ibrahim al-Muttaqi (329-333H/940-944M) 22. Abu Qasim Abdullah al-Mustaqfi (333-334H/944-946M) 23. Abu Qasim al-Fadl al-Mu’thi (334-363H/946-974M) 24. Abu Fadl abdul Kari Math-Tha’i (363-381H/974-991M) 25. Abu Abbas Ahmad Al-Qadir (381-422H/991-1031M) 26. Abu Ja’far Abdullah al-Qa’im (422-467H/1031-1075M) 27. Abu Qasim Abdullah al-Muqtadi (467-487H/1075-1094M) 28. Abu Abbas Ahmad al-Mustazhir (487-512H/1094-1118M) 29. Abu Mansur al-Fadl al-Murtasyid (512-529H/1118-1135M) 30. Abu Ja’far al-Mansur ar-Rasyid (529-530H/1135-1136M) 31. Abu Abdullah Muhammad al-Muqtafi (530-555H/1136-1160M) 32. Abu Muzaffar al-Mustanjid (555-566H/1160-1170M) 33. Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadhi’(566-575H/ 1170-1180M) 34. Abu Al-Abbas Ahmad an-Nashir (575-622H/1180-1225M) 35. Abu Nasr Muhammad az-Zhahir (622-623H/1225-1226M) 36. Abu Ja’far al-Mansur al-Muntanshir (623-640H/1226-1242M) 37. Abu Ahmad Abdullah al-Musta’shim (640-656H/1242-1256M)



9



C. Sistem Ekonomi dan Sosial Dinasti Abbasiyah 1. Sistem Ekonomi Sektor pembangunan di bidang ekonomi merupakan masalah sentral dalam pembangunan suatu negara. Bidang tersebut dapat dikatakan sebagai tulang punggung atau bahkan jantung dari kehidupan suatu negara. Tanpa didukung oleh ekonomi yang kuat, mustahil suatu negara dapat melaksanakan pembangunan-pembangunan di bidang yang lain secara baik dan sempurna. Dalam masa permulaan pemerintahan Bani Abbasiyyah, pertumbuhan ekonomi (economic growth) dikatakan cukup stabil dan menunjukkan angka vertikal. Devisa negara penuh berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak daripada pengeluaran. Khalifah al-Mansur merupakan tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mempu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan negara. Keutamaan al-Mansur dalam menguatkan dasar Daulah Abbasiyah dengan ketajaman pikiran, disiplin, dan adil adalah sama halnya dengan Khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam. Pada waktu khalifah al-Mansur meninggal dunia setelah memerintah selama 22 tahun, dalam kas negara tersisa kekayaan negara sebanyak 810.000.000 dirham. Sedangkan pada Khalifah harun al-Rasyid meninggalkan kekayaan negara sebanyak 900.000.000 dirham. Kecakapan Harun dalam menggunakan anggaran belanja negara sama dengan al- Mansur, hanya saja Harun lebih banyak mengeluarkan dibanding dengan al- Mansur, mungkin karena tuntutan zaman yang berbeda. Pada masa permulaan Abbasiyah, semua khalifah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan ekonomi



dan keuangan negara.



Sektor-sektor perekonomian



yang



dikembangkan meliputi pertanian, perindustrian, dan perdagangan. 1. Sektor Pertanian Di sektor pertanian, usaha-usaha yang dilakukannya antara lain: a. memperlakukan ahl zimmah dan mawali dengan perlakuan baik dan adil, serta menjamin hak milik dan jiwa mereka, hingga kembalilah mereka bertani di seluruh penjuru negeri. b. mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang berlaku kejam kepada para petani. c. memperluas daerah-daerah di segenap wilayah negara. d. membangun dan menyempurnakan sarana perhubungan ke daerah-daerah pertanian, baik darat maupun air. e. membangun bendungan-bendungan dan menggali kanal-kanal baik besar maupun kecil, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. 10



Dengan langkah seperti itu, maka pertanian menjadi maju pesat, tidak saja di tanah Iraq yang tanahnya terkenal subur, tapi juga di seantero negeri. Tiap-tiap wilayah mempunyai kekhususan dalam menghasilkan pertanian. 2. Sektor Perindustrian Pada masa Abbasiyah dibangun tempat-tempat perindustrian hampir meliputi seluruh wilayah tanah air. Perindustrian terbesar dari sektor pertambangan yang meliputi: tambang perak, tembaga, seng, dan besi yang dihasilkan dari tambang-tambang di Persia dan Khurasan. Dekat Beirut terdapat beberapa tambang besi, seperti halnya marmer di Tibris, dan sebagainya. Juga di Asia barat terdapat pabrik-pabrik, seperti pabrik permadani, sutera, katun, wol, brokat (baju perempuan), sofa, dan lain-lain. Dengan banyaknya dibangun tempattempat industri, maka terkenallah, misalnya: Bashrah, terkenal dengan industri sabun dan gelas; Kufah dengan industri suteranya; Khuzastan, dengan tekhtil sutera bersulam; Damaskus, dengan kemeja sutera; Khurasan, dengan selendang, wol, emas, dan peraknya; Syam, dengan keramik dan gelas berwarnanya; Andalusia, dengan kapal, kulit, dan senjata; Baghdad sebagai ibu kota negara memiliki berbagai macam tempat industri. Dalam catatan sejarah, Baghdad mempunyi lebih 100 kincir air, 4000 pabrik gelas, 30.000 kilang keramik. Di samping itu, Baghdad mempunyai industri-industri khusus barang-barang mewah (lux) baik gelas, tekstil, keramik, dan sebagainya. Di kota Baghdad diadakan pasar-pasar khusus untuk macam-macam hasil produksi, seperti pasar besi, pasar kayu jati, pasar keramik, pasar tekstil, dan sebagainya. 3. Sektor Perdagangan Kota Baghdad, di samping sebagai kota politik, kota agama, kota kebudayaan, juga merupakan “kota perdagangan” yang terbesar di dunia saat itu. Sedangkan kota Damaskus merupakan kota dagang nomor dua, sebagai pusat kota perdagangan translit bagi kafilahkafilah dagang dari Asia Kecil, dan daerah-daerah Eufrat yang menuju negeri- negeri Arab dan Mesir atau sebaliknya. Sungai Tigris dan Eufrat menjadi pelabuhan transmisi bagi kapalkapal dagang dari berbagai penjuru dunia. Terjadinya kontak perdagangan tingkat internasional ini semenjak Khalifah al-Mansur. Kecuali Baghdad dan Damaskus, juga terkenal sebagai kota dagang adalah Bashrah, Kufah, Madinah, Kairo, dan kota-kota di Persia. Kapal- kapal dagang Arab Islam telah sampai ke Ceylon, Bombai, Malaka, pelabuhan-pelabuhan di Indocina, Tiongkok, dan India. Pada waktu itu terjadilah hubungan dagang antara kota-kota dagang Islam dengan kota- kota dagang di seluruh penjuru dunia. Untuk menghindari terjadinya kolusi dan penyelewengan dalam sektor perdagangan, Khalifah Harun membentuk satu badan khusus yang bertugas mengawasi pasaran dagang, 11



mengatur ukuran timbangan, menentukan harga pasaran, atau dengan kata lain mengatur politik harga. 2. Sistem Sosial Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif penduduk setiap daerah dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren dan style kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah diberikan les khusus supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka. Seniman-seniman terkenal bermunculan pada masa ini diantaranya Ibrahim bin Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq. Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari pakaian, makanan, dan hadirnya pelayan-pelayan wanita. Dalam sebuah riwayat disebutkan Harun arRasyid memiliki seribu pelayan wanita di istananya dengan berbagai keahlian. Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistem Administrasi dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen, dan Majusi. Pembagian kelas dalam masyarakat Daulah Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras atau kesukuan, melainkan berdasarkan jabatan seseorang seperti menurut jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan panglima). Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. Dan para petugas khusus, tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan penguasa buruh dan petani. Sistem Sosial Pada masa ini adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umayah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu : a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial. b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll). 12



c. Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran. d. Terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru. Kelas sosial lain yang ada pada waktu itu adalah kelas budak. Kelas ini selalu ada dalam setiap lapisan sosial masyarakat Islam saat itu. Banyak hal yang menyebabkan munculnya kelas sosial ini, seperti adanya peperangan. Mereka yang kalah, harta yang mereka bawa menjadi harta rampasan perang, juga diri mereka sendiri. Karena itu wajar kalau kemudian banyak bermunculan kelas-kelas sosial ini.



D. Ilmu Pengetahuan yang Berkembang pada Dinasti Abbasiyah Ketika dinasti Abbasiyah dipimpin oleh Harun Ar-Rasyid, kota Baghdad semakin cemerlang dan menjadi tujuan banyak orang. Saat itu, para cendekiawan dan ilmuwan semakin banyak yang berdiam di Baghdad. Kemudian sang khalifah mendirikan Bayt AlHikmah, sebuah akademi ilmiah yang menjadi pusat aktivitas keilmuan, mulai dari penelitian, penerjemahan sekaligus perpustakaan. Lembaga ini kemudian dikembangkan oleh khalifah al-Ma’mun dan mencapai puncaknya pada masa itu, di bawah tanggung jawab Hunayn bin Ishaq. Selain itu, al-Ma’mun menambahkan bangunan khusus sebagai sebuah labiratorium untuk penelitian astronomi ke Bayt al-Hikmah. Sejak saat itu Bayt al-Hikmah menjelma sebagai pusat kegiatan intelektual seperti ilmuilmu sosial maupun sains, meliputi matematika,austronomi,kedokteran, kimia, zoologi, geografi, dan lain-lain. Melalui lembaga ini buku-buku penting warisan pra-islam (Persia, India dan Yunani) diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, misalnya buku Pytagoras, Plato, Aristoteles, Hippocrates, Euclid, Plotinus, Galen dan lain-lain. Dalam Capital Cities of Arab Islam, Philip K. Hitti menyebutkan Baghdad sebagai kota intelektual. Sebab, dari kota inilah lahir banyak intelektual muslim agung yang mengembangkan ilmu pengetahuan, seperti halnya di bidang kedokteran, kimia, fisika, biologi, matematika, historiografi, sastra, seni, tafsir, hadist, fiqh, bahasa, tasawuf, dan lainlainnya. Berikut beberapa ilmu pengetahuan yang berkembang pesat pada masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah: 1. Ilmu Tafsir Para mufasir pada saat itu menggunakan metode penafsiran dengan cara memberikan interprestasi Al-Quran dengan hadist dan penjelasan para sahabat besar, termasuk pendapat ahli kitab yang sudah masuk Islam dan pendapat orang yang menguasai



13



kitab Taurat dan Injil. Adapun tokohnya yaitu, Ibnu Jarir ath-Thabari dengan karyanya Jami al-Bayan fi Tafsi al-Quran yang terdiri dari 30 juz. 2. Ilmu Hadist Hadits (sunnah), yaitu perilaku, ucapan, dan persetujuan (taqrir) Nabi, yang menjadi sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Hadits awalnya hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut, kemudian direkam ke dalam bentuk tulisan pada abad kedua Hijriyah. Pada masa dinasti Abbasiyah ini banyak ulama perawi hadist yaitu seperti: Imam Bukhari (194-256 H), Imam Muslim, Ibnu Majah , Abu Daud, At Tarmidzi, dan lain-lain 3. Ilmu Fiqih Dalam rangka memperluas ruang lingkup dan cakrawala pandangan hukum Islam, maka para pemikir Muslim berusaha mengembangkan pemikiran tentang hukum Islam, yang meliputi seluruh perintah Allah sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an dan diuraikan dalam hadits. Para Fuqaha yang lahir pada masa Abbasiyah dapat digolongkan dalam dua aliran, yaitu ahli Hadits dan ahli Ra’yi. Ahli hadits mendasarkan pemikiran-pemikirannya pada hadits Rasulullah, mereka disebut sebagai aliran Madinah. Ahli Ra’yi disebut juga aliran Kufah atau Irak, mereka mendasarkan pemikiranpemikiran hukumnya pada kemampuan akal pikiran dan pengalamannya. Tokoh aliran ini ialah Abu Hanifah, ia seorang Persia yang dibesarkan di Kufah dan Bagdad. 4. Ilmu Tasawuf Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang berisi lahiriyah atau jasadiaah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Ilmu tasawuf merupakan salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada masa Daulah Abbasiyah. Ilmu tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya yaitu tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia serta bersunyi diri dalam beribadah. Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah: Al Qusyairy, karangannya: ar Risalatul Qusyairiyah,



Syahabuddin, karangannya:



Awariful



Ma’arif,



Imam



Ghazali,



karangannya: al Bashut, al Wajiz dan lain-lain. 5. Ilmu Sejarah Pada saat itu ilmu sejarah juga berkembang sangat baik. Adapun tokohnya adalah alMas’ud, yang dijuluki sebagai pemimpin para sejarawan, ia juga seorang ahli



14



geografi. Beliau juga penyair dan bapak sejarah Persia dengan karyanya book of kings. 6. Ilmu Sastra Masa Abbasiyah ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan subur karena bahasa Arab yang menjadi bahasa internasional. Yang dimaksud ilmu bahasa (ulum allughah) adalah nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, bad’i, arudh, qamus, dan insya. Selain itu banyaknya lahir penyair-penyair seperti Ibnu Muqaffa, Imam Sibawayhi, Abu Nawas, Ibnu Rumy. Pada masa ini juga telah terjadi perkembangan yang sangat menarik dalam bidang prosa, banyak buku sastra, novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing. 7. Filsafat Adapun tokoh-tokohnya yaitu:  Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul. Banyak menjelaskan pikiran-pikiran filsafat Aristoteles. Dikenal dengan gelar penggerkak filsuf Arab.  Al Farabi lebih dikenal sebagai seorang filsuf daripada ilmuwan.  Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain. 8. Ilmu Falak Tokohnya adalah Muhammad al-Fazzari yang dipandang ahli falak yang awal sekali dan menerjemahkan bukual-sind Hind yang dianggap orang karangan Rahma Sidhanta yang mengandung banyak info mengenai falak dan matematika. 9. Ilmu Kedokteran Pada zaman dahulu, sebagian besar kebudayaan dalam masyarakat awal menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal dan hewan untuk tindakan pengobatan. Pada zaman Yunani kuno, terdapat seseorang yang dikenal sebagai dewa kedokteran yakni Aeculapius. Pada masa Romawi terdapat tokoh-tokoh yang cukup berperan dalam perkembangan dunia kedokteran yaitu Galen dan St. Jerome yang memperkenalkan pertama kali istilah rumah sakit (Hospitalia) yang didirikannya pertama kali di Roma italia pada tahun 390 M. Perkembangan ilmu kedokteran dalam Islam sejalan dengan perkembangan ilmu filsafat. Pada masa dinasti Abbasiyah ini pada era khalifah Harun ar-Rasyid rumah sakit sesungguhnya dibangun di kota Baghdad. Beberapa tokohnya yaitu, Abu Zakaria ar-Arazi, Ibnu Sina, dan Ibnu Saha.



15



10. Ilmu Kimia Ilmu kimia juga mengalami perkembangan yang cukup luar biasa, adapun tokohnya adalah Jabir bin Hayyan yang berpendapat bahwa logam, seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua reqia yang dapat menghancurkan emas dan perak. 11. Ilmu Astronomi Berkembang pesat di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal dalam perbintangan ini seperti, Al Farazi(pencipta Astro lobe),



Abul wafa



(menemukan jalan ketiga dari bulan). Selain itu ada juga Al-Biruni(ia secara akurat menentukan garis lintang dan garis bujur), Nasiruddin Tusi(Menyusun tabel astronomi) dan lain-lain. 12. Ilmu Matematika Adapun tokoh-tokohnya yaitu, Al-Khawarizmi(tokoh utama dalam kajian matematika Arab, penyusun tabel astronomi, dan penemu aljabar pada masa khalifah al-Ma’mun, juga menemukan angka nol), Abul Wafa( ahli matematika astronomi dari persia), Abu Kamil Sujak (telah mengetahui perkembangan aljabar di Eropa, tulisannya tentang geometri dan aljabar terhadap geometri). 13. Ilmu Fisika Adapun tokoh-tokohnya yaitu, Al-Bakhi (karyanya dijadikan dasar dan prinsip karyakarya geografi sebelumnya), Al-Biruni( Menulis deskripsi tentang India), Nasiri Khusraw(penulis penulis otobiografi-geografis abad ke-9). Selain perkembangan tersebut, era keemasan dinasti Abbasiyah juga mencatat penemuanpenemuan dan inovasi penting yang sangat berarti bagi manusia. Diantaranya yaitu pengembangan teknologi pembuatan kertas. Dilanjutkan dengan mendirikan pabrik kertas di Samarkand dan Baghdad. Selain berkembangan ilmu pengetahuan, seni juga berkembang saat itu ditandai dengan seni bangunannya dan tata ruang kota. Seni bangunan/arsitektur, baik untuk istana, mesjid, bangunan kota, dan lainnya. Jaringan jalan dimana Baghdad sebagai ibu kota pemerintahan, kedudukan kota Baghdad tentu sangat sentral. Itulah penyebabnya, beberapa jalur yang dibuka, semuanya dari dan menuju ke kota ini. Dengan keberadaan jalan tersebut, tercipta integrasi dengan kota-kota provinsi utama hingga wilayah perbatasan. Ilmu pengetahuan ini juga mendorong berdirinya sebuah lembaga pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah ini yaitu: 16



a. Maktab, Kutub atau masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan, dan tulisan serta tempat para remaja belajar dasardasar ilmu agama, seperti tafsir, hadist, fiqh, dan bahasa. b. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada masa Abbasiyah ini di kota Baghdad telah berdiri akademi dan sekolah tinggi. Perguruan tinggi yang terkenal adalah perguruan tinggi Nizhamiyah, didirikan oleh Nizamul Mulk dan perguruan al-Muntashir Billah. Kemajuan kota Baghdad di bidang ilmu pengetahuan tersebut berpengaruh besar terhadap kota-kota islam lainnya, seperti Kairo, Basrah, Kufah, Damaskus, Samarkand, Bukhara, dan Khurasan (kini Iran).



E. Kehancuran/Kemunduran Dinasti Abbasiyah Setelah hampir 6 abad berkuasa, kejayaan dinasti Abbasiyah secara perlahan merosot atau mulai meluntur. Pertentangann dan friksi yang terjadi di kalangan umat Islam mulai menguat. Cerita kebesaran dan keagungannya berakhir tragis setelah Baghdad luluh dihancurkan bangsa mongol pimpinan Hulagu Khan pada 1258 M. Secara umum kemunduran kehancuran dinasti Abbasiyah disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. 1. Faktor Internal Adapun faktor internalnya yaitu: a. Melemahnya Khalifah Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang diraih Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup serba mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah daripada pendahulunya. Kondisi ini berpeluang kepada tentara profesional asal Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Fanatisme kebangsaan juga dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Khalifah AlMu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka diangkat menjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami. 17



Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani



Buwaih,



bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat (447-590H). b. Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abasiyah Perebutan kekuasaan keluarga Bani Abasiyah dimulai sejak masa Al-Ma'mun dengan Al-Amin. Ditambah dengan masuknya unsur Turki dan Persia. Setelah Al-Mutawakkil wafat, pergantian khalifah terjadi secara tidak wajar. Dari kedua belas khalifah pada periode kedua Dinasti Abbasiyah, hanya empat orang khalifah yang wafat dengan wajar. Selebihnya, para khalifah wafat karena dibunuh atau diracun dan diturunkan secara paksa. c. Kemerosotan Ekonomi Pada periode kemunduran, pendapatan negara menurun, sedangkan pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini disebabkan wilayah kekuasaannya semakin menyempit, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingankan pajak, dan banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri sehingga tidak lagi membayar upeti. Selain itu para menteri suka menghambur-hamburkan uang dan mengambil keuntungan dari pungutan pajak uang rakyat tanpa memberinya kepada khalifah. Sementara itu kebutuhan negara semakin meningkat, tentara dan penjaga sangatlah banyak. Mereka menuntut gaji dan keadaanpun semakin kacau. d. Konflik Keagamaan Fanatisme keagamaan juga mengakibatkan persoalan kebangsaan mengalami perpecahan, berbagai aliran keagamaan, seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Sunni, dan kelompokkelompok garis keras yang menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk menyatukan pahamnya. Kekecewaan orang Persia terhadap cita-cita yang tak tercapai mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Mazuisme, Zoroasterisme, dan Mazzdakisme. Antara orang beriman dan kaun zindiq terjadi konflik bersenjata, seperti gerakan al-Afsyyn dan Qaramitah. Adanya konflik Syi’ah dan Ahlussunah. Terjadi mihnahpada masa al-Ma’mun yang menjadikan Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara. Lalu, al-Mutawakkil mengahapus Mu’tazilah dan digantikan dengan golongan salaf pengikut Hambali yang tidak toleran terhadap Mu’tazilah yang rasional, sehingga menyempitkan horizon 18



intelektual. Mu’tazilah bangkit kembali pada masa Buwaihi dan Seljuk, lalu Asy’ariyah menyingkirkan Mu’tazilah yang didukung oleh Al-Ghazali. 2. Faktor Eksternal Adapun faktor eksternalnya yaitu: a. Perang Salib Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib. Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Pada permulaan peperangan, tentara salib berhasil mencapai Palestina, kemudian mereka menduduki daerah sekitar-nya sehingga dapat mendirikan benteng di Baitul Maqdis, Antiochia, Tripolisia, dan Eddesa. Korban dari serangan tersebut mencapai 70.000 jiwa. Meskipun dalam beberapa perang salib jilid selanjutnya berhasil dimenangkan, peperangan yang berlangsung dari tahun 1095-1291 M ini, tak pelak menelan banyak korban jiwa, sehingga hal ini menyebabkan pemerintahan dinasti Abbasiyah semakin melemah. b. Serangan Hulagu Khan(Bangsa Mongol) Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). Jengis Khan adalah kakek daripada Hulagu Khan. Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, Hulagu khan menghancurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah



19



korban sekitar dua juta orang. Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu’tashim telah menandai babak akhir dari Dinasti Abbasiyah.



20



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dinasti Abbasiyah terbentuk karena beberapa hal yaitu adalah ketidakpuasan



atau



kekecewaan kelompok mawali terhadap dinasti Ummayah. Diberi nama Abbasiyah karena para penguasan dinasti ini merupakan keturunan al-Abbas, paman nabi Muhammad Saw. Dinasti ini dipimpin oleh 37 orang khalifah yang ada saat itu. Sistem ekonomi dikenal dalam tiga hal yaitu perdagangan, pertanian dan perindustrian. Sistem sosial yaitu terbagi dua, kelas khusus dan kelas umum. Pada dinasti ini juga banyak berkembang ilmu pengetahuan seperti, ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu fiqh, ilmu tasawuf, ilmu sejarah, ilmu sastra, filsafat, ilmu falak, ilmu kedokteran, ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu matematika, dan ilmu fisika. Selain itu adanya lembaga pendidikan yaitu maktab dan tingkat pendalaman. Selain itu terkenal juga seni bangunan dan tata letak kota yang begitu maju serta jaringan jalan yang begitu tertata. Kemunduran dinasti Abbasiyah ini dikarenakan faktor internal dan ekternal dinasti itu sendiri.



B. Saran Kami menyadari bahwa penulisan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya, tim penyusun meminta kritik dan saran apabila makalah ini terdapat kesalahan-kesalahan baik secara penulisan maupun isi.



21



DAFTAR PUSTAKA



Al-Azizi, Abdul Syukur. 2014. Kitab Sejarah Peradaban Islam terlengkap (Menelusuri jejakjejak peradaban Isalam di Barat dan Timur). Jogjakarta. Saufa Hitti, Philip K. (Terjemahan Usuludin Hutagalung dan Sihombing). 1970. Dunia Arab Sejarah Ringkas. Bandung. Sumur Bandung Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sou’yb, Joesoef. 1977. Sejarah Daulat Abbasiyah II. Jakartia. Bulan Bintang http://download.portalgaruda.org/article.php?article=144252&val=5625&title=Dakwah https://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-abbasiyyah.pdf https://afud1428.files.wordpress.com/2011/02/makalah-abbasiyah1.pdf http://paringan.blogspot.co.id/2015/11/makalah-dinasti-abbasiyah.html



22